UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai ai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Mega Eka Wulandari NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 5 Januari 2013

4 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademika, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mega Eka Wulandari NPM : Program Studi Fakultas Jenis karya : Apoteker : Farmasi : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: 1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni 29 Juni Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa Jl. Bukit Duri Tanjakan no.68 Tebet, Jakarta Selatan Periode 2 Juli 10Agustus Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Medical & Regulatory Department PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk Jakarta Periode 3 September 29 Oktober beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 5 Januari 2013 Yang menyatakan, (Mega Eka Wulandari)

5 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN ASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 18 JUNI 29 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER JANUARI 2013

6 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN ASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 18 JUNI 29 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai ai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013 ii

7

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 18 Juni - 29 Juni Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Apoteker, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Dra. Engko Sosialine Magdalena, Apt. selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dan Pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengenal direktorat ini, banyak membantu, dan membimbing penulis. 2. Prof. Dr. Endang Hanani, MS., Apt selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi yang selalu sabar dalam membimbing penulis. 3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi. 4. Dr. Harmita, Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 5. Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D selaku Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan RI. 6. Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., Msi. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis 7. Dra. Ratih Purnama, Apt., MM. selaku Kasubdit Produksi Kosmetika dan Makanan berserta staf yang telah banyak membantu membimbing penulis. iv

9 8. Drs. Riza Sultoni, Apt., MM. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus berserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis. 9. Dita Novianti S.Si, Apt, MM selaku Kasubdit Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis. 10. Drs. Suhata selaku Kasubag TU Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian atas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 11. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA. 12. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 13. Keluargaku tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat dan doa yang tidak henti-hentinya. 14. Teman-teman Apoteker Angkatan 75 atas dukungan dan kerja sama selama ini. 15. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Tak ada gading yang tak retak, penulis pun menyadari penelitian dan penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan laporan PKPA ini. Semoga laporan PKPA ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi khususnya dan masyarakat pada umumnya. Penulis 2012 v

10 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Mega Eka Wulandari : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni - 29 Juni 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di di Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan untuk memahami tugas, peran dan fungsi apoteker di Direktorat Jenderal Departemen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kesehatan, khususnya di Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Praktek Kerja ini diselenggarakan di Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Dalam hal ini, apoteker diharapkan dapat memahami peran dan fungsi peran dan sirkulasi prosedur perizinan, dan bimbingan, pengawasan dan pengendalian fasilitas farmasi.. Fasilitas farmasi berarti Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, PBF (Distributor), Industri Kosmetik, selain itu di direktorat ini juga meliputi perizinan narkotika, psikotropika, dan prekursor. Tugas khusus yang diberikan berjudul Identifikasi persiapan kosmetik yang diproduksi oleh industri kosmetik kelompok A dan B. tugas khusus ditujukan untuk memahami perbedaan antara industri kosmetik A dan B, memahami jenis produk kosmetika yang dapat dihasilkan oleh kelompok industri kosmetika A dan B dan mengetahui jumlah formula yang dapat diproduksi oleh industri kosmetik kelompok A dan B dalam formularium yang sedang disusun. Kata kunci : Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Izin, Industri farmasi, Narkotika, Psikotropika, Produk kosmetika, Industri Kosmetika Golongan A and B Tugas umum : ix + 62 halaman; 3, gambar, 8 lampiran Tugas khusus : iv + 44 halaman,, 5 tabel, 20 lampiran Daftar Acuan tugas umum : 7 ( ) Daftar Acuan tugas khusus : 10 ( ) vi

11 ABSTRACT Name : Mega Eka Wulandari Program Study : Apothecary Profession Title : Apotechary Internship Report at Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health of Republik Indonesia Period June 18th - June 29th 2012 Apotechary Internship at Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health of Kementerian Kesehatan Republik Indonesia is aimed to understand the duties, role and fuction pharmacist in the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health, particularly in the Directorate of Production and Distribution.The internship was held at Directorate of Production and Distribution of Pharmaceutical In this case, pharmacists are expected to understand the role and function of role and circulation the licensing procedures, and guidance, supervision and control of pharmaceutical facilities. Pharmaceutical facilities means Pharmaceutical Industries, Industries of Traditional Medicine, PBF (Distributor), Cosmetic Industries, besides that in this directorate also covered licensing narcotics, psicotrophics, and precursor. Special assignment given titled is Identification of cosmetics preparations produced by the cosmetics industry group A and B. Special assignment aimed to understand the difference between cosmetic industry class A and class B, understand the types of stocks that can be produced by the cosmetics industry groups A and B and know the number of formulas that can be produced by the cosmetics industry groups A and B in the formulary are organized. Keywords : Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health of Republik Indonesia, License, Pharmaceutical Industries, Narcotics, Psicotrophics, Cosmetics Preparation, Cosmetic Industries Group A and B General Assignment : ix + 62 pages; 3, pictures, 8 appendices Special Assignment : iv + 44 pages,, 5 tables, 20 appendices Bibliography of general assignment : 7 ( ) Bibliography of special assignment : 10 ( ) vii

12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2. TINJAUAN UMUM Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan BAB 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRBUSI KEFARMASIAN Tugas Pokok dan Fungsi Tujuan Sasaran Strategi Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Sub Bagian Tata Usaha Komponen Kegiatan Sumber Daya Manusia BAB 4. PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN BAB 5. PEMBAHASAN Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, viii

13 Psikotropika dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN ix

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Logo Kementerian Kesehatan Gambar 5.1 Jumlah Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional Gambar 5.2 Jumlah izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus x

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi Kefarmasian Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tabel 5.1 Jumlah Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional Tabel 5.2 Jumlah Izin Industri yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan dan Distribusi Obat dan Obat tradisional Tabel 5.3 Jumlah izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus xi

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 2.1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Lampiran 2.2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 2.3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 2.4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lampiran 2.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 58 Lampiran 2.6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 2.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Lampiran 2.8 Alur Proses Perijinan xii

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Guna terciptanya peningkatan derajat kesehatan setinggi-tingginya, maka perlu dilakukan upaya kesehatan dan peningkatan pelayanan kesehatan. Peningkatan upaya kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan dapat berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan tradisional. Peningkatan upaya kesehatan dan pelayanan kesehatan membutuhkan peran serta baik dari pemerintah selaku perumus kebijakan dan masyarakat sebagai pelaksana kebijakan agar setiap orang dapat terpenuhi haknya dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan kesehatan, fasilitas kesehatan, sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya; bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan dan ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau. Bagian terpenting dalam rangka melaksanakan upaya kesehatan adalah perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Untuk menjamin hal tersebut, maka perlu dibentuk suatu instansi yang bertugas membina, mengatur dan mengawasi produksi dan distribusi dari perbekalan 1

18 2 farmasi dan alat kesehatan tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan selama pelaksanaannya. Mengingat pentingnya hal tersebut di atas, maka berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 102 tahun 2001 tentang Struktur Organisasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dibentuklah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tanggal 19 Agustus 2010 maka Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbagi menjadi Direktorat Jenderal Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan direktorat yang pembagian subdirektorat-nya berdasarkan komoditi, yaitu SubDirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, SubDirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan, SubDirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus serta SubDirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tanggung jawab mensinergikan kebijakan melalui penyusunan kebijakan dan pedomanpedoman yang dapat dipergunakan, termasuk di dalamnya upaya-upaya peningkatan mutu produksi dan distribusi kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Para calon apoteker hendaknya memahami peran-peran seorang apoteker dalam bidang kefarmasian seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Salah satunya adalah tentang peranan apoteker dalam hal regulasi yang dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah di bidang kefarmasian, maka diadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kesehatan,

19 3 Kementerian Kesehatan RI yang berlangsung dari tanggal 18 Juni-29 Juni Tujuan Mengamati dan memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Memahami peran dan fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

20 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Tinjauan Umum Kementrian Kesehatan Kementerian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah dibidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung jawab kepada Presiden Logo Kementerian Kesehatan Gambar 2.1. Logo Kementerian Kesehatan Arti simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah sebagai berikut: 1. Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota maknaa Pancakarsa Husada melambangkan tujuan pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional. 2. Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau melambangkan Pancakarya Husada pada hakikatnya adalah penjabaran makna pembangunan kesehatan. 3. Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak daun berwarna hijau mempunyai makna melambangkan pengabdian luhur. 4. Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan. 5. Tulisan BHAKTI HUSADA bermakna pengabdian dalam upaya kesehatan paripurna. 6. Bentuk garis bulat telur melambangkan kebulatan tekad, keterpaduan dengan berbagai unsur masyarakat. 4

21 5 Pancakarsa Husada: 1. Peningkatan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. 2. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan. 3. Peningkatan status gizi masyarakat. 4. Pengurangan kesakitan (Morbiditas) dan kematian (Mortalitas). 5. Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan semakin diterimanya norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Pancakarya Husada: 1. Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan. 2. Pengembangan tenaga kesehatan. 3. Pengendalian, pengadaan, dan pengawasan obat serta makanan, dan bahan berbahaya bagi kesehatan. 4. Perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan. 5. Peningkatan dan pemantapan manajemen dan hukum Visi dan Misi Visi yang dimiliki oleh kementerian kesehatan adalah Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan. Sedangkan dalam rangka mendukung visi tersebut, Kementerian Kesehatan memiliki Misi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Strategi Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah

22 6 ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah (Kementerian Kesehatan RI, 2010) : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab Nilai-Nilai Guna mewujudkan Visi dan mengembangkan Misi yang ada, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai, yaitu (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat

23 7 harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel Tugas Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

24 Tujuan Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan yang berhasil-guna dan berdaya-guna dapat dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan. Fungsi-fungsi administrasi kesehatan tersebut, terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan Sasaran Strategis Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun , yaitu : 1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan: a) Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun; b) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per kelahiran hidup; c) Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per kelahiran hidup; d) Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per kealahiran hidup; e) Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8 persen menjadi kurang dari 32 persen; f) Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh naskes terlatih (cakupan PN) sebesar 90%; g) Persentase puskesmas rawat inap yang mampu PONED sebesar 100%; h) Persentase Rumah Sakit Kabupaten Kota yang melaksanakan PONEK sebesar 100%; i) Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%.

25 9 2. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan : a) Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per b) penduduk; c) Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API dari 2 menjadi per penduduk; d) Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi dibawah 0,5%; e) Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan dari 80% menjadi 90%; f) Persentase desa yang mencapai UCI dari 80% menjadi 100%; g) Angka kesakitan DBD dari 55 menjadi 51 per penduduk. 3. Menurunnya disparasitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparasitas separuh dari tahun Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi resiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. 5. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. 6. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). 7. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. 8. Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Miinimal (SPM) Arah Kebijakan Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan memperhatikan permasalahan kesehatan yang telah diindentifikasi melalui hasil review pelaksanaan pembangunan kesehatan sebelumnya.

26 10 Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode tahun Perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Namun untuk menjamin terlaksanannya berbagai upaya kesehatan yang dianggap prioritas dan mempunyai daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan upaya yang bersifat reformatif dan akseleratif. Upaya tersebut meliputi : pengembangan Jaminan Kesehatan Masyarakat, peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK, ketersediaan, keterjangkauan obat di seluruh fasilitas kesehatan, saintifikasi jamu, pelaksanaan reformasi birokrasi, pemenuhan bantuan operasional kesehatan (BOK), penanganan daerah bermasalah kesehatan (PDBK), pengembangan pelayanan untuk Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital). Langkah-langkah pelaksanaan upaya reformasi tersebut disusun di dalam dokumen tersendiri, dan menjadi dokumen yang tidak terpisahkan dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan ini. Upaya kesehatan tersebut juga ditujukan untuk peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antar wilayah, gender, dan antar tingkat sosial ekonomi, melalui : pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengalokasikan sumberdaya yang lebih memihak kepada kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengembangan instrument untuk memonitor kesenjangan antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi, dan peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang tertinggal. Selain itu, untuk dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, kedelapan fokus prioritas pembangunan nasional bidang kesehatan didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan, sistem informasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, melalui: 1) Peningkatan kualitas perencanaan, penganggaran dan pengawasan pembangunan kesehatan; 2) Pengembangan perencanaan pembangunan kesehatan berbasis wilayah; 3) Penguatan peraturan perundangan pembangunan kesehatan;

27 11 4) Penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan sistem informasi yang komprehensif dan pengembangan jejaring; 5) Pengembangan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang bangun alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat; 6) Peningkatan penapisan teknologi kesehatan dari dalam dan luar negeri yang cost effective; 7) Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk kegiatan preventif dan promotif; 8) Peningkatan pembiayaan kesehatan dalam rangka pencapaian sasaran luaran dan sasaran hasil; 9) Peningkatan pembiayaan kesehatan di daerah untuk mencapai indikator SPM; 10) Penguatan advokasi untuk peningkatan pembiayaan kesehatan; 11) Pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta; 12) Peningkatan efisiensi penggunaan anggaran; 13) Peningkatan biaya opersional Puskesmas dalam rangka peningkatan kegiatan preventif dan promotif dengan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

28 Kewenangan Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan fungsinya. Kewenangan tersebut yaitu (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro. b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang Kesehatan. c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan. d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan. e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan. f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan. g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan. h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan. i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan. j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan. k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan. l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak. m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan. o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan. p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan. q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi.

29 13 r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan. s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa. t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional). u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan Susunan Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, susunan organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.

30 14 r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

31 15 Kesehatan Tujuan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan; b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan; dan c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional Sasaran dan Indikator Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah: persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Kegiatan Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). c. Peningkatan pelayanan kefarmasian. d. Peningkatana produksi dan distribusi kefarmasian.

32 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2.2.) (Kementerian Kesehatan RI, 2010): Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi. c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan hubungan masyarakat. d. Pengelolaan urusan keuangan. e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.3.): a. Bagian Program dan Informasi. b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan. d. Bagian Kepegawaian dan Umum. e. Kelompok Jabatan Fungsional.

33 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.4.): a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

34 18 c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.5.): a. Subdirektorat Standarisasi b. Subdirektorat Farmasi Komunitas c. Subdirektorat Farmasi Klinik d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional e. Subbagian Tata Usaha

35 19 f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 588, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.6.): a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

36 20 d. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.7.): a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.

37 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN 3.1. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempuyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan peizinan dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat Tujuan Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian tahun adalah sebagai arah dalam penyelenggaraan program produksi dan distribusi kefarmasian serta pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2011). 21

38 Sasaran (Kementerian Kesehatan RI, 2011) a. Tersedia bahan baku obat dan obat tradisional. b. Tersusunnya standar kefarmasian di bidang obat, obat tradisional, kosmetik, dan makanan. c. Industri farmasi prakualifikasi WHO Strategi (Kementerian Kesehatan RI, 2011) a. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan. b. Melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu. c. Meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional. d. Mebentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Sudirektorat Produksi dan Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirekorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. 3.6 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di

39 23 bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional terdiri atas: a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menangani penerbitan usaha industri farmasi, pedagang besar farmasi, pedagang besar bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

40 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Poduksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang produksi kosmetika dan makanan. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi kosmetika dan makanan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kosmetika dan makanan. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi kosmetika dan makanan. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan terdiri atas: Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi kosmetika.

41 25 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menangani penerbitan izin usaha di bidang produksi kosmetika dan makanan dan penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi ksometika dan makanan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. c. Pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. d. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan.

42 Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus terdiri dari atas: Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi Seksi Sediaan Farmasi Khusus Seksi Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus dan makanan. Subdirekorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka dalam hal ini Subdirektorat tersebut menangani/menerbitkan izin import/eksport prekusor, psikotropika. 3.9 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. fungsi: Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelengarakan a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

43 27 kemandirian obat dan bahan baku obat. b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. c. Penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang kemandirian obat dan bahan baku obat Struktur Organisasi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat terdiri atas: Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obt dan bahan baku obat Seksi Kerjasama Seksi Kerjasama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan koordinasi, pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat Sub Bagian Tata Usaha Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat dengan perincian sebagai berikut: Umum a. Pencatatan surat-menyurat (surat masuk dan surat keluar) dengan sistem arsiparis untuk keperluan. b. Distribusi surat masuk dan surat keluar ke Subdit-Subdit maupun eksternal

44 28 Direktorat. c. Pengetikan (komputerisasi) surat-surat terutama untuk keperluan pimpinan. d. Menyusun daftar kepustakaan untuk keperluan Direktorat. e. Kearsipan dengan pola atau sistem arsiparis Kepegawaian Membuat data dan informasi kepegawaian antara lain: a. Daftar nama-nama pejabat berdasarkan nomor urut kepangkatan berikut nama jabatan, eselon dan golongan. b. Daftar seluruh pegawai berdasarkan nomor urut kepangkatan dan nama jabatan serta alamat. c. Informasi tentang kenaikan pangkat maupun memasuki masa pensiun. d. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas yang berkaitan dengan pegawai untuk seluruh pegawai. e. Menyusun dan menyimpan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) seluruh pegawai berdasarkan urutan tahun penilaian. f. Menyusun dan menyimpan data KP4 (Surat Keterangan Untuk Mendapat Tunjangan Keluarga) maupun daftar riwayat hidup seluruh pegawai. g. Mengurus kenaikan pangkat pegawai. h. Membantu pengurusan kenaikan pangkat berkala. i. Membantu pengurusan pembuatan SIMKA (Sistem Informasi Kepegawaian) Kerumahtanggaan Direktorat a. Melakukan inventarisasi barang-barang inventaris milik negara. b. Melakukan pendataan yang berkaitan dengan pemeliharaan barang-barang inventaris kerjasama dengan bagian umum dan kepegawaian Setditjen (Sekertaris Direktorat Jenderal) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. c. Melakukan pendataan barang-barang inventaris yang akan diusulkan penghapusannya secara administratif yang selanjutnya diteruskan ke Bagian Umum dan Kepegawaian Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

45 29 d. Menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan rapat atau tamu-tamu Direktur. e. Menata dan mengatur ruang penyimpanan berkas/barang inventaris di Gudang Direktorat. f. Membantu penyelesaian secara administrasi untuk pembayaran telepon Direktorat Komponen Kegiatan Capacity Building Komponen Output Peningkatan kemampuan dan kompetensi petugas pusat dan daerah Detil Kegiatan a. Harmonisasi dan peningkatan kemampuan dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi (prodis) kefarmasian. b. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Prodis Kefarmasian. c. Training of Trainer (TOT) pembinaan bidang produksi dan makanan. d. TOT pembinaan bidang obat dan obat tradisional. e. TOT pembinaan bidang kosmetik/makanan. f. TOT penyuluh keamanan pangan dan TOT pengawas pangan bagi petugas kabupaten/kota. g. TOT tentang bahan berbahaya. h. TOT pembinaan bidang obat dan obat tradisional. i. Refreshing training system pelaporan dinamika obat PBF Pembinaan Industri Komponen Output Peningkatan kemampuan pelaku usaha di bidang kefarmasian dan makanan dalam memenuhi persyaratan dan daya saing Detil Kegiatan

46 30 a. Bimbingan teknis sistem pelaporan dinamika obat PBF. b. Peningkatan kemampuan industri obat tradisional. c. Peningkatan kemampuan industri obat. d. Peningkatan kemampuan industri kosmetika dan makanan. e. Coaching/pendampingan bagi KUKM obat tradisional. f. Peningkatan kemampuan industri obat tradisional. g. Pembinaan industri farmasi dalam rangka dukungan akselerasi pelaksanaan prakualifikasi Aliansi Strategi Komponen Output Terlaksananya pembinaan secara terpadu untuk seluruh stakeholder pada bidang kefarmasian dan makanan Detil Kegiatan a. Penyusunan roadmap/blueprint bidang bahan bahan baku obat. b. Penyusunan roadmap/blueprint bidang kosmetika dan makanan. c. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat. d. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat tradisional. e. Aliansi strategis bidang narkotika, psikotropika, dan prekursor. f. Aliansi strategis di bidang prakualifikasi. g. Koordinasi lintas sector di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. h. Rapat konsultasi bina produksi dan distribusi kefarmasian Kemandirian Bahan Baku Obat Komponen Output Tersedia masterplan pengembangan kemandirian bahan baku dan uji coba pembuatan bahan baku eksipien Detil Kegiatan a. Studi kelayakan produksi antibiotika (kemandirian di bidang obat). b. Rapat koordinasi dalam rangka persiapan produksi bahan baku obat.

47 31 c. Studi kelayakan pengembangan BBO. d. Penyusunan masterplan dan amdal unit produksi. e. Desain dan rancang bangun peralatan. f. Pemantapan regulasi dalam rangka kemandirian bahan baku obat.. g. Persiapan produksi bahan baku obat. h. Uji coba pemanfaatan bahan baku obat pada produksi dalam negeri (subsidi pembiayaan) Penyusunan Pedoman/Standar Komponen Output Tersedianya standar yang dapat digunakan untuk pembinaan, pengawasan, dan pelayanan di bidang kefarmasian dan makanan Detil Kegiatan a. Penyusunan dan pengembangan NSPK (Norma, Standard, Prosedur, dan Kriteria) obat tradisional. b. Penyusunan dan pengembangan NSPK obat dan bahan baku obat. c. Pengembangan kodeks kosmetika Indonesia. d. Penilaian komponen perizinan impor/ekspor narkotika, psikotropika dan Spesial Access Scheme (SAS). e. Sertifikasi ISO 9001:2008 untuk 5 jenis pelayanan perijinan. f. Kajian monografi baru FHI. g. Penyusunan pedoman penilaian SAS Penguatan Regulasi dan Sosialisasi Komponen Output Tersedianya dan tersosialisasikannya NSPK di bidang kerfarmasian dan makanan Detil Kegiatan a. Penyebaran informasi tentang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) bermutu, aman, dan bergizi.

48 32 b. Dukungan narasumber prodis kefarmasian. c. Sosialisasi pedoman pelaksanaan pembinaan produksi obat dan bahan baku obat. d. Pemberdayaan masyarakat di bidang kosmetika dan makanan melalui media cetak. e. Pameran/bursa peneliti dan industri Indonesia. f. Sosialisasi pedoman penggunaan bahan tambahan pangan Penguatan Infrastruktur/Sarana Komponen Output Tersedianya dukungan sarana dan prasaranan pelaksanaan tugas dan fungsi produksi dan distribusi kefarmasian Detil Kegiatan a. Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran. b. Pemeliharaan software Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan sistem pelaporan dinamika obat Pedagang Besar Farmasi (PBF). c. Evaluasi kinerja dan monitoring kegiatan Direktorat Bina Prodis Kefarmasian. d. Pemantapan system pelaporn dinamika PBF. e. Penyusunan program dan kegiatan Direktorat Bina Prodis Kefarmasian. f. Penyusunan laporan akuntanbilitas kinerja Direktorat Bina Prodis Kefarmasian. g. Alat pengolah data Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. h. Review penerapan SIPNAP dan system pelaporan dinamika obat PBF. i. Implementasi SIPNAP DAN system pelaporan dinamika obat PBF. j. Penerapan E-Licensing dalam rangka pelayanan dinamika obat PBF. k. Penerapan system pelaporan industry farmasi. l. Evaluasi pelaksanaan SAS. m. Penyelesaian system pelaporan dinamika obat PBF dengan system registrasi obat.

49 Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik Komponen Output Peningkatan penggunaan obat generik yang rasional Detil Kegiatan a. Peningkatan kapasitas SDM dalam rangka pengembangan kebijakan di bidang revitalisasi dan reposisi obat generik. b. Peningkatan kapasitas SDM provinsi dan kabupaten dalam pembinaan industri kabupaten dalam pembinaan industri farmasi. c. Pertemuan peningkatan kapasitas industri farmasi dalam penetapan bioekuivalensi dan bioavailabilitas obat generik. d. Penyusunan daftar pemasukan terekomendasi dalam menjamin kualitas bahan baku obat generik. e. Pembinaan industri farmasi dalam implementasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini. f. Sosialisasi dan promosi obat generik. g. Bimbingan teknis pada industri dan advokasi percepatan izin edar obat generik. h. Pertemuan pembekalan menganai hak atas kekayaan intelektual terkait obat generik. i. Pembuatan profil spesifikasi obat generik Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian berjumlah 37 orang dengan perincian sebagai berikut: Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Jumlah Organisasi SDM Direktur Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisiona 6

50 34 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan 7 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, 8 Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat 8 Sub Bagian Tata Usaha 7 Total 37

51 BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanankan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan PKPA berlangsung sejak tanggal 18 Juni - 29 Juni 2012, dilakukan mulai pukul sampai pukul WIB. Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan No Hari dan Tanggal Kegiatan 1 Senin, 18 Juni 2012 a. Penerimaan mahasiswa PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh Ibu Dra. Rida W, Apt., MKM b. Perkenalan mengenai Kementrian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh Ibu Dra. Rida W, Apt., MKM c. Pembagian kelompok PKPA ke dalam Direktorat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan d. Penjelasan umum dan pengenalan struktur organisasi di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian oleh Ibu Dra. Mindarwati, Apt e. Menelaah peraturan perundangundangan (tugas harian dari Ibu Dra. Nur Ratih P, Apt., M.Si) 2 Selasa, 19 Juni 2012 a. Pembekalan tentang peraturan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh Bapak Drs. Suhata b. Pre test tertulis tentang obat generik dan antibiotik oleh bapak Drs. Suhata c. Pre test tertulis tentang penggunaan obat 36

52 37 rasional oleh Bapak Drs. Suhata 3 Rabu, 20 Juni 2012 a. Pembekalan materi tentang Subdit Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional oleh Kepala Subdit Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Ibu Dra. Dettie Yuliati, Apt., MS b. Pembekalan materi tentang Subdit Produksi Kosmetik dan Makanan oleh kepala Subdit Produksi Kosmetik dan Makanan Ibu Nur Ratih P, Apt., M.Si 4 Kamis, 21 Juni 2012 a. Kunjungan ke Pusat Pelayanan Terpadu (loket Registrasi) b. Pembekalan tentang Subdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus oleh Kepala Subdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus Bapak Drs. Riza Sultoni, Apt., MM 5 Jum at, 22 Juni 2012 a. Pembekalan materi tentang Subdit Kemandirian Obat dan Bahan Baku oleh Kepala Seksi Kerja Sama ibu Rostilawati, S.Si., Apt b. Mengerjakan tugas umum c. Mengerjakan tugas khusus 6 Senin, 25 Juni 2012 a. Mengerjakan tugas umum b. Mengerjakan tugas khusus c. Kunjungan ke loket registrasi 7 Selasa, 26 Juni 2012 Mengerjakan tugas khusus 8 Rabu, 27 Juni 2012 a. Mengejakan tugas khusus b. Revisi tugas umum 9 Kamis, 28 Juni 2012 a. Mengerjakan tugas khusus b. Revisi tugas umum 10 Jum at, 29 Juni 2012 a. Revisi tugas umum b. Mengerjakan tugas khusus c. Perpisahan antara mahasiswa PKPA dengan Kasubdit, karyawan dan staf Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

53 BAB 5 PEMBAHASAN Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang betujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud (Departemen Kesehatan RI, 2009). Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat serta perlindungan masyarakat dari peredaran obat dan produk yang tidak bertanggungjawa perlu ditingkatkan dengan mengembangkan suatu sistem kesehatan nasional. Sesuai dengan aturan dalam sistem kesehatan nasional, pembangunan kesehatan perlu diarahkan demi tercapainya kemampuan hidup sehat bagi semua penduduk. Hal ini diperlukan demi terwujudnya derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur umum dari tujuan nasional. Usaha pemerintah dalam mencapai pembangunan kesehatan yang baik yaitu dengan membuat beberapa peraturan yang harus dipenuhi baik oleh produsen (industri obat dan industri obat tradisional) ataupun penyalur produk farmasi (pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi). Kementertian Kesehatan RI menciptakan direktorat baru, yaitu Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dalam mempermudah pihak produsen dan penyalur produk farmasi,. Direktorat ini dibentuk pada tanggal 3 Januari 2011, dengan tujuan untuk membina industri farmasi, industri obat tradisional, Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi (PBBBF) agar mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Direktorat bina produksi dan distribusi kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Program yang ditetapkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian bertujuan untuk menciptakan industri farmasi yang memenuhi standar atau persyaratan, mandiri (mampu memenuhi teknologi dan bahan baku sendiri tidak bergantung sepenuhnya dengan impor), serta memiliki daya saing sehingga dapat memenuhi 38

54 39 kebutuhan obat dalam negeri dan menjadi sumber devisa negara. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka diperlukan komponen-komponen berikut: capacity building, pedoman, regulasi, infrastruktur, kemandirian, aliansi strategis, pembinaan industri, reposisi dan revitalisasi obat generik berlogo (OGB). Capacity Building diperlukan agar menghasilkan peningkatan kemampuan dan kompetensi petugas pusat dan daerah sehingga dapat membina industri farmasi dan pabrik besar farmasi. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian melakukan pembinaan bukan pengawasan sehingga membantu industri farmasi, industri obat tradisional, Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi (PBBBF) agar mampu memenuhi persyaratan (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional b. Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus d. Subdirektorat kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat e. Subbagian Tata Usaha f. Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan RI, 2011)

55 Subdirektorat Produksi Dan Distribusi Obat Dan Obat Tradisional Obat tradisional (OT) merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang telah digunakan selama berabad-abad untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Berdasarkan bukti secara turun-menururn dan pengalaman (empiris), OT hingga kini masih digunakan oleh masyarakat di Indonesia dan di banyak negara lain. Sebagai warisan budaya bangsa yang telah dibuktikan banyak memberi kontribusi pada pemeliharaan kesehatan. Jamu sebagai OT asli Indonesia perlu terus dilestarikan dan dikembangkan. Dalam perjalanan sejarahnya dengan ditunjang oleh perkembangan teknologi menuntut kebutuhan upaya kesehatan modern. Perkembangan yang dimaksud mencakup aspek pembuktian khasiat dan keamanannya, jaminan mutu, bentuk sediaan, cara pemberian, pengemasan dan penampilan serta teknologi produksi. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan pemanfaatan OT Indonesia sekaligus menjamin pelestarian Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Jamu adalah OT Indonesia yang digunakan secara turun-menurun berdasarkan pengalaman. Obat Herbal Terstandar adalah hasil pengembangan Jamu atau hasil penellitian sediaan baru yang khasiat dan keamanannya telah dibuktikan secara ilmiah atau uji preklinik. Fitofarmaka adalah hasil pengembangan Jamu atau Obat Herbal Terstandar atau hasil penelitian sediaan baru yang khasiat dan keamanannya sudah dibuktikan melalui uji klinik. Program pengembangan OT secara berjenjang tersebut merupakan implementasi strategis dari ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sekaligus sebagai upaya pendayagunaan sumber daya alam Indonesia secara berkesinambungan (sustainable use). Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan disebutkan bahwa OT harus memenuhj standar yang ditetapkan. Sesuai Penjelasan UU No. 23 Tahun 1992, standar yang dimaksud adalah Materia Medika Indonesia (MMI) atau standar lain yang ditetapkan. Upaya pembuatan standar bahan OT sudah dimulai jauh sebelum UU No. 23 Tahun 1992 ditetapkan. Pada tahun 1977 Indonesia telah menerbitkan Materia Medika Indonesia jilid I (MMI I). MMI I berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, MMI II berisi 21 (dua

56 41 puluh satu) monografi simplisia, MMI III berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, MMI IV berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, monografi V berisi 60 (enam puluh) monografi simplisia. MMI belum ditetapkan sabagai standar wajib karena lebih merupakan spesifikasi simplisia yang menjadi acuan dalam pemeliharaan dan pengawasan mutu. Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, sekitar tiga dasawarsa terakhir, teknologi pembuatan OT mengalami banyak perubahan sejalan dengan meningkatnya permintaan pembuktian khasiat dan keamanan secara ilmiah. Penggunaan bahan OT bentuk serbuk mulai diganti dengan ekstrak. Untuk mengantisipasi peredaran penggunaan ekstrak tumbuhan obat yang tidak memenuhi persyaratan, pada tahun 2000 Departemen Kesehatan telah menerbitkan buku Parameter Standar Ekstrak Tumbuhan Obat. Pada tahun 2004 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menindaklanjuti dengan menyusun dan menerbitkan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (METOI) Vol. I yang berisi 35 monografi ekstrak dan pada tahun 2006 diterbitkan METOI Vol. II yang memuat 30 monografi ekstrak. Untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif dari perkembangan lingkungan eksternal seperti perdagangan bebas multi lateral dan perkembangan faktor internal terhadap kesehatan masyarakat dan industri nasional, Departemen Kesehatan menerbitkan Kebijakan Obat Tradisional Nasional (Kotranas) Tahun Kotranas mempunyai tujuan: 1. Mendorong pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan untuk digunakan sebagai obat tradisional dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan. 2. Menjamin pengelolaan potensi alam Indonesia secara lintas sektor agar mempunyai daya saing tinggi sebagai sumber ekonomi masyarakat dan devisa negara yang berkelanjutan. 3. Tersedianya OT yang terjamin mutu, khasiat dan keamanannya, teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal. 4. Menjadikan OT sebagai komoditi unggul yang memberikan mutu manfaat yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, memberikan peluang kesempatankerja dan mengurangi kemiskinan.

57 42 Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan beberapa langkah kebijakan antara lain peningkatan produksi, mutu dan daya saing komoditi tumbuhan obat Indonesia serta penyusunan Farmakope Obat Tradisional Indonesia. Produksi komoditi tumbuhan obat Indonesia harus memenuhi persyaratan cara budidaya dan pengolahan pascapanen yang baik sehingga simplisia yang dihasilkan dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Sebagai pelaksanaan dari langkah kebijakan tersebut, pada tahun 2008 Departemen Kesehatan bersama BPOM serta pakar dari beberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian menyusun naskah Farmakope Obat Tradisional Indonesia yang merupakan buku standar simplisia dan ekstrak tumbuhan obat. Dalam proses pembahasan yang intensif di sidang pleno, disepakati nama buku diubah terakhir menjadi Farmakope Herbal Indonesia (FHI). Untuk menyusun FHI edisi I telah ditetapkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 374/Menkes/SK/IV/2008 tentang Panitia Farmakope Obat Tradisional Indonesia dan Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan No. HR.00.DJ.III tentang Panitia Pelaksana Penyusun Farmakope Obat Tradisional Indonesia. Subdirektorat Obat dan Obat tradisional merupakan salah satu dari empat subdirektorat yang ada dibawah Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Subdirektorat ini mempunyai tugas untuk membuat regulasi dalam hal perizinan, pemantauan, evaluasi dan pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat tradisional, industri ekstrak bahan alam, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Subdirektorat ini memiliki dua seksi yaitu seksi standarisasi produksi dan distribusi, dan seksi perizinan saranan produksi dan distribusi. Seksi standarisasi produksi dan distribusi membuat regulasi dalam hal produksi dan distribusi, sedangkan seksi perizinan saranan produksi dan distribusi menyiapkan bahan pelaksanaan perizinan, pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap sarana produksi, dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat ini bersama Badan POM atau Balai POM melaksanakan standarisasi terhadap produsen, dan distributor obat dan obat tradisional. Salah satunya adalah agar produksi suatu

58 43 obat sesuai dengan CPOB (cara pembuatan obat yang baik) atau CPOTB (cara pembuatan obat tradisional yang baik) dan distribusi obat dilaksanakan sesuai dengan CDOB (cara distribusi obat yang baik). Surat rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB, CPOTB atau CDOB ini akan dikeluarkan oleh Badan POM atau Balai POM kepada Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI setelah melakukan audit. Badan usaha seperti Usaha Jamu Racikan dan Usaha Jamu Gendong tidak harus memiliki izin usaha untuk dapat berproduksi tetapi akan dilakukan pembinaan terhadap badan usaha ini. Subdirektorat Obat dan Obat Tradisional ini bertanggungjawab dalam pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Subdirektorat ini bekerja sama dengan BPOM dalam hal penentuan standarisasi terhadap industri farmasi, dan subdirektorat ini juga bertanggung jawab dalam hal perizinan serta pembinaan perizinan terhadap industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi. Jika suatu industri farmasi belum memenuhi persyaratan, maka BPOM akan memberitahukan Kementerian Kesehatan RI untuk menugaskan Dinas Kesehatan setempat agar melakukan pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi tersebut sampai dapat memenuhi syarat. Setelah pembinaan dilakukan, BPOM akan melakukan peninjaun kembali terhadap industri dan pedagang besar tersebut. Kerja nyata yang telah dilaksanakan oleh Subdirektorat Obat dan Obat Tradisional antara lain: a. Pemetaan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi b. Perizinan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi c. Penyusunan Farmakope Herbal dan Suplemen Farmakope Indonesia. Sosialisasi perizinan dalam mewujudkan pelayanan perizinan terhadap industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi.

59 44 Selama tahun 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional telah menerbitkan izin di bidang usaha produksi dan distribusi kefarmasian yang meliputi Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar farmasi Bahan Obat, dan Industri Obat Tradisional. Penerbitan izin terdiri dari berbagai macamm kategori diantaranya pembaharuan izin, pergantian apoteker Penanggung Jawab, perubahan lokasi, persetujuan prinsip, pembatalan persetujuan prinsip. Tabel. 5.1 Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional No. Kategori Jumlah izin yang dikeluarkan Izin IF Izin PBF Izin PBF-BO IOT 30 Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagangg Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional Izin IF Izin PBF Izin PBF-BO IOT Gambar. 5.1 Jumlah Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional

60 45 Izin PBF-BO lebih banyak dikeluarkan karena persyaratan untuk PBF lebih ringan karena hanya memerlukan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) yang dikeluarkan oleh Badan POM RI Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan Subdirektorat produksi kosmetika dan makanan bertanggung jawab dalam mengatur regulasi produksi kosmetik dan makanan yaitu penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan. Selain itu juga, Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap industri kosmetik dan makanan untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1175/MENKES/PER/ VIII/2010 tentang izin produksi kosmetika, diatur mengenai tata cara perizinan produksi kosmetika. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh izin produksi kosmetika adalah industri kosmetika harus menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dalam produksinya. CPKB merupakan seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada industri kosmetik golongan A, wajib menerapkan seluruh aspek CPKB. Pada industri kosmetik golongan B, harus mampu menerapkan hygiene sanitasi dan dokumentasi sesuai dengan CPKB. Diaturnya izin produksi kosmetika ini bertujuan untuk menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan kosmetika yang beredar di masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1175/MENKES/PER/ VIII/2010 tentang notifikasi kosmetik, diatur mengenai tata cara untuk memperoleh notifikasi dari suatu produk kosmetik sebelum diedarkan ke masyarakat. Notifikasi kosmetik ini ditujukan agar masyarakat dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pengaturan mengenai notifikasi di bawah kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Banyak kemudahan

61 46 yang didapat setelah diberlakukannya notifikasi, salah satunya adalah penerapan sistem online dalam melakukan notifikasi. Pendaftar dapat melakukan notifikasi secara online melalui website Pada notifikasi, terdapat kelemahan, yaitu konsumen sulit untuk mengetahui apakah produk yang beredar tersebut telah ternotifikasi atau belum ternotifikasi. Keadaan tersebut disebabkan karena dalam notifikasi tidak wajib mencantumkan nomor notifikasi di dalam kemasan produk kosmetik. Pada subdit ini juga dilakukan standarisasi kosmetik yang beredar dengan menyusun Formularium Kosmetik Indonesia. Pada pengaturan produksi dan distribusi makanan, kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan regulasi, pembinaan, pengawasan terhadap industri makanan yang ada di Indonesia. Pada subdit ini, dilakukan penetapan standar terhadap bahan tambahan dalam makanan, kadar melanin dalam susu formula, serta pembinaan terhadap industri rumah tangga. Dengan dilakukannya pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh sub Direktorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan, diharapkan produk yang sampai ke konsumen memenuhi syarat mutu dan keamanan. Selama tahun 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan telah menerbitkan izin di bidang Kosmetika dan melakukan pembinaan pada Industri Rumah Tangga yang memproduksi makanan. Tabel. 5.2 Izin Industri Kosmetika yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan No. Kategori Izin yang dikeluarkan 1. Izin industri Kosmetika Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap importir produsen narkotika, psikotropika dan prekursor untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Subdirektorat ini bekerjasama dengan BPOM dalam hal pemberian izin impor bagi importir narkotika, psikotropika, prekursor

62 47 farmasi. Selain itu, subdirektorat ini juga mengurus perizinan sediaan farmasi khusus. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau sintetis atau semisintetis yang dapat menyebabkan perubahan kesadaran sampai menghilangkan rasa nyeri dapat menimbulkan ketergantungan (UU no.35 tahun 2009).Dalam hal narkotika subdirektorat ini mengatur regulasi narkotik dari produksi sampai dengan distribusi dan bersifat spesifik siapapun yang akan mengimpor dan memproduksi harus mendapat ijin khusus. Dalam hal narkotika menunjuk Kimia Farma sebagai penanggung jawab. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU. No 5 tahun 1997) Sediaan farmasi khusus sebenarnya sediaan farmasi yang belum mempunyai izin edar di Indonesia, namun sangat dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat atau merupakan obat sumbangan dari negara lain. Sediaan tersebut diberi izin untuk digunakan karena ditujukan bagi pengobatan penyakit langka. Kurangnya nilai komersil pada sediaan ini menyebabkan tidak ada importir atau produsen yang bersedia mengurus registrasi dan izin edarnya (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. Permohonan importir perkusor narkotika atau psikotropika dapat dilakukan secara on-line dan harus ada laporan tiap bulannya. Layanan prima kepada produsen mengenai permohonan izin impor bagi importir narkotika disediakan di loket 1 lantai 5 gedung baru Kementerian Kesehatan. Loket 1 yang berkaitan dengan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus yaitu melayani perizinan Surat Persetujuan Impor (SPI), Surat Persetujuan Ekspor (SPE), Importir Terdaftar (IT), Importir Produsen (IP). SPI adalah Surat Persetujuan Menteri kesehatan untuk mengimpor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, sedangkan SPE adalah Surat Persetujuan Menteri Kesehatan untuk mengekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Permohonan

63 48 izin impor dan ekspor dapat diakukan melalui layanan online yang terdapat di website Namun, pada saat penyerahan berkas produsen wajib datang untuk memberikan berkas yang diperlukan. Jika berkas diterima maka selanjutnya akan mengkuti alur perizinan yang sesuai dengan Lampiran 2.8. untuk mendapatkan surat persetujuan impor (SPI) untuk mengimpor sedangkan surat persetujuan ekspor (SPE) diberikan untuk mengekspor narkotika, psikotropika, prekursor farmasi. Jika berkas ditolak maka produsen dapat memperbaikinya dan dapat kembali setelah diperbaiki. Waktu yang diperlukan untuk proses penerbitan izin SPI adalah paling lama 10 hari kerja setelah dokumen diterima dan lengkap. Kesalahan yang sering dilakukan oleh pengguna jasa antara lain kesalahan penulisan dan kesalahan dalam kelengkapan berkas yang tidak lengkap sesuai yang ditetapkan. Petugas yang melayani produsen pada loket tersebut adalah pegawai di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dilakukan secara bergantian setiap harinya, sehingga seluruh pegawai diwajibkan untuk mengerti tentang tata cara perizinan. Perizinan yang telah dikeluarkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Dan Sediaan Farmasi Khusus selama 2011 meliputi izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor. Tabel 5.3 Izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Dan Sediaan Farmasi Khusus. No. Kategori Jumlah SPI SPE IP 1. Narkotika Psikotropika Prekusor

64 Izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Dan Sediaan Farmasi Khusus. SPI SPE IP Narkotika Psikotropika Prekusor Gambar 5.2 Jumlah izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. Tujuan dari tugas yang diemban oleh subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat yaitu agar Negara Indonesia dapat mandiri dalam pengadaan obat dan bahan baku obat. Kemandirian yang dimaksud adalah industri farmasi mudah mendapatkan bahan baku obat hasil produksi dalam negeri sehingga tidak terpengaruh dengan kondisi pasar global. Keadaan ini akan menjaga kestabilan harga obat dalam negeri. Bahan baku obat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, karena harga bahan baku obat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap biaya produksi dan pada akhirnya mempengaruhi harga obat jadi. Apabila bahan baku obat dapat diproduksi di dalam negeri, diharapkan harga obat akan lebih mudah dijangkau oleh masyarakat. Upaya untuk mewujudkan kemandirian tersebut tertuang dalam program kerja subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat di Direktorat Bina

65 50 Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jendral Bina Farmasi dan Alat kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain perencanaan strategi, kajian dan tinjauan tentang peraturan yang mendukung kemandirian obat dan bahan baku obat di Indonesia. Untuk mencapai tujuan kemandirian obat dan bahan baku obat, pemerintah melakukan beberapa hal, dimulai dengan pengalokasian dana untuk riset, menstimulasi berdirinya industri bahan baku obat, dan mengupayakan kerjasama distribusi bahan baku obat produksi dalam negeri ke pasar internasional. Pengalokasian dana riset diberikan pemerintah kepada industri farmasi, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian lainnya dalam rangka memacu penelitian mengenai bahan baku obat,. Dana ini dapat digunakan untuk mengembangkan bahan baku obat asli Indonesia seperti ekstrak-ekstrak tanaman asli Indonesia, yang memenuhi standar internasional. Rencana jangka panjang pemerintah yaitu mendirikan Pusat Ekstrak Daerah dan Pusat Ekstrak Nasional. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah namun ada beberapa faktor yang menghambat kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri diantaranya bahan baku hasil penelitian tidak sesuai kebutuhan bahan baku obat di industri dan tingginya pajak yang dikenakan untuk komponen pembuatan bahan baku obat. Hal ini mengakibatkan harga bahan baku hasil produksi dalam negeri menjadi lebih tinggi dari pada harga bahan baku impor. Pada bagian ini, subditrektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mengkaji upaya agar dapat menurunkan tarif pajak komponen bahan baku obat dan pemberian subsidi terhadap komponen yang diperlukan dalam produksi bahan baku obat. Ketika bahan baku obat berhasil diproduksi secara mandiri di dalam negeri, pemerintah akan membantu dalam hal pemasaran bahan baku dengan menjalin kerja sama internasional untuk memperluas pasar bahan baku obat di luar negeri. Hal tersebut dilakukan jika hasil produksi dari industri bahan baku obat lokal telah memenuhi standar internasional. Dengan adanya pemasaran bahan baku obat ke luar negeri, diharapkan industri bahan baku obat akan mendapatkan profit yang lebih besar.

66 51 Pencapaian tahu 2011, subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat berencana untuk melaksanakan program kerja yang mendukung tumbuhnya industri bahan baku obat, diantaranya adalah a. Terlaksananya kajian Bahan Baku Obat yang dapat diproduksi di dalam negeri b. Penyusunan Grand Strategy pengembangan bahan baku obat dalam negeri telah tercapai produksi 4 ekstrak terfraksionasi yang bekerja sama dengan Dexa Laboratories of Biomolecular Science dan Usulan Bahan Baku Obat dan bahan baku obat tradisional c. Penerapan E-Licensing yang mempermudah proses perizinan dan pelaporan dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. Guna mencapai tujuan untuk memproduksi bahan baku obat di dalam negeri, maka Pada tahun 2012, subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat berencana untuk melaksanakan program kerja yang mendukung tumbuhnya industri bahan baku obat, diantaranya adalah : a. Pemenuhan program pembuatan lima belas bahan baku obat dapat tercapai. b. Pembuatan draft-draft kebijakan kerjasama penelitian dengan BPPT dan LIPI terkait ekstrak jahe dan kunyit, mengenai bagaimana mendapatkan ekstrak yang sesuai standar dan melakukan percobaan produksi dalam skala laboratorium. c. Menyelenggarakan Expo penelitian bahan baku obat, yang mempertemukan peneliti bahan baku obat, pemerintah dan pengusaha sehingga diharapkan dapat tercapai kerjasama dalam bidang industri bahan baku obat secara domestik. d. Membangun dan mengembangkan E-report PBF, yaitu sistem pelaporan dinamika obat di sarana distribusi obat yaitu pedagang besar farmasi (PBF) yang berbasi web dengan system on line. e. Pembangunan laboratorium sertifikasi bahan baku obat. f. Pembanguna laboratorium BA-BE untuk penunjang kebutuhan pemenuhan syarat obat generik menggunakan bahan baku obat produksi lokal.

67 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Kementerian Kesehatan didapatkan kesimpulan bahwa: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki tugas membuat regulasi, membina, dan mengawasi produsen dan distributor di bidang farmasi, kosmetika, dan makanan. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa produk yang berada di pasaran memenuhi persyaratan serta terjamin mutu dan keamanannya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan tempat bagi seorang apoteker untuk dapat menjalankan sumpah profesi apoteker yang berkaitan dengan membaktikan hidup guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan. Apoteker di lingkup pemerintahan, khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat memberikan andil di bidang regulasi yang berkaitan dengan produk dan distribusi produk farmasi, kosmetika dan makanan Saran Mengevaluasi dan memperbaiki program SIP-NAP mengenai kepatuhan sarana kesehatan dalam pengisian data di program tersebut Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) setiap pegawai agar lebih baik lagi dalam pembinaan petugas pusat dan daerah, industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi, dan pedagang besar bahan baku farmasi Menjalin kerjasama di bidang akademik dengan beberapa perguruan tinggi berkaitan dengan pendidikan kemandirian wirausaha obat tradisional, bahan baku obat, kosmetika dan makanan. 52

68 53 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. (2011). Rencana Aksi Program Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, tentang Narkotika. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, tentang Psikotropika. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tupoksi. Juni 25, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Laporan Tahunan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Unit Eselon II. Jakarta.

69 LAMPIRAN

70 54 Lampiran 2.1 Struktur Organisai Kementerian Kesehatan

71 55 Lampiran2.2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

72 56 Lampiran 2.3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

73 57 Lampiran 2.4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

74 58 Lampiran 2.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

75 59 Lampiran 2.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

76 60 Lampiran 2.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

77 61 Lampiran 2.8. Alur Proses Perijinan

78 62 Keterangan: PROSES PERIJINAN: 1. Berkas yang telah diserahkan ke subdit 2. Kasubdit mendelegasikan berkas permohonan ke kepala seksi 3. Kepala seksi mendelegasikan berkas ke tim penilai untuk di evaluasi 4. Hasil evaluasi dari penilai diberikan ke Kasie untuk di evaluasi kembali 5. Dari Kasie berkas diserahkan ke subdit untuk dilakukan evaluasi akhir 6. Untuk berkas yang telah lengkap dilakukan pengetikan izin sertifikasi 7. Sertifikat/izin diserahkan ke subdit untuk di cek dan diparaf 8. Kemudian diserahkan ke Direktur untuk diparaf 9. Sertifikat/izin selanjutnya diserahkan ke Dirjen 10. Berkas pemohon yang telah disetujui dan ditandatangani Dirjen diberi nomor dan tanggal pengeluaran 11. Izin yang telah selesai diberikan kepada pemohon sesuai dengan Tata Cara Pengambilan Izin 12. Pemohon membayar PNBP setelah izin selesai 13. Waktu yang diperlukan untuk memproses izin IF, IOT, PBF, dan PBBBFadalah 12 hari kerja setelah dokumen lengkap dan benar.

79 UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI SEDIAAN KOSMETIKA YANG DIPRODUKSI OLEH INDUSTRI KOSMETIKA GOLONGAN A DAN B TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 18 JUNI 29 JUNI 2012 MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

80 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB 1. PENDAHULAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Sediaan Kosmetika Sediaan Bayi Sediaan Kosmetika Mandi Sediaan Kosmetika Mata Sediaan Kosmetika Rambut (bukan cat) Sediaan Kosmetika Rambut (cat) Sediaan Make-up (bukan untuk mata) Sediaan Kosmetika Kuku Sediaan Kosmetika Kebersihan Badan Sediaan Kosmetika Cukur Sediaan Tabir Surya Industri Kosmetika BAB 3. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pengujian Metode Pengkajian BAB 4. PEMBAHASAN Perbedaan Industri Kosmetika Golongan A dan B Sediaan yang diproduksi oleh industri kosmetika golongan A Sediaan yang tidak dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B Sediaan yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B Formula yang terdapat dalam susunan formularium BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN ii

81 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Penggolongan sediaan kosmetika berdasarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan... 4 Tabel 2.2 Bentuk dan jenis sediaan tertentu yang dapat diproduksi oleh Industri kosmetika yang memiliki izin produksi golongan B. 21 Tabel 4.1 Perbedaan industri kosmetika golongan A dan golongan B Tabel 4.2 Bentuk dan jenis sediaan yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B Tabel 4.3 Jumlah sediaan kosmetika yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan A iii

82 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Formula baby oil Lampiran 2. Formula sampo bayi Lampiran 3. Formula baby lotion Lampiran 4. Formula bedak antiseptik Lampiran 5. Formula bath salt Lampiran 6. Formula bath oil Lampiran 7. Formula deodorant roll on Lampiran 8. Formula sediaan cukur.41 Lampiran 9. Formula shampo cair jernih. 42 La,mpiran 10. Formula hair tonic Lampiran 11. Formula pewarna rambut Lampiran 12. Formula bayangan mata Lampiran 13. Formula eye liner Lampiran 14. Formula foundation wajah Lampiran 15. Formula compact powder Lampiran 16. Formula penyegar kulit Lampiran 17. Formula sun tan Lampiran 18. Formula sediaan rias kuku Lampiran 19. Formula pasta gigi Lampiran 20. Formula mouthwasher iv

83 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetika saat ini seolah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian kaum wanita. Hal ini ditandai dengan meningkatnya daya beli masyarakat terhadap produk kosmetika yang diprediksi mencapai 16,0% atau sekitar 12,2 triliun pada tahun 2012 ini. (Wiyantono, Ketua Bidang Perdagangan Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia). Peningkatan ini diprediksi dibuat mengacu pada pertumbuhan rata-rata pasar kosmetika nasional yang melebihi 15% dalam tiga tahun terakhir. Peningkatan penjualan pada pasar kosmetika ini memberikan peluang bagi industri kosmetika untuk dapat memproduksi sediaan kosmetika yang bermutu di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan peluang ini juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memproduksi sediaan kosmetika palsu, tidak memenuhi syarat, dan tidak memiliki izin edar. Guna melindungi masyarakat dari peredaran penggunaan produk kosmetika yang tidak memenuhi syarat, maka disusun Permenkes RI no tahun 2010 tentang Izin Produksi Industri Kosmetika. Industri kosmetika di Indonesia digolongkan atas dua golongan yaitu Industri kosmetika golongan A dan B. Industri kosmetika golongan A adalah industri kosmetika yang dapat memproduksi semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika. Industri kosmetika golongan B adalah industri kosmetika yang dapat memproduksi bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana. (Permenkes RI No tahun 2010) Mendukung isi Permenkes 1175 tahun 2010, SubDirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyusun suatu norma, standar, pedoman, dan kaidah dalam bidang Kosmetika. Salah satu pedoman yang dibuat adalah formularium kosmetika yang saat ini sedang disusun. Formularium kosmetika berisi tentang formula-formula dari berbagai 1

84 2 macam sumber buku kosmetika luar dan dalam negeri, selain itu formularium juga berisi tentang hal-hal yang perlu diketahui dalam pengembangan sediaan kosmetika. Formula-formula yang terdapat dalam formularium dapat dilakukan identifikasi sediaan yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan A dan golongan B. 1.2 Tujuan Mengetahui perbedaan antara industri kosmetika golongan A dan golongan B Memahami jenis-jenis sediaan yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan A dan B Mengetahui jumlah formula yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan A dan B dalam formularium yang disusun.

85 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sediaan Kosmetika Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibr dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. (PERMENKES RI No.1175 Tahun 2010). Kosmetika sangat banyak digunakan dan diproduksi karena cara pembuatan yang membutuhkan teknologi sederhana tidak membutuhkan uji bioavaliabilitas dan bioekivalensi, sehingga biaya produksi lebih rendah dibandingkan dengan obat. Persyaratan sediaan kosmetika yang baik dan memenuhi persyaratan adalah: a. Tidak berisi bahan aktif yang bersifat terapeutik dalam sediaan kosmetika. b. Tidak untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan atau mengurangi penyakit, cacat atau cedera pada manusia. c. Memenuhi semua standar yang berlaku dalam Standar Kosmetika di negara masing-masing. d. Tidak mengandung bahan kimia yang dilarang untuk digunakan. Tingginya jumlah sediaan kosmetika yang beredar di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggolongkan sediaan kosmetika berdasarkan jenis sediaan, kategori, dan sub kategori. Hal ini bertujuan untuk memudahkan permohonan izin industri kosmetika dan untuk memudahkan dalam pengawasan dan pemenuhan persyaratan sediaan kosmetika di pasaran. 3

86 4 Tabel 2.1 Penggolongan sediaan kosmetika berdasarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Peraturan Kepala Badan POM tahun 2010) No. Tipe produk Kategori Sub kategori 1. Krim, emulsi,cair,cairan kental,gel, minyak untuk kulit (wajah, tangan, kaki, dan lain-lain) Sediaan bayi Baby oil Baby lotion Baby cream Sediaan Perawatan kaki kebersihan badan Sediaan perawatan kulit Penyegar kulit Nutritive cream Krim malam Cold cream Krim siang Pelembab Krim untuk pijat (massage cream) Minyak untuk pijat (masaage oil) Gel untuk pijat (masaage gel) Anti jerawat Perawatan kulit, badan, tangan Sediaan perawatan kulit lainnya Pelembab untuk mata (eye mouisturizer) 2. Masker wajah (kecuali produk peeling atau pengelupasan kulit secara kimiawi 3. Alas bedak (cairan kental, pasta, serbuk) 4. Bedak untuk rias wajah, bedak badan, bedak antiseptik, dan lainlain Sediaan perawatan kulit Sediaan rias wajah Sediaan kebersihan badan Sediaan bayi Masker wajah Masker mata Dasar make up (Make up base) Vanishing cream Alas bedak (foundation) Bedak badan Bedak badan antiseptik Bedak bayi

87 5 (lanjutan) 5. Sabun mandi, sabun mandi antiseptik, dan lain-lain Sediaan rias wajah Sediaan perawatan kulit Sediaan bayi Sediaan mandi Bedak wajah (face powder) Bedak cair (liquid powder) Bedak angin Sabun mandi bayi, sabun mandi bayi padat Sabun mandi, sabun mandi padat Sabun mandi antiseptik, sabun mandi antiseptik padat 6. Sediaan wangi-wangian Sediaan bayi Baby cologne Sediaan wangiwangian Eau de toiltte 7. Sediaan mandi (garam mandi, busa mandi, minyak, gel, dan lain-lain) Sediaan mandi Sediaan bayi Sediaan perawatan kulit Eau de parfum Eau de cologne Pewangi badan Sediaan wangiwangian lainnya Sabun mandi cair Sabun mandi antiseptik cair Busa mandi Minyak mandi Garam mandi Serbuk untuk mandi Sediaan untuk mandi lainnya Sabun mandi bayi, sabun mandi cair untuk bayi Lulur Mangir 8. Depilatori Sediaan rambut Depilatory 9. Deodoran dan antiperspiran Sediaan kebersihan badan Deodoran Anti perspiran Deodoranantiperspiran

88 6 (lanjutan) 10. Sediaan untuk rambut Sediaan pewarna rambut 11. Sediaan cukur (krim, busa, cair, cairan kental, dan lain-lain) 12. Sediaan rias mata, rias wajah, sediaan pembersih rias wajah dan mata Sediaan rambut Sediaan bayi Sediaan cukur Sediaan rias mata Sediaan rias wajah Pewarna rambut Aktivator Tata rias rambut fantasi Pemudar warna rambut (hair lightener) Pengeriting rambut (permanent wave) Pelurus rambut (hair straighner) Hair styling Sampo Sampo ketombe Pembersih rambut dan tubuh Hair and body wash Pomade Hair conditioner Tonik rambut Sampo bayi Sediaan pra cukur Sediaan cukur Sediaan pasca cukur Pensil alis Bayangan mata Eye liner Products for making-up and removing make up from the face and the eyes Mascara Sediaan rias mata lainnya Bedak padat (compact powder) Pemerah pipi (blus on) Tata rias panggung Tata rias pengantin Make up kit Sediaan rias wajah lainnya

89 7 (lanjutan) Sediaan perawatan kulit 13. Sediaan perawatan dan rias bibir Sediaan rias wajah 14. Sediaan perawatan gigi dan mulut Sediaan hygiene mulut Pembersih kulit muka Penyegar kulit muka Astringent Lip color Lip liner Lip gloss Lip shine Lip care Pasta gigi (dentrifices) Mouth washes Penyegar mulut Sediaan hygiene lainnya 15. Sediaan perawatan dan rias kuku Sediaan kuku Base coat Top coat Nail dryer Nail extender/nail elongator Nail strenghthener Nail hardener Pewarna kuku Pembersih pewarna kuku (nail polish remover) 16. Sediaan untuk organ kewanitaan bagian luar 17. Sediaan mandi surya dan tabir surya 18. Sediaan untuk menggelapkan kulit tanpa berjemur Sediaan kebersihan badan Sediaan tabir surya Sediaan mandi surya Sediaan untuk menggelapkan kulit 19. Sediaan pencerah kulit Sediaan perawatan kulit 20. Sediaan anti-wrinkle Sediaan perawatan kulit Feminine hygiene Sediaan tabir surya Sediaan mandi surya Sediaan untuk menggelapkan kulit tanpa berjemur Krim pencerah kulit sekitar mata Eye cream Wrinkle smoothing remover Anti aging cream Krim antiwringkle sekitar mata

90 8 2.2 Sediaan Bayi Sediaan kosmetika bayi adalah sediaan kosmetika yang dibuat dan digunakan khusus untuk bayi. Pada umumnya penggunaan sediaan kosmetika bayi bertujuan untuk membersihkan, melembutkan, serta melindungi kulit bayi atau dengan kata lain perkataan sediaan kosmetika bayi adalah sediaan yang berguna untuk menyegarkan serta mencegah adanya kelainan pada kulit bayi. Persyaratan untuk sediaan kosmetika bayi adalah bahan-bahan yang digunakan harus ama, netral dan murni. Hal ini disebabkan karena kulit bayi sangat halus dan sangat peka terhadap iritasi, kuman/bakteri, sinar matahari, angin dan gesekan. Persyaratan maksimum untuk cemaran mikroba dengan angka lempeng total (ALT) tidak lebih dari 5x 10 2 dan hasil pemeriksaan untuk bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Candida Albicans, Clostridium Tetani, Clostridium welchii, dan Bacillus anthracis harus negatif. (Badan Pengawas Obat dan Makanan, Persyaratan cemaran mikroba pada kosmetika, 1994). Tujuan penggunaan sediaan kosmetika pada bayi secara spesifik adalah: a. Sebagai emolien untuk melinudgi kulit bayi yang kering b. Mencegah iritasi karena kulit bayi cenderung sensitif dan lembab sehingga, menyebabkan pertumbuhan bakteri yang dapat merusak kulit. c. Membersihkan tubuh bayi untuk menghilangkan kotoran. d. Mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, daya tahan tubuh bayi umumnya masih rentan sehingga, mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau jamur. e. Mencegah infeksi, kulit bayi yang terserang oleh mikroorganisme dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau inflamasi yang memungkinkan masuknya mikroorganisme dan menimbulkan peradangan seperti ruam kulit, gatal-gatal, dan bentol.

91 9 Sediaan bayi digolongkan atas beberapa jenis sediaan, yaitu: minyak bayi (baby oil), baby lotion, baby cream, bedak bayi, sabun mandi bayi, baby cologne, sabun bayi, sampo bayi Minyak bayi (Baby oil) Sediaan kosmetika berupa minyak yang digunakan untuk membersihkan kulit, menghilangkan bedak atau krim, untuk melindungi kulit terhadap penguapan yang berlebihan, dan untuk mencegah pecah kulit disebut minyak bayi (baby oil).tujuan penggunaan minyak bayi adalah menahan radiasi panas, mengontrol pertumbuhan mikroorganisme dengan penambahan antiseptik, dan menyerap uap lembab serta mencegah luka pada kulit bayi. Persyaratan untuk sediaan bayi (baby oil) adalah bahan-bahan yang digunakan harus aman, netral dan murni. (Formularium Kosmetika Indonesia, 1985) Sediaan kosmetika minyak bayi digunakan dengan bantuan kapas, dioleskan pada daerah yang kotor. Minyak bayi meninggalkan lapisan pada kulit yang berefek perlindungan pada udara, air, keringat, atau sisa buang air kecil bayi. Jika penggunaannya berlebihan atau terlalu banyak, maka dapat menutupi keluarnya keringat Baby lotion Sediaan kosmetika bayi yang berguna untuk membersihkan kotoran-kotoran pada kulit bayi yang larut dalam air disebut baby lotion. Pada umumnya lotion bayi memberikan sensasi segar dan dingin pada kulit bayi. Lotion bayi bisa berbentuk suspensi ataupun emulsi (biasanya emulsi minyak dalam air, yang disenangi konsumen karena mudah dicuci oleh air). Kedalam sediaan lotion bayi biasanya ditambahkan antiseptik heksaklofan atau sulfatiazol. Persyaratan khusus yang harus diperhatikan untuk sediaan kosmetika baby lotion adalah: a. Tidak menimbulkan iritasi pada kulit b. Tidak menganggu aktivitas fisologi kulit

92 10 c. Tidak menghalangi keluarnya keringat d. Tidak menimbulkan lapisan tipis pada permukaan kulit Baby cream Krim adalah sediaan jenis emulsi dimana dua cairan yang tidak bercampur, seperti air dan minyak, dibuat menjadi satu dispersi stabil dengan membuat satu fase dispersi dan menyebar melalui yang lain yang bertindak sebagai medium dispersi. Umumnya sediaan krim ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit. Dalam bentuk semi solid krim stabil dalam range yang cukup lebar daripada losion susu dan beminyak, dengan humektan serta air dapat digunakan dalam jumlah yang lebih banyak. (New Cosmeticology, Mitsui 341) Krim bayi digunakan untuk menjaga kelembutan dan kelembaban kulit bayi, membersihkan kotoran bayi dan dapat memberikan efek mendinginkan terutama pada lipatan kulit bayi. Pada umumnya krim bayi terbentuk emulsi air dalam minyak (A/M), jadi kadar lemaknya tinggi. Sebagai dasar dari krim sering dibuat sera, lanolin, oleum ricini, sabun sebagai emulgator. Untuk menstabilkan emulsi dapat digunakan Al, Zn, Mg, Ca stearat atau oleat. Kedalam krim bayi sering ditambahkan suatu antiseptika ZnO sebanyak 2-10%, antifungisida, vitamin, antipruritik, anestetik, sunscreen agent Bedak bayi (Baby powder) Sediaan kosmetika bayi yang digunakan untuk menyerap keringat dan mencegah luka karena gesekan dan karena partikelnya mempunyai luas permukaan yang luas, maka dapat digunakan untuk mendinginkan. Syarat bedak bayi adalah harus dapat mencegah, gesekan, harus dapat menyebar dengan bai, luas permukaannya besar. Zat-zat yang digunakan dalam sediaan bedak bayi adalah 1. Zat pembawa, dalam pembuatan bedak bayi, zat pembawa yang paling sering digunakan adalah talc. Talc juga berfungsi sebagai zat pelicin dan penghalus serta dapat menempel lama pada kulit.

93 11 Pada penggunaanya talcum harus disterilkan dahulu, dan harus bebas dari bakteri Bacillus antrachis, Chlostridium tetani, dan Chlostridium welcii karena sifatnya yang mudah tercemar. 2. Zat penyerap, pada bedak talcum kurang menyerap air maka pada sediaan bedak bayi sering ditambahkan penyerap seperti amylum, kaolin, magnesium carbonat dll. 3. Zat pelekat, pada sediaan bedak bayi juga sering ditambahkan zat pelekat seperti alumunium, zinc, magnesium stearat, lemak-lemak atau cetyl alkohol, steril alkohol (kadar 0,5-1,5%), ZnO (2-5%). Namun, penggunaan logam-ligam berat ini sering mengiritasi kulit jadi penggunaanya harus diperhatikan Sabun mandi bayi Sabun bayi adalah sediaan kosmetika bayi yang berguna untuk menjaga kehalusan, kelembutan, serta kesegaran kulit bayi. Pada umumnya sabun bayi mempunyai ph 10, dibuat secara dicetak dan berbentuk putih keras, mengandung banyak lemak dan merupakan sabun lunak sehingga, tidak mengiritasi kulit. Sabun bayi biasanya dibuat dari reaksi antara asam lemak tinggi yang terdapat dalam minyak lemak (oleum olivarum, oleum cocos) dengan alkali (NaOH, KOH) dan dapat juga ditambahkan antiseptik ringan seperti heksaklorofin, triklorkarbanilid, dll. Persyaratan untuk sabun mandi bayi adalah tidak mengiritasi kulit dan tidak menimbulkan dermatitis pada kulit Baby cologne Baby cologne merupakan sediaan kosmetika bayi yang digunakan untuk tujuan mengharumkan tubuh bayi. Jenis aroma pewangi yang digunakan dalam baby cologne kadarnya yang sangat rendah dan bersifat ringan karena kulit bayi yang masih sensitif, maka zat pewangi yang diperbolehkan adalah zat pewangi (terdiri dari campuran minyak atsiri).

94 Sampo bayi Sampo bayi adalah suatu sediaan kosmetika bayi yang berguna untuk membersihkan rambut dan kulit kepala bayi. Zat berkhasiat dalam sampo bayi ini adalah detergen (surfaktan) yang mempunyai sifat untuk menurunkan tegangan permukaan, sehinggan lemak dan kotoran yang menempel pada kulit kepala bayi dapat dihilangkan. Detergen (surfaktan) yang digunakan dalam smapo bayi adalah yang daya iritasinya rendah karena jika menggunakanyang daya iritasinya tinggi maka akan membuat mata bayi susah berkedip. Hal ini biasa terjadi karena surfaktan yang daya iritasinya tinggi akan berpengaruh terhadap otot yang ada pada mata dimana terdapat syaraf-syaraf pada mata yang akan terganggu, sehingga membuat mata sukar berkedip. Perbedaan antara sampo untuk orang dewasa dan bayi adalah pada sifat detergen yang digunakan dalam sampo bayi adalah surfaktan yang mempunyai daya anastesi terhadpa selaput lendir mata. Contoh surfaktan yang sering digunakan pada sampo bayi adalah surfaktan non ionik hasil kondensasi polietilenoksida dengan alkil, hasil kondensasi asam lemak dengan amin-amin, lanoloin teretoksilasi, dan senyawa alkil atau aril dari polietilenoksida. Pada sediaan sampo bayi sering juga ditambhkan surfaktan sekunder yang fungsinya untuk memperbanyak busa. Pada pembuatan sampo bayi juga harus diperhatikan ph-nya. ph nya harus sesuai dengan ph mata untuk mengatur ph tersebut digunakan suatu larutan buffer. 2.3 Sediaan kosmetika mandi (New cosmetic science, Mitsui) Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam air mandi, selama mandi atau segera setelah mandi. Tujuan penggunaan sediaan kosmetika mandi antara lain adalah untuk membersihkan tubuh, mampu melunakkan air sadah, memberi keharuman dan rasa segar, menghaluskan dan melembutkan kulit, memberi warna pada air mandi dan menghindari noda kotor pada bak mandi. Sedian kosmetika mandi diantaranya adalah

95 13 minyak mandi (bath oil), garam mandi (bath salt), serbuk untuk mandi (bath powder), sabun mandi padat dan sabun mandi cair. Persyaratan untuk sediaan kosmetika mandi adalah tidak mengiritasi kulit, cemaran mikroba dengan angka lempeng total tidak lebih dari 10 dan hasil pemeriksaan untuk bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Candida albicans harus negatif. (BPOM, Persyaratan cemaran mikroba pada kosmetika 1994) Minyak mandi (bath oil) Minyak mandi merupakan sediaan kosmetika yang mengandung cairan dari hewan dan minyak tumbuhan, hidrokarbon, alkohol yang tinggi dan minyak ester. Bahan-bahan ini digunakan untuk mensupplai minyak pada kulit dan untuk menjaga kulit untuk tetap terlihat indah dengan mencegah penguapan kelembaban dan membuat lembut dan halus. Minyak mandi dapat diklasifikasikan sebagi berikut tergantung pada bentuk sediaannya (larutan, dispersi, dll) setelah ditambahkan untuk mandi: 1. Jenis mengambang (tetesan minyak mengapung di permukaan) 2. Jenis menyebar (minyak film yang tersebar di permukaan) 3. jenis dispersi (minyak bentuk dispersi partikel sangat halus dalam air mandi) 4. Jenis susu (minyak membentuk dispersi keruh di air mandi) (New cosmetic science, Mitsui) 2.4 Sediaan kosmetika mata (New cosmetic science, Mitsui) Sediaan kosmetika yang digunakan untuk memperindah daerah sekitar mata. Sediaan kosmetika mata terdiri dari eye liner, mascara, eye shadow, eyebrow cosmetic, eye makeup remover, eye wrinkle care products, false eyelashes and adhesive. Persayaratan kosmetika harus memenuhi, persayaratan: 1. Tidak mengiritasi mata, karena diaplikasikan disekitar mata 2. Mudah untuk digunakan

96 14 3. Lebih cepat kering 4. Mudah untuk dibersihkan 2.5 Sediaan kosmetika rambut (bukan cat) (FDA Cosmetics Handbook) Sediaan kosmetika rambut (bukan cat) adalah sediaan kosmetika yang berguna untuk pemeliharaan atau perawatan serta pengobatan agar rambut tetap sehat, bagus dan menarik. Produk perawatan rambut, seperti semua kosmetik lainnya, harus diuji secara menyeluruh untuk menentukan jenis dan derajat iritasi yang mungkin terjadi saat bersentuhan dengan mata dan untuk memastikan bahwa produk yang dipasarkan tidak terkontaminasi dan tidak akan terkontaminasi selama penggunaan normal. 2.6 Sediaan kosmetika pewarna rambut (cat) (FDA Cosmetics Handbook) Sediaan kosmetika rambut (cat) adalah sediaan kosmetika yang berguna untuk merubah atau memperjelas warna rambut seseorang. Produk pewarna rambut dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu, permanen, warna rambut semi permanen dan sementara. Pewarna rambut permanen merupakan produk pewarna rambut paling populer. Pewarna rambut permanen dibagi lagi menjadi pewarna rambut oksidasi dan pewarna rambut yang progresif. Produk rambut oksidasi pewarna terdiri dari: a. Larutan intermediet pewarna, misalnya, p-fenilena-diamina, yang merupakan pewarna rambut pada reaksi kimia, dan pemberi warna, misalnya 2-nitro-p-fenilena-diamina, yang sudah terdapat pewarna dan ditambahkan untuk mencapai warna yang diinginkan, menggunakan amoniak cair yang mengandung sabun, deterjen dan bahan pendingin. b. Larutan hidrogen peroksida, biasanya 6%, dalam air atau lotion krim.

97 15 Larutan zat basa atau amonia dan peroksida hidrogen solusi, yang sering disebut pengembang, dicampur saat sebelum aplikasi untuk rambut. Campuran diterapkan menyebabkan rambut mengembang dan intermediet zat warna (dan memberikan pewarna) menembus batang rambut sampai batas tertentu sebelum mereka sepenuhnya bereaksi satu sama lain dan hidrogen peroksida dan membentuk pewarna rambut. Produk rambut semi-permanen dan sementara pewarna adalah solusi (dalam bentuk sediaan bubuk kering) daei berbagai batubara tar, yaitu, sintetik organik, pewarna yang memenuhi sebagian besar atau kecil batang rambut. Warna rambut sementara harus kembali diterapkan setelah keramas setiap. Sediaan ini dapat terdiri dari air, pelarut organik, surfaktan dan agen penkondisian. Batubara-tar baik terdaftar dan bersertifikat aditif warna atau pewarna yang disetujui belum dicari. Zat warna mungkin tidak diizinkan non-garam logam atau bahan sayuran (FDA) 2.7 Sediaan make up (bukan untuk mata) (New cosmetics science, Mitsui) Sediaan make up ( bukan untuk mata) adalah sediaan kosmetika yang berguna untuk memperindah, menutupi noda-noda, serta kekurangan yang terdapat pada muka seseorang, pada umumnya digunakan untuk wanita. Fungsi sediaan make up adalah: 1. Mencerahkan warna kulit dan meratakan warna kulit 2. Memberikan rasa kenyal pada kulit 3. Menekan kelenjar keringat dan kelenjar lemak sehingga make up lebih tahan lama. 4. Melindungi kulit dari sinar ultra violet (UV) Sediaan yang termasuk golongan make up (bukan untuk mata) adalah bedak wajah, bedak wajah tabur, bedak padat (compact powder) dan foundation.

98 Sediaan kosmetika kuku (FDA Cosmetics Handbook) Sediaan kosmetika kuku adalah sediaan yang berguna untuk membersihkan, merawat, menghaluskan dan memeperindah kuku. Sediaan kosmetika kuku ini biasanya disebut dengan istilah pedicue menicure. Pengeras kuku sering mengandung formalin sebagai bahan aktif. Meskipun formaldehida bisa mngiritasi kulit atau menyebabkan reaksi alergi, FDA mengizinkan penggunannya sebagai bahan pengeras kuku dengan persyaratan: 1. Mengandung formaldehid tidak lebih dari 5%, 2. Menyediakan pengguna dengan perisai kuku yang yang membatasi aplikasi keujung (dan bukan kuku atau lipat), 3. Melengkapi petunjuk yang memadai untuk penggunaan yang aman dan, 4. Memperingatkan konsumen tentang konsekuensi dari penyalahgunaan dan potensi untuk menyebabkan reaksi merugikan pada pengguna peka. (FDA) 2.9 Sediaan kosmetika kebersihan badan (New cosmetics science, Mitsui) Sediaan kosmetika kebersihan badan adalah semua sediaan kosmetika yang dapat digunakan untuk menjaga kebersihan badan. Salah satu contoh sediaan kebersihan badan adalah deodoran. Deodoran digunakan pada kulit untuk mencegah bau badan yang tidak menyenangkan. Deodoran dapat mengandung sediaan antispetik dan antiperspirant yang mencegah terjadinya bau badan. Bentuk-bentuk sediaan utama adalah cairan, aerosol, salep, gel, bubuk, kue bubuk dan stik tapi yang paling umum adalah bubuk yang mengandung aerosol dan cairan. Terdapat dua tipe serbuk deodoran, salah satunya adalah serbuk dan pencampuran dengan sederhana dan serbuk cetak yang dibuat dengan bubuk cetak seperti cara yang sama untuk dasar kompak.

99 Sediaan kosmetika cukur (New Cosmetic Science, Mitsui) Sediaan kosmetika yang digunakan khusus ole pria dengan maksud untuk mencukur rambut, pada janggut, kumis, dan sekitar dagu disebut sediaan kosmetika cukur. Sediaan kosmetika cukur terdiri dari kosmetika pra cukur, kosmetika cukur, dan kosmetika pasca cukur. Persyaratan untuk kosmetika cukur adalah tidakmengandung bahan-bahan yang dapat menimbulkan iritasi pada daerah sekitar dagu, atas bibir dan sekitar telinga. Sediaan kosmetika cukur umumnya tersedia dalam krim. Tujuan penggunaan dari sediaan kosmetika cukur adalah: a. Memudahkan pisau cukur mencukur rambut pada janggut, kumis, dan sekitar dagu. b. Menghaluskan hadsil cukuran setelah mencukur c. Menghilangkan rasa nyeri pada saat pencukuran Sediaan pra cukur Sediaan pra cukur adalah sediaan yang digunakan sebelum proses pencukuran. Penggunaan sediaan kosmetika pra cukur ini dioleskan pada bagian tubuh yang hendak dicukur dan digunakan dengan menggunakan pisau elektrik. Tujuan penggunaan sediaan ini adalah untuk melapisi atau melicinkan bagian tubuh agar mudah dicukur dan memudahkan pisau elektrik cukur untuk mencukur. Sediaan pra cukur umumnya tersedia dalam bentuk sediaan krim ataupun gel Sediaan cukur Sediaan cukur adalah sediaan kosmetika yang digunakan selama proses pencukuran. Tujuan penggunaan sediaan ini adalah untuk menghilangkan rasa sakit pada saat proses pencukuran Sediaan pasca cukur Sediaan pasca cukur adalah sediaan kosmetika yang digunakan setelah proses pencukuran. Tujuan penggunaan sediaan ini adalah untuk

100 18 membersihkan sisa-sisa rambut hasil pencukuran agar terlihat rapi dan bersih. Sifat dari sediaan pasca cukur ini adalah astringen sehingga, dapat membersihkan atau menyembuhkan hasil cukuran selama proses pencukuran dan mencegah keringnya kulut dan memberikan rasa mendinginkan pada kulit Sediaan tabir surya (New Cosmetic Science, Mitsui) Sediaan yang digunakan untuk melindungi kulit dari sinar radiasi ultraviolet dan mengurangi kerusakan kulit karena sinar UV disebut sediaan tabir surya. Sediaan tabir surya terdiri dari beberapa kelompok, yaitu: a. Kosmetik suntan yang berfungsi untuk mencegah erytema dengan menghalangi sinar UV B masuk dan menghitamkan kulit dengan warna yang menarik. b. Kosmetik sunscreen yang mencegah sinar UV A dan UV B serta mencegah reaksi kulit terhadapa sinar UV. c. Setelah kosmetik pelindung dari cahaya matahari yang digunakan untuk perawatan setelah berjemur. Dalam proses memformulasi sediaan tabir surya perlu diperhatikan nilai SPF ( Sun Protector Factor) yang merupakan nilai kemampuan suatu produk kosmetika tabir surya untuk melindungi kulit dari bahaya sinar matahari atau sinar ultraviolet. Selain sediaan kosmetika tabir surya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Mampu melindungi kulit dari sinar matahari. 2. Harus aman. 3. Harus mudah dibersihkan oleh air. 4. Memberikan rasa nyaman ketika digunakan. 5. Tidak meninggalkan bekas pada pakaian Industri Kosmetika Industri yang memproduksi kosmetika yang telah memiliki izin usaha industri atau tanda daftar industri sesuai ketentuan peraturan

101 19 perundang-undangan yang berlaku disebut Industri kosmetika. (Permenkes RI No Tahun 2010) Persyaratan berdirinya suatu industri kosmetika bergantung dari golongan industri kosmetika golongan A atau B. Izin industri kosmetika berlaku selama 5 tahun. Setiap perubahan golongan, penambahan bentuk dan jenis sediaan, pindah alamat/pindah lokasi, perubahan nama direktur/pengurus, penanggung jawab, alamat di lokasi yang sama, atau perubahan nama industri harus dilakukan perubahan izin produksi. Industri kosmetika terbagi menjadi dua golongan yaitu industri kosmetika golongan A dan golongan B. Industri kosmetika golongan A adalah izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika. Industri kosmetika golongan B adalah izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana. (Permenkes RI No Tahun 2010) Industri kosmetika golongan A Izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat memproduksi semua bentuk dan jenis sediaa kosmetika. Izin produksi kosmetika golongan A diberikan dengan persyaratan: a. Memiliki apoteker sebagai penanggungjawab; b. Memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat; c. Memiliki fasilitas laboratorium, dan d. Wajib menerapkan CPKB Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan A diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut: a. Surat permohonan; b. Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir; c. Nama direktur/pengurus;

102 20 d. Fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus; e. Susunan direksi/pengurus; f. Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi. g. Fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; h. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); i. Denah bangunan yang disahkan oleh Kepala Badan; j. Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat; k. Daftar peralatan yang tersedia; l. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagia apoteker penanggung jawab; m. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) penanggung jawab yang telah dilegalisir Industri Kosmetika golongan B Industri golongan B adalah izin produksi untuk industry kosmetika yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana. Izin produksi industri kosmetika golongan B diberikan dengan persyaratan: a. Memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab; b. Memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan dibuat; dan c. Mampu menerapkan hygiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB. Permohonan izin produksi industry kosmetika golongan B diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut: a. Surat permohonan; b. Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir;

103 21 c. Nama direktur/pengurus; d. Fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus; e. Susunan direksi/pengurus; f. Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi. g. Fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; h. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); i. Denah bangunan yang disahkan oleh Kepala Badan; j. Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat; k. Daftar peralatan yang tersedia; l. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagia apoteker penanggung jawab; m. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Penanggung jawab yang telah dilegalisir. Tabel 2.2 Bentuk dan jenis sediaan tertentu yang dapat diproduksi oleh Industri kosmetika yang memiliki izin produksi golongan B No. Bentuk Sediaan Jenis Sediaan 1. Cair Eau de Cologne Pewangi badan (body mist) Minyak rambut Pembersih kulit muka Penyegar kulit muka Astringent 2. Cairan kental Sabun mandi Minyak mandi (bath oil) Perawatan kaki Sampo Kondisioner Minyak rambut

104 22 (lanjutan) Pembersih rambut dan tubuh (hair and body wash) Pembersih kulit muka Lulur Minyak untuk pijat (massage oil) Hair Creambath 3. Krim Lulur Krim pijat (massage cream) Hair creambath 4. Setengah padat Pomade 5. Padat Sabun mandi Lulur Mangir Bedak angin 6. Serbuk Serbuk untuk mandi (bath powder) Lulur Mangir Bedak angin Deodorant-antiperspirant 7. Suspensi Lulur Bedak (Liquid Powder) Mangir

105 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Juni 29 Juni 2012 yang bertempat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktoral Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Republik Indonesia. 3.2 Metode Pengkajian Metode yang digunakan dalam pengkajian mengenai formula sediaan kosmetika yang dpat diproduksi dan tidak dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B dengan menggunakan studi literatur (studi pustaka). Metode yang dilakukan terdiri dari beberapa tahap yaitu: a. Penulisan formula berdasarkan literatur dari buku-buku teks kosmetika seperti Harry s Cosmeticology 8 th, New Cosmetic Science, Formularium Kosmetika Indonesia 1985, dan Formularium and Fuction of Cosmetics. b. Penyusunan Formularium berdasarkan kategori dan sub kategori dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). c. Indetifikasi jenis sediaan kosmetika yang diproduksi dan tidak dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B. 23

106 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbedaan industri kosmetika golongan A dan golongan B Berdasarkan Permenkes RI no.1175 tahun 2010, perbedaan industri kosmetika golongan A dan golongan B dari segi penanggung jawab, fasilitas produksi dan peralatan serta penerapan CPKB ( Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik). Tabel 4.1 Perbedaan industri kosmetika golongan A dan golongan B No. Perbedaan Golongan A Golongan B 1. Penanggung Jawab Apoteker Tenaga Teknis Kefarmasian 2. CPKB (Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik) dan Wajib Hanya membutuhkan hygiene dan sanitasi hygiene sanitasi 3. Fasilitas produksi Sesuai dengan produk yang Membutuhkan fasilitas dengan teknologi sederhana akan dibuat 4. Laboratorium Wajib ada Tidak wajib 5. Sediaan yang diproduksi Semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika Bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana Penanggung jawab Pada industri kosmetika golongan A, penanggung jawab harus merupakan seorang apoteker karena sediaan kosmetika yang diproduksi dapat dalam semua jenis maupun bentuk sediaan. Apoteker dalam industri kosmetika golongan A dapat menduduki jabatan fungsi dalam struktur organisasi, baik sebagai kepala produksi, kepala quality assurance (QA), dan kepala quality control (QC) sesuai dengan tugas dan tanggung jawab pada masing-masing posisi kunci sesuai dengan Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). 24

107 25 Industri kosmetika golongan B, penanggung jawabnya tidak harus seorang apoteker melainkan seorant tenaga teknis kefarmasian (sarjana, diploma, maupun asisten apoteker (lulusan SMF). Hal ini dikarenakan sediaan yang diproduksi hanya menggunakan peralatan yang sederhana Penerapan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik dan Hygiene Sanitasi) Industri kosmetika golongan A harus memenuhi pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) terdiri dari personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, audit internal, penyimpanan, kontrak produksi dan pengujian, penanganan keluhan dan penarikan produk. Semua yang tercantum dalam pedoman tersebut harus dipenuhi oleh indystri kosmetika golongan A. Industri golongan A dan golongan B harus memenuhi sanitasi dan hygiene yang bertujuan untuk menghilangkan semua sumber potensial kontaminasi dan kontaminasi silang di semua area yang dapat berisiko pada kualitas produk. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene meliputi personalia, bangunan, peralatan, perlengkapan, bahan awal. Lingkungan, bahan pembersih dan sanitasi. Pembersihan dan sanitasi merupaka pertimbangan utama pada saat merancang bangunan dan peralatan dalam suatu pabrik kosmetik. Pembersihan yang baik mempunyai peran yang sangat penting untuk menghasilkan produk dengan kualitas tinggi dan biaya yang rendah (efisien). Pelaksanaan pembersihan dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu: a. Pembersihan rutin (housekeeping cleaning) b. Pembersihan dengan teliti menggunakan bantuan bahan pembersih dan sanitasi (deep cleaning) c. Pembersihan dalam rangka pemeliharaan (maintenance cleaning) (Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yan Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010)

108 Fasilitas dan Produksi Fasilitas produksi industri kosmetika golongan A menggunakan fasilitas peralatan yang modern dengan teknologi tinggi. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik hendaklah memiliki rancang bangun yang tepat, ukuran memadai, dan sesuai dengan ukuran bets yang dikehendaki. Peralatan tidak boleh bereaksi dengan bahan/produk, mudah dibersihkan/disanitasi serta diletakkan di lokasi yang tepat, sehingga terjamin keamanan dan keseragaman mutu produk yang dihasilkan serta aman bagi personil yang mengoperasikan. (Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yan Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010) Fasilitas laboratorium pada industri kosmetika golongan A wajib dipenuhi karena harus melakukan pengujian mutu sediaan kosmetika dan merupakan syarat fasilitas produksi sesuai dengan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Industri kosmetika golongan B hanya menggunkan fasilitas sederhana dengan peralatan manual atau dengan menggunakan mesin dengan sistem yang sederhana. Dala pemeliharaan fasilitas produksi berupa mesin harus memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi. (Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika yang meiliki izin produksi golongan B, tahun 2011) Sediaan yang diproduksi Industri kosmetika golongan A dapat memproduksi semua jenis dan bentuk sediaan kosmetika. Industri golongan B hanya dapat memproduksi jenis dan bentuk sediaan kosmetika tertentu sesuai dengan peralatan sederhana yang dimiliki. Industri kosmetika golongan B dilarang memproduksi jenis sediaan untuk bayi dan sediaan yang mengandung bahan antiseptik, antiketombe, pencerah kulit dan tabir surya. (Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika yang meiliki izin produksi golongan B, tahun 2011)

109 Sediaan yang diproduksi oleh industri kosmetika golongan A Industri kosmetika golongan A dapat memproduksi semua jenis dan bentuk sediaan kosmetika. Hal ini dikarenakan peralatan dan fasilitas yang dimiliki oleh industri kosmetika golongan A telah mengikuti Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Peralatan dan fasilitas yang lengkap menunjang segala aktivitas pengujian yang dibutuhkan untuk dapat memberikan kepastian klaim atas produk kosmetika yang dibuat. 4.3 Sediaan yang tidak dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B Industri kosmetika golongan B dilarang memproduksi jenis sediaan untuk bayi dan sediaan yang mengandung antiseptik, antiketombe, pencerah kulit dan tabir surya. (Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika yang meiliki izin produksi golongan B, tahun 2011). Hal ini dikarenakan pada industri kosmetika golongan B hanya menggunakan teknologi sederhana dalam proses produksi dan tidak memiliki laboratorium untuk pengujian bahan-bahan yang berkhasiat. Peralatan yang digunakan untuk produksi industri kosmetika golongan B adalah peralatan manual atau menggunakan mesin dengan teknologi sederhana. Contoh peralatan yang digunakan pada industri kosmetika golongan B adalah mixer, homogenizer, lumpang alu, dan timbangan. Peralatan sederhana tersebut mudah dibersihkan dan tidak membutuhkan perawatan khusus. Pembersihan peralatan hanya dilakukan secara berkala dan disemprotkan desinfektan. Pada industri kosmetika golongan B tidak terdapat fasilitas laboratorium. Fasilitas pada industri kosmetika golongan B hanya terdapat ruangan untuk pencampuran, penimbangan, dan pengemasan yang ditempatkan pada ruangan yang terpisah.

110 Sediaan bayi Industri kosmetika golongan B dilarang memproduksi sediaan bayi karena sediaan bayi membutuhkan pengujian mikroba, sehingga dibutuhkan fasilitas laboratorium. Pemeriksaan mikroba dalam sediaan bayi sangat penting karena kulit bayi yang sensitif dapat menyebabkan iritasi kulit. Mikroba atau bakteri yang tidak terkontrol pada penggunaan sediaan bayi dapat menyerang system imun bayi yang masih lemah dan dapat menyebabkan penurunan kesehatan bayi Sediaan kosmetika yang mengandung antiseptik Tidak adanya sarana laboratorium, pada industri kosmetika golongan B menyebabkan sulitnya pengujian untuk sediaan yang mengandung antiseptik. Sediaan yang mengandung antiseptik harus dapat diuji aktivitasnya terhadap mikroba dan bakteri tertentu. Pengujian ini membutuhkan peralatan laboratorium yang lengkap dengan kondisi ruangan pengujian yang sesuai dengan siklus hidupnya bakteri atau mikroba Sediaan tabir surya Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang ditujukan untuk melindungi kulit dari sengatan matahari yang dalam komponen bahanyya terdapat bahan yang berfungsi sebagai sun protector. Untuk pengujian sediaan tabir surya harus diukur kemampuannya agar sediaan tersebut dapat melindungi kulit dari sengatan matahari yang diukur dengan SPF (sun protector factor). Sun protector factor (SPF) adalah suatu jumlah pada skala untuk penilaian tingkat perlindungan yang idberikan oleh tabir surya yang memungkinkan untuk mengetahui berapa lama dapat bertahan dibawah sinar matahari sebelum terbakar. Saat ini SPF hanya mengacu pada perlindungan terhadap radiasi UVB. SPF 30, bila diterapkan dengan benar dapat melindungi kulit sebesar 90-95% dari sinar UV B. (

111 Sediaan kosmetika yang mengandung antiketombe Ketomber merupakan sisa-sisa dari kotoran rambut yang disebabkan oleh bakteri yang terdapat pada kulit kepala dan menimbulkan rasa gatal, rusaknya kulit kepala, dan rontoknya rambut. Ketombe disesbabkan oleh mikroba dan bakteri yang menyerang kulit kepala. Tidak adanya sarana laboratorium pada industri kosmetika golongan B menyebabkan sulitnya pengujian untuk sediaan yang mengandung antiketombe. Sediaan yang mengandung antiketombe harus dapat diuji aktivitasnya terhadap mikroba atau bakteri tertentu. Pengujian ini membutuhkan peralatan laboratorium yang lengkap dengan kondisi ruangan pengujian yang sesuai dengan siklus hidupnya bakteri atau mikroba penyebab ketombe Sediaan untuk pencerah kulit Pada sediaan pencerah kulit dibutuhkan tempat pengujian laboratorium guna mengukur aktivitas sediaan tersebut dalam mencerahkan kulit. Industri kosmetika golongan B tidak memiliki sarana laboratorium untuk pengujian, sehingga dalam produksi sediaan tersebut dilarang oleh pemerintah. 4.4 Sediaan kosmetika yang dapat diproduksi industri kosmetika golongan B Tabel 4.2 Bentuk dan jenis sediaan yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B No. Bentuk sediaan Jenis sediaan 1. Cair Eau de cologne Pewangi badan (body mist) Minyak rambut Pembersih kulit muka Penyegar kulit muka Astringent

112 30 (lanjutan) 2. Cairan kental Sabun mandi Minak mandi (bath oil) Perawatan kaki Sampo Kondisioner rambut Minyak rambut Pembersih rambut dan tubuh (hair and body wash) Pembersih kulit muka Lulur Minyak untuk pijat (massage oil) termasuk rempah-rempah Perawatan kulit, badan, tangan 3. Krim Lulur Krim pijat (massage cream) Hair creambath 4. Setengah padat Pomade 5. Padat Sabun mandi Lulur Mangir Bedak angin 6. Serbuk Serbuk untuk mandi (bath powder) Lulur Mangir Bedak badan Deodoran-antiperspiran 7. Suspensi Lulur Bedak (liquid powder) Mangir

113 31 Sediaan yang tertera pada tabel dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B karena dalam cara produksinya hanya membutuhkan peralatan manual atau mesin dengan teknologi yang sederhana. Sediaan tersebut juga tidak membutuhkan fasilitas laboratorium untuk pengujian. 4.5 Formula yang terdapat pada susunan formularium Hasil identifikasi formula pada tiap-tiap jenis sediaan yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika terdapat 519 jenis formula pada masing-masing sediaan kosmetika. Data yang digunakan dalam kajian ini adalah sediaan kosmetika yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan A dan industri kosmetika golongan B. Berikut hasil yang sudah diidentifikasi, disajikan dalam table 4.3 Tabel 4.3 Jumlah sediaan kosmetika yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan A Bentuk sediaan Jenis sediaan Jumlah Sediaan bayi Sabun mandi bayi dan 0 pembersih lainnya Sampo bayi 2 Bedak bayi 4 Baby lotion, baby cream 23 Baby oil 3 Sediaan mandi Sabun mandi, sabun cair 4 Sabun mandi antiseptik 0 Busa mandi 2 Bath salt 17 Bath oil 3 Serbuk untuk mandi 3 Sediaan untuk mandi lainnya 1 Sediaan kebersihan Deodoran-antiperspiran 40 badan Feminine hygiene 0

114 32 (lanjutan) Bedak badan, bedak 11 antispetik Perawatan kaki 0 Sediaan cukur Sediaan pra cukur 16 Sediaan cukur 25 Sediaan pasca cukur 9 Sediaan wangi-wangian Eau de toillete 0 Pewangi badan 0 Parfum 0 Sediaan rambut Sampo 32 Sampo ketombe 0 Hair rinse 6 Hair creambath 0 Hair tonic 1 Hair styling 2 Hair dressing/pomade 19 Permanent wave 2 Neutralizer 1 Hair straighner 0 Depilatory 3 Sediaan pewarna rambut Pewarna rambut permanen 17 Pewarna rambut semi 5 permanen Pewarna rambut fantasi 18 Pemudar rambut 2 Sediaan rias mata Pensil alis 1 Bayangan mata 30 Eye liner 3 Mascara 33 Eye foundation 0

115 33 (lanjutan) Eye make up-removal 3 Penipis rias mata 2 Sediaan rias wajah Make up base 0 Foundation 5 Vanishing Cream 4 Bedak wajah, cair, padat 17 Blush-on 4 Lip gloss 0 Lip liner 0 Lip color 18 Make up-kit 0 Tata rias pengantin 0 Sediaan perawatan kulit Pembersih kulit muka 3 Penyegar kulit 2 Astringen 0 Masker 3 Peeling lulur 0 Mangir 0 Nutritive cream 9 Night cream 3 Cold cream 4 Moisturizer 1 Skin bleach 0 Krim pijat 23 Anti jerawat 0 Perawatan kulit, badan, 3 tangan Sediaan tabir surya dan Sediaan tabir surya 9 mandi surya Sediaan mandi surya 1

116 34 (lanjutan) Sediaan kuku Sediaan perawatan kuku 4 Base coat 13 Pengering kuku 1 Penguat kuku 1 Pengeras kuku 1 Pembersih pewarna kuku 8 Culticle remover 16 Sediaan rias kuku 3 Sediaan hygiene mulut Pasta gigi 12 Mouthwasher 6 Mouth freshner 2 Industri kosmetika golongan A dapat memproduksi semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika. Pada susunan formularium diperoleh 32 formula untuk sediaan bayi dengan jumlah formula terbanyak pada sediaan baby lotion atau baby cream yaitu 23 formula. Pada susunan formularium diperoleh 30 formula untuk sediaan mandi dengan jumlah terbanyak pada sediaan bath salt yaitu 17 formula. Pada sediaan perawatan kulit diperoleh 51 jenis formula dengan jumlah formula terbanyak untuk deodorant-antiperspirant sebanyak 40 formula. Pada sediaan cukur diperoleh 50 formula dengan jumlah formula terbanyak untuk sediaan cukur sebanyak 25 formula. Pada sediaan wangi-wangian tidak terdapat formula yang dicantumkan. Pada sediaan perawatan rambut diperoleh jumlah formula sebanyak 62 formula dengan formula terbanyak pada sediaan sampo yaitu 32 formula. Pada sediaan pewarna rambut terdapat 42 formula dengan formula terbanyak pada sediaan tata rambut fantasi yang berjumlah 18 formula. Pada sediaan rias mata terdapat 69 formula dengan formula terbanyak pada sediaan mascara dengan jumlah 33 formula. Pada sediaan rias wajah terdapat 48 formula dengan jumlah formula terbanyak pada sediaan lip color. Pada sediaan perawatan kulit terdapat 51 formula dengan formula terbanyak pada sediaan cream pijat dengan 23 formula.

117 35 Pada sediaan rias kuku diperoleh 47 jenis formula dengan formula terbanyak pada sediaan culticle remover sebanyak 18 formula. Pada sediaan mandi surya dan tabir surya terdapat 10 jenis formula dengan formula terbanyak pada sediaan mandi surya sebanyak 9 formula. Pada sediaan hygiene mulut terdapat 20 jenis sediaan dengan jumlah formula terbanyak pada sediaan pasta gigi sebanyak 12 jenis formula. Dari tabel diatas diperoleh jenis formula terbanyak terdapat pada kategori sediaan rias mata sebanyak 69 formula dan 40 formula untuk sub kategori sediaan deodoran-antiperspirant. Tabel 4.4 Jumlah sediaan kosmetika yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B Jenis sediaan Jumlah Eau de cologne 0 Pewangi badan (body mist) 0 Minyak rambut 0 Pembersih kulit muka 3 Penyegar kulit muka 2 Astringent 0 Sabun mandi 4 Minyak mandi (bath oil) 3 Perawatan kaki 0 Sampo 32 Kondisioner (hair conditioner) 6 Pembersih rambut dan tubuh 3 (hair and body wash) Lulur 0 Minyak untuk pijat (massage 23 oil) termasuk rempah-rampah Perawatan kulit, badan, tangan 3 Pomade 19 Bedak angin 0

118 36 (lanjutan) Serbuk untuk mandi (bath 3 powder) Bedak badan 11 Deodoran-antiperspirant 40 Bedak (liquid powder) 17 Industri kosmetika golongan B hanya dapat memproduksi bentuk sediaan dan jenis sediaan tertentu sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM. Dari tabel diatas diperoleh jenis formula untuk sediaan eau de cologne, pewangi badan (body mist), minyak rambut, astringent, perawatan kai, lulur dan bedak angin tidak terdapat jenis formula dengan susunan formularium. Pada sediaan pembersih muka terdapat 2 jenis formula dan sediaan penyegar muka terdapat 3 jenis formula. Untuk sediaan sabun mandi terdapat 4 jenis formula dan minyak mandi (bath oil) terdapat 3 jenis formula. Pada sediaan sampo terdapat 32 jenis formula dan 6 jenis formula hair conditioner. Pada sediaan pembersih rambut dan tubh (hair and body wash) terdapat 3 jenis formula dan pada 23 jenis formula pada sediaan minyak untuk pijat (massage oil) termasuk rempah-rempah. Pada sediaan perawatan kulit, badan, tangan terdapat 3 jenis formula dan 19 jenis formula pada sediaan pomade. Pada sediaan serbuk untuk mandi (bath powder) terdapat 3 jenis formula dan 11 jenis formula pada sediaan bedak badan. Pada sediaan deodorant-antiperspirant terdapat 40 jenis formula dan 17 jenis formula pada sediaan bedak (liquid powder). Sediaan deodorant-antiperspirant memiliki jenis formula terbanyak yaitu 40 jenis formula.

119 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Perbedaan industri kosmetika golongan A dan golongan B berdasarkan Permenkes RI no Tahun 2010 yaitu: No. Perbedaan Golongan A Golongan B 1. Penanggung Jawab Apoteker Tenaga Teknis Kefarmasian 2. CPKB (Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik) dan Wajib Hanya membutuhkan hygiene dan sanitasi hygiene sanitasi 3. Fasilitas produksi Sesuai dengan produk yang Membutuhkan fasilitas dengan teknologi sederhana akan dibuat 4. Laboratorium Wajib ada Tidak wajib 5. Sediaan yang diproduksi Semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika Bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana Sediaan kosmetika yang dilarang diproduksi oleh industri kosmetika golongan B adalah sediaan kosmetika yang mengandung antiseptik dan pencerah wajah, sediaan anti ketombe, sediaan tabir surya dan sediaan bayi Pada Formularium yang disusun sediaan yang diproduksi oleh industri kosmetika golongan A terdapat jumlah formula terbanyak untuk kategori sediaan rias mata sebanyak 69 jenis formula dan 40 jenis formula untuk sub kategori sediaan deodoran- antiperspirant Pada formularium yang disusun untuk sediaan yang diproduksi oleh industri kosmetika golongan A terdapat sediaan yang belum ada formulanya untuk sediaan sabun mandi bayi dan pembersih lainnya, sabun mandi antiseptik, femine hygiene, perawatan kaki, eau de 37

120 38 toillete, pewangi badan, parfum, sampo ketombe, hair creambath, hair straighner, eye foundation, make up-base, lip gloss, lip liner, make up-kit, tata rias pengantin, astringen, pelling lulur, mangir, skin bleach, anti jerawat Pada formula yang disusun untuk sediaan yang dapat diproduksi oleh industri kosmetika golongan B terdapat jumlah terbanyak yaitu 40 jenis formula pada sediaan deodorant-antiperspirant dan sediaan yang tidak ada formulanya adalah sediaan eau de cologne, pengharum badan, minyak rambut, astringent, perawatan kaki, dan lulur. 5.2 Saran Penulisan untuk formula pada formularium yang belum lengkap hendaknya dilengkapi agar mudah untuk mengetahui formula dasar kosmetika dengan aplikasi dan bahan yang mudah diterapkan Penyusunan formularium untuk industri kosmetika golongan A dan industri kosmetika golongan B hendaknya dipisah, sehingga industri kosmetika golongan B memiliki formularium khusus dan mudah menerapkannya Dalam penyususnan formularium tiap masing-masing sediaan hendaknya dipilih formula yang paling mudah diterapkan di Indonesia dan masing-masing sediaan hendaknya memiliki 5 jenis formula yang tercantum.

121 DAFTAR ACUAN Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Kesehatan RI no.1175 tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Australian Government Departement of Helath and Ageing Cosmetics-new regulation: Sydney. NICNAS. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2011 tentang bentuk dan jenis sediaan kosemtika tertentu yang dapat diperiksa oleh industri kosmetika golongan B. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (1994). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 1994 tentang persyaratan cemaran mikroba dalam kosmetika. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Mitusi J New Cosmetic Science. Japan: Shiseido Co.Ltd Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2010). Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Rieger MM Harry s cosmeticology.8 th. New York: Chemical Publishing Co.Inc. Jellinek JS Formulation and Function of Cosmetics. New York: Willey Interscience Kevin D. Grimes, Spencer M. Reese, Steven A. Richards FDA Cosmetics Handbook. Colorado: Grimes& Reese, P.L.L.C. 39

122 LAMPIRAN

123 40 Lampiran 1. Formula baby oil bayi Formula % Minyak mineral 27,00 Lanolin 68,00 Heksadesilalkohol 5,00 Parfum secukupnya Lampiran 2. Formula sampo Formula % Ammonium lauryl sulfat 15 Cocamide DEA 2 Cocamidopropyl betaine 2 Fragrance 0,7 Pengawet 0,5 Asam sitrat 0,3 Ammonia klorida 0,2 Pewarna 0,001 Air q.s Lampiran 3. Formula baby lotion Formula % Lanolin 3,00 Atlas G ,00 Atlas G ,00 Minyak nabati hidrogenasi 25,00 Minyak mineral, 65/75 20,00 saybolt 20,00 Propilparaben 0,15 Antioksidan 0,05 Metilparaben 0,15 Air 36,55 Lampiran 4. Formula bedak antiseptik Formula % Seng stearat 70 Sengoksida 100 Titaniumdioksida 20 Kalsium karbonat ringan 200 Talk 610

124 41 Lampiran 5. Formula bath salt Formula % Natrium lauril sulfat 50,0 Bisabolol 0,1 PEG-40 minyak jarak 5,0 terhidrogenasi Polyquartenium-16 10,0 Natrium klorida 1,0 Pewangi, pengawet q.s Air q.s 100,0 Lampiran 6. Formula bath oil Formula % Minyak mineral 46,5 Isopropil miristat 17,5 Trietil sitrat 15,0 Minyak zaitun sulfat 15,0 Minyak parfum 6,0 Zat warna secukupnya Lampiran 7. Formula deodorant roll on Formula % Aluminium hidroksida 10,0 Etil alkohol absolut 60,0 Air murni 25,3 1,3-butilen glikol 3,0 Benzalkonium klorida 0,2 Polyoksietilen (40) 0,5 hydrogent minyak jarak Thickening agent larut air 1,0 Parfum q.s Lampiran 8. Formula sediaan cukur Formula % Air 77,65 Hidroksietilsellulosa 1,25 PEG-14M 0,10 Asam palmitat 6,00 TEA 5,00 Oleat-20 2,00 Gliserin 2,00 Isopentan 6,00 Pewangi q.s 100

125 42 Lampiran 9. Formula Shampo cair jernih Formula % Asam lemak minyak kelapa 4,00 Asam oleat 5,50 Trietanolamina 5,80 Tetranatrium pirofosfat 1,20 Propilenglikol 5,20 Air 78,30 Lampiran 10. Hair tonic Formula % Siklometikon 68,4 Diisopropil adipat 1,0 Isosetil asetat 1,0 Dimetikon (20 cs) 0,1 Pewangi 5,0 SD alkohol 40 B (anhidrat) 25,0 Lampiran 11. Formula pewarna rambut Formula % P-Phenylene diamin 3,0 Resorchinol 0,5 Asam oleat 20,0 Polietilen (100 oleyl 15,0 alcohol eter Isopropyl alkohol 10,0 Aqueous ammonia (28%) 10,0 Air murni 41,5 Antioksidan, Chelating agent q.s Lampiran 12. Formula bayangan mata Formula % Veegum F 7 Snow goose 400 M 60 Titaniumdioksida 5 Seng stearat 8 Kaolin 8 Zat warna 12

126 43 Lampiran 13. Formula eye liner Formula % Black iron oxide 14,0 Polyvial acetat emulsion 45,0 Gliserin 5,0 Polyoxyethylen sorbitan 1,0 mono-oleate Carboxymethy cellulosa 15,0 (larutan 10%) Acetyltributil citrat 1,0 Air murni 19,0 Pengawet q.s Parfum q.s Lampiran 14. Formula foundation wajah Formula % Spermaseti 2,00 Asam stearat kempa-tiga 20,00 Kalium hidroksida 1,00 Natrium hidroksida 0,133 Air 71,867 Gliserol 5,00 Parfum secukupnya Lampiran 15. Formula compact powder Lampiran 16. Formula penyegar kulit Formula % Formula % Sengoksida 9,00 Asam stearat 15,0 Koloidal kaolin 39,00 KOH 0,7 Seng stearat 6,00 Gliserin 8,0 Barium sulfat 40,00 Air 76,3 Talk 6,00 Parfum dan pengawet q.s Pewarna secukupnya Parfum secukupnya

127 44 Lampiran 17. Formula sun tan Formula % Octylmethoxy cinnamate 2,0 Minyak mineral 70,0 Cetil octanoat 28,0 BHT (antioksidan) q.s Parfume q.s Lampiran 19. Formula pasta gigi Formula % Kalsium karbonat 70,0 Gliserin 20,0 Sodium lauril sulfat 1,5 Sodium sakarin 0,1 Perasa q.s Air murni 8,4 Lampiran 18. Formula sediaan rias kuku Formula % Titanium dioksida 0,5 D&C Merah n0.7, Ca Lak 0,5 D&C Merah n0.34, Ca Lak 0,2 Nitrosellulosa (30% IPA) 13,0 Isopropil alkohol 8,0 Tosilamid/formaldehid resin 8,0 Kamfer 2,0 Dibutil ftalat 4,0 Stearalkonium hectorit 1,3 Butil asetat 40,3 Etil asetat 22,0 Lampiran 20. Formula mouthwasher Formula % Kalsium Etanol karbonat 70,0 15,0 Gliserin 20,0 10,0 Sodium Polyoxyetilene-hydrogenated lauril sulfat 1,5 Sodium minyak jarak sakarin 0,1 2,0 Perasa Sodium sacarrin 0,15 q.s Air Sodium murni benzoat 8,4 0,05 Perasa q.s Sodium phospat, dibasic 0,1 Pewarna q.s Air murni 72,7

128 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 2 JULI 10 AGUSTUS 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013

129 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 2 JULI 10 AGUSTUS 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai ai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013 ii

130

131 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Safa, Tebet, Jakarta Selatan. Laporan ini merupakan hasil Periode 2 Juli 10 Agustus 2012, sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulis menyadari laporan ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dra. Hastuti Assauri, SE., Apt., selaku pembimbing di Apotek Safa, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Safa. 2. Ibu Dra. Juheini Amin, M.Si., Apt., selaku pembimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Safa. 3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS. Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi. 4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA. 5. Seluruh staf pengajar khususnya Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 6. Karyawan dan karyawati Apotek Safa: Mbak Chusnul, Pak Agus, Ibu Sar, dan Pak Tumidi atas bantuannya selama PKPA di Apotek Safa. 7. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, semangat, dan kasih sayang tiada hentinya. 8. Teman-teman Apoteker UI Angkatan 75 atas kerja sama dan persahabatan selama masa perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. iv

132 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan penulis selama mengikuti PKPA dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2012 v

133 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Mega Eka Wulandari : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa Jl. Bukit Duri Tanjakan No. 68 Tebet Jakarta Selatan Periode 2 Juli - 10 Agustus 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa Jl. Bukit DuriTanjakan No.68 Jakarta Selatan bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami peran dan tanggung jawab dari seorang Apoteker di apotek Safa, untuk mempelajari dan memahami manajemen apotek sesuai dengan aturan yang berlaku dan etika dalam sistem perawatan kesehatan, termasuk administrasi, pelayanan, dan manajemen. Mangament di apotek Safa adalah manajemen keuangan, manajemen obat dan manajemen pelanggan. Manajemen keuangan merupakan hal penting untuk memperluas bisnis di toko obat. Pelayanan farmasi adalah bentuk layanan dan apotek profesional secara langsung bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Obat jasa di apotek Safa terdiri dari layanan resep, nonresep layanan, swamedikasi dan komunikasi. Penugasan khusus yang diberikan berjudul adalah analisis pasar potensial dan pangsa pasar dari pesaing apotik Safa pada 1 radius km bertujuan untuk memahami potensi pasar dan pasar Farmasi peluang apotek Safa pada 1 radius apotek km., Mengetahui pesaing farmasi pangsa pasar dalam radius 1 km, dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Farmasi pasar potensial apotek Safa. Peluang pasar total di raidus 1 km dari toko obat Safa adalah Rp Pangsa pasar apotek Safa di radius 1 km adalah Rp dengan persentase 21,77%. Mikro yang mempengaruhi besarnya permintaan pasar total dan potensi pasar yang manajemen toko obat Safa, pemasok adalah Farmasi besar (PBF), perantara pemasaran khususnya dokter Safa farmasi praktek, termasuk pelanggan, dan pesaing. Untuk lingkungan makro-yang mempengaruhi ukuran permintaan pasar total dan potensi pasar yang demografi (jumlah, kepadatan, umur, dan jenis kelamin), efek ekonomi pada daya beli konsumen, kondisi alam (ketersediaan bahan baku, iklim, dan cuaca), perkembangan teknologi, dan budaya (pandangan dunia dan perilaku). Kata kunci : Apotek Safa, Farmasi,Analisa potensi, Pelung pasar Tugas umum : ix + 79 halaman; 5 gambar, 22 lampiran Tugas khusus : iv + 32 halaman; 7 tabel, 5 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 17 ( ) Daftar Acuan tugas khusus : 8 ( ) vi

134 ABSTRACT Name : Mega Eka Wulandari Program Study : Apothecary Profession Title : Apothecary Internhip Report at Apotek Safa Jl. Bukit DuriTanjakan No.68, South Jakarta for 2 nd Juli 10 th August 2012 Period Apothecary Internship at Apotek Safa Jl. Bukit DuriTanjakan No.68 South Jakarta aimed to identify and understand the role and responsibilities of an Apothecary in the Safa`s drugstore, to study and understand the management of the pharmacy in accordance with the applicable rules and ethics in the health care system, including administration, service, and management. Mangament in Safa s drugstore are financial management, drug s management and customer management. Financial management is an important things to expand the bussiness in drug store. Pharmaceutical care is a form of service and professional apothecary directly responsible for improving the quality of life of patients. Drug services at Safa`s drugstore consists of prescription service, non-prescription service, swamedikasi and communication. Special assignment given titled is Potential market analysis and share market of Sfafa s drugstore competitors on 1 km radius aimed to understanding the market potential and market opportunities Pharmacy of Safa drugstore 1 km radius., knowing the pharmacy market share competitor in a radius of 1 km, and knowing the factors that influence the market potential Safa Pharmacy. Totals market opportunities in raidus 1 km from Safa drugstore is Rp. 1,806,626,800. Market share of Safa Drugstore in radius of 1 km is Rp. 393,368,832 with percentage 21.77%. Microenvironment that affect the magnitude of the total market demand and market potential are Safa s drugstore management, supplier is large Pharmacy (PBF), marketing intermediaries especially doctors Safa pharmacy practice, including the customers, and competitors. For the macro-environment that affects the size of the total market demand and market potential are demographics (number, density, age, and sex), the economic effect on consumers' purchasing power, natural conditions (availability of raw materials, climate, and weather), technological developments, and culture (worldview and behavior). Keywords : Apotek Safa, Pharmacy, Potential, Share Market General Assignment : ix + 79 pages; 5 pictures, 22 appendices Special Assignment : iv + 32 page; 7 table, 5 appendices Bibliography of general assignment : 17 ( ) Bibliography of special assignment : 8 ( ) vii

135 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan BAB 2. TINJAUAN UMUM Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Tata Cara Pendirian Apotek Tenaga Kerja Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pengelolaan Apotek Pelayanan Apotek Penggolongan Obat Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Pelanggaran Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAFA Waktu dan Tempat Pelaksanaan Sejarah Lokasi dan Tata Ruang Struktur Organisasi Tenaga Kerja Pengelolaan Pembekalan Farmasi di Apotek Safa Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Pelayanan di Apotek Safa Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian di Apotek Safa BAB 4. PEMBAHASAN Manajemen Tenaga kerja (SDM) Apotek Safa Fasilitas viii

136 4.3 Lokasi dan Desain Pengelolaan Perbekalan Sediaan Farmasi Pengelolaan Administrasi dan Keuangan Pelayanan Kefarmasian BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN ix

137 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras Gambar 2.5 Penandaan Narkotika x

138 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Safa Lampiran 2. Peta Lokasi Apotek Safa Lampiran 3. Papan Nama Apotek Safa Lampiran 4. Fasilitas Halaman Parkir Apotek Safa Lampiran 5. Desain Interior Apotek Safa Bagian Depan Lampiran 6. Desain Interior Apotek Safa Bagian Dalam Lampiran 7. Rak Penyimpanan Obat Generik dan Obat Paten Lampiran 8. Rak Penyimpanan Psikotropika Lampiran 9. Rak Penyimpanan Narkotika Lampiran 10. Layout Keseluruhan Apotek Safa Lampiran 11. Surat Pesanan Apotek Safa Lampiran 12. Surat Pesanan Narkotika Lampiran 13. Surat Pesanan Psikotropika Lampiran 14. Kartu Stok Obat Apotek Safa Lampiran 15. Laporan Penggunaan Narkotika Lampiran 16. Laporan Penggunaan Psikotropika Lampiran 17. Salinan Resep Apotek Safa Lampiran 18. Kuitansi Apotek Safa Lampiran 19. Etiket Apotek Safa Lampiran 20. Blanko Berita Acara Pemusnahan Narkotika Lampiran 21. Blanko Berita Acara Pemusnahan Psikotropika Lampiran 22. Blanko Berita Acara Pemusnahan Resep xi

139 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang - Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tahun 2009, tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan pembangunan kesehatan yang menyeluruh dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta mempersiapkan fasilitas pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Apotek merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang menunjang tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dan merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian tersebut meliputi pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam hal ini, obat merupakan salah satu elemen penting bagi apotek.(peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009). Apoteker merupakan orang yang bertanggung jawab penuh terhadap seluruh kegiatan yang berlangsung di apotek. Seorang Apoteker diharapkan memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik serta mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan pelayanan kesehatan. Apoteker pun harus memiliki kemampuan manajerial seperti manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia, marketing serta manajemen operasional agar peran apotek sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dan badan usaha dapat berjalan dengan seimbang (Dessel, 2009). Pelayanan kefarmasian yang adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan kefarmasiaan yang dilakukan oleh apoteker diantaranya adalah 1

140 2 pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009,2009). Mengingat pentingnya peran apoteker dalam penyelenggaraan kegiatan kefarmasian di apotek, maka calon apoteker perlu dibekali pengetahuan dan pemahaman dalam penerapan peran profesinya di apotek. Atas dasar pemikiran tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Safa yang bertempat di Jalan Bukit Duri Tanjakan No. 68 Jakarta Selatan menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung dari tanggal 2 Juli-10 Agustus PKPA tersebut dilaksanakan dengan harapan calon apoteker dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di perguruan tinggi dalam dunia kerja. Disamping itu diharapkan calon apoteker memahami kegiatan rutin, organisasi, manajemen dan pelayanan kesehatan secara langsung serta mampu menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Safa yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi bertujuan untuk: a. Memahami akan tugas, fungsi, dan peranan Apoteker di suatu apotek b. Mempelajari dan memahami pengelolaan apotek sesuai dengan peraturan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan, meliputi kegiatan administrasi, pelayanan, dan manajemen.

141 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam ketentuan umum, dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Sementara berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Pekerjaan Kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh Apoteker, yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: 1. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 3. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. 4. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 3

142 4 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek. 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 695/MENKES/PER/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995 tahun tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker. 7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata. 2.4 Tata Cara Pendirian Apotek Apotek agar dapat melakukan pelayanan kefarmasian harus memiliki izin yang berupa Surat Izin Apotek (SIA). Pengertian SIA adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan

143 5 pelayanan apotek di suatu tempat tertentu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Untuk mengajukan permohonan izin pendirian apotek perlu dipenuhi dua macam persyaratan, yaitu persyaratan APA dan persyaratan apotek. Persyaratan APA (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) adalah sebagai berikut: a. Ijazahnya telah terdaftar di Kementerian Kesehatan. b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai seorang apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK). d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Dengan adanya peraturan yang baru, persyaratan APA tidak lagi menggunakan SIK tetapi untuk menjadi APA harus memiliki STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) dan SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker). Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka ia dapat menunjuk Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terusmenerus, SIA atas nama apoteker yang bersangkutan dapat dicabut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993b): a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi, dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

144 6 c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004): a. Lokasi dan Tempat Lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh masyarakat, dan lingkungannya aman. Hal lain yang perlu dipertimbangkan terkait dengan letak apotek adalah ada atau tidaknya apotek lain, kemudahan untuk memarkir kendaraan, jumlah penduduk, jumlah pelayanan kesehatan di sekitar apotek, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat. b. Bangunan Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem sanitasi yang baik. c. Perlengkapan Apotek Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah: 1. Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan, seperti timbangan, mortar, dan gelas ukur. 2. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin. 3. Wadah pengemas dan pembungkus seperti plastik pengemas dan kertas perkamen. 4. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropik, dan bahan beracun.

145 7 5. Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi, kartu stok, dan salinan resep. 6. Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia edisi terbaru. 2.5 Tenaga Kerja Apotek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.889/MENKES/PER/V/2011, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga teknis kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002 terdapat beberapa definisi diantaranya: a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek. b. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. c. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker yang berada di bawah pengawasan apoteker.

146 8 Selain itu, terdapat tenaga lainnya yang dapat mendukung kegiatan di apotek yaitu (Umar, 2011): a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker. b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan, dan pengeluaran uang. c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan apotek. 2.6 Tata Cara Perizinan Apotek Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1. b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apoteker melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan (c), jika tidak dilaksanakan maka apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan formulir APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir (c) atau pernyataan butir (d)

147 9 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan formulir APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud pada butir (c) jika masih belum memenuhi syarat, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan surat penundaan dengan menggunakan formulir APT-6. g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penundaan. h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir APT Pengelolaan Apotek Seluruh kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek disebut pengelolaan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002 pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan

148 10 farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat serta pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya, dan/atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya b. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Secara garis besar pengelolaan apotek dapat dijabarkan sebagai berikut: Pengelolaan Perbekalan Farmasi Perencanaan Kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat merupakan kegiatan perencanaan. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obat dan alat kesehatan perlu dilakukan pengumpulan data obat-obat yang akan dipesan. Data obat-obat tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA di dalam melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan murah, ketepatan waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan besar, jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian obat-obat yang hampir kadaluwarsa. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, maka dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : a. Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut.

149 11 b. Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obat. c. Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obat khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obatobat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut Pengadaan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang PBF, menyebutkan bahwa pabrik dapat menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah sakit, dan sarana kesehatan lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993a). Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang yang akan dipesan dari buku defekta. b. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIPA. Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara antara lain (Anif, 2001): a. Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat yang dipesan. b. Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya, dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan.

150 12 c. Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan. Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar, tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluwarsa Penyimpanan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) Tata cara penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifat higroskopis. Serum, vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengeluaran barang di apotek sebaiknya menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluwarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu Pengelolaan Keuangan Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah (Umar, 2011): Laporan Rugi-Laba Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu dikenal sebagai laporan rugi-laba. Laporan ini biasanya berisi hasil penjualan, HPP (Harga Pokok Penjualan), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha dan pajak Neraca Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu tertentu disebut neraca. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva. atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh

151 13 karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal Laporan Utang-Piutang Laporan utang adalah laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam satu tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek Administrasi Administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi (Anif, 2001): a. Administrasi umum meliputi membuat agenda atau mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan seperti laporan narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan harganya, dan laporan pendapatan. b. Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai buktibukti pengeluaran dan pemasukan. c. Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas, dan pembayaran secara tunai atau kredit. d. Administrasi pergudangan meliputi pencatatan penerimaan barang, masingmasing barang diberi kartu stok dan membuat defekta. e. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang apotek. f. Administrasi piutang meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang dan penagihan sisa piutang. g. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan, mencatat kepangkatan, gaji dan pendapatan lainnya dari karyawan.

152 Pelayanan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993, pelayanan apotek meliputi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993b): a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan absah. c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang, namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM. e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas

153 15 kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. k. Apoteker diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep Pelayanan Resep (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) Skrining Resep Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang meliputi: a. Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter, nomor SIP, alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya. b. Memeriksa kesesuaian farmasetik seperti bentuk sediaan, dosis, inkompatibilitas, stabilitas, cara dan lama pemberian. c. Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan Penyiapan Obat Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Suatu prosedur tetap harus dibuat untuk melaksanakan peracikan obat, dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan kepada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh asisten apoteker atau apoteker disertai pemberian informasi obat atau konseling kepada pasien.

154 Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan, cara penyimpanan obat, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi Konseling Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya Pelayanan Swamedikasi Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa walaupun oleh dan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara rasional. Tindakan pemilihan dan penggunaan produk yang bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab para penggunanya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya pengobatan sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/Menkes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek. Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Kriteria

155 17 obat yang diserahkan tanpa resep dokter, harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : a. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun, dan orang tua diatas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko akan kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Jenis obat wajib apotek didasarkan pada tiga surat keputusan menteri kesehatan yaitu: a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari 7 kelas terapi yaitu, oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, antiparasit, dan obat topical (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990). b. Keputusan Menkes Republik Indonesia No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 yang terdiri dari 34 jenis obat generik sebagai tambahan lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1. Daftar obat wajib apotek No. 2 tersebut terdiri dari, albendazol, basitrasin, karbinoksamin, klindamisin, deksametason, dekspantenol, diklofenak, diponium, fenoterol, flumetason, hidrokortison butirat, ibuprofen, isokonazol, ketokonazol, levamizol, metilprednisolon, niklosamid, noretisteron, omeprazol, oksikonazol, pipazetat, piratiasin kloroteofilin, pirenzepin, piroksikam, polimiksin B sulfat, prednisolon, skopolamin, silver sulfadiazin, sukralfat, sulfasalazin, tiokonazol, dan urea (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993c).

156 18 c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 yang terdiri dari 6 kelas terapi yaitu, saluran pencernaan dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan, dan organ-organ sensorik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1999). Penggunaan OWA perlu dicatat tetapi tidak perlu dilaporkan. Beberapa kewajiban apoteker dalam penyerahan obat wajib apotek yaitu: a. Memenuhi ketentuan dan batasan yang tercakup dalam tiap-tiap jenis obat wajib apotek tersebut. b. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi tentang obat, meliputi dosis, aturan pakai, efek samping dan informasi lain yang dianggap perlu Promosi dan Edukasi Apoteker harus memberikan edukasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan dan lain-lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver) diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia (lansia) dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 2.9 Penggolongan Obat Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai Tanda untuk membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu :

157 19 a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. d. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek. e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika. Berdasarkan keamanannya, maka obat dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2011; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997): Obat Bebas (Golongan B) Obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dikenal sebagai obat bebas. Tanda obat ini berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam. Contoh : Parasetamol, Panadol Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas Obat Bebas Terbatas (Golongan W) Obat dengan peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep dokter disebut obat bebas terbatas. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam. Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas Contoh dari obat bebas terbatas yaitu, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas, obat batuk, obat influenza, obat tetes mata untuk iritasi ringan, dan

158 20 obat-obat antiseptik. Obat golongan ini termasuk obat keras namun dapat dibeli tanpa resep dokter. Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1 P6). Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih. Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu: a. P. No. 1: Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Sanaflu. b. P. No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine Gargle. c. P. No. 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Canesten. d. P. No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. e. P. No. 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Dulcolax Suppositoria. f. P. No. 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol Suppositoria. Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas Perbedaan obat antara daftar obat B dan daftar obat G adalah obat pada daftar obat B dapat diperoleh tanpa resep dokter asal memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut:

159 21 a. Obat-obat dengan daftar obat B hanya boleh dijual dalam kemasan asli pabrik pembuatnya. b. Waktu penyerahan obat-obat tersebut pada wadahnya harus ada tanda peringatan berupa etiket khusus yang tercetak sesuai dengan ketentuan kementerian kesehatan seperti yang diuraikan diatas Obat Keras (Golongan G) Definisi obat keras adalah obat-obat yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus obat keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di dalamnya yang menyentuh garis tepi yang ditulis pada etiket dan bungkus luar. Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya boleh diulang. Obat-obat golongan ini antara lain antibiotika, obat jantung, hormon, obat diabetes, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat suntik. Salah satu obat keras yaitu psikotropika. Menurut UU No.5 Tahun 1997 definisi psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Penggolongan dari psikotropika adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997): a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, dan metilendioksi metilamfetamin (MDMA).

160 22 b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, dan fensiklidin. c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentabarbital, dan siklobarbital. d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam Narkotika Pengertian narkotika menurut UU No. 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009c). Obat narkotika ditandai dengan simbol palang medali atau palang swastika. Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009c): a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, dan ganja.

161 23 b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: fentanil, metadon, morfin, dan petidin c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, norkodeina, dan etilmorfina Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika Pemesanan Obat Non Narkotika-Psikotropika Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan berdasarkan daftar permintaan barang apotek. Petugas memilih supplier yang dapat memberikan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan supplier lainnya. Petugas mengirimkan SP yang telah disetujui oleh APA ke supplier melalui telpon, fax, atau diambil sendiri oleh salesman supplier Penyimpanan Obat Non Narkotika-Psikotropika Berbeda dengan obat narkotika dan psikotropika, penyimpanan obat ini tidak memliki peraturan yang baku. Cara menyimpan obat ini dapat disesuaikan dengan sifat bahan obat, kelembaban, dan bahan wadah. Selain hal tersebut, penyimpanan dapat diefisienkan dengan menggunakan lemari yang dibuat seperti sarang tawon dan memperhatikan estetika Pengelolaan Narkotika Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika di Indonesia merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi

162 24 sediaan, dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan (Umar, 2011) Pemesanan Narkotika Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 4 serta satu SP untuk satu jenis narkotika (Umar, 2011) Penyimpanan Narkotika Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1978): a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada tembok atau lantai. e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan. g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung narkotika antara lain :

163 25 a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu pengetahuan. b. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter. d. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali. e. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. f. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika Pelaporan Narkotika Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutasi narkotika berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan. Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat rangkap empat, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada kepala Balai Besar POM setempat dan arsip apotek Pemusnahan Narkotika APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang sekurang-kurangnya memuat: a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotik yang dimusnahkan. b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan. c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan.

164 26 d. Cara pemusnahan. Berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai Besar POM setempat, dan untuk arsip apotek. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin Pengelolaan Psikotropika Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika yaitu: a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. c. Memberantas peredaran gelap psikotropika. Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi (Departemen Kesehatan, 1997): Pemesanan Psikotropika Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP), dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat psikotropika. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 2, serta satu SP untuk beberapa jenis obat psikotropika Penyimpanan Psikotropika Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan karena kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.

165 Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap bulan. Laporan ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM setempat dan 1 salinan untuk arsip apotek Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan Pelanggaran Apotek Sanksi yang diberikan bagi pemilik / pengelola apotek yang melanggar peraturan perundang-undangan dapat berupa sanksi administratif (mencakup peringatan, penghentian sementara kegiatan hingga pencabutan izin). Tingkat sanksi yang diberikan tergantung kepada tingkat keseriusan pelanggaran yang dilakukan oleh sarana tersebut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Tahap pemberian sanksi tersebut adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a. Peringatan secara tertulis kepada Pengelola / Pemilik Sarana Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. b. Pembekuan izin usaha Sarana Apotek dapat untuk jangka waktu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan selama-lamanya 6 bulan. Penetapan Pembekuan Izin Apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada kepala Badan POM dan Balai POM setempat. c. Pencabutan SIA (Surat Izin Apotek)

166 28 Beberapa pelanggaran sarana apotek yang dapat dikenai sanksi peringatan tertulis adalah sebagai berikut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002) : a. Administrasi pengelolaan obat tidak tertib. b. Kelengkapan apotek tidak lengkap. c. Merubah denah apotek tanpa melapor ke Suku Dinas Kesehatan. Untuk tindak pelanggaran yang lebih berat, maka sarana apotek akan dikenakan sanksi berupa peringatan keras bila (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002) : a. Mengadakan obat dari sumber yang tidak resmi. b. Bekerjasama dengan PBF / industri farmasi untuk menyalurkan obat keras kepada pihak lain yang tidak berhak. c. Mengganti obat generik dengan obat merek dagang. d. Tidak ada tenaga teknis farmasi (apoteker) pada jam buka apotek. e. Menjual obat generik di atas harga HET (harga eceran tertinggi). f. Mengganti obat generik dengan obat paten. Sarana apotek akan dikenakan sanksi berupa penghentian kegiatan sementara jika melakukan pelanggaran berupa (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002): a. Apotek tidak memiliki izin. b. Menyalurkan obat yang tidak memiliki izin edar (tidak terdaftar), baik obat bebas, obat keras, psikotropika maupun narkotika. c. Apotek pindah alamat tanpa izin. d. PSA (Pemilik Sarana Apotek) melanggar undang undang kefarmasian. e. Apotek dengan sengaja melakukan pengadaan dan pelayanan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu.

167 Pencabutan Surat Izin Apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dapat mencabut Surat Izin Apotek, apabila: a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA. b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Psikotropika, Undang-Undang Kesehatan dan ketentuan perundang-undangan lainnya. e. Surat Izin Kerja (SIK) APA tersebut dicabut. f. Pemilik sarana apotek tersebut terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat. g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek. Sebelum pencabutan izin apotek dilakukan, terlebih dahulu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh formulir model APT-12. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek dengan menggunakan contoh formulir model APT-13. Pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan kepada APA, menggunakan contoh formulir model APT-15, dengan tembusan yang disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi serta Kepala Balai POM setempat. Apabila surat izin apotek dicabut,

168 30 APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi, yaitu dengan cara sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002): a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. APA wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut telah memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan menggunakan contoh formulir APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari tim pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

169 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAFA 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) apotek dilaksanakan di apotek Safa yang beralamat di Jalan Bukit Duri Tanjakan No. 68 Jakarta Selatan. Apotek Safa beroperasi dari hari Senin sampai dengan Sabtu mulai pukul sampai dengan WIB, kecuali hari libur nasional. Pembagian tugas para karyawan dibagi berdasarkan waktu kerja (shift). Ada dua waktu kerja bagi karyawan yaitu: 1. Shift pagi yang dimulai dari pukul Shift malam yang dimulai dari pukul atau hingga praktek dokter selesai Kegiatan PKPA berlangsung sejak tanggal 2 Juli 10 Agustus 2012 setiap hari Senin sampai dengan Sabtu mulai pukul sampai WIB (shift pagi) atau pukul sampai pukul (shift sore) WIB. 3.2 Sejarah Sebelumnya, apotek ini bernama Apotek Tanjakan. Pada tahun 1991, hak kepemilikan Apotek Tanjakan diambil alih, yang kemudian namanya diubah menjadi Apotek Safa. Nama Apotek Safa berasal dari nama pemilik Apotek Safa yaitu Bapak Sofyan Assauri dan Ibu Fachriyah. Apotek Safa memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) pada tahun 1991 dengan nomor 134/Kanwil/SIA/1991. Adapun Apoteker Pengelola Apotek (APA) Safa adalah Dra. Adriani Y. Lutan, Apt. dengan SIK Nomor 0251/ / / / Lokasi dan Tata Ruang Lokasi Apotek Safa terletak di Jalan Bukit Duri Tanjakan No. 68 Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan. Lokasi Apotek Safa cukup strategis karena berada di depan jalan yang ramai dilalui oleh orang banyak, baik itu kendaraan bermotor maupun oleh pejalan kaki. Lokasi apotek berdekatan dengan beberapa sarana kesehatan, sekolah, stasiun, rumah makan dan mini swalayan. Apotek lain yang berada di 31

170 32 sekitar Apotek Safa letaknya tidak terlalu dekat karena harus menggunakan kendaraan untuk mencapainya. Sarana kesehatan yang berada di sekeliling Apotek Safa yaitu Klinik Umum Bukit Duri 24 Jam, Rumah Bersalin, Praktek Dokter Gigi, dan Praktek Dokter yang bekerja sama dengan Apotek Safa. Praktek Dokter yang berada di Apotek Safa yaitu praktek dr. Ludin Gultom, dr. Dilla, dr. Sofyan dan Nurul Yulianti, M.Psi. Apotek Safa memfasilitasi pendaftaran lewat telepon apabila pasien akan berobat di praktek dokter tersebut Tata Ruang a. Desain Eksterior Apotek Safa memiliki halaman parkir yang cukup luas serta dapat menampung sekitar 5 mobil dan 10 motor. Hal ini dapat memberikan kenyamanan bagi pasien yang membawa kendaraan pribadi. Papan nama apotek yang disertai papan praktek dokter terlihat jelas pada siang hari. Akan tetapi pada malam hari, papan nama tidak terlalu terlihat karena kurangnya penerangan lampu. Halaman apotek dilengkapi pula dengan pagar yang menjamin keamanan apotek saat jam kerja sudah ditutup. b. Desain Interior Bangunan interior Apotek Safa terbagi atas ruang bagian depan dan ruang bagian dalam. Di bagian depan apotek, terdapat ruang tunggu bagi pasien, tempat penjualan obat bebas atau OTC (Over The Counter), lemari pendingin, kasir, tiga ruang praktek dokter serta toilet khusus untuk pasien. Pada ruang tunggu untuk pasien, disediakan 23 buah kursi, satu buah televisi berwarna, sejumlah majalah dan kipas angin. Bagian depan apotek digunakan untuk display penjualan obat bebas dan promosi obat bebas berupa standing banner, poster, dan penyusunan dus obat bebas dengan menarik. Penataan barang di bagian depan apotek disusun berdasarkan jenisnya, seperti obat luar, obat batuk, obat maag, vitamin, obat flu, pemanis buatan, obat herbal, susu, alat kesehatan, kosmetika, dan sebagainya. Apotek Safa pun menyediakan penjualan minuman dan es krim bagi pengunjung. Sementara itu di bagian dalam Apotek Safa, terdapat meja racik, wastafel, serta lemari penyimpanan obat keras, psikotropika dan lemari narkotika di bagian belakang. Toilet untuk

171 33 karyawan apotek terletak di bagian belakang dan terpisah dari toilet untuk pasien. 3.4 Struktur Organisasi Suatu apotek harus mempunyai struktur organisasi yang baik serta pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas, sehingga seluruh kegiatan di apotek dapat terkoordinasi dengan baik. Pengelolaan sebuah apotek yang baik akan membawa apotek tersebut pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengelolaan ini bisa berjalan dengan baik jika didukung oleh organisasi yang mapan. Apotek Safa memiliki enam orang tenaga kerja yang terdiri dari seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA), dua orang asisten apoteker, satu orang juru resep dan dua orang tenaga non teknis farmasi. 3.5 Tenaga Kerja Apotek Safa mempunyai beberapa orang tenaga kerja dengan rincian sebagai berikut: 1. Tenaga kefarmasian a. APA : 1 orang b. Asisten Apoteker : 2 orang 2. Tenaga non teknis kefarmasian a. Juru resep : 1 orang b. Tenaga administrasi dan keuangan : 1 orang c. Pembantu umum : 1 orang Tugas dan tanggung jawab pada tiap-tiap jabatan di Apotek Safa adalah sebagai berikut: APA (Apoteker Pengelola Apotek) a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya dan memenuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perapotekan. b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi kerja karyawan antara lain mengatur

172 34 daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja dan tanggung jawab masing-masing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek. d. Mempertimbangkan usul-usul dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. e. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai setiap hari. f. Berpartisipasi dan memonitor penggunaan obat. g. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis dan bijaksana serta terkini Asisten Apoteker (AA) a. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. b. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. c. Membuat salinan resep dan kuitansi bila dibutuhkan. d. Memeriksa resep yang diterima, jika ada kekeliruan dalam penulisan resep, asisten apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. e. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. f. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien, dan cara penggunaannya. g. Menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Mencatat keluar masuk barang atau obat. i. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. j. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya.

173 35 k. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota, dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk Juru Resep a. Membantu tugas asisten apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada asisten apoteker. c. Membuat obat racikan standar dibawah pengawasan asisten apoteker Tenaga administrasi dan keuangan a. Mengarsipkan surat-surat masuk dan keluar, pembuatan laporan-laporan. b. Membuat pembukuan dengan mencatat keluar dan masuknya uang disertai bukti-buktinya. c. Mencatat resep yang masuk, obat bebas, dan pembayaran secara tunai dan kredit. d. Mencatat pembelian secara tunai maupun kredit. e. Mencatat piutang mengenai penjualan kredit, pelunasan utang dan penagihan sisa utang. f. Melakukan administrasi kepegawaian yang dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan, mencatat gaji dan waktu lembur karyawan. g. Mencatat semua harga dan nama barang yang terjual setiap hari. h. Mencatat semua uang yang dikeluarkan untuk keperluan apotek setiap hari. i. Menghitung dan mencatat serta menyerahkan kembali modal yang diberikan oleh APA atau PSA setiap harinya. j. Menghitung uang hasil penjualan sebelum diserahkan kepada APA atau PSA Pembantu umum a. Menjaga dan memelihara kebersihan seluruh ruangan apotek. b. Membeli barang atau obat ke apotek lain sesuai dengan perintah ataupun petunjuk dari asisten apoteker atau APA untuk keperluan apotek.

174 36 c. Mengantar barang atau obat ke pelanggan sesuai dengan perintah ataupun petunjuk dari asisten apoteker atau APA untuk keperluan apotek. d. Harus dapat menjaga keamanan apotek. 3.6 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek Safa Pemesanan dan pembelian barang Pembelian barang di apotek merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan demi menjamin tetap tersedianya obat dan perbekalan kesehatan lainnya yang dibutuhkan pelanggan. Di Apotek Safa, kegiatan ini dilakukan oleh asisten apoteker yang bertanggung jawab langsung kepada APA. Pemesanan barang di Apotek Safa dilakukan setiap hari baik kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) maupun supplier yang dilakukan melalui telepon atau melalui salesman yang datang ke apotek. Kegiatan pembelian dilakukan oleh asisten apoteker yang bertanggung jawab langsung kepada APA. Dalam memesan narkotika dan psikoropika, surat pemesanan (SP) harus ditandatangani oleh APA, sedangkan untuk pemesanan dan pembelian obat-obatan lain cukup ditandatangani oleh petugas di bagian pembelian saja. Pemesanan barang biasanya dibuat berdasarkan daftar persediaan barang atau obat yang sudah habis (jumlahnya minimal) yang tertera di dalam kartu stok barang. Setiap hari asisten apoteker bertugas mencatat daftar barang yang jumlahnya minimal pada buku defekta, untuk keesokan paginya dapat dipesan ke PBF. Umumnya, proses pemesanan dan penerimaan barang dilakukan dalam waktu satu hari yang sama. Untuk jumlah nominal atau rupiah barang yang boleh dipesan ke PBF tergantung kebijaksanaan masing-masing PBF. Pengadaan barang di Apotek Safa dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara konsinyasi, COD (cash order delivery) dan kredit. Konsinyasi adalah semacam penitipan barang dari distributor kepada apotek. Konsinyasi obat atau barang disertai semacam faktur yang berisi jenis dan jumlah obat atau barang dan harga obat atau barang tersebut sebagai tanda bukti. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek atau sedang dalam masa promosi. Pembayaran dilakukan hanya terhadap barang konsinyasi yang telah terjual. Khusus untuk barang konsinyasi, ketentuan dalam jumlah barang,

175 37 penetapan harga dan lama penyimpanan di apotek biasanya tergantung dari perjanjian yang dibuat antara masing-masing perusahaan pemilik barang konsinyasi dengan pihak apotek. Sementara itu, COD adalah pembelian barang dimana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, biasanya untuk pengadaan narkotika. Sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit adalah pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat Penerimaan barang Barang-barang yang diterima diperiksa kesesuaian kuantitas, kualitas fisik, tanggal kadaluarsa, bentuk kemasan, dan ukurannya dengan surat pesanan dan faktur yang diberikan oleh PBF. Apabila sesuai, maka faktur pembelian ditandatangani oleh asisten apoteker. Apotek mendapatkan dua lembar faktur untuk arsip dan bukti penagihan, sementara distributor menerima kembali tiga lembar faktur, salah satu dari tiga faktur yang diterima distributor tersebut berupa faktur asli yang digunakan untuk penagihan. Barang yang baru datang dicatat dalam buku penerimaan barang sesuai faktur yang diterima. Untuk faktur narkotika dan psikotropika disimpan terpisah. Barang yang baru datang tersebut kemudian diberi harga sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh apotek Penyimpanan barang Barang disimpan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis dalam rak-rak tertentu. Obat generik dan obat nama dagang disimpan dalam rak yang terpisah. Penyimpanan sediaan padat, semi padat dan larutan dipisah satu sama lain untuk mempermudah pencarian obat. Psikotropika pun disimpan pada rak yang terpisah. Penyimpanan barang atau obat juga dilakukan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) sehingga memungkinkan obat yang memiliki waktu kadaluarsa yang lebih singkat untuk diambil terlebih dahulu. Apotek Safa tidak memiliki gudang khusus untuk menyimpan persediaan barang. Untuk narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang terkunci setiap saat. Barang-barang untuk penjualan bebas disusun dengan rapi dan menarik berdasarkan khasiat sehingga mempermudah pencarian dan pengambilan obat. Barang-barang yang baru datang diberi harga terlebih dahulu yang kemudian

176 38 ditempatkan di etalase atau rak-rak penyimpanan obat. Penempatan barang tersebut disesuaikan dengan model etalase, jika pengambilan barang dari belakang etalase maka barang yang baru datang ditempatkan di depan barang yang lama dan begitu sebaliknya sehingga dapat mencegah obat melewati tanggal kadaluarsa. Pada saat penyimpanan maupun pengeluaran, dilakukan pencantatan pada kartu stok obat sehingga dapat digunakan sebagai informasi mengenai tanggal pemasukan dan pengeluaran, serta berapa jumlah obat yang dimasukkan dan dikeluarkan Pembayaran barang Pembayaran utang barang kepada PBF dilakukan sesuai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran utang barang tersebut. Tanggal jatuh tempo umumnya 30 hari setelah barang dan faktur diterima oleh apotek. Untuk transaksi pembayaran, PBF biasanya mengirimkan petugas yang rutin melakukan penagihan dan proses pembayaran dilakukan secara langsung oleh asisten apoteker dengan metode pembayaran tunai Retur barang Retur atau pengembalian barang ke PBF dapat dilakukan dengan persyaratan yang diberikan PBF. Retur barang dilakukan ketika barang tidak sesuai dengan pesanan (jenis, ukuran, maupun dosis obat yang dipesan), dalam kondisi rusak ketika sampai di apotek, atau telah dekat masa kadaluarsanya (3 bulan) dengan kemasan yang masih tersegel. 3.7 Pengelolaan Narkotika Pemesanan Narkotika Pelaksanaan pemesanan obat narkotika ditangani oleh seorang apoteker yang ditugaskan sebagai penganggung jawab. Pengelolaan narkotika di Apotek Safa dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika Di Apotek Safa penerimaan dan penyimpanan narkotika dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

177 Pelaporan Narkotika Obat golongan narkotika yang digunakan di Apotek Safa dilaporkan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dilaporkan pada instansi terkait yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3.8 Pengelolaan Psikotropika Pemesanan Psikotropika Pelaksanaan pengelolaan obat-obat psikotropika ditangani oleh seorang apoteker yang ditugaskan sebagai penganggung jawab. Pengelolaan psikotropika di Apotek Safa dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku Penerimaan dan Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Safa penerimaan dan penyimpanan psikotropika dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pelaporan Penggunaan Psikotropika Laporan pemakaian psikotropika dilakukan setiap bulan bersama laporan narkotika dan dilaporkan pada instansi terkait yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3.9 Pelayanan di Apotek Safa Apotek Safa melayani pembelian obat dengan resep maupun pembelian obat bebas. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Apotek Safa juga memberikan jasa jemput resep dan antar obat secara cuma-cuma. Apabila pasien atau dokter memiliki mesin faks, Apotek Safa menerima resep melalui faksimile, yang kemudian resep asli akan diambil bersamaan dengan pengantaran obat. Selain pelayanan yang berkaitan dengan obat, Apotek Safa juga melayani jasa laundry. Pelayanan berkaitan dengan obat yang dilakukan di Apotek Safa adalah sebagai berikut:

178 Pelayanan penjualan obat dengan resep Kegiatan ini diberikan kepada pasien yang membeli obat dengan resep dokter baik praktek dokter yang berada di dalam apotek dan luar apotek. Adapun proses pelayanan penjualan obat dengan resep adalah sebagai berikut: a. Apoteker atau asisten apoteker menerima resep dari pasien, kemudian diperiksa kelengkapan resepnya dan diberi harga. b. Barang yang tertera dalam resep dicek stoknya terlebih dahulu, jika barang ada maka dilakukan pemberian harga, jika barang tidak ada maka resep dikembalikan kepada pasien. c. Setelah pasien setuju mengenai harga yang diberikan, dilakukan pembayaran obat pada kasir. d. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh asisten apoteker yang dibantu oleh juru resep. Obat yang telah selesai dibuat, kemudian diberi etiket dan diperiksa oleh apoteker atau asisten apoteker baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket dan jumlah obat yang akan diberikan. e. Obat yang telah disiapkan, diberikan kepada pasien disertai pemberian informasi obat baik mengenai cara pemakaian, indikasi, maupun efek samping yang mungkin timbul. Jika obat hanya ditebus sebagian, maka apoteker atau asisten apoteker membuatkan salinan resep untuk pasien tersebut. Bila ada permintaan dari pasien, dapat pula dibuatkan kuitansi atas harga obat-obatan yang dibeli pasien Pelayanan Obat Tanpa Resep Pelayanan obat tanpa resep adalah pelayanan obat kepada konsumen tanpa melalui resep dokter. Obat-obat yang boleh dijual bebas adalah daftar obat bebas, obat bebas terbatas, Obat Wajib Apotek (OWA), kosmetika dan alat kesehatan tertentu. Setelah dilakukan pembayaran, bukti diserahkan kepada pembeli beserta obat yang dibelinya.

179 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian di Apotek Safa Apotek Safa melakukan kegiatan teknis non kefarmasian yang meliputi kegiatan keuangan dan kegiatan administrasi Kegiatan keuangan Kegiatan ini meliputi kegiatan yang mencakup arus uang masuk dan uang keluar. Arus uang masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan yang terjadi di apotek, sedang arus keluar berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang dagang. Apotek Safa memiliki tenaga kerja yang khusus bertugas untuk mengurusi keuangan di apotek. Setiap karyawan bertanggung jawab untuk membuat catatan pemasukan dan pengeluaran yang dibuktikan dengan nota pada shift yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagian dari pendapatan apotek digunakan untuk pengadaan barang, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan operasional apotek. Pencatatan pemasukan harian apotek, biasanya dibagi dua yaitu pemasukan dari pagi hingga sore serta pemasukan dari sore hingga malam. Pencatatan keluar masuknya uang di catat dalam buku-buku harian, yaitu: a. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas. b. Buku hutang yang merupakan dokumen apotek yang digunakan untuk mencatat hutang-hutang apotek. Buku ini mencatat semua transaksi pembelian barang dagangan dan berisi nomor faktur, tanggal, besar pinjaman obat yang diberikan oleh PBF. c. Buku piutang merupakan dokumen apotek yang digunakan untuk mencatat piutang - piutang apotek yaitu pencatatan besarnya penyerahan obat ke instansi yang bekerja sama dengan Apotek Safa. d. Laporan laba rugi Setiap bulannya laporan laba rugi dibuat dan direkapitulasi setiap tahun. Laporan ini berisi: a) Laba rugi sebelum operasional dengan rumus: (ݎh ݐݏ ) + ( ݓ ݐݏ ݑ ) b) Laba rugi sebelum penyusutan dengan rumus: ݏ ݎ ݕ ݏ ݎ ݑ ݏ ݑݎ ܮ

180 42 c) Laba rugi sesudah penyusutan dengan rumus: ݐݑݏݑݕ ݐݑݏݑݕ ݑ ݏ ݑݎ ܮ d) Laba rugi sebelum pajak dengan rumus: ݏ ݎ ݐ + ݐݑݏݑݕ h ݑݏ ݏ ݑݎ ܮ e) Laba rugi bersih dengan rumus: ݑ ݏ ݑݎ ܮ e. Neraca akhir tahun Neraca ini biasanya digunakan untuk mengetahui posisi keuangan apotek pada akhir periode tutup buku. Buku ini berisi aktiva lancar, aktiva tetap dan pasiva. Aktiva lancar terdiri dari kas, uang bank, piutang, persediaan barang dagangan. Aktiva tetap terdiri dari inventaris apotek yaitu bangunan dan peralatan apotek. Total aktiva merupakan penjumlahan antara aktiva tetap dan aktiva lancar, sedangkan pasiva terdiri dari modal dan hutang Kegiatan administrasi Kegiatan ini merupakan keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan bersama yang telah ditentukan sebelumnya. Administrasi di apotek berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek. Adapun kegiatan administrasi ini meliputi administrasi penjualan, administrasi pembelian dan administrasi persediaan apotek. Pengelolaan ini dilakukan oleh asisten apoteker yang dibantu oleh karyawan non asisten apoteker. Administrasi tersebut meliputi: a. Buku defekta Untuk mencatat nama obat atau barang yang habis atau hampir habis digunakan buku defekta. Hal ini penting untuk merencanakan pemesanan obat. Buku ini memberi kemudahan mengecek barang sekaligus stok barang, menghindari terjadinya kekeliruan pemesanan kembali dan mempercepat proses pemesanan sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin. b. Surat Pesanan Obat Bebas (SP) Terdiri dari dua lembar yang harus ditandatangani oleh asisten apoteker apabila akan melakukan pemesanan obat bebas, dimana satu lembar pertama untuk PBF dan lembar terakhir untuk arsip apotek, di dalam surat pesanan

181 43 tercantum tanggal pemesanan, nama PBF yang dituju, nama barang, jumlah, tanda tangan pemesanan dan stempel apotek. c. Buku daftar harga Untuk menetapkan harga obat digunakan buku daftar harga. Dalam buku ini hanya tercantum daftar harga untuk obat ethical saja, karena obat bebas diberi harga setelah barang yang dipesan datang. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku, penyusunan nama obat secara alfabetis. d. Buku pembelian Buku ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Dalam buku ini, hanya dicatat nominal transaksi yang terjadi setiap harinya. Pencatatan ini dilakukan saat barang datang berdasarkan faktur pengiriman barang dari PBF. e. Buku penjualan Dalam buku penjualan dicatat semua transaksi penjualan baik penjualan obat resep maupun non resep yang terjadi setiap harinya dan dicatat per shift pagi atau sore.

182 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek Safa merupakan apotek yang dikelola atas dasar kerjasama Dra. Adriani Y. Lutan, Apt. selaku Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan Dra. Hastuti Assauri, SE., Apt selaku Pemilik Sarana Apotek (PSA). Apotek Safa memiliki dua fungsi yaitu fungsi sosial (social oriented) dan fungsi ekonomi (profit oriented). Dari sudut sosial (social oriented), apotek berperan sebagai sarana pelayanan kesehatan yang mendukung pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui penyediaan sediaan farmasi yang bermutu dengan harga terjangkau. Dari segi ekonomi (profit oriented) apotek berkaitan dengan komoditas bisnis salah satunya adalah sediaan farmasi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat, sehingga perlu dikelola oleh apoteker yang memiliki dasar ilmu kefarmasian yang kuat. Agar kedua fungsi tersebut berjalan dengan seimbang, maka diperlukan pengelolaan yang baik, baik dari segi teknis kefarmasian, maupun non teknis kefarmasian. 4.1 Manajemen Tenaga Kerja (SDM) Apotek Safa Penerapan sistem manajemen di Apotek Safa telah terlaksana dengan baik dapat dilihat dari adanya struktur organisasi apotek beserta tugasnya masingmasing sehingga wewenang dan fungsi dapat dilakukan sesuai dengan tugas dan tanggungjawab yang telah ditentukan. Bentuk struktur organisasi yang diterapkan oleh Apotek Safa termasuk ke dalam bentuk wide span of control (rentang kendali lebar), dimana setiap karyawan bertanggung jawab dan melaporkan hasil pekerjaannya secara langsung kepada APA dan Pemilik Sarana Apotek (PSA). Tenaga kerja yang terdapat di Apotek Safa terdiri dari satu apoteker pengelola apotek (APA), dua asisten apoteker, satu juru resep, dan satu tenaga kebersihan yang pembagian kerjanya terdiri dari 2 shift, pagi dan sore. Jumlah karyawan yang sedikit memudahkan pengawasan oleh APA. Struktur organisasi Apotek Safa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 44

183 45 Apotek Safa menjalankan kegiatan operasionalnya setiap hari kecuali di hari minggu dan hari libur nasional. Jam kerja di Apotek Safa terdiri dari 2 shift pagi dan sore. Shift pagi dimulai dari pukul WIB dan shift sore dari pukul WIB atau sampai apotek tutup. Fungsi ganda seperti ini memiliki sifat yang fleksibel, sehingga menjadikan hubungan antar karyawan Apotek Safa sangat baik dan suasana kekeluargaan sangat terasa di Apotek Safa karena setiap karyawan Apotek Safa harus saling berkoordinasi untuk mempertanggungjawabkan tugasnya secara langsung kepada APA dan PSA. Kedisiplinan karyawan Apotek Safa cukup baik. Walaupun terdapat karyawan yang telat, mereka mengganti jam kerjanya di lain waktu agar jam kerjanya memenuhi syarat. Selain itu, jika ada karyawan yang berhalangan hadir, mereka memberitahukan kepada karyawan lain untuk menggantikan tugasnya, namun di sisi lain peran APA di Apotek Safa masih belum maksimal. Ketidakhadiran APA setiap saat di apotek menyebabkan pelayanan resep biasanya dilakukan oleh asisten apoteker. Peran dan fungsi APA dalam menentukan arah terhadap seluruh kegiatan di Apotek Safa diambil alih oleh AA, termasuk dalam proses pengadaan barang tidak terkendali dengan baik menyebabkan banyak obat yang kosong kecuali wewenang dalam penandatanganan Surat Pemesanan (SP) serta laporan narkotika dan psikotropika yang tetap harus dilakukan oleh seorang APA. 4.2 Fasilitas Apotek Safa Dalam peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan, Apotek Safa dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas, baik untuk karyawan maupun untuk konsumen yang datang. Karyawan difasilitasi dengan tempat ibadah, toilet, snack, makan siang, dan makan malam agar setiap karyawan merasa nyaman dan dapat bekerja dengan baik serta memuaskan. Hal ini dilakukan karena Apotek Safa menyadari bahwa karyawan memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan apotek. Apotek Safa juga dilengkapi dengan fasilitas praktek dokter, antara lain prakter dokter umum yaitu dr. Dilla dan dr. Sofyan, dokter penyakit dalam yaitu dr. Ludin Gultom, dan psikolog yaitu Nurul Yulianti, M.Psi. Akan tetapi, hanya

184 46 dokter penyakit dalam yang melakukan praktek, yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jumat pukul serta pukul selesai. Dokter umum dan psikolog akan praktek jika melakukan perjanjian dengan pasien sebelumnya. Apotek Safa memfasilitasi pendaftaran lewat telepon apabila pasien akan berobat di praktek dokter tersebut. 4.3 Lokasi dan Desain Apotek Safa Lokasi Apotek Safa yang terletak di Jalan Bukit Duri Tanjakan No.68, Jakarta Selatan mempunyai lokasi yang cukup strategis yaitu berada di pinggir jalan dua arah yang merupakan jalan alternatif menuju Jakarta Pusat dan sekitar apotek terdapat pemukiman penduduk yang cukup padat, dekat dengan sekolah dan sebuah perguruan tinggi swasta. Walaupun tidak ada angkutan umum yang melewati apotek, namun banyak bajaj dan ojek motor yang dapat digunakan untuk mencapai apotek. Apotek Safa juga banyak dilalui orang, baik kendaraan bermotor maupun pejalan kaki sehingga Apotek Safa seringkali dikunjungi oleh drop in customer atau regular customer. Lokasi apotek juga di dukung dengan keberadaan sarana-sarana kesehatan di sekitar apotek diantaranya sepanjang jalan letak Apotek Safa terdapat beberapa praktek dokter, klinik bersalin, dan juga klinik 24 jam. Adanya praktek dokter di Apotek Safa juga menjadi keuntungan tersendiri bagi apotek, dimana peluang mendapatkan pelanggan menjadi lebih besar. Di sekitar apotek Safa, terdapat pula beberapa apotek kompetitor, namun apotek kompetitor tersebut tidak menimbulkan masalah bagi Apotek Safa karena letak apotek kompetitor tidak terlalu dekat dengan Apotek Safa. Adanya hubungan yang baik dengan apotek kompetitor, maka apotek kompetitor dapat dijadikan mitra kerja yaitu dapat dimanfaatkan oleh Apotek Safa apabila obat yang diminta dalam resep tidak tersedia di Apotek Safa maka obat tersebut dapat dibeli di apotek kompetitor, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, kebutuhan pelanggan akan obat yang tak tersedia di Apotek Safa tetap dapat terpenuhi. Peta lokasi Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 2.

185 Desain Ditinjau dari segi desain eksterior dan interior, Apotek Safa memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Papan nama apotek nama bertuliskan Apotek Safa berukuran 1,5 x 3 m setinggi 4 m, berlatar putih dan terletak tepat di pinggir jalan cukup terlihat dari jauh, namun papan tidak terlihat pada malam hari karena lampu yang menyinari papan nama tidak berfungsi. Gambar papan nama Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 3. Apotek memiliki halaman parkir yang cukup luas sehingga memudahkan pengunjung untuk memarkir kendaraannya baik motor maupun mobil namun, bangunan apotek terlihat cukup tua dan penggunaan kaca riben menjadi faktor kekurangan desain apotek. Halaman parkir dan tampilan luar bagian depan Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 4. Bangunan yang terlihat tua membuat kesan apotek kurang terurus, sedangkan penggunaan kaca riben membuat calon pelanggan akan sulit melihat sisi dalam apotek, sehingga mengurangi keinginan membeli. Ketika memasuki bangunan apotek, pelanggan langsung merasa nyaman dengan adanya ruang tunggu untuk pelanggan yang dilengkapi dengan kursi yang cukup banyak dan tersusun rapi. Selain itu, juga terdapat lemari pendingin, kasir, televisi, kipas angin, bahan bacaan seperti buku dan majalah yang dapat dibaca agar pelanggan tidak bosan ketika menunggu resepnya dikerjakan serta toilet khusus bagi pelanggan apotek. Ruang tunggu ini selain digunakan untuk pelanggan Apotek Safa juga dapat digunakan untuk pasien praktek dokter. Desain interior apotek bagian depan dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengaturan obat-obat OTC (Over The Counter) di etalase depan sudah cukup rapi, namun akan lebih baik apabila pengaturan penyusunan obat berdasarkan farmakologis diterapkan lebih baik lagi. Hal ini akan memudahkan pasien memilih obat bebas yang tersedia di apotek. Promosi obat-obatan bebas dilkakukan dengan pemasangan standing banner, poster dan dus obat. Pada sisi etalase lain terdapat alat kesehatan seperti kapas, masker, perban, dan kassa hidrofil, produk suplemen, dan barang-barang konsinyasi. Hal tersebut dilakukan agar memudahkan karyawan apotek dalam mencari barang serta memudahkan pelanggan ketika memilih obat. Apotek Safa juga menyediakan penjualan

186 48 minuman dan es krim bagi pengunjung. Hal tersebut dilakukan selain untuk meningkatkan pendapatan dari apotek juga untuk meningkatkan pelayanan bagi pengunjung yang datang ke apotek. Di bagian dalam bangunan apotek, terdapat ruang racik dengan meja racik di tengah ruangan dan dikelilingi dengan lemari obat. Ruang racik dan kasir/tempat penyerahan obat dipisahkan oleh lemari obat yang diletakkan tidak merapat sehingga pelanggan dapat melihat dengan cukup jelas kegiatan yang ada di ruang racik, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dapat membantu petugas untuk memantau ruangan depan sambil menyiapkan obat. Hal tersebut juga dapat meningkatkan kompetensi tenaga kerja apotek saat mengerjakan penyiapan obat dan menjaga kebersihan ruang racik. Ruang bagian dalam apotek merupakan ruang racik dengan layout tipe U dimana meja racik terletak di tengah ruangan dan dikelilingi oleh lemari obat ethical. Desain interior apotek bagian dalam untuk lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 6. Obat generik dan obat paten disusun pada etalase yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 7. Obat-obat psikotropika juga disusun pada etalase yang terpisah namun tetap berdekatan dengan obat golongan keras lainnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Obat golongan narkotika disimpan secara terpisah di dalam lemari khusus narkotika yang tersembunyi sesuai dengan peraturan yang berlaku dapat dilihat pada Lampiran 9. Sementara itu, obat-obatan yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus disimpan pada tempat dengan suhu terjaga yang sesuai, seperti lemari es untuk penyimpanan supositoria dan ovula. Secara umum, penempatan obat di Apotek Safa sudah cukup baik, namun terkadang obat tidak diletakkan pada tempat yang tidak sesuai karena keterbatasan tempat atau lupa mengembalikannya ke tempat semula setelah menyiapkan resep. Penempatan obat-obatan ini dapat diatasi dengan dibuatnya gudang penyimpanan obat di ruangan belakang ruang racik. Layout Apotek Safa secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 10.

187 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Sistem pengadaan barang di Apotek Safa dilakukan berdasarkan buku defecta dengan memperhatikan arus barang (fast moving / cepat terjual atau slow moving / lambat terjual) dan arus uang. Mengenai hal ini, terdapat hal yang penerapannya kurang baik di Apotek Safa, yaitu pencatatan ke buku defecta yang tidak berdasarkan pada kartu stok barang, melainkan hanya berdasarkan pengalaman (historical based). Kondisi ini akan menyulitkan terutama ketika terjadi pergantian karyawan yang biasa melakukan pekerjaan tersebut. Tidak dimanfaatkannya kartu stok barang juga dapat membuat adanya persediaan barang yang sudah minimal atau habis tidak dapat diketahui dengan segera, sehingga ketika ada pasien yang membutuhkan baru diketahui bahwa obat tersebut habis atau jumlah yang ada tidak mencukupi kebutuhan pasien. Pembelian persediaan obat berlangsung setiap hari yang pemesanannya dilakukan baik melalui telepon atau secara langsung ke pengantar barang (salesman) yang datang ke apotek. Pembelian obat yang dilakukan setiap hari tersebut dimaksudkan agar jatuh tempo pembayaran obat-obatan yang dilakukan secara kredit tidak terjadi pada waktu yang bersamaan dan mendapat potongan harga (diskon) yang cukup besar. Perputaran uang dapat berlangsung lebih maksimal karena jumlah uang yang digunakan untuk pembayaran lebih dapat terbagi jumlahnya. Pengadaan dan persediaan barang tidak terdapat lead time. Barang pesanan hampir selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 24 jam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak distributor. Apabila terjadi kekosongan barang akibat keterlambatan pengiriman, Apotek Safa memanfaatkan adanya keberadaan apotek kompetitor. Blanko Surat Pesanan (SP) obat di Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 11. Pemesanan barang dilakukan kepada PBF yang telah dipercaya, yaitu PBF yang dapat mengantarkan barang secara tepat waktu dan kualitasnya baik, yang dapat memberikan waktu tempo pembayaran lebih lama, atau disesuaikan dengan adanya obat-obatan tertentu yang hanya dimiliki oleh PBF tertentu. Pembelian obat ke PBF yang resmi juga dilakukan untuk

188 50 menjamin bahwa obat yang dijual oleh apotek adalah obat asli dan bukan obat palsu. Untuk menjamin kebenaran barang-barang yang diterima, terlebih dahulu dilakukan pengecekan kesesuaian barang yang diantar dengan surat pesanan barang, termasuk tanggal kadaluarsa, pemeriksaan fisik dan kemasannya. Setelah diperiksa, faktur barang akan ditandatangani, dicap, dan kemudian salinan faktur yang diberikan PBF disimpan. Apotek Safa juga melakukan pembelian obat dengan cara tunai dan konsinyasi selain pembelian secara kredit. Meskipun pemesanan dilakukan hampir setiap hari, terkadang ada barang yang luput dari pengamatan akibatnya pemesanan terlambat dilakukan. Keterlambatan pengadaan juga dapat disebabkan oleh terlambatnya PBF dalam mengantarkan pesanan, akibatnya ada beberapa resep yang ditolak atau kosongnya persediaan obat yang inginkan oleh konsumen. Pemesanan obat golongan narkotika ditujukan kepada PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan narkotika sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Surat pesanan khusus narkotika dapat dilihat pada Lampiran 12. Pemesanan obat golongan psikotropika di Apotek Safa telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Surat pemesanan psikotropika dapat dilihat pada lampiran 13. Penempatan obat di apotek menggunakan sistem FEFO (First Expire First Out) dimana obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan yang memungkinkan diambil terlebih dahulu dan FIFO (First in First Out) dimana obat-obat yang masuk terlebih dahulu disimpan paling depan yang memungkinkan diambil terlebih dahulu. Penggunaan obat yang masuk maupun yang keluar dicatat dalam kartu stok yang dapat dilihat pada Lampiran 14. Apotek Safa tidak memiliki gudang untuk penyimpanan obat karena letak PBF berada tidak jauh dari lokasi apotek sehingga, memungkinkan pemesanan obat dilakukan kapan pun ketika stok obat kosong. Selain itu, peniadaan gudang juga dimaksudkan untuk mencegah penumpukan barang yang menyebabkan kerusakan akibat obat yang dibiarkan terlalu lama hingga mencapai waktu kadaluarsa. Adanya tumpukan-tumpukan kardus tempat dokumentasi resep di bagian

189 51 belakang apotek membuat Apotek Safa belum sepenuhnya bebas dari debu dan hewan pengerat. Apotek Safa melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Instansi yang berwenang dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Format laporan penggunaan narkotika dan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16. Apotek Safa melakukan pemusnahan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Instansi yang berwenang dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan selama 5 tahun sekali. 4.5 Pengelolaan Administrasi dan Keuangan Transaksi keuangan dan obat-obatan yang terjadi pada semua fungsi kegiatan di Apotek Safa disajikan dalam suatu pembukuan yang berisi catatan transaksi dagang, keuangan serta analisa, bukti dan laporan. Pengelolaan dokumentasi kegiatan apotek di Apotek Safa berjalan dengan lancar namun belum terlalu rapi. Lembar resep, faktur, atau nota pembelian tidak memiliki tempat penyimpanan khusus yang tertata dengan baik dan rapi. Selain itu, administrasi dan keuangan apotek masih menggunakan sistem manual dan belum terkomputerisasi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ketidakteraturan manajemen di Apotek Safa, seperti penetapan harga jual obat yang masih memerlukan pengecekan harga secara manual. 4.6 Pelayanan Kefarmasian Apotek Safa banyak melakukan pelayanan swamedikasi. Swamedikasi merupakan upaya pemilihan obat untuk mengobati keluhan pada diri sendiri dalam rangka mengatasi masalah kesehatan ringan. Pelanggan datang ke apotek kemudian menanyakan obat yang dapat digunakan dengan menyebutkan keluhannya. Apoteker maupun asisten apoteker memberikan berbagai pilihan obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan pasien, namun tidak melakukan diagnosa penyakit. Pilihan penggunaan obat diserahkan kepada pasien dan tidak bersifat memaksa. Pelayanan obat wajib apotek (OWA) juga dilakukan oleh asisten apoteker maupun karyawan non

190 52 farmasi disertai dengan pemberian informasi yang cukup untuk pasien, meliputi dosis, cara pakai, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien, serta membuat catatan pasien dan obat yang diserahkan. Keuntungan swamedikasi bagi pasien adalah akses pengobatan menjadi lebih mudah serta menghemat biaya dan waktu. Bila swamedikasi tidak dilakukan secara benar akan menimbulkan kerugian seperti pemberian obat yang tidak tepat, pengobatan yang tidak perlu, serta tertundanya diagnosis bila ternyata penyakit pasien merupakan penyakit serius. Swamedikasi sangat berkaitan erat dengan konsep no pharmacist no service atau Tiada Apoteker Tiada Pelayanan (TATAP) yang akhir-akhir ini sedang aktif dirumuskan agar dapat dilaksanakan di setiap apotek. Akan tetapi, terkait konsep ini, sangat sayang sekali karena Apotek Safa belum dapat mewujudkan pelaksanaan program TATAP disebabkan oleh kesibukan APA yang membuat kehadirannya di apotek belum bisa maksimal. Karena ketidakhadiran APA setiap saat di apotek, pelayanan resep biasanya dilakukan oleh asisten apoteker. Petugas apotek (AA) tidak pernah mengganti obat generik dengan obat paten kecuali atas persetujuan pasien maupun dokter yang menulis resep. Pemberian informasi obat hanya tentang dosis, cara pemakaian dan waktu penggunaan. Hal ini diakrenakan banyaknya tugas dari petugas apotek (AA); Apotek pesaing tidak menimbulkan masalah bagi Apotek Safa karena jaraknya cukup jauh (membutuhkan angkutan umum untuk sampai ke apotek pesaing terdekat). Selain itu, terdapatnya apotek pesaing dimanfaatkan oleh Apotek Safa apabila obat yang diminta dalam resep tidak tersedia di Apotek Safa maka obat tersebut dapat dibeli di apotek pesaing. Keperluan pasien akan obat yang tak tersedia di Apotek Safa tetap dapat terpenuhi. Dalam pelayanan resep jika terdapat obat yang hanya ditebus sebagian, maka apoteker atau asisten apoteker membuatkan salinan resep untuk pelanggan tersebut. Blanko salinan resep dapat dilihat pada Lampiran 17. Bila ada permintaan dari pasien dapat pula dibuatkan kuitansi atas harga obat-obatan yang dibeli pasien. Blanko kuitansi dan etiket Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19.

191 53 Akhir-akhir ini pelayanan terhadap resep tersebut kurang maksimal. Hal ini disebabkan seringnya terjadi kekosongan obat-obat ethical yang sering diresepkan dokter, akibatnya penolakan resep sering terjadi. Banyaknya resep yang ditolak dapat mengurangi jumlah pelanggan. Untuk mencegah kehilangan pelanggan yang lebih banyak lagi karena stok obat yang sering kosong dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem perencanaan dan pengadaan obat, khususnya untuk obat-obat yang fast moving. Pelayanan yang diberikan oleh karyawan Apotek Safa terhadap pelanggan tergolong cukup baik. Karyawan melayani konsumen dengan ramah. Dengan adanya fasilitas yang tersedia di Apotek Safa seperti ruang tunggu yang luas, adanya televisi, toilet, bahan bacaan untuk pelanggan yang sedang menunggu, dan parkir yang cukup luas menambah nilai tambah bagi Apotek Safa dibandingkan dengan apotek kompetitor lainnya. Akan lebih baik jika ruangan dilengkapi pendingin ruangan agar pelanggan dan karyawan Apotek Safa tetap merasa nyaman di siang hari yang panas. Pengelolaan terhadap resep yang masuk dilakukan dengan cara mengelompokkan resep tiap bulan berdasarkan bulan penerimaaan resep dan diurutkan sesuai dengan nomor resep. Apotek Safa menyimpan resep selama 3 tahun dan memusnahkannya setelah lebih dari 3 tahun. Format berita acara pemusnahan resep dan copy resep dapat dlihat pada Lampiran 22. Secara keseluruhan, pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek Safa belum berjalan dengan optimal dan dapat dikategorikan kurang dikarenakan kehadiran apoteker yang tidak intensif di Apotek Safa. Semua pelayanan kefarmasian yaitu pemeriksaan resep, dispensing, penyerahan obat, dan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh asisten apoteker. Evaluasi terhadap mutu pelayanan apotek sebaiknya dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan pelayanan yang telah dilakukan di Apotek Safa. Contoh evaluasi pelayanan yang dapat dilakukan adalah evaluasi kepuasan pelanggan.

192 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Tugas pokok, fungsi, dan peran Apoteker di apotek adalah memimpin apotek dan memberikan pelayanan kepada pasien. Apoteker memimpin dan mengatur seluruh kegiatan apotek, baik pengelolaan perbekalan farmasi maupun kegiatan administrasi keuangan, personalia, dan administrasi lainnya. Apoteker juga melayani pasien dengan memberikan informasi obat, meliputi dosis, cara penggunaan, dan efek samping yang mungkin terjadi. b. Kegiatan pengelolaan di Apotek Safa meliputi kegiatan teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian, serta kegiatan manajemen apotek dan dalam memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek Safa sudah berjalan dengan cukup baik. 5.2 Saran a. Perlu ditingkatkan fungsi APA di Apotek Safa atau dengan diadakannya apoteker pendamping untuk meningkatkan pelayanan. b. Peningkatan penerapan sistem perencanaan dan pengadaan yang lebih cermat dan pengoptimalan pemanfaatan kartu stok obat di Apotek Safa agar persediaan obat dapat lebih diawasi sehingga kekosongan stok obat pun dapat diminimalisir. c. Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan apotek Safa perlu dilakukan evaluasi terhadap pelayanan baik internal maupun eksternal. d. Fasilitas-fasilitas penunjang di apotek seperti kaca depan apotek diganti dengan kaca yang transparan, penggunaan air conditioner (AC) di ruang peracikan (ruang penyimpanan obat) dan ruang tunggu sebaiknya diperbaiki. 54

193

194 DAFTAR ACUAN Anif, M. (2001). Manajemen Farmasi Cetakan Ketiga. Yogyakarta: UGM Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah no. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993c). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/Menkes/PER/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 55

195 56 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 992/Menkes/PER/X/1993 Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889//MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI. Jakarta. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana.

196 LAMPIRAN

197 57 Lampiran 1. Struktur Organisasi Aoptek Safa

198 58 Lampiran 2. Peta Lokasi Apotek Safa

199 59 Lampiran 3. Papan Nama Apotek Safa Lampiran 4. Fasilitas Halaman Parkir Apotek Safa

200 60 Lampiran 5. Gambar Depan Apotek Safa Lampiran 6. Gambar Bagian Dalam Apotek Safa

201 61 Lampiran 7. Rak Penyimpanan Obat Generik dan Obat Paten

202 62 Lampiran 8. Rak Penyimpanan Obat Psikotropika Lampiran 9. Lemari Penyimpanan Obat Narkotika

203 63 Lampiran 10. Layout Apotek Safa Keterangan : A. Pintu masuk G. Ruang praktek dokter B. Ruang tunggu H. Ruang konsultasi psikolog C. Ruang peracikan I. Ruang praktek dokter D. Gudang penyimpanan resep J. Ruang kosong E. Musholla K. Lahan parkir F. Toilet

204 64 Lampiran 10. Layout Apotek Safa (Lanjutan) Keterangan : 1. Lemari alat kesehatan 2. Lemari pendingin 3. Box es krim 4. Etalase obat bebas 5. Kasir 6. Tempat penerimaan resep 7. Tempat penyerahan obat 8. Kursi tunggu 9. Display brosur dan majalah kesehatan 10. Televisi 11. Lemari etalase obat bebas 12. Rak sediaan solid generic 13. Rak sediaan solid paten (abjad D-F) 14. a. Rak sediaan liquid generi b.rak sediaan liquid paten c. Rak sediaan solid paten (abjad A-C) 15. Meja racik 16. Rak sediaan solid paten (abjad G-O) 17. Rak sediaan solid paten (abjad P-Z) 18. Alat timbang dan perlengkapan apotek 19. a. Rak sediaan semi solid b. Rak sediaan tetes mata dan telinga 20. Rak penyimpanan resep 21. Rak bahan baku farmasi 22. Lemari pendingin 23. Wastafel dan tempat cuci piring 24. Lemari narkotik

205 65 Lampiran 11. Surat Pesanan Apotek Safa

206 66 Lampiran 12. Surat Pemesanan Narkotika

207 67 Lampiran 13. Surat pemesanan Psikotropika

208 68 Lampiran 14. Kartu Stok Obat Apotek Safa

209 69 Lampiran 15a. Format Laporan Penggunaan Narkotika

210 70 Lampiran 15b. Format Laporan Penggunaan Narkotika (Lanjutan)

211 71 Lampiran 16. Format Laporan Penggunaan Psikotropika

212 72 Lampiran 17. Salinan Resep Apotek Safa

213 73 Lampiran 18. Kuitansi Apotek Safa

214 74 Lampiran 19. Etiket Apotek Safa

215 75 Lampiran 20a. Berita Acara Pemusnahan Narkotika

216 76 Lampiran 20b. Berita Acara Pemusnahan Narkotika (lanjutan)

217 77 Lampiran 21a. Berita Acara Pemusnahan Psikotropika

218 78 Lampiran 21b. Berita Acara Pemusnahan Psikotropika (lanjutan)

219 79 Lampiran 22. Berita Acara Pemusnahan Resep Dan Copy Resep Apotek : Alamat : BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP dan COPY RESEP Pada hari... tanggal... bulan... Tahun... sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 200/MenKes/SKN/1981, tertanggal 30 Mei 1981, kami : Nama : Jabatan : No. SIK/SIP : Dan : Nama : Jabatan : No. SIK/SIP : Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa kami telah memusnahkan sejumlah Resep yang sudah kami simpan selama 3 tahun, yaitu mulai tanggal... tahun... s/d tanggal... tahun... sebanyak... kg. Pemusnahan ini kami lakukan dengan cara... dan..., berita acara ini kami buat rangkap 4 dan dikirmkan kepada : 1. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat 2. Kantor wilayah Departemen Kesehatan DKI Jakarta, Jl. Kesehatan No. 10 Jakarta 3. Balai POM DKI Jakarta, Jl. Kesehatan No. 10 Jakarta 4. Arsip Apotek Demikian berita acara ini kami buat dengan sesungguhnya agar dapat dipergunakan seperlunya. Jakarta, Apoteker Penanggung Jawab Apotek SIK No. ( ) Saksi : Asisten Apoteker : SIK/SIAA No.

220 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA POTENSI PASAR APOTEK SAFA DAN SHARE MARKET APOTEK PESAING PADA RADIUS 1 KM TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 2 JULI 10 AGUSTUS MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

221 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB 1. PENDAHULAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Pasar Pemasaran Bauran Pemasaran Produk dan Jasa Lingkungan Pemasaran Permintaan Pasar Total Perilaku Konsumen... 8 BAB 3. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian BAB 4. PEMBAHASAN Apotek Safa Profil pasar Analisa pasar Analisa potensi pasar Analisa share market Faktor yang mempengaruhi potensi pasar BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN ii

222 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Halaman Jumlah penduduk kelurahan Bukit Duri, Manggarai, Manggarai Selatan, Tebet Timur, dan Kampung Melayu berdasarkan jenis kelamin Jumlah Sarana Kesehatan sekitar Apotek Safa dengan radius 1 km Peluang Pasar sekitar Apotek Safa (dalam rupiah) dalam radius 1 km Tabel 4.4 Jumlah Pesaing di sekitar Apotek Safa dalam radius 1 km Tabel 4.5 Harga resep rata-rata tahun 2011Apotek Safa Tabel 4.6 Potensi pasar Apotek Safa di tiap kelurahan pada radius 1km Tabel 4.7 Share market pasar farmasi di sekitar Apotek Safa. 21 iii

223 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Jumlah Puskesmas sekitar Apotek Safa pada radius 1 km Lampiran 2. Jumlah Klinik Kesehatan sekitar Apotek Safa pada radius 1 km 29 Lampiran 3. Jumlah Praktek Dokter sekitar Apotek Safa pada radius 1 km.. 30 Lampiran 4. Letak Apotek Pesaing dari Apotek Safa Lampiran 5. Perkiraan pendapatan apotek pesaing iv

224 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan dunia kesehatan semakin pesat seiiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat akan kesehatan itu sendiri. Akibatnya, masyarakat menjadi kritis dan menuntut terpenuhinya sarana kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan antara lain adalah apotek. Sebagai perusahaan pengecer (retail) barang farmasi, komoditas apotek terdiri dari perbekalan farmasi (obat dan bahan obat), alat kesehatan dan tempat untuk memperoleh informasi kesehatan. Apotek tidak terlepas dari adanya persaingan yang semakin keras dan global karena banyak apotek- apotek baru baik dosmetik maupun asing di Jakarta membuat persaingan semakin ketat sehingga, diperlukan penerapan strategi manajemen untuk mengembangkan apotek agar tetap eksis dan berkembang. Pengelolaan apotek perlu dilakukan dengan melakukan pengukuran kinerja baik dari dalam maupun luar. Pengukuran kinerja dari dalam, dilakukan pada sumber daya manusia di apotek agar dapat diketahui dan dievaluasi apabila terdapat kesalahan yang telah terjadi, sedangkan untuk pengukuran kinerja dari luar dapat dilakukan dengan mengukur jumlah permintaan pasar apotek. Pasar merupakan kumpulan pelanggan yang aktual dan potensial dari sebuah produk. Ukuran pasar tergantung pada jumlah orang yang menunjukkan kebutuhan, mempunyai sumber daya untuk melakukan pertukaran, dan bersedia menawarkan sumber daya dalam pertukaran itu untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dewasa ini, meskipun menarik pelanggan baru masih tetap menjadi hal yang penting, penekanannya telah bergeser menuju pemasaran relasional (marketing relationship) dengan menciptakan, mempertahankan dan meningkatkan hubungan yang kuat dengan pelanggan dan stakeholder lainnya. Selain merancang berbagai strategi untuk menarik pelanggan baru dan menciptakan transaksi dengan mereka, suatu perusahaan harus terus berjuang untuk mempertahankan para pelanggan yang ada dan membangun relasi jangka panjang yang mampu mendatangkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. 1

225 2 Potensi pasar adalah sejumlah pelanggan suatu wilayah yang memiliki uang dan keinginan untuk membelanjakannya (dikuantumkan dalam suatu mata uang) (Manajemen Apotek Praktis,2007). Besar kecilnya potensi pasar suatu perusahaan tergantung pada permintaan pasar yang dipengaruhi oleh lingkungan pemasaran. Suatu apotek harus memperhatikan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan pemasaran untuk mencari peluang dan mengatasi ancaman. Lingkungan pemasaran terdiri dari semua pelaku dan kekuatan yang mempengaruhi kemampuan perusahaan secara efektif dengan pasar sasarannya, yaitu mikro dan makro. Lingkungan mikro terdiri dari kekuatan yang dekat dengan perusahaan yang mempengaruhi kemampuan melayani pelanggannya seperti perusahaan, pemasok, pelanggan. Pada lingkungan makro terdiri dari kekuatan masyarakat yang lebih luas yang mempengaruhi lingkungan mikro seperti demografi dan market share di sekitar apotek. Apotek dapat mengetahui posisinya dengan mengetahui permintaan pasar dan peluang pasar yang berada di sekitarnya. Analisa potensi pasar tersebut dapat dijadikan acuan untuk pengambilan kebijakan yang lebih baik demi tercapainya tujuan apotek. Selain untuk kepentingan evaluasi, pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan sebuah apotek. 1.2 Tujuan Tujuan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah : Memahami besar potensi pasar dan peluang pasar Apotek Safa pada radius 1 km Mengetahui share market apotek pesaing pada radius 1 km Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi potensi pasar Apotek Safa.

226 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Menurut Kotler, pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan itu. Dengan demikian, ukuran pasar bergantung pada jumlah orang yang menunjukkan kebutuhan, memiliki sumber daya untuk melakukan pertukaran dan bersedia menawarkan sumber daya dalam pertukaran itu untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan (Kotler, 2004). 2.2 Pemasaran Suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain didefinisikan sebagai pemasaran. Konsep inti pemasaran adalah kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan permintaan (demands), produk (product) dan jasa (services), nilai (value), kepuasan (satisfaction) dan kualitas (quality), pertukaran (exchange), transaksi (transaction), relasional (relationship), dan pasar (market). 2.3 Bauran pemasaran Kotler (2003) mendefinisikan bahwa bauran pemasaran adalah kelompok kiat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam pasar sasaran. Sedangkan Jerome Mc-Carthy dalam Fandy Tjiptono (2004) merumuskan bauran pemasaran menjadi 4 P (Product, Price, Promotion dan Place). 1. Product (Produk) berarti kombinasi barang dan atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pasar sasaran untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu. 2. Price (Harga) adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk mendapatkan produk. 3

227 4 3. Promotion (Promosi) berarti aktivitas yang mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya. 4. Place (Saluran Distribusi) mencakup aktivitas perusahaan untuk menyediakan produk bagi pelanggan sasaran. 2.4 Produk dan Jasa Produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya. Jasa adalah bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat atau kepuasan yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan perpindahan kepemilikan (Kotler, 2003). Berdasarkan konsumen yang menggunakannya, produk dan jasa dibedakan menjadi dua kategori yaitu produk konsumen dan produk industri (Kotler, 2003). 1. Produk konsumen Semua produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk dikonsumsi secara pribadi didefinisikan sebagai produk konsumen a. Produk sehari-hari (convenience product) adalah produk konsumen yang dibeli oleh pembeli secara kontinu, cepat dan dibeli dengan jumlah yang minimal dibandingkan dengan produk lain serta usaha untuk mendapatkan produk tersebut juga minimal. b. Produk belanja (shopping product) adalah barang konsumen yang dalam proses pemilihan dan pembelian melakukan perbandingan dengan produk lain berdasarkan kecocokan, kualitas, harga dan gaya. c. Produk khusus (special product) adalah produk konsumen yang mempunyai karakteristik dan identifikasi merk yang unik sehingga kelompok pembeli yang cukup signifikan bersedia melakukan usaha pembelian yang khusus. d. Produk yang tidak dicari (untought product) adalah produk konsumen dimana konsumen tidak mengetahui dan tidak terpikirkan untuk membeli produk tersebut. 2. Produk industri Produk yang dibeli dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut atau digunakan untuk menjalankan bisnis didefinisikan sebagai produk industri.

228 5 2.5 Lingkungan Pemasaran Berbagai perilaku dan kekuatan di luar pemasaran yang mempengaruhi kemampuan manajemen pemasaran mengembangkan dan mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan sasaran disebut lingkungan pemasaran yang terdiri dari lingkungan mikro dan lingkungan makro (Basu Swastha D.H,1990 dan Gitosudanno, 1994) Lingkungan Mikro (Basu Swastha D.H, 1990 dan Gitosudanno, 1994). Lingkungan mikro terdiri dari para pelaku dalam lingkungan yang langsung berkaitan dengan perusahaan yang mempengaruhi kemampuannya untuk melayani pasar, yaitu: perusahaan, pemasok, perantara pemasaran, pelanggan, pesaing dan masyarakat umum. 1. Perusahaan Strategi pemasaran yang diterapkan oleh bagian manajemen pemasaran harus memperhitungkan kelompok lain di perusahaan dalam merumuskan rencana pemasarannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan seperti manajemen puncak, keuangan perusahaan, penelitian dan pengembangan, pembelian, produksi, dan akuntansi serta sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan, karena manajer pemasaran juga harus bekerja sama dengan para staf di bidang lainnya. 2. Pemasok (Supplier) Perusahaan-perusahaan dan individu yang menyediakan sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan dan para pesaing untuk memproduksi barang dan jasa tertentu disebut pemasok. Kadang kala perusahaan juga harus memperoleh tenaga kerja, peralatan, bahan bakar, listrik, dan faktor-faktor lain dari pemasok. Perkembangan dalam lingkungan pemasok dapat memberi pengaruh yang sangat berarti terhadap pelaksanaan pemasaran suatu perusahaan. Manajer pemasaran perlu mengamati kecenderungan harga dari masukan-masukan terpenting bagi kegiatan produksi perusahaan mereka. Kekurangan sumber-sumber bahan mentah, pemogokan tenaga kerja, dan berbagai kcjadian lainnya yang berhubungan dengan pemasok dapat mengganggu strategi pemasaran yang dilakukan dan dijalankan perusahaan.

229 6 3. Para Perantara Pemasaran Perusahaan-perusahaan yang membantu perusahaan dalam promosi, penjualan dan distribusi barang/jasa kepada para konsumen akhir disebut perantara pemasaran yang meliputi : a. Perantara, adalah perusahaan atau individu yang membantu perusahaan untuk menemukan konsumen. Perantara terbagi dalam dua macam, yaitu agen perantara seperti agen, pialang dan perwakilan produsen yang mencari dan menemukan para pelanggan, dan atau mengadakan perjanjian dengan pihak lain tetapi tidak memiliki barang atau jasa itu sendiri. b. Perusahaan Distribusi Fisik, perusahaan seperti ini membantu perusahaan dalam penyimpanan dan pemindahan produk dari tempat asalnya ke tempattempat yang dituju. c. Para Agen Jasa Pemasaran, seperti perusahaan atau lembaga penelitian pemasaran, agen periklanan, perusahaan media, dan perusahaan konsultan pemasaran. Agen jasa pemasaran membantu perusahaan dalam rangka mengarahkan dan mempromosikan produknya ke pasar yang tepat. d. Perantara Keuangan, seperti bank, perusahaan kredit, perusahaan asuransi, dan perusahaan lain yang membantu dalam segi keuangan. 4. Pelanggan Yaitu pasar sasaran suatu perusahaan yang menjadi konsumen atas barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan baik individu, lembaga, organisasi, dan sebagainya. 5. Para Pesaing Dalam usahanya melayani kelompok pasar pelanggan, perusahaan tidaklah sendiri. Usaha suatu perusahaan untuk membangun sebuah sistem pemasaran yang efisien guna melayani pasar yang juga menjadi perhatian oleh perusahaan lain. Sistem pemasaran dan strategi yang diterapkan perusahaan dikelilingi dan dipengaruhi oleh sekelompok pesaing. Para pesaing ini perlu diidentifikasi dan dimonitor segala gerakan dan tindakannya didalam pasar. 6. Masyarakat Umum Sebuah perusahaan juga harus memperhatikan sejumlah besar lapisan masyarakat yang tentu saja besar atau kecil menaruh perhatian terhadap kegiatan-

230 7 kegiatan perusahaan, apakah mereka menerima atau menolak metode-metode dari perusahaan dalam menjalankan usahanya, karena kegiatan perusahaan pasti mempengaruhi minat kelompok lain, kelompok-kelompok inilah yang menjadi masyarakat umum. Masyarakat umum dapat memperlancar atau sebaliknya dapat sebagai penghambat kemampuan perusahaan untuk mencapai sasarannya Lingkungan Makro (Basu Swastha D.H, 1990 dan Gitosudanno, 1994) Lingkungan ini terdiri dari kekuatan-kekuatan yang bersifat kemasyarakatan yang lebih besar dan mempengaruhi semua pelaku dalam lingkungan mikro dalam perusahaan, yaitu: 1. Lingkungan Demografis/Kependudukan Lingkungan ini menunjukkan keadaan dan permasalahan mengenai penduduk, seperti distribusi penduduk secara geografis, tingkat kepadatannya, kecenderungan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, distribusi usia, kelahiran, perkawinan, ras, suku bangsa, dan struktur keagamaan. Ternyata hal diatas dapat mempengaruhi strategi pemasaran suatu perusahaan dalam memasarkan produknya karena publik yang membentuk suatu pasar. 2. Lingkungan Ekonomi Lingkungan ini menunjukkan sistem ekonomi yang diterapkan, kebijakankebijakan pemerintah yang berkenaan dengan ekonomi, penurunan dalam pertumbuhan pendapatan nyata, tekanan inflasi yang berkelanjutan, perubahan pada pola belanja konsumen, dan sebagainya yang berkenaan dengan perekonomian. 3. Lingkungan Fisik Lingkungan ini menunjukkan kelangkaan bahan mentah tertentu yang dibutuhkan oleh perusahaan, peningkatan biaya energi, peningkatan angka pencemaran, dan peningkatan angka campur tangan pemerintah dalam pengelolaan dan penggunaan sumber-sumber daya alam. 4. Lingkungan Teknologi Lingkungan ini rnenunjukkan peningkatan kecepatan pertumbuhan teknologi, kesempatan pembaharuan yang tak terbatas, biaya penelitian dan pengembangan

231 8 yang tinggi. Perhatian yang lebih besar tertuju kepada penyempurnaan bagian kecil produk daripada penemuan yang besar, dan semakin banyaknya peraturan yang berkenaan dengan perubahan teknologi. 5. Lingkungan Sosial/Budaya Lingkungan ini menunjukkan keadaan suatu kelompok masyarakat mengenai aturan kehidupan, norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, pandangan masyarakat, dan lain sebagainya yang merumuskan hubungan antar sesama dengan masyarakat lainnya serta lingkungan sekitarnya. 6. Share market Presentase total penjualan pasar yang didapatkan oleh perusahaan tertentu selama periode waktu tertentu disebut share market. Pangsa pasar dihitung dengan mengambil penjualan perusahaan selama periode dan membaginya dengan total penjualan industri pada periode yang sama. Matriks ini digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang ukuran perusahaan ke pasar dan para pesaingnya. 2.6 Permintaan Pasar Total Volume total yang akan dibeli oleh kelompok konsumen yang sudah didefinisikan di sebuah wilayah geografis pada satu periode waktu dalam sebuah lingkungan pemasaran berdasarkan bauran pemasaran disebut produk atau jasa. Salah satu metode praktis untuk mengestimasi permintaan pasar total adalah dengan menggunakan persamaan (Kotler, 2004) : Q = n x P x q Q = permintaan pasar total n = jumlah pembeli di pasar P = harga rata-rata per unit Q = jumlah yang dibeli oleh rata-rata pembeli per tahun 2.7 Perilaku Konsumen Tindakan langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut didefinisikan sebagai perilaku konsumen. Perilaku

232 9 konsumen terbag dalam dua golongan, yaitu perilaku yang tampak dan tidak tampak. Perilaku yang tampak seperti jumlah pembelian, waktu, karena siapa, bagaimana konsumen melakukan pembelian, perilaku yang tidak tampak seperti persepsi, ingatan terhadap informasi dan perasaan kepemilikan oleh konsumen (Umar, 2005). Perilaku pembeli dipengaruhi oleh karakteristik pembeli disamping itu dipengaruhi pula oleh proses keputusan pembeli. Karakteristik pembeli meliputi empat faktor utama (Kotler, 2003) : 1. Faktor Budaya Penyebab dasar keinginan dan perilaku konsumen disebut faktor budaya. Perilaku manusia sebagian besar merupakan hasil proses belajar. Setiap budaya terdiri dari budaya atau kelompok-kelompok orang yang memiliki sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman hidup dan situasi kehidupan seperti kebangsaan, agama, dan daerah. Kelas sosial adalah pembagian kelompok masyarakat yang relatif permanen dan relatif teratur dimana anggota-anggotanya memiliki kesamaan nilai, minat, dan perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja misalnya pendapatan, tetapi ditentukan juga oleh pekerjaan, pendidikan, kekayaan,dan lainnya. 2. Faktor Sosial Kelompok referensi, keluarga,teman karib, organisasi sosial, dan asosiasi profesional merupakan faktor sosial yang sangat mempengaruhi pilihan produk serta merk. Posisi seseorang di dalam setiap kelompok ditentukan dari peran dan status. Seseorang pembeli akan memilih produk serta merk yang mencerminkan peran dan statusnya. 3. Faktor pribadi Usia, tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, serta karakteristik pribadi lainnya dari pembeli merupakan faktor pribadi yang mempengaruhi keputusan pembelian. Gaya hidup konsumen keseluruhan pola bertindak dan berinteraksi di dunia juga merupakan sebuah pengaruh yang penting terhadap pilihan pembeli.

233 10 4. Faktor psikologis Motivasi, persepsi, pembelajaran, keyakinan, dan sikap merupakan faktor psikologis. Masing-masing faktor merupakan perspektif tersendiri untuk memenuhi cara bekerja pembeli. Berdasarkan teori Maslow, seseorang dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai paling tidak mendesak (kebutuhan psikologikal, keamanan, sosial, harga diri, dan pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivator, dan orang tersebut akan kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya.

234 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Analisa potensi pasar apotek Safa dilakukan dengan pengambilan beberapa data sekunder yang dibutuhkan, antara lain : 1. Data kependudukan dan fasilitas kesehatan di sekitar apotek Safa yang meliputi Kelurahan Bukit Duri, Manggarai, Manggarai Selatan, Kelurahan Tebet Timur dan Kampung Melayu. 2. Data persentase angka kesakitan di Provinsi DKI Jakarta dan kota administratif Jakarta Selatan. 3. Rata-rata harga per lembar resep di Apotek Safa yang diambil pada bulan Januari, Mei dan Desember 2011 (data internal). 4. Data market share pasar farmasi dilihat dari fasilitas kesehatan sekitar apotek Safa dengan radius 1 km dilihat (berdasarkan survey dan wawancara narasumber). Berikut ini adalah langkah penilaian peta pasar di sekitar Apotek Safa, Bukitduri Tanjakan, Jakarta Selatan dengan radius 1 km: 1. Menentukan pendataan demografi dengan radius 1 km berdasarkan peta: Arah selatan: Apotek Safa Jl. Tebet raya dekat stasiun Tebet, 1,1 km (Kelurahan Tebet Timur) Arah utara: Apotek Safa - SMA 8 Bukit duri, jarak1,2 km (Kelurahan Manggarai) Arah barat: Apotek Safa Kelurahan Manggarai Selatan jarak1,1 km Arah timur: Apotek Safa - Jl. Kampung melayu kecil 3, 900 m (Kelurahan Kampung Melayu (Jak-Tim) 2. Survei jumlah rata- rata pasien dan resep yang dikeluarkan oleh tiap fasilitas kesehatan (puskesmas, klinik, rumah sakit, dan prakterk dokter) di masingmasing kelurahan dilakukan berdasarkan pengamatan dan wawancara narasumber. 11

235 12 3. Menghitung perkiraan market share apotek pesaing di masing-masing kelurahan. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Pengambilan data internal dilakukan di sekitar Apotek Safa yang terletak di Jalan Bukit Duri Tanjakan No. 68, Jakarta Selatan selama dua minggu, yaitu pada tanggal 27 Juli 10 Agustus Pengambilan data eksternal dilakukan dengan survey di fasilitas kesehatan dan apotek pesaing di Kelurahan Bukit Duri, Manggarai, Manggarai Selatan, Tebet Timur dan Kampung Melayu.

236 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Apotek Safa Pada awalnya, Apotek Safa benama dari Apotek Tanjakan yang diambil alih kepemilikannya tahun 1991 dan dirubah namanya menjadi Apotek Safa. Pemilik Sarana Apotek Safa adalah Ny. Fachriyah dan pengelolaannya dibantu oleh Dra.Hastuti Assauri, S.E., Apt. Apotek Safa mendapat izin apotek atau SIA pada tahun 1991 dengan nomor 134/Kanwil/SIA/1991 atas nama Dra. Adriani Y. Lutan Apt. dengan SIK No. 0251/ / / / Dalam menjalankan kegiatan usaha apotek, tidak dapat dilakukan secara perorangan, namun diperlukan sebuah organisasi agar semua pihak termasuk karyawan dapat bekerja sesuai dengan tugasnya sehingga tujuan dari usaha ini tercapai. Dalam hal ini suatu bidang usaha, perlu diadakan pembagian kerja yang tersusun dalam struktur organisasi agar masing-masing individu dapat lebih jelas dalam menjalankan tugasnya, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan tugas. Organisasi Apotek Safa bersifat sederhana yang terdiri dari tenaga teknis farmasi (1 APA, 2 asisten apoteker, dan 1 juru resep) dan tenaga non teknis farmasi (tenaga administrasi dan keuangan serta 1 pembantu umum). Apotek Safa berlokasi di Jalan Bukit Duri Tanjakan Nomor 68 Kelurahan Bukit Duri Kecamatan Tebet Jakarta Selatan. Lokasi Apotek Safa sangat strategis karena berada di jalan yang dilewati oleh kendaraan bermotor dan pejalan kaki, selain itu jalan Bukit duri tanjakan merupakan jalur alternatif penghubung antara Jakarta Selatan dan Jakarta Timur sehingga pasar yang dapat dicakup oleh Apotek Safa lebih luas. Jalur ini sangat banyak digunakan oleh para pengendara yang menghindari kemacetan dan tingkat kepadatan penduduk di wilayah sekitar Apotek Safa cukup padat. 4.2 Profil Pasar Profil Kelurahan Bukit duri Kelurahan Bukit Duri merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tebet 13

237 14 Kota Administrasi Jakarta Selatan dan termasuk wilayah pemukiman yang padat dengan luas wilayah 107,01 Ha yang terbagi dalam 12 lingkungan RW dan 152 lingkungan RT dengan batas-batas wilayah berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986 dan Nomor 1746 Tahun 1987 adalah : Sebelah Utara : Kelurahan Manggarai dan Kali Ciliwung Sebelah Selatan : Kelurahan Kebon Baru dan Kelurahan Tebet Timur Sebelah Barat : Kelurahan Manggarai Selatan Sebelah Timur : Kelurahan Kampung Melayu (Jak-Tim) dan Kali Ciliwung Profil Kelurahan Manggarai Kelurahan Manggarai merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tebet Kota Administrasi Jakarta Selatan dan termasuk wilayah pemukiman yang padat dengan luas wilayah 0,95 km 2 yang terbagi dalam 12 RW dan 164 RT dengan jumlah kepala keluarga sebanyak kepala (Anonim, Suku Dinas Kependudukan Jakarta Selatan, 2011) Profil Kelurahan Tebet Timur Kelurahan Tebet Timur merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tebet Kota Administrasi Jakarta Selatan dan termasuk wilayah pemukiman yang padat dengan luas wilayah 1,39 km 2 yang terbagi dalam 11 RW dan 110 RT dengan jumlah kepala keluarga sebanyak kepala (Anonim, Suku Dinas Kependudukan Jakarta Selatan, 2011) Profil Kelurahan Manggarai Selatan Kelurahan Manggarai Selatan merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tebet Kota Administrasi Jakarta Selatan dan termasuk wilayah pemukiman yang padat dengan luas wilayah 0,51 km 2 yang terbagi dalam 10 RW dan 131 RT dengan jumlah kepala keluarga sebanyak kepala (Anonim, Suku Dinas Kependudukan Jakarta Selatan, 2011).

238 Profil Kelurahan Kampung Melayu Kelurahan Kampung Melayu merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur dan termasuk wilayah pemukiman yang padat dengan luas wilayah 0,93 km 2 yang terbagi dalam 12 RW dan 143 RT dengan jumlah kepala keluarga sebanyak kepala. (Anonim, Suku Dinas Kependudukan Jakarta Timur, 2011). 4.3 Analisa Pasar Segmentasi Pasar Lokasi apotek Safa berada di kelurahan Bukit Duri Kecamatan Tebet Jakarta Selatan dengan batas wilayah dengan kelurahan Manggarai, Manggarai Selatan, ebet Timur dan Kampung Melayu. Segmentasi pasar dilakukan berdasarkan data demografi penduduk yang meliputi pembagian berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan catatan yang ada pada Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administratif Jakarta Selatan dan Kota Administratif Jakarta Timur pada bulan November 2011 sebagai berikut : Tabel 4.1 Jumlah penduduk kelurahan Bukit Duri, Manggarai, Manggarai Selatan, Tebet Timur, dan Kampung Melayu berdasarkan jenis kelamin Jumlah BD M MS TT KM Total Penduduk Laki-laki Perempuan Total Keterangan : BD : Bukit Duri TT : Tebet Timur M : Manggarai KM: Kampung Melayu MS : Manggarai Selatan

239 Target Pasar Pasar yang menjadi target apotek Safa yaitu masyarakat Kelurahan Bukit Duri, Manggarai, Tebet Timur, Manggarai Selatan, Kampung Melayu karena lokasi Apotek Safa berada diperbatasan antara Jakarta Selatan dan Jakarta Timur yang kelurahan-kelurahan tersebut letaknya berada di radius 1 km dari kelurahan Bukit duri (Apotek Safa) maka Kelurahan Kampung Melayu yang menjadi batas wilayah Kelurahan Bukit Duri juga menjadi target pasarnya. Target pasar Apotek Safa adalah masyarakat yang melintas disekitar lokasi apotek dan penduduk di kelurahan-kelurahan tersebut Posisi Pasar Image yang dibangun Apotek Safa adalah apotek yang ditujukan untuk semua kalangan tingkat ekonomi, baik ekonomi tingkat bawah hingga tingkat atas Peluang Pasar Apotek merupakan satu diantara sarana kesehatan yang memiliki kaitan yang erat dengan sarana kesehatan lainnya. Oleh karena itu, besar kecilnya peluang pasar apotek dilihat dari keberadaan sarana kesehatan di sekitar lokasi, dimana sarana kesehatan seperti posyandu, dokter praktek, dan klinik kesehatan sebagai penujang dari kegiatan apotek yang berada disekitarnya (radius 1 km). Radius ditentukan untuk mengetahui hampir 50% pendapatan yang diperkirakan sesuai dengan keadaan pasar. Berdasarkan survei diperoleh potensi pasar per bulan dari 3 Puskesmas baik kecamatan maupun kelurahan dapat dilihat pada (Lampiran 1), 8 Klinik Kesehatan dapat dilihat pada (Lampiran 2) dan 14 Praktek Dokter di sekitar Apotek Safa dapat dilihat pada (Lampiran 3) Berdasarkan jumlah fasilitas kesehatan diperoleh jumlah potensi pasar yang berada pada radius 1 km sekitar apotek Safa sebesar Rp , dengan jumlah potensi pasar terbanyak adalah pada kelurahan Bukit Duri yang memiliki jumlah penduduk paling banyak, sehingga membutuhkan fasilitas kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

240 17 Tabel 4.2 Jumlah Sarana Kesehatan sekitar Apotek Safa dengan radius 1 km Jenis Sarana Kesehatan BD M MS TT KM Jumlah Puskesmas Klinik Praktek Dokter Jumlah Keterangan : BD : Bukit Duri TT : Tebet Timur M : Manggarai KM: Kampung Melayu MS : Manggarai Selatan Tabel 4.3 Peluang Pasar sekitar Apotek Safa (dalam rupiah) dalam radius 1 km Wilayah Total Potensi pasar/bulan Bukit duri Rp Tebet Timur Rp Manggarai Selatan Rp Manggarai Rp Kampung Melayu Rp Total Rp Pesaing Salah diantara ancaman maupun peluang dalam meraih pasar di sekitar Apotek yang dapat menjadi inspirator dalam perkembangan sistem pelayanan kesehatan di wilayah tertentu, namun pesaing dapat menjadi ancaman apabila kelebihan dari pesaing tidak menjadi pendorong kemajuan apotek sendiri. Pesaing terdekat di sekitar Apotek Safa dalam radius 1 km terdiri dari 6 apotek dilihat berdasarkan peta dapat dilihat pada lampiran 4. Tabel 4.4 Jumlah Pesaing di sekitar Apotek Safa dalam radius 1 km BD M MS TT KM Jumlah Apotek Pesaing

241 Analisa Potensi Pasar Angka Kesakitan Provinsi DKI Jakarta Persentase angka kesakitan diperoleh dengan membandingkan jumlah penyakit dengan penduduk Indonesia pada tahun Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2011 diperoleh angka kesakitan untuk provinsi DKI Jakarta adalah sebanyak 14,03% dan untuk daerah kota administratif Jakarta selatan sebanyak 11,77%. (Angka keasakitan Prvinsi DKI Jakarta, bplhd.jakarta.go.id) Harga per Lembar Resep Rata-rata harga 1 lembar resep dihitung dengan mengambil 3 bulan pada awal, tengah dan akhir tahun yaitu Januari, Mei dan Desember tahun 2011, dimana didapat bahwa rata-rata harga 1 lembar resep di Apotek Safa sebesar Rp ,00 Tabel 4.5 Tabel harga resep rata-rata tahun 2011Apotek Safa Bulan Harga rata-rata per resep Januari Rp Mei Rp Desember Rp Rata-rata Rp

242 Potensi pasar Tabel 4.6 Potensi pasar Apotek Safa di tiap kelurahan pada radius 1km Wilayah Jumlah Penduduk Permintaan Pasar total (Rp)* Permintaan pasar rata-rata per apotek (Rp)** Persentase potensi Apotek Safa dalam melayani permintaan pasar total *** Kel. Bukit Duri Kel. Manggarai jiwa ,3 72,50 % jiwa ,66% Kel. Manggarai Selatan Kel. Tebet Timur Kel. Kampung Melayu jiwa , ,6 104,18% jiwa , ,33 138,90% jiwa , ,2 91,33 % (Sumber: Kotler, 2004) * Permintaan pasar total = % angka kesakitan x jml.penduduk x harga rata-rata per lembar resep ݐݐݎ ݏ ݐ ݎ = apotek ** Permintaan pasar rata-rata h ݕ ݓ/ pesaing ݐ h ݑ *** Persentase Apotek Safa dalam melayani permintaan pasar total = ݑh ݐݎ ݏ ݐ ݐ ݎ ݎ ݐݐݎ ݏ ݐ ݎ % 100 ݔ

243 Analisa share market Persentase total penjualan pasar yang didapatkan oleh perusahaan tertentu selama periode waktu disebut share market tertentu. Pangsa pasar dihitung dengan mengambil penjualan perusahaan selama periode dan membaginya dengan total penjualan industri pada periode yang sama. Metrik ini digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang ukuran perusahaan ke pasar dan para pesaingnya. Share market dihitung dengan mengumpulkan data perkiraan pendapatan pesaing dan pangsa pasar farmasi total di wilayah kelurahan Bukit Duri, kelurahan Manggarai, kelurahan Manggarai Selatan, kelurahan Tebet Timur, dan kelurahan Kampung Melayu. Data tersebut dapat dilihat pada lampiran 5. Tingginya pangsa pasar disuatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kepadatan penduduk dan tingkat pendapatan penduduk yang mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap suatu barang. Pangsa pasar disuatu wilayah berbanding lurus dengan daya beli masyarakat terhadap suatu barang. Pangsa pasar farmasi di sekitar Apotek Safa berjumlah Rp yang meliputi beberapa kelurahan dengan pangsa pasar farmasi terbesar berada di kelurahan Bukit Duri dengan jumlah Rp Kemampuan untuk meraup pangsa pasar terbesar di miliki oleh Apotek La Rose dengan presentasi share market 23,10%. Apotek La Rose memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah lokasi yang strategis dan dilewati oleh angkutan umum. Selain itu adanya praktek dokter umum dan praktek dokter gigi menjadi sumber utama pendapatan apotek ini. Ukuran Apotek Safa terhadap pasar sebesar 21,77% artinya apotek Safa dapat memenuhi pangsa pasar farmasi di setiap fasilitas kesehatan sebesar 21,77% dapat dilihat pada tabel 4.7. Hal ini dipengaruhi karena apotek Safa memiliki pemasukan utama yaitu adanya praktek dokter spesialis penyakit dalam yang dalam peresepannya mengeluarkan obat yang dapat menunjang pemasukan apotek Safa. Selain itu lokasi yang strategis dan tingkat kepadatan yang tinggi menjadi faktor lain yang menunjang, namun hal ini harus diseimbangkan dengan jumlah persediaan obat yang ada di apotek, sehingga tingkat kepuasan konsumen meningkat.

244 21 Tabel 4.7 Share market pasar farmasi di sekitar Apotek Safa Apotek Pesaing Peluang Pasar Perkiraan Pendapatan per bulan Share market (%) Apotek RM Rp ,87 Apotek BD Rp ,05 Apotek LR Rp ,10 Apotek Safa Rp Rp ,77 Apotek SL Rp ,75 Apotek AN Rp ,79 Apotek EP Rp ,56 Lain-lain Rp ,092 Total 99,98 Share market : ௧ ௧ ௦ ௨ ௨ ௦ ݔ 100% Keterangan : BD : Bukit Duri TT : Tebet Timur M : Manggarai KM: Kampung Melayu MS : Manggarai Selatan 4.6 Faktor yang Mempengaruhi Potensi Pasar Apotek merupakan usaha yang memberikan produk dan jasa. Produk yang diberikan oleh apotek berupa perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan alat kesehatan. Selain menyediakan produk, suatu usaha apotek dalam pencapaian keuntungan harus memberikan jasa kepada konsumen dalam bentuk pelayanan, pemberian informasi dan konseling kesehatan. Saat ini, persaingan antara apotek bukan hanya terletak pada harga, namun juga pada kelengkapan dan kualitas pelayanan jasa yang memberikan kenyamanan bagi konsumen. Permintaan pasar total merupakan volume total yang akan dibeli oleh kelompok konsumen di sebuah wilayah geografis. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi demografi, geografi, ekonomi, dan kesehatan. Permintaan pasar total bukanlah suatu hal yang sifatnya tetap, namun tergantung pada jenis, jumlah yang ditawarkan, jumlah penduduk, dan

245 22 periode tertentu. Permintaan pasar total terhadap perbekalan kesehatan di Kelurahan Bukit Duri pada Tahun 2011 sebesar Rp /tahun, di Kelurahan Tebet Timur sebesar Rp /tahun, di Kelurahan Manggarai sebesar Rp /tahun, di Kelurahan Manggarai Selatan sebesar Rp ,6/tahun dan di Kelurahan Kampung Melayu sebesar Rp ,2/tahun. Permintaan pasar total berbanding lurus dengan besar wilayah dan jumlah penduduk. Sehingga semakin besar wilayah dan jumlah penduduk, maka semakin besar pula permintaan pasar farmasi total. Persentase potensi pasar Apotek Safa dalam melayani permintaan pasar total pada tahun 2011 di setiap Kelurahan perbatasan dengan Kelurahan Bukit Duri sudah terpenuhi. Untuk presentase potensi pasar di Kelurahan Bukit Duri Apotek Safa baru memiliki potensi sebanyak 72,50%, kelurahan Kampung Melayu Apotek Safa baru memiliki potensi sebanyak 91,33%, kelurahan Manggarai Apotek Safa baru memiliki potensi sebanyak Apotek Safa baru memiliki potensi sebanyak 81,66%. Hal ini dipengaruhi cukup banyaknya pesaing di radius 1 km Kelurahan Bukit Duri. Besarnya persentase potensi pasar diperoleh dengan membandingkan antara pendapatan apotek dalam setahun dengan permintaan pasar total dalam suatu wilayah. Persentase potensi pasar berbanding terbalik dengan permintaan pasar total dalam suatu wilayah. Semakin luas wilayah dan jumlah penduduk yang berarti semakin besar permintaan pasar total, maka persentase potensi pasar suatu usaha dalam melayani permintaan pasar semakin kecil. Besarnya permintaan pasar total dan potensi pasar suatu usaha dipengaruhi oleh lingkungan pemasaran. Lingkungan pemasaran menawarkan peluang dan ancaman. Memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman dengan maksimal maka suatu usaha dapat dikembangkan dengan baik. Suatu usaha tidak dapat terlepas dari lingkungan mikro dan makro. Lingkungan mikro yang berpengaruh pada Apotek Safa yaitu perusahaan, pemasok, perantara pemasaran, pelanggan, pesaing, dan masyarakat. Usaha apotek yang terdiri dari beberapa karyawan merupakan faktor inti sebagai penggerak suatu usaha. Penerapan sistem manajemen Apotek Safa terlaksana dengan baik dengan struktur organisasi beserta tugasnya yang dijalankan dengan baik sesuai dengan fungsi dan tanggungjawab masing-masing.

246 23 Orientasi suatu usaha yang baik dilakukan tidak hanya pada keuntungan semata, tetapi juga pada kepuasan pelanggan. Adapun kepuasan pelanggan dapat dipenuhi dengan fasilitas dan pelayanan. Apotek Safa selalu berusaha memiliki kelengkapan barang dan memberikan pelayanan yang baik bagi konsumen. Penyediaan perbekalan farmasi di Apotek Safa lebih berorientasi pada obat yang sering digunakan oleh dokter praktek dan pola penyakit masyarakat sekitar. Apotek Safa melayani pelanggan dengan cukup ramah dan selalu berusaha memenuhi keinginan pelanggan. Apotek Safa memiliki fasilitas yang cukup baik seperti tempat parkir yang cukup luas, ruang tunggu yang cukup nyaman, televisi, dan toilet, namun tidak dilengkapi dengan pendingin ruangan tetapi hanya menggunakan kipas angin. Selain itu, dilihat dari bangunannya Apotek Safa memiliki bangunan yang terkesan cukup tua dan penggunaan kaca riben yang gelap membuat calon pelanggan sulit melihat sisi dalam apotek sehingga kurang meningkatkan keinginan konsumen untuk datang dan membeli. Salah satu cara untuk menambah daya tarik konsumen dapat dilakukan dengan memperhatikan desain interior dan eksterior apotek. Oleh karena itu, untuk memberikan kenyamanan pelanggan di Apotek Safa perlu dilakukan renovasi desain interior dan desain eksterior terutama pada bangunan apotek dan penggunaan pendingin ruangan. Pemasok merupakan satu mata rantai penting dalam penyampaian barang kepada seluruh pelanggan. Karyawan Apotek Safa khususnya asisten apoteker mengawasi ketersediaan obat dan melakukan pemesanan obat yang hampir habis atau habis kepada pemasok dalam hal ini adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF). Sebagai pemasok PBF yang dipilih oleh apotek merupakan PBF yang resmi dan dipercaya, yaitu PBF yang dapat mengantarkan barang secara tepat waktu, kualitas baik, terjamin keasliannya, dan yang dapat memberikan waktu tempompembayaran lebih lama. Ketepatan waktu dalam mengantarkan obat merupakan salah satu faktor utama dalam memilih PBF untuk mencegah kekosongan obat yang cukup lama. Apotek Safa tidak memiliki gudang penyimpanan dan melakukan pemesanan barang kepada PBF dilakukan setiap hari ketika barang hampir habis atau habis serta pembelian tidak dilakukan secara besar. Hal tersebut dilakukan

247 24 agar modal dalam bentuk barang tidak tertahan dalam waktu yang lama. Namun, meskipun pemesanan dilakukan hampir setiap hari, terkadang ada barang yang luput dari pengamatan bahwa barang tersebut habis atau hampir habis akibatnya pemesanan terlambat dilakukan, sehingga ada beberapa resep atau permintaan barang yang ditolak. Oleh karena itu, untuk menghindari kekosongan barang, perlu dimaksimalkan fungsi dari kartu stok sehingga pengawasan terhadap barang yang masuk, keluar dan sisa dapat berjalan dengan baik. Pesaing dalam menjalankan usaha dapat menjadi peluang maupun ancaman karena semakin banyak pesaing, maka semakin sedikit pendapatan yang diperoleh. Untuk mengetahui posisi pasar suatu perusahaan maka perlu dilakukan sautu sistem manajemen yang disebut share market. Diketahuinya posisi pasar suatu perusahaan dalam suatu wilayah pada periode tertentu dapat dijadikan suatu evaluasi untuk meningkatkan pendapatan pada tahun yang akan datang. Perantara pemasaran membantu usaha dalam mempromosikan, menjual barang barang ke konsumen. Dalam hal ini yang menjadi perantara pemasaran Apotek Safa adalah doktek praktek spesialis penyakit dalam yang melakukan praktek pada hari Senin hingga Jumat selama 8x seminggu. Dokter tersebut telah melakukan praktek di Apotek Safa selama kurang lebih 20 tahun dan memiliki pasien dengan jumlah yang cukup banyak. Hampir seluruh obat yang diresepkan oleh dokter dibeli di Apotek Safa dengan pertimbangan keefektifan dan keefisienan waktu, tenaga, dan biaya dalam memperoleh obat. Pasien dari dokter praktek bukan hanya berasal dari masyarakat setempat di Kelurahan Bukit Duri, namun tersebar hingga di luar Kelurahan Bukit Duri Kecamatan Tebet Jakarta Selatan. Besarnya pendapatan Apotek Safa sangat tergantung dari jumlah pasien dan besarnya harga obat dari resep dokter praktek yang melakukan praktek di Apotek Safa. Sebagian besar pasar dari Apotek Safa adalah pasien dokter praktek, selebihnya hanya beberapa yang merupakan pasien dari dokter luar. Dibandingkan dengan apotek lain yang berada di Kelurahan Bukit Duri, Apotek Safa mempunyai beberapa keuntungan berdasarkan pelanggan dan lokasi. Hanya Apotek Safa yang berada di sepanjang Jalan Bukit Duri Tanjakan dan memiliki praktek dokter. Hal tersebut merupakan peluang yang besar dalam mendapatkan

248 25 pasar sehingga dapat dikatakan pasien yang berobat ke dokter praktek di Apotek Safa menjadi pelanggan tetap Apotek Safa. Bukan hanya pasien dari dokter praktek, masyarakat sekitar apotek terutama yang berada di Jalan Bukit Duri Tanjakan merupakan pelanggan apotek. Lokasi yang strategis membuat Apotek Safa memiliki pasar yang baik karena dekat dengan penduduk dan jalan raya dua arah yang menghubungkan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Apotek Safa berupaya memberikan informasi obat kepada konsumen demi kesembuhannya yang dilakukan oleh asisten apoteker meskipun belum secara maksimal. Pelayanan kefarmasian seperti pemberian informasi obat dan konseling oleh apoteker belum sepenuhnya dilakukan di Apotek Safa dikarenakan kehadiran apoteker yang tidak rutin, keterbatasan sumber daya dan belum adanya ruangan khusus untuk melakukan konseling. Upaya pelayanan kefarmasian oleh apoteker perlu ditingkatkan dengan kehadiran apoteker ditengah konsumen, sehingga tingkat kepuasan konsumen dalam memperoleh informasi dapat dipenuhi. Selain itu faktor lokasi yang strategis juga menjadi faktor pendukung, banyak pengguna jalan yang memotong jalan untuk menghindari kemacetan melewati Jalan Bukit Duri Tanjakan terutama karyawan. Selain lingkungan mikro, lingkungan makro juga berpengaruh terhadap pemasaran seperti demografi, ekonomi, alam, teknologi, dan budaya. Demografi berkaitan dengan jumlah populasi, kepadatan, lokasidan jenis kelamin yang melibatkan manusia sebagai pembentuk pasar. Pertumbuhan populasi mempunyai implikasi yang besar bagi suatu usaha karena pertumbuhan populasi berarti menambah peluang pasar. Populasi suatu wilayah yang besar akan memberikan peluang pasar yang besar begitu pula sebaliknya.

249 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Peluang pasar totasl pada raidus 1 km dari apotek Safa adalah Persentase potensi apotek Safa dalam melayani permintaan pasar total di Kelurahan Bukit Duri sebesar 67,93% dengan peluang pasar sebesar Rp , di Kelurahan Manggarai sebesar 81,66% dengan peluang pasar sebesar Rp , dan di Kelurahan Manggarai Selatan sebesar 103,52% dengan peluang besar sebesar sebesar Rp , di Kelurahan Tebet Timur sebesar 138,90% dengan peluang pasar sebesar Rp , dan di Kelurahan Kampung Melayu sebesar 91,33% dengan peluang pasar sebesar Rp Market share Apotek Safa pada radius 1 km adalah sebesar Rp dengan presentase 21,77% Lingkungan mikro yang mempengaruhi besarnya permintaan pasar total dan potensi pasar adalah manajemen apotek Safa, pemasok yaitu Pedagang Besar Farmasi (PBF), perantara pemasaran terutama dokter praktek apotek Safa, pelanggan termasuk masyarakat, dan pesaing. Untuk lingkungan makro yang mempengaruhi besarnya permintaan pasar total dan potensi pasar yaitu demografi (jumlah, kepadatan, umur, dan jenis kelamin), ekonomi yang berpengaruh pada daya beli konsumen, kondisi alam (ketersediaan bahan baku, iklim, dan cuaca), perkembangan teknologi, dan budaya (cara pandang dan perilaku masyarakat). 5.2 Saran Untuk memperbesar permintaan pasar dan market share, apotek Safa harus melakukan manajemen usaha yang baik sehingga dapat 26

250 27 mempertahankan pelanggan lama dan mendapatkan pelanggan baru. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan apotek secara berkala dengan tujuan mengetahui kekurangan dan kelebihan apotek. Evaluasi dapat dilakukan dengan memberikan kuisioner mengenai kepuasan pelayanan kepada pelanggan dan analisa keuangan apotek. Dengan melakukan evaluasi apotek dan perbaikan manajemen, maka pengembangan apotek dapat dilakukan.

251 28 DAFTAR ACUAN Basu Swastha D.H. MBA. (1990). Manajemen pemasaran Modern. Liberty, Yogyakarta. Fandy Tjipto. (2004). Strategi Pemasaran. Andi Offset, Yogyakarta. Gitosudanno, Indriyo. (1994). Manajemen Pemasaran, BPFE, Yogyakarta. Kotler, Philips. (2003). Dasar - Dasar Pemasaran Edisi Kesembilan Jilid I. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Kotler, Philips. (2004). Dasar - Dasar Pemasaran Edisi Kesembilan Jilid II. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Umar, Husein. (2005). Studi Kelayakan Bisnis Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anonim Jumlah Penduduk Tiap Kelurahan di Kecamatan Jatinegara tahun Kota Administrasi Jakarta Timur, Jakarta. Anonim Jumlah Penduduk Tiap Kelurahan di Kecamatan Tebet tahun Suku Dinas dan Pencatatan Sipil Kota Administratif Jakarta Selatan, Jakarta. Anonim. Badan Pusat Lingkungan Hidup Data angka kesakitan di Provinsi DKI Jakarta tahun C.pdf. Diakses Jum at, 27 Juli 2012 Pukul

252 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI MEDICAL & REGULATORY DEPARTMENT PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK PERIODE 3 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013

253 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI MEDICAL & REGULATORY DEPARTEMENT PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK PERIODE 3 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai ai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013 ii

254

255 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Medical & Regulatory Departement PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk Periode 3 September 29 Oktober Laporan PKPA ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi. Secara garis besar laporan PKPA di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk ini berisi gambaran peranan profesi apoteker di industri farmasi yang berkaitan dengan registrasi obat di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Laporan PKPA di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk, ini tidak mencantumkan produk yang diregistrasi dan proses evaluasinya. Mengingat hat tersebut akan sangat confidential bagi perusahaan, maka laporan ini akan lebih mengkaji secara umum untuk peranan profesi apoteker di industri dalam meregistrasikan obat baru dan obat copy di BPOM RI Penulis menyadari laporan ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi. 2. Bapak Dr. Harmita, Apt selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 3. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.S., Apt selaku pembimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk. 4. Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan di Program Apoteker Fakultas Farmasi UI yang sudah memberi banyak bantuan dan masukan. 5. Mr. Masashi Nakaura selaku Operational Director PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk

256 6. Ibu dr.lina P Ratulangie selaku Medical Director yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendalami ilmu di Medical & Regulatory Department PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk. 7. Ibu Merien Frentinia, S.Farm, Apt., selaku Assistant Regulatory Manager sekaligus pembimbing PKPA di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan pada penulis selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan PKPA di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk. 8. Ibu Novi Trisnowati Rahayu, S.Si., Apt selaku Regulatory Manager yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan pada penulis selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan PKPA di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk 9. Seluruh manager dan karyawan di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kesediannya membantu dan memberikan pengarahan selama praktek kerja profesi. 10. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, semangat, dan kasih sayang tiada hentinya. 11. Teman-teman Apoteker UI Angkatan 75 atas kerja sama dan persahabatan selama masa perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan penulis selama mengikuti PKPA dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis v 2012

257 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Mega Eka Wulandari : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Profesi Apoteker di Medical & Regulatory Departement PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Periode 3 September - 29 Oktober 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Departemen Medical & Regulatory PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia bertujuan untuk memahami fungsi, peran dan tugas apoteker di industri farmasi, khususnya di Departemen Medical & Regulatory dalam mendaftarkan obat baru, obat copy, produk kuasi, suplemen makanan dan, iklan. Mendaftarkan produk farmasi berdasarkan ACTD (Asean umum Technical Dosier) dan berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM). Kategori Registrasi terdiri dari pendaftaran produk baru, obat copy, pendaftran ulang, dan pendaftaran iklan. Pendaftaran produk baru adalah 300 hari, obat copy hari, pendaftran ulang dan variasi hari. Untuk pendaftaran iklan akan diadakan panitia setiap dua kali dalam sebulan. Tugas khusus yang diberikan adalah berjudul Kelengkapan persetujuan pendaftaran dokumen oleh variasi kecil (VAMI-B) peraturan di bawah Kepala Obat dan Makanan no. HK tahun Tujuan dari tugaskhusus adalah untuk mengetahui berbagai kategori pendaftaran variasi dan kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam kategori pendaftaran dengan persetujuan variasi kecil (VaMi-B). Pendaftaran kecil hanya 40 hari untuk persetujuan perubahan variasi produk. Kata kunci : Departemen Medical & Regulatory PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Registrasi, Registratsi Variasi Minor. Tugas umum : ix + 87 halaman, 2 tabel, 2 gambar; 7 lampiran Tugas khusus : iv + 36 halaman, 1 gambar; 1 lampiran Daftar Acuan tugas umum : 6 ( ) Daftar Acuan tugas khusus : 5 ( ) vi

258 ABSTRACT Name : Mega Eka Wulandari Program Study : Apothecary Profession Title : Apothecary Intenship Report in Medical & Regulatory Departement PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Period September 3rd-October 29th 2012 Pharmacist Professional Internship at Medical & Regulatory Departement PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia aimed to understand the fuction, roles and duties of pharmacist in the pharmaceutical industry, especially in the Medical & Regulatory Department in registering new drugs, copy drugs, quasi product, food suplemen and, adverstisement. Registering the pharmaceutical product based on ACTD ( Asean Common Technical Dosier) and based on legacy of Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Registration category are registration of new product, copy drug, renewal, and advertisement registration. Registration of new product is 300 days, copy drugs days, renewal and variation days. For advertisement registration it will be held the committee every twice in a month. Special assignment given titled is Completeness of registration document approval by minor variations (VAMI-B) regulations under Head of Drug and Food no. HK year The aim of this special assigment is to Know the various categories of variations registration and the completeness of the documents required in the registration category with the approval of minor variations (VaMi-B). Minor registration is only 40 days for approval of the changes of the product variation. Every variation must be grouping based on role. Keywords : Medical & Regulatory Departement PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Registration, Registration Minor Variation. General Assignment : ix + 87 pages, 2 tables, 2 pictures; 7 appendices Special Assignment : iv + 36 pages, 1 pictures; 1 appendices Bibliography of general assignment : 6 ( ) Bibliography of special assignment : 5 ( ) vii

259 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFRTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2. TINJAUAN UMUM PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk Medical & Regulatory... 6 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Makanan ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) BAB 4. PEMBAHASAN Registrasi Obat Registrasi Suplemen Makanan Registrasi Sediaan Farmasi dengan Kategori Variasi Registrasi Iklan untuk Produk Quasi BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN viii

260 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Struktur Organisasi Medical & Regulatory Department PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk... 7 Gambar 2.2 Alur pendaftaran suplemen makanan ix

261 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 4.1 Halaman Kategori dan Jumlah Produk PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk... 7 Perbedaan Registrasi Obat Antara Peraturan tahun 2003 dan Tahun x

262 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Lampiran 2. Isi dokumen pra registrasi dan registrasi Lampiran 3. Alur proses registrasi Lampiran 4. Alur registrasi dan evaluasi obat Lampiran 5. Kelengkapan dokumen registrasi baru Lampiran 6. Kelengkapan dokumen registrasi variasi Lampiran 7. Informasiminimal yang harus dicantumkan pada rancangan kemasan xi

263 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kesehatan secara nasional didukung oleh berdirinya industri farmasi sebagai salah satu faktor yang berperan penting dalam produksi obatobatan. Meningkatnya kebutuhan obat dalam dunia kesehatan memacu industri farmasi berkewajiban meproduksi obat yang memenuhi standar efikasi, keamanan dan mutu yang dipersyaratkan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Melalui pedoman CPOB semua aspek yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu obat diperhatikan dan ditentukan sedemikian rupa, sehingga tercipta obat yang aman digunakan di Indonesia. Produk obat yang telah diproduksi oleh industri farmasi diawasi dan dikendalikan peredarannya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagai institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam pengawasan produk obat dan makanan. Pengawasan dan pengendalian dilakukan dengan membuat ketentuan tentang pendaftaran produk, baik obatobatan sintesis, produk biologi, obat tradisional, obat herbal, dan fitofarmaka, pangan maupun suplemen makanan dari produsen baik dalam maupun luar negeri, yang akan memasarkan produknya di Indonesia harus melalui proses registrasi untuk mendaftarkan produknya. Guna melaksanakan prosedur pendaftaran atau registrasi, pihak industri farmasi harus mengetahui secara jelas tata laksana prosedur registrasi terkait persyaratan dan peraturan-peraturan pemerintah terkait. Oleh karena itu, masingmasing industry farmasi selayaknya memiliki bagian yang disebut dengan Regulatory Affairs yang merupakan penghubung antara pihak industri dengan pihak pemerintah, dalam hal ini BPOM. Regulatory Affairs dalam suatu industri farmasi, memiliki tanggung jawab, antara lain ( 2012), ( 2012) 1. Mengetahui dan mematuhi undang-undang yang berlaku di Indonesia, dan pengaplikasiannya dalam pedoman pemasaran produk obat. 2. Memperbaharui dan mengumpulkan informasi tentang petunjuk pendaftaran 1

264 2 dan peraturan yang berlaku di Indonesia. 3. Mengumpulkan, menyusun dan mengevaluasi data-data ilmiah yang dibutuhkan dalam penyusunan dokumen registrasi. 4. Memantau dan mengatur jadwal untuk memastikan produk obat, obat tradisional, fitofarmaka, suplemen makanan dan bahan pangan dalam persetujuan perpanjangan izin edar. 5. Menyusun dokumen registrasi produk obat, obat tradisional, fitofarmaka, suplemen makanan, bahan pangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Mendaftarkan produk obat, obat tradisional, fitofarmaka, suplemen makanan, bahan pangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 7. Memberikan saran strategis bagi bagian manajemen dalam hal pengembangan produk obat baru. 8. Memberikan saran strategis bagi bagian marketing dalam hal periklanan produk obat yang akan diregistrasikan. 9. Penghubung antara industri farmasi dengan pihak berwenang, dengan bernegosiasi dengan pihak berwenang untuk pemasaran, pelabelan dan persyaratan kemasan. Apoteker dengan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki terutama tentang obat sangat dibutuhkan dalam peranannya sebagai Regulatory Affairs yang harus dapat menjamin bahwa produk yang akan diregistrasikan memiliki dokumen yang menyatakan bahwa produk telah memenuhi persyaratan. Regulatory Affairs merupakan ujung tombak dalam tahapa produksi obat sampai sebelum dipasarkan dengan menjamin bahwa tahapan dalam pembuatan obat di suatu industri farmasi telah sesuai dengan peraturan yang berlaku melalui komunikasi dengan pihak terkait. Apoteker sebagai Regulatory Affairs dituntut untuk dapat meregistrasikan suatu produk obat yang memenuhi persyaratan efikasi, keamanan dan mutu. Dalam pengaplikasian kompetensi dan kemampuannya perlu diberikan pembekalan ilmu dan informasi yang lebih mendalam mengenai Regulatory affairs kepada para calon Apoteker untuk dapat memahami mengenai tugas dan fungsinya. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), khususnya di Regulatory Affairs, perlu dilakukan oleh para calon Apoteker sehingga sebagai

265 3 gambaran di kemudian hari mengenai peranannya terhadap masyarakat di bidang industri, sehingga masyarakat memperoleh produk-produk yang bermutu, aman, dan berkhasiat. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk., khususnya di Medical & Regulatory Department, bertujuan agar para calon Apoteker : 1. Melakukan praktek kerja sebagai Apoteker di industri farmasi, khususnya pada bagian Medical & Regulatory Department dalam meregistrasikan obat baru. 2. Melakukan praktek kerja sebagai Apoteker di industri farmasi, khususnya pada bagian Medical & Regulatory Department dalam meregistrasikan obat copy. 3. Melakukan praktek kerja sebagai Apoteker di industri farmasi, khususnya pada bagian Medical & Regulatory Department dalam meregistrasikan obat quasi. 4. Melakukan praktek kerja sebagai Apoteker di industri farmasi, khususnya pada bagian Medical & Regulatory Department dalam meregistrasikan suplemen makanan. 5. Melakukan praktek kerja sebagai Apoteker di industri farmasi, khususnya pada bagian Medical & Regulatory Department dalam meregistrasikan sediaan farmasi dengan kategori variasi. 6. Melakukan praktek kerja sebagai Apoteker di industri farmasi, khususnya pada bagian Medical & Regulatory Department dalam meregistrasikan iklan produk quasi.

266 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk (PT TaishoPharmaceutical Indonesia., Tbk, 2012) Sejarah dan Perkembangan PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk., sebelumnya a d a l a h PT Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk. PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk., adalah sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang produksi dan penjualan produk-produk farmasi dan kesehatan. Pembelian PT. Bristol- Myers Squibb Indonesia Tbk. adalah bagian dari upaya Taisho mengembangkan sayap bisnisnya di Asia-Pasifik. Produk perusahaan ini diantaranya adalah obat antijamur (candidiasis), kortikosteroid untuk penggunaan topikal dan sistemik, multi vitamin dan mineral, serta sirup antipiretik anak. Pabrik PT Taisho Pharmaceutical Indonesia berlokasi di Jl. Raya Bogor Km 38, Cilangkap- Cimanggis, Depok, Jawa Barat 16958, Indonesia. Sedangkan kantor pusat terletak di Wisma Tamara Lt. 10, Jl. Jend. Sudirman Kav. 24, Jakarta Pabrik PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk meliputi bangunan kantor, kantin, mushola, dan bangunan pabrik yang terdiri dari area proses (grey area), area pengemasan (black area), laboratorium QC, gudang, area teknik mesin, gudang bahan mudah terbakar, dan sarana pengolahan air dan limbah. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia memproduksi produk jadi untuk wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Myanmar, dan Hongkong. Seluruh penyalur di provinsi-provinsi di Indonesias menyediakan produk-produk yang dibuat di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia. Struktur organisasi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia dapat dilihat di Lampiran Deklarasi perilaku dan kode etik korporat Taisho Pharmaceutical Co.,Ltd. memiliki misi filosofi untuk berkontribusi kepada masyarakat dengan menciptakan dan menawarkan obat-obatan dan produk kesehatan yang unggul serta informasi dan layanan terkait kesehatan dengan cara yang bertanggung jawab sosial yang memperkaya kehidupan manusia melalui 4

267 5 peningkatan kesehatan. Dengan demikian Taisho Pharmaceutical Co.,Ltd. berusaha untuk melakukan kegiatan bisnis dengan tulus dan bersemangat dan sekaligus menghormati semangat pendiri Taisho Pharmaceutical Co.,Ltd. dengan melakukan bisnis sebagai shinso. Shinsho (secara harfiah diterjemahkan sebagai "bisnis sopan"). Dalam menjalankan usahanya kami (Taisho Pharmaceutical Co.,Ltd,) berpegang kepada deklarasi perilaku perusahaan, yang berdasar pada kata: Shinsho (secara harfiah diterjemahkan sebagai "bisnis sopan") dalam bahasa Jepang berarti pengoperasian bisnis dengan kejujuran, ketekunan, dan semangat; menanamkan pemikiran terhadap individu dan perusahaan untuk dapat berinteraksi secara patut dengan masyarakat dan pelanggan. Adapun isi dari deklarasi perilaku perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Kami akan terus tetap jujur dan tulus kepada konsumen kami, dan berusaha untuk mendapatkan kepercayaan konsumen atas produk dan jasa Taisho. 2. Kami menangani semua informasi yang terkumpul selama menjalankan kegiatan bisnis kami dengan sangat hati-hati dan menerapkan semua tindakan yang mungkin untuk memastikan perlindungan informasi pribadi, data pelanggan, dan informasi rahasia. 3. Kami menggunakan bahasa yang pantas dalam bertransaksi bisnis dan melakukan pendekatan yang patut dalam menjalankan bisnis dengan mitra bisnis dan pelanggan untuk mendorong rasa ko-eksistensi dan kemakmuran bersama. 4. Kami menghormati hak asasi manusia, kepribadian, individualitas dan keragaman masing-masing karyawan; menetapkan sistem evaluasi yang tepat dan berusaha untuk membuat lingkungan kerja yang sehat dan aman, tempat kerja yang dianggap memuaskan bagi karyawan. 5. Kami mematuhi aturan-aturan pasar modal; mengungkapkan informasi yang akurat secara jujur dan tepat waktu untuk mempartahankan hubungan kerja yang sehat dengan pemegang saham dan investor. 6. Kami bersaing secara adil, transparan, terbuka dan berupaya menjadi "good corporate citizen" dengan terlibat dalam dialog terbuka dengan

268 6 anggota masyarakat. 7. Kami menolak tuntutan irasional atau ilegal dari pengaruh antisosial atau kelompok-kelompok yang terlibat dalam kegiatan yang dapat mengancam tatanan dan keselamatan masyarakat sipil. 8. Kami menyadari permasalahan lingkungan sebagai isu bersama umat manusia dan menyadari bahwa kegiatan bisnis memiliki dampak yang besar pada; karena itu kami bekerja secara proaktif sukarela mengupayakan praktek-praktek bisnis yang ramah lingkungan. 9. Kami menghormati kebudayaan dan kebiasaan unik dari setiap Negara di mana bisnis internasional kami berada dengan mematuhi hukum internasional dan peraturan yang berlaku, dan mengelola bisnis kami untuk dapat berkontribusi pada pembangunan masing-masing negara. 10. Jajaran eksekutif Taisho Pharmaceutical, dari tingkat paling senior terbawah, sadar akan tanggung jawab pribadi untuk menerapkan kode etik ini dan menjadikan diri mereka sebagai contoh atau panutan bagi karyawan, dan akan berupaya untuk memastikan bahwa kode etik ini dipahami sepenuhnya oleh karyawan taisho dan kelompok perusahaannya. 2.2 Medical & Regulatory Department Medical & Regulatory department dalam suatu perusahaan farmasi dengan individu yang ada di dalamnya menurut bidang keilmuan kesehatan, seperti dokter dan apoteker. Medical & Regulatory department menangani koordinasi studi klinis, meliputi pendaftaran produk, pendaftaran iklan, dan pendaftaran harga produk, pelaporan dan pemberitahuan efek produk, pemantauan keamanan obat, serta menangani hubungan dalam dunia medis dan studi ilmiah. Medical department juga bertanggung jawab untuk memberikan pelatihan medis dasar tentang produk kepada pekerja lapangan di perusahaan farmasi. Selain itu, medical & regulatory department bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan promosi dilakukan sesuai dengan Peraturan Departemen Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Medical & Regulatory department dipimpin oleh seorang Medical director yang membawahi seorang regulator manager dan seorang assistant regulatory

269 7 manager. Struktur organisasi dari Medical department dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dalam struktur organisasi di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk. Medical & regulatory department memiliki fungsi sebagai pemantau keamanan serta pelaporan obat dan menangani hubungan dalam dunia medis dan ilmiah terkait obat kepada pihak regulator di Negara tempat obat didistribusikan serta pendaftaran produk, pendaftaran iklan, dan pendaftaran harga produk ke Badan Pengawas Obat dan Makanan. Medical Director DR. Lina P Ratulangie Regulatory Manager Novi Trisnowati Rahayu, S. Si., Apt. Assistant Regulatory Manager Merien Frentinia, S. Farm., Apt. Gambar 2.1 Struktur organisasi Medical & Regulatory Department PT.Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk Uraian Jabatan Adapun kategori dan jumlah produk yang ditangani oleh Regulatory department, yaitu : Tabel 2.1 Tabel kategori dan jumlah produk PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia., Tbk No. Kategori produk Jumlah 1. Obat baru (originator) Obat copy Obat kuasi 7 4. Suplemen makanan 2 Jumlah 53

270 Hubungan Kerja Assistant regulatory manager (ARM) tidak dapat dipisahkan dari bagian lain dalam melaksanakan tugasnya. Bagian-bagian yang bekerja sama secara internal dengan ARM untuk memperoleh data dalam penyusunan dokumen registrasi, antara lain : 1. Bagian Medical, untuk memperoleh dokumen pengujian non-klinik dan klinik. 2. Bagian Marketing Ethical, Over The Counter (OTC), dan ekspor yang berhubungan dengan pemasaran produk obat. 3. Bagian Purchasing, untuk memperoleh data sumber bahan baku obat, DMF (Drug Master File), dan spesifikasi masing-masing bahan baku yang dinyatakan dalam sertifikat analisis. 4. Bagian Pabrik, seperti bagian Produksi, Production Planning Inventory Control (PPIC), Quality Assurance (QA), dan Quality Control (QC), untuk mendapatkan informasi mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan selama proses produksi; data stabilitas; hasil validasi proses produksi; dan lain-lain dalam tujuannya menjamin kualitas obat. Selain melaksanakan hubungan kerja sama internal, ARM juga menjalin hubungan kerja sama eksternal dengan beberapa instansi terkait, seperti BPOM Ditjen HAKI, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Institusi Penelitian dan Pengembangan, Universitas, dan berbagai pihak terkait yang lainnya Alur Internal Proses Registrasi Obat Tahapan proses registrasi obat di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, diawali adanya putusan dari Taisho Pharmaceutical Co., Ltd Tokyo Jepang kepada pihak Taisho Indonesia untuk memproduksi dan memasarkan suatu produk. Selanjutnya dilakukan rapat pembicaraan pihak intern PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk, meliputi bidang regulatory, plant (pabrik), finance, dan medical. Dalam pembicaraan tersebut, akan ditentukan timeline produk yang akan dibuat dan dipasarkan di Indonesia. Baru kemudian tiap-tiap bidang tersebut menjalankan fungsinya sesuai timeline. Berdasarkan

271 9 timeline tersebut regulatory department dalam menjalankan fungsinya maka akan meregistrasika produk yang dimaksud. Langkah awalnya yaitu menentukan kategori registrasi produk yang akan dipasarkan. Setelah diketahui kategori registrasi dari produk tersebut, baru kemudian dilakukan penyusunan dokumen terkait, mengacu pada peraturan BPOM selaku regulator. Dalam pengajuan registrasi obat, akan dibutuhkan dokumen-dokumen meliputi dokumen antara lain: 1. Bagian Medical, untuk memperoleh dokumen pengujian non-klinik dan klinik. 2. Bagian Marketing Ethical, Over The Counter (OTC), dan ekspor yang berhubungan dengan pemasaran produk obat. 3. Bagian Purchasing, untuk memperoleh data sumber bahan baku obat, DMF (Drug Master File), dan spesifikasi masing-masing bahan baku yang dinyatakan dalam sertifikat analisis. 4. Bagian Pabrik, seperti bagian Produksi, Production Planning Inventory Control (PPIC), Quality Assurance (QA), dan Quality Control (QC), untuk mendapatkan informasi mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan selama proses produksi; data stabilitas; hasil validasi proses produksi; dan lain-lain dalam tujuannya menjamin kualitas obat. Dokumen-dokumen di atas kemudian akan di review oleh regulatory department kemudian akan disusun berdasarkan format ACTD (ASEAN Common Technical Dossier). Selanjutnya, assistant regulatory manager akan menyerahkan dokumen tersebut ke BPOM untuk dievaluasi oleh evaluator. Pada tahap pra registrasi, setelah dokumen diperiksa maka pendaftar akan diberikan formulir konsultasi yang harus dilengkapi jika masih terdapat kekurangan, atau diberikan SPB (Surat Perintah Bayar) jika dokumen dinyatakan lengkap. Pendaftar harus membayar sesuai ketentuan dan menyerahkan bukti bayar beserta dokumen lengkap ke loket. Setelah hasil pra registrasi keluar, Assistant regulatory manager akan menyusun dokumen yang diperlukan untuk keperluan registrasi. Dokumen yang terkumpul diproses seperti tahap pra registrasi. Pada tahap ini, kelengkapan yang harus diserahkan ke loket, yaitu

272 10 bukti bayar, dokumen registrasi, dan disket registrasi yang berisi dokumen administratif, informasi umum mengenai produk, dan dokumen mutu mengenai bahan baku dan produk. Nomor izin edar (NIE) produk akan keluar dalam hari kerja tergantung dari kategori registrasi produk yang didaftarkan. Selama menunggu NIE produk keluar dapat dilakukan konsultasi dengan Kepala Seksi bagian terkait untuk mengetahui perkembangan hasil registrasi produk

273 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011) Registrasi Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi suatu produk untuk mendapatkan izin edar. Izin edar adalah suatu bentuk persetujuan registrasi untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Registrasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu. Registrasi terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang. Registrasi baru adalah registrasi produk yang belum mendapatkan izin edar di Indonesia. Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada produk yang telah memiliki izin edar di Indonesia. Registrasi ulang adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar Pendaftar Pendaftar adalah industri farmasi yang telah mendapat izin industri farmasi sesuai ketentuan perundang-undangan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a). Setiap pendaftar bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen yang diserahkan, kebenaran semua informasi yang tercantum dalam dokumen registrasi, kebenaran dan keabsahan dokumen yang dilampirkan untuk kelengkapan registrasi, dan perubahan data dan informasi dari produk yang sedang dalam proses registrasi atau sudah memiliki izin edar (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2003). Jenis pendaftar dibagi menjadi beberapa kategori sesuai produk yang didaftarkan, yaitu: Pendaftar Produk yang Diproduksi di Dalam Negeri Produk dalam negeri, meliputi produk tanpa lisensi, produk lisensi, dan produk kontrak. Pendaftar produk tanpa lisensi adalah pendaftar yang memiliki izin industri farmasi dan memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat 12

274 13 yang Baik (CPOB) yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang diregistrasikan. Pendaftar produk lisensi adalah penerima lisensi yang memiliki ketentuan seperti pendaftar tanpa lisensi dan dokumen perjanjian lisensi. Pendaftar obat kontrak adalah pemberi kontrak yang memiliki izin industri farmasi, paling sedikit satu fasilitas produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB, dan dokumen perjanjian kontrak Pendaftar Produk Impor Pendaftar produk impor adalah industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri. Industri pemilik produk di luar negeri wajib memiliki izin industri farmasi dan memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang masih berlaku atau dokumen lain yang setara, dan data inspeksi terakhir atau perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain. Pendaftar juga harus menyerahkan Dokumen Induk Farmasi atau SMF (Site Master File) terbaru jika industri farmasi di luar negeri belum mempunyai produk dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama dengan yang disetujui beredar di Indonesia atau industri tersebut mempunyai produk yang beredar di Indonesia dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama namun terjadi perubahan pada fasilitas produksi Pendaftar Produk Khusus Ekspor Pendaftar produk khusus ekspor adalah industri farmasi terdiri dari pendaftar produk dalam negeri yang ditujukan khusus ekspor dan produk impor khusus ekspor. Produk khusus ekspor dilarang diedarkan di wilayah Indonesia Pendaftar Produk yang Dilindungi Paten Pendaftar produk yang dilindungi paten adalah pemilik hak paten atau yang ditunjuk oleh pemilik hak paten. Pendaftaran produk yang masih dilindungi paten dapat dilakukan oleh pendaftar yang bukan pemilik hak paten sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pendaftaran dapat diajukan mulai dua tahun sebelum berakhirnya perlindungan paten dengan melampirkan informasi

275 14 tanggal berakhirnya perlindungan paten dan data ekivalensi untuk menjamin kesetaraan khasiat, keamanan, dan mutu Registrasi Obat Kategori Registrasi Obat Registrasi obat terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang Registrasi Baru Permohonan registrasi baru diawali dengan proses pra-registrasi Kelengkapan dokumen dan persyaratan untuk registrasi baru dapat dilihat pada Lampiran 5. Registrasi baru terdiri atas tiga kategori, yaitu : 1. Kategori 1 : registrasi obat baru dan produk biologi, temasuk produkbiologi sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product (SBP), meliputi : 1.1 Registrasi obat baru dengan zat aktif baru atau produk biologi 1.2 Registrasi obat baru atau produk biologi dengan kombinasi baru 1.3 Registrasi obat baru atau produk biologi dengan bentuk sediaan baru atau kekuatan baru 1.4 Registrasi obat baru atau produk biologi dengan rute pemberian baru 1.5 Registrasi produk biologi sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product (SBP) 2. Kategori 2 : registrasi obat copy, meliputi: 2.1. Registrasi obat copy yang memerlukan uji klinik 2.2. Registrasi obat copy yang tidak memerlukan uji klinik 3. Kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat Registrasi Variasi Registrasi variasi dilakukan apabila terjadi perubahan terhadap obat yang telah mendapat NIE. Kelengkapan dokumen, persyaratan, jenis perubahan dari registrasi variasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Registrasi variasi terdiri atas tiga kategori, yaitu :

276 15 1. Kategori 4 : registrasi variasi major (VaMa) 2. Kategori 5 : registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B) 3. Kategori 6 : registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A) Registrasi Ulang Permohonan pengajuan registrasi ulang dilakukan paling cepat 120 hari sebelum berakhir masa berlaku izin edar. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir registrasi dan melampirkan dokumen registrasi ulang. Persetujuan atas permohonan registrasi ulang secara otomatis berlaku sejak berakhir masa izin edarnya, kecuali untuk registrasi ulang dengan informasi terbaru yang terkait aspek keamanan obat, khasiat obat, dan/atau kerasionalan formula obat. Registrasi ulang termasuk dalam kategori Tata Laksana Registrasi Obat Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala BPOM dan dilampiri dengan dokumen pra registrasi atau dokumen registrasi. Proses registrasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap pra registrasi dan tahap registrasi. Kelengkapan persyaratan untuk proses pra registrasi atau registrasi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan alur proses registrasi dapat dilihat pada Lampiran Tahap Pra Registrasi Permohonan pra registrasi dilakukan untuk penapisan registrasi obat, penentuan kategori registasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi obat. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir pra registrasi, menyerahkan bukti pembayaran biaya pra registrasi, dan melampirkan dokumen lengkap pra registrasi. Pada tahap ini, paling lama dalam jangka waktu 40 hari sejak diterimanya permohonan pra registrasi Kepala BPOM memberikan surat hasil pra registrasi (HPR) kepada pendaftar yang berlaku satu tahun sejak tanggal dikeluarkan. Apabila sebelum jangka waktu yang dimaksud diperlukan penambahan data atas dokumen administratif dan/atau teknis, maka pendaftar akan diberikan surat

277 16 permintaan tambahan data. Perhitungan jangka waktu pengeluaran HPR diberhentikan (clock off) sampai pendaftar menyampaikan tambahan data yang diterima dan penyerahan tambahan data tersebut harus disampaikan paling lama 20 hari setelah surat dikeluarkan. Jalur evaluasi untuk tahap pra registrasi terdiri atas : 1. Jalur 40 hari, meliputi registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan dan registrasi obat khusus ekspor 2. Jalur 100 hari meliputi : a. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk terapi penyakit serius yang mengancam nyawa manusia (life saving), dan/atau mudah menular pada orang lain, dan/atau belum ada atau kurangnya pilihan terapi lain yang aman dan efektif b. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang berdasarkan justifikasi diindikasikan untuk penyakit serius dan langka (orphan drug) c. Registrasi baru obat baru dan produk biologi ditujukan untuk program kesehatan masyarakat d. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang telah melalui proses obat pengembangan baru yang dikembangkan oleh industri farmasi atau institusi riset di Indonesia dan seluruh tahapan uji kliniknya dilakukan di Indonesia e. Registrasi baru obat copy esensial generik yang dilengkapi dengan dokumen penunjang kebutuhan program atau data pendukung sebagai obat esensial f. Registrasi baru obat copy dengan standar informasi elektronik (Stinel) g. Registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru untuk obat yang ditujukan sebagaimana dimaksud pada huruf a-d. h. Registrasi variasi major yang tidak termasuk pada huruf g. 3. Jalur 150 hari meliputi : a. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui di negara yang telah menerapkan sistem evaluasi terharmonisasi dan di negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik. b. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major

278 17 indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui paling sedikit di tiga negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik. c. Registrasi baru obat copy tanpa Stinel 4. Jalur 300 hari, meliputi registrasi baru obat baru, produk biologi, produk biologi sejenis, atau registrasi variasi major dengan indikasi baru/posologi baru yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada jalur 100 dan 150 hari Tahap Registrasi Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas registrasi dengan mengisi formulir registrasi dan disket disertai bukti pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran, serta HPR. Berkas registrasi terdiri atas formulir registrasi dengan dokumen administratif dan dokumen penunjang. Dokumen tersebut disusun sesuai format ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) dan merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang. Dokumen registrasi yang diserahkan harus dilengkapi dengan rancangan kemasan dan brosur. Rancangan kemasan, meliputi etiket, dus/bungkus luar, strip/blister, catch over, ampul atau vial, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkusan luar dan penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan kemasan obat yang akan diedarkan, dan dilengkapi dengan rancangan warna Evaluasi dan Pemberian Keputusan Evaluasi Evaluasi dilakukan terhadap dokumen registrasi yang telah dinyatakan lengkap. Alur registrasi dan evaluasi obat dapat dilihat pada Lampiran 4. Evaluasi dilaksanakan sesuai jalur evaluasi 40 hari kerja, 100 hari kerja, 150 hari kerja, atau 300 hari kerja yang dihitung sejak penyerahan dokumen registrasi obat. Untuk melakukan evaluasi dibentuk Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat, Panitia Penilai Khasiat Keamanan, Panitia Penilai Mutu, dan Panitia Penilai Informasi Produk dan Penandaan.

279 18 Evaluasi data khasiat dan keamanan dilakukan berdasarkan pembuktian ilmiah dan pedoman penilaian khasiat dan keamanan oleh Penilai Khasiat Keamanan. Hasil evaluasi khasiat dan keamanan disampaikan kepada pendaftar paling lambat 30 hari. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, KOMNAS Penilai Obat dapat memberikan rekomendasi kepada Kepala BPOM. Apabila diperlukan klarifikasi dan/atau penjelasan teknis secara rinci dari dokumen yang diserahkan, KOMNAS Penilai Obat dapat merekomendasikan untuk dilakukan dengar pendapat oleh pendaftar. Untuk dengar pendapat, BPOM akan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pendaftar. Evaluasi informasi produk dan penandaan dilakukan oleh Penilai Informasi Produk dan Penandaan sesuai kriteria yang lengkap, objektif, tidak menyesatkan yang menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional, dan aman. Jika diperlukan tambahan data, maka permintaan tambahan data akan disampaikan kepada pendaftar secara tertulis. Tambahan data ini harus disampaikan paling lama 100 hari setelah tanggal permintaan, sementara itu waktu perhitungan waktu evaluasi dihentikan. Perhitungan waktu evaluasi dilanjutkan setelah pendaftar menyerahkan tambahan data dan jika pendaftar tidak dapat memenuhi maka Kepala BPOM mengeluarkan surat penolakan Pemberian Keputusan Keputusan terhadap registrsai obat dapat berupa pemberian persetujuan atau penolakan yang dipertimbangkan berdasarkan hasil evaluasi dokumen registrasi dan hasil pemeriksaan pada pabrik pembuatan obat. 1. Persetujuan Persetujuan diberikan secara tertulis kepada pendaftar berupa peretujuan izin edar, persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor khusus ekspor, dan persetujuan khusus ekspor. 2. Penolakan Penolakan registrasi disampaikan secara tertulis oleh Kepala BPOM berupa surat penolakan dan biaya registrasi yang telah dibayarkan tidak

280 19 dapat ditarik kembali. Registrasi yang ditolak dapat diajukan kembali dengan mengikuti tata cara sesuai ketentuan. 3. Dengar pendapat Jika terdapat keberatan terhadap hasil evaluasi khasiat dan keamanan dari KOMNAS Penilai Obat maka pendaftar dapat mengajukan permohonan dengar pendapat secara tertulis dalam jangka waktu 20 hari sejak tanggal surat pemberitahuan kepada Kepala BPOM. 4. Peninjauan kembali Jika keputusan hasil registrasi berupa penolakan, maka pendaftar dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Kepala BPOM. Peninjauan kembali ini dapat diajukan paling lama enam bulan setelah tanggal surat penolakan dan hanya dapat dilakukan satu kali. Permohonan ini harus dilengkapi dengan data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan dengan dilengkapi justifikasi. Pembahasan terhadap surat permohonan ini dilakukan paling lama 100 hari sejak dokumen diterima. 5. Pengajuan kembali registrasi Apabila registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan permohonan registrasi kembali sesuai ketentuan. Akan tetapi jika registrasi ditolak karena alasan tidak memenuhi kriteria khasiat dan keamanan, selain harus mengikuti tata cara sesuai ketentuan, registrasi kembali hanya dapat diajukan dengan data baru dan paling cepat satu tahun setelah tanggal surat penolakan Masa Berlaku dan Pelaksanaan Izin Edar Masa Berlaku Izin Edar Izin edar obat berlaku paling lama lima tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku termasuk persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor khusus ekspor, dan persetujuan khusus ekspor. Jika obat yang diregistrasikan berdasarkan perjanjian/penunjukkan dengan masa kerja sama kurang dari lima tahun, maka masa berlaku izin edar disesuaikan dengan masa berlaku kerja sama dalam dokumen perjanjian. Dalam hal perjanjian/penunjukkan kerja sama dihentikan sebelum masa izin edar berakhir, izin edar obat yang bersangkutan dibatalkan. Obat yang telah habis masa berlaku

281 20 izin edarnya dapat diperpanjang selama memenuhi kriteria melalui mekanisme registrasi ulang. Apabila obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dan tidak diperpanjang maka dianggap sebagai obat yang tidak memiliki izin edar Pelaksanaan Izin Edar Pendaftar wajib memproduksi atau mengimpor, dan mengedarkan obat yang telah mendapatkan izin edar selambatnya satu tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan dan harus melapor kepada Kepala BPOM dengan menyerahkan kemasan siap edar. Kemasan siap edar yang diserahkan berupa kemasan primer, kemasan sekunder, dan informasi produk. Penyerahan kemasan dilakukan paling lambat satu bulan sebelum pelaksanaan peredaran obat. Pemilik izin edar obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala BPOM Evaluasi Kembali dan Sanksi Evaluasi kembali dapat dilakukan terhadap obat yang telah mendapat izin edar. Evaluasi ini dilakukan jika berdasarkan hasil pemantauan terdapat perkembangan baru mengenai khasiat, keamanan, dan mutu obat yang berbeda dari data penunjang saat registrasi. Keputusan hasil evaluasi kembali dapat berupa perubahan penandaan,perbaikan komposisi / formula, pemberian batasan penggunaan, penarikan obat dari peredaran, dan / atau pembekuan izin edar dan/atau pembatalan izin edar. Pendaftar yang tidak memenuhi ketentuan dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatalan proses registrasi obat, pembekuan izin edar obat yang bersangkutan, pembatalan izin edar obat yang bersangkutan, atau sanksi administratif lain sesuai ketentuan perundangundangan. Pemberian sanksi berupa pembatalan atau pembekuan izin edar terjadi jika tidak melaksanakan kewajiban memproduksi/mengimpor/mengedarkan obat yang telah mendapat izin edar, selama 12 bulan berturut-turut tidak memproduksi/ mengimpor / mengedarkan obat, izin industri farmasi pemilik izin edar dicabut, dan/atau pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau distribusi obat. Pembekuan dan pembatalan izin edar dilakukan

282 21 secara tertulis kepada pemilik izin edar. 3.2 Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Makanan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a dan 2005b) Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis dalam jumlah yang terkonsentrasi. Suplemen makanan yang dapat didaftarkan berupa suplemen makanan dalam negeri (suplemen makanan tanpa lisensi, suplemen makanan dengan lisensi, suplemen makanan kontrak), suplemen makanan impor, dan suplemen makanan yang dilindungi oleh paten. Suplemen makanan yang akan diedarkan harus memiliki beberapa kriteria, seperti menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan, serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; kemanfaatan yang dinilai dari komposisi dan/atau didukung oleh data pembuktian; hanya dapat diproduksi oleh industri farmasi/industri obat tradisional/industri pangan dengan menerapkan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB/CPOTB/CPPB); kemanfaatan suplemen makanan harus disesuaikan dengan jumlah dan komposisi bahan yang dikandungnya; bahan yang berasal dari tumbuhan/hewan/mikroorganisme non patogen yang digunakan dalam bentuk kombinasi harus memiliki kesesuaian khasiat yang didukung dengan data pembuktian. Suplemen makanan harus dikemas dalam wadah yang dapat melindungi isi terhadap pengaruh dari luar selama masa peredaran dan menjamin mutu, keutuhan, dan keaslian isinya, serta wadah harus dibuat dengan mempertimbangkan keamanan pemakai dan dibuat dari bahan yang tidak mengeluarkan atau menghasilkan bahan berbahaya atau bahan yang dapat mengganggu kesehatan dan tidak mempengaruhi mutu. Dalam memberikan penandaan pada wadah dan pembungkus harus mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif, benar, tidak menyesatkan, dan sesuai dengan penandaan yang telah disetujui pada saat pendaftaran.

283 Kategori Pendaftaran Pendaftaran suplemen makanan dikategorikan menjadi dua, yaitu pendaftaran baru dan pendaftaran variasi Pendaftaran Baru Pengajuan pendaftar baru dilakukan dengan menyerahkan berkasi yang terdiri dari formulir SA, SB, SC, dan SD. Formulir SA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi; formulir SB berisi dokumen yang mencakup formula dan cara pembuatan; formulir SC berisi dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu bahan baku dan produk jadi; dan formulir SD berisi klaim penggunaan, cara pemakaian, dan bets. Pendaftaran baru dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Kategori 1 : Pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat, 2. Kategori 2: Protein, lemak, atau bahan lain berupa isolate : Pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat, protein, lemak, isolat lain, dan bahan lain berupa bahan alam. 3. Kategori 3 : Pendaftaran suplemen makanan dari kategori 1 dan 2 dengan klaim penggunaan baru, bentuk sediaan baru, posologi, dan dosis baru Pendaftaran Variasi Pengajuan pendaftaran variasi dilakukan dengan menyerahkan berkas yang terdiri dari formulir pendaftaran variasi dan kelengkapan pendaftaran variasi untuk masing-masing kategori. Pendaftaran variasi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Kategori 4 : Pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar dengan : 4.1 Perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi. 4.2 Perubahan atau penambahan ukuran kemasan. 4.3 Perubahan klaim pada penandaan yang tidak mengubah manfaat. 4.4 Perubahan desain kemasan. 4.5 Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa perubahan

284 23 status kepemilikan. 4.6 Perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan. 2. Kategori 5 : pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar dengan : 5.1 Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis bahan baku. 5.2 Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis produk jadi. 5.3 Perubahan stabilitas. 5.4 Perubahan teknologi produksi 5.5 Perubahan tempat produksi. 5.6 Perubahan atau penambahan jenis kemasan. 3. Kategori 6 : pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar dengan : 6.1 Perubahan formula atau komposisi yang bahan utamanya tergolong dalam satu kelompok. 6.2 Perubahan bahan tambahan yang tidak mengubah manfaat Registrasi obat quasi Obat kuasi adalah sediaan yang mengandung obat dengan efek kerja ringan, biasanya dipergunakan oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan ringan dengan cara penggunaan yang sederhana, misalnya sediaan minyak angin. Registrasi obat quasi memiliki proses yang sama dengan suplemen makanan karena masuk dalam satu divisi. Terdapat dua tahapan dalam proses registrasinya, yaitu pra penilaian dan penilaian. Pada tahapan pra penilaian akan dilakukan tahapan pemerikasaan kelengkapan, keabsahan dokumen dan dilakukan penentuan kategori penilaian. Sedangkan pada tahapan penilaian akan dilakukan evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung Tata Laksana Memperoleh Izin Edar Pendaftaran Pendaftaran untuk suplemen makanan diajukan kepada Kepala BPOM dan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Pra penilaian adalah tahap dimana dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan

285 24 keabsahan dokumen, serta untuk menentukan kategori pendaftaran. Sedangkan, tahap penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Hasil pra penilaian diberitahukan kepada pendaftar secara tertulis paling lambat 10 hari kerja untuk pendaftaran variasi dan 20 hari kerja untuk pendaftaran baru terhitung sejak tanggal diterimanya berkas pendaftaran. Hasil pra penilaian bersifat mengikat. Pendaftaran suplemen makanan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Tahap pra penilaian adalah tahap dimana dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta untuk menentukan kategori pendaftaran. Hasil dari tahap ini bersifat mengikat dan diberitahukan paling lambat sepuluh hari kerja untuk pendaftaran variasi dan dua puluh hari kerja untuk pendaftaran baru. Sedangkan, tahap penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Pada proses awal, pendaftar menyerahkan berkas pendaftaran yang terdiri dari formulir atau disket pendaftaran yang dilengkapi dengan rancangan kemasan produk yang akan diedarkan dan dengan rancangan warna, brosur yang mencantumkan informasi mengenai suplemen makanan (Lampiran 7), dokumen administrasi dan dokumen pendukung (Lampiran 8 dan Lampiran 9) yang terdiri dari dokumen mutu dan teknologi, serta dokumen pendukung klaim kegunaan sesuai jenis dan tingkat pembuktiannya. Alur prosedur untuk melakukan pendaftaran suplemen makanan dapat dilihat pada Gambar Penilaian Dokumen pendaftaran suplemen makanan yang telah memenuhi ketentuan dan persyaratan, selanjutnya akan dilakukan penilaian terhadap suplemen makanan yang akan didaftarkan sesuai kriteria yang harus dimiliki pada masingmasing suplemen makanan. Hasil penilaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan dapat berupa memenuhi syarat, belum memenuhi syarat, atau tidak memenuhi syarat. Untuk melakukan penilaian dibentuk Panitia Penilai Suplemen Makanan (PPSM) dan Komite Nasional Penilai Suplemen Makanan (KOMNAS PSM). Pelaksanaan penilaian yang dilakukan melalui: 1. Jalur 1 (7 hari kerja)

286 25 a. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama generik. b. Untuk suplemen makanan kategori Jalur 2 (15 hari kerja) a. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama dagang. b. Untuk suplemen makanan kategori Jalur 3 (30 hari kerja) a. Untuk suplemen makanan kategori 2 yang profil keamanannya telah diketahui dengan pasti. b. Untuk suplemen makanan kategori Jalur 4 (60 hari kerja) a. Untuk suplemen makanan kategori 2 dengan profil keamanan belum diketahui dengan pasti dan kategori 3.

287 26 Gambar 2.2 Alur pendaftaran suplemen makanan

288 ASEAN Common Technical Dossier / ASEAN Common Technical Requirements (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a) ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) adalah format umum yang digunakan untuk menyusun dokumen registrasi yang akan didaftarkan kepada badan regulasi obat di wilayah ASEAN. Tujuan penggunaan ACTD adalah agar penggambaran berbagai informasi produk menjadi transparan dan tidak ambigu, sehingga mempermudah pemeriksaan data-data dasar dan membantu pembaca menjadi lebih cepat terorientasi kepada isi pendaftaran produk. ASEAN Common Technical Requirements (ACTR) adalah seluruh materi tertulis yang bertujuan untuk membantu pendaftar untuk menyiapkan dokumen registrasi secara konsisten sesuai dengan harapan seluruh badan otoritas regulasi obat di ASEAN. ACTR ini berisi seluruh persyaratan dan parameter-parameter yang harus dipenuhi oleh produk obat, baik dari segi kualitas, keamanan, dan efikasi. Untuk memenuhi persyaratan yang tercantum dalam ACTR, maka dibuat berbagai pedoman, seperti pedoman uji stabilitas, validasi analisis, validasi proses, validasi uji bioekivalensi, dan berbagai pedoman keamanan dan pedoman efikasi Ketentuan ACTD Teks dan tabel harus disiapkan dengan margin yang memungkinkan dokumen dapat dicetak dengan baik pada kertas berukuran A4. Margin kiri sebaiknya cukup besar sehingga informasi tidak bias dengan menggunakan metode binding. Jenis huruf dan besar huruf adalah Times New Roman 12. Untuk teks dan tabel, sebaiknya jenis dan ukuran huruf yang cukup besar sehingga mudah dibaca bahkan setelah difotokopi. Setiap halaman harus diberi angka dengan halaman pertama pada setiap bagian disebut sebagai halaman 1. Untuk singkatan dan pengertian Common Technical Dossier harus dijelaskan setiap pertama kali digunakan pada setiap bagian. Referensi harus dicantumkan menurut 1979 Vancouver Declaration of Uniform requirements for Manuscript Submitted to Biomedical Journals.

289 Pembagian ACTD ACTD dibagi ke dalam 4 bagian, yaiu Dokumen Administratif, Dokumen Mutu, Dokumen Non klinik, dan Dokumen Klinik Dokumen Administratif Dokumen ini berisi pengenalan umum dari sediaan farmasi yang akan didaftarkan. Pada bagian awal dokumen ini berisi keseluruhan tabel isi atau keseluruhan dokumen ACTD untuk memberikan informasi dasar yang dapat dicari langsung. Selanjutnya, dokumen ini berisi data administratif yang memerlukan dokumentasi spesifik sejelas mungkin, yaitu formulir pendaftaran, label, brosur, kemasan, dan lain-lain. Bagian akhir dari dokumen ini adalah informasi produk yang memberikan informasi seperlunya, meliputi informasi pemberian obat, mekanisme kerja, efek samping, dan sebagainya. Isi dari dokumen administratif dapat dilihat pada Lampiran Dokumen Mutu Bagian ini berisikan penjelasan mengenai kualitas produk obat secara menyeluruh beserta laporan penelitiannya. Dokumen kontrol kualitas harus dijelaskan sejelas mungkin. Isi dari dokumen mutu dapat dilihat pada Lampiran Dokumen Non klinik Bagian ini harus memberikan penjelasan non klinik yang disertai dengan rangkuman non klinik tertulis dan rangkuman non klinik dalam bentuk tabel. Data dalam bagian ini tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk yang telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk dengan variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN tertentu, laporan penelitian dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru (New Chemical Entity/NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi mayor lain jika produk aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui untuk izin pemasaran di negara asalnya. Isi dari dokumen non klinik dapat dilihat pada Lampiran 2.

290 Dokumen Klinik Bagian ini memberikan penjelasan klinik dan rangkuman klinik. Dokumen dari bagian ini juga tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk yang telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk dengan variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN, laporan penelitian dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru (NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi mayor lain jika produk aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui untuk izin pemasaran di negara asalnya. Isi dari dokumen klinik dapat dilihat pada Lampiran 2.

291 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Registrasi Obat Nomor izin edar (NIE) merupakan syarat agar suatu produk dapat beredar di wilayah Indonesia. Guna memperloeh izin tersebut maka perlu dilakukan proses registrasi. NIE bertujuan untuk menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan efikasi. Dalam mengevaluasi suatu produk telah memenuhi persyaratan perlu dilakuakn evaluasi dokumen registrasi obat yang dilakukan oleh BPOM selaku pihak regulator. Regulasi mengenai registrasi obat dikeluarkan oleh BPOM dan regulasi ini dapat berubah dan diperbaharui sesuai kebutuhan. Pada akhir tahun 2011, BPOM mengeluarkan regulasi mengenai tata cara registrasi obat yang baru. Secara garis besar, isi dari regulasi mengenai tata cara registrasi obat tahun 2011 ini hampir sama seperti yang dikeluarkan pada tahun 2003, meskipun terdapat sedikit perubahan dan penambahan yang ditujukan untuk penyempurnaan dan penyesuaian dengan regulasi terbaru di Indonesia dan ASEAN. Beberapa perubahan yang terdapat dalam peraturan registrasi baru tahun 2011, yaitu : Tabel 4.1 Perbedaan registrasi obat antara peraturan Tahun 2003 dan Tahun 2011 No. ASPEK Peraturan Tahun 2003 Peraturan Tahun Pendaftar Registrasi Industri farmasi yang telah memiliki izin industri dan PBF. Hanya industri farmasi yang telah memiliki izin industri. 2. Kategori Registrasi Terdapat 10 kategori yang terbagi dalam Registrasi Baru dan Registrasi Variasi. a. Registrasi Baru Kategori 1: Registrasi obat baru dengan zat aktif (ZA) baru / derivat baru / kombinasi baru, atau produk biologi dengan zak aktif baru atau kombinasi baru atau bentuk sediaan baru Terdapat 7 kategori yang terbagi dalam Registrasi Baru, Registrasi Variasi, dan Registrasi Ulang. a. Registrasi Baru Kategori 1: Registrasi obat baru dan produk biologi termasuk Produk Biologi Sejenis (PBS) / Similar Biotherapeutic Product (SBP). Kategori 3 : Registrasi 30

292 31 (lanjutan) Kategori 2: Registrasi obat barudengan komposisi lama dalam bentuk sediaan baru atau kekuatan baru atau produk biologi sejenis. Kategori 3: Registrasi obat/produk biologi dengankomposisi lama dengan indikasi baru atau posologi baru. Kategori 4: Registrasi obat copy dengan nama dagang, atau nama generik. Kategori5: Registrasi sediaan lain yang mengandung obat b.registrasi Variasi Kategori 6:Registrasi obat copy yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan yangsudah pernah disetujui di Indonesia. Kategori 7: Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan klaim penandaanyang mempengaruhi keamanan. Kategori 8: Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan zat tambahan / metode analisa /zat tambahan atau tempat produksi. Kategori 9: Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan atau penambahan jenis kemasan. Kategori 10: Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan klaim penandaan yang tidak mempengaruhi mutu/ desain kemasan/ perubahan nama pabrik atau pemberi lisensi/ perubahan importir /penambahan besar kemasan / perubahan nama dagang tanpa perubahan formula dan kemasan. Kategori 2: Registrasi obat copy Kategori 3: Registrasi sediaan lain yang mengandung obat b. Registrasi Variasi Kategori 4: Registrasi variasi major (VaMa) Kategori 5: Registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B) Kategori 6 : Registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A). 3. Jalur Pra- Registrasi a. Pendaftaran yang melalui jalur pra registrasi adalah obatobat yang belum pernah didaftarkan sebelumnya baik obat baru maupun obat copy. b. Registrasi variasi tidak perlu melalui tahapan pra registrasi c. Registrasi Ulang Kategori 7: Registrasi ulang a. Obat baru dan copy yang belum pernah didaftarkan sebelumnya harus melalui tahapan pra registrasi. b. Registrasi variasi yang termasuk dalam variasi major harus melewati tahapan pra registrasi

293 32 (lanjutan) 4. Registrasi Variasi 5. Bolar provision 6. Jalur Evaluasi Belum dikelompokkan menjadi Variasi Major dan Variasi Minor. Tidak terdapat ketentuan yang memperbolehkan registrasi obat yang masih dilindungi paten Registrasi Baru jalur I : 100 HK Registrasi Baru jalur II : 150 HK Registrasi Baru jalur III : a. Untuk obat jadi baru: 300 HK b. Untuk obat copy dengan STINEL & obat khusus ekspor : 80 HK Registrasi Variasi Kategori 6, 7, 8, 9: 80 HK Registrasi Variasi Kategori 10 dengan penandaan mutakhir : 40 HK Registrasi Variasi dikelompokkan menjadi Variasi Major, Variasi Minor yang memerlukan persetujuan, dan Variasi Minor dengan notifikasi. Terdapat ketentuan yang mengizinkan registrasi obat masih dilindungi paten (Bagian kesembilan Pasal 21). Jalur 40 HK : Reg. Variasi yang memerlukan persetujuan & registrasi obat khusus ekspor. Jalur 100 HK sama seperti peraturan th dengan tambahan : a. Registrasi obat baru yang telah mengalami proses obat pengembangan baru / institusi riset di Indonesia & seluruh tahapan uji kliniknya dilakukan di Indonesia. b. Registrasi Baru obat copy esensial generik. c. Registrasi Baru obat copy dengan STINEL atau Registrasi Variasi major indikasi / posologi baru yang ditujukan untuk obat life saving, penyakit serius/langka, obat untuk program kesehatan masyarakat juga obat baru yang pengembangannya dilakukan di Indonesia. d. Registrasi Variasi major selain yang disebut sebelumnya. Jalur 150 HK: sama seperti ketentuan tahun Registrasi obat baru Obat yang mengandung zat aktif baru, zat tambahan baru, bentuk sediaan atau rute pemberian baru, kekuatan baru, atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di Indonesia disebut obat baru. Dalam prosesnya registrasi obat baru termasuk dalam golongan registrasi baru kategori 1. Proses registrasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap pra registrasi dan kemudian dilanjutkan dengan tahap registrasi.

294 33 Tahapan pra registrasi dilakukan untuk menentukan kategori registrasi, jalur evaluasi, dan biaya evaluasi pada tahapan registrasi selanjutnya. Pra registrasi diawali dengan pengajuan pendaftaran secara online melalui pendaftaran dilakukan untuk jadwal layanan di minggu berikutnya. Selanjutnya akan dikeluarkan jadwal pendaftaran dan nomor antrian. Pendaftar kemudian melakukan verifikasi kelengkapan dokumen sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Kelengkapan dokumen dan persyaratan untuk registrasi baru dapat dilihat pada Lampiran 5. Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala BPOM dan dilampiri dengan dokumen sesuai tahapannya. Kelengkapan persyaratan untuk proses pra registrasi atau registrasi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan alur proses registrasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Secara garis besar dokumen registrasi yang harus diserahkan terdiri dari 4 bagian, yaitu: 1.Dokumen administratif 2. Dokumen mutu 3. Dokumen non-klinik 4. Dokumen klinik Kelengkapan dokumen tersebut disatukan dalam ordner/map berwarna biru. Selain kelengkapan dokumen dan persyaratan seperti yang tertera pada Lampiran 5. untuk obat kategori 1, yaitu obat baru pendaftar juga harus menyerahkan rencana manajemen risiko yang kemudian akan ditetapkan. Dokumen pra-registrasi atau registrasi yang telah disiapkan akan di verifikasi pada bagian loket pra registrasi. Setelah dinyatakan lengkap dengan bukti cap lengkap pada dokumen checklist selanjutnya pendaftar akan mendapat surat perintah bayar untuk biaya evaluasi pra registrasi. Setelah pembayaran dilakukan, dokumen-dokumen tersebut beserta bukti cap lengkap, bukti bayar dan formulir pra registrasi yang sebelumnya telah diisi di masukkan ke dalam loket bagian pemasukan dokumen untuk dilakukan validasi kelengkapan dokumen. Bersamaan dengan dimasukkannya dokumen pra registrasi pendaftar akan mendapatkan surat tanda terima dokumen. Setelah proses tersebut, pendaftar harus terus memantau perkembangan tahapan pra

295 34 registrasi yang sedang berjalan dan harus siap jika pada tahapan tersebut diperlukan data tambahan. Hasil pra registrasi akan keluar dalam jangka waktu 40 hari kerja terhitung sejak dokumen dimasukkan. Setelah 40 hari kerja, akan di dapat hasil pra registrasi, di dalamnya akan mencantumkan kategori registrasi, jalur evaluasi, biaya evaluasi tahapan registrasi serta pengembalian dokumen pra registrasi atau registrasi. Tahap selanjutnya yaitu registrasi. Pada prosesnya tahapan ini hampir sama dengan tahapan pra registrasi. Perbedaan terdapat pada saat dilakukannya validasi kelengkapan dokumen. Saat melakukan validasi kelengkapan dokumen registrasi pendaftar harus menyertakan hasil pra registrasi, bukti bayar, cap bukti lengkap, disket beserta dokumen registrasi serta mengisi formulir permohonan registrasi dan formulir pengisian disket. Setelah pembayaran dilakukan dokumendokumen tersebut beserta bukti cap lengkap, bukti bayar, formulir registrasi, hasil pra registrasi, dan disket yang sebelumnya telah diisi di masukkan ke dalam loket bagian pemasukan dokumen. Bersamaan dengan dimasukkannya dokumen pra registrasi pendaftar akan mendapatkan surat tanda terima dokumen. Setelah proses tersebut, pendaftar harus terus memantau perkembangan tahapan registrasi yang sedang berjalan dan harus siap jika pada tahapan tersebut diperlukan data tambahan. Hasil pra registrasi akan keluar dalam jangka waktu sesuai dengan kategori registrasi, terhitung sejak dokumen dimasukkan. Setelahnya, jika telah disetujui, maka akan didapat nomor izin edar (NIE) yang berlaku selama 5 tahun, dan dapat diperpanjang jika telah habis masa berlakunya dengan registrasi ulang Registrasi obat copy Obat copy adalah obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan posologi sama dengan obat yang sudah disetujui. Untuk kelengkapan dokumen registrasi obat copy secara umum memiliki kesamaan dengan registrasi obat baru, namun terdapat perbedaan pada beberapa bagian, diantaranya yaitu: untuk registrasi obat copy tidak disertakan bagian 3, yaitu dokumen non-klinik, serta perbedaan warna map untuk dokumen yang berwarna hitam. Sedangkan untuk tahapan

296 35 registrasi obat copy adalah sama, mulai dari pra registrasi, hingga registrasinya. Registrasi obat copy umumnya disertai dengan beberapa perubahan yang disebut dengan registrasi variasi yang mengubah beberapa aspek untuk dapat beredar di Indonesia, tetapi tidak terbatas pada perubahn formula, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan awal, wadah kemasan dan penandaan. Kategori registrasi variasi terdiri dari 3 yaitu: a. Registrasi variasi major (VaMa) adalah jenis perubahan yang mempengaruhi keamanan, mutu, dan khasiat dari produk jadi. b. Registrasi variasi minor dengan persetujuan (VaMi-B) adalah jenis perubahan yang sedikit mempengaruhi atau tidak mempengaruhi secara signifikan keamanan, mutu, dan khasiat dari produk jadi. c. Registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A) adalah jenis perubahan yang tidak mempengaruhi secara signifikan keamanan, mutu, dan khasiat dari produk jadi dan tidak termasuk jenis perubahan minor dengan persetujuan. 4.2 Registrasi Suplemen Makanan Sama seperti proses registrasi produk lainnya, proses registrasi suplemen makanan dimaksudkan untuk memperoleh nomor izin edar (NIE) sebagai syarat mutlak agar produk dapat dipasarkan di wilayah Indonesia. Produk yang telah melalui proses registrasi menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatannya. Untuk tahapan registrasinya memiliki kesamaan dengan registrasi obat kuasi karena menurut ketentuan BPOM, obat quasi dan suplemen makanan berada di dalam satu divisi yang sama. Suplemen makanan yang akan diedarkan harus memiliki beberapa kriteria, antara lain harus menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan, serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; kemanfaatan suplemen makanan yang disesuaikan dengan jumlah dan komposisi bahan yang dikandung, bahan yang berasal dari tumbuhan/hewan/mikroorganisme non patogen yang digunakan dalam bentuk kombinasi harus memiliki kesesuaian khasiat yang didukung dengan data pembuktian.

297 36 Pengajuan pendaftaran untuk suplemen makanan dikategorikan menjadi pendaftaran baru dan pendaftaran variasi. Pendaftaran baru dimaksudkan untuk melakukan pendaftaran produk suplemen makanan yang belum terdaftar di Indonesia sebelumnya. Sedangkan, pendaftaran variasi dimaksudkan untuk pendaftaran produk yang telah terdaftar sebelumnya namun terjadi beberapa perubahan dari produk tersebut. Pelaksanaan pendaftaran baru dibagi ke dalam tiga kategori, sedangkan untuk pendaftaran variasi juga dibagi ke dalam 3 kategori. Pendaftaran untuk suplemen makanan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Pra penilaian adalah tahap dimana dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta untuk menentukan kategori pendaftaran. Sedangkan, tahap penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Suplemen makanan mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis terhadap tubuh. Oleh karena itu, klaim untuk produk suplemen makanan dikategorikan menjadi dua, yaitu klaim medium dan klaim umum. Pada klaim medium harus didukung oleh data penelitian mengenai zat yang diklaim, memiliki jurnal dan dokumen pendukung, dan harus ada produk sejenis yang telah beredar. Sedangkan, klaim umum harus didukung studi deskriptif dan seri kasus Registrasi obat quasi Obat kuasi adalah sediaan yang mengandung obat dengan efek kerja ringan, biasanya dipergunakan oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan ringan dengan cara penggunaan yang sederhana, misalnya sediaan minyak angin. Registrasi obat quasi memiliki proses yang sama dengan suplemen makanan. Di mana terdapat dua tahapan, yaitu pra penilaian dan penilaian. Pada tahapan pra penilaian akan dilakukan tahapan pemerikasaan kelengkapan, keabsahan dokumen dan dilakukan penentuan kategori penilaian. Sedangkan pada tahapan penilaian akan dilakukan evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Kedua tahapan tersebut diawali dengan mengisi formulir antrian elektronik, dengan klik subtitle pada halaman depan website Badan POM dengan

298 37 nama Daftar Antrian OT, SM Dan Kosmetik. Apabila subtitle ini dipilih, maka akan muncul pilihan selanjutnya yaitu : 1. Obat Tradisional : Formulir_antrian_OT 2. Suplemen Makanan dan Obat Kuasi : Formulir_antrian_SM_Kuasi 3. Kosmetik : Formulir_antrian_Kos Untuk obat kuasi maka dipilih point 2, setelah dilakukan pengisian formulir antrian, maka akan didapat nomor dan jadwal penilaian. Pengisian formulir antrian elektronik dibuka pada hari Senin sampai dengan Rabu untuk pelayanan minggu berikutnya. Daftar antrian dan jadwal pelayanan yang telah masuk akan diumumkan di dengan klik subtitle Daftar Antrian OT, SM Dan Kosmetik kemudian pilih atau klik LIHAT JADWAL ANTRIAN, pada hari Jumat mulai jam Konsultasi untuk obat kuasi dilakukan pada hari Selasa- Kamis dari pukul , di meja konsultasi gedung B lantai 2. Untuk hasil pra penilaian akan keluar setelah 10 hari kerja setelah dokumen dimasukkan untuk registrasi variasi dan 20 hari kerja pada registrasi baru. Sedangkan untuk hasil penilaian akan keluar sesuai dengan kategori pendaftarannya. 4.3 Registrasi sediaan farmasi dengan kategori variasi Kategori variasi dalam proses registrasi terdiri dari registrasi variasi mayor (VaMa), registrasi minor dengan persetujuan (VaMi-B), dan registrasi minor dengan notifikasi (VaMi-A). Proses registrasi mayor merupakan proses registrasi yang berkaitan dengan perubahan yang mempengaruhi keamanan (safety) dann kualitas dari suatu obat secara signifikan. Registrasi minor dengan persetujuan (VaMi-B) merupakan proses registrasi yang berpengaruh kecil terhadap keamanan, namun tetap membutuhkan persetujuan dari BPOM sebagai evaluator. Untuk registrasi minor dengan notifikasi (VaMi-A) merupakan proses registrasi yang tidak berpengaruh terhadap keamanan (safety). (Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, BPOM, 2011) Sediaan farmasi yang akan melakukan registrasi variasi dikelompokkan terlebih dahulu jenis variasi yang akan dilakukan, persyaratan dan kelengkapan dokumen untuk registrasi variasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Registrasi variasi

299 38 dilakukan tanpa melalui proses pra-registrasi.untuk melakukan registrasi variasi sebelumnya mendaftarkan diri melalui jalur on line yang dilakukan setiap hari Rabu dari pukul Antrian dapat dilihat di yang akan ditampilkan setiap hari Jum at. Pendaftar melakukan submit atau memasukkan dokumen pada hari yang telah ditentukan pada antrian online. Kelengkapan dokumen pendaftar akan dicek kelengkapannya oleh evaluator, setelah dokumen lengkap kemudian dimasukkan ke loket untuk mendapatkan tanda terima memasukkan dokumen. Dokumen akan diproses sesuai dengan hari kerja (HK) yang sesuai dengan perubahan variasi yang diajukan.. Setelahnya, jika telah disetujui, maka akan didapat nomor izin edar (NIE) yang berlaku selama 5 tahun. 4.4 Registrasi iklan untuk produk quasi Iklan sebagai salah satu media promosi juga perlu diawasi penayangannya, sehingga diperlukan proses registrasi. Produk quasi pendaftaran untuk iklan termasuk ke dalam pendaftaran iklan untuk obat tradisional. Dalam melakukan registrasi untuk iklan dibutuhkan dokumen-dokumen antara lain, surat keterangan dari pendaftar, bukti bayar untuk pendaftaran iklan sebesar Rp , dan hasil print out dari iklan yang akan di daftarkan sebanyak 25 rangkap. Pendaftaran untuk iklan dilakukan di lantai 2 Gedung A BPOM, Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan evaluasi kosmetik.

300 DAFTAR ACUAN (2012). Regulatory Affairs Officer Job Description. Diakses tanggal 13 September (2012). Regulatory Affairs Officer Job Description. Diakses tanggal 13 September 2012 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011a). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005b). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia., Tbk. (2012) Perilaku Korporat dan Kode Etik Perusahaan. Jakarta. 41

301 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan paparan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan, yaitu: Registrasi obat baru termasuk dalam registrasi baru kategori 1, dengan perkiraan jalur evaluasi 100 sampai 300 hari kerja. Untuk tahapannya diawali dengan pra registrasi yang akan menentukan kategori registrasi, jalur evaluasi, dan biaya registrasi. untuk dokumen yang diserahkan terdiri dari 4 bagian, yaitu: dokumen administratif; dokumen mutu; dokumen non-klinik dan dokumen klinik dengan tambahan dokumen rencana manajemen risiko yang ditentukan kemudian. Kesemua dokumen tersebut dimasukkan ke dalam ordner atau map berwarna biru Registrasi obat copy termasuk dalam registrasi baru kategori 2, dengan perkiraan jalur evaluasi 100 sampai 150 hari kerja. Untuk tahapannya diawali dengan pra registrasi yang akan menentukan kategori registrasi, jalur evaluasi, dan biaya registrasi. untuk dokumen yang diserahkan terdiri dari 3 bagian, yaitu: dokumen administratif; dokumen mutu; dan dokumen klinik. Kesemua dokumen tersebut dimasukkan ke dalam ordner atau map berwarna biru Registrasi obat kuasi termasuk dalam penggolongan registrasi untuk suplemen makanan. Terdiri dari dua tahapan yaitu pra penilaian dan penilaian. Pra penilaian adalah tahap dimana dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta untuk menentukan kan kategori pendaftaran. Sedangkan, tahap penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Perkiraan jalur penilaian adalah mulai dari 7 hari kerja hingga 60 hari kerja Registrasi suplemen makanan terdiri dari dua tahapan yaitu pra penilaian dan penilaian. Pra penilaian adalah tahap dimana dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta untuk menentukan kategori 39

302 40 pendaftaran. Sedangkan, tahap penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Perkiraan jalur penilaian adalah mulai dari 7 hari kerja hingga 60 hari kerja Registrasi variasi teridiri dari 3 jenis yaitu registrasi variasi mayor, registrasi variasi minor dengan persetujuan dan registrasi minor dengan notifikasi. Proses registrasi variasi ini tidak membutuhkan proses praregistrasi Registrasi iklan produk quasi dilengkapi dengan dokumen pendukung yang terdiri dari surat keterangan dari perusahaan dan print out dari produk iklan yang diajukan sebanyak 25 buah. Proses registrasi ini akan dilakukan meeting atau evaluasi oleh BPOM selama 30 hari kerja. 5.2 Saran Pembagian beban kerja pada Medical & Regulatory department PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk. meskipun sejauh ini berjalan dengan baik, namun sebaiknya dilakukan penambahan tenaga profesi Apoteker sebagai regulatory officer. Mengingat banyaknya tugas dan tanggung jawab yang harus ditanggung oleh Regulatory manager dan Assistant regulatory manager Regulasi yang dibuat oleh BPOM mengenai evaluasi obat dan suplemen makanan sudah memenuhi kaidah kefarmasian. Oleh karena itu dalam mendaftarkan produk, pihak Medical & Regulatory department harus menyiapkan data yang sebenar-benarnya mengenai mutu, keamanan, dan efikasi produknya agar proses evaluasi berjalan dengan baik dan masyarakat benar-benar memperoleh produk terbaik.

303 DAFTAR ACUAN (2012). Regulatory Affairs Officer Job Description. Diakses tanggal 13 September (2012). Regulatory Affairs Officer Job Description. Diakses tanggal 13 September 2012 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011a). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005b). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia., Tbk. (2012) Perilaku Korporat dan Kode Etik Perusahaan. Jakarta. 41

304 LAMPIRAN

305 42 Lampiran 1. Gambar struktur organisasi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk [Sumber: PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk]

306 43 Lampiran 2. Isi dokumen pra-registrasi dan registrasi BAGIAN I DOKUMEN ADMINISTRATIF DAN INFORMASI PRODUK Sub Bagian A Daftar Isi Keseluruhan Sub Bagian B Dokumen Administratif 1. Surat Pengantar 2. Formulir Registrasi 3. Pernyataan Pendaftar 4. Sertifikat dan Dokumen Administratif Lain 4.1 Obat Produksi Dalam Negeri Izin industri farmasi Sertifikat CPOB yang masih berlaku untuk bentuk sediaan yang didaftarkan Data insperksi terakhir dan perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh BPOM 4.2 Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan Lisensi Izin industri farmasi atau dokumen penunjang dengan bukti yang cukup untuk badan atau institusi riset sebagai pemberi lisensi Izin industri farmasi sebagai penerima lisensi Sertifikat CPOB industri farmasi penerima lisensi yang masih berlaku untuk bentuk sediaan yang didaftarkan Perjanjian lisensi 4.3 Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan Kontrak Izin industri farmasi pendaftar/pemberi kontrak Izin industri farmasi sebagai penerima kontrak Sertifikat CPOB industri farmasi pendaftar atau pemberi kontrak yang masih berlaku Perjanjian kontrak 4.4 Obat Khusus Ekspor Izin industri farmasi Sertifikat CPOB pendaftar

307 44 (Lanjutan) Sertifikat CPOB atau dokumen lain yang setara dari produsen sesuai bentuk sediaan yang didaftarkan (untuk obat impor khusus ekspor) 4.5 Obat Impor Izin industri farmasi produsen dan pendaftar Surat penunjukkan dari industri farmasi atau pemilik produk di luar negeri Certificate of Pharmaceutical Product (CPP) atau dokumen lain yang setara dari negara produsen dan/atau Negara dimana diterbitkan sertifikat kelulusan bets Sertifikat CPOB yang masih berlaku dari produsen untuk bentuk sediaan yang didaftarkan atau dokumen lain yang setara (termasuk sertifikat CPOB produsen zat aktif untuk produk biologi) Data inspeksi CPOB terakhir dan perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain Justifikasi impor Bukti perimbangan kegiatan ekspor dan impor (jika perlu) 5. Hasil Pra-Registrasi 6. Kuitansi/Bukti Pembayaran 7. Dokumen Lain Sub Bagian C Informasi Produk dan Penandaan 1. Informasi Produk 2. Penandaan pada kemasan BAGIAN II DOKUMEN MUTU Sub Bagian A Ringkasan Dokumen Mutu (RDM) Sub Bagian B Dokumen Mutu S Zat Aktif S1 Informasi Umum

308 (Lanjutan) S1.1 Tata Nama S1.2 Rumus Kimia S1.3 Sifat-sifat umum S2 Proses Produksi dan Sumber Zat Aktif S2.1 Produsen S2.2 Uraian dan Kontrol Proses Pembuatan S2.3 Kontrol terhadap Bahan S2.4 Kontrol terhadap Tahapan Kritis dan Senyawa S2.5 Validasi proses dan/atau Evaluasi S2.6 Pengembangan Proses Pembuatan S3 Karakterisasi S3.1 Elusidasi dan Struktur Karakterisasi S3.2 Bahan Pengotor S4 Spesifikasi dan Metode Pengujian Zat Aktif S4.1 Spesifikasi antara S4.2 Prosedur Analisis S4.3 Validasi Prosedur Analisis S4.4 Analisis Bets S4.5 Justifikasi Spesifikasi S5 Baku Pembanding S6 Spesifikasi dan Pengujian Kemasan S7 Stabilitas 45 P Obat Jadi P1 Pemerian dan Formula P2 Pengembangan Produk P2.1 Informasi dan Studi Pengembangan P2.2 Komponen Obat P2.2.1 Zat Aktif P2.2.2 Zat Tambahan P2.3 Obat

309 (Lanjutan) 46 P2.3.1 Pengembangan Formula P2.3.2 Overages P2.3.3 Sifat Fisikokimia dan biologi P2.4 Pengembangan Proses Pembuatan P2.5 Sistem Kemasan P2.6 Atribut Mikrobiologi P2.7 Kompatibilitas P3 Prosedur Pembuatan P3.1 Formula Bets P3.2 Proses Pembuatan dan Kontrol Proses P3.3 Kontrol terhadap Tahapan Kritis dan Produk Antara P3.4 Validasi Proses dan/atau Laporan P4 Spesifikasi dan Metode Pengujian Zat Tambahan P4.1 Spesifikasi P4.2 Prosedur Analisis P4.3 Zat Tambahan yangbersumber dari Hewan dan/atau Manusia P4.4 Zat Tambahan Baru P5 Spesifikasi dan Metode Pengujian Obat P5.1 Spesifikasi P5.2 Prosedur Analisis P5.3 Laporan validasi Metode Analisis P5.4 Analisis Bets P5.5 Karakterisasi Zat Pengotor P5.6 Justifikasi Spesifikasi P6 Baku Pembanding P7 Spesifikasi dan Metode Pengujian Kemasan P8 Stabilitas P9 Bukti Ekivalensi (bila perlu) Sub Bagian C Daftar Pustaka

310 47 (Lanjutan) BAGIAN III DOKUMEN NONKLINIK Sub Bagian A Tinjauan Studi Nonklinik Sub Bagian B Ringkasan dan Matriks Studi Nonklinik Sub Bagian C Laporan Studi Nonklinik Sub Bagian D Daftar Pustaka BAGIAN IV DOKUMEN KLINIK Sub Bagian A Tinjauan Studi Klinik Sub Bagian B Ringkasan Studi Klinik Sub Bagian C Matriks Studi Klinik Sub Bagian D Laporan Studi Klinik Sub Bagian E Daftar Pustaka [Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a]

311 Lampiran 3. Gambar alur proses registrasi Tahap pra-registrasi 48

312 (Lanjutan) Penyerahan Berkas Registrasi 49

313 Lampiran 4. Gambar alur registrasi dan evaluasi obat 50

314 Lampiran 5. Kelengkapan dokumen registrasi baru 51

315 (Lanjutan) 52

316 (Lanjutan) 53

317 (Lanjutan) [Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a] 54

318 Lampiran 6. Kelengkapan dokumen registrasi variasi Registrasi Variasi Major (VaMa) 55

319 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 56

320 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 57

321 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 58

322 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 59

323 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 60

324 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 61

325 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 62

326 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 63

327 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 64

328 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 65

329 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 66

330 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 67

331 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) 68

332 (Lanjutan Registrasi Variasi Major) [Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a] 69

333 (Lanjutan) Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan (VaMi-B) 70

334 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan [VaMi-B]) 71

335 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan [VaMi-B]) 72

336 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan [VaMi-B]) 73

337 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan [VaMi-B]) 74

338 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan [VaMi-B]) [Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a] 75

339 (Lanjutan) Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi (VaMi-A) 76

340 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi [VaMi-A]) 77

341 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi [VaMi-B]) 78

342 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi [VaMi-B]) 79

343 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi [VaMi-B]) 80

344 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi [VaMi-B]) 81

345 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi [VaMi-B]) 82

346 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi [VaMi-B]) 83

347 (Lanjutan Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi [VaMi-B]) [Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a] 84

348 Lampiran 7. Informasi Minimal yang Harus Dicantumkan Pada Rancangan Kemasan [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b] 85

349 [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b] 86

350 87 [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat]

351 UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN N DOKUMEN REGISTRASI VARIASI MINOR DENGAN PERSETUJUAN (VAMI-B) BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N NO HK TAHUN 2011 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI MEDICAL & REGULATORY DEPARTEMENT PT. TASHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK PERIODE 3 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2012 MEGA EKA WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

352 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB 1. PENDAHULAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Registrasi Alur Proses Registrasi Registrasi Variasi ASEAN Common Technical Dossier... 6 BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Pengkajian Metode Pengkajian BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Alur Registrasi Jenis kategori registrasi variasi Kelengkapan dokumen registrasi variasi minor dengan Persetujuan (VaMi-B) BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN ii

353 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Alur Proses Registrasi iii

354 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Halaman Kelengkapan Dokumen Registrasi Variasi Minor dengan Persetujuan (VaMi-B) iv

355 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya penggunaan obat di dunia kesehatan memicu timbulnya angka penggunaan obat yang tidak memenuhi persyaratan efikasi, keamanan dan mutu. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam pengawasan produk obat dan makanan mewajibkan setiap industri farmasi untuk mendaftarkan setiap produk obat yang akan diedarkan. Guna memudahkan industri farmasi melakukan registrasi produk obat sesuai dengan persyaratan, maka Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan peraturan tentang criteria dan tata laksana registrasi obat no. HK tahun Peraturan tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk regulatory affairs dalam mendaftarkan produknya dengan kelengkapan dokumen yang sesuai. Mengingat pentingnya proses registrasi dalam keberlangsungan suatu industri farmasi, maka peraturan ini wajib dimiliki oleh setiap regulatory affairs di industri farmasi. Registrasi obat merupakan suatu kegiatan pendaftaran produk sediaan farmasi, baik obat, produk biologi, bahan makanan, dan suplemen makanan untuk memperoleh NIE (Nomor Izin Edar) sebelum produk tersebut dipasarkan. Registrasi memiliki peran vital dalam perusahaan farmasi sebagai ujung tombak diizinkan atau tidaknya produk farmasi tersebut beredar di Indonesia. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia sebagai multilevel company di bidang farmasi melakukan produksi obat, kuasi, dan suplemen makanan untuk dipasarkan secara lokal maupun ekspor. Selain itu PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia juga melakukan pengembangan produkproduk yang sebelumnya sudah beredar di Indonesia. Guna mendapatkan izin edar atas perubahan dari produk yang telah dilakukan pengembangan, maka perlu dilakukan pendaftaran dengan kategori registrasi variasi. 1

356 2 Registrasi variasi adalah pendaftaran perubahan aspek apapun pada obat yang telah memiliki izin edar di Indonesia, termasuk tetapi tidak terbatas pada perubahan formulasi, metode, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah, kemasan dan penandaan. Registrasi variasi terdiri dari tiga jenis yaitu registrasi variasi mayor (VaMa), registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B), dan registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A). (Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan tentang Kriteria dan tata laksanan registrasi obat, 2011) Apoteker sebagai regulatory affairs dituntut untuk dapat meregistrasikan produk dengan kategori registrasi variasi, khususnya registrasi variasi minor dengan persetujuan (VaMi-B) baik secara lokal maupun internasional. Guna mempermudah regulatory affairs dalam melakukan registrasi produk secara internasional dilakukan penerjemahan kelengkapan dokumen registrasi variasi minor dengan persetujuan (VaMi- B). 1.2 Tujuan Mengetahui macam-macam kategori registrasi variasi Mengetahui kelengkapan dokumen yang dibutuhkan dalam kategori registrasi variasi minor dengan persetujuan (VaMi-B).

357 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Registrasi Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi suatu produk untuk mendapatkan izin edar. Izin edar adalah suatu bentuk persetujuan registrasi untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Registrasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu. Registrasi terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang. Registrasi baru adalah registrasi produk yang belum mendapatkan izin edar di Indonesia. Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada produk yang telah memiliki izin edar di Indonesia. Registrasi ulang adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar. Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011). 2.2 Alur proses registrasi Pendaftar melakukan proses pendaftaran secara on-line untuk mendapatkan jadwal registrsi dokumen yang dilakukan melalui website pada hari Senin Kamis pukul WIB. Jadwal antrian ditampilkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui website tersebut pada hari Jum at. Pendaftar datang ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan membawa kelengkapan dokumen yang dibutuhkan sesuai dengan ketegori variasi yang diajukan untuk melakukan verifikasi dokumen. Evaluator Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memeriksa kelengkapan dokumen yang diajukan, bila dokumen yang dibutuhkan lengkap maka akan mendapatkan cap lengkap dari BPOM. Tahap berikutnya adalah melakukan instalasi disket dengan menunjukkan kelengkapan dokumen, bukti pembayaran, dan disket yang dibutuhkan. Disket yang telah diinstalasi diisi oleh pendaftar sesuai dengan spesifikasi produk yang tercantum dalam formulir registrasi dan dokumen mutu. 3

358 4 Disket yang telah melalui proses instalasi tersebut kemudian diserahkan bersama dengan keseluruhan dokumen yang telah di setujui oleh evaluator Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk dilakukan proses verifikasi. Hasil verifikasi lengkap, maka pendaftar akan mendapatkan nomor Ferro sebagai tanda bukti registrasi. Nomor Izin Edar (NIE) atas perubahan yang diajukan dapat diperoleh sesuai dengan lama hari kerja yang ditetapkan pada saat pra registrasi. Lama hari kerja untuk bergantung dari kategori registrasi yang dilakukan. ( Gambar 2.1 Alur proses registrasi 2.3 Registrasi Variasi Registrasi variasi dilakukan apabila terjadi perubahan terhadap obat yang telah mendapatkan nomor izin edar. Registrasi variasi terdiri atas tiga kategori yaitu: a. Kategori 4: registrasi variasi major (VaMa) adalah prosedurr registrasi yang mengalami perubahan yang berpengaruh secara signifikan pada khasiat, keamanan (safety) dan kualitas produk jadi.

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DANDISTRIBUSI KEFARMASIANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIANDAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Daerah Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2016-2021 tidak ada visi dan misi, namun mengikuti visi dan misi Gubernur

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan menjadi hak semua orang. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya sekedar sehat secara fisik atau jasmani, tetapi juga secara mental,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, The linked image cannot be displayed. The file may have been moved, renamed, or deleted. Verify that the link points to the correct file and location. PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat, bangsa

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/ LEMBAGA : KEMENTERIAN KESEHATAN 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan Meningkatnya koordinasi

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis ini digunakan dengan pertimbangan bahwa hasil penelitian diharapkan akan mampu memberikan informasi

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan Tahun

Rencana Aksi Kegiatan Tahun Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015-2019 DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahu Wa Ta ala, Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--0/AG/2014 DS 7003-9134-1092-0094 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci