BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Terjadinya proses absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan absorbat, suhu absorbat, dan interaksi potensial antara absorbat dan absorban (Nishio Ambarita, 2008). Untuk itu dalam hal pengukuran laju penyerapan uap air oleh absorban harus memperhatikan beberapa faktor diatas, sehingga dalam prakteknya laju penyerapan uap air dalam sistem pendinginan dapat ditingkatkan. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran laju penyerapan uap air oleh larutan absorban Litium Bromida dengan beberapa perlakuan, yaitu dengan kombinasi menggunakan suhu 40 o C, kelembaban 70% pada masing-masing konsentrasi 45%, 50%, 55%, dan 60%, menggunakan suhu 45 o C kelembaban 70% pada masing-masing konsentrasi 45%, 50%, 55%, 60%, serta kombinasi kelembaban 60%, 70%, 80% pada suhu 40 o C dan 45 o C dengan konsentrasi 50%. Sehingga diperoleh total data sebanyak dua belas data. 4.1 Laju Penyerapan Uap Air pada Parameter Konsentrasi LiBr Tabel 3 menunjukkan, semakin tinggi konsentrasi larutan LiBr-H 2 O maka akan semakin tinggi pula laju penyerapan absorbat oleh larutan absorban. Ini dikarenakan pada konsentrasi yang tinggi, jumlah molekul-molekul garam yang terkandung dalam volume larutan yang sama lebih banyak, sehingga kapasitas untuk menyerap absorbat lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Selain itu konsentrasi yang tinggi juga akan menimbulkan tekanan larutan yang lebih rendah, sehingga proses absorpsi dari uap air yang bertekanan tinggi terhadap larutan absorban yang bertekanan rendah akan lebih cepat. Tabel 3. Pengaruh konsentrasi larutan LiBr terhadap laju penyerapan uap air Perlakuan Konsentrasi LiBr-H 2 O (%) Laju penyerapan (g/menit) T=40 0 C, RH=70% Laju penyerapan (g/menit) T=45 0 C, RH=70% ,04 Laju penyerapan (g/menit) 0,03 0,02 0,01 y = 1,39E-03x - 5,44E-02 R² = 9,79E-01 y = 1,04E-03x - 3,91E-02 R² = 9,88E-01 T=40, RH=70% T=45, RH=70% 0, Konsentrasi LiBr (%) Gambar 8. Grafik pengaruh konsentrsi larutan LiBr terhadap laju penyerapan uap air 17

2 Dalam penelitian ini digunakan dua perlakuan suhu yaitu suhu 40 o C dan suhu 45 o C pada setiap pengujian larutan LiBr. Suhu merupakan salah faktor yang mempengaruhi berlangsungnya proses absorpsi. Semakin rendah suhu maka laju absorpsi akan meningkat. Pemilihan penggunaan suhu yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan kondisi suhu komponen absorber pada sistem pendingin absorpsi. Suhu didalam komponen absorber berada pada kisaran 30 o C - 45 o C, namun dalam penelitian ini dibatasi hanya menggunakan suhu 40 o C dan 45 o C. Gambar 8 menunjukkan pengaruh konsentrasi larutan LiBr terhadap laju penyerapan uap air. Dari grafik dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi dari masing-masing larutan absorban akan mempengaruhi laju penyerapannya. Pada konsentrasi dan kelembaban yang sama namun suhu yang berbeda (40 o C dan 45 o C) akan terlihat jelas bahwa suhu yang lebih rendah akan meningkatkan laju absorpsi pada masing-masing konsentrasi larutan absorban, namun pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi peristiwa sebaliknya. Hal ini dikarenakan peningkatan suhu akan memanaskan uap air yang berada dalam ruang, sehingga terjadi pemuaian udara yang mengakibatkan semakin renggangnya volume udara. Sehingga jumlah absorbat/uap air yang dapat diserap oleh larutan absorban itu sendiri akan semakin kecil. Persamaan garis linear pada Gambar 8 untuk suhu 40 o C dan 45 o C, diperoleh besarnya koefisien relasi antara laju penyerapan LiBr dengan konsentrasi larutan LiBr sebesar pada suhu 40 o C dan pada suhu 45 o C. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh pada kedua suhu hampir mendekati satu. Hal ini menunjukkan bahwa variabel x (konsentrasi) akan mempengaruhi variabel y (laju penyerapan larutan LiBr), dimana kedua variabel tersebut saling berbanding. Dilihat dari besarnya nilai kemiringan garis dari grafik diatas menunjukkan bahwa, pada suhu 40 o C diperoleh kemiringan yang lebih besar yaitu dibanding dengan suhu 45 o C yaitu sebesar Besarnya nilai kemiringan garis pada suhu 40 o C menunjukkan bahwa terjadi peningkatan laju penyerapan yang sangat cepat dengan adanya peningkatan konsentrasi. Selama terjadinya proses absorpsi, jumlah absorbat akan semakin meningkat pada larutan absorban, kondisi ini akan menurunkan konsentrasi larutan absorban, atau dengan kata lain terjadi proses pengenceran pada larutan absorban. Penurunan konsentrasi yang diakibatkan oleh penambahan absorbat selama proses absorpsi, akan menurunkan kemampuan absorpsi uap air hingga larutan mencapai kondisi setimbang. Konsentrasi kesetimbangan merupakan fungsi dari suhu dan kelembaban relatif dari pengukuran. Pada konsentrasi yang berbeda, namun suhu dan kelembabannya sama, maka besarnya konsentrasi kesetimbangan pada masing-masing konsentrasi yang tercapai akan sama besar. Pada saat absorbat terjerat dalam larutan absorban maka akan terjadi pembebasan sejumlah energi, dan hal ini disebut dengan peristiwa eksotermis. Peristiwa eksotermis merupakan peristiwa pelepasan panas ke lingkungannya. Terjadinya peningkatan suhu pada larutan absorban juga akan mengurangi laju absorpsi uap air. Hal ini dikarenakan, peningkatan suhu larutan juga akan meningkatkan tekanan larutan. Untuk itu dalam sistem pendingin absorpsi biasanya dilengkapi dengan air pendingin untuk mendinginkan komponen absorber, agar penyerapan uap air dari komponen evaporator tidak terhenti. 18

3 4.2 Laju Penyerapan Uap Air pada Parameter Kelembaban dan Tekanan Hasil dari perlakuan dengan menggunakan kelembaban yang berbeda yaitu 60%, 70%, dan 80% pada masing-masing suhu 40 o C dan 45 o C menunjukkan pengaruh kelembaban yang tinggi akan meningkatkan laju penyerapan uap air. Kelembaban adalah suatu istilah yang berkenaan dengan kandungan air di dalam udara. Udara dikatakan mempunyai kelembaban yang tinggi apabila uap air yang dikandungnya tinggi, begitu juga sebaliknya. Secara matematis, kelembaban dihubungkan sebagai rasio berat uap air di dalam suatu volume udara dibandingkan dengan berat udara kering (udara tanpa uap air) di dalam volume yang sama. Pada Gambar 9, dapat dilihat pada pengaruh kelembaban bahwa semakin tinggi kelembabannya maka akan meningkatkan laju penyerapan uap air oleh absorban. Grafik pengaruh antara konsentrasi dan laju penyerapan pada suhu 40 o C cenderung lebih baik, dimana dapat dilihat bahwa koefisien determinasi pada suhu 40 o C lebih tinggi yaitu sebesar 0.996, sedangkan pada suhu 45 o C nilai koefisien determinasiya lebih rendah yaitu sebesar Besarnya nilai koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan bahwa, faktor dari besarnya kelembaban akan mempengaruhi nilai yang akan dicapai oleh laju penyerapan. Sehingga dapat dikatakan bahwa laju penyerapan memiliki hubungan yang positif terhadap kelembaban relatif. Tabel 4. Pengaruh kelembaban relatif terhadap laju penyerapan uap air Perlakuan RH (%) Laju penyerapan (g/menit) T=40, C=50% Laju penyerapan (g/menit) T=45, C=50% ,030 0,025 Laju penyerapan (g/menit) 0,020 0,015 0,010 0,005 y = 9,00E-04x - 4,63E-02 R² = 9,96E-01 y = 8,50E-04x - 4,65E-02 R² = 9,90E-01 Pada suhu 40 Pada suhu 45 0, Kelembaban relatif (%) Gambar 9. Grafik pengaruh kelembaban terhadap laju penyerapan uap air Untuk menghitung tekanan uap air/absorbat yang ditimbulkan dari perlakuan kelembaban dapat dihitung menggunakan persamaan 13. Dari persamaan ini terlebih dahulu ditentukan nilai x atau perbandingan kelembaban (humidity ratio) masing-masing suhu dan kelembaban dalam setiap pengukuran dengan menggunakan diagram psychrometric chart seperti seperti pada Gambar 10, dengan memasukkan data suhu dan kelembaban hasil pengukuran pada selang waktu 10 menit selama 10 jam. Misalnya pada pengukuran dipengukuran diperoleh data kelembaban 70% dan suhu sebesar 19

4 45 o C. Kemudian data tersebut diplotkan kedalam diagram psychrometric chart, dan titik perpotongan antara suhu dan kelembaban diperoleh nilai x (humidity ratio) sebesar 32 g/kg udara kering atau sama dengan kg/kg udara kering. Nilai x (humidity ratio) digunakan dalam perhitungan tekanan uap air pada persamaan dibawah ini: P =. x x (Pa) Gambar 10. Diagram Psychrometric Chart Kelembaban, suhu dan tekanan saling berbanding lurus, dimana semakin tinggi kelembaban dan suhu maka besarnya tekanan uap air yang ditimbulkan pada suatu ruangan juga akan meningkat. Selama proses absorpsi, harus dikondisikan perbedaan antara tekanan uap air dan tekanan larutan absorban. Agar proses absorbsi berjalan dengan baik, maka tekanan larutan absorban harus lebih rendah dibandingkan tekanan uap air disekitar larutan. Berikut merupakan Tabel dan Grafik pengaruh tekanan terhadap laju penyerapan, pada perlakuan suhu 40 o C dan 45 o C dengan masing-masing kelembaban 60%, 70% dan 80%. Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa, kelembaban yang tinggi akan meningkatkan tekanan uap airnya pada kondisi suhu yang sama, demikian pula sebaliknya. Selain kelembaban, kondisi suhu juga mempengaruhi tekanan uap airnya. Dimana pada suhu 45 o C tekanan uap air yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan suhu 40 o C. Tabel 5. Pengaruh tekanan uap air terhadap laju penyerapan pada suhu 40 o C Suhu 40 o C Kelembaban relatif (%) Tekanan uap air (kpa) Laju penyerapan (g/menit)

5 Tabel 6. Pengaruh tekanan terhadap laju penyerapan pada suhu 45 o C Suhu 45 o C Kelembaban relatif (%) Tekanan uap air (kpa) Laju penyerapan (g/menit) ,030 Laju penyerapan (g/menit) 0,025 0,020 0,015 0,010 0,005 y = 1,25E-02x - 4,67E-02 R² = 9,96E-01 y = 9,59E-03x - 4,92E-02 R² = 9,41E-01 Pada suhu 40 Pada suhu 45 0,000 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 Tekanan uap air (kpa) Gambar 11. Grafik pengaruh tekanan terhadap laju penyerapan uap air pada suhu 40 o C dan 45 o C Pengaruh tekanan uap air terhadap laju penyerapan pada suhu 40 o C dan 45 o C dapat dilihat pada Gambar 11. Garis pada suhu 40 o C memiliki nilai koefisien determinsai yang lebih tinggi dibandingkan pada suhu 45 o C. Namun jika dilihat secara keseluruhan, koefisien determinasi pada kedua garis diatas hampir mendekati nilai satu. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan uap air sangat mempengaruhi laju penyerapan larutan LiBr terhadap uap air disekitarnya. Kemiringan garis pada suhu 40 o C terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan kemiringan garis pada suhu 45 o C, yaitu sebesar pada suhu 40 o C dan pada suhu 45 o C. Semakin besar kemiringannya maka garis dari persamaan diatas terlihat lebih curam, dan hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan laju penyerapan yang cepat pada suhu 40 o C jika dibandingkan pada suhu 45 o C. 21

6 4.3 Penentuan Konsentrasi Kesetimbangan Pada Suhu dan Kelembaban yang sama Pada Suhu 40 o C dan Kelembaban 70% Konsentrasi LiBr (%) Konsentrasi 60 Konsentrasi 55 Konsentrasi 50 Konsentrasi Waktu (menit) Gambar 12. Grafik penurunan konsentrasi larutan LiBr-H 2 O terhadap waktu pada T=40 dan RH=70% Tabel 7. Persamaan garis linear konsentrasi LiBr pada T=40 o C dan RH=70% Konsentrasi LiBr (%) Persamaan garis linear R 2 Kemiringan (m) 60 y = -2.08E-02x E y = -1.07E-02x E y = -7.62E-03x E y = -3.57E-03x E Nilai slope (kemiringan garis) yang diperoleh dari masing-masing persamaan diatas kemudian diplotkan kedalam grafik dengan memasukkan nilai x sebagai slope dan y sebagai konsentrasi larutan LiBr. Persamaan garis linear dari grafik slope-konsentrasi akan digunakan untuk menghitung nilai Ce (konsentrasi kesetimbangan) pada kondisi suhu dan kelembaban yang sama, seperti pada Gambar 13 dibawah ini: 70 Konsentrasi LiBr (%) y = -777,8x + 42,07 R² = 0, ,025-0,020-0,015-0,010-0,005 0,000 Kemiringan Gambar 13. Grafik hubungan antara kemiringan garis dan konsentrasi pada suhu 40 o C 22

7 Dari Gambar 13, diperoleh persamaan garis linear, y= x dengan R 2 = Ini menunjukkan bahwa untuk slope (m) sama dengan nol, maka dihasilkan konsentrasi pada titik 42.07%. Nilai R 2 dari persamaan garis linear tersebut mendekati satu, hal ini menunjukkan bahwa kemiringan garis bersifat linear seiring dengan penurunan konsentrasi. Persamaan kemiringan garis pada suhu 40 o C untuk fungsi konsentrasi kesetimbangan yaitu, m = a + bx, dimana variabel x merupakan konsentrasi kesetimbangan, m merupakan slope yaitu sama dengan nol, sedangkan a dan b merupakan variabel yang nilainya dapat dilihat dari persamaan kemiringan garis (a= dan b= ). Dengan memplotkan nilai-nilai variabel yang diketahui maka: Ce tercapai pada saat m = 0. Persamaan y= x merupakan fungsi dari konsentrasi. f(ce)= m m= 0 f (Ce) = (0) Ce = 42.07% (konsentrasi kesetimbangan pada T=40 o C dan RH=70%) Hasil perhitungan konsentrasi kesetimbangan pada suhu 40 o C dan RH 70% diperoleh sebesar 42.07%. Nilai ini menandakan bahwa pada konsentrasi tersebut maka penyerapan uap air akan terhenti Pada Suhu 45 o C dan kelembaban 70% Pada suhu 45 o C, penentuan konsentrasi kesetimbangan dilakukan sama seperti pada suhu 40 o C, sebagai berikut: Konsentrasi LiBr (%) Konsentrasi 60 Konsentrasi 55 Konsentrasi 50 Konsentrasi Waktu (menit) Gambar 14. Grafik penurunan konsentrasi larutan LiBr-H 2 O terhadap waktu pada T=45 dan RH=70% Tabel 8. Persamaan garis linear konsentrasi LiBr pada T=45 o C dan RH=70% Konsentrasi LiBr (%) Persamaan garis linear R 2 Kemiringan (m) 60 y = -1.55E-02x E y = -6.97E-03x E y = -5.49E-03x E y = -1.74E-03x E

8 Dari Gambar 14, nilai slope (kemiringan garis) dari persamaan garis masing-masing konsentrasi diplotkan ke dalam suatu grafik slope dan konsentrasi seperti terlihat pada Gambar Konsentrasi LiBr (%) y = -914,8x + 43,90 R² = 0, ,020-0,015-0,010-0,005 0,000 Kemiringan Gambar 15. Grafik hubungan antara kemiringan garis dan konsentrasi pada suhu 45 o C Dari grafik diatas diperoleh y= x , diperoleh nilai m=0, a= 43.90, b= , dan x merupakan konsentrasi kesetimbangan. Maka dari nilai setiap variabel diatas diplotkan ke dalam persamaan konsentrasi kesetimbangan m = a + bx, seperti dibawah ini: Ce tercapai pada saat m = 0. Persamaan y= x merupakan fungsi dari konsentrasi. f(ce)= x m= 0 f (Ce) = (0) Ce = 43.90% (konsentrasi kesetimbangan pada T=45 o C dan RH=70%) Salah satu metode lain dalam penentuan Ce (konsentrasi kesetimbangan) ialah menggunakan diagaram P-T-X (Tekanan-Suhu-Konsentrasi), dengan memplotkan nilai tekanan uap air dan suhu larutan (pada Gambar 6). Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh data suhu larutan sebagai berikut: Tabel 9. Data suhu larutan dan tekanan uap air pada settingan T=40 o C dan RH=70% Konsentrasi awal (%) Suhu larutan rata-rata ( o C) Kelembaban rata-rata (%) Tekanan uap air (kpa) Rata-rata

9 Tabel 10. Data suhu larutan dan tekanan uap air pada settingan T=45 o C dan RH=70% Konsentrasi awal (%) Suhu larutan rata-rata ( o C) Kelembaban rata-rata (%) Tekanan uap air (kpa) Rata-rata Penentuan Konsentrasi Kesetimbangan Larutan Absorban LiBr-H 2 O pada suhu sama dan RH yang berbeda Proses absorpsi merupakan proses terjeratnya fluida oleh fluida lain dengan membentuk suatu larutan. Selama terjadinya proses absorpsi, massa uap air yang terkandung di dalam absorban akan semakin meningkat, seiring dengan peningkatan tersebut mengakibatkan menurunnya konsentrasi larutan LiBr hingga mencapai setimbang. Konsentrasi kesetimbangan (Ce) merupakan kondisi dimana tidak terjadi lagi perubahan konsentrasi, dengan kata lain tercapainya keadaan yang konstan. Dalam penelitian ini juga akan dihitung besarnya konsentrasi kesetimbangan yang dicapai pada masing-masing perlakuan suhu dan kelembaban. Hal ini bertujuan untuk menghitung jumlah absorbat yang terjerat pada permukaan absorban saat larutan mencapai konsentrasi kesetimbangan (Qe). Penentuan konsentrasi kesetimbangan dilakukan karena pada saat pengukuran tidak tercapai konsentrasi kesetimbangannya. Konsentrasi kesetimbangan ditentukan dengan menggunakan diagram P-T-X (Tekanan Uap Air-Suhu Larutan-Konsentrasi Jenuh LiBr), dengan memplotkan nilai tekanan uap air dan suhu larutan pada diagram P-T-X maka dapat ditentukan berapa konsentrasi jenuh yang dicapai. Dilakukan penentuan besarnya konsentrasi kesetimbangan dengan menggunakan diagram P-T-X, pada: - T= 40 C, RH= 60% - T= 45 C, RH= 60% - T= 40 C, RH= 70% - T= 45 C, RH= 70% - T= 40 C, RH= 80% - T= 45 C, RH= 80% 25

10 37 Gambar 16. Diagram P-T-X Penentuan konsentrasi kesetimbangan menggunakan diagram P-T-X dilakukan dengan memplotkan data tekanan uap air dan suhu larutan. Dari titik perpotongan antara tekanan uap air dan suhu larutan akan diperoleh titik konsentrasi larutan jenuh LiBr. Misalnya data tekanan uap air sebesar 4.35 kpa dan data suhu larutan sebesar o C, maka titik perpotongannya akan dihasilkan konsentrasi LiBr jenuh sebesar 37% (dapat dilihat pda Gambar 16). Dari hasil penentuan konsentrasi kesetimbangan pada masing-masing perlakuan suhu dan kelembaban, dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 11. Konsentrasi Kesetimbangan pada suhu 40 dan kelembaban 60%, 70%, 80% Setting pada suhu 40 C RH Co T larutan P uap air Ce 60 0, , , Tabel 12. Konsentrasi Kesetimbangan pada suhu 45 dan kelembaban 60%, 70%, 80% Setting pada suhu 45 C RH Co T larutan P uap air Ce 60 0, , ,

11 Konsentrasi kesetimbangan merupakan fungsi dari kondisi suhu dan kelembaban. Untuk itu, pada konsentrasi dan suhu yang sama namun kelembaban yang berbeda, maka besarnya konsentrasi kesetimbangan yang dicapai juga akan berbeda. Hal ini dikarenakan nilai dari kelembaban dan suhu akan mempengaruhi tekanan uap air yang dihasilkan. Dari Tabel 11 dan 12 menunujukkan, besarnya konsentrasi kesetimbangan yang dicapai pada suhu yang lebih rendah dan kelembaban tinggi akan lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa larutan absorban tersebut dapat menyerap uap air lebih banyak dibanding dengan kelembaban yang lebih rendah pada kondisi suhu yang sama. Nilai dari konsentrasi kesetimbangan yang dicapai pada masing-masing kondisi suhu dan kelembaban yang berbeda yang diperoleh dengan menggunakan diagram P-T-X, akan digunakan untuk menghitung jumlah uap air yang terjerat pada permukaan absorban saat larutan mencapai kondisi setimbang (Qe). Perhitungan jumlah absorbat yang terjerat pada permukaan absorban saat kondisi setimbang, dilakukan dengan menggunakan model sorpsi isotermis BET, Langmuir dan Freundlich. 4.5 Model Sorpsi Isotermis Perhitungan menggunakan model sorpsi siotermis bertujuan untuk melihat kondisi seberapa besar jumlah absorbat yang dapat terjerat pada permukaan absorban dalam kondisi setimbang. Model sorpsi isotermis yang digunakan ada tiga yaitu, model BET, Langmuir dan Freundlich. Hasil perhitungan jumlah absorbat yang dapat terjerat pada permukaan absorban saat kondisi setimbang (Qe) dari masing-masing model akan dibandingkan dengan perhitungan Qe dengan perhitungan data. Contoh Perhitungan Qe sederhana Pada T= 40 dan RH= 60% Co Ce Qe = m V = (0.50g/ml 0.37g/ml)/50 g) x 100 ml = g absorbat/g absorban Sorpsi Isotermis Model BET Contoh perhitungan konstanta BET pada suhu 40 o C dan RH 60% Q K Ce Qe = Co 1 Ce Ce 1 + (K 1) Co Co Ce Co Ce Qe 1 Ce = 1 + (K 1) Co Co 1 Q K Ce Co 1 Qe 1 Ce = Co Q o K + K 1 Ce Q K Co y = a + b x Tabel 13 dan 14 merupakan hasil perhitungan Qe data dan Qe model BET pada masingmasing suhu 40 o C dan 45 o C. Tabel tersebut dibawah menunjukkan bahwa perbandingan antara nilai Qe data hitung dengan nilai Qe model BET pada suhu 45 o C lebih mendekati dibandingkan pada suhu 40 o C. Hal ini berarti bahwa hubungan antara Qe data hitung dengan Qe model BET pada suhu 45 o 27

12 memiliki korelasi yang lebih erat/dekat ditunjukkan dengan nilai determinasi yang lebih besar dibandingkan pada suhu 40 o C (dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18). Tabel 13. Hasil perhitungan Qe model BET pada suhu 40 o C RH Co Ce Qe Hitung X=Ce/Co Y=(Ce/Co)/(Qe(1-Ce/Co) K BET Q Qe Model Tabel 14. Hasil perhitungan Qe model BET pada suhu 45 o C RH Co Ce Qe Hitung X=Ce/Co Y=(Ce/Co)/(Qe(1-Ce/Co) K BET Q Qe Model ,5 0,35 0,4 y = 1,286x - 0,087 R² = 0,879 0,30 y = 1,050x - 0,014 R² = 0,950 Qe Model BET 0,3 0,2 Qe Model BET 0,25 0,20 0,1 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Qe Hitung Gambar 17. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model BET 40 o C 0,15 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 Qe Hitung Gambar 18. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model BET 45 o C Sorpsi Isotermis Model Langmuir Contoh perhitung konstanta Langmuir pada suhu 40 o C dan RH 60% Q K C Q = 1 + K C 1 = 1 + K Ce Q Q K Ce 1 Qe = 1 1 Q K Ce + 1 Q y= b x + a 28

13 Hasil perhitungan Qe data hitung dan Qe model Langmuir pada masing-masing suhu 40 o C dan 45 o C disajikan pada Tabel 15 dan 16. Tabel dibawah menunjukkan bahwa perbandingan antara nilai Qe data hitung dengan nilai Qe model Langmuir pada suhu 45 o C lebih mendekati dibandingkan pada suhu 40 o C. Hal ini berarti bahwa hubungan antara Qe data hitung dengan Qe model Langmuir pada suhu 45 o memiliki korelasi yang lebih erat/dekat ditunjukkan dengan nilai determinasi yang lebih besar dibandingkan pada suhu 40 o C (dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20). Tabel 15. Hasil perhitungan Qe model Langmuir pada suhu 40 o C RH Co Ce Qe Hitung X= l/ce Y= 1/Qe K L Q Qe Model Tabel 16. Hasil perhitungan Qe model Langmuir pada suhu 45 o C RH Co Ce Qe Hitung X= l/ce Y= 1/Qe KL Q Qe Model ,5 0,35 Qe Model Langmuir 0,4 0,3 0,2 0,1 y = 1,034x - 0,011 R² = 0,973 Qe Model Langmuir 0,30 0,25 0,20 y = 1,009x - 0,002 R² = 0,992 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Qe Hitung Gambar 19. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model Langmuir pada 40 o C 0,15 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 Qe Hitung Gambar 20. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model Langmuir pada 45 o C Sorpsi Isotermis Model Freundlich Contoh perhitung konstanta Freundlich pada suhu 40 o C dan RH 60% Q = KC / Log Qe = Log K + 1 Log Ce n y = a + bx 29

14 Model Freundlich juga memiliki perbandingan hasil Qe data hitung dengan Qe model paling mendekati pada suhu 45 o C, sama halnya dengan model BET dan model Langmuir. Hal ini berarti bahwa hubungan antara Qe data hitung dengan Qe model Langmuir pada suhu 45 o memiliki korelasi yang lebih erat/dekat ditunjukkan dengan nilai determinasi yang lebih besar dibandingkan pada suhu 40 o C. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22 dibawah ini: Tabel 17. Hasil perhitungan Qe model Freundlich pada suhu 40 o C RH Co Ce Qe Hitung X=log Ce Y=log Qe K F n Qe Model Tabel 18. Hasil perhitungan Qe model Freundlich pada suhu 45 o C RH Co Ce Qe Hitung X=log Ce Y=log Qe K F n Qe Model ,5 0,35 Qe Model Freundlich 0,4 0,3 0,2 0,1 y = 1,008x - 0,002 R² = 0,992 Qe Model Freundlich 0,30 0,25 0,20 y = 1,002x - 0,000 R² = 0,998 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Qe Hitung Gambar 21. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model Freundlich pada suhu 40 o C 0,15 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 Qe Hitung Gambar 22. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model Freundlich pada suhu 45 o C Qe merupakan jumlah absorbat yang dapat terjerat pada permukaan absorban saat kondisi setimbang dengan satuan gram absorbat/gram absorban. Dari perbandingan ketiga model diatas (BET, Langmuir, dan Freundlich) dapat dilihat bahwa pada kondisi suhu 45 o C memiliki nilai korelasi yang lebih dekat, ditunjukkan dengan nilai determinsai yang lebih besar, yaitu pada model BET suhu 45 o C diproleh R 2 = 0.950, model Langmuir pada suhu 45 o C diperoleh R 2 = dan model Freundlich pada suhu 45 o C diperoleh R 2 = Koefisien determinasi yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara variabel x (Qe hitung) dengan variabel y (Qe model). Selain itu dari grafik perbandingan Qe data hitung dan Qe model (BET, Langmuir, dan Freundlich) pada suhu 45 o C diperoleh nilai kemiringan garis hampir mendekati satu. Hal ini menunjukkan bahwa garis yang terbentuk pada setiap grafik perbandingan Qe data hitung dan Qe model (BET, Langmuir dan Freundlich) pada suhu 45 o C, berupa garis lurus dengan nilai kemiringan satu. 30

15 Hasil perhitungan Qe dari ketiga model diatas yaitu model BET, Langmuir dan Freundlic dapat dilihat bahwa Qe data hasil perhitungan dengan model Freundlich lebih mendekati dengan Qe hasil perhitungan data. Untuk melihat tingkat keakuratan dari masing-masing model, dapat dilakukan perhitungan persentase kesalahan dengan menggunakan persamaan 16. Persentase kesalahan yang lebih rendah dari masing-masing model menunjukkan tingkat keakuratan hasil model dibanding dengan hasil perhitungan lebih baik. Hasil perhitungan persentase kesalahan dari masing-masing model pada kondisi suhu 40 o C dan 45 o C dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 19. Hasil Perhitungan Persentase kesalahan pada suhu 40 o C Suhu 40 o C RH (%) Persentase kesalahan Persentase kesalahan Persentase kesalahan model model BET (%) model Langmuir (%) Freundlich (%) Tabel 20. Hasil Perhitungan Persentase kesalahan pada suhu 45 o C Suhu 45 o C RH (%) Persentase kesalahan Persentase kesalahan Persentase kesalahan model model BET (%) model Langmuir (%) Freundlich (%) Berdasarkan Tabel 19 dan 20, dapat dilihat besarnya nilai persentase kesalahan dari perbandingan antara Qe data hitung dengan Qe model pada suhu 40 o C dan 45 o C. Pada suhu 40 o C dan 45 o C, persentase kesalahan untuk model BET memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan model Langmuir dan Freundlich. Dari ketiga model diatas, dapat ditentukan bahwa model Freundlich yang memiliki persentase kesalahan terendah, sehingga model ini merupakan model yang memiliki tingkat ketelitian yang paling baik. 31

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan BAB III METODOLOGI 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan April Juni 2011 di laboratorium Pindah Panas dan Massa dan laboratorium Surya, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor/panas dari suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. P = Pc = P 3 = P 2 = Pg P 5 P 4. x 5. x 1 =x 2 x 3 x 2 1

LANDASAN TEORI. P = Pc = P 3 = P 2 = Pg P 5 P 4. x 5. x 1 =x 2 x 3 x 2 1 III. LANDASAN TEORI 3.1 Diagram suhu dan konsentrasi Hubungan antara suhu dan konsentrasi pada sistem pendinginan absorpsi dengan fluida kerja ammonia air ditunjukkan oleh Gambar 6 : t P = Pc = P 3 = P

Lebih terperinci

MEMPELAJARI LAJU PENYERAPAN UAP AIR OLEH LARUTAN Lithium Bromide ( LiBr) SEBAGAI ABSORBAN PADA SISTEM PENDINGIN ABSORPSI

MEMPELAJARI LAJU PENYERAPAN UAP AIR OLEH LARUTAN Lithium Bromide ( LiBr) SEBAGAI ABSORBAN PADA SISTEM PENDINGIN ABSORPSI MEMPELAJARI LAJU PENYERAPAN UAP AIR OLEH LARUTAN Lithium Bromide ( LiBr) SEBAGAI ABSORBAN PADA SISTEM PENDINGIN ABSORPSI SKRIPSI TETTY ELISABETH NABABAN F14070065 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KADAR AIR SAMPEL Pengukuran kadar air sampel dilakukan sebelum pengeringan osmotik, selama pengeringan osmotik dan setelah pengeringan osmotik. Pengukuran kadar air sampel sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi Mesin pendingin icyball beroperasi pada tekanan tinggi dan rawan korosi karena menggunakan ammonia sebagai fluida kerja. Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) 1. Persiapan Bahan Adsorben Murni Mengumpulkan tulang sapi bagian kaki di RPH Grosok Menghilangkan sisa daging dan lemak lalu mencucinya dengan air

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM LAMPIRAN 56 57 LAMPIRAN Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) 1. Preparasi Adsorben Raw Sludge Powder (RSP) Mempersiapkan lumpur PDAM Membilas lumpur menggunakan air bersih

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

Campuran udara uap air

Campuran udara uap air Campuran udara uap air dan hubungannya Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan tentang campuran udara-uap air dan hubungannya membaca grafik psikrometrik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pengujian dilakukan pada bulan Desember 2007 Februari 2008 bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 DATA HASIL PERCOBAAN Berikut merupakan hasil analisa β-karoten dengan konsentrasi awal β-karoten sebesar 552 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet-Visible).

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 011 di Laboratorium Pasca Panen D3 Agribisnis, Fakultas Pertanian, dan Laboratorium Keteknikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar 44 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil penelitian Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar air rumput laut berbasis mikrokontroler, dengan penampil data informasi sistem

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui nilai konstanta dalam peristiwa adsorbsi dari larutan asam asetat oleh karbon aktif pada suhu konstan. I.2. Dasar

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LA.1 Pengaruh Konsentrasi Awal Terhadap Daya Serap Tabel LA.1 Data percobaan pengaruh konsentrasi awal terhdap daya serap Konsentrasi Cd terserap () Pb terserap () 5 58,2 55,2

Lebih terperinci

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto Wusana Agung Wibowo Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Herri Susanto Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, 20 Oktober 2009 Gasifikasi biomassa Permasalahan Kondensasi tar Kelarutan sebagian

Lebih terperinci

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI SKRIPSI oleh Rakhma Daniar NIM 061710201042 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab PSIKROMETRI Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab 1 1. Atmospheric air Udara yang ada di atmosfir merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Psikrometri

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Hasil Konstruksi Kolom Adsorpsi Berdasarkan rancangan dari kolom adsorpsi pada gambar III.1., maka berikut ini adalah gambar hasil konstruksi kolom adsorpsi : Tinggi =1,5

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3)

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3) eori Kinetik Gas Pengertian Gas Ideal Istilah gas ideal digunakan menyederhanakan permasalahan tentang gas. Karena partikel-partikel gas dapat bergerak sangat bebas dan dapat mengisi seluruh ruangan yang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi 29 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung serta di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi:

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi: 55 Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi: a. Pengukuran Ketebalan Film (McHugh dan Krochta, 1994).

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 Yield 1 2 3 20 40 60 Tabel L1.1 Data Yield Raw Material 33 Karbon Aktif 15,02 15,39 15,67 Yield 45,53 46,65 47,50 L1.2 Kadar Air dengan Tabel L1.2 Data Kadar Air Cawan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% konsentrasi awal optimum abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% zeolit -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,5 mg/g - q%= 90% Hubungan konsentrasi awal (mg/l) dengan qe (mg/g). Co=5-100mg/L. Kondisi

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan. pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan

Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan. pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan IV. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN 4.1. Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan

Lebih terperinci

A. Pengertian Psikometri Chart atau Humidty Chart a. Terminologi a) Humid heat ( Cs

A. Pengertian Psikometri Chart atau Humidty Chart a. Terminologi a) Humid heat ( Cs A. Pengertian Psikometri Chart atau Humidty Chart Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN KEMAS SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR AIR GULA KELAPA (Cocos Nucifera Linn) PADA BERBAGAI SUHU DAN RH LINGKUNGAN SKRIPSI

PENGARUH BAHAN KEMAS SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR AIR GULA KELAPA (Cocos Nucifera Linn) PADA BERBAGAI SUHU DAN RH LINGKUNGAN SKRIPSI PENGARUH BAHAN KEMAS SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR AIR GULA KELAPA (Cocos Nucifera Linn) PADA BERBAGAI SUHU DAN RH LINGKUNGAN SKRIPSI oleh DEWAN PRASETYO HADI NIM 051710201053 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal eori Kinetik Gas eori Kinetik Gas adalah konsep yang mempelajari sifat-sifat gas berdasarkan kelakuan partikel/molekul penyusun gas yang bergerak acak. Setiap benda, baik cairan, padatan, maupun gas tersusun

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART

MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART Psychrometric Chart atau Chart psikrometrik merupakan hasil karya jenius peninggalan kakek moyang kita yang berhubungan dengan karakteristik udara. Dengan adanya chart ini maka

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN i IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengaruh Variasi Putaran Pengaduk Pada Disolusi Triklorofenol (TCP) dalam Air Pada Konsentrasi Awal Tetap Nilai konsentrasi terlarut dari disolusi TCP dalam air

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT

ABSTRAK ABSTRACT 29 Analisis Cd Pada Sediaan EyeShadow Dari Pasar Kiaracondong Bandung Analysis of Cadmiumon on EyeShadow Derived From Kiaracondong Market Bandung Fenti Fatmawati 1,, Ayumulia 2 1 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dehumidifier Dehumidifier adalah perangkat yang menurunkan kelembaban dari udara. Alat ini menggunakan kipas untuk menyedot udara lembab, yang berhembus menyeberangi serangkaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan Pendinginan merupakan proses pengeluaran panas untuk menurunkan serta menjaga suhu dari suatu benda atau ruangan dibawah suhu sekelilingnya. Panas diambil dari

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT ZULTINIAR, DESI HELTINA Jurusan Teknik Kimia,Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 ABSTRAK Konsentrasi fenol yang relatif meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Pengamatan Praktikum pengeringan jagung dengan menggunakan rotary dryer dilakukan mengunakan variabel suhu dan waktu perendaman. Variabel suhu operasi yang berbeda,

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pendahuluan Pengeringan merupakan salah satu metode pengawetan pangan paling kuno yang dikenal oleh manusia. Pengawetan daging, ikan, dan makanan lain dengan pengeringan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

Kemampuan yang ingin dicapai:

Kemampuan yang ingin dicapai: Kemampuan yang ingin dicapai: Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik hidratasi pada bahan pangan serta hubungannya dengan pengolahan dan mutu pangan. A. PENGERTIAN Karakteristik hidratasi : karakteristik

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Pengambilan data pada kondensor disistem spray drying ini telah dilaksanakan pada bulan desember 2013 - maret 2014 di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2012 hingga September 2012 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Pengertian Analisis Regresi Regresi pertama-tama dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 877 oleh Sir Francis Galton yang melakukan studi tentang kecenderungan tinggi badan

Lebih terperinci

EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B

EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B Kristian Selleng * * Abstract The purpose of this research is to find the effect of compressor pressure ratio with respect to

Lebih terperinci

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP & K-13 kimia K e l a s XI LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami konsep molaritas. 2. Memahami definisi dan faktor-faktor

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik

Lebih terperinci

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. DOSEN PEMBIMBING: Dr. Eng. Ir. PRABOWO, M. Eng. AHMAD SEFRIKO

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara 1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

Praktikum Kimia Fisika II Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & Asam Kuat

Praktikum Kimia Fisika II Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & Asam Kuat I. Judul Percobaan Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & dalam Suasana Asam Kuat II. Tanggal Percobaan Senin, 8 April 2013 pukul 11.00 14.00 WIB III. Tujuan Percobaan Menentukan orde reaksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. KARAKTERISTIK BATUBARA Sampel batubara yang digunakan dalam eksperimen adalah batubara subbituminus. Dengan pengujian proksimasi dan ultimasi yang telah dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HasU Penelitian 4.1.1. Sintesis Zeolit mo 3«00 3200 2aiW 2400 2000 IMO l«m l«m I2«) 1000 100 600 430.0 Putri H_ kaolin 200 m_zeolit Gambar 11. Spektogram Zeolit A Sintesis

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN CYCLONE UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN Lingga Ruhmanto Asmoro NRP. 2109030047 Dosen

Lebih terperinci

BAB 9. Kurva Kelembaban (Psychrometric) dan Penggunaannya

BAB 9. Kurva Kelembaban (Psychrometric) dan Penggunaannya BAB 9 Kurva Kelembaban (Psychrometric) dan Penggunaannya a. Terminologi Kelembaban Ҥ (specific humidity) merupakan massa uap air (dalam lb atau kg) per unit massa udara kering (dalam lb atau kg) (beberapa

Lebih terperinci

Sifat Koligatif Larutan

Sifat Koligatif Larutan Sifat Koligatif Larutan A. PENDAHULUAN Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung kepada jenis zat, tetapi hanya bergantung pada konsentrasi larutan. Sifat koligatif terdiri dari

Lebih terperinci

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Oleh : Robbin Sanjaya 2106.030.060 Pembimbing : Ir. Denny M.E. Soedjono,M.T PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR TEORI FUNGSI Fungsi yaitu hubungan matematis antara suatu variabel dengan variabel lainnya. Unsur-unsur pembentukan fungsi yaitu variabel (terikat dan bebas), koefisien dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cikal bakal UMKM di Indonesia bermula dari aktivitas home industry di masyarakat, kelompok tani, kelompok pengrajin, kelompok peternak, paguyuban dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-18 Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF Akhmad Syukri Maulana dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5 Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet 1. Membuat larutan Induk Methyl Violet 1000 ppm. Larutan induk methyl violet dibuat dengan cara melarutkan 1 gram serbuk methyl violet dengan akuades sebanyak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir francis

BAB 2 LANDASAN TEORI. Regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir francis BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir francis Galton. Galton melakukan studi tentang kecenderungan tinggi badan anak.

Lebih terperinci

c. Suhu atau Temperatur

c. Suhu atau Temperatur Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh : a. Konsentrasi Pereaksi Pada umumnya jika konsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci