UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 18 JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AULIA FARKHANI, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 i

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 18 JANUARI 2013 TUGAS UMUM PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker AULIA FARKHANI, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan ini diajukan oleh: Nama : Aulia Farkhani, S.Farm NPM : Program studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 18 Januari 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi. DEWAN PENGUJI DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Desko Irianto, SH., MH. ( ) Pembimbing II : Dr. Abdul Mun im, M.Si ( ) Penguji I :... ( ) Penguji II :... ( ) Penguji III :... ( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 2 Juli 2013 iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas kehendak-nya sehingga proses praktek kerja profesi apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direkterat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI hingga penulisan laporan ini dapat berjalan lancar. Segala sesuatu yang terjadi dan akan terjadi dalam hidup ini benar-benar luar biasa, dan menunjukkan kebesaran-mu. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Selaku Dekan Fakultas Farmasi. 2. Dr. Harmita, Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 3. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D, selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 4. Dra. Dettie Yuliati, Apt, MSi, selaku Direktur Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan RI. 5. Dr. Abdul Mun im MS, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan bimbingan penulis dalam penyusunan laporan ini. 6. Desko Irianto, SH, MH, selaku Kepala Subbagian Tata usaha Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dan pembimbing penulis dalam penyusunan laporan ini. 7. dr. Zorni Fadia, selaku Kepala Subdirektorat Standardisasi; Dra. Dara Amalia, Apt, MM, selaku Kepala Subdirektorat Farmasi Komunitas; Drs. Elon Sirait, Apt, Ms.Sc.PH, selaku Kepala Subdirektorat Farmasi Klinik dan iv

5 Drs. Hidayanti Mas ud, MM, selaku Kepala Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. 8. Seluruh staf Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemeterian Kesehatan RI. 9. Seluruh staf pengajar dan Tata Usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi, yang telah membantu selama masa kuliah maupun penyusunan laporan ini. 10. Ibu, ayah, adik-adik penulis, atas cinta dan dukungan yang tiada habishabisnya serta do a yang teriring selama ini 11. Rekan-rekan apoteker UI angkatan LXXVI, kalian semua yang telah berbagi suka, duka dan kebersamaannya selama ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dan dapat memacu penulis untuk berkarya lebih baik dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan bagi semua pihak. Penulis, 2013 v

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Aulia Farkhani, S.Farm NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas laporan praktek kerja saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 18 Januari 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/ format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di: Depok Pada tanggal: 2 Juli 2013 Yang menyatakan (Aulia Farkhani) vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Dasar Hukum Visi dan Misi Nilai nilai Kementerian Kesehatan Susunan Organisasi Fungsi Organisasi Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan Strategi Kewenangan Tinjauan Umum Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sejarah Tugas dan Fungsi Tujuan Sasaran dan Indikator Kegiatan, Luaran, dan Indikator Pencapaian Luaran Susunan Organisasi BAB 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Tugas dan Fungsi Sasaran Kebijakan Struktur Organisasi Kegiatan BAB 4. PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN BAB 5. PEMBAHASAN BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Hal vii

8 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lampiran 5. Struktur Organisasi Bina Pelayanan Kefarmasian Lampiran 6. Struktur Organisasi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Hal ix

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar setiap individu dan semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dengan melakukan upaya kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan masyarakat (Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan). Permasalahan yang saat ini dihadapi Indonesia dalam penyelenggaraan kesehatan adalah ketidakseimbangan peningkatan antara biaya dan mutu pelayanan kesehatan yang pada akhirnya turut mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Permasalahan ini disebabkan antara lain oleh perkembangan teknologi kedokteran dan obat-obatan, pemberian pelayanan kesehatan yang tidak rasional, adanya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlebihan serta kurangnya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia (PT. ASKES, 2010). Upaya pembangunan kesehatan di Indonesia perlu terus dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan ini, termasuk peningkatan pelayanan kefarmasian. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki peran yang besar dalam upaya pembangunan kesehatan yakni melalui perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. Salah satu Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Kesehatan yang berperan dalam upaya peningkatan pelayanan kefarmasian adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) (Kementerian Kesehatan, 2011). Upaya peningkatan pelayanan kefarmasian di Indonesia bukan hanya merupakan tugas dan peran dari pemerintah, khususnya Ditjen Binfar Alkes, namun juga membutuhkan koordinasi dari berbagai pihak, antara lain Apoteker dan masyarakat. Apoteker dalam hal ini berperan mewujudkan pelayanan kefarmasian yang ideal dengan melakukan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien (patient oriented) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Pelayanan kefarmasian yang dapat dilakukan berupa pelayanan informasi obat, 1

11 2 konseling, dan penyuluhan kepada masyarakat secara umum dan pasien secara khusus. Pelayanan kefarmasian yang ideal dan merata di seluruh wilayah Indonesia perlu didukung dengan adanya suatu standar dan kebijakan. Perumusan standar dan kebijakan tersebut merupakan peran dari Ditjen Binfar Alkes, yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, standar dan kebijakan yang telah disusun tidak dapat berfungsi dengan optimal jika pelaksana pelayanan kefarmasian tidak memahami standar dan kebijakan tersebut dengan baik. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Tujuan diselenggarakannya PKPA ini agar para mahasiswa apoteker dapat mengetahui dan memahami peran, tugas, dan fungsi dari Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Selain itu, diharapkan mahasiswa apoteker juga mengetahui, mempelajari, dan memahami kebijakan-kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur, dan bimbingan teknis serta evaluasi di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tujuan Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah sebagai berikut: a. Mengenal dan memahami struktur organisasi, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara umum. b. Mengenal dan memahami struktur organisasi, tugas dan fungsi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. c. Mengetahui dan memahami peran apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, khususnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. d. Mengetahui permasalahan yang terdapat di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, khususnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.

12 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan RI merupakan lembaga pemerintahan yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada presiden, serta dipimpin oleh seorang Menteri. Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan dibidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelengarakan pemerintahan negara (Kementerian Kesehatan, 2010b) Dasar Hukum a. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.47 Tahun 2009 Nomor 144 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. b. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisai, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Visi dan Misi Visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan ditempuh melalui misi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010a): a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. 3

13 Nilai-Nilai Kementerian Kesehatan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK 03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun , guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.

14 Susunan Organisasi Berdasarkan Peratuan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/ MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, maka susunan organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan u. Pusat Kesehatan Haji Fungsi Organisasi Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2011):

15 6 a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan Sasaran strategi dalam pembangunan kesehatan tahun , yaitu: a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular. c. Menurunnya disparitas statur kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Terpencil, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DPTK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular h. Seluruh Kabupaten/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Strategi Dalam rangka mewujudkan visi dan misi maka disusun strategi untuk mencapai visi dan misi tersebut. Adapun strategi yang disusun oleh Kementerian Kesehatan RI antara lain : 1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. 2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya preventif.

16 7 3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial nasional. 4. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. 5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. 6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya guna dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab Kewenangan Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi sebagaimana yang telah disebutkan, Kementerian Kesehatan RI memiliki kewenangan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, n.d.): 1. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro. 2. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan. 3. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan. 4. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan. 5. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidang kesehatan. 6. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan. 7. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan. 8. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan. 9. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan. 10. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan. 11. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan.

17 8 12. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak. 13. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. 14. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan. 15. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan. 16. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan. 17. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi. 18. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan. 19. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular, dan kejadian luar biasa. 20. Penyediaan obat essensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essensial (stok penyangga nasional). Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu, serta pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan Tinjauan Umum Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan satuan pelaksana kegiatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbentuk berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Sejarah Pada tahun 2001, sehubungan dengan perubahan organisasi pemerintahan Republik Indonesia, dikeluarkanlah Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata

18 9 Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen. Keputusan Presiden tersebut menjadi dasar pembentukan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai lembaga pemerintah non departemen, yang sebelumnya merupakan salah satu Direktorat Jenderal dalam Departemen Kesehatan. Dengan demikian, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dikeluarkan dari struktur organisasi Departemen/Kementerian Kesehatan, dan resmi berdiri sebagai Badan Pengawas Obat dan Makanan yang langsung berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Sementara itu, tanggung jawab mengenai perumusan serta pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dengan membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes). Pada tahun 2005, Kementerian Kesehatan memperbarui susunan organisasinya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1575/Menkes/PER/ XI/2005. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan berubah nama menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Pada tahun 2010, susunan organisasi Kementerian Kesehatan diperbarui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menjalankan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2011): 1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

19 10 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tujuan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2011): 1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kefarmasian. 2. Terlindungnya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan. 3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang professional Sasaran dan Indikator Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Kegiatan, Luaran, dan Indikator Pencapaian Luaran (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan beserta dengan luaran dan indikator pencapaian luaran pada tahun 2014 dalam mendukung pencapaian sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan, yakni: 1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Luaran: meningkatnya ketersediaan obat Essensial Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar. Indikator pencapaian luaran:

20 11 a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. b. Persentase obat yang memenuhi standar, cukup dan terjangkau sebesar 95%. c. Ketersediaan obat per kapita per tahun di sarana pelayanan kesehatan dasar sebesar Rp per kapita. d. Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 80%. 2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) Luaran: meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Indikator pencapaian luaran: a. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 80%. b. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 70%. c. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%. 3. Peningkatan pelayanan kefarmasian Luaran: meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. Indikator pencapaian luaran: a. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 50%. b. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 30%. c. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan sebesar 70%. 4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian Luaran: a. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu produksi dan distribusi kefarmasian.

21 12 b. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian. c. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri. Indikator pencapaian luaran: a. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri sebanyak 45 jenis. b. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi sebanyak 10 standar. c. Jumlah industri farmasi nasional memperoleh prakualifikasi WHO untuk produk obat program sebanyak 3 industri. 5. Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program kefarmasian dan alat kesehatan Luaran: meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program kefarmasian dan alat kesehatan. Indikator pencapaian: a. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan (sesuai usulan, pemenuhan kebutuhan sumberdaya manusia dan prasarana, pertanggung jawaban keuangan yang sesuai SAI, dan peraturan per-uu) sebesar 100%. b. Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di daerah dalam rangka dekonsentrasi sebesar 100% Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal sendiri merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, serta dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Sekretariat Direktorat Jenderal. 2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. 4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

22 Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran. 2. Pengelolaan data dan informasi. 3. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan hubungan masyarakat. 4. Pengelolaan urusan keuangan. 5. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan. 6. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Bagian Program dan Informasi a. Subbagian Program b. Subbagian Data dan Informasi c. Subbagian Evaluasi dan Pelaporan 2. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat a. Subbagian Hukum b. Subbagian Organisasi c. Subbagian Hubungan Masyarakat 3. Bagian Keuangan a. Subbagian Anggaran b. Subbagian Perbendaharaan c. Subbagian Verifikasi dan Akuntansi 4. Bagian Kepegawaian dan Umum a. Subbagian Kepegawaian b. Subbagian Tata Usaha dan Gaji c. Subbagian Rumah Tangga 5. Kelompok Jabatan Fungsional

23 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, di antaranya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. 2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. 3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyiapan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. 5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat a. Seksi Analisis Harga Obat b. Seksi Standardisasi Harga Obat 2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

24 15 3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a. Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 5. Subbagian Tata Usaha 6. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. 2. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. 3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. 5. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Subdirektorat Standardisasi a. Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian

25 16 b. Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional 2. Subdirektorat Farmasi Komunitas a. Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas 3. Subdirektorat Farmasi Klinik a. Seksi Pelayanan Farmasi Klinis b. Seksi Pemantaun dan Evaluasi Farmasi Klinik 4. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional a. Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional 5. Subbagian Tata Usaha 6. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Drektorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

26 17 5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan a. Seksi Alat Kesehatan Elektromedik b. Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik 2. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga a. Seksi Produk Diagnostik Invitro b. Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 3. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga a. Seksi Inspeksi Produk b. Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi 4. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi a. Seksi Standardisasi Produk b. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi 5. Subbagian Tata Usaha 6. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011): 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

27 18 2. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 5. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 6. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri atas: 1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi 2. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan a. Seksi Standardisasi Produksi Kosmetika dan Makanan b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika 3. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus 4. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat a. Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat b. Seksi Kerjasama 5. Subbagian Tata Usaha 6. Kelompok Jabatan Fungsional

28 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbentuk berdasar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 (Kementerian Kesehatan, 2011; Kementerian Kesehatan, 2005) Tugas dan Fungsi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 568, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 568, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelengarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 19

29 Sasaran Kebijakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran hasil Program Kefamasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah meningkatkan pelayanan kefarmasian. Luaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. Indikator dari pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah: a. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 50%. b. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 30%. c. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan sebesar 70% Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan disebutkan bahwa Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian berada di bawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Struktur organinasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Standardisasi b. Subdirektorat Farmasi Komunitas c. Subdirektorat Farmasi Klinik d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional e. Subbagian Tata Usaha f. Kelompok Jabatan Fungsional

30 21 Tiap subdirektorat dan subbagian dipimpin oleh seorang kepala subdirektorat dan kepala subbagian untuk bagian Tata Usaha. Setiap subdirektorat memiliki dua seksi yang dipimpin oleh kepala seksi dan setiap subdirektorat membawahi empat staff untuk melaksanakan tugas dan fungsinya Subdirektorat Standardisasi Subdirektorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Standardisasi menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2011) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Subdirektorat Standardisasi terdiri dari Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian dan Seksi Standadisasi Penggunaan Obat Rasional. a. Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian Tugas Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pelayanan kefarmasian. b. Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional Tugas Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penggunaan obat rasional Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat Farmasi Komunitas mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di

31 22 bidang farmasi komunitas. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Farmasi Komunitas menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2011) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi komunitas. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang farmasi komunitas. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi komunitas. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas. a. Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas Tugas Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang farmasi komunitas. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas Tugas Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas adalah melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Farmasi Klinik menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2011): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi klinik. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang farmasi klinik. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi klinik. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik.

32 23 Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas Seksi Pelayanan Farmasi Klinik dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik. a. Seksi Pelayanan Farmasi Klinik Tugas Seksi Pelayanan Farmasi Klinik adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang farmasi klinik. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik Tugas Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik adalah melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi klinik Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional memiliki tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2011): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penggunaan obat rasional. b. Penyiapan bahan bimbingan teknis promosi dan pemberdayaan masyarakat di bidang penggunaan obat rasional. c. Penyiapan bahan pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional terdiri atas Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional. a. Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis promosi dan pemberdayaan masyarakat di bidang penggunaan obat rasional. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional

33 24 Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional Kegiatan Kegiatan umum 1. Layanan Perkantoran: Administrasi Kegiatan dan Administrasi Perkantoran. 2. Koordinasi kerja lintas sektor dalam rangka sosialisasi NSPK, program dan pendamping dalam bidang pelayanan kefarmasian tahun Pencetakan buku pedoman, standar, dan peraturan pelayanan kefarmasian. 4. Advokasi implementasi kebijakan, pedoman, dan standar. 5. Pengembangan konsep joint training antara Apoteker, Dokter, Perawat, dan TTK. 6. Dokumen kinerja: Penyusunan laporan tahunan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2012, Penyusunan laporan akuntabilitas kinerja pemerintahan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2012, dan Penataan berkas dan penyusunan arsip Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun Dokumen perencanaan dan pengelolaan anggaran: Penyusunan program dan rencana kerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2013 dan Penyusunan RKAKL dan DIPA tahun Laporan manajemen keuangan dan kekayaan Negara: Penyusunan laporan BMN Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2012 dan Penyusunan laporan keuangan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun Peningkatan kemampuan SDM Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 10. Peningkatan kapasitas dan kerjasama dalam negeri. 11. Peningkatan kapasitas dan kerjasama luar negeri. 12. Koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kefarmasian. 13. Rapat koordinasi teknis Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. 14. Optimalisasi sistem pelaporan menggunakan software. 15. Pengembangan kelembagaan.

34 Kajian kebutuhan biaya obat dalam sistem Jaminan Kesehatan (APBN-P). 17. Kajian farmakoekonomi dalam sarana pelayanan kesehatan (APBN-P) Kegiatan Direktorat Farmasi Komunitas 1. Revisi peraturan Apotek 2. Revisi Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek 3. Monitoring pelayanan kefarmasian di Komunitas 4. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di PUSKESMAS Perawatan di Wilayah Barat 5. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di PUSKESMAS Perawatan di Wilayah Tengah 6. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di PUSKESMAS Perawatan di Wilayah Timur Kegiatan Direktorat Farmasi Klinik 1. Penyusunan Standar Pelayanan Kefarmasian di Klinik 2. Monitoring pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit 3. Bimtek pelayan kefarmasian di Rumah Sakit 4. Peningkatan kemampuan SDM IFRS dalam rangka Akreditasi Standar Rumah Sakit versi Pembekalan SDM IFRS dalam rangka pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit 6. TOT pelayanan kefarmasian di ICU 7. Workshop peningkatan peran IFRS dalam SJSN (APBN-P) 8. Workshop peningkatan peran IFRS dalam SJSN tahan II (APBN-P) Kegiatan Direktorat Penggunaan Obat Rasional 1. Integrasi sistem pelaporan pelayanan kefarmasian untuk menerapkan penggunaan obat rasional 2. Revisi modul penggerakan POR 3. Workshop penggunaan Antibiotik yang rasional 4. Konsinyasi kebijakan POR 5. Penyebaran informasi penggunaan obat rasional dan obat generik 6. Penerapan CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) dalam rangka pemberdayaan masyarakat (APBN-P)

35 26 7. Penyebaran informasi POR dan OG (APBN-P) Kegiatan Direktorat Standardisasi 1. Finalisasi Formularium Jamkesmas 2. Penyusunan Pedoman Penggunaan Antibiotik 3. Studi sistem Jaminan Kesehatan terkait obat (APBN-P)

36 BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) angkatan LXXVI di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia diselenggarakan pada tanggal 7-18 Januari Hari pertama kegiatan PKPA diawali dengan acara penyambutan dan perkenalan antara Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dengan mahasiswa program profesi apoteker UI, yang diadakan di ruang 805 lantai 8 blok A gedung lama Kementerian Kesehatan, yang merupakan ruang rapat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada pukul WIB. Pihak Direktorat Jenderal Bina Kefamasian dan Alat Kesehatan diwakili oleh Bapak Kamit Waluyo, SH yang menjabat sebagai Kasubag Kepegawaian. Selain itu, pertemuan juga dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing direktorat yang ada di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pada kesempatan ini, semua mahasiswa peserta PKPA mendapatkan pengarahan dan pembekalan untuk dapat menjalankan tugasnya selama PKPA dengan baik. Materi yang diberikan pada pembekalan ini adalah penjelasan umum mengenai Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Penjelasan yang diberikan meliputi penjelasan mengenai visi, misi, nilai, tugas dan fungsi serta susunan organisasi. Selain penjelasan umum yang diberikan oleh Bapak Kamit Waluyo, SH., mahasiswa peserta PKPA juga diberikan pembekalan tambahan dan diskusi oleh Ibu Dra. Nur Ratih P., Apt., Msi. selaku Kepala Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Selanjutnya, mahasiswa dibagi ke dalam empat kelompok besar yang terdiri dari 8-9 orang masing-masing kelompok, sesuai dengan sejumlah Direktorat yang ada dalam Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kelompok mahasisiwa yang ditempatkan di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian melanjutkan kegiatan dengan pengarahan awal dan kunjungan ke Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di ruang 806 dan 807. Kegiatan ini dibimbing oleh Bapak Desko Irianto, S.H. selaku Kasubag Tata Usaha. Mahasiswa diperkenalkan dengan para Kepala Subdirektorat dan staf 27

37 28 yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Setelah perkenalan, kegiatan PKPA dilanjutkan dengan pemberian materi oleh masing-masing subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pemberian materi dan diskusi mengenai Subdirektorat Farmasi Komunitas diberikan oleh Ibu Dra. Dara Amelia, Apt., M.M. selaku Kepala Subdirektorat Farmasi Komunitas. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan pemberian materi dan diskusi tentang Subdirektorat Farmasi Klinis selaku Kepala Subdirektorat Farmasi Klinis. Pemberian materi dan diskusi tentang Subdirektorat Standardisasi diberikan oleh ibu dr. Zorni Fadia selaku Kepala Subdirektorat Standardisasi. Mahasiswa peserta PKPA diberikan tugas khusus oleh subdirektorat yang terdapat di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Kelompok I mendapatkan tugas khusus yang berkaitan dengan Subdirektorat Standardisasi mengenai pengkajian usulan obat untuk revisi Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) Kelompok II mendapatkan tugas khusus dari Subdirektorat Farmasi Komunitas untuk membuat rancangan pedoman pelayanan informasi obat dan perbandingan pelayanan informasi obat di Indonesia dengan negara Australia, Singapura, dan Thailand. Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian berlangsung selama dua minggu. Pada Minggu pertama, kegiatan difokuskan pada penyelesaian laporan tugas umum kegiatan PKPA. Pembuatan laporan tugas umum berdasarkan kegiatan dan informasi yang didapatkan di setiap subdirektorat di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Sementara itu, pada minggu kedua, peserta PKPA diberi kesempatan untuk menyelesaikan laporan tugas khusus yang diberikan oleh subdirektorat Farmasi Komunitas dan subdirektorat Standardisasi. Pada minggu kedua ini, mahasiswa diberi kesempatan untuk mendapatkan informasi lengkap dan berdiskusi dengan pembimbing dan para staf Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Penyusunan laporan tugas umum dan tugas khusus dilakukan dengan menggunakan metode studi literatur dan diskusi. Pencarian informasi melalui penelusuran literatur untuk tugas umum dilakukan dengan merujuk pada buku profil Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, peraturan, kebijakan dan undang-undang yang disediakan oleh Direktorat Bina Pelayanan

38 29 Kefarmasian. Informasi juga didapatkan dari pemberian materi dan diskusi dengan pembimbing dan Kepala Subdirektorat. Penyusunan laporan tugas khusus juga dilakukan dengan mengkaji literatur-literatur khusus yang terkait dengan tema yang diberikan serta melalui diskusi intensif dengan pembimbing masingmasing.

39 BAB 5 PEMBAHASAN Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu bagian dari Kementerian Kesehatan yang membantu Kementerian Kesehatan untuk melaksanakan tugasnya dengan cara merumuskan serta melaksanakan kebjakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari 4 Direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian (Ditbinyanfar). Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dibentuk berdasarkan Permenkes No.1144/MENKES/PER/VIII/2010. Direktorat ini terdiri dari 43 personil (14 struktural dan 29 staf). Jabatan struktural terdiri dari Direktur, 4 Kepala Subdirektorat, Kepala Subbagian Tata Usaha dan 8 Kepala Seksi. Jam operasional dimulai pukul WIB dari Senin hingga Kamis, kecuali hari Jumat hingga pukul Staf terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan. Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan memiliki kebijakan, salah satunya adalah terwujudnya peningkatan pelayanan di bidang kefarmasian melalui program-program yang dilakukan. Fokus Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dalam kebijakan ini adalah pelayanan klinik dan komunitas. Salah satu tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yaitu penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) serta pedoman di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Penyusunan NSPK harus selalu mengikuti perkembangan ilmu kesehatan. Oleh karena itu, pendidikan berkelanjutan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan setiap pegawai. Pendidikan berkelanjutan dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan yang berkoordinasi dengan negara-negara lain yang lebih berkembang dalam pelayanan kefarmasian. Tugas lainnya adalah penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi. Kegiatan terkait pelaksanaan tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang telah dilakukan pada tahun 2012 adalah: 30

40 31 Koordinasi kerja lintas sektor dalam rangka sosialisasi NSPK, program dan pendamping dalam bidang pelayanan kefarmasian tahun Pencetakan buku pedoman, standar, dan peraturan pelayanan kefarmasian. Advokasi implementasi kebijakan, pedoman, dan standar. Pengembangan konsep joint training antara Apoteker, Dokter, Perawat, dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Integrasi sistem pelaporan pelayanan kefarmasian untuk menerapkan penggunaan obat rasional (POR). Revisi modul penggerakan POR. Workshop penggunaan antibiotik yang rasional. Finalisasi formularium Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Penyusunan Pedoman Penggunaan Antibiotik. Workshop Pengembangan Formularium Nasional (Fornas). Revisi Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Revisi Peraturan Apotek. Kegiatan yang telah disebutkan di atas dapat dikelompokkan menjadi kegiatan umum dan khusus. Kegiatan dan pembinaan yang secara umum dilakukan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, peningkatan kapasitas dan kerjasama dalam dan luar negeri, koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, rapat koordinasi teknis Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, pengawasan pelayanan kefarmasian di komunitas dan rumah sakit. Kegiatan pembinaan dan kerjasama dalam negeri dilakukan melalui peningkatan kapasitas SDM Ditbinyanfar dengan mengikuti seminar, pelatihan dan workshop di dalam negeri. Sedangkan kegiatan rapat koordinasi teknis Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dilakukan bersama dengan Dinas Kesehatan di 33 provinsi yang membahas tentang implementasi dan sosialisasi kebijakan, pedoman dan standar ditbinyanfar. Dan untuk kegiatan pengawasan pelayanan kefarmasian di komunitas dan rumah sakit dilakukan terhadap rumah sakit, apotek dan puskesmas di 18 provinsi. Kegiatan khusus yang dilakukan oleh setiap Subdirektorat (Subdit) yakni:

41 32 1) Subdit Farmasi Komunitas melakukan kegiatan dan pembinaan, salah satunya adalah percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Indonesia. Kegiatan tersebut yakni pelatihan dan sosialisasi ke tenaga kesehatan di puskesmas di tiga bagian wilayah Indonesia. 2) Subdit Farmasi Klinik melakukan kegiatan bimbingan teknis pelayanan kefarmasian di rumah sakit terutama rumah sakit daerah. Peningkatan kemampuan SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dilakukan melalui pelatihan kepada SDM IFRS dalam rangka akreditasi standar rumah sakit tahun Training of Trainers (TOT) Kefarmasian di ICU dilakukan untuk melatih tenaga kesehatan mengenai pelayanan kefarmasian yang dilakukan di ICU. 3) Subdit Standardisasi melakukan kegiatan studi sistem jaminan kesehatan terkait obat berupa advokasi peningkatan kepercayaan prescriber dalam penggunaan obat generik dan workshop pengembangan formularium nasional. Workshop Pengembangan Formularium Nasional dilakukan dengan sosialisasi dan pertemuan antar tim ahli dan perwakilan instansi terkait. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) antara lain studi sistem jaminan kesehatan terkait obat dengan melakukan studi banding ke dalam dan luar negeri serta workshop peningkatan peran IFRS yang berupa pelatihan tenaga kesehatan di IFRS dalam menghadapi SJSN. 4) Subdit Penggunaan Obat Rasional (POR) melakukan kegiatan yang bersifat internal dan eksternal. Salah satu kegiatan internal adalah konsinyasi kebijakan POR. Sedangkan, kegiatan Subdit POR yang berhubungan dengan publik (eksternal) adalah sosialisasi kebijakan POR berupa penyebaran informasi penggunaan obat rasional dan obat generik melalui media promosi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan. Penerapan Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) dalam rangka pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan pelatihan dan sosialisasi mengenai POR kepada tenaga kesehatan, kader, dan Dinas Kesehatan daerah yang dilakukan oleh Ditbinyanfar. Koordinasi yang dilakukan dalam setiap Subdit di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sudah cukup baik. Terbukti dengan dilakukannya kegiatan yang sifatnya saling mendukung, contohnya pada kegiatan yang

42 33 berkaitan dengan kebijakan penggunaan obat yang rasional yang dikerjakan oleh Subdit POR dan didukung dengan adanya formularium dan standar yang disusun oleh Subdit Standardisasi. Adanya koordinasi yang baik dalam penentuan kebijakan dapat menghasilkan suatu sistem kebijakan yang juga baik. Namun, sistem yang baik belum tentu dapat mengatasi permasalahan kesehatan di Indonesia, hal ini dikarenakan implementasi sistem kebijakan yang belum baik. Kendala dan tantangan yang masih dihadapi dalam proses implentasi di antaranya adalah : Masih kurangnya tindak lanjut dari NSPK yang telah ada, Masih kurangnya kesadaran dan komitmen pengguna/ sasaran dalam menerapkan NSPK yang ada, dan Masih kurangnya sosialisasi secara berkesinambungan kepada pengguna dan stake holder terkait Selama menjalani kegiatan PKPA di Direktorat Pelayanan Kefarmasian selama dua minggu, kami menemukan beberapa permasalahan terkait kurangnya sosialisasi. Permasalahan tersebut antara lain kurang baiknya upaya distribusi/penyebaran buku pedoman yang telah dicetak. Sejumlah besar eksemplar buku pedoman yang telah dicetak belum terdistribusi ke daerah-daerah dan fasilitas kesehatan yang menjadi sasaran dikarenakan dana distribusi yang terbatas. Buku-buku pedoman tersebut masih tersimpan dan tersegel di ruang rapat dan tidak didistribusikan meskipun sudah dicetak sejak tahun Bukubuku tersebut antara lain, buku Pedoman Interpretasi Data Klinik dan Buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik. Padahal buku pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Hal ini sangat disayangkan, mengingat upaya yang telah dilakukan untuk menyusun buku pedoman tersebut cukup menghabiskan sumber daya dan melibatkan tim ahli dari beberapa kalangan, seperti praktisi kesehatan, akademisi, dan perwakilan dari dinas kesehatan daerah. Anggaran cukup besar yang telah dikeluarkan untuk menyusun dan mencetak buku pedoman tersebut menjadi kurang bermanfaat karena buku pedoman tersebut tidak sampai ke daerah-daerah dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diterapkan sebagai standar/pedoman pelayanan kepada

43 34 masyarakat. Meskipun tersedia dalam bentuk elektronik, namun di Indonesia masih terdapat tempat yang sulit untuk mendapat akses internet. Akibatnya, pedoman yang telah disusun tidak dapat diaplikasikan langsung kepada masyarakat dan pada akhirnya mutu pelayanan kefarmasian menjadi tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebaiknya, produk-produk Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat lebih disebarluaskan ke pelayanan kesehatan dan masyarakat serta tenaga kesehatan, khususnya apoteker, sehingga akan lebih bermanfaat. Melalui distribusi yang lebih merata, diharapkan apoteker dapat melakukan pelayanan sesuai peraturan yang berlaku. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian memiliki website resmi yang tertaut dengan website resmi dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan alamat binfar.depkes.go.id. Website ini berfungsi untuk menginformasikan kebijakan, peraturan yang telah dibuat serta kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Di website ini juga pengunjung dapat mengunduh pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, buku hingga format pelaporan yang telah dibuat Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Website sangat berguna dalam mensosialisasikan kebijakan-kebijakan dan produk-produk yang telah dihasilkan oleh Direktorat Pelayanan Kefarmasian dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Namun, selama pelaksanaan PKPA kami menemukan bahwa pengelolaan website dan layanan informasi kurang baik. Website resmi Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yaitu binfar.depkes.go.id kurang terkelola dengan baik dan informasi yang terdapat di dalamnya kurang up to date (terkini). Beberapa link (tautan) yang ada tidak bisa terbuka dan terhubung, termasuk tautan ke Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Di samping itu, layanan interaktif juga tidak berfungsi dengan baik. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya komentar pengunjung website yang mengeluhkan tidak terkelolanya website dan tidak adanya tanggapan atas yang telah mereka kirim. Permasalahan ini tentunya sangat disayangkan dan dapat menjadi titik kekurangan dari pelayanan Dirjen Binfar Alkes kepada masyarakat. Beberapa alasan yang mungkin menjadi

44 35 penyebabnya adalah kurangnya jumlah tenaga profesional yang khusus mengelola website dan kurangnya kemampuan dari personil pengelola website. Upaya-upaya perbaikan harus dilakukan oleh Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada khususnya dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada umumnya untuk meningkatkan kualitas kinerja dan pencapaian hasilnya. Program pendistribusian buku-buku pedoman yang telah disusun dan dicetak harus diperbaiki agar buku-buku pedoman dapat sampai ke masyarakat di daerah untuk diimplementasikan. Beberapa hal yang dapat dilakukan misalnya dengan bekerja sama dengan PT Pos Indonesia dalam penyebarluasan buku-buku pedoman agar dapat terdistribusi secara merata dan menjangkau daerah-daerah. Dalam pendistribusian buku-buku pedoman ini tentunya juga harus bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memastikan buku-buku pedoman tersebut dapat sampai ke sarana-sarana pelayanan kesehatan yang membutuhkan di daerah. Upaya perbaikan pengelolaan website dan juga harus dilakukan, sebab website merupakan pintu gerbang utama informasi yang mudah diakses oleh masyarakat, sedangkan merupakan sarana komunikasi dengan masyarakat. Website sangat berguna dalam mensosialisasikan kebijakan-kebijakan dan produk-produk yang telah dihasilkan oleh Direktorat Pelayanan Kefarmasian dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sebaiknya perlu ditunjuk tim atau pegawai khusus yang berkompeten di bidangnya untuk bertugas mengelola website dan . Website dan yang terkelola dengan baik juga bisa dimanfaatkan untuk mendistribusikan buku-buku pedoman dalam bentuk file digital (pdf), sehingga masyarakat dapat dengan mudah memperoleh buku-buku pedoman yang telah disusun oleh Direktorat Pelayanan Kefarmasian.

45 36 BAB 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan a. Peran apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai tenaga profesional kefarmasian yang sesuai dengan kompetensinya memiliki kemampuan untuk menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria serta program untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di komunitas dan klinik berasaskan pada penggunaan obat yang rasional. b. Permasalahan yang ditemukan selama menjalani PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah kurang baiknya upaya distribusi buku pedoman yang telah dicetak ke daerah-daerah dan fasilitas kesehatan yang menjadi sasaran dikarenakan dana distribusi yang terbatas. Permasalahan lain adalah kurang baiknya pengelolaan website dan layanan informas. Hal yang mungkin menjadi penyebabnya adalah kurangnya jumlah tenaga profesional yang khusus mengelola website dan kurangnya kemampuan dari personil pengelola website Saran a. Kegiatan PKPA di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama agar mahasiswa peserta PKPA mendapatkan bekal pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak dan lebih mendalam. b. Mahasiswa PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan sebaiknya diberikan kesempatan untuk lebih terlibat dalam pelaksanaan kegiatan keseharian di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. c. Upaya sosialiasi dan penyebarluasan produk dan kebijakan yang dihasilkan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sebaiknya lebih ditingkatkan, misalnya melalui penerbitan buku, leaflet, poster, dan website agar dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi Apoteker pada khususnya dan

46 37 masyarakat pada umumnya. Peningkatan sosialisasi dan penyebarluasan produk dapat dilakukan dengan mengirimkan produk (berupa buku) melalui agen-agen pengiriman barang (salah satunya adalah dengan bekerja sama dengan PT. Pos Indonesia), memantau upaya penyebarluasan produk dan kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi/ Kabupaten/ Kota setempat, dan mengelola website dan dengan baik oleh tenaga khusus dan selalu dilengkapi berita-berita dan issue-issue terkini, serta dapat juga dimanfaatkan untuk mendistribusikan buku-buku pedoman dalam bentuk file digital (pdf). Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan website dan antara lain adalah menambah jumlah tenaga pengelola website dan serta mengadakan pelatihan terkait teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan tenaga pengelola website dan . d. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dalam meningkatkan sosialisasi kebijakan serta berita terbaru terkait kesehatan, khususnya bidang farmasi, adalah dengan membuat account resmi di media sosial seperti facebook dan twitter.

47 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2012). Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (n.d.). Tupoksi. Januari 8, Menteri Kesehatan RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. PT. ASKES. (2010). DPHO: Pelayanan Obat Terbaik bagi Peserta dalam Info Askes. Jakarta: PT. Media Citra Solusi Komunikasi. Presiden RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.Jakarta: 38

48 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan 39

49 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN 40

50 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sekretariat Direktorat Jenderal Bagian Program dan Informasi Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat Bagian Keuangan Bagian Kepegawaian dan Umum Subbagian Program Subbagian Hukum Subbagian Anggaran Subbagian Kepegawaian Subbagian Data dan Informasi Subbagian Organisasi Subbagian Perbendaharaan Subbagian Tata Usaha dan Gaji Subbagian Evaluasi dan Pelaporan Subbagian Hubungan Masyarakat Subbagian Verifikasi dan Akuntansi Subbagian Rumah Tangga KJF (Kelompok Jabatan Fungsional) 41

51 Lampiran 4. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT ANALISIS DAN STANDARISASI HARGA OBAT SUBDIT PENYEDIAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SUBDIT PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SUBDIT PEMANTAUAN DAN EVALUASI OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SEKSI ANALISIS HARGA OBAT SEKSI STANDARISASI HARGA OBAT SEKSI PERENCANAAN PENYEDIAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SEKSI PEMANTAUAN KETERSEDIAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SEKSI STANDARISASI PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SEKSI BIMBINGAN DAN PENGENDALIAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SEKSI PEMANTAUAN PROGRAM OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SEKSI EVALUASI PROGRAM OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN KJF 42

52 Lampiran 5. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT STANDARISASI SUBDIT FARMASI KOMUNITAS SUBDIT FARMASI KLINIK SUBDIT PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SEKSI STANDARISASI PELAYANAN KEFARMASIAN SEKSI PELAYANAN FARMASI KOMUNITAS SEKSI PELAYANAN FARMASI KLINIS SEKSI PROMOSI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SEKSI STANDARISASI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI FARMASI KOMUNITAS KJF SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI FARMASI KLINIK SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL 43

53 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Subbag Tata Usaha Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Subdirektorat Inspeksi Alkes dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Subdirektorat Inspeksi Alkes dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Produk Diagnostik Invitro Seksi Inspeksi Produk Seksi Standardisasi Produk Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Kelompok Jabatan Fungsional 44

54 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Subbag Tata Usaha Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi Produksi Kosmetika dan Makanan Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika Seksi Sediaan Farmasi Khusus Seksi Kerjasama Kelompok Jabatan Fungsional 45

55 UNIVERSITAS INDONESIA PENGKAJIAN USULAN OBAT PADA REVISI DAFTAR OBAT ESENSIAL NASIONAL (DOEN) 2013 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker AULIA FARKHANI, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

56 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... v BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) Evidence Based Medicine (EBM) Antibakteri lain Antiepilepsi-Antikonvulsi Antianemia Antipsikotik Antiansietas dan Antiinsomnia Antiinflamasi dan Antipruritik Larutan Elektrolit, Nutrisi, dan lain-lain Neurotropika/ Nootropika... 7 BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Metode Pengumpulan Data dan Pengkajian Hasil... 9 BAB 4. PEMBAHASAN Hal 4.1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) Siprofloksasin Valproat Asam folat Haloperidol Klorpromazin Lorazepam Mometason Human Albumin Kombinasi asam amino esensial dan histidin Citicoline BAB 5. PENUTUP ii

57 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN iii

58 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Struktur Kimia Siprofloksasin Gambar 4.2. Struktur Kimia Valproat Gambar 4.3. Struktur Kimia Asam Folat Gambar 4.4. Struktur Kimia Lorazepam Gambar 4.5. Struktur Kimia Mometason dan Kortikosteroid dalam DOEN Gambar 4.6. Struktur Kimia Citicoline Hal iv

59 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Usulan Obat dalam DOEN Hal v

60 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan salah satu unsur penting dalam upaya menjaga kesehatan, diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan. Namun, banyaknya jenis obat yang beredar saat ini membuat persaingan tidak sehat dan berdampak pada kekacauan dalam menentukan terapi yang efektif dan efisien.terlalu mudahnya pemerintah memberi izin bagi para pelaku industri farmasi (terutama lokal) untuk memproduksi obat, membuat jenis obat yang beredar di Indonesia menjadi terlalu banyak. Tercatat setidaknya saat ini di Indonesia terdapat sekitar merek obat dengan lebih dari 200 perusahaan obat. Padahal, menurut Sulastomo, mantan Ketua Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), nama generik dan dagang sudah bisa memenuhi kebutuhan pengobatan/medik secara nasional (Setiawan, 2012). Penggunaan obat yang tidak rasional menjadi masalah besar di seluruh dunia. WHO memperkirakan bahwa lebih dari setengah dari semua obat yang diresepkan, dibagikan atau dijual secara tidak tepat, dan bahwa setengah dari seluruh pasien tidak mengonsumsi obat dengan benar (Marlinda, 2012). Dalam mengatasi hal ini maka pemerintah membuat kebijakan yang mengatur daftar kebutuhan obat yang dibutuhkan oleh masyarakat, atau lebih dikenal sebagai Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya (Kementerian Kesehatan, 2011). Obat yang yang tercantum dalam DOEN merupakan obat yang terpilih dan diutamakan tersedia dipasaran dalam produk generik yang harganya telah ditetapkan oleh pemerintah. Obat yang ada dalam DOEN pun perlu direvisi secara periodik setiap 2 (dua) tahun, sesuai dengan Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehan. Revisi dilakukan untuk menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kepraktisan dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan 1

61 2 dengan tenaga kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan yang ada (Kementerian Kesehatan, 2011) Tujuan Tujuan dari pembuatan laporan pengkajian mengenai usulan obat DOEN pada revisi DOEN 2013 adalah: a. Mengetahui dan memahami proses revisi DOEN 2013 yang dikerjakan oleh Subdirektorat Standardisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. b. Mengkaji daftar usulan obat sebagai dasar revisi DOEN 2013.

62 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya, serta standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan. Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Penambahan maupun pengurangan obat esensial dalam DOEN dapat dilakukan dengan beberapa kriteria pemilihan, yakni berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. Memiliki rasio manfaat resiko yang paling menguntungkan penderita b. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan pengangkutan c. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan, dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga, sarana dan fasilitas kesehatan. d. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita e. Memiliki rasio manfaat biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung f. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan dijatuhkan pada: 1) Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah 2) Obat yang sifat farmakokinetiknya diketahui paling menguntungkan 3) Obat yang stabilitasnya paling baik 4) Mudah diperoleh 5) Obat yang telah dikenal g. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut: 1) Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap 3

63 4 2) Kombinasi tetap harus menunjukkan khasia dan keamanan yang lebih tinggi daripada masing-masing komponen 3) Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang tepat untuk sebagian besar penderita yang memerlukan kombinasi 4) Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat biaya 5) Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya DOEN perlu direvisi dan disempurnakan secara berkala setiap 2 tahun sekali untuk menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan serta kepraktisan dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan yang ada. Penyempurnaan DOEN dilakukan secara terus-menerus dengan usulan materi dari fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, yang kemudian disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Evidence based medicine (EBM) Evidence based medicine merupakan suatu pendekatan medis yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang dapat dipercaya (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Langkah-langkah dalam pengkajian berdasarkan EBM adalah (Kementerian Kesehatan RI, 2011): a. Memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan dengan masalah penyakit yang diderita pasien b. Penelusuran informasi ilmiah yang berkaitan dengan masalah penyakit yang diderita oleh pasien c. Penelusuran terhadap bukti-bukti ilmiah yang ada d. Menerapkan hasil penelaahan bukti-bukti ilmiah ke dalam praktek pengambilan keputusan e. Melakukan evaluasi terhadap efikasi dan efektivitas intervensi

64 Antibakteri lain Antibakteri adalah senyawa atau zat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibakteri saat ini merupakan modifikasi semisintetik berbagai senyawa alami, misalnya, beta laktam yakni penisilin, sefalosporin dan karbapenem. Senyawa yang masih terisolasi dari organisme hidup adalah aminoglikosida, sedangkan antibakteri lain seperti sulfonamida, kuinolon, dan oxazolidinon diproduksi hanya oleh sintesis kimia Antiepilepsi-Antikonvulsi Antikonvulsi atau antiepilepsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi. Epilepsi merupakan gangguan pada susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat, biasanya disertai kejang, hiperaktivitas otonom, gangguan sensorik atau psikis dan disertai gambaran letupan EEG abnormal dan eksesif (Bagian Farmakologi FK UI, ). Pilihan obat tergantung dari tipe epilepsi, terapi kombinasi 2 atau lebih obat mungkin dibutuhkan dan harus dengan monitoring terhadap kemungkinan interaksi. Saat ini, tidak diketahui secara pasti bagaimana antiepilepsi bekerja. Namun, dua mekanisme penting pada obat yang digunakan saat ini adalah (Thorp, 2008): a. Peningkatan aksi GABA. Banyak obat antiepilepsi (misalnya fenobarbital dan benzodiazepin) dikenal memfasilitasi pembukaan saluran ion klorida GABA saat sinapsis. Namun, beberapa obat baru telah terbukti mempengaruhi GABA dengan cara lain yakni dengan menghambat GABA-transaminase, enzim yang bertanggung jawab untuk menonaktifkan GABA (vigabatrin dan valproat) atau dengan merangsang reseptor GABA secara langsung. b. Pemblokiran saluran ion natrium Saluran ion natrium dalam membran saraf membuka selama fase depolarisasi dari potensial aksi. Fenitoin dan karbamazepin telah terbukti untuk memblokir saluran ion natrium, sehingga mengurangi rangsangan membran saraf. Saluran ion natrium dapat terbuka, tertutup atau tidak aktif, dan

65 6 antiepilepsi mengikat saluran dalam keadaan tidak aktif dan mencegahnya terbuka Antianemia Anti anemia merupakan suatu senyawa baik sintesis maupun alamiah yang bekerja untuk meningkatkan pasokan oksigen dalam darah baik dengan meningkatkan volume plasma darah ataupun dengan meningkatkan proses pembentukan sel darah merah. Tujuan terapinya yakni untuk mengurangi tandatanda dan gejala, menanggulangi penyebabnya dan mencegah kambuhnya anemia (Well, Dipiro, Schwinghammer & Dipiro, 2009) Antipsikotik Anti-psikotik disebut juga neuroleptik (dahulu: major transquilizer). Antipsikotik merupakan obat-obat potensial dalam memblokade reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan histamin. Pemilihan jenis obat mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosis tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya dapat ditolerir dengan baik, maka dapat dipilih kembali Antiansietas dan Antiinsomnia Gangguan ansietas merupakan kumpulan gangguan kecemasan dan gejala lain yang terkait yang tidak rasional dialami pada tingkat keparahan sehingga mengganggu aktivitas, yakni perasaan cemas dan sifat menghindar. Antiansietas merupakan obat yang dapat mambantu menurunkan tingkat keparahan, lama dan frekuensi kekambuhan, menghindarkan fobia, dan lain-lain (Well, Dipiro, Schwinghammer & Dipiro, 2009). Sedangkan gangguan insomnia merupakan gangguan tidur pada seseorang baik itu dalam memulai tidur, mempertahankan waktu tidur maupun tidak merasa nyenyak dibandingkan dengan kesempatan yang dimiliki untuk tidur anemia (Well, Dipiro, Schwinghammer & Dipiro, 2009). Antiinsomnia lebih kepada obat

66 7 yang digunakan untuk menangani keluhan tidur tersebut, namun penatalaksanaan terapinya disesuaikan dengan penyebab insomnia Antiinflamasi dan Antipruritik Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi) yang dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, dan terganggunya fungsi. Antipruritik adalah jenis obat untuk mencegah rasa gatal seperti yang disebabkan oleh alergi, tersengat sinar matahari, psoriasis, cacar air, infeksi jamur, gigitan atau sengat serangga Larutan Elektrolit, Nutrisi, dan lain-lain Larutan elektrolit maupun nutrisi tersedia sebagai sediaan oral maupun parenteral. Nutrisi enteral memiliki kelebihan yang unik dibandingkan dengan nutrisi parenteral, yang memiliki biaya tambahan dalam melakukan monitoring dan persiapan, yang berhubungan dengan resiko infeksi yang berhubungan dan melibatkan pengeluaran tambahan. Namun, gizi buruk pada pasien sakit kritis dan kasus-kasus tertentu membutuhkan nutrisi yang diberikan secara parenteral, atau dengan kata lain nutrisi parenteral berarti makan seseorang melalui aliran darah 'intravena' (Chowdary & Reddy, 2010). Nutrisi parenteral dapat berupa protein, lemak, karbohidrat, maupun mikronutrien seperti elektrolit dan lain-lain Nootropika/ Neurotonik Nootropik/ Neurotonik, populer disebut sebagai "obat pintar," merupakan zat yang meningkatkan kemampuan kognitif manusia (fungsi dan kapasitas otak). Biasanya, nootropik bekerja dengan meningkatkan suplai otak dari zat kimia saraf (neurotransmitter, enzim, dan hormon), dengan meningkatkan suplai oksigen otak, atau dengan merangsang pertumbuhan saraf. Dengan beberapa pengecualian, nootropik memiliki toksisitas sangat rendah atau tidak ada, efek samping sedikit atau tidak ada, dan seringkali mempotensiasi sama lain (Neurosoup, nd). Kebanyakan nootropik merupakan nutrisi atau komponen tanaman (herbal, akar, biji, kulit kayu, dan lain-lain) dan digunakan sebagai suplemen gizi. Beberapa nootropik merupakan obat yang hanya didapat melalui resep dokter, digunakan untuk mengobati keterbelakangan, degradasi saraf (Alzheimer dan

67 8 Parkinson), dan kasus defisit oksigen untuk mencegah hipoksia. Beberapa nootropik memiliki efek lambat dan bertahap, seperti dengan induser saraf pertumbuhan yang memperlihatkan perbaikan kognitif memerlukan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Nootropik lainnya memiliki efek yang langsung, mendalam, dan jelas (Neurosoup, nd).

68 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pengkajian Pengkajian dilaksanakan di Subdirektorat Standarisasi, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian kesehatan RI pada Januari Metode Pengumpulan Data dan Pengkajian Metode yang digunakan dalam pengkajian mengenai usulan obat pada revisi DOEN dilakukan dengan melakukan studi literatur (studi pustaka). Pustaka yang digunakan dalam penyusunan kajian ini bersumber dari DOEN 2011, jurnal-jurnal ilmiah dan berupa artikel-artikel lain dari buku maupun internet. Dari pustaka yang diperoleh dan digunakan tersebut dilakukan pengkajian terhadap usulan obat dilakukan berdasarkan efektifitas, efek samping maupun harga obat Hasil Obat yang dikaji merupakan usulan dari beberapa instansi kesehatan, yakni pukesmas Ngoresan Surakarta, RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, RS St. Elisabeth Semarang dan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. Hampir sebagian obat yang diusulkan belum dapat diterima dalam DOEN 2013, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan BAB 4. Tabel 3.1. Usulan Obat dalam DOEN 2013 N o Kelas Terapi Nama Obat Bentuk Sediaan, Kekuatan Kemasan Peruba han + - Asal usulan Alasan usulan Hasil Kajian 1. Antibakteri lain Siprofol ksasin Kaplet 500 mg Box 100 tab + Pukesmas Ngoresan Surakarta Menanggulangi bakteri yang resisten terhadap amoksisilin, ampisilin dan tetrasiklin Tidak dapat diterima dalam DOEN 2. Antiepilepsi, antikonvulsi Valproat Tablet, 150 mg (garam Na) Botol, 50 tab + RSUD Gunung Jati Cirebon Generik tidak tersedia Belum dapat diterima dalam DOEN 9

69 10 Lanjutan Tabel 3.1. Usulan Obat dalam DOEN 2013 N o Kelas Terapi Nama Obat 3. Antianemia Asam Folat 4. Antipikotik Haloperi dol 5. Antipsikotik Klorpro mazin 6. Antiansietas, antiinsomnia 7. Antiinflamasi, antipruritik 8. Antiinflamasi, antipruritik 9. Larutan elektrolit, nutrisi, dan lain-lain 10. Neurotonika/ Nootropika Lorazep am Mometa son Human Albumi n Kombin asi asam amino esensial dan histidin Citicolin e Bentuk Sediaan, Kekuatan Kemasan Tablet 5 mg Botol, 1000 tablet Peruba han + - Asal usulan + RSUD Gunung Jati Cirebon Tablet, 0,5 mg Tablet, 1,5 mg Tablet, 5 mg Tetes, 2mg/ml Botol 100/1000 tab Botol 15 ml/ Direktorat Bina Kesehatan Jiwa 100 ml Injeksi IM, Kotak 5 + 2mg/ml (HCl) 1 Injeksi IM, 5mg/ml (HCl) Tablet salut 25 mg (HCl) Tablet salut 100 mg (HCl) Injeksi IM 25 mg/ml (HCl) ml Kotak 5 1 ml Botol 1000 tab Botol 1000 tab Kotak ml + + Direktorat Bina + Kesehatan Jiwa + Injeksi IM, 2 mg/ml Injeksi, 4 mg Ampul Ampul + + Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Krim 0,1 % Tube 10 g + RSUD Gunung Jati Cirebon Lar. Infus 20% Botol 50 ml, 100 ml Lar. Infus 25 % Botol 20 ml + RSUD Gunung Jati Cirebon + RSUD Gunung Jati Cirebon Injeksi Ampul + RS St Elisabeth Semarang Alasan usulan Generik tidak tersedia Generik tidak tersedia Generik tidak tersedia Penggunaan sebagai neurotonika dan nootropika untuk kasus stroke mampu mengurangi insidensi memburuknnya serangan stroke dengan menjaga sel yang berpotensi sehat Hasil Kajian Dapat diterima dalam DOEN Sudah terdapat dalam DOEN Sudah terdapat dalam DOEN Belum dapat diterima dalam DOEN Belum dapat diterima dalam DOEN Belum dapat diterima dalam DOEN Belum dapat diterima dalam DOEN Belum dapat diterima dalam DOEN

70 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) Obat esensial merupakan kebutuhan minimal dalam pelayanan kesehatan dan daftarnya harus di revisi secara berkala. Proses pembaharuan revisi dilakukan dengan mengkaji seluruh obat dalam DOEN sebelumnya, bukan hanya dari usulan yang masuk. Proses revisi diawali dengan pengiriman surat permintaan usulan tertulis kepada uni pelayanan kesehatan, dinas kesehatan propinsi/ kabupaten/ kota, puskesmas dan pengelola program. Usulan yang masuk kemudian dikelompokkan sesuai dengan kelas terapi. Pembahasan usulan obat dilakukan dengan menyandingkan DOEN WHO, DOEN tahun sebelumnya dan hasil kompilasi usulan, dan diutamakan usulan yang disertai alasan bukti ilmiah yang lengkap serta ketersediaannya di pasaran. Hasil dari pembahasan adalah menerima atau menolak atau mngeluarkan obat yang telah tercantum dalam DOEN sebelumnya berdasarkan permintaan atau pendapat dari anggota tim ahli dan konsultan, berdasarkan ketersediaan di pasaran, alasan keamanan atau efikasinya Siprofloksasin Siprofloksasin dengan bentuk sediaan kaplet dan kekuatan sediaan 500 mg diusulkan oleh Pukesmas Ngoresan Surakarta pada revisi DOEN 2013 untuk ditambahkan dalam kelas terapi antibakteri. Alasan yang diberikan adalah untuk menanggulangi bakteri yang resisten terhadap amoksisilin, ampisilin, dan tetrasiklin. Siprofloksasin sendiri telah terdapat dalam DOEN 2011 dengan bentuk sediaan tablet scored dan kekuatan sediaan 500 mg, serta dengan catatan tidak sebagai pilihan utama untuk infeksi kuman gram positif dan tidak digunakan untuk pasien < 18 tahun. Gambar 4.1. Struktur Kimia Siprofloksasin 11

71 12 Siprofloksasin merupakan antibakteri golongan fluorokuinolon yang memiliki spektrum luas, absorbsi di saluran cerna baik, dan didistribusikan secara luas dalam jaringan dan cairan tubuh. Siprofloksasin bekerja dengan menghambat girase DNA dan topoisomerase IV yang merupakan enzim esensial dalam reproduksi DNA bakteri (Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, 2009). Kaplet merupakan tablet berbentuk kapsul yang berisi bahan obat (Departemen Kesehatan, 1995) dan bentuk sediaan ini dibuat untuk memberikan kemudahan bagi pasien yang sulit menelan obat, sedangkan tablet scoredmerupakan bentuk sediaan tablet yang terdapat garis tengah untuk memudahkan membagi tablet menjadi dua. Sebenarnya adanya bentuk sediaan tablet scored juga digunakan untuk memberikan kemudahan menelan dan keinginan pasien untuk mengambil dosis rendah, serta beberapa dosis yang diresepkan adalah setengah dosis tablet. Bahkan ketika tablet dosis rendah tersedia, tetap ada keinginan besar pasien untuk membagi tablet untuk kemudahan menelan dan beradaptasi dosis (Rodenhuis, De Smet & Barends, 2004). Maka, walaupun bentuk sediaan dan kekuatan sediaan pada DOEN bersifat mengikat (Kementerian Kesehatan, 2011), serta siprofloksasin generik dalam bentuk kaplet telah tersedia di pasaran, namun tidak ada perbedaan farmakologi maupun farmakokinetik antara kedua bentuk sediaan ini yang mempengaruhi efektifitas obat sehingga usulan siprofloksasin kaplet 500 mg tidak dapat diterima untuk ditambahkan dalam DOEN Valproat Valproat dengan bentuk sediaan tablet dan kekuatan sediaan 150 mg diusulkan oleh RSUD Gunung Jati Kota Cirebon untuk ditambahkan dalam kelas terapi antiepilepsi-antikonvulsi DOEN Alasan yang diberikan terhadap pengusulannya adalah dikarenakan ketidaktersediaannya dalam produk generik. Dalam DOEN 2011 telah terdapat valproat dalam bentuk sediaan tablet, namun dengan kekuatan 250 dan 500 mg dan sirup dengan kekuatan sediaan 250 mg/5 ml.

72 13 Gambar 4.2. Struktur Kimia Valproat Pada terapi epilepsi, dosis sebaiknya di sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien untuk meningkatkan efektifitas penanganan kejang. Dosis harian oral yang disarankan pada penggunaan natrium valproat adalah 600 mg, dosis terbagi dua. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sebesar 200 mg setiap 3 hari, biasanya 1-2 g perhari maksimum 2,5 g perhari jika dosis adekuat tidak tercapai. Sedangkan dosis awal yang disarankan pada anak-anak dengan berat lebih dari 20 Kg adalah 400 mg perhari, dosis terbagi dua. Dosis tersebut dapat ditingkatkan secara bertahap mg/kg/hari, maksimum 35 mg/kg hari. Dan untuk anak-anak dengan berat kurang dari 20 Kg diberikan dengan dosis 20 mg/kg/hari, dosis terbagi dua (Royal Pharmaceutical Society in Great Britain, 2009). Daftar obat esensial yang diterbitkan oleh WHO menyatakan bahwa bentuk dan kekuatan sediaan natrium valproat untuk anak-anak maupun dewasa sebagai antiepilepsi adalah larutan (oral): 200 mg/5 ml, tablet (crushable): 100 mg, dan tablet (enteric coated): 200 mg; 500 mg (WHO, 2011). Berdasarkan kebutuhan dosis terapi, memang sebaiknya tersedia sediaan dengan kekuatan yang lebih rendah dibanding yang telah tersedia dalam DOEN terutama untuk sediaan anakanak. Namun, belum tersedianya sediaan ini dalam produk generik dan bentuk sediaan sirup lebih relevan untuk anak-anak maka sebaiknya valproat dengan kekuatan 150 mg ini belum perlu ditambahkan dalam DOEN Asam folat Asam folat dengan bentuk sediaan tablet dan kekuatan sediaan 5 mg diusulkan oleh RSUD Gunung Jati Kota Cirebon untuk ditambahkan dalam kelas terapi antianemia DOEN Alasan yang diberikan terhadap pengusulannya adalah dikarenakan sulitnya mendapatkan produk generik. Dalam DOEN 2011

73 14 telah terdapat asam folat dalam bentuk sediaan tablet, namun dengan kekuatan 0,5 dan 1 mg. Gambar 4.3. Struktur Kimia Asam Folat Folat eksogen dibutuhkan untuk sintesis nukleoprotein dan pemeliharaan eritropoesis normal. Asam folat menstimulasi produksi sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Asam folat terdapat di plasma sekitar menit setelah pemberian oral, kadar puncak biasanya dicapai dalam 1 jam, metabolitnya muncul di urin setelah 6 jam dan ekskresi lengkap dicapai dalam 24 jam (Bagian Farmakologi FK UI, 2007). Folat disimpan dalam orang sehat antara 5-10 mg dan mungkin lebih tinggi. Di UK sekitar g folat harian dianggap rata-rata asupan yang sesuai pada semua orang sehat, kecuali wanita yang memerlukan tambahan asam folat seperti pada wanita hamil. Pada penanganan terapi anemia megaloblastik, dosis awal asam folat diberikan mg per hari selama 14 hari untuk dewasa dan 5-15 mg perhari untuk anak-anak. Sedangkan dosis pemeliharaan untuk dewasa sebesar 2,5-10 mg per hari (Royal Pharmaceutical Society in Great Britain, 2009). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012 menetapkan bahwa harga dari sediaan asam folat tablet dengan kekuatan 1 mg kemasan botol isi 100 tablet adalah Rp , sedangkan kekuatan 5 mg kemasan botol isi 1000 tablet adalah Rp , apabila dikonversi dalam harga satuan maka sediaan dengan kekuatan 5 mg akan jauh lebih murah daripada sediaan 1 mg. Selain itu, terkait dengan dosis terapi maka kebutuhan akan sediaan dengan kekuatan 5 mg ini pun diperlukan, yang akan meningkatkan tingkat kepatuhan pasien dalam pengobatannya. Berdasarkan hal tersebut maka sebaiknya asam folat tablet 5 mg ditambahkan dalam DOEN Namun, masalah yang kemudian timbul dari

74 15 kebutuhan akan kekuatan tersebut adalah tidak tersedianya produk dalam sediaan generik, maka sebaiknya disarankan kepada industri farmasi untuk memproduksi asam folat tablet 5 mg Haloperidol Haloperidol dengan bentuk dan kekuatan sediaan sebagai berikut: tablet 0,5; 1,5 dan 5 mg; tetes 2 mg/ml; serta injeksi intramuskular 2 dan 5 mg/ml, diusulkan oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI untuk ditambahkan dalam kelas terapi antipsikotik DOEN Adapun respon terhadap usulan ini adalah pernyataan bahwa Haloperidol dalam bentuk dan kekuatan sediaan tersebut telah masuk dalam DOEN Klorpromazin Klorpromazin dengan bentuk dan kekuatan sediaan sebagai berikut: tablet salut 25 dan 100 mg; serta injeksi intramuskular 25 mg/ml, diusulkan oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI untuk ditambahkan dalam kelas terapi antipsikotik DOEN Adapun respon terhadap usulan ini adalah pernyataan bahwa Klorpromazin dalam bentuk dan kekuatan sediaan tersebut telah masuk dalam DOEN Lorazepam Lorazepam dengan bentuk sediaan injeksi intramuskular dan intravena dengan kekuatan sediaan masing-masing adalah 2 dan 4 mg diusulkan oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa untuk ditambahkan dalam kelas terapi antiansietas dan antiinsomnia DOEN Dalam DOEN 2011, Lorazepam terdapat dalam bentuk sediaan tablet dengan kekuatan 0,5; 1 dan 2 mg. Gambar 4.4. Struktur Kimia Lorazepam

75 16 Lorazepam berinteraksi dengan reseptor kompleks GABA-benzodiazepin, yang tersebar luas di otak manusia serta spesies lainnya. Lorazepam menunjukkan afinitas spesifik dan relatif tinggi pada situs pengikatan tetapi tidak menggantikan GABA (National Institute of Health, 2009). Lorazepam diabsorbsi secara cepat setelah pemberian oral dengan bioavaibilitas 90%, konsentrasi puncak plasma dicapai setelah 2 jam pemberian. Profil absorbsi setelah injeksi intramuskular mirip dengan dosis pemberian oral. Lorazepam terikat 85% pada protein plasma dan waktu paruh eliminasi yang telah dilaporkan sekitar jam. Dosis oral lorazepam pada terapi ansietas 1-6 mg/hari, dosis terbagi 2 atau 3 (Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, 2009). Beberapa studi literatur yang membahas mengenai efektivitas, efeksamping, dan perbandingan antara lorazepam dengan benzodiazepin lainnya adalah: a. Efek Lorazepam IM dan IV dipelajari dalam uji coba terbuka dan uji silang double-blind masing-masing pada 13 dan 15 pasien dewasa, pasien rawat inap yang menderita manifestasi psikis dan somatik kecemasan. Pada dosis rata-rata 5 mg, Lorazepam terbukti secara signifikan lebih unggul pada pengobatan kecemasan akut maupun kecemasan kronis dibandingkan dengan plasebo. Efek samping yang rendah, toleransi lokal dan biologis yang sangat baik (Bobon, et.al., 1973). b. Sebuah studi double-blind terkontrol dengan kelompok pembanding dilakukan menggunakan diazepam dan plasebo sebagai obat kontrol, untuk mengevaluasi efek klinis lorazepam pada neurosis. Perbaikan klinis dan tingkat gangguan melalui berbagai penilaian perubahan dibandingkan antara masing-masing dua obat aktif dan plasebo. Hasilnya menunjukkan keunggulan, karakteristik efek terapi dan efek samping rendah dari lorazepam mirip dengan diazepam, anxiolytic benzodiazepin standar untuk pengobatan neurosis (Itoh, et.al., 1977). c. Sebuah studi double-blind selama empat minggu membandingkan antara lorazepam dan plasebo yang melibatkan 60 pasien dengan kecemasan mengungkapkan bahwa lorazepam dengan rejimen dosis rata-rata sekitar 3 mg lebih efektif secara signifikan dan secara klinis dibandingkan dengan plasebo pada hampir semua item evaluasi, Global Hamilton. Lorazepam dikaitkan dengan tingkat perbaikan 50% lebih besar dari plasebo. Kecuali hanya satu

76 17 pasien yang ditarik dari studi karena sedasi yang parah, lorazepam ditoleransi dengan baik dan tidak berinteraksi negatif dengan terapi non-psikoaktif secara bersamaan (Ellison & Cancellaro, 1978). d. Sebuah studi klinis dilakukan secara acak, double-blind untuk mengevaluasi benzodiazepin intravena diberikan oleh paramedis untuk pengobatan status epileptik. Orang dewasa dengan kejang berkepanjangan (berlangsung lima menit atau lebih) atau kejang berulang umum, menerima diazepam intravena (5 mg), lorazepam (2 mg), atau plasebo. Dari 205 pasien, 66 menerima lorazepam, 68 menerima diazepam dan 71 menerima plasebo. Tingkat keberhasilan penanganan status epileptik adalah 59,1% diobati dengan lorazepam dan 42,6% diazepam dibandingkan pasien yang diberi plasebo (21,1%). Tingkat komplikasi pernapasan atau sirkulasi setelah pengobatan adalah 10,6% untuk kelompok lorazepam, 10,3% untuk diazepam, dan 22,5% untuk plasebo. Lorazepam cenderung menjadi terapi yang lebih baik dibandingkan diazepam (Alldredge, et al., 2001). Lorazepam digunakan dalam jangka waktu yang singkat untuk mengobati insomnia (sulit tidur) dan kecemasan yang sangat merepotkan, serta dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan sebelum operasi. Lorazepam bekerja dengan mempengaruhi bagian otak yang mengontrol emosi dan otot santai sehingga membantu untuk mengurangi kecemasan dan menimbulkan kantuk (Egton Medical Information Systems Limited, nd). Dalam hal ini Direktorat Bina Kesehatan Jiwa tidak memberikan alasan terhadap pengusulan lorazepam sehingga kurang diketahui sejauh mana kebutuhan atas sediaan injeksi intramuskular dan intravenanya. Terkait profil absorbsi lorazepam oral dan IM maka sejauh ini lorazepam IM belum perlu ditambahkan dalam DOEN Sedangkan untuk sediaan lorazepam injeksi IV, kebutuhan akan bentuk sediaan ini masih dalam jumlah terbatas pada kasus-kasus tertentu sehingga belum perlu ditambahkan dalam DOEN Mometason Mometason dengan bentuk sediaan krim dan kekuatan sediaan 0,1% diusulkan oleh RSUD Gunung Jati Kota Cirebon untuk ditambahkan dalam kelas terapi antiinflamasi dan antipruritik DOEN Alasan yang diberikan terhadap

77 18 pengusulannya adalah dikarenakan ketidaktersediaannya dalam produk generik. Dalam DOEN 2011, kortikosteroid yang digolongkan dalam kelas terapi ini adalah betametason salep dan krim 0,1 %, dan hidrokortison krim 2,5%. Gambar 4.5. Struktur Kimia Mometason dankortikosteroid dalam DOEN 2011 Mometasone, sintetik 16 α-metil analog beklometason, diklasifikasikan sebagai glukokortikoid yang poten untuk penggunaan dermatologis. Biasanya tersedian dalam bentuk krim, salep, dan lotion 0,1% untuk pengobatan pasien dengan inflamasi dermatosis glukokortikoid-responsif. Mometasone menunjukkan aktivitas antiinflamasi yang lebih besar dan durasi lebih lama dibandingkan betametason, namun memiliki potensi rendah untuk menyebabkan efek sistemik yang merugikan dan potensi atrophogeniknya lebih rendah dan tidak lebih besar dari glukokortikoid lain, seperti betametason. Mometason ditoleransi dengan baik dan efektif sebagai glukokortikoid topikal pada dermatitis atopik, dermatitis seboroik, psoriasis kulit kepala dan psoriasis vulgaris. Selain potensi yang rendah untuk menyebabkan sensitisasi primer dan reaksi silang dengan glukokortikoid topikal lainnya, mometasone menawarkan kenyamanan sekali sehari (Prakash & Benfield, 1998). Sebuah studi klinis mengenai efikasi dan keamanan krim mometason furoat 0,1% dilakukan secara acak double-blind dengan kelompok paralel selama 21 hari pada 135 pasien dengan dermatosa sedang sampai parah eritema, pruritus dan indurasi, dan dibandingkan krim betametason valerat 0,12% menunjukkan kedua obat efektif dalam mengobati dermatosis. Namun, mometason furoat lebih efektif secara signifikan dibandingkan dengan betametason valerat dan hanya satu pasien di setiap kelompok perlakuan menunjukkan efek samping obat (Panja, Marwah & Sharma, 1991).

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan Tahun

Rencana Aksi Kegiatan Tahun Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015-2019 DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahu Wa Ta ala, Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH. 1. Pengelolaan survailans epidemiologi kejadian luar biasa skala nasional.

PEMERINTAH. 1. Pengelolaan survailans epidemiologi kejadian luar biasa skala nasional. B. PEMBAGIAN URUSAN AN KESEHATAN - 15-1. Upaya 1. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 1. Pengelolaan survailans epidemiologi kejadian luar biasa skala nasional. 1. Penyelenggaraan survailans epidemiologi,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

B. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KESEHATAN

B. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KESEHATAN - 12 - B. PEMBAGIAN URUSAN AN KESEHATAN 1. Upaya 1. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 1. Pengelolaan survailans epidemiologi kejadian luar biasa skala nasional. 2. Pengelolaan pencegahan dan penanggulangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/M-DAG/PER/7/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis ini digunakan dengan pertimbangan bahwa hasil penelitian diharapkan akan mampu memberikan informasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI - 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS, KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 disusun dalam rangka memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Padang, 16 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci