UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktek Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Ennisa Sonia NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 28 Desember 2012

4 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademika, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ennisa Sonia NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis Karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuna, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royati Non-ekslusif (Non-exclusive Roylty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: 1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni 29 Juni Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Periode 3 Juli - 25 Agustus Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 50 Jl. Merdeka No. 24 Bogor. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal: 28 Desember 2012 Yang menyatakan, (Ennisa Sonia)

5 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 18 JUNI 29 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

6 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 18 JUNI 29 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

7

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 18 Juni 29 Juni Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Apoteker, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Dalam ruang yang terbatas ini dan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepeda : 1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D., Apt. selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2. Dra. Engko Sosialine Magdalene, M.Biomed., Apt. selaku Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian atas bantuan, bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengenal direktorat ini. 3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi. 4. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 5. Desko Irianto, S.H., MM. selaku Kasubbag Tata Usaha Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dan Pembimbing atas bantuan, bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis. 6. Dr. Berna Elya, M.Si., Apt. selaku Pembimbing atas bantuan, bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis. 7. dr. Zorni Fadia selaku Kasubdit Standardisasi, Dra. Dara Amelia, MM. Apt. selaku Kasubdit Farmasi Komunitas, Dra. Hj. Fatimah Umar, MM., Apt selaku Kasubdit Farmasi Klinik, Dra. Hidayati Mas ud, MM., Apt. selaku Kasubdit Penggunaan Obat Rasional, beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis. iv

9 8. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan PKPA. 9. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 10. Orang tua, saudara dan seluruh keluarga atas segala kasih sayang, dukungan, kesabaran, perhatian, semangat, dorongan dan do a yang tiada henti - hentinya. 11. Teman-teman Apoteker Angkatan 75 atas semangat, dukungan dan kerja sama selama ini. 12. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan pihak yang telah membantu penulis selama ini. Penulis menyadari penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk laporan ini. Semoga laporan PKPA ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Penulis 2012 v

10 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Ennisa Sonia : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni 29 Juni 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan untuk memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dan memahami peran serta fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Direktorat Pelayanan Kefarmasian mencakup standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. Tugas khusus yang diberikan berjudul Kajian Urgensi Penyusunan Kebijakan Tentang Peresepan di Indonesia. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengkaji pentingnya penyusunan kebijakan tentang peresepan di Indonesia serta pembuatan draft kebijakan mengenai peresepan di Indonesia. Kata Kunci : Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Kementerian Keseharan, Kebijakan Peresepan Tugas Umum : viii + 33 halaman; 7 lampiran Tugas Khusus : iv + 19 halaman; 1 tabel; 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 4 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 17 ( ) vi

11 ABSTRACT Name Study Program Title : Ennisa Sonia : Apothecary Profession : Apothecary Internship Report at Direktorat Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Period June 18 th June 29 th 2012 Apothecary Internship at Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia aimed to learn the duty of Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, specially Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian and to know the role and functions of Apothecary profession in Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, specially Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian include standardization, community pharmacy, clinical pharmacy, and the rational use of drugs. Special assignment given titled is Urgency about Prescribing Policy Formulation in Indonesia. The aim of this special assigment is to asses the importance of prescribing policy in Indonesia, and the darfting of the policy on prescribing in Indonesia. Keywords : Direktorat Pelayanan kefarmasian, Kementerian Kesehatan, prescribing policy General Assignment : viii + 33 pages; 7 appendices Special Assignment : iv + 19 pages; 1 tables; 1 appendices Bibliography of general assignment: 4 ( ) Bibliography of special assignment : 17 ( ) vii

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Visi dan Misi Strategi Nilai - Nilai Tugas Fungsi Kewenangan Struktur Organisasi Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tugas dan Fungsi Tujuan Sasaran dan Indikator Kegiatan Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Tugas dan Fungsi Sasaran Kebijakan Struktur Organisasi viii

13 3.3.1 Subdirektorat Standardisasi Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Kegiatan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Sub Bagian Tata Usaha Sub Direktorat Standardisasi Sub Direktorat Penggunaan Obat Rasional Sub Direktorat Farmasi Komunitas Sub Direktorat Farmasi Klinik Rencana Kegiatan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ix

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian x

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan harus diwujudkan bukan hanya melalui peran serta pemerintah dan masyrakat, namun juga perlu diimbangi dengan peran serta dari tenaga kesehatan antara lain dokter, apoteker dan perawat dalam mendukung program kesehatan pemerintah. Penggunaan obat yang rasional perlu dilakukan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga kualitas hidup dapat terpenuhi. Untuk dapat mencapai penggunaan obat rasional peran serta apoteker harus secara maksimal dapat dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah membentuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KemenKes RI) yang bertugas meyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 102 tahun 2001, KemenKes RI sebagai regulator memiliki Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang bertanggung jawab dalam perumusan kebijakan, standarisasi teknis dan regulasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan yang mendorong peningkatan peran apoteker dalam pelayanan kesehatan dengan mengubah paradigma mengenai pelayanan kefarmasian yang pada awalnya berorientasi ke obat (drug oriented) menjadi orientasi kepada pasien (patient oriented) sesuai dengan tujuan dari Pharmaceutical Care, yaitu tanggung jawab profesi apoteker dalam mengoptimalkan terapi obat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang komprehensif menuntut apoteker dan calon apoteker untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi aktif dengan pasien secara langsung. Bentuk-bentuk interaksi yang dapat dilakukan antara lain melaksanakan pemberian informasi, konseling dan monitoring penggunaan obat. Tercapainya terapi obat yang optimal maka apoteker harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk menyadari dan mengawasi kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan serta mampu berkomunikasi dengan pasien dan tenaga 1 1

16 2 kesehatan lain dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian yang maksimal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat maka calon apoteker perlu mengetahui tentang bagaimana pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan dalam program kesehatan untuk mengintepretasikan Pharmaceutical Care tidak hanya di tingkat pusat tetapi agar sampai ke tingkat daerah. KemenKes RI dalam rangka mendukung pelayanan kefarmasian menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker bagi calon apoteker untuk memperkenalkan dan membekali secara langsung cara membuat kebijakan dan pelaksanaan dalam meningkatkan peran apoteker di masyarakat agar tercapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Praktek Kerja Profesi Apoteker sangat diperlukan agar calon apoteker dapat mengetahui, mempelajari dan menerapkan kebijakan-kebijakan, penyusunan standar, pedoman, kriteria, prosedur, dan bimbingan teknis serta evaluasi di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. 1.2 Tujuan Prakter Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian bertujuan untuk: Memahami struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Memahami struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Memahami peran apoteker dalam Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merupakan unsur pelaksana pemerintah dibidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan. dan bertanggung jawab kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009, nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk mengganti nama sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan (Peraturan Pemerintah No. 47/ 2009). Tugas Kementerian Kesehatan adalah menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden Visi dan Misi Visi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Strategi Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah (Kementerian Kesehatan RI, 2010) : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global. 3

18 4 b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab Nilai - Nilai Guna mewujudkan visi dan mengembangkan misi yang ada, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai, yaitu (Kementerian Kesehatan RI, 2010) : a. Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput.

19 5 c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel Tugas Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Repulik Indonesia, 2010) : a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

20 Kewenangan Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan fungsinya. Kewenangan tersebut yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) : a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro. b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang Kesehatan. c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan. d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan. e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan. f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang kesehatan. g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan. h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan. i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan. j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan. k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan. l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak. m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan. o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan. p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan.

21 7 q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi. r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan. s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa. t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional). u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/ 2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, struktur organisasi Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

22 8 q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada (Lampiran 1). Pejabat Eselon di Direktorat terdiri atas : a. Eselon 1 : Direktur jenderal b. Eselon 2 : Direktur c. Eselon 3 : Kepala subdirektorat d. Eselon 4 : Kepala seksi Pejabat Eselon di sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Eselon 1 : Direktur jenderal b. Eselon 2 : Sekretaris direktorat jenderal c. Eselon 3 : Kepala bagian d. Eselon 4 : Kepala sub bagian 2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

23 9 Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelakasanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tujuan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan; b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan; c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang professional Sasaran dan Indikator Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah: persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Kegiatan Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :

24 10 a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). c. Peningkatan pelayanan kefarmasian. d. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) : Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi. c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan hubungan masyarakat. d. Pengelolaan urusan keuangan. e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 3.): a. Bagian Program dan Informasi. b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan. d. Bagian Kepegawaian dan Umum. Kelompok Jabatan Fungsional.

25 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4): a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

26 12 c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 568, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 5): a. Subdirektorat Standarisasi b. Subdirektorat Farmasi Komunitas c. Subdirektorat Farmasi Klinik d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

27 13 e. Subbagian Tata Usaha f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 588, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 6): a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

28 14 d. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 608, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 7): a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.

29 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian di bawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbentuk berdasar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 (Kementerian Kesehatan, 2010b; Kementerian Kesehatan, 2005). Dalam peraturan tersebut diatur tugas, fungsi, visi, misi, tujuan, dan sasaran Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. 3.1 Tugas dan Fungsi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 568, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 568, Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyelengarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat

30 Sasaran Kebijakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran hasil program yang tersusun dalam RENSTRA Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah meningkatkan penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. Indikator dari pencapaian sasaran tersebut meliputi : a. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 45%. b. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 15%. c. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan sebesar 70%. 3.3 Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di bawah naungan Ditjen Binfar dan Alkes terdiri dari: a. Subdirektorat Standardisasi. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas. c. Subdirektorat Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.

31 17 Tiap subdirektorat dan subbagian dipimpin oleh seorang Kepala Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. Kemudian, Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas. Subdirektorat Farmasi Klinik memiliki seksi Pelayanan Farmasi Klinik dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik. Serta yang terakhir Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional yang terdiri atas Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional. Lebih lanjut, tiap subdirektorat tersebut membawahi empat staf untuk melaksanakan tugas dan fungsinya Subdirektorat Standardisasi Subdirektorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Standardisasi menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Subdirektorat Standardisasi terdiri atas: a. Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian. b. Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di bidang penggunaan obat rasional.

32 Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat Farmasi Komunitas mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Farmasi Komunitas menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010) a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi komunitas. b. Penyiapan bahan NSPK di bidang farmasi komunitas. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi komunitas d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas: a. Seksi pelayanan Farmasi Komunitas Seksi pelayanan Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang farmasi komunitas. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan. Laporan di bidang farmasi klinik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Farmasi Klinik menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi klinik.

33 19 b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang farmasi klinik. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi klinik. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas: a. Seksi Pelayanan Farmasi Klinik Seksi pelayanan Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang farmasi klinik. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi klinik Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penggunaan obat rasional. b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang penggunaan obat rasional. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penggunaan obat rasional. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional terdiri atas: a. Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang penggunaan obat rasional.

34 20 b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional. 3.4 Kegiatan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Sub Bagian Tata Usaha 1. Administrasi kegiatan. 2. Administrasi perkantoran. 3. Koordinasi kerja lintas sektor dan pendamping Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun Penyusunan laporan tahunan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun Penyusunan laporan akuntabilitas kinerja pemerintahan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun Penyusunan program dan rencana kerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun Pertemuan dengan manajemen rumah sakit dalam rangka pemantapan pusat pembelajaran yanfarklin untuk penyakit tertentu 8. Pembekalan SDM IFRS dalam rangka pelayanan RS berstandar internasional Sub Direktorat Standardisasi 1. Penyusunan draft formularium dalam pelayanan kefarmasian a. Penyusunan draft formularium haji b. Penyusunan draft formularium jamkesmas 2. Penyusunan juklak/juknis penerapan pekerjaan kefarmasian di komunitas dan RS 3. Penyusunan kebijakan peresepan elektronik 4. Penyusunan standar kefarmasian di Puskesmas 5. Penyusunan daftar obat essensial nasional

35 21 6. Penyusunan dan revisi pedoman POR a. Revisi pedoman pengobatan dasar di Puskesmas b. Penyusunan pedoman pengendalian antibiotik c. Penyusunan pedoman POR berbasis farmakoekonomi Sub Direktorat Penggunaan Obat Rasional 1. Advokasi konsep POR ke dalam kurikulum pendidikan fakultas kedokteran dan farmasi 2. Konsinyasi dan sosialisasi kebijakan penggunaan obat rasional a. Konsinyasi kebijakan penggunaan obat rasional b. Sosialisasi kebijakan, pedoman dan standar dalam pelayanan kefarmasian 3. Pergerakan POR di wilayah timur (Sulteng dan gorontalo) 4. Penggerakan POR di wilayah barat (NAD dan Bangka belitung) 5. Penggerakan POR di wilayah tengah (Kalbar, DKI Jakarta dan Banten) 6. Evaluasi penggerakan POR di wilayah timur (Sulteng dan Gorontalo) 7. Evaluasi penggerakan POR di wilayah barat (NAD dan Bangka belitung) 8. Evaluasi penggerakan POR di wilayah tengah (Kalbar, DKI Jakarta dan Banten) 9. Penyebaran informasi POR dan OG Sub Direktorat Farmasi Komunitas 1. Pilot project pelaksanaan yanfar di puskesmas a. Rtd pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas b. Pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas di Yogyakarta c. Pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas di Kalimantan barat d. Pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas di Kalimantan tengah

36 22 e. Pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas di Nusa tenggara barat f. Pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas di Bengkulu 2. TOT peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas untuk dinkes propinsi di Bandung 3. TOT peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas untuk dinkes kab/kota di Bali 4. Monitoring dan evaluasi pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas (5 prop) 5. Koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kefarmasian 6. Sosialisasi pekerjaan/praktik kefarmasian sesuai Good Pharmacy Practices (GPP) untuk Dinkes Provinsi 7. Advokasi penerapan pp no. 51/ Sub Direktorat Farmasi Klinik 1. Penyusunan pedoman penilaian pelayanan kefarmasian. 2. Penyusunan pedoman visite. 3. Pembuatan audio visual untuk advokasi tentang pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. 4. Penyusunan pedoman interpretasi data klinik. 5. Penyusunan pedoman pemantauan terapi antibiotik. 6. Pengembangan pilot project pelayanan kefarmasian menjadi pusat pelayanan untuk penyakit tertentu (Mataram). 7. Pertemuan dengan manajemen rumah sakit dalam rangka pemantapan pusat pembelajaran Pelayanan Farmasi Klinik untuk penyakit tertentu. 8. Pembekalan SDM IFRS dalam rangka pelayanan Rumah Sakit berstandar Internasional. 9. Advokasi dan sosialisasi Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit.

37 Rencana Kegiatan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun Penyusunan pedoman dan standar bidang Pelayanan kefarmasian a. Finalisasi draft formularium Jamkesmas b. Revisi standar pelayanan kefarmasian di apotek c. Penyusunan pedoman penggunaan antibiotik d. Penyusunan pedoman pelayanan kefarmasian di klinik e. Penyusunan pedoman penggunaan opioid dalam penatalaksanaan nyeri f. Pencetakan buku pedoman dan standar dalam bidang pelayanan kefarmasian g. Revisi modul TOT pelayanan kefarmasian di puskesmas h. Pengembangan sistem pelaporan pelayanan kefarmasian (e-yanfar) i. Revisi peraturan tentang perijinan apotek j. Penyusunan pedoman pemantauan reaksi obat yang tidak diinginkan k. Penyusunan pedoman evaluasi penggunaan obat l. Penyusunan format laporan pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit m. Optimalisasi sistem pelaporan menggunakan software n. Revisi modul penggerakan POR 2. Capacity Building Dalam Bidang Pelayanan Kefarmasian a. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas perawatan di wilayah barat b. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas perawatan di wilayah tengah c. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas perawatan di wilayah timur d. Bimtek pengembangan pusat pembelajaran pelayanan kefarmasian untuk penyakit tertentu e. Pembekalan pelayanan kefarmasian untuk penyakit kronik f. Pembekalan SDM IFRS dalam rangka pelayanan kefarmasian di rumah sakit (3 regional)

38 24 g. Pembekalan untuk pelayanan farmasi klinik di ruang ICU h. Peningkatan inter dan intra personal karyawan dit. Bina Pelayanan Kefarmasian i. Peningkatan kapasitas dan kerjasama luar negeri j. Peningkatan kapasitas dan kerjasama dalam negeri 3. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Bidang Pelayanan Kefarmasian a. Pembuatan audiovisual tentang pelayanan kefarmasian di komunitas b. Pengembangan kelembagaan c. Penyebaran informasi penggunaan obat rasional dan obat generik 4. Pembinaan Bidang Pelayanan Kefarmasian a. Advokasi implementasi pedoman dan standar b. Sosialisasi doen untuk industri farmasi (DKI Jakarta) c. Workshop peran farmasi klinik dalam pemantauan terapi antibiotik d. Advokasi konsep POR ke dalam pendidikan fakultas kedokteran dan farmasi e. Rakontek Dit Bina Pelayanan Kefarmasian f. Monitoring pelayanan kefarmasian di komunitas dan rumah sakit 5. Kerjasama Antar Profesi Dalam Bidang Pelayanan Kefarmasian a. Pengembangan konsep joint training antara apoteker, dokter, perawat dan tenaga teknis kefarmasian b. Konsinyasi kebijakan POR c. Advokasi konsep POR ke dalam pendidikan fakultas kedokteran dan farmasi d. Pertemuan lintas program dan lintas sektor dalam rangka pengembangan formularium nasional e. Koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kefarmasian f. Koordinasi kerja lintas sektor dan pendamping 6. Kegiatan Pendukung (perencanaan, keuangan, kepegawaian, administrasi perkantoran, BMN) a. Administrasi kegiatan

39 25 b. Administrasi perkantoran c. Penyusunan laporan tahunan direktorat bina pelayanan kefarmasian tahun 2012 d. Penyusunan laporan keuangan direktorat bina pelayanan kefarmasian tahun 2012 e. Penataaan berkas dan penyusunan arsip direktorat bina pelayanan kefarmasian tahun 2012 f. Penyusunan laporan BMN direktorat bina pelayanan kefarmasian tahun 2012 g. Penyusunan laporan akuntabilitas kinerja pemerintahan direktorat bina pelayanan kefarmasian tahun 2012 h. Penyusunan program dan rencana kerja direktorat bina pelayanan kefarmasian tahun 2013 i. Penyusunan RKAKL dan DIPA tahun 2013

40 BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) UI angkatan LXXV di Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI dilaksanakan pada tanggal Juni Hari pertama kegiatan PKPA diawali dengan acara perkenalan antara pihak Ditjen Binfar dan Alkes dengan pihak program profesi apoteker UI. Acara perkenalan yang disertai pengantar umum tersebut dilaksanakan pada pukul WIB di ruang 803 A, yaitu ruang rapat Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI. Pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan diwakili oleh Ibu Dra. Rida W., Apt, MKM selaku perwakilan dari sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI dan beliau berkedudukan sebagai Kepala Bagian Kepegawaian dan Umum. Peserta PKPA diberikan pembekalan untuk dapat menjalankan tugas selama berlangsungnya kegiatan PKPA di Ditjen Binfar dan Alkes. Materi yang diberikan pada pembekalan ini berupa penjelasan mengenai Organisasi dan Tata Kementerian Kesehatan oleh Ibu Dra. Rida W., Apt, MKM selaku Kepala Bagian Kepegawaian Umum. Dalam pembekalan tersebut, peserta PKPA mendapat penjelasan tentang visi, misi, kedudukan, tugas, dan fungsi serta susunan organisasi Ditjen Binfar dan Alkes yang berlaku sejak Pada pelaksanaan PKPA ini, peserta dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan direktorat yang dibawahi Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Kelompok peserta PKPA yang ditempatkan di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dibimbing oleh Bapak Desko Irianto, SH., MM. selaku perwakilan dari Tata Usaha Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Dalam kunjungan ini, peserta PKPA diperkenalkan dengan beberapa Kepala Subdirektorat (Subdit) dan staf Direktorat Bina 26

41 27 Pelayanan Kefarmasian karena sebagian Kepala Subdit dan staf tidak ada di tempat (tugas dinas). Selanjutnya, peserta PKPA mendapatkan pengarahan dari Ibu Dra. Dara Amelia, Apt., MM. mengenai visi, misi, struktur organisasi, tugas, fungsi, dan sejarah serta kegiatan secara umum yang telah dilakukan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Kegiatan PKPA dilanjutkan dengan pemberian materi oleh tiap Subdit yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Penjelasan Materi Subdit Farmasi Komunitas diberikan oleh Ibu Dra. Dara Amelia, MM., selaku Kepala Subdit Farmasi Komunitas. Subdit Penggunaan Obat Rasional (POR) diberikan oleh Ibu Sari Mutiarani S.Si.,Apt selaku staf Subdit POR. Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian berlangsung selama dua pekan. Dalam pekan pertama, peserta PKPA diberikan kesempatan untuk menyelesaikan laporan umum kegiatan PKPA. Peserta PKPA mendapatkan informasi mengenai kegiatan yang dilakukan di setiap Subdit di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pada pekan kedua, peserta PKPA diberikan kesempatan untuk berdiskusi visi, misi, struktur organisasi, tugas, fungsi, dan sejarah serta kegiatan secara umum yang telah dilakukan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Kegiatan PKPA dilanjutkan dengan pemberian materi oleh tiap Subdit yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Penjelasan Materi Subdit Farmasi Komunitas diberikan oleh Ibu Dra. Dara Amelia, MM., Apt. selaku Kepala Subdit Farmasi Komunitas. Subdit Penggunaan Obat Rasional (POR) diberikan oleh Ibu Sari Mutiarani S.Si., Apt. selaku staf Subdit POR. Subdit Farmasi Klinis diberikan oleh Ibu Dra. Hj. Fatimah Umar, MM., Apt. selaku Kepala Subdit Farmasi Klinis. Subdit Standardisasi diberikan oleh Ibu dr. Zorni Fadia selaku Kepala Subdit Standardisasi. Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian berlangsung selama dua pekan. Dalam pekan pertama, peserta PKPA diberikan kesempatan untuk menyelesaikan laporan umum kegiatan PKPA. Peserta PKPA mendapatkan informasi mengenai kegiatan yang dilakukan di setiap Subdit di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pada pekan kedua,

42 28 peserta PKPA diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan pembimbing dalam penyelesaian tugas khusus yang diberikan oleh Subdit masing-masing.

43 BAB 5 PEMBAHASAN Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan suatu kementerian yang mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Kementerian kesehatan mempunyai beberapa fungsi yaitu melakukan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah, pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu direktorat jenderal pada Kemeterian Kesehatan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Berdasarkan Permenkes Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 526 bahwa Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat yang dibawahi Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari 35 orang personil (14 struktural dan 21 staf). Jabatan struktural terdiri dari seorang Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, seorang Kepala Subbagian Tata Usaha dan lima staf 29

44 30 honorer, masing-masing Subdit dikepalai oleh seorang Kepala Subdit yang membawahi dua kepala seksi dan staf. Jam operasional dimulai pukul hingga WIB dari dari senin hingga jumat. Staf berasal dari latar belakang pendidikan yang beragam, yakni apoteker, tenaga farmasi, dokter, manajemen, dan hukum. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari empat subdit yaitu subdit standarisasi membawahi dua seksi standar pelayanan kefarmasian dan seksi standar penggunaan obat rasional, subdit penggunaan obat rasional (POR) yang membawahi dua seksi yaitu seksi promosi penggunaan obat rasional seksi pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional, subdit farmasi klinik membawahi seksi pelayanan farmasi klinik dan seksi pemantauan dan evaluasi pemantauan farmasi klinik, dan subdit komunitas membawahi seksi pelayanan farmasi komunitas dan seksi pemantauan dan evaluasi pemantauan farmasi komunitas. Setiap subdit di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian memiliki tugas dan programnya masing-masing namun satu sama lain tetap saling berkaitan. Tugas subdirektorat farmasi komunitas adalah melaksanakan suatu penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Program yang telah direalisasikan oleh subdirektorat farmasi komunitas, antara lain Pilot project pelaksanaan yanfar di puskesmas, TOT (Training of Trainer) peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas untuk dinkes propinsi di Bandung, TOT (Training of Trainer) peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas untuk dinkes kab/kota di Bali, monitoring dan evaluasi pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas, koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, sosialisasi pekerjaan/praktik kefarmasian sesuai Good Pharmacy Practices (GPP) untuk Dinkes Provinsi, advokasi penerapan pp no. 51/2009. Pada saat ini sosialisasi yang dilakukan oleh subdirektorat farmasi komunitas sudah menjangkau 33 propinsi di Indonesia dengan jumlah total 3015 puskesmas dimana setiap provinsi ditunjuk beberapa kabupaten dan setiap kabupaten ditunjuk satu puskesmas sebagai puskesmas percontohan yang dapat merealisasikan program yang telah ditetapkan oleh subdit farmasi komunitas.

45 31 Selanjutnya dinas kesehatan propinsi akan mengembangkan lebih lanjut program tersebut ke setiap puskesmas yang ada pada tiap kabupaten. Kendala yang dialami subdirektorat farmasi komunitas dalam melakukan programnya yaitu terbatasnya tenaga teknisi untuk dapat diturunkan ke lapangan dalam melakukan sosialisasi kefarmasian serta kurangnya tenaga apoteker untuk dapat merealisasikan program yang telah direncanakan di puskesmas karena tidak semua puskesmas di setiap daerah memiliki apoteker. Padahal seperti halnya layanan kesehatan lainnya seperti rumah sakit, tiap puskesmas idealnya memiliki seorang tenaga apoteker. Tenaga ini diharapkan bisa bermitra dengan dokter untuk menentukan terapi yang paling manjur, aman dan berkualitas bagi pasien. Kurangnya tenaga apoteker untuk bisa ditempatkan di puskesmas di setiap kabupaten atau kotamadya di suatu daerah dikarenakan adanya ketidakmerataan penempatan apoteker di tiap daerah di Indonesia dan kurangnya informasi bagi tenaga apoteker baru untuk bisa bekerja di puskesmas. Kendala ini dapat diatasi dengan dilaksanakannya sosialisasi tentang peran apoteker di rumah sakit atau apotek dan puskesmas. Solusi lainnya yaitu bekerja sama dengan dinas ketenagaan kerja kabupaten atau propinsi setempat untuk dapat memberi informasi lowongan penempatan apoteker di daerah-daerah yang membutuhkan termasuk penempatan apoteker PTT. Kerjasama ini dapat dilakukan di setiap provinsi dengan dikeluarkan surat keputusan oleh pemerintah daerah setempat.

46 BAB 6 KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar Alkes) merupakan salah satu bagian dari Kementerian Kesehatan RI yang terdiri dari sekretariat direktorat jenderal dan 4 direktorat yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbakalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Ditjen Binfar Alkes bertugas dalam merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian merupakan salah satu direktorat dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang memiliki tugas dalam penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian Peranapotekerdalampelayanan farmasi dalam komunitas yaitu salah satunya dengan menempatkan apoteker di seluruh puskesmas setiap daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi pemahaman bahwa peran pentingnya apoteker tidak hanya ada di rumah sakit atau apotek saja tetapi juga di puskesmas. Solusi lainnya yaitu bekerja sama dengan dinas ketenagakerjaan untuk dapat memberi informasi lowongan penempatan apoteker PTT di tiap-tiap daerah yang membutuhkan dalam hal ini puskesmas. 6.2 Saran Sebaiknya peserta PKPA diikutsertakan dalam kegiatan teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI khususnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. 32

47 DAFTAR ACUAN Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. (2005). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1575/Menkes/PER/XI/2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RepublikIndonesia. Peraturan Presiden RepublikIndonesia No. 47 tahun 2009 nomor 144 tentang pembentukan dan organisasi kementerian negara. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. (2010a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor HK.03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan RepublikIndonesia. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo.1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RepublikIndonesia. 33

48 LAMPIRAN

49 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 34

50 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DIREKTORAT JENDRAL BINA KEFARMASIAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN 35

51 Lampiran 3. Struktur Organisasi Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS DITJEN BINFAR ALKES KABAG PROGRAM DAN INFORMASI KABAG KEPEGAWAIAN DAN UMUM KABAG HUKUM, ORGANISASI, DAN HUMAS KABAG KEUANGAN KASUBBAG PROGRAM KASUBBAG KEPEGAWAIAN KASUBBAG HUKUM KASUBBAG VER.& AKUN KASUBBAG DATIN KASUBBAG TU & GAJI KASUBBAG ORGANISASI KASUBBAG ANGGARAN KASUBBAG EVAPOR KASUBBAG RT KASUBBAG HUMAS KASUBBAG PERBENDAHARAAN 36

52 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan DIREKTUR BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT PENYEDIAAN SUBDIT PENGELOLAAN SUBDIT PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM SUBDIT ANALISI DAN STANDARISASI HARGA OBAT SEKSI PERENCANAAN PENYEDIAAN SEKSI STANDARISASI PENEGLOLAAN OBAT SEKSI PEMANTAUAN PROGRAM OBAT PUBLIK SEKSI ANALIS HARGA OBAT SEKSI PEMANTAUAN KETERSEDIAAN OBAT SEKSI BIMBINGAN PENGENDALIAN OBAT PUBLIK SEKSI EVALUASI PROGRAM OBAT PUBLIK SEKSI STANDARISASI HARGA OBAT 37

53 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian DIREKTUR BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Biomed SUBBAGIAN TU Desko Irianto, SH, MM. SUBDIT FARMASI KLINIK Dra. Hj. Fatimah U., Apt., MM SUBDIT FARMASI KOMUNITAS Dra. Dara Amelia, Apt., MM SUBDIT PENGGUNAAN OBAT RASIONAL Dra. Hidayati M., Apt., MM SUBDIT STANDARISASI dr. Zorni Fadia SEKSI PELAYANAN FARMASI KLINIK Sri Bintang L., Apt., M.Si SEKSI PELAYANAN FARMASI KOMUNITAS Fachriah Syamsudin, S.Si., Apt. SEKSI PROMOSI POR Dra. Vita Picola H., Apt. SEKSI STANDARISASI POR Dra. Ardiyani, Apt., M.Si SEKSI PEMANTAUAN & EVALUASI FARKLIN SEKSI PEMANTAUAN & EVALUASI FARKOM SEKSI PEMANTAUAN & EVALUASI POR SEKSI STANDARISASI YANFAR Helsy Pahlemy Apt., M.Pharm Indah Susanti D., S.Si., Apt Dra. Evrina, Apt. Erie Gusnellyanti S.Si, Apt. 38

54 Lampiran 6. Struktur Organisasi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT PENILAIAN ALAT KESEHATAN SUBDIT PENILAIAN PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO & PKRT SUBDIT INSPEKSI ALAT KESEHATAN & PKRT SUBDIT STANDARISASI & SERTIFIKASI SEKSI ALAT KESEHATAN ELEKTROMEDIK SEKSI PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO SEKSI INSPEKSI PRODUK SEKSI STANDARISASI PRODUK SEKSI ALAT KESEHATAN NONELEKTROMEDIK SEKSI PRODUK PKRT SEKSI INSPEKSI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI SEKSI STANDARISASI & SERTIFIKASI PRODUKSI & DISTRIBUSI 39

55 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT PRODIS OBAT & OBAT TRADISIONAL SUBDIT PRODIS KOSMETIK & MAKANAN SUBDIT PRODIS NARKOTIKA SUBDIT KEMANDIRIAN OBAT & BBO SEKSI STANDARISASI PRODIS SEKSI STANDARISASI PRODIS KOSMETIK & MAKANAN SEKSI NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA SEKSI ANALISIS OBAT & BBO SEKSI PERIZINAN SARANA PRODIS SEKSI PERIZINAN SARANA PRODUKSI KOSMETIK SEKSI SEDIAAN FARMASI KHUSUS SEKSI KERJASAMA 40

56 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 18 JUNI 29 JUNI 2012 KAJIAN URGENSI PENYUSUNAN KEBIJAKAN TENTANG PERESEPAN DI INDONESIA ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

57 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Resep Pengobatan Rasional Medication Error Undang-Undang Informasi dan Transaksi elektronik Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Peresepan Obat METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pengkajian Metode Pengkajian PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR ACUAN ii

58 DAFTAR TABEL Tabel 1 Tipe - Tipe Kesalahan Pengobatan Menurut National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention... 9 iii

59 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Draft Peraturan Peresepan di Indonesia iv

60 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap Negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang harus tercantum dalam sebuah resep dan memiliki perundangan sendiri mengenai obat mana yang harus diperoleh dengan resep dan siapa yang menulis resepnya. Tidak ada sistem baku yang sama di seluruh dunia tentang menulis resep karena setiap Negara punya ketentuan sendiri. Dalam penulisan resep terdapat titik-titik rawan yang harus dipahami baik oleh dokter maupun apoteker. Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap untuk menghindari adanya salah persepsi diantara keduanya dalam mengartikan sebuah resep. Kegagalan komunikasi dan salah interpretasi antara dokter dengan apoteker merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya kesalahan medikasi (medication error) yang bisa berakibat fatal bagi penderita (Cohen, 1999). Beberapa tahun belakangan ini perhatian mengenai medication error makin meningkat seiring dengan meningkatnya sikap kritis dari pasien (Catalango Angus dan Cohen, 1993). Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991). Pengertian lain dari medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah (Departemen Kesehatan, 2004), Cohen menyebutkan bahwa salah satu penyebab tejadinya medication error adalah kegagalan komunikasi atau salah interpretasi antara prescriber dengan dispenser dalam mengartikan resep yang disebabkan antara lain tulisan prescriber yang tidak jelas terutama bila ada nama obat yang hampir sama serta mempunyai rute pemberian obat yang sama pula, penulisan angka desimal dalam 1

61 2 resep, penggunaan singkatan yang tidak baku serta penulisan aturan pakai yang kurang lengkap. Di Amerika dan beberapa negara maju lainnya, misalnya Singapura dan Inggris, telah menerapkan suatu sistem komputerisasi yaitu peresepan elektronik untuk mengurangi kesalahan peresepan yang seringkali terjadi. Sedangkan di Indonesia, baru beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah yang telah menerapkan sistem peresepan elektronik seperti RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Mitra Kelurga, namun masih banyak pula rumah sakit yang belum menerapkan sistem tersebut dan masih menggunakan resep manual atau dalam bentuk tulisan. Adapun undang-undang yang memayungi mengenai peresepan elektronik ini berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam suatu penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menyebutkan bahwa dari 1156 rumah sakit yang diteliti, ditemukan 5,07% medication error dan 0,25% pasien meninggal akibat medication error dalam pengobatan tersebut (Rosyidah, 2009). Mengingatnya banyaknya kejadian medication error terkait dengan peresepan di Indonesia, kurangnya pengawasan lembaga pemerintah terhadap pelaksanaan peraturan mengenai penulisan resep, sosialisasi penulisan resep secara benar kurang memadai, tidak adanya sanksi terhadap prescriber yang tidak menulis resep sesuai dengan peraturan, serta belum adanya kebijakan atau peraturan tentang sistem peresepan di Indonesia maka perlu dibuat suatu draft kebijakan yang mengatur sistem peresepan di Indonesia. 1.2 Tujuan Mengkaji pentingnya penyusunan kebijakan tentang peresepan di Indonesia Membuat draft kebijakan mengenai peresepan di Indonesia.

62 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resep Definisi Resep Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Departemen Kesehatan RI, 2004). Ketidaktepatan peresepan dapat mengakibatkan masalah berupa tidak tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril dan pemborosan sumber daya kesehatan yang langka (World Health Organization, 2009) Ukuran Lembar Resep Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang. Ukuran ideal resep dengan lebar cm dan panjang cm (Jas, 2009) Jenis - Jenis Resep Resep dapat dibedakan dalam 4 jenis, yaitu : a. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standar. b. Resep magistrales, yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih dahulu. c. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. d. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan (Jas, 2009). 3

63 Penulisan Resep Secara definisi dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak. Penulisan resep dapat diartikan sebagai berikut : a. Penulisan resep artinya mengaplikasikan pengetahuan dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep menurut kaidah dan peraturan yang berlaku, diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan sesuai dengan yang tertulis. Pihak apoteker berkewajiban melayani secara cermat, memberikan informasi terutama yang menyangkut dengan penggunaan dan mengkoreksinya bila terjadi kesalahan dalam penulisan. Dengan demikian pemberian obat lebih rasional, artinya tepat, aman, efektif, dan ekonomis. b. Wujud akhir kompetensi dokter dalam medical care, secara komprehensif menerapkan ilmu pengetahuan dan keahliannya di bidang farmakologi dan teraupetik secara tepat, aman dan rasional kepada pasien khususnya masyarakat pada umumnya (Jas, 2009) Penulis Resep Menurut Jas (2009) yang berhak menulis resep adalah : a. Dokter umum. b. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut. c. Dokter hewan, terbatas pada pengobatan pada hewan/ pasien hanya hewan Tujuan Penulisan Resep Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi/ apotek dalam pelayanan farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan

64 5 penulisan resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obatobatan yang diperlukan sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada masarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter bebas memilih obat secara tepat, ilmiah, dan selektif. Penulisan resep juga dapat membentuk pelayanan berorientasi kepada pasien (patient oriented) bukan drug oriented. Resep itu sendiri dapat menjadi medical record yang dapat dipertanggungjawabkan, sifatnya rahasia Format Penulisan Resep Menurut Jas (2009), resep terdiri dari 6 bagian : a. Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/hp/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi. b. Invocatio : Permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin R/ = resipe artinya berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek. c. Prescriptio/ Ordonatio : Nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan. d. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi. e. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut. f. Pro (diperuntukkan) : Dicantumkan nama dan umur pasien. Teristimewa untuk obat narkotika juga harus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinas kesehatan setempat).

65 Tanda-Tanda Pada Resep Tanda tanda yang terdapat dalam resep yaitu: a. Tanda Segera, yaitu: Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu: 1. Cito! = segera 2. Urgent = penting 3. Statim = penting sekali 4. PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda. Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!. b. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang. Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x. Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3 x. Hal ini tidak berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru. c. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep (ps. 48 WG ayat (3); SK Menkes No. 280/Menkes/SK/V/1981). Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menteri Kesehatan Republik Indonesia. d. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja memberi obat dosis maksimum dilampaui. e. Resep yang mengandung narkotik. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada iterasi yang artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obat lainnya (Jas, 2009).

66 7 2.2 Pengobatan Rasional Menurut Anwar dan Balasubramanian tahun 1990 dalam bukunya yang berbeda mengungkapkan, dari sisi penggunaan obat perlu ditekankan adanya kebijakan pengobatan yang rasional dengan 6 tanda umum yang mendasarinya, yaitu: a. Kebutuhan (need), yaitu pengobatan harus sesuai dengan kebutuhan medis yang nyata, obat harus dapat memperbaiki kualitas dan meningkatkan pelayanan kesehatan. b. Effectiveness, yaitu obat harus mempunyai nilai terapetik dan manfaatnya harus seperti yang dinyatakan. c. Safety, yaitu obat harus aman dan manfaatnya melebihi efek sampingnya. d. Economy, yaitu obat harus bermanfaat dan harganya terjangkau. e. Access, yaitu obat harus dapat diperoleh bagi yang membutuhkan. f. Information, yaitu obat harus diberikan dengan informasi yang jelas dan cukup. Menurut Quick (1997) Pengobatan yang rasional diawali dengan penulisan resep obat oleh dokter secara rasion, sebagai berikut : a. Diagnosis yang tepat. b. Memilih obat yang terbaik dari pilihan yang tersedia. c. Memberi resep dengan dosis yang cukup dan jangka waktu yang cukup. d. Berdasarkan pada pedoman pengobatan yang berlaku saat itu. e. Resep merupakan dokumen legal, sebagai sarana komunikatif profesional dari dokter dan penyedia obat, untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan kebutuhan medis yang telah ditentukan (DepKes RI, 2000). 2.3 Medication Error Definisi Medication Error Error berarti kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan untuk diselesaikan sesuai dengan tujuan (error pada pelaksanaan) atau kesalahan pada perencanaan untuk mencapai tujuan (error pada perencanaan). Suatu error dapat terjadi karena hasil dari kepercayaan atau pengabaian (The Institute of Medicine, 2004). Kesalahan pengobatan (medication error) didefinisikan secara luas sebagai

67 8 kesalahan dalam meresepkan, membagikan, dan memberikan obat, tanpa tergantung dengan di mana kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan atau tidak. Definisi yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses pengobatan yang menyebabkan atau berpotensi menyebabkan kebahayaan pada pasien, kesalahan pengobatan dapat terjadi pada setiap langkah pengobatan yang menggunakan proses, dan mungkin atau tidak dapat menyebabkan ADE atau Adverse Drug Event (William, 2007). National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention mendefinisikan kesalahan pengobatan sebagai suatu kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien. Pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan praktis profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing; order communication; product labeling; packaging; compounding; dispensing; distribution; administration; education; monitoring; dan penggunaan. Pengertian lain oleh Cohen (1991) medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen,1991; Basse & Myers,1998). Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi menjadi empat fase : a. Fase prescribing adalah error yang terjadi pada saat penulisan resep. b. Fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing. c. Fase dispensing terjadi pada penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas apotek. d. Fase administration adalah error yang terjadi pada proses penggunaan obat (Cohen,1999).

68 9 Menurut Cohen (1999) dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukan bahwa faktor penyebabnya medication error dapat berupa : a. Komunikasi yang buruk, baik secara tulis maupun secara lisan antara apoteker, dokter, pasien. b. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung. c. Sumber daya manusia. d. Edukasi pada pasien kurang. e. Peran pasien dan keluarganya kurang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh dokter dalam penulisan resep adalah : (Cohen,1999) a. Mengetahui kebutuhan terapi pasien, alergi obat, potensial terapi obat b. Menuliskan berat badan pasien c. Menggunakan nama generic d. Menghindari penggunaan nama singkatan obat e. Menyesuaikan dosis dengan referensi yang terkini f. Pembulatan dosis dilakukan terhadap angka terdekat g. Untuk pecahan menggunakan angka nol di depan koma dan menghindari angka dibelakang koma h. Memeriksa semua hitungan dan satuannya i. Menggunakan instruksi dosis yang spesifik dan menghindari order secara verbal. Tabel 1 Tipe-tipe kesalahan pengobatan menurut National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention. Kategori Definisi Level Error A B C Kejadian yang masih berpotensi akan menyebabkan kecelakaan. Kejadian yang telah terjadi namun kesalahan tersebut belum mencapai pada pasien. Kesalahan terjadi dan telah mencapai pasien namun tidak mencederai pasien. No Error Error, no harm Error, no harm

69 10 Kategori Defenisi Level Error D E F G H I Kesalahan terjadi pada pasien dan dibutuhkan pengawasan untuk mencegah cedera pada pasien atau membutuhkan intervensi untuk mencegah cedera/kecelakaan tersebut. Kesalahan terjadi yang berkontribusi terhadap adanya injury sementara dan dibutuhkan intervensi. Kesalahan yang terjadi dapat berkontribusi terhadap adanya injury sementara pada pasien yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Kesalahan yang terjadi dapat berkontribusi terhadap kecacatan permanen terhadap pasien. Kesalahan yang terjadi menimbulkan intervensi yang mampu mempertahankan hidup atau menyelamatkan nyawa pasien. Kesalahan terjadi yang menyebabkan kematian pasien. [Sumber : NCC MERP, 2005] Error, no harm Error, harm Error, harm Error, harm Error, harm Error, death 2.4 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008) Informasi elektronik adalah sekumpulan data elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/ atau didengar melalui komputer, jaringan komputer, dan/ atau media elektronik lainnya.

70 11 Setiap dokumen elektronik hendaknya mencantumkan tanda tangan elektronik dari pihak yang bersangkutan agar memilki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Persyaratan dari tanda tangan elektronik adalah sebagai berikut (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008) : a. Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penandatanganan. b. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penandatanganan. c. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui. d. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui. e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya. f. Terdapat cara tertentu untuk mrnunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait. 2.5 Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Peresepan Obat Sistem peresepan konvensional membawa pengaruh yang cukup besar kepada medication error. Di Amerika Serikat, diketahui bahwa sebanyak 7000 orang meninggal setiap tahunnya karena medication error. Di negara Inggris kesalahan terjadi di rumah sakit sekitar 1,5% resep dan 3-8% kesalahan pada pemberian resep. Melihat fakta ini, permerintah kedua negara pada tahun 2003 mencoba mengembangkan sistem peresepan elektronik (WHO, 2006). Kehadiran peresepan elektronik dalam dunia kesehatan sebagai solusi untuk mengurangi insiden medication error. Insiden yang dapat dikurangi terutama adalah kesalahan dalam penafsiran resep. Kemiripan beberapa nama obat serta tidak jelasnya tulisan dokter dapat menimbulkan kesalahan fatal bagi pasien. Dengan adanya peresepan elektronik, resep diberikan secara terkomputerisasi, sehingga kesalahan akibat penafsiran yang salah dapat berkurang. Kualitas dari pengobatan yang dihasilkan menjadi lebih akurat dari peresepan secara konvensional (Killbridge et al, 2001).

71 12 Selain itu melalui peresepan elektronik yang terintegrasi dengan rekam medis elektronik, penulis resep dapat lebih berhati-hati dalam meresepkan pengobatan kepada pasien. Data lengkap mengenai pasien dapat menjadi rujukan sebelum penulis resep memutuskan pengobatan yang tepat bagi pasien. Dalam sistem ini terintegrasi pula catatan mengenai interaksi obat, sehingga penulis resep dapat mengindari obat yang akan menimbulkan efek samping bagi pasien. Peresepan elektronik dapat meningkatkan efisiensi waktu bagi pasien karena dengan berlakunya sistem ini, pasien dapat mengurangi waktu antri pada bagian farmasi (Puustjarvi, 2006).

72 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengkajian Pengkajian dilakukan selama dua minggu yaitu pada periode tanggal 18 Juni Juni 2012 di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan dan Alat Kesehatan Republik Indonesia. 3.2 Metode Pengkajian Pengkajian dilakukan secara studi literatur dari berbagai sumber berupa buku teks, jurnal, dan sebagainya. Pengkajian kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi permasalahan dan mengajukan suatu usulan draft kebijakan peresepan di Indonesia. 13

73 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu medication error yang sering terjadi yaitu dalam masalah peresepan. Penulisan resep harus baik dan benar, supaya pengobatan pada pasien berhasil dan obat dilayani tepat dan relatif cepat. Sebaiknya permintaan dalam resep dari dokter dapat dibaca dengan jelas, tidak membingungkan, diberi tanggal dan ditandatangani. Resep yang baik juga harus memuat cukup informasi supaya jika terjadi kesalahan dapat diketahui oleh ahli farmasi sebelum obat disiapkan dan diberikan pada pasien. Apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep, jika mendapatkan resep yang tidak lengkap dan tidak dapat dibaca dengan jelas. Beberapa jenis kesalahan penulisan resep yang sering terjadi diantaranya kelalaian pencantuman informasi dan penulisan yang buruk. Pada saat ini penggunaan sistem informasi dalam bidang kesehatan menjadi tuntutan tersendiri. Seiring dengan issue medical error dan patient safety, kebutuhan pengembangan IT menjadi semakin dominan. Di beberapa Negara maju seperti salah satunya Amerika Serikat dan Inggris, telah dapat mengatasi permasalahan pembacaan resep yang buruk dengan menerapkan peresepan elektronik. Sistem seperti ini tentu saja berdampak positif untuk mencegah terjadinya kesalahan pembacaan resep yang dikarenakan tulisan resep yang tidak dapat dibaca dengan jelas. Selain itu, peresepan elektronik juga dapat memunculkan informasi tentang obat, mulai dari efek samping, interaksi obat, harga obat, berbagai merk obat paten, berikut dosis yang sesuai untuk pasien. Peresepan elektronik sebetulnya bukan hal yang baru dalam dunia kesehatan Indonesia, beberapa penyelenggara kesehatan swasta sudah mulai menggunakan peresepan elektronik dalam standar pelayanan mereka. Namun sangat disayangkan, sejauh ini belum ada peraturan yang secara gamblang menjelaskan legalitas dari peresepan elektronik ini. Peraturan yang mengatur pada penggunaan peresepan elektronik di Indonesia hanyalah Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa informasi elektronik adalah salah satu atau sekumpulan data 14

74 15 elektronik, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, symbol, atau perforasi yang telah diolah yang memilki arti atau dapat dipahami oleh seorang yang mampu memahaminya. Setiap informasi elektronik ini dapat berpindah tangan melalui sebuah sistem transaksi elektronik (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008). Mengacu kepada definisi tersebut, peresepan elektronik dapat digolongkan sebagai informasi elektronik. Legalitas dari resep yang ditransmisikan melalui sebuah jaringan dapat diakui secara hukum dengan adanya undang-undang ini, meskipun belum terdapat kebijakan yang secara jelas mengatur legalitas peresepan elektronik. Hambatan yang dihadapi oleh Negara kita untuk mewujudkan sistem peresepan elektronik ini adalah mengenai anggaran yang tidak sedikit untuk menerapkan sistem ini. Sementara, anggaran kesehatan hanya sebesar 5% dari total APBN. Dengan demikian, diperlukan suatu kebijakan pemerintah demi mendukung pelayanan kesehatan berbasis teknologi. Legalitas peresepan elektronik perlu diakui. Pedoman serta sistem peresepan perlu disusun sehingga pelayanan kesehatan dapat terhindar dari penyalahgunaan sistem teknologi informasi. Oleh karena masalah dana yang cukup besar tersebut, tidak memungkinkan untuk mewujudkannya dalam waktu dekat ini. Maka diperlukan suatu kebijakan tentang peresepan manual di Indonesia untuk menghindari terjadinya error yang lebih banyak. Adapun masalah yang sering ditemukan dalam peresepan secara manual atau dalam bentuk tulisan ini adalah pada jenis kelengkapan resep. Tidak dicantumkannya nama dan alamat dari dokter penulis resep secara lengkap dan jelas. Padahal informasi ini sangat penting sekali, terutama apabila ada kesalahan dalam resep yang harus ditanyakan pada prescriber bersangkutan untuk konfirmasi kebenaran data yang diberikan. Sedangkan untuk penulisan nomor surat izin praktek dokter dalam resep diperlukan untuk menjamin keamanan pasien, bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai hak dan dilindungi undangundang dalam memberikan obat bagi pasiennya. Begitu juga dengan penulisan tanggal resep, diperlukan untuk menjamin keamanan pasien dalam penggunaan

75 16 obat yang dikonsumsinya. Beberapa Negara menentukan batas maksimal tiga bulan resep dapat dilayani, ada pula yang enam bulan. Sedangkan di Indonesia sendiri belum ada ketentuan yang pasti mengenai hal ini. Kelalaian dalam penulisan nama obat yang tidak jelas, jumlah obat, kekuatan, bentuk sediaan dan aturan pakai merupakan pemicu medication error yang sering terjadi. Masalah ini jelas akan merugikan pasien dan bahkan akan berdampak sangat fatal untuk keamanan dan keselamatan pasien. Seperti misalnya tulisan nama obat yang tidak jelas dapat memicu kesalahan dalam pemberian obat pada pasien yang sebenarnya tidak menerima obat yang diberikan tersebut. Selain itu juga penulisan kekuatan serta sediaan obat yang tidak benar bahkan tidak lengkap jelas secara nyata akan merugikan pasien. Sediaan obat yang diberikan secara tidak benar akan mempengaruhi harga dari obat yang secara langsung mempengaruhi keadaan ekonomi pasien. Kemudian, kesalahan penulisan aturan pakai obat akan mempengaruhi hasil terapi yang akan dicapai karena berkaitan dengan dosis obat bersangkutan. Selain itu, cukup banyak pula resep yang tidak mencantumkan umur dan berat badan untuk penderita anak. Padahal pencantuman umur/berat badan dalam resep sangat diperlukan untuk memastikan apakah dosis yang diberikan sudah tepat atau belum. Pencantuman diagnosa penyakit juga merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan. Pengobatan akan lebih tepat dengan mengkaji antara terapi yang diberikan dengan penyakit yang dialami pasien. Kemudian untuk penulisan riwayat alergi diperlukan untuk mencegah terjadinya alergi bagi pasien terhadap obat-obat tertentu. Untuk resep-resep yang mengandung obat narkotika perlu penanganan khusus, dimana resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dengan resep lainnya. Dalam Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika disebutkan bahwa narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan, narkotika dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan hanya berdasarkan resep dokter. Resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Resep narkotika tidak diperbolehkan adanya iterasi (ulangan). Dalam hal penyimpanan, resep memiliki aturan bahwa resep yang telah dikerjakan disusun menurut tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus

76 17 disimpan minimal tiga tahun. Dan untuk pemusnahan resep itu sendiri dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh APA bersama sekurang-kurangnya seorang petugas apotek, dan harus dibuat berita acara pemusnahan. Di dalam berita acara pemusnahan harus disebutkan hari dan tanggal pemusnahan, tanggal yang terawal dan terakhir dari resep, berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram, dan harus ada dua orang saksi yaitu dari pihak apotek dan saksi dari pihak pemerintah Dinkes Provinsi. Ketidakpatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan dan ketidaklengkapan penulisan resep seperti yang telah dijelaskan tentu saja akan membahayakan pasien dan membuka peluang timbulnya penyalahgunaan resep khususnya yang mengandung obat-obat narkotika dan psikotropika. Di sisi lain, pengawasan lembaga pemerintah terhadap pelaksanaan peraturan mengenai penulisan resep serta serat sosialisasi penulisan resep secara benar kurang memadai. Sejauh ini tidak ada sanksi terhadap prescriber yang tidak menulis resep sesuai dengan peraturan. Juga tidak ada sanksi bagi dispenser apabila meloloskan/melayani resep yang tidak memenuhi peraturan. Oleh karena itu, penyusunan suatu kebijakan mengenai peresepan di Indonesia sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan sangat penting dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan keamanan dan keselamatan pasien (Lampiran 1).

77 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesalahan yang sering terjadi dalam masalah peresepan merupakan salah satu medication error yang dapat berakibat fatal dalam penyelenggaraan pengobatan bagi masyarakat. Hal ini disebabkan karena belum adanya payung hukum yang mendasari aturan peresepan dan yang mengatur tindakan tenaga kesehatan di Indonesia Pembuatan draft kebijakan tentang sistem peresepan di Indonesia diperlukan sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan. 5.2 Saran Diharapkan dengan adanya draft kebijakan tentang sistem peresepan di Indonesia ini dapat menjadi acuan dalam membuat rumusan sistem peresepan di Indonesia oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Meningkatkan peran lembaga Pemerintah dan Organisasi Profesi untuk mengawasi dan memantau cara penulisan resep yang benar, jika perlu memberikan sanksi kepada prescriber yang tidak memenuhi peraturan yang berlaku. 18

78 DAFTAR ACUAN Anwar, F. (1990). The Five Cardinal Principles: Proceedings of The International Consultation on Rational Drug Use in Undergraduate Medical / Pharmacy Education. Manila: International Organization of Consumers Unions, Regional Office for Asia and the Pacific. Balasubramanian, K (1990). Towards Rational Drug Use: Proceedings of The International Consultation on Rational Drug Use in Undergraduate Medical / Pharmacy Education. Manila: International Organization of Consumers Unions, Regional Office for Asia and the Pacific. Catalango, A., Mary, L., & Cohen M.R. (1993). Manual for Pharmacy Technicians. Bethesda: American Society of Health System Pharmacists. Cohen, M.R. (1999). Medical Error. Washington DC: American Pharmaceutical Association. Cohen, M.R. (2007) Medication Error (2nd ed.). Washington, DC: American Pharmaceutical Association. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1981). Peraturan Menteri Kesehatan No. 26/Menkes/Per/11/1981 tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jas, A. (2009). Perihal Resep & Dosis Serta Latihan Menulis Resep. 2 nd ed. Medan, Indoensia: Universitas Sumatera Utara Press, Agusutus Final-Normal-Bab-1 Kementerian Informasi dan Informatika Republik Indonesia. (2008). Undang- Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta: Kementerian Informasi dan Informatika Republik Indonesia. Killbridge, Peter. (2001) E-prescribing. California: California Health Care Foundation. 19

79 20 Puustjarvi, Juha & Leena Puustjarvi. (2006). Integrating Electronic Prescription Systems With Health Care Systems. International Journal on Advances in Life Sciences, 1, Quick, Jonathan. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceu (2nd ed.). Michigan:. Kumarin Press. Rosyidah, Inayatur. (2009). Medication Errors pada Bangsal dengan Sistem UDD (Unit Dose Dispensing) dan non UDD di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Surakarta: Univeristas Muhamadiyah. The National Coordinating Council for Mediacation Error Reporting and Prevention. (2005). NCC MERP Taxonomy of Medication Errors. US : NCC MERP. Williams, DJP. (2007). Medication Errrors. The Journal of the Royal College of Physicians of Edinburgh, World Health Organization. (2006). Safer. Faster. Better? Evaluating Electronic Prescribing. Geneva: World Health Organization. World Health Organization. (2009). Medicines Use in Primary Care in Developing and Transitional Countries : Fact Book Summarizing Results from Studies Reported between 1990 and Geneva: World Health Organization.

80 LAMPIRAN

81 21 Lampiran 1. Draft Peraturan Peresepan di Indonesia KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TENTANG PERESEPAN DI INDONESIA MENIMBANG : MENGINGAT : a. Bahwa insiden medication error dapat berakibat fatal bagi keamanan dan keselamatan pasien. b. Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan untuk menjamin keamanan pasien perlu disusun peraturan tentang persepan. c. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Peresepan di Indonesia. a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoneisa Nomor 26/Menkes/Per/11/1981 tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek. b. Undang - Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek d. Permenkes RI No. 28/MENKES/PER/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

82 22 MEMUTUSKAN MENETAPKAN : PERATURAN PEMERINTAH TENT PERESEPAN DI INDONESIA BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : a. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. b. Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran Sediaan farmasi, Perbekalan Kesehatan lainnya kepada masyarakat. c. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. d. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker. BAB II KETENTUAN DALAM MENULIS RESEP Pasal 2 Resep harus memuat : 1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan 2. Tempat dan tanggal penulisan resep 3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan obat. 4. Nama setiap obat/komponen resep (dengan Bentuk sediaan obat, Dosis,Jumlah dan petunjuk pemakaian)

83 23 5. Nama penderita 6. Tanggal lahir penderita 7. Berat badan untuk anak-anak umur dibawah 12 tahun 8. Diagnosa penyakit 9. Riwayat alergi 10. Tanda tangan/ paraf dokter, alamat jelas rumah untuk obat narkotika 11. Tanda seru/paraf dokter, pada obat yang melebihi dosis maksimum. 12. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan Pasal 3 Resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pada hewan Pasal 4 Resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 5 Resep yang tidak dapat dibaca secara jelas atau tidak lengkap, maka Apoteker berkewajiban menanyakan kepada Dokter penulis resep. Pasal 6 Yang berhak membuat resep adalah Apoteker dan Asisten Apoteker dibawah pengawasan Apoteker. Pasal 7 Apoteker harus menyerahkan obat kepada penderita sesuai yang diminta oleh Dokter yang tertulis di resep. Pasal 8 Apabila Apoteker menganggap dalam resep tersebut terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada Dokter penulis resep.

84 24 Pasal 9 Bila dokter penulis resep menganggap bahwa apa yang ditulisnya sudah tepat, maka tanggung jawab sepenuhnya dilimpahkan kepada dokter. Pasal 10 Bila dokter tidak dapat dihubungi dalam resep yang dianggap dapat membahayakan jiwa penderita, maka penyerahan obat dapat ditunda Pasal 11 Dokter tidak boleh memberi obat sendiri langsung kepada pasien pada daerah yang telah ada apotik. Pasal 12 Dokter hanya boleh memberi obat jika pertolongan segera diperlukan (pada pertolongan pertama), sedang obat yang diperlukan tidak segera dapat diperoleh. Pengecualian ini diperbolehkan hanya pada kunjungan pertama dari dokter. Pasal 13 Bagi tempat yang belum ada Apotik, dokter diberi izin untuk mengadakan persediaan obat-obat secukupnya untuk memenuhi prakteknya sendiri. Pasal Untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera, dokter dapat memberi tanda segera, cito, statim atau urgent pada bagian atas kanan resep 2. Apoteker harus mendahulukan pelayanan resep dimaksud ayat 1 pasal ini. Pasal 15 Apoteker tidak dibenarkan mengulangi penyerahan obat atas dasar resep yang sama apabila : 1. Pada resep aslinya diberi tanda n.i, ne iteratur atau tidak boleh diulang

85 25 2. Resep aslinya mengandung narkotika atau obat lain yang oleh menteri c.q direktur jenderal ditetapkan sebagai obat yang tidak boleh diulang tanpa resep baru. Pasal 16 Dokter gigi diberi izin untuk menulis dari segala macam obat dengan cara parenteral (injeksi) atau cara cara pemakai yang lain, khusus untuk mengobati penyakit gigi dan mulut. Sedangkan pembiusan / patirasa secara umum tetap dilarang bagi dokter gigi BAB III SALINAN RESEP Pasal 17 Salinan resep adalah salinan tertulis dari suatu resep yang dibuat oleh apotek. Pasal 18 Salinan resep memuat : - Semua keterangan yang terdapat dalam resep asli - Nama dan alamat apotek - Nama dan nomor Surat izin pengelolaan apotek - Tanda tangan atau paraf APA - Tanda det atau detur untuk obat yang sudah diserahkan; tanda nedet atau nedetur untuk obat yang belum diserahkan - Nomor resep dan tanggal peresepan Pasal 19 Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker Pengelola apotek (bila tidak ada dilakukan oleh apoteker pendamping, asisten apoteker kepala, apoteker supervisor atau apoteker pengganti dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan). Pasal 20 Resep/salinan resep harus dirahasiakan.

86 26 Pasal 21 Resep/salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IV RESEP NARKOTIKA Pasal 22 Resep yang mengandung narkotika : (1) harus ditulis tersendiri (2) tidak boleh ada iterasi (ulangan) (3) dituliskan nama pasien, tidak boleh m.i/mihi ipsi atau u.p/usus propius (untuk pemakaian sendiri) (4) alamat pasien ditulis dengan jelas (5) aturan pakai (signa) ditulis dengan jelas, tidak boleh ditulis s.u.c /signa usus cognitus (sudah tahu aturan pakai) Pasal 23 Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep lainnya. BAB V SALINAN RESEP NARKOTIKA Pasal 24 Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali (untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan blanko-blanko salinan resep). Pasal 25 Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep aslinya.

87 27 Pasal 26 Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali (dokter tidak boleh menuliskan iter untuk resep yang mengandung narkotika). BAB VI PENYIMPANAN RESEP Pasal 27 Resep yang telah dikerjakan diatur menurut tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan minimal tiga tahun. BAB VII PEMUSNAHAN RESEP Pasal 28 Resep yang telah disimpan lebih dari 3 (tiga) tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh APA bersama sekurangkurangnya seorang petugas apotek, dan harus dibuat berita acara pemusnahan. Pasal 29 Berita acara pemusnahan ini harus disebutkan : a. Hari dan tanggal pemusnahan b. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep. c. Berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram. d. Jumlah lembar resep yang dimusnahkan untuk resep narkotika. e. Harus ada dua orang saksi yaitu dari pihak apotek dan saksi dari pihak pemerintah Dinas Kesehatan Provinsi.

88 28 BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 30 Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, Organisani Profesi melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Pasal 31 (1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Organisasi Profesi dapat memberi peringatan lisan atau tertulis kepada dokter, tenaga kefarmasian yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak dipatuhi, Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Organisasi Profesi dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada pihak yang bersangkutan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal MENTERI KESEHATAN dr. NAFSIAH MBOI, SpA, MPH

89 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JL. DIPONEGORO NO. 71 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 JULI 31 AGUSTUS 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

90 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JL. DIPONEGORO NO. 71 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 JULI 31 AGUSTUS 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012 ii

91

92 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Dalam penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dra. Irmawati D, Sp.FRS., Apt., selaku pembimbing Praktik Kerja Profesi Apoteker di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo; 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi UI; 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI; 4. Ibu Retnosari Andrajati, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku pembimbing Praktik Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI; 5. rekan-rekan mahasiswa Program Profesi Apoteker angkatan LXXV Fakultas Farmasi UI; Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Penulis 2012 iv

93 ABSTRAK Nama Program Profesi Judul : Ennisa Sonia : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, jl. Diponegoro No. 71 Jakarta Pusat Periode 2 Juli 31 Agustus Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo bertujuan untuk memahami peran apoteker dalam fungsi klinis di dan dalam fungsi managerial di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Visi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangukusumo adalah menjadi penyelenggara pelayanan farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan pelanggan di Asia Pasifik tahun Pelayanan resep pasien Instalasi Gawat Darurat, Satelit Pusat dan Gedung A diawasi oleh apoteker dan dalam pelaksanaannya sudah cukup baik namun ada beberapa kendala yaitu terganggunya sistem IT, hilangnya resep karena tidak ada penomoran resep, dan kurangnya tenaga pekarya dalam mengantarkan obat atau alat kesehatan ke ruang rawat. Untuk pelayanan apoteker klinis baru berjalan di gedung A dan masih perlu adanya penambahan jumlah apoteker klinis. Sistem manajemen perbekalan farmasi Gudang Pusat, Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat, Satelit Pusat, dan satelit farmasi Gedung A dikepalai oleh apoteker. Namun masih perlunya sosialisasi Standar Operasional Prosedur kepada seluruh tenaga kerja. Kata Kunci : Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Instalasi Farmasi, Apoteker Klinis Tugas Umum : viii + 54 halaman; 7 lampiran Tugas Khusus : v + 29 halaman; 9 tabel; 1 gambar; 2 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 8 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 ( )

94 ABSTRACT Name : Ennisa Sonia Study Program : Apothecary Program Title : Apothecary Internship Report in National Center Public Hospital (NCPH) Dr. Cipto Mangunkusumo St. Diponegoro No. 71, Central Jakarta Period July 2nd-August 31st 2012 Apothecary Internship Report in National Center Public Hospital (NCPH) Dr. Cipto Mangunkusumo St. Diponegoro No. 71, Central Jakarta Period July 2nd- August 31st 2012 aimed to understand about pharmacist roles in clinical and managerial sector. The roles of pharmacist in clinical is only done goodly in A Building and Intensive Cardio Care Unit whereas in others have not been done yet. Roles of pharmacist in managerial sector are good enough although still has lack of human resources. Keywords : NCPH Dr. Cipto Mangunkusumo, Pharmacist. General Assignment : viii +54 pages; 7 appendices Special Assignment : v + 29 pages; 9 tables; 1 picture; 3 appendices Bibliography of general assignment : 8 ( ) Bibliography of special assignment : 6 ( )

95 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM Sejarah Singkat RSUPN Dr. Citp Mangunkusumo Visi, Misi, Komitmen, dan Nilai Utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Nilai Budaya dan Motto RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Inastalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Visi Misi Falsafah Nilai Budaya Tujuan Umum Tujuan Khusus Tugas dan Fungsi Organisasi Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Penididkan, Penelitian dan Pengembangan Farmasi Klinik di Ruang Rawat Inap Farmasi Klinik Pada Pasien Rawat Jalan Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Pelaksana Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) Panitia Farmasi dan Terapi TINJAUAN KHUSUS Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Perencanaan dan pengadaan Perbekalan Farmasi Penerimaan Perbekalan Farmasi Penyimpanan Perbekalan Farmasi v

96 3.1.4 Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun Pendistribusian Perbekalan Farmasi Pengawasan dan Pengendalian Perbekalan Farmasi Pemusnahan Perbekalan Farmasi Satelit Pusat Pelayanan Peresepan Alur Pelayanan Resep Sistem Pengelolaan Perbekalan Farmasi Instalasi Gawat Darurat RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Pelayanan Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Pengadaan Perbekalan Farmasi Instalasi Gawat Darurat Distribusi Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Penyiapan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Pengawasan Perbekalan Farmasi di Satelit Instalasi Gawat Darurat Satelit Farmasi Gedung A Fasilitas Pengelolaan Perbekalan Farmasi Perencanaan Pengadaan Penerimaan Penyimpanan Peresepan Penyiapan/ Peracikan Pendistribusian Perbekalan Farmasi Administrasi dan Pelaporan Pelayanan Farmasi Klinik Sumber Daya Manusia PEMBAHASAN Gudang Perbekalan Farmasi Pusat Satelit Pusat Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Satelit Farmasi Gedung A KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vi

97 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Lampiran 2. Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Lampiran 3. Formulir Pemantauan Temperatur Lemari Pendingin Obat Lampiran 4. Label Obat High Alert, Label Obat Kanker, Label LASA, dan Label Expired Date Lampiran 5. Kemasan Dosis Unit Lampiran 6. Formulir Monitoring Pengobatan Lampiran 7. Formulir Informasi Obat Pulang vii

98 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang No.36, 2009). Salah satu upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya adalah pelayanan kesehatan. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit). Salah satu pelayanan penunjang medis di rumah sakit adalah pelayanan kefarmasian. Dimana pelayanan ini mencakup pelayanan kefarmasian secara managemen maupun klinis, mulai dari pengelolaan perbekalan farmasi sampai pemantauan pemakaian obat oleh pasien di rumah sakit. Di dalam pemberian pelayanan kefarmasian ini diperlukan apoteker yang mampu berperan dalam proses pengelolaan perbekalan farmasi dan pemantauan pemakaian obat tersebut. Untuk menjalankan tugas tersebut dengan baik, maka apoteker tidak hanya memerlukan ilmu pengetahuan farmasi namun juga keterampilan dan kemampuan komunikasi yang baik. Untuk membentuk apoteker yang memiliki pengetahuan dan kemampuan tersebut, Fakultas Farmasi, menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang berlangsung selama dua bulan, dimulai dari tanggal 2 Juli 2012 sampai dengan 31 Agustus

99 2 Melalui PKPA ini, diharapkan mahasiswa apoteker Fakultas Farmasi, memperoleh ilmu dan pengalaman mengenai profesi apoteker di rumah sakit sehingga dapat mengaplikasikannya di dunia kerja. 1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah Memahami peran apoteker dalam fungsi klinis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Memahami peran apoteker dalam fungsi managerial di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

100 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tidak terlepas dari sejarah Fakultas Kedokteran karena perkembangan kedua instansi ini saling bergantung dan saling mengisi satu sama lain. Pada tahun 1896, Dr. H. Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan kedokteran di Batavia (Jakarta), saat itu laboratorium dan Sekolah Dokter Jawa masih berada pada satu pimpinan. Kemudian tahun 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi STOVIA, yaitu cikal bakal Fakultas Kedokteran. Pada tanggal 19 November 1919 didirikan CBZ (Centrale Burgelijke Ziekenhuis) yang disatukan dengan STOVIA. Sejak saat itu penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kedokteran semakin maju dan berkembang fasilitas pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas. Bulan Maret 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). Pada tahun 1945, CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON), dipimpin oleh Prof Dr Asikin Widjaya-Koesoema dan selanjutnya dipimpin oleh Prof.Tamija. Tahun 1950 RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Pada Tanggal 17 Agustus 1964, Menteri Kesehatan Prof Dr Satrio meresmikan RSUP menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM), sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, maka diubah menjadi RSCM. Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK MENKES nomor 553/MENKES/SK/VI/1994, berubah namanya menjadi RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. Berdasarkan PP nomor 116 Tahun 2000, tanggal 12 Desember 2000, RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sejak tahun 2005, berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, status Perjan RSCM telah diubah menjadi BLU, yaitu instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan 3

101 4 barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional. yang terkait dengan pelayanan rumah sakit Visi, Misi, Komitmen, dan Nilai Utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Visi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional Terkemuka di Asia Pasifik tahun Misi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai berikut: a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. b. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan. c. Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri. Komitmen RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah Kesehatan dan kepuasaan pelanggan adalah komitmen kami, senantiasa memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk meningkatkan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai pelanggan utama kami. Nilai utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah pasien adalah pelanggan yang utama dan Good Corporate Culture Nilai Budaya dan Motto RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Nilai budaya RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah Profesionalisme, Integritas, Kepedulian, Penyempurnaan Berkesinambungan, Belajar dan Mendidik. Motto RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah R (Respek); S (Sigap); C (Cermat); dan M (Mulia). Logo RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tulisan RSCM dengan huruf Italic Tahoma ke arah kanan berwarna biru yang

102 5 menggambarkan visi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang bergerak menuju Rumah Sakit yang Mandiri dan Terkemuka. Garis lengkung dinamis merah ke arah atas tulisan RSCM merupakan gambaran dinamika RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dalam menyongsong perubahan untuk senantiasa meningkatkan pelayanan prima, hasil pendidikan dan penelitian, produktifitas SDM dan posisi bisnis RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Lambang kesehatan putih dengan dasar biru, merupakan gambaran penyelenggaraan misi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat serta penyelenggaraan pendidikan dan penelitian yang bermutu melalui manajemen yang mandiri sesuai misi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 2.2 Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah satuan kerja fungsional sebagai Pusat Pendapatan di lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang berada di bawah Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker pejabat yang disebut Kepala Instalasi Farmasi Visi Menjadi penyelenggara pelayanan farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan pelanggan di Asia Pasifik tahun Misi a. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan. b. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien. c. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. d. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.

103 6 e. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu. f. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit. g. Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan farmasi Falsafah Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat Nilai Budaya Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki 5 nilai budaya, yaitu Rapi, Ringkas, Resik, Rawat, dan Rajin yang dikenal dengan 5R Tujuan Umum Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan farmasi satu pintu, profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi, bekerja sama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional Tujuan Khusus a. Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi. b. Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling

104 7 pada pasien, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat kanker, melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi pengobatan, bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, dan berperan serta dalam tim/kepanitiaan di rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi serta Panitia Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA) Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mempunyai tugas: melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang optimal meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mempunyai fungsi: a. Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian serta administrasi umum dan keuangan. b. Penyusunan program pelayanan pengelolaan perbekalan farmasi, produksi sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinik rumah sakit serta administrasi dan keuangan. c. Penyusunan rencana kebutuhan perbekalan farmasi rumah sakit, tenaga, sarana dan prasarana penunjang kebutuhan Instalasi Farmasi. d. Menjamin ketersediaan perbekalan farmasi. e. Penyelenggaraan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi. f. Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. g. Penyelenggaraan pelayanan farmasi klinik. h. Penyelenggaraan supervisi, pemantauan, pengawasan dan pengendalian terhadap mutu pelayanan farmasi. i. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium. j. Pengadministrasian penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi. k. Pengadministrasian SDM dan keuangan farmasi. l. Pengembangan kompetensi SDM farmasi.

105 8 m. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan pelayanan farmasi Organisasi Susunan Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (Lampiran 1) terdiri atas: a. Instalasi Farmasi. b. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. c. Sub Instalasi Produksi. d. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang. e. Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan. 2.3 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Sub Instalasi Perbekalan Farmasi adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Dalam menjalankan fungsinya, Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dibantu oleh staf pelaksana fungsional yang terdiri dari a. Penanggung Jawab Perencanaan. b. Penanggung Jawab Penyimpanan dan Pendistribusian. c. Penanggung Jawab Satelit, dan Penanggung Jawab Gas Medis. Tujuan pengelolaan perbekalan farmasi yaitu : a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien. b. Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan. c. Meningkatkan kompetensi/ kemampuan tenaga farmasi. d. Mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna. e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi menyelenggarakan tugas : a. Menyusun rencana program Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. b. Menyelenggarakan kegiatan Perbekalan Farmasi.

106 9 c. Menyusun rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja Sub Instalasi Perbekalan Farmasi d. Mengkoordinasikan perencanaan perbekalan farmasi dengan Bidang Pelayanan Medik dan unit kerja terkait. e. Mengkoordinasikan pengadaan perbekalan farmasi dengan Unit Procurement f. Melaksanakan penerimaan perbekalan farmasi sesuai peraturan yang berlaku. g. Melaksanakan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi sesuai aturan kefarmasian. h. Menyelenggarakan supervisi, pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan perbekalan farmasi baik di satelit farmasi maupun di unit kerja yang tidak memiliki tenaga farmasi. i. Melaporkan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Perbekalan farmasi yang dikelola oleh Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo meliputi obat, alat kesehatan, reagensia, radiofarmaka dan gas medis. Perbekalan farmasi ini kemudian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a. Perbekalan Farmasi Dasar, yaitu perbekalan farmasi yang merupakan kebutuhan dasar dalam perawatan atau tindakan di ruang rawat atau perbekalan farmasi untuk pemakaian bersama oleh pasien pasien, petugas rumah sakit, ruangan, dan alat. Contoh: kapas, cairan antiseptik, verband, plester, desinfektan. b. Perbekalan Farmasi Emergensi, yaitu perbekalan farmasi yang diperlukan segera untuk menyelamatkan jiwa pasien, seperti: Adrenalin, Dobutamin, cairan infus dasar (NaCl 0,9% dan Ringer laktat). c. Perbekalan Farmasi Pelengkap, yaitu perbekalan farmasi kebutuhan individu selain perbekalan farmasi dasar dan emergensi. Contoh: Amlodipin tablet, Metformin tablet, Paracetamol tablet, Propepsa suspensi, dan lain lain. Distribusi obat pelayanan resep : a. Individual. b. Unit dose (dosis unit).

107 10 Walaupun distribusi obat unit dose (dosis unit) adalah tanggung jawab IFRS, hal itu tidak dapat dilakukan di rumah sakit tanpa kerja sama dengan staf medik, perawat, pimpinan rumah sakit dan staf administrasi. Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Akan tetapi, unsur khusus berikut adalah dasar dari semua sistem dosis unit, yaitu : obat dikandung dalam kemasan unit tunggal; di-dispensing dalam bentuk siap konsumsi; dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan penderita pada setiap waktu. Beberapa keuntungan sistem distribusi obat dosis unit yaitu sebagai berikut : a. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar hanya obat yang dikonsumsi saja. b. Semua dosis yang diperlukam pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS. Sehingga perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung penderita. c. Mengurangi kesalahan obat dengan adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasi resep/ order dokter dan membuat profil pengobatan penderita oleh apoteker, dan perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum dikonsumsi. d. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan menulis di unit perawat dan IFRS. e. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita. f. Penyiapan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh IFRS. g. Meningkatkan penggunaan personel professional dan nonprofessional yang lebih efisien. h. Mengurangi kehilangan pendapatan. i. Menghemat ruangan di unit perawat dengan meniadakan persediaan ruah obatobatan. j. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat. k. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumas sakit secara keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/ order sampai penderita menerima dosis unit.

108 11 l. Mengurangi kesempatan salah obat karena kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat, kekuatan, nomor kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat siap dikonsumsikan pada penderita. m. Apoteker dapat dating ke unit perawatan/ ruang penderita, untuk melakukan konsultasi obat, membantu memberikan masukan kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatam penderita yang lebih baik. Sistem Distribusi Obat (SDO) dijalankan dengan metode desentralisasi. Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang didekat unit perawatan. Keuntungan SDO desentralisasi yaitu sebagai berikut: a. Obat dapat segera tersedia untuk dikonsumsikan pada penderita. b. Pengendalian obat dan akuntabilitas semakin baik. c. Apoteker dapat berkomunikasi secara langsung dengan dokter dan perawat d. Sistem distribusi obat berorientasi penderita sangat berpeluang diterapkan untuk penyerahan obat kepada penderita melalui perawat. e. Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan penderita dan dapat berbicara kepada penderita secara efisien. f. Informasi obat dari apoteker segera tersedia bagi dokter dan perawat. g. Waktu kerja perawat dalam distribusi dan penyiapan obat untuk digunakan penderita, berkurang karena tugas itu telah lebih banyak dilakukan personel IFRS desentralisasi. Ada juga kelemahan SDO desentralisasi, yaitu sebagai berikut: a. Diperlukan personel yang bermutu agar pengorganisasian waktu efektif dan tanggung jawab terpenuhi. b. Pengendalian inventarisasi obat di IFRS lebih rumit karena lokasi IFRS cabang yang banyak. c. Alat yang diperlukan lebih banyak dan personel meningkat dalam unit desentralisasi yang kecil. d. Beban kerja distribusi obat.

109 12 Satelit farmasi mempunyai tugas antara lain: a. Mengelola perbekalan farmasi untuk kebutuhan di unit pelayanan medik. b. Mengkoordinasikan pelayanan distribusi perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di unit pelayanan medic. c. Mengelola administrasi dan keuangan perbekalan farmasi yang dilaksanakan satelit. d. Melaporkan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi kepada Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. e. Pedoman Perencanaan : 1) DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit Ketentuan setempat yang berlaku. 2) Data catatan medik. 3) Anggaran yang tersedia. 4) Penetapan prioritas. 5) Siklus penyakit. 6) Sisa persediaan. 7) Data pemakaian periode yang lalu. 8) Rencana pengembangan. Satelit Farmasi sebagaimana disebut diatas terdiri dari : a. Satelit Farmasi Departemen Ilmu Kesehatan Anak. b. Satelit Farmasi Unit Pelayanan Terpadu Rawat Inap Gedung A. c. Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat. d. Satelit Farmasi ICU-ICCU. e. Satelit Farmasi Unit Pelayanan Jantung Terpadu. f. Satelit Instalasi Bedah Pusat. g. Satelit Farmasi Unit Luka Bakar. h. Satelit Farmasi Pusat. i. Satelit Farmasi Kelompok Diskusi Khusus (POKDISUS). j. Satelit Farmasi Poli Geriatri. k. Satelit Farmasi Poli Bedah.

110 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi adalah satuan kerja unit fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Produksi dipimpin oleh seorang pejabat pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Produksi dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Sub Instalasi produksi mempunyai tugas antara lain: a. Menyusun rencana program kegiatan Sub Instalasi Produksi. b. Melaksanakan perencanaan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing. c. Menyusun rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja Sub Instalasi Produksi. d. Melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimapanan bahan baku dan pengemas dari Sub Instalasi Perbekalan Farmasi sesuai peraturan yang berlaku e. Melaksanakan kegiatan pelayanan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit. f. Melaksanakan repacking dan pelayanan aseptic dispensing untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit. g. Mengendalikan dan pengawasan terhadap mutu produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing. h. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi produksi farmasi. i. Melaporkan kegiatan produksi. Dalam menjalankan fungsinya Kepala Sub Instalasi Produksi dibantu oleh staf pelaksana fungsional yang terdiri dari: a. Penanggung Jawab Produksi Sediaan Farmasi. b. Penanggung Jawab Aseptic Dispensing. Kegiatan Sub Instalasi Produksi meliputi produksi sediaan farmasi steril dan non steril, repacking, serta aseptic dispensing. Semua produksi sediaan farmasi non steril dan steril yang akan dibuat merujuk pada buku formula induk. Unit produksi non steril melakukan pengemasan kembali sediaan farmasi yang dilakukan untuk sediaan obat, seperti povidon iodine dan pengenceran alkohol juga dilakukan di unit tersebut. Jumlah dan frekuensi pembuatan serta

111 14 pengemasan kembali sediaan farmasi tersebut disesuaikan dengan sediaan yang diperoleh dari Gudang Perbekalan Farmasi dan kebutuhan Rumah Sakit. Kegiatan aseptic dispensing meliputi kegiatan pengemasan kembali, contohnya gansiklovir, meropenem, dan amoksisilin-klavulanat (co-amoxiclav), IV admixture di CMU 2, penanganan obat-obatan sitotoksik (handling cytotoxic) yang terletak di lantai 8 gedung A, CMU 2, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), serta penanganan nutrisi parenteral di Departemen IKA Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang) adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dipimpin oleh seorang apoteker pejabat pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Dalam menjalankan fungsinya Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dibantu oleh staf pelaksana fungsional yang terdiri dari Penanggung Jawab Pelayanan Farmasi Klinik dan Penanggung Jawab Diklitbang. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang mempunyai tugas: a. Menyusun rencana program kegiatan Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang. b. Melaksanakan kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien, pengidentifikasian masalah terkait penggunaan obat dan alat kesehatan, pemantauan terhadap efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan, pemberian konseling kepada pasien dan keluarga pasien, serta pemberian informasi obat kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga. c. Menyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang. d. Melaksanaan pengembangan profesi SDM farmasi. e. Mengkoordinasikan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kefarmasian.

112 15 f. Mengkoordinasikan pelaksanaan penelitian dan pengembangan pelayanan farmasi. g. Melakukan pemantauan, pengawasan dan pengendalian terhadap mutu pelayanan farmasi. h. Melaporkan kegiatan farmasi klinik dan diklitbang farmasi. (Keputusan Dirut RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, 2010) Farmasi klinik dapat didefinisikan sebagai suatu keahlian profesional dalam bidang kesehatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan keamanan, kerasionalan dan ketepatan penggunaan terapi obat oleh penderita melalui penerapan pengetahuan dan fungsi terspesialisasi dari apoteker dalam pelayanan penderita. Farmasi klinik ini memerlukan pengumpulan data dan interpretasi data penderita serta keterlibatan penderita dan interaksi langsung antar profesional. Sesuai dengan karakteristik dan defenisi pelayanan farmasi klinik ada tiga komponen utama yang mendasari peranan klinik dalam pelayanan farmasi di rumah sakit yaitu komunikasi, konseling dan konsultasi (Siregar, 2003). Tujuan utama pelayanan farmasi klinik adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat. Oleh karena itu misi farmasi klinik adalah meningkatkan dan memastikan kerasionalan kemanfaatan dan keamanan terapi obat. Praktisi profesional kesehatan lainpun berbagi fungsi dalam melaksanakan misi ini, namun hal ini bukan merupakan satu-satunya perhatian intensif mereka (Siregar, 2003) Farmasi klinik di ruang rawat inap Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan di Ruang Rawat Inap antara lain: a. Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administarasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis atau biasa disebut dengan skrining resep. Persyaratan administrasi meliputi: 1) Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. 2) Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter. 3) Tanggal resep.

113 16 4) Ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasi meliputi: 1) Bentuk dan kekuatan sediaan. 2) Dosis dan Jumlah obat. 3) Stabilitas dan ketersediaan. 4) Aturan, cara dan tehnik penggunaan. Persyaratan klinis meliputi: 1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat. 2) Duplikasi pengobatan. 3) Alergi, interaksi dan efek samping obat. 4) Kontra indikasi. 5) Efek adiktif. b. Medication History Taking (MHT) Sasaran MHT adalah untuk memperoleh informasi tentang riwayat penggunaan obat yang dapat membantu dalam diagnosis dan pengobatan pasien. Tujuan utama dari MHT yaitu : 1) Membuktikan reaksi alergi dan reaksi obat yang merugikan. 2) Memeriksa resep/order obat yang ditulis pada waktu masuk rumah sakit. 3) Menetapkan respon pasien terhadap obat. 4) Menetapkan kepatuhan pasien pada regimen obatnya. 5) Penapisan interaksi obat. 6) Mengkaji penyalahgunaan obat. Dengan dilakukan MHT juga dapat memberikan informasi obat yang digunakan pasien sebelum masuk RS baik obat resep, otc maupun herbal, apakah masih digunakan atau tidak sehingga dapat dilakukan pencegahan terhadap duplikasi obat, interaksi dan drug related problem (DRP) lain yang mungkin terjadi. MHT dilakukan menurut prioritas yaitu pada pasien yang menerima obat yang berkelanjutan (pasien kronis), pasien dengan mutiregimen obat atau status mutipenyakit yang harus mendapat perhatian apoteker, pasien dengan riwayat efek samping obat, pasien geriatri/pediatri, pasien yang menerima obat dengan indeks terapi yang sempit.

114 17 c. Monitoring atau Pemantauan terapi obat Kegiatan pemantauan pengobatan pasien tidak dilakukan pada semua resep yang diberikan kepada pasien. Kegiatan tersebut diprioritaskan bagi pasienpasien yang memperoleh obat lebih dari 4 macam atau pasien yang memperoleh obat dengan indeks terapi sempit. Monitoring dilakukan dengan pengecekan terhadap adanya diskrepansi yaitu perbedaan antara resep, kardeks dan status pasien. Bila terdapat perbedaan, apoteker menindak lanjuti dengan menghubungi dokter atau perawat terkait masalah yang ditemukan. Kegiatan monitoring ini dilakukan dengan mengisi lembar monitoring pengobatan pasien. Contoh formulir monitoring pengobatan dapat dilihat pada lampiran 4. d. Ronde/Visite Pasien Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan dilakukan ronde adalah untuk memastikan pengobatan yang diterima pasien sesuai dengan rencana, menilai kemajuan pasien, mendiskusikan rencana pengobatan selanjutnya dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Dengan dilakukannya ronde, dapat diketahui pula efek samping yang terjadi dan permasalahan lain serta membuat catatan tentang penyelesaian masalah tersebut. Ronde yang dilakukan di Rawat Inap Terpadu belum terjadwal, untuk ronde di ICU dilakukan setiap hari. e. Bedside Counseling Konseling obat pasien pulang umumnya dilakukan pada pasien-pasien yang memperoleh resep dengan polifarmasi maupun pasien yang memperoleh obat dengan cara penggunaan khusus atau yang memerlukan kepatuhan khusus. Karena di setiap lantai belum terdapat ruang konseling khusus, maka konseling dilakukan dengan metode bedside counseling (di sisi tempat tidur) pasien yang akan pulang. Sebelum memberikan konseling, apoteker harus mengisi formulir konsultasi yang dibuat rangkap dua. Lembar asli konseling tersebut diberikan kepada pasien sebagai informasi tertulis. f. Pelayanan informasi obat Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan farmasi klinik yang bersifat pasif, dalam arti kegiatan ini baru dilaksanakan apabila ada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada apoteker penanggung jawab lantai. Pertanyaan dapat

115 18 berasal dari berbagai macam pihak, seperti dokter, perawat, pasien, keluarga pasien, dan lain-lain. Dalam pelayanan informasi obat digunakan pustaka yang berupa buku-buku teks terbaru yang up-to-date maupun jurnal-jurnal kesehatan serta akses internet. Pencatatan perlu dilakukan setelah pelayanan informasi obat dilakukan sebagai dokumentasi. Dokumentasi akan bermanfaat apabila ada pertanyaan lain yang serupa di kemudian hari. Selain itu, dari dokumentasi dapat diketahui topik pertanyaan yang paling sering diajukan sehingga apoteker dapat memperdalam pengetahuan mengenai topik pertanyaan tersebut. g. Pemantauan penggunaan antibiotik Kegiatan pemantauan tersebut dilakukan dengan memantau dosis antibiotik yang digunakan maupun masalah yang berkaitan dengan antibiotik. Hasil pemantauan tersebut kemudian didiskusikan dalam pertemuan apoteker yang membahas kasus klinik setiap hari Rabu. Hasil diskusi umumnya akan menghasilkan suatu rekomendasi yang harus disampaikan kepada dokter untuk mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan dari masalah yang berkaitan dengan antibiotik tersebut. Sebagaimana kegiatan farmasi klinik yang lain, pemantauan penggunaan antibiotik tersebut juga harus didokumentasikan Farmasi klinik pada pasien rawat jalan Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan di Poli Geriatri dan Poli PJT adalah konseling pasien. Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat. Konseling dilakukan pada pasien geriatri dengan kriteria pasien rujukan dokter, pasien dengan penyakit kronis, pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit atau pasien polifarmasi. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien mengenai nama obat, tujuan pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, dan cara penyimpanan obat. Konseling diawali dengan 3 prime question yaitu menanyakan kepada pasien apa yang sudah dikatakan dokter tentang obat, penyakit, dan harapan/tujuan pengobatan. Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dilakukan dengan metode open-ended

116 19 question. Pada akhir konseling, dilakukan verifikasi untuk memastikan pemahaman pasien tentang apa yang telah dijelaskan dan didiskusikan. Kegiatan farmasi klinik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo telah dilakukan di beberapa tempat, yaitu di ruang Rawat Inap Terpadu Gedung A, IKA, ruang ICU, Poli Geriatri, Unit Pelayanan Jantung Terpadu (PJT), dan Kencana. 2.6 Keterlibatan farmasi dalam kepanitiaan Pelaksana Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan suatu tim pelaksana yang dibentuk rumah sakit dengan tujuan antara lain : a. Tercapainya peningkatan mutu dalam pemakaian antibiotik di rumah sakit melalui kerja sama dengan empat pilar yang terdiri dari Panitia Farmasi dan Terapi, Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS), Tim Mikrobiologi Klinik dan Tim Farmasi Klinik. b. Terlaksananya pengawasan, pemantauan, dan pengendalian prosedur pemakaian antibiotik di masing-masing unit, agar tidak menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. c. Terlaksananya evaluasi pelaksanaan pemakaian antibiotik. d. Terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam pengendalian resistensi antimikroba. Tim PPRA melaksanakan pengawasan dan pengendalian penggunaan antimikroba secara bijak (meliputi efikasi, biaya, keamanan, kenyamanan) di RSUPN. Tim PPRA terdiri dari: a. Tim inti yaitu: 1) Perwakilan dari Panitia Farmasi dan Terapi. 2) PPIRS. 3) Spesialis Farmasi Klinik. 4) Spesialis Mikrobiologi Klinik b. Perwakilan dari Departemen Patologi Klinik. c. Perwakilan Departemen Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Departemen Kebidanan dan Kandungan, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak.

117 20 d. Perwakilan Divisi Penyakit Tropik Dept. Ilmu Penyakit Dalam. e. Perwakilan Bidang Pelayanan Medik dan bidang Keperawatan. Organisasi PPRA meliputi Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang terdidi dari unsur klinisi (mewakili Departemen/UPT/Instalasi terkait), perawat, apoteker, spesialis Mikrobiolgi Klinik, spesialis Patologi Klinik, spesialis Farmakologi Klinik, dan Konsultan Penyakit Tropik Infeksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh Pokja PPRA dari berbagai Departemen/UPT/Instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan penggunaan antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap sebagai anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat Departemen/Instalasi/UPT sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011): a. Departemen Penyakit Dalam b. Departemen Bedah c. Departemen IKA d. Departemen Obstetri dan Ginekologi e. Departemen Kulit dan Kelamin f. Departemen Gigi dan Mulut g. Departemen Bedah Syaraf h. Departemen Mata i. Departemen Neurologi j. Departemen Urologi k. Departemen THT l. ICU m. Unit Pelayanan Luka Bakar n. Pelayanan Jantung terpadu o. Instalasi Gawat Darurat Tugas pokok Tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba PPRA memilki fungsi, antara lain: a. Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik b. Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui koordinasi empat pilar.

118 21 c. Menyusun Program Kerja Tim PPRA dan Pokja PPRA Departemen/UPT/Instalasi. d. Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan antibiotik secara bijak. e. Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini 3. f. Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi kuman, insiden MRSA. Tim PPRA menyelenggarakan pertemuan berkala secara terencana, minimal satu bulan sekali untuk membahas program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi hasil keputusan rapat secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan pihak terkait (Departemen/UPT/Instalasi Pelayanan dan empat pilar PPRA). 2.7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama. Keanggotaannya diperbaharui maksimal setiap 5 tahun sekali. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. Ketua, sekretaris dan 2 (dua) anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian. Setiap departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris dan 2-3 orang anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex officio PFT tingkat RSCM. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium. PFT juga mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya. Tugas PFT mencakup : a. Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi. b. Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.

119 22 c. Menyusun formularium obat, dan daftar alat kesehatan, dan reagensia; dan memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. PFT harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat yang indikasinya sama. d. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman dan hemat biaya. e. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan dan penggunaan obat kepada staf medis RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. f. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan penggunaan perbekalan farmasi. g. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. h. Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya 1 bulan sekali guna membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan perbekalan farmasi. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien (Formularium RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, 2012).

120 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Gudang merupakan sarana yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, obat jadi dan alat kesehatan yang belum didistribusikan, begitu juga halnya dengan fungsi gudang perbekalan farmasi pusat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Struktur organisasi dari gudang perbekalan farmasi pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo berada dibawah pengawasan seorang penanggung jawab gudang. Gudang farmasi memiliki 15 orang karyawan yang terdiri dari 11 orang asisten dan 4 orang pekarya. Waktu pelayanan gudang perbekalan farmasi yaitu dari jam yang terbagi dalam 2 shift. Kegiatan gudang farmasi meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan dan pengendalian, serta pemusnahan Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi Perencanaan perbekalan farmasi disusun oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang dilakukan tiap dua kali dalam setahun. Perencanaan ini dibuat berdasarkan usulan-usulan dari tiap departemen / UPT / Instalasi. Masing-masing departemen / UPT/ Instalasi harus mengajukan usulan kebutuhan sebelum tanggal 1 September untuk kebutuhan periode Januari Juni tahun berikutnya dan sebelum tanggal 1 Maret untuk kebutuhan periode Juli Desember. Kemudian instalasi Farmasi akan mengolah, menilai dan mengompilasi usulan kebutuhan perbekalan farmasi tersebut menjadi perencanaan perbekalan farmasi. Perencanaan perbekalan farmasi harus mengacu pada formularium. Selain itu juga mengacu pada pedoman pelayanan medik departemen, volume kegiatan pelayanan (jumlah pasien, jumlah tindakan), laporan penggunaan 3 bulan terakhir, rencana pengembangan pelayanan dan sisa stok perbekalan farmasi di unit pelayanan. 23

121 24 Perencanaan yang telah dirumuskan tersebut kemudian diajukan ke bidang Pelayanan Medik untuk dinilai dan direkapitulasi. Apabila pengajuan tersebut disetujui oleh Direktur Medik dan Keperawatan maka dokumen perencanaan akan diteruskan ke Direktur Keuangan. Apabila Direktur Keuangan menyetujuinya kemudian akan dikirim instruksi dari Direktur Keuangan kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk melakukan pengadaan barang sesuai perencanaan dengan mengeluarkan Surat Keterangan Persetujuan Penggunaan Anggaran. Pengadaan barang dilakukan secara pelelangan (tender) terbuka, dimana diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada distributor untuk menawarkan produknya, kemudian Unit Layanan Pengadaan akan memilih distributor yang memenuhi kriteria yang diinginkan serta memiliki reputasi yang baik. Kemudian Unit Layanan Pengadaan akan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada para distributor yang telah terpilih. Data mengenai distributor yang terpilih juga akan dikirimkan oleh Unit Layanan Pengadaan kepada Instalasi Farmasi dan juga Gudang Perbekalan Farmasi. Kemudian Instalasi Farmasi akan mengeluarkan Surat Pesanan ke distributor-distributor untuk mengadakan barang sesuai kebutuhan. Surat Pemesanan obat hanya berlaku selama 3 hari, jika melebihi batas waktu tersebut maka harus dibuat Surat Pesanan baru kembali Penerimaan Perbekalan Farmasi Perbekalan farmasi yang telah dipesan kemudian akan dikirimkan ke gudang perbekalan farmasi oleh distributor buntuk kemudian diterima oleh Panitia Penerimaan RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo. Kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap barang yang diterima untuk memastikan bahwa barang yang diantar sesuai dengan SP (Surat Pesanan). Pemeriksaan barang meliputi pemeriksaan nama barang, jumlah barang, tanggal kadaluarsa, pemeriksaan fisik, jenis barang, spesifikasi, cara pengiriman dan MSDS (Material Safety Data Sheet) untuk bahan-bahan berbahaya. Selain itu Panitia Penerimaan juga akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen yakni Surat Pesanan, Faktur / Surat Jalan dan Surat Perintah Kerja Kontrak. Jika semua pemeriksaan telah lengkap, selanjutnya faktur akan ditandatangani oleh Panitia Penerimaan RSUPN Dr. Cipto

122 25 Mangunkusumo beserta nama jelas dan tanggal penerimaan. Data dari perbekalan farmasi yang diterima ini akan dicatat secara komputerisasi Penyimpanan Perbekalan Farmasi Penyimpanan perbekalan farmasi di gudang pusat dipisahkan berdasarkan jenis obat dan alat kesehatan, bentuk sediaan (oral, topikal, injeksi), obat generik, obat nama dagang, dan disusun secara alfabetis. Perbekalan farmasi juga disimpan berdasarkan stabilitas penyimpanannya pada suhu tertentu, yaitu suhu ruangan (15-30 C), suhu sejuk (8-15 C), suhu dingin (2-8 C). obat-obat khusus seperti narkotika, psikotropika, dan obat mahal juga harus dipisah penyimpanannya. Narkotika disimpan dalam lemari khusus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Obat psikotropika dan obat mahal dipisah dalam lemari yang terkunci. Penyimpanannya juga berdasarkan pada sistem First Expired First Out (FEFO) dan First in First Out (FIFO). Menurut standar Joint Comission International (JCI), obat tertentu perlu diberikan label pada kemasan primer dan lemari tempat penyimpanannya seperti obat high alert dan obat kanker. Selain itu, terdapat pu;a pelabelan pada kotak penyimpanannya, yaitu obat LASA (Looks Alike Sound Alike) Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun Bahan berbahaya dan beracun meliputi kimia beracun (toxic), korosif (corrosive), mudah terbakar (flammable), oksidator, reaktif terhadap asam, gas bertekanan, dan radioaktif. Dalam penyimpanan B3, setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan label serta dilengkapi dengan lembar data keselamatan bahan (Material Safety data Sheet) dan sesuai dengan pengelompokkannya Pendistribusian Perbekalan Farmasi Pendistribusian perbekalan farmasi oleh gudang farmasi dilakukan setiap hari dengan jadwal yang berbeda-beda antar satelit dan departemen. Sistem pendistribusian perbekalan farmasi di gudang pusat ada dua cara yaitu secara on line dan secara manual. permintaan perbekalan farmasi secara on line diawali dengan pengiriman daftar permintaan barang secara on line yang dikirim ke

123 26 gudang, kemudian dicetak oleh gudang, dan barang akan segera disiapkan. Sedangkan permintaan secara manual dari tahap penerimaan formulir permintaan perbekalan farmasi yang berisi nama perbekalan farmasi, jumlah yang diminta dan satuan perbekalan farmasi. Petugas gudang akan mengisi jumlah perbekalan farmasi pada formulir permintaan sesuai dengan jumlah yang dapat dipenuhi. Setelah perbekalan farmasi yang diminta disiapkan, dilakukan proses serah terima dari petugas gudang kepada petugas satelit atau unit pengguna yang meminta dengan ditandatangani oleh pihak yang menyerahkan dan pihak yang menerima perbekalan farmasi dan diketahui oleh kepala unit/satelit. Surat permintaan barang ini dibedakan untuk obat, alkes dan narkotika. Pencatatan secara komputerisasi kemudian dilakukan untuk penyesuaian stok barang yang telah didistribusikan Pengawasan dan Pengendalian Perbekalan Farmasi Pengawasan dan pengendalian perbekalan farmasi bertujuan untuk menjaga ketersediaan obat yang optimum dan efisiensi biaya pembelian perbekalan farmasi. Pengawasan dan pengendalian ini dilakukan pada tahap penyimpanan dan pendistribusian, terutama untuk obat-obat narkotika, psikotropika, dan obat-obat mahal. Selain itu pengendalian perbekalan farmasi juga dilakukan dengan mengadakan stock opname setiap tiga bulan sekali Pemusnahan Perbekalan Farmasi Pemusnahan perbekalan farmasi dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun. Pemusnahan ini dilakukan untuk obat-obat yang tidak lagi memenuhi syarat penggunaannya serta untuk obat-obat yang sudah melewati batas kadaluarsa yang telah ditentukan. Berita acara pemusanahan ditandatangani oleh panitia, saksi dan Direktur Utama RSUPN. Proses pemusnahan perbekalan farmasi disaksikan oleh perwakilan dari Kementerian Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan. 3.2 Satelit Pusat (SP) Satelit Pusat (SP) merupakan satelit farmasi yang memberikan pelayanan selama 24 jam yang terbagi menjadi tiga shift; yaitu shift pagi, sore, dan malam.

124 27 Dalam melakukan pelayanan peresepan, Satelit Pusat memiliki seorang apoteker penanggung jawab yang dibantu oleh 11 asisten apoteker dan 3 orang juru resep. Apoteker di Satelit Pusat bertanggung jawab atas semua kegiatan yang berlangsung di Satelit Pusat, mulai dari pengelolaan perbekalan farmasi sampai dengan hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan obat kepada pasien. Asisten apoteker memiliki tugas dalam proses peracikan dan penyiapan peresepan obat pasien serta memverifikasi resep pasien. Sedangkan pekarya memiliki tugas untuk membantu dalam penyiapan obat, misalnya mengantarkan/mengambil perbekalan farmasi ke ruang produksi (apabila ada permintaan untuk dilakukan re-packing, pengoplosan, atau permintaan sediaan khusus) Pelayanan Peresepan Pelayanan peresepan yang dilayani oleh SP adalah pelayanan peresepan pasien rawat jalan dan pasien rawat inap, baik itu pasien jaminan maupun pasien tunai. Pasien rawat jalan yang dilayani adalah pasien poli hematologi-onkologi (dewasa dan anak), poli kebidanan, poli bedah digestive, poliklinik thalasemia, poli bedah tumor dan lain-lain yang terdapat resep kemoterapi atau resep yang mengandung obat-obat yang berhubungan dengan darah (misalnya, poliklinik Hemodialisa). Sedangkan pasien rawat inap yang dilayani adalah pasien-pasien yang berasal dari Unit Luka Bakar (ULB), Bedah Anak (BCH), Intensive Care Unit (ICU) shift malam, Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) shift malam, Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) sore dan malam, Paviliun Tumbuh Kembang (PTK), Perinatologi, dan Psikiatri baik dewasa maupun anak. Selain melayani pasien dari internal RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, SP juga melayani resep dari rumah sakit, klinik, apotek dan praktek dokter lainnya. Sistem peresepan yang dilayani di SP ini ada dua bentuk yaitu peresepan online dan manual. Peresepan online berasal dari Unit Bedah Anak (BCH) dan Unit Luka Bakar (ULB). Sedangkan peresepan manual berasal dari unit-unit selain dua unit diatas.

125 Alur Pelayanan Resep Alur pelayanan resep di SP dibagi atas 2 alur, yaitu alur pelayanan resep pasien rawat jalan dan alur pelayanan resep pasien rawat inap. Alur pelayanan resep pasien rawat jalan adalah, resep datang dari poli klinik masuk ke SP, kemudian dilakukan pengecekan syarat administratif, verifikasi resep, proses dispensing, double checking kemudian obat dan/atau perbekalan farmasi lainnya diserahkan kepada pasien. Untuk pasien jaminan, maka pada proses pengecekan administratif harus melengkapi beberapa syarat tambahan selain dari resep asli yaitu Surat Jaminan Pelayanan dan kwitansi poli klinik. Sedangkan untuk pelayanan pasien rawat inap, alur pelayanan peresepannya adalah, resep datang dari ruangan, masuk ke SP, dilakukan proses pengecekan administratif, verifikasi resep, dispensing, double checking, dan penyerahan obat kepada petugas ruangan untuk diantarkan ke ruang rawat. Pada proses pengecekan administratif, untuk pasien jaminan harus menyertakan surat jaminan pelayanan dan Identitas Pasien Rawat Inap (IPRI). Dan untuk resep-resep obat kemoterapi harus disertai dengan protokol dan jadwal kemoterapi, untuk resep antibiotik lini ke-2 harus disertai dengan hasil kultur, dan untuk resep albumin harus disertai dengan hasil laboratorium Sistem Pengelolaan Perbekalan Farmasi Satelit Pusat mengelola lebih dari 2000 jenis perbekalan farmasi yang meliputi obat kemoterapi, obat khusus tertentu, obat generik, obat paten, obat askes, narkotika, psikotropika, nutrisi, dan alat-alat kesehatan. Dalam mengelola jenis-jenis perbekalan farmasi tersebut SP tidak lepas dari proses perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pengawasan. Perencanaan perbekalan farmasi di SP dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu sesuai dengan jadwal rutin defekta, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Selain dari defekta rutin, SP juga melakukan defekta cito yang merupakan defekta sewaktu yang dilakukan tergantung permintaan pada waktu tertentu. Setelah dilakukan perencanaan, maka dilakukan defekta ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Defekta ini diambil

126 29 oleh asisten apoteker ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, untuk kemudian disimpan di SP. Penyimpanan perbekalan farmasi di SP dilakukan berdasarkan bentuk sediaan yang disusun secara alfabetis. Selain dari itu, terdapat penyimpanan secara khusus untuk perbekalan farmasi yang termasuk kedalam obat-obatan high alert yang disimpan di lemari khusus dan juga terdapat lemari khusus dua pintu dan dua kunci untuk obat-obatan golongan narkotika. Setelah itu perbekalan farmasi akan didistribusikan kepada pasien sesuai dengan resep yang masuk. Untuk proses pengawasan perbekalan farmasi, pada satelit ini disediakan kartu stock untuk setiap jenis perbekalan farmasi yang disimpan. Dimana dilakukan pencatatan untuk setiap perbekalan farmasi yang masuk dan keluarnya. Kartu ini secara rutin diperiksa dan di cek setiap harinya untuk menghindari terjadinya kesalahan. Untuk pengendalian persediaan perbekalan farmasi di SP, maka untuk siklus perencanaan selanjutnya dalam sistem pengelolaan PF di SP, dilakukan berdasarkan stok yang ada dan jumlah pemakaian sebelumnya. 3.3 Instalasi Gawat Darurat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan salah satu unit pelayanan medis untuk pasien gawat darurat yang membutuhkan pemeriksaan medis segera. Instalasi Gawat Darurat berfungsi menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Instalasi Gawat Darurat memberikan pelayanan yang cepat, tanggap dan sigap pada pasien. Alur pasien baru IGD harus dilakukan pemeriksaan oleh dokter triase terlebih dahulu atau perawat kemudian ditentukan bagaimana kondisi pasien untuk menentukan penanganan selanjutnya. Triase merupakan proses pemilahan pasien berdasarkan kondisi ABCD (Airway- Breathing-Circulation-Disability), diantaranya adalah : a. Primary triase, dilakukan oleh perawat menilai kondisi pasien yang mengancam nyawa berdasarkan ABCD dengan alat bantu form triase, untuk

127 30 pasien resus atau emergensi dilakukan walk in triase. b. Secondary Triase, dilakukan oleh dokter jaga melakukan pemeriksaan tanda vital dan jika diperlukan dapat melakukan pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, EKG). Setelah melewati triase, kondisi pasien dapat digolongkan menjadi : a. Resusitasi : Pasien dengan kondisi mengancam nyawa harus mendapat pertolongan segera. b. Emergensi : Pasien dengan kondisi gawat darurat yang harus mendapat pertolongan dalam waktu 5-10 menit. c. Urgent : pasien dengan kondisi darurat tidak gawat yang harus ditolong dalam waktu maksimal 30 menit. d. Non Urgent : pasien dengan kondisi stabil tetapi dengan kemungkinan atau mempunyai riwayat penyakit serius dapat menunggu pertolongan dalam waktu 60 menit. e. False emergency : pasien dengan kondisi stabil tanpa riwayat penyakit serius dapat menunggu pertolongan dalam waktu 120 menit. Pasien yang masuk kriteria urgent, emergensi dan resusitasi akan mendapatkan pelayanan segera. Pasien non urgent akan masuk kedalam ruang gawat darurat dan duduk di kursi tunggu. Pasien false emergensi akan diarahkan ke klinik false emergensi / clinic ambulatory dan diperiksa oleh dokter umum jaga. Kriteria Pasien IGD diantaranya adalah sebagai berikut : a. Setiap pasien dalam kondisi tidak stabil, harus di stabilkan di IGD. b. Pasien Psikiatri yang gaduh gelisah dilayani di ruang periksa psikiatri oleh dokter jaga psikiatri. c. Pasien anak (<16 tahun) yang datang ke IGD harus melalui triase. 1) Pasien Resusitasi dibawa ke ruang resusitasi. 2) Pasien lainnya dibawa ke ruang pelayanan akut anak dan neonatus, dengan tanda berdasarkan kriteria emergensi, urgent dan non urgent. 3) Pasien anak false emergency akan diperiksa di luar. d. Pasien wanita korban kekerasan seksual akan diperiksa dan ditatalaksana oleh

128 31 dokter jaga obgyn (wanita, atas permintaan pasien) di lantai 3. Dokter jaga forensik mendampingi dan melakukan pemeriksaan setelah kondisi pasien stabil. e. Pasien Geriatri dengan resiko jatuh, dimasukkan dalam kriteria urgent. f. Pasien dengan Non-emerging infectious disease yang datang ke IGD tetap melalui triase dan dibawa keruang infeksi melalui pintu rawat anak Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat merupakan bagian dari pelayanan penunjang medis di Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang melayani resep-resep pasien IGD RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo semua jaminan, mengelola dan menyimpan perbekalan farmasi. Satelit farmasi IGD dikelola oleh 1 apoteker pengelola, 12 asisten apoteker lulusan D3 Farmasi, 9 asisten apoteker lulusan Sekolah Menengah Farmasi dan 2 orang pekarya Pelayanan Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Satelit farmasi IGD memberikan pelayanan resep selama 24 jam bagi pasien IGD dengan semua jaminan, pasien terlantar, dan pasien umum.terdapat dua satelit farmasi yaitu satelit farmasi lantai 1 dan lantai 4. Satelit farmasi lantai 1 melayani resep resep manual dan paket untuk pasien di lantai 1-3. Sedangkan satelit farmasi lantai 4 hanya melayani ruang OK (ruang operasi). Resep lantai 1 hanya dipersiapkan untuk satu kali pemakaian dan resus (menggunakan paket). Resep lantai 2 disiapkan untuk satu hari pemakaian. Resep lantai 3 disiapkan satu kali pemakaian kecuali ruang rawat. Resep lantai 4 OK cito dilayani berupa paket. Satelit farmasi IGD juga melayani distribusi ruangan per shift, implant ortopedi dan pengawasan troli emergensi. Alur pelayanan resep di satelit farmasi IGD yaitu mulai dari penerimaan resep, input resep di komputer, dispensing, pembuatan etiket, pengemasan, dan penyerahan perbekalan farmasi sesuai resep. Resep dari tiap-tiap ruangan terbagi berdasarkan kondisi dan tingkat kegawatan pasien saat masuk IGD.

129 Pengadaan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Alur pengadaan perbekalan farmasi di satelit farmasi IGD yaitu mulai dari perencanaan, pembuatan defekta yang ditujukan ke gudang perbekalan pusat, pengambilan barang yang didefekta sampai barang dibawa ke statelit farmasi IGD. Pengadaan dilakukan dua kali dalam seminggu pada hari selasa dan jumat, defekta terpisah antara alat kesehatan dan obat. Defekta bisa dilakukan lebih dari dua kali yang disebut dengan defekta cito yaitu defekta untuk obat/alkes yang dibutuhkan dalam kondisi mendesak Distribusi Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Sistem distribusi perbekalan farmasi di satelit farmasi IGD merupakan sistem distribusi individual prescription, floor stock dan sistem paket. Dengan sistem individual prescription, obat atau alat kesehatan disiapkan sesuai dengan resep yang ditulis dokter untuk satu kali penggunaan. Sistem floor stock hanya terbatas untuk obat emergensi dalam troli emergensi yang tersedia di ruang perawatan pasien dan BMHP. Di satelit farmasi IGD juga diterapkan sistem paket untuk distribusi obat atau alat kesehatan yang sering digunakan. Daftar obat atau alat kesehatan yang termasuk paket ditentukan oleh unit perawatan. Dengan sistem paket akan memudahkan farmasi dalam memberikan pelayanan yang lebih cepat dan perawat lebih mudah mendapatkan obat/alkes yang diperlukan dalam kondisi cito/mendesak Penyiapan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Penyiapan pebekalan farmasi dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan di satelit farmasi IGD. Penyiapan yang dilakukan seperti mengemas paket-paket yang dibutuhkan untuk pertolongan darurat yaitu paket resus dewasa dan anak, paket jantung resus, paket tokolitik, paket status epileptikus, paket topangan hidup resus, paket CVC (Central Venous Cathether) resus, paket hipertensi resus, paket antisipasi HPP, paket PEB, paket catheter, dan paket CHF (Congestive Heart Failure) / Decom resus. Paket-paket ini disimpan di satelit farmasi IGD dan sebagian ada di ruang rawat.

130 Pengawasan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Pengawasan perbekalan farmasi sangat diperlukan untuk menjaga ketersediaan obat dan alat kesehatan di satelit farmasi IGD. Pengawasan dilakukan pada tahap penyimpanan dan pendistribusian, terutama untuk obat-obat narkotika, psikotropika, obat-obatan lainnya dan alat kesehatan yang mahal. Untuk proses pengawasan perbekalan farmasi, pada satelit farmasi IGD disediakan kartu stok untuk setiap jenis perbekalan farmasi yang disimpan. Dimana dilakukan pencatatan untuk setiap perbekalan farmasi yang masuk dan keluar. Kartu ini secara rutin diperiksa dan di cek setiap harinya untuk menghindari terjadinya kesalahan. Bentuk pengawasan perbekalan lainnya seperti pemakaian kunci disposable untuk troli emergensi dan kunci plastik pada paketpaket di ruangan. 3.4 Satelit Farmasi Gedung A Gedung A merupakan tempat Pelayanan Rawat Inap Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo dengan pelayanan yang terstandarisasi. Adanya gedung A merupakan satu wujud komitmen peningkatan mutu Pelayanan Rawat Inap di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo. Sesuai dengan namanya, Pelayanan Rawat Inap Terpadu ini terdiri dari 9 bagian, antara lain yaitu terdiri dari Kandungan dan Kebidanan, Bedah, Bedah Syaraf, Telinga Hidung Tenggorokan (THT), Penyakit Dalam, Anestesi, Mata, Kulit dan Kelamin, dan Geriatri. Didukung oleh peralatan dan fasilitas modern rawat inap terpadu, sesuai dengan konsepnya, seluruh kebutuhan pasien diupayakan semaksimal mungkin dilayani dalam satu atap. Konsep pelayanan ini sangat membantu pasien untuk memperoleh fasilitas pelayanan. Gedung A merupakan Unit Rawat Inap terbesar di Indonesia dengan 8 lantai, terdiri dari 169 kamar rawat, dan total kapasitas 656 tempat tidur menempati bangunan seluas m 2. Berorientasi pada Continous Quality Improvement, Gedung A menerapkan Dimensi Mutu Dalam Pelayanan. Sebagai bagian dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Gedung A memiliki dokter spesialis maupun perawat. Para dokter senior, ahli, dan

131 34 profesional berbagai disiplin ilmu kedokteran siap melayani pasien dengan kemampuan terbaik yang dimilikinya. Perawat, merupakan rekan para dokter dalam merawat pasien, memiliki keterampilan dan pengetahuan ilmu kedokteran dan keperawatan yang memadai, sehingga dapat memberikan perawatan optimal kepada pasien. Gedung A memiliki sistem informasi manajemen rumah sakit yang berbasis komputerisasi. Sistem manajemen klinik maupun finansial pasien dirangkum dalam satu kesatuan sistem informasi yang terintegrasi sehingga memungkinkan Gedung A melakukan kerja sama dengan pihak ke-3 (perusahaan atau asuransi) Fasilitas a. Ruang Rawat Tabel 3.1 Fasilitas ruang rawat inap di Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Lantai Zona A Zona B 1 Ruang rawat anak Ruang rawat kelas khusus dewasa 2 Ruang rawat penyakit dalam Ruang rawat kebidanan Ruang rawat kebidananan 3 Ruang rawat kelas khusus Ruang rawat kelas khusus dewasa dewasa 4 Ruang rawat bedah Ruang rawat bedah - Ruang rawat saraf - Ruang rawat bedah syaraf 5 - Ruang rawat stroke - HCU (High Care Unit) bedah saraf Ruang rawat kelas khusus - Ruang rawat HCU dewasa 6 dewasa - ICU (Intensive Care Unit) anak - Ruang rawat penyakit dalam 7 Ruang rawat penyakit dalam - Ruang rawat penyakit dalam dewasa dewasa

132 35 Tabel 3.1 Fasilitas ruang rawat inap di Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (lanjutan) Lantai Zona A Zona B 7 - THT, mata dan kulit 8 - Geriatri dan Ruang Infeksi Ruang rawat hematologi Imunitas Menurun (RIIM) dewasa b. Pelayanan Penunjang Medik 1) Pelayanan Sitostatik Obat sitostatika adalah obat yang digunakan dalam pengobatan kanker (antineoplastik). Peracikan obat kanker atau sitostatika adalah kegiatan rekonstitusi (pencampuran) obat-obat sitostatik dan penyiapannya agar siap digunakan dengan mempertimbangkan dasar-dasar keamanan bagi pekerja dan lingkungan serta prinsip dasar pencampuran obat steril. Tujuan pokok pelayanan sitostatik yaitu merekonstitusi atau mengoplos obat kanker. Sebelum melakukan penyiapan atau rekonstitusi obat kanker petugas farmasi melakukan persiapan-persiapan terlebih dahulu seperti mengeluarkan obat dari kemasan tersier dan menyiapkan etiket yang akan ditempelkan pada sediaan jadi obat kanker. Petugas yang akan melakukan penyiapan obat kanker atau rekonstitusi harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap seperti penutup kepala, sarung tangan, masker, penutup mata (google) dan penutup kaki. Ruang penyiapan obat sitostatik dibuat khusus dengan tekanan udara negatif sehingga tidak akan mencemari pekerja. Pencampuran dilakukan dalam Laminar Air Flow (LAF) vertikal yang memiliki penyaring udara agar udara yang masuk steril dan udara yang keluar bebas dari cemaran obat kanker. Penyiapan obat kanker di Gedung A dilakukan di Lantai 8, dan dikhususkan melayani kebutuhan sitostatik untuk pasien rawat inap di Gedung A. Pelayanan sitostatik ini juga melayani permintaan resep dari pasien kencana dan pasien rawat jalan yang membeli obat di Satelit Pusat. Penulisan resep dilakukan dengan sistem elekronik yang disebut dengan Electronic Health Record (EHR), dimana resep yang diminta dipesan melalui komputer secara online, resep akan diverifikasi terlebih dahulu di depo farmasi lantai 8, baru kemudian di oplos di

133 36 dalam ruang sitostatik sesuai dengan protokol yang ditulis oleh dokter. Protokol dan formulir pelayanan pencampuran obat sitostatika akan diantarkan oleh perawat ke ruang sitostatik. Contoh formulir pelayanan pencampuran obat sitostatika dapat dilihat pada lampiran 2. Perawat akan dihubungi oleh petugas farmasi sitostatik apabila penyiapan obat telah selesai. Kemudian akan dilakukan serah terima obat antara petugas farmasi sitostatik dengan perawat. Obat akan dibawa oleh perawat dengan menggunakan kotak pembawa untuk menghindari kebocoran akibat jatuh atau hal-hal yang tidak terduga lainnya yang bisa membahayakan keselamatan. Untuk pasien rawat jalan yang membeli obat di Satelit Pusat, pasien akan mendapatkan bon ambil obat kanker dikarenakan pasien tidak boleh secara langsung membawa obat kanker untuk menjaga keselamatan pasien. Obat kanker akan diantarkan ke ruang sitostatik oleh petugas farmasi Satelit Pusat. Bon ambil pasien akan diberikan kepada perawat dan kemudian perawat akan memberikan bon ambil tersebut kepada petugas farmasi di ruang sitostatik beserta protokol penyiapan obat kanker dari dokter. Apabila petugas farmasi Satelit Pusat telah mengantarkan obat kanker yang diminta pasien ke ruang sitostatik, maka penyiapan obat kanker akan dilakukan. Setelah penyiapan obat kanker selesai, maka petugas farmasi di ruang sitostatik akan menghubungi perawat yang bersangkutan untuk mengambil obat kanker yang telah disiapkan. Di ruang sitostatik terdapat 4 asisten apoteker dan 1 apoteker. Waktu kerja di ruang sitostatik terdiri dari 2 shift, yaitu shift pagi dan shift sore kecuali hari sabtu dan minggu hanya 1 shift. 2) Satelit Farmasi Merupakan bagian dari instalasi farmasi yang memberikan pelayanan farmasi di unit pelayanan. Satelit farmasi di Gedung A berlokasi di basement atau lantai paling dasar di Gedung A dengan memiliki cabang-cabang di dekat unit perawatan setiap lantai yang disebut dengan Depo Farmasi. 3) Radiologi 4) Konsultasi Gizi 5) Neurorestorasi

134 37 c. Lainnya 1) Food and Beverage 2) Parkir 3) ATM Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi di satelit farmasi gedung A meliputi serangkaian kegiatan, dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, peresepan, penyiapan/peracikan, pemantauan dan pelaporan Perencanaan Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan. Metode yang digunakan di gedung A adalah metode konsumsi, dimana dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya Pengadaan Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui. Pengadaan perbekalan farmasi di Satelit farmasi gedung A di sediakan melalui Gudang pusat dengan berdasarkan perencanaan yang telah diajukan. Satelit farmasi gedung A melakukan defekta kepada Gudang pusat setiap hari senin, rabu dan jumat. Sedangkan depo farmasi gedung A melakukan defekta ke Satelit farmasi gedung A setiap hari dengan banyaknya permintaan defekta lima sampai enam kali. Untuk sediaan obat dengan harga yang mahal tidak bisa disimpan sebagai stok di depo-depo gedung A. Sediaan obat dengan harga yang mahal hanya disimpan sebagai stok di satelit farmasi gedung A, sehingga untuk pemesanan dapat dilakukan setiap kali dibutuhkan.

135 Penerimaan Satelit farmasi gedung A melakukan kegiatan penerimaan setelah melakukan defekta ke gudang perbekalan farmasi pusat, sesuai dengan formulir permintaan perbekalan farmasi Penyimpanan Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit farmasi gedung A berdasarkan jenis obat dan alat kesehatan, bentuk sediaan (sediaan padat oral, sediaan padat cairan, injeksi dan topikal), obat generik, dan obat dengan nama dagang yang disusun secara alfabetis. Dengan berdasarkan pada sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). FIFO dalam penyusunan obat yaitu obat yang pertama diterima harus pertama juga digunakan sebab umumnya obat yang datang pertama biasanya juga diproduksi lebih awal dan akan kadaluwarsa lebih awal pula (FEFO). Perbekalan farmasi juga disimpan berdasarkan stabilitas penyimpanannya pada suhu tertentu, yaitu suhu ruangan (15-30 C ), suhu sejuk (8-15 C), suhu dingin (2 8 C). Suhu lemari pendingin dan suhu ruangan selalu dipantau setiap hari oleh petugas dengan mengisi formulir pemantauan temperatur lemari pendingin obat (Lampiran 3). Obat-obat khusus seperti obat narkotika, psikotropika, dan obat mahal juga harus dipisah penyimpanannya. Untuk obat Narkotika disimpan dalam lemari khusus dengan dua pintu dan kunci. Untuk obat kanker dan obat high alert ditempatkan terpisah dengan obat lain dan diberikan label pada kemasan primer dan wadah tempat penyimpanannya (Lampiran 4). Obat high alert adalah obat yang memiliki risiko tinggi menyebabkan bahaya bermakna pada pasien bila obat digunakan secara salah. Contoh obat high alert adalah Insulin dan Heparin. Selain itu, terdapat pula pelabelan pada wadah penyimpanan obat, yaitu LASA (Looks Alike Sounds Alike) (Lampiran 4). Label tersebut digunakan untuk memisahkan obat dengan kemasan yang mirip, nama mirip, dan nama sama tetapi kekuatannya berbeda. Sedangkan untuk obat yang mendekati masa expired date diberi label berwarna kuning (Lampiran 4).

136 39 Satelit farmasi gedung A juga menggunakan kartu stok manual dan kartu stok sistem IT. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan dan pengeluaran). Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi satu jenis obat. Dengan menggunakan kartu stok maka dapat dengan cepat mengetahui jumlah obat yang tersedia. Di depo farmasi tidak menggunakan kartu stok manual melainkan hanya menggunakan kartu stok sistem IT. Proses Stock Opname dilakukan sebagai mekanisme kontrol terhadap arus masuk dan keluar barang, dimana dalam proses ini akan dilakukan perhitungan stok secara fisik untuk dicocokkan dengan stok yang tercatat di dalam sistem. Di satelit farmasi gedung A, Stock Opname dilakukan setiap 6 bulan sekali, yang dilakukan pada akhir bulan juni dan akhir bulan desember. Ada banyak manfaat dengan dilakukannya stok opname secara periodik dan teratur. Seperti dapat mengetahui arus barang yang masuk dan keluar, dapat megetahui apakah ada barang yang hilang atau tidak tercatat selama proses transaksi sehingga dapat diambil tindakan terkait dengan temuan yang terjadi, dan dapat mengetahui kondisi persediaan barang secara real. Kemudian dilakukannya sampling resep harian, adanya CCTV dan akses masuk Satelit farmasi basement juga merupakan bagian cara untuk pemantauan persediaan obat di Satelit farmasi gedung A Peresepan Permintaan resep dan defekta dilakukan dengan sistem elekronik yang disebut dengan Electronic Health Record (EHR), dimana resep ditulis melalui komputer secara online. Resep yang ditulis untuk pasien rawat inap gedung A telah terjadwal setiap hari senin dan kamis. Dimana peresepan hari senin untuk pengobatan pasien di hari senin, selasa dan rabu sedangkan peresepan hari kamis untuk pengobatan pasien hari kamis, jumat, sabtu dan minggu. Jika ada pergantian obat ataupun obat dihentikan resep dapat ditulis diluar jadwal peresepan yang telah ditentukan. Adapun keuntungan peresepan secara online yaitu mengurangi terjadinya transcribing (kesalahan membaca resep) dan pelayanan penyediaan resep obat lebih cepat. Sedangkan kerugian peresepan secara online yaitu peresepan dapat terganggu apabila terjadi kerusakan jaringan internet.

137 Penyiapan/ Peracikan Penyiapan obat dilakukan sesuai depo masing-masing tiap lantai. Depo farmasi tidak melayani resep racikan, sehingga apabila ada pemesanan resep racikan dilakukan di Satelit farmasi basement gedung A. Karena untuk meyiapkan obat racikan dibutuhkan ruang khusus yang bersih. Ruang racik hanya terdapat di Satelit farmasi basement gedung A yang di lengkapi dengan exhaust fan, kantong puyer, mortir dan stamper, sealing puyer, timbangan digital, washtafel, dan mesin perekat kertas puyer. Pada saat penyiapan obat racik juga harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri). Pelayanan resep Total Parenteral Nutrition (TPN) dan repacking dilakukan dibagian produksi CMU 2. Resep akan di verifikasi terlebih dahulu di depo yang bersangkutan, kemudian penyiapan obatnya dilakukan di bagian produksi CMU 2. Dimana untuk TPN, perbekalan farmasi telah disediakan di CMU 2 sedangkan untuk obat repacking disiapkan oleh depo farmasi yang bersangkutan Pendistribusian Perbekalan Farmasi Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di Gedung A, yang diselenggarakan secara desentralisasi dengan sistem dosis unit. Istilah dosis unit sebagaimana digunakan di Gedung A, berhubungan dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan kemasan itu. Obat dosis unit adalah obat yang di order oleh dokter untuk penderita, terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Kemasan dosis unit dibagi menjadi kemasan untuk pagi, siang, sore dan malam. Kemasan dapat dilihat pada (Lampiran 5). Sistem distribusi obat dosis unit di Gedung A dioperasikan dengan metode desentralisasi. Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi. Dengan metode desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat

138 41 pelayanan farmasi. Satelit farmasi gedung A dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi. Ruang lingkup kegiatan pelayanan depo farmasi yaitu pengelolaan perbekalan farmasi yang bertujuan untuk menjamin tersedianya perbekalan farmasi dalam jumlah dan jenis yang tepat dan dalam keadaan siap pakai pada waktu dibutuhkan oleh pasien, dengan biaya yang seefisien mungkin. Di setiap lantai gedung A terdapat troli emergency yang digunakan untuk menyimpan obat-obatan emergency dan alat kesehatan. Biasanya obat-obatan yang tersimpan di dalam troli digunakan untuk pasien code blue. Code blue umumnya digunakan untuk menunjukkan resusitasi pasien yang membutuhkan perhatian medis segera. Troli emergency dilengkapi dengan kunci disposable untuk pengawasan. Perawat hendaknya melaporkan kepada petugas farmasi apabila ada perbekalan farmasi yang digunakan, sehingga perbekalan farmasi yang telah digunakan akan disediakan kembali dan troli dikunci kembali dengan kunci disposable Administrasi dan Pelaporan Administrasi Perbekalan Farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan manajemen perbekalan farmasi serta penyusunan laporan yang berkaitan dengan perbekalan farmasi secara rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran, atau tahunan. Laporan bulanan yang selalu dilaporkan dari satelit farmasi gedung A yaitu laporan mutasi barang, laporan antibiotik, laporan narkotika, laporan implant, laporan penjualan, laporan pemakaian obat generik, dan laporan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Tujuan diadakannya pelaporan yaitu : a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b. Tersedianya informasi yang akurat Pelayanan farmasi klinik Kegiatan farmasi klinik dalam memberikan pelayanan farmasi klinik di Gedung A yaitu :

139 42 a. Pengkajian Resep Resep yang masuk akan dikaji terlebih dahulu oleh petugas farmasi mulai dari persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis. Kegiatan tersebut biasa disebut juga dengan skrining resep. Apabila ada ketidaksesuaian pengobatan, maka petugas farmasi akan langsung menghubungi dokter atau perawat yang bersangkutan untuk konfirmasi kesesuaian resep. Untuk pasien jaminan, obat dalam resep akan disesuaikan dengan jenis jaminan pasien. b. Medication History Taking (MHT) MHT dilakukan dengan pengisian formulir khusus. Dimana berisi mengenai riwayat pengobatan pasien yaitu obat apa saja yang pasien gunakan sebelum melakukan pengobatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo menyangkut efek terapeutik dan efek samping obat, penggunaan obat otc dan herbal, adanya alergi obat pada pasien, dan adanya interaksi obat. MHT juga berfungsi untuk memastikan kepatuhan pasien dalam pengobatan dan mencegah terjadinya putus obat pada pasien. MHT juga dilakukan secara langsung oleh apoteker melalui kegiatan wawancara. c. Monitoringatau Pemantauan Terapi Obat Pemantauan (monitoring) pengobatan pasien dilakukan dengan mengisi formulir monitoringpengobatan yang dapat dilihat pada lampiran 6. Setiap adanya pasien masuk untuk rawat inap, apoteker harus mengisi formulir monitoringobat untuk memantau pengobatan yang dilakukan oleh pasien terkait. Monitoringjuga dilakukan dengan mencocokkan formulir monitoringdengan resep, kardeks dan status pasien. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mencegah adanya medication error terhadap pasien. Jika ada perbedaan, maka apoteker dapat langsung menghubungi dokter atau perawat yang bersangkutan. d. Ronde/Visite Pasien Ronde dilakukan untuk memastikan pengobatan yang diterima pasien sesuai dengan rencana, menilai kemajuan pasien, mendiskusikan rencana pengobatan selanjutnya dengan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Pelaksanaan ronde di gedung A belum terlaksana dengan jadwal yang teratur. Pada saat ronde, apoteker dapat memberikan rekomendasi mengenai rencana

140 43 pengobatan yang diberikan kepada pasien. Dalam melakukan ronde apoteker harus mengetahui cara berkomunikasi yang baik, memahami teknik edukasi, dan mencatat perkembang pasien. e. Bedside Counseling Konseling di gedung A, biasanya dilakukan oleh apoteker ketika pasien akan pulang dari rumah sakit. Apoteker akan mengisi formulir informasi obat pulang yang berisi petunjuk singkat tentang obat yang diberikan. Formulir informasi obat pulang dapat dilihat pada lampiran 7. Kegiatan konseling dimulai dengan menanyakan identitas pasien, untuk memastikan bahwa benar pasien, kemudian menanyakan halhal yang menyangkut obat yang telah disampaikan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, seperti apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara pemakaian dan efek yang diharapkan dari obat tersebut. Dengan dilakukannya konseling, apoteker dapat memberikan pemahaman yang benar mengenai obat, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, dan efek samping obat. Pada saat akhir kegiatan konseling, apoteker memastikan pemahaman pasien terhadap informasi yang telah diberikan mengenai pengobatan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pengobatan dan untuk mengoptimalkan tujuan terapi obat. f. Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat di gedung A dilakukan secara aktif dan pasif. Pemberian informasi aktif dilakukan dengan pemberian brosur atau lembar informasi seperti cara pemakaian inhaler sedangkan pemberian informasi secara pasif adalah dengan melayani pertanyaan dari tenaga kesehatan lain, profesi lain, dan masyarakat terkait dengan obat. Pertanyaan diajukan pada apoteker klinis di ruang apoteker klinis yang ada di lantai dasar gedung A. Setelah pelayanan informasi obat dilakukan maka apoteker harus melakukan pencatatan sebagai dokumentasi. g. Pemantauan penggunaan antibiotika Kegiatan apoteker klinis Gedung A untuk pemantauan penggunaan antibiotik dilakukan dengan memantau dosis dan lamanya waktu penggunaan antibiotik maupun masalah yang berkaitan dengan antibiotika. Serta mengevaluasi hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas antibiotik untuk menentukan jenis antibiotik yang tepat bagi pasien terinfeksi.

141 Sumber Daya Manusia (SDM) a. Jenis ketenagaan 1) Pekerjaan kefarmasian : a. 3 Apoteker manajemen. b. 7 Apoteker klinik. c. 58 Asisten apoteker. d. 10 Pekarya. 2) Pekerja administrasi. b. Beban kerja 1) Kapasitas tempat tidur : ) Satelit farmasi basement gedung A menjalankan 3 shift kerja untuk 24 jam, dan 2 shift untuk waktu kerja di depo tiap lantai Gedung A.

142 BAB 4 PEMBAHASAN Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama dua bulan, dimulai dari tanggal 2 Juli 2012 sampai dengan 31 Agustus Kegiatan yang dilakukan selama praktek kerja profesi apoteker di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, antara lain di bagian Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, Satelit Pusat, Instalasi Gawat Darurat, dan Satelit Gedung A. 4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat Kegiatan yang dilakukan selama praktek kerja profesi apoteker di Gudang Perbekalana Farmasi Pusat adalah mengamati dan melaksanakan proses pengelolaan perbekalan farmasi yang terdiri atas perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan dan pengendalian, serta pemusnahan. Pada proses perencanaan, pengadaan dan pendistribusian, terjadi kerja sama antara Gudang Perbekalan Farmasi dengan unit-unit kerja lain. Waktu pelayanan gudang perbekalan farmasi yaitu dari jam hingga yang terbagi dalam 2 shift. Penyimpanan perbekalan farmasi di gudang pusat telah dipisahkan antara penyimpanan obat dan penyimpanan alat kesehatan. Penyimpanan obat di gudang dipisahkan berdasarkan bentuk sediaan (oral,topikal,injeksi) yang disusun secara alfabetis. Dan setiap bentuk sediaan dipisahkan berdasarkan obat generik dan obat dagang. Barang-barang ini dalam pengeluarannya juga menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), namun dalam pelaksanaannya masih belum sepenuhnya dijalankan untuk semua item obat karena keterbatasan dari jumlah petugas di gudang perbekalan farmasi ini sendiri. Khusus untuk penyimpanan obat golongan narkotika, gudang difasilitasi dengan lemari dua pintu dengan dua kunci dan kunci tersebut harus dikalungkan oleh apoteker atau asisten apoteker yang telah dipercayai. Hal ini telah dilakukan dengan baik di gudang perbekalan farmasi pusat. 45

143 46 Untuk pelayanan distribusi barang-barang perbekalan farmasi terkadang sering terhambat dan tidak jarang barang yang diminta juga kosong. Hal ini salah satunya disebabkan karena persediaan obat di gudang perbekalan farmasi yang semakin menipis sementara barang yang sudah dipesan ke PBF belum juga dikirimkan. Untuk mengatasi masalah ini, biasanya permintaan perbekalan farmasi dari satelit ataupun departemen tidak sepenuhnya diberikan berdasarkan jumlah yang diminta, agar pendistribusian ke unit lain dapat merata. Proses distribusi barang farmasi ke satelit-satelit dan departemen diawali dengan pengiriman formulir permintaan perbekalan farmasi yang dikirim ke gudang, dan barang akan segera disiapkan oleh petugas gudang. Dalam penyiapan barang terkadang memakan waktu yang cukup lama sehingga petugas dari satelit ataupun departemen yang melakukan pemesanan harus menuggu sampai penyiapan selesai. Penyiapan yang lama ini disebabkan karena terbatasnya sumber daya manusia yang terdapat di gudang, dimana pada shift pagi dari jam sampai jam hanya terdapat 11 orang asisten, sedangkan tidak semua asisten yang memilki tugas menyiapkan obat. Dari 11 orang asisten tersebut terdapat asisten yang memilki tugas administrasi. Sedangkan jumlah defekta yang harus dilayani dalam sehari bisa sampai 10 lembar defekta dengan jumlah item bervarisi. Kemudian barang yang telah disiapkan akan diserah terima dengan ditandangani oleh pihak yang menyerahkan dan pihak yang menerima barang dan diketahui oleh kepala unit/satelit. Surat permintaan barang ini dibedakan untuk obat, alkes dan narkotika. Pencatatan secara komputerisasi kemudian dilakukan untuk penyesuain stok barang yang telah didistribusikan. 4.2 Satelit Pusat Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama dua bulan, dimulai dari tanggal 2 Juli 2012 sampai dengan 31 Agustus Kegiatan yang dilaksanakan selama PKPA di Satelit Pusat adalah mengamati sistem pengelolaan dan peresepan obat. Satelit Pusat tersebut dikelola oleh 1 orang apoteker penanggung jawab dan dibantu oleh 11 orang asisten apoteker bersama 3 orang pekarya, dengan lama jam kerja 24 jam per harinya yang dibagi atas 3 shift yaitu shif pagi ( ), shift sore ( ), dan shift malam ( ).

144 47 Jenis perbekalan farmasi yang dikelola oleh Satelit Pusat adalah obatobatan dan alat kesehatan. Untuk perencanaan pengadaan perbekalan farmasi ini, Apoteker penanggung jawab menggunakan data pemakaian sebelumnya untuk setiap defekta yang ditujukan ke gudang pusat. Namun terkadang juga terjadi defekta cito yang dilakukan diluar jadwal defekta (Senin dan Kamis). Apabila perbekalan farmasi yang telah didefektakan telah tersedia, maka dilakukan penyimpanan di Satelit Pusat. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit pusat dilakukan secara alfabetis dan dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan. Dalam proses penyimpanan perbekalan farmasi, selain memiliki rak-rak obat, satelit pusat juga memiliki 2 buah kulkas untuk penyimpanan obat-obat yang harus disimpan di kulkas (1 kulkas untuk obat kanker dan yang lain untuk obat selain obat kanker), 1 buah lemari dua pintu untuk penyimpanan obat-obatan golongan narkotika, 1 buah lemari untuk penyimpanan obat-obatan golongan psikotropika, 1 buah lemari untuk obat-obat yang tergolong high alert dan 2 buah lemari untuk obat-obat kanker. Untuk lemari obat-obatan golongan narkotika, yang terdiri dua pintu dan dua kunci, kunci lemari ini harus dipegang dengan cara dikalungkan oleh apoteker atau asisten apoteker yang telah dipercaya dan ditunjuk untuk memegang dan mengalungkannya. Namun, terkadang dalam kenyataannya, kunci ini tidak selalu dikalungkan. Hal ini disebabkan masih adanya petugas yang belum mengikuti SOP yang ditetapkan. Dalam penyimpanan perbekalan farmasi, terdapat beberapa hal yang masih belum semestinya, dimana masih ada obat yang tidak sesuai dengan nama yang tertera di kotaknya dan adanya kotak obat yang disusun bertumpuk-tumpuk. Penumpukan kotak-kotak obat ini dikarenakan oleh tidak tersedianya tempat yang cukup untuk meletakkan kotak-kotak obat tersebut. Untuk proses pelayanan resep, satelit pusat melayani dua jenis resep, yaitu resep on line dan resep manual. Resep on line berasal dari Unit Luka Bakar (ULB) dan Unit Bedah Anak (BCH). Sedangkan resep manual berasal dari selain dua unit tersebut. Dalam melayani resep, alur pelayanan yang dilakukan oleh satelit pusat adalah

145 48 Resep masuk Skrining Syarat Administrasi Verifikasi resep ke computer Dispensing + Etiket Diserahkan. Namun, dalam praktek hariannya, terkadang alur tersebut tidak diikuti, secara berurutan karena terjadinya penumpukan resep yang harus dikerjakan, jaringan komputer yang terkadang kurang lancar dan jumlah SDM yang belum mencukupi. Rata-rata jumlah resep yang dilayani Satelit Pusat setiap harinya adalah 200 resep. Dalam melayani peresepan ini, terdapat 3 asisten apoteker dan 2 pekarya yang mengerjakannya, dan terkadang apoteker penanggung jawab juga ikut serta dalam membantu pelayanan resep ini. Dimana disetiap alur pelayanan resep dilakukan oleh beberapa orang dan terkadang karena banyaknya resep yang masuk para asisten apoteker tidak menyelesaikan sampai selesai resep yang mereka kerjakan sebelumnya. Dan dalam pengamatan mahasiswa PKPA, terlihat bahwa masih adanya resep-resep yang telah didispense dan diberi etiket tidak langsung diserahkan kepada pasien, sehinggaa menyebabkan pasien menjadi lebih lama menunggu. Hal ini disebabkan kurang jelasnya deskripsi pekerjaan tiap-tiap tenaga kerja di satelit ini. Kemungkinan hal ini karena kurangnya jumlah tenaga kerja yang ada. Kurangnya tenaga kerja yang ada di satelit ini, dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah resep yang ada dan tahap-tahap pelayanan resep dengan jumlah tenaga yang tersedia. Dimana, dalam pelayanan resep terdapat, lima tahap pengerjaan resep yaitu, penerimaan resep, verifikasi resep, dispensing, pemberian etiket, dan penyerahan. Dalam pengerjaan lima tahap ini, sekurangkurangnya diperlukan lima orang asisten apoteker yang berbeda agar pelayanan resep dapat berjalan dengan baik. Dimana, satu orang untuk penerimaan resep, satu orang untuk proses verifikasi, dua orang untuk proses dispensing, dan satu orang untuk penyerahan, Sehingga permasalahan penumpukan resep yang telah selesai di-dispense dan keluhan atas keterlambatan pelayanan resep dari pasien dapat diatasi. Dalam proses pengendalian dan pengawasan perbekalan farmasi yang ada di Satelit Pusat, dilakukan pengisian kartu stock untuk semua jenis perbekalan farmasi pada setiap pemasukan dan pengeluaran perbekalan tersebut. Untuk memastikan ketepatan pengisian kartu stock maka di Satelit Pusat dilakukan

146 49 sampling sepuluh kartu stock perbekalan farmasi yang dipilih secara acak. Dan untuk menghitung jumlah perbekalan farmasi yang dimiliki oleh satelit pusat dilakukan stock opname sebanyak dua kali dalam setahun yaitu pada akhir Juni atau awal Juli dan akhir Desember. 4.3 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat merupakan bagian dari pelayanan penunjang medis di Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang melayani resep-resep pasien IGD RSCM semua jaminan. Satelit farmasi IGD dikelola oleh 1 Apoteker pengelola, 12 Asisten Apoteker lulusan D3 Farmasi, 9 Asisten Apoteker lulusan Sekolah Menengah Farmasi dan 2 Pekarya yang terbagi menjadi tiga shift yaitu shift pagi, sore dan malam hari. Resep yang dilayani adalah resep manual dari ruang rawat di IGD RSCM. Rata-rata resep yang dilayani tiap harinya oleh satelit farmasi IGD adalah sekitar 400 resep termasuk resep racikan dan non racikan. Alur pelayanan resep mulai dari penerimaan resep, verifikasi resep, input resep di komputer, dispensing, pembuatan etiket, pengemasan, dan penyerahan perbekalan farmasi sesuai resep. Sistem IT saat input resep di komputer sering kali terjadi gangguan yang mengakibatkan keterlambatan pelayanan resep. Perawat mengantarkan resepresep dari ruang rawat untuk disiapkan oleh tenaga farmasi di satelit farmasi IGD. Jika telah selesai obat-obat maupun alat kesehatan tersebut akan diantarkan ke ruangan oleh seorang pekarya. Keterlambatan pengantaran dapat terjadi karena kekurangan tenaga pekarya atau pekarya kurang mampu mengelola waktu untuk mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Resep CITO atau resep yang harus mendapatkan pelayanan segera terkadang diantarkan oleh dokter jaga ke satelit farmasi IGD untuk disiapkan secepatnya, selanjutnya penyerahan obat langsung diberikan kepada dokter bersangkutan. Pengadaan perbekalan farmasi di satelit farmasi IGD yaitu mulai dari perencanaan, pembuatan defekta yang ditujukan ke gudang perbekalan pusat, pengambilan barang yang didefekta sampai barang dibawa ke statelit farmasi IGD. Barang-barang yang telah diambil di gudang perbekalan pusat selanjutnya di data ke dalam sistem komputer dan kartu stok. Kartu stok di tiap penyimpan

147 50 perbekalan obat maupun alat kesehatan berfungsi sebagai cross check dengan data perbekalan di sistem komputer. Defekta barang dikirim pada hari senin dan kamis secara on line ke gudang perbekalan pusat untuk disiapkan dan diambil esok harinya oleh pekarya. Pengadaan dilakukan dua kali dalam seminggu pada hari selasa dan jumat, defekta terpisah antara obat dan alat kesehatan. Defekta bisa dilakukan lebih dari dua kali yang disebut dengan defekta cito yaitu defekta untuk obat/alkes yang dibutuhkan dalam kondisi mendesak. Jika defekta cito terjadi pada saat gudang pusat tutup maka pihak satelit farmasi IGD harus menghubungi petugas gudang perbekalan pusat untuk menanyakan ketersediaan barang yang diminta. Jika barang tersebut masih ada persediaannya di gudang perbekalan pusat maka gudang dapat dibuka dan barang dapat diambil. Jika tidak ada persediaan barang tersebut di gudang perbekalan pusat maka satelit farmasi IGD dapat melakukan peminjaman barang ke satelit lain yang mempunyai stok. Hal ini yang dapat mengakibatkan keterlambatan pelayanan di satelit farmasi IGD. Sehingga diperlukan suatu perencanaan dan pengendalian persediaan yang tepat. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit farmasi IGD dikelompokkan menurut fungsinya dan sesuai abjad. Perbekalan obat dipisahkan dengan alat kesehatan. Obat-obatan disusun berdasarkan bentuk sediaan yaitu sediaan solid, semisolid, liquid, dan steril. Di satelit farmasi IGD juga terdapat gudang persediaan sementara barang-barang yang fast moving seperti larutan infus. Selain obat dan alat kesehatan, terdapat paket-paket yang juga disimpan di ruangan. Paket-paket tersebut dimaksudkan agar pasien dapat menerima pertolongan segera. Paket yang tersedia di ruangan adalah paket NGT, paket status epileptikus, paket infus, paket CHF/Decom, paket catheter, paket antisipasi HPP, paket partus, paket condom catheter, paket sectio, paket tokolitik, paket PEB, paket resusitasi KB/OK, paket anastesi, paket ruang akut, paket CVC, paket topangan hidup dan paket hipertensi jantung. Paket yang tersedia di satelit farmasi IGD adalah paket resusitasi dewasa dan anak, paket anastesi lantai 4, dan paket bedah lantai 4. Di dalam paket terdapat formulir daftar perbekalan. Paket-paket yang ada di ruangan kurang dapat di awasi pemakaiannya sehingga terjadi kehilangan barang. Untuk mencegah terjadi hal-hal demikian, satelit farmasi IGD memakai kunci di tiap paket transparan. Satelit farmasi IGD juga mengelola implant ortopedi konsinyasi

148 51 seperti plate untuk tulang-tulang besar (narrow plate, broad plate, T-plate), plate untuk jari tangan dan kaki, screw (cortical, cancellous dan malleolar), K-Wire, Soft Wire, Schanz Screw, Steinman Pin dan Austin Moore Protheses. Troli emergensi di tiap ruangan juga sering kali menjadi masalah, karena kurangnya kepatuhan perawat/dokter untuk meresepkan sehingga banyak terjadi kehilangan perbekalan farmasi. Dengan penggunaan kunci disposable dan formulir checklist kelengkapan troli emergensi maka dapat diketahui jika ada perbekalan farmasi yang telah digunakan. Sarana dan prasarana lainnya yang menunjang kegiatan di satelit farmasi IGD cukup terpenuhi namun ada beberapa yang masih diperlukan penambahan jumlah seperti termometer ruangan, ruang racik, AC, dan termometer kulkas. 4.4 Satelit Farmasi Gedung A Gedung A merupakan Unit Rawat Inap terbesar di Indonesia dengan 8 lantai, terdiri dari 169 kamar rawat, dan total kapasitas 656 tempat tidur dengan dilengkapi sistem informasi manajemen rumah sakit yang berbasis komputerisasi. Sitem peresepan yang dilakukan secara on line yang sangat menguntungkan dalam manajemen farmasi, keuntungannya adalah dapat mengurangi terjadinya transcribing error, dan pelayanan penyediaan resep obat lebih cepat. Dari beberapa keuntungan yang didapat tidak menutup kemungkinan terjadinya kerugian atau kendala dalam peresepan, misalnya apabila terjadi kerusakan jaringan ataupun kerusakan listrik yang dapat mengganggu order resep untuk pasien. Satelit farmasi gedung A melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, peresepan, penyiapan/ peracikan, pemantauan dan pelaporan. Pendistribusian di gedung A dilakukan secara desentralisasi dengan sistem dosis unit yang dikombinasikan dengan floor stock. Floor stock yang disiapkan hanya perbekalan farmasi BMHP (Barang Medis Habis Pakai). Semua kegiatan tersebut dikelola oleh apoteker manajemen yang ada di satelit farmasi gedung A. Di gedung A juga terdapat apoteker klinik, dimana apoteker klinik bertugas untuk memantau atau memonitoring pasien rawat inap gedung A.

149 52 Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh apoteker klinik, seperti pengkajian resep, Medication History Taking (MHT), monitoring atau pemantauan terapi obat, ronde/visite pasien, bedside counseling, pelayanan informasi obat dan juga pemantauan penggunaan antibiotika. Semua kegiatan tersebut dilakukan agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal dalam memulihkan kesehatannya kembali. Seluruh kegiatan klinik yang dilakukan oleh apoteker harus didokumentasikan, hal tersebut dilakukan berkaitan dengan penilaian atau evaluasi kinerja apoteker. Masalah yang terjadi di Satelit farmasi gedung A antara lain seperti kosongnya perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Gedung A yang menyebabkan tidak tersedianya perbekalan farmasi di setiap depo farmasi Gedung A, hal tersebut akan mengakibatkan tidak optimalnya pengobatan pasien. Apabila perbekalan farmasi di Satelit farmasi gedung A tidak ada, maka Satelit farmasi gedung A akan mengadakan perbekalan farmasi yang dibutuhkan pasien dengan melakukan defekta ke Gudang perbekalan farmasi pusat. Apabila perbekalan farmasi yang dibutuhkan tidak tersedia maka petugas akan melakukan permintaan perbekalaan farmasi ke satelit-satelit farmasi di RSCM. Prescribing error juga masalah yang terus terjadi, disamping dapat membahayakan keselamatan pasien, juga menyebabkan meningkatnya angka pengembalian (retur) obat. Tingginya retur obat berdampak kepada tidak efektifnya kegiatan petugas farmasi. Tempat penyimpanan perbekalan farmasi tidak boleh dimasuki oleh petugas selain farmasi. Tetapi masih saja petugas selain farmasi seperti perawat masuk kedalam depo farmasi untuk pengambilan obat yang disiapkan oleh petugas farmasi, bahkan terkadang penyiapan obat dilakukan sendiri tanpa melalui petugas farmasi. Dokter juga terkadang masuk ke dalam depo farmasi untuk melakukan peresepan secara on line melalui komputer yang tersedia di depo farmasi, yang seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang melarang petugas selain petugas farmasi untuk masuk ke dalam depo farmasi. Untuk mencegah keterulangan kejadian tersebut diharapakan petugas farmasi dapat memberikan pengertian kepada petugas selain farmasi untuk mengikuti aturan yang berlaku.

150 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pelayanan resep pasien Instalasi Gawat Darurat, Satelit Pusat dan Gedung A diawasi oleh apoteker dan dalam pelaksanaannya sudah cukup baik namun ada beberapa kendala yaitu terganggunya sistem IT, hilangnya resep karena tidak ada penomoran resep, dan kurangnya tenaga pekarya dalam mengantarkan obat atau alat kesehatan ke ruang rawat. Untuk pelayanan apoteker klinis baru berjalan di gedung A. Namun masih perlu adanya penambahan jumlah apoteker klinis Sistem manajemen perbekalan farmasi Gudang Pusat, Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat, Satelit Pusat, dan satelit farmasi Gedung A dikepalai oleh apoteker. Namun masih perlunya sosialisasi Standar Operasional Prosedur kepada seluruh tenaga kerja. 5.2 Saran Penambahan tenaga kerja Asisten Apoteker di Gudang Perbekalan Farmasi, Satelit Pusat, Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat, dan Apoteker Klinis dan Asisten Apoteker di Satelit Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Penanaman kesadaran kepada tenaga kerja tentang pentingnya ketelitian dalam melakukan pekerjaan Melengkapi sarana dan prasarana penunjang seperti termometer ruangan, ruang racik, AC, dan termometer kulkas yang perlu ditambah di satelit farmasi lantai 1 dan depo lantai 4 IGD Perlunya ditingkatkan kembali hubungan kerjasama atau komunikasi antara petugas kesehatan, misalnya dokter dengan apoteker sehingga dapat mengurangi terjadinya prescribing error. 53

151 DAFTAR ACUAN Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. (2012). Formularium Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta: Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Siregar, C. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. (2010). Surat Keputusan Dirut Nomor 2632/TU.K/34/III/2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi RSUP. Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. (2009). Jakarta. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. (2009). Jakarta. 54

152 LAMPIRAN

153 55 Lampiran 1. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kepala Instalasi Farmasi Ka. Sub Instalasi Adminkeu PJ Admin & SDM PJ Keuangan PJ Akuntansi & IT Ka. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Ka. Sub Instalasi Produksi Ka. Sub Instalasi Farklin Diklitbang PJ Perencanaan PJ Penyimpanan & Pendistribusian PJ Satelit Farmasi PJ Produksi Steril & Non Steril PJ Aseptik Dispensing PJ Farklin PJ Diklitbang PJ Gas Medis

154 56 Lampiran 2. Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika

155 57 Lampiran 3. Formulir Pemantauan Temperatur Lemari Pendingin Obat 57

156 58 Lampiran 4. Label obat High alert, label obat kanker, label LASA, dan label expired date A B C D Keterangan: A. Label obat High Alert; B. Label obat Kanker; C. Label LASA (Look Alike Sound Alike); D. Label expired date

157 59 Lampiran 5. Kemasan Dosis Unit A B C D Keterangan: A. Kemasan dosis unit untuk pagi; B. Kemasan dosis unit untuk siang; C. Kemasan dosis unit untuk sore; D. Kemasan dosis unit untuk malam

158 60 Lampiran 6. Formulir Monitoring Pengobatan

159 61 Lampiran 7. Formulir Informasi Obat Pulang

160 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 2 JULI 31 AGUSTUS 2012 EVALUASI DISTRIBUSI DAN PEMAKAIAN PERBEKALAN FARMASI TERHADAP PERENCANAAN DI KAMAR OPERASI UNIT RSCM KIRANA PERIODE JANUARI-JUNI 2012 ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

161 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv v 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan, Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Rumah Sakit Kebijakan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Rumah Sakit Pengelolaan Perbekalan Farmasi Perencanaan Pengadaan Penerimaan Penyimpanan Distribusi Pengawasan dan Pengendalian Penghapusan Pencatatan dan Pelaporan Kamar Operasi Unit Kirana Tahap Kerja Waktu dan Tempat Penelitian Data Tahap Kerja HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR ACUAN ii

162 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbandingan Metode Konsumsi dan Metode Morbiditas... 8 Tabel 2.2 Analisis Kombinasi ABC dan VEN... 9 Tabel 4.1 Perbandingan total nilai rupiah perencanaan, distribusi dan pemakaian perbekalan farmasi Kamar Operasi Unit Kirana periode Januari Juni Tabel 4.2 Perbandingan persentase jumlah item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok obat Tabel 4.3 Perbandingan persentase jumlah item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok alat kesehatan Tabel 4.4 Perbandingan persentase jumlah item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok obat Tabel 4.5 Perbandingan persentase jumlah item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok alat kesehatan Tabel 4.6 Perbandingan persentase jumlah item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok obat Tabel 4.7 Perbandingan persentase jumlah item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok alat kesehatan Tabel 4.8 Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Obat Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari - Januari Tabel 4.9 Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Alat Kesehatan Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari - Januari iii

163 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Total Nilai Rupiah Perencanaan, Distribusi dan Pemakaian Perbekalan Farmasi Kamar Operasi Unit Kirana Januari Juni iv

164 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Obat Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni Lampiran 2. Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Alat Kesehatan Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni v

165 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Pengelolaan persediaan farmasi dimaksudkan agar Instalasi Farmasi mempunyai persediaan perbekalan farmasi dalam jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006). Untuk menjalankan pengelolaan ini dengan baik diperlukan perencanaan yang baik pula. Dengan perencanaan yang tepat dan akurat maka proses pengelolaan selanjutnya diharapkan dapat terlaksana sesuai perencanaan yang dibuat. Hal ini akan menghindari terjadinya pengadaan barang yang diluar perencanaan dan secara tidak langsung menghindari juga terjadinya kekosongan barang ataupun penumpukan barang yang dapat sangat merugikan Rumah Sakit (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008). Sejak bulan Maret 2010, Instalasi Farmasi mulai memberlakukan sistem pengelolaan obat satu pintu, semua perbekalan farmasi yang digunakan di RSUPN Dr. Citpo Mangunkusumo, dikelola sepenuhnya oleh Instalasi Farmasi, tidak lagi dikelola oleh masing-masing unit pengguna. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 15 ayat 3: Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai harus dilakukan oleh instalasi Farmasi sistem satu pintu (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Kamar Operasi Unit Kirana RSCM merupakan salah satu bagian yang banyak menyerap dana untuk pengadaan perbekalan farmasi. Unit ini telah berubah menjadi suatu unit kerja yang bertaraf internasional dan sedang melakukan pengembangan pelayanan secara bertahap. Agar dapat memenuhi kebutuhan yang semakin berkembang ini, Kamar Operasi Unit Kirana harus dapat 1

166 2 membuat perencanaan yang efektif. Untuk mengetahui efektifitas perencanaan yang telah dilakukan, maka perlu dilakukan evaluasi. 1.2 Tujuan Tujuan dari evaluasi perencanaan Kamar Operasi Unit Kirana ini adalah untuk menganalisis efektivitas perencanaan terhadap distribusi dan pemakaiannya periode Januari Juni 2012.

167 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan, Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Rumah Sakit Keberhasilan dari sistem pengelolaan perbekalan farmasi tergantung dari ketaatan pada kebijakan, tugas pokok dan fungsi. Pentingnya suatu kebijakan dan panduan tugas pokok dan fungsi untuk pengendalian perbekalan farmasi merupakan keharusan. Semua staf instalasi farmasi harus mengetahui, memahami dan menerapkan panduan tersebut karena hal ini merupakan suatu bagian penting bagi mekanisme komunikasi dan koordinasi internal IFRS. Pimpinan rumah sakit melalui Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan Instalasi Farmasi menetapkan kebijakan pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi tugas pokok dan fungsinya (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008) Kebijakan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kebijakan yang harus dibuat oleh rumah sakit dalam pengelolaan perbekalan farmasi sebaiknya merujuk kepada peraturan perundangan yang berlaku seperti : a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika d. Peraturan Pemerintahan No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi e. SK Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Obat Nasional f. SK Mnenteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Jaminan di Rumah Sakit g. SK Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin. h. Peraturan Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan barang negara. 3

168 4 Dalam proses penyusunan kebijakan hendaknya perlu diingat jangan sampai bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini diperlukan untuk menghindari kerumitan di kemudian hari. Berdasarkan peraturan perundang-undangan seperti tersebut di atas, maka perlu disusun suatu kebijakan obat di rumah sakit yang mencakup: a. Pengadaan dan penerimaan b. Pengaturan perbekalan farmasi yang dibawa penderita c. Pengaturan perbekalan farmasi sumbangan d. Pengaturan obat-obat yang diproduksi sendiri dan tidak ada di pasaran e. Pengaturan pemberlakukan formularium sebagai dasar pengadaan obat f. Pengaturan uji coba produk baru g. Pengaturan penetapan harga jual perbekalan farmasi h. Pengaturan pengelolaan obat satu pintu i. Pengaturan perbekalan farmasi khusus j. Pengaturan pengelolaan resep kadaluarsa dan pemusnahannya. Keberhasilan penerapan kebijakan yang telah ditetapkan akan tergantung kepada proses selanjutnya. Kebijakan yang telah disusun sebaiknya disosialisasikan kepada seluruh profesional kesehatan di rumah sakit. Selain itu diperlukan juga supervise yang terus menerus dari pimpinan rumah sakit untuk menjamin pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Kebijakan yang telah ditetapkan hendaknya bersifat dinamis, evaluasi, dan revisi secara periodik diperlukan agar dapat mengikuti perkembangan kebutuhan pelayanan di rumah sakit (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008) Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Rumah sakit Tugas Pokok Instalasi Rumah Sakit (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency, 2010). a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien b. Menerapkan farmako-ekonomi dalam pelayanan c. Meningkatkan kompetensi / kemampuan tenaga farmasi d. Mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna

169 5 e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam pengelolaan perbekalan farmasi mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit h. Melakukan pencatatan dan pelaporan pesediaan perbekalan farmasi di rumah sakit i. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap persediaan perbekalan farmasi di rumah sakit 2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.

170 Perencanaan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency, 2010). Perencanaan perbekalan farmasi adalah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi meliputi: 1. Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menetukan apakah perbekalan farmai benar-benar diperlukan sesuai denga jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Kriteria pemilihan obat yang baik meliputi: a. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan jenis. b. Hindari penggunaan pbat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik disbanding obat tunggal. c. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing. Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin. Daftar Plafon Harga obat (DPHO) askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Sedangkan pemilihan alat kesehatan di rumah sakit dapat berdasarkan dari data pemakaian oleh pemakai, standar ISO, daftar harga alat, daftar harga alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes, serta spesifikasi yang ditetapkan oleh rumah sakit. 2. Kompilasi penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.

171 7 Informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah: a. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit pelayanan. b. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total penggunaan setahun seluruh unit pelayanan. c. Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi. 3. Perhitungan kebutuhan. Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit. Masalah kekosongan atau kelebihan pebekalan farmasi dapat terjadi, apabila informasi yang digunakan semata-mata hanya berdasarkan kebutuhan teorits saja. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi secara terpadu serta melalui tahapan seperti diatas, maka diharapkan perbekalan farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, dan tersedia pada saat dibutuhkan. Perhitungan kebutuhan dapat dilakukan dengan empat metode yang sering dipakai yaitu metode morbiditas atau epidemiologi, metode konsumsi, metode kombinasi: a. Metode Morbiditas atau Epidemiologi Metode ini dinamakan metode morbiditas karena dasar perhitungannya adalah jumlah kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load) yang harus dilayani. Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu barang (lead time). b. Metode Konsumsi Metode konsumsi menggunakan data konsumsi perbekalan farmasi sebenarnya dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisis data konsumsi perbekalan farmasi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.

172 8 c. Metode Kombinasi Metode ini merupakan gabungan dari metode morbiditas dan metode konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya. Tabel 2.1 Perbandingan Metode Konsumsi dan Metode Morbiditas Metode Konsumsi Metode Morbiditas - Pilihan pertama dalam perencanaan dan pengadaan - Lebih akurat dan mendekati kebutuhan yang sebenarnya - Lebih mudah dan cepat dalam perhitungan - Kurang tepat dalam penentuan jenis dan jumlah - Pengobatan lebih rasional - Perhitungan lebih rumit - Tidak dapat digunakan untuk semua penyakit - Mendukung ketidakrasionalan dalam penggunaan - Data yang diperlukan: A. kunjungan pasien B. sepuluh besar pola penyakit C. persentase dewasa dan anak 4. Evaluasi Perencanaan Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti dengan evaluasi. Cara evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Analisis ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu : 1. Kelompok A adalah kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.

173 9 2. Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%. 3. Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. b. Analisis VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu : 1. Kelompok V (Vital) adalah kelompok obat yang vital, meliputi obat penyelamat, obat untuk pelayanan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar. 2. Kelompok E (Esensial) adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. 3. Kelompok N (Nonesensial) adalah kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. c. Analisis Kombinasi ABC dan VEN digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan. Tabel 2.2 Analisis Kombinasi ABC dan VEN V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat. Adapun mekanisme untuk menganalisisnya adalah sebagai berikut: a. Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas pertama untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan. Bila dana masih kurang, maka obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori NA menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah selanjutnya.

174 10 b. Pendekatan yang sama dengan pada saat pengurangan obat pada kriteria NC, NB, NA dimulai dengan pengurangan obat kategori EC, EB, dan EA Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui. Pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian (baik secara tender oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi atau secara langsung dari pabrik/ distributor/ pedagang besar farmasi/rekanan), produksi/ pembuatan sediaan farmasi (sediaan steril maupun non steril), dan sumbangan/ droping/ hibah (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197, 2004). Kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk rumah sakit adalah : a. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan (telah terdaftar). b. Telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB. c. Pemasok dengan reputasi yang baik. d. Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemasok produk bat (Siregar, 2004) Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi antara lain pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisis, barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai Certificate of Origin, dan expire date minimal 2 tahun (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197, 2004) Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan. Pengaturan perbekalan farmasi dapat dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, menurut suhunya dan kestabilannya,

175 11 mudah tidaknya meledak/terbakar, serta tahan/tidaknya terhadap cahaya (disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan) (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197, 2004) Distribusi Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, metode sentralisasi atau desentralisasi, sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi. a. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi. b. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotik Rumah Sakit. c. Pendistribusian Perbekalan Farmasi di luar Jam Kerja merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh apotik rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197, 2004) Pengawasan dan Pengendalian (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008). Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan

176 12 sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan / kekosongan obat di unit unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup: a. Memperkirakan / menghitung pemakaian rata rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja b. Menentukan: 1. Stok optimum: stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan / kekosongan. 2. Stok pengaman: jumlah stok yang disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman. 3. Waktu tunggu (lead time): waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima. Selain itu, beberapa pengendalian yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut: 1. Catatan pemberian obat 2. Pengembalian obat yang tidak digunakan 3. Pengendalian obat dalam ruang bedah dan ruang pemulihan Penghapusan Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai proedur yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan dan mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub standar (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008) Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan Instalasi Farmasi rumah sakit. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan secara manual maupun dalam bentuk digital. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan

177 13 adalah kartu stok dan kartu stok induk. Perbedaan keduanya adalah dalam kartu stok hanya mencatat data mutasi dari satu sumber anggaran, sementara kartu stok induk mencatat data mutasi dari semua sumber anggaran. Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan pelaporan adalah untuk menyediakan data yang akurat sebagai bahan evaluasi, menyediakan informasi yang akurat, menyediakan arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan, menyediakan data yang lengkap untuk membuat perencanaan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008). 2.3 Kamar Operasi Unit Kirana RSCM Kirana merupakan suatu wadah yang memberikan cahaya harapan bagi seluruh lapisan masyarakat yang memiliki gangguan penglihatan. Dalam bidang pendidikan dan pelatihan, RSCM Kirana merupakan salah satu tempat pendidikan dokter spesialis mata terbaik di Indonesia. RSCM Kirana juga memberikan pembinaan kepada dokter spesialis mata melalui program fellowship, pelatihan kepada dokter anak untuk screening awal ROP, serta pelatihan kepada dokter umum di puskesmas di Jakarta megenai kelaianan mata khususnya katarak. Selain bagi dokter, pendidikan dan pelatihan juga dikembangkan bagi perawat mahir mata bahkan sampai pelatihan di tingkat administrasi dan frontliner. Gedung RSCM Kirana terdiri dari 6,5 lantai dengan luas tanah meter persegi dan luas bangunan meter persegi. Gedung ini mulai digunakan pada Agustus untuk staf administrasi. Disusul pelayanan rawat jalan dua bulan berikutnya dan pelayanan kamar bedah pada Januari Peralatan pun menjadi fokus perhatian RSCM Kirana, misalnya dengan menambah jumlah alat pemeriksaan celah. Peralatan lainnya berupa optical coherence temografi OCT yang dapat melakukan scan retina dan syaraf mata secara tiga dimensi yang mampu menilai kerusakan retina karena usia dan glaukoma. RSCM Kirana juga memiliki alat pengukur lensa mata tanpa menyentuh mata pasien. Untuk operasi katarak, RSCM Kirana telah menggunakan Endotel Kornea sehingga kornea tidak

178 14 cepat rusak saat operasi. Berbagai peralatan ini ditujukan untuk meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan medis bagi pasien di RSCM Kirana. Layanan executive citra dilengkapi dengan pelayanan unggulan operasi Lasik, yaitu operasi perbaikan refraksi dengan laser tanpa menggunakan pisau. Operasi ini memang cukup mahal harganya, namun harga yang diberikan RSCM Kirana masih jauh lebih murah dibandingkan dengan pelayanan Lasik di Rumah Sakit lainnya (Halo Cipto, 2012).

179 BAB 3 TAHAP KERJA 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2012 di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. 3.2 Data Data yang dianalisis dan evaluasi adalah data perencanaan pengadaan perbekalan farmasi Kamar Operasi RSCM Kirana meliputi 280 item obat dan 442 alat kesehatan. Total sampel sebanyak 722 item. Data yang dianalisis meliputi data perencanaan, distribusi dan pemakaian periode Januari Juni Data perencanaan dan distribusi diperoleh dari Instalasi Farmasi, sedangkan data pemakaian diperoleh dari Kamar Operasi di Unit RSCM Kirana. 3.3 Tahap Kerja a. Pengumpulan data perencanaan, distribusi dan pemakaian perbekalan farmasi Kamar Operasi Unit Kirana. b. Rekapitulasi data jumlah barang tiap item dan nilai rupiahnya pada perencanaan, distribusi dan pemakaian perbekalan farmasi selama enam bulan yakni periode Januari Juni Nilai rupiah merupakan perkalian antara harga satuan (harga jual, sudah termasuk PPN) dengan jumlah barangnya. Rekapitulasi ini dipisahkan berdasarkan kelompok obat dan alat kesehatan. c. Analisis perbandingan jumlah barang tiap item pada distribusi terhadap perencanaan serta analisis nilai rupiah dari tiap item pada distribusi terhadap perencanaan. Perbandingan jumlah barang dihitung dengan cara sebagai berikut: Persamaan 3.1 Perbandingan Jumlah Barang (%) = Jumlah Barang Distribusi Jumlah Barang Perencanaan x 100% Sedangkan untuk analisis perbandingan nilai rupiah dihitung dengan cara sebagai berikut: 15 Universitas ndonesia

180 16 Persamaan 3.2 Selisih nilai rupiah (%) = Nilai Rupiah Distribusi Nilai Rupiah Perencanaan Nilai Rupiah Perencanaan x 100% d. Dilakukan perhitungan yang sama untuk menghitung perbandingan jumlah barang pemakaian terhadap perencanaan, perbandingan jumlah barang pemakaian terhadap distribusi, perbandingan nilai rupiah pemakaian terhadap perencanaan, dan perbandingan nilai rupiah pemakaian terhadap distribusi. e. Analisis dan pembahasan.

181 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbandingan Nilai Rupiah Perencanaan, Permintaan, dan Pemakaian Perbekalan Farmasi Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni 2012 Pada kelompok obat, nilai rupiah perencanaan jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai rupiah distribusi dan pemakaian. Selisih nilai rupiah perencanaan dengan distribusi sebesar Rp (48,17%) sedangkan selisisih nilai rupiah perencanaan dengan pemakaian sebesar Rp (25,62%). Pada tabel 4.1, terlihat bahwa perencanaan yang dibuat pada periode Januari Juni 2012 sangat tidak efektif, dimana nilai rupiah perencanaan jauh lebih besar dari distribusi. Hal ini menunjukkan bahwa Kamar Operasi Unit Kirana pada saat itu belum dapat memprediksi kebutuhan dan membuat perencanaan yang optimal, sehingga anggaran perencanaan secara keseluruhan menjadi jauh lebih besar dari yang sebenarnya dibutuhkan pasien. Hal ini berakibat mengurangi alokasi anggaran bagi unit kerja lainnya. Begitu juga halnya pada kelompok alat kesehatan, nilai rupiah perencanaan jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai rupiah distribusi dan pemakaian. Selisih nilai rupiah perencanaan dengan distribusi sebesar Rp (63,32%) sedangkan selisih nilai rupiah perencanaan dengan pemakaian sebesar Rp (55,28%). Perencanaannya melebihi dari yang dibutuhkan oleh pasien. Hal ini juga mengakibatkan anggaran perencanaan menjadi jauh lebih besar dari yang sebenarnya dibutuhkan pasien. Tabel 4.1 Perbandingan Total Nilai Rupiah Perencanaan, Distribusi, dan Pemakaian Perbekalan Farmasi Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni 2012 Kelompok Sampel Niali Rupiah Perencanan Nilai Rupiah Distribusi Nilai Rupiah Pemakaian Obat Alat Kesehatan Total

182 Obat Alat Kesehatan Total Niali Rupiah Perencanan Nilai Rupiah Distribusi Nilai Rupiah Pemakaian Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Total Nilai Rupiah Perencanaan, Distribusi, dan Pemakaian Perbekalan Farmasi Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni 2012 Perbandingan nilai jumlah barang tiap item dan nilai rupiahnya menghasilkan persentase perbandingan junlah barang dan persentase selisih nilai rupiah. Kategori baik untuk perbandingan jumlah barang adalah yang memilki kisaran % karena penyimpangan ± 10% tidak mempengaruhi selisih nilai rupiah yang signifikan. Kelebihan 10% dapat disebabkan adanya pengembangan pelayanan, kenaikan harga barang, ataupun adanya buffer stock. Sedangkan kekurangan 10% dikarenakan RSCM sebagai rumah sakit pendidikan seringkali melakukan pengalihan produk sesuai permintaan dokter. Untuk mempermudah analisis dilakukan pengelompokkam kategori perbandingan jumlah barang menjadi kisaran berikut: 0%, <90%, 90%-100%, %, >110%, dan tak terhingga (lain - lain). Sampel dari sekelompok obat dan alat kesehatan dikumpulkan data jumlah barang dan nilai rupiahnya pada perencanaan, distribusi dan pemakaian diolah dan dihitung perbandingannya menggunakan persamaan 3.1 dan persamaan 3.2

183 Perbandingan Distribusi terhadap Perencanaan Tabel 4.2 dan 4.3 menunjukkan hasil pengolahan data perbandingan distribusi terhadap perencanan pada kelompok obat dan alat kesehatan, sedangkan untuk data lengkapnya ditunjukkkan pada tabel 4.8 dan 4.9 Tabel 4.2 Perbandingan persentase jumlah jenis item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok obat Persentase Perbandingan Jumlah Barang Distribusi Terhadap Perencanaan % Jumlah Jenis Item % Selisih Nilai Rupiah 0% 12,14 (100,00) <90% 4,29 (45,18) % 0.00 tak terdefenisi % 0.00 tak terdefenisi >110% 2,14 81,56 tak terhingga 35,71 tak terdefenisi tak terhingga 45,71 tak terdefenisi Tabel 4.3 Perbandingan persentase jumlah jenis item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok alat kesehatan Persentase Perbandingan Jumlah Barang Distribusi Terhadap Perencanaan % Jumlah Jenis Item % Selisih Nilai Rupiah 0% <90% % % >110% tak terhingga tak terhingga 5,88 (100,00) 12,44 (72,8) 0,90 (7,23) 0,23 6 1,81 30,13 48,19 tak terdefenisi 30,54 tak terdefenisi

184 20 Perbandingan jumlah barang pada distribusi terhadap perencanaan menunjukkan bahwa hanya 0% item (0 dari 280 item) obat; 1,13% item (5 dari 442 item) alat kesehatan yang masuk dalam kategori baik yaitu persentase perbandingannya dalam kisaran %. Angka persentase yang sangat kecil ini menggambarkan bahwa perencanaan perbekalan farmasi tidak optimal baik untuk obat maupun alat kesehatan. Sebanyak 12,14% (34 dari 280 item) obat; 5,88% item (26 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada distribusi terhadap perencanaan sebesar 0%. Nilai 0% ini didapatkan bahwa karena item - item tersebut ada dalam perencanaan, tetapi tidak ada dalam distribusi yang artinya Kamar Operasi Unit Kirana tidak meminta barang tersebut didistribusikan dari gudang ke unit. Hal ini menunjukkan bahwa Kamar Operasi Unit Kirana belum mampu menbuat perencanaan yang optimal, membuat anggaran perencanaan secara keseluruhan menjadi jauh lebih besar dari yang sebenarnya dibutuhkan pasien. Sebanyak 4,29% item (12 dari 280 item) obat; 12,44% item (55dari 452 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada distribusi terhadap perencanaan dalam kisaran <90%. Nilai <90% menunjukkan pada item-item tersebut perencanaannya melebihi dari yang dibutuhkan oleh pasien. Hal ini juga mengakibatkan anggaran perencanaan menjadi jauh lebih besar dari yang sebenarnya dibutuhkan pasien. Sebanyak 2,14% item (6 dari 280 item) obat; 1,81% (8 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada distribusi terhadap perencanaan >110%. Nilai >110% menujukkan perencanaan yang dibuat tidak mampu memenuhi kebutuhan pasien karena jumlah yang didistribusikan lebih banyak dari yang direncanakan. Distribusi Kamar Operasi Unit Kirana yang melebihi perencanaannya akan mengambil alokasi kebutuhan unit kerja lain. Selain itu dapat pula mengakibatkan biaya pengadaan melebihi dari anggaran perencanan sehingga Instalasi Farmasi harus menggunakan uang muka kerja untuk memenuhi kebutuhan pasien serta mengganggu kelancaran pelayanan perbekalan farmasi akibat harus mengadakan barang tersebut secara mendadak.

185 21 Sebanyak 35,71% item (100 dari 280 item) obat; 48,19% item (213 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan nilai persentase perbandingan jumlah barang pada distribusi terhadap perencanaan tak terhingga dikarenakan item-item tersebut diminta oleh Kamar Operasi Unit Kirana untuk didistribusikan dari gudang ke unit, tetapi tidak ada dalam perencanaan. Karegori ini masuk dalam kategori lain dan merupakan salah satu kategori dengan persentase jumlah item terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa Kamar Operasi Unit Kirana masih belum mampu marencanakan dengan optimal untuk pemenuhan kebutuhan pasien. Kondisi ini akan berdampak pada biaya pengadaan yang jauh membesar daripada yang dianggarkan pada perencanaan. Sebanyak 45,71% item (128 dari 280 item) obat; 30,54% (135 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan nilai persentase perbandingan jumlah barang pada distribusi terhadap perencanaan tak terhingga dikarenakan item-item tersebut tidak ada dalam perencanaan dan distribusi, akan tetapi ada dalam data pemakaian pasien. Karegori ini masuk dalam kategori lain dan merupakan salah satu kategori dengan persentase jumlah item terbesar. Hal ini mungkin terjadi karena Kamar Operasi Unit Kirana masih memiliki stok persediaan yang banyak atau memiliki barang yan diadakan oleh Kamar Operasi Unit Kirana sendiri. Seharusnya Kamar Operasi Unit Kirana melaporkan dan memasukkan ke dalam stok Instalasi Farmasi setiap perbekalan farmasi yang diadakan sendiri agar pelayanan farmasi sistem satu pintu benar-benar berjalan dan dapat menigkatkan akurasi data pemakaian yang diperlukan dalam penyusunan perencanaan perbekalan farmasi. Nilai negatif pada persentase nilai rupiah menunjukkan nilai rupiah distribusi lebih kecil daripada nilai rupiah perencanaan, yang artinya perencanaan terlalu berlebihan daripada yang didistribusikan. Pada kategori perbandingan jumlah barang pada pada perencanaan yang termasuk kategori buruk (di luar kisaran %) memiliki persentase selisih nilai rupiah yang besar yaitu kisaran ±30 73% untuk kelompok obat; ±82 100% untuk kelompok alat kesehatan. Hal ini menujukkan perencanaan yang dibuat masih sangat belum optimal dan sangat merugikan dari segi nilai rupiah.

186 Perbandingan Pemakaian terhadap Perencanaan Tabel 4.4 dan 4.5 dan menunjukkan hasil pengolahan data perbandingan pemakaian terhadap perencanan pada kelompok obat dan alat kesehatan, sedangkan untuk data lengkapnya ditunjukkan pada tabel 4.8 dan 4.9. Tabel 4.4 Perbandingan persentase jumlah jenis item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok obat Persentase Perbandingan Jumlah Barang Pemakaian Terhadap Perencanaan % Jumlah Jenis Item % Selisih Nilai Rupiah 0% 5,36 (100,00) <90% 10 (55,23) % 0,36% (7,78) % 2,86% 6 >110% 52,86 65,92 tak terhingga 28,57 tak terdefenisi tak terhingga 30,54 tak terdefenisi Tabel 4.5 Perbandingan persentase jumlah jenis item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok alat kesehatan Persentase Perbandingan Jumlah Barang Pemakaian Terhadap Perencanaan % Jumlah Jenis Item % Selisih Nilai Rupiah 0% 8,14 (100,00) <90% 11,99 (62,89) % 0,23 (6,67) % 0,23 7,41 >110% 0,68 29,36 tak terhingga 54,75 tak terdefenisi tak terhingga 23,98 tak terdefenisi Perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap perencanaan menunjukkan bahwa hanya 0,36% item (1 item dari 280 item) obat; 0,46% item (2 dari 442 item) alat kesehatan yang masuk dalam kategori baik yaitu persentase

187 23 perbandingan dalam kisaran %. Dengan demikian sangat kecil sekali jumlah item obat dan alat kesehatan yang perencanaannya optimal. Sebanyak 5,36% item (15 dari 280 item) obat; 8,14% item (36 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada pemakain terhadap perencanaan sebesar 0%. Nilai 0% ini didapatkan karena item - item tersebut ada dalam perencanaan, tetapi tidak ada dalam pemakaian yang artinya pasien Kamar Operasi Unit Kirana tidak memakai barang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Kamar operasi Unit Kirana belum mampu membuat perencaan yang optimal. Sebanyak 10% item (28 dari 280 item) obat; 11,99% item (53 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada permakaian terhadap perencanaan dalam kisaran <90%. Nilai <90% menunjukkan bahwa pada item item tersebut perencanaannya melebihi dari yang dipakai oleh pasien. Hal ini juga mengakibatkan anggaran perencanaan menjadi jauh lebih besar. Sebanyak 2,86% item (8 dari 280% item) obat; 0,68% item (3 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap perencanan > 110%. Nilai >110% menunjukkan bahwa perencanaan yang dibuat tidak mampu memenuhi kebutuhan pasien karena jumlah yang dipakai lebih banyak dari yang direncanakan. Hal ini mengakibatkan biaya pengadaan melebihi dari anggaran perencanaan sehingga Instalasi Farmasi harus menggunakan uang muka kerja untuk memenuhi kebutuhan pasien, ataupun mengambil alokasi unit kerja lain. Sebanyak 52,85% item (148 dari 280 item) obat; 54,75% item (242 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap perencanaan tak terhingga dikarenakan item- item tersebut dipakai oleh pasien Kamar operasi Unit Kirana, tetapi tidak ada dalam perencanaan, kategori ini masuk dalam kategori lain dan merupakan kategori dengan persentase jumlah item terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa Kamar Operas Unit Kirana masih sangat belum mapu merencanakan dengan optimal untuk pemenuhan kebutuhan pasien atau mungkin juga Kamar Operasi Unit Kirana memilki stok persediaan atau mengadakan sendiri perbekalan farmasi

188 24 tersebut. Kondisi ini akan berdampak pada pengadaan yang jauh lebih besar daripada yang dianggarkan pada perencanaan. Selain itu, hal ini dikarenakan adanya pengembangan pelayanan pada Kamar Operasi Unit Kirana tetapi tidak terinformasikan dengan baikn sehingga perencanaan perbekalan farmasi tidak optimal. Sebanyak 28,57% item (80 dari 280 obat item) obat; 23,98% item (106 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan nilai persentase jumlah barang pada pemakain terhadap perencanaan tak terhingga dikarenakan item item tersebut tidak ada dalam perencanaan dan pemakaian, akan tetapi ada dalam distribusi. Kategori ini termasuk dalam kategori lain lain. Hal ini menyebabkan stok menumpuk di Kamar Operasi Unit Kirana padahal pasien tidak membutuhkan barang barag tersebut. Nilai negatif pada persentase selisih nilai rupiah perencanaan, yang artinya pemakaian lebih kecil daripada nilai rupiah perencanaan, yang artinya perencanaan terlalu berlebihan daripada yang dipakai. Pada kategori perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap perencanaan yang termasuk kategori buruk (di luar kisaran %) memiliki persentase selisih nilai rupiah yang besar yaitu ±66 100% untuk kelompok obat; ±29 100% untuk kelompok alat kesehatan. Hal ini menujukkan perencanaan yang dibuat masih belum optimal dan sangat merugikan dari segi nilai rupiah.

189 Perbandingan Pemakaian terhadap Distribusi Tabel 4.6 dan 4.7 menunjukkan hasil pengolahan data perbandingan pemakaian terhadap distribusi pada kelompok obat dan alat kesehatan, sedangkan untuk data lengkapnya ditunjukkkan pada tabel 4.8 dan 4.9. Tabel 4.6 Perbandingan persentase jumlah jenis item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok obat Persentase Perbandingan Jumlah Barang Pemakaian Terhadap Dsitribusi % Jumlah Jenis Item % Selisih Nilai Rupiah 0% 31,07 (100,00) <90% 6,79 46, % 2,14% 4, % 0,36% 8,14 >110% 1,43 41,74 tak terhingga 54,29 tak terdefenisi tak terhingga 3,93 tak terdefenisi Tabel 4.7 Perbandingan persentase jumlah jenis item terhadap persentase selisih nilai rupiah kelompok alat kesehatan Persentase Perbandingan Jumlah Barang Pemakaian Terhadap Distribusi % Jumlah Jenis Item % Selisih Nilai Rupiah 0% 31,07 (100,00) <90% 6,79 (24,66) % 2,14% (2,25) % 0,36% 3,31 >110% 1,43 75,79 tak terhingga 54,29 tak terdefenisi tak terhingga 3,93 tak terdefenisi

190 26 Perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap distribusi menunjukkan bahwa hanya 8,93% item (5 dari 280 item) obat; 7,02% item (35 dari 442 item) alat kesehatan dalam kategori baik yaitu persentase perbandingannya dalam kisaran %. Dengan demikian sangat kecil jumlah item obat yang distribusinya optimal. Sebanyak 31,07% item (87 dari 280 item) obat; 32,13% item (142 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap distribusi sebesar 0%. Nilai 0% ini didapatkan karena item item tersebut ada dalam distribusi, tetapi tidak ada dalam pemakaian yang artinya pasien Kamar Operasi Unit Kirana tidak memakai barang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Kamar Operasi Unit Kirana belum mampu melakukan permintaan distribusi ke gudang dengan optimal, membuat anggaran distribusi menjadi lebih besar dari yang sebenarnya dibutuhkan pasien. Seharusnya kelebihan perbekalan farmasiatau anggaran tersebut bisa digunakan oleh unit kerja lain. Sebanyak 6,79% item (19 dari 280 item) obat; 14,48% item (64 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap distribusi dalam kisaran <90%. Nilai <90% menunjukkan bahwa pada item item tersebut distribusinya melebihi dari yang dipakai oleh pasien. Hal ini juga mengakibatkan anggaran pengadaan menjadi jauh lebih besar dan terjadi penumpukan stok perbekalan farmasi di Kamar Operasi Unit Kirana. Sebanyak 1,43% item (4 dari 280 item) obat; 6,56%% item (29 dari 442 item) alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap distribusi >110%. Nilai >110% menunjukkan distribusi yang diminta tidak mampu memenuhi pemakaian pasien karena jumlah yang dipakai lebih banyak dari yang didistribusikan. Hal ini mungkin dikarenakan Kamar Operasi Unit Kirana masih memilki stok persediaan atau membeli sendiri barang barang yang dibutuhkan yang sebenarnya tidak dibenarkan dalam sistem satu pintu. Sebanyak 54,29% item (152 dari 280 item) obat; 36,65% item (162 dari 442 item alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap distribusi tak terhingga dikarenakan item item tersebut

191 27 dipakai oleh pasien Kamar Operasi Unit Kirana, tetapi tidak ada dalam distribusi. Kategori ini masuk dalam kategori lain. Hal ini menunjukkan bahwa Kamar Operasi Unit Kirana masih belum mampu melakukan permintaan distribusi dengan optimal untuk pemenuhan kebutuhan pasien atau mungkin juga Kamar Operasi Unit Kirana memiliki stok persediaan atau mengadakan sendiri barang barang tersebut. Kondisi ini akan berdampak pada biaya pengadaan yang jauh membesar daripada yang dianggarkan pada distribusi. Sebanyak 3,93% item (11 dari 280 item) obat; 3,17% item (14 dari 442 item alat kesehatan menghasilkan persentase perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap distribusi tak terhingga dikarenakan item item tersebut tidak ada dalam distribusi dan pemakaian, akan tetapi ada dalam perencanaan. Kategori ini termasuk dalam kategori lain lain. Hal ini menyebabkan anggaran perencanaan melebihi dari yang sebenarnya dibutuhkan dan menunjukkan bahwa perencanaan yang dibuat oleh Kamar Operasi Unit Kirana masih belum optimal. Nilai negatif pada persentase selisih nilai rupiah perencanaan, yang artinya pemakaian lebih kecil daripada nilai rupiah distribusi, yang artinya distribusi terlalu berlebihan daripada yang dipakai. Pada kategori perbandingan jumlah barang pada pemakaian terhadap perencanaan yang termasuk kategori buruk (di luar kisaran %) memiliki persentase selisih nilai rupiah yang besar yaitu ±42-100% untuk kelompok obat; ±75 100% untuk kelompok alat kesehatan. Hal ini menujukkan perencanaan yang dibuat masih belum optimal dan sangat merugikan dari segi nilai rupiah. Dalam pengolahan data data di atas terdapat kendala yang memperlama proses analisis. Beberapa diantaranya seperti tidak semua item perbekalan farmasi memiliki harga jual yang terdokumentasi dengan baik. Untuk perbekalan farmasi yang sistem pengadaanya tidak dengan kontrak, harga jualnya harus diperiksa melalui sistem informasi online. Selain itu juga seringnya meminta konfirmasi pada petugas yang mengerti mengenai nama dari perbekalan farmasi pada data perencanaan yang banyak sekali berbeda dengan data distribusi dan pemakaian.

192 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yang dibuat oleh Kamar Operasi Unit RSCM Kirana periode Januari Juni 2012 masih belum baik. Hai ini dapat terlihat dari hasil perbandingan antara distribusi terhadap perencanaan, pemakaian terhadap perencanaan dan pemakaian terhadap distribusi yang masuk rentang % sangat sedikit dibandingkan yang termasuk kategori lainnya. 5.2 Saran Perencanaan perbekalan farmasi Kamar Operasi Unit Kirana harus akurat serta mengacu pada standar dan ketentuan yang berlaku yang didukung dengan data pemakaian yang akurat Perencanaan sebaiknya dibuat dengan nama perbekalan farmasi yang sesuai dengan data distribusi dan pemakaian, agar mempermudah evaluasi dan mencegah terjadinya duplikasi pada perbekalan farmasi Adanya pengendalian dalam pendistribusian perbekalan farmasi yang mengacu kepada laporan pemakaian dan usulan perencanaan, serta adanya prosedur yang ditetapkan untuk pemintaan tambahan atau permintaan di luar perencanaan. 28

193 DAFTAR ACUAN Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2008). Pedoman Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Bekerjasama dengan Japan Internasional Cooperation Agency. (2010). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Lompatan Besar RSCM Kirana Untuk Menjadi Center of Excelent. (2012). Jakarta: Halo Cipto. 20 November Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori & Terapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 29

194 LAMPIRAN

195 Lampiran 1 Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Obat Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni 2012 No. Analisis Persentase Perbandingan Jumlah Barang Jumlah Jenis Item % Jumlah Jenis Item 0% 34 12,14 Keterangan Ada perencanaan, tapi tidak ada distribusi Nilai Rupiah Distribusi Nilai Rupiah Perencanaan Selisih Nilai Rupiah % Selisih Nilai Rupiah ,00 1. Analisis Distribusi Terhadap Perencanaan <90% 12 4,29 8,33% - 83,33% , % 0 0, % 0 0, >110% 6 2,14 tak terhingga ,71 tak terhingga ,71 159,33% - 333,33% Ada distribusi, tapi tidak ada perencanaan Tidak ada perencanaan dan distribusi, tapi ada pemakaian tak terdefenisi tak terdefenisi , tak terdefenisi tak terdefenisi Total ,17 30

196 Lampiran 1 Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Obat Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni 2012 (Lanjutan) No. Analisis Persentase Perbandingan Jumlah Barang Jumlah Jenis Item % Jumlah Jenis Item 0% 15 5,36 Keterangan Ada perencanaan, tapi tidak ada pemakaian Nilai Rupiah Pemakaian Nilai Rupiah Perencanaan Selisih Nilai Rupiah % Selisih Nilai Rupiah ,00 2. Analisis Pemakaian Terhadap Perencanaan <90% 28 10,00 6,82% - 83,33& , % 1 0,36 92,22% , % 0 0, >110% 8 2,86 tak terhingga ,86 tak terhingga 80 28,57 125% ,67% Ada pemakaian, tapi tidak ada perencanaan Tidak ada perencanaan dan pemakaian, tapi ada distribusi tak terdefenisi , Total tak terdefenisi tak terdefenisi -25,62 31

197 Lampiran 1 Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Obat Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni 2012 (Lanjutan) No. Analisis Persentase Perbandingan Jumlah Barang Jumlah Jenis Item % Jumlah Jenis Item 0% 87 31,07 Keterangan Ada distribusi, tapi tidak ada pemakaian Nilai Rupiah Pemakaian Nilai Rupiah Distribusi Selisih Nilai Rupiah % Selisih Nilai Rupiah ,00 3. Analisis Pemakaian Terhadap Distribusi <90% 19 6,79 4,09% - 88,47% , % 6 2,14 90% - 100% , % 1 0,36 108,14% ,14 >110% 4 1,43 tak terhingga ,29 tak terhingga 11 3,93 113,33% % Ada pemakaian, tapi tidak ada distribusi Tidak ada pemakaian dan distribusi, tapi ada perencanaan , tak terdefenisi tak terdefenisi Total ,05 32

198 Lampiran 2. Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Alat Kesehatan Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni 2012 No. Analisis Persentase Perbandingan Jumlah Barang Jumlah Jenis Item % Jumlah Jenis Item 0% 26 5,88 Keterangan Ada perencanaan, tapi tidak ada distribusi Nilai Rupiah Distribusi Nilai Rupiah Perencanaan Selisih Nilai Rupiah % Selisih Nilai Rupiah ,00 <90% 55 12,44 0,33% - 89,33% ,87 1. Analisis Distribusi Terhadap Perencanaan % 4 0,90 90,67-97,22% , % 1 0,23 106% ,00 >110% 8 1,81 111,17% - 620% ,13 tak terhingga ,19 tak terhingga ,54 Ada distribusi, tapi tidak ada perencanaan Tidak ada perencanaan dan distribusi, tapi ada pemakaian tak terdefenisi tak terdefenisi Total

199 Lampiran 2. Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Alat Kesehatan Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni 2012 (Lanjutan) No. Analisis Persentase Perbandingan Jumlah Barang Jumlah Jenis Item % Jumlah Jenis Item 0% 36 8,14 Keterangan Ada perencanaan, tapi tidak ada pemakaian Nilai Rupiah Pemakaian Nilai Rupiah Perencanaan Selisih Nilai Rupiah % Selisih Nilai Rupiah ,00 2. Analisis Pemakaian Terhadap Perencanaan <90% 53 11,99 0,93% - 88,67% , % 1 0,23 93,33% , % 1 0,23 107,41% ,41 >110% 3 0,68 127% - 249,33% ,36 tak terhingga ,75 tak terhingga ,98 Ada pemakaian, tapi tidak ada perencanaan Tidak ada perencanaan dan pemakaian, tapi ada distribusi tak terdefenisi tak terdefenisi Total ,28 34

200 Lampiran 2. Analisis Perencanaan Kebutuhan Kelompok Alat Kesehatan Kamar Operasi Unit Kirana Periode Januari Juni 2012 (Lanjutan) No. Analisis Persentase Perbandingan Jumlah Barang Jumlah Jenis Item % Jumlah jenis Item 0% ,13 Keterangan Ada distribusi, tapi tidak ada pemakaian Nilai Rupiah Pemakaian Nilai Rupiah Distribusi Selisih Nilai Rupiah % Selisih Nilai Rupiah ,00 <90% 64 14,48 9,90% - 88,89% ,66 3. Analisis Pemakaian Terhadap Distribusi % 25 5,66 91,88% - 100% , % 6 1,36 101,46-110% ,31 >110% 29 6,56 tak terhingga ,65 tak terhingga 14 3,17 111,11% ,67% Ada pemakaian, tapi tidak ada distribusi Tidak ada pemakaian dan distribusi, tapi ada perencanaan , tak terdefenisi tak terdefenisi Total ,67 35

201 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24, BOGOR PERIODE 3 SEPTEMBER 6 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

202 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24, BOGOR PERIODE 3 SEPTEMBER 6 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Farmasi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ENNISA SONIA, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

203

204 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor, untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Dalam penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Dadang Griyana, Apt., selaku Apoteker Pengelolah Apotek dan pembimbing PKPA di Apotek Kimia Farma No. 50, Bogor yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS, selaku Dekan Fakultas Farmasi. 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 4. Ibu Dra. Rosmala Dewi, Apt. selaku pembimbing Praktik Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA. 5. Seluruh staf Apotek Kimia Farma No. 50, Bogor yang telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA. 6. Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Indonesia atas segala ilmu pengetahuan, didikannya, serta bantuan dan masukan selama ini. 7. Orang tua, adik-adik dan abangku yang selalu memberikan doa, serta dukungan moral dan finansial kepada penulis. iv

205 8. Rekan-rekan mahasiswa Apoteker angkatan 75 yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi Program Profesi Apoteker di Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Penulis 2012 v

206 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Ennisa Sonia : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 50 Jl. Merdeka No. 24 Bogor Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor bertujuan untuk mengetahui dan memahami kegiatan kefarmasian baik secara teknis maupun non teknis yang dilakukan di apotek serta memahami tugas, fungsi dan peran Apoteker dalam pengelolaan sebuah apotek. Kegiatan menejemen di apotek Kimia Farma No.50 Depok meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pencatatan, dan pelaporan. Sedangkan kegiatan pelayanan kefarmasiannya meliputi penyerahan resep, pelayanan non resep, dan swamedikasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Analisa Resep Pengobatan Asma di Apotek Kimia Farma No.50 Bogor. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengkaji kerasionalan resep pengobatan asma berdasarkan hasil skrining resep serta mengkaji peran apoteker dalam pemberian informasi terkait obat kepada pasien yang mendapat pengobatan asma. Penatalaksanaan asma meliputi terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi berupa edukasi pasien dan keluarga untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma serta pengukuran peak flow meter. Terapi farmakologi berupa obat obat simpatomimetik, xantin, antikolinergik, kromolon sodium dan nedokromil, kortikosteroid, antagonis reseptor leukotrien, dan obat obat penunjang. Kata Kunci : Apotek Kimia Farma 50 Bogor, asma, Analisi Resep Tugas Umum : vii + 51 halaman; 13 lampiran Tugas Khusus : v + 39 halaman; 12 tabel; 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 10 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 19 ( ) vi

207 ABSTRACT Name : Ennisa Sonia Study Program : Apothecary Profession Title : Apothecary Internship Report at Apotek Kimia Farma No. 50 Jl. Merdeka No. 24 Bogor Apothecary Internship at Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor aimed to know and to understand roles of Apothecary in Apotek in management sector and drug servies and also to know and to learn pharmacy activities, tehnical and non tehnical. Management activities in Apotek Kimia Farma No.50 Bogor include planning, supplying, saving, recording dan reporting. Drug services consists of prescription service, non-prescription service, and swamedication. Special assignment given titled is Analysis of prescription for asthma Therapy in Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor. The aim of this special assigment is to asses the rational preccribing of asthma. asthma therapy are nonpharmacology and pharmacology. Nonpharmacology therapy such as patient education. Keywords : Apotek Kimia Farma 50 Bogor, asthma, Analysis prescription General Assignment : vii + 51 pages; 13 appendices Special Assignment : v + 39 pages; 12 tables; 1 appendices Bibliography of general assignment : 10 ( ) Bibliography of special assignment : 19 ( ) vii

208 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Definisi Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Landasan Hukum apotek Persyaratan Apotek Apoteker Pengelola Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Pengelolaan Apotek Pelayanan Apotek Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Pelanggaran Apotek Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek TINJAUAN UMUM PT KIMIA FARMA (PERSERO), Tbk Sejarah PT Kimia Farma (Persero), Tbk PT Kimia Farma Apotek PT Kimia Farma Trading & Distribution TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA NO Lokasi Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor Tata Ruang Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor Struktur Organisasi dan Personalia Kegiatan Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR ACUAN viii

209 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Denah Lokasi Apotek Kimia Farma No Lampiran 2. Denah Tata Ruang Apotek Kimia Farma No Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No Lampiran 4. Lembar Bon/Janji Obat Lampiran 5. Lembar Copy Resep Lampiran 6. Lembar Kuitansi Pembayaran Resep/Tunai Lampiran 7. Lembar Surat Pesanan Narkotika Lampiran 8. Lembar Surat Pesanan Psikotropika Lampiran 9. Contoh Kemasan Obat Lampiran 10. Contoh Etiket Obat Lampiran 11. Contoh Penandaan Obat Lampiran 12. Contoh Kartu Stok Barang Lampiran 13. Jadwal Praktek Dokter Apotek Kimia Farma No ix

210 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan dasar dimana seseorang berada pada keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Kesehatan sendiri merupakan bagian dari hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah dengan masyarakat bersama-sama dalam melaksanakan upaya kesehatan yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam mewujudkan upaya kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Apotek sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan, sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan kefarmasian ialah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk mningkatkan mutu kehidupan pasien (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Apotek merupakan suatu jenis bisnis retail yang harus dikelola dengan baik agar memperoleh keuntungan guna menutup beban biaya operasional dan menjaga kelangsungan hidupnya, akan tetapi bisnis apotek juga tidak melupakan fungsi sosialnya didalam mendistribusikan perbekalan farmasi kepada masyarakat (Umar, 2011). Untuk menjalankan kedua fungsi apotek tersebut, Apoteker sebagai penanggung jawab apotek dituntut memiliki peranan untuk dapat menjalankan keduanya secara seimbang. 1

211 2 Perubahan paradigma di apotek dari product oriented menjadi patiens oriented menyebabkan kebutuhan akan tenaga apoteker yang kompeten dalam melakukan konsultasi, edukasi, dan informasi. Oleh karena itu untuk mempersiapkan para apoteker yang profesional, maka perlu dilakukan praktek kerja di apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan di masa kuliah serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek. Dalam rangka memberikan pengalaman guna mendidik calon Apoteker dalam pelayanan kefarmasian, Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi melakukan kerjasama dengan PT. Kimia Farma Apotek, untuk mengadakan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma yang dilaksanakan pada tanggal 3 September 2012 hingga 6 Oktober Program tersebut diharapkan dapat bermanfaat besar bagi calon apoteker untuk siap terjun di lingkungan masyarakat. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi yang bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek bertujuan untuk: Mengetahui dan memahami kegiatan kefarmasian baik secara teknis maupun non teknis yang dilakukan di apotek Memahami tugas, fungsi, dan peran Apoteker dalam pengelolaan sebuah apotek.

212 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Suku Dinas Kesehatan setempat. 2.2 Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker 3

213 4 b. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian. c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika. d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisinonal. 2.3 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan b. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian c. Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika d. Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika e. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas PP No. 26 Tahun 1965 mengenai Apotek f. Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.149/Menkes/Per/II/1998 g. Peraturan Menkes RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek h. Keputusan Menkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek i. Keputusan Menkes RI No. 1027/Menkes/SIK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek. 2.4 Persyaratan Apotek

214 5 Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (melalui dinas kesehatan di tingkat daerah masing-masing) kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek di suatu tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/SK/X/1993, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah : Tempat/Lokasi Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, akan tetapi ketentuan ini dapat berbeda, sesuai dengan kebijakan/ peraturan daerah masing-masing, lokasi apotek pun dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana dan pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan faktor lainnya Bangunan Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, ruang administrasi dan kamar kerja apoteker serta ruang

215 6 tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama apotek Perlengkapan Apotek Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain : a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu dan lain-lain. b. Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari es dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. c. Wadah pengemas dan pembungkus. d. Alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep dan kwitansi. e. Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek Tenaga Kerja/ Personalia Apotek Tenaga kerja/ personalia apotek terdiri dari : a. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek (SIA). b. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikan pada jamjam tertentu pada hari buka Apotek. c. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri dari : a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker. b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang.

216 7 c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek. 2.5 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian seorang apoteker di apotek adalah bentuk hakiki dari profesi apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) berkewajiban mencurahkan waktu, pemikiran dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. Hal ini dikarenakan apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek. Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja/ Surat Penugasan dari Departemen Kesehatan melalui dinas kesehatan daerah masing - masing. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Seorang APA bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek.

217 8 Tugas dan Kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut : a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi. c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan penjualan, mengadakan pembelian yang sah dan penggunaan biaya seefisien mungkin. d. Melakukan pengembangan usaha apotek. Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk yaitu pengelolaan bisnis (non teknis kefarmasian) dan pengelolaan dibidang pelayanan/teknis kefarmasian. Untuk dapat melaksanakan usahanya dengan sukses seorang APA harus melakukan kegiatan-kegiatan antara lain memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa tersedia, menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek menyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap, menetapkan harga jual produknya dengan harga bersaing, mempromosikan usaha apoteknya melalui berbagai upaya, mengelola apotek sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan, serta mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Sedangkan wewenang dan tanggung jawab APA diantaranya adalah menentukan arah terhadap seluruh kegiatan, menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan, mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan, serta bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai. 2.6 Tata Cara Perizinan Apotek Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana

218 9 apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes). Selanjutnya Kepala Dinkes wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin dan pencabutan izin apotek kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut : a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1. b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala

219 10 Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Apabila Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka pengunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi yang tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7. Bila Apoteker menggunakan sarana milik pihak lain, yaitu mengadakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Pengguna sarana yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. c. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan Apoteker Pengelola Apotek dan persyaratan apotek atau lokasi apotek yang tidak sesuai dengan permohonan maka Kepala Kantor Wilayah DepKes

220 11 dalam jangka waktu dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya. 2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila : a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan atau, b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian dan atau, c. Apoteker Pengelola Apoteker berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus dan atau, d. Terjadi pelanggaran yang berhubungan dengan narkotika dan psikotropika. e. Surat Izin Kerja (SIK) Apoteker Pengelola Apotek tersebut dicabut dan atau f. Pemilik Sarana Apotek terbukti dalam pelanggaran Perundang-undangan di bidang obat dan g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apotek. Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2-6 bulan sejak dikeluarkan penetapan pembekuan kegiatan di apotek. Pembekuan SIA dapat dicairkan kembali apabila Apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan. APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotik, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotek. Penyimpanan narkotika, psikotropika dan resep dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Selain itu APA juga wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Depkes atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.

221 Pengelolaan Apotek Pengelolaan Apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi 2, yaitu pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi Pengelolaan Teknis Kefarmasian a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat serta pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya Pengelolaan Non Teknis Kefarmasian Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah: a. Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

222 13 b. Pengorganisasian, yaitu menyusun atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian mempunyai suatu tugas khusus dan berhubungan secara keseluruhan. c. Kepemimpinan, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawainya agar berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. d. Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan untuk kemudian dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai 2.9 Pelayanan Apotek Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/SK/X/1993, yang meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan absah. c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM. e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat.

223 14 f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundangundangan yang berlaku. k. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Pengelolaan Narkotika Berdasarkan Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan yaitu : a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi dan dapat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah Papaver somniferum L dan semua

224 15 bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya (kecuali bijinya), kokain, tanaman koka, ganja, heroin, amfetamin, dan sebagainya b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah metadona, morfina, petidina, tebaina, tebakon, dan sebagainya. c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah kodeina, etilmorfina, dihidrokodeina, polkodina, propiram, dan sebagainya. PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. merupakan satu-satunya perusahaan yang diizinkan oleh pemerintah untuk mengimpor, memproduksi, dan mendistribusikan narkotika di wilayah Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan oleh pemerintah, karena sifat negatifnya yang dapat menyebabkan ketagihan yang sangat merugikan. Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan-kegiatan : Pemesanan narkotika Undang-undang No. 9 tahun 1976 menyatakan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirimkan, membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan. Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan Narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA, stempel

225 16 apotek. Satu surat pesanan terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat untuk memesan satu jenis obat narkotika Penyimpanan narkotika Penyimpanan obat golongan Narkotika di Apotek memiliki aturan tersendiri. Menimbang narkotika adalah golongan obat yang dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan yang seksama, maka pengamanannya harus diperketat. Narkotika yang ada di apotek harus disimpan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia pada Undang-undang No. 9 tahun 1976 Pasal 16 tentang Narkotika yang menyebutkan bahwa narkotika yang ada pada apotik, pedagang besar farmasi, pabrik farmasi, rumah sakit, persediaan para dokter, lembaga ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan, harus disimpan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Sebagai tindak lanjut dari pasal tersebut, telah diterbitkan Permenkes RI No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika, pada pasal 5 yang menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Lemari harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat; b. Harus mempunyai kunci yang kuat; c. Lemari dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan;bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garamgaramnya, serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari, d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang dari 40x80x100cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. Pada pasal 6 dinyatakan bahwa apotek dan rumah sakit harus menyimpan narkotika pada tempat khusus sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5 dan harus dikunci dengan baik, lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh

226 17 penanggung jawab/asisten kepala atau pegawai lain yang dikuasakan, serta lemari khusus harus ditaruh pada tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum Pelaporan narkotika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dalam laporan tersebut diuraikan mengenai pembelian/pemasukan dan penjualan/pengeluaran narkotika yang ada dalam tanggung jawabnya, dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Laporan tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan ke Balai Besar POM, dan arsip apotek. Laporan penggunaan narkotika terdiri dari laporan pemakaian bahan baku narkotika serta laporan penggunaan sediaan jadi narkotika Pelayanan resep yang mengandung Narkotika Dalam Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan. Narkotika dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan hanya berdasarkan resep dokter. Untuk salinan resep yang mengandung narkotika dan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika. Penulisan jumlah sediaan narkotika yang diberikan dalam angka romawi sebaiknya diikuti dengan penulisan angka dalam tulisan latin, contohnya adalah : R/ Codipront Exp. syr Fl no. I (satu)

227 Pemusnahan Narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat Pada pasal 9 Permenkes RI No. 28/MENKES/PER/I/1978 disebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat lagi. Pelaksanaan pemusnahan narkotika di apotek, yang rusak atau tidak memenuhi syarat harus disaksikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II. Apoteker Pengelola Apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika sebanyak tiga rangkap yang memuat : a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan. b. Nama Apoteker Pengelola Apotek. c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut. d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. e. Cara pemusnahan narkotika f. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi. Berita acara tersebut dikirimkan kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan serta Kantor Wilayah Departemen Kesehatan propinsi setempat Pengelolaan Psikotropika Psikotropika menurut Undang-undang No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika, adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan: a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah ekstasi.

228 19 b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah amfetamin. c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah fenobarbital. d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah diazepam, nitrazepam. Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No. 5 tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, dan memberantas peredaran gelap psikotropika. Pengelolaan psikotropika di Apotek meliputi kegiatan-kegiatan : Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan mencantumkan nomor SIA. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga dan setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika Penyimpanan Psikotropika Walaupun belum ada peraturan yang mengatur penyimpanan psikotropika, namun untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan maka psikotropika disimpan terpisah dengan obat-obat lain dalam suatu rak atau lemari khusus dan

229 20 tidak harus dikunci. Pemasukan dan pengeluaran psikotropika dicatat dalam kartu stok psikotropika Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter kepada pengguna/ pasien berdasarkan resep dokter Pelaporan psikotropika Pelaporan psikotropika dilakukan sebulan sekali dengan ditandatangani oleh APA dilakukan secara berkala dan dilaporkan kepada Suku Dinas Pelayanan DATI II dengan tembusan ke Kepala Balai POM Pelanggaran Apotek Pelanggaran apotek dapat dikategorikan dalam dua macam, berdasarkan berat dan ringannya pelanggaran tersebut. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek meliputi melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi, terlibat dalam penyaluran atau penyimpangan obat palsu atau gelap, pindah alamat apotek tanpa izin, menjual narkotika tanpa resep dokter, kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar. Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak, melayani resep yang tidak jelas dokternya, menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan, melayani salinan resep narkotika dari apotek lain, lemari narkotika tidak memenuhi syarat, resep narkotika tidak dipisahkan, buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa, tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut. Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut keputusan Permenkes

230 21 No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah : a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek secara tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing masing dua bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan RI di Jakarta. c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap Undang undang Obat Keras (St.1937 No.541), Undang undang Kesehatan No.36 Tahun 2009, dan Undang undang Narkotika No. 35 tahun Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan, pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan informasi obat. Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker mempunyai ciriciri sebagai berikut: a. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektf. b. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan.

231 22 c. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan d. Ilmiah, yang artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencangkup informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus mencangkup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Oleh sebab itu peranan terhadap keberadaan apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat tersebut kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting.

232 BAB 3 TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA (Persero), Tbk 3.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. (PT. Kimia Farma Tbk.,2012) Cikal-bakal Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero). Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya perusahaan "I CARE" (Innovative, Costumer First, Accountability, Responsibility, Eco Friendly), secara konsisten tetap dijalankan, sebagai dasar perusahaan dalam berkarya membangun kesehatan bangsa. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Memiliki anak perusahaan yaitu PT. Kimia Farma Trading & Distribution, PT. Kimia Farma Apotek. Usaha ritel farmasi dijalankan oleh PT. Kimia Farma Apotek, melalui pengoperasian apotek. Kegiatan distribusi dilaksanakan oleh PT. Kimia Farma Trading & Distribution, 22

233 23 anak perusahaan yang berperan penting dalam upaya peningkatan penjualan produk-produk Perseroan Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. (PT. Kimia Farma Tbk.,2012) Visi Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis Misi Menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidangbidang: a. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang inovatif. b. Perdagangan dan jaringan distribusi. c. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan pelayanan kesehatan lainnya. d. Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha perusahaan. 3.2 PT. Kimia Farma Apotek Sejarah dan Perkembangan PT. Kimia Farma Apotek (PT. Kimia Farma Tbk., 2012; PT. Kimia Farma Apotek, 2012) PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan PT Kimia Farma (Persero) Tbk yang didirikan berdasarkan akta pendirian No. 6 tanggal 4 Januari 2003 yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H. di Jakarta dan telah diubah dengan akta No. 25 tanggal 14 Agustus 2009 yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. : AHU AH Tahun 2009 tanggal 15 September 2009.

234 24 Usaha ritel farmasi dijalankan oleh PT. Kimia Farma Apotek, melalui pengoperasian apotek. Secara keseluruhan saat ini berjumlah lebih dari 400 apotek. Pada tahun 2011, PT Kimia Farma Apotek memulai program transformasi dan mengubah visi dari jaringan layanan ritel farmasi menjadi jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia. Sebagai tahap awal program franchise, pada tahun 2011 KFA berhasil membuka 5 apotek franchise. Penambahan jumlah apotek merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam memanfaatkan momentum pasar bebas AFTA, dimana pihak yang memiliki jaringan luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan. Apotek Kimia Farma melayani penjualan langsung dan melayani resep dokter dan menyediakan pelayanan lain, misalnya praktek dokter, optik, dan pelayanan obat bebas atau Over the Counter (OTC) atau swalayan serta pusat pelayanan informasi obat. Apotek Kimia Farma memfasilitasi jasa pelayanan kesehatan lainnya berupa Klinik Kesehatan dan Laboratorium Klinik. Klinik Kesehatan yang semula berada di PT Kimia Farma (Persero) Tbk /holding, sejak Maret 2009, dikelola oleh PT Kimia Farma Apotek, yang merupakan salah satu produk layanan yang terintegrasi dengan apotek, menyediakan jasa layanan konsultasi dan pemeliharaan kesehatan. Jenis klinik yang dikembangkan meliputi klinik pratama, utama dan khusus yang berlokasi di Jawa dan Bali. Laboratorium Klinik menyediakan jasa layanan pemeriksaan kesehatan (medical check up). Laboratorium Klinik memiliki lebih dari 30 cabang yang terdiri dari laboratorium klinik kelas utama, madya dan pratama yang berada di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi. Terdapat dua jenis apotek di Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang sekarang disebut sebagai Bussiness Manager (BM) dan Apotek Pelayanan. Apotek BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam satu wilayah. Apotek BM bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang, dan administrasi Apotek Pelayanan yang berada di bawahnya.

235 Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek (PT. Kimia Farma Apotek, 2011) Visi Visi PT. Kimia Farma Apotek adalah Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia Misi Upaya untuk menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan, maka PT. Kimia Farma Apotek melaksanakan kegiatan dengan misi : a. Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek, klinik laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal c. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee- Based Income). 3.3 PT. Kimia Farma Trading & Distribution Sejarah dan Perkembangan PT. Kimia Farma Trading & Distribution Kimia Farma Trading and Distribution, adalah perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Layanan Perdagangan dan Distribusi. Sebelum menjadi entitas tersendiri, PT. Kimia Farma Trading & Distribution, merupakan Divisi Pedagang Besar Farmasi dari PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Berbekal kemampuan serta pengalaman menangani pendistribusian produk-produk Kimia Farma, maka pada tanggal 4 Januari 2003, Divisi PBF berkembang menjadi anak perusahaan dengan nama PT Kimia Farma Trading & Distribution. Perusahaan yang dikenal dengan nama KFTD ini, memiliki wilayah layanan yang luas mencakup 33 Propinsi dan 466 Kabupaten atau Kota. Sebagai penyedia Jasa Layanan Distribusi, KFTD mendistribusikan aneka produk dari perusahaan induk, produk dari prinsipal lainnya serta produk-produk non prinsipal. KFTD mendistribusikan produk-produk tersebut melalui penjualan reguler ke Apotek (Apotek Kimia Farma dan Apotek selain Kimia Farma), Rumah

236 26 Sakit, Toko Obat, Supermarket dan lain sebaginya. Di bidang Jasa Perdagangan atau Trading, KFTD melayani dan membantu program-program Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Untuk memudahkan operasionalnya, KFTD juga didukung oleh 43 kantor cabang yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia dengan jumlah karyawan yang tergabung dengan KFTD mencapai 986 orang, dan pada tahun 2010 sales force yang dimiliki KFTD mencapai lebih dari 446 orang, yang terdiri dari salesman dan petugas ekspedisi. Jumlah ini akan terus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan pekerjaan dilapangan. Jaringan distribusi ini melayani lebih dari 31 rekanan prinsipal, memenuhi kebutuhan sekitar apotek, Pedagang Besar Farmasi (PBF), toko obat, pedagang bebas, rumah sakit, dan 3258 pasar modern. Sebagai penyedia Jasa Layanan Distribusi, KFTD menyalurkan aneka produk dari perusahaan induk, produk dari prinsipal lainnya, serta produk-produk non-prinsipal. Dan di bidang Jasa Perdagangan atau Trading, KFTD menangani kontrak-kontrak bisnis yang didapat melalui sistem tender Visi dan Misi PT. Kimia Farma Trading & Distribution Visi Visi perusahaan PT. Kimia Farma Trading & Distribution ini adalah menjadi perusahaan terkemuka dibidang distribusi dan perdangangan produk kesehatan Misi Misi untuk mencapai visi tersebut adalah dengan memberikan pelayanan Trading & Distribution yang profesional untuk menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui: a. Jaringan distribusi produk kesehatan baik produk kesehatan maupun prinsipal. b. Perdangangan dan pengadaan produk kesehatan di pasar institusi. c. Perdagangan alat kesehatan dan diagnostik baik keagenan maupun private label.

237 BAB 4 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NOMOR 50 Apotek Kimia Farma No.50 merupakan salah satu apotek pelayanan yang tergabung dalam unit Business Manager (BM) Bogor. BM Bogor membawahi 20 Apotek Kimia Farma yang berada di wilayah Kabupaten Bogor, Depok, Cianjur dan Sukabumi. 4.1 Lokasi Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor Apotek Kimia Farma No. 50 berlokasi di jalan Merdeka No. 24 Bogor. Ditinjau dari lokasinya, apotek ini cukup strategis karena berada tepat di pinggir jalan, sebelah kiri jalan Merdeka yang merupakan jalan satu arah. Lokasi tersebut menguntungkan karena memudahkan pengendara motor atau mobil untuk mampir ke apotek. Selain itu, lokasi ini dekat dengan tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, pertokoan, dan pemukiman penduduk. Apotek ini merupakan apotek One Stop Health Services karena dilengkapi dengan tempat praktek dokter mulai dari dokter umum dan dokter spesialis, laboratorium klinik, optik, fisioterapi, rontgen, mushola, dan tempat parkir yang cukup luas dan nyaman. Apotek dilengkapi dengan AC yang berada di ruangan swalayan sebanyak dua buah, di tempat peracikan satu buah, dan dekat ruang Apoteker satu buah. Setiap ruangan praktek dokter juga dilengkapi oleh AC dan alat bantu diagnosa. Terdapat dua buah telepon yang berada di dekat meja penyerahan obat dan di dekat ruangan peracikan obat puyer dan kapsul. Terdapat satu mesin faxmile untuk keperluan pengirimian berkas penting. Denah lokasi apotek Kimia Farma No. 50 Bogor terlampir di (Lampiran 1). 4.2 Tata Ruang Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor Tata ruang Apotek Kimia Farma No. 50, Bogor memiliki konsep semi terbuka sehingga pasien dapat melihat langsung apa yang sedang dilakukan oleh pegawai apotek, kecuali ruangan peracikan dan administrasi. Desain bangunan apotek yang menggunakan kaca di sekelilingnya dimaksudkan agar menarik 27

238 28 perhatian pengguna jalan yang melewati apotek untuk berkunjung. Selain itu, bertujuan agar mempermudah masyarakat untuk melihat kondisi di dalam apotek. Terdapat dua pintu utama, di sebelah depan menghadap jalan raya, dan di sebelah kiri dekat area parkir. Ruang praktek dokter berada di dalam dan bagian belakang apotek. Pembagian ruangan yang terdapat di dalam apotek Kimia Farma no. 50 antara lain: Swalayan Farmasi Ruangan ini berada di sebelah kanan dari arah masuk pintu depan, dan sebelah kiri dari arah masuk pintu sebelah kiri apotek. Swalayan berada di dekat ruang tunggu, sehingga mudah dilihat oleh pengunjung, baik pengunjung yang bertujuan langsung membeli obat swalayan, maupun pengunjung yang sedang menunggu pelayanan resep. Ruangan ini terdiri atas lima gondola, satu wall, dan tiga lemari kaca. Pengelompokkan produk disusun berdasarkan fungsi / kategori yang berhubungan. Penyusunan barang di rak memperhatikan kemasan, ukuran serta bentuk sediaan. Kemasan botol ditata dari kemasan besar ke kecil dari kiri ke kanan. Sediaan sirup dan tablet/kapsul serta sediaan salep/cream ditempatkan pada rak yang terpisah. Pemajangan produk di swalayan Apotek Kimia Farma No. 50 adalah sebagai berikut : a. Gondola 1 Pada gondola 1, produk dipajang berdasarkan kategori Beauty Care dan Skin Care. b. Gondola 2 Pada gondola 2, produk dipajang berdasarkan kategori Personal Care dan Baby & Child Care. c. Gondola 3 Pada gondola 3, produk dipajang berdasarkan kategori Medicine (tablet & syrup). d. Gondola 4 Pada gondola 4, produk dipajang berdasarkan kategori Medicine (syrup), Vitamin & Mineral.

239 29 e. Gondola 5 Pada gondola 5, produk dipajang berdasarkan First Aid & Topical. f. Wall 1 Pada wall, diletakkan merapat pada dinding, diisi oleh produk dengan kategori Food suplement dan Paper Product & Diapers. Pada wall tersebut, terdapat produk yang dipajang hanya kemasannya saja dengan maksud agar menghindari hilangnya produk yang harganya relatif mahal. g. Lemari kaca 1 Lemari kaca 1 terletak pada sebelah kiri wall dan berfungsi untuk memajang suplemen makanan atau multivitamin dengan ukuran yang bervariasi. h. Lemari kaca 2 Lemari kaca 2 berada pada sebelah kiri lemari kaca 1 dan berfungsi untuk memajang suplemen makanan atau multivitamin yang kemasan sekundernya diletakkan pada rak di wall. i. Lemari kaca 3 Lemari kaca 3 berfungsi untuk memajang alat kesehatan Ruang Tunggu Ruang tunggu di Apotek Kimia Farma No. 50 terdapat di sebelah kiri dari arah masuk pintu depan dan sebelah kiri dari arah pintu masuk pintu samping. Ruang tunggu dilengkapi koran, dan majalah kesehatan yang disediakan oleh apotek yang dapat dibaca oleh pasien/pelanggan ketika menunggu penyerahan obat. Selain bahan bacaan, terdapat juga televisi dan dua lemari pendingin berisi minuman ringan yang dapat dibeli oleh pelanggan. Hal ini memberikan kenyamanan bagi pasien karena waktu yang dibutuhkan untuk menunggu menjadi terasa lebih singkat Area Pelayanan Area pelayanan terdiri dari tempat penerimaan resep sekaligus kasir, tempat penyiapan obat, tempat penyerahan obat, dan tempat pembelian HV (hand verkoop) atau obat-obat OTC (over the counter). Antara pelanggan dengan bagian dalam area pelayanan dibatasi oleh meja berbentuk huruf L dengan tinggi setara

240 30 dada orang dewasa, kecuali pada bagian penyerahan obat. Pada bagian penyerahan obat, disediakan meja yang lebih rendah dengan dua kursi yang saling berhadapan. Kursi tersebut digunakan oleh Apoteker atau Asisten Apoteker sebagai pemberi informasi obat dan pasien sebagai pihak yang menerima informasi obat. Di area pelayanan apotek terdapat 13 lemari obat sebagai tempat penyimpanan obat yang disusun di rak obat dengan dua bagian tempat penyimpanan. Penempatan obat di rak berdasarkan efek farmakologi, abjad, dan bentuk sediaan. Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika tertentu disimpan di lemari terpisah yang terbuat dari kayu, memiliki dua pintu dan terkunci. Ada pula obat obat psikotropika disimpan di lemari terpisah yang tidak terkunci Tempat Penyimpanan dan Peracikan Obat. Ruangan ini berada di bagian belakang tempat penerimaan resep. Di ruangan ini dilakukan proses pembacaan resep, penyiapan obat, dan pembuatan etiket. Ruangan ini dilengkapi dengan lemari obat obat ethical, meja serta kursi untuk menulis, etiket, kemasan, label, lembar copy resep, kuitansi, dan buku buku panduan yang diperlukan seperti ISO, MIMS, dan buku yang berisi daftar obat untuk resep resep kredit. Proses penyiapan obat berada bersebelahan dengan ruangan Apoteker, sehingga Apoteker dapat mengawasi kinerja AA dalam menyiapkan obat. di Lemari penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma No. 50 dikelompokkan berdasarkan kategori sebagai berikut: a. Lemari 1 Berisi obat sesuai dengan kegunaan berdasarkan farmakologinya, yaitu obat untuk hipertensi dan antikoagulan. b. Lemari 2 Lemari ini digunakan untuk menyimpan obat sesuai dengan kegunaan berdasarkan farmakologinya sebagai antidiabetes, diuretik, terapi untuk asam urat, hiperkolesterol dan terapi prostat. c. Lemari 3 Lemari ini digunakan untuk menyimpan obat sesuai dengan kegunaan berdasarkan farmakologinya sebagai analgetik-antipiretik, dan antiinflamasi.

241 31 d. Lemari 4 Lemari ini digunakan untuk menyimpan obat sesuai dengan kegunaan berdasarkan farmakologinya untuk penyakit susunan saraf pusat, wasir, saraf perifer, dan hormon untuk program KB. e. Lemari 5 Lemari ini digunakan untuk menyimpan obat sesuai dengan kegunaan berdasarkan farmakologinya sebagai obat saluran pencernaan dan batuk (saluran nafas). f. Lemari 6 Lemari ini digunakan untuk menyimpan obat generik dan produk dari Kimia Farma, dalam bentuk tablet, kalpet, kapsul, sirup dan topikal. g. Lemari 7 Lemari ini digunakan untuk menyimpan obat psikotropika. h. Lemari 8 Lemari ini dipisah dengan sebuah sekat menjadi dua bagian. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan obat antihistamin, antijamur, antibakteri, dan antivirus. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan obat untuk terapi TBC, asma dan eardrop. i. Lemari 9 Lemari ini digunakan untuk menyimpan obat antibiotik selain dari produk Kimia Farma. j. Lemari 10 Lemari ini digunakan untuk menyimpan susu bubuk untuk bayi dalam wadah kaleng, obat drop/tetes untuk bayi, sediaan topikal pembersih kewanitaan, serta obat topikal untuk asma. k. Lemari 11 Lemari ini digunakan untuk menyimpan vitamin/suplemen dan mineral yang sering diresepkan dokter.

242 32 l. Lemari 12 Lemari ini digunakan untuk menyimpan obat tetes mata drop dan sediaan semi solid topikal (salep, krim dan gel). Berada di bagian belakang, satu ruangan dengan kulkas penyimpanan obat, dan tempat peracikan puyer serta kapsul. m. Lemari 13 Lemari ini berada bersebelahan dengan lemari 12. Digunakan untuk menyimpan sebagian sediaan semi solid topikal dan obat tetes mata dalam bentuk monodose. Dibagian bawah lemari digunakan untuk menyimpan obat generik los dalam botol. Ruangan peracikan obat terletak di belakang ruang penyiapan obat. Satu ruangan dengan timbangan, dispenser, kulkas penyimpanan obat, lemari gudang obat generik, serta lemari loker untuk tas karyawan. Di dalam ruangan ini dilakukan penimbangan, peracikan, dan pengemasan obat obat racikan. Ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk peracikan seperi timbangan, lumpang dan alu, bahan baku, cangkang kapsul, kertas puyer berlogo, kertas perkamen, mesin press untuk kertas puyer, dan mesin penggerus (pulverizer) Ruang Apoteker Pengelola Apotek Ruangan ini digunakan oleh Apoteker Pengelola Apotek untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya, baik dalam hal teknis kefarmasian (fungsi kontrol) dan nonteknis kefarmasian. Ruangan ini terletak di samping ruang penyiapan obat dan berdekatan dengan pintu masuk. Terdapat satu perangkat komputer yang terletak di meja Apoteker Ruang Administrasi Ruangan administrasi berfungsi untuk melakukan pengolahan data, dan keperluan administrasi apotek. Dilengkapi dengan dua perangkat komputer dan satu printer. terletak di samping ruang peracikan. Ruangan ini terletak di belakang dan tidak terlihat oleh pasien. Terdapat dua lemari besar yang digunakan untuk menyimpan surat-surat atau data administrasi. Brangkas yang digunakan untuk menyimpan uang peti kas juga terdapat di ruangan ini.

243 Ruang Pelayanan Kesehatan Lainnya Ruang tersebut terdiri dari ruang praktek dokter, ruang optik, ruang laboratorium klinik, ruang tunggu dokter, toilet, dapur kecil, dan mushola. Ruang praktek dokter terdiri dari praktek dokter-dokter spesialis dan dokter umum. Dokterdokter spesialis yang ada di Apotek Kimia Farma No. 50 antara lain dokter spesialis paru, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis kandungan, dokter spesialis THT, dokter spesialis mata, dokter spesialis jantung, dokter spesialis penyakit saraf, dokter spesialis anak dan dokter spesialis kulit dan kelamin. Denah tata ruang apotek Kimia Farma No. 50 Bogor, terlampir di (Lampiran 2). 4.3 Struktur Organisasi dan Personalia a. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang di dalam Managemen Kimia Farma Apotek disebut sebagai Manager Apotek Pelayanan (MAP). Dalam melakukan layanan kefarmasian, APA dibantu oleh Apoteker Pendamping (Aping) dan Asisten Apoteker (AA). APA membawahi Aping, AA, petugas administrasi, petugas pengadaan, juru resep, kasir, dan pekarya. Apoteker Pendamping di Apotek Kimia Farma No. 50 sementara sedang vacant karena Aping diminta oleh BM Bogor untuk mengelola apotek Kimia Farma di daerah Dramaga, Kabupaten Bogor. b. Personalia Personalia Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor dibagi menurut tugasnya adalah sebagai berikut: 1) Apoteker Pengelola Apotek (APA) berjumlah 1 orang 2) Apoteker Pendamping (Aping) berjumlah 1 orang 3) Asisten Apoteker berjumlah 7 orang 4) Juru resep berjumlah 2 orang 5) Petugas pengadaan berjumlah 1 orang 6) Kasir HV berjumlah 2 orang 7) Pekarya berjumlah 2 orang Struktur organisasi apotek Kimia Farma No. 50 Bogor, terlampir di (Lampiran 3).

244 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Pimpinan Apotek / APA bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan teknis dan nonteknis kefarmasian / manajerial di apoteknya serta bertanggung jawab langsung kepada BM PT Kimia Farma Apotek wilayah Bogor. APA mengkoordinasikan dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan di apotek, untuk meningkatkan nilai tambah pelayanan apotek dan memastikan terpenuhinya kepuasan pelanggan. Tugas dan Tanggung jawab pimpinan Apotek adalah: a. Mengkoordinasikan pelaksanaan fungsi profesi kefarmasian di apotek dengan memberikan bimbingan bagi seluruh sumber daya sesuai dengan profesinya, untuk memastikan bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat bekerja mengelola apotek sesuai profesinya sebagai Apoteker. b. Mengelola dan mengawasi kegiatan operasional layanan farmasi di apotek yang menjadi tanggung jawab dalam hal pelayanan, untuk memastikan pencapaian kinerja apotek dalam hal pelayanan (tidak ada kesalahan obat dan komplain pelanggan). c. Memberikan pengarahan dan mengidentifikasi potensi seluruh sumber daya manusia dalam kegiatan operasional apotek pelayanan di bawah tanggung jawabnya, untuk memastikan seluruh karyawan dapat bekerja secara optimal sesuai potensi dan tugasnya masing masing sehingga target apotek pelayanan tercapai. d. Melakukan dan mengawasi pelaksanaan pemberian Layanan Swamedikasi sesuai dengan profesinya, untuk mempertahankan citra baik perusahaan dan loyalitas pelanggan. e. Memberikan pelatihan kepada seluruh sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan di apotek, untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas baik. f. Melakukan validasi penjualan dan stock opname untuk memastikan Sistem Informasi berjalan dengan baik.

245 Asisten Apoteker Asisten Apoteker bertanggungjawab langsung kepada pimpinan Apotek dalam menjalankan tugasnya. Adapun tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut: a. Memberikan pelayanan kepada pasien, mulai dari penerimaan resep (sebelum diberikan kepada kasir), perhitungan harga resep (apabila diperlukan), pengambilan obat dari bagian persiapan, dan penyerahan obat kepada pasien (disertai pencatatan informasi penting), untuk memastikan pelayanan terintegrasi yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. b. Melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep bila ditemukan kejanggalan pada resep dan melakukan koreksi dengan persetujuan dokter penulis resep, untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penulisan resep. c. Melakukan proses analisa resep obat racikan untuk memastikan bahwa jumlah dan dosis obat yang telah tertulis di dalam resep tepat. d. Memberikan pelayanan untuk penjualan obat bebas, untuk memastikan proses penjualan bebas dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. e. Mengecek barang yang datang, untuk mengetahui kesesuaian barang yang datang sesuai dengan barang yang dipesan. f. Memberikan informasi mengenai barang barang yang akan dibeli ke bagian pembelian, untuk mendukung proses pemesanan dan pembelian barang Petugas Administrasi Petugas Administrasi bertanggung jawab langsung kepada Apoteker Pengelola Apotek. Tugas dan tanggung jawab petugas administrasi adalah sebagai berikut: a. Memeriksa BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek) yang dibuat oleh Asisten Apoteker berdasarkan permintaan dari masing-masing penanggungjawab lemari. b. Mentransfer BPBA yang telah diperiksa ke bagian pembelian di Bisnis Manager.

246 36 c. Memeriksa kesesuaian LIPH (Laporan Ikhtisar Penjualan Harian) dengan setoran kasir, dan mentransfer LIPH yang telah diperiksa ke Bisnis Manager. d. Melaksanakan Administrasi surat menyurat baik internal maupun eksternal. e. Membuat kuitansi penagihan diserahkan ke Bisnis Manager Bogor untuk melakukan penagihan sesuai dengan waktu penagihan yang disepakati. f. Membuat laporan ikhtisar penjualan harian (LIPH) yang dikirim ke Bisnis Manager Petugas Pengadaan Tugas dan tanggung jawab petugas pengadaan adalah: a. Mengentri BPBA yang akan dipesan sesuai dengan permintaan barang dari masing-masing penanggung jawab lemari. b. Memeriksa kesesuaian barang yang datang dengan faktur dari PBF dengan BPBA yang dibuat di Apotek Kasir Kasir bertanggung jawab kepada Apoteker Pengelola Apotek dan mempunyai tugas antara lain: a. Menerima uang pembayaran atas hasil penjualan tunai, yaitu resep tunai, penjualan bebas dan penjualan alat-alat kesehatan. b. Mencatat semua hasil penjualan tunai setiap harian pada laporan penjualan harian. c. Menghitung dan menyetorkan semua hasil penjualan tunai harian selama bertugas pada kasir besar melalui supervisor peracikan sebagai penanggungjawab Juru Resep Juru resep mempunyai tugas sebagai berikut: a. Membantu tugas Asisten Apoteker untuk menyiapakan obat, yaitu dengan mengerjakan obat-obat racikan yang bahannya telah disiapkan oleh Asisten Apoteker sesuai dengan bentuk sediaan yang diminta. b. Membuat obat-obat Anmaak di bawah pengawasan Asisten Apoteker.

247 37 c. Menjaga kebersihan di lingkungan Apotek, melaporkan sediaan obat yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker Panitia Stock Opname Stock opname dilakukan oleh semua pegawai di Apotek yang bertanggungjawab langsung kepada Apoteker Pengelola Apotek. Stock opname dilakukan setiap bulan. Tugas pokok panitia stock opname antara lain: a. Melakukan stock opname terhadap seluruh perbekalan farmasi di Apotek yang akan dijual. Hasil dari stock opname ini kemudian dicatat di buku besar. b. Meneliti kembali kebenaran hasil stock opname tersebut. c. Melaporkan hasil stock opname. d. Memberikan informasi kondisi dan nilai barang stock opname tersebut. e. Memberikan usulan alternatif penyelesaian masalah dan melakukan upaya pemecahan masalah penumpukan stok barang terutama barang yang kurang dan tidak laku Pekarya Bertanggung jawab langsung kepada Apoteker Pengelola Apotek. Tugas dan tanggung jawab adalah menjaga kebersihan dan kenyamanan pada tiap ruang dan fasilitas lain yang ada di Apotek Kimia Farma No. 50, Bogor. 4.4 Kegiatan Apotek Kimia Farma No. 50, Bogor Apotek Kimia Farma No. 50, Bogor melaksanakan kegiatan pelayanan yang terbagi dalam 2 shift yaitu shift pagi pukul ( WIB) dan shift siang pukul ( WIB), kecuali hari libur atau hari besar jadwalnya berbeda ( WIB) dan setiap karyawan wajib datang setengah jam sebelum jam masuk. Kegiatan utama yang dilakukan Apotek Kimia Farma No. 50, Bogor meliputi kegiatan teknis kefarmasian (pengadaan barang, penerimaan barang, penyimpanan barang, pembuatan anmaak, dan penjualan) maupun kegiatan nonteknis kefarmasian.

248 Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi: a. Pengadaan Barang Apotek Kimia Farma No. 50 merupakan salah satu apotek pelayanan yang berada di bawah koordinasi dengan BM Bogor. Pengadaan barang (selain narkotika dan psikotropika) dilakukan secara terpusat di BM dengan menggunakan sistem pembelian sentralisasi (pooling sistem). Terdapat dua sistem pengadaan barang di apotek Kimia Farma No. 50 yaitu sistem DC (Distribution Center) dan BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek). Sistem DC dilakukan secara komputerisasi, yaitu BM melihat secara langsung jumlah/stok barang, penjualan, serta data history penjualan periode sebelumnya melalui komputer BM dengan sistem informasi yang terhubung dengan apotek Kimia Farma No. 50. BM dapat mengetahui buffer stock dari masing masing barang di apotek melalui sistem ini. Barang dikirim dari BM ke apotek sesuai dengan jumlah barang yang kurang setiap minggu. Sistem pengadaan kedua adalah BPBA. Meskipun telah diterapkan sistem DC, BPBA tetap diperlukan untuk menutupi kekurangan sistem DC yaitu jumlah barang yang tidak terbaca dalam sistem DC. Selain itu, perlu juga dilakukan pengecekan secara aktif jumlah barang untuk selanjutnya dibuat de fecta/permintaan dalam bentuk BPBA. Permintaan barang dilakukan dengan mentransfer Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) melalui sistem informasi Kimia Farma ke BM Bogor. Bagian pengadaan/pembelian di BM Bogor akan membuat Surat Pesanan (SP) sesuai BPBA ke distributor. Khusus untuk pengadaan narkotika dan psikotropika, pemesanan dilakukan oleh masing masing apotek pelayanan melalui surat pemesanan (SP) yang telah ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Selain sistem DC dan BPBA, apotek dapat melakukan permintaan cito kepada BM. Permintaan cito yaitu permintaan mendesak jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan agar pelanggan tidak kecewa akibat persediaan yang kosong.

249 39 b. Penerimaan Setelah barang datang dari BM dilakukan penerimaan dan pemeriksaan meliputi meliputi nama, kemasan, jumlah, tanggal kadaluarsa dan kondisi barang. Jika terdapat ketidaksesuaian dengan BPBA, maka akan dilakukan pencatatan dan selanjutnya dikonfirmasi ke BM. Khusus untuk narkotika yang dipesan sendiri oleh apotek Kimia Farma No. 50, maka akan dikirim langsung oleh distributor ke apotek tanpa melalui BM. Pada saat penerimaan juga dilakukan proses pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan nama, kemasan, jumlah, tanggal kadaluarsa, dan kondisi barang serta dilakukan pencocokan antara faktur dan salinan faktur dengan surat pesanan yang meliputi nama, kemasan, jumlah, harga barang serta nama distributor. Kemudian faktur ditandatangani dan diberi stempel apotek. Faktur asli diserahkan kembali kepada petugas pengantar barang atau distributor untuk kelengkapan syarat dalam proses pembayaran hutang dagang. Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker atau petugas lain yang diberi kuasa. c. Penyimpanan 1. Obat Ethical Penyimpanan perbekalan farmasi menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan sistem FEFO (Fist Expired Fist Out). Penyimpanan obat dikelompokkan sesuai dengan efek farmakologis (jantung dan hipertensi, antidiabetik, antihiperlipidemia, analgetik-antiinflamasi, susunan saraf pusat, pencernaan, hormon, psikotropika, antialergi, antibiotik, vitamin dan suplemen) dan bentuk sediaan obat (padat, semisolid, cairan, dan obat tetes mata) dan terdapat tempat khusus lemari pendingin sebayak dua buah untuk menyimpan obat yang harus disimpan pada suhu 2 8 C seperti suppositoria, ovula dan insulin, sedangkan vaksin disimpan dalam freezer dengan suhu -20 C (-10) C. Selain itu penyimpanan obat juga dibedakan atas obat generik, narkotika, psikotropika, dan obat asuransi kesehatan (askes). Obat-obat dalam bentuk bahan baku diletakkan di rak tersendiri di dekat timbangan. Setiap pengeluaran dan pemasukan barang dicatat dalam kartu stok yang diletakkan di dalam kotak masing-masing obat. Untuk mencegah obat kadaluarsa yang tidak terkontrol, selain diterapkan sistem FEFO, di apotek Kimia

250 40 Farma No. 50 juga dibuat stiker kertas berwarna yang ditempelkan di kotak obat yang menandakan tahun kadaluarsa obat. 2. Obat di Swalayan Farmasi Produk-produk seperti alat kesehatan, vitamin, obat bebas, obat bebas terbatas, produk bayi, kosmetik, dan produk rumah tangga disusun pada rak swalayan farmasi. Rak disusun sejajar dengan kemiringan sekitar 300 agar mudah dilihat dan tampak menarik oleh konsumen. Rak rak tersebut dikelompokkan berdasarkan kategori beauty care, personal care, baby and child care, fist aid, medicine (tablet), medicine (syrup), vitamin dan mineral, serta poduk topikal. d. Penjualan Kegiatan penjualan yang dilakukan meliputi pelayanan resep (tunai dan kredit), penjualan obat bebas, penjualan obat UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) dan alat kesehatan. 1. Penjualan Resep Tunai Resep tunai adalah resep permintaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan dibayar secara tunai oleh pasien. 2. Penjualan Resep Kredit Pembayaran obat resep menggunakan jasa perusahaan asuransi yang pembayarannya secara berjangka berdasarkan perjanjian yang telah disetujui bersama dan tagihan ditujukan kepada perusahaan yang bersangkutan. Apotek Kimia Farma No. 50 mengadakan kerjasama dengan PLN, Yayasan Aneka Tambang, Ensefal, Bank Mandiri,dan Asuransi Kesehatan Inhealth. 3. Penjualan Swalayan Farmasi Penjualan swalayan farmasi adalah barang yang dibeli tanpa resep dokter seperti obat bebas dan obat bebas terbatas, obat tradisional, kosmetika, perlengkapan bayi, dan alat kesehatan. Apotek Kimia Farma No. 50 menyediakan alat-alat kesehatan seperti kursi roda, termometer digital, tongkat penyangga, dan sebagainya. Pelayanan penjualan alat-alat kesehatan diberikan penjelasan tentang cara penggunaan alat-alat kesehatan tersebut oleh apoteker atau asisten apoteker. 4. Penjualan Obat UPDS Pasien dapat membeli obat UPDS yang termasuk dalam golongan OWA. Prosedur penjualan UPDS adalah sebagai berikut:

251 41 a. Pasien menyebutkan OWA yang diinginkan. b. Asisten Apoteker memeriksa apakah obat yg diminta pasien termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotik (DOWA) atau tidak. c. Pasien membayar harga obat dikasir, kemudian asisten apoteker memberikan obat disertai dengan informasi tentang obat tersebut. d. Asisten apoteker mencatat nama, nomor telepon, alamat pasien di kartu UPDS. e. Setiap penjualan dicatat dalam laporan penjualan harian Kegiatan Nonteknis Kefarmasian Kegiatan nonteknis kefarmasian yang dilakukan yaitu kegiatan yang bagian keuangan dan bagian administrasi seperti pencatatan atau administrasi harian dalam bentuk pembuatan laporan harian yang biasa disebut LIPH (Laporan Ikhtisar Penjualan Harian) baik penjualan tunai dan kredit.

252 BAB 5 PEMBAHASAN Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek dipimpin oleh seorang apoteker yang disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA). Untuk dapat mengelola apotek seorang apoteker tidak cukup dengan berbekal ilmu teknis kefarmasian sajatetapi juga harus memiliki kemampuan memahami manajerial yang meliputi pengelolaan administrasi, persediaan sarana keuangan dan pengelolaan sumberdaya manusia. Peran seorang Apoteker di apotek dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat agar keamanan, efektivitas, ketepatan, dan kerasionalan penggunaan obat dapat tercapai. 5.1 Lokasi Dan Tata Ruang Apotek Apotek Kimia Farma No. 50 berlokasi di jalan Merdeka No. 24 Bogor, denah lokasi dapat dilihat pada lampiran 1. Ditinjau dari lokasinya, apotek ini cukup strategis karena berada tepat di pinggir jalan. Selain itu, lokasi ini dekat dengan tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, pertokoan, dan pemukiman penduduk. Apotek Kimia Farma no. 50 adalah outlet Apotek Kimia Farma kelas 2. Selain terdapat area pelayanan dan swalayan farmasi, apotek juga disertai dengan tempat praktek dokter (Lampiran 13), mulai dari dokter umum dan dokter spesialis, laboratorium klinik, optik, mushola, dan tempat parkir yang cukup luas dan nyaman. Dokter-dokter spesialis yang ada di Apotek Kimia Farma No. 50 antara lain, spesialis penyakit dalam (internis), penyakit paru dan 42

253 43 pernapasan, kulit dan kelamin, THT, mata, saraf (neurologi), anak, kebidanan dan kandungan, dan jantung. Susunan tata letak dan ruang Apotek Kimia Farma No. 50 terbagi menjadi ruang tunggu, ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, ruang kerja apoteker, ruang konseling, ruang praktek dokter, mushola, toilet, serta halaman parkir. Desain interior dan eksterior apotek dibuat menarik dan memperhatikan kenyamanan pasien / pengunjung. Pada bagian depan gedung juga terdapat papan bertuliskan logo Kimia Farma sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengenali keberadaan apotek. Dinding depan apotek dibuat berupa kaca tembus pandang sehingga orang dari luar dapat melihat kegiatan di dalam apotek dan menarik pengunjung untuk datang. Ruang peracikan pun dibuat agar dapat langsung terlihat oleh pengunjung sehingga pengunjung dapat mengetahui apa yang dikerjakan oleh pegawai apotek. Penataan ruangan dan barang barang dibuat rapi dan bersih. Penataan swalayan farmasi dibuat sedemikian rupa sehingga pengunjung mudah memilih perbekalan farmasi yang diinginkannya. Tersedia pula ruang tunggu yang nyaman bagi pengunjung yang menunggu peracikan obatnya. 5.2 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor Apoteker Kimia Farma No. 50 Bogor dipimpin oleh seorang Manajer Apotek Pelayanan (MAP) yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian mulai dari pagi hingga siang hari, sedangkan pada shift sore hingga malam hari dilakukan oleh seorang tenaga Apoteker Pendamping. Shift pagi dimulai dari pukul sampai dengan pukul 14.00, dan dilanjutkan dengan shift sore mulai dari pukul sampai dengan pukul Selain itu tenaga sumber daya yang ada di apotek lainnya meliputi Asisten Apoteker (AA), petugas administrasi, petugas pengadaan, juru resep, kasir, pekarya dan satpam. Tiap bagian memiliki fungsi dan tugasnya masing masing seta jadwal yang telah ditetapkan. Selengkapnya struktur organisasi Apotek Kimia Farma No.50 dapat dilihat Lampiran 3.

254 Pengelolaan Apotek Pengelolaan perbekalan farmasi yang dilakukan di apotek ini mulai dari perencanaan, pengadaan, pemesanan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian, dan pengawasan serta pengendalian. Perencanaan memegang peranan penting dalam proses pengadaan perbekalan farmasi. Pengadaan yang efektif sehingga menjamin ketersediaan dan kelengkapan obat akan meningkatkan keuntungan apotek dan membantu meningkatkan jumlah pelanggan. Pengadaan barang (selain narkotika dan psikotropika) dilakukan secara terpusat di BM dengan menggunakan sistem pembelian sentralisasi (Pooling System) dengan menerapkan sistem DC (Distribution Center) dan BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek). Sistem DC dilakukan secara komputerisasi yaitu BM melihat secara langsung jumlah atau stok barang, penjualan, serta data history penjualan periode sebelumnya melalui komputer BM dengan sistem informasi yang terhubung dengan apotek Kimia Farma No.50. Setelah menerima data dari apotek, BM akan menyiapkan Surat Pemesanan (SP) kemudian faktur pemesanan dikirim ke gudang, faktur yang diterima akan diperiksa yaitu bagian Quantity barang oleh bagian gudang, selanjutnya gudang akan mendroping barang sesuai dengan data pada apotek kimia farma No.50 yang terbaca secara komputerisasi oleh BM, lalu bagian pengadaan akan memproses pembayaran barang tersebut di bagian administrasi. Sistem pengadaan DC mempunyai beberapa keuntungan yaitu : a. Menghemat faktur sehingga menghemat tenaga untuk mengentri faktur b. Mengurangi kesalahan dalam mengentri faktur oleh pegawai apotek c. Memperbesar diskon yang diperoleh karena pembelian dengan pooling system d. Memperbesar keuntungan yang diperoleh e. Meghindari barang tidak laku atau barang menumpuk di apotek f. Mempermudah pengontrolan expired date g. Memfokuskan pelayanan kepada pelanggan (bagi apotek) Akan tetapi sistem pengadaan DC mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:

255 45 a. Data history penjualan tidak dapat membedakan penjualan substitusi dan penjualan sebenarnya tidak bisa dibedakan b. Barang yang datang bisa lama karena adanya proses pembagian barang terlebih dahulu di BM baru kemudian dikirimkan ke apotek c. Terkadang jumlah barang yang terbaca di sistem DC tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya d. Barang yang datang dari BM harus dilakukan pengecekan kembali saat sampai ke apotek Pemesanan barang yang dilakukan oleh apotek Kimia Farma No. 50, Bogor adalah menyiapkan BPBA ke BM Bogor dan menyiapkan SP narkotika dan psikotropika. BPBA dikirim ke BM Bogor secara online melalui sistem informasi, kemudian BM akan mengubah BPBA menjadi SP. Pendistribusian barang untuk apotek Kimia Farma No. 50 dilakukan setiap hari selasa dan jumat. Apabila terdapat persediaan yang mendekati jumlah minimal maka dapat dilakukan permintaan CITO atau permintaan langsung ke DC. Khusus untuk pengadaan narkotika dan psikotropika pemesanan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui SP yang ditandatangani oleh APA dan barang akan diantar langsung oleh PBF ke apotek tanpa melalui DC. Surat pemesanan Narkotika dibuat empat rangkap, dua rangkap untuk distributor (termasuk yang asli) dan dua rangkap untuk apotek. Untuk SP narkotika, satu SP untuk satu jenis narkotika. Sedangkan SP psikotropika terdiri dari dua rangkap, asli untuk distributor dan satu rangkap untuk arsip apotek. SP Psikotropika, satu SP dapat digunakan untuk beberapa pabrik kecuali distributor ensefal menghendaki SP harus berbeda untuk pabrik yang berbeda. Surat pesanan ditandatangai oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek. Contoh SP narkotika dan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Barang yang datang dari BM dilakukan penerimaan dan pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi nama, kekuatan, kemasan, jumlah, tanggal kadaluarsa dan kondisi barang. Diperiksa pula kesesuaian daftar barang yang dikirim dengan barangnya. Begitu pula narkotika dan psikotropika yang datang dari distributor diperiksa kesesuaian barang dengan fakturnya. Penyusunan obat dibuat agar penyimpanan obat terlihat sangat rapi

256 46 dan teratur. Penyusunan obat dipisahkan berdasarkan efek terapinya (hipertensi, anti koagulan, anti diabetes, diuretik, kolesterol, asam urat, analgetik antipiretik antiinflamasi, obat kanker, susunan saraf pusat, obat wasir, hormon, saluran cerna, dan saluran pernafasan), berdasarkan bentuk sediaan (solid, semisolid, liquid) dan berdasarkan penyimpanan khusus (psikotropika, narkotika dan obat-obat yang memerlukan penyimpanan suhu dingin). Adapin tujuan dari penyusunan berdasarkan hal di atas agar memudahkan dalam pengambilan, mencegah kesalahan pemilihan obat serta menjaga keamanan obat psikotropika dan narkotika. Obat disimpan dalam kotaknya masing masing dan biasanya kemasan sekundernya dibuang. Bila kemasan sekunder tersebut cukup dimasukkan ke kotak obat dalam rak, alangkah lebih baik jika obat tidak dikeluarkan dari kemasan sekunder. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui identitas lengkap dari obat. Jika kemasan sekunder dibuang, sebaiknya dihancurkan/dirusak terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab. Proses penyimpanan meliputi memasukkan barang yang datang ke kotak obat, mencatat mutasi obat ke dalam kartu stok, dan melakukan pengendalian persediaan. Pengendalian persediaan guna meminimalkan kehilangan obat dilakukan dengan uji petik, yaitu membandingkan jumlah obat dalam kartu stok, jumlah obat secara fisik dan jumlah obat yang tercatat dalam sistem di komputer. Masing - masing asisten apoteker bertanggung jawab terhadap rak obatnya masing-masing. Pendistribusian perbekalan farmasi yaitu penjualan baik obat swalayan farmasi dan obat resep. Kegiatan yang dilakukan adalah menyiapkan obat racikan, membungkus dalam bungkus puyer atau kapsul, menyiapkan obat jadi dan memberikan etiket. Dalam penyiapan atau pelayanan resep terdapat beberapa tahapan pelayanan yang terdiri dari menghargai, timbang, kemas, kuitansi, salinan resep (copy resep) yang harus diparaf oleh setiap petugas yang mengerjakan tiap tahapan. Hal ini dijadikan sebagai salah satu bentuk kontrol kualitas pelayanan dan sebagai bentuk pengawasan terhadap kemungkinan kesalahan di setiap tahapan. Kontrol kualitas pelayanan ini diterapkan untuk memastikan bahwa obat yang sampai ke

257 47 pasien adalah tepat dan benar. Resep yang masuk ke apotek dikumpulkan sesuai nomor urut dan tanggal resep serta disimpan dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Resep yang mengandung narkotika digaris bawah pada tulisan obat narkotikanya dan dipisahkan dari resep lainnya. Pengawasan dan pengendalian terhadap kualitas obat dilakukan dengan mengecek obat obat yang mendekati tanggal kadaluarsa maupun adanya obat rusak. Hal ini dilakukan agar pasien menerima obat yang berkualitas dan tidak membahayakan keselamatannya karena kelalaian akibat pemberian obat yang sudah kadaluarsa atau rusak. Maka dari itu, pada etiket obat dicantumkan tanggal kadaluarsa dan disampaikan pula kepada pasien. Selain itu, pengendalian obat kadaluarsa juga dilakukan dengan menandai tahun kadaluarsa obat pada kotak penyimpanan masing masing dengan stiker khusus dengan warna yang menunujukkan tahun tertentu. 5.4 Pelayanan Resep Pelayanan resep pada Apotek Kimia Farma No. 50 terdiri dari resep tunai dan kredit. Prosedur pelayanan resep tunai dimulai dengan pasien datang membawa resep yang akan diterima oleh asisten apoteker (AA) di kasir penerimaan resep untuk dicek keabsahannya. Kemudian AA akan mengecek ketersediaan obat di komputer dan memberikan harga untuk resep tersebut. AA akan menginformasikan total harga yang harus dibayar, kemudian jika pasien menyetujui maka AA akan memasukan data pasien meliputi nama, alamat, nomor telepon, nama dokter atau instansi penjamin pasien sebagai patient medical record. Print out bukti pembayaran akan diberikan kepada pasien sebagai nomor urut pengambilan obat, sedangkan yang lain dilampirkan pada resep asli. Resep kemudian disiapkan pada petugas di bagian peracikan, dengan membuat etiket, menghitung jumlah obat untuk resep racikan dan mengemasnya. Jika terdapat resep racikan, juru resep akan membuat resep tersebut setelah AA menghitung, menimbang, menyiapkan obat, dan memberi etiket untuk resep racikan. Obat yang telah disiapkan akan diperiksa kembali oleh AA kesesuaian obat dengan resep baik nama obat, bentuk sediaan, kekuatan sediaan, jumlah maupun etiketnya. Apabila pasien hanya menebus sebagian dari total jumlah obat yang diresepkan maka AA akan membuat salinan resep untuk pengambilan sisanya. Salinan resep

258 48 juga dapat diberikan apabila pasien meminta dibuat salinan resep, sedangkan untuk pasien yang memerlukan kwitansi, AA akan membuatkan kwitansi dan salinan resep dibelakang kwitansi tersebut. Pada keadaan apotek tidak dapat menyediakan obat sesuai jumlah yang diminta, maka apotek akan membuat Bon/Janji obat (Lampiran 4.) dimana apabila sisa obat yang dibutuhkan telah tersedia di apotek, pihak apotek akan menghubungi pasien sehingga pasien dapat mengambil sisa obat tersebut. Prosedur pelayanan resep kredit hampir sama dengan resep tunai, yaitu pasien datang dengan membawa resep kemudiaan oleh AA akan dicek keabsahan dan kelengkapan administrasi seperti seperti surat rujukan, foto kopi kartu pegawai dan lain-lain sesuai dengan ketentuan instansi terkait. Kemudian AA akan memeriksa apakah semua obat yang diresepkan masuk dalam formularium masing-masing instansi. Setelah semua persyaratan terpenuhi, AA akan memberikan nomor urut kepada pasien untuk mengambil obat, dan nomor urut yang lain akan dilampirkan pada resep asli. Jika terdapat obat yang tidak masuk dalam formularium instansi tersebut maka AA akan memberikan pilihan pada pasien untuk membeli secara tunai atau mengganti obat dengan kandungan sama yang masuk dalam daftar obat formularium tersebut. Obat kemudian disiapkan dan diperiksa kembali sebelum diserahkan kepada pasien. Pembayaran resep kredit akan ditanggung instansi atau perusahaan dengan persyaratan atau perjanjian yang telah disepakati. Pada saat penyerahan obat, apoteker atau asisten apoteker akan melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep, kemudian apoteker akan memanggil nama pasien dan memastikan identitas pasien. Obat diserahkan kepada pasien dengan menyertai pemberian informasi obat meliputi nama obat, tujuan pengobatan atau indikasi, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping dan interaksi yang kemungkinan akan timbul, serta halhal lan yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Untuk resep kredit, apoteker atau asisten apoteker akan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti penerimaan obat. Selain pelayanan resep, Apotek Kimia Farma No. 50 juga menerima pelayanan obat tanpa resep dokter seperti penjualan obat bebas dan melayani permintaan swamedikasi atau

259 49 Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS). Pelayanan ini dikenal sebagai pelayanan Hand Verkoop (HV). Untuk pelayanan UPDS, asisten akan mencatat nama, nomor telepon, dan alamat pasien di kartu UPDS. 5.5 Pelaporan Pelaporan yang dilakukan antara lain pelaporan narkotika dan psikotropika, analisa penjualan, formulir produktivitas dokter in house, laporan praktek pharmacutical care, service level BM ke apotek, service level apotek ke pelanggan, waktu layanan apotek, dan uji petik. Pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 10. Laporan ini ditujukan ke Dinas Kesehatan Kota Bogor dengan tembusan ke Balai POM provinsi Jawa Barat, PT Kimia Farma, dan sebagai arsip. Pelaporan psikotropika dan narkotika di KF 50 dilakukan dengan mengirimkannya melalui pos, tidak menggunakan Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit layanan (puskesmas, rumah sakit dan apotek) ke dinas kesehatan kabupaten/ kota dengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya dinas kesehatan kabupaten/ kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Ditjen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Hal ini dikarenakan Dinkes Kota Bogor belum terbiasa menggunakan sistem ini sehingga menyarankan apotek untuk tetap menggunakan pos dalam pengirimannya. Dalam pengirimannya dilampirkan tabel penggunaan obat-obat narkotika dan psikotropika, tabel tersebut terdiri dari jenis obatnya, satuan, saldo awal, pemasukan (dari dan jumlahnya), penggunaan (untuk dan jumlahnya), dan saldo akhir.

260 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kegiatan Kefarmasian yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No 50, Bogor terlaksana dengan baik meliputi kegiatan teknis kefarmasian (pengadaan barang, penerimaan barang, penyimpanan barang, dan penjualan) maupun kegiatan nonteknis kefarmasian (kegiatan pada bagian keuangan dan bagian administrasi seperti pencatatan atau administrasi harian dalam bentuk pembuatan laporan harian) Apoteker Pengelola Apotek (APA) Kimia Farma No 50 telah melaksanakan tugas dan fungsi sebagai APA sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. 6.2 Saran Kebersihan fasilitas apotek perlu diperhatikan dan ditingkatkan termasuk kebersihan toilet dan mushola, dengan membersihkan secara periodik untuk meningkatkan kepuasan pelanggan Perlu peningkatan kedisiplinan karyawan dan tindakan tegas dari APA dalam pencatatan mutasi barang pada kartu stok, sehingga stok obat pada kartu stok dan stok fisik sesuai untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan apotek Diperlukan termometer pada lemari pendingin untuk memonitor suhu lemari pendingin, sehingga kondisi suhu terjamin dan stabilitas sediaan termolabil dapat terjaga Hendaknya pemakaian masker di apotek diberlakukan dan disosialisasikan terutama di bagian peracikan. 50

261 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Mentei Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Mekes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat yang dapat Diserahkan tanpa Resep. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 992/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 51

262 Pemerintah Republik Indonesia, (1969). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 tahun 1969 tentang Pendirian Perusahaan Negara farmasi dan Alat Kesehatan "bhinneka kimia farma". Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia.(2009).Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Repulik Indonesia Nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta. PT. Kimia Farma Apotek. (2012, Januari 13). Dewan Direksi. Dipetik Oktober 8, 2012,dari Kimia Farma Apotek: w&id=377&itemid=44 PT. Kimia Farma Apotek. (2011, Desember 13). Visi & Misi. Dipetik Oktober 8, 2012,dariKimiaFarmaApotek: com_content&view=article&id=374&itemid=46 PT. Kimia Farma Tbk. (2012). Anak Perusahaan. Dipetik Oktober 8, 2012, dari Kimia Farma: PT. Kimia Farma Tbk. (2012). Sejarah. Dipetik Oktober 8, 2012, dari Kimia Farma: PT. Kimia Farma Tbk. (2012). Visi dan Misi Perusahaan. Dipetik Oktober 8, 2012, dari Kimia Farma: Umar. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana. 52

263 LAMPIRAN

264 53 Lampiran 1. Denah Lokasi Apotek Kimia Farma No. 50

265 54 Lampiran 2. Denah Tata Ruang Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor

266 55 Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 50

267 56 Lampiran 4. Lembar Bon/Janji Obat Apoteker : Drs. Dadang Griyana, Apt. SIK No. : 4829/B

268 57 Lampiran 5. Lembar Copy Resep

269 58 Lampiran 6. Lembar Kuitansi Pembayaran Resep/Tunai

270 59

271 60 Lampiran 7. Lembar Surat Pesanan Narkotika

272 61 Lampiran 8. Lembar Surat Pesanan Psikoptropika

273 62 Lampiran 9. Contoh Kemasan Obat

274 63 Lampiran 10. Contoh Etiket Obat

275 64 Lampiran 11. Contoh Penandaan Obat

276 65 Lampiran 12. Kartu Stok Barang

277 66 Lampiran 13. Jadwal Praktek Dokter Apotek Kimia Farma No.50

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan Tahun

Rencana Aksi Kegiatan Tahun Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015-2019 DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahu Wa Ta ala, Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis ini digunakan dengan pertimbangan bahwa hasil penelitian diharapkan akan mampu memberikan informasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN ARAH KEBIJAKAN Program peningkatan pelayanan kefarmasian diarahkan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--0/AG/2014 DS 0221-0435-5800-5575 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/211/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/211/2015 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/211/2015 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-51 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/399/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/399/2017 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/399/2017 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-53 TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Padang, 16 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS, KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 disusun dalam rangka memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.-/216 DS634-9258-3394-618 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci