UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 18 JUNI 29 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SALWA BAINANA, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 18 JUNI 29 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker SALWA BAINANA, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Salwa Bainana, S. Farm., NPM : Program Studi : Apoteker Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni 29 Juni 2012 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Drs. Masrul, Apt. ( ) Pembimbing II : Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., ( ) Penguji I : ( ) Penguji II : ( ) Penguji III : ( ) Ditetapkan di Tanggal : : Depok iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi.Penulismenyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Masrul, Apt., Kasubdit Stardardisasi dan Sertifikasi serta sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan PKPA dan menyusun tugas akhir. 2. Dra. Nasirah Bahaudin, Apt., MM., Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker. 3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagaidekan Fakultas Farmasi UI dan selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyusun laporan ini. 4. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI. 5. Seluruh Ketua Seksi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk dalam penyusunan tugas akhir selama PKPA. 6. Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan Praktek KErja PRofesi Apoteker. v

6 7. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. 8. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 75 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. 9. Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterimakasih kepada keluarga yang telah memberikan dukungan moriil dan materiil kepada Penulis. 10. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama saya melaksanakan PKPA dan penyusunan laporan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi. Penulis 2012 vi

7 to my mother and father, you are my heroes and to my sister -thank you- vii

8 DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan...2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Kementrerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan...9 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Visi dan Misi Tugas Pokok dan Fungsi Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan...38 BAB 4 PEMBAHASAN...40 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...47 DAFTAR ACUAN...49 viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran halaman Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI...50 Lampiran 2 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal...51 Lampiran 3 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan...52 Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan...53 Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian...54 Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian...55 Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan...56 Lampiran 8 Struktur Lengkap Organisasi DirektoratBina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan...57 Lampiran 9 Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)...58 Lampiran 10 a Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan...59 Lampiran 10 b Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (lanjutan)...60 Lampiran 11 Laporan pengawasan iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota..61 Lampiran 12 Laporan pengawasan iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan...62 Lampiran 13 Alur kerja untuk petugas Propinsi/Kabupaten/Kota...63 Lampiran 14 Alur kerja untuk petugas pusat...64 ix

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu dilakukan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselengggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitative) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pada saat ini jenis dan jumlah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah, sehingga perlu adanya jaminan mutu, keamanan, dan manfaat terhadap alat kesehatan dan PKRT yang beredar sehingga sampai ke pengguna memenuhi persyaratan yang sama dengan saat diproduksi.hal ini bertujuan ntuk melindungi masyarakat dari priduk yang tidak memenuhi syarat, penggunaan yang salah maupun penyalahgunaan pemakaian. Berdasarkan masalah diatas maka dibentuklah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang merupakan salah satu direktorat di Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat yang lain merupakan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. 1

11 2 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikasi produksi, izin penyalur alat kesehatan, izin edar serta pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah lingkungan Republik Indonesia. Dasar keilmuan yang dimiliki oleh seorang apoteker ikut berperan dalam Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.Apoteker tidak hanya diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tapi juga, melindungi masyarakat terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan alat kesehatan maupun PKRT.Untuk memahami peranan apoteker dibidang alat kesehatan dan PKRT maka dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1.2 Tujuan Mengetahui secara umum struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Mengetahui struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan PKRT.

12 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Visi dan Misi (Kementerian kesehatan RI,2010a) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi, yaitu Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Misi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu : a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Tujuan Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan, 2010a) Dasar Hukum Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/MENKES/PER/2010, yaitu: a. Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916). b. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063). c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara). d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun

13 4 e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. i. Keputusan Menteri Kesehatan No.375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun Nilai-nilai Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu (Kementerian Kesehatan, 2010a) : a. Pro rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat harus ikut berpartisipasi secara aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat bawah. c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat,

14 5 sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel Struktur Organisasi Struktur organisasi Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 yang dikeluarkan tanggal 19 Agustus Peraturan Menteri Kesehatan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas : a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan; c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; f. Inspektorat Jenderal; g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat; k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan; l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal; n. Pusat Data dan Informasi; o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;

15 6 p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; r. Pusat Komunikasi Publik; s. Pusat Promosi Kesehatan; t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran 1. Pejabat Eselon di Direktorat terdiri atas : a. Eselon 1 : Direktur jenderal b. Eselon 2 : Direktur c. Eselon 3 : Kepala subdirektorat d. Eselon 4 : Kepala seksi Pejabat Eselon di sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Eselon 1 : Direktur jenderal b. Eselon 2 : Sekretaris direktorat jenderal c. Eselon 3 : Kepala bagian d. Eselon 4 : Kepala sub bagian Tugas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden RI dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara Fungsi Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu (Kementerian kesehatan RI,2010b) : a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI.

16 7 c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional Rencana Strategis Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan , yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Wewenang (Kementerian kesehatan RI, 2010b) Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan : a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro; b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang Kesehatan; c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan; d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan;

17 8 e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan; f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan; g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan; h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan; i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan; j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan; k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan; l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak; m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan; p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan; q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi; r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan; s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penenggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa; t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional); dan u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan

18 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan dibidang bina penggunaan obat rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan. b. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang bina obat rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan. c. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi. d. Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal Susunan Organisasi Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan; dan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal.Sturktur organisasi Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Lampiran 2.

19 10 Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran; b. Pengelolaan data dan informasi c. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan;pengelolaan urusan keuangan; d. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; dan e. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Informasi; b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c. Bagian Keuangan; d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik

20 11 dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 4.Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;

21 12 c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5.Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Standardisasi; b. Subdirektorat Farmasi Komunitas; c. Subdirektorat Farmasi Klinik; d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

22 13 d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 6. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan; c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus; d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

23 14 c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Struktur organisasi Direktorat Bina Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7.Dan struktur lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional

24 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah satu direktorat pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur, yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atassubdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian ProdukDiagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; SubdirektoratInspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; SubdirektoratStandardisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Dalam lingkup tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alkes Departemen Kesehatan RI, bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut antara lain dilakukan melalui pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan Alkes dibidang informasi, produksi, dan peredaran dalam rangka memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan Alkes. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan oleh masyarakat memenuhi persyaratan dan tidak merugikan atau membahayakan serta terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT harus dilakukan sejak dini, mulai proses produksi hingga proses tersebut digunakan oleh 15

25 16 masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat penggunaan agar diperoleh penggunaan Alkes yang tepat dan berhasil guna. Dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan Asosiasi Perusahaan alat kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatankegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. 3.2 Visi Dan Misi Visi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu dan bermanfaat sesuai dengan kebutuhan serta terjangkau oleh masyarakat Misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Guna tercapainya visi yang telah ditetapkan tersebut Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai misi antara lain : a. Menjamin kualitas, keamanan, kemanfatan alat kesehatan serta menjamin ketersediaan alat kesehatan dengan harga terjangkau. b. Melindungi masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau mutu persyaratan. c. Mencegah penyalahgunaan dan kesalahgunaan alat kesehatan. d. Mengembangkan penyelenggaraan usaha-usaha alat kesehatan secara efektif dan efisien. e. Meningkatkan profsionalisme sumber daya manusia.

26 17 f. Menyusun peraturan, perundang-undangan dan kebijakan di bidang produksi dan distrubusi alat kesehatan. g. Memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan mutu, manfaat dan keamanan alat kesehatan. h. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang alat kesehatan. 3.3 Tugas Pokok Dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/XIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas pokok menyiapkan perumusan dan melaksanakan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur, dan criteria (NSPK), serta memberi bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Dalam melaksanakan tugas pokok, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi dan Alat Kesehatan mempunyai fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

27 18 f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu: a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT; b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan; dan c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya asing. 3.5 Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Untuk mencapai tujuannya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai strategi, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2005) : a. Penggalangan kemitraan. b. Peningkatan keterpaduan program. c. Pengembangan profesionalisme sumber daya manusia. d. Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan. e. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi. f. Mobilisasi sumber dana dan tenaga. g. Pemberdayaan daerah. h. Konsolidasi internal. i. Melakukan regulasi di bidang alat kesehatan. j. Mengoptimalkan industri alat kesehatan berbasis keanekaragaman sumber daya alam dan keunggulan daya asing. k. Meningkatkan penerapan standar mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan. l. Memberdayakan dan meningkatkan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi.

28 Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai sasaran, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005): a. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan sesuai kebutuhan. b. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan di sektor publik. c. Terjaminnya mutu pengelolaan alat kesehatan di kabupaten/kota. d. Terjaminnya mutu alat kesehatan yang beredar. e. Diterapkannya petunjuk pengelolaan alat kesehatan melalui peningkatan pelayanan perizinan yang professional dan tepat waktu. f. Terjaminnya mutu sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. g. Tercegahnya resiko atau akibat samping dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi syarat. h. Terhindarnya masyarakat dari alat kesehatan yang tidak bermutu serta mengoptimalkan efektifitas alat kesehatan terhadap biaya dan manfaat terhadap resiko. i. Tersedianya sistem informasi alat kesehatan yang akurat, objektif, dan terkini sehingga mudah diakses oleh tenaga kesehatan dan masyarakat. 3.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, terdiri dari: Sub Direktorat Penilaian Alat Kesehatan: Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan.

29 20 Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat penilaian alat kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert), sehingga alat kesehatan tersebut tidak perlu dicantumkan cara penggunaannya, tetapi harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan non elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam

30 21 penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan tersebut atau pada kemasannya. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, tensimeter, termometer, kursi roda, softlens, dan lain-lain Sub Direktorat Penialaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi danpenyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Produk Diagnostik In vitro

31 22 Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lainlain Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat atau bahan yang digunakan untuk memelihara dan merawat kesehatan yang digunakan oleh manusia, hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.Contoh PKRT adalah repelan, tissue, kapas, deterjen, dan lain-lain Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam

32 23 melaksanakan tugas, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsinya, yaitu : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Sub Direktorat Standardisasi dan Serifikasi

33 24 Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi

34 25 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyaitugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.8 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh DirektoratBina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yaitu: 1. Melaksanakan premarket control dengan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan keterjangkauan serta tepat guna alat kesehatan. 2. Mengembangkan, mempromosikan dan menerapkan kebijakan dan standar terhadap alat kesehatan. 3. Melakukan pengawasan post-market (surveilance, vigilance) untuk menjamin senantiasa keamanan dan kemanfaatan (safety and performance) dalam penggunaannya. 4. Mengantisipasi dan merespon setiap masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan alat kesehatan Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, meliputi : sertifikasi produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan serta pelayanan surat keterangan Sertifikasi Produksi Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/ VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan

35 26 perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB adalah: a. Bangunan (denah untuk berproduksi). Diperhatikan apakah sudah memenuhi persyaratan ruangan produksinya baikuntuk pencampuran, pengisian, pewadahan, penandaan dan lain-lain. b. Peralatan dan Bahan. c. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknisnya). d. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, pakaiankerja, dan lain-lain. e. Higiene dan sanitasi. f. Pengawasan mutu. g. SOP (Standard Operating Procedure). h. Inspeksi diri. i. Penanganan terhadap keluhan. j. Dokumentasi, dan lain-lain. Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut : a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1. b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

36 27 c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat. f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, maka sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lainyang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri.

37 28 b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Khusus alat kesehatan kelas I yang dimaksud adalah kelas I steril. Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai penyalur dapatbmelaksanakan penyaluran alat kesehatan. Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut : Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Akte notaries b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). c. Peta lokasi dan denah bangunan. d. Alamat gedung, dan bengkel. e. Penanggung jawab teknis. f. Tenaga teknisi. g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat. h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan.

38 29 i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d), sebagai berikut: a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. b. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tim pemeriksaan bersama selambat lambatnya 12 hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. c. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama wajib melaporkan hasil pemeriksaan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan, dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK. f. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima hasil pemeriksaan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK.

39 30 g. Terhadap penundaan, pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan Pemberian Izin Edar Produk Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1189/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan, pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi. Sedangkan, untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan. Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut : a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk perbekalan kesehatan rumah tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan. b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan. Perbekalan kesehatan rumah tangga harus berisi informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan.

40 31 Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificateof Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/mou (Memorandum ofunderstanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan

41 32 stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan Data Teknis Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut : a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC mengenai keselamatan listrik. d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap makan dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan.jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut :

42 Digit 1 Digit 2,3 Digit 4,5 Digit 6,7 Digit 8 sampai 11 Alat Kesehatan Dalam Negeri Alat Kesehatan Impor PKRT Impor PKRT Dalam Negeri : kelas : kategori : sub kategori : tahun pemberian izin (dibalik) : nomor urut pendaftaran : AKD : AKL : PKL : PKD Contoh nomor izin edar alat kesehatan : AKL AKL : Alat Kesehatan Luar Negeri Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (resiko sedang) Digit 2,3 (Angka 11) : Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG) Digit 4,5 (Angka 04) : Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah Digit 6,7 (Angka 90) : tahun pemberian izin (dibalik) 2009 Digit 8-11 (Angka 0078) : nomor urut pendaftaran 0078 Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). Contoh nomor izin edar PKRT : PKD PKD : PKRT dalam negeri Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (sedang) Digit 2,3 (Angka 03) ` : kategori 3 (pembersih) Digit 4,5 (Angka 05) : sub kategori 5 (pembersih kloset) Digit 6,7 (Angka 70) : tahun pemberian izin (dibalik) 2007 Digit 8-11 (Angka 0520) : nomor urut pendaftaran 0879

43 34 Alat ini adalah perbekalan kesehatan rumah tangga dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 5 tahun. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diizin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru) Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin penyalur dan izin edar, juga memberikan pelayanan surat keterangan, diantaranya yaitu : a. Certificate Of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang akan diekspor telah terdaftar pada KementeriannKesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu : i. Surat permohonan mendapatkan CFS dengan mencantumkan negara tujuan. ii. Lembar izin edar yang mencantumkan nama produk. iii. Surat izin produksi atau sertifikat produksi. b. Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut :

44 35 1. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga impor yang berupa bantuan atau donasi untuk kepentingan masyarakat atau kondisi bencana. 2. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga untuk penelitian. 3. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang sudah terdaftar. 4. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan) 5. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut diantaranya yaitu : a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai. b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang. c. Surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak bea cukai (invoice). d. Surat perjanjian kerjasama antara donatur dan penerima serta persetujuan dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik bila digunakan di rumah sakit atau persetujuan Direktorat Jederal Bina Kesehatan Masyarakat bila digunakan di puskesmas. e. Surat protokol pengujian. f. Izin edar dan sertifikat produksi terkait produk yang dimaksud. g. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut. 3.9 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan

45 36 PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilakukan dalam berbagai bidang, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010c): a. Informasi produk, yang lengkap yaitu tidak hanya mencantumkan informasi tentang kegunaan tetapi juga memberikan informasi tentang peringatan dan hal-hal yang harus diperhatikan oleh pemakai. b. Produksi, antara lain: meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan produksi alat kesehatan dan PKRT yang baik (CPAKB/ dan CPPKRTB). c. Perdagangan d. Sumber daya manusia, dilakukan dengan meningkatkan keterampilan teknis tenaga kesehatan, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan atau lembaga pelatihan, menyediakan tenaga penyuluhan yang ahli dalam bidang alat kesehatan dan PKRT, pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menjamin tersedianya alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan masyarakat. e. Pelayanan kesehatan f. Periklanan, yaitu penyebarluasan informasi kepada masyarakat dan melindungi masyarakat dari iklan yang tidak objektif, tidak lengkap dan menyesatkan Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat tersebut.oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik pre market maupun post market.pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, produsen/penyalur maupun masyarakat. I. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (pengawasan eksternal), yaitu :

46 37 a. Melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada terutama di Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten. b. Memberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis sampai dengan pencabutan sertifikat produksi terhadap pabrik yang melakukan kesalahan. c. Meningkatkan peran serta masyarakat pada tingkat kabupaten, propinsi, dan pusat. Pengawasan harus dilakukan oleh produsen ataupun penyalur untuk memberikan jaminan keamanan, mutu, dan manfaat produknya terhadap masyarakat. II. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur (pengawasan internal), yaitu: a. Produsen berkewajiban mengadakan pembenaran di lapangan, tentang mutu dan klaim produknya. b. Melaksanakan pemantauan efek samping dari produknya c. Melaksanakan perbaikan dan atau menarik produknya yang tidak memenuhi standar. d. Masyarakat sebagai konsumen juga dapat berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan. III. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan eksternal), yaitu : a. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya terhadap alat kesehatan yang beredar. b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. c. Dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu

47 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tabel 3.1 Jadwal kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina No Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Hari dan Tanggal 1. Senin, 18 Juni Selasa, 19 Juni Rabu, 20 Juni Kamis, 21 Juni 2012 Jenis atau Materi Kegiatan 1. Penjelasan umum tentang struktur organisasi Kementian Kesehatan dan penjelasan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh Ibu Rida Wijarti, Apt,MKM. 2. Penjelasan tentang direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan oleh Kasubag Tata UsahaIbu Lucia Dina Kombong, SH., M.Si. 3. Membaca buku pedoman Permenkes 1189,1190 dan 1191 serta pengenalan ke semua staf 1. Penjelasan mengenai tata cara registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) oleh Kasie Alat kesehatan Nonelektromedik Ibu Dra. Nurlaili Isnaini, Apt., MM. 2. Penjelasan mengenai Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah dalam Sistem Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga serta Kebijakan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi di Bidang Kesehatan oleh Kasie. Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Bapak Lupi Trilaksono,S.Si,Apt. 1. Penjelasan mengenai tata cara registrasi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga oleh Kasie Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Ibu Nurhidayat, S.Si., Apt. 2. Penjelasan mengenai tata cara registrasi diagnostic in vitro oleh Kasie Produk diagnostik in vitro Ibu Dra. Ema Viaza, Apt. 1. Penjelasan mengenai pelayanan perizinan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT oleh Kasie Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Ibu Dra. Lili Sa diah Jusuf, Apt. 2. Melakukan penilaian berkas registrasi alat kesehatan non elektromedik, diagnostic in vitro, izin produksi dan izin penyalur alat kesehatan

48 39 5. Jumat, 22 Juni Senin, 23 Juni Selasa, 24 Juni Rabu, 25 Juni Kamis, 26 Juni Jumat, 27 Juni 2012 Menyusun laporan tugas umum Meninjau kegiatan di loket 2 ( izin produksi dan izin penyalur) serta loket 3 (izin edar) Menyusun laporan tugas umum dan khusus Menyusun laporan tugas khusus Menyusun laporan tugas khusus Menyusun laporan tugas khusus Menyusun laporan tugas khusus

49 BAB 4 PEMBAHASAN Pada saat ini jenis dan jumlah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah.alat kesehatan (Alkes) dan PKRT merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Perlu adanya jaminan mutu, keamanan dan manfaat terhadap alat kesehatan dan PKRT yang beredar sehingga sampai ke pengguna memenuhi persyaratan yang sama dengan saat diproduksi. Kementerian Kesehatan merupakan institusi pemerintah yang mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara di Indonesia.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu Direktorat Jenderal yang berada di bawah Kementerian Kesehatan RI.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi empat Direktorat yakni Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang masing-masing direktorat tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Jumlah pegawai yang terdapat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ini adalah lima puluh orang, dimana terdiri dari pegawai tetap sebanyak 38 orang dan 12 pegawai honorer. Jam operasional dimulai pukul hingga WIB dari Senin hingga Jum at. Seragam dinas kepemerintahan digunakan setiap hari senin dan kamis, hari Selasa dan Jumat menggunakan batik sedangkan hari lainnya menggunakan baju bebas yang rapi serta sopan. Sumber daya manusia yang ada terdiri dari tenaga farmasis, profesi apoteker, dokter maupun hukum. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat subdirektorat, yaitu: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat 40

50 41 Penilaian Produk Diagnostik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, serta Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. Masing-masing subdirektorat dikepalai oleh satu orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi.pembagian subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.1144/MENKES/PER/VIII/2010. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.Pada struktur organisasi sebelumnya, dua seksi ini terpisah dalam subdirektorat yang berbeda.perubahan struktur ini bertujuan untuk lebih mengefisiensikan dan mengefektifkan kinerja. Alat kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan teknik listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi atau workshop dan mempunyai izin dari BAPETEN ( Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat yang hendak diedarkan menggunakan radiasi atau x-ray. Alat kesehatan non elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan tenaga ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau tertera pada kemasan. Namun beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli seperti penggunaan implant jantung yang sangat beresiko apabila penggunaannya tidak menggunakan bantuan tenaga ahli. Pembagian kelas alat kesehatan dilakukan berdasarkan resiko yaitu kelas I berarti resiko rendah seperti kasa, kelas II berarti resiko sedang seperti PCG dan

51 42 kelas III berarti resiko tinggi seperti implant jantung. Alat kesehatan dibagi ke dalam kategori dan sub kategori yang mengikuti code of federal registration dari Amerika karena penilaiannya bagus dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan Eropa. Pembagiannya terdiri dari peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik; peralatan hematologi dan toksikologi klinik; peralatan imunologi dan mikrobiologi; peralatan anestesi; peralaatn kardiologi; peralatan gigi; peralatan telinga, hidung dan tenggorokan (THT); peralatan gastroenterology-urologi (GU); peralaatn Rumah Sakit Umum dan perorangan (RSU & P); peralaatn neurologi; peralaatn obstetrik dan ginekologi (OG); peralatan mata; peralatan ortopedi; peralatan kesehatan fisik; peralaatn radiologi; peralatan bedah umum dan bedah plastic. Untuk menjamin mutu, manfaat dan keamanan alat kesehatan yang beredar di masyarakat maka dilakukan penilaian pre-market dan post-market surveillance. Penilaian pre-market dilakukan dengan waktu terbatas untuk mendapat izin edar dengan persyaratan utama harus memiliki sertifikat produksi dan izin penyalur untuk produl local atau dengan memiliki izin penyalur, surat penunjukkan dan certificate of free sale untuk produk impor. Penilaian post market surveillance terdiri dari sampling dan vigilance. Tidak semua barang dilakukan sampling, sampling dilakukan dengan indikator banyaknya produk sering dipakai seperti kondom, pembalut disposible syringe, pembersih lantai, dan lain-lain. Syarat utama sampling dilakukan pada batch yang sama diperiksa di laboratorium yang telah terakreditasi. Teknik vigilance dilakukan bila pemerintah, produsen, atau distributor mengetahui kejadian yang yang tidak diinginkan dan kesalahan fungsi alat kesehatan yang diketahui melalui hasil pengujian, laporan dari pengguna dan informasi lain. Jika produk mengalami masalah yang cukup signifikan maka produkl bisa ditarik dari peredaran atau Recall. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) merupakan subdit yang menilai produk diagnostik invitro dan PKRT.Kegiatan yang dilakukan adalah menilai dan memberikan izin edar sebelum diedarkan ke Indonesia baik produk yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Penilaian ini bertujuan untuk dapat melakukan penilaian apakah produk diagnostik invitro dan PKRT yang akan

52 43 beredar telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam rangka menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produk tersebut. Hal-hal yang dinilai berupa data administrasi dan data teknis. Data administrasi meliputi formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK, surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor), surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri), sedangkan data teknis meliputi formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Produk diagnostik invitro adalah alat kesehatan yang baik digunakan tunggal maupun dalam kombinasi, ditujukan oleh pabrikannya untuk pemeriksaan invitro spesimen yang berasal dari tubuh manusia yang semata-mata atau pada prinsipnya digunakan untuk memberikan informasi bagi tujuan diagnostik, pemantauan atau kesesuaian.produk ini mencakup reagen, kalibrator, wadah spesimen, piranti lunak, dan instrument atau perlengkapan terkait atau barang lainnya.produk diagnostik in vitro dibagi dalam 4 kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi.khusus registrasi alat kesehatan diagnostik invitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk diagnostik in vitro memiliki kekhasan tersendiri.sebagian produk memiliki persyaratan penyimpanan suhu dan kelembapan bahkan ada produk yang harus disimpan pada suhu 2O-8OC, dan rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan.sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi sangat mempengaruhi kualitas produk.oleh karena itu, dibutuhkan suatu penilaian produk diagnostik sebelum diberikan izin edar. Selain produk diagnostik invitro, PKRT juga harus diregistrasi terlebih dahulu.pkrt adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk oleh manusia, pengendalian kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.pkrt dibagi kedalam 7 kategori yaitu tissue dan kapas, sediaan untuk mencuci, pembersih, alat perawatan bayi,

53 44 antiseptika dan desinfektan, pewangi dan pestisida rumah tangga.sedangkan untuk pembagian kelas baik untuk produk diagnostik invitro dan PKRT dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas I (resiko rendah), kelas II (resiko sedang), dan kelas III (resiko tinggi). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Pembentukan subdit ini didasarkan pada pentingnya pemerataan kualitas produk serta sarana produksi dan distribusi untuk menjamin keamanan dan mutu produk. Dalam melakukan standardisasi, subdit ini bekerja sama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN). Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari dua seksi, yaitu: (1) Seksi Standardisasi Produk; (2) Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga merupakan bagian dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat

54 45 Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk dan inspeksi sarana produksi dan distribusi. Alkes dan PKRT yang beredar dan digunakan di Indonesia harus selalu terjamin keamanan, mutu dan manfaatnya, untuk itu perlu dilakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Kegiatan pengawasan dalam rangka menjamin keamanan mutu dan manfaat alkes dilakukan dengan 5 (lima) kegiatan utama yaitu: Inspeksi sarana produksi dan distribusi, post market surveilance dalam bentuk sampling dan pengujian, pengawasan promosi iklan, surveilance terhadap efek samping yang tidak diinginkan dan tindak lanjut terhadap hasil temuan pada kegiatan pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan alokasi biaya, waktu, dan pengaturan tugas pelaksanaan.dalam mencapai hasil yang optimal, kegiatan pengawasan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan pemerintah, produsen, distributor, dan masyarakat. Kegiatan pengawasan oleh pemerintah dilakukan dengan memberdayakan pemerintah daerah yaitu provinsi dan juga kabupaten/kota dengan bimbingan dari pemerintah pusat. Pemerintah juga bersama-sama dengan produsen dan distributor melakukan PMS (Post Market Survailance) yang dimana merupakan kegiatan pengumpulan informasi secara pro aktif mengenai keamanan, kualitas, dan manfaat setelah alat tersebut diedarkan. Selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dapat terlihat banyaknya permohonan registrasi alat kesehatan yang masuk ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang menanganinya. Oleh karena itu, diperlukan penambahan tenaga kerja untuk meningkatkan kecepatan pelayanan serta.ruang tunggu yang dimiliki Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga tidak sebanding dengan pemohon yang datang sehingga perlu diperluas agar pemohon tidak perlu menunggu di luar ruang tunggu.selain itu ruang kerja juga perlu diperluas agar ruang gerak pekerja menjadi lebih leluasa untuk bekerja. Sistem online perlu diterapkan dalam proses registrasi agar pelayanan menjadi lebih cepat dan baik. Sehingga mahasiswa dapat menyimpulkan bahwa diperlukan sosialisasi lebih lanjut mengenai registrasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga

55 46 kepada produsen, distributor, dan juga masyarakat. Sosialisasi kepada produsen untuk menerapkan cara produksi yang baik agar menghasilkan alat kesehatan dan PKRT yang aman, bermutu, dan bermanfaat. Sosialisasi kepada distributor untuk melakukan cara distribusi yang baik agar alat kesehatan dan PKRT terjamin mutunya hingga ke tangan konsumen (masyarakat). Sosialisasi kepada masyarakat bertujuan agar masyarakat mengetahui produk alat kesehatan yang memang benar dilegalkan oleh Kementerian Kesehatan. Serta dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat, masyarakat juga akan ikut membantu dalam pengawasan alat kesehatan dan PKRT karena akan timbulnya kesadaran untuk menggunakan alat kesehatan yang terdaftar dan kesadaran untuk melaporkan efek samping yang merugikan dari penggunaan alat kesehatan dan PKRT tersebut. Selain itu, pengawasan terhadap produk yang sudah diedarkan juga perlu dilakukan karena banyak perusahaan yang tidak memperpanjang izin edar alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga yang lama serta untuk melindungi konsumen (masyarakat) dari alat kesehatan yang tidak memenuhi standar.

