UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi MELINDA ANGGITA SETIYADI, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mempleh gelar Sarjana Farmasi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker MELINDA ANGGITA SETIYADI, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012 ii

3

4 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode Juni 2012 adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Melinda Anggita Setiyadi, S.Farm. NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 28 Januari 2013

5 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Melinda Anggita Setiyadi, S.Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: 1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode Juni Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Etercon Pharma Jl. Raya Semarang Demak Km 9 Jawa Tengah Periode 9 Juli - 31 Agustus Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 50 Jl. Merdeka No. 24, Bogor Periode 3 September 6 Oktober Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 28 Januari 2013 Yang menyatakan, ( Melinda Anggita Setiyadi, S.Farm. )

6 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Melinda Anggita Setiyadi : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode Juni 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan dan gambaran mengenai kebijakan, pengawasan dan pengendalian pada kegiatan distribusi dan produksi kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Untuk mendapatkan gambaran mengenai aktivitas yang dilakukan, maka penulis ditempatkan di direktorat tersebut dan melakukan pengkajian kebijakan tentang pencegahan diversi prekursor di negara Canada dan Thailand. Pengkajian dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari tentang diversi prekursor dan upaya pencegahan yang berlaku di Canada dan Thailand. Negara Canada dan Thailand memiliki Undang-Undang yang memuat aturan dan sangsi pidana maupun perdata berkaitan dengan diversi prekursor di negaranya. Canada memiliki Controlled Drugs and Substances Act S.C. 1996, sedangkan Thailand memiliki Undang-Undang Pengawasan Komoditi tahun Kata Kunci : Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Diversi Prekursor, Kebijakan Tugas Umum : xi + 59 halaman; 7 gambar; 7 lampiran Tugas Khusus : v + 30 halaman; 3 tabel; 3 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 14 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus: 18 ( )

7 ABSTRACT Name : Melinda Anggita Setiyadi Program Study : Apothecary Profession Title : Apothecary Internship Report at Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Period June 18 th - June 29 th 2012 Apothecary internship at Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia aims to gain knowledge and an overview of policies, monitoring and controlling the activities of distribution and pharmaceutical production. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian has a duty to carry out the preparation of the formulation and implementation of policies and preparation of Norms, Standards, Procedures and Criteria (NSPK), and providing technical guidance and evaluation in the field of production and distribution of pharmacy. To get an overview of the activities carried out, the authors placed in the directorate and assessing the policy on the prevention of diversion of precursors in Canada and Thailand. The assessment carried out with the aim to learn about the diversion of precursors and prevention policies in Canada and Thailand. Country Canada and Thailand have Act containing rules and sanctions relating to civil and criminal diversion of precursors in the country. Canada has the Controlled Drugs and Substances Act SC 1996, while Thailand has the Commodities Control Act of Keywords : Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, the diversion of precursors, Policy General Assignment : xi + 59 pages; 7 pictures; 7 appendix Special Assignment : v + 30 pages; 3 tables; 3 appendix Bibliography of general assignment: 14 ( ) Bibliography of general assignment: 18 ( )

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhannahu Wa Ta ala, karena berkat rahmat, taufik dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian kesehatan republik indonesia Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan serta pengarahan baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan dan kesungguhan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt. selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dan Pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk memasuki dan mengamati direktorat ini, atas segala bimbingan, dan masukan kepada penulis. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi. 3. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 4. Prof. Dr. Endang Hanani, MS., Apt selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi yang selalu sabar dan teliti dalam membimbing penulis. 5. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D., Apt. selaku Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan RI. 6. Dra. R. Dettie Yuliati, Msi., Apt. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis. iv

9 7. Dra. Nur Ratih Purnama, M.Si., Apt. selaku Kasubdit Produksi Kosmetika dan Makanan berserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis. 8. Drs. Riza Sultoni, MM., Apt., selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus berserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis. 9. Dita Novianti MM., Apt, selaku Kasubdit Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis. 10. Drs. Suhata selaku Kasubag TU Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian atas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 11. Staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, bimbingan, dan bantuan selama penulis melaksanakan Program Kerja Praktek Apoteker. 12. Staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 13. Keluarga tercinta, atas semua kasih sayang, perhatian, cinta, dorongan, semangat dan doa yang tiada hentinya dipanjatkan untuk penulis. 14. Teman-teman Apoteker Angkatan 75 atas kerja sama dan pertemanan yang baik selama ini. 15. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan PKPA ini. Semoga semua jasa dan bantuan yang telah diberikan, akan mendapatkan balasan dan ridho dari Allah Subhannahu Wa Ta ala. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan segala kritik, saran, dan masukkan yang membangun, mendukung dan bermanfaat dari para pembaca. Semoga laporan kegiatan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pembaca. v Depok, Desember 2012 Penulis

10 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL...i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR LAMPIRAN...x DAFTAR GAMBAR...xi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan...3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Logo Kementerian Kesehatan Visi dan Misi Strategi Nilai-Nilai Tugas Fungsi Tujuan Kementerian Kesehatan Sasaran Strategis Arah Kebijakan Kewenangan Susunan Organisasi Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan...13 vi

11 2.2.1 Tugas dan Fungsi Tujuan Sasaran dan Indikator Kegiatan Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kenfarmasian...18 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Tugas Pokok dan Fungsi Tujuan Sasaran Strategi Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi Subdirektorat Kosmetika dan Makanan Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi...24 vii

12 3.9 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi Sub Bagian Tata Usaha Umum Kepegawaian Kerumahtanggaan Direktorat Komponen Kegiatan Capacity Building Komponen Output Detil Kegiatan Pembinaan Industri Komponen Output Detil Kegiatan Aliansi Strategi Komponen Output Detil Kegiatan Kemandirian Bahan Baku Obat Komponen Output Detil Kegiatan Penyusunan Pedoman/Standar Komponen Output Detil Kegiatan Penguatan Regulasi dan Sosialisasi Komponen Output Detil Kegiatan Penguatan Infrastruktur/Sarana...30 viii

13 Komponen Output Detil Kegiatan Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik Komponen Output Detil Kegiatan Sumber Daya Manusia...32 BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN...33 BAB 5 PEMBAHASAN Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Produksi Obat Produksi Obat Tradisional Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan Produksi Kosmetika Produksi Makanan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat...54 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...58 DAFTAR PUSTAKA...59 LAMPIRAN...62 ix

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 2.1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan...62 Lampiran 2.2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan...63 Lampiran 2.3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan...64 Lampiran 2.4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan...65 Lampiran 2.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian...67 Lampiran 2.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan...68 Lampiran 2.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian...69 x

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Logo Kementerian Kesehatan...3 Gambar 5.1. Grafik jumlah industri farmasi per provinsi pada tahun Gambar 5.2. Gambar 5.3. Grafik penyebaran industri obat tradisional per provinsi pada tahun Grafik jumlah industri kecil obat tradisional di Indonesia periode Gambar 5.4. Grafik jumlah pedagang farmasi pada tahun Gambar 5.5. Grafik jumlah industri kosmetika per provinsi tahun Gambar 5.6. Tampilan Program SIPNAP...54 x

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Pembangunan suatu negara mencakup aspek pembangunan kesehatan yang harus dilandasi dengan wawasan kesehatan, dimana pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat sendiri merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2009b). Agar terciptanya masyarakat Indonesia yang sehat, maka pemerintah dan masyarakat bersama-sama untuk melaksanakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan tersebut meliputi setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2009b). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan yang dikhususkan pada pelayanan publik, memiliki tanggung jawab dan andil yang besar dalam mewujudkan harapan masyarakat Indonesia yang sehat melalui upaya kesehatan. Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Kesehatan memiliki Direktorat Jenderal yang 1

17 2 merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 526, Bab VII Permenkes No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbagi menjadi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tanggung jawab mensinergikan melalui penyusunan kebijakan dan pedoman-pedoman yang dapat dipergunakan, termasuk di dalamnya upaya-upaya peningkatan mutu produksi dan distribusi kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan; perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Para calon apoteker hendaknya memahami peran seorang apoteker dalam bidang kefarmasian khususnya di dalam pemerintahan. Dasar keilmuan yang dimiliki oleh seorang apoteker ikut berpartsipasi dalam melaksanakan perannya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Untuk mendapatkan gambaran mengenai dunia kerja di lingkungan pemerintahan, maka diadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.

18 2 1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah sebagai berikut: Mengamati kegiatan dan memahami tugas dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Memahami peran, tanggung jawab dan fungsi apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

19 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Tinjauan Umum Kementrian Kesehatan Kementerian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah dibidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung jawab kepada Presiden (Departemen Kesehatan RI, 2010) Logo Kementerian Kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 1984) Gambar 2.1. Logo Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Arti simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah sebagai berikut: a. Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota makna Pancakarsa Husada melambangkan tujuan pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional. b. Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau melambangkan Pancakarya Husada pada hakikatnya adalah penjabaran makna pembangunan kesehatan. c. Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak daun berwarna hijau mempunyai makna melambangkan pengabdian luhur. d. Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan. e. Tulisan BHAKTI HUSADA bermakna pengabdian dalam upaya kesehatan paripurna. 3

20 4 f. Bentuk garis bulat telur melambangkan kebulatan tekad, keterpaduan dengan berbagai unsur masyarakat. Pancakarsa Husada: a. Peningkatan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. b. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan. c. Peningkatan status gizi masyarakat. d. Pengurangan kesakitan (Morbiditas) dan kematian (Mortalitas). e. Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan semakin diterimanya norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Pancakarya Husada: a. Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan. b. Pengembangan tenaga kesehatan. c. Pengendalian, pengadaan, dan pengawasan obat serta makanan, dan bahan berbahaya bagi kesehatan. d. Perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan. e. Peningkatan dan pemantapan manajemen dan hukum Visi dan Misi Visi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan. Sedangkan dalam rangka mendukung visi tersebut, Kementerian Kesehatan memiliki Misi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

21 Strategi Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah (Kementerian Kesehatan RI, 2010) : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab Nilai-Nilai Guna mewujudkan Visi dan mengembangkan Misi yang ada, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai, yaitu (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi.

22 6 b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel Tugas Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan.

23 7 c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional Tujuan Kementerian Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Tujuan dari penjabaran Visi dan Misi Kementerian Kesehatan yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan yang berhasil-guna dan berdaya-guna dapat dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan. Fungsi-fungsi administrasi kesehatan tersebut, terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan Sasaran Strategis Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun , yaitu : a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan: 1) Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun. 2) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per kelahiran hidup. 3) Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per kelahiran hidup. 4) Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per kealahiran hidup. 5) Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8 persen menjadi kurang dari 32 persen. 6) Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh naskes terlatih (cakupan PN) sebesar 90%.

24 8 7) Persentase puskesmas rawat inap yang mampu PONED sebesar 100%. 8) Persentase Rumah Sakit Kabupaten Kota yang melaksanakan PONEK sebesar 100%. 9) Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan : 1) Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per penduduk. 2) Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API dari 2 menjadi per penduduk. 3) Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi dibawah 0,5%. 4) Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan dari 80% menjadi 90%. 5) Persentase desa yang mencapai UCI dari 80% menjadi 100%. 6) Angka kesakitan DBD dari 55 menjadi 51 per penduduk. c. Menurunnya disparasitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparasitas separuh dari tahun d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi resiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. h. Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Miinimal (SPM).

25 Arah Kebijakan Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan memperhatikan permasalahan kesehatan yang telah diindentifikasi melalui hasil review pelaksanaan pembangunan kesehatan sebelumnya. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode tahun , perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Namun untuk menjamin terlaksanannya berbagai upaya kesehatan yang dianggap prioritas dan mempunyai daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan upaya yang bersifat reformatif dan akseleratif. Upaya tersebut meliputi pengembangan Jaminan Kesehatan Masyarakat, peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK, ketersediaan, keterjangkauan obat di seluruh fasilitas kesehatan, saintifikasi jamu, pelaksanaan reformasi birokrasi, pemenuhan bantuan operasional kesehatan (BOK), penanganan daerah bermasalah kesehatan (PDBK), pengembangan pelayanan untuk Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital). Langkah-langkah pelaksanaan upaya reformasi tersebut disusun di dalam dokumen tersendiri, dan menjadi dokumen yang tidak terpisahkan dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan ini. Upaya kesehatan tersebut juga ditujukan untuk peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antar wilayah, gender, dan antar tingkat sosial ekonomi melalui pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengalokasikan sumberdaya yang lebih memihak kepada kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengembangan instrument untuk memonitor kesenjangan antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi, dan peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang tertinggal.

26 10 Selain itu, untuk dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, kedelapan fokus prioritas pembangunan nasional bidang kesehatan didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan, sistem informasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, melalui: a. Peningkatan kualitas perencanaan, penganggaran dan pengawasan pembangunan kesehatan. b. Pengembangan perencanaan pembangunan kesehatan berbasis wilayah. c. Penguatan peraturan perundangan pembangunan kesehatan. d. Penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan sistem informasi yang komprehensif dan pengembangan jejaring. e. Pengembangan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang bangun alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat. f. Peningkatan penapisan teknologi kesehatan dari dalam dan luar negeri yang cost effective. g. Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk kegiatan preventif dan promotif. h. Peningkatan pembiayaan kesehatan dalam rangka pencapaian sasaran luaran dan sasaran hasil. i. Peningkatan pembiayaan kesehatan di daerah untuk mencapai indikator SPM. j. Penguatan advokasi untuk peningkatan pembiayaan kesehatan. k. Pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta. l. Peningkatan efisiensi penggunaan anggaran. m. Peningkatan biaya opersional Puskesmas dalam rangka peningkatan kegiatan preventif dan promotif dengan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Kewenangan Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan fungsinya. Kewenangan tersebut yaitu (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung

27 11 pembangunan secara makro. b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang Kesehatan. c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan. d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan. e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan. f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan. g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan. h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan. i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan. j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan. k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan. l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak. m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan. o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan. p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan. q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi. r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan. s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa. t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional).

28 12 u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan Susunan Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, susunan organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas (Departemen Kesehatan RI, 2010): a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji.

29 13 Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2010). Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tujuan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 2010): a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan;

30 14 b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan; dan c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional Sasaran dan Indikator Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Kegiatan Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). c. Peningkatan pelayanan kefarmasian. d. Peningkatana produksi dan distribusi kefarmasian Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2.2.) (Departemen Kesehatan RI, 2010): Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam

31 15 melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi. c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan hubungan masyarakat. d. Pengelolaan urusan keuangan. e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.3.): a. Bagian Program dan Informasi. b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan. d. Bagian Kepegawaian dan Umum. e. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

32 16 analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.4.): a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi

33 17 klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.5.): a. Subdirektorat Standarisasi. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas. c. Subdirektorat Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 588, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

34 18 c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.6.): a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alkes dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

35 19 produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 2.7.): a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.

36 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN 3.1. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempuyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Departemen Kesehatan RI, 2010). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan peizinan dibidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat Tujuan Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian tahun adalah sebagai arah dalam penyelenggaraan program produksi dan distribusi kefarmasian serta pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2011). 20

37 Sasaran (Kementerian Kesehatan RI, 2011) a. Tersedia bahan baku obat dan obat tradisional. b. Tersusunnya standar kefarmasian di bidang obat, obat tradisional, kosmetik, dan makanan. c. Industri farmasi prakualifikasi WHO Strategi (Kementerian Kesehatan RI, 2011) a. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan. b. Melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu. c. Meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional. d. Mebentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Departemen Kesehatan RI, 2010): a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Sudirektorat Produksi dan Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirekorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional (Departemen Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan,

38 22 bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional terdiri atas: a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menangani penerbitan usaha industri farmasi, pedagang besar farmasi, pedagang besar bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

39 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Departemen Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Poduksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang produksi kosmetika dan makanan. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi kosmetika dan makanan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kosmetika dan makanan. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi kosmetika dan makanan. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan terdiri atas: a. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian,

40 24 pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi kosmetika Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (Departemen Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. c. Pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. d. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus terdiri dari atas: a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

41 25 Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus Seksi Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus dan makanan. Subdirekorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka dalam hal ini Subdirektorat tersebut menangani/menerbitkan izin import/eksport prekusor, psikotropika Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Departemen Kesehatan RI, 2010) Tugas dan Fungsi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelengarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. c. Penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.

42 26 d. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang kemandirian obat dan bahan baku obat Struktur Organisasi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat terdiri atas: a. Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obt dan bahan baku obat. b. Seksi Kerjasama Seksi Kerjasama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan koordinasi, pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat Sub Bagian Tata Usaha Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat dengan perincian sebagai berikut: Umum a. Pencatatan surat-menyurat (surat masuk dan surat keluar) dengan sistem arsiparis untuk keperluan. b. Distribusi surat masuk dan surat keluar ke Subdit-Subdit maupun eksternal Direktorat. c. Pengetikan (komputerisasi) surat-surat terutama untuk keperluan pimpinan. d. Menyusun daftar kepustakaan untuk keperluan Direktorat. e. Kearsipan dengan pola atau sistem arsiparis Kepegawaian Membuat data dan informasi kepegawaian antara lain:

43 27 a. Daftar nama-nama pejabat berdasarkan nomor urut kepangkatan berikut nama jabatan, eselon dan golongan. b. Daftar seluruh pegawai berdasarkan nomor urut kepangkatan dan nama jabatan serta alamat. c. Informasi tentang kenaikan pangkat maupun memasuki masa pensiun. d. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas yang berkaitan dengan pegawai untuk seluruh pegawai. e. Menyusun dan menyimpan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) seluruh pegawai berdasarkan urutan tahun penilaian. f. Menyusun dan menyimpan data KP4 (Surat Keterangan Untuk Mendapat Tunjangan Keluarga) maupun daftar riwayat hidup seluruh pegawai. g. Mengurus kenaikan pangkat pegawai. h. Membantu pengurusan kenaikan pangkat berkala. i. Membantu pengurusan pembuatan SIMKA (Sistem Informasi Kepegawaian) Kerumahtanggaan Direktorat a. Melakukan inventarisasi barang-barang inventaris milik negara. b. Melakukan pendataan yang berkaitan dengan pemeliharaan barang-barang inventaris kerjasama dengan bagian umum dan kepegawaian Setditjen (Sekertaris Direktorat Jenderal) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. c. Melakukan pendataan barang-barang inventaris yang akan diusulkan penghapusannya secara administratif yang selanjutnya diteruskan ke Bagian Umum dan Kepegawaian Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan rapat atau tamu-tamu Direktur. e. Menata dan mengatur ruang penyimpanan berkas/barang inventaris di Gudang Direktorat. f. Membantu penyelesaian secara administrasi untuk pembayaran telepon Direktorat Komponen Kegiatan Capacity Building Komponen Output Peningkatan kemampuan dan kompetensi petugas pusat dan daerah.

44 Detil Kegiatan a. Harmonisasi dan peningkatan kemampuan dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi (prodis) kefarmasian. b. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. c. Training of Trainer (TOT) pembinaan bidang produksi dan makanan. d. TOT pembinaan bidang obat dan obat tradisional. e. TOT pembinaan bidang kosmetik/makanan. f. TOT penyuluh keamanan pangan dan TOT pengawas pangan bagi petugas kabupaten/kota. g. TOT tentang bahan berbahaya. h. TOT pembinaan bidang obat dan obat tradisional. i. Refreshing training system pelaporan dinamika obat PBF Pembinaan Industri Komponen Output Peningkatan kemampuan pelaku usaha di bidang kefarmasian dan makanan dalam memenuhi persyaratan dan daya saing Detil Kegiatan a. Bimbingan teknis sistem pelaporan dinamika obat PBF. b. Peningkatan kemampuan industri obat tradisional. c. Peningkatan kemampuan industri obat. d. Peningkatan kemampuan industri kosmetika dan makanan. e. Coaching/pendampingan bagi KUKM obat tradisional. f. Peningkatan kemampuan industri obat tradisional. g. Pembinaan industri farmasi dalam rangka dukungan akselerasi pelaksanaan prakualifikasi Aliansi Strategi Komponen Output

45 29 Terlaksananya pembinaan secara terpadu untuk seluruh stakeholder pada bidang kefarmasian dan makanan Detil Kegiatan a. Penyusunan roadmap/blueprint bidang bahan bahan baku obat. b. Penyusunan roadmap/blueprint bidang kosmetika dan makanan. c. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat. d. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat tradisional. e. Aliansi strategis bidang narkotika, psikotropika, dan prekursor. f. Aliansi strategis di bidang prakualifikasi. g. Koordinasi lintas sector di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. h. Rapat konsultasi bina produksi dan distribusi kefarmasian Kemandirian Bahan Baku Obat Komponen Output Tersedia masterplan pengembangan kemandirian bahan baku dan uji coba pembuatan bahan baku eksipien Detil Kegiatan a. Studi kelayakan produksi antibiotika (kemandirian di bidang obat). b. Rapat koordinasi dalam rangka persiapan produksi bahan baku obat. c. Studi kelayakan pengembangan BBO. d. Penyusunan masterplan dan amdal unit produksi. e. Desain dan rancang bangun peralatan. f. Pemantapan regulasi dalam rangka kemandirian bahan baku obat.. g. Persiapan produksi bahan baku obat. h. Uji coba pemanfaatan bahan baku obat pada produksi dalam negeri (subsidi pembiayaan) Penyusunan Pedoman/Standar Komponen Output Tersedianya standar yang dapat digunakan untuk pembinaan, pengawasan, dan pelayanan di bidang kefarmasian dan makanan.

46 Detil Kegiatan a. Penyusunan dan pengembangan NSPK (Norma, Standard, Prosedur, dan Kriteria) obat tradisional. b. Penyusunan dan pengembangan NSPK obat dan bahan baku obat. c. Pengembangan kodeks kosmetika Indonesia. d. Penilaian komponen perizinan impor/ekspor narkotika, psikotropika dan Spesial Access Scheme (SAS). e. Sertifikasi ISO 9001:2008 untuk 5 jenis pelayanan perijinan. f. Kajian monografi baru FHI. g. Penyusunan pedoman penilaian SAS Penguatan Regulasi dan Sosialisasi Komponen Output Tersedianya dan tersosialisasikannya NSPK di bidang kerfarmasian dan makanan Detil Kegiatan a. Penyebaran informasi tentang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) bermutu, aman, dan bergizi. b. Dukungan narasumber prodis kefarmasian. c. Sosialisasi pedoman pelaksanaan pembinaan produksi obat dan bahan baku obat. d. Pemberdayaan masyarakat di bidang kosmetika dan makanan melalui media cetak. e. Pameran/bursa peneliti dan industri Indonesia. f. Sosialisasi pedoman penggunaan bahan tambahan pangan Penguatan Infrastruktur/Sarana Komponen Output Tersedianya dukungan sarana dan prasaranan pelaksanaan tugas dan fungsi produksi dan distribusi kefarmasian.

47 Detil Kegiatan a. Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran. b. Pemeliharaan software Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan sistem pelaporan dinamika obat Pedagang Besar Farmasi (PBF). c. Evaluasi kinerja dan monitoring kegiatan Direktorat Bina Prodis Kefarmasian. d. Pemantapan system pelaporn dinamika PBF. e. Penyusunan program dan kegiatan Direktorat Bina Prodis Kefarmasian. f. Penyusunan laporan akuntanbilitas kinerja Direktorat Bina Prodis Kefarmasian. g. Alat pengolah data Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. h. Review penerapan SIPNAP dan system pelaporan dinamika obat PBF. i. Implementasi SIPNAP DAN system pelaporan dinamika obat PBF. j. Penerapan E-Licensing dalam rangka pelayanan dinamika obat PBF. k. Penerapan system pelaporan industry farmasi. l. Evaluasi pelaksanaan SAS. m. Penyelesaian system pelaporan dinamika obat PBF dengan system registrasi obat Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik Komponen Output Peningkatan penggunaan obat generik yang rasional Detil Kegiatan a. Peningkatan kapasitas SDM dalam rangka pengembangan kebijakan di bidang revitalisasi dan reposisi obat generik. b. Peningkatan kapasitas SDM provinsi dan kabupaten dalam pembinaan industri kabupaten dalam pembinaan industri farmasi. c. Pertemuan peningkatan kapasitas industri farmasi dalam penetapan bioekuivalensi dan bioavailabilitas obat generik. d. Penyusunan daftar pemasukan terekomendasi dalam menjamin kualitas bahan baku obat generik.

48 32 e. Pembinaan industri farmasi dalam implementasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini. f. Sosialisasi dan promosi obat generik. g. Bimbingan teknis pada industri dan advokasi percepatan izin edar obat generik. h. Pertemuan pembekalan menganai hak atas kekayaan intelektual terkait obat generik. i. Pembuatan profil spesifikasi obat generik Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian berjumlah 31 orang dengan perincian sebagai berikut: Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Organisasi Jumlah SDM Direktur Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisiona 6 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan 7 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, 8 Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat 8 Sub Bagian Tata Usaha 7 Total 37

49 BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanankan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan PKPA berlangsung sejak tanggal 18 Juni - 29 Juni 2012, dilakukan mulai pukul sampai pukul WIB. Tabel 4.1. Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan No Hari dan Tanggal Kegiatan 1 Senin, 18 Juni 2012 a. Penerimaan mahasiswa PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh ibu Dra. Rida W, Apt., MKM. b. Perkenalan mengenai Kementrian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh ibu Dra. Rida W, Apt., MKM. c. Pembagian kelompok PKPA ke dalam Direktorat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Penjelasan umum dan pengenalan struktur organisasi di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian oleh ibu Dra. Mindarwati, Apt. e. Menelaah peraturan perundangundangan (tugas harian dari ibu Dra. Nur Ratih P, Apt., M.Si). 2 Selasa, 19 Juni 2012 a. Pembekalan tentang peraturan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh Bapak Drs. Suhata. b. Pre test tertulis tentang obat generik dan antibiotik oleh bapak Drs. Suhata. c. Pre test tertulis tentang penggunaan obat rasional oleh Bapak Drs. Suhata. 3 Rabu, 20 Juni 2012 a. Pembekalan materi tentang Subdit 33

50 34 Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional oleh Kepala Subdit Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Ibu Dra. Dettie Yuliati, Apt., MS. b. Pembekalan materi tentang Subdit Produksi Kosmetik dan Makanan oleh kepala Subdit Produksi Kosmetik dan Makanan Ibu Nur Ratih P, Apt., M.Si. 4 Kamis, 21 Juni 2012 a. Kunjungan ke Pusat Pelayanan Terpadu (loket Registrasi). b. Pembekalan tentang Subdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus oleh Kepala Subdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus Bapak Drs. Riza Sultoni, Apt., MM. 5 Jum at, 22 Juni 2012 a. Pembekalan materi tentang Subdit Kemandirian Obat dan Bahan Baku oleh Kepala Seksi Kerja Sama ibu Rostilawati, S.Si., Apt. b. Mengerjakan tugas umum. c. Mengerjakan tugas khusus. 6 Senin, 25 Juni 2012 a. Mengerjakan tugas umum. b. Mengerjakan tugas khusus. c. Kunjungan ke loket registrasi. 7 Selasa, 26 Juni 2012 Mengikuti rapat penyusunan Farmakope V di Hotel Aston Kuningan. 8 Rabu, 27 Juni 2012 a. Revisi tugas umum. b. Mengikuti rapat penyusunan Farmakope V di Hotel Aston Kuningan. 9 Kamis, 28 Juni 2012 a. Revisi tugas umum. b. Mengikuti rapat penyusunan Farmakope V di Hotel Aston Kuningan. 10 Jum at, 29 Juni 2012 a. Revisi tugas umum. b. Mengerjakan tugas khusus. c. Perpisahan antara mahasiswa PKPA dengan Kasubdit, karyawan dan staf Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

51 BAB 5 PEMBAHASAN Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2009 mengenai Kesehatan, dimana pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Pemerintah juga bertanggungjawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai kesehatan setinggi-tingginya. Pemerintah juga bertugas untuk menjamin ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan ksehatan. Kementerian kesehatan melalui Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasi yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan yang betugas untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Departemen Kesehatan RI, 2010). Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di 35

52 36 bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dn Distribusi kefarmasian terdiri dari empat subdirektorat dan subbagian Tata Usaha. Keempat subdirektorat tersebut yaitu: a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Sudirektorat Produksi dan Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirekorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. (Departemen Kesehatan RI, 2011) Masing-masing subdirektorat memiliki tugas dan tanggung jawab yang spesifik, dan beberapa kegiatan yang masuk dalam perencanaan kegiatan tahun Sebagian kegiatan sudah terlaksana, dan sebagian lagi masih dalam proses pelaksanaan ataupun persiapan. Upaya pemerintah dalam mencapai pembangunan kesehatan yaitu dengan membuat beberapa regulasi yang sistematis dalam masing-masing bidang kefarmasian yang diampu oleh keempat subdirektorat dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi kefarmasian. Sepanjang pelaksanaan PKPA di Kementerian Kesehatan RI, dapat kami simpulkan mengenai masingmasing subdirektorat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian sebagai berikut: 5.1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional memiliki tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat ini bersama Badan POM atau Balai POM melaksanakan standarisasi terhadap produsen, dan distributor obat dan obat tradisional. Salah satunya adalah agar produksi suatu obat sesuai dengan CPOB (cara pembuatan obat yang baik) atau CPOTB (cara pembuatan

53 37 obat tradisional yang baik) dan distribusi obat dilaksanakan sesuai dengan CDOB (cara distribusi obat yang baik). Surat rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB, CPOTB atau CDOB ini akan dikeluarkan oleh Badan POM atau Balai POM kepada Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI setelah melakukan audit. Dalam pelaksanaan tugas tersebut, Kepala Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional dibantu oleh dua seksi yang memiliki tugas dalam penyususnan dan pelaksanaan regulasi dari segi standarisasi dan perizinan, yaitu Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi; dan Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Pada pembahasan mengenai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat tradisional akan dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu produksi obat, produksi obat tradisional, distribusi obat dan obat tradisional Produksi Obat Regulasi mengenai produksi obat berkaitan dengan industri farmasi produsen obat jadi maupun bahan obat. Obat jadi adalah sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan dan farmasi. Sedangkan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkasiat maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar, mutu sebagai bahan farmasi (Menteri Kesehatan RI, 1990). Sayangnya, belum ada industri farmasi di indonesia yang memproduksi bahan baku obat yang memenuhi standar. Upaya untuk mengarah pada berdirinya industri bahan baku obat di Indonesia sedang digalakan oleh pemerintah agar terciptanya kemandirian obat.

54 38 Perkembangan jumlah dan jenis produk yang diproduksi oleh Industri Farmasi dalam negeri serta kebijakan Pemerintah yang kondusif telah mendorong sarana industri farmasi Indonesia hingga menjadi salah satu industri yang berkembang cukup pesat dengan jumlah konsumen yang terus bertambah. Tercatat bahwa di Indonesia terdapat 21 Provinsi yang belum memiliki sarana industri farmasi antara lain Provinsi Aceh, Riau, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua. Sementara jumlah industri farmasi di Indonesia pada tahun yang hanya tersebar di 12 provinsi dimana Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah industri farmasi terbanyak diikuti oleh Provinsi Jawa Timur (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Gambar 5.1. Grafik jumlah industri farmasi per provinsi pada tahun

55 39 Kenyataan bahwa jumlah industri farmasi terus meningkat dari tahun ke tahun di wilayah Indonesia bagian barat ini dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan industri farmasi di Indonesia bagian timur dalam rangka pemerataan sarana tersebut di seluruh Indonesia. Keberadaan industri farmasi yang banyak tersebar di wilayah Indonesia bagian barat ini juga salah satu sebab dari mahalnya harga obat di bagian timur akibat tingginya biaya distribusi. Faktor keamanan, kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan keadaan ekonomi masyarakat di wilayah timur Indonesia juga harus ditingkatkan untuk mendukung upaya tersebut. Hal ini penting untuk membuka akses masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan khususnya bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Melihat dari kenyataan tersebut, Pemerintah sedang mengupayakan berdirinya Industri Farmasi di Indonesia bagian timur guna menekan biaya guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dari segi sediaan farmasi (Kementerian Kesehatan RI, (2011). Subdirektorat Produksi Obat dan Obat Tradisional saat ini sedang menyusun Farmakope V dan direncanakan tahun 2013 untuk dapat segera diterbitkan guna membantu Industri Farmasi dan kalangan farmasis dalam memenuhi informasi berkaitan dengan bahan baku obat Produksi Obat Tradisional Dari segi produksi Obat Tradisional (OT), di Indonesia sendiri sudah mulai meningkat dan berkembang. mayoritas masyarakat kian banyak yang berpaling pada obat tradisional terkait slogan back to nature atau hidup sehat dengan herbal. Obat tradisional (OT) merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang telah digunakan selama berabad-abad untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Berdasarkan bukti secara turun-menurun dan pengalaman (empiris), OT hingga kini masih digunakan oleh masyarakat di Indonesia dan di banyak negara lain. Sebagai warisan budaya bangsa yang telah dibuktikan banyak memberi kontribusi pada pemeliharaan kesehatan. Jamu sebagai OT asli Indonesia perlu terus dilestarikan dan dikembangkan. Dalam perjalanan sejarahnya dengan didorong dan ditunjang oleh

56 40 perkembangan iptek serta kebutuhan upaya kesehatan modern, OT telah banyak mengalami perkembangan. Perkembangan yang dimaksud mencakup aspek pembuktian khasiat dan keamanannya, jaminan mutu, bentuk sediaan, cara pemberian, pengemasan dan penampilan serta teknologi produksi. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan pemanfaatan OT Indonesia sekaligus menjamin pelestarian Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Jamu adalah OT Indonesia yang digunakan secara turun-menurun berdasarkan pengalaman. Obat herbal terstandar adalah hasil pengembangan jamu atau hasil penellitian sediaan baru yang khasiat dan keamanannya telah dibuktikan secara ilmiah atau uji preklinik dan bahan bakunya telah terstandarisasi. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah terstandarisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2008). Program pengembangan OT secara berjenjang tersebut merupakan implementasi strategis dari ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sekaligus sebagai upaya pendayagunaan sumber daya alam Indonesia secara berkesinambungan (sustainable use). Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan disebutkan bahwa OT harus memenuhi standar yang ditetapkan. Sesuai Penjelasan UU No. 23 Tahun 1992, standar yang dimaksud adalah Materia Medika Indonesia (MMI) atau standar lain yang ditetapkan. Upaya pembuatan standar bahan OT sudah dimulai jauh sebelum UU No. 23 Tahun 1992 ditetapkan. Pada tahun 1977 Indonesia telah menerbitkan Materia Medika Indonesia jilid I (MMI I). MMI I berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, MMI II berisi 21 (dua puluh satu) monografi simplisia, MMI III berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, MMI IV berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, monografi V berisi 60 (enam puluh) monografi simplisia. MMI belum ditetapkan sabagai standar wajib karena lebih merupakan spesifikasi simplisia yang menjadi acuan dalam pemeliharaan dan pengawasan mutu. Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, sekitar tiga dasawarsa terakhir, teknologi pembuatan OT mengalami banyak perubahan sejalan dengan meningkatnya permintaan pembuktian khasiat dan keamanan secara ilmiah. Penggunaan bahan OT bentuk serbuk mulai diganti dengan ekstrak. Untuk

57 41 mengantisipasi peredaran penggunaan ekstrak tumbuhan obat yang tidak memenuhi persyaratan, pada tahun 2000 Departemen Kesehatan telah menerbitkan buku Parameter Standar Ekstrak Tumbuhan Obat. Pada tahun 2004 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menindaklanjuti dengan menyusun dan menerbitkan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (METOI) Vol. I yang berisi 35 monografi ekstrak dan pada tahun 2006 diterbitkan METOI Vol. II yang memuat 30 monografi ekstrak. Upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif dari perkembangan lingkungan eksternal seperti perdagangan bebas multi lateral dan perkembangan faktor internal terhadap kesehatan masyarakat dan industri nasional, Departemen Kesehatan menerbitkan Kebijakan Obat Tradisional Nasional (Kotranas) Tahun Kotranas mempunyai tujuan: 1. Mendorong pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan untuk digunakan sebagai obat tradisional dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan. 2. Menjamin pengelolaan potensi alam Indonesia secara lintas sektor agar mempunyai daya saing tinggi sebagai sumber ekonomi masyarakat dan devisa negara yang berkelanjutan. 3. Tersedianya OT yang terjamin mutu, khasiat dan keamanannya, teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal. 4. Manjadikan OT sebagai komoditi unggul yang memberikan mutu manfaat yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, memberikan peluang kesempatankerja dan mengurangi kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ditetapkan beberapa langkah kebijakan antara lain dengan peningkatan produksi, mutu dan daya saing komoditi tumbuhan obat Indonesia serta penyusunan Farmakope Obat Tradisional Indonesia. Produksi komoditi tumbuhan obat Indonesia harus memenuhi persyaratan cara budidaya dan pengolahan pascapanen yang baik sehingga simplisia yang dihasilkan dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Sebagai pelaksanaan dari langkah kebijakan tersebut, pada tahun 2008 Departemen Kesehatan bersama BPOM serta pakar dari beberapa perguruan

58 42 tinggi dan lembaga penelitian menyusun naskah Farmakope Obat Tradisional Indonesia yang merupakan buku standar simplisia dan ekstrak tumbuhan obat. Dalam proses pembahasan yang intensif di sidang pleno, disepakati nama buku diubah terakhir menjadi Farmakope Herbal Indonesia (FHI). Untuk menyusun FHI edisi I telah ditetapkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 374/Menkes/SK/IV/2008 tentang Panitia Farmakope Obat Tradisional Indonesia dan Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan No. HR.00.DJ.III tentang Panitia Pelaksana Penyusun Farmakope Obat Tradisional Indonesia. Produksi OT dapat dilaksanakan oleh Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), Usaha Jamu Racikan (UJR) maupun Usaha Jamu Gendong (UJG). IOT adalah industri obat tradisional dengan total asset diatas dari Rp ,- tidak termasuk harga tanah dan bangunan. IOT dapat memproduksi seluruh jenis produk OT kecuali dalam bentuk suppositoria dan steril. IKOT adalah industri obat tradisional dengan total asset tidak lebih dari Rp ,- tidak termasuk harga tanah dan bangunan. IKOT dapat memproduksi seluruh jenis produk OT asalkan penanggung jawabnya adalah seorang Apoteker dan memenuhi CPOTB jika membuat tablet dan kapsul. Cairan obat oral dan kapsul tidak boleh diproduksi jika tidak memenuhi syarat. UJR adalah usaha peracikan, pencampuran, dan atau pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel atau parem dengan skala kecil, dijual di satu tempat tanpa penandaan atau merk dagang. UJG adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel atau parem, tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan (Departemen Kesehatan RI, 1990). Indonesia memiliki industri OT dimana penyebaran pada tingkat provinsi/kab/kota belum banyak berkembang pada wilayah Indonesia bagian tengah maupun Indonesia bagian timur. Hal ini terlihat dari grafik menunjukkan Grafik Jumlah Industri Obat Tradisional per Provinsi pada tahun Terdapat 25 Provinsi di Indonesia yang belum memiliki sarana tersebut, yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Riau, Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu, Lampung, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Bali, Nusa Tenggara

59 43 Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Gambar 5.2. Grafik penyebaran industri obat tradisional per provinsi pada Tahun Berdasarkan ketersediaannya, jumlah sarana Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) pada tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami pertumbuhan sebesar 38% namun pada tahun 2010 terjadi penurunan sekitar 34%. Industri Kecil Obat Tradisional di Indonesia sejak tahun 2008 hingga 2010 hanya tersebar di 25 Provinsi, sementara 8 (delapan) provinsi yang belum memiliki sarana IKOT antara lain Provinsi Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua Barat dan Papua. Jumlah sarana Industri Kecil Obat Tradisional tahun yang tersebar hanya di 25 Provinsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.3.

60 44 Gambar 5.3. Grafik Jumlah Industri Kecil Obat Tradisional di Indonesia periode Distribusi Obat dan Obat Tradisional Dalam rangka meningkatkan cakupan sarana pelayanan kesehatan terutama terkait ketersediaan sarana distribusi bidang kefarmasian dan alat kesehatan terdapat beberapa cara salah satunya dengan melihat jumlah sarana distribusi bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Sarana distribusi tersebut mencakup Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Toko Obat, Penyalur Alat Kesehatan dan Sub Penyalur Alat Kesehatan. Cakupan sarana distribusi Pedagang Besar Farmasi yang berperan sebagai distributor utama ini sudah banyak berkembang di Indonesia dan kini kian memegang peranan penting dalam upaya memfasilitasi keterjangkauan masyarakat terhadap pemerataan akses obat terutama obat esensial. Pedagang Besar Farmasi mempunyai peranan besar dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan secara luas seperti penyebaran obat obatan dan alat kesehatan yang dibutuhkan dan diminati pasar, tentunya dengan mempertimbangkan prinsip prinsip ekonomi. Perkembangan jumlah sarana PBF di Indonesia pada tahun dapat dilihat pada Gambar 5.4., yang menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah PBF yang paling banyak terutama bila dibandingkan dengan daerah lain di Pulau Jawa (DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan DI

61 45 Yogyakarta). Hal ini dimungkinkan oleh karena Provinsi Jawa Timur menjadi pusat distribusi dari PBF yang mendistribusikan obat dan perbekalan kesehatan lainnya di regional Indonesia bagian timur sebagai upaya meminimalisir harga obat terkait biaya yang harus dikeluarkan untuk pengiriman obat ke wilayah tersebut. Gambar 5.4. Grafik jumlah pedagang farmasi pada tahun Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku bahwa Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan setiap cabangnya terdapat beberapa kewajiban yang harus diikuti, diantaranya mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 918/Menkes/PER/IX/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002, Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa Pedagang Besar Farmasi dan setiap cabangnya wajib menyampaikan laporan secara berkala sekali 3 (tiga) bulan mengenai usahanya yang meliputi jumlah penerimaan dan penyaluran masingmasing jenis obat kepada Menteri dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan menggunakan formulir model PBF-9. Hal ini diaplikasikan melalui suatu sistem pelaporan secara elektronik. Dalam rangka memfasilitasi pelaporan dinamika obat Pedagang Besar Farmasi tersebut diperlukan adanya sistem pelaporan yang komprehensif, terintegrasi dan mudah dikelola. Selama ini pihak PBF biasanya melaporkan distribusi obat tersebut

62 46 melalui dokumen (hardcopy) yang dikirimkan lewat pos, dalam jumlah lembar kertas yang tidak sedikit. Sistem ini dinilai tidak efisien dan tidak efektif,oleh karena itu pihak Kementerian Kesehatan dalam hal ini Ditjen Binfar dan Alkes telah membuat sebuah sistem pelaporan dengan menggunakan software agar pelaporan distribusi/penyaluran obat yang terpusat mudah dikelola, diakses dan didistribusikan. Aplikasi Software Sistem Pelaporan PBF (Pedagang Besar Farmasi) merupakan suatu sistem yang dirancang untuk dapat mengakumulasi dan mengakomodasi data secara cepat, tepat dan akurat. Operasional, sistem software ini sangat diperlukan dalam mengelola informasi pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan yang berasal dari sektor swasta dalam hal ini PBF. Software tersebut dapat membantu PBF mengirimkan laporan distribusi obat dalam bentuk file softcopy ke Dinas Kesehatan Provinsi, yang kemudian data softcopy tersebut akan diolah/dikompilasi oleh Dinas Kesehatan provinsi. Hasil olahan/kompilasi data oleh Dinas Kesehatan Provinsi tersebut kemudian dikirimkan juga dalam bentuk softcopy ke Kementerian Kesehatan dalam hal ini Ditjen Binfar dan Alkes. Apotek merupakan sarana distribusi yang dalam menjalankan fungsinya bersifat dwifungsi yaitu fungsi ekonomi dan sosial. Fungsi ekonomi menuntut agar apotek memperoleh laba untuk menjaga kelangsungan usaha sedangkan fungsi sosial adalah untuk pemerataan distribusi dan sebagai salah satu tempat pelayanan informasi obat kepada masyarakat. Orientasi pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah bergeser, semula hanya berorientasi pada pelayanan produk (product-oriented) menjadi pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient-oriented). Jumlah apotek di Indonesia yang meningkat dari tahun ke tahun. Begitu pula dengan toko obat, dimana toko obat juga mengalami perkembangan yang cukup pesat, walaupun banyak yang sudah mulai beralih izin menjadi Apotek. Sebagai bagian dari sistem distribusi obat, Toko Obat memiliki fungsi yang strategis dalam upaya pemerataan ketersediaan obat agar obat mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat sesuai dengan salah satu kebijakan nasional di bidang obat. Pembinaan dan pengawasan mutlak dilakukan

63 47 dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan dan kesalahan dalam penggunaan obat. Kerja nyata yang telah dilaksanakan oleh Subdirektorat Obat dan Obat Tradisional antara lain: a. Pemetaan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi. b. Perizinan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi. c. Penyusunan Farmakope Herbal dan Suplemen Farmakope Indonesia. d. Sosialisasi perizinan dalam mewujudkan pelayanan perizinan terhadap industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan Subdirektorat produksi kosmetika dan makanan bertanggung jawab dalam mengatur regulasi produksi kosmetik dan makanan yaitu penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan. Selain itu, Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap industri kosmetik dan makanan untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Kepala subdirektorat dibantu oleh dua seksi, yaitu Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika Dan Makanan, dan Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika dan Makanan. Masing-masing bagian tersebut memiliki tugas sebagai berikut: a. Seksi Standardisasi Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi kosmetika.

64 Produksi Kosmetika Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Kemenkes RI, 2010b). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1175/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang izin produksi kosmetika, diatur mengenai tata cara perizinan produksi kosmetika. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh izin produksi kosmetika adalah industri kosmetika harus menerapkan Cara Produksi Kosmetika yang Baik (CPKB) dalam proses produksinya. CPKB merupakan seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada industri kosmetik golongan A, wajib menerapkan seluruh aspek CPKB. Pada industri kosmetik golongan B, harus mampu menerapkan hygiene sanitasi dan dokumentasi sesuai dengan CPKB. Diaturnya izin produksi kosmetika ini bertujuan untuk menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan kosmetika yang beredar di masyarakat. Peraturan yang berkaitan dengan CPKB tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 965/Menkes/SK/XI/1992. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1176/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang notifikasi kosmetika, diatur mengenai tata cara untuk memperoleh notifikasi dari suatu produk kosmetik sebelum diedarkan ke masyarakat. Notifikasi kosmetik ini ditujukan agar masyarakat dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pengaturan mengenai notifikasi di bawah kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Banyak kemudahan yang didapat setelah diberlakukannya notifikasi, salah satunya adalah penerapan sistem online dalam melakukan notifikasi. Pendaftar dapat melakukan notifikasi secara online melalui website Pada notifikasi, terdapat kelemahan, yaitu konsumen sulit untuk mengetahui apakah

65 49 produk yang beredar tersebut telah ternotifikasi atau belum ternotifikasi. Keadaan tersebut disebabkan karena dalam notifikasi tidak wajib mencantumkan nomor notifikasi di dalam kemasan produk kosmetik. Pada subdit ini juga dilakukan standarisasi kosmetik yang beredar dengan menyusun Formularium Kosmetik Indonesia. Berdasarkan data cakupan sarana Industri Kosmetika di Indonesia pada tahun terdapat 18 provinsi yang belum memiliki sarana tersebut yaitu Kepulauan Riau, Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua. Gambar 5.5., menunjukkan cakupan jumlah sarana Industri Kosmetika yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia pada tahun Gambar 5.5. Grafik jumlah industri kosmetika per provinsi tahun Produksi Makanan Pada pengaturan produksi makanan, kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan regulasi, pembinaan, pengawasan terhadap industri makanan yang ada di Indonesia. Pada subdit ini, dilakukan penetapan standar terhadap bahan tambahan dalam makanan, kadar melanin dalam susu formula, serta pembinaan terhadap industri rumah tangga.

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK PRAKT K KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DANDISTRIBUSI KEFARMASIANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIANDAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Daerah Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2016-2021 tidak ada visi dan misi, namun mengikuti visi dan misi Gubernur

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/ LEMBAGA : KEMENTERIAN KESEHATAN 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan Meningkatnya koordinasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat, bangsa

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan Tahun

Rencana Aksi Kegiatan Tahun Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015-2019 DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahu Wa Ta ala, Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1. Sejarah Organisasi Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--0/AG/2014 DS 7003-9134-1092-0094 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis ini digunakan dengan pertimbangan bahwa hasil penelitian diharapkan akan mampu memberikan informasi

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--0/AG/2014 DS 0221-0435-5800-5575 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, The linked image cannot be displayed. The file may have been moved, renamed, or deleted. Verify that the link points to the correct file and location. PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi pada penyakit, yaitu hanya

Lebih terperinci