ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI IRVAN ANGGIT PRADITA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI IRVAN ANGGIT PRADITA"

Transkripsi

1 ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI IRVAN ANGGIT PRADITA TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Irvan Anggit Pradita NIM F

4 ABSTRAK IRVAN ANGGIT PRADITA. Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari. Dibimbing oleh M. Faiz Syuaib. Kelapa sawit adalah komoditas utama perkebunan di Indonesia. Faktor penting yang harus diperhatikan untuk menghasilkan produk kelapa sawit (CPO dan PKO) yang berkualitas dan maksimal maka harus diperhatikan cara pemanenan manual yang benar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi beban kerja dan energi yang digunakan dalam kegiatan pemanenan, berdasarkan hal tersebut dapat diketahui kapasitas ideal pekerja. Beban kerja dan energi dianalisis berdasarkan pengukuran denyut jantung. Subjek yang diamati berjumlah delapan pekerja yang berumur di bawah 30 tahun dan delapan pekerja berumur lebih dari 30 tahun. Penelitian ini didesain berdasarkan tinggi pohon dan kondisi lahan. Untuk subjek yang berumur > 30 tahun dapat terlihat bahwa laju konsumsi energi pemanenan menggunakan egrek di lahan R2 (6.23 kkal/tandan) mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada lahan R3 (7.71 kkal/tandan) begitu juga pada subjek yang berumur < 30 tahun dengan nilai R2 (6.47 kkal/tandan) dan R3 (7.99 kkal/tandan). Kemudian pada pemanenan menggunakan dodos mempunyai laju konsumsi energi juga lebih rendah pada subjek yang berumur > 30 tahun (5.33 kkal/tandan) dibandingkan dengan subjek yang berumur < 30 tahun (5.70 kkal/tandan). Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa subjek yang berumur < 30 tahun mempunyai laju konsumsi energi (beban kerja) yang lebih besar. Besarnya laju konsumsi energi sangat dipengaruhi oleh keterampilan, sehingga tingkat kejerihan yang dihasilkan akan lebih besar. Dengan semakin besar laju konsumsi energi maka kapasitas ideal yang dihasilkan akan semakin rendah. Kata kunci: kelapa sawit, laju konsumsi energi, pemanenan ABSTRACT IRVAN ANGGIT PRADITA. Analysis of Load and Capacity of Work on Manual Harvesting Activity of Oil Palm in PT. Astra Agro Lestari. Supervised by M. Faiz Syuaib. Oil palm is one of the main plantation commodities in Indonesia. The important factors that must be considered to produce palm oil (CPO and PKO) with a maximum quality is the manual harvesting method. The aims of this research is to identify the labour work load and energy cost in the harvesting activities, and based on that to find out the ideal working capacity of the harvesting worker. The work load and work energy cost analysis were conducted based on heart rate measurement. Eight workers of under 30 years of age and eight workers of over 30 years of age were observed as the subjects. The tree height and relief of the land were the main working variables which took a place in the experimental design. In the case of subjects aged > 30 years old, it can be seen that the harvesting energy consumption rate using egrek in R2 land (6.23 kcal /stem) has a lower value than the R3 land (7.71 kcal/stem) as well as in the case of subjects aged < 30 years old with a value of R2 (6.47 kcal/stem) and R3 (7.99 kcal/stem). Moreover, the energy consumption rate of harvest activity using dodos is also lower for the subjects aged > 30 years old (5.33 kcal/stem) compared to subjects aged < 30 years old (5.70 kcal/stem). Based on this value, it noteworthly shows that the subject aged < 30 years old has the greater energy consumption rate (work load). The amount of energy consumption rate is highly influenced by the skill level of workers which then resulted a greater fatigue level. Briefly, the greater energy consumption rate, the lower ideal capacity most likely to be generated. Keywords: energy comsumption rate, harvest, palm oil

5

6 ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI IRVAN ANGGIT PRADITA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7

8 Judul Skripsi : Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari Nama : Irvan Anggit Pradita NIM : F Disetujui oleh Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Desrial, M. Eng Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kakakku Nita dan Novi serta adikku Alvin yang selalu memberikan motivasi dan bantuannya selama menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Desrial, M. Eng dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen penguji, atas masukan dan saran-sarannya. 4. Keluarga Bapak Supri selaku kepala kebun yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung. 5. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian. 6. Happy, Stevy, Ni Wayan, kurnia, Haning, Ilham, Bani selaku teman satu bimbingan yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. 7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 46 (2009) atas kebersamaannya selama di bangku kuliah. 8. Teman-teman (Adem, Adi, Naufal, Aynal, Fansuri, Faiz, Yuni, Fifa, Baiq, Aya) atas perhatian dan semangatnya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Juli 2013 Irvan Anggit Pradita

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Kelapa Sawit 2 Ergonomika 6 Kapasitas Fisik 7 Metode Step Test 9 Beban Kerja 9 METODOLOGI PENELITIAN 9 Waktu dan Tempat Penelitian 9 Bahan dan Alat 10 Subjek 10 Metode Penelitian 10 Prosedur Analisis Data 11 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 Penelitian Pendahuluan 20 Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step Test) 22 Pengukuran Konsumsi Energi Kerja 31 Menentukan Kapasitas Pemanenan 48 Uji Statistik 56 SIMPULAN DAN SARAN 61 DAFTAR PUSTAKA 62

11 DAFTAR TABEL 1. Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit Konversi BME ekivalen O 2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/menit) Karakteristik fisik subjek dan nilai BME Nilai HR Subjek pada saat istirahat dan step test Nilai IRHR ST dan WEC ST Persamaan korelasi nilai IRHR ST terhadap WEC ST Parameter Tinggi pohon dan kondisi lahan Identifikasi subjek berdasarkan tinggi pohon dan kondisi lahan Rata-rata nilai denyut jantung saat aktivitas pemanenan Nilai IRHR saat aktivitas pemanenan Tingkat Beban Kerja Kualitatif Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan (WEC) Nilai konsumsi energi total pada saat pemanenan (TEC) Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan yang ternormalisasi (TEC ) Uji statistik untuk IRHR Uji statistik untuk TEC Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan menggunakan egrek Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan menggunakan dodos Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari (tandan/hari) dengan menggunakan egrek Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari (tandan/hari) dengan menggunakan dodos 60 DAFTAR GAMBAR 1. KKS normal dan KKS tidak normal 4 2. Pemanenan menggunakan dodos dan egrek 6 3. Sensor HRM, Receiver HRM, dan Heart Rate Interface Tahapan Penelitian Tahapan kalibrasi step test Rancangan pengambilan data di PT. Waru Kaltim Plantation Rancangan pengambilan data di PT. Pasang Kayu Bagan pengolahan data Diagram alir perhitungan kapasitas Grafik denyut jantung saat Step Test Grafik hubungan antara IRHT ST dengan WEC ST Elemen kerja pemanenan kelapa sawit Grafik denyut jantung saat pemanenan 34

12 14. Grafik denyut jantung subjek A1 pada U1 dan U Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R2 (egrek) dan R1 (dodos) Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R3 (egrek dan R1 (dodos) Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R4 (kkal/tandan) Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan F3 (kkal/tandan) Total laju konsumsi energi (kkal/tandan) Kapasitas kerja (tandan/hari dan tandan/jam) 55 DAFTAR LAMPIRAN 1. Time study sheet Grafik rekaman HR saat kalibrasi dengan metode step test Grafik hubungan antara IRHR ST dan WEC ST Garfik rekaman HR work aktivitas pemanenan Total konsumsi energi pada saat pemanenan berdasarkan rata-rata berat badan (A TEC (kal/menit) Waktu baku Total laju konsumsi energi(kkal/tandan) Kapasitas kerja Perhitungan uji statistik 84

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada awalnya pembangunan perkebunan kelapa sawit berkembang lambat. Perkebunan kelapa sawit berkembang spektakuler dalam tiga dekade terakhir ini, hal ini didukung oleh temuan dari hasil-hasil penelitian pemuliaan sejak tahun 1960-an, serangga penyerbuk tahun 1970-an, dan pengembangan kultur teknis serta pertumbuhan daya terima konsumen domestik dan dunia atas CPO (Crude Palm Oil) dan produk turunannya. Indonesia yang semula memiliki 199 ribu ha pada tahun 1969 dengan produktivitas hanya 2.5 ton CPO/ha/tahun, sekarang telah memiliki 3.0 juta ha pada tahun 2000 dengan produksi di atas 6.5 juta ton dan produktivitas rata-rata 4.5 ton CPO/ha/tahun (Fauzi 2012). Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (KPO) ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang terbesar dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Hingga saat ini kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit hingga menjadi minyak dan produk turunannya. Minyak kelapa sawit juga menghasilkan berbagai produk turunan yang kaya akan manfaat sehingga dapat dimanfaatkan di berbagai industri. Mulai dari industri makanan, farmasi, sampai industri kosmetik. Bahkan limbahnya pun masih dapat dimanfaatkan untuk industri mebel, oleokimia, hingga pakan ternak. Dengan demikian, kelapa sawit memiliki arti penting bagi perekonomian di Indonesia. Untuk mendapatkan CPO dan PKO yang maksimal dan berkualitas maka harus diperhatikan cara pemanenan yang benar. Panen adalah kegiatan puncak dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Panen merupakan serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun TBS di tempat pengumpulan hasil (TPH) berikut brondolannya. Tujuan panen adalah untuk memanen seluruh buah yang sudah matang panen dengan mutu yang baik secara konsisten sehingga potensi produksi minyak dan inti sawit maksimal dapat dicapai. Selain memerlukan keahlian khusus pemanenan juga memerlukan tenaga kerja yang intensif. Dalam proses pemanenan kelapa sawit harus diperhatikan juga mengenai kematangan tandan dengan melihat brondolan yang jatuh diatas tanah. Selain harus memperhatikan kematangan tandan pemanen juga harus berjalan menaiki bukit dengan membawa egrek/dodos dan angkong yang mengingat kondisi topografi yang tidak rata sehingga mengakibatkan kelelahan fisik pada pekerja panen. Pekerjaan pemanenan seperti ini yang terlalu berat dan melebihi kemampuan pekerja sehingga dapat mengakibatkan beban kerja fisik pada pekerja yang dapat menimbulkan kelelahan yang terakumulasi. Kelelahan inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan seseorang merasa sakit atau bahkan mengalami cedera. Untuk itu, perlu dilakukan pengukuran besar konsumsi energi atau beban kerja kuantitatif dan besarnya kejerihan atau beban kerja kualitatif pada pekerja dengan mengukur denyut jantung saat melakukan pemanenan. Menurut Bridger (2003) denyut jantung meningkat sesuai fungsi dari beban kerja.

14 2 Dengan mengetahui besarnya beban kerja pemanen, diharapkan pemanen dapat lebih memperhatikan lagi kenyamanan saat melakukan pekerjaan, sehingga tidak menimbulkan kelelahan bahkan cedera. Pendekatan dengan keilmuan ergonomi dinilai tepat untuk mengkaji permasalahan dan menganalisis tingkat kelelahan pada pekerja panen dengan pendekatan analisis denyut jantung. Penerapan ergonomi dalam kerja diharapkan mampu meningkatkan produktivitas panen melalui peningkatan keselamatan, efektivitas, efisiensi dan kenyamanan kerja. Peningkatan produktivitas tenaga kerja dapat terjadi apabila terjadi kesesuaian antara kemampuan pekerja dengan pekerjaannya. Apabila tuntutan pekerjaan lebih besar dari pada kemampuan tubuh maka terjadi rasa tidak nyaman, lelah, kecelakaan, cedera, rasa sakit, dan produktivitas menurun. Sedangkan apabila tuntutan pekerjaan lebih kecil dari pada kemampuan tubuh maka terjadi understress antara lain: kejenuhan, kelesuan, dan kurang produktif. Faktor kemampuan tubuh antara lain: (a) karakteristik seseorang yang berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status kesehatan, dan kesegaran tubuh, (b) kemampuan fisiologis: kemampuan cardiovascular, serat otot, dan panca indra, (c) kemampuan psikologi: kemampuan mental, waktu reaksi dan kemampuan adaptasi, dan kestabilan emosi. Dari ketiga faktor tersebut merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dianalisis dalam penelitian ini. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian kali ini adalah: 1. Mengetahui laju konsumsi energi yang dibutuhkan pemanen pada setiap elemen proses pemanenan. 2. Mengetahui tingkat beban kerja pada masing-masing tahap proses pemanenan. 3. Menentukan kapasitas kerja ideal pemanenan kelapa sawit. 4. Membandingkan tingkat beban dan kapasitas kerja ideal pada pekerja yang berumur diatas 30 tahun (> 30 tahun) dan dibawah 30 tahun (< 30 tahun). TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit,

15 bahkan saat ini telah menempati posisi pertama di dunia. Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34.18% dari luas areal kelapa sawit dunia (Fauzi 2012). Secara umum, tanaman kelapa sawit tumbuh pada daerah tropis dengan kondisi suhu udara sedang sampai panas dengan kelembaban udara 80% dengan curah hujan rata-rata mm/tahun. Temperatur yang cocok berkisar 22 o C 33 o C dengan lama penyinaran 6 jam/hari. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berbuah sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, namun secara ekonomis tanaman kelapa sawit diusahakan pada daerah sampai ketinggian 400 m dpl. Penanaman kelapa sawit sebaiknya pada daerah dengan kemiringan lereng 0 o -2 o (21%). Kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah, tetapi tanah yang paling cocok adalah tanah jenis latosol. Tekstur tanah yang baik adalah tekstur lempung atau liat dengan komposisi pasir 20%-60%, debu 10%-40% dan liat 20%-50% dengan lapisan top soil (solum) yang dalam, lebih dari 80 cm serta memiliki ph tanah (Fauzi 2012). Budidaya kelapa sawit dimulai dari persiapan lahan. Metode yang biasa digunakan dalam persiapan lahan adalah cara mekanis, cara kimiawi, dan cara manual. Cara mekanis adalah membuka lahan dengan menebang seluruh pohon dan semak belukar yang ada lalu sisa-sisanya dibakar tiga hingga empat kali sampai habis, sedangkan cara kimiawi merupakan cara konvensional, cara ini diambil bila kondisi lahan hanya tertutup ilalang. Metode ini dilakukan dangan membasmi gulma atau ilalang dengan pestisida. Selain itu terdapat juga cara manual yang dilakukan dengan peralatan sederhana, dilakukan bila keadaan lahan masih bersih. Cara ini juga sering dipilih jika terjadi keterbatasan dana serta alat mekanis. Kemudian setelah persiapan lahan dilakukan dilanjutkan dengan proses pembibitan. Proses pembibitan ini juga bisa dilakukan bersamaan dengan persiapan lahan. Pembibitan adalah suatu proses menumbuhkan dan mengembangkan benih menjadi bibit yang siap ditanam. Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman. Pembibitan dilakukan dengan metode dua tahap, yaitu pembibitan awal (Pre Nursery), kemudian dipindahkan ke pembibitan utama (Main Nursery). Pada pembibitan Pre Nursery, pembibitan dilakukan selama 3 bulan dengan menggunakan polybag kecil (babybag). Setelah bibit berumur 3 bulan, bibit kemudian dipindahkan ke pembibitan Main Nursery yang dipelihara selama 9 sampai 12 bulan sampai bibit siap untuk ditanam. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan dalam pembibitan antara lain: a. Seleksi Kecambah Kelapa Sawit (KKS) Sebelum kecambah ditanam ke dalam polybag kecil harus diseleksi terhadap pertumbuhan plumula (bakal batang berbentuk tajam dan lancip serta berwarna putih kekuningan) dan radikula (bakal akar berbentuk tumpul dan 3

16 4 kasar). Seleksi ini bertujuan agar kecambah yang akan ditanam benar-benar tumbuh dengan normal. Berikut ini adalah gambar kecambah kelapa sawit normal dan tidak normal: (a) (b) Gambar 1 (a) KKS normal dan (b) KKS tidak normal Sebelum dilakukan seleksi KKS dilakukan perendaman selama 10 detik terlebih dahulu dengan campuran antara 10 liter air dengan fungisida Dithane M-45 sebanyak satu sendok makan yang diaduk secara merata. Perendaman ini dilakukan untuk memberikan kekebalan pada kecambah selama 30 menit. b. Pembibitan Awal (Pre Nursery) Pembibitan awal (pre nursery) merupakan tempat dimana KKS yang sudah diseleksi ditanam, dipelihara sampai umur 3 bulan, yang selanjutnya akan dipindahkan ke pembibitan utama (main nursery). Tanah yang digunakan sebaiknya tanah lapisan atas yang gembur, subur, bersih, banyak mengandung bahan organik dan diambil dari lahan yang bebas dari serangan penyakit yang kemudian diayak/disaring untuk dicampur dengan pupuk Rock Phosphat dengan dosis 375 gr/ 100 kg tanah. Kecambah yang sudah lolos seleksi ditanam ditengah kantong dalam lubang yang dibuat dengan jari sedalam 2 cm dengan posisi plumula berada diatas. c. Pembibitan Utama (Main Nursery) Bibit di Main Nursery dipertahankan sampai berusia 9 12 bulan untuk siap dipindahkan / ditanam di lahan. Tanah yang digunakan sebaiknya tanah lapisan atas yang gembur, subur, bersih, banyak mengandung bahan organik, bebas dari sisa batuan kecil, kayu, bertekstur baik dan diambil dari lahan yang bebas dari serangan penyakit. Kemudian tanah yang sudah disiapkan dicampur dengan pupuk Rock Phosphat secara merata dengan dosis 375 gr/ 100 kg tanah. Pengisian tanah diusahakan tidak terlalu penuh untuk menjaga agar air maupun pupuk tidak melimpah keluar. Pembuatan lubang harus sempurna ditengah agar pertumbuhan akar tanaman merata. Besarnya lubang yang harus disiapkan adalah lebih besar sedikit dari diameter dan tinggi babybag yang akan dipindahkan ke polybag besar. Bibit dimasukkan ke dalam lubang setelah plastik babybag dilepas. Setelah dilakukan penanaman, perlu dilakukan kegiatan perawatan yang merupakan aspek penting dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Kegiatan perawatan terdiri dari pemberian pupuk dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman secara bertahap dan tepat waktu agar pertumbuhan optimal.

17 Kegiatan selanjutnya adalah pemanenan. Pemanenan adalah kegiatan puncak dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Panen merupakan serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun tandan buah segar (TBS) di tempat pengumpulan hasil (TPH) dengan brondolannya. Tujuan panen adalah untuk memanen seluruh buah yang sudah matang panen dengan mutu yang baik secara konsisten sehingga potensi produksi minyak dan inti sawit maksimal dapat dicapai. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemanenan adalah sebagai berikut: a. Kriteria Matang Panen Kriteria matang panen adalah syarat kondisi tandan yang ditetapkan untuk layak panen. Matang panen kelapa sawit dapat dilihat secara visual dan secara fisiologi. Secara visual dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah menjadi berwarna merah atau orange. Sedangkan secara fisiologi dapat dilihat dari kandungan minyak yang maksimal dan kandungan asam lemak bebas yang minimal (Fauzi 2012). Matang panen juga dapat dilihat dari membrondolnya buah dari tandannya. Jadi dapat dipastikan jika ada brondolan maka buah tersebut telah matang, sehingga brondolan buah ini dapat dijadikan dasar untuk memanen tandan buah. Pada proses pemanenan kelapa sawit terdapat kriteria buah yang akan dipanen, yaitu: a. Fraksi 1: setiap satu kg tandan terdapat satu buah brondolan yang jatuh ke tanah. b. Fraksi 2: setiap satu kg tandan terdapat dua buah brondolan yang jatuh ke tanah. c. Fraksi 3: setiap satu kg tandan terdapat tiga buah brondolan yang jatuh ke tanah. Dari ketiga kriteria fraksi tersebut yang dipakai biasanya adalah fraksi 1, selain itu juga ciri buah yang dapat dipanen adalah berwarna merah muda dan terdapat minimal 10 brondolan yang telah jatuh di piringan dan ketiak pelepah daun. Apabila sudah terdapat lebih dari sepuluh brondolan yang jatuh di piringan dan ketiak pelepah daun itu berarti buah sudah busuk atau terdapat lebih dari 75% brondolan yang jatuh ke piringan dan ketiak pelepah daun, sedangkan apabila tidak ada brondolan yang jatuh maka buah tersebut dapat dikatakan buah mentah. Buah yang dapat dipanen adalah buah matang yang telah membrondol secara alamiah, yang ditunjukkan dengan adanya brondolan normal di piringan. Standar ini berlaku untuk kondisi buah yang normal dan sehat. b. Cara Panen Cara panen ini dibedakan berdasarkan tinggi tanaman, untuk tanaman yang tingginya kurang dari empat meter (<3 m) maka alat yang digunakan adalah dodos dengan lebar mata pisau kira-kira 11 cm. Dodos ini mempunyai gagang berbentuk silinder yang terbuat dari kayu. Apabila tinggi pohon lebih dari empat meter (>3 m) maka alat yang digunakan adalah egrek. Pisau egrek (sickle) ini dipasang pada ujung bambu atau pipa aluminium yang akan digunakan sebagai gagang egrek, lalu diikat dengan 5

18 6 kuat. Gagang egrek dapat diatur sesuai dengan ketinggian pohon yang akan dipanen buahnya. Pada panen dengan menggunakan alat dodos, pemotongan pelepah (penyangga buah) harus hati-hati, sangat disarankan para pemanen melaksanakan curi buah dan membiarkan 2 3 pelepah dibawah buah yang dipanen tetap utuh (tidak dipotong) untuk menjaga jumlah pelepah pelepah per pohon. Pada panen dengan menggunakan egrek karena pohon sudah tinggi, pemanen terpaksa memotong pelepah di bawah buah yang akan dipanen untuk dapat memotong buah tersebut. Kemudian setelah TBS dipanen segera dikumpulkan dan diangkut ke TPH terdekat. TBS disusun secara rapi di TPH dan disusun berderet lima tandan per baris untuk memudahkan perhitungan. Penyusunan buah di TPH harus dalam keadaan tangkai yang sudah terpotong/ berbentuk V sehingga tidak ada tangkai yang ikut terbawa ke pabrik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rendemen dari minyak kelapa sawit yang dihasilkan. (a) (b) Gambar 2 (a) pemanenan menggunakan dodos dan (b) egrek c. Rotasi Panen dan Sistem Panen Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang. Biasanya rotasi ini menggunakan sistem 6/7 yang artinya bahwa 6 kali panen dalam 7 hari. Sistem panen yang biasa dilakukan di kebun adalah sistem ancak giring dan ancak tetap. Sistem pada ancak giring apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanenan pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor, dan begitu seterusnya, sedangkan ancak tetap apabila diterapakan pada areal perkebunan yang sempit, topografi terbuka atau curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ini pemanenan diberi ancak dengan luas tertentu dan tidak berpindah-pindah. Ergonomika Pada dasarnya ergonomi mempelajari interaksi antara manusia dengan sistem kerja dimana mereka beraktifitas atau bekerja. Dapat pula dikatakan bahwa terdapat dua halyang menjadi pokok bahasan dalam pendekatan ergonomi yaitu manusia dan sistem kerjanya. Manusia sebagai pelaku kerja tentunya memiliki kemampuan dan keterbatasan. Amatlah penting mengkaji manusia sebagai elemen

19 yang berinteraksi dengan sistem kerja, secara khusus dengan alat/mesin dan lingkungan kerja. Agar didapatkan kecocokan tersebut maka interaksi manusia dan sistem kerja harus berada pada kondisi yang optimal. Apabila tercipta kondisi kerja yang terdapat kesesuaian maka produktivitas kerja akan meningkat. Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam). Menurut syuaib (2003) ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dengan alat, metode, dan lingkunagan dimana mereka melakukan aktivitas agar tercapai kesesuaian yang optimal. Kajian keilmuan yang cukup dekat dengan kajian ergonomi diantaranya anthtropometri, biomekanik, fisiologi, psikologi, perencanaan kerja, keteknikan, biologi manajemen, fisika dan lain-lain. Fisiologi berkenaan dengan fungsi hidup manusia. Dalam pendekatan ergonomi, fisiologi terutama diperlukan untuk menganalisis kebutuhan dan konsumsi energi pada suatu aktivitas. Fisiologi kerja dalam ergonomik berkenaan dengan kondisi dan reaksi fisiologis yang diakibatkan karena adanya beban atau tekanan (stress) eksternal saat melakukan aktifitas/kerja. Biomekanik adalah suatu bidang ergonomika yang berhubungan dengan pengukuran dinamik tubuh manusia, yang di antaranya menyangkut selang gerak anggota tubuh, kecepatan gerak, kekuatan dan aspek gerak anggota tubuh lainnya. Dalam sistem otot rangka, otot bekerja menggerakkan tulang untuk berotasi pada sendinya. Sistem ini dapat dideskripsikan menyerupai tuas sederhana, dengan otot umumnya beraksi pada jarak yang relatif pendek dari sendi untuk menghasilkan gaya eksternal pada jarak yang lebih besar. Otot beraksi untuk menghasilkan keuntungan mekanis dengan hanya berkontraksi untuk menghasilkan gerak pada anggota gerak tubuh manusia. Salah satu disiplin ilmu terapan yang banyak digunakan dalam analisis ergonomi adalah anthropometri. Anthropometri merupakan suatu bidang ergonomika yang menyangkut masalah pengukuran statik manusia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu anthropos (manusia) dan metron (pengukuran) (Herodian 2007). Data-data anthropometri sering kali digunakan untuk optimasi dimensi berbagai macam alat atau benda yang sering digunakan oleh manusia. Aplikasi anthropometri dalam pendekatan ergonomi diantaranya digunakan untuk perancangan ruang kerja, desain produk yang nyaman bagi pengguna, dan lain sebagainya. 7 Kapasitas Fisik Dalam ilmu ergonomika, kerja diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan sesuatu. Sedangkan dalam pengertian ilmu fisika kerja diartikan sebagai hasil dari gaya dikalikan dengan jarak. Manusia menggunakan otot hampir untuk seluruh jenis pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Energi yang diperlukan otot untuk melakukan kerja berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh. Konsumsi oksigen akan meningkat secara linier sesuai dengan beban kerja yang dialami. Hal ini menunjukkan bahwa semakin berat beban kerja yang dialami maka akan semakin meningkat penyerapan oksigen. Energi yang diperlukan otot untuk melakukan kerja berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh. Prinsipnya terkait dengan proses oksidasi karbohidrat, yaitu :

20 8 C 6 H O 6 6CO 2 +6H 2 O + Energi Energi yang dihasilkan dari proses pemecahan makanan (C 6 H ) tidak langsung digunakan untuk melakukan kerja melainkan melalui suatu proses yang cukup komplek. Menurut Sanders (1993), secara umum konsumsi 1 liter oksigen ekuivalen dengan konsumsi tenaga sebesar 5 kkal. Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi cara yang termudah untuk dilakukan adalah pengukuran denyut jantung. Menurut Bridger (2003) denyut jantung meningkat sesuai dengan fungsi dari beban kerja dan konsumsi oksigen. Karena pengukuran denyut jantung lebih mudah untuk dilakukan dibandingkan dengan mengukur dengan metode oksigen, maka pengukuran denyut jantung yang sering digunakan untuk mengukur beban kerja/konsumsi energi. Menurut Syuaib (2003), fisiologi kerja merupakan salah satu sub disiplin dalam ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi/reaksi fisiologi yang disebabkan beban/tekanan eksternal saat melakukan aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan indikator-indikator metabolik, yang diantaranya adalah: 1. Cardiovascular (Denyut Jantung) 2. Respiratory (Pernafasan) 3. Body Temperature (Suhu Tubuh) 4. Muscular Act ( Aktivitas Otot) Alat yang digunakan untuk mengukur denyut jantung adalah Heart Rate Monitor (HRM). HRM ini adalah alat dengan metode pengukuran yang paling nyaman digunakan untuk mengukur suatu beban kerja fisiologis (physiological strain). Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat laju denyut jantung dapat menunjukan beban kerja baik secara fisik maupun mental, karena terdapat korelasi yang linier terhadap konsumsi energi fisik (physical energy cost). Oleh karena itu sampel data kontinyu dari laju denyut jantung pada suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psiko-fisiologis. Menurut syuaib (2003) terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini digunakan terminologi TEC (Total Energy Cost), BME (Basal Metabolic Energy), dan WEC (Work Energy Cost). TEC adalah energi total yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan aktivitas. BME adalah energi yang digunakan oleh seseorang hanya untuk menjalankan proses metabolisme dalam tubuh sehingga BME ini selalu ada walaupun seseorang tidak melakukan pekerjaan. WEC adalah energi yang digunakan oleh seseorang hanya saat melakukan kerja atau dengan kata lain respon energi dari tubuh kita terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif adalah suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja seseorang. Dalam penelitian ini, terminologi yang digunakan adalah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR adalah indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas terhadap denyut jantungnya saat beristirahat.

21 9 Metode Step Test Pengukuran beban kerja fisik yang paling mudah untuk dilakukan pada kondisi lapang adalah dengan menggunakan parameter atau metode denyut jantung. Namun, pengukuran beban kerja dengan menggunakan metode ini memiliki kelemahan, yaitu denyut jantung berbeda-beda menurut waktu dan individunya, serta denyut jantung tidak saja dipengaruhi oleh kerja fisik akan tetapi juga beban mental sehingga diperlukan metode sistem kalibrasi data yang akurat (Kastaman dan Herodian 1998). Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode langkah, selain sepeda dari ergometer. Dengan metode step test, dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang, dibandingkan dengan menggunakan sepeda ergometer. Beban Kerja Kerja dapat juga diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan sesuatu. Manusia menggunakan otot mereka hampir untuk seluruh jenis kegiatan atau pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Jumlah energi yang dibutuhkan manusia untuk melakukan kerja tergantung dari tingkat pekerjaan yang dikerjakan. Beban kerja fisik dapat dilihat ketika pekerja melakukan pekerjaannya. Semakin besar beban kerja dalam melakukan suatu pekerjaan ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula, dengan demikian sistem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut jantung semakin cepat dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh (Singleton 1972 diacu dalam Hermana 1999). Kebutuhan bahan bakar bagi tubuh untuk melakukan gerak disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh bagian tubuh. Setiap peningkatan penggunaan tenaga mekanis akan meningkatkan kebutuhan akan bahan bakar, hal ini berarti meningkatkan kerja jantung untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Laju denyut jantung yang tinggi tetapi diikuti oleh konsumsi oksigen yang rendah biasanya akan menunjukan kelelahan pada otot, terutama untuk pekerjaan statis (Zander 1972 dan Sanders 1987 diacu dalam Herodian 1999). METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilaksanakan di Perkebunan Kelapa Sawit Astra Agro Lestari (PT. Waru Kaltim Plantation dan PT. Pasang Kayu) dan Laboratorium Ergonomika, TMB, FATETA, IPB mulai dari bulan Februari hingga Juni 2013.

22 10 Kegiatan yang dilakukan meliputi pengambilan data di lapangan, studi pustaka, dan analisis data perhitungan. Bahan dan Alat Alat dan perlengkapan yang digunakan meliputi: a. Heart Rate Monitor (HRM) b. Heart Rate Monitor Interface c. digital metronome d. stop watch e. time study sheet f. bangku step test g. alat tulis, perangkat komputer, dan beberapa perlengkapan yang mendukung. a b c Gambar 3 (a) Sensor HRM, (b) Receiver HRM, dan (c) Heart Rate Interface Subjek Subjek yang diukur untuk memperoleh denyut jantung adalah pekerja yang melakukan pekerjaan pemanenan kelapa sawit. Subjek terdiri dari 16 orang yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Dari 16 orang tersebut 8 diantaranya adalah berumur > 30 tahun dan 8 orang pemanen berumur < 30 tahun. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahap, tahapan itu terdiri dari penelitian pendahuluan, pengambilan data dilapangan, dan pengolahan data. Pengambilan data di lapang bertujuan untuk mendapatkan data primer, meliputi denyut jantung dan beberapa pengukuran fisik tubuh dan kapasitas pemanenan. Sedangkan data sekunder yang diperlukan akan diperoleh melalui literatur, seperti tabel konversi Basal Metabolic Energy (BME) ekuivalen ( O 2 ) berdasarkan luas tubuh (ml/menit). Pengukuran denyut jantung pekerja dilakukan dengan menggunakan HRM. Untuk pengolahan data bertujuan untuk melihat nilai atau hasil beban kerja serta nilai konsumsi energi dalam kkal/tandan dan tandan/hari. Untuk lebih jelas kerangka penelitian yang akan dilakukan ditunjukan pada Gambar 4.

23 11 Mulai Observasi pendahuluan (mempelajari kegiatan dan sistem kerja, menyusun metode, pengumpulan data subjek: umur, berat badan, dan tinggi badan) Pengambilan data (pengukuran denyut jantung saat step testdan saat aktivitas pemanenan) Pengolahan Data (perhitungan IRHR, perhitungan BME) Beban kerja kualitatif (kejerihan): - IRHR kerja Beban kerja kuantitatif (besar konsumsi energi): - WEC (kkal/menit) - TEC (kkal/menit) - TEC (kkal/kg bb.menit) Kapasitas Kerja: - (kkal/tandan) - (tandan/hari) - (tandan/jam) Analisis Analisis dan Kesimpulan dan Kesimpulan Selesai Gambar 4 Tahapan penelitian Prosedur Analisis Data Observasi Pendahuluan Observasi pendahuluan ini mempunyai tujuan mengamati proses pemanenan kelapa sawit untuk menyesuaikan metode pengambilan data yang tepat dengan mengamati proses pemanenan hingga pengumpulan buah di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil) terdekat. Selain mengamati proses pemanenan juga melakukan wawancara yang berisi tentang keluhan sakit/kecelakaan yang pernah diderita oleh pemanen. Pada tahapan ini akan dipilih 16 orang pemanen, yang terdiri dari 8 orang pemanen yang berumur dibawah 30 tahun (< 30 tahun) dan 8 orang pemanen yang berumur diatas 30 tahun (> 30 tahun). Setelah itu dilakukan

24 12 pengukuran karakteristik fisik subjek yang meliputi usia, berat badan, dan tinggi badan yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui nilai Basal Metabolic Energy (BME). Pengumpulan Data Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat HRM yang dilengkapi juga dengan stopwatch dan time study sheet yang digunakan untuk mencatat setiap kegiatan yang dilakukan oleh pekerja panen berdasarkan waktu, seperti pada lampiran 1. Alat HRM ini diatur untuk merekam denyut jantung pekerja setiap 5 detik sekali selama pekerja melakukan pemanenan. Heart Rate ini terdiri dari (1) rubber belted electrode, sebagai sensor dan transmitter yang diikatkan pada dada subjek, dan (2) digital data receiver and memory, yang dipasangkan pada pergelangan tangan subjek. Pemasangan rubber belted electrode dan digital data receiver and memory dilakukan sebelum subjek melakukan aktivitas pemanenan. Pengambilan data dilapangan terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain: a. Step Test Step Test dilakukan dengan cara naik turun bangku setinggi 30 cm (Herodian 1994). Ritme kecepatan langkah yang diukur menggunakan digital metronome yaitu 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Pembebanan tersebut dimulai dari frekuensi yang paling ringan sampai berat. Dalam pengukuran masing-masing frekuensi step test dilakukan selama 5 menit dengan diselingi istirahat selama 5-10 menit. Dengan memperhitungkan faktor-faktor berat badan subjek (w), frekuensi step test (f), dan tinggi bangku step test (h), maka konsumsi energi untuk masing-masing step test dapat dihitung menggunakan Persamaan 1 (Herodian 2007): WEC ST =[w x g x 2f x h] / (4.2x1000). (1) Keterangan : WEC ST = Work Energy Cost saat step test (kkal/menit) w = berat badan (kg) g = percepatan gravitasi h = tinggi bangku step test (m) f = frekuensi step test (siklus/menit) 4.2 = faktor kalibrasi satuan dari joule menjadi kalori

25 13 Mulai Istirahat (Rest) 1 : 5-10 menit Step Test 1 : 5 menit, 15 langkah/menit Istirahat (Rest) 2 : 5-10 menit Step Test 2 : 5 menit, 20 langkah/menit Istirahat (Rest) 3 : 5-10 menit Step Test 3 : 5 menit, 25 langkah/menit Istirahat (Rest) 4 : 5-10 menit Step Test 4 : 5 menit, 30 langkah/menit Istirahat (Rest) 5 : 5-10 menit Selesai Gambar 5 Tahapan kalibrasi step test b. Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Setelah melakukan step test pekerja panen langsung melakukan aktivitas pemanenan kelapa sawit. Menurut Syuaib et al. (2012), aktivitas pemanenan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit No Kegiatan Simbol 1 Mencari tandan matang Ve 2 Persiapan alat Pr 3 Memotong tangkai tandan dengan egrek/dodos CuE/CuD 4 Memotong dan menyusun pelepah Ba 5 Memotong tangkai tandan Ck 6 Mengambil brondolan Br 7 Mengangkat buah ke angkong Lo 8 Membawa tandan menggunakan angkong MoAT 9 Mendorong angkong kosong MoA 10 Berjalan MoK 11 Membongkar tandan dari angkong Un

26 14 Untuk pengukuran denyut jantung di PT. Waru Kaltim Plantation dilakukan sampai pemanen melakukan pengumpulan buah ke TPH sebanyak empat kali ulangan untuk pemanenan menggunakan egrek dan satu kali ulangan untuk pemanenan menggunakan dodos dengan kapasitas angkong sampai terisi penuh yang tergantung dari ukuran dan berat kelapa sawit yang dipanen, dengan setiap kali ulangan diselingi istirahat selama ± 10 menit atau sampai kondisi denyut jantung benar-benar dalam kondisi stabil yaitu sekitar 60-80/menit. Setiap ulangan terdiri dari seluruh elemen kerja mulai dari Ve hingga Un di TPH. Adapun rancangan pengambilan data dan diagram alir pengukuran denyut jantung dapat dilihat pada Gambar 6. A1 U1 U2 U3 U4 U5 >30 A2 U1 U2 U3 U4 U5 A3 U1 U2 U3 U4 U5 A4 U1 U2 U3 U4 U5 Subjek B1 U1 U2 U3 U4 U5 <30 B2 U1 U2 U3 U4 U5 B3 U1 U2 U3 U4 U5 B4 U1 U2 U3 U4 U5 Gambar 6 Rancangan pengambilan data di PT. Waru Kaltim Plantation Keterangan Gambar 6 : A1 = umur > 30 tahun ke 1 A2 = umur > 30 tahun ke 2 A3 = umur > 30 tahun ke 3 A4 = umur > 30 tahun ke 4 U1 = pengulangan 1 B1 = umur < 30 tahun ke 1 U2 = pengulangan 2 B2 = umur < 30 tahun ke 2 U3 = pengulangan 3 B3 = umur < 30 tahun ke 3 U4 = pengulangan 4 B4 = umur < 30 tahun ke 4 U5 = pengulangan 5 Pengambilan data denyut jantung di PT. Pasang Kayu di mulai dengan melakukan aktivitas mencari tandan matang, persiapan alat dan memotong tangkai dengan menggunakan egrek terlebih dahulu dalam satu blok kemudian diikuti dengan memotong pelepah dan menyusunnya. Setelah dalam satu blok dipanen semua kemudian dilanjutkan dengan aktivitas mengambil brondolan dan membawa TBS yang di panen ke TPH. Dalam melakukan aktivitas

27 pemanenan juga diselingi istirahat selama ± 10 menit atau sampai kondisi denyut jantung benar-benar dalam kondisi stabil yaitu sekitar 60-80/menit. Subjek 15 >30 < 30 A5 A6 A7 A8 B5 B6 B7 B8 Ve Pr CuE Belum Ck Ba Selesai Mo MoAK Lo Br MoAT Un Selesai Gambar 7 Rancangan pengambilan data di PT. Pasang Kayu Keterangan Gambar 7: A5 = umur > 30 tahun ke 5 B5 = umur < 30 tahun ke 5 A6 = umur > 30 tahun ke 6 B6 = umur < 30 tahun ke 6 A7 = umur > 30 tahun ke 7 B7 = umur < 30 tahun ke 7 A8 = umur > 30 tahun ke 8 B8 = umur < 30 tahun ke 8

28 16 Sebagai tambahan, sebaiknya dua jam sebelum melakukan kalibrasi maupun aktivitas pemanenan, subjek diharapkan makan terlebih dahulu dan ketika pengambilan data subjek tidak diperkenankan untuk melakukan pekerjaan lain, seperti: banyak bicara, jalan-jalan, makan maupun minum. Jika hal itu terjadi maka ditakutkan data yang terekam pada HRM kurang baik. Ketika istirahat subjek diusahakan berada ditempat yang teduh dengan posisi senyaman mungkin. Hal ini dilakukan agar proses recovery berlangsung secara optimal. c. Pengolahan Data Pada tahap ini dilakukan pengolahan data yang dimulai dengan menghitung nilai BME dan nilai IRHR yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung besarnya beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Adapun tahapan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 8. BME Karakteristik Subjek Rata-rata BB Kalibrasi (Metode Step Test) Aktivitas Kerja IRHR WEC Istirahat Pemanenan Plot grafik IRHR dan WEC IRHR y=ax+b WEC TEC TEC A TEC Gambar 8 Bagan pengolahan data Pengolahan data untuk menghitung nilai BME dilakukan dengan menggunakan data karakteristik fisik dari masing-masing subjek. Pada umumnya setiap individu memiliki karakteristik fisik dan fisiologis yang berbeda-beda, termasuk besarnya BME. Nilai BME dapat dicari dengan mengukur dimensi tubuh (tinggi dan berat badan), selanjutnya diperoleh luasan permukaan tubuh yang kemudian dapat dikonversi kedalam laju konsumsi oksigen ( O 2 ). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan persamaan Du Bois (Syuaib 2003) pada Persamaan (2): A = H w (2)

29 17 Dimana : A = luas permukaan tubuh (m 2 ) H = tinggi badan (cm) W = berat badan (kg) Dari hasil perhitungan luasan tubuh dengan menggunakan Persamaan (2), nilai BME bisa ditentukan dengan menggunakan tabel konversi yang ditunjukan pada Tabel 2. Tabel 2 Konversi BME ekivalen O 2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/menit) 1/100 m *) untuk perempuan, nilai O 2 harus dikalikan 0.95 Sumber: Syuaib (2003) Untuk menghindari objektivitas nilai denyut jantung (HR) perlu dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang subjektif karena pada umumnya nilai HR sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor personal, psikologis, dan lingkungan. Untuk menormalisasi nilai denyut jantung maka dilakukan perbandingan antara HR relatif saat kerja terhadap HR pada saat istirahat (Syuaib 2003). Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut: IRHR=... (3) Dimana: HR work = Denyut jantung saat melakukan pekerjaan (bpm) HR rest = Denyut janutng saat istirahat (bpm) Tingkat beban kerja secara kualitatif dapat diketahui dengan melakukan perbandingan denyut jantung maksimal (HRmax) dengan denyut jantung minimal (HRmin) dari masing-masing subjek. Perbandingan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Tingkat beban kerja kualitatif=... (4) Denyut jantung maksimal (HRmax) dari masing-masing subjek dicari dengan mempertimbangkan umur dan faktor keamanan dari masing-masing subjek. Penggunaan faktor keamanan bertujuan untuk menghindari hal-hal

30 18 yang tidak diinginkan (misalnya: pingsan). Besarnya faktor keamanan yang digunakan adalah 90%. Berikut ini adalah persamaan untuk mencari HRmax dari masing-masing subjek: HRmax= (220 - Umur) x Faktor Keamanan.. (5) Setelah mendapatkan nilai IRHR pada saat step test maka dapat diperoleh persamaan hubungan beban kerja dengan nilai IRHR. Untuk mendapatkan nilai beban kerja harus dilakukan perhitungan WEC ST (Work Energy Cost Step Test) yaitu energi yang digunakan pada saat step test dengan menggunakan Persamaan (1). Untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi WEC (Work Energy Cost) pada saat melakukan aktivitas yaitu dengan cara membuat fungsi korelasi antara WEC ST terhadap IRHR. Fungsi korelasi tersebut didapat dari rangkaian kalibrasi step test. Dengan membuat grafik korelasi antara WEC ST dengan IRHR maka diperoleh persamaan dengan bentuk umum bagi seorang subjek adalah sebagai berikut: Y= ax + b... (6) Dimana: Y = IRHR X = WEC (kkal/min) Dengan membalikan persamaan tersebut dengan X (WEC) sebagai daerah hasil maka dengan memasukan nilai IRHR subjek saat melakukan kerja kedalam persamaan korelasi tersebut maka diperoleh nilai daya yang dikeluarkan oleh subjek tersebut. Secara umum setiap orang memiliki karakteristik fisik dan fisiologi yang berbeda dan spesifik. Termasuk didalamnya BME (Basal Metabolic Energy). Oleh karena itu untuk mengetahui energi sebenarnya yang dikeluarkan pada saat melakukan aktivitas kerja tertentu, maka perlu dihitung TEC (Total Energy Cost). Berikut adalah persamaan untuk memperoleh nilai TEC (Total Energy Cost): TEC = WEC+ BME. (7) Dimana: WEC = Work Energy Cost (kkal/min) TEC = Total Energy Cost (kkal/min) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/min) Karena berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya yang diterima oleh subjek pada waktu melakukan aktivitas kerja maka pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC (Work Energy Cost per Weight) dapat menggunakan Persamaan (8) sebagai beriku: TEC = TEC / w... (8) Dimana : TEC = Total Energy Cost per Weight (kkal / kg.min) TEC = Total Energy Cost (kkal / min) W = berat badan (kg)

31 Setelah nilai-nilai beban kerja fisik telah diketahui, maka untuk mendapatkan nilai kapasitas kerja dari masing-masing subjek dapat dilihat pada Gambar 9. Aktivitas Pemanenan 19 A TEC (kkal/menit) Waktu Baku (menit/tandan) Konsumsi Energi per elemen (kkal/tandan) Kapasitas Kerja (tandan/hari) Kapasitas Kerja (tandan/jam) Gambar 9 Diagram alir perhitungan kapasitas Kapasitas Output Kerja (kkal/hari) Jam Kerja (jam/hari) A TEC (kkal/menit) dapat dihitung dari TEC (kkal/(kg bb.menit)) dengan mengalikan berat badan pada subjek yang melakukan pemanenan pada kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama, sehingga akan didapatkan A TEC (kkal/menit). kapasitas kerja dapat dihitung dari A TEC (kkal/menit) dan waktu baku (menit/tandan) dari aktivitas pemanenan kelapa sawit. Besarnya energi yang diperlukan pemanen pada setiap tandannya dapat dihitung dengan Persamaan (9) sebagai berikut: Energi setiap elemen (kkal/tandan) =... (9) Kapasitas kerja dapat diketahui dengan mencari energi rata-rata yang dibutuhkan dalam setiap harinya berdasarkan AKG. Besarnya kapasitas kerja (tandan/hari) dapat dicari dengan Persamaan (10) sebagai berikut: Kapasitas kerja (tandan/hari) =... (10) Dengan mengetahui jam kerja pada setiap harinya maka kapasitas kerja (tandan/jam) dapat dihitung dengan mengalikan antara kapasitas kerja (tandan/hari) dengan jam kerja (jam/hari). Adapun persamaan dapat dilihat sebagai berikut: Kapasitas kerja (tandan/jam) = kapasitas kerja x Jam kerja... (11) Setelah diketahui nilai IRHR, TEC, dan kapasitas masing-masing subjek, maka perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui apakah variabel yang digunakan berpengaruh atau tidak terhadap model yang digunakan. Uji statistik yang digunakan adalah uji-t. Uji ini berfungsi untuk membuktikan

32 20 adanya pengaruh perbedaan subjek terhadap beban kerja saat melakukan aktivitas, adapun langkah-langkahnya yaitu: 1. Menentukan hipotesis (H1) dan (H0) 2. Menentukan jumlah subjek (n) baik untuk subjek yang berumur < 30 tahun maupun yang > 30 tahun 3. Menghitung nilai rata-rata ( ) dan standar deviasi (S) untuk subjek yang berumur < 30 tahun maupun yang > 30 tahun 4. Menghitung S gab = 5. Menghitung nilai t hitung = t = ( ) ( ) 6. Menentukan titik kritis (t α ; 6 ), nilai t kritis ditentukan dari hasil hitungan dengan menggunakan tabel (t student table). 7. Kesimpulan, jika - t α ; 6 < t hitung < t α ; 6 maka terima H0 Namun, jika t hitung > t α ; 6 atau t hitung > - t α ; 6 maka tolak H0 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Sebelum mengambil data denyut jantung dari para pemanen dilakukan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengamati kegiatan-kegiatan dan pola kerja yang dilakukan dalam kegiatan pemanenan kelapa sawit. Dengan melakukan pengamatan terlebih dahulu diharapkan dapat menyesuaikan metode pengambilan data yang cocok dalam proses pemanenan sehingga dapat memperkecil kesalahan dalam pengambilan data denyut jantung dari masingmasing pekerja panen. Penelitian pendahuluan ini meliputi pengamatan tentang cara pemanenan kelapa sawit, alat yang digunakan, sistem rotasi pemanen, transportasi menuju ke lahan, lama waktu yang digunakan dalam masing-masing aktivitas pemanenan, dan lain-lain. Pemanenan kelapa sawit dilakukan secara manual dengan menggunakan egrek atau dodos yang penggunaannya tergantung dari ketinggian masing-masing pohon. Biasanya untuk ketinggian pohon diatas empat meter pemanen menggunakan egrek untuk memotong tangkai kelapa sawit sedangkan untuk pohon yang tingginya kurang dari empat meter menggunakan alat dodos untuk memotong tangkai kelapa sawit. Setiap harinya pemanen mulai bekerja pada pukul 6 pagi sampai 2 siang. Untuk menuju ke lahan yang akan dipanen biasanya pemanen berjalan kaki/mengendarai motor dengan membawa peralatan panen seperti: egrek, dodos, angkong, kampak, parang, dan lain-lain dengan menempuh jalan dengan kondisi yang berbukit/naik turun. Setelah tiba di lahan yang akan dipanen biasanya pemanen istirahat sejenak sambil sarapan di lahan tersebut. Setelah selesai kemudian pemanen menyiapkan alat yang akan digunakan untuk pemanenan kelapa sawit. Selanjutnya pemanen mencari tandan buah segar (TBS) yang siap panen dengan melihat brondolan yang jatuh ke tanah sambil membawa alat panen. Biasanya pemanenan kelapa sawit dengan menggunakan egrek akan memotong beberapa pelepah untuk memudahkan dalam proses pemotongan

33 tangkai tandan. Berbeda dengan menggunakan dodos yang disarankan pemanen untuk menggunakan sistem curi buah sehingga tidak ada pelepah yang terpotong. Setelah tandan jatuh ke tanah pemanen akan memotong dan menyusun pelepah dilanjutkan dengan mengumpulkan brondolan yang jatuh. Setelah brondolan terkumpul semua kemudian pemanen akan memotong tangkai mepet dengan tandan buah. Pemanen akan meninggalkan tandan buah segar tersebut untuk mencari buah yang matang terlebih dahulu dan memanennya sehingga apabila dirasa cukup untuk satu kapasitas angkong sampai terisi penuh maka pemanen akan mengangkutnya ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dengan menggunakan angkong. Sehingga dalam satu kali ke TPH akan membawa beberapa tandan buah segar yang tergantung dari ukuran masing-masing tandan tersebut, kondisi tersebut dilakukan di PT. Waru Kaltim Plantation, sedangkan aktivitas pemanenan di PT. Pasang Kayu di mulai dari mencari tandan matang, persiapan alat dan memotong tangkai dengan menggunakan egrek terlebih dahulu dalam satu blok kemudian diikuti dengan memotong dan menyusun pelepah. Setelah dalam satu blok dipanen semua kemudian dilanjutkan dengan aktivitas mengambil brondolan dan membawa TBS yang di panen ke TPH. Perbedaan kondisi tersebut dikarenakan kebiasaan dari masing-masing tempat yang berbeda dan juga bisa berubah sesuai dengan tingkat kesulitan dari lahan tempat TBS yang akan dipanen. Berdasarkan pola kerja tersebut maka pengambilan data denyut jantung dimulai dari rumah masing-masing pekerja panen hingga aktivitas pemanenan di lahan yang disesuaikan pada kebiasaan masing-masing tempat. Pada waktu dirumah pekerja panen akan melakukan kalibrasi step test sebelum melakukan aktivitas pemanenan di lahan. Kalibrasi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara peningkatan denyut jantung dengan peningkatan beban kerja, sehingga data denyut jantung terendah dari masing-masing pemanen akan diketahui dari pengukuran kalibrasi step test tersebut. Di lahan aktivitas sarapan ditiadakan karena dapat mengakibatkan data yang diambil kurang akurat sehingga disarankan pekerja panen untuk makan dua jam sebelum pengukuran berlangsung. Selain itu selama pengukuran pekerja panen juga tidak diperkenankan melakukan pekerjaan lain, seperti: banyak bicara, jalan-jalan, makan maupun minum. Pemilihan subjek yang akan dihitung beban kerjanya berjenis kelamin laki-laki dengan dengan jumlah 16 orang yang 8 diantaranya berumur > 30 tahun dan 8 orang berumur < 30 tahun. Pemilihan ini secara umum berdasarkan dari kemampuan fisik manusia yang berada pada top performance ketika berusia 25 sampai 35 tahun sedangkan pada umur 35 sampai 40 tahun performance kerja seseorang akan menurun secara bertahap dan akan menurun drastis ketika berumur 40 tahun. Dari masing-masing pekerja panen yang diukur pasti memiliki perbedaan baik itu mengenai lokasi pemanenan ataupun tinggi pohon, karena lokasi pemanenan berubah-berubah setiap harinya yang sudah ditentukan berdasarkan sistem rotasi dari masing-masing lahan/blok. Tetapi sebagian besar lahan adalah berbukit sehingga kondisi lahannya relatif sama, yang membedakan hanyalah tinggi pohon. Untuk itu subjek diminta melakukan pemanenan yang tinggi pohonnya relatif seragam. 21

34 22 Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step test) Sebelum dilakukan pengukuran denyut jantung dengan menggunakan HRM harus dipastikan bahwa alat benar-benar terpasang tepat didada dan menyuntuh kulit sehingga denyut jantung dari pemanen yang diukur dapat dideteksi secara otomatis oleh sensor yang berada di dada yang akan mengirim (transmitter) data denyut jantung ke receiver yang digunakan pada pergelangan tangan. Pemasangan yang tepat ditandai dengan berkedipnya lambang jantung pada receiver yang dipasang di pergelangan tangan. Terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif (kejerihan) (Syuaib 2003). Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini digunakan terminologi TEC (Total Energy Cost), BME (Basal Metabolic Energy), dan WEC (Work Energy Cost). TEC adalah energi total yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan aktivitas, sedangkan energi yang digunakan oleh seseorang hanya untuk menjalankan proses metabolisme dalam tubuh adalah BME, sehingga BME ini selalu ada walaupun seseorang tidak melakukan pekerjaan. Energi yang digunakan oleh seseorang hanya saat melakukan kerja atau dengan kata lain respon energi dari tubuh kita terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang merupakan nilai dari WEC. Beban kerja kualitatif merupakan suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja seseorang sehingga digunakan istilah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR merupakan indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas terhadap denyut jantungnya saat beristirahat. Tinggi rendahnya nilai IRHR mencerminkan tingkat beban kerja kualitatif dari suatu aktivitas. Sebelum pengukuran denyut jantung pada kalibrasi step test dilakukan pengukuran karakteristik fisik yang meliputi tinggi dan berat badan dari pekerja panen. Berdasarkan pengukuran karakteristik fisik tersebut akan digunakan untuk menghitung BME dengan pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dengan mengkonversi berdasarkan luas permukaan tubuh. Adapun data karakteristik fisik dan nilai BME dari masing-masing subjek yang diukur dapat dilihat pada Tabel 3.

35 Subjek Tabel 3 Karakteristik fisik subjek dan nilai BME Usia (tahun) w (kg) H (cm) A (m 2 ) VO 2 (ml/menit) 23 BME (kkal/menit) A A A A > 30 A A A A B B B B < 30 B B B B Contoh perhitungan luas permukaan tubuh dan BME untuk subjek A3 dan B1: A3, A = H w A = = 1.72 m 2 O 2 = 213 (Tabel 2) BME = = 1.07 kkal/menit B1, A = H w A = = 1.51 m 2 O 2 = 187 (Tabel 2) BME = = 0.94 kkal/menit Berdasarkan nilai BME yang diperoleh dapat diketahui bahwa semakin besar berat badan atau semakin besar tinggi subjek maka akan semakin besar BME-nya. Nilai BME tersebut diperoleh dari masing-masing subjek pekerja panen yang tergantung dari karakteristik fisik subjek antara lain tinggi dan berat badan. Nilai BME yang diperoleh berdasarkan tabel 1 adalah nilai BME ekivalen dengan VO 2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/min), sehingga perlu adanya konversi ke dalam satuan kkal/menit. Kemudian setelah nilai BME diketahui dari masing-masing subjek dilanjutkan menghitung nilai IRHR, WEC ST, WEC work, TEC, serta TEC. Pengambilan data denyut jantung dilakukan dari pukul sampai dengan selesai di lahan lokasi pemanenan yang setiap subjek berbeda tergantung dari blok yang akan dipanen. Pengukuran dimulai dari rumah para pekerja panen

36 24 hingga sampai ke blok yang akan dipanen. Lamanya perjalanan dari rumah ke blok yang akan dipanen tergantung dari lokasi jauh atau tidaknya blok yang akan dipanen tersebut, sehingga ada pekerja panen yang menggunakan motor untuk menuju lokasi blok panen yang jauh. Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode langkah. Dengan metode step test, dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang. Tujuan dilakukannya step test ini adalah untuk menganalisa ketidakstabilan denyut jantung, hal ini dikarenakan dalam pengukuran denyut jantung dilapangan tidak hanya dipengaruhi oleh usaha-usaha fisik, melainkan juga oleh kondisi dan tekanan mental. Selain itu, bervariasinya karakter denyut jantung pada setiap orang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan. Dengan metode step test beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, harus diperhatikan sebagi faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur. Untuk mengetahui beban kerja yang pasti dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan beban kerja (denyut jantung) yang ditetapkan sebelum bekerja (metode step test). Kalibrasi ini dilakukan pada masing-masing pekerja dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja. Dalam melakukan step test digunakan bangku dengan tinggi ±30 cm dengan frekuensi bertahap yang berbeda. Tahapan frekuensi yang digunakan adalah 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Dengan setiap tahapan frekuensi yang dilakukan selama 5 menit terdapat selang istirahat selama 5 menit, kecuali pada lama waktu istirahat pertama yang berbeda tergantung dari masing-masing subjek yang diukur. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai denyut jantung yang terendah ketika tidak melakukan suatu pekerjaan apapun. Dalam melakukan step test digunakan digital metronome untuk mengatur langkah sehingga setiap frekuensi step test pelu diatur agar sesuai dengan frekuensi yang telah ditentukan. Hasil pengukuran denyut jantung pekerja A3 dan B1 pada waktu kalibrasi step test dapat dilihat pada Gambar 10 dan untuk subjek lainnya dapat dapat dilihat pada Lampiran 2.

37 25 HR (denyut/menit) A :00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00 Waktu (menit) HR (denyut/menit) B1 Waktu (menit) Gambar 10 Grafik denyut jantung saat Step Test Keterangan Gambar 10: R1 : Rest 1 ST1 : Step test 1 (15 langkah/menit) R2 : Rest 2 ST2 : Step test 2 (20 langkah/menit) R3 : Rest 3 ST3 : Step test 3 (25 langkah/menit) R4 : Rest 4 ST4 : Step test 4 (30 langkah/menit) R5 : Rest 5 Kedua grafik tersebut menunjukkan bahwa pengukuran pada waktu istirahat awal (R1) denyut jantung subjek terlihat naik-turun tidak beraturan, artinya denyut jantung tersebut kurang stabil. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian

38 26 subjek dengan pengukuran dan alat ukur yang digunakan. Selain itu, pada step test pertama (ST1) denyut jantung masih kurang stabil, hal ini dikarenakan subjek juga masih mengalami penyesuaian terhadap langkah kaki dan bunyi digital metronome saat melakukan step test. Namun, seiring berjalannya waktu pengukuran, denyut jantung sudah mulai stabil yang membentuk pola yang diharapkan. Berdasarkan dari gambar diatas dapat terlihat bahwa denyut jantung akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi. Hal ini disebabkan karena kelelahan otot dan kebutuhan energi yang semakin meningkat. Lain halnya dengan denyut jantung pada waktu istirahat diantara step test yang lebih rendah. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa denyut jantung saat ST1 lebih rendah dari ST2, denyut jantung saat ST2 lebih rendah dari ST3, dan denyut jantung saat ST3 lebih rendan dari ST4. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa terjadinya kenaikan beban kerja pada subjek tersebut. Dari masing-masing subjek memiliki peningkatan denyut jantung yang berbeda-beda, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi dari masing-masing subjek, misalnya karakteristik fisik subjek yang meliputi umur, berat badan, tinggi subjek, dan sikap kerja dari tiap-tiap subjek. Selain itu pengalaman dalam bekerja juga dapat mempengaruhi besarnya denyut jantung yang dihasilkan. Dari keseluruhan grafik denyut jantung dapat diketahui bahwa subjek dengan umur > 30 tahun denyut jantungnya lebih rendah dari subjek dengan umur < 30 tahun. Besarnya denyut jantung pada pekerja dengan umur < 30 tahun dapat disebabkan karena tekanan emosional, kelelahan, dan juga pengalaman bekerja yang belum lama. Pada umumnya subjek bekerja dari umur muda sehingga pekerja dengan umur > 30 tahun memiliki pengalaman bekerja yang lebih lama dari pekerja yang berumur < 30 tahun. Sehingga dapat diartikan bahwa pekerja dengan umur > 30 tahun merupakan pekerja berpengalaman sedangkan pekerja dengan umur < 30 tahun merupakan pekerja pemula. Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan IRHR yang merupakan indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas terhadap denyut jantung saat beristirahat. Untuk mengambil data denyut jantung pada waktu melakukan aktivitas dan istirahat dilakukan dengan mengambil data yang dianggap stabil dalam waktu minimal kurang lebih 30 detik atau 6 data. Untuk pengambilan data denyut jantung pada waktu istirahat biasanya terdapat pada R1 karena subjek belum melakukan suatu aktivitas sehingga denyut jantung akan rendah dari pada R2, R3, R4, dan R5. Tetapi tidak semuanya denyut jantung yang terendah terdapat pada R1, hal ini dikarenakan pada R1 kondisi subjek belum stabil dan masih menyesuaikan dengan kondisi alat sehingga tidak menutup kemungkinan kondisi denyut jantung terendah terdapat pada R2, R3, R4, atau R5. Data denyut jantung pada waktu istirahat diambil dari denyut jantung yang terendah dan stabil. Kemudian untuk data denyut jantung yang digunakan pada waktu melakukan aktivitas pada masing-masing frekuensi step test diambil denyut jantung yang tertinggi dan stabil dengan data denyut jantung yang diambil tidak boleh pada menit-menit awal karena pada menit awal tersebut terjadi proses anaerob. Sebagai contoh besarnya HR rest dan HR work ST2 pada subjek A3 berturut-turut sebesar 60.2 dan 97.25, sehingga dari besarnya nilai tersebut didapatkan perbandingan nilai HR work dengan HR rest sebesar 1.61 yang merupakan nilai IRHR.

39 Nilai IRHR dari masing-masing subjek berbeda walaupun melakukan aktivitas yang sama. Pada waktu melakukan Step test disetiap frekuensi yang berbeda terdapat waktu untuk istirahat selama 5 menit, hal ini bertujuan untuk menstabilkan denyut jantung subjek menjadi sekitar denyut/menit. Pada Tabel 4 denyut jantung pada waktu istirahat (HR rest ) khususnya pada subjek B2 denyut jantung lebih rendah dari yang lainnya. Rendahnya kondisi denyut jantung tersebut sangat berkaitan dengan sistem jantung dari subjek yang lebih baik. Berikut ini adalah nilai dari denyut jantung dari masing-masing subjek: Tabel 4 Nilai HR Subjek pada saat istirahat dan step test Subjek Usia HR rest HR1 HR 2 HR3 HR4 A A A A > 30 A A A A B B B B < 30 B B B B Untuk mengetahui laju konsumsi energi yang diperlukan dalam melakukan step test maka dihitung nilai WEC ST dari masing-masing subjek. Nilai WEC ST tersebut dihitung dengan pendekatan prinsip tenaga yang diasumsikan subjek berjalan menaiki tangga dengan membawa beban tubuhnya sendiri yang dipengaruhi oleh faktor berat badan, tinggi bangku step test, gaya gravitasi, dan frekuensi yang digunakan dalam kalibrasi step test. Berikut ini contoh perhitungan nilai WEC ST dari subjek B2: 27 WEC ST1 WEC ST2 WEC ST3 WEC ST kkal/menit 1.36 kkal/menit 1.70 kkal/menit 2.04 kkal/menit

40 28 Dari masing-masing subjek terdapat empat buah WEC ST, dimana satu dengan yang lainnya memiliki nilai yang berbeda. Dari empat frekuensi yang digunakan semakin besar frekuensinya maka nilai WEC ST juga akan semakin besar. Pengaruh nilai WEC ST selain dari besarnya frekuensi yang digunakan juga dipengaruhi oleh berat badan dari subjek, sehingga apabila berat badan subjek semakin besar atau gemuk maka nilai WEC ST yang dihasilkan juga semakin besar pula. Nilai IRHR dan nilai WEC ST pada masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 5. Subjek Tabel 5 Nilai IRHR ST dan WEC ST IRHR ST WEC ST (kkal/menit) ST1 ST2 ST3 ST4 WEC ST1 WEC ST2 WEC ST3 WEC ST4 A A A A A A A A B B B B B B B B Berdasarkan tabel diatas, besarnya nilai IRHR ST berbeda-beda dari masingmasing subjek, hal ini dikarenakan setiap subjek memiliki respon beban kerja yang berbeda-beda. Selain itu juga dipengaruhi oleh kemampuan fisiologis yang berkaitan dengan cardio-vaskular (jantung) dari masing-masing subjek. Karena perbedaan respon fisiologi dari masing-masing subjek berbeda maka perlu pemetaan hubungan antara IRHR ST dengan WEC ST. Selanjutnya nilai IRHR ST di masukan dalam grafik sebagai nilai dari sumbu y dan WEC ST sebagai nilai dari sumbu x, sehingga dari hubungan tersebut didapatkan grafik yang akan membentuk garis linier dengan persamaan y = ax + b, dimana y merupakan nilai IRHR dan x merupakan nilai WEC ST. Grafik hubungan antara IRHR ST dan WEC ST untuk subjek A4 dan B4 dapat dilihat pada Gambar 11 dan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

41 29 IRHR IRHR y = x A4 R² = WEC ST (kkal/menit) y = x B4 R² = WEC ST (kkal/menit) Gambar 11 Grafik hubungan antara IRHT ST dengan WEC ST Setiap subjek memiliki grafik dan persamaan yang berbeda karena tergantung dari respon denyut jantung sebagai akibat dari beban kerja yang diterima. Persamaan daya dari masing-masing subjek dapat dilihat dari Tabel 6.

42 30 Tabel 6 Persamaan korelasi nilai IRHR ST terhadap WEC ST Subjek Persamaan R 2 A1 y = x A2 y = x A3 y = x A4 y = x A5 y = x A6 y = x A7 y = x A8 y = x B1 y = x B2 y = x B3 y = x B4 y = x B5 y = x B6 y = x B7 y = x B8 y = x Perubahan nilai IRHR ST terhadap beban kerja (WEC ST ) dapat dilihat dari kemiringan garis yang berbeda-beda dari tiap subjek. Slope garis dapat dilihat dari nilai a pada persamaan y = ax + b, yang artinya setiap perubahan nilai y disebabkan oleh perubahan a satuan nilai x. Semakin curam kemiringannya maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap tingkat beban kerja (WEC), dan begitu pula sebaliknya. Jadi penambahan beban sedikit akan menyebabkan peningkatan IRHR yang cukup besar. Nilai slope (a) paling besar tedapat pada subjek B4, yaitu sebesar Hal ini menandakan bahwa penambahan beban step test dari frekuensi yang berbeda menyebabkan meningkatnya nilai IRHR menjadi lebih berat dari sebelumnya. Nilai b yang dihasilkan dari persamaan diatas umumnya mendekati nilai 1. Nilai b yang bernilai 1 menunjukan bahwa kondisi denyut jantung saat bekerja sama dengan denyut jantung saat istirahat. Ketika nilai x = 0 menunjukan bahwa subjek dalam keadaan istirahat sehingga nilai y (IRHR) adalah sebesar b (contoh: pada subjek A4, A5, A7 nilai konstanta b masing-masing sebesar , 10065, 10065). Pada hasil hubungan kolerasi antara IRHR ST dan WEC ST diperoleh titik-titik yang mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan atau kolerasi positif yang tinggi antara IRHR ST dan WEC ST. Korelasi positif dimaksudkan bahwa semakin besar nilai x, maka akan semakin besar nilai y, begitu juga sebaliknya. Koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi x terhadap variasi/keragaman. Koefisien determinasi juga dapat diartikan sebagai koefisien korelasi linier sebagai ukuran hubungan linier antara dua peubah acak x dan y. Pada hasil hubungan korelasi antara WEC ST dan IRHR ST diperoleh titik-titik yang menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang

43 tinggi antara WEC ST dan IRHR ST. Nilai dari koefisien determinasi tersebut adalah berkisar dari nol sampai dengan satu (0<R 2 <1). Jika semakin tinggi nilai koefisiennya atau mendekati 1, maka akan semakin besar persentase nilai-nilai y di antara keragamannya yang dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan variabel x. Pengukuran Konsumsi Energi Kerja Penelitian ini dilaksanakan di PT. Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur dengan kondisi topografi yang berbukit (rolling (R)) yang dilakukan oleh subjek A1, A2, A3, A4, B1, B2, B3, dan B4 dan di PT. Pasang Kayu, Sulawesi Barat dengan kondisi topografi berbukit (rolling (R)) dan datar (flat (F)) yang dilakukan oleh subjek A5, A6, A7, A8, B5, B6, B7, dan B8. Untuk pengambilan data saat pemanenan dilakukan di lahan atau blok- blok dengan luas rata-rata 4 ha dengan spesifikasi tinggi pohon dan kondisi lahan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Parameter tinggi pohon dan kondisi lahan Parameter Kondisi Kondisi Simbol 0-3 meter 1 Tinggi Pohon 3-6 meter meter meter 4 Kondisi Lahan/Topografi Datar/ Flat F Berbukit/ Rolling R Dengan parameter tinggi pohon dan kondisi lahan maka pembagian analisis data pada masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 8. 31

44 32 Tabel 8 Identifikasi subjek berdasarkan tinggi pohon dan kondisi lahan Umur Subjek Tinggi Pohon dan Kondisi Lahan A1 R2 A2 R2 A3 R3 >30 A4 R3 A5 R3 A6 R4 A7 F2 A8 F3 B1 R2 B2 R3 B3 R3 <30 B4 R3 B5 R4 B6 F3 B7 F3 B8 F3 *)Tidak ada subjek yang melakukan pemanenan di lahan F4 dan F1 Pada saat pengambilan data denyut jantung terdapat waktu istirahat, waktu istirahat tersebut bertujuan untuk menghindari kelelahan yang terakumulasi, karena dalam pengukuran denyut jantung akan menghasilkan limbah metabolisme berupa asam laktat yang tertimbun didalam darah dan jaringan otot sehingga dapat mengakibatkan kelelahan. Untuk membebaskan asam laktat tersebut maka diperlukan waktu untuk istirahat, karena asam laktat akan teroksidasi sehingga terurai menjadi CO 2 dan H 2 O yang mudah dikeluarkan dari tubuh. Dalam kegiatan pemanenan terdiri dari beberapa kegiatan yang harus dilakukan, kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.

45 33 Gambar 12 Elemen kerja pemanenan kelapa sawit Pengambilan data denyut jantung pada waktu kerja (HR work ) sama halnya dengan pengambilan denyut jantung pada saat kalibrasi step test yaitu dengan merata-ratakan denyut jantung minimal 6 data atau 30 detik pada saat subjek melakukan aktivitas pemanenan mulai dari mencari buah (Ve) yang akan dipanen menggunakan egrek hingga membongkar tandan di TPH (Un) dan saat melakukan pemanenan dengan menggunakan dodos. Berikut ini gambar yang memperlihatkan grafik hasil pengukuran denyut jantung saat proses pemanenan pada subjek A1 yang melakukan pemanenan pada kondisi lahan R2. Untuk denyut jantung hasil pengukuran subjek yang lainnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

46 34 HR (denyut/menit) :12:30 1:17:30 1:22:30 1:27:30 1:32:30 1:37:30 1:42:30 Keterangan Gambar 13 : U1 : Ulangan 1 R1 : Rest 1 U2 : Ulangan 2 R2 : Rest 2 U3 : Ulangan 3 R3 : Rest 3 U4 : Ulangan 4 R4 : Rest 4 U5 : Ulangan 5 R5 : Rest 5 1:47:30 1:52:30 1:57:30 A1 2:02:30 2:07:30 Gambar 13 Grafik denyut jantung saat pemanenan Berdasarkan pada grafik diatas, terdapat empat kali ulangan untuk pemanenan dengan menggunakan alat egrek dan satu kali ulangan untuk pemanenan dengan menggunkan alat dodos dengan masing-masing ulangan terdapat waktu istirahat untuk memulihkan kembali kondisi fisik subjek. Untuk pengukuran denyut jantung pada kerja pertama (U1) sampai dengan kerja keempat (U4) merupakan pemanenan dengan menggunakan alat egrek sedangkan untuk pengukuran denyut jantung pada kerja yang kelima (U5) merupakan pemanenan dengan menggunakan alat dodos. Peningkatan denyut jantung dari istirahat ke kerja sangat terlihat pada semua subjek, hal ini dikarenakan beban kerja akan bertambah sehingga denyut jantung dari subjek akan meningkat, lain halnya pada waktu istirahat maka denyut jantung akan mengalami penurunan dari kondisi sebelumnya pada waktu melakukan kerja. Untuk lebih jelas grafik pengukuran denyut jantung pada ulangan 1 dan 5 (U1 dan U5) dapat dilihat pada Gambar 14. Untuk nilai denyut jantung dari masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 8. 2:12:30 Waktu 2:17:30 2:22:30 2:27:30 2:32:30 2:37:30 2:42:30 2:47:30 2:52:30 2:57:30 3:02:30

47 HR (denyut/menit) A1 (Ulangan 1/U1) Pr CuE Ba Ve CuE Ve Pr CuE MoA Lo MoAT Br Lo MoAT Ck 1:09:50 1:10:15 1:10:40 1:11:05 1:11:30 1:11:55 1:12:20 1:12:45 1:13:10 1:13:35 1:14:00 1:14:25 1:14:50 1:15:15 1:15:40 1:16:05 1:16:30 1:16:55 1:17:20 1:17:45 1:18:10 1:18:35 1:19:00 1:19:25 1:19:50 1:20:15 1:20:40 1:21:05 1:21:30 1:21:55 1:22:20 1:22:45 1:23:10 1:23:35 1:24:00 1:24:25 1:24:50 1:25:15 1:25:40 1:26:05 1:26:30 1:26:55 1:27:20 1:27:45 1:28:10 Waktu HR (denyut/menit) A1 (Ulangan 5/U5) Ve CuD Ve CuD Ba Ve CuD Ve CuD Ba Ve CuD Ve CuD Ba CuD Ba Ve 2:47:50 2:48:00 2:48:10 2:48:20 2:48:30 2:48:40 2:48:50 2:49:00 2:49:10 2:49:20 2:49:30 2:49:40 2:49:50 2:50:00 2:50:10 2:50:20 2:50:30 2:50:40 2:50:50 2:51:00 2:51:10 2:51:20 2:51:30 2:51:40 2:51:50 2:52:00 2:52:10 2:52:20 2:52:30 2:52:40 2:52:50 2:53:00 2:53:10 2:53:20 2:53:30 2:53:40 2:53:50 2:54:00 2:54:10 2:54:20 2:54:30 2:54:40 2:54:50 2:55:00 2:55:10 Waktu Gambar 14 Grafik denyut jantung subjek A1 pada U1 dan U5 35

48 Tabel 9 Rata-rata nilai denyut jantung saat aktivitas pemanenan umur Subjek Parameter HR Kondisi Ve Pr CuE Ba Ck Br Lo MoAT MoA MoK *CuD Un A R2 A Rata-rata STDEV A > 30 A4 R A Rata-rata STDEV A6 R A7 F A8 F B1 R B B3 R B Rata-rata < 30 STDEV B5 R B B7 F B Rata-rata STDEV *) Elemen CuD dilakukan di lahan R1 36

49 Dari tabel diatas untuk elemen kerja membongkar tandan di TPH (Un) pada subjek A1, A4, B2, dan B3, tidak dapat diketahui denyut jantungnya hal ini dikarenakan pada waktu pengukuran subjek tersebut bekerja sangat cepat sehingga data HR work yang terekam minimal kurang dari 6 data atau 30 detik. Kondisi denyut jantung yang terekam kurang dari 6 data atau 30 detik juga terjadi pada subjek A6 dengan elemen berjalan (Mok), pada subjek A7 dengan elemen persiapan alat (Pr), dan pada subjek B7 dengan elemen mengambil brondolan (Br) sehingga data denyut jantung kurang akurat untuk mewakili elemen kerja tersebut. Pada elemen memotong tangkai tandan dengan dodos (CuD) pada subjek A5, A6, A7, A8, B5, B6, B7, dan B8 nilai HR work tidak ada karena pada kondisi di PT. Pasang Kayu tidak terdapat aktivitas pemanenan dengan menggunakan dodos. Berdasarkan tabel diatas bahwa dari subjek yang berumur > 30 tahun dan subjek yang berumur < 30 tahun bervariasinya kondisi denyut jantung tersebut mungkin saja terjadi karena setiap ulangan yang dilakukan tidak akan sama dan sangat sulit untuk mengkondisikan kerja yang dilakukan oleh subjek agar menghasilkan denyut jantung yang sama pada setiap ulangannya. Denyut jantung rata-rata dari setiap tahap proses pemanenan mulai dari Ve hingga Un selalu lebih tinggi pada subjek yang berumur < 30 tahun untuk masingmasing kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama. Perbedaan dari nilai HR work pada setiap tahap proses pemanenan dikarenakan tingkat dari beban kerja yang diterima dari masing-masing subjek berbeda. Konsumsi energi diawali pada saat pekerjaan fisik dimulai. Semakin banyak kebutuhan untuk aktivitas otot pada setiap tahap proses pemanenan, maka semakin banyak pula energi yang dikonsumsi dan diekspresikan sebagai kalori kerja. Kalori kerja tersebut menunjukan ketegangan otot tubuh dari masing-masing subjek yang sangat berhubungan dengan jenis pekerjaannya, tingkat usaha kerjanya, dan kebutuhan waktu untuk istirahat. Pada subjek yang berumur < 30 tahun waktu istirahat yang diperlukan untuk mengembalikan kondisi denyut jantung dalam keadaan normal (60-80 denyut/menit) membutuhkan waktu yang relatif lama, hal ini dikarenakan subjek tersebut belum terbiasa dalam melakukan setiap tahap proses pemanenan. Dari nilai denyut jantung untuk setiap subjek memiliki respon yang berbeda-beda terhadap setiap tahapan proses pemanenan. Perbedaaan besarnya nilai denyut jantung dari setiap tahapan proses pemanenan dikarenakan intensitas dan lamanya kerja fisik yang dilakukan, sehingga dapat menyebabkan kelelahan fisik yang berbeda pula. Selain itu faktor fisik dan psikologis dari masing-masing subjek juga sangat berpengaruh. Apabila denyut jantung tinggi, maka faktor fisik lebih berpengaruh terhadap denyut jantung dibandingkan faktor psikologis. Selain itu besarnya nilai denyut jantung juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang meliputi kondisi lingkungan ataupun topografi yang tidak nyaman sehingga akan menyebabkan peningkatan denyut jantung. Faktor eksternal tersebut merupakan beban tambahan yang berasal dari lingkungan yang mempunyai suatu potensi bahaya, seperti tinggi pohon dan kondisi topografi. Pada subjek yang berumur > 30 tahun untuk subjek A2 mempunyai nilai denyut jantung yang terendah pada setiap tahap proses pemanenan mulai dari Ve hingga Un dibandingkan dengan subjek yang lainnya, hal ini dikarenakan subjek A2 mempunyai respon denyut jantung yang rendah terhadap setiap tahap proses pemanenan walaupun dilakukan pada kondisi topografi yang berbukit dengan tinggi pohon 3-6 meter (R2). Besarnya nilai denyut jantung dapat dipengaruhi 37

50 38 oleh tinggi pohon dan kondisi topografi, apabila semakin besar nilai denyut jantung maka semakin tinggi dan susahnya kondisi topografinya. Namun pada subjek A8 dan A7 yang melakukan aktivitas pemanenan di lahan topografinya sama yaitu datar ternyata denyut jantung pada setiap tahap proses pemanenan lebih rendah pada subjek A8 dibandingkan dengan subjek A7, padahal pada subjek A8 melakukan aktivitas pemanenan pada kondisi pohon yang lebih tinggi yaitu sekitar 6-12 meter. Berdasarkan rata-rata untuk kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama dapat dilihat bahwa subjek yang melakukan pemanenan di R3 mempunyai denyut jantung yang lebih tinggi dari pada R2, namun untuk subjek yang melakukan pemanenan di lahan R4 denyut jantung lebih kecil dari R3 tetapi lebih besar dari R2, kecuali pada elemen Br yang nilainya lebih kecil dari R2 dan R3, hal ini dikarenakan rendahnya denyut jantung yang melakukan pemanenan di lahan R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut karena mengingat jumlah subjek berjumlah satu. Kemudian pada subjek yang berumur < 30 tahun nilai denyut jantung terlihat bahwa semakin tinggi pohon denyut jantungnya semakin kecil untuk kondisi lahan yang berbukit. Sehingga pemanenan di lahan R4 lebih rendah dari pada melakukan di lahan R2 dan R3. Rendahnya denyut jantung pada pemanenan di lahan R4 juga disebabkan jumlah subjek hanya satu sehingga sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut. Besarnya nilai denyut jantung yang tidak sebanding dengan tinggi pohon dan kondisi topografi dapat disebabkan oleh kebiasaan dan ketrampilan dari masing-masing subjek yang berbeda sehingga didapatkan nilai denyut jantung yang sangat bervariasi. Denyut jantung pada waktu istirahat (HR rest ) diambil dari denyut jantung terendah dari masing-masing subjek sehingga denyut jantung terendah biasanya terdapat pada waktu subjek saat istirahat yang pertama (R1) pada kalibrasi step test karena belum melakukan aktivitas. Namun pada pengambilan data HR rest dari masing-masing subjek berbeda, kondisi ini dibuktikan untuk subjek A1, A2, A5, A6, A8, B2, B3, B4, B5, B6, B7, dan B8 kondisi HR rest terdapat pada waktu istirahat yang pertama (R1) sedangkan pada subjek A3, A4, A7, dan B1 kondisi HR rest terdapat pada waktu istirahat yang kedua (R2). Perbedaan pada waktu pengambilan data HR rest tersebut dikarenakan subjek pada saat memakai alat HRM butuh waktu untuk menyesuaikan, sehingga akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan denyut jantung yang terendah pada waktu HR rest. Setelah diperoleh denyut jantung saat melakukan aktivitas pemanenan (HR work ) kemudian dilanjutkan untuk mencari IRHR dengan membandingkan nilai HR work dengan HR rest. Adapun contoh perhitungan nilai IRHR pada subjek A3 dengan nilai HR rest sebesar sebagai berikut: HR rest = 60.2 IRHR Ve = 1.84 IRHR Br = 1.93 IRHR Pr = 1.81 IRHR Lo = 1.95 IRHR CuE = 2.04 IRHR MoAT = 2.02 IRHR Ba = 2.01 IRHR MoA = 2.02 IRHR Ck = 2.08 IRHR MoK = 1.87 IRHR CuD = 2.00 IRHR Un = 2.21

51 Tabel 10 Nilai IRHR saat aktivitas pemanenan umur Subjek Tinggi IRHR Pohon Ve Pr CuE Ba Ck Br Lo MoAT MoA MoK *CuD Un A R2 A Rata-rata STDEV A A4 R A >30 Rata-rata STDEV A6 R A7 F A8 F RATA-RATA STDEV CV 19% 9% 17% 18% 19% 18% 13% 15% 12% 19% 6% 24% B1 R B B3 R B Rata-rata STDEV B5 R <30 B B7 F B Rata-rata STDEV RATA-RATA STDEV CV 10% 11% 12% 12% 10% 10% 8% 9% 12% 14% 14% 16% *) Elemen CuD dilakukan di lahan R1 39

52 40 Klasifikasi tingkat beban kerja kualitatif dapat dilihat pada Tabel 11 sebagai berikut: Tabel 11 Tingkat Beban Kerja Kualitatif Kategori Nilai IRHR 1<IRHR < 1.5 Ringan 1.5 < IRHR < 2.0 Sedang 2.0 < IRHR < 2.5 Berat 2.5 < IRHR Sangat berat Pada subjek yang berumur > 30 tahun untuk aktivitas pemanenan di lahan R2 tergolong kategori sedang kecuali pada elemen Pr, MoK, dan Un yang tergolong kategori ringan. Kemudian pemanenan pada lahan R3 tergolong kategori sedang kecuali pada elemen Un yang tergolong kategori berat. Semua elemen pemanenan di lahan R2 mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada pemanenan di lahan R3 walaupun mempunyai kategori kejerihan yang sama. Kemudian pemanenan pada lahan R4 untuk semua elemen tergolong sedang, pada elemen Ve, Pr, CuE, Ba, Lo, MoA, dan Un lebih besar dari pada melakukan pemanenan di lahan R2 tetapi lebih rendah dari lahan R3. Pemanenan pada lahan F2 semua elemen tergolong berat sedangan pemanenan pada lahan F3 semua elemen tergolong sedang kecuali pada elemen Lo, MoAT, dan Un yang tergolong berat. Dari berbagai kondisi diatas dapat dilihat untuk lahan R2 dan R3 pada elemen Pr bahwa semakin tinggi pohon maka denyut jantung akan semakin tinggi pula, sehingga pada lahan R3 dengan tinggi pohon sekitar 6-12 meter mempunyai nilai kejerihan yang lebih tinggi, tetapi pada lahan R4 nilai kejerihan berada di antara R2 dan R3, walupun pada lahan R3 dan R4 pada elemen Pr termasuk kategori sedang, rendahnya pemanenan di R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut, terlihat bahwa HR work yang dihasilkan pada waktu melakukan aktivitas lebih rendah dibandingkan dengan melakukan pemanenan di lahan R3, rendahnya denyut jantung tersebut sangat dipengaruhi oleh beban psikologis sehingga sangat mempengaruhi tingkat kejerihan. Selanjutnya pada kondisi pemanenan di lahan F2 semua elemen termasuk kedalam kategori berat sedangkan pemanenan pada lahan F3 tergolong kategori sedang kecuali pada elemen Lo, MoAT, dan Un yang tergolong kategori berat. kondisi ini dapat juga disebabkan karena pengaruh subjek (keterampilan) cukup besar sehingga subjek yang memanen di lahan F2 termasuk ke dalam kategori berat pada semua elemen. Selain itu pada subjek yang melakukan pemanenan di lahan F2 dan F3 mempunyai HR work yang lebih rendah sehingga pengaruh beban psikologis lebih besar dibandingkan beban fisik yang mengakibatkan data yang dihasilkan tidak akurat. Kemudian pada subjek yang berumur < 30 tahun untuk pemanenan pada lahan R3 semua elemen tergolong berat sedangkan pemanenan pada lahan R2 tergolong dalam kategori sedang kecuali pada elemen CuD yang tergolong dalam kategori berat. Pemanenan pada lahan R4 pada elemen Ve, Pr, Br, Lo, dan MoAT tergolong kategori sedang kecuali pada elemen CuE, Ba, MoA, MoK, dan Un yang tergolong kategori berat. Nilai kejerihan pada pemanenan di lahan R2 lebih rendah dari pada lahan R3 pada semua elemen, akan tetapi pada lahan R4 nilai

53 kejerihan berada diantara R2 dan R3, sehingga dapat diketahui rendahnya pemanenan di R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut, sehingga data yang dihasilkan juga tidak akurat. Selanjutnya, pada lahan F3 semua elemen tergolong dalam kategori sedang kecuali pada elemen Un yang tergolong berat, sehingga nilai kejerihan pada lahan F lebih rendah dibandingkan dengan lahan R. Secara umum tingkat kejerihan pada semua subjek yang termasuk dalam kategori ringan sampai berat adalah pada elemen Ve, Br, MoA, dan MoK, kemudian yang termasuk kategori ringan sampai sangat berat adalah pada elemen Pr dan Un, yang termasuk kategori sedang sampai berat adalah Lo, dan yang termasuk kategori sedang sampai sangat berat adalah CuE, Ck, Ba, MoAT, dan CuD. Dari semua elemen terlihat bahwa pada kegiatan Un mempunyai nilai CV yang lebih besar dibandingkan dengan elemen yang lainnya, hal ini berarti elemen tersebut mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap tinggi pohon dan kondisi lahan karena mengingat Un merupakan elemen kerja yang terakhir. Berdasarkan kondisi diatas menunjukan bahwa tingkat kejerihan subjek dari setiap elemen pemanenan yang berumur < 30 tahun lebih besar dari pada subjek yang berumur > 30 tahun. Bervariasinya nilai kejerihan dari masing-masing subjek juga disebabkan karena beban yang dirasakan masing-masing subjek berbeda satu dengan yang lainnya. Ketika subjek termasuk klasifikasi kerja ringan maka faktor non fisik sangat besar pengaruhnya terhadap denyut jantung begitu pula sebaliknya. Klasifikasi tingkat beban kerja tersebut juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan kerja) dan faktor internal (keterampilan, kebiasaan, tingkat konsentrasi, dan keseriusan). Dari klasifikasi tingkat beban kerja tersebut dapat dilihat bahwa subjek yang berumur < 30 tahun mempunyai pengalaman yang kurang sehingga akan mempengaruhi ketrampilan dalam melakukan kegiatan pemanenan. Nilai IRHR dapat diindikasikan sangat mencerminkan tingkat keahlian/ketrampilan dari masing-masing subjek. Keahlian/ketrampilan biasanya diperoleh dari pengalaman kerja yang sesuai dengan kemampuan fisiologis dan kognitif manusia. Secara fisiologis tubuh manusia akan melakukan adaptasi dengan suatu pekerjaan hingga terbiasa, sedangkan secara kognitif subjek yang berpengalaman akan lebih terbiasa untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang sering dilakukannya. Heart Rate (HR) secara ergonomika merupakan indikator psychophisiology. Oleh karena itu, denyut jantung dapat mengindikasikan beban fisik dan psikologis. Pada saat subjek termasuk klasifikasi kerja ringan atau denyut jantung berada pada tingkat yang rendah maka faktor psikologis lebih besar pengaruhnya terhadap denyut jantung dibandingkan dengan faktor fisik, sedangkan apabila subjek termasuk klasifikasi kerja berat atau denyut jantung berada pada tingkat tinggi maka faktor fisik lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor psikologis. Hal ini bisa terlihat dari variasi denyut jantung subjek yang berumur < 30 tahun yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang berumur > 30 tahun untuk semua elemen pemanenan sehingga dapat mengindikasikan adanya beban fisik yang besar pada subjek yang berumur < 30 tahun. Beban psikologis yang besar juga dapat diakibatkan oleh rasa tidak tenang, cemas, takut, tingkat beban pikiran, tingkat konsentrasi dan tingkat ketegangan, sehingga keterlibatan kontraksi otot dan sumber energi (kalori) yang mendukung dalam kegiatan pemanenan relatif kecil. Faktor tersebut juga disebut dengan 41

54 42 faktor internal, selain itu juga terdapat faktor yang mempengaruhi denyut jantung yaitu faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan kerja seperti kondisi kerja, faktor alat, dan pengaruh lingkungan. Besarnya energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas pemanenan (WEC work ) dapat dihitung dengan memasukan nilai IRHR sebagai nilai y pada persamaan daya yang didapatkan dari persamaan garis linier. Sehingga akan didapatkan nilai x yang merupakan nilai dari WEC work. Selanjutnya untuk menghitung nilai TEC yaitu dengan menjumlahkan antara WEC work dengan BME yang berbeda tergantung dari karakteristik masing-masing subjek (berat badan dan tinggi badan). Besarnya nilai WEC work, TEC dan TEC adalah berbanding lurus, sehingga apabila niai WEC work semakin tinggi maka nilai TEC dan TEC yang dihasilkan juga semakin tinggi. Berat badan dari masing-masing subjek sangat berpengaruh terhadap konsumsi energinya. Oleh karena itu subjek yang memiliki berat badan yang besar secara umum akan mengkonsumsi energi yang lebih besar dibandingkan subjek yang memiliki berat badan yang kecil. Berat badan yang besar ditunjukan oleh subjek A3 dan A7 berturut-turut sebesar 67 kg dan 62.5 kg sehingga nilai TEC yang lebih besar dari pada subjek yang lainnya. Pada dasarnya berat badan seseorang juga akan menjadi beban bagi dirinya sendiri karena berat badan mencerminkan kebutuhan oksigen yang diperlukan. Oleh sebab itu untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang sebenarnya diterima oleh seseorang saat melakukan aktivitas maka pengaruh berat badan harus dihilangkan. Sehingga nilai TEC harus dibagi dengan berat badan yang akan menghasilkan TEC dalam satuan kkal/kg bb.menit. Contoh perhitungan WEC work, TEC, dan TEC untuk setiap tahap proses pemanenan adalah sebagai berikut (subjek B3 pada elemen kerja CuD dengan berat badan 60 kg): IRHR WORK : 2.13 Persamaan : y = ax + b y = x = x = x WEC work : x = 3.33 kkal/menit TEC = BME + WEC work TEC = = 4.39 kkal/menit TEC = = kkal/(kg bb. menit) = kal/(kg bb.menit) Besarnya WEC work pada elemen CuD pada subjek B3 merupakan nilai yang tertinggi yaitu sebesar 3.33 kkal/menit, berdasarkan nilai IRHR nilainya tidak jauh berbeda dengan subjek yang lainnya, selain itu juga bukan merupakan nilai IRHR yang tertinggi, sehingga nilai WEC work dipengaruhi oleh persamaan daya. Pada subjek B3 mempunyai slope atau nilai a yang rendah yaitu sebesar sehingga akan dihasilkan nilai WEC work yang besar. Besarnya WEC work akan berbanding terbalik dengan slope atau nilai a. Pada subjek B3 juga memiliki berat badan yang relatif besar yaitu 60 kg, sehingga berat badan tersebut akan menjadi beban bagi dirinya sendiri maka konsumsi energi juga akan semakin besar. Nilai WEC work, TEC, dan TEC pada masing-masing subjek berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 12, 13, dan 14.

55 Tabel 12 Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan (WEC) umur Subjek Parameter WEC (kkal/menit) Kondisi Ve Pr CuE Ba Ck Br Lo MoAT MoA MoK *CuD Un A R2 A Rata-rata STDEV A > 30 A4 R A Rata-rata STDEV A6 R A7 F A8 F B1 R B B3 R B Rata-rata < 30 STDEV B5 R B6 F B B Rata-rata STDEV *) Elemen CuD dilakukan di lahan R1 43

56 Tabel 13 Nilai konsumsi energi total pada saat pemanenan (TEC) 44 umur Subjek Parameter TEC (kkal/menit) Kondisi Ve Pr CuE Ba Ck Br Lo MoAT MoA MoK *CuD Un A R2 A Rata-rata STDEV A > 30 A4 R A Rata-rata STDEV A6 R A7 F A8 F B1 R B B3 R B Rata-rata < 30 STDEV B5 R B6 F B B Rata-rata STDEV *) Elemen CuD dilakukan di lahan R1

57 Tabel 14 Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan yang ternormalisasi (TEC ) umur Subjek Parameter TEC' (kal/(kg bb. menit)) Kondisi Ve Pr CuE Ba Ck Br Lo MoAT MoA MoK *CuD Un A R2 A Rata-rata STDEV A > 30 A4 R A Rata-rata STDEV A6 R A7 F A8 F B1 R B B3 R B Rata-rata < 30 STDEV B5 R B6 F B B Rata-rata STDEV *) Elemen CuD dilakukan di lahan R1 45

58 46 Pada subjek yang berumur > 30 tahun yang melakukan aktivitas pemanenan di lahan R2 mempunyai nilai WEC yang lebih kecil untuk semua elemen dari pada di lahan R3. Akan tetapi untuk subjek yang melakukan pemanenan di lahan R4 mempunyai nilai WEC yang lebih rendah dari pada di lahan R3 tetapi lebih tinggi dari lahan R2, kecuali pada elemen Ck, MoAT, dan Br yang lebih rendah dari pada melakukan aktivitas pemanenan di lahan R2 dan R3. Kondisi ini dapat diindikasikan karena pada elemen Br dipengaruhi oleh tinggi pohon, biasanya semakin tinggi pohon brondolan yang jatuh ke tanah akan semakin menyebar, sehingga subjek akan mengambil brondolan yang terjangkau mengingat kondisi pemanenan dilakukan pada lahan yang berbukit, maka laju konsumsi energi yang diperlukan akan lebih ringan dibandingkan dalam melakukan aktivitas pemanenan di lahan R2 dan R3. Kemudian pada elemen Ck dan MoAT di tentukan oleh ukuran dan berat tandan yang dipanen, sehingga berdasarkan nilai WEC untuk ukuran dan berat tandan yang dipanen di lahan R4 lebih kecil dari pada di lahan R2 dan R3 sehingga dengan semakin kecil ukuran tandan maka tangkai yang akan dipotong juga akan semakin kecil. Dengan semakin kecil tangkai maka energi yang dikeluarkan untuk memotong tangkai (Ck) akan semakin ringan. Begitu pula halnya dengan semakin kecil tandan maka energi untuk MoAT juga semakin ringan, sehingga pada elemen Un untuk R4 energi yang dihasilkan lebih rendah dari pada R3. Selain itu rendahnya nilai untuk lahan R4 disebabkan pengaruh oleh karakteristik dari subjek sehingga data yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh subjek tersebut, karena mengingat jumlah pemanenan di lahan R4 berjumlah satu. Sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Selanjutnya untuk aktivitas pemanenan di lahan F2 mempunyai nilai WEC yang lebih tinggi dari pada melakukan pemanenan di lahan F3, kondisi ini mungkin dikarenakan pada waktu pemanenan subjek belum terbiasa, selain itu juga subjek yang diukur jumlahnya kurang mencukupi sehingga data yang diambil dapat juga dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing subjek. Selain itu juga pada pemanenan di lahan F3 nilai WEC lebih besar dari pada dilahan R2, hal tersebut juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik (ketrampilan) dari masingmasing subjek. Pada subjek yang berumur < 30 tahun nilai WEC pada lahan R3 lebih besar dari pada di lahan R2 untuk semua elemen pemanenan, tetapi pada lahan R4 nilai WEC lebih rendah dari pada R3 tetapi lebih tinggi dari pada lahan R2 kecuali pada elemen Pr, Ck, Br, Lo, MoAT, dan MoA dengan nilai WEC yang lebih rendah dari pada di lahan R2 dan R3. Seharusnya semakin tinggi pohon semakin besar energi yang diperlukan untuk pemanenan, kondisi ini dapat diindikasikan bahwa pada lahan R4 tandan yang dipanen mempunyai ukuran yang lebih kecil dari pada lahan R2 dan R3 sehingga akan berpengaruh terhadap energi yang diperlukan untuk Ck, Lo, MoAT. Kemudian selain itu pohon yang semakin tinggi juga lebih mudah dalam melakukan pemanenan karena subjek akan mencari tempat yang strategis dan mudah untuk memotong tangkai sehingga alat panen akan semakin pendek, sehingga dengan semakin pendek alat panen (egrek) maka untuk mendirikan alat akan semakin mudah, kondisi ini dibuktikan bahwa pada elemen Pr membutuhkan energi yang lebih rendah dibandingkan energi yang dikeluarkan untuk pemanenan di lahan R2 dan R3. kemudian dengan semakin tinggi pohon maka brondolan yang jatuh ke tanah juga akan menyebar sehingga mempersulit dalam pengambilan brondolan sampai tuntas yang mengingat kondisi

59 lahan yang berbukit, sehingga subjek yang melakukan pemanenan di lahan R4 energi yang dibutuhkan akan semakin kecil dibandingan pada lahan R2 dan R3. Pada elemen kerja MoK di lahan R4 mempunyai nilai yang lebih besar dari pada di lahan R2 dan R3, hal ini dikarenakan dalam kegiatan MoK biasanya subjek melintasi jalur yang tidak semestinya dilewati oleh angkong/memotong jalan sehingga yang dilewati akan lebih curam. Dengan semakin curamnya jalan yang dilewati maka akan semakin besar pula energi yang dibutuhkan. Rendahnya pemanenan di lahan R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut yang mengingat jumlah subjek hanya satu sehingga data yang di hasilkan kurang akurat. Selanjutnya nilai WEC pada lahan F3 lebih rendah dari pada lahan R2, R3, dan R4, kecuali pada elemen Un yang mempunyai nilai lebih tinggi dari pada R2 dan R4. Kondisi ini mungkin bisa dikarenakan oleh pengaruh kerja sebelumnya, karena pada elemen Un merupakan elemen kerja yang terakhir dalam pemanenan, sehingga ada indikasi bahwa lahan F mempunyai laju konsumsi energi yang dibutuhkan lebih rendah diandingkan dengan lahan R. Pada subjek yang berumur >30 dan <30 tahun terlihat bahwa yang melakukan pemanenan di lahan R4 selain dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing subjek juga sangat dipengaruhi oleh prosedur kerja, faktor alat, dan faktor lingkungan. Dari semua subjek terlihat bahwa laju konsumsi pemanenan menggunakan dodos lebih besar dibandingkan dengan semua elemen, hal ini dikarenakan pada pemanenan menggunakan dodos terdapat kegiatan tidak boleh memotong pelepah sehingga subjek harus memotong tangkai yang terjepit diantara pelepah, oleh sebab itu pemanenan menggunakan dodos laju konsumsi energinya lebih besar karena selain memerlukan ketrampilan dalam memotong tagkai tandan juga kekuatan fisik yang besar khususnya kekuatan dorongan dalam memotong tangkai tandan tersebut. Berdasarkan tabel diatas mempunyai hubungan yang berbanding lurus antara WEC work, TEC, dan TEC. Semakin besar nilai WEC work maka semakin besar pula nilai TEC dan TEC. Setiap subjek mempunyai aktivitas yang sama dalam pemanenan yang membedakan hanyalah pada kondisi lahan dan tinggi pohon. Berdasarkan dari kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama dapat terlihat bahwa setiap subjek mempunyai respon fisiologis yang berbeda. Perbedaan respon fisiologis dari masing-masing subjek dapat dikarenakan pengaruh lingkungan fisik (suhu dan kelembaban), kemampuan fisiologis (kemampuan cardiovascular/jantung), dan karakteristik dari masing-masing subjek. Berdasarkan nilai TEC yang didapat menunjukan bahwa nilai tersebut sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh tinggi badan dan berat badan dari masingmasing subjek atau tergantung dari nilai BME. Semakin besar berat badan dan tinggi badan maka beban yang dirasakan bagi dirinya sendiri juga akan semakin besar, begitu pula sebaliknya seperti pada subjek B6 dan B8 yang mempunyai nilai BME sebesar 0.87 kkal/menit. Nilai tersebut merupakan nilai yang paling rendah diantara subjek yang lain sehingga beban yang dirasakan bagi dirinya juga relatif rendah. Dari besarnya nilai TEC dan TEC dapat diketahui bahwa nilai TEC lebih seragam dibandingkan dengan nilai TEC. Kondisi tersebut dikarenakan faktor berat badan pada TEC dari masing-masing subjek sudah dihilangkan sehingga secara umum energi yang dikonsumsi relatif sama. Berbeda dengan nilai TEC yang faktor berat badan dan tinggi badan masih ada, sehingga nilainya lebih bervariasi yang tergantung dari masing-masing subjek. 47

60 48 Nilai IRHR mencerminkan beban kerja subjek yang bersifat relatif terhadap kemampuan diri seseorang yang diperoleh dari perbandingan antara kerja dengan istirahat sehingga IRHR dapat diindikasikan keahlian/ketrampilan subjek dalam melakukan pekerjaan. Subjek yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan denyut jantungnya akan lebih rendah atau cepat turun dibandingkan subjek yang belum terbiasa melakukan pekerjaan. Besarnya konsumsi energi (WEC work ) merupakan jumlah energi yang dikeluarkan ketika seseorang melakukan aktivitas atau respon terhadap suatu pekerjaan sehingga energi yang dikeluarkan akan sama namun memiliki dampak yang berbeda dari masing-masing subjek, karena besarnya nilai WEC work cenderung dipengaruhi oleh beban fisik saja sedangkan besarnya IRHR selain dipengaruhi oleh beban fisik juga sangat dipengaruhi oleh beban mental. Kerja fisik maupun kerja non fisik dari masing-masing subjek memiliki penyesuaian yang berbeda-beda terhadap suatu pekerjaan. Kerja fisik memerlukan energi fisik otot sebagai sumber tenaganya. Setelah melakukan kerja fisik, seseorang bisa saja mengalami kelelahan. Kerja fisik dapat dilihat dari indikator berupa konsumsi energi dan kerja jantung. Kerja fisik yang cukup berat memerlukan konsumsi energi yang besar, selain itu kerja jantung dan paru-paru juga akan semakin berat. Menentukan Kapasitas Pemanenan Konsumsi energi (banyaknya kalori) orang sedang bekerja merupakan faktor utama yang membatasi prestasi. Oleh sebab itu jumlah energi yang diperlukan oleh berbagai jenis pekerjaan perlu diketahui, termasuk jumlah kalori yang dibutuhkan oleh orang yang istirahat. Energi dihasilkan oleh proses metabolisme, yang memerlukan makanan, minuman, dan oksigen. Konsumsi energi pada berbagai jenis pekerjaan dapat diketahui, begitu pula jenis makanan dan minuman yang harus disediakan untuk keperluan pengadaan energi termasuk dapat diperhitungkan dalam hal ini disebut Angka Kecukupan Gizi (AKG), agar cukup untuk bekerja secara efektif dan efisien. Setelah diperoleh nilai A TEC (kkal/menit) kemudian untuk mencari jumlah tandan yang dipanen dalam satu hari (tandan/hari) harus diketahui waktu baku (detik/tandan) dan AKG yang diperlukan dari masing-masing subjek. Waktu baku dapat dilihat pada lampiran 5. Jumlah energi yang dianjurkan dikonsumsi agar hampir semua orang hidup sehat beraktivitas dengan baik ditetapkan dalam forum Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG). Dari semua subjek yang berumur < 30 tahun dan > 30 tahun mempunyai rata-rata umur antara tahun, sehingga dari WKNPG rata-rata nilai AKG untuk umur tahun adalah sebesar 2500 kkal/menit. Besarnya nilai AKG yang dianjurkan dalam satu hari tidak semuanya digunakan untuk melakukan aktivitas, sehingga proses konversi dari makanan kebentuk lainnya bukanlah proses yang mempunyai effisiensi yang 100%, karena sekitar 70% energi dari makanan akan hilang dalam bentuk panas yang dikeluarkan dari tubuh, sehingga dapat dikatakan sebesar 30% dari energi tersebut akan dipakai untuk melakukan aktivitas pemanenan, sehingga dari 2500 kkal/hari yang dipakai dalam melakukan aktivitas pemanenan hanya sebesar 750 kkal/hari (WKNPG 2004).

61 Untuk menghitung jumlah energi dan tandan yang dihasilkan, maka TEC (kkal/menit.bb) dikalikan dengan rata-rata berat badan pada subjek yang melakukan pemanenan pada kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama, sehingga dari nilai TEC (kkal/kg bb. menit) akan dihasilkan A TEC (kkal/menit) (dapat dilihat pada Lampiran 5). Dengan diketahuinya waktu baku (detik/tandan) dan A TEC (kkal/detik) maka akan didapat laju konsumsi per tandan (kkal/tandan). untuk waktu baku dapat dilihat pada Lampiran 6. Berikut ini adalah gambar yang menunjukan laju konsumsi energi per tandan (kkal/tandan) dari masing-masing lahan. 49

62 Laju konsumsi energi per elemen (kkal/tandan) Ve Pr CuE Ba Ck Br Lo MoAt MoA MoK CuD Un Elemen kerja 50 Gambar 15 Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R2 (egrek) dan R1 (dodos) Laju konsumsi energi per elemen (kkal/tandan) Ve Pr CuE Ba Ck Br Lo MoAt MoA MoK CuD Un Elemen kerja Gambar 16 Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R3 (egrek) dan R1 (dodos)

63 51 Laju konsumsi energi per elemen (kkal/tandan) Ve Pr CuE Ba Ck Br Lo MoAt MoA MoK Un Elemen kerja Gambar 17 Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R4 (kkal/tandan) Laju konsumsi energi per elemen (kkal/tandan) Ve Pr CuE Ba Ck Br Lo MoAt MoA MoK Un Elemen kerja Gambar 18 Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan F3 (kkal/tandan) 51

64 52 Dari gambar diatas terlihat bahwa pemanenan menggunakan egrek pada lahan R2 dan R3 mempunyai laju konsumsi energi yang tinggi pada elemen kerja MoAT, kondisi ini dikarenakan pada lahan R2 dan R3 pengaruh ukuran tandan dan kondisi lahan lebih besar, selain itu dalam kegiatan MoAT juga diperlukan kekuatan fisik yang besar untuk membawa TBS ke TPH dengan melewati lahan yang berbukit. Berbeda dengan pemanenan dilahan F3 mempunyai laju konsumsi energi yang lebih besar pada elemen CuE, hal ini dikarenakan dalam pemanenan dilahan yang datar (F) laju konsumsi energi yang diperlukan pada elemen kerja MoAT tidak terlalu besar dibandingakan dengan elemen kerja CuE, sehingga ada indikasi bahwa pada lahan yang datar kegiatan MoAT akan semakin rendah laju konsumsi energinya. Pada lahan R4 pada elemen kerja CuE mempunyai laju konsumsi energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan elemen kerja yang lainnya sehingga ada indikasi bahwa semakin tinggi pohon maka laju konsumsi energi yang diperlukan semakin besar, selain itu pada pemanenan di lahan R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Pada elemen kerja Br terlihat bahwa semakin tinggi pohon laju konsumsi energi yang dibutuhkan akan semakin besar, hal ini dikarenakan semakin tinggi pohon brondolan yang jatuh ke tanah akan semakin menyebar sehingga pemanen membutuhkan waktu dan laju konsumsi energi yang besar untuk mengambil brondolan tersebut, karena mengingat kondisi lahan yang berbukit sehingga lebih sulit dalam mengambil brondolan dibandingakan dengan lahan yang datar, kondisi ini dibuktikan pada lahan F3 mempunya laju konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan R2 dan R3. Pada elemen kerja CuD terlihat bahwa mempunyai laju konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan elemen kerja CuE, hal ini dikarenakan sangat dipengaruhi oleh waktu yang diperlukan, sehingga semakin besar waktu yang diperlukan maka akan semakin besar juga laju konsumsi energinya. Kondisi ini terlihat bahwa pada elemen kerja CuD membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan elemen kerja CuE, walaupun laju konsumsi energi (kkal/menit) CuE lebih besar dibandingkan dengan CuD, sehingga waktu juga sangat berpengaruh terhadap laju konsumsi energi yang dibutuhkan (kkal/tandan). Untuk mengetahui total laju konsumsi energi (Ve hingga Un) dari pemanenan menggunakan egrek maupun dodos dapat dilihat pada Gambar 19. Untuk mengetahui total laju konsumsi energi (kkal/tandan) pemanenan menggunakan egrek maupun dodos pada masing-masing subjek dapat dilihat pada Lampiran 7.

65 53 Total laju konsumsi energi (kkal/tandan) R2 R3 R4 F2 F3 R1 Parameter kondisi (lahan dan tinggi pohon) Gambar 19 Total laju konsumsi energi (kkal/tandan) Besarnya laju konsumsi energi yang digunakan dalam kegiatan pemanenan untuk satu tandan dengan menggunakan egrek sangat tergantung dari kondisi lahan dan tinggi pohon. Pada lahan berbukit (R) untuk subjek yang berumur > 30 dan < 30 tahun menunjukan bahwa semakin tinggi pohon yang dipanen semakin besar pula energi yang dikeluarkan, hal ini ditunjukan pada pemanenan di lahan R3 yang lebih besar membutuhkan energi dari pada R2. Namun, kegiatan pemanenan di lahan R4 membutuhkan energi berturut-turut sebesar 5.93 kkal/tandan dan 6.14 kkal/tandan, dimana nilai tersebut lebih rendah dari pada subjek yang melakukan pekerjaan pemanenan di lahan R2 dan R3. Kondisi ini disebabkan karena pada pemanenan yang dilakukan di lahan R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik subjek masing-masing, sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Laju konsumsi energi yang diperlukan dalam pemanenan pada lahan yang datar (F) akan lebih rendah dari pada lahan yang berbukit (R), hal ini dikarenakan kondisi lahan yang datar lebih mudah sehingga kondisi lahan sangat berpengaruh dibandingan dengan tinggi pohon, seperti pada subjek yang berumur < 30 tahun yang melakukan pemanenan dilahan R3 yang lebih tinggi dari pada pemanenan di lahan F3. Pada subjek yang berumur < 30 tahun yang melakukan pemanenan di lahan F3 mempunyai nilai yang lebih kecil dari subjek yang melakukan pemanenan di lahan R4, lain halnya pada subjek yang berumur > 30 tahun yang melakukan pemanenan di lahan F2 dan F3 mempunyai laju konsumsi energi yang lebih besar dari pada melakukan pemanenan di lahan R4. Besarnya laju konsumsi energi yang melakukan pemanenan di lahan F2 dan F3 juga dapat dikarenakan jumlah subjek yang diukur jumlahnya kurang mencukupi sehingga pengaruh dari masing-masing subjek lebih besar, seperti pengaruh kemampuan fisiologis yang berkaitan dengan cardiovascular, sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Energi yang dikeluarkan pada subjek yang berumur > 30 tahun lebih rendah dari pada subjek yang berumur < 30 tahun pada kondisi lahan R2, R3, dan R4, hal tersebut dikarenakan subjek yang berumur < 30 tahun belum terbiasa sehingga akan berpengaruh terhadap

. II. TINJAUAN PUSTAKA

. II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah dengan memecah partikel menjadi lebih kecil sehingga memudahkan akar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga bulan Oktober 2010 yang berlokasi di areal persawahan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN B. ALAT DAN PERLENGKAPAN

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN B. ALAT DAN PERLENGKAPAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2010 sampai dengan Januari 2011 di Areal Pesawahan di Desa Cibeureum, Kecamatan Darmaga,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan di lahan kering Leuwikopo, Bogor. Pengambilan data penelitian dimulai tanggal 29 April 2009 sampai 10 Juni 2009. B. Peralatan

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PT. SARI LEMBAH SUBUR, RIAU NIWAYAN DESI PURWANTINI

ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PT. SARI LEMBAH SUBUR, RIAU NIWAYAN DESI PURWANTINI ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PT. SARI LEMBAH SUBUR, RIAU NIWAYAN DESI PURWANTINI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODOLOGI IV. 4.1 Deskripsi Kegiatan. 4.2 Metode Kerja Aspek Umun

METODOLOGI IV. 4.1 Deskripsi Kegiatan. 4.2 Metode Kerja Aspek Umun IV. METODOLOGI 4.1 Deskripsi Kegiatan Kegiatan magang dilakukan di PT. TMMIN selama 4 bulan, dimulai dari tanggal 21 Maret 2011 sampai dengan 20 Juli 2010. Waktu pelaksanaannya mengikuti jam kerja karyawan,

Lebih terperinci

Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar

Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar 1) Atiqotun Fitriyah, 2) Sam Herodian 1), 2) Laboratorium Ergonomika, Departeman Teknik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tahapan penelitian disajikan pada gambar dibawah ini. Mulai. Identifikasi masalah

METODE PENELITIAN. Tahapan penelitian disajikan pada gambar dibawah ini. Mulai. Identifikasi masalah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011 di Bengkel Daud Teknik, Cibereum, Bogor. B. Tahapan Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU.

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. Oleh : MUHAMMAD FAZRIANSYAH F14104106 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang akan diambil dalam penelitian ini yaitu data denyut jantung pada saat kalibrasi, denyut jantung pada saat bekerja, dan output kerja. Semuanya akan dibahas pada sub bab-sub

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING SKRIPSI ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING (Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator) Oleh : LOVITA F14052709 2009

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TEH Tanaman teh (Camelia sinensis) diklasifikasikan sebagai berikut (Tuminah 2004) : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Dialypetalae

Lebih terperinci

STUDI WAKTU DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN WARU KALTIM PLANTATION (WKP), KALIMANTAN TIMUR

STUDI WAKTU DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN WARU KALTIM PLANTATION (WKP), KALIMANTAN TIMUR STUDI WAKTU DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN WARU KALTIM PLANTATION (WKP), KALIMANTAN TIMUR RR. STEVY SUSETYANING PALUPI TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut. A. Jenis atau Varietas Kelapa Sawit Jenis (varietas)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. SPESIFIKASI MESIN PELUBANG TANAH Sebelum menguji kinerja mesin pelubang tanah ini, perlu diketahui spesifikasi dan detail dari mesin. Mesin pelubang tanah untuk menanam sengon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae Sub Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Cultivator Mesin pertanian yang digunakan adalah cultivator Yanmar tipe Te 550 n. Daya rata - rata motor penggerak bensin pada cultivator ini sebesar 3.5 hp (putaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HAIL DAN PEMBAHAAN 4. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengamati kegiatan-kegiatan dan pola kerja dari aktivitas pemetikan teh. Penelitian pendahuluan ini bertujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN Sumber : Openshaw (2006) dalam Rahmawan (2011) Gambar 12 Macam-macam selang gerakan pada saat menajak III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan rawa lebak Desa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V-34 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan PT.PN III (PT. Perkebunan Nusantara III) Kebun Rambutan merupakan salah satu unit PT. PN III yang memiliki 8 wilayah kerja yang dibagi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Panen Kelapa sawit Panen merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang sudah matang, kemudian mengutip tandan dan memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan tanaman monokotil, dimana batangnya tidak memiliki kambium dan tidak bercabang. Kelapa sawit sendiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Kondisi Lingkungan Wilayah Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Situ Gede memiliki kondisi geografis yang berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN 3.2 PERALATAN 3.3 SUBJEK PENELITIAN

METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN 3.2 PERALATAN 3.3 SUBJEK PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan September 2012. Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan Sari Lembah Subur, Riau dan laboratorium

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU.

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. Oleh : MUHAMMAD FAZRIANSYAH F14104106 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan

Lebih terperinci

PANEN KELAPA SAWIT Pengrtian Panen Sistim Panen 2.1 Kriteria Matang Panen 2.2 Komposisi TBS Fraksi Komposisi (%) Kematangan

PANEN KELAPA SAWIT Pengrtian Panen Sistim Panen 2.1 Kriteria Matang Panen 2.2 Komposisi TBS Fraksi Komposisi (%) Kematangan PANEN KELAPA SAWIT 1. Pengrtian Panen Panen adalah serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai criteria matang panen, mengumpulkan dan mengutipbrondolan serta menyusun tandan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Agribisnis kelapa sawit membutuhkan organisasi dan manajemen yang baik mulai dari proses perencanaan bisnis hingga penjualan crude palm oil (CPO) ke

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

STUDI WAKTU DAN APLIKASINYA UNTUK OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PASANGKAYU, SULAWESI BARAT KURNIA LESTARI

STUDI WAKTU DAN APLIKASINYA UNTUK OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PASANGKAYU, SULAWESI BARAT KURNIA LESTARI i STUDI WAKTU DAN APLIKASINYA UNTUK OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PASANGKAYU, SULAWESI BARAT KURNIA LESTARI TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teknis Panen

TINJAUAN PUSTAKA. Teknis Panen 3 TINJAUAN PUSTAKA Teknis Panen Panen merupakan rangkaian kegiatan terakhir dari kegiatan budidaya kelapa sawit. Pelaksanaan panen perlu dilakukan secara baik dengan memperhatikan beberapa kriteria tertentu

Lebih terperinci

Studi Waktu (Time Study) pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Sari Lembah Subur, Riau

Studi Waktu (Time Study) pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Sari Lembah Subur, Riau Technical Paper Studi Waktu (Time Study) pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Sari Lembah Subur, Riau Time Study on The Activity of Oil Palm Harvesting at Sari Lembah Subur Plantations,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA PROSES PRODUKSI NANAS KALENG DI PT GGP LAMPUNG TENGAH MUHAMMAD RIZKI

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA PROSES PRODUKSI NANAS KALENG DI PT GGP LAMPUNG TENGAH MUHAMMAD RIZKI ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA PROSES PRODUKSI NANAS KALENG DI PT GGP LAMPUNG TENGAH MUHAMMAD RIZKI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kelapa sawit (Elaesis guineesis Jacq.) merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dari pada tanaman penghasil minyak nabati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

ANALISIS WAKTU BAKU DAN BEBAN KERJA UNTUK OPTIMASI JUMLAH DAN DISTRIBUSI PEKERJA PADA PRODUKSI BUAH KALENG

ANALISIS WAKTU BAKU DAN BEBAN KERJA UNTUK OPTIMASI JUMLAH DAN DISTRIBUSI PEKERJA PADA PRODUKSI BUAH KALENG ANALISIS WAKTU BAKU DAN BEBAN KERJA UNTUK OPTIMASI JUMLAH DAN DISTRIBUSI PEKERJA PADA PRODUKSI BUAH KALENG (Studi Kasus : Produksi Nanas dan Tropical Fruit Salad Kaleng) ARNAL NOVISTIARA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tanaman (Bibit ) Faktor bibit memegang peranan penting dalam upaya peningkatan produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan menghasilkan pada 3 4 tahun

Lebih terperinci

Faal Kerja (Fisiologis) Nurjannah

Faal Kerja (Fisiologis) Nurjannah Faal Kerja (Fisiologis) Nurjannah Kerja Bekerja adalah suatu kegiatan manusia merubah keadaan-keadaan tertentu dari alam lingkungan yang ditujukan untuk mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pemanenan kelapa sawit umur dibawah 8 tahun dengan bentuk pisau. berbentuk kapak dengan tinggi pohon maksimal 3 meter.

BAB I PENDAHULUAN. pada pemanenan kelapa sawit umur dibawah 8 tahun dengan bentuk pisau. berbentuk kapak dengan tinggi pohon maksimal 3 meter. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanenan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit digunakan dua alat panen yaitu berupa egrek dan dodos. Pada penelitian ini pengamatan dilakukan pada penggunaan egrek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. apabila seluruh kondisi perlakuan dilaksanakan dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA. apabila seluruh kondisi perlakuan dilaksanakan dengan baik. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit tergantung dari tingkat kesesuaian lahan, keunggulan bahan tanam, dan tindakan kultur teknis. Unsur kesesuaian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan dan termasuk dalam keluarga (famili) rumput berumpun (gramineaceae). Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika

Lebih terperinci

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BUDIDAYA KELAPA SAWIT KARYA ILMIAH BUDIDAYA KELAPA SAWIT Disusun oleh: LEGIMIN 11.11.5014 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Kelapa sawit merupakan komoditas yang penting karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengukuran Beban Kerja Pengukuran beban kerja meliputi dua hal yaitu beban kerja kuatitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penetapan Target

PEMBAHASAN Penetapan Target 54 PEMBAHASAN Penetapan Target Tanaman kelapa sawit siap dipanen ketika berumur 30 bulan. Apabila memasuki tahap menghasilkan, tanaman akan terus berproduksi hingga umur 25 tahun. Pada periode tanaman

Lebih terperinci

SIMULASI HUBUNGAN ANTARA FRAKSI KEMATANGAN BUAH DAN TINGGI POHON TERHADAP JUMLAH BUAH MEMBRONDOL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

SIMULASI HUBUNGAN ANTARA FRAKSI KEMATANGAN BUAH DAN TINGGI POHON TERHADAP JUMLAH BUAH MEMBRONDOL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) Jurnal Penelitian STIPAP, 2013, 4 (1) : 1-11 SIMULASI HUBUNGAN ANTARA FRAKSI KEMATANGAN BUAH DAN TINGGI POHON TERHADAP JUMLAH BUAH MEMBRONDOL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) 1 2 Mardiana

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA AKTIVITAS PEMETIKAN TEH SECARA MANUAL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN GUNUNG MAS, CISARUA, BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI

ANALISIS BEBAN KERJA PADA AKTIVITAS PEMETIKAN TEH SECARA MANUAL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN GUNUNG MAS, CISARUA, BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI ANALISIS BEBAN KERJA PADA AKTIVITAS PEMETIKAN TEH SECARA MANUAL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN GUNUNG MAS, CISARUA, BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI HENNI HELMAYANTI F14070050 MAYOR TEKNIK PERTANIAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STUDI WAKTU (TIME STUDY) PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN SARI LEMBAH SUBUR, RIAU SKRIPSI KURNIA AYU PUTRANTI F

STUDI WAKTU (TIME STUDY) PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN SARI LEMBAH SUBUR, RIAU SKRIPSI KURNIA AYU PUTRANTI F STUDI WAKTU (TIME STUDY) PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN SARI LEMBAH SUBUR, RIAU SKRIPSI KURNIA AYU PUTRANTI F14080033 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Kebutuhan Tenaga Panen

PEMBAHASAN Kebutuhan Tenaga Panen PEMBAHASAN Kebutuhan Tenaga Panen Kebutuhan tenaga panen untuk satu seksi (kadvel) panen dapat direncanakan tiap harinya berdasarkan pengamatan taksasi buah sehari sebelum blok tersebut akan dipanen. Pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dimulai dari tanggal 13 Februari 2012 sampai 12 Mei 2012 di Teluk Siak Estate (TSE) PT. Aneka Intipersada, Minamas Plantation,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN Bisnis utama PT Paya Pinang saat ini adalah industri agribisnis dengan menitikberatkan pada industri kelapa sawit diikuti dengan karet. Proses bisnis baik tanaman karet

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Produksi Tandan Buah Segar 4.1.1. Kebun Rimbo Satu Afdeling IV Hasil dari sensus pokok produktif pada tiap blok sampel di masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit 41 PEMBAHASAN Penurunan produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor tanaman, dan teknik budidaya tanaman. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki suhu inti tubuh normal sekitar 36-37 C. Suhu tubuh tersebut dapat berubah naik atau turun tergantung dari aktivitas pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Fisiologi Menurut Wikipedia Indonesia, fisiologi dari kata Yunani physis = 'alam' dan logos = 'cerita', adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia

Lebih terperinci

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN ABSTRACT

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN ABSTRACT ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN Andriani Lubis 1), Syafriandi 1), dan Tinton Tonika 2) 1) Prodi Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN JUMLAH TANDAN BUAH SEGAR DAN GRADING DI PT. SAWIT SUKSES SEJAHTERA KECAMATAN MUARA ANCALONG KABUPATEN KUTAI TIMUR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN JUMLAH TANDAN BUAH SEGAR DAN GRADING DI PT. SAWIT SUKSES SEJAHTERA KECAMATAN MUARA ANCALONG KABUPATEN KUTAI TIMUR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR KAJIAN JUMLAH TANDAN BUAH SEGAR DAN GRADING DI PT. SAWIT SUKSES SEJAHTERA KECAMATAN MUARA ANCALONG KABUPATEN KUTAI TIMUR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : BAYU SUGARA NIM. 110500079 PROGRAM STUDI BUDIDAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 3.1 Toyota Business Practice (TBP)

TINJAUAN PUSTAKA. 3.1 Toyota Business Practice (TBP) III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Toyota Business Practice (TBP) Saat sekarang ini, anggota Toyota berasal dari seluruh dunia dengan perbedaan budaya, sehingga untuk menyatukan semua anggota dibuat Toyota Way.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin ERGONOMI Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandinavia - Human (factor) engineering atau Personal

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Suryaraya Lestari 1 merupakan salah satu industri berskala besar yang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Suryaraya Lestari 1 merupakan salah satu industri berskala besar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Suryaraya Lestari 1 merupakan salah satu industri berskala besar yang memproduksi minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil : CPO). Perusahaan ini mengolah

Lebih terperinci

Produksi dan Panen Kelapa Sawit

Produksi dan Panen Kelapa Sawit Produksi dan Panen Kelapa Sawit Tujuan Memberikan Informasi Mengenai Prinsip Pelaksanaan Panen dan Mutu Tandan Buah Segar Serta Pelaksanaan Inspeksi Panen Sesuai Peraturan Perusahaan Sasaran Pada akhir

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH Pusat Kajian Hortikultura Tropika INSTITUT PERTANIAN BOGOR PROLOG SOP PEPAYA PEMBIBITAN TIPE BUAH PENYIAPAN LAHAN PENANAMAN PEMELIHARAAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Panen merupakan salah satu kegiatan yang penting pada pengelolaan

TINJAUAN PUSTAKA. Panen merupakan salah satu kegiatan yang penting pada pengelolaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Panen Kelapa Sawit Panen merupakan salah satu kegiatan yang penting pada pengelolaan tanaman kelapa sawit menghasilkan. Selain bahan tanaman dan pemeliharaan tanaman, panen juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit biasanya mulai menghasilkan buah pada umur 3-4

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit biasanya mulai menghasilkan buah pada umur 3-4 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Panen Tanaman kelapa sawit biasanya mulai menghasilkan buah pada umur 3-4 tahun. Proses pemanenan kelapa sawit meliputi kegiatan memotong tandan buah yang masak, memungut brondolan,

Lebih terperinci

ANALISIS AKTIVITAS ANGKAT BEBAN PISAU HAND PRESS

ANALISIS AKTIVITAS ANGKAT BEBAN PISAU HAND PRESS TUGAS AKHIR ANALISIS AKTIVITAS ANGKAT BEBAN PISAU HAND PRESS DITINJAU DARI ASPEK BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI (Studi Kasus di PT. Bahama Lasakka, Batur, Ceper, Klaten) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Fisiologi Fisiologi dari kata Yunani physis = 'alam' dan logos = 'cerita', adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk hidup. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan suatu produksi. Tidak sedikit proses produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan suatu produksi. Tidak sedikit proses produksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga manusia masih menjadi hal yang utama dan paling penting dalam menghasilkan suatu produksi. Tidak sedikit proses produksi yang berlangsung di perusahaan

Lebih terperinci

: panjang cm; lebar cm. Warna tangkai daun. Berat rata-rata kailan pertanaman. Daya Simpan pada suhu kamar

: panjang cm; lebar cm. Warna tangkai daun. Berat rata-rata kailan pertanaman. Daya Simpan pada suhu kamar Lampiran 1. Deskripsi Varietas kailan Varietas Tropica Sensation Asal Silsilah Golongan Varietas Umur mulai panen Tipe tanaman Tinggi tanaman Bentuk batang Diameter batang Warna batang Bentuk daun Tepi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai November 2009 di PTP Nusantara VI pada unit usaha Rimbo Satu Afdeling IV (Gambar Lampiran 5), Rimbo Dua Afdeling

Lebih terperinci

MATERI PEMBELAJARAN MANAJEMEN PANEN DAN PASCA PANEN KELAPA SAWIT

MATERI PEMBELAJARAN MANAJEMEN PANEN DAN PASCA PANEN KELAPA SAWIT MATERI PEMBELAJARAN MANAJEMEN PANEN DAN PASCA PANEN KELAPA SAWIT Tujuan manajemen budidaya kelapa sawit adalah untuk menghasilkan produksi kelapa sawit yang maksimal per hektar areal dengan biaya produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

Ergonomi dan K3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016

Ergonomi dan K3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016 Ergonomi dan K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016 Review Kecelakaan Kerja EVENT LOSS UNWANTED What is ergonomics Apa itu Ergonomi? Berasal dari kata Yunani ergon yang berarti kerja dan

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar -6. Modul 4: Konsumsi Energi. Ir. MUH. ARIF LATAR, MSc. Modul-4, data M Arief Latar

Kegiatan Belajar -6. Modul 4: Konsumsi Energi. Ir. MUH. ARIF LATAR, MSc. Modul-4, data M Arief Latar Kegiatan Belajar -6 Modul 4: Konsumsi Energi Ir. MUH. ARIF LATAR, MSc Modul-4, data M Arief Latar 1 I. PENDAHULUAN Modul-4, data M Arief Latar 2 Pengantar Jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan otot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan pengetahuan dan teknologi dibidang peternakan. Sapi Bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kelapa sawit Kelapa sawit merupakan tanaman multiguna. Tanaman ini mulai banyak menggantikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) I. SYARAT PERTUMBUHAN 1.1. Iklim Lama penyinaran matahari rata rata 5 7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500 4.000 mm. Temperatur optimal 24 280C. Ketinggian tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Dan Morfologi Kelapa Sawit 1. Akar Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut. Akar pertama yang muncul dari biji yang berkecambah disebut radikula

Lebih terperinci

Produktivitas Optimal PENDAHULUAN 13/07/2017 PT PADASA ENAM UTAMA. Bahan Tanaman. Manajemen Kebun. Oleh: Lambok Siahaan.

Produktivitas Optimal PENDAHULUAN 13/07/2017 PT PADASA ENAM UTAMA. Bahan Tanaman. Manajemen Kebun. Oleh: Lambok Siahaan. IMPLEMENTASI BEST MANAGEMENT PRACTICES (BMP) MELALUI PEMELIHARAAN KESEHATAN TANAH SEBAGAI BAGIAN DARI PENGELOLAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN Oleh: Lambok Siahaan PT PADASA ENAM UTAMA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Produktivitas Produktivitas mengandung pengertian perbandingan hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Menurut Dewan Produktivitas Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci