HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Kondisi Lingkungan Wilayah Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Situ Gede memiliki kondisi geografis yang berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Semplak Barat - Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Bubulak - Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Cikarawang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Balumbang Jaya Wilayah kelurahan Situgede memiliki total luas wilayah ha dengan luas areal sawah 67.9 ha atau 30 % dari total luas wilayah Situgede, berada pada ketinggian 250 m diatas permukaan laut. Rata-rata curah hujan yang tercatat di wilayah Kelurahan Situgede mm/tahun (Sys, 1985 dalam Sinaga, 2009). Rata-rata suhu dan kelembaban yang tercatat pada saat pengambilan data berkisar C dan %. Ketersediaan air dari curah hujan dan saluran irigasi untuk budidaya tanaman padi di Kelurahan Situgede ini merupakan salah satu faktor yang mendukung pola tanam padi sepanjang tahun. Varietas padi yang dibudidayakan adalah varietas lokal Mekonga. Tanaman padi sawah memerlukan media lumpur untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan yang baik bagi tanaman padi yaitu pada seluruh lapisan permukaan tanah harus berada dalam keadaan lumpur yang lunak, sehingga akar padi dapat tumbuh dengan bebas tanpa dihambat oleh lapisan tanah keras (De Datta, 1981 dalam Sinaga, 2009). Selain itu lapisan lumpur akan memudahkan dalam kegiatan penyiangan, gulma yang tersiangi akan terangkat sampai pada perakarannya. Kondisi lahan sawah yang digunakan pada penelitian ini merupakan lahan tadah hujan dan irigasi dengan jenis tanah Ultisol (mengandung sedikit lempung) berwarna merah dan memiliki kedalaman tanah (lapisan lumpur) berkisar antara 6 25cm. Lahan sawah memiliki kemiringan yang berbeda, sehingga lahan terbagi dalam luasan petak kecil. Topografi dan tekstur tanah antar petakan lahan berbeda. Hal ini terlihat saat air tergenang atau digenangi secara bersamaan maka ketinggian genangan di setiap petakan lahan berbeda yang akhirnya akan membentuk kondisi pelumpuran yang berbeda pula. Pada beberapa petakan sawah

2 50 masih terdapat lahan dengan kondisi tanah sedikit keras (lapisan lumpur tipis) yang akan mengakibatkan penyiangan kurang sempurna. Sementara itu syarat kondisi tanah sawah untuk dapat dilakukan penyiangan sempurna (secara manual, semi-mekanis dan mekanis) yaitu kondisi tanah berlumpur dengan genangan air macak-macak. Kondisi lahan sawah di lokasi pengujian berbentuk terasering, sehingga mengakibatkan kondisi tanah antar petak berbeda. Pada petak lahan yang berada dekat dengan sumber air memiliki genangan air tinggi sehingga kondisi tanah memiliki lapisan lumpur tinggi sedangkan pada petak lahan yang sangat jauh dari sumber air dan air sulit untuk mengalir memiliki genangan air sedikit serta lapisan lumpur menjadi tipis. Analisa Teknis Ergonomika - Kalibrasi Subjek/operator dengan Metode Step Test Sebelum dilakukan pengukuran beban kerja pada setiap subjek, perlu dilakukan proses kalibrasi menggunakan metode step test dengan tujuan untuk mengetahui korelasi antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja masing-masing subjek karena tiap subjek memiliki karakteristik dan kemampuan fisiologis (kemampuan cardio-vaskuler dan serat otot) yang berbeda-beda. A. Subjek Laki-laki Pada Gambar 20 terlihat hasil pengukuran denyut jantung pada saat step test untuk subjek laki-laki (M2). Di dalam gambar terlihat bahwa grafik denyut jantung pada step test pertama kali mengalami fluktuatif sangat besar. Hal ini dapat diindikasikan bahwa subjek tersebut mengalami kondisi yang tidak stabil, seperti merasa tegang ataupun merasa salah tingkah akibat menyesuaikan diri dengan instrumentasi yang digunakan pada tubuhnya. Namun demikian, grafik denyut jantung yang dihasilkan oleh subjek M2

3 51 sesuai dengan pola step test di mana denyut jantung subjek semakin meningkat seiring dengan meningkatnya ritme/frekuensi step test. 120 ST M2 Heart Rate (bpm) R1 ST1 R2 ST2 R3 ST3 R4 ST4 R Waktu (menit) Keterangan: Rn : Rest/Istirahat ke-n ST2 : Step test dengan ritme 20 siklus/menit ST4 : Step test dengan ritme 30 siklus/menit ST1 : Step test dengan ritme 15 siklus/mnt ST3 : Step test dengan ritme 25 siklus/mnt Gambar 20. Grafik pemetaan denyut jantung subjek M2 pada saat step test Di dalam setiap kegiatan step test harus diawali dan diselingi istirahat untuk setiap satu siklus untuk menormalisasikan kembali denyut jantung yang kemudian melakukan satu siklus step test lanjutan pada frekuensi yang lebih cepat. Secara umum untuk mendapatkan nilai denyut jantung (HR) pada saat istirahat diambil rata-rata data yang memiliki nilai terendah dan dianggap stabil setelah menit ke-3 pada saat mulai istirahat. Demikian pula sebaliknya untuk mendapatkan nilai denyut jantung (HR) pada saat bekerja diambil nilai rata-rata data setelah menit ketiga (pada saat kondisi sudah mencapai masa aerob). Pengambilan nilai rata-rata data juga tidak diperkenankan pada waktu akhir melakukan pekerjaan. Karena pada kondisi tersebut sudah mencapai masa anaerob dan faktor psikis dari pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi denyut jantung yang dihasilkan.

4 52 B. Subjek Perempuan Pada Gambar 21, grafik pemetaan denyut jantung subjek perempuan (F2) terlihat bahwa pada saat awal istirahat setelah menjalani step test mengalami denyut jantung yang sangat fluktuatif. Hal ini dikarenakan subjek masih terpengaruh oleh kondisi sekitarnya serta berusaha untuk menyesuaikan dengan instrumentasi yang digunakan. Pola denyut jantung yang terekam dari subjek sesuai dengan pola denyut jantung hasil step test yaitu meningkat mengikuti peningkatan ritme/frekuensi step test. Heart Rate (bpm) STF2 R1 ST1 R2 ST2 R3 ST3 R4 ST4 R Waktu (menit) Keterangan: Rn : Rest/Istirahat ke-n ST2 : Step test dengan ritme 20 siklus/menit ST4 : Step test dengan ritme 30 siklus/menit ST1 : Step test dengan ritme 15 siklus/menit ST3 : Step test dengan ritme 25 siklus/menit Gambar 21. Grafik pemetaan denyut jantung subjek F2 pada saat step test Nilai denyut jantung (HR) yang diperoleh pada waktu melakukan masingmasing step test kemudian dibandingkan dengan nilai HR pada saat istirahat untuk memperoleh nilai IRHR (Increase ratio of heart rate) pada saat kalibrasi. Hasil IRHR terdapat pada Tabel 7.

5 53 Tabel 7. Nilai IRHR dan TEC masing-masing subjek pada saat kalibrasi Subjek Kelamin Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) ST1 IRHR TECst (kkal/menit) ST2 ST3 ST4 ST1 ST2 ST3 ST4 F1 W F2 W F3 W M1 P M2 P M3 P Pada Tabel 7 terlihat bahwa untuk beban kerja yang relatif sama diperoleh nilai IRHR yang berbeda untuk masing-masing subjek. Perbedaan nilai terjadi karena kemampuan fisiologis masing-masing subjek berbeda dalam merespon beban kerja. Kemampuan fisiologis ini berkaitan dengan kemampuan cardiovaskuler (jantung) dan anatomi serat otot masing-masing subjek. Nilai denyut jantung yang dihasilkan masing-masing subjek pada setiap step test dengan frekuensi yang berbeda terlihat bahwa semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi tingkat denyut jantung yang dihasilkan. Terlihat dari data denyut jantung laki-laki saat step test pada ritme yang lebih tinggi semakin besar. Hal ini akan berpengaruh pada nilai korelasi yang akan dihasilkan antara IRHR dan TEC saat step test untuk menghasilkan nilai total energi (TEC) pada saat bekerja (penyiangan). Nilai total energi yang dihasilkan saat step test, selain dipengaruhi oleh frekuensi siklus juga dipengaruhi oleh berat dan tinggi badan masing-masing subjek. Adanya perbedaan respon fisiologis pada subjek yang berbeda maka perlu dilakukan pemetaan hubungan antara IRHR dengan TECst yang diterima masingmasing subjek. Hubungan antar nilai IRHR dengan TECst dari subjek laki-laki M3 menghasilkan sebuah persamaan grafik seperti terlihat pada Gambar 22. Sedangkan persamaan grafik subjek lainnya disajikan dalam lampiran.

6 54 subjek M3 2,0 1,8 1,6 IRHR 1,4 1,2 y = x R 2 = ,0 0 0,5 1 1,5 2 TEC Gambar 22. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek laki-laki M3 2 subjek F3 1,8 1,6 IRHR 1,4 1,2 y = x R 2 = ,5 1 1,5 2 TEC Gambar 23. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek perempuan Pada Gambar 23 menunjukkan grafik respon denyut jantung (IRHR) subjek perempuan F3 akibat adanya beban kerja yang diterima. Persamaan grafik yang dihasilkan oleh masing-masing subjek akan berbeda karena dipengaruhi oleh kemampuan fisiologis (kemampuan cardio-vaskuler dan serat otot) masing-masing subjek. Secara umum persamaan yang dihasilkan

7 55 adalah y = ax + b dimana nilai a menunjukkan gradien/kemiringan grafik yang artinya setiap perubahan nilai y disebabkan oleh adanya perubahan nilai a terhadap satuan nilai X. Grafik tersebut memiliki batas maksimal untuk nilai IRHR dan TEC tergantung kapasitas maksimal jantung masing-masing subjeknya. Dari hasil penelitian diperoleh nilai maksimal IRHR 2.05 sedangkan nilai TEC maksimal saat step test diperoleh 2.21 kkal/menit. - Pengukuran Beban Kerja Fisik Beban Kerja Kuantitatif Sebagai kontrol terhadap kondisi denyut jantung subjek, sebelum pengukuran denyut jantung saat bekerja terlebih dahulu melakukan istirahat awal dan step test pada ritme 20 siklus/menit selama 5 menit. Apabila nilai HR step test sebelum bekerja tidak jauh berbeda dengan step test saat kalibrasi dapat dipastikan bahwa kondisi denyut jantung subjek kurang lebih sama. Pada masing-masing subjek memiliki karakteristik fisik dan respon fisiologis yang berbeda-beda terhadap beban kerja sehingga diperlukan suatu fungsi hubungan antara respon fisiologis dengan beban kerja yang diterima oleh subjek dengan cara mengetahui nilai IRHR dan TEC saat step test. Dari hasil pengukuran untuk masing-masing subjek laki-laki dan perempuan diperoleh persamaan hubungan antara nilai IRHR dan TEC saat step test seperti yang terdapat pada Tabel 8. Tabel 8. Persamaan korelasi nilai IRHR dan TEC step test Subjek Persamaan grafik M1 y = 0.686x M2 y = 0.482x M3 y = 0.367x F1 y = 0.281x F2 y = 0.214x F3 y = 0.259x Keterangan : y = nilai IRHR, x = nilai TEC Dari persamaan-persamaan yang diperoleh dari grafik linier hubungan denyut jantung dan beban kerja saat step test kemudian digunakan untuk mengetahui konsumsi energi yang dikeluarkan pada saat bekerja (penyiangan)

8 56 dengan memasukkan nilai IRHR saat bekerja masing-masing subjek kedalam persamaan. Sehingga diperoleh nilai konsumsi energi sebagai berikut : Penyiangan Manual (Hand Weeding) Nilai kebutuhan energi yang diperlukan untuk kegiatan penyiangan secara manual pada subjek perempuan diperoleh dengan cara menginterpolasi nilai IRHR saat bekerja kedalam masing-masing fungsi persamaan. Hasil perhitungan nilai kebutuhan energi untuk subjek perempuan tercantum pada Tabel 9. Tabel 9. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) subjek Perempuan Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. IRHR TEC kkal/min WEC kkal/min kal/kg min kg IRHR F F F Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa subjek perempuan nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) diperoleh sebesar 1.17 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.04 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar kal/kg menit. Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan secara manual termasuk dalam kategori pekerjaan berat bagi subyek wanita. Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek lakilaki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.32 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.16 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 7.13 kal/kg menit (Tabel 10). Dari nilai ratarata IRHR yang diperoleh dapat dikategorikan sebagai pekerjaan ringan bagi subyek laki-laki.

9 57 Tabel 10. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) Subjek Laki-laki Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg IRHR IRHR kkal/min kkal/min kal/kg min M M M Penyiangan menggunakan penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Dari hasil pengukuran denyut jantung yang dilakukan masing-masing subjek pada kegiatan penyiangan menggunakan tipe gasrok (Tabel 11) terlihat bahwa pada subjek perempuan nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) diperoleh sebesar 2.32 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 3.19 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar kal/kg menit. Berdasarkan nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk subyek wanita pekerjaan penyiangan menggunakan tipe gasrok dikategorikan sebagai pekerjaan berat. Tabel 11. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Perempuan Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. IRHR TEC kkal/min WEC kkal/min kal/kg min kg IRHR F F F Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.43 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.27 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 9.86 kal/kg menit (Tabel 12). Nilai rata-rata IRHR yang diperoleh, dikategorikan sebagai pekerjaan ringan sampai sedang bagi subyek laki-laki.

10 58 Tabel 12. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Laki-laki Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg IRHR IRHR kkal/min kkal/min kal/kg min M M M Penyiangan menggunakan penyiang tipe roller (Japanese Weeder) Dari data pengukuran denyut jantung yang dilakukan masing-masing subjek pada kegiatan penyiangan menggunakan penyiang tipe roller (Tabel 13) menunjukkan bahwa pada subjek perempuan diperoleh nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) sebesar 1.69 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.56 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar kal/kg menit. Tabel 13. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese weeder) Subjek Perempuan Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. IRHR TEC kkal/min WEC kkal/min kal/kg min kg IRHR F F F Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.66 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.50 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar kal/kg menit (Tabel 14). Berdasarkan nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan tipe roller dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun laki-laki.

11 59 Tabel 14. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese Weeder) Subjek Laki-laki SubjekBB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. IRHR TEC kkal/min WEC kkal/min kal/kg min kg IRHR M1 50 1,97 1,77 1,99 1,97 1,92 M2 48 1,41 1,74 1,66 1,74 1, M3 36 1,40 1,40 1,36 1,50 1,42 Penyiangan menggunakan penyiang bermotor (Power Weeder) Dari hasil pengukuran denyut jantung yang dilakukan masing-masing subjek pada saat melakukan kegiatan penyiangan menggunakan penyiang bermotor diperoleh hasil (Tabel 15) bahwa pada subjek perempuan diperoleh nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) sebesar 1.23 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.09 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar kal/kg menit. Tabel 15. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Perempuan Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. IRHR TEC kkal/min WEC kkal/min kal/kg min kg IRHR F F F Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.48 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.32 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar kal/kg menit (Tabel 16). Nilai ratarata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan alat mekanis dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun lakilaki.

12 60 Tabel 16. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Laki-laki Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg IRHR IRHR kkal/min kkal/min kal/kg min M M M Nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') dari seluruh subjek (laki-laki dan perempuan) pada masing-masing tipe penyiangan yang digunakan diperoleh bahwa nilai WEC' subjek perempuan lebih besar dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan karena berat badan seseorang juga mempengaruhi beban kerja yang diterimanya. Berdasarkan hasil pengukuran seluruh kegiatan penyiangan menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan untuk melakukan semua kegiatan penyiangan bagi subjek/operator perempuan membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan operator laki-laki (Tabel 18). Hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki kemampuan fisik dan kekuatan kerja otot yang lebih besar dibanding perempuan (Tabel 17). Hal ini dipertegas dalam hasil analisa Hendra (2005), bahwa laki-laki dan wanita berbeda dalam kemampuan fisik, serta kekuatan kerja ototnya. Pada saat wanita diberi beban dengan berat yang sama dengan laki-laki maka perempuan akan mengeluarkan kekuatan otot lebih besar dibanding subjek/operator laki-laki. Sehingga perempuan akan membutuhkan energi lebih besar dalam melakukan pekerjaan yang sama. Perbedaan yang besar antara nilai total kebutuhan energi subjek laki-laki dan perempuan (Tabel 18) disebabkan karena nilai denyut jantung subjek lakilaki saat step test setiap kali peningkatan beban kerja lebih besar dibanding subjek perempuan. Sehingga mengakibatkan persamaan korelasi yang diperoleh dari grafik pemetaan titik-titik TEC dan IRHR saat step test memiliki nilai "a" yang lebih besar (Tabel 8). Hal ini sangat berpengaruhi pada nilai WEC yang dihasilkan. Nilai "a" yang dihasilkan pada persamaan grafik (Tabel 8) menunjukkan kemiringan garis linier yang terbentuk berarti perubahan nilai TEC yang dipengaruhi oleh nilai IRHR, semakin besar nilai "a" maka semakin kecil perubahan nilai TEC ketika nilai IRHR bertambah

13 61 maupun berkurang. Sehingga nilai WEC yang dihasilkan lebih kecil, hal ini juga dipengaruhi oleh nilai basal metabolik yang dihasilkan oleh masingmsing subjek. Faktor luar (misal: kondisi tanah sawah) diduga juga mempengaruhi kebutuhan besarnya energi yang diperlukan oleh seorang operator untuk melakukan penyiangan. Jenis tanah sawah yang berlumpur dan liat atau keras akan mengakibatkan subjek/operator akan mengeluarkan energi lebih besar untuk mencabut gulma. Selain itu kondisi psikis seseorang juga akan sangat mempengaruhi tingkat beban kerja yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 18 nilai kebutuhan energi yang diperoleh dengan menggunakan alat lebih besar dibandingkan penyiangan secara manual. Hal ini selain disebabkan karena beban fisik yang ditimbulkan, beban psikis subjek di dalam mengendalikan suatu alat juga mempengaruhi kebutuhan energi yang dihasilkan. Beban Kerja Kualitatif Pengukuran nilai beban kerja kualitatif dilakukan berdasarkan rasio nilai denyut jantung pada saat bekerja dengan nilai denyut jantung pada saat istirahat (IRHR). Berdasarkan hasil pengukuran pada masing-masing subjek diperoleh nilai denyut jantung dan tingkat beban kerja seperti pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai Rata-rata IRHR subjek pada masing-masing tipe penyiang Tipe penyiangan IRHR Tingkat Perempuan Laki-laki Beban kerja Hand Weeding Ringan - Sedang Indonesian Weeder Sedang - Berat Japanese Weeder Sedang Power Weeder Sedang Rata-rata Pada Tabel 17 terlihat bahwa nilai rata-rata denyut jantung yang dihasilkan oleh subjek perempuan lebih besar dibanding subjek laki-laki. Hal ini disebabkan karena tingkat denyut jantung dipengaruhi oleh kekuatan kerja otot

14 62 manusia. Seseorang yang memiliki kekuatan kerja otot besar maka akan menghasilkan tingkat denyut jantung yang rendah. Sehingga dari Tabel 17 dapat dikatakan bahwa subjek laki-laki memiliki kekuatan kerja otot yang lebih besar dibanding subjek perempuan. Nilai denyut jantung yang dihasilkan oleh subjek perempuan maupun lakilaki pada penggunaan alat penyiang mekanis termasuk dalam kategori pekerjaan dengan tingkat beban kerja sedang. Hal ini berarti bahwa dalam penggunaan alat penyiang mekanis ini, pada prinsipnya mampu dikendalikan/ digunakan oleh semua subjek (laki-laki dan perempuan). Tabel 18. Tabulasi nilai rata-rata denyut jantung dan konsumsi energi subjek Tipe penyiangan Laki-laki Perempuan TEC WEC TEC WEC IRHR kkal/min kkal/min IRHR kkal/min kkal/min Hand weeding Indonesian weeder Japanese weeder Power weeder Tingkat Kebisingan dan Getaran yang ditimbulkan alat mekanis Kebisingan dan getaran yang dihasilkan oleh alat dan mesin pertanian pada saat dioperasikan dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif bagi kesehatan dan kenyamanan kerja operatornya, khususnya pada bagian anatomi organ tubuh manusia yang sensitif terhadap pengaruh getaran dan kebisingan. Akibat yang timbul dapat berupa kelelahan tubuh yang terakumulasi. Penyiangan menggunakan Power Weeder juga akan menghasilkan getaran dan kebisingan, oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan pada kondisi alat tersebut mampu berjalan di lahan dengan kecepatan konstan. Pengamatan di lahan pada saat power weeder dioperasikan pada putaran mesin 6350 rpm dengan kedalaman lapisan lumpur antara 10 cm 25 cm menghasilkan tingkat kebisingan yang diterima oleh operator sebesar 45 48

15 63 db. Sedangkan tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh motor penggerak berkisar db. Atas dasar standar tingkat kebisingan yang dikeluarkan oleh DOD (The U.S Department of Defense Standard) maka untuk kisaran kebisingan db, maka operator hanya diijinkan untuk mengoperasikannya maksimal selama 5 9 jam/hari. Kondisi tempat kerja juga mempengaruhi tingkat kebisingan, artinya pada saat bekerja di dalam ruangan dan luar ruangan tingkat kebisingan juga akan memberikan efek yang berbeda di telinga operator. Getaran yang dihasilkan oleh power weeder pada saat dioperasikan dengan kecepatan putaran mesin 6350 rpm mencapai ukuran getaran antara 0.8 sampai dengan 4,4m/s 2 (Tabel 19). Sedangkan nilai kebisingan dan tingkat getaran yang dihasilkan untuk seluruh perlakuan penyiangan dengan power weeder terdapat pada Tabel 19. Tabel 19. Nilai kebisingan dan getaran akibat oleh alat mekanis (power weeder) Subjek Kebisingan (db) Getaran operator m/s 2 F F F M M M Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, getaran yang dihasilkan oleh alat mekanis tersebut masih berada pada kondisi yang tidak membahayakan atau kondisi yang tidak menyebabkan kelelahan. Untuk menghindari akibat negatif dari penggunaan alat mekanis, dalam pengoperasiannya sebaiknya dilakukan istirahat selang waktu 2 4 jam selama 15 menit terutama untuk relaksasi otot-otot tangan.

16 64 Kapasitas Kerja Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh masing-masing subjek/operator diperoleh waktu efektif masing-masing alat pada kegiatan penyiangan secara manual, tipe gasrok, tipe roller, mekanis berturut-turut adalah 7.51 menit, 7.24 menit, 8.12 menit, 2.58 menit. Sehingga diperoleh nilai kapasitas kerja seperti pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai kapasitas kerja (ha/jam) pada beberapa tipe penyiangan Tipe penyiangan Perempuan Laki-laki Hand Weeding Indonesian Weeder Japanese Weeder Power Weeder Tabel 20 menunjukkan bahwa masing-masing subjek/operator memiliki kapasitas kerja yang berbeda untuk penggunaan alat yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik, tingkat kemampuan, keterampilan dan kebiasaan kerja masing-masing subjek/operatornya. Faktor lain yang juga diduga mempengaruhi kapasitas kerja yaitu kondisi lahan (jenis tanah, lapisan lumpur) dan nilai kerapatan gulma. Hal ini terlihat pada penyiangan secara manual yang memiliki nilai kapasitas kerja rata-rata terbesar dibandingkan penyiangan menggunakan alat semi mekanis. Dalam hal ini, penyiangan secara manual memiliki lapisan lumpur yang lebih tinggi dan genangan air lebih banyak karena berada dekat sumber air dibanding lahan pada penyiangan menggunakan alat semi mekanis. Genangan air yang sedikit akan mangakibatkan tanah menjadi keras dengan lapisan lumpur tipis dan nilai kerapatan gulma akan semakin kecil. Kondisi tersebut akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk mengangkat gulma semakin lama sehingga nilai kapasitas kerja yang dihasilkan menjadi semakin kecil (Tabel 20). Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa nilai kapasitas kerja tertinggi yaitu dihasilkan oleh alat penyiang mekanis yang dilakukan oleh subjek laki-laki maupun perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menggunakan alat penyiang mekanis ini pada prinsipnya dapat dilakukan oleh subjek laki-laki maupun perempuan. Namun untuk dapat menghasilkan kapasitas yang lebih

17 65 tinggi menggunakan alat mekanis, dilakukan oleh subjek laki-laki. Hal ini juga dapat menjawab pertanyaan bahwa "mengapa penggunaan alat mekanis sebagian besar dilakukan oleh subjek laki-laki?". Ini disebabkan karena subjek laki-laki memiliki tenaga/otot yang besar dan mampu menghasilkan kapasitas kerja lebih tinggi. Nilai kapasitas kerja rata-rata tertinggi di antara alat penyiang yang diuji dicapai oleh penyiang mekanis/power weeder (Gambar 24). Hal ini disebabkan karena alat tersebut bekerja dibantu oleh motor penggerak. Berbeda dengan alat penyiang lainnya, mekanisme pergerakan sangat ditentukan oleh daya dan kemampuan operatornya. Namun demikian, berdasarkan spesifikasi alat yang tersedia pada power weeder kapasitas kerja yang dihasilkan berbeda. Hal ini dikarenakan tingkat keterampilan dan faktor penyesuaian/kebiasaan subjek. Tingkat kebiasaan dalam penggunaan alat untuk waktu yang lama/sering menggunakan alat berbeda dengan tingkat kebiasaan untuk waktu yang singkat dan tidak pernah menggunakan alat. Kapasitas kerja (ha/jam) 0,10 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0, HW IW JW PW Tipe penyiangan Gambar 24. Grafik nilai kapasitas kerja (ha/jam) rata-rata masing-masing alat Kapasitas kerja yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh luasan lahan olah, luasan lahan yang optimal akan menghasilkan kapasitas kerja yang optimal pula.

18 66 Efektivitas Penyiangan Nilai efektivitas penyiangan dipergunakan untuk melihat pengaruh kinerja alat terhadap prosentase gulma yang tersiangi. Dalam hal ini efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan dalam kegiatan penyiangan. Dari hasil analisa vegetatif gulma diperoleh nilai rata-rata efektivitas penyiangan masing-masing alat yaitu 61.87%; 79.19%; 63.25%; 69.83% berturut-turut untuk alat Japanese weeder; Power weeder; Hand weeding; dan Indonesian weeder (Gambar 25). Berdasarkan hasil analisa tersebut maka nilai efektivitas penyiangan yang terendah dihasilkan oleh alat penyiang tipe roller (Japanese weeder). Faktor yang mempengaruhi rendahnya efektivitas yang dicapai diperkirakan oleh bobot alat yang terlalu ringan dengan memperhatikan kondisi lahan serta desain cakar penyiang terlalu pendek sehingga kemampuan untuk mengangkat gulma rendah. Namun nilai efektivitas penyiangan yang dihasilkan oleh alat mekanis belum mencapai nilai maksimum. Hal ini disebabkan karena luasan plot percobaan yang digunakan sempit dan terbatas dengan memperhatikan kontur lahan sawah yang berbentuk terasering. Sehingga pada penggunaan alat mekanis untuk menghasilkan nilai kapasitas kerja dan efektivitas penyiangan yang maksimum, dibutuhkan luasan lahan yang optimum. Faktor kemampuan dan keterampilan kerja subjek dalam melakukan pekerjaan penyiangan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas penyiangan, selain dipengaruhi oleh kerapatan gulma dan kondisi lahan. Nilai efektivitas memiliki korelasi yang tinggi dengan presentase pertambahan jumlah anakan. Efektivitas penyiangan semakin besar maka pertambahan jumlah anakan semakin banyak, artinya semakin banyak jumlah gulma yang dapat diberantas maka semakin banyak pertambahan jumlah anakan karena persaingan gulma dan tanaman pokok kecil.

19 efektivitas rata-rata (%) HW IW JW PW Gambar 25. Grafik nilai efektivitas rata-rata penyiangan pada masing-masing alat Alat Aspek Lingkungan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan anakan diperoleh hasil bahwa pertambahan jumlah anakan jika menggunakan 3 alat (gasrok, Japanese weeder dan power weeder) dibandingkan secara manual berkisar 28 31% (Gambar 26). Pertambahan jumlah anakan yang tinggi setelah dan sebelum penyiangan menyebabkan persentase pertambahan jumlah anakan yang lebih besar bahkan melebihi 100%. Perbedaan ini disebabkan selain faktor kemampuan dan keterampilan subjek dalam membersihkan gulma juga diduga dipengaruhi perbedaan kandungan nutrisi makanan yang ada di dalam tanah. Selain itu penyiangan yang efektif akan menghasilkan pertambahan jumlah anakan yang semakin banyak. Sedangkan dari kondisi kerusakan tanaman padi, kerusakan ratarata yang dialami terutama jika dilakukan menggunakan alat mekanis yaitu sebesar 2 %. Namun kerusakan tersebut bukan merupakan kerusakan permanen, artinya tanaman padi tersebut tidak mengalami kematian (tanaman hanya merunduk) dan dalam waktu tertentu tanaman tersebut akan kembali tumbuh dengan baik.

20 68 Persentase rata-rata pertambahan jml anakan (%) HW IW JW PW Alat Gambar 26. Grafik nilai persentase rata-rata pertambahan jumlah anakan (%) pada berbagai alat Analisa Ekonomi Hasil analisis ekonomi masing-masing alat yang diuji tersaji pada Tabel 21. Pada penyiangan secara manual (Hand weeding) dengan kapasitas kerja rata-rata ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp /ha. Sedangkan analisa yang dilakukan menggunakan alat gasrok (Indonesian weeder) dengan kapasitas kerja rata-rata ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp /ha. Analisa ekonomi yang dilakukan pada penyiang tipe roller (Japanese weeder) dengan kapasitas kerja rata-rata ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp /ha. Sedangkan analisa yang dilakukan pada alat penyiang bermotor (Power weeder) dengan kapasitas kerja alat ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp /ha. Nilai biaya operasional masing-masing alat sudah termasuk biaya pajak, asuransi dan garasi. Besarnya persentase nilai-nilai tersebut ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah dilakukan di beberapa negara. Pada analisa ekonomi, biaya yang dikeluarkan bila menggunakan alat mekanis menghasilkan biaya operasi (cost) lebih besar dibandingkan secara manual. Hal ini dikarenakan biaya untuk investasi alat mekanis lebih besar. Tingginya biaya operasi yang dikeluarkan oleh masing-masing tipe penyiangan

21 69 dipengaruhi oleh nilai kapasitas kerja yang dihasilkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiangan dan tingginya biaya operasi yang dikeluarkan oleh alat mekanis ini, diimbangi dengan tingginya kapasitas kerja, efektivitas dan persentase pertambahan jumlah anakan yang dihasilkan. Sehingga dengan diimbangi nilai yang diperoleh tersebut akan dapat menghasilkan produktivitas yang optimum. Tabel 21. Analisa ekonomi masing-masing alat Parameter Hand weeding Indonesian weeder Japanese weeder Power weeder data/asumsi Kapasitas kerja (ha/jam) Umur ekonomis (thn) Bunga bank (%) Asuransi (%) Pajak alsin (%) Garasi alsin (%) Biaya garasi dan pajak (Rp/thn) Bunga modal dan asuransi (Rp/thn) Upah operator (Rp/orang/hari) Jumlah operator (orang) Harga alat (Rp) Kebutuhan bbm (liter/jam) Biaya operasi (Rp/ha) Analisis Pemilihan Alat Tahapan analisis pemilihan alat mencakup : 1) analisis berdasarkan uji teknis yang dilakukan pada masing-masing alat, seperti: kapasitas kerja, beban kerja (kebutuhan energi), dan nilai efektivitas penyiangan; 2) analisis vegetatif dari lingkungan yang dilihat dari persentase pertambahan jumlah anakan; dan 3) analisis kelayakan finansial, dilihat berdasarkan biaya operasi yang dikeluarkan. Hasil analisa dari parameter getaran dan kebisingan yang ditimbulkan oleh alat

22 70 mekanis masih dalam kategori aman, artinya tidak membahayakan dan tidak menimbulkan kelelahan dan dianggap memenuhi untuk dapat digunakan terutama di lingkungan luar. Sehingga pada analisis pemilihan alternatif alat penyiang ini, parameter tersebut tidak dimasukkan sebagai variabel input. Analisa pemilihan alternatif alat menggunakan metode fuzzy logic yang merupakan pemetaan sebuah ruang input ke dalam ruang output dengan metode FIS (Fuzzy Inference System) menggunakan IF-THEN rules. Input variabel menggunakan tujuh parameter input yaitu efektivitas penyiangan, jumlah anakan, kapasitas kerja, beban kerja, dan biaya. Nilai masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan fuzzifikasi (diklasifikasikan) dengan memberikan nilai kisaran (range) dari data tunggal yang telah diperoleh dari hasil pengukuran. Proses fuzzifikasi dilakukan dengan mengklasifikasikan variabel-variabel sebagai berikut: Tabel 22. Klasifikasi variabel berdasarkan nilai input Klasifikasi Efektifitas nilai minimum nilai maksimum baik sedang buruk Jumlah anakan banyak sedikit Kapasitas baik sedang buruk Beban Kerja berat sedang ringan Biaya buruk sedang baik

23 71 Nilai variabel-variabel tersebut dimasukkan kedalam box variabel input membership function editor begitu juga dengan variabel nilai output/mutu (Gambar 27 dan 28). Gambar 27. Membership function variabel input Output yang ingin dicapai yaitu nilai mutu dengan nilai interval [0 1] yang didefinisikan pada mutu buruk nilai range yang diberikan [0 0.5] dan mutu baik nilai range yang diberikan [0.5 1]. Semakin besar nilai mutu maka semakin baik alat tersebut. Gambar 28. Membership function variabel output

24 72 Tahapan lanjut proses operasi fuzzy set yaitu mendefinisikan aturan (rule) yang digunakan. Rule yang disediakan berdasarkan analisis masukan para pakar terdapat 17 rule (Tabel 23) kemudian dilakukan pengujian/percobaan dengan berbagai kemungkinan rule yang dilakukan sebanyak 17 kali. Rules inilah yang digunakan untuk mengkombinasikan variabel-variabel input yang telah diberikan pada operasi FIS. Berdasarkan deskripsi variabel-variabel masukan dan keluaran dalam FIS editor, rule editor digunakan untuk menyusun rule-rule yang tersedia dengan pernyataan IF-THEN rule (Gambar 29). Pada tahap rule editor, operasi fuzzy logic menggunakan korespondensi OR yang merupakan nilai fungsi maksimum. Bobot rule diset 1 secara default, nilai (1) yang berada pada belakang pernyataan rule menunjukkan bobot rule tersebut. Berikut adalah gambar rule editor yang telah dilakukan secara bertahap. Gambar 29. Rule editor yang telah dilakukan secara bertahap

25 73 Tabel 23. Rule yang disediakan berdasarkan masukan para pakar efektifitas jumlah kapasitas No. penyiangan anakan kerja beban kerja biaya mutu alat 1 baik banyak baik ringan baik baik 2 baik banyak baik ringan buruk baik 3 baik banyak sedang sedang sedang baik 4 sedang banyak sedang ringan baik baik 5 sedang sedikit buruk berat sedang buruk 6 sedang sedikit buruk berat buruk buruk 7 sedang sedikit sedang sedang baik baik 8 baik sedikit sedang berat buruk buruk 9 baik sedikit buruk berat sedang buruk 10 baik banyak buruk berat buruk buruk 11 sedang banyak baik ringan sedang baik 12 sedang sedikit sedang berat baik baik 13 buruk banyak sedang sedang sedang buruk 14 buruk sedikit buruk berat buruk buruk 15 buruk sedikit sedang berat sedang buruk 16 buruk sedikit buruk sedang baik buruk 17 buruk banyak baik berat buruk buruk Pada tahapan untuk memperoleh nilai output, perlu dilakukan dengan memberikan nilai rata-rata parameter input (Tabel 24) masing-masing alat. Nilai rata-rata parameter input tersebut dimasukkan ke dalam sebuah rule viewer box pada masing-masing alat (Gambar 30). Nilai output adalah nilai mutu yang dihasilkan berdasarkan gabungan antara analisa logika, aturan yang diberikan dan nilai dari pengukuran masing-masing parameter input. Nilai terbaik adalah mutu yang memiliki nilai lebih besar atau mendekati nilai satu. Tabel 24. Nilai rata-rata parameter input pada masing-masing alat Parameter JW PW HW IW Efektivitas (%) Jumlah anakan (%) Kapasitas kerja (ha/jam) Beban kerja (kkal/menit) Biaya (Rp/ha) (x )

26 74 Gambar 30. Box nilai output/mutu berdasarkan tahapan rules Nilai output yang dihasilkan dari beberapa percobaan kombinasi aturan pada masing-masing alat diperoleh nilai mutu yang terlihat pada Gambar 30. Nilai tersebut merupakan nilai agregasi yang diperoleh dari hasil kombinasi atau gabungan nilai implikasi. Tabel 25. Nilai output/mutu masing-masing alat menggunakan sistem fuzzy dengan kombinasi rule yang diberikan. No. Rule yang digunakan JW PW HW IW , 12, 16, Rata-rata

27 75 Dari hasil percobaan yang dilakukan sebanyak 17 kali (Tabel 27) dengan memasukkan nilai rata-rata parameter input pada masing-masing alat dan mengkombinasikan beberapa aturan yang diberikan maka diperoleh bahwa alat yang terbaik untuk digunakan pada kegiatan penyiangan didasarkan nilai mutu rata-rata maksimum yaitu penyiang mekanis (power weeder). Pada penggunaan alat mekanis ini, kondisi yang memungkinkan dalam pengoperasiannya yaitu pada kondisi lahan datar, lahan dalam keadaan tergenang air minimal 6 cm (kondisi tanah macak-macak) dan memiliki lapisan lumpur maksimal 25 cm. Syarat jarak tanam yang memiliki jarak alur yang sama antara cm pada luasan yang optimal agar diperoleh kapasitas kerja maksimum. Perbaikan desain terhadap bobot alat, dilakukan pada pemilihan material yang lebih ringan sehingga akan dapat meningkatkan nilai tambah pada kinerja alat tersebut dan dapat dioperasikan dengan mudah oleh operator perempuan.

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 29 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret Juni 2009 di lahan petani, Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Peralatan dan Instrumen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga bulan Oktober 2010 yang berlokasi di areal persawahan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN B. ALAT DAN PERLENGKAPAN

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN B. ALAT DAN PERLENGKAPAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2010 sampai dengan Januari 2011 di Areal Pesawahan di Desa Cibeureum, Kecamatan Darmaga,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Cultivator Mesin pertanian yang digunakan adalah cultivator Yanmar tipe Te 550 n. Daya rata - rata motor penggerak bensin pada cultivator ini sebesar 3.5 hp (putaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang akan diambil dalam penelitian ini yaitu data denyut jantung pada saat kalibrasi, denyut jantung pada saat bekerja, dan output kerja. Semuanya akan dibahas pada sub bab-sub

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan di lahan kering Leuwikopo, Bogor. Pengambilan data penelitian dimulai tanggal 29 April 2009 sampai 10 Juni 2009. B. Peralatan

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA

. II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah dengan memecah partikel menjadi lebih kecil sehingga memudahkan akar

Lebih terperinci

METODOLOGI IV. 4.1 Deskripsi Kegiatan. 4.2 Metode Kerja Aspek Umun

METODOLOGI IV. 4.1 Deskripsi Kegiatan. 4.2 Metode Kerja Aspek Umun IV. METODOLOGI 4.1 Deskripsi Kegiatan Kegiatan magang dilakukan di PT. TMMIN selama 4 bulan, dimulai dari tanggal 21 Maret 2011 sampai dengan 20 Juli 2010. Waktu pelaksanaannya mengikuti jam kerja karyawan,

Lebih terperinci

KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field NOVI SULISTYOSARI

KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field NOVI SULISTYOSARI i KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field NOVI SULISTYOSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tahapan penelitian disajikan pada gambar dibawah ini. Mulai. Identifikasi masalah

METODE PENELITIAN. Tahapan penelitian disajikan pada gambar dibawah ini. Mulai. Identifikasi masalah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011 di Bengkel Daud Teknik, Cibereum, Bogor. B. Tahapan Penelitian

Lebih terperinci

Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar

Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar 1) Atiqotun Fitriyah, 2) Sam Herodian 1), 2) Laboratorium Ergonomika, Departeman Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengukuran Beban Kerja Pengukuran beban kerja meliputi dua hal yaitu beban kerja kuatitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HAIL DAN PEMBAHAAN 4. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengamati kegiatan-kegiatan dan pola kerja dari aktivitas pemetikan teh. Penelitian pendahuluan ini bertujuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. SPESIFIKASI MESIN PELUBANG TANAH Sebelum menguji kinerja mesin pelubang tanah ini, perlu diketahui spesifikasi dan detail dari mesin. Mesin pelubang tanah untuk menanam sengon

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN ABSTRACT

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN ABSTRACT ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN Andriani Lubis 1), Syafriandi 1), dan Tinton Tonika 2) 1) Prodi Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan model faktor ergonomi terhadap produktivitas kerja pengolahan tanah pertama di areal padi sawah dibangun menggunakan bahasa pemrograman Delphi-5 dengan batasan model sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field NOVI SULISTYOSARI

KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field NOVI SULISTYOSARI i KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field NOVI SULISTYOSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinjauan Umum Lokasi Penggilingan Padi Kelurahan Situ Gede adalah suatu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Barat. Berdasarkan data monografi Kelurahan Situ Gede pada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING SKRIPSI ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING (Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator) Oleh : LOVITA F14052709 2009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN Sumber : Openshaw (2006) dalam Rahmawan (2011) Gambar 12 Macam-macam selang gerakan pada saat menajak III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan rawa lebak Desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam 5 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam Tanah sawah bukan merupakan terminologi klasifikasi untuk suatu jenis tanah tertentu, melainkan istilah yang menunjukkan cara pengelolaan berbagai

Lebih terperinci

Perbandingan Tingkat Keberhasilan Penyiangan Tanaman Padi Berdasaran Hasil Modifikasi Power Weeder Tipe MC1R

Perbandingan Tingkat Keberhasilan Penyiangan Tanaman Padi Berdasaran Hasil Modifikasi Power Weeder Tipe MC1R Perbandingan Tingkat Keberhasilan Penyiangan Tanaman Padi Berdasaran Hasil Modifikasi Power Weeder Tipe MC1R Sri Widiyawati 1, Ishardita Pambudi Tama 2, Sugiono 3, Ceria Farela Mada Tantrika 4 Jurusan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anonim. Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Gulma. Dinas Perkebunan Jawa Timur.

DAFTAR PUSTAKA. Anonim. Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Gulma. Dinas Perkebunan Jawa Timur. 78 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Identifikasi Gulma-Gulma Dominan Pada Pertanaman Padi Sawah Dan Usaha Pengendaliannya Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat. http://www.cetlanget.wordpress.com. Diakses

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

Praktikum sistem Pakar Fuzzy Expert System

Praktikum sistem Pakar Fuzzy Expert System Praktikum sistem Pakar Fuzzy Expert System Ketentuan Praktikum 1. Lembar Kerja Praktikum ini dibuat sebagai panduan bagi mahasiswa untuk praktikum pertemuan ke - 8 2. Mahasiswa akan mendapatkan penjelasan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN 50 Lampiran 2. Struktur Lahan Sawah Menurut Koga (1992), struktur lahan sawah terdiri dari: 1.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan

Lebih terperinci

5) Tahap operasi dan pemeliharaan Tahap ini tidak dilakukan oleh penulis karena adanya keterbatasan waktu. HASIL DAN PEMBAHASAN

5) Tahap operasi dan pemeliharaan Tahap ini tidak dilakukan oleh penulis karena adanya keterbatasan waktu. HASIL DAN PEMBAHASAN 5) Tahap operasi dan pemeliharaan Tahap ini tidak dilakukan oleh penulis karena adanya keterbatasan waktu. HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Pustaka dan Konsultasi dengan Pakar Hasil dari studi pustaka yaitu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

Ada 5 GUI tools yang dapat dipergunakan untuk membangun, mengedit, dan mengobservasi sistem penalaran, yaitu :

Ada 5 GUI tools yang dapat dipergunakan untuk membangun, mengedit, dan mengobservasi sistem penalaran, yaitu : BAB V FUZZY LOGIC MATLAB TOOLBOX Agar dapat mengunakan fungsi-fungsi logika fuzzy yang ada paad Matlab, maka harus diinstallkan terlebih dahulu TOOLBOX FUZZY. Toolbox. Fuzzy Logic Toolbox adalah fasilitas

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY MENGGUNAKAN MATLAB

LOGIKA FUZZY MENGGUNAKAN MATLAB LOGIKA FUZZY MENGGUNAKAN MATLAB T.SUTOJO,Ssi,M.Kom 5.10 Fuzzy Logic Toolbox Matlab menyediakan fungsi-fungsi khusus untuk perhitungan logika Fuzzy dimulai dari perhitungan fungsi keanggotaan sampai dengan

Lebih terperinci

SEJARAH & PERKEMBANGAN

SEJARAH & PERKEMBANGAN Amalia, ST., MT. SEJARAH & PERKEMBANGAN ERGONOMI Suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. masukan (input) yang digunakan dalam mengembangkan Fuzzy Inference System seperti yang disajikan pada Gambar 10 berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN. masukan (input) yang digunakan dalam mengembangkan Fuzzy Inference System seperti yang disajikan pada Gambar 10 berikut : Penentuan perangkat keras dan perangkat lunak yang akan digunakan untuk mengembangkan sistem Perangkat keras (hardware) Perangkat keras yang digunakan pada saat pengembangan sistem adalah komputer dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan mist blower merek Yanmar tipe MK 15-B. Sistem yang digunakan pada alat tersebut didasarkan oleh hembusan aliran udara berkecepatan tinggi. Oleh karena

Lebih terperinci

Data Teknis Cultivator Merek Yanmar Tipe Te 550 n

Data Teknis Cultivator Merek Yanmar Tipe Te 550 n Lampiran 1. Model Uraian Dimensi dengan roda karet Data Teknis Cultivator Merek Yanmar Tipe Te 550 n D A T A T E K N I S Satuan Te 550 n Posisi Stang Kemudi Atas Tengah Bawah Panjang keseluruhan mm 1504

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian diagnosa penyakit asma dengan menggunakan metode fuzzy Tsukamoto, dibutuhkan data mengenai gejala penyakit dari seorang pakar atau

Lebih terperinci

Gambar 7 Langkah-langkah penelitian

Gambar 7 Langkah-langkah penelitian 24 3 METODE PENELITIAN Pada berbagai penelitian sudah ditemukan getaran berpengaruh terhadap performansi manusia, namun sejauh apa pengaruhnya belum diketahui. Penelitian ini menganalisa efek akselarasi

Lebih terperinci

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur. 6 regresi linier berganda untuk semua faktor iklim yang dianalisis. Data faktor iklim digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah respon. Persamaan regresi linier sederhana

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM. Kelas Kriteria

PERANCANGAN SISTEM. Kelas Kriteria Kelas Kriteria Lahan S2 Unit lahan memiliki lebih dari 4 pembatas ringan, dan/atau memiliki tidak lebih dari 3 pembatas sedang S3 Unit lahan memiliki lebih dari 3 pembatas sedang, dan/atau 1 atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas

TINJAUAN PUSTAKA. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Daun padi tumbuh pada buku-buku dengan susunan berseling. Pada tiap buku tumbuh satu daun yang terdiri dari pelepah daun, helai daun dan telinga daun (uricle) dan lidah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tingkat kesehatan bank dapat diketahui dengan melihat peringkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tingkat kesehatan bank dapat diketahui dengan melihat peringkat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Tingkat kesehatan bank dapat diketahui dengan melihat peringkat komposit bank tersebut. Menurut peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kecamatan Bogor Barat Wilayah administrasi Kecamatan Bogor Barat hingga akhir Desember 2008 yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU.

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. Oleh : MUHAMMAD FAZRIANSYAH F14104106 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

5 EFEK GETARAN MEKANIK DAN ARAH GETARAN TERHADAP MANUSIA

5 EFEK GETARAN MEKANIK DAN ARAH GETARAN TERHADAP MANUSIA 41 5 EFEK GETARAN MEKANIK DAN ARAH GETARAN TERHADAP MANUSIA Pengaruh getaran terhadap manusia diteliti pada empat variabel yaitu kelelahan, energi kerja, waktu respon, dan ketidaknyamanan. Untuk pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Pembahasan Praktikum kali ini dimana melakukan pengukuran kerja fisiologi tentang kerja dinamis. Pengukuran dilakukan seluruh anggota badan seperti pergerakan anggota

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2010 ISBN :

Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2010 ISBN : Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2010 ISBN : 978-979-95196-5-8 PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA SCHEME MODEL THE MACRO ERGONOMICS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, karena sekitar 70% penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS MESIN PENYIANG (POWER WEEDER) PADI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS MESIN PENYIANG (POWER WEEDER) PADI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS MESIN PENYIANG (POWER WEEDER) PADI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Harnel dan Buharman Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Raya Padang - Solok km 40 Sukarami,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

DENIA FADILA RUSMAN

DENIA FADILA RUSMAN Sidang Tugas Akhir INVENTORY CONTROL SYSTEM UNTUK MENENTUKAN ORDER QUANTITY DAN REORDER POINT BAHAN BAKU POKOK TRANSFORMER MENGGUNAKAN METODE FUZZY (STUDI KASUS : PT BAMBANG DJAJA SURABAYA) DENIA FADILA

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

MODUL 8 APLIKASI NEURAL NETWORK DAN FUZZY LOGIC PADA PERKIRAAN CUACA

MODUL 8 APLIKASI NEURAL NETWORK DAN FUZZY LOGIC PADA PERKIRAAN CUACA MODUL 8 APLIKASI NEURAL NETWORK DAN FUZZY LOGIC PADA PERKIRAAN CUACA Muhammad Ilham 10211078 Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia Email: muhammad_ilham@students.itb.ac.id Asisten:

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Ide penelitian dimulai dengan kunjungan pada 2 industri gula nasional baik swasta maupun perusahaan milik pemerintah, yaitu di PT. Gula Putih Mataram (PT GPM) dan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas perancangan serta penerapan pengendalian berbasis logika fuzzy pada sistem Fuzzy Logic Sebagai Kendali Pendingin Ruangan Menggunakan MATLAB. Dan simulasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN:

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: Organisasi Kerja Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Organisasi Kerja Organisasi kerja terutama menyangkut waktu kerja; waktu istirahat;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan dan termasuk dalam keluarga (famili) rumput berumpun (gramineaceae). Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

Mesin Penyiang Padi Sawah Bermotor Power Weeder JP-02 / 20

Mesin Penyiang Padi Sawah Bermotor Power Weeder JP-02 / 20 Mesin Penyiang Padi Sawah Bermotor Power Weeder JP-02 / 20 Bacalah buku petunjuk sebelum anda menggunakan mesin penyiang bermotor (power weeder) BALAI BESAR PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN BADAN PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan lahan pertanian di Indonesia merupakan salah satu pengembangan sektor pertanian yang dimanfaatkan dalam ekstensifikasi lahan pertanian yang semakin lama semakin

Lebih terperinci

UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER BERTENAGA TRAKTOR RODA EMPAT UNTUK PEMBUATAN PARIT PADA TANAH PADAS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JEMBER

UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER BERTENAGA TRAKTOR RODA EMPAT UNTUK PEMBUATAN PARIT PADA TANAH PADAS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JEMBER UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER BERTENAGA TRAKTOR RODA EMPAT UNTUK PEMBUATAN PARIT PADA TANAH PADAS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JEMBER Yuan Septia 1, Siswoyo Soekarno 1, Ida Bagus Suryaningrat

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan perkebunan tebu milik PT. Laju Perdana Indah (LPI), Palembang, Sumatera Selatan. Tempat ini berada pada elevasi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

IV. PERANCANGAN 4.1 Kerangka Sistem Yang Dirancang

IV. PERANCANGAN 4.1 Kerangka Sistem Yang Dirancang 69 IV. PERANCANGAN 4.1 Kerangka Sistem Yang Dirancang Kerangka sistem yang dirancang ini dikembangkan dari kerangka pemikiran sistem pakar yang telah disebutkan pada bagian metodologi. Pada kerangka sistem

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. MODIFIKASI ALAT PENYIANG Alat ini merupakan hasil modifikasi dari alat penyiang gulma yang terdahulu yang didesain oleh Lingga mukti prabowo dan Hirasman tanjung (2005), Perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

BAB 4 Hasil Penelitian dan Interpretasi

BAB 4 Hasil Penelitian dan Interpretasi 47 BAB 4 Hasil Penelitian dan Interpretasi Pada bab ini, akan dipaparkan hasil penelitian serta interpretasi dari hasil penelitian tersebut. Akan dijabarkan gambaran umum responden dan hasil dari analisa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 84 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 o 14 sampai dengan 105 o 45 Bujur Timur dan 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KONSTRUKSI BANGUNAN DI KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KONSTRUKSI BANGUNAN DI KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KONSTRUKSI BANGUNAN DI KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA S. Marwanto, A. Dariah, dan Irawan ABSTRAK Kepentingan penggunaan lahan untuk konstruksi bangunan agar sesuai dengan

Lebih terperinci

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Zulfikar Sembiring Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Medan Area zoelsembiring@gmail.com Abstrak Logika Fuzzy telah banyak

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Dia Bitari Mei Yuana Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Negeri Jember, Jl. Mastrip PO Box 164, Jember,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena kaya kandungan gizi. Putri dkk., (2014) menyatakan

Lebih terperinci