56 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Menteri Kesehatan membawahi beberapa Direktorat Jenderal dan Sekretariat Jenderal. Direktorat tersebut adalah Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat ini berperan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan melalui penilaian, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga.pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Apoteker berperan sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas permohonan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 5.2 Saran Penambahan jumlah tenaga kerja dan memperluas ruangan kerja untuk meningkatkan kinerja dan kecepatan pelayanan terhadap pemohon serta memperluas ruang tunggu untuk tamu sehingga dapat melayani tamu/pendaftar dengan baik. 47

57 Penggunaan sistem online untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Sosialisasi lebih luas mengenai registrasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga kepada masyarakat Program pengawasan mengenai periklanan dan sampling perlu ditingkatkan, untuk menjaga konsumen atau masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat mutu, efikasi, dan manfaat.

58 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Rencana Strategis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Depkes RI tahun Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.. 49

59 44 LAMPIRAN

60 50 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI

61 51 Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal

62 52 Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

63 53 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

64 54 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

65 55 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

66 56 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

67 57 Lampiran 8. Struktur Lengkap Organisasi DirektoratBina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN Dra.Nasirah Bahauddin, Apt, MM SUBBAGIAN TATA USAHA Lucia Dina Kombong, SH SUBDIT PENILAIAN ALKES drg. Arianti Anaya MKM SUBDIT PENILAIAN PRODUK DR DAN PKRT Dra.Rully Makarawo, Apt SUBDIT INSPEKSI ALKES DAN PKRT Drs. Rahbudi Helmi, Apt, MKM. SUBDIT STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI Drs. Masrul, Apt SEKSI ALKES ELEKTROMEDIK Siti Nurhasanah, S.Si, Apt SEKSI PRODUK DR Dra.Ema Viaza, Apt SEKSI INSPEKSI PRODUK Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt SEKSI STANDARDISASI PRODUK Dra.Ninik Hariyati, Apt SEKSI ALKES NON ELEKTROMEDIK Dra.Nurlaili Isnaini, Apt SEKSI PRODUK PKRT Nurhidayat, S.Si, Apt SEKSI INSPEKSI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Lupi Trilalaksono, S.Si, Apt. SEKSISTANDARDISASI DAN SERTIFIKASI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Dra.Lili Sa diah Jusuf, Apt KELOMPOK JABFUNG

68 58 Lampiran 9. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSIALATKESEHATAN /PERBEKALAN KESEHATANRUMAHTANGGA Sayayangbertanda tangandibawah inimengajukan permohonan sertifikat produksialatkesehatan/perbekalankesehatanrumah Tangga 1. Nama Pemohon : Alamat Pemohon : 2. Nama Pabrik : Alamat Pabrik : 3. Badan Usaha : 4. NPWP : SIUP : TDI : 5. Status Permodalan : 6. Alamat Surat menyurat dan : Nomor Telepon Alamat Gudang : 7. Jenis yang akan diproduksi : 8. Nama Penanggung Jawab : Teknis Produksi 9. Pendidikan Penanggung : Jawab Produksi Pas foto pemohon Pemohon, Tanda Tangan Berwarna Ukuran 4 x 6 Stempel Perusahaan (...) Materai 6000

69 59 Lampiran 10a. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan

70 60 Lampiran 10b. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (Lanjutan)

71 61 Lampiran 11. Laporan pengawasan iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota

72 62 Lampiran 12. Laporan pengawasan iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

73 63 Lampiran 13. Alur kerja untuk petugas Propinsi/Kabupaten/Kota

74 64 Lampiran 14. Alur kerja untuk pekerja pusat

75 UNIVERSITAS INDONESIA PEMERIKSAAN DAN PENILAIAN BERKAS BERKAS PERMOHONAN IZIN EDAR DAN PERUBAHAN IZIN EDAR PKRT KELAS I, II, DAN III LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SALWA BAINANA, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

76 DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Alur Registraasi Alat Kesehatan PKRT Pra-Registrasi Persyaratan Pendaftaran Izin Edar PKRT Penandaan Penulisan Nomor Registrasi Masa Berlaku Izin Edar BAB 3 METODOLOGI PEMERIKSAAN DAN ANALISIS BERKAS Pengamatan Berkan Permohonan Perubahan Izin Edar dan Berkas Permohonan Izin Edar BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

77 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran halaman Lampiran 1 Alur pelaksanaan pemberian izin edar Alkes dan PKRT Lampiran 2 Surat Permohonan Perubahan Penandaan Lampiran 3 Formulir Permohonan Perubahan Penambahan Ukuran / Isi Lampiran 4 Surat Pernyataan Tidak Ada yang Berubah (Formulasi) Lampiran 5 Surat Pernyataan / Laporan Efek Samping Lampiran 6 Hasil Pemeriksaan Permohonan Perubahan Izin Edar untuk Produk H Lampiran 7 Formulir Permohonan Permintaan Izin Edar Import Lampiran 8 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar Lampiran 9 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) Lampiran 10 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) Lampiran 11 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) Lampiran 12 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) Lampiran 13 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga untuk Produk S Lampiran 14 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Produk S (lanjutan) Lampiran 15 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Produk S (lanjutan) Lampiran 16 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga untuk Produk HP Lampiran 17 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Produk HP (lanjutan) Lampiran 18 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Produk HP (lanjutan) iii

78 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). PKRT memiliki peran penting secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Produk PKRT saat ini mudah didapatkan karena penyalurannya tidak memerlukan penyalur/distributor tertentu. Selain itu, produk PKRT merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga penggunaan produk PKRT ini sangat dekat dengan masyarakat. Pada saat ini jenis dan jumlah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah, sehingga perlu adanya jaminan mutu, keamanan, dan manfaat terhadap alat kesehatan dan PKRT yang beredar sehingga sampai ke pengguna memenuhi persyaratan yang sama dengan saat diproduksi. Hal ini bertujuan ntuk melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat, penggunaan yang salah maupun penyalahgunaan pemakaian. Berdasarkan masalah diatas maka dibentuklah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang merupakan salah satu direktorat di Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikasi produksi, izin penyalur alat 1

79 2 kesehatan, izin edar serta pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah lingkungan Republik Indonesia. Dalam rangka pengamanan PKRT, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melaksanakan pengawasan dan pengendalian PKRT. Pengawasan dan pengendalian ini dimaksudkan agar PKRT yang beredar dan digunakan oleh masyarakat telah memenuhi persyaratan dan tidak merugikan kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) terdiri dari kelas I, kelas II, dan kelas III didasarkan pada tingkat risiko yang ditimbulkan. PKRT kelas I merupakan PKRT yang paling banyak digunakan karena harga yang relatif murah, biaya produksi tidak besar, mudah dalam penggunaannya, dan paling aman dibandingkan dengan PKRT kelas lainnya, contohnya adalah tisu basah. PKRT kelas II memiliki tingkat resiko sedang, seperti produk desinfektan. Sedangkan PKRT kelas III pada penggunaannya dapat menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik, contoh produknya adalah pestisida rumah tangga. Untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak memenuhi persyaratan diperlukan penilaian untuk mencegah persaingan produk tersebut yang berdampak pada kualitas produk PKRT. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa PKPA mendapatkan gambaran mengenai aktivitas farmasis di lingkungan pemerintahan dalam melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap berkas permohonan yang ditujukan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin edar, dan berperan serta dalam menangani berkas-berkas yang diajukan di loket pendaftaran alkes dan PKRT. 1.2 Tujuan Memahami proses pemberian izin edar produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan memahami cara pemeriksaan dan penilaian kelengkapan dan kebenaran berkas permohonan izin edar produk PKRT Mengetahui hasil penilaian dari berkas yang di registrasikan

80 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga atau PKRT adalah alat, bahan atau campuran untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, hewan pemeliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum (Kemenkes RI, 2010c). Produk PKRT saat ini mudah didapatkan karena penyalurannya tidak memerlukan penyalur/distributor tertentu. Selain itu, produk PKRT merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga penggunaan produk PKRT ini sangat dekat dengan masyarakat. Klasifikasi kelas PKRT menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1190/MENKES/PER/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yaitu : a. Kelas I (Risiko Rendah) PKRT yang penggunaannya tidak menimbulkan akibat yang berarti seperti iritasi, korosif, karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulirpendaftaran tanpa harus disertai hasil pengujian laboratorium. Contoh: kapas dan tisu. b. Kelas II (Risiko Sedang) PKRT yang penggunaannya dapat menimbulkan akibat seperti iritasi, korosif tapi tidak menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik. PKRT inisebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan disertai hasil pengujian laboratorium. Contoh: deterjen dan pewangi ruangan. c. Kelas III (Risiko tinggi) PKRT yang mengandung pestisida dimana pada penggunaannya dapat menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan, melakukan pengujianpadalaboratoriumyangtelah ditentukan serta telah mendapatkan persetujuan dan komisi pestisida. Contoh: anti nyamuk bakar dan repelan. 3

81 4 Pembagian kategori dan sub kategori PKRT berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/ 2010, tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 Kategori dan Subkategori PKRT No Kategori Subkategori 1 Tisu dan Kapas a. Kapas kecantikan b. Tisu wajah c. Tisu toilet d. Tisu basah e. Tisu makan f. Cotton bud g. Paper towel h. Tisu dan kapas lainnya 2 Sediaan untuk Mencuci a. Sabun cuci b. Deterjen c. Pelembut cucian d. Pemutih e. Enzim pencuci f. Pewangi pakaian g. Sabun cuci tangan h. Sediaan untuk mencuci lainnya 3 Pembersih a. Pembersih peralatan dapur b. Pembersih kaca c. Pembersih lantai d. Pembersih porselen e. Pembersih kloset f. Pembersih mebel g. Pembersih karpet h. Pembersih mobil i. Pembersih sepatu j. Penjernih air k. Pembersih lainnya 4 Alat Perawatan Bayi a. Dot dan sejenisnya b. Popok bayi c. Botol susu d. Alat perawatan bayi lainnya

82 5 5 Antiseptika dan Desinfektan a. Antiseptika b. Desinfektan c. Antiseptika dan desinfektan lainnya 6 Pewangi a. Pewangi ruangan b. Pewangi telepon c. Pewangi mobil d. Pewangi kulkas e. Pewangi lainnya 7 Pestisida Rumah Tangga a. Pengendali serangga b. Pencegah serangga c. Pengendali kutu rambut d. Pengendali kutu binatang peliharaan (bukan ternak) e. Pengendali tikus rumah f. Pestisida rumah tangga lainnya 2.2. Alur Registrasi Alat Kesehatan dan PKRT Alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang beredar Indonesia harus memiliki izin edar. Izinedar adalah izin yang dikeluarkan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga,yang akan diimpor,dan/atau digunakan, dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan dan kemanfaatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Izin edar diberikan setelah seluruh penilaian kelayakan produk terpenuhi dan Kementerian Kesehatan akan memberikan nomor izin edar sesuai dengan kelas produk terdaftar. Alat Kesehatan dan PKRT yang mendapatkan izin edar wajib memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan. b. Keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan. c. Mutu dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.

83 6 SesuaiPeraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga bahwa Alkes dan PKRT yang beredar atau dijual di wilayah Indonesia harus mendapat izin dari Menteri Kesehatan. Izin edar adalah izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan terhadap Alkes dan PKRT untuk beredar di wilayah Indonesia setelah dilakukan evaluasi meliputi keamanan, mutu, dan manfaat. Alur pelaksanaan pemberian izin edar Alkes dan PKRT dapat dilihat pada Lampiran 1. Prosedur Permohonan izin edar alat kesehatan sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): 1. Pemohon mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan seluruh lampiran yang dipersyaratkan (lampiran disusun sesuai dengan urutan persyaratan yang diminta). 2. Pemohon memasukkan berkas (formulir dan lampiran) melalui loket dengan melampirkan: a. Tanda terima berkas sementara rangkap 2 yang telah diisi b. Formulir pemeriksaan kelengkapan persyaratan 3. Berkas diterima oleh petugas loket dan tanda terima diberi stampel Sementara. 4. Petugas loket memisahkan berkas sesuai subdit. 5. Penilai memeriksa kelengkapan dan kebenaran berkas masuk dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah berkas diterima. 6. Persyaratkan pendaftaran izin edar alat kesehatan dan PKRT 7. Berkas yang tidak memenuhi persyaratan akan dikembalikan kepada pemohon dan diberi keterangan data yang masih harus dilengkapi. 8. Pemohon yang berkasnya telah dinyatakan lengkap harus membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai ketentuan pada bank yang telah ditunjuk. 9. Bukti setoran (difotokopi 2 kali) diserahkan kepada petugas loket. 10. Berkas yang telah memenuhi syarat diberi tanda terima tetap untuk diproses lebih lanjut dan dicatat oleh petugas loket dibuku tanda terima loket.

84 7 11. Berkas selanjutnya diserahkan ke Kasubdit untuk didistribusikan ke kepala seksi dan selanjutnya dianalisis oleh evaluator. 12. Hasil evaluasi dari verifikasi diberikan ke Kepala seksi untuk verifikasi ulang dan selanjutnya diserahkan ke Kasubdit untuk dilakukan verifikasi akhir. 13. Berkas tidak lengkap dibuatkan surat tambahan data. 14. Surat tambahan data ditandatangani oleh Direktur dan diberikan kepada pemohon. 15. Surat tambahan data di kirim ke website prodis alkes. 16. Berkas yang sudah lengkap dilakukan pengetikan sertifikat/izin edar. 17. Sertifikat/izin edar diserahkan ke subdit untuk direkomendasikan ke Direktur. 18. Direktur merekomendasikan sertifikat/izin edar untuk disetujui dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal. 19. Sertifikat/izin edar yang telah selesai di entry ke dalam sistem dan diberikan kepada pemohon. 20. Untuk mengetahui perkembangan proses berkas pemohon dapat dilakukan konsultasi pada jadwal yang telah ditetapkan atau dapat dilihat di website link ke Ditjen Binfar Alkes, link ke Dit Bina Prodis Alkes. Waktu penerbitan sertifikat/izin edar PKRT: Kelas I: 30 hari kerja Kelas II: 40 hari kerja Kelas III : 60 hari kerja Waktu dihitung sejak dokumen dinyatakan lengkap dan memiliki tandaterima tetap Pra Registrasi Merupakanprosespenilaianawalyangdilaksanakandiloket pendaftaran. Petugas yang melaksanakan pra-registrasi adalah anggota tim penilai. Adapun hal yang dinilai dalam proses pra-registrasi adalah memeriksa kelengkapan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) :

85 8 a. Data administrasi b. Data teknis c. Formulir Pendaftaran 2.4. Persyaratan Pendaftaran Izin Edar PKRT Pemohon perlu melengkapi data administrasi dan data teknis untuk memperoleh izin edar PKRT (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2010b). Data tersebut harus diisi dengan lengkap sesuai peraturan dan jenis produk dalam negeri dan produk luar negeri Data Administrasi Nama produk yang didaftarkan harus sesuai dengan nama produk pada penandaan, terdapat tanda tangan penanggung jawab teknis dan pimpinan serta stempel perusahaan. Kelengkapan data administrasi pendaftaran PKRT: 1. PKRT dalam negeri: a. Sertifikat produksi sesuai dengan jenis PKRT yang didaftarkan. Produk yang didaftarkan termasuk dalam lampiran sertifikat produk bila tidak tercantum harus mengajukan addendum. b. Lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain) c. Surat kerjsama untuk produk lisensi. 2. PKRT luar negeri: a. Surat Penunjukkan/ Letter of Authorization (LoA) yang telah dilegalisasi oleh pihak KBRI setempat: i. Dikeluarkan oleh prinsipal, jika dikeluarkan oleh perwakilan prinsipal, harus disertai dengan surat penujukan perwakilan yang dikeluarkan oleh prinsipal. ii. Perhatikan waktu berlakunya penunjukan. iii. Perhatikan apakah produk yang didaftarkan termasuk dalam surat penunjukkan tersebut.

86 9 b. Certificate of Free Sale (CFS) i. Dikeluarkan oleh pemerintah atau badan yang berwenang mengeluarkan surat tersebut dan produk yang didaftarkan sama dengan yang dinyatakan dalam CFS yang diberikan. ii. CFS menyebutkan nama dan alamat pabrik, harus diperhatikan hanya produk buatan pabrik tersebut yang diperbolehkan dan tercantum pada nomor registrasi. iii. CFS berasal dari country of origin (yang memiliki sistem regulasi yang diakui), jika tidak ada dapat digantikan dengan CFS dari Negara lain dimana produk tersebut telah diedarkan. iv. Untuk produk yang tidak termasuk PKRT di Negara asal, bisa digantikan dengan surat keterangan dari chamber of commerce Data Teknis Seluruh Lampiran AA, BB, CC, DD harus diisi lengkap. Lampiran AA: Formula dan cara pembuatan 1. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. 2. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/ flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. Lampiran BB: Spesifikasi bahan baku dan wadah 1. Spesifikasi bahan baku berupa sertifikat analisa bahan baku. 2. Spesifikasi wadah-tutup; diperlukan untuk mengetahui jenis wadah yang digunakan dan bahwa jenis kemasan tersebut sesuai dengan produk. Lampiran CC: Spesifikasi produk jadi dan stabilitas 1. Terutama untuk produk kelas II dan III, dalam memberikan spesifikasi produk jadi, pendaftar diarahkan untuk memiliki spesifikasi produk yang mengacu pada standar, sehingga perlu

87 10 diminta standar yang digunakan. Kemudian kita bandingkan hasil uji terhadap produk jadi dengan spesifikasi standar. Hasil uji produk jadi yang tidak sesuai standard dinyatakan tidak memenuhi syarat (evaluasi produk jadi). 2. Data stabilitas produk diminta agar pemohon memastikan produk mereka sesuai dengan spesifikasi untuk waktu yang cukup lama sebelum sampai dan digunakan masyarakat. Sesuaikan dengan karakteristik produk (untuk produk dengan masa kadaluarsa kurang dari 2 tahun). Lampiran DD: Kegunaan dan cara penggunaan 1. Kegunaan produk merupakan uraian mengenai deskripsi produk, meliputi informasi mengenai produk, tujuan penggunaan, bagaimana digunakan dan di mana lokasi penggunaan sehingga pembaca bisa mendapat gambaran yang menyeluruh tentang produk. 2. Contoh kode produksi/nomor lot/nomor bets dan artinya, untuk mengetahui cara melacak riwayat produksi produk dan diperlukan terutama untuk pelaksanaan post market surveillance dan saat terjadi kasus atau masalah dengan produk ketika sudah dipasarkan Penandaan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menilai penandaan antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi produk dan cara penggunaan produk dengan aman harus tersedia. Jika kemasan individual tidak memungkinkan informasi yang lengkap, informasi tersebut harus terdapat dalam leaflet, insert, atau bentuk lain yang sesuai. b. Cara penggunaan harus jelas dan mudah dipahami (dalam bahasa Indonesia) c. Perhatikan adanya klaim berlebihan yang tidak disertai dengan data pendukung yang memadai. Penandaan sekurang-kurangnya berisi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):

88 11 a. Nama produk dan /atau nama dagang b. Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi alkes dan PKRT c. Nama dan alamat Penyalur Alat Kesehatan (PAK) atau importir PKRT yang memasukkan produk ke dalam wilayah Indonesia d. Komponen pokok PKRT e. Kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa Indonesia f. Tanda peringatan atau efek samping harus dalam bahasa Indonesia g. Batas waktu daluarsa untuk PKRT tertentu h. Nomor bets/kode produksi, nomor izin, dan netto Penulisan Nomor Registrasi Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut : Digit 1 Digit 2,3 Digit 4,5 Digit 6,7 Digit 8 sampai 11 Alat Kesehatan Dalam Negeri Alat Kesehatan Impor PKRT Impor PKRT Dalam Negeri : kelas : kategori : sub kategori : tahun pemberian izin (dibalik) : nomor urut pendaftaran : AKD : AKL : PKL : PKD Contoh nomor izin edar alat kesehatan : PKL PKL : PKRT Luar Negeri Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (resiko sedang) Digit 2,3 (Angka 02) : Sediaan untuk mencuci Digit 4,5 (Angka 07) : Sabun cuci tangan Digit 6,7 (Angka 90) : tahun pemberian izin (dibalik) 2009

89 12 Digit 8-11 (Angka 0078) : nomor urut pendaftaran 0078 Alat ini adalah PKRT luar negeri (PKL), termasuk kelas II dan didaftarkan pada tahun Masa Berlaku Izin Edar a. Masa berlaku izin edar Alkes dan PKRT selama5 (lima) tahun terhitung sejak pertama kali diterbitkan dan /atau berlaku sesuai waktu yangdisepakati dalam LoA dengan waktu maksimum 5 tahun. b. Pengajuan perpanjangan izin edar dilakukan selambat-lambatnya 3 bulansebelum masa edar habis. c. Izin edar yang pernah ada perubahan, masa berlaku dihitung sejak pertama kali nomor diterbitkan.

90 BAB 3 METODOLOGI PEMERIKSAAN DAN ANALISIS BERKAS 3.1 Pengamatan Berkas Permohonan Perubahan Izin Edar dan Berkas Permohonan Izin Edar Pemeriksaan atau penilaian dilakukan pada berkas permohonan perubahan izin edar untuk produk dalam PKRT dalam negeri serta berkas permohonan izin edar untuk produk PKRT impor yang diajukan di Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Direktorat Bina Produksi dan Alat Kesehatan. Untuk menilai kelengkapan berkas digunakan lembar penilaian yang mencantumkan syarat-syarat yang harus dilengkapi. Pengamatan terhadap berkas permohonan perubahan izin edar diajukan oleh PT. MM dan permohonan izin edar diajukan oleh PT. MI atas dasar lisensi dari perusahaan DP dan PT. RN atas dasar lisensi dari perusahaan E, dimulai dengan pencatatan nama alat kesehatan dan tipe kemasan yang kemudian dilanjutkan dengan mencatat klasifikasi/identifikasi alat kesehatan meliputi kategori, sub kategori, nama, nomor jenis, dan kelas sesuai dengan PERMENKES

91 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Permohonan Perubahan Izin Edar Berkas permohonan perubahan izin edar yang diperiksa adalah untuk produk local atau dalam negri. Dalam hal ini permohonan perubahan izin edar dilakukan oleh PT. MM untuk Produk H. Perubahan izin edar dilakukan karena terdapat perubahan penandaan pada produk tersebut. Sebelumnya tidak terdapat penandaan pada kemasan primer, dan saat ini PT. MM melakukan permohonan perubahaan penandaan untuk membuat penandaan pada kemasan primer. Berkas permohonan yang diperiksa adalah meliputi data penandaan lama, penandaan baru, serta dokumen lain yang diperlukan. Dokumen tersebut antara lain nomor registrasi lama, surat permohonan, surat pernyataan tidak ada yang berubah (formulasi), dan surat pernyataan / laporan efek samping. a. Penandaan lama Tidak terdapat penandaan pada kemasan primer. Contoh penandaan lama terlampir pada berkas. b. Penandaan baru Terdapat penambahan penandaan pada kemasan primer dan contoh penandaan baru terlampir pada berkas. c. Dokumen penunjang i. Nomor registrasi lama Nomor registrasi lama dari Produk H PT. MM terlampir pada berkas. ii. Surat pemohonan Surat permohonan perubahan penandaan yang ditujukan kepada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan untuk merubah nomor izin edar terlampir pada berkas. Surat permohonan perubahan izin edar dapat dilihatpadalampiran2. Pendaftar juga menyertakan formulir permohonan perubahan penambahan ukuran / isi yang dapat dilihat pada Lampiran 3. iii. Surat pernyataan tidak ada yang berubah (formulasi) 14

92 15 Surat yang menyatakan bahwa tidak ada yang berubah pada formulasi Produk H PT. MM terlampir pada berkas dan dapat dilihat pada Lampiran 4. iv. Surat pernyataan / laporan efek samping Surat yang menyatakan bahwa tidak ada efek samping yang dilaporkan PT. MM untuk Produk H terlampir pada berkas dan dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil pemeriksaan permohonan perubahan/perpanjangan izin edar untuk Produk H dapat dilihat pada Lampiran Permohonan Izin Edar Berkas PKRT yang diperiksa adalah berkas permohonan izin edar produk impor. Berkas yang diperiksa meliputi formulir permohonan izin edar, persyaratan data administrasi dan persyaratan data teknis Produk S Berkas PKRT yang diperiksa adalah berkas permohonan izin edar produk impor. Berkas yang diperiksa meliputi formulir permohonan izin edar, persyaratan data administrasi dan persyaratan data teknis. Dalam hal ini produk yang akan didaftarkan adalah Produk S yang merupakan tissue basah yang diproduksi oleh perusahaan DP yang berasal dari Amerika. Namun perusahaan yang mendaftarkan adalah perusahaan dalam negri yaitu perusahaan MI dengan lisensi dari perusahaan DP. a. Formulir Permohonan Izin Edar Formulir permohonan izin edar PKRT telah diisi secara lengkap oleh pemohon. Formulir permohonan pendaftaran PKRT dapat dilihat pada Lampiran 7. b. Persyaratan Data Administrasi Untuk Produk Impor i. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI (menyertakan jenis produk dan jangka waktu) Surat kuasa yang dikeluarkan oleh perusahaandp dengan nama Letter of Authorization di Arizona, USAdan telah dilegalisasi oleh KBRI di Wasington DC, USA yang menyatakan telah memberi autorisasi penuh

93 16 untuk meregistrasikan, mengimpor, menjual, dan mendistribusikan produknya. Surat persetujuan ini berlaku selama 5 tahun,dari Maret 2011 sampai Maret ii. Keterangan pejabat setempat yang berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI / Kepala pabrik yang telah di legalisir oleh Pejabat yang berwenang dan KBRI. Surat kuasa ini biasa disebut sebagai Certificate of Free Sale. Surat ini menunjukkan bahwa Produk S didistribusika dan diperjual belikan di negara asal. iii. Surat penunjukan sebagai agen tunggal atau distributor tunggal dari pabrik induk Surat kuasa yang dikeluarkan oleh perusahaan DP dengan nama Letter of Authorization di Arizona, USA dan telah dilegalisasi oleh KBRI di Wasington DC, USA yang menyatakan telah memberi autorisasi penuh kepada perusahaan MI untuk meregistrasikan, mengimpor, menjual, dan mendistribusikan produknya. Surat persetujuan ini berlaku selama 5 tahun, dari Maret 2011 sampai Maret 2016 c. Persyaratan Data Teknis Untuk Produk Impor i. Lampiran AA (Formula/Komponen, Prosedur Pembuatan, Nama resmi / Nama Kimia, serta Pemeriksaan bahan yang dilarang / melebihi kadar) Nama kimia, formula kualitatif dan kuantitatif beserta fungsi setiap bahan yang digunakan, juga prosedur pembuatan telah dilampirkan. Contoh formulir data teknis untuk lampiran AA dapat dilihat pada Lampiran 8. ii. Lampiran BB (Spesifikasi Setiap Bahan Baku, Sertfikat Uji Laboratorium dari bahan, serta Spesifikasi Wadah dan tutup) Spesifikasi setiap bahan baku termasuk cara penyimpanan dan uji keamanan dari produk tersebut terlampir dalam berkas dokumen. Hal ini terlihat dengan dilampirkannya berkas Material Safety Data Sheet (MSDS) dari setiap bahan baku. Namun, sertifikat uji laboratorium dari bahan baku atau CoA (Certificate of Analysys) tidak dilampirkan. Pada spesifikasi wadah dan tutup,berkas terlampir pada dokumen. Spesifikasi

94 17 yang dilampirkan berupa kemasan primer dan kemasan sekunder. Contoh formulir data teknis untuk lampiran BB dapat dilihat pada Lampiran 9. iii. Lampiran CC (Spesifikasi dan Stabilitas Produk Jadi) Pada lampiran CC ini pendaftar melampirkan spesifikasi untuk Produk S, pada Certificate of Analysis (CoA) menyatakan produk tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan untuk uji spesifikasi. Namun perusahaan DP tidak mencantumkan data stabilitas dan batas kadaluarsa. Pendaftar juga tidak melampirkan mengenai Material Safey Data Sheet (MSDS) dari produk tersebut. Contoh formulir data teknis untuk lampiran CC dapat dilihat pada Lampiran 10. iv. Lampiran DD (Lampiran dan Contoh) Pada formulir ini pendaftar melampirkan penandaan yang ada pada kemasan primer dan petunjuk penggunaan. Pendaftar juga melampirkan kode produksi beserta artinya. Contoh formulir data teknis untuk lampiran DD dapat dilihat pada Lampiran 11. v. Penandaan (wadah, bungkus, brosur) Pada lampiran ini, pendaftar melampirkan beberapa berkas yang sesuai persyaratan, namun terdapat beberapa data yang tidak terlampir, seperti, tanggal kadaluarsa peringatan untuk aerosol, dan keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan. Contoh formulir data teknis untuk form penandaan dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil pemeriksaan permohonan izin edar untuk Produk S dapat dilihat pada Lampiran Produk HP Berkas PKRT yang diperiksa adalah berkas permohonan izin edar produk impor. Berkas yang diperiksa meliputi formulir permohonan izin edar, persyaratan data administrasi dan persyaratan data teknis. Dalam hal ini produk yang akan didaftarkan adalah produk HP yang merupakan produk desinfektan yang diproduksi oleh perusahaan E. Namun perusahaan yang mendaftarkan adalah perusahaan dalam negri yaitu perusahaan RN dengan lisensi dari perusahaan E. a. Formulir Permohonan Izin Edar

95 18 Formulir permohonan izin edar PKRT telah diisi secara lengkap oleh pemohon. Formulir permohonan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 7. b. Persyaratan Data Administrasi Untuk Produk Impor i. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI (menyertakan jenis produk dan jangka waktu) Surat kuasa yang dikeluarkan oleh perusahaan E dengan nama Letter of Authorization di Inggris dan telah dilegalisasi oleh KBRI di Inggris yang menyatakan telah memberi autorisasi penuh untuk meregistrasikan, mengimpor, menjual, dan mendistribusikan produknya. Surat persetujuan ini disahkan pada bulan Februari Dengan masa berlaku selama 5 tahun,dari 1 Desember 2011 sampai 31 Desember ii. Keterangan pejabat setempat yang berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI / Kepala pabrik yang telah di legalisir oleh Pejabat yang berwenang dan KBRI Surat kuasa ini biasa disebut sebagai Certificate of Free Sale. Pendaftar tidak melampirkan berkas Certificate of Free Sale. iii. Surat penunjukkan sebagai agen tunggal atau distributor tunggal dari pabrik induk Surat kuasa yang dikeluarkan oleh perusahaan E dengan nama Letter of Authorization di Inggris dan telah dilegalisasi oleh KBRI di Inggris yang menyatakan telah memberi autorisasi penuh kepada perusahaan E untuk meregistrasikan, mengimpor, menjual, dan mendistribusikan produknya. Surat persetujuan ini berlaku selama 5 tahun, dari 1 Desember 2011 sampai 31 Desember c. Persyaratan Data Teknis Untuk Produk Impor i. Lampiran AA (Formula/Komponen dan Prosedur Pembuatan) Formula dan fungsi dari setiap bahan yang digunakan pada Produk HP ini terlampir secara lengkap. Prosedur pembuatan secara singkat juga terlampir pada berkas registrasi ini. Contoh formulir data teknis untuk lampiran AA dapat dilihat pada Lampiran 8. ii. Lampiran BB (Spesifikasi Bahan Baku dan Wadah)

96 19 Spesifikasi setiap bahan baku termasuk cara penyimpanan dan uji keamanan dari produk tersebut terlampir dalam berkas dokumen. Hal ini terlihat dengan dilampirkannya berkas Material Safety Data Sheet (MSDS) dari setiap bahan baku. Sertifikat uji laboratorium dari bahan baku atau CoA (Certificate of Analysys)juga dilampirkan. Namun spesifikasi wadah dan tutup,berkas tidak dilampirkan. Contoh formulir data teknis untuk lampiran BB dapat dilihat pada Lampiran 9. iii. Lampiran CC (Spesifikasi dan Stabilitas Produk Jadi) Pada lampiran CC ini pendaftar tidak melampirkan spesifikasi dan Certificate of Analysis (CoA) untuk Produk HP. Namun perusahaan DP mencantumkan data stabilitas dan batas kadaluarsa. Contoh formulir data teknis untuk lampiran CC dapat dilihat pada Lampiran 10. iv. Lampiran DD (Lampiran dan Contoh) Pada lampiran ini pendaftar melampirkan penandaan yang ada pada kemasan primer dan petunjuk penggunaan. Pendaftar juga melampirkan kode produksi beserta artinya. Contoh formulir data teknis untuk lampiran DD dapat dilihat pada Lampiran 11. v. Penandaan Pada lampiran ini, pendaftar melampirkan beberapa berkas yang sesuai persyaratan, namun terdapat beberapa data yang tidak terlampir, seperti tanggal kadaluarsa peringatan untuk aerosol, dan keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan. Contoh formulir data teknis untuk lampiran penandaan dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil pemeriksaan permohonan izin edar untuk Produk HP dapat dilihat pada Lampiran Pembahasan Permohonan Perubahan Izin Edar Permohonan perubahan izin edar yang dilakukan oleh perusahaan E untuk merubah penandaan tidak perlu melakukan registrasi ulang, namun hanya melakukan registrasi variasi. Karena pada perubahan penandaan tidak terdapat perubahan dalam hal formulasi.

97 20 Pada permohonan perubahan izin edar, terdapat beberapa berkas yang harus dilengkapi. Diantaranya penandaan lama, penandaan baru, dan dokumen lain seperti No. registrasi lama, surat permohonan, surat pernyataaan tidsk ada yang berubah (formulasi), serta surat pernyataan / laporan efek samping. Dalam hal ini perubahan penandaan yang dilakukan oleh PT. MI adalah perubahan pada kemasan sekunder. Pada penandaan lama tidak terdapat penandaan pada kemasan sekunder, sehingga penandaan baru yang diajukan oleh PT. MI adalah penambahan penandaan pada kemasan sekunder. PT. MI melampirkan secara lengkap semua berkas yang diperlukan untuk mengajukan permohonan perubahan izin edar. Sehingga berkas yang diajukan oleh PT. MI dapat diterima dan bisa segera diproses Permohonan Izin Edar Produk S Produk S merupakan produk PKRT import yang diproduksi oleh perusahaan DP. Produk S termasuk kedalam PKRT kelas I, kategori tisu dan kapas dan sub kategori tisu basah. Permohonan izin edar Produk S diajukan oleh PT. MI yang diberikan autorisasi penuh oleh DP untuk mengurus registrasi registrasi dan mendistribusikan produknya di Indonesia. Produk tersebut merupakan produk impor sehingga data administrasi yang harus dilengkapi adalah Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK), surat penunjukan/letter of Authorization (LOA), Certificate of Free Sale (CFS), dan data teknis meliputi Formulir A, B, C, D, dan Formulir E. PT. MI selaku selaku pendaftar harus melakukan pendaftaran dengan mendatangi loket Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan untuk mengisi berkas permohonan pendaftaran PKRT impor. Selanjutnya berkas yang telah diserahkan di loket (pra registrasi) akan dibawa bagian TU yang kemudian akan dibawa ke Kepala Subdirektorat penilaian produk diagnostik invitro dan PKRT. Kepala subdirektorat akan menyerahkan berkas kepada kepala seksi produk PKRT untuk ditelaah lebih lanjut, dan kepala seksi akan menyerahkan berkas kepada tim penilai untuk dilakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap berkas permohonan izin edar.

98 21 Pemeriksaan data administrasi pada lampiran AA untuk produk yang impor adalah surat kuasa penunjukan (Letter of Authorization/LOA) sebagai agen tunggal dari pabrik di Negara asal. Pada LOA yang harus diperhatikan adalah waktu berlakunya penunjukan dan apakah produk didaftarkan termasuk dalam surat penunjukan tersebut. Pada LOA yang diserahkan menyatakan bahwa DP telah menunjuk PT. MI sebagai agen tunggal di Indonesia untuk meregistrasikan, menjual dan mendistribusikan produknya dan telah dilegalisir oleh KBRI di Washington. Namun, pada surat penunjukan ini tidak tercantum produk yang akan didaftarkan akan tetapi tercantum dalam Certificate of Free Sale. Surat penunjukan ini berlaku hingga 1 Maret Untuk Certificate of Free Sale yang dilampirkan telah memenuhi syarat. Dalam surat ini dinyatakan bawa produk tersebut telah beredar di State of Arizona, USA, dan beberapa negara bagian lain di USA dan dapat dipasarkan di luar Uni Eropa. Keterangan Pra Market Approval tidak perlu disertakan karena produk yang diedarkan bahwa produk yang didaftarkan bukan produk alat kesehatan kelas III. Dari hasil evaluasi di atas dapat dinyatakan bahwa data administrasi permohonan izin edar Produk S yang diajukan oleh PT. MI dinyatakan lengkap dan dapat diterima. Selanjutnya adalah evaluasi data teknis. Pada formulir data teknis PT. MI harus mengisi/melengkapi formulir yang ada pada permohonan pendaftaran Alat Kesehatan/PKRT dan harus sesuai dengan persyaratan pada PERMENKES No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010. Produk yang didaftarkan oleh PT. MI adalah produk PKRT. Pada lampiran AA harus dicantumkan komponen/formula dengan nama kimia yang umum diketahui dari produk beserta fungsi setiap bahan. Pada formulir ini juga dijelaskan mengenai prosedur pembuatan secara singkat dan lengkap. Pada form ini pendaftar melengkapi semua persyaratan yang diperlukan. Pada lampiran BB harus dijelaskan mengenai spesifikasi setiap bahan baku, sertifikat uji laboratorium dari bahan (Certificate of Analysis - CoA), serta spesifikasi wadah dan tutup. Dalam mendaftarkan produknya PT. MI melampirkan spesifikasi masing-masing bahan baku (Material Safety Data Sheet - MSDS) serta spesifikasi wadah / kemasan dari produk. Namun, pendaftar tidak

99 22 menyertakan sertifikat uji laboratorium (CoA) dari masing-masing bahan yang digunakan. Lampiran CC berisi spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi, stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa, serta hasil uji Lab Produk Jadi (SNI). PT. MI hanya melampirkan spesifikasi produk jadi, namun tidak menyertakan hasil uji laboratorium (CoA), data stabilitas serta waktu kadaluarsa. Lampiran DD harus melampirkan kegunaan, cara penggunaan, peringatan, keterangan lain; contoh kode produksi, serta contoh produk (2 buah). Pendaftar telah menyertakan kegunaan, cara penggunaan, peringatan, dan contoh kode produksi beserta artinya. Namun PT. MI tidak memberikan contoh produk. Pada penandaan (wadah, bungkus, dan brosur) PT. MI melampirkan nama dagang/merk dan nama jenis, nama produsen, alamat produsen, nama dan alamat distributor, penempatan No registrasi, kode produksi, netto dalam satuan metric, nama dan kadar bahan aktif, warna desain penandaan, kegunaan dan cara penggunaan dalam bahasa Indonesia. Namun pendaftar tidak memberikan tanggal kadaluarsa, peringatan untuk aerosol dan cara penanggulangan bila terjadi bencana. Hasil pemeriksaan data secara keseluruhan berkas yang diberikan oleh PT. MI harus menambah data untuk dilengkapi, yaitu data stabilitas produk jadi dan sertifikat analisis untuk produk jadi Produk HP Produk HP merupakan produk PKRT import yang diproduksi oleh perusahaan E. Produk HP termasuk kedalam PKRT kelas II, kategori antiseptik dan desinfektan dengan sub kategori desinfektan. Permohonan izin edar Produk HP diajukan oleh PT. RN yang diberikan autorisasi penuh oleh perusahaan E untuk mengurus registrasi registrasi dan mendistribusikan produknya di Indonesia. Produk tersebut merupakan produk impor sehingga data administrasi yang harus dilengkapi adalah Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK), surat penunjukan/letter of Authorization (LOA), Certificate of Free Sale (CFS), dan data teknis meliputi Formulir A, B, C, D, dan Formulir E.

100 23 PT. RN selaku selaku pendaftar harus melakukan pendaftaran dengan mendatangi loket Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan untuk mengisi berkas permohonan pendaftaran PKRT impor. Selanjutnya berkas yang telah diserahkan di loket (pra registrasi) akan dibawa bagian TU yang kemudian akan dibawa ke Kepala Subdirektorat penilaian produk diagnostik invitro dan PKRT. Kepala subdirektorat akan menyerahkan berkas kepada kepala seksi produk PKRT untuk ditelaah lebih lanjut, dan kepala seksi akan menyerahkan berkas kepada tim penilai untuk dilakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap berkas permohonan izin edar. Pemeriksaan data administrasi pada formulir AA untuk produk yang impor adalah surat kuasa penunjukan (Letter of Authorization/LOA) sebagai agen tunggal dari pabrik di negara asal. Pada LOA yang harus diperhatikan adalah waktu berlakunya penunjukan dan apakah produk didaftarkan termasuk dalam surat penunjukan tersebut. Pada LOA yang diserahkan menyatakan bahwa perusahaan E telah menunjuk PT. RN sebagai agen tunggal di Indonesia untuk meregistrasikan, menjual dan mendistribusikan produknya dan telah dilegalisir oleh KBRI di Inggris. Surat penunjukan ini berlaku dari 1 Desember 2011 sampai31 Desember Pendaftar tidak mencantumkan Certificate of Free Sale untuk Produk HP, sehingga tidak dapat diketahui apakah Produk HP tersebut didistribusikan atau tidak di negara produsen. Selanjutnya adalah evaluasi data teknis. Pada formulir data teknis PT. RN harus mengisi/melengkapi formulir yang ada pada permohonan pendaftaran Alat Kesehatan/PKRT dan harus sesuai dengan persyaratan pada PERMENKES No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010. Produk yang didaftarkan oleh PT. RN adalah produk PKRT. Pada lampiran AA harus dicantumkan komponen/formula dengan nama kimia yang umum diketahui dari produk beserta fungsi setiap bahan. Pada formulir ini juga dijelaskan mengenai prosedur pembuatan secara singkat dan lengkap. Pada form ini pendaftar melengkapi semua persyaratan yang diperlukan. Pada form BB harus dijelaskan mengenai spesifikasi setiap bahan baku, sertifikat uji laboratorium dari bahan ( CoA), serta spesifikasi wadah dan tutup. Dalam mendaftarkan produknya PT. RN melampirkan spesifikasi masing-masing

101 24 bahan baku (Material Safety Data Sheet - MSDS) serta sertifikat uji laboratorium dari bahan (CoA). Namun spesifikasi wadah/kemasan dari produk tidak dicantumkan. Lampiran CC berisi spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi, stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa, serta hasil uji Lab Produk Jadi (SNI). PT. RN hanya melampirkan hasil uji laboratorium (CoA), data stabilitas serta waktu kadaluarsa.pendaftar tidak melampirkan spesifikasiproduk jadi. Lampiran DD harus melampirkan kegunaan, cara penggunaan, peringatan, keterangan lain; contoh kode produksi, serta contoh produk (2 buah). Pendaftar menyertakan kegunaan, cara penggunaan, peringatan, dan contoh kode produksi beserta artinya. Namun PT. RN tidak memberikan contoh produk. Pada penandaan (wadah, bungkus, dan brosur) PT. RN melampirkan nama dagang/merk dan nama jenis, nama produsen, alamat produsen, nama dan alamat distributor, penempatan No registrasi, kode produksi, netto dalam satuan metric, nama dan kadar bahan aktif, warna desain penandaan, kegunaan, cara penggunaan dalam bahasa Indonesia dan cara penanggulangan bila terjadi bencana. Namun pendaftar tidak memberikan tanggal kadaluarsa dan peringatan untuk aerosol. Hasil pemeriksaan data secara keseluruhan berkas yang diberikan oleh PT. RN harus menambah data untuk dilengkapi. Secara umum dengan adanya Unit Pelayanan Terpadu (UPT), proses registrasi untuk PKRT menjadi lebih mudah dan teratur. Namun apabila terdapat ketidaksesuaian atau kekurangan berkas persyaratan, perusahaan yang bersangkutan harus kembali lagi ke UPT untuk menyerahkan berkas yang sesuai, hal ini sedikit menyulitkan bagi perusahaan yang bersangkutan, apalagi jika perusahaan tersebut berdomisili diluar Jakarta. Dan juga penomoran dokumen registrasi masih dilakukan secara manual, yang menyulitkan bagi tim penilai untuk menelusuri berkas apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Untuk membantu mengatasi masalah tersebut, hendaknya dapat dilakukan sistem online untuk memudahkan tim penilai dalam menilai berkas registrasi dan pendaftar dalam melakukan registrasi produknya.

102 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Produk alat kesehatan dan PKRT wajib memiliki izin edar sebelum dilakukan penyaluran kepada masyarakat. Izin edar diperoleh dengan cara registrasi produk di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Registrasi memerlukan data administrasi dan data teknis sebagai dokumen wajib. Produk akan diberikan izin jika memenuhi semua persyaratan keamanan, performa, dan mutu Produk H yang melakukan permohonan perubahan izin edar telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen administrasi dan data teknis. Produk S dan Produk HP masih harus melengkapi persyaratan kelengkapan dokumen administrasi dan data teknis untuk dapat diberikan nomor pendaftaran tetap dan tidak dapat melakukan pembayaran untuk selanjutnya ditindaklanjuti proses pengajuan izin edarnya 5.2 Saran Perlu dilakukan penataan dokumen yang lebih rapi untuk dokumen yang akan dikembalikan kepada pemohon agar lebih menghemat waktu pencarian berkas Pendaftaran via online perlu diterapkan segera Sehubungan masih banyaknya alat kesehatan dan PKRT yang berasal dari luar negeri, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan perlu diberikan toleransi bagi produk alkes dan PKRT dalam negeri dalam registrasi alkes dan PKRT tetapi masih tetap menjaga kredibilitas penilaian alkes dan PKRT. 25

103 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Rencana Strategis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Depkes RI tahun Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. 26

104 27 LAMPIRAN

105 28 Lampiran 1. Alur pelaksanaan pemberian izin edar Alkes dan PKRT

106 29 Lampiran 2. Surat Permohonan Perubahan Penandaan Tanggal PT. MM Nomor : xxx Lampiran : 1 berkas Hal : permohonan perubahan penandaan Produk H Kepada Yth. Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4 9 Dengan hormat, Bersama ini kami mengajukan permohonan perubahan penandaan. Produk H KEMENKES RI PKD xxxxxxxxxxx Berikut kami sertakan lampiran formulir perubahan design. Demikian permohonan kami. Besar harapan kami atas terkabulnya permohonan ini. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan kami ucapkan terimakasih. Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan) Alamat dan nomor telp PT. MM (rahasia)

107 30 Lampiran 3. Formulir Permohonan Perubahan Penambahan Ukuran / Isi PT. MM 1. Nama PKRT (a) : Produk H 2. Berikan fotokopi nomor : terlampir registrasi yang telah dimiliki 3. Kategori / Subkategori : Pestisida serangga / Pengendali serangga 4. Bentuk / warna : xxx 5. Kemasan : xxx 6. Data yang akan dirubah : Penandaan 7. Data tersebut adalah sbb (c) : Data lama: - Penandaan : tidak ada penandaan pada kemasan sekunder Data baru - Penandaan : penambahan penandaan pada kemasan sekunder Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan) Keterangan: 1. Ditulis sama dengan yang tercantum pada lembar nomor registrasi yang dimiliki 2. Coret yang tidak perlu 3. Khusus untuk perubahan bahan / formula, supaya disertai spec bahan dan produk yang berubah. Sebutkan dengan jelas perubahan tersebut dibandingkan dengan yang telah mendapat nomor registrasi. Data tersebut langsung diisikan pada ruangan yang tersedia. Apabila ruangan yang tersedia tidak cukup dapat diberikan dalam lembaran tambahan tersendiri. Alamat dan nomor telp PT. MM (rahasia)

108 31 Lampiran 4. Surat Pernyataan Tidak Ada yang Berubah (Formulasi) Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : PT. MM Alamat : (rahasia) PT. MM Surat pernyataan No. xxxx Dengan ini menyatakan bahwa PKRT : Produk H Adalah tetap. Dalam arti komposisi formulasi tidak berubah. Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan) Alamat dan nomor telp PT. MM (rahasia)

109 32 Lampiran 5. Surat Pernyataan / Laporan Efek Samping Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : PT. MM Alamat : (rahasia) PT. MM Surat pernyataan No. xxxx Dengan ini menyatakan bahwa PKRT : Produk H Tidak memiliki efek samping. Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan) Alamat dan nomor telp PT. MM (rahasia)

110 33 Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Permohonan Perubahan Izin Edar untuk Produk H BLANKO PERUBAHAN/PERPANJANGAN IZIN EDAR Nama Produk : Produk H KEMKES RI PK XXX Jenis Produk Kategori Sub Kategori Bentuk Sediaan / warna : PKRT : Pestisida Rumah Tangga : Pengendali Serangga : Padat/Kuning Kemasan : Plastik PET 12/PE 30 Nama Pabrik Nama Pendaftar : PT. MM : PT. MM Atas Dasar Licensi : - Kelengkapan Data : Form Perubahan Data Penandaan Lama : L( ) / TL Penandaan Baru : L( ) / TL Dokumen Lain No. Reg Lama : L( ) / TL Surat Permohonan : L( ) / TL Surat Pernyataan tidak ada yang berubah : L( ) / TL Surat Pernyataaan / Laporan Efek Samping : L( ) / TL Kesimpulan : L( ) / TL Pemeriksa Ka. Sie Ka. Subdit ( ) ( ) ( )

111 34 Lampiran 7. Formulir Permohonan Permintaan Izin Edar Import DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN ALAT KESEHATAN PERMOHONAN PENDAFTARAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO: 1190/MENKES/PER/VIII 2010 PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA IMPORT (PKRT) 1. Nama Produsen yang mendaftarkan : (Perusahaan yang Diberi Kuasa untuk mendaftar) Alamat Lengkap & Nomor Telepon NPWP : 2. Nama Dagang PKRT sesuai etiket : 3. Kategori dan Sub Kategori PKRT : 4. HS Code : 5. Keterangan lain mengenai PKRT : (Tipe, Netto, Isi, Kemasan, Ukuran) 6. Nama Pemilik Pemberi Kuasa untuk mendaftar : Alamat lengkap : 7. Nama Perusahaan Luar Negri yang : Memberi Kuasa untuk Mendaftar Alamat Lengkap : 8. Terangkan apakah PKRT ini sudah : Diperdagangkan secara resmi di luar negeri. Sebutkan nama tempat PKRT diperdagangkan : 9. Permohonan ini dilengkapi dengan : lampiran Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan)

112 35 Lampiran 8. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar LAMPIRAN AA FORMULA DAN PROSEDUR PEMBUATAN NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN : NAMA PKRT : BENTUK : WARNA : KEMASAN : NETTO/ISI : KETERANGAN LAIN : 1. Berikan formula (kualitatif dan kuantitatif) yang digunakan serta fungsi setiap bahan yang digunakan. Formula serta fungsi setiap bahan yang digunakan terlampir. 2. Berikan prosedur pembuatan secara singkat dan jelas. Prosedur pembuatan secara lengkap terlampir.

113 36 Lampiran 9. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) LAMPIRAN BB SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN WADAH NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN : NAMA PKRT : BENTUK : WARNA : KEMASAN : NETTO/ISI : KETERANGAN LAIN : 1. Berikan spesifikasi dan atau persyaratan bahan baku. Spesifikasi bahan baku terlampir. 2. Berikan sertifikat uji laboratorium dari bahan yang digunakan. Sertifikat uji laboratorium dari bahan yang digunakan terlampir. 3. Berikan spesifikasi wadah dan tutup. Spesifikasi wadah (kemasan) terlampir.

114 37 Lampiran 10. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) LAMPIRAN CC SPESIFIKASI DAN STABILITAS PRODUK JADI NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN : NAMA PKRT : BENTUK : WARNA : KEMASAN : NETTO/ISI : KETERANGAN LAIN : 1. Berikan spesifikasi prosedur pemeriksaan produk jadi. Spesifikasi produk jadi terlampir. 2. Berikan stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa jika ada.

115 38 Lampiran 11. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) LAMPIRAN DD KEGUNAAN, PENADAAN, DAN CONTOH NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN : NAMA PKRT : BENTUK : WARNA : KEMASAN : NETTO/ISI : KETERANGAN LAIN : 1. Berikan keterangan mengenai kegunaan, cara penggunaan serta hal-hal yang perlu diterangkan termasuk peringatan dan sebagainya. Keterangan mengenai kegunaan, dll ada di rancangan penandaan (terlampir). 2. Berikan contoh kode produksi dan jelaskan artinya. Contoh kode produksi dan artinya terlampir. 3. Lampirkan rancangan penandaan. (etiket, wadah dan pembungkus, brosur serta tulisan lainnya yang menyertai PKRT tersebut) 4. Berikan contoh produk. Contoh produk terlampir.

116 39 Lampiran 12. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1. Nama dagang/merek dan nama jenis 2. Nama produsen 3. Alamat produsen 4. Nama distributor (produk impor) 5. Alamat distributor (produk impor) 6. Penempatan No. registrasi 7. Kode produksi 8. Tanggal kadaluarsa 9. Netto dalam satuan metric 10. Nama dan kadar bahan aktif 11. Warna desain penandaan 12. Kegunaan dan cara penggunaan dalam bahasa Indonesia 13. Peringatan untuk Aerosol 14. Keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan 15. Klaim sesuai data yang ada

117 40 Lampiran 13. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga untuk Produk S HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Nama Registrasi : Tanggal / No. Pendaftaran : Nama Pemeriksa : Salwa Bainana Tanggal Pemeriksaan : 25 Juni 2012 Nama PKRT Kategori Sub Kategori Bentuk Sediaan / warna Kemasan, Netto Nama Pabrik Alamat Pabrik Nama Pendaftar Alamat Pendaftar Atas Dasar Licensi dari : Produk S : Tissue dan Kapas : Tissu Basah : Padat/Putih : kantong plastic, 20 wipes : Perusahaan DP : (rahasia) : PT. MI : (rahasia) : Perusahaan DP Hasil Pemeriksaan Data : Lengkap Tidak Lengkap 1. Data Administrasi : ( ) ( ) 2. Formula dan cara pembuatan : ( ) ( ) 3. Spesifikasi bahan baku dan wadah : ( ) ( ) 4. Spesifikasi produk jadi dan stabilitas : ( ) ( ) 5. Kegunaan dana cara penggunaan : ( ) ( ) 6. Penandaan : ( ) ( ) Kesimpulan Hasil Pemeriksaan : 1. Lengkap 2. Kurang Lengkap ( ) Ka. Sie Penilai ( ) ( ) Ka Sub Dit ( ) NIP Saran: 1. Disetujui 2. Disetujui dengan melengkapi data 3. Menambah data ( ) 4. Ditolak

118 41 Lampiran 14. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Produk S (lanjutan) PEMERIKSAAN DATA TEKNIS 1. No. Urut : 2. Tanggal Pemeriksaan : 25 Juni Nama Pemeriksa : Salwa Bainana Nama PKRT Bentuk/warna/kemasan/netto : Produk S : Padat/putih/kantong plasti/20 wipes II. ADMINISTRASI Lengkap Tidak Lengkap A. PRODUK IMPOR 1. Ijin Usaha Penyalur PKRT ( + ) ( - ) 1.1. Mencantumkan Nama Pabrik/Merk ( + ) ( - ) 1.2. Mencantumkan Nama Jenis ( + ) ( - ) 2. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes ( + ) ( - ) RI 2.1. Jenis Produk ( + ) ( - ) 2.2. Jangka Waktu ( + ) ( - ) 3. Keterangan pejabat setempat yang ( + ) ( - ) berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI / Kepala pabrik yang telah dilegalisir Pejabat yang berwenang & KBRI 4. Surat penunjukkan sebagai agen tunggal ( + ) ( - ) atau distributor tunggal dari pabrik induk B. PRODUK DALAM NEGERI 1. Ijin Produksi dan lampirannya ( + ) ( - ) 1.1.Masih Berlaku ( + ) ( - ) **Surat keterangan dari Komisi Pestisida untuk Produk yang mengandung pestisida (produk impor dan dalam negeri) 1.1. Izin penggunaan pestisida dari Deptan ( + ) ( - ) 1.2. Penandaan yang disetujui Komisi ( + ) ( - ) Pestisida III. IV. LAMPIRAN AA 1. Formula (kualitatif dan kuantitatif) dan ( + ) ( - ) Fungsi bahan 2. Prosedur pembuatan secara singkat dan ( + ) ( - ) Lengkap 3. Nama resmi/nama Kimia ( + ) ( - ) 4. Pemeriksaan bahan yang dilarang/ ( + ) ( - ) melebihi kadar LAMPIRAN BB 1. Spesifikasi setiap bahan baku ( + ) ( - ) 2. Sertifikat uji laboratorium dari bahan ( + ) ( - ) 3. Spesifikasi wadah dan tutup ( + ) ( - )

119 42 Lampiran 15. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Produk S (lanjutan) Lengkap Tidak Lengkap V. LAMPIRAN CC 1. Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan ( + ) ( - ) Produk jadi 2. Stabilitas produk jadi dan batas ( + ) ( - ) Kadaluarsa (jika ada) 3. Hasil uji Lab Produk Jadi (SNI) ( + ) ( - ) VI. VII. LAMPIRAN DD 1. Kegunaan, cara penggunaan, peringatan ( + ) ( - ) Ket. Lain 2. Contoh kode produksi ( + ) ( - ) 3. Contoh produk (2 buah) PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1. Nama dagang/merk dan nama jenis ( + ) ( - ) 2. Nama produsen ( + ) ( - ) 3. Alamat produsen ( + ) ( - ) 4. Nama distributor (produk impor) ( + ) ( - ) 5. Alamat distributor (produk impor) ( + ) ( - ) 6. Penempatan No. Registrasi ( + ) ( - ) 7. Kode produksi ( + ) ( - ) 8. Tanggal kadaluarsa ( + ) ( - ) 9. Netto dalam satuan metric ( + ) ( - ) 10. Nama dan kadar bahan aktif ( + ) ( - ) 11. Warna desain penandaan ( + ) ( - ) 12. Kegunaan dan cara penanggulangan ( + ) ( - ) Bila terjadi kecelakaan 13. Peringatan untuk aerosol ( + ) ( - ) 14. Keterangan cara penganggulangan bila ( + ) ( - ) Terjadi kecelakaan 15. Klaim sesuai dengan data yang ada DATA YANG HARUS DILENGKAPI 1. Sertifikat analisis bahan baku 2. Data stabilitas produk jadi 3. Tanggal kadaluarsa Penilai ( )

120 43 Lampiran 16. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Produk HP HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Nama Registrasi : Tanggal / No. Pendaftaran : Nama Pemeriksa : Salwa Bainana Tanggal Pemeriksaan : 25 Juni 2012 Nama PKRT Kategori Sub Kategori Bentuk Sediaan / warna Kemasan, Netto Nama Pabrik Alamat Pabrik Nama Pendaftar Alamat Pendaftar Atas Dasar Licensi dari : Produk HP : Antiseptik dan Desinfektan : Desinfektan : Cair/Pink : Botol, 600 ml : Perusahaan E : (rahasia) : PT. RN : (rahasia) : Perusahaan E Hasil Pemeriksaan Data : Lengkap Tidak Lengkap 1. Data Administrasi : ( ) ( ) 2. Formula dan cara pembuatan : ( ) ( ) 3. Spesifikasi bahan baku dan wadah : ( ) ( ) 4. Spesifikasi produk jadi dan stabilitas : ( ) ( ) 5. Kegunaan dana cara penggunaan : ( ) ( ) 6. Penandaan : ( ) ( ) Kesimpulan Hasil Pemeriksaan : 1. Lengkap 2. Kurang Lengkap ( ) Ka. Sie Penilai ( ) ( ) Ka Sub Dit ( ) NIP Saran: 1. Disetujui 2. Disetujui dengan melengkapi data 3. Menambah data ( ) 4. Ditolak

121 44 Lampiran 17. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga untuk Produk HP (lanjutan) PEMERIKSAAN DATA TEKNIS 1. No. Urut : 2. Tanggal Pemeriksaan : 25 Juni Nama Pemeriksa : Salwa Bainana Nama PKRT Bentuk/warna/kemasan/netto : Produk HP : Cair/pink/botol/600 ml II. ADMINISTRASI Lengkap Tidak Lengkap C. PRODUK IMPOR 1. Ijin Usaha Penyalur PKRT ( + ) ( - ) 2.1. Mencantumkan Nama Pabrik/Merk ( + ) ( - ) 2.2. Mencantumkan Nama Jenis ( + ) ( - ) 2. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes ( + ) ( - ) RI 6.1. Jenis Produk ( + ) ( - ) 6.2. Jangka Waktu ( + ) ( - ) 3. Keterangan pejabat setempat yang ( + ) ( - ) berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI / Kepala pabrik yang telah dilegalisir Pejabat yang berwenang & KBRI 4. Surat penunjukkan sebagai agen tunggal ( + ) ( - ) atau distributor tunggal dari pabrik induk D. PRODUK DALAM NEGERI 1. Ijin Produksi dan lampirannya ( + ) ( - ) 1.1.Masih Berlaku ( + ) ( - ) **Surat keterangan dari Komisi Pestisida untuk Produk yang mengandung pestisida (produk impor dan dalam negeri) 1.1. Izin penggunaan pestisida dari Deptan ( + ) ( - ) 1.2. Penandaan yang disetujui Komisi ( + ) ( - ) Pestisida III. IV. LAMPIRAN AA 1. Formula (kualitatif dan kuantitatif) dan ( + ) ( - ) Fungsi bahan 2. Prosedur pembuatan secara singkat dan ( + ) ( - ) Lengkap 3. Nama resmi/nama Kimia ( + ) ( - ) 4. Pemeriksaan bahan yang dilarang/ ( + ) ( - ) melebihi kadar LAMPIRAN BB 1. Spesifikasi setiap bahan baku ( + ) ( - ) 2. Sertifikat uji laboratorium dari bahan ( + ) ( - ) 3. Spesifikasi wadah dan tutup ( + ) ( - )

122 45 Lampiran 18. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Produk HP (lanjutan) Lengkap Tidak Lengkap V. LAMPIRAN CC 1. Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan ( + ) ( - ) Produk jadi 2. Stabilitas produk jadi dan batas ( + ) ( - ) Kadaluarsa (jika ada) 3. Hasil uji Lab Produk Jadi (SNI) ( + ) ( - ) VI. VII. LAMPIRAN DD 1. Kegunaan, cara penggunaan, peringatan ( + ) ( - ) Ket. Lain 2. Contoh kode produksi ( + ) ( - ) 3. Contoh produk (2 buah) PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1. Nama dagang/merk dan nama jenis ( + ) ( - ) 2. Nama produsen ( + ) ( - ) 3. Alamat produsen ( + ) ( - ) 4. Nama distributor (produk impor) ( + ) ( - ) 5. Alamat distributor (produk impor) ( + ) ( - ) 6. Penempatan No. Registrasi ( + ) ( - ) 7. Kode produksi ( + ) ( - ) 8. Tanggal kadaluarsa ( + ) ( - ) 9. Netto dalam satuan metric ( + ) ( - ) 10. Nama dan kadar bahan aktif ( + ) ( - ) 11. Warna desain penandaan ( + ) ( - ) 12. Kegunaan dan cara penanggulangan ( + ) ( - ) Bila terjadi kecelakaan 13. Peringatan untuk aerosol ( + ) ( - ) 14. Keterangan cara penganggulangan bila ( + ) ( - ) Terjadi kecelakaan 15. Klaim sesuai dengan data yang ada DATA YANG HARUS DILENGKAPI 1. Certificate of free sale 2. Letter of Authorization 3. Sertifikat analisa produk jadi Penilai ( )

123 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SALWA BAINANA, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013

124 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker SALWA BAINANA, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013 ii

125 LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Salwa Bainana, S. Farm NPM : Program Studi : Apoteker Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Atrika Jl. Kartini Raya No. 34 A, Jakarta Pusat Periode 6 September 17 Oktober 2012 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dr. Harmita, Apt. ( ) Pembimbing II : Nadia Farhanah S. S. Farm., M.Si., Apt ( ) Penguji I : ( ) Penguji II : ( ) Penguji III : ( ) Ditetapkan di Tanggal : : Depok iii

126 iv

127 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotek Atrika. 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi, 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi dan pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA. 4. Ibu Nadia Farhanah S. S. Farm., M.Si., Apt sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat. 5. Para karyawan Apoteker Atrika (Shintawati, S.Farm., Apt.; Ibu Meta; Ibu Mimin; Ibu Tuti; Ibu Febi; Ibu Ponah; dan lain-lain) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. 6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. 7. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 75 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Serta sahabat yang selalu membantu dan mendukung Penulis di saat senang dan susah. 8. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman, dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA. v

128 9. Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterimakasih kepada keluarga yang telah membesarkan penulis, yang selalumencurahkan kasih sayang, motivasi, bantuan dan dukungan yang tak ternilai selama ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi. Penulis 2013 vi

129 to my mother and father, you are my heroes and to my sister -thank you- vii

130 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN...x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan...2 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Persyaratan Pendirian Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pelanggaran Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Pelimpahan Wewenang Tenaga Kerja di Apotek Sediaan Farmasi di Apotek Pengelolaan ApotekApotek Pengendalian Persediaan Apotek Standar Pelayanan Kefarmasian di Apoetek...30 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA Sejarah dan Lokasi Tata Ruang Struktur Organisasi Tugas dan Fungsi Jabatan...38 viii

131 3.5 Kegiatan di Apotek Atrika...42 BAB 4 PEMBAHASAN...55 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...59 DAFTAR PUSTAKA...60 ix

132 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Logo Golongan Obat...16 Gambar 2.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas...17 Gambar 2.3 Matriks Analisa VEN-ABC...30 x

133 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Denah Apotek Atrika...64 Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Atrika...64 Lampiran 3. Surat Pesanan Apotek Atrika...65 Lampiran 4. Surat Pesanan Narkotika...66 Lampiran 5. Laporan Penggunaan Narkotika...67 Lampiran 6. Surat Pesanan Pssikotropika...68 Lampiran 7. Laporan Penggunaan Psikotropika...69 Lampiran 8. Alur Penanganan Resep...70 Lampiran 9. Copy Resep Apotek Atrika...71 Lampiran 10. Etiket Apotek Atrika...72 Lampiran 11. Berita Acara Pemusanahan Resep...73 xi

134 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat dan mandiri. Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan bisa bermacam-macam, seperti rumah sakit, puskesmas, apotek, balai kesehatan, dan lain-lain. Apotek sebagai salah satu sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan, yakni dalam hal pelayanan kesehatan, memegang peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Untuk dapat melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, apotek memerlukan sumber daya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang farmasi, meliputi Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, seperti sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan asisten apoteker. Saat ini apotek bukan hanya sebagai tempat penjualan obat, namun apotek juga telah menjadi tempat konsultasi atau konseling mengenai obat dan penggunaannya dengan apoteker yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan konseling. Hal ini gunanya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai obat yang digunakannya dan untuk meminimalkan kejadian yang tidak diharapkan yang berkaitan dengan obat dan efek sampingnya. Karenanya saat ini apotek bisa memberikan pelayanan kesehatan dirumah (home care). Selain melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, apotek juga melaksanakan fungsi bisnis dan manajemen apotek. Hal ini untuk menjaga agar apotek dapat tetap berdiri dan melayani masyarakat. Karenanya Apoteker selaku penanggung jawab harus memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang 1

135 2 managerial, seperti manajemen keuangan, sumber daya manusia, dan operasional, serta di bidang marketing sehingga dapat memampukan Apoteker untuk menjalankan usaha yang dapat terus berkembang dan memberikan kepuasan bagi masyarakat. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawabnya diapotek serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Dari pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika ini diharapkan calon apoteker mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di apotek. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, bertujuan agar para calon Apoteker : Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang Apoteker di apotek Mempelajari cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi dan manajemen apotek, baik pengadaan, penyimpanan, maupun penjualan, serta dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di apotek Mempraktekkan pelayanan kefarmasian di apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.

136 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/ SK/X/2002, apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika; sedangkan perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang terdiri dari sediaan farmasi, alat kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004, 2004). Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 3

137 4 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MenKes/Per/II/1995 yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker. 6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 9. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 10. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: 1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. 3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 4. Sarana pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.

138 Persyaratan Pendirian Apotek Perysaratan Apotek Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA) yang merupakan surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apootek di suatu tempat tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, disebutkan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek, yaitu : 1. Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenui persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. 2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. 3. Dalam hal Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana. 4. Pemilik sarana harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004, disebutkan bahwa : 1. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. 2. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. 3. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. 4. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk, serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan.

139 6 5. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. 6. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengera, serangga. 7. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Ruangan atau fasilitas yang harus dimiliki oleh apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk menampilkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi, serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. 4. Ruang racikan dan tempat pencucian alat. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun untuk pasien. Peralatan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang te;ah ditetapkan Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Pekerjaan kefarmasian seorang Apoteker adalah bentuk hakiki dari profesi Apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib mencurahkan waktu, pemikiran, dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan, dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. karena Apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek. Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya, serta masih

140 7 memenuhi persyaratan. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993, APA harus memenuhi persyaratan, yaitu : 1. Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker 3. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker. 5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain Tata Cara Perizinan Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 bab II pasal 4, izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Sesuai pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah : 1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan contoh Formulir Model APT-1 bermaterai, dengan lampiran: a. Fotokopi SIK b. Fotokopi KTP c. Fotokopi denah bangunan dan keterangan kondisi bangunan d. Surat Keterangan status bangunan (hak milik atau sewa) e. Daftar tenaga kesehatan f. Daftar alat perlengkapan apotek (alat pengolahan atau peracikan, alat perlengakapan farmasi atau lemari dan buku-buku standar) g. Surat pernyataan tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau tidak menjadi APA di apotek lain h. Surat izin atasan (untuk pegawai negeri atau ABRI0

141 8 i. Akte perjanjian kerja sama dengan pemilik sarana apotek (PSA) 2. Dengan menggunakan Formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan; 3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat lambatnya enam hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3; 4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4; 5. Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (3), atau pernyataan dimaksud poin (4), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5; 6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6; 7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan; 8. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-

142 9 lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasanalasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT Pelanggaran Apotek Pelanggaran apotek dapat dikategorikan menjadi dua macam, berdasarkan berat dan ringannya pelanggaran tersebut. 1. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi : a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi. b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap. c. Pindah alamat apotek tanpa izin. d. Menjual narkotika tanpa resep dokter. e. Bekerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar. f. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu APA keluar daerah. 2. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi : a. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir pada jam buka apotek. b. Mengubah denah apotek tanpa izin. c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak. d. Melayani resep yang tidak jelas dokter penulis resepnya. e. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan. f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada. g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh Apoteker. h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain. i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat. j. Resep narkotika tidak dipisahkan. k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa. l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok sehingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut.

143 10 Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi adminstratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/2002 adalah : 1. Peringatan tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan. 2. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 3. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut telah dipenuhi. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara dapat diberikan apabila terdapat pelanggaran terhadap : 1. Undang-Undang Obat Keras (St No. 541) 2. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila : 1. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu

144 11 baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus. 3. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras St No. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. 4. Surat Ijin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut. 5. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. 6. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya, baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan SIA berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan SIA dilaksanakan setelah dikeluarkan : 1. Peringatan tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selambat-lambatnya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan menggunakan Formulir Model APT-13. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir Model APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

145 12 Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut : 1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu, dan obat lainnya, serta seluruh resep yang tersedia di apotek. 2. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. 3. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas Pelimpahan Wewenang Wewenang dan tanggung jawab APA dapat dilimpahkan kepada Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping adalah Apoteker ayng bekerja di apotek disamping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Sedangkan, Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Ketentuan mengenai pelimpahan wewenang ini diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 dan 24 dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. 2. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti yang harus dilaporkan kedapa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. 3. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. 4. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali 24 jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala

146 13 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sementara itu, pelimpahan wewenang diberikan kepada Apoteker Pendamping Tenaga Kerja di Apotek Untuk menjamin lancarnya kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek diperlukan tenaga-tenaga pendukung, antara lain : Apoteker Pengelola Apotek Seseorang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan apotek dan telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Apotek (SIA) disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA). APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek). Tugas dan kewajiban Apoteker di apotek adalah sebagai berikut : 1. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. 2. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi. 3. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. 4. Melakukan pengembangan apotek. Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk, yaitu pengelolaan bisnis (non teknis kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan (teknis kefarmasian). Untuk dapat melaksanakan usahanya dengan sukses, seorang APA harus melakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa tersedia dan diserahkan kepada yang membutuhkan. 2. Menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek meyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap. 3. Menetapkan harga jual produknya dengan harga bersaing. 4. Mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat berkembang dengan cepat dan ekonomis.

147 14 Selain itu, seorang APA juga memiliki wewenang dan tanggung jawab yang meliputi menentukan arah terhadap seluruh kegiatan, menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan, mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan di apotek, dan bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. 1. Apoteker Pendamping, yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. 2. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain Asisten Apoteker Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 573/MENKES/SK/VI/2008, Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah Asisten Apoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan Makanan yang telah melakukan sumpah sebagai Asisten Apoteker dan mendapatkan surat izin sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. Lingkup pekerjaan kefarmasian Asisten Apoteker sesuai dengan pasal 8 ayat 2 keputusan menkes tersebut meliputi : 1. Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. 2. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Asisten Apoteker dilakukan dibawah pengawasan Apoteker/pimpinan unit atau dilakukan secara mandiri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

148 Juru Resep Tenaga teknis yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep, kemudian resep beserta obatnya disiapkan dan diperiksa oleh asisten apoteker disebut Juru Resep atau teknisi farmasi Kasir dan Pegawai Administrasi/Tata Usaha Petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain disebut kasir. Selain itu, juga terdapat pegawai administrasi, yaitu petugas yang bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan administrasi, seperti membuat laporan harian meliputi pencatatan penjualan tunai dan kredit, pencatatan pembelian, mengurus gaji, pajak, izin, asuransi, dan lain-lain disebut pegawai administrasi/tata usaha Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/ X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam 5 kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda atau loga pada kemasan yang terlihat. Logo untuk masing-masing golongan obat dapat dilihat pada Gambar 2.1.

149 16 Logo Golongan Obat Obat bebas Obat bebas terbatas Obat keras Obat narkotika Gambar 2.1 Logo Golongan Obat 1. Obat OTC (Over the Counter) a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). b. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk dalam golongan obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tandaa peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006) Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya

150 17 dengan huruf berwarna putih (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Tanda peringatan obat bebas terbatas dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas 2. Obat Ethical Obat ethical adalah obat yang hanya dapat diperoleh oleh pasien dengan menggunakan resep dokter. Obat ethical terdiri dari obat keras, psikotropika, dan narkotika. a. Obat Keras Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat injeksi. b. Obat Psikotropika (Pemerintah Republik Indonesia, 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Tujuan dari pengaturan psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika

151 18 guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan, dan memberantas peredaran gelap psikotropika. Psikotropika dibedakan menjadi empat golongan, yaitu : 1. Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah esktasi, meskalin, dan psilosibin. 2. Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, dan flunitrazepam. 3. Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah amobarbital, siklobarbital, dan luminal. 4. Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah derivat diazepam. Pengelolaan psikotropika di apotek, meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan. 1. Pemesanan Obat-obat golongan psikotropika dapat diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nama apotek, nomor SIK, da stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu jenis obat golongan psikotropika dan dibuat tiga rangkap. 2. Penyimpanan Penyimpanan untuk obat golongan psikotropika belum diatur dengan suatu peraturan khusus. Namun, karena obat-obatan golongan psikotropika ini cenderung disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan

152 19 tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu persediaan psikotropika. 3. Pelayanan Pelayanan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat, dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek. 4. Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat secara berkala, dengan tembusan kepada Balai Besar POM/Balai POM setempat, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan satu salinan sebagai arsip. 5. Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik psikotropika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek bersangkutan; nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; dan cara pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi. Pemusnahan berlangsung dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.

153 20 c. Obat Narkotika (Pemerintah Republik Indonesia, 2009b) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kemasan obat narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang (+) berwarna merah dan disebut dalam obat daftar O (opiat). Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Narkotika golongan I, yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah opium, kokain, dan ganja. 2. Narkotika golongan II, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin. 3. Narkotika golongan III, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah kodein. Narkotika merupakan obat yang bermanfaat dalam pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, apabila salah digunakan dapat mengakibatkan ketergantungan dan pada akhirnya menimbulkan kematian. Oleh karena itu, pemerintah mengatur tata cara ekspor-impor, produk, penanaman, peredaran, penyediaan, penyimpanan, dan penggunaan narkotika, dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi bahaya yang ditimbulkan oelh efek samping penggunaan dan penyalahgunaan, serta memulihkan kembali penderita kecanduan narkotika (rehabilitasi). Selain itu, pengaturan narkotika dimaksudkan untuk memberantas peredaran gelap narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek di apotek, meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.

154 21 1. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nama apotek, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika dan dibuat rangkap empat. 2. Penyimpanan Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/1987 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan yang lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan. c. Lemari dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dipergunakan untuk penyimpanan morfin, petidin, dan garam garam, serta persediaan narkotika. Bagian kedua untuk menyimpan narkotika lain yang dipakai sehari hari. d. Jika lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa. g. Lemari khusus harus ditempatkan pada tempat yang aman dan tidak diketahui oleh orang lain. 3. Pelayanan Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari

155 22 narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. 4. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun, mengirimkan, dan menyimpan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas, dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin, dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Kepala Balai Besar POM/Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. 5. Pemusnahan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/1978 pasal, disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pengobatan dan/atau pengembangan penelitian. Pelaksanaan pemusnahan apotek, diatur sebagai berikut : a. Apotek yang berada di tingkat propinsi disaksikan oleh Balai POM setempat. b. Apotek yang berada di tingkat kabupaten/kota disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan tingkat II. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik narkotika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek bersangkutan; nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; dan cara pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi.

156 23 3. Pelayanan Obat Wajib Apotek Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak di bawa usia 2 tahun dan orang tua diatas usia 65 tahun. 2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko kelanjutan penyakit. 3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. 4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. 5. Obat yang dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Kewajiban Apoteker dalam menyerahkan OWA kepada pasien, yaitu : 1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam DOWA. 2. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan (medical record). 3. Memberikan informasi yang meliputi dosis, aturan pakai, kontraindikasi, efek samping obat, dan lain-lain. Obat-obat yang termasuk dalam DOWA, antara lain : 1. Kontasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi untuk satu siklus. 2. Obat saluran cerna, pemberian maksimal 20 tablet, yang terdiri dari : a. Antasida + antispasmodik + sedatif b. Antispasmodik (papaverin, hiosin, atropin) c. Analgetik + antispasmodik 3. Obat mulut dan tenggorokan, maksimal satu botol. 4. Obat saluran napas yang terdiri dari obat asma tablet ataupun mukolitik, maksimal 20 tablet. 5. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular maksimal 20 tablet, yang terdiri dari :

157 24 a. Analgetik b. Antihistamin 6. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing, maksimal 6 tablet. 7. Obat kulit topikal maksimal 1 tube yang terdiri dari : a. Semua salep/krim antibiotik b. Semua salep/krim kortikosteroid c. Semua salep/krim antifungi d. Antiseptik lokal e. Enzim antiradang topikal f. Pemutih kulit Pengelolaan Apotek Berdasarkan PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, pengelolaan apotek merupakan tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, serta membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993, pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi : 1. Mengawasi pelayanan resep, meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. 2. Mengawasi mutu obat yang dijual, meliputi pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. 3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, serta

158 25 pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan/atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya. 4. Pembuatan laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis kefarmasian, APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam

159 26 menyediakan barang yang dibutuhkan. Pengadaan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang direncanakan dan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada Penyimpanan Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan, serta memiliki nilai estetika. Penataan pada desain lemari harus menjamin higienitas sehingga kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi tetap terjaga Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi, meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat Pelayanan Peraturan yang mengatur tentang pelayanan apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002, yaitu : 1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat; 2. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin;

160 27 3. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun, resep dengan obat dengan merek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik; 4. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku, dengan membuat Berita Acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau ditanam, atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM; 5. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat; 6. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat; 7. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan di atas resep; 8. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker; 9. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun; 10. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat pasien, pasien yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku; 11. APA, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA), yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan dalam hal ini berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini

161 28 mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) : 1. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Dalam analisis VEN, setiap obat dimasukkan ke dalam salah satu dari ketiga golongan berikut ini : a. Vital (V), yaitu obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. b. Esensial (E), yaitu obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fastmoving. c. Non esensial (N), yaitu obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak termasuk dalam golongan obat yang diperlukan untuk menyelamatkan hidup atau pengobatan penyakit terbanyak.

162 29 2. Analisis Pareto (ABC) Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah : a. Kelas A, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah tinggi. Kelas ini mewakili sekitar % dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 20 % dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif. b. Kelas B, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah menengah. Kelas ini mewakili sekitar % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat. c. Kelas C, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5 % dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. Syarat pengelompokkannya adalah kelompok A memiliki nilai investasi 70 % dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20 % dari total investasi obat keseluruhan, dan kelompok C memiliki nilai investasi 10 % dari total investasi obat keseluruhan. 3. Analisis VEN-ABC Analisis ini mengkategorikan item obat berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VENABC menggabungkan analisa pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:

163 30 V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Gambar 2.3. Matriks Analisa VEN-ABC Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C harus disediakan di apotek. Namun, kuantitasnya harus disesuaikan dengan kondisi keuangan apotek dan laju penjualan obat yang bersangkutan. Misalnya, obat vital golongan A perlu disediakan walaupun dalam jumlah sedikit, karena obat ini penting untuk menyelamatkan hidup. Obat esensial golongan B dan C dapat disediakan dalam jumlah cukup besar karena golongan obat ini penting dan banyak digunakan, serta harganya tidak terlalu mahal. Untuk obat non esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaan disesuaikan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical care (PC) atau pelayanan kefarmasian adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk, serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut : 1. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria.

164 31 2. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). 3. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. 4. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Pelayanan yang dapat diberikan di apotek terbagi menjadi dua secara garis besar, yaitu : 1. Pelayanan resep, yang terdiri dari : a. Skrinning resep yang meliputi keaslian resep, kelengkapan resep, persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinik. b. Penyiapan obat yang meliputi peracikan, pemberian etiket, pengemasan, dan penyerahan obat kepada pasien. 2. Pelayanan non resep seperti pelayanan informasi obat Pasien perlu mendapatkan informasi obat yang akurat dengan penyampaian yang dapat dimengerti oleh pasien karena beberapa hal berikut : a. Interpretasi pasien beragam terhadap etiket atau label obat. b. Tingkat pemahaman pasien beragam terhadap obat-obat, sperti inhalasi dan suppositoria. c. Tingkat kepatuhan pasien yang beragam. d. Efek samping dari penggunaan obat yang mungkin terjadi. e. Obat populer untuk terapi penyakit tertentu diinginkan dokter untuk terapi penyakit lain. f. Banyak sumber informasi tentang obat yang bebas beredar, kemudian diserap oleh pasien sepintas sehingga menimbulkan kesalahpahaman terhadap pemakaian obat tersebut. g. Semakin banyak obat tradisional yang beredar yang dianggap oleh pasien mempunyai kekuatan melebihi obat yang sedang diminumnya.

165 32 3. Pelayanan residensial (home care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia, pasien yang ditunjuk oleh dokter, dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: 1. Ketidakpatuhan pasien Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri. 2. Penggunaan obat yang tidak rasional Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien. 3. Penggunaan obat yang tidak benar Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam

166 33 penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : 1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat b. Menurunkan ketidakpatuhan. c. Menurunkan efek samping obat. d. Menurunkan biaya pengobatan. e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 2. Bagi Apoteker a. Meningkatkan citra profesi. b. Meningkatkan kepuasan kerja. c. Menarik customer Pelayanan Informasi Obat (PIO) Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif. 2. Objektif 3. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.

167 34 4. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. 5. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : 1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. 2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang

168 35 semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : 1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif, indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. 2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. 3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. 4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. 5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).

169 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1. Sejarah dan Lokasi Apotek atrika berdiri pada tanggal 21 Juli 2001 menggunakan sarana milik Bapak Winardi Hendrayanta dengan sebagai Apoteker Pengelola Apotek adalah Dr. Harmita, Apt dan SIA: /KANWIL/SIA/01/0. SIA yang diperoleh berubah menjadi SIA: /08/08 karena pada tanggal 26 Juli 2008 Apotek Atrika pindah lokasi. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat. Daerah ini merupakan kawasan pemukiman penduduk atau kompleks perumahan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum. Apotek Atrika terletak di sisi jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Apotek Atrika buka pada hari senin sampai jum;at pukul sampai WIB, hari sabtu pukul sampai WIB. Hari minggu dan hari libur nasional libur Tata Ruang Papan nama apotek memiliki tulisan yang jelas berwarna merah dengan warna dasar kuning sehingga cukup menarik perhatian pengunjung dan dapat dilihat dari jarak jauh. Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup untuk digunakan sebagai tempat parkir. Pintu masuk apotek menggunakan kaca bening sehingga susunan obat-obat OTC yang diletakkan pada etalase ruang bagian dapat terlihat dari luar. Ruangan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang bagian depan dan ruang bagian dalam. Ruang bagian depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat bebas (OTC). Ruang bagian dalam terdiri dari ruang racik yang di dindingnya terdapat lemari untuk obat ethical, obat narkotik dan psikotropik pada lemari terpisah, ruang kamar mandi, dan wastafel (Lampiran 1). Penyusunan obat di apotek atrika dibedakan berdasarkan jenis sedian dan disusun sesuai dengan urut alfabet dan obat yang masa daluarsanya lebih awal diletakkan paling depan dari setiap susunan masing-masing obat agar bisa lebih 36

170 37 awal terjual. Sediaan yang terdapat di Apotek atrika dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi, emulsi), dan sediaan topikal (salep, krim, gel). Untuk suppositoria, ovula, obat tetes mata, obat tetes telinga diletakkan dalam satu lemari dengan obat-obat topikal. Obatobat generik diletakkan pada lemari terpisah, begitu juga dengan obat golongan narkotik, psikotropik, dan obat yang mendekati tiga bulan masa daluarsanya diletakkan pada lemari terpisah Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan suatu jaringan hubungan yang menggambarkan fungsi dalam suatu organisasi. Adanya organisasi dapat menciptakan hubungan yang jelas antara posisi dan memastikan kerja sama timbal balik antara masing-masing individu. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek yang disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawab antara masing-masing individu agar terdapat definisi pekerjaan yang jelas dan dapat menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat sehingga apotek dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan rencana organisasi. Struktur organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut : 1. Pemilik Sarana Apotek : 1 orang 2. Tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari : a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang b. Apoteker Pendamping : 1 orang c. Asisten Apoteker : 2 orang d. Juru resep : 1 orang 3. Tenaga non teknis kefarmasian yang terdiri dari : a. Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang b. Pesuruh : 2 orang c. Kurir : 5 orang

171 Tugas dan Fungsi Jabatan Apoteker Pengelola Apotek Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki beberapa tugas dan tanggung jawab, antara lain : 1. Seorang APA menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. 2. Seorang APA harus dapat memimpin seluruh kegiatan managerial apotek termasuk mengoordinasikan dan mengawasi kinerja karyawan, seperti mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan. 3. Seorang APA harus aktif berusaha meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan saran dan usul dari karyawan dengan tujuan untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. 4. Dalam melayani permintaan obat, baik pelayanan obat bebas maupun obat yang diresepkan oleh dokter, seorang APA harus dapat memberikan pelayanan mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik obat, menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan penyerahan obat kepada pasien. 5. Dalam melakukan pelayanan kepada pasien, seorang APA harus dapat memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. 6. Seorang APA harus dapat melaksanakan pelayanan swamedikasi. 7. Seorang APA harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 8. Seorang APA membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. 9. Seorang APA harus mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.

172 Apoteker Pendamping Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, seorang Apoteker Pendamping memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Seorang Apoteker Pendamping melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang berhalangan hadir atau tidak berada di tempat. 2. Seorang Apoteker Pendamping harus menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. 3. Seorang Apoteker Pendamping juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 4. Seorang Apoteker Pendamping melakukan pencatatan dan penghitungan bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit Asisten Apoteker Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian juga terdapat seorang Asisten Apoteker. Seorang Asisten Apoteker memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pendataan kebutuhan barang. 2. Seorang Asisten Apoteker mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. 3. Seorang Asisten Apoteker dapat melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. 4. Seorang Asisten Apoteker memberi harga untuk setiap resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. 5. Seorang Asisten Apoteker juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat, nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan

173 40 obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 6. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pencatatan jumlah barang atau obat yang keluar maupun masuk. 7. Seorang Asisten Apoteker harus melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. 8. Seorang Asisten Apoteker menyusun daftar barang yang masuk dan menandatangani faktur pembelian obat yang masuk setiap harinya. 9. Seorang Asisten Apoteker mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota, dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk Juru Resep Selain itu, juga terdapat seorang juru resep dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Juru resep adalah tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki seorang juru resep, antara lain : 1. Seorang juru resep membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. 2. Seorang juru resep menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan, serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. 3. Seorang juru resep membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. 4. Seorang juru resep harus menjaga kebersihan apotek Kasir Dalam menjalankan kegiatan operasional apotek, juga dibutuhkan seorang kasir yang memliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: 1. Seorang kasir bertugas menerima setiap pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit yang dilakukan oleh pasien. 2. Seorang kasir bertanggung jawab menerima barang atau obat yang masuk.

174 41 3. Seorang kasir bertugas memberi harga untuk setiap resep yang masuk. 4. Seorang kasir dapat melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. 5. Seorang kasir harus mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. 6. Seorang kasir harus menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. 7. Seorang kasir bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan Keuangan Dalam mengatur semua urusan yang berhubungan dengan keuangan, sebuah apotek juga dapat memiliki bagian keuangan yang menjalankan fungsi tersebut. Tugas dan tanggung jawab bagian keuangan, antara lain sebagai berikut : 1. Bagian keuangan bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas. 2. Bagian keuangan menerima uang yang disetor oleh kurir dan dari penjualan obat tunai, baik obat bebas, obat bebas terbatas, maupun penjualan obat dengan resep. 3. Bagian keuangan bertugas mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan dan menunjang kegiatan operasional apotek, seperti listrik, air, internet, dan telepon. 4. Bagian keuangan bertanggung jawab menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF Pesuruh Selain memiliki tenaga teknis kefarmasian, sebuah apotek juga harus memiliki tenaga non teknis kefarmasian, salah satunya adalah pesuruh. Seorang pesuruh memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: 5. Seorang pesuruh bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan apotek. 6. Seorang pesuruh harus dapat menjamin kerapian apotek. 7. Seorang pesuruh membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non teknis kefarmasian

175 Kurir Dalam menunjang pelayanan obat kepada pasien dapat dilakukan pengantaran obat langsung kepada pasien. Adanya pelayanan obat dengan sistem tersebut dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien dan dapat meningkatkan minat pasien dalam melakukan pembelian atau pemesanan obat di sebuah apotek. Untuk dapat melakukan fungsi tersebut maka dibutuhkan seorang kurir. Seorang kurir memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut : 1. Seorang kurir bertugas melakukan pengantaran obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. 2. Seorang kurir bertanggung jawab menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. 3. Seorang kurir menerima uang hasil pembayaran obat Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja di Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah ditentukan menjadi dua shift, yaitu shift I dengan waktu kerja pukul , shift II dengan waktu kerja pukul Jam operasional Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Jumat mulai pukul WIB dan hari Sabtu mulai pukul WIB, sedangkan pada hari Minggu dan hari libur nasional tidak melakukan pelayanan apotek. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian 1. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Farmasi a. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi Tanggung jawab dan wewenang dalam melakukan pengadaan setiap obat dan perbekalan farmasi dilakukan oleh seorang APA, sedangkan Asisten Apoteker bertanggung jawab untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan obat dan perbekalan farmasi, serta melakukan pengadaan obat dan perbekalan farmasi untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan (SP) sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Untuk pengadaan obat dan perbekalan farmasi di Apotek Atrika, jenis dan jumlah barang yang disediakan

176 43 disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving, serta didasarkan pada jenis obat-obatan yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi yang dilakukan, yaitu dengan cara konsinyasi dan kredit. Konsinyasi merupakan cara pengadaan dengan menitipkan obat dan/atau perbekalan farmasi dari distributor kepada apotek, dimana apotek akan menerima komisi apabila obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat terjual, namun apabila tidak terjual maka obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat dikembalikan ke distributor asalnya. Cara pengadaan dengan konsinyasi umumnya dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, dimana obat-obatan tersebut sedang dalam masa promosi, dan pembayaran dilakukan hanya terhadap obat-obatan yang telah terjual; sedangkan pembayaran secara kredit adalah pembayaran yang dilakukan apabila faktur pembelian obat dan/atau perbekalan farmasi dinyatakan telah jatuh tempo. b. Pemesanan obat dan perbekalan farmasi Setiap pemesanan obat maupun perbekalan farmasi yang dibutuhkan dilakukan berdasarkan buku defekta kepada PBF. Pemesanan obat dan perbekalan farmasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP) langsung kepada salesman atau melalui telepon. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3. c. Penerimaan obat dan perbekalan farmasi Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa oleh Asisten Apoteker berdasarkan SP dan faktur untuk melihat kesesuaiannya, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets, dan lain-lain). Apabila obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima sudah sesuai dengan SP, maka Asisten Apoteker menandatangani dan membubuhkan stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua rangkap sebagai bukti bahwa apotek pernah melakukan pemesanan sejumlah obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dan selanjutnya untuk dilakukan pembayaran setelah

177 44 faktur dinyatakan telah jatuh tempo. Obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut kemudian dicatat dalam buku Penerimaan Barang Datang yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama dan jumlah obat atau perbekalan farmasi yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga (bila ada), pajak, dan harga total. Jumlah obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) dan kartu stok kecil (kartu stok harian). Apabila terjadi perubahan harga, maka perubahan harga dicatat pada buku Perubahan Harga Barang dan pada buku Daftar Harga Barang dan komputer kasir. d. Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical maupun untuk obat bebas (obat Over The Counter/OTC). Obat disusun berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out), dimana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih awal diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas. Hal tersebut dimaksudkan agar obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus yang dipergunakan untuk menyimpan obatobatan yang telah mendekati waktu kadaluarsanya. e. Pengeluaran obat dan perbekalan farmasi Sistem FEFO (First Expired First Out) diberlakukan oleh Apotek Atrika untuk melakukan pengeluaran barang dengan tujuan agar obat-obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan, sedangkan setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep. f. Pemeriksaan dan pencatatan stok obat dan perbekalan farmasi Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang masuk maupun keluar dilakukan pemeriksaan dan pencatatan stok setiap hari berdasarkan buku Penerimaan Barang Datang, buku Penjualan Barang, dan buku Resep.

178 45 Selanjutnya, jumlah terakhir obat dan/atau perbekalan farmasi yang ada dihitung dan dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil (kartu stok harian). Obat dan perbekalan farmasi yang diketahui telah kosong persediaannya dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. g. Pembuatan sediaan standar Sediaan standar merupakan obat-obat yang dibuat di apotek berdasarkan resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika antara lain minyak kayu putih, minyak telon, lysol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, obat jerawat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaansedian standar ini ditempatkan di rak dan disusun berdasarkan abjad. 2. Pengelolaan Narkotika a. Pengadaan narkotika Dalam melakukan pemesanan narkotika, Apotek Atrika mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan narkotika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP) khusus untuk narkotika yang terdiri dari 4 rangkap (warna putih, kuning, merah, dan biru). SP narkotika ini hanya digunakan untuk pemesanan satu jenis narkotika dan ditujukan kepada PBF Kimia Farma. Untuk melakukan penerimaan narkotika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesanan obat Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 4. b. Penyimpanan narkotika Setiap narkotika disimpan dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya, narkotika tersebut disusun berdasarkan bentuk sediaan dan diurutkan menurut abjad, serta apabila terdapat narkotika dengan nama yang sama maka narkotika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga

179 46 terbesar. Jumlah narkotika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk narkotika dan buku stok narkotika. c. Pelayanan narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan narkotika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan dan resep tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus narkotika dan buku stok narkotika, selanjutnya diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep diberi garis bawah merah dan resep disimpan terpisah dari resep lain. d. Pelaporan narkotika Laporan penggunaan narkotika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan penggunaan narkotika di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 5. e. Pemusnahan narkotika Dalam melakukan pemusnahan narkotika di Apotek Atrika selama ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker, serta dari pihak pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Balai Besar POM. 3. Pengelolaan Psikotropika a. Pengadaan psikotropika Pada prinsipnya pemesanan psikotropika yang dilakukan di Apotek Atrika sama seperti saat melakukan pemesanan narkotika. Dalam melakukan pemesanan psikotropika, Apotek Atrika mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan psikotropika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP)

180 47 khusus untuk psikotropika yang terdiri dari 3 rangkap (warna putih, kuning, dan merah). SP psikotropika ini dapat digunakan untuk melakukan pemesanan beberapa jenis psikotropika apabila psikotropika tersebut berasal dari satu PBF yang sama. Untuk melakukan penerimaan psikotropika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesanan obat psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 6. b. Penyimpanan psikotropika Setiap psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya, psikotropika tersebut disusun berdasarkan abjad dan apabila terdapat psikotropika dengan nama yang sama maka psikotropika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga terbesar. Jumlah psikotropika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk psikotropika dan buku stok psikotropika. c. Pelayanan psikotropika Pelayanan prikotropika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan atau salinan resep, serta resep tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Sama seperti pada pengeluaran narkotika, setiap pengeluaran prikotropika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus prikotropika dan buku stok prikotropika, selanjutnya diperiksa kesesuaian jumlahnya. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah. d. Pelaporan psikotropika Laporan penggunaan psikotropika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan penggunaan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 7.

181 48 e. Pemusnahan psikotropika Dalam melakukan pemusnahan psikotropika di Apotek Atrika selama ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker, serta dari pihak pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Balai Besar POM. 4. Pelayanan Apotek 1. Pelayanan obat dengan resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi dengan potongan harga sejumlah yang telah ditentukan. Selanjutnya, pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut dan memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pada dasarnya, pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit. Namun, untuk pelayanan resep secara kredit kuitansi pembayaran tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur pelayanan obat resep dapat dilihat pada Lampiran 8.

182 49 Apotek Atrika pun melayani untuk pembuatan copy resep, apabila terdapat resep iter, kecuali yang mengandung narkotik. Copy resep Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada pembuatan obat racik, terdapat etiket yang dibuta khusus oleh apotek atrika. Etiket yang terdapat di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 10. Resep-resep yang sudah terlalu lama, sudah selayaknya untuk dimusnahkan, berita acara pemusnahan resep dapat dilihat pada Lampiran Pelayanan/penjualan bebas Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayaran dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan bukti pembayaran diserahkan kepada pembeli Kegiatan Non Teknis Kefarmasian 1. Kegiatan Administrasi a. Administrasi personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai, meliputi : absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b. Administrasi umum Dalam melakukan administrasi umum, Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, pelaporan penggunaan psikotropika, dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c. Administrasi penjualan Dalam melakukan kegiatan administrasi penjualan, Apotek Atrika melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual maupun komputer kasir yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual dan komputer kasir akan diubah.

183 50 d. Administrasi pembelian Dalam melakukan kegiatan administrasi pembelian, Apotek Atrika melakukan pencatatan terhadap semua pembelian obat dan perbekalan farmasi di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah tanggal 5 dan 15 setiap bulannya, sedangkan tanggal melakukan pembayaran akan ditentukan pada saat penukaran faktur. e. Administrasi pajak Dalam melakukan administrasi pajak, Apotek Atrika melakukan pencatatan dan pengumpulan faktur pajak, serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan, seperti pajak reklame. f. Administrasi pergudangan Dalam melakukan administrasi pergudangan, Apotek Atrika melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok gudang maupun kartu stok harian yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan obat yang ada di apotek. g. Administrasi piutang Dalam melakukan administrasi piutang, Apotek Atrika melakukan pengumpulan kuitansi piutang yang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi. 2. Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan obat dan perbekalan farmasi yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika, meliputi :

184 51 a. Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang habis atau yang harus segera dipesan untuk memenuhi kebutuhan apotek sehingga proses pemesanan menjadi lebih cepat dan mudah, serta obat dan perbekalan farmasi yang tersedia di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat pesanan Setiap pemesanan obat dan/atau perbekalan farmasi kepada PBF dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP). SP ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar lainnya untuk keperluan arsip di apotek. Dalam SP ini terdapat nomor SP, tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesan, dan stempel apotek. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 6. c. Buku daftar harga Buku ini digunakan untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat diurutkan berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan nama generik, serta untuk bahan baku. d. Buku faktur Buku ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Dalam buku ini tercantum tanggal penerimaan, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, harga setelah potongan, dan jumlah total harga seluruh barang. Untuk buku penerimaan barang depan dan barang dalam dilakukan pemisahan. e. Buku pembelian dan penggunaan narkotika dan psikotropika Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika. Dalam buku ini tercantum bulan dan tahun, nama obat, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian,

185 52 jumlah, nama PBF, pengurangan jumlah, dan sisa stok, serta keterangan lain apabila ada. f. Buku pemasukan barang dalam Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan barang dalam. Pada buku ini tercantum nama barang, jumlah obat dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa obat. g. Buku perubahan harga Buku ini digunakan untuk mencatat setiap perubahan harga barang. Jika terjadi perubahan harga barang, maka harga terbaru barang dicatat di buku ini, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga dan komputer kasir, serta dilakukan pemberitahuan kepada Apotek Atrika cabang. h. Buku pengiriman barang ke atrika cabang Buku ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Untuk setiap Apotek Atrika cabang memiliki buku yang berbeda-beda. Dalam buku tersebut tercantum nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa. i. Faktur pengiriman barang ke atrika cabang Surat pengiriman ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Pada surat pengiriman barang tercantum nama Apotek Atrika cabang yang dituju, nomor urut surat pengiriman, tanggal pengiriman barang, nomor dan nama barang, jumlah barang yang dikirimkan, satuan dalam bentuk kemasan, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa barang, serta tanda tangan pengirim dan stempel apotek. Surat pengiriman barang ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada Apotek Atrika cabang yang disertakan saat pengiriman dilakukan dan lembar lainnya untuk keperluan arsip di Apotek Atrika pusat.

186 53 j. Buku resep Pengeluaran obat berdasarkan resep dicatat dalam buku ini. Buku ini memuat tanggal, bulan, dan tahun dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat, serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. k. Kartu stok besar Kartu stok besar (kartu stok gudang) digunakan untuk mencatat barangbarang yang masuk atau baru dibeli. Untuk masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini dibedakan berdasarkan bentuk sediaan dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk solid (padatan) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok yang berwarna putih, untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu stok yang berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok yang berwarna merah muda. Kartu stok ini memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang dalam satuan terbesar, nama PBF, nomor faktur, harga barang yang telah ditambahkan pajak, potongan harga (bila ada), nomor bets, dan tanggal kadaluarsa. l. Kartu stok kecil Kartu stok kecil (kartu stok harian) digunakan untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk, serta sisa stok barang. Sama seperti pada kartu stok besar, untuk masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk solid (padatan) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna putih, untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu stok berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna merah muda. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar atau masuk barang, keterangan (nomor

187 54 resep/penjualan/nomor Atrika cabang untuk pengeluaran barang dan tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang yang ada pada lemari.

188 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Apotek Atrika yang berlokasi Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 atas kerjasama dari Dr. Harmita, Apt sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan Bapak Winardi Hendrayanta. Saat ini Apotek Atrika memiliki tiga cabang yang terletak di daerah Kuningan, Mangga Dua, dan Pantai Indah Kapuk dimana kegiatannya dikoordinasikan oleh Apotek Atrika yang terletak di Jalan Kartini sebagai pusatnya. Apotek Atrika terletak di jalan dua arah dan dekat dengan pemukiman penduduk. Di sekitar Apotek Atrika juga terdapat berbagai fasilitas dan sarana kesehatan seperti dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dokter hewan, rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain. Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup luas sehingga dapat digunakan sebagai tempat parkir dengan kapasitas satu buah mobil dan beberapa sepeda motor. Tata ruang Apotek Atrika sendiri terdiri dari dua bagian yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan merupakan ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep dan penyerahan obat, dan tempat obat-obat bebas dan bebas terbatas (OTC). Sedangkan di bagian ruang dalam terdiri dari tempat peracikan, tempat obat-obat ethical, wastafel, dan kamar mandi. Pembagian dua ruangan ini dibatasi oleh dinding dan satu pintu sebagai penghubung ruang luar dan ruang dalam. Tempat peracikan obat-obat ethical terletak di tengah-tengah ruang dalam yang dikelilingi oleh lemari penyimpanan obat-obat ethical. Tempat peracikan juga dilengkapi dengan buku-buku dan semua peralatan untuk menunjang peracikan agar berjalan dengan efektif dan nyaman. Berdasarkan catatan obat-obat di buku pemesanan/ defecta, pemesanan dilakukan oleh seorang petugas apotek yang telah diberi wewenang. Petugas apotek yang bertugas untuk memesan barang kemudian mengelompokkan obatobat tersebut berdasarkan PBF yang memiliki obat tersebut untuk suatu obat yang dimiliki beberapa PBF, maka pemilihan PBF didasarkan atas faktor harga, besaran diskon yang diberikan, lokasi, dan ketepatan waktu PBF tersebut dalam mengantarkan obat. Selain pembelian kredit, apotek juga menerima barang titipan atau konsinyasi dimana jika barang tersebut terjual, maka apotek akan menerima 55

189 56 komisi. Apabila barang tersebut tidak laku hingga batas waktu yang ditetapkan atau kadaluarsa, maka barang tersebut dapat dikembalikan. Pemesanan barang biasanya dilakukan melalui telepon atau medical representative yang berkunjung ke apotek. Sewaktu barang yang dipesan datang, selanjutnya diperiksa dari segi kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, spesifikasi, dan lain-lain). Faktur yang telah sesuai kemudian diberi stempel apotek dan tanda tangan petugas. Biasanya faktur terdiri atas 4 rangkap, dua lembar pertama akan diambil oleh PBF dan sisanya diserahkan ke apotek. Sedangkan SP terdiri dari dua rangkap, lembar putih diserahkan ke PBF sedangkan yang merah untuk arsip apotek. Faktur yang diterima oleh apotek dari PBF kemudian dilakukan pencatatan pada buku faktur Apotek Atrika dimana hal ini akan mempermudah penelusuran riwayat pembayaran suatu PBF. Setelah input data ke buku faktur selesai, selanjutnya dilakukan pencatatan pada kartu stok barang yang dibagi atas tiga warna. Kartu stok putih untuk sediaan oral padat, kartu stok merah untuk sediaan oral cair, dan kartu stok hijau untuk sediaan topikal. Hal ini berfungsi untuk mempermudah dalam pengambilan kartu dan hanya untuk membedakan saja. Penyimpanan barang/ obat di Apotek Atrika disusun berdasarkan abjad, bentuk sediaan, dan jenis obat baik untuk obat-obat ethical maupun obat OTC. Untuk penyusunan obat-obat ethical yang terdapat di bagian ruang dalam dilakukan pemisahan untuk sediaan yang terdiri dari obat-obat sediaan solid, liquid, dan semi solid. Untuk obat-obat generik disimpan dalam lemari tersendiri dan beberapa dari obat generik tersebut diletakkan di meja racik seperti klorfeniramin maleat (CTM), prednison, deksametason, dan lain-lain, sehingga mempermudah pengerjaan peracikan obat. Pengeluaran obat dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO (First In First Out) untuk obat dengan batas kadaluarsa yang sama dan FEFO (First Expired First Out) yaitu obat dengan batas kadaluarsa tercepat dikeluarkan terlebih dahulu. Pengelolaan obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika dilakukan secara khusus. Untuk pemesanan narkotika (hanya 1 jenis) dan psikotropika (dapat beberapa jenis) menggunakan SP khusus yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIA

190 57 dan SIK/SP, serta nama, alamat, dan stempel apotek. Obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus terpisah dengan obat-obat lainnya. Obat golongan narkotik hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang atau jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya dapat dibeli di Apotek Atrika yang menyimpan resep aslinya. Obat psikotropika disimpan di tempat khusus namun diberlakukan seperti obat ethical lainnya. Pengeluaran obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dicatat pada buku khusus pengeluaran narkotika dan psikotropika dan pada kartu stok masingmasing untuk mempermudah pelaporan penggunaan. Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika kepada instansi yang berwenang yaitu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yang dikirimkan dalam bentuk CD setiap tanggal 10 bulan berjalan. Setiap pengeluaran barang baik karena pembelian maupun untuk dikirim ke Apotek Atrika cabang dicatat dalam buku catatan resep, buku penjualan bebas, atau buku pengiriman. Pelayanan resep di Apotek Atrika mulai dari penerimaan resep, pemberian harga, penimbangan/peracikan, pengemasan, pemberian etiket, pemeriksaan kembali, dan penyerahan obat dilakukan dengan satu sistem yang berfungsi untuk mengurangi kesalahan serta mempermudah pengawasan dan penelusuran apabila terjadi kesalahan. Sistem ini dinamakan HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan) pada suatu kertas kecil dimana masing-masing petugas yang menyelesaikan tugasnya, menandatangani kolom yang telah tersedia pada HTKP. Apotek Atrika memiliki kerjasama dengan apotek lain dan dokter seperti dr. Freddy S. Hardjoko, Sp.KK sehingga untuk obat-obat jenis tertentu ditebus di apotek atrika. Hubungan kerjasama dengan apotek lain berkaitan dengan ketersediaan obat-obatan yang dapat saling melengkapi, sehingga pelayanan resep berdasarkan kecepatan dan ketepatan dapat terpenuhi. Sedangkan pelayanan informasi obat telah terlaksana dengan baik karena apoteker selalu berada di tempat. Pelayanan informasi obat ini meliputi cara pemakaian obat, waktu minum obat, interaksi obat, efek samping obat, dan konseling jika diperlukan.

191 58 Sistem administrasi di Apotek Atrika sendiri menggunakan dua cara, yaitu cara manual dan cara komputerisasi. Sistem administrasi secara komputerisasi dilakukan dengan menggunakan software khusus untuk apotek. Sistem ini menghubungkan secara langsung antara komputer kasir dengan komputer bagian administrasi di ruang dalam. Barang-barang masuk atau keluar yang diinput dapat diawasi oleh sistem administrasi. Tapi untuk hal ini masih menjadi kendala karena sistem seringkali mengalami kegagalan fungsi (error) sehingga masih harus disempurnakan. Dengan demikian sistem manual masih menjadi pilihan utama.

192 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang penting dalam mengelola kegiatan di apotek. Apoteker memiliki tanggung jawab penuh atas setiap kegiatan yang berlangsung di apotek, baik kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan non teknis kefarmasian Kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh Apotek Atrika telah sesuai dengan etika, tata cara, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan terhadap masyarakat Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek secara profesional diwujudkan dengan peran nyata Apoteker dalam menerapkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, melalui pelayanan obat, pemberian informasi mengenai obat dan pengobatannya, konseling obat, dan melaksanakan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat Saran Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, Apotek sebaiknya menyediakan permen atau air minum mineral kemasan, untuk mencegah pelanggan merasa jenuh ketika menunggu obat mereka disiapkan Untuk meningkatkan pemberian informasi obat kepada masyarakat, sebaiknya perlu disediakan leaflet/brosur yang berisi informasi mengenai cara pakai obat atau mengenai penyakit dan pengobatannya, terutama penyakit-penyakit ringan yang dapat diobati sendiri melalui swamedikasi, sebagai sarana edukasi dan promosi bagi masyarakat. 59

193 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. 60

194 61 Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.

195 LAMPIRAN 77

196 63 Lampiran 1. Denah Apotek Atrika

197 64 Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Atrika

198 65 Lampiran 3. Surat Pesanan Apotek Atrika

199 66 Lampiran 4. Surat Pesanan Obat Narkotika

200 67 Lampiran 5. Laporan Penggunaan Narkotika LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA Nama Apotek : Atrika Form : Alamat dan Telepon : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat , Lembar : 1 Bulan : Tahun : Nama Codein 10 mg Tablet Codein 20 mg Tablet Codipront Cum Exp Kapsul Codipront Syrup Satuan Tablet Tablet Kapsul Botol Saldo Awal PEMASUKAN PENGGUNAAN Saldo Dari Jumlah Untuk Jumlah Akhir

201 68 Lampiran 6. Surat Pesanan Obat Psikotropika

202 69 Lampiran 7. Laporan Penggunaan Psikotropika LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA Nama Apotek : Atrika Form : Alamat dan Telepon : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat , Lembar : 1 Bulan : Tahun : Nama Alganax 1 mg Satuan Tablet Saldo Awal PEMASUKAN PENGGUNAAN Saldo Dari Jumlah Untuk Jumlah Akhir Apisate Tab Tablet Ativan 0.5 mg Tablet Ativan 2 mg Tablet Braxidin Tab Tablet Danalgin Tab Tablet Esilgan 1 mg Tablet Esligan 2 mg Tablet Frisium 10 mg Tablet Luminal 30 mg Tablet Spasmium 5 mg Tab Tablet Valisanbe 5 mg Tab Tablet Xanax 0.25 mg Tab Tablet

203 70 Lampiran 8. Alur Pelayanan Resep

204 71 Lampiran 9. Copy Resep Apotek Atrika

205 72 Lampiran 10. Etiket Apotek Atrika

206 73 Lampiran 11. Berita Acara Pemusnahan Resep BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP POM.53.OB.53.AP.53.P1 Pada hari ini tanggal bulan tahun sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengelolaan Apotek, Kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek : S.I.P.A Nomor : tanggal Nama Apotek : Alamat Apotek : Dengan disaksikan oleh : 1. Nama : Jabatan : S.I.K Nomor : tanggal 2. Nama : Jabatan : S.I.K Nomor : tanggal Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu : resep dari tanggal sampai dengan tanggal seberat kg. Tempat dilakukan pemusnahan : Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada : 1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi 3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek Saksi-saksi : Yang membuat berita acara, 1. ( ) ( ) S.I.K. No : S.I.P.A. no : 2. ( ) S.I.K. No :

207 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 PENGKAJIAN RESEP HIPERTENSI DI APOTEK ATRIKA PERIODE FEBRUARI - AGUSTUS 2012 SALWA BAINANA, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

208 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan...2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konseling Hipertensi...10 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Lokasi Metode Pengkajian...18 BAB 4 PEMBAHASAN...19 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...26 DAFTAR PUSTAKA...27 ii

209 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Tahapan terapi hipertensi...15 iii

210 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbandingan pendekatan Medical Model dengan pendekatan Helping Model...5 Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi...11 Tabel 2.3 Modifikasi gaya hidup untuk mengontrol hipertensi...13 Tabel 2.4. Berbagai hipertensi (AH) oral dengan dosis dan sediaannya...16 Tabel 4.1 Jenis obat hipertensi yang diresepkan selama bulan Februari hingga Agustus Tabel 4.2 Allopurinol...21 Tabel 4.3 Captopril...21 Tabel 4.4 Amlodipine...24 iv

211 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat dan mandiri. Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Sedyaningsih, 2012). Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah hipertensi. Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hamper sama besar di negara berkembang maupun di negara maju. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006). Pengobatan hipertensi bertujuan untuk menurunkan kerusakan organ target seperti kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal dan juga mengurangi resiko dari penyakit hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi dapat ditempuh dengan 2 cara yaitu non farmakologi dan farmakologi (National Heart Foundation of Australia, ). Dalam pengobatan hipertensi secara farmakologi, dilakukan dengan bantuan dokter dan apoteker. Apoteker diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam menyampaikan informasi obat dan memberi motivasi supaya masyarakat paham dan patuh dalam menjalankan terapi pengobatannya. Oleh karena itu, Praktek 1

212 2 Kerja Profesi Apoteker (PKPA), khususnya di apotek, perlu dilakukan oleh para calon Apoteker agar dapat lebih mengetahui dan sebagai gambaran di kemudian hari mengenai peranannya terhadap pelayanan kesehatan di masyarakat. Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, dilakukan pengkajian resep-resep obat hipertensi yang diterima di Apotek Atrika selama periode Februari sampai Agustus Dari hasil pengkajian resep-resep ini, dapat diketahui obat hipertensi yang paling sering diresepkan oleh dokter dan dapat diketahui juga kerasionalan dari resep tersebut. 1.2 Tujuan Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk mengkaji peresepan obat untuk terapi hipertensi yang diterima Apotek Atrika selama periode Februari sampai Agustus 2012 dari sisi kerasionalan resep.

213 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konseling Pengertian Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran, melakukan diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang yang membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan sedemikian rupa sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Pelayanan konseling pasien adalah suatu pelayanan farmasi yang mempunyai tanggung jawab etikal serta medikasi legal untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat. Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-obat dengan cara penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat. Konseling yang diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker disebut konseling aktif. Selain konseling aktif dapat juga konseling terjadi jika pasien datang untuk berkonsultasi kepada apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obat dan pengobatan, bentuk konseling seperti ini disebut konseling pasif Tujuan dan Manfaat Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Dalam melakukan konseling terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan umum dari proses konseling, antara lain: 1. Meningkatkan keberhasilan terapi 2. Memaksimalkan efek terapi 3. Meminimalkan risiko efek samping 4. Meningkatkan cost effectiveness 3

214 4 5. Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi. Adapun tujuan khusus dari konseling adalah : 1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dengan pasien. 2. Menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap pasien. 3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya. 4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya. 5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. 6. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem. 7. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam hal terapi. 8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan. 9. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien. Selain terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, konseling juga memiliki manfaat, baik bagi pasien maupun bagi Apoteker sendiri. Manfaat konseling yang diperoleh pasien, antara lain: 1. Menjamin keamanan dan efektivitas pengobatan 2. Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya 3. Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri 4. Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu 5. Menurunkan kesalahan penggunaan obat 6. Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi 7. Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan 8. Meningkatkan efektivitas serta efisiensi biaya kesehatan. Sedangkan, manfaat yang diperoleh Apoteker dari konseling adalah: 1. Menjaga citra profesi Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan 2. Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi Apoteker 3. Menghindarkan Apoteker dari tuntutan karena kesalahan penggunaan obat (medication error) 4. Pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanan.

215 Prinsip Dasar Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau korelasi antara pasien dengan Apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara sukarela. Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan model pendekatan dari pendekatan medical model menjadi pendekatan helping model. Tabel 2.1 Perbandingan pendekatan Medical Model dengan pendekatan Helping Model No Medical Model Helping Model 1 Pasien pasif Pasien terlibat secara aktif 2 Dasar dari kepercayaan Kepercayaan didasarkan dari ditunjukkan berdasarkan citra hubungan pribadi yang berkembang profesi setiap saat 3 Mengidentifikasi masalah dan Menggali semua masalah dan menetapkan solusi memilih cara pemecahan masalah 4 Pasien bergantung pada petugas kesehatan Pasien mengembangkan rasa percaya dirinya untuk memecahkan masalah 5 Hubungan seperti ayah-anak Hubungan setara (seperti teman) Sasaran Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Pemberian konseling ditujukan untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Konseling dapat diberikan langsung kepada pasien atau melalui perantara, yaitu keluarga pasien, pendamping pasien, perawat pasien, atau siapa saja yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien. Pemberian konseling melalui perantara diberikan apabila pasien tidak mampu mengenali obat-obatan dan terapinya, pasien pediatrik, dan pasien geriatrik. Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat diberikan saat pasien mengambil obat yang dapat dilakukan saat penyerahan obat, tetapi lebih

216 6 efektif apabila dilakukan di ruangan khusus untuk konseling. Pemilihan tempat konseling bergantung pada kebutuhan dan tingkat kerahasiaan atau kerumitan terhadap hal-hal yang perlu dikonselingkan ke pasien. Konseling untuk pasien rawat inap diberikan saat pasien akan melanjutkan terapi di rumah. Pemberian konseling harus lengkap karena setelah pulang dari rumah sakit pasien harus mengelola sendiri terapi obat di rumah. Selain pemberian konseling saat akan pulang, konseling pada pasien rawat inap juga diberikan pada pasien dengan tingkat kepatuhan yang rendah dan apabila terdapat perubahan terapi berupa penambahan terapi, perubahan regimen terapi, maupun perubahan rute pemberian Proses Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Penentuan Prioritas Pasien Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian, pemberian konseling tidak dapat diberikan kepada semua pasien karena waktu pemberian konseling yang cukup lama. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi pasien yang harus diberikan konseling. Seleksi pasien dilakukan dengan penentuan prioritas pasien-pasien yang perlu mendapat konseling, yaitu : 1. Pasien dengan populasi khusus 2. Pasien dengan terapi pengobatan jangka panjang 3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus 4. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit 5. Pasien yang memiliki riwayat kepatuhan rendah dalam menjalankan terapi Persiapan dan Pertanyaan dalam Melakukan Konseling Dalam menerapkan konseling yang baik, maka Apoteker harus memiliki persiapan. Apoteker sebaiknya melihat dahulu data rekam medis pasien agar mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi, seperti interaksi obat maupun kemungkinan alergi pada obat-obatan tertentu. Selain itu, Apoteker juga harus mempersiapkan diri dengan informasi-informasi terbaru yang berhubungan dengan pengobatan yang diterima oleh pasien.

217 7 Pemilihan kalimat tanya merupakan faktor penting dalam mewujudkan keberhasilan komunikasi. Pertanyaan yang digunakan sebaiknya adalah openended questions karena memungkinkan Apoteker memperoleh beberapa informasi yang dibutuhkan dari satu pertanyaan dan akan menghasilkan respon yang memuaskan karena dapat memberikan informasi yang maksimal. Kata tanya yang digunakan sebaiknya dimulai dengan bagaimana atau mengapa Tahapan Konseling 1. Pembukaan Pembukaan konseling yang baik dengan pasien dapat menciptakan hubungan baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk memberikan informasi kepada Apoteker, serta dapat menghasilkan pembicaraan yang menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih dulu sebelum memulasi sesi konseling. Selain itu, Apoteker juga harus mengetahui identitas pasien sehingga pasien merasa lebih dihargai dan harus menjelaskan kepada pasien tentang tujuan konseling dan berapa lama konseling berlangsung. 2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah Pada tahap ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi dari pasien mengenai masalah potensial yang mungkin terjadi selama pengobatan. Pasien dapat merupakan pasien baru maupun pasien yang meneruskan pengobatan. 3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan dengan pasien. Apoteker juga harus mencatat terapi dan rencana untuk monitoring terapi yang diterima pasien. Untuk pasien yang menerima resep baru ataupun pasien yang menerima resep yang sama harus diajak terlibat untuk mempelajari keadaan yang memungkinkan terjadinya masalah sehingga masalah dapat diminimalisasi.

218 8 4. Memastikan pasien memahami informasi yang diperoleh Apoteker harus memastikan informasi yang diberikan selama konseling dapat dipahami dengan baik oleh pasien dengan meminta kembali pasien untuk mengulang informasi yang sudah diterima sehingga dapat diidentifikasi apabila terdapat penerimaan informasi yang salah dan dapat segera dilakukan perbaikan. 5. Menutup diskusi Sebelum menutup diskusi, sangat penting untuk bertanya kepada pasien mengenai hal-hal yang masih ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti oleh pasien. Mengulang pernyataan dan mempertegasnya sangat penting sebelum menutup diskusi karena pesan yang diterima lebih dari satu kali dan diberi penekanan biasanya akan diingat oleh pasien. 6. Follow up diskusi Pada tahap ini agak sulit dilakukan, karena terkadang pasien mendapatkan Apoteker yang berbeda pada konseling berikutnya. Oleh karena itu, dokumentasi kegiatan konseling perlu dibuat agar perkembangan pasien dapat terus dipantau Aspek Konseling yang Harus Disampaikan Kepada Pasien (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Beberapa aspek harus disampaikan kepada pasien saat proses konseling berlangsung, meliputi: 1. Deskripsi dan kekuatan obat Apoteker harus memberikan informasi kepada pasien mengenai bentuk sediaan dan cara pemakaian obat, nama obat dan zat aktif yang terkandung di dalamnya, dan kekuatan obat (mg atau gram). 2. Jadwal dan cara penggunaan obat Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus, seperti minum obat sebelum makan, jangan diminum bersama susu, dan sebagainya. Kepatuhan pasien tergantung pada pemahaman dan perilaku sosial ekonominya.

219 9 3. Mekanisme kerja obat Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit atau gejala yang sedang diobati sehingga Apoteker dapat memilih mekanisme yang harus dijelaskan. Hal tersebut dikarenakan banyak obat yang multi-indikasi. Penjelasan harus sederhana dan ringkas agar mudah dipahami oleh pasien. 4. Dampak gaya hidup Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah gaya hidup. Apoteker harus dapat menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai manfaat perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien. 5. Penyimpanan Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat, terutama obat-obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya, dan lain sebagainya. Tempat penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-anak. 6. Efek potensial yang tidak diinginkan Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya toksisitas secara sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan terutama untuk obat yang menyebabkan perubahan warna urin, yang menyebabkan kekeringan pada mukosa mulut, dan sebagainya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda dan gejala keracunan Dokumentasi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Pendokumentasian adalah hal yang perlu dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi. Pendokumentasian berguna untuk evaluasi kegiatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan. Dalam pelayanan konseling obat kegiatan pendokumentasian sangat diperlukan. Tujuan pendokumentasian pelayanan konseling obat adalah : 1. Mendapatkan data / profil pasien 2. Mengetahui riwayat penyakit pasien 3. Memantau kepatuhan pasien dalam berobat 4. Mengevaluasi pemahaman pasien tentang pengobatan 5. Menyediakan data jika terjadi tuntutan pada kesalahan penggunaan obat

220 10 6. Menyediakan data untuk evaluasi kegiatan kefarmasian 7. Menyediakan data untuk evaluasi terapi Pendokumentasian dapat berupa kartu konseling yang berisi data pasien dan kegiatan konseling yang dilakukan dan buku besar pencatatan kegiatan untuk mencatat volume kegiatan. Dalam pendokumentasian perlu dicantumkan petugas yang melaksanakan konseling Hipertensi Definisi Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah (TD) sistolik dan/atau diastolik yang tidak normal. Diagnosis hipertemsi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali pengukuran, kecuali bila TD sistolik 210 mmhg dan/atau TD diastolik 120 mmhg. Pengukuran pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam waktu 1 sampai beberapa minggu. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata TD sistolik 140 mmhg dan/atau TD diastolik 90 mmhg (Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson, 1995 dan Gunawan, 2007) Klasifikasi Hipertensi (U.S. Department of Health and Human Services JNC 7, 2003) Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada TD sistolik < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mmhg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Klasifikasi hipertensi dapat dilihat pada Tabel 2.2.

221 11 Tabel 2.2. Klasifikasi hipertensi* Klasifikasi Tekanan darah sistolik (mmhg) Tekanan darah diastolik (mmhg) Normal <120 <80 Prehipertensi Hipertensi tahap Hipertensi tahap *Tabel 2.2 klasifikasi hipertensi untuk dewasa umur 18 tahun Faktor Penyebab Hipertensi Terdapat dua penyebab hipertensi, yaitu: 1. Hipertensi primer atau esensial (97-98%) Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Namun diduga hal ini berhubungan dengan genetik dan faktor lingkungan (U.S. Department of Health and Human Services JNC 7, 2003). 2. Hipertensi sekunder (2-3%) Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau gangguan pada sistem endokrin adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi penyakit yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006 dan U.S. Department of Health and Human Services JNC 7, 2003).

222 Penatalaksanaan Hipertensi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006 dan U.S. Department of Health and Human Services JNC 7, 2003) Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah: a. Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target. b. Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko. Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan: 1. Kebanyakan pasien < 140/90 mmhg 2. Pasien dengan diabetes < 130/80 mmhg 3. Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mmhg Penanganan terapi hipertensi yang diutamakan adalah pasien dengan TD < 140/90 mmhg atau dengan TD < 130/80 mmhg pada pasien dengan penyakit diabetes atau gagal ginjal dan pasien yang memerlukan dua terapi pengobatan untuk tercapainya target. Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan prehipertensi, tetapi tidak cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau untuk pasien-pasien dengan target tekanan darah 130/80 mmhg (DM dan penyakit ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan adanya indikasi khusus. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi Terapi Nonfarmakologi (U.S. Department of Health and Human Services JNC 7, 2003 dan Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006) Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan

223 13 tekanan darah dapat terlihat pada Tabel 2.3 sesuai dengan rekomendasi dari JNC 7. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Tabel 2.3 Modifikasi gaya hidup untuk mengontrol hipertensi* Modifikasi Rekomendasi Range penurunan tekanan darah Penurunan berat badan Pelihara berat badan (BB) normal (BMI ) Adopsi pola makan Diet kaya dengan buah, DASH sayur, dan produk susu rendah lemak Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari 100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium klorida) Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik aerobic seperti jalan kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu 5-20 mmhg/10-kg penurunan BB 8-14 mmhg 2-8 mmhg 4-9 mmhg Singkatan: BMI, body mass index, BB, berat badan, DASH, Dietary Approach to Stop Hypertension *Berhenti merokok, untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan

224 14 pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet: 1. Hipertensi 2 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan ideal 2. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight) 3. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk 4. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular. 5. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi. 6. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium JNC 7 menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 meq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

225 Terapi Farmakologi Pengobatan hipertensi pada prinsipnya dapat dilakukan secara bertahap. Tahapan terapi hipertensi dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Gunawan, 2007 dan National Heart Foundation of Australia, ). Modifikasi pola hidup: - Penurunan berat badan - Aktivitas fisik teratur - Penghambatan garam dan alcohol - Berhenti merokok Respon cukup (TD sasaran telah dicapai) Respon kurang Lanjutkan Modifikasi pola hidup: Pilihan Antihipertensi tahap pertama: - Diuretic atau β-bloker - Penghambat ACE, Antagonis kalsium, α-bloker, α, β-bloker Respon cukup (TD sasaran telah dicapai) Jika target TD tidak tercapai: ACE inhibitor + antagonis kalsium Atau ACE inhibitor + Dosis rendah diuretik tiazid Jika target TD tidak tercapai: ACE inhibitor + antagonis kalsium + Dosis rendah diuretik tiazid Jika target TD tidak tercapai: Pertimbangkan untuk ke dokter spesialist Gambar 2.1. Tahapan terapi hipertensi

226 16 Obat antihipertensi (AH) yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.4 (Gunawan, 2007). Tabel 2.4. Berbagai Hipertensi (AH) Oral Dengan Dosis Dan Sediaannya Jenis Obat 1. Diuretik a. Diuretik tiazid - Hidroklortiazid - Klortalidon - Bendroflumetiazid - Indapamid - Metolazon - Metolazon rapid acting - Xipamid b. Diuretik kuat - Furosemide* - Torsemid** c. Diuretic hemat kalsium - Amilorid - Spironolakton * - Triamteren Dosis (mg) 12, ,5-25 2,5-5 1,25-2,5 2,5-5 0, , Frekuensi pemberian 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x 2-3x 1 2x 1-2x 1x 1x Sediaan Tablet 25; 50 mg Tablet 50 mg Tablet 5 mg Tablet 2,5 mg Tablet 2,5; 5; 10 mg Tablet 0,5 mg Tablet 20 mg Tablet 40 mg, amp 20 mg Tablet 5; 10; 20; 100 mg; amp 10 mg/ml (2 dan 5 ml) Tablet 5 mg Tablet 25; 100 mg Tablet 50 ; 100 mg * Dosis furosemid untuk gagal jantung dan gagal ginjal dapat ditingkatkan sampai 240 mg/hari ** Dosis torsemid untuk gagal jantung dapat ditingkatkan sampai 200 mg/hari *** Dosis spironolakton untuk asites refrakter dapat ditingkatkan sampai 400 mg/hari 2. Beta-bloker a. Kardioselektif - Asebutolol - Atenolol - Bisoprolol - Metoprolol biasa Metoprolol lepas lambat b. Nonselektif - Alpronolol - Karteolol - Nadolol - Oksprenolol biasa , , x 1x 1x 1-2x 1x 2x 2-3x 1x 2x Kap 200mg; tab 400mg Tablet 50; 100 mg Tablet 5 mg Tablet 50; 100 mg Tablet 100 mg Tablet 50 mg Tablet 5 mg Tablet 40; 80 mg Tablet 40; 80 mg

227 17 Jenis Obat Dosis (mg) Frekuensi pemberian Sediaan Oksprenolol lepas lambat - Pindolol - Propranolol - Timolol - Karvedilol - Labetalol , x 2x 2-3x 2x 1x 2x Tablet 80; 160 mg Tablet 5; 10 mg Tablet 10; 40 mg Tablet 10; 20 mg Tablet 25 mg Tablet 100 mg 3. Alfa-bloker - Doxazosin - Prazosin - Terazosin - Bunazosin 1-2 0, ,5 1x 1-2x 1x 3x Tablet 1; 2 mg Tablet 1; 2 mg Tablet 1; 2 mg Tablet 0,5; 1 mg 4. Penghambat ACE - Kaptopril - Lisinopril - Enalapril - Benazepril - Fosinopril - Quinapril - Perindopril - Ramipril - Trandolapril - Imidapril , , , x 1x 1-2x 1-2x 1x 1x 1-2x 1x 1x 1x Tablet 12,5; 25 mg Tablet 5; 10 mg Tablet 5; 10 mg Tablet 5; 10 mg Tablet 10 mg Tablet 5; 10; 20 mg Tablet 4 mg Tablet 10 mg Tablet 10 mg Tablet 5; 10 mg 5. Antagonis Kalsium - Verapamil Verapamil lepas lambat - Diltiazem - Nifedipin Nifedipin long acting - Amlodipine - Felodipine - Isradipin - Nikardipin Nikardipin lepas lambat - Nisoldipin ,5-10 2,5-20 2, x 1 2x 3x 3-4x 1x 1x 1x 2x 2x 1x Tablet 40; 80; 120 mg, amp 2,5 mg/ml Tablet 240 mg Tablet 30; 60 mg, amp 50 mg Tablet 10 mg Tablet 30; 60, 90 mg Tablet 5 mg, 10 mg Tablet 2,5; 5; 10 mg Tablet 2,5; 5 mg Kapsul 20; 30 mg Tablet 30, 45, 60 mg, amp 2,5 mg/ml Tablet 10; 20; 20; 30; 40 mg

228 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian Pengkajian terhadap resep untuk terapi hipertensi dilakukan di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat pada saat pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), yaitu pada minggu kelima hingga minggu keenam. 3.2 Metode Pengkajian Data yang dikumpulkan diperoleh dari resep-resep yang diterima atau dilayani oleh Apotek Atrika. Kriteria inklusi untuk resep tersebut adalah: 1. Resep dari bulan Februari sampai Agustus Dalam resep terdapat satu atau lebih obat hipertensi Kriteria eksklusi untuk resep tersebut adalah: 1. Resep yang tidak terbaca tulisannya 2. Copy resep Dari resep-resep yang masuk kedalam kriteria, kemudian dipilih 2 resep yang kemudian dilakukan analisis terhadap kerasionalan resepnya. 18

229 BAB 4 PEMBAHASAN Pada pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika, dilakukan penelusuran dan pengkajian terhadap resep-resep yang ditujukan untuk penggunaan terapi hipertensi, baik terhadap obat dengan merek dagang maupun obat generik, selama periode Februari hingga Agustus Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui profil peresepannya, termasuk untuk mengetahui obat yang paling sering diresepkan dan paling banyak terjual di Apotek Atrika. Apotek Atrika disamping melayani resep bebas dari pasien, melayani pula resep hasil kerjasama dengan Poliklinik dari Gereja setempat. Pelayanan resep untuk terapi hipertensi di Apotek Atrika tidak terlalu banyak, hal ini dikarenakan tidak banyak terdapat dokter praktek atau rumah sakit yang beroperasi di sekitar Apotek Atrika. Jumlah resep bebas untuk terapi hipertensi di Apotek Atrika dari bulan Februari sampai Agustus 2012 adalah sebanyak 3 resep saja dan resep dari Poliklinik Gereja ada sebanyak 14 resep yang diantaranya merupakan resep ulangan (iter). Berdasarkan hasil pengkajian resep, obat hipertensi yang sering diresepkan di Apotek Atrika selama bulan Februari sampai Agustus 2012, antara lain: Tabel 4.1 Jenis obat hipertensi yang diresepkan selama bulan Februari hingga Agustus 2012 No Nama Obat Zat Aktif Indikasi Penghambat ACE 1. Captopril Generik Hipertensi, gagal jantung Antagonis kalsium 1. Amlodipine Generik Hipertensi, angina Setelah semua resep yang berhubungan dengan terapi hipertensi selama bulan Februari hingga bulan Agustus 2012 direkapitulasi dan dilihat profil peresepannya, selanjutnya dipilih 2 resep yang digunakan untuk melihat kerasionalan terapi dan konseling yang dapat diberikan untuk masing-masing resep tersebut. Sebelumnya dilakukan skrining resep terhadap resep terpilih 19

230 20 tersebut, untuk melihat kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis pada resep tersebut Penyelesaian Kasus Resep 1 Pada resep pertama dipilih resep nomor 1 yang diterima atau dilayani oleh Apotek Atrika pada tanggal 27 Juni Pasien bernama Tn. X. Beliau memeriksakan dirinya ke dokter umum di BLUD Puskesmas Kec. Tanah Abang. Pada resep tersebut tidak terdapat tanggal dituliskannya resep, sehingga tidak diketahui dengan pasti tanggal Tn. X memeriksakan diri ke dokter, namun resep tersebut masih resep original. Dalam resep tersebut dokter memberikan resep yang berisi: 1. Allopurinol tab 100 mg 3 kali sehari 1 tablet 2. Captopril tab 25 mg 2 kali sehari 1 tablet Penulisan Ulang Resep Dokter BLUD PUSKESMAS KEC. TANAH ABANG Jl. KH. Mas Mansyur No. 30 Telp , Fax Kec/Kel:.. Jakarta, 20.. R/ Allopurinol 100 mg No. XXX S 3 d d I R/ Captopril 25 mg No. XXX S 2 d d 1 Pro : X Usia : Perhatian : Resep tidak boleh diganti tanpa seizin Dokter

231 Data Obat 1. Allopurinol Tabel 4.2 Allopurinol (Djuanda, Adhi dkk. 2009) Nama obat Allopurinol Komposisi Allopurinol 100 mg Indikasi Hiperurisemia primer dan sekunder (gout) Kontraindikasi Serangan gout akut Peringatan Hentikan terapi jika timbul gejala ruam kulit/alergi. Gangguan gunjal, hiperurisemia asimtomatik. Hamil & laktasi. Dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin Efek Samping Hipersensitivitas, pruritus, gangguan GI, mual, diare, sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan daya penglihatan & pengecapan, leukopenia, anemia hemoloitik & aplastik Interaksi Obat Antikoagulan oral, merkaptopurin, azatipurin, siklofosfamid Dosis Dewasa. Awal mg/hari. Pemeliharaan mg/hari. Anak mg/kg BB/hari atau mg/hari 2. Captopril Tabel 4.3 Captopril (Djuanda, Adhi dkk. 2009) Nama obat Captopril Komposisi Captopril 12,5 mg atau 25 mg Indikasi Hipertensi, gagal jantung Kontraindikasi Stenosis aorta. Gagal ginjal. Hamil & laktasi. Hipersensitif terhadap ACE inhibitor lain Peringatan Gangguan fungsi ginjal dengan penyakit renovaskular, kelainan vascular kolagen; terapi dengan imunosupresan; laktasi; bayi Efek Samping Ruam kulit, pruritus, muka kemerahan, batuk kering, gangguan pengecapan; hipotensi; netropenia Interaksi Obat Obat imunosupresan, suplemen K atau diuretic yang mengandung K, iduretik Dosis Hipertensi ringan s/d sedang Awal 12,5 mg 2x/hari. Pemeliharaan: 25 mg 2x/hari, dapat ditingkatkan dengan selang waktu 2-4 minggu. Maks: 50 mg 2x/hari. Dapat ditambahkan Thiazid jika respon tidak cukup atau dosis diuretic dapat ditingkatkan sesudah 1-2 minggu. Hipertensi berat Awal 12,5 2x/hari, dapat ditingkatkan bertahap s/d maks 50 mg 3x/hari dan harus diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi lain dengan dosis yang disesuaikan. Maks: 150 mg/hari. Gagal

232 22 jantung Awal 6,25 mg atau 12,5 mg. pemeliharaan: 25 mg 2-3x/hari, dapat ditingkatkan bertahap dengan selang waktu 2 minggu. Maks: 150 mg/hari. Lansia Dianjurkan untuk memberikan dosis awal yang rendah. Anak Awal 0,3 mg/kg BB/hari. Maks: 6 mg/kgbb/hari diberikan dalam 2 3 dosis Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan Dapat dilihat dari resep terdapat beberapa masalah terkait kelengkapan administratif resep. Seperti tidak terdapat nama dan SIP dari dokter yang meresepkan, hal ini mungkin dikarenakan Tn. X berobat pada puskesmas sehingga tidak terdapat nama jelas dari dokter yang bertugas. Dalam resep tersebut juga tidak terdapat tanggal penulisan resep dan tanda tangan dokter yang bersangkutan. Keterangan mengenai pasien pun tidak diketahui, seperti umur dan alamat pasien. Namun ketika Tn. X menebus resep obat di Apotek Atrika, apoteker menanyakan nomor telefon yang bisa dihubungi, hal ini dapat dilihat pada resep terdapat tulisan nomor telefon yang penulisannya berbeda dengan tulisan dokter. Dari resep tersebut dapat diketahui Tn. X menderita penyakit gout dan hipertensi. Namun tidak ada keterangan mengenai kadar asam urat dan nilai tekanan darah yang miliki oleh Tn. X. Hal ini karena keterbatasan informasi yang diperoleh, resep tersebut pun bukan resep untuk diulang, sehingga tidak dapat diperoleh lebih lanjut mengenai kondisi Tn. X. Informasi yang dapat diberikan adalah Tn. X memperoleh obat 30 tablet Allopurinol 100 mg. Tn. X tersebut harus meminumnya sehari 3 kali sebanyak 1 tablet. Dalam resep tidak terdapat keterangan waktu yang tepat untuk meminum obat allopurinol. Allopurinol sebaiknya diminum pada saat atau segera setelah makan, karena apabila allopurinol diminum pada saat perut kosong, akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada perut (Australian Rheumatology Association, 2009 dan Sandoz, 2012). Informasi yang harus diberikan kepada pasien adalah ketika mengkonsumsi obat ini pasien harus banyak minum air putih (Prometheus Laboratories Inc. Zyloprim, 2003). Tn. X juga memperoleh obat 30 tablet Captopril 25 mg. Bapak tersebut harus meminumnya sehari 2 kali sebanyak 1 tablet yang diminum pada saat perut

233 23 kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Hal ini dikarenakan bioavalibiltas kaptopril berkurang bila diberikan bersamaan dengan makanan (Apotex, 2009). Dari waktu pemberian kaptopril dinyatakan sudah tepat, karena untuk dosis pemeliharaan kaptopril cukup diberikan 2 kali sehari. Informasi yang harus diberikan kepada Tn. X adalah mengenai efek samping dari kaptopril, yaitu batuk kering. Apabila batuk kering dirasa terlalu mengganggu, Tn. X sebaiknya segera menghubungi dokter untuk dapat mengganti captopril dengan obat lain yang disesuaikan dengan kondisi Tn. X Penyelesaian Kasus Resep 2 Pada resep kedua dipilih resep nomor 1 yang diterima atau dilayani oleh Apotek Atrika pada tanggal 4 Juli Pasien bernama Ny. Y. Beliau memeriksakan dirinya ke dokter umum di Klinik Kasih Sayang pada tanggal 3 Juli 2012 dan dokter memberikan resep yang berisi: 1. Amlodipine 10 mg 1 kali sehari 1 tablet setelah makan (sore) 2. Captopril 25 mg 1 kali sehari 1 tablet setelah makan (pagi) Penulisan Ulang Resep Dokter KLINIK KASIH SAYANG Jl. Utan Panjang Raya 3 No. 6B Kemayoran Jakarta Tel , Fax Kec/Kel:.. Jakarta, 3 / 7 / 12 R/ Amlodipine 10 mg No. X S 1 d d I pc (sore) R/ Captopril 25 mg No. XXX S 1 d d I pc (pagi) Pro : Ny. Y

234 Data Obat 1. Amlodipine Tabel 4.4 Amlodipine (Djuanda, Adhi dkk. 2009) Nama obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi Peringatan Efek Samping Interaksi Obat Dosis Amlodipine Amlodipine 5 mg atau 10 mg Hipertensi, angina Hipersensitif terhadap amlodipine atau dihidropirine lain. Gangguan fungsi hati, gagal ginjal, gagal jantung kongestif. Hamil, laktasi. Anak < 6 tahun, lanjut usia sakit kepala, edema, lelah, pusing, mual, palpitasi, rasa panas & kemerahan pada wajah Tiazid, β-bloker Hipertensi Dewasa Awal 5 mg 1x/hari. Maks: 10 mg 1x/hari. Lanjut usia atau pasien dengan gangguan fungsi hati Awal 2,5 mg 1x/hari. Anak 6-17 tahun 2,5-5 mg 1x/hari. Terapi kombinasi dengan obat antihipertensi lain Awal 2,5 mg 1xhari. Angina pectoris 5-10 mg 1x/hari. 2. Captopril Data mengenai captopril dapat dilihat pada Tabel Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan Dapat dilihat dari resep terdapat beberapa masalah terkait kelengkapan administratif resep. Seperti tidak terdapat nama dan SIP dari dokter yang meresepkan, hal ini mungkin dikarenakan Ny. Y berobat pada puskesmas sehingga tidak terdapat nama jelas dari dokter yang bertugas. Dalam resep tersebut terdapat tanggal penulisan resep, namun tidak terdapat tanda tangan dokter yang bersangkutan. Keterangan mengenai pasien pun tidak diketahui, seperti umur dan alamat pasien. Tidak diketahui pula nilai tekanan darah yang miliki oleh Ny. Y. Hal ini karena keterbatasan informasi yang diperoleh. Informasi yang dapat diberikan adalah Ny. Y memperoleh obat 10 tablet Amlodipine 10 mg. Ny. Y harus meminum obat tersebut sehari 1 kali sebanyak 1 tablet yang diminum setelah makan pada sore hari. Amlodipine dapat diminum pada saat perut kosong ataupun bersamaan dengan makanan. Dalam resep

235 25 amlodipine diminum 1 kali sehari, hal ini dinilai sudah tepat, karena dosis maksimal dari amlodipine adalah 10 mg sehari (MIMS, 2009) Selanjutnya Ny. Y memperoleh obat 10 tablet Captopril 25 mg. Ny. Y tersebut harus meminumnya sehari 1 kali sebanyak 1 tablet yang diminum setelah makan, pada pagi hari. Namun terdapat masalah, karena kaptopril seharusnya diminum saat perut kosong. Hal ini dikarenakan bioavalibiltas kaptopril berkurang bila diberikan bersamaan dengan makanan (Apotex, 2009). Efek samping dari kaptopril adalah batuk kering, sehingga kaptopril sebaiknya diminum pada pagi hari, apabila diminum sore atau malam hari akan mengganggu waktu tidur pasien. Berdasarkan resep Ny. Y, waktu pemberian kaptopril dinilai sudah tepat, yaitu diminum pagi hari. Namun apabila Ny. Y merasa terganggu dengan batuk kering yang muncul, maka Ny. Y dapat berkonsultasi dengan dokter untuk menggantinya dengan obat hipertensi golongan lain.

236 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan 2 resep pilihan yang terkait terapi obat hipertensi yang dilayani Apotek Atrika, terdapat masalah dalam kelengkapan administratif resep, keseuaian farmasetis, dan pertimbangan klinis. 5.2 Saran Apoteker yang melaksanakan kegiatan konseling harus memiliki pemahaman yang baik dalam aspek farmakoterapi obat maupun teknik berkomunikasi dengan pasien Untuk kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat hipertensi, maka pada saat penyerahan obat ke pasien, hendaklah apoteker atau asisten apoteker memberikan informasi, dan edukasi kepada pasien terhadap waktu minum obat, interaksi obat, efek samping obat, dan cara pemakaian obat. 26

237 DAFTAR ACUAN Apotex Pty Ltd. GenRx Captopril Tablets, Product Information - Australia Australia. ( Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul WIB. Australian Rheumatology Association. Patient Information on Allopurinol (Brand names: Allohexal, Allosig, Progout, Zyloprim) Arthritis Australia ( Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul WIB. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djuanda, Adhi dkk MIMS Indonesia : Petunjuk Konsultasi Edisi /2010. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Sedyaningsih, Endang Rahayu Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ( Diunduh pada 5 Desember 2012 pukul WIB. Gunawan, Sulistia Gan, dkk Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi UI. Ilyas, Muhammad Review Article: Hypertension in Adults: Part 1. Prevalence, types, causes and effects. Southern Sudan Medical Bulletin Vol 2, No 3 August ( Aug% pdf). Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul WIB. National Heart Foundation of Australia Guide to management of hypertension 2008, Assessing and managing raised blood pressure in adults Updated December Australia. ( Guidelines2008to2010Update.pdf). Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul WIB 27

238 Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Prometheus Laboratory Inc. Zyloprim, Patient Information California. ( Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul WIB. Sandoz Pty Ltd. Allopurinol Sandoz, Consumer Medicine Information ( szcallop.pdf). Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul WIB U.S. Department of Health and Human Services JNC 7 Express - The Seventh Report of the Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. USA: National Institue of Health Publication. 28

239 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNGG Jl. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA PERIODE 12 JULI 31 AGUSTUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SALWA BAINANA, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013 i

240 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNGG Jl. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA PERIODE 12 JULI 31 AGUSTUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker SALWA BAINANA, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013 ii

241 LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Salwa Bainana, S. Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di PT. SOHO Industri Pharmasi Kawasan Industri PulogadungJl. Pulogadung No. 6 JakartaPeriode 12 Juli 31 Agustus 2012 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker,Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dian Cahyaningtyas, S. Si., Apt. ( ) Pembimbing II :Dr. Harmita, Apt. ( ) Penguji I : ( ) Penguji II : ( ) Penguji III : ( ) Ditetapkan di Tanggal : : Depok iii

242 iv

243 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. SOHO Industri Pharmasi. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi UI. 2. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI dan pembimbing dari Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi 3. Ibu Dian Cahyaningtyas, S.Si., Apt. selaku Quality Assurance Department Head dan pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengenal Departemen Quality Assurance. 4. Ibu Dra. Lily Sutedjo, Apt. selaku Quality Operation Division Head yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal DivisiQuality Operation. 5. Florentina Dewi Susianti, S.Farm., Apt., sebagai Quality Monitoring Section Head atas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 6. Prici Stella, Apt sebagai Quality Compliance Section Heada tas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis 7. Hamzah Bahmudah, S.Farm., Apt., sebagai Quality Support Section Head atas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Seluruh manajer dan karyawan di PT. SOHO Industri Pharmasi yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kesediannya membantu dan memberikan pengarahan selama praktek kerja profesi apoteker ini. v

244 9. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. 10. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 75 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Serta sahabat yang selalu membantu dan mendukung Penulis di saat senang dan susah. 11. Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterimakasih kepada keluarga yang telah membesarkan penulis, yang selalumencurahkan kasih sayang, motivasi, bantuan dan dukungan yang tak ternilai selama ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi. Penulis 2013 vi

245 to my mother and father, you are my heroes and to my sister -thank you- vii

246 DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN...x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan...2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Persyaratan Usaha Industri Farmasi Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk Kembalian Dokumentasi Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi danvalidasi...18 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Sejarah SOHO Group PT. ETHICA Indusri Farmasi PT. SOHO Industri Pharmasi PT. Parit Padang Global PT. Global Harmony Retailindo PT. Universal Health Network...24 viii

247 3.2 Visi dan Misi SOHO Group Visi SOHO Group Misi SOHO Group Struktur Organisasi SOHO Group Research and Development (R&D)Division Quality Operation Division Production Division Supply Chain Management (SCM)Division Validation and Documentation Departement (VDD) Technical Division Lokasi dan Sarana PT. SOHO Industri Pharmasi Ruangan Produksi di Gedung Ruangan Produksi di Gedung Ruangan Produksi di Gedung Obat Tradisional (OT) Bangunan dan Fasilitas serta Sarana Penunjang...63 BAB 4 PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk Kembalian Dokumentasi Kualifikasi danvalidasi...74 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...75 DAFTAR ACUAN...76 ix

248 DAFTAR GAMBAR Gambar halaman Gambar 3.1 Logo SOHO Group...21 Gambar 3.2 Logo PT. ETHICA Industri Farmasi...22 Gambar 3.3 Logo PT. SOHO Industri Pharmasi...23 Gambar 3.4 Logo PT. Parit Padang Global...23 Gambar 3.5 Logo PT. Universal Health Network...24 Gambar 3.6. Skema kerja AHU...56 x

249 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran halaman Lampiran 1 Struktur organisasi manufaktur PT SOHO Industri Pharmasi...78 Lampiran 2 Struktur organisasi Research& Development Division...79 Lampiran 3 Struktur organisasi Quality Operation Division...80 Lampiran 4 Struktur organisasi Quality Assurance Department...81 Lampiran 5 Struktur organisasi SOHO Quality Control Department...82 Lampiran 6 Struktur organisasi Quality Control Ethica Department...83 Lampiran 7 Struktur organisasi Production Division...84 Lampiran 8 Struktur organisasi Supply Chain Management Division...85 Lampiran 9 Struktur organisasi Validation and Documentation Department...86 Lampiran 10 Struktur organisasi Technical Division...87 Lampiran 11 Struktur organisasi Engineering Department...88 Lampiran 12 Skema Alur Pembuatan Purified Water...89 xi

250 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dewasa ini, industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat dengan pasar yang terus berkembang dan merupakan pasar farmasi terbesar di kawasan ASEAN. Tentunya iklim kompetisi akan berlangsung semakin ketat dengan adanya berbagai persyaratan dari pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkannya antara lain dengan menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi Industri Farmasi serta diharuskannya penelitian BABE (Bioavaibilitas dan bioekuivalensi) untuk obat-obatan tertentu yang akan dipasarkan. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan sifat dan mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pendidikan tinggi farmasi diindonesia menghasilkan apoteker yang mempunyai peranan penting dalam menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB tersebut. Dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka apoteker telah dapat menempati bidang pekerjaan yang makin luas seperti apotek, rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai jenis industri meliputi industri obat, kosmetik, jamu, obat herbal, fitofarmaka, nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industri vaksin, lembaga informasi obat serta badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat untuk seorang apoteker melaksanakan pengabdian profesi kefarmasian. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawabnya diindustri farmasi serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dari produk farmasi berkaitan dengan penerapan CPOB. Dari pelaksanaan praktek kerja 1

251 2 lapangan tersebut diharapkan calon apoteker mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu Departemen Farmasi bekerja sama dengan PT.SOHO Industri Pharmasi untuk mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan mulai tanggal 12 Juli 31 Agustus Tujuan Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi adalah sebagai berikut Memahami penerapan CPOB di PT.SOHO Industri Pharmasi Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di PT.SOHO Industri Pharmasi

252 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Persyaratan Usaha Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas: a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas, b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat, c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), 3

253 4 d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu, e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pemohon harus memperoleh surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala BPOM. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundangundangan. Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala BPOM. Selain wajib memenuhi ketentuan yang telah disebutkan, industri farmasi juga wajib melakukan farmakovigilans. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari Kepala BPOM. Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik

254 5 untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri wajib: a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun. b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya; c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja; d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh Kepala BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat memasuki setiap tempat yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan obat, serta memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat. Tenaga pengawas juga dapat mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan/atau perdagangan obat dan bahan obat.

255 6 Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM); b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM); c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM); d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM); e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM); f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM). Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal: a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini; dan atau b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturutturut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri; dan atau d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan atau

256 7 e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (BPOM, 2006) Cara pembuatan obat yang baik bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Suatu produk tidak hanya lulus dari serangkaian pengujian tapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang hebat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar, dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen dalam perusahaan, para pemasok, dan distributor. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu tindakan infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan

257 8 sumber daya, dan tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua proses pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi sampel bila diperlukan. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.

258 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenal higienis yang berkaitan dengan pekerjaan. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum dalam uraian tugas. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala bagian produksi dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) / kepala bagian pengawasan mutu harus independen satu terhadap yang lain. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil karena tugasnya harus berada dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan. Setelah mengadakan pelatihan, prestasi karyawan dinilai untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

259 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutuobat. Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut: a. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air maupun dari kegiatan di dekatnya; b. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus, burung, serangga atau hewan lainnya; c. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak hendaklah dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan; d. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang disyaratkan; luasnya ruang kerja yang memungkinka npenempatan peralatan dan bahan secara teratur dan logis serta terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif; pencegahan penggunaan kawasan industry sebagai lalu lintas umum; e. Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus;

260 11 f. Obat yang mengandung golongan penisilin dan sefalosporin diproduksi dalam suatu bangunan yang terpisah dilengkapi peralatan pengendali udara; g. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan yang terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. lantai dan dinding di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah dibentuk lengkungan; h. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik; i. Bangunan memiliki penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar dari batas yang telah ditentukan. Peralatan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun bagian luar, serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Peralatan hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat supaya tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurnian produk. Peralatan yang rusak harus dikeluarkan dari area produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya diberi penandaan yang jelas.

261 Sanitasi dan Hygiene Tingkat sanitasi dan higienis yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higienis meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber kontaminasi produk. Sumber kontaminasi potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higienis yang menyeluruh dan terpadu, serta program tersebut senantiasa dievaluasi secara berkala untuk menjamin efektifitasnya. Pembersihan mesin dapat mencegah adanya kontaminasi terhadap produk. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihan peralatan diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Penggunaan udara bertekanan dan sikat sedapat mungkin dihindari karena dapat menambah risiko pencemaran produk. Pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah tercakup dalam suatu prosedur tertulis yang cukup rinci. Penerapan higienis perorangan meliputi pemeriksaan kesehatan, menjaga kebersihan diri, memakai alat pelindung diri (APD) dengan baik, menjaga kesehatan dan beberapa peraturan lain di area produksi. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Selain itu, hendaklah dilakukan juga pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala Produksi Produksi obat hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi obat membutuhkan sarana gedung produksi-pengemasan-penyimpanan, material yang memenuhi persyaratan, peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi, personalia yang terlatih dan berkualitas, proses produksi yang tervalidasi dan dokumen produksi yang sah yang dapat ditelusuri. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil

262 13 analisaterhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higienis sampai dengan pengemasan. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memastikanbahwa produk yang dibuat senantiasa konsisten dan mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan tanggung jawab semua pihak yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbarui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. Tiap personil yang bertugas melakukan kegiatan laboratorium hendaklah memiliki pendidikan, mendapat pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik. Personil hendaklah memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata pelindung, dan sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Peralatan, instrumen dan perangkat lunak terkait hendaklah dikualifikasi atau divalidasi, dirawat dan dikalibrasi dalam selang waktu yang telah ditetapkan dan

263 14 dokumentasinya disimpan. Prosedur pengujian hendaklah divalidasi dengan memperhatikan fasilitas dan peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut digunakan dalam pengujian rutin. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan yang digunakan dalam produksi dan produk yang disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan. Personil, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai untuk segala jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri meliputi seluruh aspek yang tercantum dalam CPOB, yaitu antara lain personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higienis, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau system pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label, hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. Inspeksi diri dilakukan oleh suatu tim, yang terdiri dari tiga (3) anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota tim tersebut dapat dibentuk baik dari dalam atau dari luar

264 15 perusahaan,tetapi tiap anggota hendaklah bersifat independen dalam melakukan inspeksi. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, perlu ada laporan inspeksi diri dan evaluasi laporan serta tindakan perbaikan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan kembali produk dapat berupa satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari semua peredaran distribusi. Hal ini dilakukan bila terdapat produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas (cacat mutu) bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali ini dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Penarikan kembali produk dilakukan oleh personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Keputusan penarikan kembali produk dapat diprakarsai oleh industri farmasi atau atas perintah Otoritas Pengawasan Obat, serta secara interen

265 16 hendaklah datang dari Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan manajemen perusahaan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan ke dalam persediaan; b. Produk kembalian yang dapat diproses ulang; c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah disiapkan. Prosedur ini mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang. Pemusnahan produk harus didokumentasikan, mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen

266 17 ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen spesifikasi yang diperlukan yaitu spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi yang disahkan dengan benar dan diberi tanggal; jika perlu tersedia juga spesifikasi bagi produk antara dan produk ruahan. Spesifikasi bahan awal dan bahan pengemas mencakup deskripsi bahan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan, serta batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah tersedia apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi sesuai keperluan. Spesifikasi produk jadi mencakup nama produk yang ditentukan dan kode produk, formula/komposisi atau rujukan, deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk ukuran kemasan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, serta masa edar atau simpan. Dokumen yang termasuk dalam dokumen produksi adalah Dokumen Produksi Induk, Prosedur Produksi Induk dan Catatan Produksi Bets. Dokumen Produksi Induk berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets. Prosedur Produksi Induk terdiri dari dua dokumen, yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk. Masing-masing prosedur tersebut berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.

267 18 Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian dan pengoperasian peralatan, sedangkan catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir. Prosedur dan catatan mencakup penerimaan, pengambilan sampel, pengujian dan lain-lain. Menurut CPOB, hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap pengiriman tiap bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak. Selain itu, hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang mencakup personil yang diberi wewenang mengambil sampel, metode dan alat yang harus digunakan, jumlah yang harus diambil dan segala tindakan pengamanan yang harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi terhadap bahan atau segala penurunan mutu. Pengujian bahan dan produk yang diperoleh dari tiap tahap produksi juga memerlukan prosedur tertulis yang menguraikan metode dan alat yang harus digunakan dalam pengujian Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu perusahan membuat produk di perusahaan lain atau sebaliknya. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas dalam hal tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pengawasan Mutu) Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan

268 19 kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protocol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.

269 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI 3.1. Sejarah Soho Group PT. Ethica adalah perusahaan pertama yang didirikan oleh Tan Tjhoen Lim pada tahun Pada awalnya, perusahaan ini bernama NV Handel Ethica MY, tapi kemudian diubah menjadi PT. Ethica Industri Farmasi. Ini adalah perusahaan pertama yang memproduksi obat suntik maka dibuat sebagai pelopor untuk obat resep di pasar. Perusahaan adik, PT. SOHO Industri Pharmasi didirikan pada tahun Nama SOHO diambil dari Societas HONORABILIS, sebuah istilah Latin yang berarti masyarakat dari orang-orang terhormat. PT. SOHO memproduksi obat oral dan merupakan pelopor dan trendsetter dalam penggunaan produk alami di pasar resep. Pada tahun 1996, PT. SOHO memasuki seluruh pasar OTC. Menyadari kebutuhan untuk memiliki distribusi sendiri perusahaan, PT. PARIT PADANG GLOBAL didirikan pada tahun Parit Padang, adalah nama salah satu kabupaten di Pulau Bangka, sebagai inspirasi dari pendiri perusahaan tersebut. Saat ini, PPG memiliki 25 cabang di Indonesia dan bertindak sebagai distributor PT. Ethica dan PT. SOHO serta industri lainnya. Pada tahap awal, tiga perusahaan dijalankan sebagai penjualan tradisional dan berjalan secara terpisah tanpa koordinasi sistematis. Tidak ada system yang terstruktur untuk rencana pengembangan bagi karyawan, jenjang karir sehingga didefinisikan dan rencana suksesi pada dasarnya tidak ada. Semua ini berubah pada tahun 2006 ketika generasi kedua, Tan Eng Liang, memutuskan untuk menempatkan semua tiga perusahaan di bawah satu payung, SOHO Group. Selain itu, perusahaan menerapkan sistem baru untuk mengelola strateginya. Strategi pengelolaan yang dilakukan dengan menggunakan Balanced Scorecard (BSC) bahwa setiap orang di perusahaan memungkinkan untuk benarbenar memahami tujuan perusahaan dan bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut. Ini memungkinkan setiap orang untuk melihat dengan jelas fokus utama perusahaan. 20

270 21 Gambar 3.1 Logo SOHO Group Unsur-unsur yang terdapat pada logo SOHO Group adalah: a. Segitiga sama sisi dan dua bentuk setengah lingkarann yang simetris mencerminkan kesamaan kedudukan dan adil untuk semua pihak. b. Bentuk segitiga mencerminkan tiga perusahaan inti yang mengawali pergerakan usaha, membentuk satu kesatuan yang kokoh, saling menjaga kerja sama dan bersinergi. c. Warna hijau mengandung arti alamiah, segar, harmonis, serasi, sehat, sejuk, dan damai. Sedangkan warna biru bermakna selalu berkembang dan sejahtera. d. Logo SOHO Group merupakan pemersatu dari semua perusahaan yang berada di dalamnya, menjadi intisari dari semua kegiatan/usaha, dan cita-cita para pendirinya. Hal ini pada akhirnya diharapkan bisa menjadi daya dorong bagi seluruh anggota Keluarga Besar SOHO Group untuk selalu bahu- membahu, bersemangat tinggi, serta bertanggung jawab tinggi dalam menyongsong masa depan yang lebih baik PT. ETHICA Indusri Farmasi Ethic adidirikan sebagai produsen produk farmasi pada tanggal 30 November 1946, di Jl. Gunung Sahari XII No 11, Jakarta Pusat. Ini adalah perusahaan farmasi pertama untuk menghasilkan produk dalam bentuk injeksi di Indonesia pada tahun 1950, dan menjabat sebagai panutan bagi perusahaan farmasi lainnya di Indonesia. Pada bulan Agustus 1996, Ethica pindah ke premis yang lebih besar dengan luas 8000 meter persegi di Kawasan Industri Pulogadung. Sebuah sistem produksi baru didirikan dalam rangka memenuhi persyaratan pemerintah dan memperoleh sertifikasi CPOB. Pada pertengahan tahun 1997, sebuah tim Pemasaran didirikan untuk memasarkan dan mempromosikan produk-produk kami oral dan suntik. Sejak itu,

271 22 perusahaan telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan dukungan karyawan profesional kami. Pada pertengahan tahun 2007, PT. ETHICA memiliki 350 karyawan termasuk tenaga lapangan Penjualan kami 240 orang yang berbasis di berbagai lokasi di seluruh Indonesia. PT. ETHICA juga telah menerima sertifikasi ISO 9001:2008 dari SGS. Logo PT. ETHICA Industri Farmasi merupakan inisial huruf E yang berada di dalam dua buah lingkaran. Lingkaran mempunyai arti kesempurnaan, fleksibilitas, dan tekad yang bulat demi meraih cita-cita. Dua buah lingkaran dapat diartikan sebagai suatu kerjasama yang saling mendukung untuk mencapai tujuan.warna merah tua (maroon) mempunyai arti semangat perjuangan serta dedikasi yang tinggi. Nama Ethica, selain berarti budi pekerti yang baik, juga mencerminkan etos kerja dan usaha yang bermartabat. Gambar 3.2 Logo PT. ETHICA Industri Farmasi PT. SOHO Industri Pharmasi PT SOHO Industri Pharmasi, sebagai anggota SOHO Group didirikan pada tahun 1951 oleh Mr Tan dan Mr Bertus Soesman. Nama SOHO singkatan SOcietas HOnorabilis, yang berarti sebagai masyarakat orang dengan perilaku terhormat. Perusahaan ini dikenal sebagai produsen, ekstraksi produk padat, semipadat dan cair Pada tahun 1970-an, PT SOHO Industri Pharmasi diperluas ke usaha patungan dengan dua perusahaan global terkemuka farmasi terkemuka, yaitu PT Warner Lambert Indonesia-saat ini bergabung dengan PT Pfizer Indonesia, dan PT ICI Farmasi Indonesia-saat ini dikenal sebagai PT AstraZeneca Indonesia. Pada 1990-an, PT SOHO Industri Pharmasi diberikan sertifikasi CPOB dari Departemen Kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2000an, PT SOHO Industri Pharmasi diberikan sertifikasi ISO 9001:2008 dari SGS yang diperlukan perusahaan untuk berkomitmen untuk memberikan usaha terbaik untuk

272 23 meningkatkan layanan dan produk untuk menang melawan persaingan di pasar global. Gambar 3.3 Logo PT. SOHO Industri Pharmasi PT. Parit Padang Global PT Parit Padang Global, Distributor Farmasi dan Kesehatan pertama dengan sistem komputer real-time on-line, didirikan oleh Mr Tan Tjhoen Lim pada tahun Nama diambil dari Parit Padang salah satu desa di pulau Bangka yang mengilhami pendiri SOHO Group untuk menjadi seperti perusahaan distribusi dalam nama kelompok SOHO Group. Di bawah kepemimpinan yang kuat dari Mr Tan Eng Liang, penerus pendiri, PT Parit Padang global bergerak rajin dan dinamis untuk menjadi salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam visi perusahaannya. Selama lebih dari 50 tahun, PT Parit Padang global telah terus menerus dan konsisten mendistribusikan produk farmasi terkenal dari perusahaan sister yaitu PT Soho Industri Pharmasi dan PT Ethica Industri Pharmasi, serta dari lainnya prinsipal terkemuka global seperti AstraZeneca, Pfizer, Kimberly Clark, dan lain-lain. Gambar 3.4 Logo PT. Parit Padang Global PT. Global Harmony Retailindo PT. Global Harmony Retailindo (PT. GHR), merupakan Unit Bisnis barudari SOHO Group, dan saat ini berada di bawah manajemen PT. Parit Padang. PT.Global Harmony Retailindo didirikan di Jakarta pada tanggal 11 November 2008,sebagai salah satu usaha untuk mendukung terwujudnya Visi

273 di mana SOHOGroup akan menyediakan produk dan kesehatan yang berkualitas tinggi. Dan salah satu bisnis utama dari PT. Global Harmony Retailindo adalah Apotek Harmony. Apotek Harmony hadir sebagai Wellness Pharmacy, yang menyediakan produk dan pelayanan kesehatan yang memperhatikan keseimbangan dan keharmonisan di berbagai aspek kehidupan, dan memposisikan perusahaan sebagai perusahaan yang fokus dan ramah kepada pelanggan. Tim manajemen Apotek Harmony diperkuat oleh tenaga-tenaga kerja yang sudah sangat berpengalaman dalam dunia farmasi. Motto kerja Apotek Harmony adalah Melayani dengan Segenap Hati. Adapun pelayanan yang disediakan oleh Apotek Harmony adalah: a. Apotek b. Praktek Dokter Umum c. Praktek Dokter Spesialis d. Praktek Dokter Gigi e. Laboratorium Klinik PT. Universal Health Network PT. Universal Health Network (Unihealth), merupakan perusahaan multilevel marketing, yang didirikan pada tahun Unihealth menyediakan produk-produk kesehatan terbaik, seperti suplemen kesehatan dan kecantikan, vitamin, perawatan kulit dan perlengkapan kecantikan baik itu produksi lokal maupu nmancanegara. Gambar 3.5 Logo PT. Universal Health Network 3.2. Visi dan Misii SOHO Group Visi SOHO Group Visi 2015 SOHO Group adalah menjadi salah satu kelompok perusahaan global terkemuka dalam bidang manufaktur, distribusi, dan menyediakan produk

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PASAL 6 PERMENKES No.1109/MENKES/PER/IX/2007

PASAL 6 PERMENKES No.1109/MENKES/PER/IX/2007 TUGAS KONSEP HERBAL INDONESIA PASAL 6 PERMENKES No.1109/MENKES/PER/IX/2007 Oleh Caroline 1106027655 PROGRAM MAGISTER HERBAL DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Kepala Dinas mempunyai tugas :

Kepala Dinas mempunyai tugas : Kepala Dinas mempunyai tugas : a. menyelenggarakan perumusan dan penetapan program kerja Dinas; d. menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan; e. menyelenggarakan urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN A. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis ini digunakan dengan pertimbangan bahwa hasil penelitian diharapkan akan mampu memberikan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan menjadi hak semua orang. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya sekedar sehat secara fisik atau jasmani, tetapi juga secara mental,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam

BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN A. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KESEHATAN JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG : bahwa sebagai

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

TATA HUBUNGAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: TAHUN 2009

TATA HUBUNGAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: TAHUN 2009 RANCANGAN TATA HUBUNGAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: TAHUN 2009 DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN. Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN. Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN A. Sejarah Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, The linked image cannot be displayed. The file may have been moved, renamed, or deleted. Verify that the link points to the correct file and location. PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGORGANISASIAN DINAS KESEHATAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA.

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGORGANISASIAN DINAS KESEHATAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA. - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-Undang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TATA CARA REGISTRASI DAN IZIN EDAR PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO KATEGORI HEMATOLOGI KLINIK

UNIVERSITAS INDONESIA TATA CARA REGISTRASI DAN IZIN EDAR PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO KATEGORI HEMATOLOGI KLINIK UNIVERSITAS INDONESIA TATA CARA REGISTRASI DAN IZIN EDAR PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO KATEGORI HEMATOLOGI KLINIK TUGAS KHUSUSS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER TRI SETIAWAN, S. Farm. 1006754075 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci