UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6-17 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HARRY UTOMO, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6-17 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker HARRY UTOMO, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii

3

4

5 iii

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata ala, yang telah senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Binfar Alkes), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FF UI) untuk mencapai gelar Apoteker. Selain itu, kegiatan PKPA juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas Apoteker di pemerintahan, khususnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pelaksanaan PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian berlangsung pada periode 6-17 Oktober Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada: 1. Bapak Drs. Elon Sirait, Apt., M.ScPH., selaku pembimbing di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, 2. Bapak Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt., selaku pembimbing di FF UI, 3. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Apoteker FF UI, 4. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.S., Apt., selaku Dekan FF UI, 5. Para staf di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, 6. Seluruh keluarga penulis atas do a, semangat, dan dukungan moril serta materil yang telah diberikan, 7. Ifthah Nur S., S.Farm., Apt., yang telah dengan penuh cinta dan kesabaran membantu dan menemani penulis, 8. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker FF UI angkatan LXXIX atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan, khususnya Anis Nur, S.Farm., Fitri Nurmayanti, S.Far., dan Pramita Bekti, S.Farm., sebagai rekan PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini, iv

7 Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2014 v

8

9 ABSTRAK Nama : Harry Utomo, S.Farm. Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 6-17 Oktober 2014 Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian bertujuan untuk memahami struktur organisasi, tugas pokok, dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada umumnya, dan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian pada khususnya; memahami peran, tugas, dan tanggung jawab Apoteker di pemerintahan, khususnya di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; serta memberikan gambaran nyata tentang permasalahan kefarmasian di pemerintahan. Tugas khusus yang diberikan berjudul Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD) dari Metformin dan Simvastatin. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui metode ATC/DDD dari metformin dan simvastatin. Kata Kunci : Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, metode ATC/DDD, metformin, simvastatin Tugas Umum : vii + 34 halaman; 3 lampiran Tugas Khusus : iv + 23 halaman; 4 tabel; 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 7 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 9 ( )

10 ABSTRACT Name : Harry Utomo, S.Farm. Study program : Pharmacist/Apothecary Title : Pharmacist Professional Practice Report in Directorate of Pharmaceutical Cares, Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Development Ministry of Health, Republic of Indonesia, Period of 6-17 October 2014 Pharmacist Professional Practice in Directorate of Pharmaceutical Cares aims to understand the organizational structure, duties, and functions of the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Development in general, and the Directorate of Pharmaceutical Cares in particular; understand the roles, duties, and responsibilities of pharmacists in government, especially in the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, and Directorate of Pharmaceutical Cares; and provide a real picture of the pharmaceutical problems in the government. The given special assignment titled Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD) of Metformin and Simvastatin. This particular assignment aims to determine the ATC/DDD method of metformin and simvastatin. Keywords : Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Development, ATC/DDD method, metformin, simvastatin General Assignment : vii + 34 pages; 3 appendices Special Assignment : iv + 23 pages; 4 tables; 1 appendix Bibliography of General Assignment : 7 ( ) Bibliography of Special Assignment : 9 ( )

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 8 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Tugas dan Fungsi Sasaran Strategi dan Kebijakan Struktur Organisasi Kegiatan BAB 4 PEMBAHASAN Subdirektorat Standardisasi Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN Lampiran vi

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 32 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian vii

13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan menjadi salah satu faktor mendasar yang menyebabkan masyarakat sadar akan pentingnya memelihara kesehatan, melalui media-media internet ataupun buku-buku kesehatan masyarakat bebas mengakses informasi apapun seputar kesehatan yang ingin diketahui. Berkembangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan menuntut penyedia pelayanan kesehatan mengembangkan pelayanan agar dapat diberikan secara optimal. Pelayanan kesehatan yang dahulu berorientasikan hanya kepada produk saja sekarang berkembang orientasinya menjadi kepada pasien, orientasi ini sekarang dikenal di dalam bidang farmasi sebagai drug oriented menjadi patient oriented. Dalam melakukan pelayanan kesehatan tentunya tidak lepas dari adanya peraturan, pedoman ataupun standar yang menjadi acuan pelayanan kesehatan. Peraturan, pedoman maupun standar ini di dalam pemerintahan di susun serta di terbitkan oleh suatu organisasi yang mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan. Dengan tujuan agar pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dilakukan dapat dilakukan secara komprehensif dan optimal dengan tetap menjaga mutu serta kualitas pelayanan. Oleh karena itu pemerintah membentuk suatu badan organisasi yaitu kementerian kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) yang berfungsi menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang kesehatan. Kementerian kesehatan dalam struktur organisasinya sendiri membawahi salah satunya adalah direktorat jenderal bina kefarmasian dan alat kesehatan (DITJEN BINFAR dan ALKES) yang bertugas menyiapkan perumusan, pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK dan memberikan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang pelayanan kesehatan. Banyak pihak yang ikut serta dalam pelaksanaan fungsi DITJEN BINFAR dan ALKES ini, diantaranya tenaga kesehatan seperti dokter, apoteker, serta tenaga-tenaga lainnya. 1

14 2 Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 mengenai organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan dijabarkan secara spesifik kewenangan, tugas, fungsi serta peran tiap-tiap bagian direktorat. Sebagai salah calon apoteker yang nantinya juga akan bergerak dan terjun langsung dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan umumnya dan secara khusus pada pelayanan kefarmasian, maka perlu diadakan suatu pengalaman praktek kerja di pemerintahan agar dapat menanamkan pengetahuan secara real bagaimana fungsi apoteker di dalam pelaksanaan kebijakan serta penyusunan standar dan pedoman yang dibuat oleh organisasi tersebut. Sadar akan hal tersebut, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) khususnya dengan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (DITJEN BINFAR dan ALKES) untuk melakukan program praktek kerja bagi profesi apoteker yang selanjutnya di sebut sebagai PKPA untuk memperkenalkan dan memberi pembekalan secara langsung tentang fungsi apoteker dalam organisasi pemerintahan tersebut Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanaan di Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar: 1. Mahasiswa dapat memahami peranan. tugas dan tanggung jawab apoteker di pemerintahan khususnya di Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2. Mahasiswa dapat memiliki pengetahuan tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 3. Mahasiswa memiliki wawasan,pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis melakukan pekerjaan di pemerintahan. 4. Mahasiswa memiliki gambaran nyata tentang permasalahan kefarmasian di pemerintahan

15 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan Organisasi Kementerian Negara yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan dengan tugas menyelenggarakan urusan dibidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Kemenkes, 2010) Landasan Hukum Peraturan Menteri Kesehatan RI 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan Visi dan Misi Dalam pelaksanaannya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki visi Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan. Untuk mewujudkan visi maka ditetapkan misi sebagai berikut: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. (Kemenkes, 2014) Strategi Selain visi dan misi tersebut diatas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga menetapkan strategi sebagai berikut, strategi ini dimaksudkan untuk mencapai visi misi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, strategi tersebut adalah: 3

16 4 a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab. (Kemenkes, 2014) Nilai-Nilai Dalam melaksanakan visi misi yang telah ditetapkan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menjunjung tinggi dan meyakini nilai-nilai sebagai berikut: a. Pro Rakyat Kemenkes RI dalam melaksanakan fungsinya selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Dengan tujuan untuk mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang setinggitingginya, mengingat derajat yang setinggi-tingginya merupakan hak asasi bagi setiap individu tanpa membedakan antara satu dnegan yang lainnya. b. Inklusif Pada pelaksanaan pembangunan kesehatan yang setinggi-tingginya, Kemenkes RI melibatkan semua pihak yaitu meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, mesyarakat baik madani maupu masyarakat bawah.

17 5 c. Responsif Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan kementerian kesehatan RI disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat. Sehingga pembangunan kesehatan yang dilaksanakan menjadi solusi sesuai dengan situasi dan kepentingan masing-masing individu. d. Efektif Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan, kemenkes RI menetapkan target yang efektif dan bersifat efisien. e. Bersih Tentunya untuk mencapai semua pembangunan kesehatan, Kemenkes RI menjunjung tinggi penyelengaraan yang bebas dari KKN serta transparan Tugas, Fungsi dan Kewenangan Kementerian Kesehatan RI mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang kesehatan. b. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya. c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya d. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya. e. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan : a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro. b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang Kesehatan. c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan.

18 6 d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan. e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan. f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan;. g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan. h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan. i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan. j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan. k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan. l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak. m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan. o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan. p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan. q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi. r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan. s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa. t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional). u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : i. Penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu.

19 7 ii. pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan memiliki susunan organisasi yang menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, maka Struktur organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010) : a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji.

20 8 Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI Tugas Pokok dan Fungsi Tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan Standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan tugas dan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010) : a) Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b) Pelaksanaan kebijakan bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c) Penyusunan NSPK dibidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sasaran Kebijakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran hasil program yang tersusun dalam RENSTRA Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi: a) Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Luaran: Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:

21 9 i. Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. ii. Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 80%. iii. Persentase instalasi farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 80%. b) Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Luaran: Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah: i. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%. ii. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%. iii. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 70%. c) Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Luaran: Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah: i. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasiaan sesuai standar sebesar 45%. ii. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 15%. iii. Persentase penggunanaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah sebesar 60%. d) Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Luaran: i. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian. ii. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian. iii. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:

22 10 i. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri sebanyak 45 jenis. ii. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi sebanyak 10 standar Struktur Organisasi Ditjen Binfar dan Alkes dipimpin oleh Direktur Jenderalyang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010). Struktur Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010): a) Sekretariat Direktorat Jenderal b) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan c) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian d) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan e) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Bagan struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran.

23 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah direktorat yang berada dibawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dasar hukum pengaturan struktur organisasi dan tata kerja, tugas serta fungsi ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 bagian kelima pasal 568, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyelengarakan fungsi: a) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b) Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. e) Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 11

24 Sasaran (Kemenkes, 2010) Sasaran umum Ditken Binfar dan Alkes adalah semakin baiknya pembinaan dalam bidang penggunaan obat rasional, pelayanan farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.sedangkan sasaran khusus nya antara lain: a) Ketersediaan obat esensial-generik di sarana pelayanan kesehatan menjadi 95%. b) Anggaran untuk obat esensial generik disekitar publik setara dengan US$/kapita/tahun Strategi dan Kebijakan Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode , perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Dalam rangka mencapai sasaran hasil program, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengikuti strategi Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, yaitu dengan menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dilakukan melalui peningkatan akses obat bagi masyarakat luas serta pemberian dukungan untuk pengembangan industri farmasi di dalam negeri sebagai upaya kemandirian di bidang kefarmasian; penggunaan obat yang rasional dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu; menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), utamanya pada Obat Esensial Generik untuk pengendalian harga obat; meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mengembangkan industri obat herbal Indonesia; memantapkan kelembagaan dan meningkatkan koordinasi dalam pengawasan terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu dalam rangka perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.

25 13 Fokus strategi kebijakan: (Depkes, 2012) a. Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang terjangkau dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan obat. b. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik. c. Meningkatkan penggunaan obat rasional. d. Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat, obat tradisional, kosmetika, makanan, alat kesehatan dan PKRT yang beredar. e. Mengembangkan peraturan dalam upaya harmonisasi standar termasuk dalam mengantisipasi pasar bebas. f. Meningkatkan kualitas sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan kefarmasian. g. Meningkatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu. h. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional Indonesia. i. Meningkatkan penelitian di bidang obat, kemandirian di bidang produksi bahan baku obat, obat tradisional, kosmetika dan alat kesehatan 3.4. Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terbagi atas 4 subdirektorat, 1 subbagian dan 1 kelompok jabatan Fungsional. Adapun secara rinci pembagian struktur organisasi tersebut yaitu : a) Subdirektorat Standardisasi b) Subdirektorat Farmasi Komunitas c) Subdirektorat Farmasi Klinik d) Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional e) Subbagian Tata Usaha f) Kelompok Jabatan Fungsional

26 14 Tiap subdirektorat dipimpin oleh kepala subdirektorat dan subbagian Tata Usaha dipimpin oleh kepala subbagian. Masing-masing subdirektorat membawahi dua seksi yang masing-masing dipimpin oleh kepala seksi serta di bantu oleh stafstaf lainnya Subdirektorat Standardisasi Subdirektorat standardisasi merupakan subdirektorat yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Standardisasi menyelenggarakan fungsi : a) Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. b) Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan pedoman di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. c) Penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Subdirektorat Standardisasi terdiri atas dua seksi yaitu : a) Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian Tugas dari Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian diantaranya adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di bidang pelayanan kefarmasian. b) Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional. Tugas dari Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional diantaranya adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penggunaan obat rasional.

27 Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat Farmasi Komunitas merupakan subdirektorat yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Standardisasi menyelenggarakan fungsi : a) penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi komunitas b) penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang farmasi komunitas c) penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi komunitas d) penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas Subdirektorat Standardisasi terdiri atas dua seksi yaitu : a) Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang farmasi komunitas. b) Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Farmasi Klinik merupakan subdirektorat yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Dalam melaksanakan tugas tersebut Subdirektorat Farmasi Klinik menyelenggarakan fungsi :

28 16 a) penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi klinik b) penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang farmasi klinik c) penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi klinik d) penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas : a) Seksi Pelayanan Farmasi Klinik Seksi Pelayanan Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang farmasi klinik. b) Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi klinik Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional merupakan subdirektorat yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional menyelenggarakan fungsi : a) penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penggunaan obat rasional b) penyiapan bahan bimbingan teknis promosi dan pemberdayaan masyarakat di bidang penggunaan obat rasional c) penyiapan bahan pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional terdiri atas :

29 17 a) Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis promosi dan pemberdayaan masyarakat di bidang penggunaan obat rasional. b) Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Kegiatan Subdit Farmasi Klinik Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam subdit farmasi klinik: 1. Pelatihan apoteker klinik secara nasional 2. Melakukan advokasi ke universitas, pemerintah daerah dan BKD 3. Mengadakan Joint class (Pelatihan khusus) untuk apoteker yang secara aktif melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan kefarmasian dan melaporkan pelayanan tersebut ke bina pelayanan kefarmasian. 4. Pelatihan apoteker khusus yang bekerja di RS tipe C, pelatihan ini dilakukan salah satunya untuk meningkatkan komunikasi antar tenaga kesehatan khususnya dokter. 5. Membangun komunikasi yang baik dengan organisasi tertentu yang secara langsung terlibat dalam pelayanan kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

30 Subdit Farmasi Komunitas Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam subdit farmasi komunitas: 1. Subdit farmasi komunitas mengadakan bumbinngan langsung ke komunitas yaitu meliputi apotek, Puskesmas dan klinik. 2. Mengadakan bimbingan teknis berupa monitoring dan evaluasi yang sesuai dengan indikator dan kegiatan pelayanan kefarmasian seperti contohnya melakukan pelatihan evaluasi dan monitoring penggunaan obat rasional dengan menggunakan indikator seperti jumlah penggunaan obat di resep yang tidak melebihi 4 obat, penggunaan obat suntik pada myalgia (sakit otot), evaluasi penggunaan antibiotik pada diare non spesifik dan lain-lain yang nanntinya juga dilakukan oleh subdit penggunaan obat rasional. 3. Melakukan penyususnan NSPK, penyusunan NSPK ini diterapkan dengan melibatkan akademis, bisnis (praktisi) dan government. 4. Meningkatkan kapasitas tenaga farmasi dengan cara meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian baik di Puskermas, klinik maupun apotek. Peningkatan mutu pelayanan ini direalisasikan dengan cara salah satunya menetapkan standar pelayanan kefarmasian di apotek dan Puskesmas. Sedangkan untuk standar pelayanan di klinik samapai saat ini belum di tetapkan karena dirasa belum begitu urgent sehingga standar pelayanan kefarmasian di klinik dapat mengikuti standar pelayanan kefarmasian yang telah dibuat di Puskesmas maupun apotek. Peningkatan kapasitas tenaga farmasi ini salah satunya dilakukan dengan cara advokasi dan sosialisasi ke universitas-universitas untuk menarik minat para apoteker untuk ditempatkan di pukesmas perawatan. 5. Mengadakan dan membuata software yang berkaitan dengan pelayanan kefarmasian di komunitas, sejauh ini telah dibuat suata software Pelayanan Informasi Obat (PIO). Adanya software ini dimaksudkan agar pemerintah dapat secara langsung membantu dan mempermudah kinerja apoteker di bidang farmasi komunitas.

31 19 6. Melakukan monitoring dan evaluasi khususnya pada penggunaan obat rasional (POR) dengan indikator-indikator yang telah disebutkan pada point Menggalang kerja sama lintas sektor, hal ini dilakukan untuk mendukung peningkatan kapasitas tenaga kefarmasian agar tenaga kefarmasian berada di dalam pelayanan kefarmasian. Hal ini dilakukan karena terakhir informasi didapatkan bahwa farmasi khususnya apoteker hanya sekitar 18% yang terlibat dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

32 BAB 4 PEMBAHASAN Pelayanan kefarmasian adalah bagian penting dari pelayanan kesehatan dan merupakan bentuk pelayanan dan tanggungjawab langsung profesi kefarmasian. Sejalan dengan komitmen pelayanan kefarmasian yang Baik (Good Pharmacy Practice) untuk menjamin keselamatan pasien (patient safety), praktek pelayanan kefarmasian di dunia, dimana paradigma lama yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi, telah berkembang menjadi paradigma baru pelayanan kefarmasian yang komprehensif dengan tujuan meningkatkan penggunaan obat yang rasional, keamanan penggunaan obat dan efisiensi biaya obat, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Direktorat Bina Pelayanan Farmasi merupakan salah satu direktorat dibawah Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan. Dalam tugasnya, direktorat bina farmasi bertanggungjawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Adapun tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dan subdirektorat-subdirektoratnya tertuang dalam Permenkes No tahun Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian memiliki 40 staf yang terdiri dari 14 orang di bagian struktural dan 29 orang staf dengan latar belakang pendidikan yang bermacam-macam. Kebanyakan diantaranya merupakan seorang apoteker dan D3 Farmasi serta sisanya merupakan sarjana dari bidang yang lainnya, seperti sarjana hukum, sarjana ekonomi, dan lain-lain Subdirektorat Standardisasi Salah satu bentuk pelaksanaan tugas dari sub direktorat standardisasi adalah penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional (Fornas). Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) berisi daftar nama-nama obat yang sangat mendasar dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan. Mulanya DOEN direvisi setiap 3 tahun sekali, karena dirasa yang perlu pembaharuan, maka DOEN kini mengalami revisi setiap 2 tahun sekali. Diharapkan dengan revisi dengan 20

33 21 interval waktu yang lebih singkat, maka update mengenai dunia kesehatan dapat diikuti. Selain itu terdapat Formularium Nasional yang direvisi setiap 2 tahun. Formularium ini dibuat dengan harapan dapat menjadi acuan dalam pengadaan obat-obatan secara nasional. Penyusunan Fornas maupun DOEN melibatkan sejumlah ahli farmakologis, dan apoteker yang tergabung sebagai Komite Nasional serta rumah sakit-rumah sakit di Indonesia baik Rumah Sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta. mulanya Komite Nasional akan menerima usulan-usulan obat-obat yang akan dimasukkan dalam DOEN atau Fornas berupa daftar dengan dengan disertai bukti ilmiah atau Evidence Base Medicine (EBM) dari obat yang diusulkan. Usulanusulan tersebut dikompilasi menjadi 29 kelas terapi yang kemudian akan dibahas oleh Komite Nasional beserta dengan para spesialis dalam rapat pra-pleno. Dalam Rapat pra-pleno ini, Komite Nasional masih menerima usulan-usulan daftar obat yang akan dibuat. selanjutnya pada rapat pleno, DOEN atau Fornas dapat disahkan, sehingga segala usulan yang mengubah daftar obat-obat tidak lagi diterima. Usulan yang diterima adalah yag terkait dengan editorial. Daftar obat yang telah jadi di sampaikan kepada Direktorat Obat Publik untuk penetapan harga. Selain itu penyusunan juga melibatakan Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan terkait dengan nomor registrasi atau ijin edar dan indikasi yang didaftarkan. Selain itu, produk dari subdirektorat standardisasi adalah pedoman-pedoman yang dibuat dengan harapan dapat menjadi acuan dalam pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kefarmasian. Beberapa buku pedoman yang telah diterbitkan antara lain Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Pedoman Pharmaceutical Care Penyakit Hepatitis, Pedoman Pharmaceutical Care penyakit Diabetes, Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi dan lain-lain hingga telah mencapai lebih dari 26 buah buku pedoman yang telah diterbitkan. Telah dikeluarkan juga Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit, Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek dan Standar Pelayanan Kefarmasian Puskesmas dalam bentuk Peraturan Menteri, yaitu Permenkes RI No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Permenkes RI No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Permenkes RI No. 30 Tahun 2014 tentang

34 22 Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dan sedang di proses Standar Pelayanan Kefarmasian di Klinik Subdirektorat Farmasi Komunitas Sesuai amanah UU No.36 /2009 dan PP No. 51 / 2009, Pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker Kualitas dan Kuantitas SDM Apoteker masih sangat terbatas Perlunya dukungan /Komitmen penentu kebijakan dan Stakeholder Fasilitas dan sarana untuk pelaksanaan Yanfarklin belum memadai Pemahaman pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada patient safety belum memadai. Puskesmas Perawatan yg melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar pada tahun 2014 sebesar 45 % yaitu Puskesmas yang melakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar yang melaksanakan Pemberian Informasi Obat dan Konseling. Indikator ini semakin meningkat dari tahun ke tahun yaitu 7% pada tahun 2010 hingga 39,79% pada tahun Total puskesmas yang memberikan perawatan yang melaksanakan pemberian informasi obat dan konseling pada tahun adalah sebanyak 1320 dari total puskesmas perawatan sebanyak Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan khusus tersebut dari hasil evaluasi pada 70 puskesmas di 18 propinsi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian masing-masing menempati persentase 34% dan 44%. Pelayanan yang diberikan berupa pemberian informasi obat yang terdiri dari pemberian info aturan pakai (merupakan % informasi terbanyak) selanjutnya, lama pengobatan, cara pemakaian, efek samping, interaksi obat serta cara penyimpanannya. Akan tetapi persentase pelaksanaan visit pasien hanya dilakukan sekitar 8% (5% visit tim dan sisanya bisit mandiri). Selanjutnya dari hasil monitoring yang dimiliki oleh subdit farmasi komunitas ditemukan persentase sebanyak 44% Puskesmas menggunakan lembar resep lengkap sesuai ketentuan yang berlaku,perasentase ini sebanding dengan penggunaan lembar resep yang tidak lengap, resep ini ditulis oleh Dokter/Dokter gigi (99%) dan perawat/bidan (73%). Subdirektorat Farmasi Komunitas memiliki upaya untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian seperti advokasi untuk meningkatkan pemahaman

35 23 pelayanan kefarmasian, meningkatkan kompetensi dan percaya diri apoteker, advokasi untuk memperoleh dukungan penentu kebijakan dan memperkuat sarana informasi dan saranan pendukung lainnya. Untuk mencapai indikator peningkatkan mutu pelayanan kefarmasian subdit farmasi komunitas menentukan strategi seperti menetapkan NSPK melalui uji Preliminary Tool Assesment Pelayanan kefarmasian di Apotek dalam rangka Penerapan Akreditasi (6 Provinsi) sehingga diharapkan tersedianya Tool Assesment implementasi standar pelayanan kefarmasian di apotek ketika melaksanakan akreditasi. Subdit ini juga menetapkann pengembangan sumber daya melalui percepatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas perawatan (Lampung, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Bali) dengan tujuan untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada kepala Puskesmas dan pengelola obat tentang peran dan tanggung jawab apoteker/tenaga kefarmasian sebagai penanggungjawab pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan sehingga mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan meningkat. Strategi lainnya adalah pengembangan software PIO berbasis web server dengan tujuan untuk melengkapi database software PIO yang telah ada dalam rangka meningkatkan mutu yanfar agar tersusun PIO berbasis web. Pembekalan bagi tenaga kefarmasian di Puskesmas pada penatalaksanaan pelayanan rujuk balik pada penyakit kronik juga dilaksanakan untuk melatih tenaga kefarmasian secara teknis pada penggunaan obat tertentu dalam rangka peningkatan kompetensi apoteker pada penatalaksanaan pelayanan rujuk balik untuk penyakit kronik dan diharapkan tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melaksanakan pelayanan kefarmasian untuk penyakit kronis. Strategi selanjutnya adalah advokasi pelayanan kefarmasian di Puskesmas kepada mahasiswa program profesi apoteker di Universitas Andalas, Sumatra Barat dan Universitas Airlangga, Jawa Timur. Advokasi sekaligus pembelajaran bagi apoteker sebagai penanggungjawab pelayanan kefarmasian di Puskesmas serta Sebagai forum komunikasi antara Mahasiswa, Pemerintah dengan Perguruan tinggi terkait pelayanan kefarmasian di komunitas untuk dukungan Perguruan Tinggi Farmasi dalam mempersiapkan calon Apoteker agar siap melaksanakan pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Evaluasi pelaksanaan pelayanan

36 24 kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan juga untuk mendapatkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota tentang pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas dan untuk mengevaluasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota. Selanjutnya yang terakhir adalah koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan mutu pelayanan sebagai forum diskusi antara, pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta stakeholder terkait penempatan apoteker di Puskesmas dalam mendukung pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk mewujudkan peningkatan pelayanan kefarmasian yang optimal di komunitas. Strategi lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian adalah pembiayaan pelaksanaan kegiatan peningkatan pelayanan kefarmasian dianggarkan dari APBD & APBN, melaksanakan kerjasama penelitian dan sharing informasi dengan perguruan tinggi/fakultas farmasi tentang praktek pelayanan kefarmasian di komunitas, advokasi ke kabupaten/kota untuk pengangkatan apoteker di Puskesmas (sesuai amanah PP 51 tahun 2009), pelayanan kefarmasian dimasukkan dalam Penilaian Kinerja Puskesmas kerjasama Bidang terkait di Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Farmasi Klinik berperan dalam membuat kebijakan pelayanan kefarmasian klinik. Tuntutan masyarakat mengenai peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian mengharuskan perluasan paradigma dalam pelayanan kefarmasian dari pelayanan kefarmasian berorientasi produk (drugoriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented). Untuk mendukung terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian yang baik maka diperlukan suatu panduan atau standar apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh subdirektorat farmasi klinik diantaranya adalah pelatihan apoteker klinik secara nasional dimana apotekerapoteker aktif melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan kefarmasian dan melaporkan pelayanan tersebut ke bina pelayanan kefarmasian.dan terpilih dari

37 25 seluruh rumah sakit di Indonesia dikumpulkan untuk diberikan pelatihan secara bersama. Pelatihan dilakukan secara tematik, seperti pelatihan khusus pelayanan kefarmasian penyakit tuberkulosis (TB), cara penanganan obat sitostatika, dan lain-lain. Selain itu, sebagai bekal untuk apoteker tampil di depan, subdirektorat farmasi klinik juga memberikan pelatihan komunikasi kepada para apotekerapoteker dengan materi yang diberikan oleh seorang psikolog. Diharapkan apoteker mampu berkomunikasi dengan baik kepada pasien maupun teman sejawat kesehatan yang lain, sehingga pemberian konseling, edukasi, dan informasi terkait obat kepada pasien dapat dengan baik disampaikan dan diterima oleh pasien. Selain itu, tranfer pengetahuan antara apoteker dengan teman sejawat kesehatan lain dapat berlangsung dengan baik. Apoteker-apoteker yang telah diberikan pelatihan-pelatihan tersebut kemudian disiapkan untuk mengikuti program pelatihan Joint class (kelas bersama) yang nantinya akan dilaksanakan bersama dengan dokter dan tenaga kesehatan yang lain. Sayangnya pelaksanaan joint class belum rutin dilaksanakan, baru sekali pada tahun sebelumnya. Subdirektorat menilai perlu persiapan yang lebih matang dari apoteker untuk diikutsertakan dalam kegiatan join claas. Sehingga pada tahun ini, pemerintah berfokus kepada penyiapan mental dan materi dari apoteker, dan diharapkan pada tahun depan apoteker dapat ikutserta dalam join class. Program pelatihan joint class dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan eksistensi dan kepercayaan diri apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian, dimana pelayanan kefarmasian merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang tentunya melibatkan tenaga-tenaga kesehatan yang lain. Telah diketahui sejak lama bahwa dokter memainkan peranan yang dominan dalam pelayanan kesehatan, oleh karena itu tantangan seorang apoteker kini adalah apoteker sejajar dengan dokter, sehingga apoteker, dokter dan tenaga kesehatan yang lain dapat bekerjasama dengan baik untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pasien. Wujud pelaksanaan tugas pokok subdirektorat farmasi klinis dalam mebuat, melaksanakan dan penyusunan NSPK, Subdirektorat Farmasi Klinis bekerjasama dengan subdirektorat menbuat standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit dalam bentuk Permenkes RI No. 5 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan

38 26 Kefarmasian di Rumah Sakit. Permenkes tersebut salah satunya mengatur jumlah apoteker di rumah sakit, dimana disebutkan bahwa jumlah apoteker dalam pelayanan pasien rawat inap adalah 1 apoteker klinis untuk 30 pasien rawat inap dan 1 apoteker klinis untuk 50 pasien rawat jalan. Fakta yang ada di lapangan adalah jumlah apoteker klinis belum sesuai dengan standar yang diberlakukan. Data dari Direktorat Bina Upaya Kesehatan, Kemkes RI tahun 2014 bahwa jumlah rumah sakit yang ada di Indonesia adalah 2379 rumah sakit yang terdiri dari rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta baik RS publik maupun RS privat. Jumlah kapasitas tempat tidur untuk pasien rawat inap secara total adalah tempat tidur dan jumlah total farmasi di rumah sakit terdapat orang (Depkes, 2014). Berdasarkan data tersebut, terlihat dan terbukti bahwa jumlah apoteker kurang memadai untuk melakukan praktek farmasi klinik di rumah sakit. oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan SDM apoteker di rumah sakit serta meningkatkan kompetensi apoteker dalam pelayanan klinis Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat POR mempunyai program kerja, yaitu membuat kebijakankebijakan seputar penggunaan obat rasional di Puskesmas dan rumah sakit. Kebijakan penggunaan obat rasional merupakan salah satu upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan, efektifitas serta biaya yang terjangkau dari suatu pengobatan yang diberikan kepada masyarakat di fasilitas pelayanan kesehatan maupun pada pengobatan sendiri (self-medication) (Kementerian Kesehatan, 2012). Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis untuk periode waktu yang adekuat dengan biaya yang terendah bagi pasien dan masyarakat (Kemkes, 2012). World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 50% dari seluruh obat di dunia diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah obat yang diberikan cenderung berlebih terutama obat antibiotik dan steroid (Dwiprahasto, 2006). Selain itu, kenyataan di

39 27 masyarakat, tumbuh paradigma jika tidak mengkonsumsi antibiotik maka penyakitnya tidak sembuh. Hal ini memaksa tenaga kesehatan untuk meresepkan antibiotik walaupun sebenarnya tidak dibutuhkan oleh pasien. Untuk meningkatkan penggunaan obat rasional, maka Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional melakukan PPOR. Program ini merupakan kegiatan pembinaan POR yang terarah, sistematis, terkoordinir dan berkesinambungan dengan menyertakan wilayah atau daerah dan lembaga atau perorangan untuk melaksanakan POR bersama-sama dengan mengembangkan pelaksanaannya pada pelayanan kesehatan dasar, rujukan, maupun kepada masyarakat. Prioritas pengembangannya dengan melakukan pembinaan kepada tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar pemerintah dan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan pemerintah serta dilakukan pemberdayaan masyarakat dengan melakukan edukasi mengenai POR. Keberhasilan program PPOR sangat bergantung kepada penerapan langkah-langkah program yang didukung oleh Puskesmas dan rumah sakit serta seluruh upaya berbagai pemangku kepentingan terkait (Kementerian Kesehatan, 2012). Program kerja Subdirektorat POR saat ini, untuk melihat penggunaan obat rasional mengacu pada 3 indikator yaitu penggunaan antibiotik terhadap ISPA non pneumonia, penggunaan antibiotik pada diare non spesifik, serta persentase penggunaan suntikan pada penyakit myalgia. Hal ini dilatarbelakangi masih tingginya penggunaan antibiotik di pelayanan kesehatan dasar. Dimana Subdirektorat POR melakukan pemantauan penggunaan obat rasional di pelayanan kesehatan dasar dan Rumah Sakit serta melihat peresepan obat generik yang bertujuan untuk meminimalisir penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan menggalakkan peresepan obat generik. Penerapan Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) dalam rangka pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan pelatihan dan sosialisasi mengenai POR kepada tenaga kesehatan, kader, dan Dinas Kesehatan daerah yang dilakukan oleh Ditbinyanfar. Pelaksanaan kebijakan POR memerlukan pengorganisasian, penggerakan, pemantauan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Selain itu keberhasilan pelaksanaan kebijakan POR sangat tergantung pada moral, etika, dedikasi, kompetensi, integritas, ketekunan, dan kerja keras segenap pemangku kepentingan

40 28 dibidang obat. Promosi penggunaan obat rasional dilaksanakan secara gencar sebagai antisipasi penanggulangan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap penggunaan obat rasional. POR tidak dapat dipisahkan dari Pelayanan Farmasi Klinik dan Komunitas karena tercapainya POR merupakan hasil dari kualitas pelayanan Farmasi Klinik dan Komunitas yang baik.

41 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 4.5. Kesimpulan Dari hasil pengamatan pada pelaksanaan PKPA di Direktorat Bina Farmasi dan Alat Kesehatan dapat disimpulkan bahwa : a. Tugas dan tanggung jawab apoteker secara global ada dalam Dijten Binfar dan Alkes yaitu menyelenggarakan program kerja yang sesuai dengan kompetensinya untuk mewujudkan visi dan misi dalam Dijten Binfar Alkes. b. Tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Dalam menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pada kenyataannya Ditjen Binfar dan Alkes merujuk pada peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2010 nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010. d. Ditjen Binfar dan Alkes sampai saat ini sedang berusaha meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang secara riil dilaksanakan melalui strategistrategi yang telah ditetapkan baik oleh subdirektorat komunitas, subdirektorat klinik, subdirektorat POR serta subdirektorat standarisasi Saran a. Penyelenggaraan PKPA di Kementerian Kesehatan RI khususnya Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sebaiknya dilaksanakan dalam waktu yang lebih lama, agar calon Apoteker mendapat pengetahuan yang cukup dari tiap Sub Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian baik mengenai tugas, fungsi serta implementasinya secara langsung. b. Materi yang disampaikan tidak hanya dari direktorat tempat peserta PKPA masing-masing, tetapi juga dari direktorat-direktorat lainnya sehingga peserta dapat mengetahui tentang direktorat-direktorat tersebut walau hanya secara umum (sistem rolling). 29

42 30 c. Pemberian materi dari direktorat dan sub-sub direktorat untuk peserta sebaiknya terjadwal, dengan pihak peserta PKPA tetap aktif meminta/menanyakan waktu yang memungkinkan untuk pemberian materi.

43 31 DAFTAR ACUAN Kemenkes, PERMENKES 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Kemkes Depkes RI. Data Rumah Sakit Online, diakses pada tanggal 16 Oktober 2014 Depkes RI Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun diakses pada tanggal 16 Oktober 2014 pukul 21:18 diakses pada tanggal 7 Oktober 2014 pukul WIB. Kemenkes Materi pelatihan manajemen kefarmasian di instalasi farmasi kabupaten/kota. Jakarta: Kemenkes RI. Menkes Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005. Jakarta: Menteri Kesehatan RI. Menkes Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 Pasal 530. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.

44 32 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN Andrie Fitriansyah D I S A M PA I K A N PA D A : P E RT E M U A N P E N I N G K ATA N MUTU P E L AYA N A N K E FA R M A S I A N G O R O

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY 3 DIMENSI PEMBANGUNAN: PEMBANGUNAN MANUSIA, SEKTOR UNGGULAN, PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN VISI DAN MISI PRESIDEN TRISAKTI: Mandiri di bidang ekonomi;

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN ARAH KEBIJAKAN Program peningkatan pelayanan kefarmasian diarahkan untuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 Oleh : Drs. Richard Panjaitan, Apt., SKM DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP KETERSEDIAAN, KETERJANGKAUAN DAN PEMERATAAN OBAT ESENSIAL GENERIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN Sekretaris Ditjen Binfar Alkes Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Di Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan 9-12 November 2015

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu unsur kesejahteraan dan hak asasi manusia adalah kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang harus dipenuhi karena termasuk kebutuhan pokok manusia

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani LANDASAN HUKUM UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan PP 51 Th. 2009 tentang pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN SAM MEDIKO LEGAL

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN SAM MEDIKO LEGAL STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN SAM MEDIKO LEGAL Disampaikan pada Pertemuan Koordinasi Pelaksanaan Operasional Program (RAKORPOP) 30 November 2015 PERATURAN PER UU DASAR PERTIMBANGAN ROADMAP

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN A. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS, KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 disusun dalam rangka memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakikatnya kesehatan adalah hak dasar yang senantiasa dimiliki oleh setiap manusia, tak terkecuali seluruh rakyat Indonesia. Menurut Undang - Undang Republik

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan menentukan mutu kehidupan dalam pembangunan nasional. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI LAY OUT LATAR BELAKANG

Lebih terperinci