UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 JULI - 26 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PRISMARA AFRIANIARSTI PUTRI, S. Farm ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 JULI - 26 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker PRISMARA AFRIANIARSTI PUTRI, S. Farm ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 ii

3

4 IIALAMAN FENGE"SAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama NPM Program Studi Judul Laporan hismara Afrimiasti Puhi, S. Farm Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Dishibusi Kefarmasian Direkiorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Repubtk Indonesia, Periode 15 Juli - 26 Juli 2013 Telah bertasil dipertahankan di hadapan Ilewan Penguji dan diterima sebagai bagan persyaratan yang diperlukan untuk memperohh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Anwar Wahyudi, S.E.,S.Farm., APt., MKM.(-- Pembimbing tr : Anton Batrtim, M.Biomed., Ph.D., Apt (. Pembimbing Itr: Dra. Rostilawati R, Apt Penguji Dr, \skon Jorsgqh, M. (i., APt' Penguji Penguji Drq.Tuheini Amio, M.si., A?b 0* F V^^^funW Ditetapkan di Tanggal Depok \b Jonuori aot,1 llt

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Dalam penyusunan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, selaku Pj.S Dekan Fakultas Farmasi sampai dengan 20 Desember Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 4. Anton Bahtiar, M.Biomed., Ph.D., Apt selaku pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan laporan ini. 5. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada umumnya, serta Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada khususnya. 6. Dra. Engko Sosialine, Apt., M.Biomed. selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengenal direktorat ini. 7. Anwar Wahyudi, SE., S.Farm., Apt., MKM. selaku Kasubag Tata Usaha dan pembimbing dalam penulisan tugas umum yang selalu memberi saran dan mendukung penulis. iv

6 8. Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si. selaku Kasubdit Produksi Kosmetika dan Makanan beserta staf. 9. Dra. Nadirah Rahim, Apt., M.Kes. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional beserta staf. 10. Drs. Riza Sultoni, Apt., MM. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus beserta staf. 11. Dita Novianti S.A, S.Si., Apt., MM. selaku Kasubdit Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat beserta staf. 12. Dra. Rostilawati R, Apt. selaku Kasie Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat dan selaku pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan laporan ini. 13. Seluruh staf Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA. 14. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan penyusunan laporan ini. 15. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, dan doa yang tidak henti-hentinya. 16. Teman-teman Apoteker Angkatan 77 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas dukungan dan kerjasama selama ini. 17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut serta membantu selama penyusunan laporan ini. Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Depok, Januari 2014 v Penulis

7

8 ABSTRAK Nama : Prismara Afrianiarsti Putri, S. Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Periode 15 Juli 26 Juli 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker mengetahui dan memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian serta memahami peran dan fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Sedangkan tugas khusus bertujuan untuk mengetahui bahan baku obat tradisional yang paling dibutuhkan di Indonesia dan mengetahui penyebab import bahan baku obat tradisional di Indonesia. Kata Kunci : Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Bahan Baku Obat Tradisional Tugas Umum : x + 46 halaman; 4 Gambar; 7 Tabel; 8 lampiran Tugas Khusus : iv + 10 halaman; 3 Gambar; 6 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 7 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 28 ( )

9 ABSTRACT Name : Prismara Afrianiarsti Putri, S. Farm NPM : Study Program : Apothecary Profession, Pharmacy Faculty Title : Report of Pharmacist Internship Program in Directorate Production and Distribution of Pharmaceutical, Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health Republic of Indonesia Period 15 July - 26 July 2013 Pharmacist Internship Program in the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices intended for prospective pharmacists know and understand the duties of the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health, Republic of Indonesia, especially Directorate Production and Distribution of Pharmaceutical and understand the role and function of the pharmacist profession in carry out the work of pharmacy at the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health, Republic of Indonesia, especially Directorate Production and Distribution of Pharmaceutical. While the specific tasks aimed to determine the traditional medicine most needed in Indonesia and determine the cause of imported raw materials of traditional medicine in Indonesia. Keywords : Ministry of Health, Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, Directorate Production and Distribution of Pharmaceutical, Raw Materials Traditional Medicine Common tasks : x+46 pages; 4 Image; 7 Table; 8 attachments Special Task : iv+10 pages; 3 Picture; 6 attachments Common Tasks References : 7 ( ) Special Task References : 28 ( )

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Tinjauan Umum Kementrian Kesehatan Logo Kementrian Kesehatan Dasar Hukum Visi dan Misi Strategi Nilai - Nilai Tugas Fungsi Tujuan Sasaran Strategis Arah Kebijakan Kewenangan Susunan Organisasi Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Visi dan Misi Tugas dan Fungsi Tujuan Kegiatan Struktur Organisasi Sekretariat Direktoran Jendral Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN Tugas Pokok dan Fungsi Tujuan Visi dan Misi vi

11 3.4. Sasaran Strategi Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotik, Psikotropik, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi Sub Bagian Tata Usaha Kepegawaian Kerumahtanggan Direktorat Strategi Pelaksanaan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotik, Psikotropik, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Sumber Daya Sumber Daya Manusia Sarana dan Prasarana BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotik, Psikotropik, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Logo Kementrian Kesehatan... 3 Gambar 5.1. Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat Tahun 2012 yang Diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional Gambar 5.2. Grafik Izin Industri Kosmetika Tahun 2011 yang Diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan Gambar 5.3. Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Tahun 2012 yang Diterbitkan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus viii

13 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Distribusi Pegawai Menurut Jabatan Tabel 3.2 Distribusi Pegawai Menurut Pendidikan Tabel 3.3 Distribusi Pegawai Menurut Golongan Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Fakultas Farmasi Tabel 5.1 Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat Tahun 2012 yang Diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Tabel 5.2 Izin Industri Kosmetika Tahun 2011 yang Diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan Tabel 5.3 Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekusor Farmasi Tahun 2012 yang Diterbitkan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus ix

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kefarmasian Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Lampiran 8 Alur Proses Perizinan x

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Oleh karena itu, diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pembangunan kesehatan dibangun dengan asas perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (Presiden Republik Indonesia, 2009). Pemerintah bertanggung jawab dalam pembangunan kesehatan, yaitu merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat agar tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Seluruh rakyat Indonesia berhak memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus-menerus berupaya agar pelayanan kesehatan semakin baik kualitasnya. Hal ini berkaitan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia kesehatan (Presiden Republik Indonesia, 2009). Upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dapat melalui pelayanan kefarmasian yang profesional. Oleh sebab itu, diperlukan suatu lembaga yang bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Binfar dan Alkes). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi 1

16 2 menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat ini bertugas melaksanakan penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Pada pemerintahan, apoteker berperan dalam penanganan sediaan farmasi dan alat kesehatan, mengingat pentingnya hal-hal tersebut, maka diperlukan adanya pembekalan bagi para calon apoteker mengenai tugas dan fungsi apoteker dalam regulasi terkait bidang kefarmasian yang bertujuan memperkenalkan program pemerintah dalam meningkatkan peran apoteker di masyarakat. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Dengan harapan, calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata tentang peran apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker : a. Mengetahui dan memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. b. Memahami peran dan fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah dibidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung jawab kepada Presiden Logo Kementerian Kesehatan Gambar 2.1. Logo Kementerian Kesehatan Arti simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah sebagai berikut: 1. Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota makna Pancakarsa Husada yang melambangkan tujuan pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional. 2. Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau melambangkan Pancakarya Husada pada hakikatnya adalah penjabaran makna pembangunan kesehatan. 3. Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak daun berwarna hijau mempunyai makna melambangkan pengabdian luhur. 4. Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan. 5. Tulisan BHAKTI HUSADA bermakna pengabdian dalam upaya kesehatan paripurna. 6. Bentuk garis bulat telur melambangkan kebulatan tekad, keterpaduan dengan berbagai unsur masyarakat. 3

18 4 Pancakarya Husada : a. Peningkatan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. b. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan. c. Peningkatan status gizi masyarakat. d. Pengurangan angka kesakitan (Morbiditas) dan angka kematian (Mortalitas). e. Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan semakin diterimanya norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera Dasar hukum Dasar hukum terbentuknya organisasi ini adalah : 1. Perpres RI No. 47 Tahun 2009 nomor 144 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. 2. Perpres RI No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 3. Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Visi dan Misi Visi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan. Sedangkan dalam rangka mendukung visi tersebut, Kementerian Kesehatan memiliki Misi sebagai berikut : 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani. 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Strategi Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkannya.

19 5 Adapun strategi yang dijalankan adalah : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab Nilai-Nilai Guna mewujudkan Visi dan mengembangkan Misi yang ada, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai, yaitu : 1. Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggitingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. 2. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput.

20 6 3. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. 4. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. 5. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel Tugas Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : 1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang kesehata 2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya 3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya 4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya 5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden Tujuan Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

21 7 Pembangunan kesehatan yang berhasil-guna dan berdaya-guna dapat dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan Sasaran Strategis Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun , yaitu : 1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan: a. Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun; b. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per kelahiran hidup; c. Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per kelahiran hidup; d. Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per kealahiran hidup; e. Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8 persen menjadi kurang dari 32 persen; f. Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh naskes terlatih (cakupan PN) sebesar 90%; g. Persentase puskesmas rawat inap yang mampu melaksanakan Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Dasar (PONED) sebesar 100%; h. Persentase Rumah Sakit Kabupaten Kota yang melaksanakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komperhensif (PONEK) sebesar 100%; i. Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%. 2. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan : a. Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per penduduk; b. Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API dari 2 menjadi 1 per penduduk; c. Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi di bawah 0,5%; d. Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan dari 80% menjadi 90%;

22 8 e. Persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) dari 80% menjadi 100%; f. Angka kesakitan demam berdarah dengue (DBD) dari 55 menjadi 51 per penduduk. 3. Menurunnya disparasitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparasitas separuh dari tahun Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi resiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. 5. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. 6. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). 7. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. 8. Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Arah Kebijakan Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan memperhatikan permasalahan kesehatan yang telah diindentifikasi melalui hasil review pelaksanaan pembangunan kesehatan sebelumnya. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode tahun Perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Namun untuk menjamin terlaksanannya berbagai upaya kesehatan yang dianggap prioritas dan mempunyai daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan upaya yang bersifat reformatif dan akseleratif. Upaya tersebut meliputi pengembangan Jaminan Kesehatan Masyarakat, peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK, ketersediaan, keterjangkauan obat di seluruh fasilitas kesehatan, saintifikasi jamu, pelaksanaan reformasi birokrasi,

23 9 pemenuhan bantuan operasional kesehatan (BOK), penanganan daerah bermasalah kesehatan (PDBK), pengembangan pelayanan untuk Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital). Langkah-langkah pelaksanaan upaya reformasi tersebut disusun di dalam dokumen tersendiri, dan menjadi dokumen yang tidak terpisahkan dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan ini. Upaya kesehatan tersebut juga ditujukan untuk peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antar wilayah, gender, dan antar tingkat sosial ekonomi, melalui : pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengalokasikan sumberdaya yang lebih memihak kepada kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengembangan instrument untuk memonitor kesenjangan antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi, dan peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang tertinggal. Selain itu, untuk dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, kedelapan fokus prioritas pembangunan nasional bidang kesehatan didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan, sistem informasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, melalui: 1. Peningkatan kualitas perencanaan, penganggaran dan pengawasan pembangunan kesehatan; 2. Pengembangan perencanaan pembangunan kesehatan berbasis wilayah; 3. Penguatan peraturan perundangan pembangunan kesehatan; 4. Penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan sistem informasi yang komprehensif dan pengembangan jejaring; 5. Pengembangan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang bangun alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat; 6. Peningkatan penapisan teknologi kesehatan dari dalam dan luar negeri yang cost effective; 7. Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk kegiatan preventif dan promotif;

24 10 8. Peningkatan pembiayaan kesehatan dalam rangka pencapaian sasaran luaran dan sasaran hasil; 9. Peningkatan pembiayaan kesehatan di daerah untuk mencapai indikator SPM; 10. Penguatan advokasi untuk peningkatan pembiayaan kesehatan; 11. Pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta; 12. Peningkatan efisiensi penggunaan anggaran; 13. Peningkatan biaya opersional Puskesmas dalam rangka peningkatan kegiatan preventif dan promotif dengan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Kewenangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan fungsinya, yaitu : 1. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro; 2. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang Kesehatan; 3. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan; 4. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan; 5. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan; 6. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan; 7. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan; 8. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan; 9. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan; 10. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan; 11. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan; 12. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak;

25 Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; 14. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; 15. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan; 16. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan; 17. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi; 18. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan; 19. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa; 20. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional); 21. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : a. penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu; b. pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan Susunan Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, susunan organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas : a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.

26 12 l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada lampiran Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal Visi dan Misi Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu kepada rencana strategis Kementerian Kesehatan yaitu: 1. Visi Kementerian Kesehatan Masyarakat Sehat Yang Mandiri Dan Berkeadilan 2. Misi Kementerian Kesehatan Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan ditempuh melalui Misi sebagai berikut: 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.

27 13 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: 1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tujuan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan; 2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan; 3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional Kegiatan Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi : 1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. 2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). 3. Peningkatan pelayanan kefarmasian.

28 14 4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari : (Lampiran 2) Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi. c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan hubungan masyarakat. d. Pengelolaan urusan keuangan. e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 3): 1) Bagian Program dan Informasi. 2) Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. 3) Bagian Keuangan. 4) Bagian Kepegawaian dan Umum. 5) Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.

29 15 Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4): 1) Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. 2) Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 3) Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 4) Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional.

30 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 5): 1) Subdirektorat Standarisasi 2) Subdirektorat Farmasi Komunitas 3) Subdirektorat Farmasi Klinik 4) Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional 5) Subbagian Tata Usaha 6) Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan

31 17 kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 588, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 6): 1) Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. 2) Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 3) Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 4) Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan

32 18 tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 7): 1) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. 2) Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. 3) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. 4) Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional.

33 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN 3.1. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat Tujuan Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian tahun adalah sebagai arah dalam penyelenggaraan program produksi dan distribusi kefarmasian serta pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2011). 19

34 Visi dan Misi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) Agar tujuan yang diinginkan tercapai, aktivitas operasional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian beradasarkan Visi dan Misi sebagai berikut : a. Visi Industri farmasi dan Makanan yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan bersaing di era globalisasi. b. Misi 1. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan. 2. Melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan. 3. Membentuk aliansi strategis dalam bidang obat, obat tradisonal, sediaan farmasi khusus, kosmetik dan makanan. 4. Melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan makanan Sasaran (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) a. Tersedia bahan baku obat dan obat tradisional. b. Tersusunnya standar kefarmasian di bidang obat, obat tradisional, kosmetik, dan makanan. c. Industri farmasi prakualifikasi WHO Strategi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) a. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan. b. Melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu. c. Meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional. d. Membentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya.

35 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki Struktur Organisasi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Sudirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirekorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang

36 22 produksi dan distribusi obat dan obat tradisional Struktur Organisasi Struktur Organisai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional terdiri atas : a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menangani penerbitan usaha industri farmasi, pedagang besar farmasi, pedagang besar bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Poduksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang produksi kosmetika dan makanan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi kosmetika dan makanan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang

37 23 kosmetika dan makanan. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi kosmetika dan makanan. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan Struktur Organisasi Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan terdiri atas: a. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi kosmetika. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menangani penerbitan izin usaha di bidang produksi kosmetika dan makanan dan penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi kosmetika dan makanan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika,

38 24 prekursor, dan sediaan farmasi khusus. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. c. Pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. d. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan Struktur Organisasi Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus terdiri dari atas : a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus Seksi Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus dan makanan. Subdirekorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor

39 25 dan Sediaan Farmasi Khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka dalam hal ini Subdirektorat tersebut menangani/menerbitkan izin import/eksport prekusor, psikotropika Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. c. Penyiapan bahan koordinasi serta pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang kemandirian obat dan bahan baku obat Struktur Organisasi Struktur Organisasi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat terdiri atas: a. Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku

40 26 obat. b. Seksi Kerjasama Seksi Kerjasama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan koordinasi, pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat Sub Bagian Tata Usaha Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas untuk melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat sebagai berikut : Kepegawaian Tugas Sub Bagian Tata Usaha Kepegawaian adalah membuat data dan informasi kepegawaian. Data dan informasi tersebut antara lain: a. Daftar nama-nama pejabat berdasarkan nomor urut kepangkatan berikut nama jabatan, eselon dan golongan. b. Daftar seluruh pegawai berdasarkan nomor urut kepangkatan dan nama jabatan serta alamat. c. Informasi tentang kenaikan pangkat maupun memasuki masa pensiun. d. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas yang berkaitan dengan pegawai untuk seluruh pegawai. e. Menyusun dan menyimpan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) seluruh pegawai berdasarkan urutan tahun penilaian. f. Menyusun dan menyimpan data KP4 (Surat Keterangan Untuk Mendapat Tunjangan Keluarga) maupun daftar riwayat hidup seluruh pegawai. g. Mengurus kenaikan pangkat pegawai. h. Membantu pengurusan kenaikan pangkat berkala. i. Membantu pengurusan pembuatan SIMKA (Sistem Informasi Kepegawaian) Kerumahtanggaan Direktorat Tugas Sub Bagian Tata Usaha kerumahtanggaan adalah sebagai berikut : a. Melakukan inventarisasi barang-barang inventaris milik negara. b. Melakukan pendataan yang berkaitan dengan pemeliharaan barang-barang inventaris dan bekerjasama dengan bagian umum dan kepegawaian Setditjen

41 27 (Sekertaris Direktorat Jenderal) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. c. Melakukan pendataan barang-barang inventaris yang akan diusulkan penghapusannya secara administratif yang selanjutnya diteruskan ke Bagian Umum dan Kepegawaian Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan rapat atau tamu-tamu Direktur. e. Menata dan mengatur ruang penyimpanan berkas/barang inventaris di Gudang Direktorat Strategi Pelaksanaan (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) Strategi yang dilaksanakan oleh masing-masing Subdirektorat untuk mencapai target indikator adalah sebagai berikut : Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional a. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat tradisional b. Penyusunan NSPK di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional c. Pembinaan kepada sarana di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di bidang pembinaan obat dan obat tradisional e. Membangun jejaring kerja dengan pemangku kepentingan nasional di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan a. Aliansi strategi di bidang produksi kosmetik dan makanan b. Penyusunan NSPK di bidang produksi kosmetik dan makanan c. Pembinaan kepada produsen kosmetik dan makanan d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, kabupaten/kota di bidang pembinaan produksi makanan e. Membangun jejaring kerja dengan pemangku kepentingan nasional di bidang produksi kosmetik dan makanan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus a. Membangun jejaring kerjasama dengan stake holder terkait melalui aliansi strategi di bidang produksi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan

42 28 farmasi khusus b. Penyusunan NSPK di bidang produksi narkotik, psilotropik, prekursor dan sediaan farmasi khusus c. Pembinaan terhadap industri farmasi dan PBF yang melakukan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan farmasi khusus d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, kabupaten/kota di bidang pembinaan produksi dan distibusi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan farmasi khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat a. Pendirian kelompok kerja kemandirian bahan baku obat Kelompok kerja kemandirian bahan baku obat beranggotakan lintas kemandirian dan stake holder terkait lain dengan Kementerian Kesehatan sebagai koordinator b. Kerjasama dan fasilitas penelitian dengan lembaga penelitian (BPPT dan LIPI) di bidang pengembangan bahan baku obat c. Pembentukan jejaring kerja dengan berbagai stake holder diantaranya institusi penelitian, kalangan indutri dan asosiasi pengusaha Sumber Daya (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang bertugas di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sampai akhir tahun 2012 berjumlah 34 orang dengan perincian pejabat struktural 12 orang dan tenaga staf 22 orang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Distribusi Pegawai Menurut Jabatan No Jabatan Jumlah 1 II 1 2 III 3 3 IV 8 4 Staf 22 Jumlah 34

43 29 Berdasarkan jenjang pendidikan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai 8 orang S2, 16 orang Apoteker, 4 orang S1, 2 orang D3 Farmasi, 3 orang SMA, dan 1 orang SMP. Kondisi kepegawaian berdasarkan jenjang pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Distribusi Pegawai Menurut Pendidikan No Pendidikan Jumlah 1 SD 0 2 SLTP 1 3 SLTA 3 4 D3 2 5 S1 4 6 Apoteker 16 7 Dokter 0 8 S2 8 Jumlah 34 Distribusi pegawai menurut golongan kepangkatan terlihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Distribusi Pegawai Menurut Golongan No Golongan Jumlah 1 I 0 2 II 4 3 III 23 4 IV 7 Jumlah Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang tersedia di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian sesuai dengan Laporan Barang Milik Negara (BMN) pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menggunakan data yang berasal dari Sistem Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN).

44 BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Kegiatan PKPA berlangsung dari tanggal 15 Juli - 26 Juli 2013, yang dilakukan setiap hari kerja, yaitu Senin hingga Jum at pada pukul WIB. Berikut jadwal kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dirangkum dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Fakultas Farmasi Hari dan Pukul No. Uraian Kegiatan Tanggal 1 Senin, Penerimaan mahasiswa PKPA 15 Juli 2013 WIB Fakultas Farmasi Universitas Indonesia di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh Bapak Kamit Waluyo, SH., MM 2. Penjelasan umum mengenai struktur organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh Bapak Kamit Waluyo, SH., MM 3. Pembagian mahasiswa PKPA menjadi tiga kelompok dan ditempatkan di tiga direktorat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian 30

45 WIB WIB WIB WIB WIB dan Alat Kesehatan, yaitu : a. Kelompok I (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan) b. Kelompok II (Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian) c. Kelompok III (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian) 4. Penerimaan mahasiswa PKPA UI oleh staf Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian oleh Ibu Liza Fitrislani, S.Si., Apt 5. ISHOMA (istirahat, sholat dan makan) 6. Penjelasan umum tentang struktur organisasi dan tata kerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian oleh Kasubag Tata Usaha Bapak Anwar Wahyudi SE., S.Farm., Apt., MKM 7. Penjelasan dan pengarahan tentang Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan oleh Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., MM. selaku Kasubdit. 8. Pemberian jadwal kegiatan harian oleh Kasubag Tata Usaha Bapak Anwar Wahyudi SE., S.Farm., Apt.,

46 32 2 Selasa, 16 Juli Rabu, 17 Juli WIB WIB WIB WIB WIB WIB WIB MKM 1. Penjelasan dan pengarahan tentang Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus oleh Bapak Drs. Riza Sultoni, Apt., MM. selaku Kasubdit. 2. ISHOMA (istirahat, sholat dan makan) 3. Diskusi mengenai Undang-undang terkait kesehatan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Kesehatan, Harmonisasi ASEAN, Codex Alimentarius, Farmasi Klinik Kosmetik dan Makanan oleh Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., MM. 1. Penjelasan dan pengarahan tentang Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional oleh Ibu Dra. Nadirah Rahim, Apt., M.Kes selaku Kasubdit. 2. ISHOMA (istirahat, sholat dan makan). 3. Pengerjaan tugas umum dan khusus bagi yang telah mendapat tugas oleh pembimbing masing-masing Kasubdit. 4. Diskusi Codex Alimentarius, alat pengukur rasa, Bahan Tambahan

47 33 4 Kamis, 18 Juli Jumat, 19 Juli WIB WIB WIB WIB WIB WIB Pangan, Undang-Undang Narkotik dan Psikotropik oleh Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., MM. 1. Mengerjakan tugas Khusus dan Umum. 2. ISHOMA (istirahat, sholat dan makan). 3. Penjelasan dan pengarahan tentang Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat oleh Ibu Dra. Rostilawati R, Apt selaku Kasie Kerja Sama dan Distribusi Subdit BBO. 1. Mengerjakan tugas Umum dan Khusus. 2. ISHOMA (istirahat, sholat dan makan). 3. Mengerjakan tugas Umum dan Khusus.

48 BAB 5 PEMBAHASAN Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang dibentuk pada tanggal 3 Januari 2011 merupakan suatu Direktorat yang diciptakan oleh Kementerian Kesehatan guna mempermudah pihak produsen dan penyalur produk farmasi. Direktorat ini dibentuk, dengan tujuan untuk membina industri farmasi, industri obat tradisional, Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBFBO) agar mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Direktorat bina produksi dan distribusi kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Program yang ditetapkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian bertujuan untuk menciptakan industri farmasi yang memenuhi standar atau persyaratan, mandiri (mampu memenuhi teknologi dan bahan baku sendiri tidak bergantung sepenuhnya dengan impor), serta memiliki daya saing sehingga dapat memenuhi kebutuhan obat dalam negeri dan menjadi sumber devisa negara. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka diperlukan komponen-komponen berikut: pedoman, regulasi, infrastruktur, kemandirian, aliansi strategis, pembinaan industri, reposisi dan revitalisasi obat generik berlogo (OGB). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian melakukan pembinaan bukan pengawasan sehingga membantu industri farmasi, industri obat tradisional, Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBFBO) serta industri kosmetika dan makanan agar mampu memenuhi persyaratan (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat produksi dan distribusi obat dan obat tradisional melakukan pendataan kapasitas produksi tiap industri farmasi yang bertujuan untuk menjaga 34

49 35 kesinambungan ketersediaan obat yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan, membuat materi materi pemberdayaan masyarakat terkait obat tradisional melalui media cetak seperti leafleat, permainan dan gimmick, melakukan kegiatan penyusunan sistem pelaporan triwulan oleh PBF (e-report PBF), pengembangan pusat pengeringan pasca panen dan pusat ektrak nasional dan daerah. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tahun 2014 diperlukan jaminan akan ketersediaan obat, maka itu subdirektorat produksi dan distribusi obat dan obat tradisional melakukan pendataan kapasitas produksi seluruh industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjaga kesinambungan ketersediaan obat yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan menjelang SJSN tahun Kendala yang dihadapi oleh subdirektorat ini adalah kurangnya sumber daya manusia yang membantu evaluasi pendataan kapasitas produksi industri farmasi di seluruh Indonesia. Kerja nyata yang telah dilaksanakan oleh Subdirektorat Obat dan Obat Tradisional antara lain: a. Pemetaan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi. b. Perizinan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi. c. Penyusunan Farmakope Herbal dan Suplemen Farmakope Indonesia. d. Penyusunan Farmakope Indonesia. e. Sosialisasi perizinan dalam mewujudkan pelayanan perizinan terhadap industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi. Menurut pengamatan yang dilakukan selama praktek kerja profesi apoteker terkait kegiatan ini, khususnya di loket 1 Unit Layanan Terpadu, masih banyak pemohon perizinan yang kurang mengerti alur prosedur pengajuan perizinan, karena perizinan yang ditangani Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian ini merupakan suatu perizinan yang kompleks dan melibatkan juga instansi lainnya seperti Dinas Kesehatan Propinsi, Badan Pengawas Obat dan Makanan, BKPM. Pemohon juga sering mengeluh kurangnya sosialisasi dan

50 36 informasi yang diberikan pertugas tentang kelengkapan persyaratan adminsitrasi sehingga harus berulang-kali datang. Pada tahap proses perizinan pun, pemohon juga sulit mendapatkan informasi sampai tahap mana proses perizinannya karena belum adanya sistem database tahapan proses perizinan dan ketika pemohon menelpon ke Direktorat, petugas yang ada juga tidak mengetahuinya. Penyelesaian proses perizinan juga ada yang tidak sesuai dengan janji hari kerja yang ditetapkan dalam peraturannya. Hal ini dikarenakan kurangnya efisiensi sistem birokrasi dan pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan yang membuat pejabat penandatangan seringkali tidak ada di tempat. Selain itu, dari sekian banyak kegiatan pelayanan perizinan sarana produksi dan distribusi yang ditangani oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, baru perizinan ekspor/impor narkotika saja yang menerapkan sistem online registration. Perizinan lainnya masih dilakukan pemeriksaan secara manual saja, namun akan diarahkan menjadi pelayanan online kedepannya. Izin PBF lebih banyak dikeluarkan karena persyaratan untuk PBF lebih ringan karena hanya memerlukan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) yang dikeluarkan oleh Badan POM RI. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1. Tabel 5.1.Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat Tahun 2012 yang Diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. No. Kategori Jumlah izin yang dikeluarkan 1. Izin IF Izin PBF Izin PBF-BO IOT 10

51 37 Gambar 5.1. Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat Tahun 2012 yang Diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan Subdirektorat produksi kosmetika dan makanan bertanggung jawab dalam mengatur regulasi produksi kosmetik dan makanan yaitu penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan, serta bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap industri kosmetik dan makanan untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1175/MENKES/PER/ VIII/2010 tentang izin produksi kosmetika, diatur mengenai tata cara perizinan produksi kosmetika. Syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh izin produksi kosmetika adalah industri kosmetika harus menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dalam produksinya. CPKB bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Izin produksi diberikan sesuai bentuk dan jenis kosmetik yang akan dibuat. Izin produksi dibedakan atas dua golongan sebagai berikut, industri kosmetik golongan A yaitu izin produksi

52 38 yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetik dan wajib menerapkan seluruh aspek CPKB. Pada industri kosmetik golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetik yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetik tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana, namun harus mampu menerapkan higiene, sanitasi dan dokumentasi sesuai dengan CPKB. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan kosmetika yang beredar di masyarakat. Di Indonesia peraturan kosmetik disesuaikan dengan harmonisasi ASEAN tahun Penerapkan harmonisasi ASEAN di Indonesia pada tahun 2011 dalam bentuk notifikasi kosmetika. Tujuan perubahan alur registrasi menjadi notifikasi ialah agar masyarakat dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, klaim manfaat produk serta mempermudah perolehan izin edar kosmetik. Notifikasi kosmetik, menetapkan aturan mengenai tata cara untuk memperoleh notifikasi dari suatu produk kosmetik sebelum diedarkan di masyarakat yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1175/MENKES/PER/VIII/2010 dan di bawah kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Penerapan sistem online dalam melakukan notifikasi mempermudah industri kosmetik dalam mendaftarkan produknya melalui website Pada notifikasi, memiliki kelemahan, yaitu konsumen sulit untuk mengetahui apakah produk yang beredar tersebut telah ternotifikasi atau belum ternotifikasi. Hal ini disebabkan karena dalam notifikasi tidak wajib mencantumkan nomor notifikasi di dalam kemasan produk kosmetik. Pada subdit ini juga dilakukan standarisasi kosmetik yang beredar dengan menyusun Formularium Kosmetik Indonesia. Pada pengaturan produksi makanan, kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan regulasi, pembinaan, pengawasan terhadap industri makanan yang ada di Indonesia. Pada subdit ini, dilakukan penetapan standar terhadap bahan tambahan dalam pangan, diatur berdasarkan Permenkes Nomor 33 tahun 2012 yang menetapkan 27 bahan tambahan pangan, serta pembinaan terhadap industri

53 39 rumah tangga. Diharapkan produk yang sampai ke konsumen memenuhi syarat mutu dan keamanan. Selama tahun 2012 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan telah memberikan izin di bidang Kosmetika dan melakukan pembinaan pada Industri Rumah Tangga yang memproduksi makanan. Tabel 5.2 Izin Industri Kosmetika Tahun 2011 yang Diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan. No. Kategori Izin yang dikeluarkan 1. Izin Industri Kosmetika 148 Gambar 5.2. Grafik Izin Industri Kosmetika Tahun 2011 yang Diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan. 5.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. Subdirektorat ini berkoordinasi dengan BPOM dalam hal pemberian izin impor bagi importir narkotika, psikotropika, prekursor farmasi dan juga mengurus perizinan sediaan farmasi khusus. Dalam hal narkotik, subdirektorat ini mengatur regulasi dalam proses produksi sampai dengan distribusi dan bersifat spesifik siapapun yang akan mengimpor dan memproduksi harus mendapat ijin khusus.

54 40 Pemerintah menunjuk satu industri milik negara yaitu PT. Kimia Farma sebagai penanggung jawab. yang bertujuan untuk memudahkan pengawasan narkotika di Indonesia. Pengawasan tersebut mulai dari narkotika masuk sampai diedarkan di Indonesia. Begitu juga psikotropika, pemerintah memberikan izin impor, produksi, dan distribusi kepada semua industri farmasi dan pedagang besar farmasi (PBF) untuk memproduksi dan mendistribusikan, namun tetap disertai dengan pengawasan. Prekursor memerlukan pengawasan seperti narkotik dan psikotropik karena prekursor merupakan bahan yang dapat diubah menjadi narkotik hanya dengan satu tahap reaksi sehingga berisiko tinggi terjadi penyalahgunaan. Terlebih lagi sediaan yang mengandung prekursor sangat mudah didapatkan dipasaran dengan harga yang terjangkau dan pembeliannya tanpa pembatasan. Untuk itu setiap bulannya industri farmasi dan PBF harus melaporkan narkotik, psikotropik dan perkusor apa yang diproduksi dan diedarkan. Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sediaan farmasi khusus merupakan sediaan farmasi yang belum mempunyai izin edar di Indonesia, namun sangat dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat atau merupakan obat sumbangan dari negara lain. Sediaan tersebut diberi izin untuk digunakan bagi pengobatan penyakit langka atau menyangkut keselamatan nyawa manusia serta kebutuhannya harus jelas. Kurangnya nilai komersial pada sediaan ini menyebabkan tidak ada importir atau produsen yang bersedia mengurus registrasi dan izin edarnya (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus melayani perizinan Surat Persetujuan Impor (SPI), Surat Persetujuan Ekspor (SPE), Importir Terdaftar (IT), Importir Produsen (IP). SPI adalah Surat Persetujuan Menteri Kesehatan untuk mengimpor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, sedangkan SPE adalah Surat Persetujuan Menteri Kesehatan untuk mengekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Izin importir produsen (IP), yaitu izin yang diberikan kepada produsen untuk mengimpor bahan baku psikotropik yang digunakan untuk proses produksi

55 41 sediaan psikotropik. Izin ini hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan produksi industri itu sendiri sehingga bahan yang telah diimpor tidak diizinkan untuk dialihkan kepada industri lain. Jumlah dan jenis bahan baku psikotropik yang diimpor harus disesuaikan dengan daftar perencanaan kebutuhan tahunan yang telah disetujui oleh Kemenkes. Sedangkan, Izin importir terdaftar (IT), yaitu izin yang diberikan kepada PBF untuk mengimpor bahan baku psikotropik sesuai dengan permintaan produsen. PBF tidak diizinkan untuk mengimpor bahan baku psikotropik melebihi jumlah permintaan produsen. Layanan kepada produsen mengenai permohonan izin impor bagi importir narkotika disediakan di loket 1 lantai 5 gedung baru Kementerian Kesehatan. Permohonan izin impor dan ekspor dapat diakukan melalui layanan online yang terdapat di website Namun, pada saat penyerahan berkas produsen wajib datang untuk memberikan berkas yang diperlukan. Jika berkas diterima maka selanjutnya akan mengikuti alur perizinan yang sesuai (Lampiran 8). Jika berkas ditolak maka produsen dapat memperbaikinya dan dapat kembali setelah diperbaiki. Waktu yang diperlukan untuk proses penerbitan izin SPI adalah paling lama 10 hari kerja setelah dokumen diterima dan lengkap. Tabel 5.3 Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekusor Farmasi Tahun 2012 yang Diterbitkan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. Jumlah No. SPI SPE IP EP IT 1. Narkotika Psikotropika s Prekusor

56 42 Gambar 5.3 Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Tahun 2012 yang Diterbitkan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat melaksanakan tugasnya yang bertujuan menjadikan negara Indonesia dapat mandiri dalam hal pengadaan obat dan bahan baku obat karena hampir 95% kebutuhan produk obat tersebut tergantung pada bahan baku obat (BBO) impor. Ada beberapa faktor yang menghambat kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri diantaranya bahan baku hasil penelitian tidak sesuai kebutuhan bahan baku obat di industri dan tingginya pajak yang dikenakan untuk komponen pembuatan bahan baku obat. Hal ini mengakibatkan harga bahan baku hasil produksi dalam negeri menjadi lebih tinggi dari pada harga bahan baku impor. Kemandirian yang dimaksud adalah industri farmasi mudah mendapatkan bahan baku obat hasil produksi dalam negeri sehingga tidak terpengaruh dengan kondisi pasar global. Keadaan ini akan menjaga kestabilan harga obat dalam negeri. Untuk mencapai tujuan kemandirian obat dan ketersediaan bahan baku obat, pemerintah melakukan beberapa hal, dimulai dengan pengalokasian dana riset bekerjasama dengan lembaga terkait dan industri farmasi, menstimulasi berdirinya industri bahan baku obat, dan mengupayakan kerjasama distribusi bahan baku obat produksi dalam negeri ke pasar internasional. Untuk memenuhi bahan baku obat

57 43 dalam negeri, pemerintah menyusun roadmap pengembangan bahan baku. Dengan roadmap ini diharapkan terjalin kerjasama antara instansi/lembaga terkait dengan industri farmasi. Dalam roadmap tersebut telah ditetapkan strategi yaitu mengembangkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan bahan baku obat; meningkatkan sinergitas Academic Business Goverment (ABG); menguatkan riset di bidang bahan baku obat yang berorientasi pada kebutuhan; meningkatkan kemampuan iptek; dan meningkatkan produksi bahan kimia sederhana, pemanfaatan sumberdaya alam, dan bioteknologi. Untuk pengembangan bahan baku obat yang lebih efektif, saat ini telah dibentuk POKJANAS pengembangan bahan baku yang terdiri antara lain (Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan POM, Kemenkoekuin, Kemenkokesra, BPPT, LIPI, Universitas, dan Industri Farmasi dan Dirjen Bina Farmasi dan Alkes). Ketika bahan baku obat berhasil diproduksi secara mandiri di dalam negeri, pemerintah akan membantu dalam hal pemasaran bahan baku dengan menjalin kerja sama internasional untuk memperluas pasar bahan baku obat di luar negeri. Hal tersebut dilakukan jika hasil produksi dari industri bahan baku obat lokal telah memenuhi standar internasional. Dengan adanya pemasaran bahan baku obat ke luar negeri, diharapkan industri bahan baku obat akan mendapatkan profit yang lebih besar.

58 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Kementerian Kesehatan didapatkan kesimpulan bahwa: a. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki tugas membuat regulasi, membina, dan mengawasi produsen dan distributor di bidang farmasi, kosmetika, dan makanan. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa produk yang berada di pasaran memenuhi persyaratan serta terjamin mutu dan keamanannya. b. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan tempat bagi seorang apoteker untuk dapat menjalankan profesi apoteker dengan membaktikan hidup guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan. Apoteker di lingkup pemerintahan, khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat memberikan andil di bidang regulasi yang berkaitan dengan produk dan distribusi produk farmasi, kosmetika dan makanan. 6.2 Saran a. Dikarenakan adanya zat yang naik golongaan menjadi narkotika maka perlu untuk menambah atau mengakomodasi kebutuhan tersebut dalam peraturan terkait. b. Mengevaluasi dan memperbaiki program SIP-NAP mengenai kepatuhan apotek dalam pengisian data di program tersebut. c. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) setiap pegawai agar lebih baik lagi dalam pembinaan petugas pusat dan daerah, industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi, dan pedagang besar bahan baku farmasi. 44

59 45 d. Menjalin kerjasama di bidang akademik dengan beberapa perguruan tinggi berkaitan dengan pendidikan kemandirian wirausaha obat tradisional, bahan baku obat, kosmetika dan makanan. e. Meningkatkan upaya efisiensi perizinan melalui pengembangan sistem e- registration terhadap semua perizinan yang ditangani Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian sehingga dapat mempermudah proses pengajuan, penelusuran tahapan proses dan percepatan proses sesuai janji hari kerja. f. Melakukan sosialisasi pedoman dan prosedur perizinan karena masih banyaknya sarana produksi dan distribusi yang kurang memahami alur prosedur dan kelengkapan administrasi yang diperlukan sehingga masih banyak sarana yang tidak melakukan pendaftaran.

60 46 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi (Prodis) Kefarmasian RI. (2013). Laporan Tahunan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Unit Eselon II Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian RI Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI. (2013). Laporan Akuntabilitas Kinerja Binfar Alkes tahun Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI Kementerian Kesehatan RI. (2010). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, tentang Narkotika. Jakarta: Presiden RI Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, tentang Psikotropika. Jakarta: Presiden RI

61 LAMPIRAN 44

62 47 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

63 48 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

64 49 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

65 50 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

66 51 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

67 52 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

68 53 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

69 54 Lampiran 8. Alur Proses Perizinan

70 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 JULI - 26 JULI 2013 KEMANDIRIAN BAHAN BAKU OBAT TRADISIONAL DI INDONESIA PRISMARA AFRIANIARSTI PUTRI, S. Farm ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014

71 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman i ii iii iv BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Obat Tradisional Bahan Baku Obat Tradisional Industri Obat Tradisional Jenis-Jenis Obat Tradisional Sumber dan Sentra Produksi Tanaman Obat Permintaan Tanaman Obat 11 BAB 3. ANALISIS SITUASI 13 BAB 4. PEMBAHASAN 17 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 21 DAFTAR REFERENSI 22 ii

72 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Logo Jamu 7 Gambar 2.2 Logo Obat Herbal Terstandar 8 Gambar 2.3 Logo Fitofarmaka 9 iii

73 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jahe, Lampiran 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Lengkuas, Lampiran 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kencur, Lampiran 4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kunyit, Lampiran 5. Produksi Tanaman Obat-Obatan di Indonesia 29 Lampiran 6. Data Eksport-Import Tahun iv

74 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman hayati dan menduduki urutan terkaya kedua di dunia setelah Brazil. Jika biota laut ikut diperhitungkan maka Indonesia menduduki urutan pertama terkaya di dunia. Di bumi kita ini diperkirakan hidup sekitar spesies tumbuhan, dimana spesies hidup di kepulauan Indonesia. Diantara spesies tumbuhan yang hidup di kepulauan Indonesia, diketahui sekurang-kurangnya spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Departemen Kesehatan RI, 2007). Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Penggunaan tanaman berkhasiat obat itu sebagian besar berdasar pada pengalaman maupun keterampilan secara turun temurun dan sebagian lainnya dengan mencari informasi melalui buku maupun internet. Penggunaan bahan berkhasiat obat tersebut, akhir-akhir ini cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2007, sebanyak 28,1% masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional (BPS, 2008). Sedangkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan, sebesar 59,12% penduduk Indonesia pernah mengkonsumsi jamu, dan 96,60% diantaranya merasakan manfaat jamu (Balitbangkes, 2010) Di Indonesia sendiri, potensi pasar produk tumbuhan obat, antara lain dapat dilihat dari jumlah perusahaan pembuatan obat tradisional yang dari tahun ke tahun terus bertambah (Gana, 2008). Oleh karena itu, semakin banyak produk obat tradisional yang beredar bebas di masyarakat yang dapat dikonsumsi baik oleh masyarakat lapisan bawah, menengah, maupun masyarakat lapisan atas. Bahkan saat ini penggunaannya kian mengalami perkembangan dari tingkat penggunaan non formal ke arah penggunaan dalam upaya pelayanan kesehatan 1

75 2 formal. Perkembangan ini menuntut konsekuensi tanggungjawab akan keamanan dalam penggunaannya yang tidak ringan. Salah satu tuntutan agar obat tradisional digunakan dalam pelayanan kesehatan formal adalah tingkat khasiat dan keamanan serta indentitas formulasinya jelas seperti yang tertera pada label kemasannya (Hutapea, 2000). Agar dapat menghasilkan produk obat tradisional yang bermutu, aman dan berkhasiat, bahan baku obat tradisional yang digunakan harus terstandarisasi. Standarisasi mengacu kepada monografi seperti pada Materia Medika Indonesia, dan Farmakope Indonesia. Permasalahannya tidak semua pelaku industri obat tradisional dapat dengan mudah memperoleh bahan baku obat tradisional yang terstandar. Menurut Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sitanggang, Sekitar 60 persen bahan baku obat tradisional Indonesia masih diimpor. Dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia, seharusnya Indonesia tidak perlu mengimport bahan baku obat tradisional dan mengusahakan kemandirian bahan baku obat tradisional di dalam negeri. Mengingat potensi yang dimiliki Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber bahan baku tanaman berkhasiat obat maka pada kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini penulis mendapatkan tugas khusus mengenai kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia. 1.2 Tujuan Tugas khusus ini bertujuan untuk : a. Mengetahui bahan baku obat tradisional yang paling dibutuhkan di Indonesia b. Mengetahui penyebab import bahan baku obat tradisional di Indonesia

76 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Menteri Kesehatan, 2012) Bahan Baku Obat Tradisional Bahan baku obat tradisional adalah simplisia atau sediaan galenik yang digunakan sebagai bahan pembuatan obat tradisional dan tidak dalam kemasan yang siap digunakan oleh konsumen (BPOM RI, 2009). Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 60 C. Sediaan galenik adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Menteri Kesehatan RI, 2012). Jenis-Jenis Simplisia (Departemen Kesehatan RI, 1985): 1. Simplisia Nabati Yaitu simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. 2. Simplisia Hewani Yaitu simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. 3. Simplisia Pelikan/Mineral Yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan/mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. 3

77 4 Mutu obat tradisional sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan, oleh karena itu sumber simplisia, cara pengolahan dan penyimpanan harus dilakukan dengan cara yang baik. Peranan SOP penanganan pascapanen untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih bermutu dari sumber bahan tanaman merupakan aspek penting, karena kualitas bahan baku tanaman obat dipengaruhi oleh faktor internal genetik dan eksternal meliputi lingkungan, budidaya, cara panen, proses pascapanen, pengakutan dan cara penyimpanan (WHO, 2003). Aspek budidaya dan pengolahan pascapanen tanaman untuk memperoleh simplisa adalah sangat penting untuk memperoleh hasil yang bermutu yang akan sangat mendukung usaha industri obat tradisional dalam memperoleh kebutuhan bahan baku atau simplisia. Pascapanen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya. Tujuannya agar hasil panen berkualitas baik, tidak mudah rusak, serta lebih mudah disimpan untuk dilakukan proses selanjutnya. Proses pascapanen secara umum dibagi menjadi beberapa tahap, antara lain (Martha Tilaar, 2002): 1. Penyortiran Bahan Penyortiran basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahanbahan asing lainnya dari bahan tanaman atau simplisia, misalnya kotoran atau bahan asing pada simplisia jenis akar adalah tanah, kerikil, rumput, akar rusak, bagian tanaman lain selain akar-akaran dan lain-lain. 2. Pencucian Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada simplisia. Pencucian juga berguna untuk mengurangi mikroba-mikroba yang terdapat pada simplisia. Pencucian simplisia dilakukan dengan menggunakan air bersih seperti air dari mata air, air sumur atau air PAM. Jika digunakan air kotor maka jumlah mikroba pada simplisia tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. 3. Perajangan Perajangan pada simplisia dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya, seperti pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dalam daftar pemasok dilakukan evaluasi. Evaluasi akan dilakukan pada simplisia yang tebal dan tidak lunak seperti akar, rimpang, batang dan lain-lain.

78 5 4. Pengeringan Proses pengeringan dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat dalam simplisia akan berkurang sehingga dapat menghindari penurunan atau kerusakan kualitas simplisia. Metode pengeringan simplisia dapat dilakukan dengan bantuan sinar matahari atau dengan alat pengering atau oven. a. Pengeringan dengan bantuan sinar matahari Metode pengeringan ini merupakan cara yang paling mudah dan murah. Caranya adalah dengan membiarkan bahan simplisia terhampar secara merata di udara terbuka di atas alas yang tersedia seperti plastik, tikar atau tampah. b. Pengeringan dengan bantuan alat pengering Dengan alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan stabil serta waktu pengeringan akan lebih cepat. 5. Penyortiran Kering Penyortiran kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. 6. Pengemasan Pengemasan simplisia harus menggunakan bahan yang bersih, kering dan terbuat dari bahan yang tidak beracun atau tidak bereaksi dengan bahan. 7. Penyimpanan Sebaiknya tempat penyimpanan simplisia adalah di gudang khusus yang bersih, jauh dari bahan lain yang dapat menyebabkan kontaminasi dan terbebas dari hama gudang. Tujuan penangan dan pengolahan pascapanen tanaman obat pada umumnya adalah sebagai berikut (Supriatna, 2002): a. Mencegah kerugian karena perlakuan prapenen yang tidak tepat. b. Menghindari kerusakan akibat waktu dan cara panen yang tidak tepat.

79 6 c. Menghindari kerusakan pada waktu pengumpulan, pengangkutan dan pemasukan saat pendistribusian hasil panen. d. Menghindari kerusakan karena teknologi pascapanen yang kurang tepat. e. Menekan penyusutan kuantitatif dan kualitatif hasil. f. Terjaminnya pasokan bahan baku produksi meskipun bukan pada musimnya. g. Pengolahan limbah hasil pertanian dapat memberikan nilai tambah bagi produsen simplisia. h. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam dan menjamin kelestariannya Industri Obat Tradisional Obat Tradisional hanya dapat dibuat oleh industri dan usaha di bidang obat tradisional. Industri tersebut adalah IOT dan IEBA sedangkan usaha tersebut adalah UKOT, UMOT, Usaha Jamu Racikan dan Usaha Jamu Gendong. Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional. Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) adalah industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir (Menteri Kesehatan RI, 2012). Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. Usaha Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen. Usaha Jamu Gendong adalah usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen (Menteri Kesehatan RI, 2012). Pada tahun 2002 terdapat 118 IOT dan 917 IKOT. Pada tahun 2007 jumlah IOT bertambah menjadi 129 sedangkan IKOT berkurang menjadi 621. Selain IOT

80 7 dan IKOT, pada tahun 2005 terdapat 872 perusahaan yang terdaftar di Badan POM sebagai industri yang menggunakan tanaman obat sebagai salah satu bahan bakunya dan 472 perusahaan PMA yang memproduksi obat tradisional (Pribadi dan Rahardjo, 2008) Jenis-Jenis Obat Tradisional Obat Tradisional atau Obat Bahan Alam Indonesia berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, dikelompokkan menjadi (BPOM RI, 2004) : a. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine) Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan dalam bentuk serbuk seduhan, pil atau cairan, mengandung dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu harus memenuhi kriteria sebagai berikut, yaitu aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: " Secara tradisional digunakan untuk...", atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran. Jamu untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan JAMU sebagaimana Gambar 2.1 Gambar 2.1 Logo Jamu Logo berupa RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur, dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan JAMU harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan JAMU (BPOM RI, 2004).

81 8 b. Obat Herbal Terstandar (Scientific/Standarized Based Herbal Medicine) Obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstraksi atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria antara lain, yaitu aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Obat herbal terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR sebagaimana Gambar 2.2 Gambar 2. 2 Logo berupa JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur. dicetak dengan warna hijau di atas warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok kontras dengan tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR (BPOM RI, 2004). c. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine) Fitofarmaka adalah obat tradisional yang dapat disetarakan dengan obat modern karena proses pembuatannya telah terstandarisasi, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi, dan memenuhi persyaratan mutu yang

82 9 berlaku. Fitofarmaka harus mencantumkan logo dan tulisan FITOFARMAKA sebagaimana Gambar 2.3 Gambar 2.3 Logo berupa JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur; Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan FITOFARMAKA harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan FITOFARMAKA (BPOM RI, 2004) Sumber dan Sentra Produksi Tanaman Obat Tanaman obat adalah tanaman yang mengandung bahan yang dapat digunakan sebagai pengobatan dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik (WHO dalam Sofowora, 1982). Pasokan tanaman obat saat ini diperoleh dari dua sumber, yaitu hasil budidaya dan pemanenan langsung dari alam atau disebut juga hasil hutan. a) Tanaman Obat Hasil Hutan Hutan Indonesia diperkirakan mencapai 143 juta ha, merupakan tempat tumbuh 80 persen dari tanaman obat yang ada di dunia di mana spesies tanaman tumbuh dan spesies di antaranya telah digunakan sebagai tanaman obat (Pramono, 2002). Menurut Badan POM (2006), 283 jenis tanaman telah diregistrasi untuk penggunaan obat tradisional/jamu; 180 jenis diantaranya merupakan tanaman obat yang masih diambil dari hutan. Sumber tanaman obat hasil hutan untuk

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DANDISTRIBUSI KEFARMASIANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIANDAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Daerah Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2016-2021 tidak ada visi dan misi, namun mengikuti visi dan misi Gubernur

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/ LEMBAGA : KEMENTERIAN KESEHATAN 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan Meningkatnya koordinasi

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat, bangsa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis ini digunakan dengan pertimbangan bahwa hasil penelitian diharapkan akan mampu memberikan informasi

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGI 1. Visi Visi 2012-2017 adalah Mewujudkan GorontaloSehat, Mandiri dan Berkeadilan dengan penjelasan sebagai berikut : Sehat, adalah terwujudnya

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, The linked image cannot be displayed. The file may have been moved, renamed, or deleted. Verify that the link points to the correct file and location. PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan Tahun

Rencana Aksi Kegiatan Tahun Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015-2019 DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahu Wa Ta ala, Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci