UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 JULI 26 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ARLIKA RAHAYU, S.Farm ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 JULI 26 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker ARLIKA RAHAYU, S.Farm ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 ii

3

4 iv

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulisan laporan ini dapat diselesaikan tepat waktu tidak lepas pula dari dukungan berbagai pihak di sekitar penulis sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M. S., Apt. selaku Pj.S. Dekan Fakultas Farmasi UI sampai dengan 20 Desember Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI dan pemimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA. 4. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan. 5. Drs. Bayu Teja M., Apt., M.Pharm. selaku Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan pembimbing di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, atas bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 6. Drs. Ramalan selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 7. Dra. Sri Endah Suhartatik, Apt. selaku Kepala Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta Kepala Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program selaku pembimbing dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. v

6 8. Seluruh staff Fakultas Farmasi dan seluruh staff Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 9. Kedua orang tua atas segala dukungan yang diberikan kepada penulis. 10. Rekan seperjuangan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selama pelaksanaan PKPA. 11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Januari 2014 Penulis vi

7

8 ABSTRAK Nama : Arlika Rahayu, S. Farm Program Studi : Apoteker Judul :. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik Dan Perbekalan Ksehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 15 Juli 26 Juli 2013 Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode mengamanatkan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk dapat meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan atau khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki sasaran meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada 15 Juli 26 Juli 2013 di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terutama di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar calon apoteker memperoleh gambaran tentang peran dan tugas apoteker mengenai pelayanan kefarmasian yang terkait dengan pemerataan, ketersediaan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan. Kata Kunci :. Praktek Kerja Profesi Apoteker, Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, pelayanan kefarmasian, Kementerian Kesehatan xiii+49 halaman : 11 lampiran Daftar Pustaka : 6 ( ) viii

9 ABSTRACT Name Study Program Title : Arlika Rahayu, S. Farm : Apothecary : Report of Pharmacist Internship Program at Directorate of Public Medicines and Health Products,Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, Ministry of Health Republic of Indonesia Period July 15 to July 26, 2013 Health development is directed to people s awareness, willingness and ability to have a healthy life in order to improve community health status as high as can be realized. The Strategic Plan of Ministry of Health in is mandating Pharmaceutical and Medical Devices programs to improve the availability, equity, and affordability of medicines and medical devices as well as to ensure the safety or efficacy, usefulness, and quality of pharmaceutical preparations, medical devices, and food. The Ministry of Health through the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices has targeted to increase pharmaceutical preparations and health tools that meet the standards and are affordable. Pharmacists Internship Program (PIP) was conducted on July 16 to July 26, 2013 at the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, especially at the Directorate of Public Medicines and Health Products, for pharmacist to gain an overview of the role and duties of pharmacists about pharmacy services related to equity, availability and affordability of medicines and medical supplies. Key Words :. Pharmacist Internship Program, Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, pharmaceutical services, Ministry of Health xiii+49 pages : 11 appendixes Bibliography : 6 ( ) ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN ORISINALITAS... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 7 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN Tugas dan Fungsi Sasaran Strategi Intervensi Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Sumber Daya Manusia BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan x

11 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. 45 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Lampiran 8. Alur Penyediaan Obat Nasional Lampiran 9. Protap Perencanaan Kebutuhan Obat Lampiran 10. Formulir IFK Lampiran 11. Formulir IFK xiii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan pada perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen dan informasi kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2011). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode mengamanatkan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk dapat meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan atau khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Untuk itu, dibangun kebijakan - kebijakan yang bertujuan untuk mencapai hal tersebut, yaitu kebijakan peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, peningkatan produksi dan distribusi alkes dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), peningkatan pelayanan kefarmasian, peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian dengan dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2012). Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki sasaran meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan indikator programnya yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% di tahun Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan yang meliputi peningkatan ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar, peningkatan mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), peningkatan penggunaan obat 1

15 2 rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas, peningkatan produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian, peningkatan kualitas produksi dan distribusi kefarmasian dan peningkatan produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri. Dalam upaya peningkatan program tersebut diperlukan dukungan manajemen dalam pelaksanaan tugas teknis pada program kefarmasian dan alat kesehatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2012) Obat publik dan perbekalan kesehatan perlu dijamin ketersediaannya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dasar, dalam rangka menjamin ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, pengadaannya perlu dilakukan secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan sehingga diperlukan suatu pedoman teknis dalam pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan diatur oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2008). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terutama di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar calon apoteker memperoleh gambaran tentang peran dan tugas apoteker mengenai pelayanan kefarmasian yang terkait dengan pemerataan, ketersediaan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker : a. Mengetahui tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan b. Mengetahui tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan c. Mengetahui peran apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

16 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) merupakan unsur pelaksana pemerintah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Dan bertanggung jawab kepada Presiden (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Visi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Tujuan Kementerian Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya Nilai nilai Guna mewujudkan Visi dan mengembangkan Misi yang ada, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai, yaitu (Kementerian Kesehatan, 2011): a. Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap 3

17 4 orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel Tugas dan Fungsi Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.

18 5 d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional Strategi Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah (Kementerian Kesehatan RI, 2011): a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab Kewenangan Menteri Kesehatan RI mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan fungsinya. Kewenangan tersebut yaitu (Kementerian Kesehatan RI): a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro. b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang Kesehatan.

19 6 c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan. d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan. e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan. f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang kesehatan. g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidangsehatan. i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan. j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan. k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan. l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak. m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan. o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan. p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan. q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi. r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan. s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa. t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional). u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.

20 Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/ 2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, struktur organisasi Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Inspektorat Jenderal. c. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. d. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. e. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. f. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. g. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. h. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. i. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. j. Pusat Data dan Informasi. k. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. l. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. m. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. n. Pusat Komunikasi Publik. o. Pusat Promosi Kesehatan. p. Pusat Inteligensia Kesehatan. q. Pusat Kesehatan Haji. Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina

21 8 Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010). Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tujuan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan; b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan; c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang professional.

22 Sasaran dan Indikator Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian Kesehatan, 2011) Kegiatan Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2011): a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan c. Peningkatan pelayanan kefarmasian. d. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2) Sekretariat Direktorat Jendral Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi. c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan hubungan masyarakat. d. Pengelolaan urusan keuangan.

23 10 e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 3): a. Bagian Program dan Informasi. b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan. d. Bagian Kepegawaian dan Umum. e. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat public dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan

24 11 perbekalan kesehatan;dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4): a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.

25 12 e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 5): a. Subdirektorat Standarisasi b. Subdirektorat Farmasi Komunitas c. Subdirektorat Farmasi Klinik d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional e. Subbagian Tata Usaha f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

26 13 e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 6): a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

27 14 g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 7): a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.

28 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN 3.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat public dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 15

29 Sasaran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran hasil program yang tersusun dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan meningkatkan ketersediaan obat esensial generik disarana pelayanan kesehatan dasar. Indikator pencapaian pada tahun 2014 adalah (Menteri Kesehatan RI, 2011): a. Persentase kesediaan obat dan vaksin sebesar 100% b. Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 80% c. Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 80 % 3.3 Strategi Intervensi Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara lain: a. Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang dijalankan, antara lain: 1. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan mencakup jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap saat, harga terjangkau dan kualitas terjamin; dan 2. Manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan. b. Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/instansi lintas sector dan perguruan tinggi profesi terkait dalam hal :

30 17 1. Perumusan kebijakan di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar. 2. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dalam hal pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 3. Melaksanakan advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan, program atau proyek atau kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya. 3.4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di bawah naungan Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas: a. Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standarisasi harga obat Tugas dan Fungsi Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat;

31 18 b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standarisasi harga obat; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi harga obat; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat Struktur Organisasi Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat terdiri atas beberapa seksi, yaitu: a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standarisasi Harga Obat Seksi Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;

32 19 b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

33 Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan

34 21 perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat public dan perbekalan kesehatan Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Tugas sub bagian ini adalah melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian Tugas sub bagian ini adalah sebagai berikut:

35 22 1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program dan referensi terkait; 2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan; 3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Sub Bagian Tata Usaha dengan memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna; 4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana; 5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; 6. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; 7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain-lain di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari pegawai yang bersangkutan; 8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan; dan 9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas.

36 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 38 orang dengan perincian sebagai berikut: Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Organisasi Jumlah SDM Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1 Sub Direktorat Analisis Obat dan Standarisasi Harga Obat 5 Sub Direktorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Sub Direktorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Sub Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Sub Bagian Tata Usaha 7 Total 34

37 BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) angkatan LXXVII di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 26 Juli Hari pertama kegiatan PKPA diawali dengan acara perkenalan antara pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan pihak program profesi apoteker UI oleh Bapak Kamit Waluyo, SH. Acara perkenalan yang disertai pengantar umum tersebut dilaksanakan pada pukul WIB di ruang 805, yaitu ruang rapat Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI. Peserta PKPA diberikan informasi mengenai Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan untuk dapat menjalankan tugas selama berlangsungnya kegiatan PKPA. Materi yang diberikan pada pembekalan ini berupa penjelasan mengenai Organisasi dan Tata Kementerian Kesehatan. Dalam pembekalan tersebut, peserta PKPA mendapat informasi mengenai visi, misi, kedudukan, tugas, dan fungsi serta susunan organisasi Ditjen Binfar dan Alkes. Pada pelaksanaan PKPA ini, seharusnya peserta dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan direktorat yang dibawahi Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Tetapi karena Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sedang dalam renovasi, sehingga bagian tersebut tidak digunakan untuk pelaksanaan PKPA. Tiap kelompok terdiri dari orang. Kelompok peserta PKPA yang ditempatkan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang dibimbing oleh Bapak Drs. Ramalan selaku perwakilan dari Tata Usaha Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Selanjutnya, peserta PKPA mendapatkan pengarahan dari Bapak Drs. Ramalan mengenai visi, misi, struktur organisasi, tugas, fungsi, dan kegiatan secara umum yang telah dilakukan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 24

38 25 Kegiatan PKPA dilanjutkan dengan pemberian materi oleh tiap Subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Penjelasan materi Subdirektorat Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang diberikan oleh Ibu Dra. Sri Endah S.Apt selaku Kepala Subdirektorat Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan. Peserta PKPA mendapatkan pengarahan dari Ibu Dra. Sri Endah S.Apt mengenai struktur organisasi, tugas, fungsi, dan kegiatan secara umum yang dilakukan oleh Subdirektorat Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan. Subdirektorat Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan berperan dalam penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan dibidang pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Penjelasan materi Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat diberikan oleh Ibu Dra. Sa diah, Apt, M.Kes. selaku KaSubdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. Berdasarkan penjelasan Ibu Dra. Sa diah, Apt, M.Kes. didapatkan gambaran mengenai peranan Seksi Analisis Harga Obat dan Seksi Standardisasi Harga Obat. Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria harga obat yang dalam hal ini adalah obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek Penjelasan materi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan diberikan oleh Drs. Heru Sunaryo, Apt. selaku KaSubdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Peserta PKPA mendapatkan penjelasan mengenai pentingnya tahap perencanaan dalam menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar sehingga ketersediaan dan keterjangkauan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat senantiasa terjamin baik di tingkat pusat maupun daerah. Penjelasan materi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan diberikan diberikan oleh Drg. Retno D.

39 26 Martami,. selaku KaSie Pemantauan Program Obat Publik Kesehatan. Berdasarkan penjelasan beliau didapatkan pemaparan mengenai tugas umum dari Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah memantau semua kegiatan dan program dari masing-masing Subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta mengevaluasi hasil pematauan dari program-program tersebut yang diadakan kurang lebih setiap tahunnya. Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berlangsung selama dua pekan. Dalam pekan pertama, peserta PKPA mendapatkan informasi mengenai kegiatan yang dilakukan di setiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Peserta PKPA diberikan kesempatan untuk berdiskusi visi, misi, struktur organisasi, tugas, fungsi, dan sejarah serta kegiatan secara umum yang telah dilakukan oleh tiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Berdasarkan hasil diskusi, peserta PKPA mendapat gambaran mengenai kegiatankegiatan yang dilaksanakan di tiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kendala-kendala yang mungkin dihadapi oleh tiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta gambaran umum mengenai program yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan pada tahun 2013, seperti e-catalogue, e- logistic, SJSN, dan lain-lain. Pada pekan kedua, peserta PKPA diberikan kesempatan untuk menyusun laporan umum kegiatan PKPA dan laporan khusus yang diberikan kepada masing-masing peserta, serta membaca literatur yang terkait dengan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

40 BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kementerian Kesehatan RI merupakan suatu kementerian yang mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Kementerian kesehatan dalam melaksanakan tugas tersebut menyelenggarakan fungsi antara lain perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan; pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan; pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan; pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Visi Kementerian Kesehatan RI adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan dengan misi Kementerian Kesehatan RI diantaranya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; serta menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Visi dan misi Kementerian Kesehatan dicapai dengan adanya koordinasi antar Direktorat Jenderal yang bernaung dibawahnya. Empat Direktorat Jenderal yang bernaung yaitu Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu Direktorat Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Berdasarkan Permenkes Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 527 bahwa Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 27

41 28 penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat yang dibawahi Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Untuk mewujudkan Visi dan Misi Kementerian Kesehatan pada tahun 2014 serta memperhatikan pencapaian Prioritas Nasional Bidang Kesehatan, maka dalam periode akan dilaksanakan Strategi dengan fokus pada Prioritas Nasional Bidang Kesehatan yang dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan Kementerian Kesehatan yang salah satu strateginya adalah meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan sebagai salah satu bagian dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki sebuah misi yang ditujukan agar kebijakan tersebut dapat tercapai, yaitu terjaminnya ketersediaan, kemerataan, keterjangkauan obat perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.tugas tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1144/MENKES/PER/III/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas empat subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standardisasi harga obat, subdirektorat penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. Pembagian tersebut

42 29 dilakukan untuk dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal agar tujuan tercapai. 5.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga obat. Tujuannya adalah diperoleh harga obat rasional yang terjangkau dan tersedia bagi masyarakat luas serta menguntungkan bagi pihak produsen, sehingga dengan biaya penyediaan obat yang telah ditentukan akan didapatkan penyediaan obat yang lebih maksimum untuk pelayanan kesehatan di masyarakat. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas: a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standardisasi Harga Obat Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat. Subdirektorat ini berperan dalam penyusunan Surat Keputusan (SK) Harga Obat yang umum dikeluarkan tiap tahun baik berupa SK Harga Eceran tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum. Proses dalam menentukan SK harga obat melalui beberapa langkah, yaitu mengetahui kebutuhan obat tiap daerah berdasarkan data dari subdirektorat Penyediaan sehingga diperoleh item obat yang diperlukan beserta kuantitasnya. Kemudian data obat yang telah diperoleh disesuaikan dengan DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional). Apabila terdapat obat dalam data tersebut yang tidak termasuk dalam DOEN, obat tersebut dapat dimasukkan kedalam daftar SK dengan pertimbangan adanya permintaan dari daerah. Selanjutnya, tim evaluasi harga akan mempertimbangkan apakah akan terjadi peningkatan atau penurunan terhadap harga obat terdahulu. Pertimbangan tersebut didasarkan pada hasil

43 30 monitoring, data harga obat internasional dan perhitungan khusus. Data yang diperoleh diolah secara statistik sehingga menghasilkan daftar harga obat yang akan dimasukkan ke dalam SK. Menurut teori komponen harga obat meliputi: (1) bahan baku obat; (2) manufacturing cost; (3) marketing; (4) distribution cost; (5) gross margin; (6) research and development; (7) harga jual dasar; (8) profit; (9) Pajak Pertambahan Nilai (PPN); (10) diskon ke apotek/toko obat. Secara umum analisa penentuan harga yang dilakukan pada subdirektorat ini juga mengacu pada komponen tersebut. Harga ditentukan berdasarkan struktur harga yang meliputi komponen harga bahan aktif, bahan pembantu, bahan kemasan, biaya produksi dan biaya QC, biaya umum, biaya modal, biaya distribusi, dan keuntungan sebelum pajak. Seksi Analisa Harga Obat akan mencari informasi tentang harga-harga tersebut dari industri farmasi ataupun PBF. Selanjutnya dianalisa dan diolah sehingga mendapatkan harga yang sesuai dan terjangkau, namun tidak merugikan industri farmasi. Keluaran utama (output) dari subdirektorat ini berupa Surat Keputusan (SK) Harga Obat yang umum dikeluarkan tiap tahun baik berupa SK Harga Eceran tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum. Harga obat yang ditentukan atau dikendalikan adalah harga obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek agar tercapai upaya kesehatan dasar. Harga eceran tertinggi (HET) adalah harga tertinggi yang boleh dijual oleh pengecer (retailer) dimana harga tersebut ditentukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan agar harga jual obat dapat dikendalikan sehingga obat dapat digunakan oleh masyarakat dari berbagai tingkat ekonomi, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Selanjutnya, Menteri Kesehatan menerbitkan himbauan agar produsen obat mencantumkan HET pada setiap kemasan obat guna terlaksananya pengendalian harga obat. Selain menentukan HET, direktorat ini juga menyusun Surat Keputusan (SK) tentang harga obat untuk pengadaan pemerintah yang merupakan acuan dalam pengadaan obat di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota termasuk Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainya. Harga obat tersebut ditentukan oleh

44 31 pemerintah dengan membagi wilayah berdasarkan regional geografis yakni regional I meliputi Banten, Lampung, Jawa Tengah, Bali, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur. Regional II meliputi Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan Nusa Tenggara Barat. Regional III meliputi Provinsi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Makassar, Gorontalo dan Sulawesi Barat. Regional IV meliputi Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Perbedaan harga pengadaan ini disebabkan adanya perbedaan faktor harga di tiap-tiap regionalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah biaya distribusi, kekayaan regional dan Upah Minimum Regional (UMR). Penetapan harga obat generik dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang beranggotakan pejabat Kementerian Kesehatan, Badan POM, akademisi, lembaga konsumen, dan para pakar di bidang terkait. Perumusan rekomendasi harga obat generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan harga dalam kondisi nyata Indonesia. Subdit ini diharapkan dapat mencapai tujuannya dalam mewujudkan harga obat rasional yang terjangkau dan tersedia bagi masyarakat luas, sehingga dengan biaya penyediaan obat yang telah ditentukan akan didapatkan penyediaan obat yang lebih maksimum untuk pelayanan kesehatan di masyarakat. Namun dilapangan masih banyak terdapat kendala antara lain harga jual obat generik yang masih di atas HET. Hal tersebut dikarenakan pihak apotek ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sementara pihak Subdit ini tidak dapat memberikan sanksi terhadap pihak apotek. Hal temuan tersebut akan menjadi bahan evaluasi dari kinerja subdit ini. 5.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Subdirektorat ini dibagi menjadi

45 32 dua seksi yaitu seksi Perencanaan Penyediaan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan adalah untuk menetapkan rencana jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan menggunakan metode bawah ke atas (bottom-up), yaitu data kebutuhan obat diperoleh dari data pemakaian obat oleh Puskesmas. Puskesmas akan melaporkan data tersebut ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian akan diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi yang selanjutnya akan dilaporkan ke Kementrian Kesehatan Pusat. Data tersebut akan dikompilasi dan dibuat suatu Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dan perbekalan kesehatan selama satu tahun. Perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan (perbekkes) harus berdasarkan analisa rencana kebutuhan. Rencana kebutuhan merupakan suatu rencana jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan setiap unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) menurut kebutuhannya dalam suatu periode waktu tertentu misalnya satu tahun. Kemudian rencana kebutuhan tersebut tidak langsung menjadi patokan dalam rencana pengadaan. Perlu dilihat parameter lain untuk rencana pengadaan misalnya sisa stok obat dan perbekkes di unit PKD dan jumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan selama masa tunggu (lead time) obat dan perbekkes tersebut. Beberapa tahapan dalam merencanakan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah meliputi : (1) Tahap pemilihan obat yang bertujuan untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat. Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan

46 33 berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku. (2). Tahap kompilasi pemakaian obat yaitu rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok awal, jumlah penggunaan obat, dan sisa stok. (3). Tahap perhitungan kebutuhan obat yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas. Metode konsumsi yaitu metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi/penggunaan obat tahun sebelumnya. Sedangkan metode morbiditas yaitu perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit atau kunjungan kasus. (4) Tahap proyeksi kebutuhan obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan. Selain itu juga diperhitungkan jumlah obat yang harus tersedia selama masa tunggu (lead time) pengadaan obat. (5) Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai sumber anggaran yang membiayai pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut antara lain APBN, APBD Provinsi dan Kota/Kabupaten, Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berasal dari APBN untuk keperluan khusus dan persyaratan tertentu untuk daerah yang mengajukan. Pengadaan obat program pemerintah oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dilakukan melalui proses lelang untuk member kesempatan kepada masyarakat agar dapat berpartisipasi pada pelaksanaan lelang dan juga diharapkan akan diperoleh penawaran harga yang lebih bersaing. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat adalah kualitas dan kuantitas obat, seperti kriteria obat dan perbekkes, metode pengadaan, persyaratan pemasok, penentuan waktu kedatangan obat, penerimaan dan pemeriksaan obat, dan pemantauan status pesanan. Pada tahun 2013 ini akan di laksanakan system pengadaan dengan e catalog atau katalog elektronik. Dengan system e catalog dapat lebih membuka kesempatan lebih untuk berkompetisi bagi pihak yang akan menawarkan obat dan perbekkes dalam pengadaannya di pemerintah. Pihak tersebut dalam hal ini adalah

47 34 pedagang besar farmasi ataupun industri dapat langsung on line mengajukan barang dan harganya yang kemudian akan dipertimbangkan oleh tim pengadaan. Selanjutnya akan diperoleh keputusan item dan harga obat dan perbekkes yang akan digunakan untuk pengadaan. Khusus untuk Ditjen Binfar Alkes Kementerian Kesehatan bertindak sebagai pengelola obat publik dan perbekkes untuk stok pengaman/buffer stock nasional yang pengadaannya dilakukan setahun sekali. Stok pengaman nasional berfungsi sebagai cadangan obat yang dimiliki Pemerintah Pusat yang harus selalu ada pada saat dibutuhkan jika sewaktu-waktu terjadi kejadian luar biasa (KLB), seperti wabah penyakit, bencana alam dan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada Kabupaten/Kota. Selain itu dikelola juga obat obat program yang bekerjasama dengan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), seperti obat untuk tuberculosis, malaria HIV AIDS, filarial; vaksin untuk imunisasi dasar; obat dan vaksin untuk perbekalan haji baik pengadaan di Indonesia (embarkasi) maupun di Arab Saudi; obat kesehatan jiwa; reagen screening darah; dan obat untuk gizi dan KIA Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pemantauan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan (perbekkes) secara rutin perlu dilakukan dengan tujuan menjamin ketersediaan obat dan perbekkes yang bermutu, dan bermanfaat. Pemantauan ketersediaan obat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan meninjau langsung ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan menggunakan aplikasi software berupa e- logistic system. Dalam meninjau langsung ketersediaan obat dan perbekkes tidak dilakukan di semua daerah yang ada di Indonesia. Dilakukan peninjauan dibeberapa daerah saja dalam periode tertentu. Sementara yang dilakukan di setiap daerah adalah pemantauan dengan menggunakan e-logistic. Input data penerimaan dan pengeluaran obat dikirimkan oleh pihak Puskesmas ke Instalasi Farmasi

48 35 Kabupaten/Kota melalui e-logistic. Kemudian data tersebut dapat diakses oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Hal tersebut akan memudahkan pengawasan ketersediaan obat dan perbekkes secara real time sehingga dapat diketahui jumlah pemakaian obat serta permintaan obat pada setiap Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang tersebar di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Melalui pemantauan ketersediaan obat dan perbekkes, diperoleh input data yang akan digunakan untuk rencana pengadaan obat. Data mengenai ketersediaan obat menggambarkan jenis obat apa saja yang benar-benar diperlukan. Selain itu, Subdit Penyediaan memperoleh data pemakaian obat setiap bulan di Puskesmas dari LPLPO, yang meliputi jumlah dan persentase pemakaian tiap jenis obat pada seluruh Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas serta pemakaian rata-rata tiap jenis obat pada tingkat Kabupaten/Kota. Informasi tentang pemakaian obat tersebut digunakan sebagai sumber data dalam menghitung kebutuhan obat untuk pemakaian tahun mendatang dan sebagai sumber data dalam menghitung buffer stock. Data pemakaian obat akan dikompilasi dalam formulir kompilasi pemakaian obat. Kemudian, dilakukan perhitungan kebutuhan obat melalui metode konsumsi, yang didasarkan atas analisis data konsumsi obat tahun sebelumnya, dan atau metode morbiditas, yang didasarkan atas pola penyakit. Setelah kebutuhan obat ditentukan, dapat ditetapkan rancangan stok akhir periode mendatang dan rancangan pengadaan obat periode tahun mendatang. Perencanaan pengadaan obat tahun mendatang dapat dirumuskan sebagai berikut: a = b + c + d e - f a = rancangan pengadaan obat tahun mendatang b = kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan c = kebutuhan obat tahun mendatang d = rancangan stok akhir tahun (lead time dan buffer stock) e = stok awal periode berjalan f = rencana penerimaan obat pada periode berjalan

49 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekkes dibagi menjadi dua seksi, yaitu seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekkes bertujuan agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke unit pelayanan kesehatan dasar. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian hingga penggunaan. Proses kegiatan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dapat berjalan dengan baik apabila terdapat suatu standar yang digunakan di unit pelayanan kesehatan dasar. Oleh karena itu dibuat pedoman pengelolaan obat yang bertujuan untuk menstandarisasi pelayanan dan pengelolaan obat publik di sarana milik pemerintah agar terjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat hingga ke tangan konsumen. Pedoman pengelolaan obat dibuat oleh seksi Standarisasi Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekkes dengan melibatkan Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dari beberapa Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Pedoman pengelolaan obat dibuat atau disempurnakan berdasarkan atas referensi atau textbook tentang pengelolaan obat, pedoman-pedoman pengelolaan obat lainnya yang telah diterbitkan, serta input data dari seksi Bimbingan Teknis. Seksi Bimbingan Teknis memberikan input data pada seksi Standarisasi mengenai data pengelolaan obat dan kondisi Instalasi Farmasi di Propinsi, Kabupaten/Kota, dan Puskesmas, serta dibandingkan dengan yang ada di negara lain. Referensi, pedoman dan data tersebut kemudian digunakan untuk dilakukan evaluasi apakah perlu membuat pedoman pengelolaan baru atau hanya perlu menyempurnakan pedoman yang telah ada. Pedoman pengelolaan yang telah dibuat diterbitkan

50 37 melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI. Kemudian, pedoman tersebut disosialisasikan secara berjenjang sampai ke tingkat pelayanan kesehatan dasar. Selain pembuatan pedoman, juga perlu dilakukan bimbingan teknis dan pengendalian untuk menjamin bahwa Instalasi Farmasi telah menjalankan tugasnya sesuai pedoman. Bimbingan teknis dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, pengarahan dan penjelasan mengenai standar atau pedoman tentang seluruh tahap pengelolaan obat, sehingga obat dapat tersedia merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan dasar. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan melakukan pengelolaan terhadap obat program dan obat pelayanan kesehatan dasar sehingga perlu dilakukan harmonisasi atas kedua program tersebut agar tidak terjadi duplikasi pengadaan obat. Program yang direncanakan untuk tahun 2012 adalah memperbaiki pedoman pemusnahan, distribusi, perencanaan yang terpadu, buffer stock, dan pedoman instalasi farmasi yang lebih efektif. Pedoman-pedoman yang disusun bersifat mengharuskan, tetapi jika terdapat kekurangan atau kesalahan dalam implementasinya, instansi pelayanan kesehatan yang terlibat tidak diberikan hukuman tetapi diberikan bimbingan teknis agar pedoman yang telah ditetapkan dapat diimplementasikan dengan baik. 5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki tugas memantau dan mengevaluasi kegiatan program obat publik dan perbekalan kesehatan. Pemantauan (monitoring) adalah proses kajian terhadap program yang sedang berlangsung untuk mengetahui tingkat penyelesaian program dan pencapaian target, yang memungkinkan untuk tindakan korektif selama implementasi program. Pemantauan berguna untuk memeriksa kesesuaian antara aktivitas yang dilaksanakan dengan yang direncanakan; mengukur pencapaian target; mengidentifikasi masalah untuk menginisiasi tindakan korektif; mengidentifikasi dan meningkatkan kinerja yang sudah baik; mengidentifikasi dan memperkuat kinerja yang lemah; membantu supervisi target daerah bermasalah; menilai efek yang diharapkan dari aktivitas

51 38 yang dilaksanakan; menilai kecenderungan jangka panjang; memberi kontribusi dalam mengkaji ulang dan merevisi program prioritas dan perencanaan. Hasil dari pemantauan tersebut, kemudian dievaluasi sehingga dapat ditetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan, meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya, mengukur kegunaan program-program yang inovatif, meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi serta kesesuaian tuntutan tanggung jawab. Evaluasi adalah serangkaian proses untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, pelaksanaan kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Fokus utama evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari dampak program Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan. Evaluasi bermanfaat untuk (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006) : a. Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan. b. Meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya. c. Mengukur kegunaan program-program yang inovatif. d. Meningkatkan efektivitas program, manajemen dan administrasi. e. Kesesuaian tuntutan tanggung jawab. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dalam tiap aspek pengelolaan obat sehingga dapat menghemat tenaga, biaya, serta waktu yang digunakan. Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap setiap aspek pengelolaan obat terkait kualitas masukan (input), kualitas proses, maupun kualitas hasil pelaksanaan (output) program. Kegiataan pemantauan dan evaluasi diukur berdasarkan pencapaian hasil yang didapat. Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil tercapai. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Dimana untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang dilakukan salah satunya adalah dengan peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah : a. Pencapaian ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%

52 39 b. Persentase penggunaan obat generik di pelayanan kesehatan sebesar 80% c. Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 80% Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala dalam jangka waktu tertentu yaitu setiap satu tahun sekali. Pemantauan dan evalausi ini baru dapat dilaksanakan di tiga Kabupaten/Kota tiap Propinsi di Indonesia. Untuk proses pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang cukup dan sumber daya manusia yang kompeten dibidangnya sehingga proses pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006). Proses pemantauan dan evaluasi belum berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan tenaga, dana, dan sarana. Setelah dilakukan pemantauan dan evaluasi, pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi, yaitu dinas kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun puskesmas. Agar pihak tersebut dapat mengetahui kekurangannya selama melakukan kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan dan dapat meningkatkan di tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota sangat diperlukan untuk menjaga konsistensi pelaksanaan kegiatan/program. Berdasarkan pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan akan diperoleh keluaran berupa profil pencapaian indikator berdasarkan pengambilan data secara bottom up. Profil tersebut dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah-langkah kedepan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Pengambilan data tersebut dilakukan dari struktur terendah kemudian di rekapitulasi ke sektor diatasnya.

53 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan a. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah mengetahui tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan dan mempunyai fungsi dalam perumusan kebijakan; pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; serta pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah mengetahui tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dimana tugas dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kefarmasian yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan dan mempunyai fungsi dalam penyiapan perumusan kebijakan; pelaksanaan kegiatan; penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis; serta pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah mengetahui peran apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang mempunyai peranan penting sesuai tugas dan fungsinya dalam upaya menjamin tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, terjangkau untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian dan derajat kesehatan. 40

54 Saran Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

55 DAFTAR ACUAN Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2006). Pedoman Supervisi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Kewenangan Kementerian RI. 26 November Kementerian Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1121/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/1/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2012). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Profil Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 42

56 LAMPIRAN

57 LAMPIRAN

58 43 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

59 44 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

60 45 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

61 46 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Lampiran 8. Alur Penyediaan Obat Nasional

62 47 Lampiran 9. Protap Perencanaan Kebutuhan Obat

63 48 Lampiran 10. Formulir IFK-3

64 49 Lampiran 11. Formulir IFK-4 Lanjutan Lampiran 11. Formulir IFK-4

65 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PERBANDINGAN HARGA BEBERAPA OBAT SITOSTATIKA DAN ANTIDEPRESI DI ASEAN, INTERNATIONAL DRUG PRICE INDICATOR GUIDE, DAN INTERNATIONAL DRUG MARKET DI BANDINGKAN DENGAN DAFTAR DAN PLAFON HARGA OBAT TAHUN 2013 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ARLIKA RAHAYU, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

66 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Obat Sitostatika Antidepresi Akuntansi Biaya Harga Pokok Penjualan Harga Jual Komponen Harga Obat... 9 BAB III METODOLOGI PENGKAJIAN Lokasi dan Waktu pengkajian Sampel Metode Pengolahan Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN ii

67 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Rekapan Daftar Harga Obat Sitostatika dan Antidepresi Lampiran 2. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Epirubisin Lampiran 3. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Lapatinib Lampiran 4. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Transtuzumab Lampiran 5. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Nilotinib Lampiran 6. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Rituksimab Lampiran 7. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Imipramin HCl Lampiran 8. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Oksaliplatin Lampiran 9. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Epirubisin Lampiran 10. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Lapatinib Lampiran 11. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Transtuzumab Lampiran 12. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Nilotinib Lampiran 13. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Rituksimab Lampiran 14. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Imipramin HCl Lampiran 15. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Oksaliplatin Lampiran 16. Harga Episindan, Epirubisin HCl, dan Epirubicin Kalbe berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide Lampiran 17. Harga Tykerb berdasarkan mims online Lampiran 18. Harga Herceptin berdasarkan mims online Lampiran 19. Harga Tasigna berdasarkan mims online Lampiran 20. Harga Mabhtera berdasarkan mims online, International Drug Price Indicator Guide Lampiran 21. Harga Tofranil berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide Lampiran 22. Harga Oxaliplatin actavis, Oxaliplatin Medac, Rexta, Eloxatin berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide iii

68 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri farmasi di Indonesia adalah salah satu industri yang memiliki perkembangan yang cukup pesat dengan pasar yang terus berkembang. Perkembangan yang pesat ini dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk Indonesia yang memiliki potensi besar bagi perkembangan industri farmasi. Hal ini dikarenakan kebutuhan akan obat tidak hanya memandang usia tertentu, akan tetapi sepanjang hidupnya manusia akan membutuhkan obat untuk mengatasi berbagai macam penyakit dan menjaga kualitas kesehatannya. Rendahnya konsumsi obat oleh masyarakat disebabkan karena sulitnya akses obat-obatan dan rendahnya daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang rendah terhadap obat dikarenakan mahalnya harga obat-obatan di Indonesia. Salah satu pengobatan yang terbilang mahal adalah pengobatan kanker, dimana pengobatan ini masih sangat mahal dan tidak terjangkau bagi yang tidak punya jaminan kesehatan, begitu pula dengan obat untuk depresi, walaupun harga obat nya tidak terlampau mahal seperti obat kanker namun obat ini masih jarang tersedia dalam bentuk obat generik begitupun dengan obat kanker. Tidak tersedianya obat dalam bentuk obat generik dapat menyebabkan pemerintah kesulitan mengontrol harga obat tersebut karena jika dalam nama dagang, untuk harga merupakan kebijakan dari pihak produsen. Hal ini lah yang menyebabkan berbagai kalangan menilai harga obat di Indonesia sangat mahal. Bahkan menurut Dosen Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Ascobat Gani harga obat di Indonesia 10 kali lipat harga obat di India. Pada negara maju, hampir seluruh penduduknya telah dilindungi oleh sistem asuransi yang baik namun di Indonesia, asuransi kesehatan hanya mencakup sekitar 30% penduduk (Djunaedi and Modjo, 2007). Maka dapat disimpulkan terdapat sekitar 70% pangsa pasar obat di Indonesia berasal dari sektor individu (diluar akses atau sistem asuransi kesehatan lainnya). Harga obat merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi akses pemenuhan kebutuhan obat oleh masyarakat. Oleh karena itu, harga obat menjadi 1

69 2 hal yang penting untuk dikendalikan oleh pemerintah. Harga obat yang cenderung mahal ini salah satunya disebabkan oleh komponen penyusun biaya produksi dimana terdapat variabel yang cukup signifikan berpengaruh, yaitu bahan baku. Bahan baku obat berkontribusi hingga 70% dari struktur biaya produksi obat namun industri farmasi Indonesia masih mengimpor bahan baku sekitar 90-95%. Kementerian Kesehatan sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik, termasuk peningkatan kualitas di bidang pelayanan kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tanggung dalam melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis dan standarisasi harga obat. Direktorat ini juga bertugas menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan sebagai upaya menjalankan strategi pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian kesehatan periode tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Berdasarkan latar belakang di atas maka disusunlah laporan tugas khusus ini untuk menganalisa dan mengetahui mengenai harga beberapa obat sitotoksik dan obat antidepresi yang terdapat di ASEAN, International Drug Price Indicator Guide dan International Drug Market di bandingkan dengan Daftar Plafon Harga Obat Tahun Tujuan Menganalisis beberapa harga obat sitostatika dan obat antidepresi berdasarkan harga obat di ASEAN, International Drug Price Indicator Guide, dan International Drug Market dibandingkan dengan Daftar dan Plafon Harga Obat Tahun 2013.

70 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. a. Obat Generik Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Terdapat dua jenis obat generik, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB) dan obat generik bermerek (branded generik). Sebenarnya tidak ada perbedaan zat aktif pada kedua jenis obat generik ini. Perbedaan hanya terletak pada logo dan merek yang terdapat pada kemasan obat. Obat generik berlogo adalah obat yang umumnya disebut obat generik saja sedangkan obat generik bermerek biasanya menyantumkan perusahaan farmasi yang memproduksinya. Meskipun keduanya sama-sama merupakan obat generik, obat generik bermerek memiliki harga jual yang lebih mahal karena harganya ditentukan oleh kebijakan perusahaan farmasi tersebut sedangkan obat generik berlogo telah ditetapkan harganya oleh pemerintah agar lebih mudah dijangkau masyarakat (Program Studi Kimia ITB, 2011). Obat Generik Berlogo (OGB) pertama kali dikenalkan kepada masyarakat pada tahun 1991 oleh pemerintah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan obat masyarakat menengah ke bawah. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu (Program Studi Kimia ITB, 2011). Kewajiban menggunakan obat generik di Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3

71 4 HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Salah satu isi dari peraturan tersebut menyebutkan bahwa Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib menyediakan obat esensial dengan nama generik dan dokter yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah wajib menulis resep obat generic bagi semua pasien sesuai dengan indikasi medis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). b. Obat Inovator Secara umum, obat inovator adalah obat yang pertama kali mendapat izin untuk dipasarkan, biasanya sebagai obat yang dipatenkan, berdasarkan dokumentasi khasiat, keamanan, dan mutu (sesuai dengan persyaratan yang berlaku) (Anonim, 2007). Harga obat innovator lebih mahal bila dibandingkan dengan obat generik karena biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan hak paten sangat besar. Industri farmasi atau pabrik obat innovator melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan obat yang membutuhkan biaya besar, sehingga mempengaruhi harga obat yang dijual. Pabrik obat generik hanya perlu melakukan riset formulasi agar kadar zat aktif dalam darah atau disolusi obat sebanding dengan obat innovator, sehingga biaya yang dibutuhkan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh pabrik obat untuk memproduksi obat innovator (Hilmi, 2013). 2.2 Sitostatika Cytostatica atau oncolytica adalah zat zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel sel ganas. Kombinasi dari tiga atau lebih sitostatika sering sekali digunakan, lazimnya obat dengan mekanisme dan titik kerja pada siklus-pertumbuhan sel tumor yang berlainan. Dengan demikian, daya kerjanya saling dipotensiasi dan terjadinya resistensi dihindari atau diperlambat. Begitu pula dosis masing masing dapat dikurangi dan efek toksis seluruhnya menjadi kurang hebat. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat obat antitumor pada umumnya dibagi dalam beberapa golongan sebagi berikut:

72 5 a. Zat zat alkilasi Obat-obat yang terpenting dari golongan ini adalah klormetin dan turunannya klorambusil, melfelan, siklofosfamida, dan ifosfamida. Zat-zat ini dalam tubuh semuanya diubah menjadi senyawa etilenimin, yang membentuk ion karbonium dengan muatan positif yang mengalkilasi DNA. Selain itu juga busulfan dan thiotepa. b. Antimetabolit Obat golongan ini yang banyak digunakan adalah antagonis-folat metotreksat, antagonis-purin (merkaptopurin, thioguanin, dan azathioprin), serta antagonis-pirimidin (fluourasil dan sitarabin). c. Antimitotika Obat yang kini digunakan adalah hasil tumbuhan, yakni alkaloida vinca (vinblastin, vinkristin, dan vindesin), podofilin (serta derivatnya etoposida fan tenoposida) dan obat terbaru dari kelompok taxoida (paclitaxel, docetaxel). d. Antibiotika Beberapa antibiotika yang berasal dari jenis jamur Streptomyces juga berkhasiat sitostatis, disamping kerja antibakterinya. Yang terpenting adalah doksorubisin, daunorubisin, dan derivat sintesisnya (epirubisin, idarubisin, mitoxantron), bleomisin, dan mitomisin. e. Imunomodulator Zat-zat ini yang dinamakan Biological Response Modifiers (BRM) berdaya mempengaruhi secara posistif reaksi biologis dari tubuh terhadap tumor. Fungsi sistem-imun dapat distimulasi dengan baik (imunostimulator) maupun disupresi olehnya (imunosupresor). f. Hormon dan antihormon Zat-zat estrogen digunakan pada kanker prostat yang bermetastase. Progestativa dan zat-zat androgen dapat digunakan pada kanker mama dan endometrium yang sudah tersebar. Antihormon kelamin yang digunakan adalah zat-zat antiestrogen dan zat-zat antiandrogen.

73 6 g. Obat obat lainnya Sitostatika lainnya yang digunakan pada kanker adalah enzim asparaginase, senyawa-senyawa plastina cisplatin dan carboplatin, hidroksiurea, procarbazin, serta topotecan dan irinotecan (Tjay et al., 2007). 2.3 Antidepresi Antidepresi atau antimurung adalah obat obat yang mampu memperbaiki suasana jiwa dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung, yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosial-ekonomi, obat obatan, atau penyakit. Depresi adalah gangguan dimana keadaan murung tersebut di atas setelah 2 3 minggu masih juga bertahan atau bahkan memperburuk. Antidepresi bekerja dengan jalan menghambat re-uptake serotonin dan noradrenalin di ujung ujung saraf otak dan dengan demikian memperpanjang masa waktu tersedianya neurotransmiter tersebut. Disamping itu, antidepresiva dapat mempengaruhi reseptor postsinaptis (Tjay et al., 2007). Lazimnya obat-obat antidepresi dibagi dalam 4 kelompok, yakni: a. Antidepresi klasik Contoh obat ini antara lain amitriptilin, doksepin, dosulepin, imipramin, desipramin, dan klomipramin, serta mirtazapin, maprotilin, dan mianserin. b. Obat-obat generasi ke-2 Contoh obat golongan ini adalah SSRI yaitu Selective Seretonin Re-uptake Inhibitors dan NaSA yaitu Noradrenalin and Serotonin Antidepressants. c. MAO-blockers Contohnya adalah fenelzin dan tranylcypromin. d. Lainnya Obat antidepresi lainnya yaitu tryptofan, okstriptan, dan piridoksin. 2.4 Akuntansi Biaya Biaya Produksi dan Harga Pokok Produksi Kegiatan produksi merupakan penunjang utama dari penjualan artinya memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan penjualan serta pada kebijaksanaan

74 7 persediaan produk. Biaya produksi adalah biaya yang terjadi pada fungsi produksi, di mana fungsi produksi merupakan fungsi yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi (Riwayadi, 2006). Adapun jenis-jenis biaya produksi dapat dikatagorikan sebagai berikut: a. Biaya manufaktur langsung (Direct Manufacturing Cost) Adalah biaya-biaya yang terjadi pada fungsi produksi yang dapat mudah dan akurat ditelusuri ke produk. Fungsi produksi adalah fungsi yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Ada dua jenis biaya manufaktur langsung yaitu: 1. Bahan baku langsung (direct raw material cost) adalah semua bahan yang membutuhkan bagian-bagian integral dari barang jadi dan dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi produk. Bahan baku langsung adalah bahan yang dapat secara mudah dan akurat ditelusuri ke produk jadi. 2. Tenaga kerja langsung (direct labor) adalah tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah bahan baku langsung menjadi barang jadi dan diberikan upah atas pekerjaan tersebut. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri pada barang atau jasa yang sedang diproduksi (Riwayadi, 2006). b. Biaya manufaktur tidak langsung (Indirect manufacturing cost) Adalah biaya yang terjadi pada fungsi produksi yang tidak dapat secara mudah dan akurat ditelusuri ke objek biaya karena biayanya dikonsumsi secara bersama oleh beberapa objek biaya. Biaya manufaktur tidak langsung terdiri dari: 1. Overhead variabel, yaitu biaya yang jumlahnya berubah-ubah tergantung pada fluktuasi produksi atau pembelian. 2. Overhead tetap, yaitu biaya yang jumlahnya tidak berubah. Biaya produksi membentuk harga pokok produksi, yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode akuntansi masih dalam proses. Secara garis besar, cara memproduksi produk dapat dibagi menjadi dua macam: produksi atas dasar pesanan, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok pesanan (job order cost method) dan produksi massa, mengumpulkan harga pokok

75 8 produksinya dengan menggunakan metode harga pokok proses (process cost method) (Mulyadi, 2000). 2.5 Harga Pokok Penjualan Harga pokok penjualan adalah nilai yang ditetapkan oleh perusahaan terhadap barang dan jasa dalam hubungannya dengan penetapan harga yang didasarkan pada besarnya biaya produksi ditambahkan dengan keuntungan yang diharapkan. Terdapat 2 metode dalam m enentukan harga pokok penjualan, yaitu : 1. Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. 2. Variable costing, merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel (Mulyadi, 2000). 2.6 Harga Jual Harga jual adalah suatu harga yang memberikan laba pada perusahaan yang menuntut adanya pengertian tentang biaya-biaya produksi dalam hubungannya dengan volume (Mulyadi, 2000). Penetapan harga jual merupakan suatu masalah yang rumit dan bukanlah merupakan tugas satu orang atau satu kegiatan. Dalam prakteknya, pemecahan masalah penetapan harga jual merupakan karya penelitian yang memerlukan kerja sama dan koordinasi diantara para ahli ekonomi, ahli statistik, spesialis pemasaran, ahli teknik industri, dan akuntan. Dalam suatu perusahaan manajer senantiasa memerlukan informasi biaya produksi dalam pengambilan keputusan terhadap harga jual. Menurut Zaki Baridwan, ada tiga bentuk penetapan harga jual, yaitu: a. Penetapan harga jual oleh pasar. Harga ini betul-betul ditetapkan oleh mekanisme penawaran dan permintaan, dalam arti penjual tidak bisa menentukan harga.

76 9 b. Penetapan harga jual oleh pemerintah. Pemerintah berwenang untuk menetapkan harga barang atau jasa yang menyangkut kepentingan umum. c. Penetapan harga jual yang dapat dikontrol oleh perusahaan. Harga ditetapkan oleh keputusan dan kebijaksanaan yang terdapat dalam suatu perusahaan walaupun faktor-faktor mekanisme penawaran dan permintaan serta ketetapan dari pemerintah tetap diperhatikan (Afryandes, 2012). 2.7 Komponen Harga Obat Komponen dalam menentukan harga obat meliputi harga produksi, proft margin distributor, profit margin pengecer, pajak (impor+ppn), biaya distribusi dan pajak bahan baku (Kosen, 2003).Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Bina Publik dan Perebekalan Kesehatan, komponen harga obat generik meliputi biaya : 1. Bahan aktif 2. Bahan pembantu 3. Bahan kemasan 4. Produksi dan QC Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barangbarang produksi oleh perusahaan tersebut. Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka waktu, yaitu : a. Jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan. b. Jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah. Biaya QC adalah biaya yang dikeluarkan selama proses quality control. Tujuan Pengusaha menjalankan QC adalah untuk menperoleh keuntungan dengan cara yang fleksibel dan untuk menjamin agar pelanggan merasa puas, investasi bisa kembali, serta perusahaan mendapat keuntungan untuk jangka panjang. Bagian pemasaran dan bagian produksi tidak perlu melaksanakan, tetapi perlu kelancaran dengan memanfaatkan data, penelitian dan testing

77 10 dengan analisa statistik dari bagian QC yang disampaikan kepada pihak produksi untuk mengetahui bagaimana hasil kerjanya sebagai langkah untuk perbaikan. Saat pelaksanaan pengujian QC dan testing bila ditemukan beberapa masalah khusus, perlu dibuat suatu studi agar dapat digunakan untuk mengatasi masalah di bagian produksi tersebut. Di samping tersebut di atas komplain, mengadakan cek ulang dan menyatakan kebenaran untuk bisa diterima secara terpisah lalu dilaporkan kepada departemen terkait untuk perbaikan proses selanjutnya. 5. Biaya Umum Biaya umum adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan secara keseluruhan dan tidak dapat dibebankan langsung ke setiap produk, departemen, atau segmen bisnis tertentu. 6. Biaya Modal Biaya modal merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena dapat menunjukkan tingkat minimum laba investasi yang harus diperoleh dari investasi tersebut. Jika investasi itu tidak dapat menghasilkan laba investasi sekurangkurangnya sebesarbiaya yang ditanggung maka investasi itu tidak perlu dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang akan dihimpun untuk melakukan suatu investasi. Dapat pula diartikan bahwa biaya modal suatu perusahaan adalah bagian (suku rate) yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasan pada para investornya pada tingkat risiko tertentu. 7. Biaya Distribusi Biaya distribusi adalah biaya-biaya yang lazim berada di bawah pengendalian eksekutif pemasaran atau penjualan, tidak termasuk biaya administrasi umum dan biaya finansial (Hilmi, 2013).

78 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian Pengkajian dilakukan pada Bulan Juli 2013, pada saat melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada bagian Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 3.2 Sampel Data yang diambil adalah harga beberapa obat sitostatika dan obat antidepresi berdasarkan harga yang terdapat di mims online untuk mendapatkan harga di beberapa negara ASEAN, International Drug Price Indicator Guide, International Drug Market dan DPHO tahun 2013, dengan syarat memiliki kekuatan dan sediaan yang sama. 3.3 Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh dibandingkan dengan harga obat berdasarkan mims online ASEAN, International Drug Price Indicator Guide, International Drug Market dan DPHO tahun Dari perbandingan tersebut dapat memperlihatkan harga obat tertinggi dan terendah. 11

79 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengkajian ini dilakukan dengan cara menganalisa beberapa harga obat sitostatika dan antidepresi berdasarkan mims online, International Drug Price Indicator Guide dan International Drug Market yang dibandingkan dengan DPHO tahun Tabel dan grafik hasil analisa perbandingan beberapa harga obat sitostatika dan antidepresi dapat dilihat pada Lampiran. 4.2 Pembahasan Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Tahun Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu peran pemerintah untuk mewujudkan kesehatan masyarakat adalah dengan menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. Daya beli masyarakat yang rendah terhadap obat dikarenakan mahalnya harga obat-obatan di Indonesia. Berbagai kalangan menilai harga obat di Indonesia sangat mahal. Bahkan menurut Dosen Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Ascobat Gani harga obat di Indonesia 10 kali lipat harga obat di India. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, melakukan pengaturan harga obat generik berupa penetapan harga eceran tertinggi (HET). HET merupakan harga jual tertinggi yang boleh diterapkan oleh fasilitas penyedia obat generik, seperti apotek maupun rumah sakit. HET juga harus dicantumkan pada kemasan sediaan obat oleh pihak produsen obat tersebut. Harga obat yang ditentukan tersebut adalah harga obat 12

80 13 yang rasional agar harga obat yang ditetapkan dapat memberikan keuntungan bagi pihak pengusaha dan tetap dapat terjangkau oleh masyarakat. Penetapan harga obat generik dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat. Tim tersebut beranggotakan pejabat Kementerian Kesehatan, Badan POM, akademisi, lembaga perlindungan konsumen (YLKI), beberapa pakar di bidang terkait (IAI), dan perwakilan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Perumusan rekomendasi harga obat generik dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengumpulan daftar obat-obat esensial yang digunakan dalam pelayanan kesehatan dasar, kemudian harga obat-obat tersebut disesuaikan dengan harga bahan baku obat maupun biaya produksi dari obat tersebut untuk menetapkan tingkat rasionalitas dari harga obat. Sedangkan harga obat dengan nama dagang ditentukan oleh masing-masing produsen dengan berbagai pertimbangan. Perbedaannya dengan harga obat generik maupun dengan obat dengan merek dagang lainnya terletak pada biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan pemasaran. Salah satu perbedaannya adalah biaya promosi obat. Sebagian besar obat dengan nama dagang membutuhkan biaya promosi yang besar, sedangkan obat generik tidak sehingga harga obat nama dagang cenderung lebih mahal dari pada obat generik. Pada laporan ini dianalisa perbandingan harga beberapa obat sitostatika dan obat antidepresi berdasarkan mims online, International Drug Price Indicator Guide, International Drug Market dan DPHO tahun Harga masing-masing obat dengan kandungan zat aktif dan bentuk sediaan serta kekuatan yang sama, dibandingkan satu sama lain sehingga diperoleh masing masing harga obat. Hasil dari perbandingan ini adalah untuk melihat seperti apakah harga obat di Indonesia jika dibandingkan dengan harga obat di negara lain. Harga obat yang mengandung Epirubisin 10 mg tertinggi adalah seharga Rp ,37 dengan nama dagang Epirubicin HCL produksi Sanbe sedangkan harga terendah yaitu Rp ,25 berdasarkan International Drug Price Indicator Guide, sedangkan di Indonesia obat yang mengandung Epirubisin seharga Rp dengan nama dagang Episindan 10 mg produksi Actavis

81 14 dengan DPHO tahun 2013 seharga Rp dan Epirubicin Kalbe 10 mg seharga Rp dengan DPHO tahun 2013 Rp , untuk harga tertinggi berdasarkan international Drug Market seharga Rp ,375. Perbandingan harga obat yang mengandung Lapatinib dengan nama dagang Tykerb produksi Glaxo di Filipina merupakan harga tertinggi seharga Rp ,99 sedangkan harga terendah di India seharga Rp ,42 sedangkan untuk di Indonesia sendiri seharga Rp ,31 dan di DPHO tahun 2013 seharga Rp Perbandingan harga obat yang mengandung Tranztuzumab dengan nama dagang Herceptin produksi Roche memiliki harga tertinggi di China yaitu seharga Rp , 32 sedangkan terendah di Filipina seharga Rp ,73 sedangkan di Indonesia seharga Rp dan di DPHO tahun 2013 adalah seharga Rp Perbandingan harga obat yang mengandung Oksaliplatin 50 mg tertinggi seharga Rp ,25 berdasarkan International Drug Market sedangkan harga terendah yaitu seharga Rp dengan nama dagang Oxaliplatin Actavis dan DPHO tahun 2013 adalah seharga Rp Perbandingan harga obat yang mengandung Oksaliplatin 100 mg tertinggi adalah di negara Filipina seharga Rp , 731 dengan nama dagang Exolatin 100 mg produksi Sanofi sedangkan terendah seharga Rp , 75 sedangkan di Indonesia harga terendah seharga Rp dengan nama dagang Oxaliplatin Actavis 100 mg dan DPHO tahun 2013 Rp Perbandingan harga obat yang mengandung Nilotinib 200 mg dengan nama dagang Tasigna produksi Novartis hanya ditemukan data di Indonesia saja yaitu seharga Rp dan di DPHO tahun 2013 adalah seharga Rp Perbandingan harga obat yang mengandung Rituksimab dengan nama dagang Mabhtera produksi Roche tertinggi adalah di China seharga Rp ,217 sedangkan terendah adalah di Indonesia adalah seharga Rp dan di DPHO tahun 2013 adalah seharga Rp Berdasarkan golongan obat antidepresi perbandingan harga obat yang mengandung Imipramin HCl dengan nama dagang Tofranil produksi Laniros memiliki harga tertinggi berdasarkan International Drug Price Indicator Guide

82 15 sehara Rp sedangkan untuk di Indonesia seharga Rp 5.210,92 sedangkan berdasarkan DPHO seharga Rp Dari perbandingan harga obat di atas didapatkan harga obat yang bervariasi tidak hanya mahal di Indonesia saja namun ada beberapa obat yang mahal juga di negara lain. Obat obat di atas merupakan hampir seluruhnya adalah obat bermerek atau obat dengan nama dagang sehingga harga nya pun mahal, harga obat nama dagang tidak diatur oleh pemerintah melainkan ditentukan oleh produsen obat tersebut. Harga ditentukan sesuai dengan perhitungan yang telah ditentukan. Dari sudut keterjangkauan secara ekonomis, harga obat di Indonesia umumnya dinilai mahal dan struktur harga obat tidak transparan. Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antara satu nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obat yang sama, berkisar 1 : 2 sampai 1 : 5. Pengkajian diatas juga membandingkan harga obat nama dagang dan obat generik menunjukkan bahwa obat generik bukan yang termurah. Tetapi secara umum obat generik lebih murah dari obat dengan nama dagang. Mekanisme penetapan harga obat di sektor swasta saat ini diserahkan kepada pasar. Mengingat obat bukan komoditi perdagangan biasa dan sangat mempengaruhi kehidupan manusia, maka diperlukan kebijakan pemerintah tentang pengaturan harga obat esensial (Kementerian Kesehatan RI, 2006). Komponen-komponen yang mempengaruhi harga jual suatu obat terdiri dari harga bahan baku, harga produksi, biaya pemasaran, profit margin distributor, profit margin pengecer (di apotek atau di rumah sakit), dan pajak (pajak impor dan PPN). Kecuali biaya pemasaran dan laba atau profit margin, harga pokok produksi dan biaya distribusi, relatif sama antara produsen yang satu dan lainnya.perbedaan timbul karena faktor efesiensi. Besaran biaya pemasaran dan laba atau profit margin yang ingin diraih, tidak ada referensi yang baku. Acapkali produsen menggunakan harga obat paten dan obat sejenis yang sudah beredar sebagai acuan. Determinan terjadinya harga jual obat yang mahal di Indonesia, antara lain disebabkan :

83 16 a. Masih kurang efisiennya produksi sehingga banyak pabrik yang memproduksi jenis obat yang sama. b. Biaya pemasaran dan promosi obat pun belum terkendali. c. Belum ditaatinya standar profesi mengenai manajemen kasus poly pharmacydan peresepan yang tidak rasional. d. Terlalu banyak pedagang besar farmasi untuk tender obat, bukan untuk melakukan distribusi obat. e. Ketergantungan pada bahan baku impor, tarif impor dan PPN obat. f. Penggunaan obat generik yang masih terbatas. g. Belum ada uji cost effectiveness dari obat baru. h. Setiap pabrik bisa menyusun harga obatnya sesuai dengan perhitungan masing-masing. Berikut ini merupakan beberapa rekomendasi yang dapat digunakan untuk mereformasi harga jual obat di Indonesia, antara lain : a. Melakukan analisis farmakoekonomi pada obat baru. b. Meningkatkan efisiensi produksi obat. c. Mengendalikan biaya pemasaran dan promosi obat. d. Mencantumkan label harga dan label nama generik (bila ada) pada kemasan obat. e. Keharusan para dokter untuk mengikuti standar profesi mengenai manajemen kasus dan rasionalisasi penulisan resep. f. Keharusan fasilitas publik (Puskesmas dan RS Pemerintah) untuk menggunakan obat generik. g. Melakukan pengawasan ketat terhadap mutu produksi obat generik. h. Memberikan kewenangan secara hukum pada apoteker untuk menawarkan obat generik pada konsumen dan mengganti obat paten dengan obat generik bila disetujui dokter maupun konsumen. i. Menekan tarif impor bahan baku obat dan pembebasan PPN. j. Merangsang terjadinya kompetisi dalam memproduksi obat generik, agar dapat menurunkan harga jual obat.

84 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisa terhadap perbandingan harga beberapa obat sitostatika dan obat antidepresi, didapatkan data bahwa ada beberapa obat yang memang lebih mahal di Indonesia di bandingkan dengan negara lain, namun jika merujuk kepada Daftar dan Plafon Harga Obat tahun 2013 harga obat di Indonesia sudah cukup murah di bandingkan dengan negara lain. Harga beberapa obat sitotoksik dan obat antidepresi dengan harga tertinggi dan terendah adalah : a. Epirubicin HCL serbuk inj 50 mg Tertinggi : Epirubicin HCL 50 mg di International Drug Market Terendah : Epirubicin HCL 50 mg di International Drug Price Indicator Guide b. Tykerb Tablet 250 mg Tertinggi : Tykerb 250 mg di Filipina Terendah : Tykerb 250 mg di Indonesia c. Herceptin Inj 440 mg / 20 ml Tertinggi : Herceptin Inj 440 mg / 20 ml di China Terendah : Herceptin Inj 440 mg / 20 ml di Indonesia d. Mabhtera Inj 100 mg / 10 ml Tertinggi : Mabhtera Inj 100 mg / 10 ml di China Terendah : Mabhtera Inj 100 mg / 10 ml di Indonesia e. Tofranil Tablet 25 mg Tertinggi : Tofranil Tablet 25 mg di International Drug Price Indicator Guide OECS/PPS Terendah : Tofranil Tablet 25 mg di Filipina 17

85 Saran Pemerintah perlu berkoordinasi dengan badan POM atau pihak terkait agar dapat mengusulkan kepada industri farmasi yang ada di Indonesia untuk memproduksi obat obat tersebut dalam bentuk obat generik agar obat yang dihasilkan memiliki harga yang relatif lebih murah dan agar harga obat tersebut dapat dikendalikan oleh pemerintah sehingga keterjangkauan masyarakat akan obat dapat meningkat.

86 DAFTAR ACUAN Afryandes, Amelya. (2012). Rasio Harga Obat Nama Dagang Antibiotik Kuinolon dengan Harga Obat Generik. Depok: Anonim. (2006). Pemastian Mutu Obat : Kompendium Pedoman dan Bahan Bahan Terkait. Alih Bahasa : Mimi V Syahputri. Jakarta: EGC Djunaedi, M. & Modjo, I. (2007). Pemetaan Distribusi Obat di Indonesia. Hilmi, Prima A. (2013). Analisa Rasio Harga Obat Nama Dagang Terhdap Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Dari Beberapa Obat Anti bakteri, Anti hipertensi dan Anti Diabetes. Depok: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/068/1/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Keputusan Menteri Kesehataan Republik Indonesia Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Mulyadi. (2000). Akuntansi Biaya Edisi Lima Cetakan Kedelapan.Aditya Media: Yogyakarta. Program Studi Kimia ITB. (2011). Obat Generik. Diakses pada 24 Juli 2013 pukul Presiden RI. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Riwayadi. (2006). Akuntansi Biaya. Padang : Andalas University Press. Tjay, H.T. dan Rahardja, K. (2007).Obat-obat Penting edisi keenam. Jakarta : Gramedia. Wijaya Rahmadi dkk.(2011). Pengaruh Harga Jual Obat Terhadap Status Kesehatan Rajyat Indonesia. UP. Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman 19

87 LAMPIRAN

88 Lampiran 1. Rekapan Daftar Harga Sitostatika dan Obat Antidepresi 20

89 21 Lampiran 2. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Epirubisin Zat Aktif Epirubisin Nama Dagang Produsen IDPIG SAFRICA Harga Satuan (Rp) IDPIG OECS/PP S IDM DPHO Indonesia Episindan mg Actavis Epirubicin , , ,50 HCL 10 mg Sanbe Epirubicin Kalbe 10 mg Kalbe Epeedo 10 Kimia mg Farma Farmorubicin 10 mg Pfizer Episindan 50 mg Actavis Epirubicin HCL 50 mg Sanbe , , 5 Epirubicin Kalbe 50 mg Kalbe Epeedo 50 mg Kimia Farma Farmorubicin 50 mg Pfizer Keterangan : : Harga Tertinggi : Harga Terendah Lampiran 3. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Lapatinib Zat Aktif Nama Dagang Produsen Harga Satuan (Rp) Indonesia India Filipina DPHO Lapatinib Tykerb Glaxo , , , Keterangan : : Harga Tertinggi : Harga Terendah

90 22 Lampiran 4. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Transtuzumab Zat Aktif Nama Dagang Produsen Harga Satuan (Rp) Indonesia China Filipina DPHO Transtuzumab Herceptin Roche , , Keterangan : : Harga Tertinggi : Harga Terendah Lampiran 5. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Nilotinib Harga Satuan (Rp) Zat Aktif Nama Dagang Produsen Indonesia India DPHO Nilotinib Tasigna 200 mg Novartis Pharma Tasigna 150 mg Novartis Pharma , ,69

91 23 Lampiran 6. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Rituksimab Harga Satuan (Rp) Zat Aktif Nama Dagang Produsen Indonesia China Filipina IDPIG CRSS DPHO Rituksimab Mabhtera Roche , , , Keterangan : : Harga Tertinggi : Harga Terendah Lampiran 7. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Imipramin HCl Harga Satuan (Rp) Zat Aktif Nama Dagang Produsen IDPIG CRSS IDPIG OECS / PPS IDPIG SAFRICA Filipina Indonesia International Drug Market DPHO Imipramin HCl Tofranil Laniros , Imipramin HCl Torrent 2.811, ,2425 Keterangan : : Harga Tertinggi : Harga Terendah

92 24 Lampiran 8. Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Oksaliplatin Harga Satuan (Rp) Zat Aktif Nama Dagang Produsen Indonesia Filipina IDPIG SAFRICA IDPIG CRSS IDM DPHO Oksaliplatin Oxaliplatin Actavis 50 mg Oxaliplatin Medac 50 mg Actavis Dipa Pharmalab Intersains Rexta 50 mg Kalbe Eloxatin 50 mg Sanofi ,017 Oxaliplatin 50 mg , , 25 Oxaliplatin Actavis 100 mg Actavis Oxaliplatin Medac 100 mg Dipa Pharmalab Intersains Rexta 100 mg Kalbe Eloxatin 100 mg Sanofi , Oxaliplatin 100 mg ,75 Keterangan : : Harga Tertinggi : Harga Terendah

93 25 Lampiran 9. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Epirubisin Lampiran 10. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Lapatinib

94 26 Lampiran 11. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Transtuzumab Lampiran 12. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Nilotinib

95 27 Lampiran 13. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Rituksimab Lampiran 14. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Imipramin HCl

96 28 Lampiran 15. Grafik Perbandingan Harga Obat dari Sediaan yang Mengandung Oksaliplatin

97 29 Lampiran 16. Harga Episindan, Epirubisin HCl, dan Epirubicin Kalbe berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide Mims online International Drug Market International Drug Price Indicator Guide

98 30 Lampiran 17. Harga Tykerb berdasarkan mims online Mims online Lampiran 18. Harga Herceptin berdasarkan mims online Mims online Lampiran 19. Harga Tasigna berdasarkan mims online

99 31 Lampiran 20. Harga Mabhtera berdasarkan mims online, International Drug Price Indicator Guide Mims online International Drug Price Indicator Guide

100 32 Lampiran 21. Harga Tofranil berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide Mims online International Drug Market International Drug Price Indicator Guide

101 33 Lampiran 22. Harga Oxaliplatin actavis, Oxaliplatin Medac, Rexta, Eloxatin berdasarkan mims online, International Drug Market, International Drug Price Indicator Guide Mims online International Drug Market International Drug Price Indicator Guide

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DANDISTRIBUSI KEFARMASIANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIANDAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

Kepala Dinas mempunyai tugas :

Kepala Dinas mempunyai tugas : Kepala Dinas mempunyai tugas : a. menyelenggarakan perumusan dan penetapan program kerja Dinas; d. menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan; e. menyelenggarakan urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis ini digunakan dengan pertimbangan bahwa hasil penelitian diharapkan akan mampu memberikan informasi

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Padang, 16 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANNIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH,

BISMILLAHIRRAHMANNIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH, PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR: 15 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANNIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam

BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN A. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan Tahun

Rencana Aksi Kegiatan Tahun Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015-2019 DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahu Wa Ta ala, Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci