UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

3

4

5 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

6 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012 ii

7

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXV, yang diselenggarakan pada tanggal Juni 2012 di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Dalam pelaksanaan kegiatan PKPA ini penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D, selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2. Dr. Setiawan Soeparan, MPH, selaku Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, atas pengarahannya selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 3. Drs. Syafrizal, Apt., selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan sekaligus pembimbing dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 4. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi. 5. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 6. Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS., Apt., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi iv

9 yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan laporan ini. 7. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, doa, semangat, nasehat dan kasih sayang yang tiada henti. 8. Seluruh staf Fakultas Farmasi dan seluruh staf Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 9. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat kelak untuk semua pihak yang berkepentingan. Penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan laporan ini. Penulis 2012 v

10 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Anatria Kholiyah : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni 29 Juni 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan agar calon apoteker memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tujuan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap, jumlah cukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, sesuai peraturan yang berlaku. Untuk mendapatkan gambaran mengenai aktivitas yang dilakukan, maka penulis ditempatkan di direktorat tersebut untuk memahami pelaksanaan perencanaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota. Proses perencanaan yang dilakukan meliputi pemilihan obat, kompilasi pemakaian obat, perhitungan kebutuhan obat, dan proyeksi kebutuhan obat. Kata Kunci : Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Perencanaan. Tugas Umum : x + 49 halaman; 7 lampiran Tugas Khusus : ii + 14 halaman Daftar Acuan Tugas Umum : 13 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus: 5 ( ) vi

11 ABSTRACT Name : Anatria Kholiyah Program Study : Apothecary Profession Title : Apothecary Internship Report at Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Period June 18 th - June 29 th 2012 Pharmacists Professional Practice at Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia aims to prospective pharmacists understand the duties and functions of Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan has the purpose of providing drugs and medical supplies in the public sector are complete, sufficient, and easily obtained at any time with reasonable price and guaranteed quality, and ensure the availability, distribution, quality, and affordability of medicines and medical supplies for care health. The realization of guidelines, standards, norms, criteria, and procedures in the provision and management of public medicine and medical supplies for primary health services, according to applicable regulations. To get an overview of the activities carried out, the authors placed in the directorate is to understand the implementation of public drug plans and health supplies in the District / City. Planning process includes the selection of drugs, drug compiling, calculating drug needs and projected needs of the drug. Keywords : Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Planning General Assignment : x + 49 pages; 7 appendices Special Assignment : ii + 14 pages Bibliography of general assignment : 13 ( ) Bibliography of general assignment : 5 ( ) vii

12 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv vi viii x xi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 5 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN Tugas Pokok dan Fungsi Tujuan Sasaran Strategi Intervensi Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Sumber Daya Manusia BAB 4 PEMBAHASAN Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehata Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

13 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ix

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian x

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Untuk mewujudkannya maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik. Kementerian Kesehatan memiliki misi yaitu melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tercapainya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dengan misi tersebut maka pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, serta mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Dalam pelaksanaan tugas tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, terus-menerus berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik. Salah satu hal yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan adalah dengan cara meningkatkan pelayanan kefarmasian yang merupakan tanggung jawab dari pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal ini mempunyai sasaran utama yaitu menjamin semua sediaan farmasi, makanan, dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat serta menjamin ketersediaan obat esensial dan alat kesehatan dasar di setiap daerah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Obat adalah bahan atau campuran bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Obat publik adalah obat-obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan pada unit pelayanan dasar, contohnya: 1

16 2 kloramfenikol, antasida dan kodein. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Contoh perbekalan kesehatan adalah kapas dan masker (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan hal yang sangat mendasar dan penting. Oleh karena itu, diperlukan penganturan mengenai pemenuhan ketersediaan kedua hal tersebut. Pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Bina Obat Publik dan Perbekalan Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Peran apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah melakukan pengadaan, produksi, distribusi dan pelayan kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Pada direktorat ini apoteker memiliki fungsi dalam hal pengadaan, yaitu mengelola pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk menunjang pelayanan kefarmasian hingga sampai ke masyarakat dalam keadaan bermutu baik dan aman. Oleh karena itu, Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan perlu diadakan untuk lebih memahami mengenai proses pengadaan obat di Indonesia. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi sebagai berikut: Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan, 2011) Visi Visi Kementerian Kesehatan adalah masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan Misi Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dam pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Kedudukan, Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan; b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan; 3

18 4 c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan; d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah; dan e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan, 2011) Kementerian Kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satu keseluruhan dalam melaksanakan program-program yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan. Nilai-nilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan, 2011) Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut: a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global; b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif - preventif; c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional; d. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan yang merata dan bermutu; e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; dan f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya guna, dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.

19 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b) Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas (Lampiran 1): a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan; c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; f. Inspektorat Jenderal; g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat; k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan; l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal; n. Pusat Data dan Informasi; o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri; p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; q. Pusat pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; r. Pusat Komunikasi Publik; s. Pusat Promosi Kesehatan; t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan u. Pusat Kesehatan Haji. 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) Tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasiaan dan alat kesehatan.

20 Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tujuan (Kementerian Kesehatan, 2011) a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan; b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional Sasaran dan Indikator (Kementerian Kesehatan, 2011) Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% Kegiatan (Kementerian Kesehatan, 2011) Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi: a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

21 7 rumah tangga; c. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan d. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2) : Sekretariat Direktorat Jenderal 1. Tugas dan Fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi : a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran; b. Pengelolaan data dan informasi; c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; d. Pengelolaan urusan keuangan; e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan; dan f. Evaluasi dan penyusunan laporan. 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 3) : a. Bagian Program dan Informasi; b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c. Bagian Keuangan; d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional.

22 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari (Lampiran 4): a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

23 9 c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 5) : a. Subdirektorat Standardisasi; b. Subdirektorat Farmasi Komunitas; c. Subdirektorat Farmasi Klinik; d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional;

24 10 e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 6) : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

25 11 c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 7) a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;

26 12 c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus; d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional

27 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan Standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. 13

28 Tujuan Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap, jumlah cukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, sesuai peraturan yang berlaku. 3.3 Sasaran Sasaran hasil Program Obat Publik dan Pebekalan Kesehatan adalah terjaminnya kecukupan obat esensial generik bagi pelayanan kesehatan dasar disektor publik; tercapainya tujuan medis penggunaan obat, efektif, aman dan efisien pembiayaan obat; terjaminnya mutu pengelolaan obat di Kabupaten/Kota dalam rangka desentralisasi; dan di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar 3.4 Strategi Intervensi Strategi untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat melalui peningkatan akses obat bagi masyarakat luas serta pemberian dukungan untuk pengembangan industri farmasi di dalam negeri sebagai upaya kemandirian di bidang kefarmasian; penggunaan obat yang rasional dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu; menetapkan Harga Eceran Tertinggi, utamanya pada obat generik untuk pengendalian harga obat; meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mengembangkan industri obat herbal Indonesia; memantapkan kelembagaan dan meningkatkan koordinasi dalam pengawasan terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu dalam rangka perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat (SK Menkes RI No. 021/MENKES/SK/I/2011).

29 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari : Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga obat Tugas dan Fungsi Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat.

30 Struktur Organisasi Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas : a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standardisasi Harga Obat Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

31 Struktur Organisasi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan

32 18 d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.

33 Struktur Organisasi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Tugas subbagian ini adalah melakukan urusan Tata Usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian tugas subbagian ini adalah sebagai berikut : a. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Subbagian Tata Usaha berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program dan referensi terkait; b. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Subbagian Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan; c. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Subbagian Tata Usaha dengan memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna; d. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana; e. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

34 20 Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; f. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/ perlengkapan/ fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; g. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain -lain di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari pegawai yang bersangkutan; h. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan; dan i. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas. 3.6 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 35 orang dengan perincian sebagai berikut: Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Organisasi Jumlah SDM Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1 Subdirektorat Analisis Obat dan Standardisasi Harga Obat 5 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 6 Subbagian Tata Usaha 9

35 BAB 4 PEMBAHASAN Obat publik adalah obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, terjangkau oleh masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggitingginya merupakan tujuan pelayanan kefarmasian yang telah ditetapkan Pemerintah dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Untuk mewujudkannya maka Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membentuk Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang memiliki misi yaitu terjaminnya ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Selain itu, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Tugas ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1144/MENKES/PER/III/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki empat subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standardisasi harga obat, subdirektorat penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. Pembagian tersebut dilakukan agar masing-masing subdirektorat dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. 21

36 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat ini berperan dalam mengendalikan harga obat generik secara rasional sehingga harga obat terjangkau oleh masyarakat dan menguntungkan bagi produsen. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas : a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standardisasi Harga Obat Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat. Untuk pengendalian harga pengadaan obat, dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Harga Obat Untuk Pengadaan Pemerintah yang dikeluarkan setiap tahunnya. Surat Keputusan ini melakukan regionalisasi wilayah Indonesia menjadi empat regional yaitu Regional I, Regional II, Regional III, dan Regional IV. Regional I meliputi Lampung, Banten, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Regional II meliputi Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Nusa Tenggara Barat. Regional III meliputi Provinsi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Regional-IV meliputi Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Tiap-tiap regional tersebut memiliki ketetapan harga obat untuk pengadaan pemerintah yang berbeda-beda. Perbedaan harga pengadaan ini disebabkan adanya perbedaan faktor harga di tiap-tiap regionalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah biaya distribusi, kekayaan regional, dan Upah Minimum Regional (UMR). Sedangkan untuk pengendalian harga obat, dikeluarkan SK Harga Eceran Tertinggi (HET) pada tiap tahunnya. SK tersebut disahkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang

37 23 beranggotakan pejabat Kementerian Kesehatan, Badan POM, akademisi, lembaga konsumen, dan organisasi profesi bidang terkait. Perumusan rekomendasi harga obat generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan harga dalam kondisi nyata Indonesia. Selain itu bahan pertimbangan dalam penetapan harga obat ini adalah hasil monitoring Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat dengan pengambilan data dari tiga apotek dan satu rumah sakit di tiap-tiap provinsi. Setelah dikeluarkannya SK HET, SK Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum, maka SK ini akan disosialisasikan ke tiap-tiap provinsi untuk kemudian diteruskan ke seluruh kabupaten/kota. Selain itu, SK ini juga dapat diunduh dari situs internet, sehingga pelayanan kesehatan dasar dapat melakukan pengadaan. Apabila SK ini belum dikeluarkan, maka pelayanan kesehatan dasar dapat melakukan pengadaan dengan standar harga pada SK sebelumnya. Dalam pengamatan mahasiswa selama melakukan praktek di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, direktorat ini tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan tugasnya, sehingga hal ini dapat memberikan hambatan bagi pegawai baru dalam melakukan tugas di direktorat ini. Selain dari itu, tidak adanya SOP ini juga mengakibatkan pemantauan kepatuhan terhadap proses kerja di direktorat ini sulit untuk dilakukan. 4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat ini dibagi menjadi dua seksi yaitu seksi Perencanaan Penyediaan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan Perencanaan Penyediaan Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan awal yang menentukan dalam penyediaan obat. Tujuan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan yaitu untuk menetapkan jenis serta jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan yang ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan kebutuhan obat dan

38 24 perbekalan kesehatan sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana melalui koordinasi integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan perencanaan obat setiap kabupaten/kota. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan dengan menggunakan data kebutuhan yang diperoleh dari pemakaian oleh Puskesmas yang di kumpulkan dan dilaporkan oleh provinsi (bottom-up) setiap bulan yang kemudian dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan selama satu tahun. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang dalam hal ini Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan melakukan perencanaan kebutuhan obat untuk program serta perencanaan kebutuhan stok pengaman (buffer stock) nasional dimana perencanaan tersebut dilakukan setahun sekali. Buffer stock berfungsi sebagai cadangan obat yang dimiliki Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang harus selalu ada. Buffer stock ini digunakan jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam dan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada Kabupaten/Kota. Penyediaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Perencanaan dilakukan berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Anggaran untuk pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan di unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) berasal dari APBN, APBD I, Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II, dan sumbersumber lain, seperti Asuransi Kesehatan (ASKES). Awalnya, pengadaan obat berasal dari pusat (APBN) berupa obat dan perbekalan kesehatan yang didistribusikan ke tiap Kabupaten/Kota dan berasal dari APBD dan DAU berupa dana untuk pembelian atau pengadaan obat namun setelah 2010, pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dari pusat dialihkan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang diberikan untuk Kabupaten/Kota tertentu. Kabupaten/Kota yang dapat menerima DAK adalah Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

39 25 a. Kriteria umum Pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah rata-rata yang dihitung melalui indeks fiskal netto yang besarnya ditetapkan setiap tahun, daerah tersebut umumnya memiliki kemampuan keuangan daerah di bawah nilai rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah b. Kriteria khusus Daerah yang memiliki pengaturan otonomi khusus, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan misalnya UU Otonomi Khusus bagi Provinsi NAD dan Papua. Selain itu juga dengan memperhatikan karakteristik daerah, antara daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk kategori daerah ketahanan pangan yang ditetapkan setiap tahun. c. Kriteria teknis Kriteria ini dirumuskan melalui Indeks Teknis yang ditetapkan oleh Kementerian Negara/Departemen Teknis terkait yang disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan yang didanai dari DAK, antara lain standar kualitas/kuantitas konstruksi, dan perkiraan manfaat lokal dan nasional. Kabupaten/Kota tersebut dapat berubah tiap tahun jumlah maupun lokasi daerahnya tergantung perkembangan dari Kabupaten/Kota. Daerah yang tidak mendapatkan DAK maka pengadaan obatnya berasal dari APBD. Proses perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui beberapa tahap : a. Pemilihan obat berdasarkan pada obat generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku dengan patokan harga sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Daftar Harga Obat untuk PKD dan Obat Program Kesehatan. Pada perencanaan kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi perlu dilakukan analisa kebutuhan sesuai anggaran yang ada. b. Proses kompilasi, berfungsi untuk mengatahui pemakaian setiap bulan dari masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas selama setahun serta untuk menentukan stok optimum yang diperoleh dari LPLPO dan

40 26 Pola Penyakit. c. Perhitungan kebutuhan obat, diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, jumlah, dan waktu serta mutu yang terjamin. Kebutuhan obat dilakukan dengan cara pendekatan perhitungan melalui metoda konsumsi dan atau morbiditas. d. Proyeksi kebutuhan obat, ditetapkan rancangan stok akhir periode dan rancangan pengadaan yang akan datang dengan rancangan anggaran yang ada. e. Penyesuaian rencana pengadaan obat, dengan dilakukannya penyesuaian perencanaan obat dengan sumber anggaran, kebutuhan, stok akhir dan faktor esksternal, maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Metode yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi anggaran antara lain dengan menggunakan metode analisa ABC dan VEN. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan pengadaan antara lain: a. Sumber anggaran, terbatasnya sumber anggaran menyebabkan pemilihan obat harus dilakukan seefektif dan seefisien mungkin agar obat yang tersedia tepat jenis, tepat jumlah dan tepat mutu yang akan mempengaruhi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. b. Kebutuhan. c. Stok akhir, data stok akhir selanjutnya akan mempengaruhi jumlah pemesanan periode selanjutnya. Kesalahan pada stok akhir ini dapat menyebabkan penumpukan barang yang akan berimbas pada obat kadaluarsa dan kekurangan kebutuhan obat yang dapat menyebabkan tidak terpenuhinya pelayanan kesehatan. d. Faktor eksternal, faktor luar yang mempengaruhi proses perencanaan misalnya waktu yang diperlukan untuk proses pengiriman obat, dengan mengetahui berapa lama atau untuk mencegah kekosongan obat maka dalam proses perencanaan perlu diperhitungkan berapa jumlah yang harus dipesan sampai obat tersedia kembali.

41 Pemantauan Ketersediaan Pemantauan (monitoring) ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses kajian (review) terhadap suatu persediaan yang sedang berlangsung untuk mengetahui jumlah dan tingkat kecukupan setiap jenis obat, pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat dan kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit. Pemantauan yang disusun secara sistematis berdasarkan tujuan program dan terkait dengan aktivitas spesifik sangat penting untuk peningkatan kinerja program dan pencapaian tujuan program jangka panjang (Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2011). Proses pengamatan dilakukan dari unit yang lebih tinggi (Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/Kota) terhadap persediaan obat pada unit yang lebih rendah (Puskesmas/Puskesmas Pembantu/UPT lainnya). Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi farmasi Kabupaten/Kota berupa jumlah persediaan obat yang tersedia, pemakaian rata-rata obat perbulan di Kabupaten/Kota, waktu kedatangan obat, dan total jenis obat yang tersedia. Laporan dibuat berdasarkan data/ informasi yang diperoleh dari instalasi farmasi di Kabupaten/Kota. 4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Pengelolaan bertujuan untuk menjamin tersedianya obat publik dan perbekalan kesehatan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat dengan biaya yang seefisien mungkin. Siklus pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan pelaporan obat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing tahap pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian yang terkait, dengan demikian pengelolaan obat dimulai dari perencanaan kebutuhan yang merupakan dasar pada tahap pengadaan obat di PKD. Pengelolaan didukung oleh beberapa sistem penunjang, yaitu : a. Organisasi b. Pembiayaan dan kesinambungan

42 28 c. Pengelolaan informasi d. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia Dalam pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya: a. Perencanaan Masalah yang muncul dalam perencanaan obat publik dan perbekalan kesehatan diantaranya adalah data yang diterima kurang akurat, pelaksanaan pengobatan yang tidak rasional, perbedaan persepsi antara penulis resep dengan pelaksana farmasi tentang pengobatan rasional, Puskesmas belum memahami tentang cara merencanakan kebutuhan obat yang tepat, standar pengobatan rasional di puskesmas belum diterapkan secara optimal. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memberikan bimbingan intensif kepada Puskesmas agar pelaksana farmasi dan penulis resep dapat memahami dan menerapkan standar pengobatan. b. Pengadaan Dalam pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan, persyaratan pemasok, penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat, penerimaan dan pemeriksaan obat, dan pemantauan status pesanan. Permasalahan yang mungkin muncul dalam pengadaan adalah banyak Puskesmas yang mengacu pada kebutuhan tahun lalu dengan pertimbangan berdasarkan konsumsi tahun lalu dan penyakit; ketidakjelasan informasi pengadaan dari pusat dan provinsi sehingga dapat menyebabkan pengadaan ganda (dari pusat dan provinsi) atau tidak dari keduanya; sumber pembiayaan yang terbatas mengakibatkan lamanya waktu pelelangan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta prosedurnya yang melewati beberapa tahapan baku menyebabkan pengadaan menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena terjadi penumpukan obat, adanya obat rusak/kedaluarsa, jumlah obat yang tidak diresepkan tinggi, dan stok kosong. c. Penyimpanan Penyimpanan obat menjadi sangat penting karena terkait dengan pemeliharaan mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, dan memudahkan pencarian serta pengawasan.

43 29 Untuk itu diperlukan sarana dan prasarana penyimpanan yang memadai di unit pelayanan kesehatan; personalia dengan jumlah yang cukup dan memahami cara penyimpanan obat yang baik; dan memiliki standar pencatatan stok obat sehingga jumlah obat yang masuk dan keluar dapat dikontrol. d. Pendistribusian Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang pembangunannya tidak merata sehingga proses pendistribusian obat publik dan perbekalan kesehatan juga memerlukan cara yang berbeda pula. Daerah yang maju tidak mempunyai masalah yang berarti dalam proses distribusi, namun untuk daerah tertinggal sulit dijangkau karena letaknya yang jauh dipedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, pulau-pulau terpencil atau karena faktor geografis lainnya sehingga sulit terjangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi. e. Penggunaan Obat publik dan perbekalan kesehatan disediakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat sehingga diharapkan dapat digunakan secara rasional, dalam artian tepat pasien, tepat indikasi, tepat jumlah, dosis dan lama pemakaian obat. Namun pada kenyataannya, masih sering ditemukan penggunaan obat yang tidak rasional, dimana pasien mendapatkan obat yang tidak dibutuhkannya atau malah sebaliknya, pasien tidak mendapatkan obat yang dibutuhkannya. Untuk itu perlu diadakan bimbingan dan pelatihan terhadap seluruh tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan kesehatan mengenai cara penggunaan obat yang rasional. f. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan data obat di instalasi farmasi merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, dan didistribusikan. Pencatatan masih dilakukan secara manual, serta disiplin tenaga kerja untuk pencatatan masih kurang sehingga laporan yang diberikan dari daerah ke pusat tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini mempengaruhi proses perencanaan pengadaan obat untuk periode berikutnya.

44 30 Laporan hendaknya dapat dikirim tepat waktu, namun untuk beberapa daerah yang jauh dari pusat kota seringkali tidak tepat waktu sehingga dapat menyebabkan terhambatnya pengelolaan data untuk perencanaan berikutnya. Permasalahan-permasalahan di atas memungkinkan terjadinya stok obat kosong, obat berlebih, obat kurang, obat rusak dan obat kadaluarsa. Untuk itu perlu dilakukan beberapa strategi dalam pengelolaan obat, diantaranya : a. Peningkatan peran pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam sistem logistik obat khususnya obat program melalui One Gate Policy (Kebijakan Satu Pintu) b. Sinkronisasi dan harmonisasi proses perencanaan kebutuhan obat di kabupaten kota melali Tim Perencanaan Obat Terpadu (TPOT) c. Pengembangan On-line Logistic System dalam rangka mendukung pola pendistribusian obat di daerah khusunya untuk Puskesmas dan rumah sakit. d. Menerapkan ilmu farmakoekonomi dalam perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. 4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk mendukung pencapaian program obat publik dan perbekalan kesehatan, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi oleh Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Pemantauan bertujuan untuk menjaga agar pekerjaan pengelolaan obat yang dilakukan sesuai dengan pedoman yang berlaku. Hasil dari pemantauan tersebut, kemudian dievaluasi sehingga dapat ditetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan, meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya, mengukur kegunaan program-program yang inovatif, meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi serta kesesuaian tuntutan tanggung jawab. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan yang dilakukan agar dapat mendukung pencapaian indikator. Indikator adalah alat

45 31 ukur untuk dapat membandingkan kinerja yang sesungguhnya. Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain dari indikator adalah untuk penetapan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan. Hasil pengujian tersebut dapat digunakan oleh penentu kebijakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang lebih tepat. Indikator umumnya digunakan untuk memonitor kinerja yang esensial (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010) Pemantauan Ketersediaan Obat a. Tujuan Mengetahui hambatan & penetapan strategi yg efektif dalam penyediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, terjamin khasiatnya, terjamin keamanannya, terjamin mutunya, serta mudah diakses adalah merupakan amanah dari Kebiajksanaan Obat Nasional (KONAS), serta merupakan prasyarat dalam pelayanan kesehatan yang prima. Aksesibilitas kepada semua masyarakat yang membutuhkan diupayakan dengan pola penyediaan obat dalam dua jalur, yaitu jalur pelayanan sektor publik dan jalur sektor swasta. Di sektor publik pengelolaan obat yang efisien termasuk pengadaan, perencanaan terpadu di kabupaten/kota dan distribusi obat langsung di Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK) merupakan hal yang mutlak. Dalam hal ini kemampuan analisa kebutuhan obat esensial menggunakan pendekatan bottom up planning sesuai dengan pola penyakit merupakan masalah utama (Depkes c) b. Indikator Indikator pemantauan mengikuti pedoman WHO dan dapat bekerjasama dengan WHO atau pihak lain untuk membandingkan hasilnya dengan negara lain (Depkes, 2006). c. Cara (Depkes, 2004c) 1) Penyusunan pedoman supervisi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan (Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/GFK);

46 32 2) Evaluasi kebijakan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk daerah terpilih (Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten dan GFK); peserta 20 orang 3) Evaluasi kebijakan pengelolaan obat untuk daerah terpilih, peserta 20 orang; 4) Monitoring dalam rangka pembinaan pengadaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di 60 kabupaten/kota di 30 provinsi); 5) Perencanaan, pengawasan dan supervisi stok pengaman nasional 6) Penyusunan pedoman evaluasi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan; 7) Pemantauan ketersediaan obat di 60 kabupaten/kota/30 provinsi Pemantauan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah a. Tujuan Pemantauan merupakan metode yang digunakan untuk keperluan pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Melakukan pemantauan penggunaan obat mempunyai dua komponen aktif, yaitu : 1) Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan, serta pelaporannya (Kemenkes, 2010). 2) Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar senantiasa meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka dalam rangka pemakaian obat yang rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi di lapangan (Kemenkes, 2010).. 3) Menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan obat generik dan esensial yang bermutu bagi masyarakat (Depkes, 2004). 4) Mempromosikan penggunaan obat yang rasional dan obat generik (Depkes, 2004). 5) Meningkatkan pelayanan kefarmasian di farmasi komunitas dan klinis serta kesehatan dasar (Depkes, 2004).

47 33 b. Indikator Salah satu indikator monitoring kebijakan obat nasional yang dikeluarkan World Health Organitation (WHO) tahun 1999 adalah ketersediaan penggunaan obat generik dan esensial yang mencapai 100% (WHO, 1999). c. Cara Pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. 1) Pemantauan secara langsung Dilakukan dengan mengamati proses pengobatan mulai dari anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu. 2) Pemantauan secara tidak langsung Pemantauan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui : a) Dari kartu status pasien : Kecocokan dan ketepatan antara gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan, dengan diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita, serta pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara pemberian obat). b) Dari buku register pasien : Jumlah kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar dan over prescribing dari antibiotik dan pemakaian suntikan. Setelah pemantauan penggunan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dilakukan, maka dilakukan pula pemantauan pelaksanaan obat generik di Puskesmas dan jaringannya. Berdasarkan Permenkes Nomor. HK.02.02/ MenKes/068/ I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, dan Kepmenkes Nomor. HK.03.01/MenKes/159/I/2010 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, pemantauan pelaksanaan obat generik di Puskesmas dan jaringannya dilaksanakan sebagai berikut (Kemenkes, 2010) :

48 34 a. Puskesmas dan jaringannya serta sarana pelayanan kesehatan lainnya melaporkan penulisan resep dan penyediaan obat generik ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK). b. IFK merekapitulasi hasil pemantauan Puskesmas dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan rekap IFK kepada Dinas Kesehatan Provinsi. d. Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan rekap Dinas Kesehatan Kabupaten/kota kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku Pemantauan Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Sesuai Standar (Profil Dirjen Binfar Alkes, 2011) Kebijakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di kabupaten/kota dipusatkan pada Unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih dikenal dengan one gate policy drug supply management. Adapun fungsi yang harus dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit kerja terkait. Kebijakan ini didasarkan kepada efisiensi, efektifitas dan profesionalisme. Pengelolaan mencakup seluruh obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari semua sumber anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di masing-masing kabupaten/kota. a. Tujuan Untuk mengetahui kualitas sarana prasarana di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu dengan harga terjangkau serta mudah diakses. b. Pelaksanaan dan Indikator Pemantauan

49 35 Beberapa indikator dalam penilaian kualitas sarana prasarana di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yaitu sebagai berikut : 1) Struktur Organisasi IFK Didalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu dipertimbangkan keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam merumuskan/ melaksanakan kebijakan kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi Kementreian Kesehatan. 2) Sumber Daya Manusia Pengelola Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Gambaran mengenai situasi sumber daya manusia pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di instalasi farmasi dikelompokkan menjadi penanggung jawab Instalasi Farmasi dan proporsi tenaga berdasarkan latar belakang pendidikan. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1992 Pasal 63 Tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota sebagian besar sudah dikelola oleh apoteker yang sesuai dengan keahliannya. Kepala Unit Pengelola Obat/Instalasi Farmasi sebaiknya dipimpin oleh apoteker dan didukung oleh tenaga berlatar belakang farmasi sebagai penanggung jawab perencanaan dan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran/pendistribusian, penanggung jawab pencatatan/ pelaporan dan evaluasi. Selain itu diperlukan tenaga non farmasi sebagai tenaga administrasi dan tenaga pembantu umum. 3) Sarana dan Prasarana Penyimpanan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik bertujuan untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya sarana dan prasarana yang ada di instalasi farmasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut : a) Gedung, dengan luas 300 m m 2 b) Kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jumlah 1 3 unit

50 36 c) Komputer + printer, dengan jumlah 1 3 unit d) Telepon & faksimili, dengan jumlah 1 unit e) Sarana penyimpanan, seperti : rak, palet, lemari obat, dan lain-lain. Gambaran mengenai sarana dan prasarana penyimpanan obat publik dan perbekalan kesehatan di instalasi farmasi dikelompokkan menjadi luas tanah, luas bangunan, status gedung dan kondisi bangunan. 4) Pengamanan Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh instalasi farmasi untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya kebakaran. Untuk jenis dan jumlah trails disesuaikan dengan bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm, untuk jenis pagar dibuat kombinasi tembok yang terbuat dari bata merah, batako atau bahan lain yang cukup kuat dan kawat berduri juga dapat digunakan pagar hidup dari tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara serta mempunyai kerapatan yang dapat mencegah masuknya ternak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah. Sedangkan untuk alat pemadam kebakaran selain digunakan jenis tabung CO 2 juga dapat digunakan pasir dan karung. 5) Penyimpanan dan Distribusi Kegiatan penyimpanan dan distribusi memegang peranan penting dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan dan distribusi yang memadai. 6) Administrasi Sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan perlu adanya sarana kantor atau administrasi. 7) Sumber Anggaran Pengadaan Obat Keputusan Menkes RI No. 922/Menkes/SK/X/2008 tentang Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan bahwa Pemerintah Daerah kabupaten/kota mempunyai wewenang terhadap penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin skala kabupaten/kota. Sumber anggaran obat di

51 37 kabupaten/kota dapat diambil dari dana APBD II (DAU), APBD I, Askes, buffer stock kabupaten/kota, atau dari sumber anggaran program. 8) Biaya Operasional Biaya operasional sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan Pemantauan Kualitas Obat a. Tujuan Pemantauan kualitas obat dilakukan karena obat yang beredar harus memenuhi syarat keaman, khasiat, mutu dan keabsahan. Selain itu juga agar masyarakat terhindar dari penggunaan obat yang salah dan penyalahgunaan obat. b. Langkah kebijakan Langkah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu sebagai berikut : 1) Pengawasan obat dilaksanakan dengan kompetensi tinggi secara independen, akuntabel dan transparan. 2) Penguatan fungsi pengawasan obat 3) Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan obat, serta pemenuhan kebutuhan SDM yang memadai. 4) Pengembangan tenaga dengan jumlah dan mutu sesuai dengan standar kompetensi. 5) Pembentukan pusat informasi obat di pusat dan daerah untuk intensifikasi penyebaran informasi obat. 6) Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait dalam penegakan hukum secara konsisten. 7) Pengembangan sistem nasional vijilan pasca pemasaran. 8) Peningkatan upaya pemantauan promosi obat. 9) Peningkatan kerjasama regional maupun internasional. 10) Pengakuan internasional di bidang pengawasan obat. 11) Peningkatan pengawasan distribusi obat di jalur tidak resmi. 12) Pengawasan peredaran obat palsu dan obat selundupan (tidak terdaftar).

52 38 c. Pelaksanaan dan Indikator pemantauan Pemantauan dalam pemantauan pengelolaan obat terutama dalam penyimpanan obat untuk menjamin kualitas obat. Tujuan penyimpanan yaitu agar obat yang tersedia di unit pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan. Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Persyaratan gudang dan pengaturan penyimpanan obat: a. Persyaratan gudang 1) Cukup luas minimal 3 x 4 m 2. 2) Ruangan kering tidak lembab. 3) Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab/panas. 4) Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis. 5) Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan (palet). 6) Dinding dibuat licin. 7) Pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam dihindari. 8) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat. 9) Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda. 10) Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci. 11) Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan. b. Pengaturan penyimpanan obat 1) Obat di susun secara alfabetis 2) Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan FEFO 3) Obat disimpan pada rak 4) Obat yang disimpan pada lantai harus di letakan diatas palet 5) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk 6) Cairan dipisahkan dari padatan 7) Serum, vaksin, suppositoria disimpan dalam lemari pendingin

53 39 Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. Kelembaban Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan yang tidak tertutup sehingga mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya berikut : 1) Ventilasi harus baik, jendela dibuka. 2) Simpan obat ditempat yang kering. 3) Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka. 4) Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena makin panas udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab. 5) Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet dan kapsul. 6) Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki. b. Sinar matahari Kebanyakan cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh sinar matahari, sebagai contoh : injeksi klorpromazin yang terkena sinar matahari, akan berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluarsa. Cara mencegah kerusakan karena sinar matahari: 1) Digunakan wadah botol atau vial yang berwarna gelap (coklat). 2) Botol atau vial jangan diletakkan di udara terbuka. 3) Obat yang penting dapat disimpan di dalam lemari. 4) Jendela-jendela diberi gorden. 5) Kaca jendela dicat putih. c. Temperatur Obat seperti salep, krim dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas, sebagai contoh : salep oksitetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi kualitas salep tersebut. Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4 8 o C, seperti:

54 40 1) Vaksin 2) Sera dan produk darah 3) Antitoksin 4) Insulin 5) Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa) 6) Injeksi oksitosin 7) DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena akan rusak. Cara mencegah kerusakan karena panas : 1) Dipasang ventilasi udara 2) Atap gedung jangan dibuat dari bahan metal 3) Jendela dibuka sehingga terjadi sirkulasi udara d. Kerusakan fisik : Untuk menghindari kerusakan fisik : 1) Dus obat jangan ditumpuk terlalu tinggi karena obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan pengambilan obat di dalam dus yang teratas. 2) Penumpukan dus obat sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus. 3) Hindari kontak dengan benda-benda yang tajam. e. Kontaminasi bakteri Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, maka obat mudah tercemar oleh bakteri atau jamur. f. Pengotoran Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena itu bersihkan ruangan paling sedikit satu minggu sekali. Lantai di sapu dan di pel, dinding dan rak dibersihkan.

55 41 Bila ruang penyimpanan kecil: a. Dapat digunakan sistem dua rak b. Bagi obat menjadi dua bagian. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan sisanya di bagian rak B. c. Pada saat mulai menggunakan obat di rak A maka pesanan mulai dikirimkan ke gudang farmasi sambil menunggu obat datang, sementara itu obat di rak B digunakan. Pada saat obat di rak B habis maka obat yang dipesan diharapkan sudah datang d. Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari beberapa lama waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu) e. Misalnya permintaan dilakukan setiap empat bulan dan waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua bulan. Maka jumlah pemakaian empat bulan dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang diperlukan hanya satu bulan maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼ bagian di rak B. Tata cara menyimpan dan menyusun obat: a. Pengaturan penyimpanan obat. Pengaturan penyimpanan obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis berdasarkan nama generiknya. Contoh kelompok sediaan tablet, kelompok sediaan sirup dan lain-lain. b. Penerapan Sistem FIFO dan FEFO Penyusunan dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) untuk masingmasing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian dan First Expired First Out (FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluarsa kemudian. Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau potensinya berkurang.dan beberapa obat seperti antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang efektivitasnya.

56 42 c. Obat yang sudah diterima, disusun sesuai dengan pengelompokan untuk memudahkan pencarian, pengawasan dan pengendalian stok obat. d. Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak. e. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering. f. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan disimpan dalam lemari es. Kartu temperatur yang terdapat dalam lemari es harus selalu diisi. g. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari. h. Tablet salut disimpan dalam wadah tertutup rapat dan pengambilannya menggunakan sendok. i. Untuk obat yang mempunyai waktu kadaluarsa supaya waktu kadaluarsanya dituliskan pada dus luar dengan menggunakan spidol. j. Penyimpanan untuk obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya. k. Cairan diletakkan di rak bagian bawah. l. Kondisi penyimpanan beberapa obat Beri tanda / kode pada wadah obat : a. Beri tanda semua wadah obat dengan jelas. Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan digunakan. b. Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus tercantum : 1) Jumlah isi dus, misalnya: tablet 2) Kode lokasi Pedoman Puskesmas 3) Tanggal diterima 4) Tanggal kadaluarsa 5) Nama produk/obat c. Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya pada tahun tersebut. d. Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu bulan di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas).

57 43 Informasi tambahan untuk menyusun/mengatur obat : a) Susunan obat yang berjumlah besar di atas papan atau diganjal dengan kayu rapi dan teratur. b) Digunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan obat-obat yang berjumlah sedikit tetapi harganya mahal. c) Susunan obat dalam rak dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai. d) Obat disusun dalam rak dan diberikan nomor kode, dipisahkan obat dalam dengan obat luar. e) Nama masing-masing obat dicantumkan pada rak dengan rapi, atau letakkan bagian etiket yang berisi nama obat yang jelas terbaca. f) Barang yang mempunyai volume besar seperti kapas disimpan dalam dus. g) Kartu stok diletakkan di dekat obatnya. Setiap petugas pengelola yang melakukan penyimpanan obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat secara berkala, paling tidak setiap awal bulan, antara lain: a. Mutu obat yang disimpan dapat mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia. b. Perubahan yang terjadi dilaporkan kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota untuk diteliti lebih lanjut. c. Secara sederhana pengamatan dilakukan dengan visual, dengan melihat tanda tanda sebagai berikut: 1) Tablet : a) Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab b) Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis dan rapuh. c) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat d) Untuk tablet salut, disamping informasi di atas juga basah dengan lengket satu dengan lainnya, bentuknya sudah berbeda. e) Wadah yang rusak.

58 44 2) Kapsul : a) Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya, wadah rusak. b) Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya. 3) Cairan : a) Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan. b) Cairan suspensi tidak bisa dikocok. c) Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali. 4) Salep : a) Konsistensi, warna dan bau berubah (tengik). b) Pot/tube rusak atau bocor. 5) Injeksi : a) Kebocoran b) Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih sehingga keruh atau partikel asing dalam serbuk untuk injeksi. c) Wadah rusak atau terjadi perubahan warna. Informasi data (input) yang didapat dari pemantauan kemudian dievaluasi, dari hasil evaluasi akan diperoleh keluaran (output) berupa profil pencapaian indikator. Profil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah ke depan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Profil pencapaian indikator didapat dari pemantauan dan evaluasi program berdasarkan pengambilan data secara bottom-up, yaitu dilakukan dari struktur terendah kemudian direkapitulasi ke sektor di atasnya. Data diserahkan oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melalui format laporan pemantauan, kemudian dilaporkan setiap dua bulan sekali ke Dinas Kesehatan Provinsi (secara berjenjang) atau ke Pemerintah Pusat (secara langsung). Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala dalam jangka waktu tertentu yaitu setiap satu tahun sekali. Untuk proses pemantauan dan evaluasi

59 45 harus didukung dengan ketersediaan dana yang cukup dan sumber daya manusia yang kompeten dibidangnya, sehingga proses pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006). Proses pemantauan dan evaluasi dapat saja belum berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan tenaga, dana, dan sarana. Setelah dilakukan pemantauan dan diperoleh hasil evaluasi, maka Pemerintah Pusat akan memberikan umpan balik kepada Pemerintah Kabupaten/Kota ataupun Provinsi, sehingga kinerja selama melakukan kegiatan program obat publik dan perbekalan kesehatan dapat diketahui kekurangannya dapat meningkatkan kinerjanya. Saat ini pemantauan dan evaluasi dilakukan setiap satu tahun sekali. Idealnya ketersediaan obat dipantau setiap tiga bulan (triwulan) untuk mengetahui dinamika logistik di instalasi farmasi. Minimnya anggaran menyebabkan pemantauan dan evaluasi hanya dapat dilaksanakan di 3 Kabupaten/Kota tiap provinsi di Indonesia (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Proses pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang dibutuhkan dan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya, sehingga proses pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi, yaitu Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Puskesmas agar pihak tersebut dapat mengetahui kekurangannya selama melakukan kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan dan dapat meningkatkan kinerjanya.

60 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan kegiatan PKPA di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, diketahui bahwa tugas dan peran Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan telah sesuai dengan kaidah ilmiahnya yang terperinci sebagai berikut: a. Subdirektorat Analisa dan Standardisasi Harga berperan dalam mengendalikan harga obat secara rasional sehingga harga obat terjangkau oleh masyarakat dan menguntungkan bagi produsen. Namun dalam pelaksanaannya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini, tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan tugasnya, sehingga memberikan hambatan bagi pegawai baru dalam melakukan tugas serta pemantauan kepatuhan terhadap proses kerja sulit untuk dilakukan. b. Proses perencanaan pengadaan oleh Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dilakukan setahun sekali sehingga perencanaan dibuat seefisien dan seefektif mungkin mengingat dalam penyediaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan ketersediaan anggaran sangat terbatas. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan bertanggung jawab dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan dan pelaporan untuk menjamin ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan tingkat dasar. d. Pentingnya dilakukan pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan yaitu: - Menjamin kualitas penggunaan obat oleh masyarakat. - Mengetahui pemasalahan dan strategi yg efektif dalam penyediaan obat. - Menjaga pengelolaan obat agar berjalan dengan benar. - Menilai keberhasilan pencapaian sasaran. 46

61 Saran Pembuatan SOP untuk setiap prosedur yang dilakukan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Hendaknya dalam pemilihan obat yang akan disediakan di PKD tidak hanya berdasarkan morbiditas namun juga berdasarkan cost analysis seperti cost minimization analysis Melakukan advokasi kepada pemerintah bersama organisasi profesi untuk melakukan perekrutan apoteker dalam pengelolaan obat di daerah Pemantauan dan evaluasi sebaiknya di lakukan secara berkala tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai ketersediaan obat ataupun praktik pemakaian obat yang sedang berlangsung.

62 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan. (2006). Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang - Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Laporan hasil Manajemen Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehaatn di Instansi pemerintah Tahun Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III tentang Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan RI. (2010a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1810/ MENKES/SK/XII/2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan RI. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 48

63 49 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Profile Kementerian Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI World Health Organitation. (1999). Indicators for Monitoring National Drug Polities. 2nd ed. Geneva: WHO

64 LAMPIRAN

65 50 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

66 51 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

67 52 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS DITJEN BINFAR DAN ALKES KABAG PI KABAG PEGUM KABAG HOH KABAG KEUANGAN KASUBBAG PROGRAM KASUBBAG KEPEGAWAIAN KASUBBAG HUKUM KASUBBAG VER.&AKUN KASUBBAG DATIN KASUBBAG TU&GAJI KASUBBAG ORGANISASI KASUBBAG ANGGARAN KASUBBAG EVAPOR KASUBBAG RT KASUBBAG HUMAS KASUBBAG PERBENDAHARAAN

68 53 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

69 54 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

70 55 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

71 56 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

72 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JUNI 2012 PERENCANAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

73 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... i ii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Manfaat Perencanaan Obat Terpadu Pembiayaan Pengadaan Obat Proses Perencanaan... 4 BAB 3 PEMBAHASAN BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 14

74 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pada berbagai upaya pelayanan kesehatan, obat merupakan salah satu unsur penting. Diantara berbagai alternatif yang ada, intervensi dengan obat merupakan intervensi yang paling besar digunakan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut dan dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Nasional dibidang kesehatan yang tertuang dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, Kementerian Kesehatan menyusun Rencana Strategis (RENSTRA) tahun , yang mentargetkan pembaharuan di bidang kesehatan dengan salah satu prioritas adalah peningkatan ketersediaan, mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan, maka Kementerian Kesehatan menyusun program dan kegiatan teknis dalam bentuk Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasarannya adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran tersebut pada tahun 2014, yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran tersebut kegiatan yang dilaksanakan meliputi peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan output meningkatnya ketersediaan obat generic di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan awal yang menentukan dalam ketersediaan obat, oleh karena itu perencanaan dilakukan secara akurat dan reliable guna memenuhi kebutuhan obat. Tujuan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan yaitu untuk menetapkan jenis serta jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan yang ditetapkan. 1

75 2 Di era Otonomi Daerah (OTDA) dimana pembangunan kesehatan telah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Kabupaten / Kota) dan daerah harus bisa mengatur sendiri, termasuk memenuhi kebutuhan obat. Upaya untuk memenuhi kebutuhan obat diperlukan pengelolaan dan perencanaan yang baik. Dalam hal ini selaku pelaksana teknis dan leading sektor bidang pembangunan kesehatan di daerah adalah Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, setiap Kabupaten / Kota mempunyai struktur dan kebijakan sendiri dalam pengelolaan obat, selanjutnya Pengelola Obat Kabupaten / Kota disebut dengan Unit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK) Kabupaten / Kota (Kementerian Kesehatan RI, 2002). Dalam upaya meningkatkan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan sangat diperlukan optimasi pemanfaatan dana, efektivitas penggunaan serta pengendalian persediaan dan pendistribusian dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan mengacu pada pedoman pengadaan dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 1.2 Tujuan Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah untuk memahami pelaksanaan perencanaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota.

76 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang ditetapkan seperti, pemberantasan penyakit menular dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mutlak diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar program maupun instansi yang terkait dengan masalah obat di setiap kabupaten/kota. 2.2 Manfaat Perencanaan Obat Terpadu Dengan adanya perencanaan obat terpadu diharapkan dapat: a. Menghindari tumpang tindih penggunaan anggaran b. Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan c. Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran d. Estimasi kebutuhan obat lebih tepat e. Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat f. Pemanfaatan dana pengadaan obat dapat lebih optimal 2.3 Pembiayaan Pengadaan Obat Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai sumber anggaran yang membiayai pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut antara lain : a. APBN : Obat Program Kesehatan, Buffer Stock Pusat, dan DAK (Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan) 3

77 4 b. APBD I c. Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II d. Sumber-sumber lain seperti obat bantuan bencana 2.4 Proses Perencanaan Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan diawali dengan perencanaan kebutuhan yang dilakukan melalui berbagai tahap sebagai berikut (Dirjen Binfar dan Alkes,2010): A. Pemilihan Obat Pemilihan obat berfungsi untuk menentukan apakah obat benar-benar diperkulan sesuai dengan pola penyakit yang ada. Pemilihan obat berdasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku dengan patokan harga sesuai Keputusan Menteri Kesehatan tentang Daftar Harga Obat untuk Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Obat Program Kesehatan (Dirjen Binfar dan Alkes, 2010). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010, fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah wajib menggunakan obat generik. Ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat, serta terjamin mutu dan keamanannya, perlu digerakan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah (Kemenkes RI, 2010). Adapun dasar-dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah: 1) Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik. 2) Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar pengobatan. 3) Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik. 4) Menigkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan publik.

78 5 B. Kompilasi Pemakaian Obat Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian setiap bulan dari masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas selama setahun, serta untuk menentukan stok optimum. Data pemakaian obat di Puskesmas diperoleh dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Alur pelaporan LPLPO dari unit pelayanan kesehatan dan daerah sebagai berikut: LPLPO Puskesmas dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. LPLPO Kabupaten/Kota dikirim kepada Dinas Kesehatan Propinsi setiap 3 bulan. Dinas Kesehatan Propinsi melaporkan 6 bulan sekali ke Kementerian Kesehatan RI. Kompilasi pemakaian obat ini berfungsi untuk mengetahui jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing Unit Pelayanan Kesehatan/ Puskesmas, persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas, pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota juga bermanfaat untuk mengetahui pola penyakit yang ada. Berdasarkan informasi tersebut dapat ditentukan jenis dan kebutuhan obat serta untuk menghitung kebutuhan obat untuk periode mendatang (Dirjen Binfar Alkes, 2010). C. Perhitungan Kebutuhan Obat Kebutuhan obat dapat diperhitungkan dengan metoda konsumsi,morbiditas ataupun dengan menggabungkan kedua metoda. 1) Metoda Konsumsi Perhitungan didasarkan pada pola pemakaian pada periode sebelumnya. Analisa trend (regresi linear) dilakukan pada pemakaian obat 3 tahun sebelumnya atau lebih guna memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan. Rumus: A = ( B + C + D ) E 2.1

79 6 Keterangan: A = Rencana Pengadaan B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan C = Buffer stok (10% - 20%) D = Lead Time 3-6 bulan E = Sisa stok 2) Metoda Morbiditas Perhitungan kebutuhan obat didasarkan pada pola penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman. Langkah-langkah dalam metode ini adalah: a. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani. b. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit. c. Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan. d. Menghitung perkiraan kebutuhan obat. e. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah : a. Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur - penyakit. b. Menyiapkan data populasi penduduk. Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara : a) 0 s/d 4 tahun b) 5 s/d 14 tahun c) 15 s/d 44 tahun d) 45 tahun c. Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada. d. Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada. e. Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada. f. Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang.

80 7 D. Proyeksi Kebutuhan Obat Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah: 1) Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu (lead time) dengan estimasi pemakaian rata-rata/ bulan ditambah stok pengaman (buffer stok). d = ( Lt x R ) + sp 2.2 Keterangan: d = rancangan stok akhir Lt = Waktu tunggu (Lead time) R = estimasi pemakaian rata-rata perbulan sp = Stok pengaman (buffer stok) 2) Menghitung rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan datang. Perencanaan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut: a = b + c + d e - f 2.3 Keterangan: a = rancangan kebutuhan obat tahun yang akan datang b = kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang bersangkutan) c = kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang d = rancangan stok akhir (jumlah obat yang dibutuhkan pada periode Lead time dan buffer stok tahun yang akan datang e = perkiraan sisa stok akhir periode berjalan / stok awal periode yang akan datang pada IFK f = rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Januari - Desember)

81 8 3) Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara: a. Melakukan analisa ABC dan VEN b. Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia c. Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan data 10 penyakit terbesar. 4) Pengalokasikan kebutuhan obat persumber anggaran dengan melakukan kegiatan: a. Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat persumber anggaran. b. Menghitung persentase belanja untuk masing-masing obat terhadap sumber anggaran. c. Menghitung persentase anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber. 5) Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat Dengan melaksanakan penyesuaian perencanaan obat dengan jumlah dana yang tersedia, maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara : a. Analisa ABC Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu :

82 9 a) Kelompok A : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. b) Kelompok B : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%. c) Kelompok C : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. b. Analisa VEN Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepadadampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut : a) Kelompok V : Adalah kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain obat penyelamat (life saving drugs), obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll), obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar. b) Kelompok E : Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. c) Kelompok N : Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.

83 10 Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk : a. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat-obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokan obat menurut VEN. b. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masingmasing wilayah. Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain: a. Klinis b. Konsumsi c. Target kondisi d. Biaya Langkah-langkah menentukan VEN : a. Menyusun kriteria menentukan VEN b. Menyediakan data pola penyakit c. Merujuk pada pedoman pengobatan

84 BAB 3 PEMBAHASAN Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam peningkatan upaya kesehatan. Dengan adanya perencanaan pengadaan yang baik obat dan perbekalan kesehatan akan tersedia baik jenis maupun jumlah, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan. Beberapa hal dapat mempengaruhi perencanaan antara lain jumlah anggaran yang tersedia, perubahan pola penyakit, pelaporan yang tidak akurat. Jumlah anggaran yang terbatas mengharuskan perencanaan dibuat dengan lebih cermat agar obat dan perbekalan kesehatan dapat tepat jumlah maupun jenisnya sehingga kebutuhan obat dalam pelayanan kesehatan dapat terpenuhi. Pemilihan obat yang menjadi prioritas perencanaan dilakukan dengan analisa ABC dan VEN maupun kombinasi keduanya, dengan analisa tersebut dapat ditentukan obat yang harus tersedia dengan anggaran yang terbatas. Perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan sekali dalam satu tahun, oleh karena itu perubahan pola penyakit harus dilihat dengan seksama. Misalnya pada saat proses perencanaan berlangsung terjadi wabah penyakit baru maka hal ini akan mempengaruhi perencanaan. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan dari tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas), dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO.) Berdasarkan LPLPO dapat diketahui jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing Unit Pelayanan Kesehatan/ Puskesmas, persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas, pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota juga bermanfaat untuk mengetahui pola penyakit yang ada. Oleh karena itu keakuratan LPLPO merupakan faktor penting dalam keberhasilan perencanaan pengadaan. Kesalahan pada LPLPO dapat berakibat pada kekosongan, kekurangan maupun kelebihan/penumpukan stok obat dan perbekalan kesehatan. Kekosongan dan kekurangan stok obat dan perbekalan kesehatan dapat berdampak pada 11

85 12 menurunnya kwalitas dan kuantitas pelayanan kesehatan, sedangkan penumpukan stok dapat menimbulkan resiko obat rusak ataupun kadaluarsa. Penumpukan stok juga dapat menyebabkan pemborosan dana anggaran yang ditimbulkan akibat proses penyimpanan serta pemborosan yang diakibatkan karena pembelian obat dalam jumlah berlebih. Pembelian berlebih dapat diartikan bahwa perencanaan tidak tepat guna, oleh karena itu proses perencanaan harus dilakukan dengan seksama dengan memperhatikan jumlah anggaran yang tersedia. Perencanaan dilakukan untuk semua Unit Pelayanan Kesehatan Dasar di masing-masing Kabupaten/Kota sehingga sumber daya manusia yang menangani haruslah kompeten dan memadai. Pengolahan data dari tiap puskesmas perlu dilakukan dengan benar agar dapat dilakukan tindak lanjut yang tepat. Dalam proses perencanaan, waktu tunggu (lead time) sebaiknya diperhitungkan. Hal ini dilakukan agar selama waktu tunggu tetap tersedia obat yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan. Jumlah obat yang direncanakan dihitung dengan menambahkan jumlah obat yang diperlukan selama setengah tahun untuk periode yang akan datang atau dengan menghitung kebutuhan obat untuk delapan belas bulan, sehingga pada akhir periode masih tersedia stok obat yang mencukupi untuk setengah tahun kedepan.

86 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota merupakan kegiatan utama yang mendukung ketersediaan obat untuk kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Hal-hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan perencanaan kebutuhan obat antara lain: a. Ketersediaan anggaran merupakan landasan pemilihan obat harus tepat jumlah dan tepat jenis guna pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan. b. Perubahan pola penyakit. c. Keakuratan LPLPO yang dilaporkan oleh Puskesmas yang berisi data yang dapat digunakan sebagai pertimbangan perencanaan. d. Sumber daya manusia yang handal dan memadai. e. Waktu yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan obat (lead time). 4.2 Saran Untuk mendukung keberhasilan perencanaan kebutuhan obat di Kabupaten/Kota, pemerintah dapat: Melakukan peningkatan SDM yang kompeten dan memadai disemua unit baik unit pelayanan kesehatan dasar maupun di tingkat Kabupaten/Kota yang mendukung pemenuhan ketersediaan obat Menerapkan system stok on line di setiap unit pelayanan kesehatan dasar yang memungkinkan pemantauan stok secara langsung dan memastikan keakuratan data. 13

87 DAFTAR PUSTAKA Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Dirjen Yanfar. (2003). Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Dirjen Binfar. (2010). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Kabupaten/Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2010). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK /160/I/2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementaerian Kesehatan RI. (2010). Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK /MENKES/068/I/2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 14

88 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ETERCON PHARMA JL. RAYA SEMARANG DEMAK KM. 9 JAWA TENGAH PERIODE 9 JULI 31 AGUSTUS 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

89 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ETERCON PHARMA JL. RAYA SEMARANG DEMAK KM 9 JAWA TENGAH PERIODE 9 JULI-31 AGUSTUS 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjansi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANATRIA KHOLIYAH., S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012 ii

90

91 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil Alaamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhannahu Wa Ta ala, karena berkat rahmat, taufik dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri Farmasi PT. Etercon Pharma. Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan serta pengarahan baik secara moral maupun finansial dari semua pihak. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan dan kesungguhan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Dra. B. D. Rahayuningsih, Apt, selaku Factory Manager serta pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Etercon Pharma yang telah memberikan bimbingan, ilmu, saran, motivasi dan bantuan lainnya yang sangat bermanfaat selama penyusunan laporan ini. 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi UI. 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI sekaligus pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. 4. Staf dan karyawan PT. Etercon Pharma atas bantuan dan kerjasamanya. 5. Keluarga tercinta, atas semua kasih sayang, perhatian, cinta, dorongan, semangat dan doa yang tiada hentinya dipanjatkan untuk penulis. 6. Rekan-rekan mahasiswa Program Profesi Apoteker angkatan LXXV Fakultas Farmasi UI atas kebersamaan, kerjasama, keceriaan, kesediaan berbagi suka duka, dukungan, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dengan ikhlas baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses kegiatan dan penyusunan laporan ini. iv

92 Semoga semua jasa dan bantuan yang telah diberikan, akan mendapatkan balasan dan ridho dari Allah Subhannahu Wa Ta ala. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan segala kritik, saran, dan masukkan yang membangun, mendukung dan bermanfaat dari para pembaca. Semoga laporan kegiatan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis 2012 v

93 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Anatria Kholiyah : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Etercon Pharma Periode 9 Juli 31 Agustus 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Etercon Pharma bertujuan mengetahui sistem organisasi dan penerapan CPOB di PT. Etercon Pharma serta mengetahui peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi khususnya di PT. Etercon Pharma. Dalam hal ini, diharapkan apoteker dapat mengetahui dan memahami cara pengelolaan industri farmasi dalam kegiatan administrasi, manajemen keuangan, proses pembuatan obat dari tahap pengadaan hingga obat tersebut berada di pasaran, termasuk kegiatan pengawasan mutu dan pemastian mutu obat yang mengacu pada seluruh aspek pedoman CPOB. Tugas khusus yang diberikan berjudul Validasi Pembersihan Super Mixer Bamtri dan FBD 60kg pada Area Produksi Non Beta Laktam. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui penerapan validasi pembersihan di PT. Etercon Pharma serta mengetahui dan memahami pelaksanaan validasi pembersihan peralatan yang digunakan untuk proses produksi di PT. Etercon Pharma. Pelaksanaan validasi pembersihan dilakukan dengan membuat protokol validasi pembersihan masing-masing mesin, pelaksanaan validasi pembersihan hingga penyusunan laporan validasi pembersihan. Kata Kunci : PT. Etercon Pharma, Validasi Pembersihan Tugas Umum : xii + 80 halaman; 19 lampiran Tugas Khusus : iv + 20 halaman; ; 3 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 11 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 ( ) vi

94 ABSTRACT Name : Anatria Kholiyah Program Study : Apothecary Profession Title : Apothecary Internship Report at PT. Etercon Pharma Period July 9 th - August 31 st 2012 Pharmacists Professional Practice in PT. Etercon Pharma aims to know the organization and implementation of GMP system in PT. Etercon Pharma and to know the roles, functions and responsibilities of pharmacists in the pharmaceutical industry, especially in PT. Etercon Pharma. In this case, pharmacists are expected to know and understand how to manage the pharmaceutical industry in the administration, financial management, manufacturing process of drug procurement stage until the drug is on the market, including the activities of the quality control and quality assurance of drugs refer to all aspects of GMP guidelines. Given a special assignment called Super Mixer Bamtri Cleaning Validation and FBD 60kg in Production Area Non Beta lactams. Special task aims to determine the application of cleaning validation in PT. Etercon Pharma and to know and understand the implementation of validation of cleaning equipment used in the production process at PT. Etercon Pharma. Implementation of cleaning validation is done by making cleaning validation protocols of each machine, cleaning validation execution until the preparation of the cleaning validation. Keywords : PT. Etercon Pharma, Cleaning Validation General Assignment : xii + 80 pages; 19 appendices Special Assignment : iv + 20 pages; 3 appendices Bibliography of general assignment : 11 ( ) Bibliography of general assignment : 5 ( ) vii

95 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv vi vii x xi xii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Industri Farmasi Definisi Industri Farmasi Tata Cara Perizinan Industri Farmasi Pencabutan Izin Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Manajemen Mutu Pemastian Mutu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Pengawasan Mutu Pengkajian Mutu Produk Personalia Personil Kunci Kepala Bagian Produksi Kepala Bagian Pengawasan Mutu Kepala Bagian Pemastian Mutu Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Hygiene Produksi Pengadaan Bahan Awal Pencegahan Pencemaran Silang Penimbangan dan Penyerahan Pengembalian Pengolahan Kegiatan Pengemasan Pengawasan Selama Proses Karantina Produk Jadi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu viii

96 2.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk Kembalian Dokumentasi Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi Validasi Proses Validasi Pembersihan Kualifikasi Peralatan Validasi Metode Analisa BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. ETERCON PHARMA PT. Etercon Pharma Sejarah dan Perkembangan PT. Etercon Pharma Visi dan Misi PT. Etercon Pharma Sumber Daya Manusia Production Planning and Inventory Control Pembelian dan Pengadaan Barang (Purchasing) Gudang Produksi Quality Control Quality Assurance Produk PT. Etercon Pharma Penerapan CPOB di PT. Etercon Pharma Pengembangan Produk Produksi Bagian Pengolahan Bagian Pengemasan Gudang Pengawasan Mutu Pemastian Mutu Sistem Pengaturan Udara Sistem Pemgolahan Air (Water Treatment) Sistem Pengolahan Limbah (Waste Treatment) Pengolahan Limbah Udara dan Kebisingan Pengolahan Limbah Debu Pengolahan Limbah Padat atau Sampah Pengolahan Limbah Cair BAB 4 PELAKSANAAN DAN METODOLOGI PENGAMATAN BAB 5 PEMBAHASAN PENERAPAN CPOB DI PT. ETERCON PHARMA Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Hygiene Sanitasi Sanitasi Bangunan dan Fasilitas ix

97 5.6 Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk Dan Produk Kembalian Dokumentasi Pembuatan dan Analisan Berdasarkan Kontrak Validasi dan Kualifikasi BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

98 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Alur Kerja PPIC dalam Perencanaan Produksi Gambar 3.2 Struktur Organisasi Dept. Purchasing PT. Etercon Pharma xi

99 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Etercon Pharma Lampiran 2. Struktur organisasi non departemen PT. Etercon Pharma Lampiran 3. Struktur organisasi Departemen Teknik PT. Etercon Pharma Lampiran 4. Struktur organisasi Departemen General Affair (GA) Lampiran 5. Struktur organisasi Departemen Quality Assurance (QA) Lampiran 6. Struktur organisasi Departemen Quality Control (QC) Lampiran 7. Struktur organisasi Departemen Produksi Non Beta Laktam Lampiran 8. Struktur organisasi Departemen PPIC Lampiran 9. Struktur organisasi Departemen Purchasing Lampiran 10. Alur masuk bahan baku dan bahan kemas Lampiran 11. Alur produksi sediaan tablet dan kaplet Lampiran 12. Alur produksi sediaan kapsul Lampiran 13. Alur produksi sediaan sirup atau suspensi Lampiran 14. Alur produksi sediaan sirup kering Lampiran 15. Alur produksi sediaan cairan obar luar Lampiran 16. Alur produksi sediaan pasta atau cream Lampiran 17. Flowchart prosedur pelulusan produk jadi Lampiran 18. Pengolahan limbah cair xii

100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan sediaan farmasi masih tinggi dan akan terus meningkat seiring dengan tingginya kebutuhan pelayanan kesehatan. Industri farmasi berperan penting dalam penyediaan produk farmasi, dan memiliki pangsa pasar yang prospektif dalam pemenuhan sektor pelayanan kesehatan, khususnya di bidang pemenuhan sediaan farmasi. Industri farmasi harus memiliki manajemen yang baik dan mengikuti peraturan yang berlaku berkaitan dengan pendirian sebuah industri farmasi di Indonesia, agar dapat berkembang dan eksis. Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyusun Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang menjadi acuan bagi industri farmasi di Indonesia. CPOB pertama kali diterbitkan pada tahun 1988, kemudian disusul dengan penerbitan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB pada tahun Petunjuk Operasional CPOB ini ditujukan untuk memberikan penjelasan dalam penjabaran sehingga dapat diterapkan secara efektif di industri farmasi. Pedoman CPOB dan Petunjuk Operasional CPOB telah mengalami perbaikan beberapa kali, dan yang terakhir terbit adalah Pedoman CPOB edisi tahun 2006 dan Petunjuk Operasional CPOB tahun Tersedia Suplemen CPOB edisi tahun 2006 yang berisi peraturan tambahan untuk industri farmasi yang merupakan pemutakhiran dan penambahan dari persyaratan sesuai standar internasional yang berlaku. Penerapan CPOB di suatu industri farmasi bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam rangka penyiapan tenaga apoteker yang trampil, cakap dan kompeten dalam bidang industri farmasi, maka pada kesempatan kali ini Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi, menjalin kerjasama dengan PT. Etercon Pharma, Demak Jawa Tengah untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Program Profesi Apoteker. Pelaksanaan kegiatan PKPA meliputi pengamatan penerapan prinsip CPOB di PT. Etercon Pharma. Dengan dilaksanakannya 1

101 2 program ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan pemahaman mengenai CPOB dan penerapannya di sebuah industri farmasi. Di sisi lain, PT. Etercon Pharma mendapatkan masukan dari mahasiswa untuk mempertimbangkan perbaikan sistem manajemen mutu sehingga penerapan CPOB dapat terlaksana dengan lebih baik lagi. 1.2 Tujuan Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Etercon Pharma yaitu: Mengetahui sistem organisasi dan penerapan CPOB di PT. Etercon Pharma Mengetahui peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi khususnya di PT. Etercon Pharma.

102 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Definisi Industri Farmasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia, sedangkan yang dimaksud dengan bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Dalam penyelenggaraannya industri farmasi memiliki fungsi sebagai pembuatan obat dan/atau bahan obat, sebagai sarana pendidikan dan pelatihan serta sebagai sarana penelitian dan pengembangan. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat dalam bentuk semua tahapan maupun sebagian tahapan, dimana proses pembuatan tersebut hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi Tata Cara Perizinan Industri Farmasi Setiap industri farmasi wajib mendapatkan izin industri farmasi sesuai peraturan Menteri Kesehatan. Izin industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Izin industri farmasi tersebut berlaku seterusnya selama industri tersebut masih berproduksi dan memenuhi peraturan perundangundangan dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Untuk mendapatkan izin, industri farmasi wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, diantaranya: 3

103 4 a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas. b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki nomor pokok wajib pajak. d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Surat permohonan izin industri farmasi yang telah ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut: a. Fotokopi persetujuan prinsip industri farmasi. b. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk industri farmasi dalam rangka penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri. c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan. d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya. e. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan/Analisa Mengenai Dampak Lingkungan. f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari kepala dinas kesehatan provinsi. g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan POM. h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir. i. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, apoteker penanggung jawab pemastian mutu. j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, apoteker penanggung jawab pemastian mutu. k. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian.

104 Pencabutan Izin Industri Farmasi Izin industri farmasi dapat dicabut karena beberapa hal diantaranya: a. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan bangunan tanpa memiliki izin. b. Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri kepada BPOM secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar. c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri farmasi tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu. d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu). e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) CPOB pertama kali diterbitkan pada tahun 1988, kemudian disusul dengan penerbitan Petunjuk Operasional CPOB pada tahun 1989 untuk memberikan penjelasan dalam penjabaran sehingga dapat diterapkan secara efektif di industri farmasi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi, Pedoman CPOB edisi pertama sekaligus Petunjuk Operasional CPOB telah direvisi pada tahun 2001 yang terdiri dari 10 bab dan 3 addendum. Selanjutnya untuk mengantisipasi era globalisasi dan harmonisasi dalam bidang farmasi terutama pemenuhan terhadap persyaratan dan standar produk farmasi global terkini, Pedoman CPOB diperbaiki secara berkesinambungan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pergeseran paradigma dalam melakukan pengawasan terhadap mutu produk. Oleh karena itu, Pedoman CPOB Edisi 2001 direvisi kembali menjadi Pedoman CPOB yang dinamis Edisi Tahun Dalam Pedoman CPOB Edisi Tahun 2006, acuan yang digunakan antara lain WHO Technical Report Series yakni TRS 902/2002, TRS 908/2003, TRS 929/2005, dan TRS 937/2006, Good Manufacturing Practices for Medicinal Products PIC/S 2006, dan international codes of GMP lain (BPOM, 2006). CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk

105 6 menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Penerapan CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Aspek dalam CPOB 2006 meliputi : Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar (BPOM, 2006). Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah :

106 7 a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan tinggi, sehingga produk atau jasa pelayanan yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu atau Quality Assurance (QA) (BPOM, 2006) Pemastian Mutu Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu, pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain seperti desain dan pengembangan produk (BPOM, 2006) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup produksi dan pengawasan mutu (BPOM, 2006) Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu atau Quality Control (QC) adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat (BPOM, 2006).

107 Pengkajian Mutu Produk Pengkajian mutu produk (Product Quality Review) secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat kecenderungan dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk dilakukan oleh QA, bekerjasama dengan QC dan bagian produksi untuk mengumpulkan data, kemudian dievaluasi secara statistik (BPOM,2006) Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat, terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB (BPOM, 2006). Pemeriksaan kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Setiap karyawan hendaklah memiliki catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM, 2009). Kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap posisi hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga dapat ditampilkan pada uraian tugas masing-masing (BPOM, 2009). Jumlah personil yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Disamping itu, kekurangan jumlah personil biasanya mengakibatkan kerja lembur sering

108 9 dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator ataupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas/ yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM, 2009). Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dicakup dalam kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala Bagian pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM, 2009) Personil Kunci Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala bagian produksi dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) / kepala bagian pengawasan mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM,2006) Kepala Bagian Produksi Kepala bagian produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat, termasuk: a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat. c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala bagian produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian manajemen mutu.

109 10 d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi. e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan. f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan (BPOM, 2006) Kepala Bagian Pengawasan Mutu Kepala bagian pengawasan mutu hendaklah seorang terkualifikasi dan lebih diutamakan seorang apoteker, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian pengawasan mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk: a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan. c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan contoh, metode pengujian dan prosedur pengawasan lain. d. Memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis. e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu. f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan. g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan (BPOM, 2006) Kepala Bagian Pemastian Mutu Kepala bagian manajemen mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung

110 11 jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/pemastian mutu, termasuk: a. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu. b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan. c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala. d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu. e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok). f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi. g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi. h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets. i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait (BPOM, 2006). Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu (pemastian mutu) memilik tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan OPO mencakup: a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen. b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat. c. Higiene pabrik. d. Validasi proses. e. Pelatihan. f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan. g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat atas dasar kontrak. h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk. i. Penyimpanan catatan. j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB. k. Inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel. l. Pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk.

111 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Rancangan bangunan hendaklah dibuat sehingga untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan daerah luar, sarananya dikelompokkan. Kegiatan yang berhubungan langsung dengan daerah luar antara lain: a. Penerimaan bahan awal. b. Keluar-masuk karyawan. c. Pemakaian seragam kerja. d. Mandi, cuci tangan dan buang air kecil. e. Penyerahan produk jadi untuk distribusi. Rancangan diatas perlu ditekankan agar tidak berdampak negatif terhadap kegiatan produksi yang dilakukan di area dengan kelas kebersihan lebih tinggi. Tata letak ruang hendaklah dikaji sejak tahap perencanaan konstruksi bangunan demi keefektifan semua kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi, dan pengawasan serta untuk menghindari ketidakteraturan (BPOM, 2009) Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan (BPOM, 2006) Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan,

112 13 dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh serta terpadu. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur dan selalu memenuhi persyaratan (BPOM, 2006) Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar sesuai dengan spesifikasinya. Produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan, kebersihan dan higiene sampai dengan pengemasan. Prinsip utama produksi adalah adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seragam dalam batas syarat mutu, baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain (BPOM, 2006): Pengadaan Bahan Awal Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa Pencegahan Pencemaran Silang Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat

113 14 timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar Penimbangan dan Penyerahan Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum daluarsa yang boleh diserahkan Pengembalian Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar Pengolahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu Kegiatan Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur

114 15 pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan bets Pengawasan Selama Proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan. Pengawasan selama proses hendaklah mencakup : a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan. b. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk Karantina Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai distribusi obat jadi. Pengawasan

115 16 mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiannya. Area laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya secara periodik. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan (BPOM, 2006). Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen oleh orang yang kompeten yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam melakukan inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan. Inspeksi diri hendaklah mencakup semua bagian yaitu

116 17 pemastian mutu, produksi, pengawasan mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang obat jadi, bahan baku, dan bahan pengemas) (BPOM, 2009). Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri (BPOM, 2009) Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk Kembalian. Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerusakan obat dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan dan pengkajian secara teliti (BPOM, 2009). Keluhan maupun informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor, dll (BPOM, 2009). Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan (BPOM, 2009). Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri dan beredar yang kemudian dikembalikan ke industri karena adanya keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis (BPOM, 2009) Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang sangat penting dari pemastian mutu. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa tiap

117 18 personil menerima uraian tugas secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan (BPOM, 2006). Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu (BPOM, 2009) Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pemastian mutu Kualifikasi dan Validasi Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB, 2006). CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya

118 19 adalah kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol, laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, serta acuan dokumen yang digunakan (BPOM, 2006) Validasi Proses Validasi proses bertujuan untuk mendokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus. Validasi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengurangi problem (masalah) yang terjadi selama proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang. Oleh karena itu, validasi dapat meningkatkan efektifitas dan efsiensi proses produksi (Priyambodo, 2007). Terdapat tiga validasi proses menurut CPOB 2006, antara lain: a. Validasi Prospektif Validasi prospektif adalah validasi yang dilakukan untuk produksi baru yang belum dipasarkan. Validasi ini dilakukan pada tiga bets pertama berturutturut dan apabila ketiga bets tersebut telah memenuhi spesifikasi, maka produk tersebut dapat release. b. Validasi Konkuren Validasi konkuren adalah validasi yang dilakukan dalam hal tertentu seperti produksi rutin yang dapat dimulai tanpa lebih dahulu menyelesaikan program validasi. Keputusan untuk melakukan validasi konkuren hendaklah dijustifikasi, didokumentasikan dan disetujui oleh Manager QA (BPOM, 2006). Validasi ini dilakukan pada tiga bets berurutan, namun perbedaannya dengan validasi prospektif adalah apabila satu bets sudah memenuhi spesifikasi dan intern report sudah disetujui maka produk tersebut dapat langsung direlease tanpa harus menunggu bets yang lain. Validasi konkuren dilakukan bila terjadi perubahan pada parameter kritis yang dapat mempengaruhi mutu dan spesifikasi produk, misalnya peralatan, prosedur pembuatan, spesifikasi bahan baku, metode pengujian dan lain-lain (Priyambodo, 2007).

119 20 c. Validasi Retrospektif Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur pembuatan atau peralatan. Validasi ini didasarkan pada riwayat produk dimana tahap validasi memerlukan pembuatan protokol khusus dan laporan hasil kajian data untuk mengambil kesimpulan dan memberikan rekomendasi. Sumber data untuk pelaksanaan validasi retrospektif diantaranya: 1) Catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan bets. 2) Rekaman pengawasan proses. 3) Buku log perawatan alat. 4) Catatan penggantian personil. 5) Studi kapabilitas proses. 6) Data produk jadi termasuk catatan data tren. 7) Hasil uji stabilitas. Pada umumnya validasi retrospektif memerlukan data dari 10 (sepuluh) sampai 30 (tiga puluh) bets berurutan untuk menilai konsistensi proses, tapi jumlah bets yang lebih sedikit dimungkinkan bila dapat dijustifikasi Validasi Pembersihan Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba secara rasional didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Metode analisis tervalidasi dan memiliki kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran merupakan aspek penting dalam validasi pembersihan. Batas deteksi masing-masing metode analisis hendaknya cukup peka untuk mendeteksi tingkat residu atau cemaran yang dapat diterima (BPOM, 2006) Kualifikasi Peralatan Kualifikasi peralatan dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa alat-alat yang digunakan oleh suatu perusahaan sesuai dengan spesifikasi yang

120 21 ditentukan dan dapat memberikan hasil yang konsisten. Alasan diperlukannya kualifikasi peralatan adalah: a. Suatu peralatan baru yang dapat memenuhi kualitas produk akhir. b. Perubahan/modifikasi pada alat yang dapat mempengaruhi kualitas produk. c. Peralatan lama yang sudah pernah dipakai namun memberikan hasil produk yang keluar dari spesifikasi yang sudah ditentukan. d. Semua sistem yang dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap kualitas produk. Tahap-tahap dalam melakukan kualifikasi peralatan antara lain: a. Kualifikasi Desain (KD) Kualifikasi desain merupakan tindakan melengkapi dan mendokumentasikan suatu kajian rancangan (design review) untuk meyakinkan bahwa seluruh aspek mutu telah dipertimbangkan dan dikaji pada tahap rancangan, dan harus mendapat persetujuan dari user, engineering, quality unit, plant director dan safety. b. Kualifikasi Instalasi (KI) Kualifikasi instalasi merupakan tindakan untuk memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang telah terpasang dengan benar dan memenuhi desain yang telah ditentukan dan cek dokumentasi. c. Kualifikasi Operasional (KO) Suatu tindakan untuk memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang telah dapat dioperasikan dengan baik sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Tahap ini dilakukan pada masing-masing bagian alat. d. Kualifikasi Kinerja (KK) Tahap ini merupakan tindakan untuk memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang dapat memberikan kinerja atau berfungsi dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Tahap ini dilakukan sama seperti tujuan penggunaannya. Pada tahap ini bisa dilakukan bersamaan dengan proses validasi Validasi Metode Analisa Validasi metode analisa perlu dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisa yang digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya dan selalu

121 22 memberikan hasil yang dapat dipercaya. Tujuan dilakukan validasi metode analisa yaitu untuk mendapatkan hasil pengujian yang valid dan konsisten. Validasi metode analisa umumnya dilakukan terhadap 4 jenis: a. Uji identifikasi. b. Uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity). c. Uji batas impuritas. d. Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan atau obat atau komponen tertentu dalam obat (BPOM, 2006).

122 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. ETERCON PHARMA 3.1 PT. Etercon Pharma Sejarah dan Perkembangan PT. Etercon Pharma PT. Etercon Pharma merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Jawa Tengah yang didirikan pada tahun 2008 yang berkantor pusat di Jalan Pos Pengumben Raya No. 8 Kebun Jeruk Jakarta Barat. PT. Etercon Pharma menempati lahan seluas m 2 dengan lokasi pabrik berada di Jalan Raya Semarang-Demak KM.9 Jawa Tengah, dengan batasbatas sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Raya Semarang-Demak. b. Sebelah timur berbatasan dengan lahan milik Hartono Gunawan. c. Sebelah selatan berbatasan dengan sawah. d. Sebelah barat berbatasan dengan PT. Sayung Adhimukti. PT. Etercon Pharma memiliki bangunan seluas 1000m 2 dengan fasilitas yang dirancang sesuai konsep Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar selalu dapat menjamin kualitas produk yang dihasilkan. Adapun bangunan yang dimiliki PT. Etercon Pharma antara lain: a. Sarana GMP (Sefalosporin Area, Non-Beta Lactam Area, Laboratorium Quality Control, gudang). b. Sarana non GMP (kantor, ruang training, ruang rapat, ruang teknik, peralatan, power supply, kantin, mes karyawan, mushola, pos satpam dan tempat parkir). c. Sarana penunjang (Water system, HVAC, Waste Treatment) Visi dan Misi PT. Etercon Pharma Perusahaan dengan motto Quality is our way of life ini memiliki visi: mendukung misi pemerintah dalam menyediakan produk kesehatan berkualitas baik untuk masyarakat, dengan menyediakan produk berkualitas yang terjangkau. 23

123 24 Untuk mencapai visi tersebut PT. Etercon Pharma memiliki misi antara lain: a. Mengembangkan produk baru dan memasarkan produk berkualitas tinggi, yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. b. Sejalan dengan pasar bebas, menempatkan diri sebagai penyedia produk farmasi yang berkualitas bagi pasien dan rekan internasional Sumber Daya Manusia Dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi PT. Etercon Pharma didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompeten. Sumber daya manusia yang ada berasal dari bidang pendidikan yang berbeda-beda baik farmasi, kimia, manajemen akuntansi, teknik dan berbagai bidang lain yang saling mendukung terwujudnya visi dan misi PT. Etercon Pharma, dimana pembagian kerja masing-masing karyawan telah tercantum dalam struktur organisasi PT. Etercon Pharma. Untuk menjamin berjalannya perusahaan maka perusahaan menetapkan beberapa peraturan yang harus dipatuhi oleh karyawan yaitu: a. Mempertegas hak dan kewajiban perusahaan dan karyawan secara timbal balik untuk membina hubungan kerja yang sehat. b. Menetapkan syarat-syarat kerja bagi karyawan. c. Memperbaiki, mempertahankan, serta mengembangkan hubungan kerja yang baik dan harmonis antara perusahaan dan karyawan. Fasilitas yang diberikan PT. Etercon Pharma bagi karyawan guna mengingkatkan motivasi kerja karyawan antara lain: a. Jamsostek. b. Pemeriksaan kesehatan karyawan 6 bulan sekali dan poliklinik yang diadakan setiap minggu. c. Pemberian cuti bagi karyawan. d. Pemberian tunjangan hari raya. e. Fasilitas makan dan minum di kantin yang telah disediakan. f. Penyediaan mess karyawan. g. Kendaraan dinas bagi staff untuk memudahkan aktifitasnya.

124 25 Dalam pelaksanaan tugas PT. Etercon Pharma terbagi dalam beberapa departemen yaitu: a. Production Planning and Inventory Control (PPIC) b. Pembelian dan Pengadaan Barang (Purchasing) c. Gudang d. Produksi e. Quality Control (QC) f. Quality Assurance (QA) g. Teknik Production Planning and Inventory Control Production Planning and Inventory Control (PPIC) merupakan salah satu departemen yang berperan besar terhadap pengaturan jumlah produksi yang ada di PT. Etercon Pharma. PPIC memiliki tugas untuk melakukan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan mulai dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) hingga produk jadi. Dengan adanya perencanaan persediaan diharapkan proses produksi dan pemasaran produk dapat berjalan berkesinambungan sehingga proses produksi yang efektif dan efisien serta menguntungkan perusahaan dapat tercipta. PPIC memiliki peran penting dalam perusahaan terkait dengan cash flow dan kinerja produksi. Secara umum fungsi PPIC adalah sebagai berikut: a. Mensinergikan kepentingan marketing dan proses produksi. b. Mengintegrasikan dan memadukan pihak-pihak lain seperti marketing, produksi, personalia dan keuangan agar dapat bekerja dengan baik. PPIC di PT. Etercon Pharma secara khusus memiliki tugas sebagai berikut: a. Membuat rencana produksi dengan pedoman rencana Sales Marketing. PPIC mengumpulkan data yang berasal dari bagian pemasaran dan bagian produksi untuk kemudian diolah menjadi rencana produksi termasuk jadwal pelaksanaan produksi. Perencanaan produksi ini akan diterbitkan oleh bagian PPIC dalam jangka waktu 1 tahun, 3 bulan, 1 bulan, 1 minggu serta

125 26 merealisasikannya dalam bentuk rencana produksi harian (Production Daily Report). Forecast Pengolahan Data Rencana Produksi Jadwal produksi Jadwal Distribusi Gambar 1. Alur Kerja PPIC Dalam Perencanaan Produksi b. Membuat rencana pengadaan bahan awal. Pengadaan bahan awal (bahan baku dan pengemas) berdasarkan rencana dan kondisi stok dengan menghitung kebutuhan material produksi menurut standar stok yang ideal agar tidak terjadi over stok maupun stok kurang sehingga proses produksi tetap berjalan lancar. c. Memantau semua intentory. Pemantauan dilakukan pada semua jenis inventory yaitu bahan baku, bahan pengemas, sediaan setengah jadi serta produk jadi, baik yang digunakan untuk proses produksi, stok yang ada di gudang maupun yang baru datang sehingga pelaksanaan proses produksi dan pemasukan pasar tetap berjalan lancar dan seimbang. Buffer stok yang ditetapkan berdasarkan jumlah pemakaian bahan dan lead time agar kegiatan produksi supaya berjalan lancar diperlukan adanya. d. Membuat evaluasi proses produksi, hasil penjualan maupun kondisi inventory untuk meningkatkan produktivitas kerja. e. Mencegah stok out. f. Mengolah data, membuat rencana dan menganalisa realisasi produksi, sales serta data inventory. g. Menghitung standar kerja karyawan tiap tahun berdasarkan masukan dari bagian-bagian produksi atas pengamatan langsung. h. Menghitung standar hasil berdasarkan realisasi produk tiap tahun.

126 27 i. Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait sehingga diperoleh data yang akurat dan up to date. j. Sebagai juru bicara perusahaan dalam bekerjasama dengan peusahaan lain, seperti pelaksanaan toll manufacturing. Mekanisme kerja PPIC di PT. ETercon Pharma secara umum adalah sebagai pihak yang mengatur berkenaan dengan: a. Sistem perencanaan. b. Sistem pengontrolan. c. Sistem pengendalian. d. Sistem administrasi stok. Keterkaitan antara PPIC dengan elemen lain di pabrik: a. Bagian Pemasaran 1) Rencana Penjualan (Sales Forecast) Perkiraan penjualan tersebut merupakan angka dalam unit per periode waktu tertentu (3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun). Bagian pemasaran membuat forecast berdasarkan data satu tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain: a) Target penjualan. b) SWOT analysis. c) Peluang pasar. d) Trend produk. e) Kondisi penyakit/cuaca. 2) Informasi Order bahan baku maupun produk jadi yang meliputi: a) Jenis, jumlah dan waktu. b) Untuk keperluan lokal, ekspor atau toll manufacturing. c) Untuk manusia atau hewan. b. Bagian Produksi Keterkaitan dengan bagian produksi berhubungan dengan kapasitas produksi, jumlah dan standar tenaga kerja, standar hasil, waktu proses, dan perawatan mesin.

127 28 c. Bagian Pengadaan/logistik Keterkaitan dengan bagian pengadaan yaitu berhubungan dengan kualitas bahan dan supplier, ketersediaan bahan dan kontinuitas, ketepatan waktu kedatangan, harga bahan dan pesanan minimum. d. Bagian Pengiriman atau ekspedisi Keterkaitan dengan bagian pengiriman berhubungan dengan pemilihan sarana transportasi, ketepatan waktu pengiriman, penentuan kemasan akhir (wadah), jaminan kualitas dan kuantitas pengiriman. e. Bagian Pengawasan Mutu Keterkaitan dengan bagian pengawasan mutu berhubungan dengan data kualitas dan standar kualitas serta waktu pemeriksaan (bahan awal, proses dan produk jadi). f. Bagian personalia Keterkaitan dengan bagian personalia berhubungan dengan tersedianya SDM yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya, pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dan kesejahteraan bagi karyawan. g. Bagian keuangan Bagian keuangan terkait dengan standar cost dan ketersediaan dana terkait dengan perencanaan ketersediaan Pembelian dan Pengadaan Barang (Purchasing) Bagian Pembelian dan Pengadaan Barang (Purchasing) bertanggung jawab dalam melakukan pembelian keperluan perusahaan, baik keperluan administrasi kantor dan alat elektronik maupun keperluan produksi obat seperti bahan baku obat, bahan pengemas dan spare part mesin. Tugas bagian purchasing PT. Etercon Pharma antara lain: a. Menyediakan bahan baku dan bahan kemas tepat waktu. b. Menyediakan bahan baku dan bahan kemas dengan kualitas terbaik dan harga yang murah. c. Mancari alternative source. d. Memantau ketaatan terhadap SOP dan SOI. e. Melaksanakan audit dan evaluasi vendor.

128 29 f. Pembuatan SOP dan SOI. g. Efisiensi biaya import. Beberapa hal yang diperhatikan oleh bagian purchasing dalam pengadaan dan pembelian barang untuk produksi obat antara lain: a. Pemilihan supplier. b. Stok yang ada. c. Lead time. Hal-hal yang menjadi pertimbangan PT. Etercon Pharma dalam memilih supplier adalah sebagai berikut: a. Kualitas dari bahan yang dipesan, hal ini dapat diketahui dari Certificate of Analysis (CoA) yang disertakan pada pembelian dan sampel yang dikirim pada PT. Etercon Pharma. b. Kontinuitas atau kesanggupan supplier dalam menyuplai barang secara terusmenerus. c. Delivery time (ketepatan waktu) yaitu waktu dari supplier mengirim barang sampai ke tempat tujuan. d. Layanan purna jual, misalnya menanggapi keluhan yang diajukan oleh konsumen. e. Kemudahan dalam melaksanakan pembayaran. Hal-hal yang tidak diinginkan dalam pengadaan persediaan seperti keterlambatan maupun kekosongan stok dari pihak supplier, dapat dicegah dengan memilih minimal dua supplier yang berbeda untuk setiap jenis bahan. Bagian purchasing melaksanakan pemesanan pada supplier berdasarkan Order Request (OR) yang dibuat oleh PPIC dengan spesifikasi bahan awal dan waktu yang telah ditentukan. Pemesanan pada PT. Etercon Pharma dilakukan dengan sistem pembelian tepat waktu dengan tujuan: a. Menghilangkan kegiatan yang tidak perlu. b. Mengurangi Inventory stock yang berlebihan, bila perlu zero stock karena perencanaan dan penjadwalan pengiriman terkontrol. c. Mengurangi resiko penyimpanan karena stok terdapat di supplier. Bagian penerimaan barang akan membuat bukti penerimaan yang dibuat rangkap empat dengan tembusan masing-masing untuk bagian purchasing, PPIC,

129 30 keuangan dan QC. Pembayaran dapat dilakukan oleh bagian keuangan dengan melampirkan PO. Persetujuan/disposisi QC yang menyatakan bahwa barang yang diterima telah sesuai dengan spesifikasi dan dokumen bukti penerimaan barang, sedangkan barang-barang yang tidak memenuhi spesifikasi dapat dikembalikan lagi pada pihak supplier untuk diganti dengan barang yang memenuhi spesifikasi. Teknik harus membuat pernyataan bahwa alat yang dibeli memenuhi spesifikasi. Manager Purchasing Staff Raw Material Staff Import and General Staff Packaging Material Admin Gambar 2. Struktur Organisasi Departemen Purchasing PT. Etercon Pharma Gudang Prinsip kerja bagian gudang adalah menerima, menyimpan, menimbang dan menyerahkan dengan baik. Gudang bertanggung jawab dalam membantu kelancaran keluar masuknya bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi serta penyimpanannya. Bagian gudang bertanggung jawab kepada PPIC. Gudang melakukan stok opname setiap satu bulan sekali guna mengetahui stok diakhir bulan terkait, kesalahan apapun terkait stok barang harus dilaporkan dalam berita acara stok opname Produksi Departemen produksi dalam menjalankan tugasnya berpedoman pada jadwal yang telah disusun oleh PPIC, sedangkan untuk proses pelaksanaannya mengacu pada prosedur pengolahan induk serta proses pengemasan induk yang telah disusun oleh bagian supporting development. Tugas dan tanggung jawab departemen produksi antara lain:

130 31 a. Melaksanakan proses produksi, bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan mulai dari penimbangan, pengolahan, pengemasan sampai pengiriman obat ke gudang obat jadi. b. Bersama-sama dengan manajer PPIC menyusun rencana produksi. c. Menurunkan tingkat susut produksi. d. Bertanggung jawab dalam memeriksa MBR (Manufacturing Batch Record) dan menjamin produksi dilaksanakan sesuai MBR. e. Mendiskusikan dengan manajer pengawasan mutu jika ada kegagalan produksi dan mencari sebab serta pemecahan dari masalah tersebut. f. Menurunkan jam idle mesin. g. Meningkatkan produktifitas, mengusahakan penyempurnaan efisiensi produksi dan perbaikan biaya produksi. h. Bekerja sama dengan bagian supporting development untuk percobaan skala pilot produk baru baik hasil pengembangan sendiri maupun produk toll in dari pabrik lain (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories) Quality Control Departemen quality control (QC) PT. Etercon Pharma dibagi menjadi empat bagian yang masing-masing memiliki tugas menangani: a. Bahan baku dan bahan kemas. b. In Process Control. c. Produk antara dan produk ruahan. d. Stabilitas. Departemen QC dipimpin oleh seorang apoteker yang bertanggung jawab terhadap: a. Pemeriksaan dan pelulusan bahan baku untuk produksi obat harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian dan keamanannya. b. Pemeriksaan dan pelulusan bahan kemas untuk produksi obat harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. c. Tahapan produksi telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan.

131 32 d. Semua pengawasan selama proses (In Process Control/ IPC) dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat untuk mencegah diproduksinya obat yang tidak memenuhi spesifikasi. e. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama peredaran yang ditetapkan Quality Assurance Departemen quality assurance (QA) atau pemastian mutu PT. Etercon Pharma bertanggung jawab dalam menetapkan dan menjamin implementasi sistem pemastian mutu. Tugas bagian pemastian mutu pada PT. Etercon Pharma antara lain: a. Dokumentasi 1) Memeriksa MBR dari produksi. 2) Membuat dan mereview SOP dan SOI. 3) Melakukan control dokumen PT. Etercon Pharma yang meliputi Creating, Routing, Approval, Distribusi, Archieving dan Sherdered. b. Training 1) Melaksanakan training CPOB untuk karyawan baru dan karyawan lama. 2) Menyusun jadwal training meliputi CPOB, On The Job Training (OJT) dokumen baru, review dokumen lama, retraining fasilitator untuk development training dengan cara workshop, questioner atau observasi langsung. 3) Melaksanakan training sesuai jadwal. 4) Membuat laporan dan mengevaluasi training dengan cara workshop, questioner atau observasi langsung. Melalui training akan dapat diketahui kompetensi setiap personil/karyawan dalam melakukan pekerjaan. Personil baru dapat melaksanakan pekerjaan setelah personil tersebut dinyatakan qualified, dan dilakukan retraining secara berkala.

132 33 c. Compliance 1) Menangani komplain sampai tuntas. 2) Meninjau masalah kesesuaian. 3) Follow up deviasi. 4) Menangani change control. 5) Menangani produk kembalian. 6) Malaksanakan, memonitoring dan mengevaluasi inspeksi diri. 7) Melaksanakan audit vendor bahan baku dan bahan kemas. 8) Menyusun Annual Product Review. 9) Penyelesaian CAPA audit BPOM. d. Kalibrasi dan kualifikasi 1) Melaksanakan kalibrasi peralatan. 2) Melaksanakan kualifikasi desain, instalasi, operasional, kinerja alat/mesin. 3) Melaksanakan verifikasi/ performance check. 4) Menyusun laporan kalibrasi dan kualifikasi. e. Validasi metode dan Analisa Development 1) Melaksanakan validasi metode analisa. 2) Melaksanakan trial metode analisa. 3) Menyusun laporan validasi metode analisa. f. Validasi proses dan pembersihan 1) Melaksanakan validasi proses. 2) Melaksanakan validasi pembersihan. 3) Menyusun laporan validasi proses dan validasi pembersihan. g. Mikrobiologi dan pemantauan lingkungan 1) Memeriksa mikrobiologi lingkungan produksi. 2) Memeriksa pengolahan air. 3) Menangani limbah pabrik. 4) Menangani pes control.

133 34 5) Memantau lingkungan produksi. 6) Menyusun laporan pemantauan lingkungan. h. Support Development dan Packaging 1) Memeriksan bahan kemas batu dan existing. 2) Memonitoring check list produk baru. 3) Melaksanakan kualifikasi atau evaluasi vendor bahan kemas. 4) Membuat spesifikasi bahan kemas sekaligus distribusinya. 5) Membuat historical development bahan kemas serta penanganan contoh pertinggal. 6) Support registrasi produk i. Supporting Development MBR, BB dan Registrasi 1) Membuat MBR. 2) Menyiapkan produk baru dan peralihan. 3) Menangani proses substitusi terhadap bahan baku. 4) Melaksanakan kualifikasi/evaluasi vendor bahan baku. 5) Support data registrasi produk Produk PT. Etercon Pharma Dalam perkembangannya PT. Etercon Pharma telah banyak menghasilkan produk-produk yang berkualitas yang terbagi dalam berbagai macam bentuk sediaan seperti: a. Sediaan padat b. Sediaan cair baik oral maupun topikal. c. Sediaan semisolid 3.2 Penerapan CPOB di PT. Etercon Pharma Pengembangan Produk Untuk mengembangkan suatu produk baru diperlukan masukan dari Departemen Pemasaran (marketing), pengembangan Bisnis (Business Development) maupun direksi. Ide ini kemudian dituangkan dalam sebuah

134 35 formulir Usulan Produk Baru (UPB) yang berisi antara lain: komposisi produk, ukuran kemasan, spesifikasi sediaan, usulan nama produk, analisis pasar dan keunggulan terhadap produk kompertitor. UPB dibuat oleh Departemen Business Development dan disetujui oleh Departemen Marketing, lalu disusun skala prioritas pengembangan produk berdasarkan kemudahan formulasi dan proses pembuatan serta besarnya kebutuhan pasar. Pengembangan produk PT. Etercon Pharma yang dilakukan di PT. Novell Pharmaceutical Lab adalah sebagai berikut: a. Pengembangan produk me too Pengembangan formulasi dengan bahan aktif dan indikasi yang sama dengan produk lain (originator) yang sudah ada di pasaran. Produk originator yang dipilih berupa produk yang sudah beredar di Indonesia maupun yang sudah beredar di negara lain. b. Pengembangan bentuk sediaan baru Pengembangan produk dengan bahan aktif dan indikasi yang sama dengan produk yang telah beredar di pasaran, tetapi dalam bentuk sediaan yang baru. c. Pengembangan obat tradisional Pengembangan produk dari bahan-bahan tradisional, baik yang sama dengan produk yang sudah beredar maupun obat dengan bentuk sediaan dan atau komposisi baru. d. Pengembangan kemasan (Packaging Development) Pengembangan kemasan merupakan tanggung jawab Supporting Development bagian packaging yang berada di PT. Etercon Pharma, yang meliputi pengembangan kemasan untuk produk etikal dan generik secara keseluruhan, sedangkan pengembangan kemasan produk over the counter (OTC) melibatkan Departemen Marketing terutama persetujuan desain artistiknya. Pada prinsipnya, pengembangan dan pengadaan bahan kemas melibatkan Product Development, Quality Assurance, Marketing dan Purchasing. Pengembagan kemasan dilakukan setelah ada UPB, staf pengembangan kemasan akan membuat spesifikasi kemasan primer dan kemasan sekunder. Pengembangan kemasan memperhatikan jenis, harga, pemasok, ukuran, data stabilitas dipercepat dan data registrasi. Bila spesifikasi kemasan disetujui oleh

135 36 Product Development, Quality Assurance, Marketing dan Purchasing, maka spesifikasi tersebut akan diserahkan ke Purchasing untuk selanjutnya dilakukan pemesanan ke pemasok. e. Pengembangan proses (Process Development) Departemen Pengembangan Produk bertugas mengembangkan dan memperbaiki proses dalam suatu formulasi produk yang sudah ada (existing product). Dalam mengembangkan produk baru, sebagian besar tahapan dilakukan oleh PT. Novell Pharmaceutical Lab. Tahapan yang dilakukan setelah adanya UPB meliputi tinjauan literatur, pengadaan contoh produk kompetitor, pengadaan bahan baku aktif dan bahan tambahan, orientasi formula percobaan, percobaan kandidat formula, pengujian stabilitas, evaluasi hasil uji stabilitas, pemilihan formula, pembuatan skala pilot dan pembuatan master formula. Master formula yang telah jadi akan dikirim ke PT. Etercon Pharma yang selanjutnya akan dilakukan penyusunan catatan bets produksi (Manufacturing Batch Record). a. Tinjauan dan Pengumpulan Literatur Tinjauan literatur dilakukan untuk mengetahui sifat fisiko kimia bahan aktif, farmakologi, dosis dan kompatibilitas bahan aktif dengan bahan tambahan. Literatur utama yang digunakan untuk standar adalah farmakope, tetapi jika sediaan belum terdapat di Farmakope maka digunakan literatur lain seperti USP, HPE, British Pharmacopeia, Martindale serta produk kompetitor sebagai perbandingan. Dari studi literatur ini juga dapat diketahui komposisi bahan aktif yang dapat digunakan dalam produk sejenis. Pengetahuan ini akan menjadi dasar dalam pengembangan formula dan pemilihan metode pembuatan produk. b. Pengadaan contoh produk kompetitor Pengadaan contoh kompetitor biasanya dilakukan oleh Business Development. Jumlah dan contoh yang diberikan harus cukup untuk digunakan sebagai pembanding dalam uji evaluasi pada tahap formulasi dan pengujian stabilitas. Produk kompetitor ini dipelajari mulai dari kemasan, ukuran sediaan hingga komposisi bahan aktif.

136 37 c. Pengadaan bahan baku aktif dan bahan tambahan Dalam pengadaan bahan baku aktif dan bahan tambahan Departemen Product Development bekerja sama dengan Departemen Purchasing. Jika bahan sudah pernah digunakan sebelumnya dan tersedia di gudang, maka staf Product Development dapat mengajukan Material Requisition kepada bagian gudang. Bersama departemen Quality Control, Quality Assurance dan Purchasing melakukan evaluasi pemasok bahan baku. Departemen Product Development memberikan saran dalam hal yang berkaitan dengan kesesuaian dan kompatibilitas bahan dalam formula. d. Orientasi formula percobaan Orientasi formula percobaan merupakan pembuatan formula berdasarkan hasil studi literatur. Tahap ini merupakan produksi pada preliminary scale. Untuk memudahkan evaluasi, dibuat tabel formula. Beberapa formula dibuat agar diperoleh formula yang terbaik. e. Percobaan Laboratory Scale Laboratory Scale dilakukan untuk beberapa formula yang terpilih. Pada tahap ini pemeriksaan yang dilakukan terhadap produk lebih menyeluruh dan proses yang dilakukan lebih seksama. f. Pengujian Stabilitas Pengujian stabilitas dilakukan untuk membuktikan kestabilan suatu obat terhadap pengaruh lingkungan yang beragam, seperti suhu, kelembaban dan cahaya. Selama waktu tertentu obat tersebut diuji sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya penguraian bahan aktif maupun kadar lebih obat. Metode pengujian stabilitas untuk produk hasil percobaan dimulai dengan pengujian stabilitas dipercepat. Untuk analisa secara kimia dan mikrobiologi dibantu oleh laboratorium QC dan laboratotium mikrobiologi. Kondisi penyimpanan produk dalam pengujian stabilitas adalah pada climatic chamber dengan suhu 40±2 o C dan RH 75±5%. Untuk bahan yang tidak stabil terhadap panas maka pengujian stabilitas dipercepat dilakukan pada lemari es bersuhu kurang dari 15 o C dan disuhu kamar 25±5 o C dengan RH 75±5%. Pengujian dipercepat dilakukan selama 6 bulan.

137 38 g. Evaluasi hasil uji stabilitas Berdasarkan hasil pengujian stabilitas dapat diketahui apakah stabilitas produk masih memenuhi persyaratan atau tidak untuk diedarkan. h. Pemilihan formula Dari hasil uji stabilitas dipilih satu formula yang menghasilkan produk paling stabil, proses produksinya mudah dan harga bahan baku yang dipakai ekonomis, kemudian formula ini dibuat dalam skala pilot. i. Pembuatan skala pilot Pembuatan skala pilot bertujuan untuk menjamin tidak ada masalah dalam reproduksi formula dari skala laboratorium ke skala produksi. Jika terdapat masalah disini maka dapat diatasi segera untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Pada tahap ini produksi dilakukan dengan peralatan yang akan digunakan untuk produksi skala komersial. Lalu dilakukan validasi proses untuk produksi tiga bets pertama dan pengujian stabilitas dipercepat. Jika proses produksi dinyatakan valid dan produk memenuhi persyaratan yang ditentukan maka produk hasil percobaan skala pilot dapat dipasarkan. j. Pembuatan formula induk (master formula) Pembuatan master formula bertujuan memudahkan evaluasi jika terjadi penyimpangan ketika proses produksi skala industri atau jika suatu saat formula yang ada ingin dimodifikasi. Master formula ini berisi data-data lengkap mengenai produk, meliputi spesifikasi, perhitungan rinci penimbangan bahan, formula per unit dan per satu bets penuh, data stabilitas, data validasi, literatur dan arsip percobaan serta contoh kemasan. Formula induk yang telah jadi selanjutnya akan dikirim ke PT. Etercon Pharma untuk dibuat MBR. MBR yang dibuat oleh staf Supporting Development merupakan MBR induk yang akan disimpan oleh pusat kendali dokumen sebagai acuan jika akan dilakukan produksi produk tersebut. Dalam MBR ini tercantum dengan jelas mesin yang akan digunakan, langkah-langkah pembuatan dan status validasi. Penyusunan MBR harus jelas dan mudah dimengerti oleh Operator Produksi. Berdasarkan MBR. Departemen PPIC akan menurunkan MBR ke Departemen Produksi setelah dilakukan penyesuaian untuk penimbangan bahan

138 39 dan identitas bahan yang digunakan untuk produksi bets tersebut. Hal ini berkaitan dengan bahan baku yang tersedia di gudang. Percobaan terhadap suatu produk dapat dihentikan apabila ada pertimbangan tertentu dari Marketing, misalnya perubahan arah perkembangan pasar, selain itu bisa juga dihentikan apabila sulit diperoleh formula yang bagus sehingga percobaan berlarut-larut dan menghambat proses yang lain. Jika Product Development maupun kapasitas produksi belum memungkinkan untuk memproduksi sendiri, maka dapat dipertimbangkan alternatif untuk mengimpor produk sejenis Produksi Departemen produksi PT. Etercon Pharma terdiri dari dua bagian yaitu: a. Bagian pengolahan. b. Bagian pengemasan Bagian Pengolahan Bagian pengolahan dibagi menjadi unit-unit kecil yaitu: a. Unit penimbangan. b. Unit pencampuran (mixing) tablet dan kapsul. c. Unit granulasi. d. Unit pengeringan granul. e. Unit pencetakan tablet. f. Unit penyalutan tablet (coating). g. Unit pengisian (filling) kapsul. h. Unit stripping dan packing primer. i. Unit mixing sirup. j. Unit filling sirup. k. Unit liquid obat luar. l. Unit semi solida. Sedangkan bagian pengemasan dibagi menjadi unit antara lain: a. Unit pengemasan sekunder. b. Unit labeling.

139 40 Pada ruangan produksi terdapat ruangan-ruangan yang berbeda kelas dan fungsinya. Pembagian ruangan di PT. Etercon Pharma ditandai dengan perbedaan warna pakaian yang digunakan, jenis pakaian, warna dinding dan warna lantai pada tiap ruangan. Adapun pembagian ruangan di area produksi adalah: 1) Grade A area : Area yang diperuntukan untuk proses steril beresiko tinggi, contoh : a. Area filling ampul / vial. b. Wadah rubber stopper yang telah disterilisasi. c. Ampul / vial kosong (open ampul/vial) yang sudah disterilisasi. d. Pembuatan sediaan secara aseptik. Biasanya area ini dilengkapi dengan laminar air flow, di mana laminar air flow harus mempunyai kecepatan aliran udara yang homogen atau sama di setiap titik dengan range kecepatan 0,36 0,54 m/s pada area kerja ketinggian maksimal 30 cm dari meja kerja atau 1 meter dari lantai. 2) Grade B area Area ini diperuntukkan untuk persiapan pembuatan sediaan aseptik (mixing aseptik) dan background untuk lingkungan white area (zona A). 3) Grade C area Area ini diperuntukkan untuk menjalankan proses yang kurang kritikal dalam pembuatan sediaan steril, contoh : a. Sterilisasi vial. b. Sterilisasi peralatan filling, rubber stopper, pakaian steril. c. Pencucian vial / ampul / rubber stopper. d. Pencucian peralatan dan pakaian steril. 4) Grade D area Area yang diperuntukkan untuk pembuatan sediaan non steril. 5) Grade E area Area yang digunakan untuk melakukan pengemasan sekunder. Alur masuk barang dan alur masuk orang di area produksi PT. Etercon Pharma melalui jalur yang berbeda untuk mencegah kontaminasi produk. Bahan baku dan bahan kemas primer masuk melalui alur barang yang tersedia. Bahan baku dan bahan kemas yang diperlukan untuk proses produksi melalui sebuah

140 41 ruangan dedusting area. Pada ruangan ini wadah primer untuk bahan baku dan bahan kemas primer dibersihkan dari kotoran dan debu yang melekat kemudian semua bahan baku dan bahan kemas primer masuk ke ruangan weighing air lock. Setelah itu orang yang berada dalam grey area mengambil bahan baku dan bahan kemas primer tersebut. Bahan kemas primer masuk ke staging area untuk selanjutnya dilakukan pembersihan sedangkan bahan baku masuk ke ruang timbang. Setelah dilakukan penimbangan, bahan baku masuk ke staging area dengan keadaan tertutup dalam satu wadah untuk satu bets tertentu dan sisa bahan baku yang tersedia dibungkus kembali dengan rapi yang kemudian dikembalikan ke ruang weighing air lock untuk kemudian ke gudang melalui dedusting area. Fasilitas produksi sediaan non steril di PT. Etercon Pharma antara lain tablet atau kaplet non salut, tablet dan kaplet salut, kapsul, sirup, suspensi, sirup kering, cairan obat luar dan sediaan semi solid seperti pasta dan krim, sedangkan ruang produksi steril saat ini masih dalam proses penyelesaian. Sebelum proses berlangsung, terdapat beberapa hal yang perlu disiapkan agar produksi dapat berjalan lancar dan menghasilkan produk sesuai dengan yang diharapkan yaitu: a. Dibuat Manufacturing Batch Record (MBR) yang bertujuan untuk dokumentasi, sehingga jika terjadi kekeliruan atau kesalahan pada proses produksi, maka segera diketahui pada proses mana kesalahan tersebut terjadi dan dapat segera diambil langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut. b. Ruang produksi harus tetap dijaga kebersihannya, dengan menggunakan desinfektan untuk memperkecil terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme seperti tepol dan alkohol. c. Suhu, kelembaban, tekanan udara dan kecepatan aliran udara ruangan harus diatur sedemikian rupa sesuai dengan sifat bahan yang akan digunakan. d. Ruangan produksi harus mendapat penerangan dan pertukaran udara yang cukup, untuk memperlancar kegiatan. e. Alat-alat yang digunakan harus selalu dalam keadaan bersih dan dalam kondisi baik.

141 42 Produksi sediaan non-steril diawali dengan penimbangan bahan baku oleh petugas gudang di ruang penimbangan. Penimbangan dilakukan di bawah aliran udara laminar dan diawasi oleh bagian (In Process Control QC / IPC QC). Selama proses produksi berlangsung dilakukan pengawasan dalam proses baik terhadap produk antara maupun terhadap produk ruahan dari tiap tahapan proses produksi. Bagian IPC QC akan melaksanakan pemeriksaan setelah bagian produksi membuat permohonan pemeriksaan. Produk antara dan produk ruahan yang sedang diperiksa merupakan produk yang dikarantina dan diberi label kuning, jika lulus pemeriksaan diberi label hijau, sehingga dapat diteruskan ke proses selanjutnya. Produk yang tidak memenuhi persyaratan akan diberi label merah dan proses tidak boleh diteruskan sebelum persyaratan yang telah ditentukan dipenuhi, atau bahan tersebut akan dimusnahkan jika tidak memungkinkan untuk proses ulang. Jika produk ruahan ini juga telah lolos pemeriksaan QC, maka dilakukan pengemasan primer dan pengemasan sekunder di bawah pengawasan IPC QC. Setelah pengolahan selesai, kemudian dilakukan perhitungan atau rekonsiliasi terhadap produk. Produk jadi yang telah dikemas tersier selanjutnya akan diserahterimakan kepada bagian gudang obat jadi. Produksi pada PT. Etercon Pharma memiliki alur yang berbeda-beda pada setiap bentuk sediaannya, antara lain: a. Sediaan Tablet/Kaplet. b. Sediaan Kapsul. c. Sediaan Sirup/Suspensi. d. Sediaan Sirup Kering. e. Sediaan Cairan obat Luar Bagian Pengemasan Bagian pengemasan di PT. Etrecon Pharma bertanggung jawab kepada maneger produksi. Bagian pengemasan bertugas untuk mengemas produk-produk ruahan yang telah dinyatakan lulus oleh bagian QC. Bagian pengemasan dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

142 43 a. Pengemasan Primer Pengemasan primer dilakukan di ruang grey area yang meliputi stripping, pengemasan dalam plastik (hospital pack), serta filling sediaan cair. IPC untuk pengemasan primer adalah pemeriksaan terhadap isi setiap kemasan (volume control) dan uji kebocoran strip atau botol. Pada uji kebocoran digunakan 4 strip sebagai sampel uji, batas maksimal kebocoran yang diperbolehkan tergantung dari sifat produk yang dikemas dalam strip. Untuk sediaan kapsul, sirup kering dan vitamin tidak boleh terjadi kebocoran karena dengan adanya kebocoran akan menyebabkan sediaan rusak, sedangkan untuk tablet lainnya batas maksimal kebocoran yang diijinkan sebanyak 3 tablet. b. Pengemasan Sekunder Pengemasan sekunder dan tersier dilakukan di ruang black area, yang meliputi: 1. Coding yaitu pemberian nomor bets dan tanggal kadaluarsa pada etiket dan dos obat. 2. Pemberian brosur/insert. 3. Memasukkan hasil pengemasan kedalam boks dan master boks. Setelah tahap pengemasan sekunder maka dilakukan final inspection oleh bagian QA meliputi: a. Penyiapan label yang meliputi pemeriksaan kebenaran label, hasil cetakan nomor bets, tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa. b. Pelipatan brosur yang meliputi pemeriksaan kebenaran brosur, brosur cacat/rusak, kerapihan lipatan. c. Printing dus dan master boks dengan memeriksa kebenaran dus dan master boks, kebenaran penandaan, no bets, tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa. d. Pengepakan dengan memeriksa kebenaran isi, kebenaran dus dan master boks, kebenaran penandaan dan kebenaran brosur. Sebelum proses pengemasan dimulai terlebih dahulu diperiksa kesiapan ruang untuk memastikan bahwa perlengkapan dan ruang kerja dalam keadaan bersih dan tidak terdapat sisa produk sebelumnya, hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kesalahan/tertukarnya produk yang akan dikemas. Pada

143 44 tiap jalur pengemasan, ada tanda yang menunjukan nama dan nomor bets produk yang sedang dikemas, setelah pengemasan selesai dilakukan penimbangan master boks sesuai dengan bobot yang ditentukan. Master boks yang sudah ditimbang ditempatkan di ruang karantina, setelah mendapat persetujuan QC maka master boks segera dipindahkan ke gudang obat jadi. Jumlah produk yang diperoleh dan sisa didokumentasikan dalam laporan harian kemas sekunder Gudang (Etercon Pharma, 2009b) Gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan baku maupun produk jadi. Untuk menjamin tidak adanya kesalahan dalam pengambilan, pemakaian maupun kerusakan dalam penyimpanan atau terjadinya kontaminasi maka area penyimpanan dikategorikan sebagai berikut: a. Gudang produk jadi 1) Lokasi penyimpanan produk jadi 1 (suhu o C, RH 45-75%). 2) Lokasi penyimpanan produk jadi 2 (suhu o C, RH 45-75%). 3) Lokasi penyimpanan produk jadi 3 (Quarantine, reject). 4) Lokasi penyimpanan produk kembali. 5) Lokasi pemyimpanan produk psikotropika. b. Gudang bahan baku 1) Lokasi penyimpanan bahan baku 1 (suhu o C, RH 45-75%) lantai 1. 2) Lokasi penyimpanan bahan baku 2 (suhu o C, RH 45-75%) lantai 1. 3) Lokasi penyimpanan bahan baku 3 (suhu <15 o C, RH 45-75%) lantai 1. 4) Lokasi penyimpanan bahan kemas (lantai 2). 5) Lokasi penyimpanan bahan kemas reject (ruangan terkunci). 6) Ruang penyimpanan bahan obat psikotropik. Untuk setiap material yang masuk ke gudang harus dilakukan pemeriksaan secara visual dan administratif oleh personil gudang yang meliputi pemeriksaan wadah dan pemeriksaan dokumen. Pemeriksaan wadah dilakukan dengan melihat kemungkinan adanya kerusakan pada wadahnya serta kontaminasi yang kasat mata (setiap keraguan atas integritas isi dari mataerial harus dilaporkan ke QC).

144 45 Pemeriksaan kelengkapan dokumen, yang meliputi: 1. Sertifikat analisis untuk bahan baku dan produk jadi dan mencocokan dengan identifikasi yang ada pada kemasan. 2. Surat Jalan (Packing List atau Invoice khusus untuk produk impor) dengan Purchase Order (PO) serta material yang diterima (hal yang diperiksa meliputi jumlah yang diterima, nama pemasok, spesifikasi, produsen pembuat, nomor bets dan tanggal kadaluarsa). Tanggal kadaluarsa bahan baku semua material, kecuali untuk zat perasa adalah 6 bulan setelah penerimaan. Pembatasan toleransi dari jumlah bahan kemasan yang diterima kurang lebih 100% untuk jumlah pesanan buah atau kurang lebih 5% untuk lebih dari buah. Sistem pengeluaran bahan baku dari bagian gudang menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dengan melihat nomor pada pengujian laboratorium, sedangkan untuk bahan baku yang memiliki masa kadaluarsa pendek digunakan sistem FEFO (First Expire First Out), untuk itu diperlukan penataan gudang yang baik sehingga mempermudah alur keluar dan masuknya barang. Pengeluaran bahan kemas dilakukan berdasarkan surat permintaan yang diserahkan oleh bagian pengemasan Pengawasan Mutu Pengawasan terhadap mutu produk dilakukan untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan PT. Etercon Pharma. Pengawasan yang dilakukan tersebut meliputi bahan baku, bahan kemas, proses produksi, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk kembalian dan sampel berkala. Semua pengawasan tersebut dilakukan oleh Departemen QC yang dibedakan menjadi bagian bahan baku dan bahan kemas, bagian IPC, produk antara dan produk ruahan serta stabilitas. Departemen QC untuk melaksanakan tugasnya memiliki fasilitas laboratorium untuk pemeriksaan kimia dan ruang instrumen yang terpisah satu sama lain. Bagian IPC terletak pada ruangan tersendiri pada area produksi untuk memudahkan dalam proses pemeriksaan selama proses produksi. Validasi metode analisis adalah tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa

145 46 parameter tersebut memenuhi persyaratan dalam penggunaannya. Parameterparameter tersebut meliputi kecermatan, keseksamaan, selektivitas, linearitas, batas kuantitasi dan batas deteksi serta ketangguhan dan kekuatan metode. Bagian analisis bertanggung jawab terhadap pengembangan metode analisa berikut validasi, revalidasi, analisis hasil uji stabilitas dipercepat yang dilakukan oleh Departemen PD serta melakukan uji stabilitas jangka panjang (real time). Dalam melakukan pengembangan metode analisis, bagian analisa mengacu pada kompendial resmi seperti Farmakope Indonesia, European Pharmacopeia, British Pharmacopeia maupun United States Pharmacopeia untuk kemudian dilakukan verifikasi. Namun jika prosedur analisis yang diperlukan tidak terdapat dalam kompendial maka dilakukan pencarian jurnal-jurnal terbaru lalu dilakukan modifikasi metode analisis. Selanjutnya metode analisis tersebut divalidasi oleh bagian analisa agar dapat digunakan untuk keperluan analisis rutin oleh bagian IPC. Selain melakukan pengembangan dan validasi metode analisis terhadap produk baru, bagian analisa juga melakukan kegiatan revalidasi metode analisis untuk memastikan metode analisis yang digunakan untuk pengujian rutin masih dapat diterapkan dan memberikan hasil yang valid. Bagian analisa melakukan pemeriksaan kimia maupun fisika sesuai persyaratan yang ditentukan. Uji stabilitas jangka pendek dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi. Kadar zat aktif produk diperiksa pada waktu yang telah ditentukan dengan menggunakan rumus dapat diketahui estimasi waktu kadaluarsa produk tersebut. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan pada temperatur penyimpanan produk dan terhadap bets yang divalidasi, bets rutin tahunan dan bets yang mengalami proses ulang (rework). Uji stabilitas jangka panjang digunakan untuk memastikan waktu kadaluarsa produk dan jika hasil stabilitas jangka panjang terhadap tiga bets produk menunjukkan bahwa produk masih stabil sampai batas kadaluarsa ditambah 1 tahun, maka bagian analisa dapat merekomendasikan perpanjangan waktu kadaluarsa ke QA agar penulisan batas kadaluarsa untuk produk selanjutnya lebih lama dari batas kadaluarsa produk sebelumnya.

146 47 Bagian IPC bertanggung jawab dalam menjamin kualitas bahan awal, produk antara maupun produk jadi. Kegiatan pengawasan mutu yang dilakukan bagian IPC meliputi pemeriksaan dan pemberian status mulai dari kegiatan penimbangan sampai produk selesai dikemas dan siap dikirim ke gudang. Semua material awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi serta produk jadi kembalian (produk retur) yang belum diberi status oleh Departemen QC, harus diberi label karantina sebelum dinyatakan release/rejected dan ditempatkan di area yang sesuai (area karantina dan pada kondisi yang sesuai ketentuan masing-masing produk) untuk menghindari kerusakan dan pemakaian yang salah. Status inspeksi dan uji dibagi menjadi tiga kategori: a. Passed (berwarna hijau), jika semua persyaratan telah dipenuhi. b. Rejected (berwarna merah), jika salah satu persyaratan yang kritikal tidak dipenuhi (ditindaklanjuti dengan menerbitkan rencana tindakan perbaikan). c. Quarantine/hold (berwarna kuning), untuk status inspeksi dan uji yang sedang dilakukan atau menunggu keputusan dari Departemen QC. Label quarantine digunakan untuk produk antara dan produk ruahan yang ditempelkan oleh bagian produksi. Sedangkan label hold digunakan untuk bahan baku dan ditempelkan oleh bagian gudang. Untuk bahan baku dan bahan kemas yang telah mendapat status passed/rejected akan mendapat nomor Laporan Sampling Analisa (LSA). LSA adalah laporan yang dikeluarkan oleh Departemen QC mengenai status bahan baku dan bahan kemas yang masuk ke gudang. Kegiatan rutin yang dilakukan oleh bagian IPC adalah pengambilan sampel dan inspeksi. Pengambilan sampel dilakukan di ruang khusus dengan kondisi yang diatur agar memenuhi persyaratan sebagai ruangan pengambilan sampel. Ruang pengambilan sampel bahan baku maupun bahan kemas primer harus berada minimal di kelas yang sesuai dengan kelas ruang produksi tempat memproses bahan baku dan bahan kemas primer tersebut. Ruang pengambilan sampel dikondisikan sesuai dengan ruang dengan kelas yang sama di area produksi yaitu pada Grey Area (Etercon Pharma, 2009c). Pengambilan sampel dilakukan terhadap bahan baku, bahan kemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Pengambilan sampel produk antara dan

147 48 ruahan dilakukan di ruang proses pengolahannya. Jumlah sampel disesuaikan dengan kebutuhan pemeriksaan dan jumlah yang diperlukan untuk sampel pertinggal. Metode pangambilan sampel harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Etercon Pharma, 2009c) : a. Material berasal dari approved supplier. b. Penandaan sampel harus dapat menunjukan dari mana sampel tersebut berasal. c. Perbedaan pengambilan sampel atas material yang memiliki nomor bets dan yang tidak. d. Sampel bahan baku psikotropik harus dicatat secara khusus untuk memudahkan pelaporannya. Ketentuan sampling guna kebutuhan pemeriksaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Metode pengambilan sampel yang digunakan supaya tidak terjadi kontaminasi atau hal lain yang mempengaruhi kualitas material. b. Jenis dan sifat material (higroskopis, steril, tingkat bahaya material). c. Ruang khusus. d. Suatu bahan baku yang datang harus dilakukan pengambilan sampel dan analisa oleh Laboratorium QC sebagian dasar penentuan pelulusannya. e. Untuk setiap pengambilan sampel, hanya boleh ada satu bahan baku dalam ruang pengambilan sampel yang dibuka dan setiap selesai pengambilan sampel bahan baku, ruangan dan timbangan harus dibersihkan dari serbuk dan sisa bahan. f. Pengambilan sampel bahan baku harus minimal memenuhi tiga kali keperluan pemeriksaan dan sebanyak ⅔ jumlah sampel tersebut disimpan untuk keperluan sebagai sampel pertinggal. g. Untuk produk jadi, pengambilan sampel dilakukan dengan mengajukan permintaan ke gudang. Untuk keperluan sampel pertinggal, jumlah yang diambil minimal dua kali keperluan analisa.

148 49 Jumlah pengambilan sampel material mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut (Etercon Pharma, 2009c): a. Jumlah wadah yang diambil sampelnya untuk tiap lot/bets tidak kurang dari n + 1. b. Khusus untuk zat aktif (non higroskopis), alkohol, metanol, bahan baku yang tidak jelas nomor lotnya, dilakukan pengambilan sampel dari tiap wadah. Pada proses inspeksi dalan penerimaan material, QC mengambil sampel dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan yang tertera pada formulir pengambilan sampel. Untuk bahan baku pengambilan sampel dilakukan dalam ruang pengambilan sampel sedangkan untuk bahan kemas dapat dilakukan pada area karantina gudang. Sedangkan untuk bahan kemas primer dilakukan pengambilan sampel di ruang sampling pada grey area. Pemeriksaan pada bahan kemas sekunder meliputi pemeriksaan dimensi, jenis kertas, pengeleman, kelunturan warna, cetakan dan lain-lain. Setelah pengujian selesai maka Departemen QC akan memberi status release atau reject. Bahan baku release kemudian disimpan di gudang. Pemeriksaan selama proses pengolahan bertujuan untuk mencegah diproduksinya obat yang tidak memenuhi spesifikasi. Pemantauan oleh IPC QC dilakukan pada setiap tahap dalam proses produksi. QC IPC bertanggung jawab atas pengambilan sampel produk antara dan produk ruahan serta analisanya. Sampel tersebut ada yang diperiksa oleh IPC dan ada yang diteruskan ke laboratorium QC dengan melampirkan formulir permintaan analisa. Pengujian sampel dilakukan dengan membandingkan terhadap baku kerja yang diperoleh dengan melakukan standardisasi bahan baku terhadap baku primer. Baku primer dan baku kerja disimpan di ruang khusus sesuai kondisi penyimpanan masing-masing. Jika ditemukan hasil uji yang tidak memenuhi spesifikasi, bagian QC akan melakukan investigasi sesuai prosedur yang ditetapkan dan hasilnya dilaporkan ke bagian QA. Sampel untuk produk jadi yang diambil juga disisihkan untuk kebutuhan sampel pertinggal sebagai referensi jika ada keluhan setelah produk beredar di pasar. Departemen QC menangani pemeriksaan bahan baku, produk ruahan, produk jadi serta uji stabilitas berdasarkan sifat fisika dan kimianya. Pemeriksaan

149 50 yang dilakukan mengacu pada protap dan hasil pemeriksaan disesuaikan dengan spesifikasi masing-masing produk. Pemeriksaan bahan baku dan bahan tambahan meliputi pemeriksaan organoleptis termasuk bentuk, warna, bau dan rasa, pemeriksaan kimia yaitu pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif serta pemeriksaan fisika yang meliputi ph, titik lebur, kelarutan dan berat jenis. Bila terdapat penyimpangan dari spesifikasi dalam proses pemeriksaan di luar spesifikasi sebelum diputuskan apakah penyimpangan produk terjadi pada permasalahan kritis. Pemeriksaan bahan pengemas meliputi pemeriksaan ukuran, kebocoran wadah, etiket, desain dan warna Pemastian Mutu Obat tidak dipasok sebelum Manager QA menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk. Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab QA yaitu: a. Penanganan keluhan dan produk kembalian (Etercon Pharma, 2010c). Secara formal, perusahaan menunjuk Departemen QA untuk mengelola semua keluhan yang masuk (menerima, merekam, dan menangani keluhan). Keluhan dapat berasal dari internal pabrik, antara lain dari tim pemasaran, gudang, produksi, pengawasan mutu maupun keluhan yang berasal dari luar yaitu konsumen dan regulator (BPOM). Keluhan dapat langsung masuk ke pabrik atau melalui Departemen Pemasaran, Bussiness Development maupun PPIC. Produk kembalian terlebih dahulu akan masuk ruang karantina di dalam gudang untuk dilakukan investigasi akar masalah dari keluhan. Tindak lanjut dari keluhan atas produk domestik dapat berupa: 1. Penggantian produk dan penjelasan pada konsumen terkait. 2. Penjelasan pada konsumen terkait. 3. Penarikan produk baik hanya pada bets yang bermasalah maupun pada bets yang memiliki potensi yang sama. 4. Pengemasan ataupun pengerjaan kembali (repack/rework) terhadap produk terkait.

150 51 5. Penerbitan PTPP untuk selanjutnya dilakukan tindakan sesuai dengan keputusan yang dibuat. Tindak lanjut pada keluhan atas produk eskpor dapat berupa: 1. Penggantian produk melalui agen yang bersangkutan. 2. Penjelasan pada agen yang bersangkutan. 3. Penarikan yang dilakukan oleh agen yang bersangkutan. 4. Penerbitan PTPP untuk selanjutnya dilakukan tindakan sesuai dengan keputusan yang dibuat. b. Penarikan kembali (recall) (Etercon Pharma, 2010c) Penarikan dan pembekuan produk dilakukan berdasarkan tingkat bahaya sebagai berikut: 1. Kritikal, yaitu masalah produk yang berakibat membayakan jiwa pasien, seperti misalnya ditemukan adanya produk yang zat aktifnya telah rusak dan dapat meracuni konsumen jika dikonsumsi. Penarikan dan pembekuan produk dilakukan dalam waktu kurang dari 24 jam. 2. Mayor, yaitu masalah yang dapat menyebabkan penyakit atau kesalahan pengobatan tertentu, namun tidak membahayakan jiwa, seperti misalnya hasil uji stabilitas menunjukan penurunan potensi sebelum batas kadaluarsa. Penarikan dan pembekuan produk dilakukan dalam waktu 1 x 24 jam atau paling lambat 2 x 24 jam. 3. Minor, yaitu masalah yang ada bukan merupakan hal yang signifikan yang dapat membahayakan kesehatan konsumen, namun dapat menyebabkan kesalahan yang lain, seperti contohnya leaflet tidak ada pada unit box. Penarikan dan pembekuan produk tidak diperlukan. c. Penanganan deviasi Deviasi adalah ketidaksesuaian yang terjadi pada metode analisis, proses produksi yang telah tervalidasi atau prosedur yang telah ditetapkan. Deviasi dapat berasal dari data internal misalnya produk dalam proses, produk dalam gudang, produk dalam uji stabilitas, penyimpangan protap, IK dan hasil kalibrasi maupun berasal dari data eksternal (keluhan) (Etercon Pharma, 2009).

151 52 Penanganan deviasi diawali dengan pengisian formulir deviasi oleh personil yang menemukan deviasi. Laporan deviasi diberi kategori kritikal, mayor atau minor oleh Departemen QA, lalu dilakukan investigasi oleh supervisor yang bersangkutan. Selama investigasi, produk diberi status disposisi hold yang kemudian dibuat rencana tindakan perbaikan dan pencegahan oleh departemen terkait. Departemen QA bertugas mengkonfirmasi penyelesaian kasus deviasi tersebut dan melakukan verifikasi implementasi tindakan perbaikan dan pencegahan. Deviasi dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Deviasi Kritikal Deviasi kritikal adalah deviasi yang menyebabkan produk dapat membahayakan konsumen. Deviasi ini harus ditangani dalam waktu maksimal 1 x 24 jam hari sejak deviasi ditemukan serta pemberian status HOLD pada produk untuk selanjutnya dilakukan proses pemberian status reject, pemusnahan dan atau recall Contohnya penimbangan bahan psikotropika dilanjutkan dengan antibiotika tanpa dilakukan pencucian terlebih dahulu. 2. Deviasi Mayor Deviasi mayor yaitu deviasi yang memiliki potensi membahayakan konsumen atau berkurangnya efektivitas obat. Harus ditangani dalam waktu maksimal 3 hari sejak deviasi ditemukan. Bila terjadi pada produk maka produk harus diberi status HOLD untuk selanjutnya ditetapkan status rework, reject, repack. Bila terjadi pada sistem maka produk yang terkait dengan sistem harus di review kembali. Contohnya hasil stabilitas menunjukan kecenderungan penurunan kadar. 3. Deviasi Minor Deviasi minor merupakan deviasi yang dapat menyebabkan ketidaklancaran produksi atau analisis. Tindakan harus ditetapkan maksimal 7 hari kerja sejak ketidaksesuaian ditemukan. Tindakan yang dilakukan dapat berupa perbaikan sistem, training periodik, training ulang, perubahan dokumentasi, dan sebagainya. Contohnya kekurangan isi dalam 1 blister, pencatatan pantauan suhu terkontrol tidak disiplin.

152 53 d. Permintaan Tindakan Perbaikan Dan Pencegahan (PTPP) Tindakan perbaikan adalah tindakan sementara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan tindakan pencegahan adalah tindakan yang diambil untuk menghindari keterulangan masalah atau kesalahan yang terjadi di masa yang akan datang atau untuk mencegah masalah atau kesalahan yang lebih besar lagi. PTPP merupakan tindak lanjut hasil audit internal dan audit eksternal. Selain itu, PTPP juga dapat diterbitkan sebagai tindak lanjut hasil uji di luar spesifikasi dan deviasi yang berulang serta adanya keluhan. PTPP dapat dikategorikan kritikal, mayor maupun minor. Tindakan telah harus ditetapkan maksimal 1 bulan setelah PTPP diterima. e. Kualifikasi dan Validasi Kualifikasi yang dilakukan di PT. Etercon Pharma meliputi kualifikasi desain untuk peralatan baru, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja yang dilakukan secara bertahap (Etercon Pharma, 2010b). Validasi di PT. Etercon Pharma dilakukan secara berkala, adapun validasi yang dilakukan meliputi validasi pembersihan untuk alat-alat produksi yang digunakan bersama untuk beberapa jenis produk, validasi proses dan validasi metode analisis. Parameter yang diamati pada validasi metode analisa adalah sebagai berikut: 1. Akurasi Akurasi merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk memperoleh nilai yang sebenarnya (ketepatan pengukuran). Metode akurasi ditetapkan dengan menghitung recovery dari spiked sample dengan lima konsentrasi yang berbeda (dibuat range) misalnya 50%, 75%, 100%, 125%, 150% dan masing-masing konsentrasi tersebut dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Spiked sample dibuat dengan menambahkan zat aktif dengan jumlah tertentu ke dalam plasebo sehingga diperoleh sampel dengan konsentrasi tertentu yang diketahui. Analisis yang berbeda mengulang pengujian yang sama. Jika memungkinkan dilakukan pada hari dan instrumen yang berbeda.

153 54 % recovery = 100 % 3.1 Akurasi dihitung berdasarkan perbandingan dari data hasil analisis dengan nilai yang sebenarnya yang ada pada teori, kemudian dihitung % recovery 98% - 102% untuk semua konsentrasi dan replikasi. 2. Presisi Pengujian bertujuan untuk mengetahui kedekatan dari suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang homogen. Presisi dapat dinyatakan sebagai repetability, intermediate presicion dan reproducibility. a. Repetability adalah presisi metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi yang sama dan dalam hari yang sama. b. Intermediate presicion yaitu perbedaan antar operator dengan sumber reagensia dan hari yang berbeda. c. Reproducibility yaitu presisi dengan menggunakan beberapa laboratorium agar diketahui pengaruh lingkungan yang berbeda terhadap kinerja metode analisis. Presisi dihitung menggunakan data akurasi. Setelah mendapatkan data dari % recovery dari lima konsentrasi (masing-masing tiga replikasi) yang dilakukan oleh dua analis, dihitung % RSD dari data recovery (total 15 data untuk analis 1 dan 15 data untuk analis 2). Hasil % RSD untuk analis 1 dikurangi dengan analis 2 untuk menghitung Intermediate presicion (Difference % RSD 2 %). 3. Selektivitas Selektivitas/spesifisitas adalah kemampuan membedakan antara senyawa analit dengan derivate/degradan/metabolit atau senyawa pengganggu lainya. Cara menguji: a. Melakukan overlay antara spektra larutan baku standar dengan larutan baku sampel. Kemudian dibandingkan panjang gelombang maksimum dan serapan kedua spektra tersebut dari masing-masing analit. b. Melihat ada atau tidaknya pengaruh plasebo (matriks sampel) terhadap serapan sampel dengan metode yang digunakan.

154 55 4. Linearitas Linearitas adalah ukuran kemampuan (dalam range yang diberikan) dari suatu metode untuk memperoleh hasil analisis secara langsung dan proporsional dengan kadar analit dalam sampel atau suatu metode yang harus diuji untuk membuktikan adanya hubungan linear antara analit dengan respon detektor. Prosedur linearitas: Larutan baku kerja rentang linearitas bahan yang digunakan, kemudian diukur absorbansinya dan dihitung persamaan garis regresi dengan x adalah kadar larutan baku dan y adalah absorban, dilakukan replikasi 3 kali. Linearitas dapat menggunakan data akurasi. Kriteria penerimaan di PT. Etercon Pharma adalah r 2 > 0, Robustness Uji Robustness dilakukan untuk mengetahui apakah ada impact terhadap hasil pengujian jika dilakukan sedikit perubahan pada parameter pengujian, dilakukan variasi terhadap salah satu parameter pengujian (misalnya temperatur kolom, rasio fase gerak, dsb) tetapi parameter yang lain tetap. 6. Penentuan LOD dan LOQ a) Penentuan LOD LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat terdeteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Penentuan LOD dilakukan dengan cara mengencerkan sampel atau standar sampai didapatkan konsentrasi dengan S/N 3. b) Penentuan LOQ LOQ adalah kuantitas/jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria secara cermat dan seksama. Penentuan LOQ dilakukan dengan cara mengencerkan sampel atau standar sampai didapatkan konsentrasi dengan S/N 10.

155 Sistem Pengaturan Udara (Etercon Pharma, 2012) HVAC (Heat Ventilating and Air Conditioning) merupakan sistem yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang pada produk dan juga untuk pengkondisian fasilitas yang digunakan agar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Parameter sistem tata udara meliputi suhu, kelembaban, perbedaan tekanan antar ruangan (differential pressure), pertukaran udara (room air change), arah aliran udara (air flow direction) dan jumlah partikel. Desain HVAC adalah sebagai berikut: a. Aliran udara dijaga jangan sampai terkontaminasi. b. Peralatan didesain dengan menggunakan filter. c. Pertukaran udara disesuaikan dengan luas ruangan. d. Diminimumkan terjadinya kontaminasi selama proses maupun pembersihan. Komponen dari HVAC harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Suplai udara harus konstan dan kedap udara luar, sekecil mungkin jika ada kebocoran dan jangan sampai ada kotoran yang lolos dan berakibat jeleknya performa alat tersebut. b. Panel dan komponen dilakukan preventive maintenance. c. Resirkulasi udara, filter dan partnya harus dijaga. Komponen yang termasuk dalam sistem HVAC antara lain: a. Cooling coil Berfungsi untuk mendinginkan udara hingga didapatkan temperatur yang diinginkan. b. Fan blower Berfungsi untuk mendapatkan laju alir udara dan tekanan yang diinginkan. c. Dehumidifier Untuk menstabilkan tekanan udara sehingga dapat diperoleh tekanan udara yang diinginkan. d. Filter Berfungsi untuk menghilangkan/menyaring partikel dan mikroorganisme misalnya filter prefilter, medium filter dan hepafilter. e. Ducting dan damper Berfungsi untuk mengatur distribusi udara ke tiap ruangan.

156 Sistem Pengolahan Air (Water Treatment) PT. Etercon Pharma telah memiliki sistem pengolahan purified water yang akan digunakan untuk meningkatkan kualitas air yang digunakan. Air di PT. Etercon Pharma dibagi menjadi tiga jenis yaitu sumber air, air demineralisata dan air softener. a. Sumber air Sumber air yang digunakan oleh PT. Etercon Pharma diambil dari sumur artetis melalui pipa dengan bantuan tenaga dari motor tiga passa. Air kemudian dialirkan melalui pipa ke sistem pengolahan air. b. Aqua Demineralisata Proses pengolahan aqua demineralisata dimulai dengan mengalirkan air dari sumber air (raw water) melalui pipa masuk ke multimedia filter. Multimedia filter berfungsi untuk menghilangkan lumpur, endapan dan partikel-partikel yang terdapat pada raw water. Multimedia filter terdiri dari beberapa filter dengan porositas 6-12 mm; 2,4-4,8 mm; 1,2-2,4 mm; dan 0,6-1,2 mm. Filter ini tersusun dalam satu vessel (tabung) dengan bagian bawah tabung diberikan gravel atau pasir sebagai alas tabung, sehingga sering juga disebut dengan sand filter atau quarta sand (Priyambodo, 2007). Selanjutnya, air yang telah melewati multimedia filter akan memasuki tangki kedua yaitu tangki active carbon filter. Tangki tersebut terdapat karbon aktif, yaitu karbon yang telah diaktifkan dengan menggunakan uap bertekanan tinggi atau karbon dioksida (CO2) yang berasal dari bahan yang memiliki daya adsorbsi yang sangat tinggi. Biasanya digunakan dalam bentuk granular (butiran). Karbon aktif berfungsi sebagai pre-treatment sebelum proses deionisasi untuk menghilangkan klorin, kloramin, benzene, pestisida, bahan-bahan organik, warna, bau dan rasa dalam air (Priyambodo, 2007). Air yang telah melewati proses filtrasi di tangki active carbon filter kemudian dialirkan ke tangki water softener filter. Water softener berisi resin anionik yang berfungsi untuk menghilangkan dan/atau menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion Ca 2+ dan Mg 2+ yang menyebabkan tingginya tingkat kesadahan air. Hasil dari filtrasi menggunakan water softener filter yaitu soft water, dimana soft water setara dengan aqua demineralisata.

157 58 c. Purified Water (PW) Proses pengolahan air untuk menjadi PW melanjutkan dari proses pembuatan aqua demineralisata (soft water), yang dimulai dari sumber air (raw water) melalui pipa masuk ke multimedia filter sampai dengan didapat atau aqua demineralisata. Proses untuk mendapatkan PW dilanjutkan dengan mengalirkan Soft water ke Reverse Osmosis (RO) filter. RO merupakan teknik pembuatan air murni (purified water) yang dapat menurunkan hingga 95% Total Dissolve Solids (TTDS) di dalam air. RO terdiri dari lapisan filter yang sangat halus (hingga 0,0001 mikron) (Priyambodo, 2007). Pengolahan menggunakan RO dilakukan sebanyak dua kali perlakuan, dimana soft water dialirkan ke filter RO1, kemudian dilanjutkan ke filter RO2. Hal tersebut dilakukan dengan maksud agar penyaringan dan pengurangan TTDS di dalam air lebih maksimal. Selanjutnya, air yang telah melewati RO filter dialirkan ke EDI (Electro De-Ionization) yang berfungsi untuk menyaring PW yang kemungkinan masih mengandung ion-ion. EDI merupakan perkembangan dari Ion Exchange System dimana sebagai pengikat ion positif dan negatif dipakai juga elektroda disamping resin. Elektroda ini dihubungkan dengan arus listrik searah sehingga proses pemurnian air dapat berlangsung terus menerus tanpa perlu regenerasi. Setelah melewati EDI, selanjutnya purified water yang dihasilkan ditampung dalam tangki penampungan (storage tank) yang dilengkapi dengan CIP (Cleaning in Place) serta looping system dan siap didistribusikan ke ruang produksi (Priyambodo, 2007). Purified water harus dilengkapi dengan looping system sehingga dapat memungkinkan air tersebut disirkulasi selama 24 jam. Pada sistem ini harus dilengkapi dengan TOC (Total Organic Compound) monitor untuk memantau jumlah senyawa karbon yang terdapat di dalam air. Senyawa-senyawa karbon tersebut dapat berasal dari bangkai kuman (bakteri) yang mati pada saat proses pengolahan air ini (Priyambodo, 2007).

158 59 Kriteria penerimaan Purified water: 1. Air yang keluar tidak kotor, tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. 2. Air memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) ph = 5-7 b) klorid = negatif c) ion logam = 0,1 ppm d) Nitrat = < 0,2 ppm e) TOC = 500 ppb f) Konduktivitas = 1,3 µs (suhu 25 o C) g) Mikrobiologi = ALT (100 cfu/ul) dan E.coli Negatif, salmonella negatif, pseudomonas negatif. d. Water for Injection (WFI) Pengolahan air untuk injeksi berasal dari purified water system, yang selanjutnya dilakukan destilasi bertahap membunuh bakteri. Sesuai dengan persyaratan CPOB yang terbaru, proses destilasi menggunakan 6 (enam) kolom destilasi, artinya air yang digunakan untuk produk-produk steril tersebut mengalami 6 kali proses destilasi. Dengan unit ini diperoleh air untuk injeksi yang memenuhi persyaratan WFI. PT. Etercon Pharma hanya menggunakan 4 (empat) kolom destilasi, tetapi dari hasil pengujian laboratorium menunjukkan produk WFI hasil pengolahan telah memenuhi persyaratan. Selanjutnya, WFI yang dihasilkan kemudian disirkulasikan dalam WFI looping pada suhu C sebelum didistribusikan untuk produksi produk steril Sistem Pengolahan Limbah (Waste Treatment) (Etercon Pharma, 2011) Proses produksi di PT. Etercon Pharma memiliki potensi pencemaran lingkungan baik di udara, air atau tanah akibat pembuangan limbah. Timbulnya limbah tersebut akan mempengaruhi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu masalah pengolahan limbah manjadi perhatian serius oleh PT. Etercon Pharma. Pengendalian dan pengelolaan pencemaran lingkungan menjadi tanggung jawab semua bagian dalam perusahaan terutama Quality Assurence, Quality Control, General Affair, Teknik dan Bagian Produksi.

159 60 Secara umum limbah dibagi menjadi dua, yaitu Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3) dan limbah bukan bahan berbahaya dan beracun (limbah non B3). Limbah B3 mempunyai karakteristik mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif dan limbah lain yang bila diuji dengan metode toksikologi dapat diketahui termasuk jenis limbah B3 (bila LD 50 >15g/kg maka limbah tersebut bukan limbah B3) Pengelolaan Limbah Udara dan Kebisingan (Etercon Pharma, 2011) Limbah udara atau kebisingan berdampak negatif terhadap kualitas udara ambien dan kebisingan. Sumber berasal dari pengoperasian mesin genset, mesin produksi, boiler dan dust collector, exhaust fan, serta keluar masuk kendaraan. Tolak ukur untuk baku mutu kebisingan kawasan atau lingkungan kegiatan ruangan industri maksimal 70dB (A), perumahan maksimal 55dB (A). a. Sistem pengelolaan 1. Perawatan dan perbaikan mesin secara berkala dan mewajibkan karyawan yang bekerja di tingkat kebisingan yang tinggi menggunakan alat pelindung telinga (earplug). 2. Penggunaan masker dalam ruang produksi. 3. Memasang dust collector yang dilengkapi HEPA filter, penempatan exhaust fan dalam ruang produksi dan pemasangan cyclone. 4. Penempatan genset pada ruangan kedap suara dan cerobong yang tinggi dari bangunan sekitar. 5. Pembuatan tembok pembatas dan penanaman pohon pelindung untuk mereduksi dampak pencemaran udara dan meredam kebisingan. b. Sistem pemantauan Pemantauan dilakukan searah dengan arus udara sehingga dapat diketahui apakah sumber kebisingan bukan semata-mata dari PT. Etercon Pharma. Frekuensi pemantauan kebisingan dilakukan setiap 3 bulan sekali.

160 Pengelolaan Limbah Debu (Etercon Pharma, 2011) Pengelolaan limbah debu bertujuan untuk mengatasi dampak negatif terhadap kualitas udara di lingkungan. Sumber limbah debu berasal dari proses produksi (pencetakan, penimbangan, penghalusan, dan pembuatan obat). Tolak ukur dampak lingkungan kerja (dalam ruangan) 230 µg/m 3. a. Sistem pengelolaan 1. Meminimalkan jumlah debu yang keluar ke ruangan dan lingkungan dengan memasang penghisap debu dialirkan ke dust collector. 2. Pemasangan sistem HVAC yang dilengkapi dengan filter penangkap debu di ruangan. 3. Mendistribusikan pemakaian K3 seperti: masker, peindung kepala, peralatan kerja kusus, sepatu dan sarung tangan. b. Frekuensi pemantauan 1. Pemantauan kadar debu pada dust collector yang dilakukan setiap 6 bulan sekali. 2. Pemantauan medium filter pada HVAC 2 bulan sekali. 3. Periode pemeriksaan kesehatan dilakukan pada saat rekruitmen awal Pengolahan Limbah Padat atau Sampah (Etercon Pharma, 2011). Pengelolaan limbah pada atau sampah untuk mengatasi dampak negatif kualitas tanah, air, udara di lingkungan PT. Etercon Pharma sehingga tidak ada tumpukan sampah. Sumber sampah berasal dari limbah padat dari proses produksi maupun yang berasal drai sampah domestik karyawan. a. Sistem pengelolaan 1. Disiapkan tempat khusus untuk pengumpulan limbah rejected produk (kemasan atau sisa produk). 2. Disiapkan tempat penyimpanan bahan baku dan kemasan rejected. 3. Tempat khusus untuk menyimpan kemasan sisa dari barang kembalian dari distributor. 4. Dipisahkan sisa kemasan bekas pakai dan sisa kemasan yang belum terpakai. 5. Limbah yang tidak bernilai ekonomis dibuang ke bak sampah dan dibakar.

161 62 6. Untuk kemasan yang bekas pakai oleh produksi harus dibakar dalam incinerator oleh pihak ke Limbah padat sisa produksi dibakar dalam incinerator oleh pihak ke Abu sisa pembakaran dalam incinerator oleh pihak ke Pengelolaan Limbah Cair (Etercon Pharma, 2011) Pembuangan limbah di PT. Etercon Pharma dibedakan menjadi dua yaitu pembuangan ke PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) yaitu berupa limbah B3 dan limbah-limbah sisa produksi. Sedangkan pembuangan untuk limbah cair non B3 dibuang melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Penanganan limbah cair sebelum dibuang ke saluran umum dikelola oleh IPAL. Sebelum masuk IPAL, limbah cair tersebut dipriksa ph nya, bila ph terlalu asam atau basa maka harus dinetralkan terlebih dahulu dengan menggunakan HCl ataupun NaOH sampai didapat ph 7 (ph yang diizinkan oleh pemerintah untuk perusahaan farmasi, sesuai SK Gubernur No.45/2002). Air limbah ditampung dalam bak pengendapan (sedimentation pool) dengan bentuk bak bertingkat. Limbah tersebut akan mengalami separasi antara air limbahnya dengan sludge. Sludge yang mengendap merupakan limbah B3, sedangkan air limbah yang terpisah akan mengalir ke pre-aerasi tank. Selanjutnya melalui suatu inlet air tersebut akan masuk ke dalam main aerasi pool. Proses yang terjadi adalah injeksi udara yang memberikan oksigen terhadap mikroorganisme dalam air limbah tersebut untuk mendegradasi unsur organik atau anorganik dalam limbah sehingga kestabilan BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) terjaga. Dilakukan monitoring ph dan debit air oleh analis pengendalian lingkungan. Setelah aerasi, limbah cair akan ditampung pada bak sebelum masuk ke bak arang. Fungsi dari arang adalah untuk menyerap polutan mikro yang ada di dalam air atau untuk menyerap zat warna dan bau. Setelah melalui bak arang, limbah ditampung pada kolam ikan untuk memastikan bahwa limbah sudah aman untuk dibuang. Digunakan ikan mas sebagai indikator keamanan limbah yang akan dibuang, apabila ikan mati berarti limbah belum aman untuk dibuang, tetapi apabila ikan masih hidup berarti limbah aman untuk dibuang.

162 BAB 4 PELAKSANAAN DAN METODOLOGI PENGAMATAN 4.1 Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) UI angkatan LXXV di PT. Etercon Pharma, Demak Jawa Tengah dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 31 Agustus Kegiatan PKPA berlangsung selama 39 hari, dilaksanakan mulai pukul sampai pukul WIB. Mahasiswa PKPA ditempatkan di Departemen Pemastian Mutu (QA) bagian validasi pembersihan dan kualifikasi mesin. 4.2 Metodologi Pengamatan Pelaksanaan PKPA meliputi studi pustaka mengenai kebijakan yang berkaitan dengan industri farmasi. Mahasiswa menelaah dokumen dan meninjau langsung ke lapangan terkait dengan pengamatan pelaksanaan aspek CPOB di PT. Etercon Pharma. Pencarian informasi pendukung didapat via internet. 63

163 BAB 5 PEMBAHASAN PENERAPAN CPOB DI PT. ETERCON PHARMA Industri farmasi sebagai suatu industri penghasil obat memiliki peranan penting dalam usaha pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan cara menyediakan obat-obatan yang bermutu, aman, dan berkhasiat. PT. Etercon Pharma adalah salah satu industri farmasi yang sedang berkembang pesat di Jawa Tengah. PT. Etercon Pharma merupakan industri farmasi yang memfokuskan diri dalam pembuatan obat ethical, over the counter (OTC) dan produk keperluan rumah tangga (PKRT). Jenis sediaan yang diproduksi PT. Etercon Pharma antara lain tablet, kaplet, kapsul, sirup, suspensi, sirup kering, dan krim. PT. Etercon Pharma memproduksi beberapa produk PT. Novell Farmaceutical Lab dengan melakukan toll in manufacturing kepada PT. Etercon Pharma. PT. Etercon Pharma memiliki tiga gedung produksi yang terpisah, namun hanya satu gedung yang baru beroperasi yaitu gedung untuk proses produksi produk non steril. Gedung non beta laktam (NBL), merupakan gedung produksi untuk sediaan non steril antara lain sediaan solid yang terdiri dari tablet, kaplet, dan kapsul. Sediaan semi solid-liquid terdapat suspensi, sirup, sirup kering, gel, krim, dan cairan topikal. Gedung kedua yaitu gedung sefalosporin yang masih dalam tahap persiapan dan belum beroperasi. Begitu juga gedung ketiga, yaitu gedung antiviral yang masih dalam tahap persiapan dan belum beroperasi. PT. Etercon Pharma masih berbenah dalam melakukan persiapan-persiapan untuk produksi selain produk NBL. Ruangan untuk Quality Control (QC) terpisah dari ruang produksi tetapi termasuk dalam satu gedung dengan gedung NBL. Dalam upaya untuk memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai tujuan penggunaannya, PT. Etercon Pharma selalu berusaha untuk memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pedoman CPOB pertama kali diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/Menkes/SK/II/1988 dan 64

164 65 ditindaklanjuti dengan ditetapkannya SK Dirjen POM No /A/SK/XII/1989 tentang Petunjuk CPOB pada industri farmasi. Badan POM menerbitkan pedoman CPOB edisi terbaru pada tahun 2006, dengan perbaikan aspek sesuai persyaratan CPOB dinamis. Acuan yang digunakan di CPOB edisi tahun 2006 antara lain WHO Technical Report Series yakni TRS 902/2002, TRS 908/2003, TRS 929/2005, dan TRS 937/2006, Good Manufacturing Practices for Medicinal Products PIC/S 2006,dan International Codes of GMP yang lain. Perubahan penting dalam CPOB edisi tahun 2006 dibandingkan dengan CPOB yang sebelumnya (CPOB edisi tahun 2001) adalah persyaratan bangunan untuk industri farmasi, terutama menyangkut Sistem Tata Udara (Air Handling System/AHS). Perubahan penting lainnya adalah menyangkut masalah tata letak ruang (lay out) bangunan industri farmasi. Dalam CPOB terkini masalah tata letak ruang memperoleh perhatian yang cukup serius, bahkan termasuk dalam kelompok kritis. Sertifikat CPOB merupakan dokumen sah yang menjadi bukti bahwa industri Farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu jenis bentuk sediaan obat (Peraturan Kepala Badan POM, 20011). PT. Etercon Pharma memiliki sertifikat CPOB untuk beberapa jenis bentuk sediaan yang diproduksi. Namun, sertifikat CPOB milik PT. Etercon Pharma sudah mendekati batas akhir masa berlaku sertifikat, sehingga sedang dilakukan upaya untuk memperbaharui sertifikat CPOB. Hal ini merupakan sebuah bukti bahwa PT. Etercon Pharma selalu berupaya untuk menerapkan seluruh aspek CPOB. CPOB telah diberlakukan dalam setiap tahapan dimulai dari pemilihan pemasok bahan awal hingga proses penyaluran produk ke Pedagang Besar Farmasi yang akan mendistribusikan produk PT. Etercon Pharma sampai ke tangan konsumen. Dalam menerapkan CPOB, PT. Etercon Pharma didukung oleh fasilitas, sumber daya manusia serta sistem yang memadai dan berkualitas dimana semuanya saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Fasilitas seperti bangunan beserta peralatan dan utility (air, listrik, AHU) tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung oleh sistem yang tertuang dalam prosedur tetap, manual instruction dan lain-lain. Sumber daya manusia atau personel harus dipastikan memenuhi kualifikasi personel agar dapat menjamin kualitas produk

165 66 yang dihasilkan konsisten dari waktu ke waktu. Sumber daya manusia juga harus terlatih melalui program pelatihan yang berkesinambungan dan seluruh prosedur tetap yang akan diberlakukan disosialisasikan terlebih dahulu kepada personil. Berikut ini adalah hasil pengamatan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker mengenai penerapan seluruh aspek CPOB 2006 di PT. Etercon Pharma: 5.1 Manajemen Mutu Produk yang dihasilkan oleh suatu industri farmasi harus memenuhi persyaratan mutu dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Selain itu, produk juga harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen registrasi serta tidak menimbulkan resiko yang membahayakan konsumen karena tidak aman, mutu rendah maupun tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan melalui suatu kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua karyawan, para pemasok dan para distributor. Manajemen yang ada haruslah didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar agar tujuan dapat dicapai secara konsisten. Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang menentukan dan mengimplementasikan kebijakan mutu, yang merupakan pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri farmasi, yang menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya (CPOB, 2009). Penerapan aspek manajemen mutu di PT. Etercon Pharma meliputi pengawasan dan pemastian mutu dengan konsep dasar CPOB. Departemen yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu secara menyeluruh di PT. Etercon Pharma adalah departemen QC. Pengendalian mutu yang dilakukan dimulai dari tahap awal yaitu tahap penyediaan bahan baku termasuk penentuan supplier, pengendalian pada saat proses (In Process Control/IPC) sampai produk jadi yang siap diedarkan ke konsumen. Kebijakan mutu di PT. Etercon Pharma disosialisasikan kepada semua karyawan dengan cara yang efektif, yaitu melalui secara personal dimana setiap departemen dilengkapi dengan komputer dengan fasilitas internet.

166 Personalia Berdasarkan CPOB, personalia dalam industri farmasi harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya, juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Selain itu mereka harus mempunyai sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB. Struktur organisasi PT. Etercon Pharma telah dibuat secara jelas dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang spesifik. Factory Manager merupakan penanggung jawab PT. Etercon Pharma. Factory Manager memiliki kualifikasi seorang apoteker dan membawahi empat manajer yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Manajer yang berada di bawah pimpinan Factory Manager, antara lain manajer PPIC, manajer Quality Control (QC), manajer Quality Assurance (QA), dan manajer Produksi Non Beta Laktam (NBL). Pelatihan dan materi pelatihan bagi personil di PT. Etercon Pharma disiapkan oleh masing-masing kepala bagian yang dikoordinasi oleh kepala bagian manajemen mutu (Pengawasan Mutu/QA). Program pelatihan dapat diberikan setelah mendapatkan persetujuan dari kepala bagian terkait dan manajer QA. 5.3 Bangunan dan Fasilitas Konstruksi bangunan dan fasilitas PT. Etercon Pharma telah memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku untuk bangunan sesuai dengan persyaratan CPOB. Letak industri PT. Etercon Pharma yaitu di daerah Demak, Jawa Tengah sering mengalami rop atau banjir dikarenakan lokasinya dekat dengan pantai. Dalam upaya untuk mengurangi resiko banjir, maka di depan bangunan industri terdapat saluran pembuangan air yang cukup lebar dan dalam sehingga mampu menahan air yang hendak masuk ke area industri. Selain itu, area industri PT. Etercon Pharma tidak berdekatan dengan sumber pencemaran yang berasal dari lingkungan. Bangunan gedung produksi NBL terpisah dari gedung lain dimana sistem HVAC juga dibuat secara terpisah sehingga meminimalisasi kemungkinan terjadinya kontaminasi silang. Tata letak ruang produksi non steril di gedung

167 68 produksi NBL sudah memenuhi persyaratan dimana ruangan dibuat pola berdasarkan urutan proses produksi. Lantai ruang produksi berupa lantai epoksi yang kedap air dan tidak mudah mengelupas. Selain itu, pada lantai ruang produksi tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel. Pipa saluran udara sudah terpasang di langit-langit sehingga dapat menghindari penumpukkan debu yang sulit dibersihkan di permukaan pipa. Lubang udara telah terpasang dengan baik dimana di setiap cubicle di ruang produksi NBL terpasang lubang udara masuk dan keluar. Colokan listrik datar dengan permukaan tembok, hal ini bertujuan agar tidak ada rongga atau celah untuk debu. Gudang di PT. Etercon Pharma didesain untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik, yaitu bersih, kering, penerangan cukup dan suhu serta kelembaban terjaga. Gudang tempat penyimpanan bahan awal dipisahkan dengan produk jadi. Area penerimaan dan pengiriman juga sudah terpisah dengan area penyimpanan barang. 5.4 Peralatan Bahan yang digunakan untuk bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk berasal dari bahan baja tahan karat AISI 316. Bahan pelumas yang digunakan untuk mesin-mesin di ruang produksi merupakan pelumas jenis food grade. Pada pemasangan dan penempatan alat, di dalam satu cubicle di ruang produksi hanya terdiri dari satu set mesin atau peralatan yang digunakan untuk satu produk untuk menghindari kontaminasi silang. Sistem pemipaan yang terdapat di area produksi termasuk sambungan, katup dan insulator pipa yang tidak di tanam dalam tanah telah diberi tanda panah. Tanda panah ini bertujuan untuk menunjukkan arah aliran bahan yang terdapat dalam percabangan dan pada persilangan pipa. Warna yang digunakan berbeda untuk masing-masing arah, sehingga mudah untuk dikenali. Penandaan biasanya ditempatkan di dekat kran atau sambungan dan bersebelahan dengan perubahan arah. Pemberian nomor pada peralatan, khususnya mesin yang terdapat lebih dari satu mesin dari merk dan tipe yang sama. Pemberian nomor dibuat dalam

168 69 bentuk label, dan ditempelkan di bagian mesin yang tidak mengalami kontak dengan bahan serta dapat dilihat dengan jelas. 5.5 Sanitasi dan Higiene Sanitasi Pelaksanaan higiene perorangan dimana setiap karyawan diwajibkan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sudah dilaksanakan. Penggunaan APD ditujukan untuk mencegah suatu kondisi kerja yang mengakibatkan gangguan pada kesehatan atau keselamatan kerja karyawan. Karyawan yang bekerja di ruang produksi NBL menggunakan APD seperti : a. Masker Masker kain digunakan untuk kondisi pekerjaan yang menghasilkan debu kasar. Masker khusus dengan filter digunakan untuk debu halus (mesin FBD). b. Sarung tangan Digunakan untuk melindungi tangan apabila sedang bekerja. Jenis sarung tangan yang digunakan di area produksi NBL yaitu sarung tangan karet (steril dan non steril). Sarung tangan digunakan hanya untuk satu kali pakai. c. Kaca mata (Googles) Karyawan diwajibkan menggunakan kaca mata untuk melindungi mata pada saat melakukan pekerjaan yang mempunyai risiko membahayakan mata. d. Sepatu pengaman Sepatu yang digunakan oleh karyawan di area produksi NBL berupa sepatu dengan kain tebal berwarna putih dan beralaskan karet yang digunakan untuk melindungi kaki karyawan sekaligus mencegah kontaminan yang dibawa karyawan dari luar. e. Pelindung kepala Pelindung kepala dibuat dari kain jenis poliester yang dicuci dua hari sekali. Pakaian pelindung yang digunakan karyawan di ruang produksi NBL yaitu menggunakan baju dan celana terusan (overall) dimana baju dan celana tersebut tidak terdapat kantong. Frekuensi penggantian baju dilakukan 2 hari sekali. Karyawan yang mengidap penyakit atau mempunyai luka terbuka dilarang untuk memasuki wilayah produksi. Karyawan yang sakit atau mempunyai luka

169 70 terbuka kemudian mendapatkan pemeriksaan kesehatan. Selain pada kondisi tertentu, pemeriksaan kesehatan juga dilakukan secara terjadwal untuk semua karyawan PT. Etercon Pharma. Karyawan baru harus menyertakan hasil pemeriksaan kesehatan dan dipastikan sehat jasmani dan rohani. Supervisor dan manajer produksi mengatur jadwal pemeriksaan karyawan di ruang produksi, dan memastikan tidak ada karyawan sakit yang bekerja. Begitu pula manager QA dan Kepala Bagian Personalia PT. Etercon Pharma memiliki tanggung jawab untuk mengkoordinir dan mengevaluasi pelaksanaan higiene perorangan sesuai prosedur Sanitasi Bangunan dan Fasilitas Gedung produksi NBL menyediakan toilet untuk wanita dan pria yang terpisah. Letak toilet untuk gedung produksi NBL terdapat di area loker sebelum masuk ke ruang ganti pakaian bersih untuk masuk ke area produksi. Tempat cuci tangan di toilet dilengkapi dengan sabun antiseptik dan handuk untuk mengeringkan tangan dan air dengan kualitas potable water. Terdapat juga tempat sampah berpenutup di dekat pintu toilet. Praktek yang tidak higienis di area produksi dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk. Penyiapan, penyimpanan, dan konsumsi makanan dan minuman dibatasi didaerah tertentu, yaitu kantin yang terletak di gedung yang berbeda dari ruang produksi. Waktu makan di laksanakan ketika jam istirahat yaitu pada pukul WIB. Prosedur sanitasi berlaku untuk seluruh karyawan, baik karyawan kontrak maupun karyawan tetap. Kantin di PT. Etercon Pharma dilengkapi flying catcher yang dilengkapi lampu UV untuk mencegah lalat beterbangan di area kantin. PT. Etercon Pharma selalu mengupayakan pelaksanaan validasi serta evaluasi prosedur pembersihan, sanitasi, dan higiene secara berkala untuk memastikan efektifitasi prosedur memenuhi syarat. 5.6 Produksi Produksi suatu sediaan di PT. Etercon Pharma dapat dimulai apabila sudah terdapat Master Batch Record (MBR). MBR tersebut dibuat oleh PPIC yang

170 71 nantinya diperiksa oleh QA. Setelah dinyatakan lulus dari QA, maka MBR tersebut dapat diberikan ke manajer produksi untuk kemudian segera dikerjakan. Penanganan bahan dan produk jadi seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan dan penimbangan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat. Bahan yang diterima dan produk jadi dilakukan karantina secara fisik maupun administratif sesudah barang diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian dan distribusi. Bahan awal yang digunakan untuk proses produksi didapat dari pemasok yang disetujui dan jelas identitas pemasoknya. PPIC mendokumentasi barang apa saja yang dibeli dan memastikan sesuai dengan permintaan. Bahan awal yang dikarantina dan telah lulus uji QC, maka dapat diberi label RELEASE. Penyimpanan bahan awal harus menyesuaikan kestabilan bahan. Penyimpanan dilakukan dalam ruangan atau tempat yang suhunya diatur. Selain ruangan dengan suhu ruang (ambient), gudang bahan awal PT. Etercon Pharma juga memiliki ruangan yang dapat digunakan untuk menyimpan barang dengan kriteria tertentu, yaitu : a. Lokasi penyimpanan bahan baku 1 (suhu o C, RH 45-75%) lantai 1. b. Lokasi penyimpanan bahan baku 2 (suhu o C, RH 45-75%) lantai 1. c. Lokasi penyimpanan bahan baku 3 (suhu <15 o C, RH 45-75%) lantai 1. d. Lokasi penyimpanan bahan kemas (lantai 2). e. Lokasi penyimpanan bahan kemas reject (ruangan terkunci). f. Ruang penyimpanan bahan obat psikotropik. Bahan awal yang reject disimpan di ruangan khusus dan dikunci, agar tidak terjadi kesalahan penggunaan bahan yang tidak layak pakai. Setelah bahan awal lulus uji, maka selanjutnya dibawa ke ruang penyimpanan bahan awal sebelum di timbang melalui ruang antara. Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal diperiksa kebenaran penandaan, termasuk label pelulusan dari bagian QA. Pada saat penimbangan, dilakukan dua atau tiga orang dimana seorang karyawan yang melakukan penimbangan, dan yang lainnya mengawasi proses penimbangan. Setiap penimbangan bahan awal dilakukan pembuktian kebenaran identitas dan

171 72 jumlah bahan yang ditimbang atau diukur yang nantinya didokumentasikan dalam Master Batch Record (MBR). Ruang timbang dan penyerahan dijaga kebersihannya, dimana kegiatan tersebut dilakukan menggunakan alat yang sesuai dan bersih. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan kemudian diperiksa kembali kebenarannya oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke bagian produksi. Bahan yang telah ditimbang untuk tiap bets diperiksa kemudian disimpan diatas palet secara berkelompok diruangan penyimpanan sementara dan diberi penandaan yang jelas. Proses produksi di PT. Etercon Pharma dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Manajer produksi membawahi enam supervisor untuk produksi NBL dan pengemasan. Semua bahan yang akan dipakai di dalam pengolahan harus diperiksa sebelum dipakai. Kondisi lingkungan di area pengolahan dipantau secara rutin dan dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Proses pengolahan suatu produk di suatu ruangan pengolahan yang sudah terdapat label CLEANED. Dipastikan pula bahwa tidak ada bahan lain yang masuk ke ruangan pengolahan serta ruangan telah bersih dari produk sebelumnya. Bagian peralatan yang digunakan untuk pengolahan terbuat dari bahan yang inert, yaitu terbuat dari stainless steel SS316 atau polietilen. Pengolahan produk dan pengujian IPC selalu dicatat dan didokumentasikan di MBR. Pencegahan terhadap penyebaran debu akibat pengolahan bahan atau produk kering dilakukan dengan sistem penghisap debu selama proses pengolahan obat yang dapat menghasilkan debu. Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektifitasnya diperiksa secara berkala oleh bagian teknik. Tindakan tersebut berupa pemeriksaan rutin pada saringan udara apakah masih baik, bocor atau harus sudah diganti. Pemantauan pengolahan air juga dilakukan secara rutin oleh departemen teknik PT. Etercon Pharma. Bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain diberi perhatian yang sama seperti bahan awal. Dilakukan pemberian nomor dan identitas spesifik. Sebelum dilakukan kegiatan pengemasan, dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa area kerja dan peralatan telah bersih serta bebas dari produk lain, sisa produk lain atau dokumen lain yang tidak diperlukan.

172 73 Kegiatan pengemasan dilakukan dibawah pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Rincian pelaksanaan pengemasan dicatat dalam MBR. Pengawasan selama proses atau IPC dilakukan untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, berupa prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian dan pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap tahap pengolahan produk. Pihak yang bertugas melakukan IPC adalah departemen QC bagian IPC. Hasil pengujian harus dicatat secara lengkap dan detail kemudian dilakukan penilaian terhadap hasil pengujian. Pengujian IPC digunakan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi untuk menghindari terjadinya variasi karakteristik produk selama proses berjalan. Pengujian IPC memiliki prosedur tertulis yang harus dipatuhi. Prosedur tersebut menjelaskan mengenai titik pengambilan sampel, frekuensi pengambilan sampel, spesifikasi yang harus diperiksa dan batas penerimaan yang untuk tiap spesifikasi. Hasil pengujian IPC untuk setiap tahap pengolahan produk sampai pengemasan didokumentasikan ke dalam MBR. Produk yang dikembalikan dari peredaran dan telah lepas dari pengawasan industri kemudian dilakukan pemusnahan. Produk tersebut dapat dijual lagi dan diberi label kembali atau dipulihkan ke bets berikut hanya bila terbukti bahwa mutunya masih memuaskan setelah dilakukan evaluasi oleh bagian QA. Evaluasi tersebut meliputi pertimbangan sifat produk, kondisi penyimpanan khusus yang diperlukan, kondisi dan riwayat produk serta lamanya produk dalam peredaran. Pendokumentasian mengenai produk kembalian dicatat dengan baik. Produk yang sudah melewati proses pengemasan tahap akhir harus dikarantina sebagai tahap terakhir pengendalian. Karantina dilakukan sebelum penyerahan produk jadi ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat dilakukan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Selama menunggu pelulusan dari bagian QC, seluruh bets/lot yang sudah dikemas ditahan dalam status karantina. Status karantina di sini dimaksudkan bahwa produk dalam bets tersebut tidak boleh ada yang diambil

173 74 kecuali untuk keperluan sampling QC. Pelulusan akhir produk dilakukan terhadap produk yang telah memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Hasil pengujian produk menyatakan bahwa produk sesuai dengan persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan. b. Sampel pertinggal untuk tiap produk dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian stabilitas dan pengujian di masa datang. c. Pengemasan dan penandaan telah memenuhi persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh QC. d. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima. e. Produk jadi yang dikarantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang. Setelah produk jadi telah dinyatakan lulus oleh QA, produk dapat dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi. Sistem distribusi pada gudang produk jadi menerapkan sistem FIFO, yaitu First In First Out. 5.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu / Quality Control (QC) di PT. Etercon Pharma terletak di gedung yang sama dengan ruang produksi NBL. Laboratorium QC mengikuti persyaratan CPOB berkaitan dengan cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik. Ketentuan yang terkandung dalam cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik meliputi beberapa aspek sebagai berikut : a. Bangunan dan fasilitas Laboratorium QC terdapat di satu gedung yang sama dengan area produksi NBL dalam ruangan yang terpisah. Terkecuali dengan laboratorium IPC yang terletak di area produksi agar memudahkan dalam pemeriksaan karakterisasi produk. Suhu ruangan di laboratorium QC dikondisikan berada pada C. kondisi lingkungan untuk instrumen yang sensitif juga dijaga suhunya agar berkisar C dan kelembaban maksimal 80%. b. Personil Personil yang bertugas melakukan kegiatan berlaboratorium memiliki latar belakang pendidikan analisis, dan pernah mendapatkan pelatihan untuk dapat

174 75 melaksanakan tugas dengan baik. Tiap personil di QC memakai jas laboratorium dan dilengkapi peralatan pengaman seperti masker, sarung tangan, dan sepatu pelindung. Perlengkapan APD yang lebih ketat diberikan terutama bagi personil yang kontak langsung dengan reagen berbahaya. c. Peralatan Tersedia protap dan instruksi kerja berkaitan dengan pengoperasian dan perawatan instrumen dan peralatan. Instruksi kerja diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang bersangkutan. d. Pereaksi dan media perbenihan Pendokumentasian penerimaan serta pembuatan peraksi dan media perbenihan telah diterapkan dengan baik. e. Baku pembanding Baku pembanding digunakan sesuai peruntukkannya sesuai dengan yang diuraikan dalam monografi senyawa bersangkutan. Baku pembanding disimpan dan ditangani dengan baik agar tidak rusak dan terpengaruh mutunya. 5.8 Inspeksi diri dan audit mutu Pelaksanaan inspeksi diri dan audit mutu belum berjalan dengan rutin di PT. Etercon Pharma. Hal tersebut berkaitan dengan banyaknya tugas yang diemban bagian QA. Namun, inspeksi secara personal terkadang dilakukan apabila personil QA sedang terjun ke area produksi dan menemukan temuan yang tidak sesuai dengan persyaratan CPOB. 5.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk Dan Produk Kembalian. Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti. Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari bagian produksi, bagian QA, bagian gudang dan bagian pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor dan Otoritas Pengawasan Obat (OPO).

175 76 Penarikan kembali produk merupakan suatu proses penarikan dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Keputusan ini dapat bersumber dari OPO atau dari industri. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluarsa atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, keamanan obat serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis Dokumentasi Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari departemen QA. Dokumentasi menjadi penting dalam mengoperasikan suatu industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau, dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Terdapat beberapa jenis dokumen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diantaranya adalah : a. Spesifikasi Menurut protap dokumen PT. Etercon Pharma, spesifikasi adalah suatu acuan yang digunakan atau diperbolehkan dalam menerima suatu hal. b. Prosedur Tetap (Protap) Prosedur pelaksanaan suatu kegiatan yang berkaitan antara satu departemen dengan departemen lain. c. Dokumen produksi Dokumen produksi terdiri dari MBR dan Master Manufacturing Batch Record. MBR adalah daftar berupa check list yang berisi proses-proses yang harus dilakukan dalam memproduksi suatu produk tertentu. Master Batch Record merupakan dokumen asli MBR yang dibuat dan telah diperiksa serta telah mendapatkan persetujuan yang berwenang dan diberi stempel MASTER DOCUMENT.

176 77 d. Instruksi Kerja (IK) Prosedur kerja spesifik dalam melaksanakan suatu pekerjaan. e. Rencana Induk Validasi (RIV) Suatu dokumen yang menyajikan informasi mengenai program kerja validasi perusahaan. PT. Etercon Pharma memiliki bagian pengelolaan dokumentasi yang termasuk dalam bagian QA. Sebagian besar aspek penting yang berkaitan dengan penerapan CPOB sudah memiliki Protap. Pelaksanaan kegiatan di semua aspek industri sudah memiliki acuan dan dapat direvisi apabila dibutuhkan adanya penyesuaian. Dokumen yang merupakan hasil salinan yang pengedarannya dikendalikan oleh pusat pengendali dokumen ditandai dengan cap salinan terkendali atau CONROLLED. Sedangkan dokumen salinan yang peredarannya tidak dikendalikan oleh pusat pengendali dokumen ditandai sebagai salinan tak terkendali atau UNCONTROLLED Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan, oleh karena itu untuk mendukung terjaminnya kualitas produk yang dihasilkan, PT. Etercon Pharma melakukan Contract Toll Manufacturing (toll in) dengan PT. Novell Farmaceutical Labs. Contoh : obat generik yang diproduksi di PT. Etercon Pharma merupakan produk toll dari PT. Novell Farmaceutical Labs Validasi dan Kualifikasi Validasi, kualifikasi dan kalibrasi di PT. Etercon Pharma telah memiliki protap sebagai acuan pelaksanaan. Program validasi telah memiliki RIV yang berguna untuk mengetahui program kerja validasi perusahaan. Kualifikasi yang dilakukan di PT. Etercon Pharma meliputi kualifikasi desain untuk peralatan baru, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja yang dilakukan secara bertahap. Kualifikasi untuk beberapa mesin sedang dalam proses pelaksanaan terutama untuk peralatan lama yang dipindah tempatkan maupun

177 78 dimodifikasi dimana tidak terdapat manual book untuk mesin tersebut sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya. Validasi di PT. Etercon Pharma dilakukan secara berkala, adapun validasi yang dilakukan meliputi validasi pembersihan untuk alat-alat produksi yang digunakan bersama untuk beberapa jenis produk, validasi proses dan validasi metode analisis. Validasi metode analisa dilakukan dengan mengamati beberapa parameter antara lain akurasi, presisi, selektivitas, linearitas, robustness serta penentuan LOD dan LOQ.

178 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan PT. Etercon Pharma secara umum telah menerapkan CPOB dengan baik untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkannya Apoteker memiliki peran penting di industri farmasi sebagai pendorong dan pengarah dalam penerapan CPOB, terutama di bidang manufacturing (Production Department), pengawasan mutu (Quality Control) serta pemastian mutu (Quality Assurance). PT. Etercon Pharma telah memaksimalkan fungsi dan peran apoteker dengan baik. Hal ini terlihat dari penempatan tenaga apoteker pada posisi-posisi strategis yang mendukung pelaksanaan proses produksi sesuai CPOB guna menghasilkan produk yang bermutu, aman, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. 6.2 Saran Penerapan aspek-aspek CPOB di PT. Etercon Pharma perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk yang dihasilkan PT. Etercon Pharma sebaiknya terus berusaha meningkatkan kesadaran para karyawan akan pentingnya penerapan CPOB dalam segala aspek yang berkaitan dengan produksi. 79

179 DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Edisi Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2009). Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat yang Baik. Edisi Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Etercon Pharma.(2009). Protap Penanganan Deviasi: Quality Assurance.Demak: Etercon Pharma. Etercon Pharma.(2009b).Protap Penerimaan, Penyimpanan dan Penyerahan Material.Demak: Etercon Pharma Etercon Pharma.(2009c). Instruksi Kerja Pengambilan Contoh Bahan Baku. Demak: Etercon Pharma. Etercon Pharma.(2010). Protap Penyusunan Protokol Kualifikasi. Demak: PT. Etercon Pharma. Etercon Pharma(2010b). Protap Penarikan dan Penanganan Produk Kembalian. Demak: PT. Etercon Pharma. Etercon Pharma.(2011). Protap Pengendalian Pengelolaan Pencemaran Lingkungan. Demak: Etercon Pharma Etercon Pharma.( 2012 ). Protap Sistem Tata Udara. Demak: Etercon Pharma Kementerian Kesehatan RI.(2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1799/Menkes/ PER/XII/2010, tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Priyambodo, Bambang.(2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. 80

180 Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Etercon Pharma Factory Manager secretary Manager QA Manager QC Manager Produksi Non Beta Lactam Manager PPIC Chief Enginering chief Produksi Cephalosporin Asc. Manager Purchasing Spv. Personalia Spv. GA staff MCC staff MIS Program staff MS TS

181 Lampiran 2. Struktur organisasi non departemen PT. Etercon Pharma Factory Manager Dra. B. D. Rahayuningsih, Apt. MIS Programer Nugroho Djati MIS Technical Support Rifky Maulana Supervisor Personalia Ika Kusumawati Manufacture Cost Control 1. Theresia Triwahyuni 2. Dwi Muslikah Administrasi Ani Sofiyani Staff Agustina Listyaningsih

182 Lampiran 3. Struktur organisasi departemen teknik PT. Etercon Pharma Chief Teknik Vacant Staff Water System & Sarana Penunjang Arif Cahyo Staff HVAC Vacant Staff Mesin Produksi Vacant Administrasi Dianatul Ch. Teknis Water System & Sarana Penunjang 1. Riyadi 2. Ferri Suprayogo 3. Yuli Teknisi HVAC & Utility 1. Martanto 2. Andika 3. Fikriyan R. Teknisi Mesin Produksi 1. Tumirin 2. Pur Utim S. R. 3. Sigit Sembodo 4. Lilik munawar

183 Lampiran 4. Struktur organisasi departemen General Affair (GA) Supervisor GA Eko Haryanto Administrasi Uswatun K. Teknisi Bangunan 1. A. Sahid 2. Antok S. 3. Asif H. Kantin & Laundry 1. Rubiatun 2. Azizah 3. Chamidah 4. Endang K 5. Maghfiroh 6. Solukhatun Office Boy 1. Wiyanto 2. Feri H. 3. Agus 4. Sofif Driver A. Mufad Wadanru Security Ian S. Danru Security Doris K. Security 1. Kusdi 2. Muhson 3. K. Muhib 4. Erwan R.

184 Lampiran 5. Struktur organisasi departemen Quality Assurance (QA) Manager QA Vacant Final Inspection 1. Dwi Wijayanti 2. Sugeng P. 3. Nur Chorika 4. Tutus Irawan 5. R. R. Rena Anggraini Administrasi Novita A. Staff Compliance & APR Puji Haryanto Staff VP & VC Dyah Shaula Staff Kalibrasi & Kualifikasi Yehuda R. Staff VMA & Andev Arini D.P. Staff Dokumentasi Rani Putri Staff Mikrobiologi Pemantauan Lingkungan Sofia F. Staff Mikrobiologi Bahan Baku dan Obat Jadi Vacant Staff SD Packaging Widi Astuti Staff SD, MBR, BB, Reg. Srimaryati Staff Training Dwi P Analis Ganang S. Analis Renny P. Administrasi Fera E. Analis 1. Ane S. 2. Galuh K. 3. Fitria S. 4. Meta Dwi 5. Krisdian A. Administrasi Angelina P. Cleaner Sumira

185 Lampiran 6. Struktur organisasi Departemen Quality Control (QC) Manager QC Christiani Ekawati, Apt. Staff Bahan Baku & Bahan Kemas Rahmad Santoso, S.Farm., Apt. Staff In Process Control Elsari Dwi Harnani, S.Farm., Apt. Staff Produk Antara-Ruahan Wahida Nur Azizah, S.Farm., Apt. Staff Stabilitas Chandra Kartika Sari, S.Farm., Apt. Analis Bahan Baku & Kemas 1. Linda Agustia 2. E. Ani Angelina 3. Dony Mega S. 4. Ika Safitri 5. Bagus Susilo Petugas Sampling 1. Chabib Alwi 2. Hary Pratama 3. Ahmad Junaedi Analis In Process Control 1. Sri Lestari 2. Romdonah 3. Triyani 4. Lovita Dewi Ratnasari 5. Septi Susanti 6. Rusmidi 7. Abdul Subur 8. Ahmad Rois 9. Febby Roesdiane A. 10. Ahmad Ma;ruf 11. Rizky Bagus Ibrahim 12. Miftahul Falah 13. Anisa Fistvarinda Analis Produk Antara-Ruahan & Stabilitas 1. Arika Mahara 2. Nur Khafid 3. Tri Wahyudiyanto 4. Ida Rochmawati 5. Rinny Andryani 6. Oktavia Widi 7. Wahyu Endah 8. Niswatun Jamiah 9. Nurul Evi K. 10. Winda Afriani 11. Lilian Sisera Ramadhani 12. Nurul Zulfa 13. Herwindo Administrasi 1. Umi Ulfa 2. Miftachul 3. Djannah Cleaner 1. Novita Lestari 2. Mas Budi Harto

186 Lampiran 7. Struktur organisasi Departemen Produksi Non Beta Laktam Manager Produksi Dra. Lilik Setyaningtyas, Apt. Spv. Proses 1. Suhengki Tiawan 2. Endah S. 3. Yuli Wiyatno Spv. Packing Aneng Ardiya Staff Proses Andi Yulianto Staff Packing Inawati OPERATOR Admin Packing 1. Indah A. 2. Wahyu Ira P. OPERATOR Admin Packing 1. Ana Nur A. 2. Lailatul B. CLEANING CLEANING

187 Lampiran 8. Struktur Organisasi Departemen PPIC Manager PPIC Elisabeth A. Admin Hanik H. Staff PPIC Milla Imma S. Staff PPIC Dian Setyani L. Spv Gudang Oky Soegiono Sampling BB Lilik S. Operator BK Hedi H Roni Y Fahris H Andrea F Non Beta Laktam Sampling BK Rendy M. Operator BB Agus S Ryfky Moga H Asyiq A Ariesta A Hemi S Operator FG Basyar A Nur F Syarifudin Agung P Machin Finish Good Admin Widowati S. Operator BB Rusmanto Fahrudin I Sampling B. baku & B. Kemas M. Shohi Cephalosporin Operator BK Warnoto Admin Chrisventa Cleaning Fadhloli Nur H Agung K Admin Damayanti

188 Lampiran 9. Struktur organisasi Departemen Purchasing Asc. Purchasing Manager Ida Mariani Admin Purchasing Yuni Latifah Staff Purchasing Bahan Baku Dany Christiani Staff Purchasing Bahan Kemas Meitasari Wahyu Mustikawati Staff Purchasing Biaya & Impor Ratna Widawati

189 90 Lampiran 10. Alur masuk bahan baku dan bahan kemas BB atau BK Admin gudang Periksa kesesuaian surat jalan & cocokkan dengan purchase order Supplier Info ke purchasing bahwa tidak sesuai OK QC Tidak sesuai Petugas gudang memeriksa BB atau BK yang datang dengan check list OK Rejected Label reject Area reject Released Petugas gudang memasukkan data ke log book penerimaan BB atau BK Input ke Laporan Pemesanan Barang (LPB) Petugas admin membuat surat jalan retur & meminta persetujuan Spv gudang, manager, PPIC, & manager purchasing Spv Confirm LPB Petugas admin mengeprint label hold dari aplikasi Petugas operasional BB atau BK akan menyiapkan proses pengiriman ke supplier Masuk ruang karantina QC Rejected Released

190 91 Lampiran 11. Alur produksi sediaan tablet atau kaplet Pemeriksaan Bahan Baku Penyimpanan Bahan Baku Penimbangan Granulasi* Pengeringan Granul* Pengayakan Granul* Released Pencampuran Akhir Pencetakan IPC Penyalutan** Pengemasan Primer Pengemasan Sekunder Obat Jadi Released Ya Distribusi Tidak Rejected Keterangan : *) untuk tablet/kaplet cetak langsung tidak melalui tahap ini *) untuk tablet/kaplet salut

191 92 Lampiran 12. Alur produksi sediaan kapsul Pemeriksaan Bahan Baku Penyimpanan Bahan Baku Penimbangan Released Pencampuran Pengisian Kapsul IPC Pengemasan Primer Pengemasan Sekunder Obat Jadi Released Ya Tidak Rejected Distribusi

192 93 Lampiran 13. Alur produksi sediaan sirup atau suspensi Pemeriksaan Bahan Baku Penyimpanan Bahan Baku Penimbangan Released Pencampuran Pengisian IPC Pengemasan Sekunder Penyimpanan Obat Jadi Released Ya Tidak Rejected Distribusi

193 94 Lampiran 14. Alur produksi sediaan sirup kering Pemeriksaan Bahan Baku Penyimpanan Bahan Baku Penimbangan Pengeringan Bahan Dasar (gula) Released Pencampuran Pengisian IPC Pengemasan Sekunder Penyimpanan Obat Jadi Released Ya Tidak Rejected Distribusi

194 95 Lampiran 15. Alur produksi sediaan cairan obat luar Pemeriksaan Bahan Baku Penyimpanan Bahan Baku Penimbangan Released Pencampuran Pengisian IPC Pengemasan Sekunder Penyimpanan Obat Jadi Released Ya Tidak Rejected Distribusi

195 96 Lampiran 16. Alur produksi sediaan pasta atau cream Pemeriksaan Bahan Baku Penyimpanan Bahan Baku Penimbangan Released Pencampuran Pengisian IPC Pengemasan Sekunder Penyimpanan Obat Jadi Released Ya Tidak Rejected Distribusi

196 97 Lampiran 17. Flowchart prosedur pelulusan produk jadi Foreman/staff Produksi membuat form permintaan pemeriksaan produk jadi dan memberikan ke inspektor QA. Inspektor QA akan melakukan inspeksi dan mendokumentasikan dalam laporan pelulusan produk jadi OK / NO penelusuran Stempel PASSED pada Corrbox Admin QA menerima MBR dari Produksi dan memeriksa kelengkapan dokumen MBR, kemudian menggabungkannya dengan : Laporan pemeriksaan QC dan Laporan IPC. Kelengkapan rekaman-rekaman lain berupa memo atau laporan penyimpangan. Kelengkapan rekaman dari QA (Laporan Pelulusan Produk Jadi). Certificate of Analysis (CoA) Semua berkas dimasukkan dalam wadah yang diberi identitas : Nama, Produk, No. batch, ED, disimpan sampai tanggal, dan menyerahkan ke staff QA. Staff QA memeriksa kelengkapan dan kebenaran seluruh data Dokumen MBR OK / NO penelusuran

197 98 (lanjutan) Stempel PASSED dan Acc MBR Konfirmasi DN Produk Jadi DO di stempel PASSED dan di Acc inspektor Bila ada perbedaan atau kerusakan Produk siap dikirim ke distributor Investigasi dan perbaikan Bila ada kerusakan, inspektor QA mengisi form perbaikan kemasan yang dikirim produksi sepengetahuan PPIC

198 99 Lampiran 18. Pengolahan limbah cair Limbah dari Produksi QC memberi status reject Produksi mengumpulkan (status quarantine) Limbah dari Produksi Gudang menyimpan di tempat yang ditentukan Gudang mencatat limbah yang masuk Limbah bernilai ekonomis Limbah tidak bernilai ekonomis GA memindahkan ke tempat penyimpanan sementara GA menghubungi supplier Limbah B3 Gudang menyimpan limbah dan dokumen Pihak ke-3 memusnahkan Limbah non B3 Gudang membuat usulan pemusnahan barang Diajukan ke Spv. Gudang, manager PPIC dan manager Tanda tangan chief PPIC & manager QA, distribusi ke FM & akunting Gudang membuat berita acara pemusnahan barang Gudang memusnahkan limbah dengan dibakar Analis QA menyaksikan

199 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUSS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ETERCON PHARMA Jl. RAYA SEMARANG DEMAK KM. 9 JAWA TENGAH PERIODE 9 JULI 31 AGUSTUS 2012 VALIDASI PEMBERSIHAN SUPER MIXER BAMTRI DAN FBD 60KG PADAA AREA PRODUKSI NON BETA LAKTAM ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

200 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Validasi Validasi Pembersihan... 4 BAB 3 METODOLOGI Waktu dan Tempat Cara Kerja BAB 4 PEMBAHASAN Super Mixer Bamtri FBD 60kg BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

201 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Skoring terhadap kelarutan zat pada pelarut yang digunakan... 7 Tabel 2.2 Skor berdasarkan tingkat toksisitas zat... 8 Tabel 2.3 Skor berdasarkan dosis terapi... 8 iii

202 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Produk marker PT. Etercon Pharma Lampiran 2. Protokol validasi pembersihan Super Mixer Bamtri Lampiran 3. Protokol validasi pembersihan FBD 60kg iv

203 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Etercon Pharma merupakan salah satu industri farmasi yang sedang berkembang di Jawa Tengah yang memproduksi berbagai macam sediaan farmasi baik sediaan padat, cair maupun setengah padat. Dengan memanfaatkan lahan seluas m 2, PT. Etercon Pharma memiliki beberapa sarana produksi diantaranya ruang produksi non beta laktam yang digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis produknya. Dalam memproduksi berbagai jenis produk tersebut tidak digunakan satu mesin untuk satu item obat, akan tetapi satu mesin dapat digunakan untuk memproduksi beberapa produk, selain untuk menghemat biaya pembelian mesin juga ditujukan untuk menghemat tempat. Secara umum alat dapat digunakan pada suatu tahapan produksi obat yang berbeda, dengan membersihkan peralatan sesuai dengan instruksi kerja, peralatan tersebut dapat digunakan untuk proses pengolahan obat berikutnya, akan tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi antar produk jika proses pembersihan paralatan yang digunakan dilakukan dengan tidak tepat. Metode pembersihan yang digunakan diharapkan dapat membersihkan peralatan hingga batas residu yang ditetapkan. Metode pembersihan yang dilakukan tidak untuk menghilangkan residu produk sebelumnya secara absolut, residu produk sebelumnya dalam jumlah tertentu masih diijinkan tinggal di dalam mesin dengan batas tertentu yang telah ditetapkan. Residu yang ditetapkan meliputi residu kimia, detergen (pembersih) dan residu mikrobiologi yang besarnya ditentukan oleh masing-masing industri farmasi dengan analisis yang tepat. Dalam memastikan bahwa metode yang digunakan untuk membersihkan peralatan (instruksi kerja pembersihan alat) dapat mencapai batas yang telah ditentukan maka harus dilakukan validasi pembersihan terhadap metode pembersihan tersebut. Validasi pembersihan merupakan tindakan pembuktian bahwa metode pembersihan yang digunakan dapat mencapai batas residu suatu 1

204 2 produk, bahan pembersih maupun pencemaran mikroba yang ditentukan, dan senantiasa dapat memberikan hasil yang sama secara terus-menerus (BPOM, 2006). Validasi pembersihan merupakan salah satu hal penting yang terdapat pada aspek validasi dan kualifikasi yang tarcakup dalam CPOB, dengan dilakukannya validasi pembersihan secara terjadwal diharapkan prosedur pembersihan peralatan dapat digunakan secara berkelanjutan dan memberikan jaminan akan hasil yang diperoleh sehingga produk yang dihasilkan akan senantiasa bermutu baik dan aman. Validasi pembersihan tersebut dapat dilakukan setiap dua tahun sekali atau jika terdapat perubahan yang signifikan pada metode pembersihan. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Etercon Pharma bertujuan untuk: Mengetahui penerapan validasi pembersihan di PT. Etercon Pharma Mengetahui dan memahami pelaksanaan validasi pembersihan peralatan yang digunakan untuk proses produksi di PT. Etercon Pharma.

205 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Validasi Menurut CPOB 2006, validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Keuntungan pelaksanaan program validasi bagi industri farmasi yang menjalankannya, antara lain: a. Memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang (reworking process) dan menjamin mutu obat yang dihasilkan. b. Meningkatkan kepercayaan konsumen (pelanggan) terhadap obat yang digunakan. c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi dan pengawasan mutu yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan bagi industri farmasi yang bersangkutan (Priyambodo, 2006). Validasi merupakan bagian dari program Pemastian Mutu (Quality Assurance) sebagai upaya untuk memberikan jaminan terhadap khasiat (efficacy), kualitas (quality), dan keamanan (safety) produk produk industri farmasi. Validasi mencakup paling tidak empat bidang utama dalam industri farmasi, yaitu hardware, terdiri dari instrumen, peralatan produksi dan sarana penunjang, serta sofware, berupa seluruh dokumen dan sistem/mekanisme kerja dalam industri farmasi, metode analisa dan kesesuaian sistem (Priyambodo, 2006). Jenis jenis validasi yang dilakukan di industri farmasi antara lain: a. Validasi mesin (kualifikasi), peralatan produksi, dan sarana penunjang i. Kualifikasi Desain ii. Kualifikasi Instalasi iii. Kualifikasi Operasional iv. Kualifikasi Kinerja 3

206 4 b. Validasi Metode Analisa c. Validasi Pembersihan d. Validasi Proses i. Validasi Prospektif ii. Validasi Konkuren iii. Validasi Retrospektif FDA dalam Guideline on General Principles of Process Validation menjelaskan tentang langkah-langkah dalam pelaksanaan validasi, yang tertuang dalam validation life cycle berikut ini, yaitu: a. Membentuk Validation Comitee (Komite Validasi), yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan. b. Menyusun Validation Master Plan (Rencana Induk Validasi/RIV), yaitu dokumen yang menguraikan pedoman pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan. c. Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap, protokol, dan laporan validasi. d. Pelaksanaan validasi. e. Melaksanakan peninjauan periodik, change control, dan validasi ulang (Priyambodo, 2006). 2.2 Validasi Pembersihan Berdasarkan CPOB 2006, validasi pembersihan merupakan tindakan pembuktian bahwa metode pembersihan yang digunakan dapat mencapai batas residu suatu produk, bahan pembersih maupun pencemaran mikroba yang ditentukan, dan senantiasa dapat memberikan hasil yang sama secara terusmenerus. Tujuan validasi pembersihan antara lain: a. Memberikan dokumen secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang. b. Peralatan /mesin yang dibersihkan tidak mendapat pengaruh yang negatif karena pembersihan.

207 5 c. Operator yang melakukan pembersihan kompeten mengikuti prosedur pembersihan dan peralatan pembersihan yang ditetapkan. d. Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang telah ditetapkan. Validasi pembersihan dilakukan terutama pada bahan-bahan dengan kriteria antara lain: a. Bahan-bahan yang sulit dibersihkan. b. Produk-produk yang memiliki tingkat kelarutan dalam air yang rendah. c. Produk-produk yang mengandung bahan yang bersifat toksik, mutagenik, karsinogenik, keratogenik, dan sebagaianya. d. Untuk bahan yang sama, dipilih yang memiliki dosis lebih tinggi. Validasi pada peralatan mesin dilakukan dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Peralatan /mesin baru. b. Untuk mesin yang mempunyai spesifikasi (merk, tipe/jenis) hanya dipilih salah satu untuk dilakukan validasi pembersihan. c. Jika dalam proses menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara berkelanjutan (in Line machine) masing-masing mesin harus dilakukan validasi secara terpisah. d. Jika rangkaian mesin merupakan kombinasi mesin yang permanen, validasi bisa dilakukan bersama-sama Metode Validasi Pembersihan Dalam validasi pembersihan diperlukan metode pengambilan sampel yang benar yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Adapun beberapa metode pengambilan sampel antara lain: a. Metode Apus (Swab Sampling Method) Metode ini dilakukan dengan cara mengapus (swab) langsung pada permukaan peralatan/ruangan yang kontak langsung dengan produk. Dengan metode ini lokasi yang sulit dibersihkan dapat dijangkau akan tetapi pemilihan lokasi terkadang tidak dapat mewakili keadaan seluruh permukaan.

208 6 b. Metode Pembilasan Terakhir (Rinse Sampling Method) Sampel diperoleh dengan mengumpulkan pelarut pada pembilasan terakhir yang telah kontak dengan seluruh permukaan. Metode ini dapat digunakan untuk alat yang sulit dilakukan dengan metode apus misalnya peralatan yang banyak lekukan, pipa dan lain-lain, namun metode ini tidak dapat digunakan untuk peralatan yang memiliki komponen listrik/elektronik misalnya mesin tablet, granulator dan lain-lain. Dengan metode ini dapat menggambarkan kondisi seluruh permukaan mesin. c. Metode Placebo Prinsip residu diperoleh dari bets produk placebo yang dibuat dengan cara simulasi data kondisi yang sebenarnya. Misalnya produk yang sepanjang proses produksi melalui suatu rangkaian alat kemudian dianalisis untuk kandungan residu atau kandungan mikroorganisme Penentuan Batas Penerimaan Dalam validasi pembersihan umumnya digunakan beberapa kriteria penerimaan yang telah ditetapkan yaitu: a. Tidak terlihat secara visual residu pada peralatan setelah prosedur pembersihan dilakukan. b. Tidak lebih dari 0,1% dari dosis terapi normal pada setiap produk yang terdapat pada produk selanjutnya, parameter ini digunakan jika dosis terapi diketahui. c. Tidak lebih dari 10ppm residu setiap produk yang terdapat pada produk selanjutnya. Seluruh metode uji yang digunakan dalam pengujian harus spesifik untuk bahan yang diperiksa dan telah dibuktikan kehandalannya dengan validasi metode analisa. Alat yang dipakai untuk menentukan residu dapat digunakan HPLC maupun spektrofotometri UV/Vis. Hasil pengujian yang diperoleh dari pembersihan tiga kali berturut-turut kemudian dianalisa secara statistik meliputi pengamatan visual, ph, residu, konduktivitas dan mikrobiologi.

209 Penentuan Produk Marker Produk marker adalah produk yang memiliki resiko kemungkinan kontaminasi paling besar diantara beberapa produk yang menggunakan peralatan/mesin yang sama. Untuk penentuan produk marker perlu dilakukan penelusuran data mengenai kelarutan zat aktif dalam air, dosis terapi, ukuran batch, dan toksisitas (LD 50 ). Bracketing prosedur adalah pengelompokan zat sehingga dapat menunjukkan worst case yang digunakan dalam validasi pembersihan, dengan metode ini akan dapat ditentukan produk apa yang akan menjadi produk marker. Langkah pertama dengan membuat kelompok-kelompok yang disebut bracketing, kemudian diberikan skoring untuk masing-masing kasus dan dipilih worst case dari hasil skoring tersebut. Dalam studi worst case dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: a. Kelarutan Nilai kelarutan harus dihitung terhadap pelarut yang digunakan untuk membersihkan peralatan tersebut. Tabel 2.1 Skoring terhadap kelarutan zat pada pelarut yang digunakan Kelompok Keterangan Perkiraan jumlah pelarut terhadap 1 bagian zat terlarut Sangat larut Mudah larut Larut Agak sukar larut Sukar larut Sangat sukar larut Praktis tidak larut Kurang dari 1 bagian 1 sampai 10 bagian 10 sampai 30 bagian 30 sampai 100 bagian 100 sampai 1000 bagian 1000 sampai bagian Lebih dari bagian

210 8 b. Toksisitas Tabel 2.2 Skor berdasarkan tingkat toksisitas zat. Kelompok Keterangan Dosis lethal per oral manusia (mg/kg) 1 Praktis tidak toksik Sedikit toksik > Cukup toksik Sangat Toksik Ekstrem toksik Super toksik <5 c. Dosis Terapi Dosis terapi yang digunakan umumnya pada penggunaan oral dan parenteral, akan tetapi jika dosis tidak tersedia maka dapat dihitung berdasarkan nilai toksisitasnya. Tabel 2.3 Skor berdasarkan dosis terapi Kelompok Dosis 1 >1000 mg mg mg mg 5 <1 mg d. Tingkat kesulitan pembersihan Hal ini dapat dikaji pada saat proses produksi umumnya berdasarkan pengalaman. Untuk tingkat kesulitan dikategorikan dan diberi skoring sebagai berikut: Kategori : 1 Mudah

211 9 2 Sedang 3 Sulit Setelah dilakukan penilaian terhadap beberapa aspek tersebut kamudian skor dijumlahkan untuk melihat produk mana yang memiliki nilai tertinggi yang kemudian ditetapkan sebagai produk marker.

212 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dan penelusuran pustaka dilakukan di PT. Etercon Pharma Semarang pada periode 9 Juli 31 Agustus Data diambil dari bagian validasi yang merupakan bagian dari Pemastian Mutu. 3.2 Cara Kerja Dilakukan penelusuan data dari bagian Pemastian Mutu untuk mengetahui sediaan apa yang diproduksi dan mengetahui produk apa yang menjadi produk marker. Validasi pembersihan dilakukan pada peralatan yang telah dibersihkan sesuai Instruksi Kerja (IK) Prosedur Pembersihan Alat setelah digunakan untuk memproduksi produk marker. Pemeriksaan sampel dilakukan secara fisika, kimia maupun mikrobiologi Pemeriksaan Kimia Pada metode rinse digunakan air bilasan terakhir sebagai sampel serta purified water (PW) sebagai blangko. Untuk pemeriksaan residu kimia, prosedur pemeriksaan mengacu pada prosedur pemeriksaan bahan baku dimana sampel diuji dengan dengan menggunakan spektrofotometer. A. Penetapan kadar Siprofloksasin HCl Penetapan Kadar dilakukan: Alat : Spektrofotometer UV Vis Pelarut : HCl 0,1 N λ : 276 nm Persiapan sampel: 1) Pembuatan larutan standar Timbang seksama Siprofloksasin HCl standar yang setara dengan 50,0 mg Siprofloksasin base: Kadar 80% : 46,64 mg Kadar 100 % : 58,30 mg Kadar 120% : 69,96 mg 10

213 11 Masing-masing dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, larutkan dengan pelarut hingga tanda batas. Pipet 1,0 ml larutan diatas, masukkan dalam labu ukur 100 ml, larutkan dengan pelarut hingga tanda batas. Kocok sampai homogen. 2) Pembuatan larutan sampel Timbang sampel sesuai dengan kadar 100% (58,3 mg) dimasukkan kedalam labu ukur 100,0 ml. Tambahkan pemarut hingga tanda. Sonicate selama 1 menit. Pipet 1 ml larutan diatas, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, larutkan dengan pelarit hingga tanda batas. Kocok sampai homogen. Periksa serapan standar dan sampel pada panjang gelombang yang telah ditentukan. 3) Perhitungan Hitung kadar dengan membandingkan serapan larutan sampel dengan larutan standar terhadap kadar standar. 100% = 100% Pemeriksaan Mikrobiologi Untuk menentukan kontaminasi mikroba, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik swab dan metode rinse secara mikrobiologi. A. Metode swab dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Siapkan media Triptone Soy Broth (TSB), media Trypticase Soy Agar (TSA), dan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA). 2) Siapkan 10 ml media TSB dalam tabung yang sudah disterilkan, balik tabung beberapa saat agar kapas terbasahi oleh media. 3) Gosokkan kapas yang terbasahi dengan media TSB diatas permukaan yang akan diperiksa seluas 25 cm2 dengan gerakan memutar. 4) Masukkan kembali kapas tersebut kedalam tabung sampai kapas tersebut seluruhnya terendam dalam media TSB. 5) Di bawah kondisi aseptik (dibawah laminar air flow), pipet 1 ml media TSB dari tabung tersebut dan masukkan kedalam petridish steril. 6) Lakukan duplo untuk pengujian bakteri dan duplo untuk pengujian jamur.

214 12 7) Pada petridish tersebut, tuangi media TSA untuk mengetahui pertumbuhan bakteri dan SDA untuk mengetahui pertumbuhan jamur masing-masing sebanyak 15 ml. 8) Homogenkan media dengan memutar pelan petridish. 9) Biarkan selama kurang lebih 10 menit sampai media memadat. 10) Inkubasi pada o C selama 3 hari untuk bakteri dan o C untuk jamur selama 5 hari. 11) Hitung banyaknya koloni yang tumbuh. h ) Pengambilan sampel untuk pemeriksaan mikroba a. Letakkan frame 5 cm x 5 cm pada daerah yang akan diambil sampel. b. Lakukan pengambilan sampel berdasarkan lokasi yang paling sulit dibersihkan/dijangkau. Lengkapi dengan foto, minimal 3 lokasi yang kritikal dan nama lokasinya. c. Lakukan swab dengan kapas swab pada permukaan yang akan diambil sampel, pertama horizontal kemudian vertical hingga semua permukaan terswab (lihat gambar). 5 cm d. Masukkan kembali kapas swab tersebut ke dalam tabung reaksi, tutup masing-masing tabung dengan aluminium foil. e. Lakukan penentuan sisa bahan aktif secara kualitatif.

215 13 B. Metode rinse mikrobiologi dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Pipet 1 ml sampel ke dalam cawan petri steril. 2) Ke dalam cawan petri tersebut tuangkan ml media R2A cair suhu 45 ± 1 C segera cawan petri digoyang dan diputar sedemikian rupa sehingga suspensi tersebar merata. 3) Buat kontrol negatif dan kontrol positif media dengan prosedur sebagai berikut: a. Kontrol positif : pada cawan petri steril, diisi 1 ml pengencer dan media agar dan inokulum bakteri. b. Kontrol negatif: Pada cawan petri steril, diisi 1 ml pengencer dan media agar saja. 4) Setelah media memadat, periksa kondisi awal media dan sampel sebelum diinkubasi, apakah ada perubahan kondisi yang signifikan/tampak antara media dan sampel dibandingkan dengan media saja. 5) Cawan diinkubasi pada suhu C selama 5 hari dengan posisi terbalik. 6) Hitung jumlah koloni yang tumbuh pada masing-masing cawan. Interpretasi hasil i. Pilih cawan petri dari suatu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara ii. Hitung jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan (duplo) kalikan dengan faktor pengenceran. iii. Nyatakn hasilnya sebagai ALT dalam tiap ml contoh. iv. Bila salah satu dari satu cawan menunjukkan jumlah koloni , hitung rata-rata koloni, kalikan dengan seper-faktor pengencerannya. Hasilnya dinyatakan sebagai ALT dalam tiap ml sampel. Contoh: Maka 200 x ( 1/10-2 ) = ditulis dengan 2,0 x 10 4

216 Pemeriksaan ph dan Konduktivitas Untuk memeriksa sisa deterjen, pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil air bilasan tersebut sebanyak 100 ml dan masukkan ke dalam botol yang telah disediakan kemudian cek air bilasan tersebut ph dan konduktivitasnya dengan menggunakan ph meter dan conductivitymeter. Hasil yang diperoleh antara sampel dan blangko dibandingkan dan tidak boleh menyimpang lebih dari 25%. Syarat sisa detergen air bilasan terakhir memiliki konduktifitas 1,3 µs/cm 2, sedangkan syarat untuk ph air bilasan adalah ph 5-7.

217 BAB 4 PEMBAHASAN Sebuah industri farmasi umumnya tidak hanya memproduksi satu jenis produk saja, akan tetapi beragam produk baik dilihat dari bentuk sediaan maupun kandungannya, dan umumnya pula industri farmasi tersebut tidak menggunakan satu peralatan hanya untuk memproduksi satu jenis produk saja melainkan satu peralatan/mesin digunakan untuk memproduksi beberapa macam produk. Penggunaan peralatan secara bersama-sama ini dapat menimbulkan bahaya kontaminasi silang antar produk yang diproduksi, kemungkinan tertinggalnya residu produk yang diproduksi pada peralatan yang digunakan jika prosedur pembersihan alat tidak tepat dapat menyebabkan residu tersebut terbawa pada produk berikutnya, hal ini dapat menimbulkan resiko yang membahayakan dan produk menjadi tidak aman dan bermutu. Oleh karena itu diperlukan adanya validasi pembersihan yang dapat membuktikan bahwa prosedur pembersihan yang digunakan mampu menunjukkan hasil sesuai persyaratan yang telah ditentukan. Hasil validasi pembersihan tidak menyatakan bahwa prosedur pembersihan mutlak memberikan angka nol terhadap residu produk sebelumnya. Bersih yang dimaksud dalam validasi pembersihan adalah masih diperbolehkannya residu produk sebelumnya pada produk berikutnya dalam batas-batas yang telah ditentukan karena tidak mungkin suatu prosedur pembersihan dapat mutlak membersihkan suatu peralatan. Peralatan yang akan dilakukan validasi pembersihan dipilih berdasarkan produk apa yang diproduksi oleh mesin tersebut dan melihat bagaimana karakteristik peralatan tersebut. Sifat produk yang sulit dibersihkan, memiliki tingkat kelarutan yang rendah dalam air maupun produk yang memiliki tingkat toksisitas yang tinggi mutlak dilakukan validasi pembersihan pada peralatan yang digunakan. Validasi pembersihan dilakukan pada peralatan/mesin yang telah dibersihkan sesuai Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Peralatan setelah digunakan untuk memproduksi produk yang telah ditentukan sebagai produk marker. Berdasarkan data yang diperoleh, PT. Etercon Pharma telah menentukan 15

218 16 Siprofloksasin 500mg tablet dan Levofloksasin 500mg tablet sebagai produk marker. Dimana penentuan produk marker dipengaruhi oleh kelarutan zat aktif dalam air, dosis terapi, toksisitas dan ukuran bets. Peralatan-peralatan yang digunakan untuk memproduksi Siprofloksasin 500mg tablet dan Levofloksasin 500mg tablet antara lain mesin Super Mixer Bamtri dan FBD 60kg. Pada pelaksanaan validasi pembersihan ini Super Mixer Bamtri merupakan mesin yang telah selesai digunakan untuk mencampur bahanbahan Levofloksasin 500mg tablet dan FBD 60kg merupakan mesin yang telah selesai digunakan untuk mengeringkan granul-granul tablet Siprofloksasin 500mg. Pengambilan sampel dilakukan setelah alat dinyatakan bersih oleh IPC QC dengan dicantumkan label CLEANED dan sebelum digunakan untuk memproduksi produk selanjutnya. Metode pengambilan sampel yang digunakan setiap mesin berbeda-beda sesuai dengan karakteristik mesin. Pengambilan sampel mikrobiologi Super Mixer Bamtri menggunakan metode rinse sedangkan FBD 60kg menggunakan metode swab. Sebelum pengambilan sampel harus ditentukan terlebih dahulu area pengambilan sampel terutama pada pengambilan sampel dengan metode swab. Pada setiap pengambilan sampel, air yang digunakan harus sesuai dengan air yang digunakan pada IK, hal ini ditujukan untuk memastikan bahwa IK pembersihan mesin benar-benar dapat menghasilkan tingkat kebersihan mesin yang diinginkan. Pelaksanaan Intruksi Kerja Pembersihan Alat harus dipastikan telah dilakukan dengan benar oleh personel produksi. Parameter bersih dalam validasi pembersihan selain dilihat secara visual juga ditentukan secara kimia maupun mikrobiologi. Secara visual peralatan tidak boleh menunjukkan residu. Parameter bersih secara kimia terbagi menjadi dua yaitu dilihat dari sisa zat aktif proses sebelumnya dengan syarat nilai residu berdasarkan nilai MACO dan sisa detergen yang digunakan sebagai zat pembersih dengan syarat sisa detergen air bilasan terakhir memiliki konduktifitas 1,3 µs/cm 2 dan ph 5-7. Besarnya konduktivitas dan ph air bilasan tidak boleh memiliki selisih >25% terhadap air sebagai blanko. Sedangkan parameter bersih secara mikrobiologi yaitu tidak terdapat bakteri atau jamur dengan jumlah yang melebihi persyaratan yaitu < 80 CFU/25 cm 2.

219 17 MACO atau Maximum Allowed Carry Over merupakan batas atas atau jumlah terbesar kontaminasi silang yang masih diperbolehkan terjadi antar produk setelah proses pembersihan alat. Bisa juga dikatakan bahwa MACO adalah batas aman apabila terjadi kontaminasi silang. Apabila jumlah residu di bawah nilai MACO, maka termasuk kategori aman. Sebaliknya apabila jumlah residu yang tertinggal di atas nilai MACO, maka artinya prosedur pembersihan alat tidak tepat dan perlu dibuat prosedur pembersihan yang baru. Penentuan nilai MACO berdasarkan 3 kategori yaitu kriteria dosis terapi, kriteria toksisitas dan kriteria ppm. Penentuan nila MACO di PT. Etercon Pharma menggunakan kriteria 10ppm yang artinya residu produk sebelumnya tidak boleh lebih dari 10ppm yang terbawa oleh produk berikutnya. 4.1 Super Mixer Bamtri Super Mixer Bamtri yang akan dilakukan validasi pembersihan ini telah selesai digunakan untuk mengolah bahan-bahan tablet Levofloksasin yang merupakan produk marker. Pembersihan Super Mixer Bamtri dilakukan sesuai IK Pembersihan Super Mixer Bamtri yang dilakukan oleh operator mesin dan diawasi oleh bagian pengawasan mutu. Setelah IPC QC menyatakan bahwa mesin telah CLEANED kemudian mesin dibilas dengan purified water, air bilasan ini kemudian diperiksa secara kimia dan mikrobiologi. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan secara mikrobiologi dilakukan dengan metode bilas (rinse) dan dilakukan secara aseptis untuk menghindari kontaminasi dari luar. Berdasarkan hasil pemeriksaan, validasi pembersihan secara visual menunjukan hasil yang bersih, secara kasat mata tidak terlihat partikel dan bercak bercak warna sisa deterjen, hal ini menunjukkan bahwa pembersihan mesin dilakukan dengan baik. Akan tetapi hasil pemeriksaan secara kasat mata tidak dapat digunakan sebagai satu satunya acuan akan kebersihan mesin, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan secara kimia dan mikrobiologi lainnya dilakukan di laboratorium QC, untuk mengetahui residu Levofloksasin maupun jumlah bakteri dan jamur yang ada apakah memenuhi syarat atau tidak.

220 FBD 60kg Validasi pembersihan FBD 60kg dilakukan setelah mesin digunakan untuk mengeringkan granul granul bahan tablet Siprofloksasin yang juga merupakan produk marker. Pembersihan FBD 60kg dilakukan sesuai IK Pembersihan FBD 60kg yang dilakukan oleh operator mesin dan diawasi oleh bagian pengawasan mutu. Setelah IPC QC menyatakan bahwa mesin telah CLEANED kemudian mesin dibilas dengan purified water, air bilasan ini kemudian diperiksa secara kimia dan mikrobiologi. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan secara mikrobiologi dilakukan dengan metode swab dan dilakukan secara aseptis untuk menghindari kontaminasi dari luar. Pada pengambilan sampel dengan metode swab sebelumnya telah ditentukan terlebih dahulu area mana saja yang akan diswab, pemilihan area ini didasarkan pada tingkat kesulitan pembersihan karena dimungkinkan area yang sulit dibersihkan menjadi tempat berkembangbiaknya jamur dan bakteri jika pembersihan tidak dilakukan dengan benar. Secara umum validasi pembersihan pada FBD 60kg tidak berbeda dengan validasi pembersihan pada Super Mixer Bamtri, yang membedakan adalah metode pengambilan sampel untuk pemeriksaan secara mikrobiologi. Berdasarkan hasil pemeriksaan, validasi pembersihan secara visual menunjukan hasil yang bersih, secara kasat mata tidak terlihat partikel dan bercak bercak warna sisa deterjen, hal ini menunjukkan bahwa pembersihan mesin dilakukan dengan baik. Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan oleh QC, meliputi pemeriksaan secara kimia termasuk pemeriksaan ph dan konduktivitas serta pemeriksaan secara mikrobiologi.

221 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Validasi pembersihan di PT. Etercon Pharma dilaksanakan dengan baik dibawah pengawasan Departemen Pengawasan Mutu (QA) Pelaksanaan validasi pembersihan mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi di PT. Etercon Pharma dilakukan sesuai prosedur validasi pembersihan dengan membuat protokol validasi pembersihan masingmasing mesin, pelaksanaan validasi pembersihan hingga penyusunan laporan validasi pembersihan. 5.2 Saran Pelaksanaan validasi pembersihan secara berkala dan terjadwal guna memastikan prosedur pembersihan yang ada masih dapat memberikan hasil yang konsisten Perlu penambahan sumber daya manusia terutama untuk bagian validasi pembersihan sehingga pelaksanaan validasi pembersihan dapat berjalan dengan baik. 19

222 DAFTAR PUSTAKA Active Pharmaceutical Ingredients Committee. (2000). Guidance on aspects of cleaning validation in active pharmaceutical ingredient plants. CEFIC Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (Ed. 2006). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2009). Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat yang Baik. Edisi Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Etercon Pharma. (2011). Protap Validasi Pembersihan Mesin Super Mixer Bamtri: Quality Assurance. Demak: Etercon Pharma. Etercon Pharma. (2011). Instruksi Kerja Pembersihan Mesin Super Mixer Bamtri: Quality Assurance. Demak: Etercon Pharma. Etercon Pharma. (2011). Instruksi Kerja Pembersihan Mesin Super Mixer Bamtri: Quality Assurance. Demak: Etercon Pharma. Priyamodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Penerbit : Global Pustaka Utama. 20

223 LAMPIRAN

224 21 Lampiran 1. Produk Marker PT. Etercon Pharma Parameter Pengukuran No Nama Produk Komponen zat aktif ADI Toksisitas BS Rata2 batch Kelarutan dalam air Total skor Per tablet/kapsul/5ml DS mg/hari LD 50 pada tikus kg Per bulan Produk Novell 1 Acyclovir 200 tablet Acyclovir 200 mg tablet acyclovir 400 tablet acyclovir 400 mg tablet Cetirizine 10 mg Cetirizine 10 mg Ciprofloxacin 500 mg Ciprofloxacin 500 mg Domperidone 10 mg Domperidone 10 mg Ketoprofen 50 mg Ketoprofen 50 mg Ketoprofen 100 mg Ketoprofen 100 mg Loratadine 10 mg Loratadine 10 mg Meloxicam 7,5 mg Meloxicam 7,5 mg Meloxicam 15 mg Meloxicam 15 mg Methylprednisolon 4 Methylprednisolon 4 mg Methylprednisolon 8 Methylprednisolon 8 mg methylprednisolon 16 methylprednisolon 16 mg Levofloxacin 500 mg Levofloxacin 500 mg Natrium Diflofenak 50 Natrium Diflofenak 50 mg Ofloxacin 200 mg Ofloxacin 200 mg Ofloxacin 400 mg Ofloxacin 400 mg Ondansetron 8 mg Ondansetron 8 mg Piracetam 1200 mg Piracetam 1200 mg Piracetam 800 mg Piracetam 800 mg Piroxicam 10 mg Piroxicam 10 mg Spiramycin 500 mg Spiramycin 500 mg Produk Etercon 23 Ambroxol 30 mg Ambroxol 30 mg Curadyn 150 mg Curadyn 150 mg Curadyn 300 mg Curadyn 300 mg Mexamin Dexamethasone 0,5 mg Deksklorfeniramin maleat 2 mg Aluminium hidroksida 250 mg Magnesium hidroksida Mylacid tablet 250 mg Simethicone 50 mg Proxyga kaplet Siprofloksasin Zyparon kaplet Methampyrone 500 mg Diazepam 2 mg Vitamin A acetate 5000 SI 5 Vitamin D2 400 SI 5 Thiamine HCl 10 mg 5 Riboflavin HCl 3 mg 5 Piridoksin HCl 10 mg 5 Cyanocobalamin 10mcg 5 Vitamin C 50 mg 5 Vitamin E 10 mg 5 Nikotinamida 15 mg 5 30 Megavit filc Kalsium pantotenat 3 mg Kalsium laktat 250 mg Asam folat 0,6 mg 5 L-lisine HCl 50 mg 5

225 22 (Lanjutan) Besi (III) fumarat 60 mg 5 Cupric sulfate anhidrate 0,469 mg 5 Mg sulfat 7H2O Zink Sulfat 7H2O 0,890 5 Manganese chloride 4 H2O 0,785 mg Triamcinolone 4 tab Triamsinolone 4 mg tab

226 23 Lampiran 2. Protokol Validasi Pembersihan Super Mixer Bamtri PROTOKOL VALIDASI PEMBERSIHAN DAN SANITASI MESIN SUPER MIXER (SM1) NOMOR PROTOKOL : Ditetapkan oleh/tanggal : Diperiksa Oleh/Tanggal : Validation Staff Production Supervisor QA Staff Disetujui Oleh/Tanggal : Chief QA QC Manager Production Manager

227 24 (lanjutan) LEMBAR PENGESAHAN Dilakukan oleh: (Analis Mikrobiologi) Nama Tanggal Tanda Tangan (Asc. Chief QA) Nama Tanggal Tanda Tangan Disetujui oleh: (Chief Engineering) Nama Tanggal Tanda Tangan (Manager Produksi) Nama Tanggal Tanda Tangan (Chief of QA) Nama Tanggal Tanda Tangan

228 25 (lanjutan) 1. PENDAHULUAN Secara umum alat dapat digunakan pada suatu tahapan proses produksi obat yang berbeda. Untuk itu, setelah digunakan alat harus segera dibersihkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Prosedur pembersihan sebaiknya mampu membersihkan residu produk sebelumnya sehingga tidak mengkontaminasi produk selanjutnya. Metode pembersihan tidak akan dapat menghilangkan residu produk sebelumnya secara absolut. Oleh karena itu metode pembersihan alat tersebut harus divalidasi untuk meyakinkan bahwa residu yang tersisa masih dalam batas penerimaan yang telah ditetapkan. Validasi prosedur pembersihan dapat menjamin bahwa peralatan yang digunakan bersih dan dapat menghasilkan produk yang terjamin mutu dan keamanannya. 2. TUJUAN 2.1 Untuk memberikan bukti tertulis terhadap efektivitas pembersihan pada prosedur pembersihan yang digunakan tetap mencapai batas residu yang telah ditetapkan. 2.2 Untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan tersebut dapat diterapkan secara konsisten dengan hasil yang sama. 3. RUANG LINGKUP Protokol validasi ini berlaku untuk proses pembersihan mesin Super Mixer (SMI) yang digunakan dalam proses produksi non steril di PT. Etercon Pharma sesuai Instruksi Kerja No. IK-PRO revisi RUJUKAN 4.1 Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, tahun Protap Validasi Pembersihan 4.3 Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Mesin Super Mixer (SMI) (IK-PRO revisi 0.1) 5. PENANGGUNG JAWAB 5.1 Pemastian Mutu Menyusun dan mereview dan protokol validasi pembersihan Melaksanakan kegiatan validasi pembersihan dibantu dengan bagian Produksi dan bila perlu bagian Teknik Melaksanakan pengambilan sampel, pemeriksaan atau pengujian menurut metode analisa yang sudah divalidasi serta dokumentasi hasil uji. Melaksanakan pemeriksaan mikrobiologi terhadap sampel Mengumpulkan data hasil pengamatan Menyusun laporan hasil validasi pembersihan 5.2 Produksi Menyusun instruksi kerja operasional dan perawatan/pembersihan mesin Memastikan peralatan sudah dibersihkan sesuai dengan IK yang berlaku Membantu pelaksanaan seluruh tahap validasi pembersihan sesuai protokol validasi

229 26 (lanjutan) 5.3 Teknik Memberi dukungan teknis dengan menjamin bahwa alat dan sistem penunjang dapat berfungsi baik selama pelaksanaan validasi pembersihan. 6. FREKUENSI VALIDASI Validasi pembersihan dilakukan setiap 2 tahun sekali untuk masing-masing peralatan. 7. PROSEDUR PEMBERSIHAN 7.1 Tutup lubang pengeluaran granul. 7.2 Jalankan udara peniup ke dalam chamber. 7.3 Isi chamber dengan air secukupnya, hingga mengenai baling-baling besar. 7.4 Tutup penutup chamber, jalankan mesin dengan speed 2 selama 4 menit. 7.5 Tekan tombol Discharge kemudian tekan tombol Tauch Stir untuk mengeluarkan air dari dalam chamber Super Mixer. 7.6 Tampung air dalam ember plastik. 7.7 Lepas baling-baling besar dan baling-baling kecil. 7.8 Bersihkan chamber dengan menggosok dindingnya dengan menggunakan spon yang telah dibasahi dengan larutan tepol 20% hingga merata dan bersih, kemudian bilas menggunakan air hingga bersih. 7.9 Keringkan bagian dalam chamber menggunakan lap kanebo, kemudian semprot dengan alkohol 70% dan keringkan. 7.10Bersihkan baling-baling besar dan baling-baling kecil menggunakan lap basah, keringkan kemudian semprot dengan alkohol 70% dan keringkan. 7.11Bersihkan body Super Mixer menggunakan lap basah kemudian keringkan 8. PROSEDUR VALIDASI 8.1 Lakukan pembersihan alat, sesuai Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Mesin Super Mixer (SMI) setelah alat tersebut digunakan. 8.2 Lakukan pemeriksaan secara visual terhadap dinding bagian dalam, dan komponen lain yang bersentuhan dengan produk. 8.3 Untuk melakukan identifikasi sisa bahan aktif, pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil air bilasan terakhir (2 L) setelah peralatan dibersihkan sesuai Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Mesin Super Mixer (SMI). 8.4 Untuk memeriksa sisa deterjen, pengambilan sampel dilakukan dengan: a. Bilas peralatan dengan purified water sebanyak 5L setelah alat dibersihkan sesuai IK b. Ambil dan tampung air bilasan tersebut sebanyak 100 ml dan masukkan ke dalam botol yang telah disediakan. c. Cek air bilasan tersebut (ph dan konduktivitasnya) 8.5 Untuk menentukan kontaminasi mikroba, pengambilan sampel dilakukan dengan metode rinse secara mikrobiologi dengan metode swab. a. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan mikroba 1. Siapkan tabung dan penutup kapas yang telah disterilkan 2. Tampung air bilasan terakhir ke dalam tabung dan segera tutup dengan kapas penutup. 3. Lakukan penentuan sisa bahan aktif secara kualitatif.

230 27 (lanjutan) 9. KRITERIA PENERIMAAN 9.1 Kriteria Penerimaan secara Visual Pada alat yang dibersihkan tidak terlihat secara visual adanya produk sebelumnya. Studi dengan cara spike telah menunjukan bahwa bahan aktif yang terkandung dalam obat akan tampak secara visual pada tingkat konsentrasi lebih kurang 100 mcg per daerah yang diapus (swab) yang berukuran (5x5)cm 2. Dapat terjadi residu produk memenuhi dua kriteria pertama, tetapi masih terlihat pada permukaan setelah pembersihan, oleh karena itu alat tersebut harus dibersihkan kembali sampai residu tidak terlihat secara visual. 9.2 Kriteria Penerimaan secara mikrobiologi Kontaminasi mikroorganisme : tidak lebih dari 80 koloni/25 cm Bebas dari Escheria coli 9.3 Kriteria Penerimaan secara Kimia Karena ada 2 produk yang termasuk worst case yaitu ciprofloxacin dan levofloxacin (data terlampir) yang harus divalidasi, maka untuk menentukan sisa bahan aktif, maka kriteria yang digunakan adalah kriteria 10 ppm yaitu produk selanjutnya mengandung tidak lebih dari 10 ppm residu produk sebelumnya. Pemilihan kriteria kimia berdasarkan pada nilai LOD/LOQ untuk menentukan sisa detergen, adalah sebagai berikut: a. Pengujian konduktivitas 1. setelah dilakukan proses pembersihan sesuai dengan Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Mesin SuperMixer (SMI), bilas peralatan dengan purified water sebanyak 5L, tampung 100ml pada wadah 2. Periksa konduktivitas bilasan tersebut dengan alat Conductivitymeter. 3. Besarnya konduktivitas tidak boleh lebih dari 1,3μs/cm atau 25% apabila dibandingkan dengan nilai konduktivitas pada aquadest (blangko). b. Pengujian ph 1. Periksa ph bilasan dengan ph meter 2. Syarat ph yang diperbolehkan adalah 5-7 tidak boleh lebih dari 25% apabila dibandingkan dengann nilai ph pada aquadest (blangko). 10. KESIMPULAN DAN TINDAKAN PERBAIKAN 10.1 Bila hasil pemeriksaan terhadap contoh yang diambil dari alat Super Mixer (SMI) menunjukan hasil yang memenuhi syarat, maka IK/prosedur pembersihan alat dapat digunakan sebagai metode rutin di PT. Etercon Pharma dan tervalidasi Bila hasil tidak memenuhi syarat, maka prosedur pembersihan harus ditinjau ulang dan diperbaiki untuk nantinya divalidasi kembali Jika diperlukan perubahan dalam prosedur pembersihan mesin Super Mixer (SMI) diluar jadwal validasi, maka dapat dapat dilakukan validasi di luar jadwal validasi tersebut. 11. LAMPIRAN 1. Studi worst case

231 28 Lampiran 3. Protokol validasi pembersihan FBD 60kg PROTOKOL VALIDASI PEMBERSIHAN DAN SANITASI MESIN SUPER MIXER (SM1) NOMOR PROTOKOL : Ditetapkan oleh/tanggal : Diperiksa Oleh/Tanggal : Validation Staff Production Supervisor QA Staff Disetujui Oleh/Tanggal : Chief QA QC Manager Production Manager

232 29 (lanjutan) 1. PENDAHULUAN Secara umum alat dapat digunakan pada suatu tahapan proses produksi obat yang berbeda. Untuk itu, setelah digunakan alat harus segera dibersihkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Prosedur pembersihan sebaiknya mampu membersihkan residu produk sebelumnya sehingga tidak mengkontaminasi produk selanjutnya. Metode pembersihan tidak akan dapat menghilangkan residu produk sebelumnya secara absolute. Oleh karena itu metode pembersihan alat tersebut harus divalidasi untuk meyakinkan bahwa residu yang tersisa masih dalam batas penerimaan yang telah ditetapkan. Validasi prosedur pembersihan dapat menjamin bahwa peralatan yang digunakan bersih dan dapat menghasilkan produk yang terjamin mutu dan keamanannya. 2. TUJUAN 2.1 Untuk memberikan bukti tertulis terhadap efektivitas pembersihan pada prosedur pembersihan yang digunakan tetap mencapai batas residu yang telah ditetapkan. 2.2 Untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan tersebut dapat diterapkan secara konsisten dengan hasil yang sama. 3. RUANG LINGKUP Protokol validasi ini berlaku untuk proses pembersihan mesin FBD 60kg yang digunakan dalam proses produksi non steril di PT. Etercon Pharma sesuai Instruksi Kerja No. IK-PRO revisi RUJUKAN 4.1 Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, tahun Protap Validasi Pembersihan 4.3 Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Mesin FBD 60kg (IK-PRO revisi 0.2) 5. PENANGGUNG JAWAB a) Pemastian Mutu Menyusun dan mereview Protap dan protokol validasi pembersihan Melaksanakan kegiatan validasi pembersihan dibantu dengan bagian Produksi dan bila perlu bagian Teknik Melaksanakan pengambilan sampel, pemeriksaan atau pengujian menurut metode analisa yang sudah divalidasi serta dokumentasi hasil uji. Melaksanakan pemeriksaan mikrobiologi terhadap sampel Mengumpulkan data laporan hassil validasi Menyusun laporan hasil validasi pembersihan b) Produksi Menyusun instruksi kerja operasional dan perawatan/pembersihan mesin Membantu pelaksanaan seluruh tahap validasi pembersihan sesuai protokol validasi

233 30 (lanjutan) c) Teknik Memberi dukungan teknis dengan menjamin bahwa alat dan sistem penunjang dapat berfungsi baik selama pelaksanaan validasi pembersihan. 6 FREKUENSI VALIDASI Validasi pembersihan dilakukan setiap 2 tahun sekali untuk masing-masing peralatan. 7 PROSEDUR PEMBERSIHAN 7.1 Lepaskan bagian filter, kemudian cuci bagian filter sesuai dengan Instruksi Kerja Pembersihan Bagian Filter 7.2 Bersihkan bagian dalam body mesin FBD dari sisa-sisa granul dengan Potable water yang dialirkan melalui selang air yang dihubungkan dengan kran air hingga bersih. 7.3 Keringkan body FBD bagian dalam dan luar dengan lap yang bersih dan kering. 7.4 Bawa Loyang FBD ke ruang cuci, bersihkan Loyang dari sisa-sisa granul dengan menyemprotkan Potable water pada bagian dalam maupun bagian luar, juga pada bagian mesh. 7.5 Cuci loyang dengan menggunakan larutan tepol 20%. 7.6 Bilas loyang dengan menggunakan Potable water sampai busa hilang. 7.7 Keringkan loyang dengan lap kanebo. Semprot bagian dalam loyang dengan alkohol 70% kemudian keringkan. 8 PROSEDUR VALIDASI 8.1 Lakukan pembersihan alat, sesuai Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Mesin FBD 60kg setelah alat tersebut digunakan. 8.2 Lakukan pemeriksaan secara visual terhadap dinding bagian dalam, dan komponen lain yang bersentuhan dengan produk. 8.3 Untuk melakukan identifikasi sisa bahan aktif, pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil air bilasan terakhir (2 L) setelah peralatan dibersihkan sesuai Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Mesin FBD 60kg. 8.4 Untuk memeriksa sisa deterjen, pengambilan sampel dilakukan dengan: a. Bilas peralatan sesuai dengan Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Mesin FBD 60kg. b. Ambil dan tampung air bilasan tersebut sebanyak 100 ml dan masukkan ke dalam botol yang telah disediakan. c. Cek air bilasan tersebut (ph dan konduktivitasnya) 8.5 Untuk menentukan kontaminasi mikroba, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik swab secara mikrobiologi. a) Siapkan media Triptone Soy Broth (TSB), media Trypticase Soy Agar (TSA), dan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA). b) Siapkan 10 ml media TSB dalam tabung yang sudah disterilkan, balik tabung beberapa saat agar kapas terbasahi oleh media. c) Gosokkan kapas yang terbasahi dengan media TSB diatas permukaan yang akan diperiksa seluas 25 cm2 dengan gerakan memutar. d) Masukkan kembali kapas tersebut kedalam tabung sampai kapas tersebut seluruhnya terendam dalam media TSB. e) Di bawah kondisi aseptic (dibawah laminar air flow), pipet 1 ml media TSB dari tabung tersebut dan masukkan kedalam petridish steril.

234 31 (lanjutan) f) Lakukan duplo untuk pengujian bakteri dan duplo untuk pengujian jamur. g) Pada petridish tersebut, tuangi media TSA untuk mengetahui pertumbuhan bakteri dan SDA untuk mengetahui pertumbuhan jamur masing-masing sebanyak 15 ml. h) Homogenkan media dengan memutar pelan petridish. i) Biarkan selama ±10 menit sampaui media memadat. j) Inkubasi pada 35-37oC selama 3 hari untuk bakteri dan 20-25oC untuk jamur selama 5 hari. k) Hitung banyaknya koloni yang tumbuh Banyaknya koloni yang tumbuh x 10/25 l) Pengambilan sampel untuk pemeriksaan mikroba 1) Letakkan frame 5 cm x 5 cm pada daerah yang akan disampling 2) Lakukan pengambilan sampling berdasarkan lokasi yang paling sulit dibersihkan/dijangkau. Lengkapi dengan foto, minimal 3 lokasi yang kritikal dan nama lokasinya. 3) Lakukan swab dengan kapas swab pada permukaan yang akan diambil sampel, pertama horizontal kemudian vertical hingga semua permukaan ter swab (lihat gambar) 5 cm 4) Masukkan kembali kapas swab tersebut ke dalam tabung reaksi, tutup masing-masing tabung dengan aluminium foil. 5) Lakukan penentuan sisa bahan aktif secara kualitatif. 9 KRITERIA PENERIMAAN 9.1 Kriteria Penerimaan secara Visual Pada alat yang dibersihkan tidak terlihat secara visual adanya produk sebelumnya. Studi dengan cara spike telah menunjukan bahwa bahan aktif yang terkandung dalam obat akan dampak secara visual pada tingkat konsentrasi lebih kurang 100 mcg per daerah yang diapus (swab) yang berukuran (5x5)cm 2. Dapat terjadi residu produk memenuhi dua criteria pertama, tetapi masih terlihat pada permukaan setelah pembersihan, oleh karena itu alat tersebut harus dibersihkan kembali sampai residu tidak terlihat secara visual. 9.2 Kriteria Penerimaan secara mikrobiologi 1) Kontaminasi mikroorganisme : tidak lebih dari 80 koloni/25 cm 2 2) Bebas dari Escheria coli

235 32 (lanjutan) 9.3 Kriteria Penerimaan secara Kimia 1) Karena ada 2 produk yang termasuk worst case yaitu ciprofloxacin dan levofloxacin (data terlampir) yang harus divalidasi, maka untuk menentukan sisa bahan aktif, maka kriteria yang dapat digunakan adalah kriteria 10 ppm yaitu produk selanjutnya mengandung tidak lebih dari 10 ppm residu produk sebelumya. Pemilihan kriteria kimia berdasarkan pada nilai LOD/LOQ 2) untuk menentukan sisa detergen, adalah sebagai berikut: Pengujian konduktivitas i. setelah dilakukan proses pembersihan sesuai dengan Instruksi Kerja (IK) Pembersihan Mesin FBD 60kg, tampung bilasan terakhir pencucian pada wadah ii. periksa konduktivitasbilasan tersebut dengan alat Conductivitymeter. iii. Besar konduktivitas tidak boleh lebih dari 25% apabila dibandingkan dengan nilai konduktivitas pada aquadest (blangko). Pengujian ph i. Periksa ph bilasan dengan ph meter ii. Syarat ph yang diperbolehkan adalah tidak boleh lebih dari 25% apabila dibandingkan dengann nilai ph pada aquadest (blangko). 10. KESIMPULAN DAN TINDAKAN PERBAIKAN 10.1 Bila hasil pemeriksaan terhadap contoh yang diambil dari alat FBD 60 kg menunjukan jumah residu dalam batas yang ditentukan, maka protap pembersihan alat dapat digunakan sebagai metode rutin di PT. Etercon Pharma dan tervalidasi Bila hasil pemeriksaan residu melewati batas yang telah ditetapkan, maka prosedur pembersihan harus ditinjau ulang dan diperbaiki untuk nantinya divalidasi kembali Jika diperlukan perubahan dalam prosedur pembersihan mesin FBD 60kg diluar jadwal validasi, maka dapat dapat dilakukan validasi di luar jadwal validasi tersebut. 11. LAMPIRAN

236 33 Lampiran 4. Data hasil validasi pembersihan Super Mixer Bamtri LAPORAN VALIDASI PEMBERSIHAN PERALATAN Nama Alat : Super Mixer Lokasi : Tgl Pengambilan sampel - ABT : 9 Agustus Swap : Tgl Pemeriksaan Sampel - ABT : 9 Agustus 2012 Pemeriksa Sampel - ABT: -Swab : - Swab: Produk A (produk sebelum)/no. batch : Levofloxacin Produk B (produk sesudah)/no. batch : HASIL VALIDASI PEMBERSIHAN No. Uraian Spesifikasi Hasil MS/TMS Analis 1. Pemeriksaan secara visual Semua bagian peralatan Bersih MS yang diperiksa bersih 2. Pemeriksaan secara mikrobiologi a. Angka Lempeng Total Bakteri - Blanko - Air bilasan Tidak lebih dari 80 cfu/ml Tidak lebih dari 80 cfu/ml 1,6 x 10 1 cfu/ml 3,87 x 10 2 cfu/ml MS TMS 3. Pemeriksaan secara fisika dan kimia a. Identifikasi sisa bahan aktif produk sebelumnya b. Pengujian Konduktivitas Tidak lebih dari 10 ppm Perbedaan konduktivitas tidak lebih dari 25 % Air bilasan Aquadem 0,4 µs/cm 0,8 µs/cm MS TMS c. Pengujian ph Air bilasan Aqadem Perbedaan ph tidak lebih dari 25 % 6,32 6,42 MS Demak, Diperiksa oleh Disetujui oleh Staff QA Manager QA

237 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODEE 3 SEPTEMBER - 6 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Fa rmasi ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

238 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODEE 3 SEPTEMBER 6 OKTOBER LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarrmasi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012 ii

239

240 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi robbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH Subhannahu Wa Ta ala, karena berkat rahmat, taufik dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor. Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan serta pengarahan baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan dan kesungguhan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : (1) Bapak Drs. Priyanggo Artadji, MM., Apt., selaku Manager BM Bogor sekaligus Apoteker Pengelola Apotek serta pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor yang telah memberikan bimbingan, ilmu, saran, motivasi dan bantuan lainnya yang sangat bermanfaat selama penyusunan laporan ini. (2) Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi UI, yang telah memberikan kesempatan sehingga penulis dapat menimba ilmu di Fakultas Farmasi UI. (3) Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. (4) Ibu Dra. Rosmala Dewi, Apt., selaku pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. (5) Seluruh staf dan karyawan PT. Kimia Farma (persero), Tbk khususnya Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor atas bantuan dan kerjasamanya. (6) Keluarga yang selalu memberi doa, semangat dan nasehat. (7) Rekan-rekan mahasiswa Program Profesi Apoteker angkatan LXXV Fakultas Farmasi UI atas kebersamaan, kerjasama, keceriaan, kesediaan berbagi suka duka, dukungan, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis. iv

241 (8) semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dengan ikhlas baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses kegiatan dan penyusunan laporan ini. Penulis berharap semoga semua jasa dan bantuan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan dan ridho dari ALLAH Subhannahu Wa Ta ala. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang mendukung dan bermanfaat dari para pembaca. Akhir kata penulis menghaturkan permohonan maaf atas segala kekurangannya dan mengucapkan terima kasih atas segala perhatiannya. Penulis 2012 v

242 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Anatria Kholiyah : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No.7 Periode 3 September 6 Oktober 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No.7 bertujuan memahami fungsi dan peranan Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Apotek Kimia Farma No. 7 serta memahami pengelolaan apotek baik secara teknis maupun non teknis khusus pada Apotek Kimia Farma No. 7. Kegiatan ini dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor. Dalam hal ini, diharapkan apoteker dapat mengetahui dan memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, dan penjualan perbekalan farmasi serta mempraktekkan pelayanan kefarmasian di apotek sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia. Tugas khusus yang diberikan berjudul Analisis Pareto Penjualan OTC Alat Kesehatan di Apotek Kimia Farma No.7, Bogor. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui sistem pengadaan alat kesehatan di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor serta mengetahui pengaruh penjualan alat kesehatan terhadap perolehan omzet di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor. Kata Kunci : Apotek Kimia Farma, Pareto, Alat Kesehatan Tugas Umum : xi + 63 halaman; 13 lampiran Tugas Khusus : iv + 16 halaman; 3 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 11 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 12 ( ) vi

243 ABSTRACT Name : Anatria Kholiyah Program Study : Apothecary Profession Title : Apothecary Internship Report at Apotek Kimia Farma No. 7 Period September 3 rd - October 6 th 2012 Pharmacists Professional Practice at Apotek Kimia Farma No. 7 aims to understand the function and role of Apoteker Pengelola Apotek (APA) at Apotek Kimia Farma No. 7 and understanding pharmacy management both technical and non technical specialized on Apotek Kimia Farma No. 7. This activity is conducted in Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor. In this case, pharmacists are expected to know and understand how to manage a pharmacy in administration, financial management, procurement, storage, and sale of pharmaceuticals and pharmacy services in pharmacy practice in accordance with the laws and ethics in the pharmaceutical care system in Indonesia. Given a special assignment called Pareto Analysis in Medical Device Sales of OTC at Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor. The specific task is to know the system of procurement of medical equipment in Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor and investigate the effect of the acquisition of medical equipment sales turnover in Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor. Keywords : Apotek Kimia Farma, Pareto, Medical Devices General Assignment : xi + 63 pages; 13 appendices Special Assignment : iv + 16 pages; 3 appendices Bibliography of general assignment : 11 ( ) Bibliography of general assignment : 12 ( ) vii

244 DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv vi vii viii x xi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Persyaratan Apotek Tempat/Lokasi Bangunan Perlengkapan Apotek Tenaga Kerja / Personalia Apotek Perbekalan Farmasi / Komoditi Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tata Cara Perizinan Apotek Pencabutan Surat Ijin Apotek Pengelolaan Apotek Pelayanan Teknis Kefarmasian Pengelolaan Non Teknis Kefarmasian Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan Resep Skrining Resep Penyiapan Obat Promosi dan Edukasi Pelayanan Residensial (Home Care) Penggolongan Obat yang Beredar di Indonesia Obat OTC Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Obat Ethical Obat Keras Obat Golongan Psikotropika Obat Golongan Narkotika viii

245 2.11 Pelanggaran Apotek Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker Pelayanan Swamedikasi Obat Wajib Apotek Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek BAB 3 TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA (Persero), Tbk Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk Visi, Misi dan Motto Visi Misi Motto Kegiatan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk Bidang Produksi Bidang Distribusi PT. Kimia Farma Trading and Distribution PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek Logo PT. Kimia Farma Apotek Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek BAB 4 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NOMOR Lokasi dan Tata Ruang Struktur Organisasi Tugas dan Tanggung Jawab Personil Apotek Kegiatan Apotek Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika BAB 5 PEMBAHASAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

246 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Penandaan Golongan Obat Gambar 2.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas (P1-P6) Gambar 3.1 Logo PT. Kimia Farma Apotek x

247 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Organisasi PT. Kimia Farma Apotek Lampiran 2. Bagan Organisasi Bisnis Manager Lampiran 3. Bagan Organisasi Apotek Pelayanan Lampiran 4. Alur Pelayanan Resep Lampiran 5. Copy Resep Lampiran 6. Kuitansi Pembayaran Resep Tunai Lampiran 7. Etiket, Label dan Bungkus Obat Lampiran 8. Kartu Stok Obat Lampiran 9. Penomoran Resep Kredit Lampiran 10. Surat Pesanan Narkotika Lampiran 11. Surat Pesanan Psikotropika Lampiran 12. Catatan Pengobatan Pasien / Patien Medication Records (PMRs) Lampiran 13. Formulir Monitoring Penggunaan Obat xi

248 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu wujud pembangunan nasional yaitu peningkatkan pembangunan di bidang kesehatan, untuk mewujudkannya maka pemerintah melakukan upaya diantaranya dengan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan, adanya sistem pelayanan yang teroganisir dengan baik dan ditunjang oleh sarana kesehatan yang memadai. Pembangunan kesehatan diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Tujuannya adalah agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sehingga perlu dilakukan suatu upaya kesehatan. Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Salah satu sarana kesehatan untuk melaksanakan upaya kesehatan adalah apotek. Apotek berdasarkan PP No. 51 tahun 2009 adalah suatu tempat melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan farmasi saat ini telah bergeser orientasinya yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi (product oriented) menjadi pelayanan yang komprehensif (patient oriented) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan tersebut, perlu dilakukan penerapan asuhan kefarmasian yang baik atau GPP (Good Pharmaceutical Practice) di apotek yang telah diatur dalam Permenkes

249 2 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek. Peran apoteker untuk meningkatkan pelayanan yang kompherensif sangatlah penting. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Pasal 21 ayat 2 yang boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep dokter adalah apoteker sehingga seorang apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Selain itu, apoteker juga harus bertanggung jawab atas semua obat yang digunakan oleh pasien sehingga dapat memastikan semua terapi yang digunakan efektif, efisien, rasional, aman, bermutu dan terjangkau. Dalam mempersiapkan calon apoteker yang memiliki dedikasi tinggi yang mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan dapat mengelola apotek dengan baik, selain penguasaan teori ilmu kefarmasian dan perapotekan, calon apoteker juga perlu dibekali dengan pengalaman praktek kerja secara langsung di apotek. Berdasarkan hal tersebut, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek, menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma agar calon apoteker dapat memahami secara langsung mengenai peranan apoteker di apotek, kegiatan rutin, organisasi, manajemen dan pelayanan kesehatan di apotek 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek bertujuan untuk: Memahami fungsi dan peranan Apoteker Pengelola Apotek di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor Memahami pengelolaan apotek baik secara teknis maupun non teknis khusus pada Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor.

250 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, obat tradisional. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika. b. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika d. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. e. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No.26 tahun 1965 tentang Apotek. f. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.184/MENKES/PER /II/1995. g. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. h. Peraturan Menteri Kesehatan No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. i. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 3

251 4 j. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Tugas dan fungsi apotek berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika. d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. 2.4 Persyaratan Apotek Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA) yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Dinas Kesehatan di tingkat daerah masing-masing, kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek disuatu tempat tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993, persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. 2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. 3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. apotek adalah: Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah

252 Tempat/ Lokasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang bersih dan faktor-faktor lainnya juga harus diperhatikan Bangunan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 287/MENKES/SK/V/1981 tentang persyaratan luas apotek minimal 50m². Selanjutnya pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 luas apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis, sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, bangunan apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, ruang administrasi dan kamar kerja apoteker serta ruang tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber

253 6 air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama apotek Perlengkapan Apotek Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain : a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu dan lain-lain. b. Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari es dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. c. Wadah pengemas dan pembungkus. d. Alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep dan kuitansi. e. Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek Tenaga Kerja/ Personalia Apotek Berdasarkan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, personalia apotek terdiri dari : a. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek (SIA). b. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. c. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga bulan) secara terus menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. d. Asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker. Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri dari : a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.

254 7 b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang. c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek Perbekalan Farmasi/Komoditi Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, pasal 6 tentang Persyaratan Apotek, apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. 2.5 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian seorang apoteker di apotek adalah bentuk hakiki dari profesi apoteker, oleh karena itu APA berkewajiban mencurahkan waktu, pemikiran dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. Hal ini dikarenakan apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek. Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/ PER/X/1993, APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah/janji apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja/Surat Penugasan dari Departemen Kesehatan melalui dinas kesehatan daerah masing - masing. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker.

255 8 e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain. Seorang APA bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek. Sebelum melakukan pekerjaan kefarmasian, apoteker harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) yaitu bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi. Registrasi ini merupakan pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktek profesinya. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktek profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. Sertifikat kompetensi profesi dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi. Sertifikat kompetensi profesi ini berlaku selama 5 tahun dan dapat dilakukan uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya. Bagi apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi dan STRA secara langsung. Tata Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 adalah a. Untuk memperoleh STRA, apoteker mengajukan permohonan kepada Komite Farmasi Nasional (KFN). b. Surat permohonan STRA harus melampirkan fotokopi ijazah apoteker, fotokopi surat sumpah/janji apoteker, fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku, surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek, surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi, dan pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

256 9 c. Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau secara online melalui website KFN. Setelah mendapatkan STRA, apoteker yang akan melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan harus mendapatkan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA). Untuk memperoleh SIPA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai apoteker pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 permohonan SIPA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN. b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar. Tugas dan Kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut : a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi. c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan penjualan, mengadakan pembelian yang sah dan penggunaan biaya secara efisien. d. Melakukan pengembangan usaha apotek. Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk yaitu pengelolaan bisnis (non teknis kefarmasian) dan pengelolaan dibidang pelayanan / teknis kefarmasian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan APA antara lain memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa tersedia, menata

257 10 apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek menyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap. Menetapkan harga jual produknya mempromosikan dan mengelola apotek sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan serta memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan juga harus dilakukan. Sedangkan wewenang dan tanggung jawab APA diantaranya adalah menentukan arah terhadap seluruh kegiatan, menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan, mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan, serta bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai. 2.6 Tata Cara Perizinan Apotek Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki SIA yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes). Selanjutnya Kepala Dinkes wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin dan pencabutan izin apotek kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES /PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut : a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1. b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melaporkan hasil pemeriksaan

258 11 setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (2) dan (3) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka pengunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi yang tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7.

259 12 Bila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain, yaitu mengadakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Pengguna sarana yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. c. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan persyaratan apotek atau lokasi apotek yang tidak sesuai dengan permohonan maka Kepala Kantor Wilayah Dinkes dalam jangka waktu dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya. 2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut SIA apabila : a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan atau, b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian dan atau, c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terusmenerus dan atau, d. Terjadi pelanggaran yang berhubungan dengan narkotika dan psikotropika. e. Surat Izin Kerja (SIK) APA tersebut dicabut dan atau f. Pemilik Sarana Apotek terbukti dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat dan g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek. Pelaksanaan pencabutan SIK dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2-6 bulan sejak dikeluarkan penetapan pembekuan kegiatan di apotek.

260 13 Pembekuan SIA dapat dicairkan kembali apabila apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan. APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. Penyimpanan narkotika, psikotropika dan resep dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Selain itu APA juga wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Dinkes atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas. 2.8 Pengelolaan Apotek Seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek, disebut pengelolaan apotek. Kegiatan dalam pengelolaan apotek dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi Pelayanan Teknis Kefarmasian Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/ Per/X/1993, pengelolaan apotek meliputi : a. Peracikan, pengolahan, pengubahan bentuk, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi: 1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat. 2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya atau mutu suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya. 3) Pelayanan informasi tersebut di atas wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat.

261 Pengelolaan Non Teknis Kefarmasian Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah: 1. Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. 2. Pengorganisasian, yaitu menyusun atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian mempunyai suatu tugas khusus dan berhubungan secara keseluruhan. 3. Kepemimpinan, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawainya agar berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 4. Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan untuk kemudian dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. 2.9 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah

262 15 melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhir apakah sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Direktorat Pelayanan Kefarmasian Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek disebutkan bahwa pelayanan di apotek meliputi: Pelayanan Resep Skrining Resep Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi, persyaratan administratif (nama, Surat Izin Praktek dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas serta informasi lainnya yang diperlukan); kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara, dan lama pemberian); pertimbangan klinis (adanya alergi, efek samping, interaksi, serta kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain) Penyiapan Obat Hal-hal yang diperhatikan dalam penyiapan obat adalah peracikan (kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah) dengan suatu prosedur tetap memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar, etiket harus jelas dan dapat dibaca, obat dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya, dan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

263 16 Apoteker juga harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya, penyalahgunaan atau salah penggunaan sediaan farmasi atau perbekalan farmasi lainnya. Setelah obat diserahkan oleh apoteker kepada pasien, maka apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat dan konseling berkelanjutan terutama untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya Promosi dan Edukasi Dalam kegiatan ini apoteker dapat berperan dalam penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk geriatri dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk kegiatan ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan Penggolongan Obat yang Beredar di Indonesia Obat adalah suatu zat yang digunakan dengan dosis tertentu untuk diagnosis, pengobatan, peringanan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau hewan. Obat-obat yang beredar di Indonesia, digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan ke dalam 5 (lima) kategori, yakni obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat.

264 17 Golongan Obat Obat Bebas Logo Obat Bebas Terbatas Obat Keras Golongan Narkotika K Gambar 2.1 Penandaan Golongan Obat Obat Over the Counter (OTC) Obat-obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter adalah obat OTC yang terdiri dari: Obat Bebas Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter disebut obat bebas (Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, 2006). Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Gambar 2.1). Contoh obat bebas adalah Parasetamol (Panadol ), Vitamin C (Vitacimin ), larutan elektrolit nutrisi oral (Pharolit ) Obat Bebas Terbatas Obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan disebut dengan obat bebas terbatas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Gambar 2.1). Contoh obat bebas terbatas adalah Ibuprofen (Proris ), Bromheksin Hidroklorida (Bisolvon ), dan Klorfeniramin Maleat (CeTeeM ). Komposisi obat bebas terbatas mengandung bahan yang relatif toksik, sehingga dalam wadah atau kemasannya perlu dicantumkan tanda peringatan (P No.1 P No.6) dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda

265 18 peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, 2006) Gambar 2.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas (P1-P6) Obat Ethical Obat yang hanya dapat diperoleh dengan mempergunakan resep dokter disebut ethical, seperti obat keras termasuk obat golongan psikotropika dan obat golongan narkotika Obat Keras Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut dengan obat keras. Kemasan obat keras ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat huruf K yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam dengan latar warna merah. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat tukak lambung dan semua obat injeksi Obat Golongan Psikotropika Pengertian psikotropika menurut UU No. 5 tahun 1997 adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No. 5 tahun 1997 adalah segala yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Tujuan dari pengaturan

266 19 psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap psikotropika. Psikotropika dibedakan ke dalam 4 golongan, yaitu: a. Psikotropika golongan I, hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya Brolamfetamina, Lisergida (LSD), Meskalin dan Psilosibin. b. Psikotropika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang kuat dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya Amfetamin, Metamfetamin dan Metilfenidat. c. Psikotropika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya Amobarbital, Siklobarbital, dan Pentazosina. d. Psikotropika golongan IV, yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya derivat Benzodiazepin. Secara garis besar, kegiatan pengelolaan psikotropika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, pelayanan dan pemusnahan (UU No.5, 1997): a. Pemesanan psikotropika Obat-obat golongan psikotropika dipesan apotek dari Pedagang Besar Farmasi (PBF), dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) psikotropika 3 (tiga) rangkap dan ditandatangani oleh APA yang dilengkapi nomor SIK dari apoteker dan stempel apotek. Satu SP dapat digunakan untuk beberapa jenis psikotropika. b. Penyimpanan psikotropika Obat-obatan golongan psikotropika ini cenderung disalahgunakan sehingga disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus

267 20 c. Penyerahan Psikotropika Penyerahan obat-obatan golongan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien. d. Pelaporan psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat setiap satu tahun sekali, dengan tembusan Balai POM dan arsip. e. Pemusnahan Psikotropika Pada pemusnahan psikotropika, apoteker wajib membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 UU No. 5 tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika yang berkaitan dengan tindak pidana dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari pejabat yang mewakili departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan kejaksaan sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut, dalam waktu tujuh hari setelah mendapat kekuatan hukum tetap. Untuk psikotopika khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dilakukan penyitaan. Pemusnahan psikotropika yang disebabkan karena kadaluarsa serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dilakukan oleh apoteker yang bertanggung jawab atas peredaran psikotropika dengan disaksikan oleh pejabat departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah mendapatkan kepastian.

268 Obat Golongan Narkotika Pengertian narkotika menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kemasan obat narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang berwarna merah (Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, 2006). Narkotika dibedakan ke dalam 3 golongan yaitu: a. Narkotika golongan I, yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan, misalnya Opium, Kokain, dan Ganja. b. Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi, dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan, misalnya Morfin dan Petidin. c. Narkotika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan ketergantungan, misalnya Kodein. UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika mengatur tata cara eksporimpor, produk, penanaman, peredaran, penyediaan, penyimpanan dan penggunaan narkotika, untuk mencegah dan menanggulangi bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh efek samping penggunaan dan penyalahgunaan, memulihkan kembali penderita kecanduan narkotika, serta untuk memberantas peredaran gelap narkotika. Secara garis besar pengelolaan narkotika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, pelayanan dan pemusnahan. a. Pemesanan Narkotika Kegiatan ini dilakukan ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan SP narkotika empat rangkap yang ditandatangani oleh APA (tiap lembar untuk Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, BPOM, PBF Kimia Farma dan arsip apotek),

269 22 dilengkapi nomor SIK dan stempel apotek. Satu lembar SP hanya digunakan untuk memesan satu jenis narkotika. b. Penyimpanan Narkotika Di dalam Permenkes No. 28/MENKES/Per/1987 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut (PERMENKES No. 28/Menkes/Per/I/1978, 1998): harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat; harus mempunyai kunci ganda yang berlainan; lemari dibagi dua sekat, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan Morfin, Petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua digunakan untuk penyimpanan narkotika lainnya yang digunakan sehari-hari, lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40 x 80 x 100 cm dan harus dibuat pada tembok atau lantai, lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan, anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa, lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum. c. Pelayanan Resep yang mengandung Narkotika Menurut UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. Selain kepada pasien, penyerahan obat golongan narkotika dapat dilakukan apotek kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lain, balai pengobatan, dan dokter.

270 23 d. Pelaporan Narkotika Undang-undang No. 22 tahun 1997 pasal 11 ayat 2, menyatakan bahwa importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan atau pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan Morfin, Petidin, dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat dengan tembusan Balai Besar POM, PBF PT. Kimia Farma dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. e. Pemusnahan Narkotika Sesuai dengan Permenkes RI No.28/MENKES/PER/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun), nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Pemusnahan narkotika harus disaksikan oleh: petugas Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan untuk importir, pabrik farmasi dan unit pergudangan pusat; petugas Kantor Wilayah Departemen Kesehatan untuk pedagang besar farmasi penyalur narkotika, lembaga dan unit pergudangan propinsi, petugas Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II untuk apotek, rumah sakit, puskesmas dan dokter. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Kepala Kantor Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan

271 24 tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Balai/Balai Besar POM, dan sebagai arsip Pelanggaran Apotek Kategori pelanggaran apotek didasarkan atas berat dan ringannya pelanggaran tersebut. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek meliputi melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi, terlibat dalam penyaluran atau penyimpangan obat palsu atau gelap, pindah alamat apotek tanpa izin, menjual narkotika tanpa resep dokter, kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar, serta tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti pada waktu APA keluar daerah. Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi tidak menunjuk apoteker pendamping pada waktu APA tidak bisa hadir pada jam buka apotek, menjual obat daftar Gevarlijk (G) kepada yang tidak berhak, melayani resep yang tidak jelas dokternya, menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan, salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker, melayani salinan resep narkotika dari apotek lain, lemari narkotika tidak memenuhi syarat, resep narkotika tidak dipisahkan, buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa, tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut keputusan Permenkes No.922/MENKES/ PER/X/1993 adalah : a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing masing dua bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri Kesehatan RI di Jakarta.

272 25 c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap Undang Undang Obat Keras (St.1937 No.541), Undang Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, dan Undang Undang Narkotika No.22 Tahun Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang pengalihan tanggung jawab apoteker : a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat, dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. b. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada kepala wilayah atau petugas yang diberi wewenang olehnya. c. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat apoteker pendamping, maka pelaporan oleh ahli waris tersebut wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. d. Pada penyerahan resep, narkotika, psikotropika dan obat keras serta kunci tersebut, dibuat berita acara serah terima dengan kepala kantor wilayah atau petugas yang diberi wewenang olehnya, selaku pihak yang menerima.

273 Pelayanan Swamedikasi Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi. Tindakan pengobatan sendiri biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Walaupun pengobatan sendiri dilakukan oleh dan untuk diri sendiri, swamedikasi harus dilakukan secara rasional. Ini berarti bahwa tindakan pemilihan dan penggunaan produk bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab bagi para penggunanya. Swamedikasi dilakukan dengan menggunakan obat tanpa resep yaitu golongan obat bebas, bebas terbatas, dan obat wajib apotek. Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya pengobatan sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/MENKES/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

274 27 Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, apoteker di apotek diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat tiap pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Obat Wajib Apotek didasarkan pada tiga surat Keputusan Menteri Kesehatan yaitu: a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari 7 kelas terapi yaitu, oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, antiparasit, dan obat topical. Perubahan golongan OWA No.1 berdasarkan PERMENKES No.925 Tahun 1993 memuat beberapa obat yang semula OWA berubah menjadi obat bebas terbatas atau obat bebas. b. Keputusan Menkes RI No. 924/MENKES/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 yang terdiri dari 34 jenis obat generik sebagai tambahan lampiran Keputusan Menkes RI No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No 1. Daftar obat wajib apotek No. 2 tersebut antara lain terdiri dari Albendazol, Basitrasin, Karbinoksamin, Klindamisin, Deksametason, dan Dekspantenol. c. Keputusan Menkes RI No. 1176/MENKES/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 yang terdiri dari 6 kelas terapi yaitu, saluran pencernaan dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan, dan organ-organ sensorik Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan, pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan informasi obat.

275 28 Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker mempunyai ciriciri sebagai berikut: 1. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektf. 2. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. 3. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. 4. Ilmiah, yang artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. 5. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencangkup informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus mencangkup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Oleh sebab itu, peranan terhadap keberadaan apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat tersebut kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting.

276 BAB 3 TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA (PERSERO), Tbk. 3.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk Kimia Farma termasuk perintis di bidang industri farmasi di Indonesia. Menurut sejarah perkembangan industri farmasi di Indonesia, perusahaan Kimia Farma berasal dari nasionalisasi perusahaan farmasi Belanda oleh Penguasa Perang Pusat berdasarkan Undang-Undang No.74/1957 yang baru dilaksanakan pada tahun Setelah nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda dapat terlaksana, Penguasa Perang Pusat menyerahkan perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda kepada departemen-departemen sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Berdasarkan SK penguasa Perang Pusat No. KPTS/PEPERPU/0348/1958 dan SK /MENKES No.58041/Kab/1958 dibentuk Bapphar (Badan Pusat Penguasa Perusahaan Farmasi Belanda ). Berdasarkan Undang-undang No. 19/PRP/tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (PN) dan PP No.69 tahun 1961, Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengganti Bapphar menjadi Badan Pimpinan Umum (BPU) Farmasi Negara dan membentuk beberapa PN Farmasi, yaitu PN Farmasi dan alat kesehatan Radja Farma (Jakarta), PN Farmasi dan alat kesehatan Nurani Farma (Jakarta), PN Farmasi dan alat kesehatan Nakula Farma (Jakarta), PN Bio Farma, PN Farmasi dan alat kesehatan Bhineka Kina Farma (Bandung) dan PNF Sari Husada (Yogyakarta), dan PN Farmasi dan alat kesehatan Kasa Husada (Surabaya). Namun pada tahun 1967 sesuai dengan Instruksi Presiden No. 17 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1969, bahwa PNF Nurani Farma, PNF Bio Farma, PNF Radja Farma, PNF Sari Husada, PN Bhineka Kina Farma dan PNF Nakula Farma dilebur menjadi PN Farmasi dan Alat Kesehatan Bhineka Kimia Farma. 29

277 30 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1971 tanggal 16 Agustus 1971, ditetapkan pengalihan bentuk PN Farmasi Kimia Farma menjadi PT (Persero) Kimia Farma. Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT. Kimia Farma diprivatisasi. Sejak tanggal 4 Juli 2000, PT. Kimia Farma resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai perusahaan publik dengan nama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang dengan cepat, maka pada tanggal 4 januari 2002 Direksi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk., mendirikan 2 (dua) anak perusahaannya yaitu PT. Kimia Farma Apotek yang bergerak dibidang ritel farmasi dan PT. Kimia Farma Trading dan Distribution. 3.2 Visi, Misi, dan Motto Visi Visi dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk adalah berkomitmen pada peningkatan kualitas kehidupan, kesehatan, dan lingkungan Misi a. Menyediakan, mengadakan dan menyalurkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan jasa kesehatan lainnya yang berkualitas dan bernilai tambah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. b. Mengembangkan bisnis farmasi dan jasa kesehatan lain untuk meningkatkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip Good Cooperate Governance. c. Mengembangkan sumber daya manusia perusahaan untuk meningkatkan kompetensi dan komitmen guna pengembangan perusahaan serta dapat berperan aktif dalam pengembangan industri farmasi nasional.

278 Motto PT. Kimia Farma, Tbk yang memiliki filosofi I CARE yang menjadi pedoman dalam bekerja demi meningkatkan kualitas hidup. Yang dimaksud I CARE tersebut adalah: a. I (Innovative) memiliki budaya berpikir out of the box dan membangun produk unggulan. b. C (Customer First) Mengutamakan pelanggan sebagai rekan kerja/mitra. c. A (Accountbility) Bertanggungjawab atas amanah yang dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, integritas, dan kerjasama. d. R (Responsibility) Memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan. e. E (Eco Friendly) Menciptakan dan menyediakan produk maupun jasa layanan yang ramah lingkungan. 3.3 Kegiatan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Terdapat dua kegiatan utama, yaitu : Bidang Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., sampai saat ini didukung unit produksi farmasi yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, yaitu: Jakarta, Bandung, Semarang, Watudakon-Jawa Timur dan Tanjung Moraw-Medan, serta divisi Riset dan Teknologi di Bandung. Produk-produk yang merupakan andalan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. antara lain : a. Produk ethical yang penjualannya melalui apotek dan rumah sakit. b. Produk Over The Counter (OTC) yang dijual secara bebas di toko obat, supermarket dan lain-lain. c. Produk generik berlogo yang pada saat ini sedang digalakkan penggunaannya oleh pemerintah. d. Produk bahan baku, misalnya minyak jarak, kalium klorida, sulfat ferosus, kalium iodat, kina dan derivatnya serta bahan baku antibiotika Rifampisin.

279 32 e. Produk kontrasepsi keluarga berencana: Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). f. Produk obat tradisional, yaitu Batungin elixir, Enkasari cair, Fitolab. g. Produk obat-obat narkotika dan psikotropika Bidang Distribusi Dalam menjalankan usahanya PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., menyusun konsep pemasaran terpadu untuk meningkatkan penjualan, terutama produk Kimia Farma sendiri ditengah-tengah persaingan usaha (kompetitor) farmasi yang semakin tajam. Jaringan pemasaran ini menjangkau seluruh pelosok tanah air yang diarahkan untuk mendekatkan, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan masyarakat sehingga dapat memperoleh kemudahan memenuhi kebutuhan dan keinginan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., mempunyai 2 anak perusahaan : PT. Kimia Farma Trading and Distribution Mempunyai 34 unit Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia PT. Kimia Farma Apotek Pada tahun 2008 PT. Kimia Farma Apotek mempunyai sekitar 400 apotek yang terkoordinasi dalam 34 Bisnis Manager, sehingga sangat memungkinkan terwujudnya penyebaran dan pemerataan obat-obatan baik untuk sektor swasta maupun pemerintah. Upaya peningkatan pelayanan di apotek dilakukan dengan cara: a. Menciptakan suasana aman dan nyaman. b. Personil yang terampil dan ramah tamah. c. Harga yang bersaing. d. Kecepatan pelayanan dan kelengkapan resep. PT. Kimia Farma Apotek dalam melakukan kegiatannya selain melayani resep dokter juga melengkapinya dengan : a. Swalayan farmasi atau Hand Verkoop (HV) yang berisi obat-obat bebas dan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari.

280 33 b. Tempat praktek dokter dan laboratorium klinik adalah upaya mendekatkan pelayanan kepada pasien. c. Pelayanan kacamata (optik) yang didukung peralatan modern untuk pembuatan kacamata. Secara umum, Kimia Farma juga memenuhi kebutuhan obat-obatan dan persediaan farmasi lainnya dalam rangka menunjang program pemerintah, seperti program obat Inpres dan program peningkatan gizi masyarakat. 3.4 PT. Kimia Farma Apotek Dahulu PT. Kimia Farma Apotek terkoordinasi dalam Unit Apotek Daerah (UAD) sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi bisnis manajer dan apotek pelayanan sebagai hasil restrukturisasi organisasi yang dilakukan. Manajemen PT. Kimia Farma Apotek melakukan perubahan struktur (restrukturisasi) organisasi dan sistem pengelolaan SDM dengan pendekatan efisiensi, produktifitas, kompetensi dan komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang ada. Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi dan citra lama tentang Kimia Farma. Dengan konsep baru bahwa setiap apotek Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan atau health center, yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti laboratorium klinik, optik, praktek dokter, dan gerai untuk obat-obatan tradisional Indonesia seperti herbal medicine. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara lain dengan memperbaharui penampilan eksterior dan interior dari apotek-apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen, dimana setiap apotek Kimia Farma haruslah mampu memberikan servis yang baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan yang cepat dan terasa nyaman. Pada saat ini, unit Business Manager (BM) dan Apotek Pelayanan, merupakan garda terdepan dari PT. Kimia Farma Apotek dalam melayani kebutuhan obat kepada masyarakat. Unit BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah tertentu, dengan tugas menangani

281 34 administrasi permintaan barang dari apotek pelayanan yang berada di bawahnya, administrasi pembelian/pemesanan barang, administrasi piutang dagang, administrasi hutang dagang dan administrasi perpajakan. Fokus dari apotek pelayanan adalah pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien, sehingga layanan apotek yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui penjualan setinggi-tingginya. 3.5 Logo PT. Kimia Farma Apotek Logo PT. Kimia Farma Apotek sama dengan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., yaitu matahari terbit dengan jenis huruf italic. Gambar 3.1 Logo PT. Kimia Farma Apotek Maksud dari simbol matahari tersebut adalah: a. Paradigma baru Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru kehidupan yang lebih baik. b. Optimis Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnisnya. c. Komitmen Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat secara teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan. d. Sumber energi Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat.

282 35 e. Semangat yang abadi Warna orange berarti semangat, warna biru berarti keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang abadi. f. Jenis huruf Dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan dengan nilai dan image yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena prinsip sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada. Sifat huruf pada logo Kimia Farma memiliki arti: a. Kokoh Memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam bidang farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan farmasi pertama yang dimiliki Indonesia. b. Dinamis Dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan dan optimisme. c. Bersahabat Dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan keramahan Kimia Farma dalam melayani konsumennya dalam konsep apotek jaringan. Konsep apotek jaringan sendiri telah dicanangkan pada tahun 1998 yang artinya sudah kurang lebih 7 tahun kebijakan itu diberlakukan untuk menjadikan beberapa apotek bergabung ke dalam grup yang pada akhirnya diharapkan menjadi suatu jaringan apotek yang kuat. 3.6 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi Direktur Operasional serta Direktur Pengembangan yang masingmasing membawahi fungsi departemen. Direktur Operasional membawahi Manager Operasional, Manager Layanan dan Logistik, serta Manager Bisnis, sedangkan Direktur Pengembangan membawahi Manager Pengembangan Pasar. Selain itu, terdapat juga Manager SDM dan Umum, Manager Keuangan dan Akuntasi serta Manager Informasi dan Teknologi yang langsung berada di bawah Direktur Utama.

283 36 Terdapat dua jenis Apotek Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang sekarang disebut Business Manager (BM) dan Apotek Pelayanan. Business Manager membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Business Manager bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan yang berada dibawahnya. Dengan adanya konsep BM diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah, apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan penjualan, merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi, serta meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar range margin atau HPP rendah. Saat ini terdapat 34 Bisnis Unit di seluruh Indonesia, dibagi dalam tiga strata berdasarkan besar kecilnya omzet, yaitu: a. Strata A, meliputi Jaya I, Jaya II, rumah sakit Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Denpasar. b. Strata B meliputi Balik Papan, Samarinda, Banjarmasin, Bogor, Tanggerang, Manado, dan lain-lain. c. Strata C, meliputi Kendari, Lampung, Jaya Pura, dan lain-lain. Untuk unit bisnis DKI Jakarta terdapat lima bisnis manajer yaitu : a. BM Jaya I, membawahi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat dengan BM (Bisinis Manager) di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran Baru. b. BM Jaya II, membawahi wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Bekasi dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48, Matraman. c. BM Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok, Cianjur dan Sukabumi dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor.

284 37 d. BM Tangerang membawahi wilayah Provinsi Banten dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 78, Tangerang. e. BM Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Manager Bisnis secara struktur organisasi langsung membawahi para manager apotek pelayanan. Selain itu, Manager Bisnis juga membawahi supervisor akuntasi dan keuangan serta supervisor inventory. Masing-masing dari bagian tersebut terdiri dari fungsi-fungsi yang menjalankan perannya masingmasing. Fokus dari apotek pelayanan adalan pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien, sehingga layanan apotek yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui penjualan setinggi-tingginya. Ada tiga fungsi yang berperan dalam melaksanakan kegiatan yang dilakukan oleh BM, yaitu : a. Fungsi Pengadaan Sistem pengadaan di BM yaitu Distribution Center (DC), dimana sistem ini merupakan sistem pengadaan barang yang terpusat. Pengadaannya berdasarkan sistem Pareto A (20 % ketersediaan barang dapat menyokong 80 % penjualan). Barang-barang ini akan dipesan oleh BM ke pemasok, kemudian pemasok akan mengirimkan barang ke gudang BM, setelah itu barang dapat didistribusikan ke apotek-apotek pelayanan yang disertai dengan daftar dropping barang dari gudang BM. Sedangkan untuk pengiriman barang yang termasuk kedalam Pareto B dan Pareto C, administrasi dan prosedur pemesanannya adalah: 1) Bagian pembelian dari setiap Apotek Pelayanan membuat Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) sesuai dengan buku defekta yang dibuat berdasarkan persediaan obat dan barang apotek lain yang persediaannya sudah atau hampir habis lalu dikirim ke BM melalui sistem komputerisasi. 2) Bagian pengadaan di BM akan menyiapkan dan menyerahkan barang yang dibutuhkan yang tersedia di gudang kemudian akan di dropping langsung ke unit apotek pelayanan sedangkan untuk barang yang tidak tersedia di gudang maka akan dibuat SP oleh bagian pembelian. Untuk apotek pelayanan yang meminta barang dalam jumlah kecil, pemesanannya digabung dengan apotek pelayanan lain.

285 38 3) SP yang telah disetujui oleh APA akan dikirimkan ke pemasok (pedagang besar farmasi/pbf) melalui fax, internet, telepon, atau diambil oleh salesman. 4) Pemasok menyerahkan barang pesanan apotek disertai dengan dokumen faktur dan SP. 5) Bagian gudang BM menerima (kecuali jika dikirim langsung ke unit apotek pelayanan), memeriksa fisik brang (apakah sesuai SP dan fakturmeliputi nama, kemasan, jumlah barang, harga, serta nama pemasok), dan membuat tanda terima faktur (stempel dan tanda tangan) berdasarkan fisik barang yang diterima. 6) Kemudian setelah diperiksa, faktur dikirim ke bagian Tata Usaha untuk dibukukan sebagai laporan pembelian dan hutang dagang. b. Fungsi Penjualan BM akan mengelola seluruh penjualan yang dihasilkan oleh seluruh unit apotek pelayanan yang berada di dalam cakupan wilayahnya masing-masing. Hasil penjualan yang diperoleh berasal dari penerimaan resep (baik tunai maupun kredit), penjualan obat tanpa resep dan penjualan barang-barang yang ada di swalayan farmasi. Data hasil penjualan tunai dikirimkan kepada masing-masing BM dalam waktu 1 hari sedangkan untuk resep kredit dikirimkan dalam waktu 5 hari. c. Fungsi Pencatatan Kegiatan pencatatan yang dilakukan oleh Tata Usaha BM dibukukan dalam dokumen-dokumen baku maupun dokumen lainnya yang tidak baku. Dokumen baku dibuat sebagai bahan untuk menyusun Neraca Tahunan Apotek Kimia Farma dan untuk keperluan manajerial. Sedangkan dokumen lainnya seperti laporan piutang, laporan utang, dan laporan prestasi kerja dibuat hanya untuk keperluan manajerial saja dan tidak digunakan untuk menyusun neraca tahunan. Dokumen-dokumen yang termasuk dalam dokumen baku adalah : 1) Buku Kas, memuat semua transaksi yang menggunakan uang tunai baik pemasukan maupun pengeluaran.

286 39 2) Buku Permintaan Barang Apotek, dibuat untuk keperluan teknis Apotek Pelayanan. 3) Buku Penjualan Apotek, memuat rekapitulasi penjualan harian oleh Apotek Pelayanan baik tunai maupun kredit. 4) Buku Pembelian Apotek, memuat rekapitulasi pembelian harian oleh Apotek Pelayanan baik tunai maupun kredit. Dokumen-dokumen ini dibuat harian kemudian direkapituasi menjadi laporan bulanan, laporan triwulan, laporan semester, dan laporan tahunan. Semua dokumen dan laoran tersebut dibuat rangkap dua; lembar pertama diserahkan ke bagian Akuntansi Kantor Pusat PT. Kimia Farma, sedangkan lembaran kedua disimpan BM sebagai arsip. Bagian Tata Usaha BM melakukan kegiatan administrasi dibawah tanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha. Tugas bagian Tata Usaha adalah sebagai berikut : 1) Membuat laporan gabungan apotek pelayanan (yang berada di wilayahnya) setiap bulan, triwulan, dan semester untuk dikirim ke bagian Akuntansi Kantor Pusat antara lain Laporan Penjualan, Laporan Utang, dan Laporan Piutang. 2) Membuat Laporan Tahunan Tutup Buku (Neraca dan Laporan Laba Rugi). 3) Membuat Laporan Manajerial Gabungan dan menyiapkan data manajerial untuk masing-masing apotek pelayanan yang selanjutnya dianalisa oleh masing-masing pimpinan apotek pelayanan. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Tata Usaha BM dibantu oleh beberapa staf bagian yaitu : 1) Administrasi Pembelian. 2) Administrasi Penjualan. 3) Administrasi Penagihan/inkasso. 4) Administrasi Pajak. 5) Administrasi Umum dan Personalia.

287 BAB 4 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NOMOR 7 Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor merupakan Apotek Pelayanan yang tergabung dalam unit Bussiness Manager Bogor yang membawahi wilayah Bogor, Depok, Cianjur, dan Sukabumi. 4.1 Lokasi dan Tata Ruang a. Lokasi Apotek Kimia Farma No. 7 terletak di Jl. Ir. H. Juanda No. 30, Bogor yang berada di tepi jalan besar dua arah dengan halaman yang luas. Letak Apotek Kimia Farma No. 7 ini strategis karena terletak dekat dari stasiun kereta Bogor dan terletak didekat perkantoran dan rumah sakit, selain dari itu akses menuju apotek ini juga mudah karena dilewati oleh angkutan umum. b. Tata Ruang Apotek Kimia Farma No. 7 memiliki dua gedung yaitu gedung utama dan gedung lama. Gedung utama terdiri atas 3 lantai. Lantai 1 terdapat apotek pelayanan untuk pasien tunai dan kredit, laboratorium klinik, optik, swalayan farmasi dan tempat praktek dokter. Lantai 2 terdapat apotek pelayanan untuk resep askes dan resep tunai serta terdapat tempat prakter dokter. Sedangkan lantai 3 terdapat kantor BM, tempat praktek dokter, cafe, ruang karaoke, dan ruang rapat. Gedung lama terdapat apotek pelayanan resep dan ruang praktek dokter. Ruangan di Apotek Kimia Farma No. 7 ditata sedemikian rupa sehingga mempermudah pelaksanaan kegiatan pelayanan apotek, memberikan kenyamanan kepada pasien, pengunjung, dan karyawan apotek. Ruangan yang terdapat di apotek dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut: 1) Ruang Tunggu Ruang ini dilengkapi dengan Air Conditioner (AC) dan televisi sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pasien dan pengunjung. 40

288 41 2) Tempat Penerimaan Resep Tempat ini berupa counter dengan tinggi sedada sehingga membuat hubungan antara karyawan apotek dengan pasien/pengunjung menjadi proporsional. 3) Tempat Penyerahan Obat Tempat ini berupa counter sebatas dada yang terletak terpisah dari tempat penerimaan resep agar alur pelayanan resep tertib dan teratur. 4) Tempat Pemberian Informasi Obat dan Konseling Apoteker Tempat ini berupa counter sebatas pinggang terdiri dari meja dan kursi untuk apoteker dan pasien. 5) Swalayan Farmasi Swalayan berada di sebelah kanan pintu masuk apotek dan dapat langsung dilihat oleh pasien/pengunjung yang datang ke apotek. Swalayan ini menyediakan obat-obat OTC dan kebutuhan personal sehari-hari. Barang-barang yang ada di swalayan ini ditempatkan di atas gondola-gondola yang disusun berdasarkan kategori-kategori. 6) Tempat Peracikan Ruangan ini terletak di bagian belakang tempat penyerahan obat. Di ruangan ini tersedia fasilitas peracikan seperti timbangan, blender, lumpang dan bahan baku obat. 7) Ruang Administrasi Ruangan ini dilengkapi dengan komputer yang digunakan untuk membuat Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) serta menginput barang-barang yang dikirim oleh distributor. 8) Ruang Praktek Dokter Ruangan ini digunakan untuk praktek dokter dengan desain sesuai dengan keinginan masing-masing dokter dan keperluan medis lainnya. 4.2 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor dipimpin oleh seorang APA yang juga merangkap sebagai kepala BM wilayah Bogor. Apoteker Pengelola Apotek ini memiliki dua orang apoteker pendamping yang bertugas langsung untuk

289 42 memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien. Dalam kegiatan pelayanan peresepan, Apotek Kimia Farma No. 7 dibantu oleh asisten apoteker dan juru resep. Masing-masing asisten apoteker memiliki tanggung jawab pada rak-rak obat tertentu. 4.3 Tugas dan Tanggung Jawab Personil Apotek a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) APA bertindak sebagai manajer apotek pelayanan yang memiliki kemampuan dalam perencanaan, organisasi, dan pengawasan seluruh kegiatan yang ada di apotek. Tugas dan fungsi APA: 1) Melaksanakan visi dan misi apotek. 2) Melaksanakan bussiness plan dan strategic plan. 3) Melaksanakan sistem/peraturan pada setiap kegiatan. 4) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program kerja pada setiap fungsi kegiatan yang ada di apotek. Wewenang dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek. 1) Menentukan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan yang ada di apotek. 2) Menentukan sistem operasional prosedur seluruh kegiatan yang ada di apotek. 3) Mengawasi pelaksanaan seleuruh kegiatan yang ada di apotek. b. Apoteker Pendamping Apoteker pendamping adalah apoteker yang bertugas memberikan pelayanan farmasi pada saat APA tidak berada di apotek. Kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping adalah penyerahan obat dan perbekalan farmasi kepada pasien, pemberian informasi obat, dan konseling.

290 43 c. Supervisor Supervisor adalah seorang asisten apoteker yang bertanggung jawab langsung kepada pimpinan apotek. Tugas supervisor di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor adalah sebagai berikut : 1) Membantu APA dalam melakukan pengawasan pelayanan kepada pasien. 2) Membantu APA dalam melakukan pengawasan pengadaan barang dan kelancaran arus barang masuk dan keluar. 3) Mengatur jadwal jam kerja karyawan apotek. d. Asisten Apoteker Asisten apoteker bertanggung jawab langsung kepada supervisor pelayanan. Tugas asisten apoteker adalah sebagai berikut : 1) Mengatur, mengontrol, dan menyusun penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lainnya sesuai dengan bentuk, jenis, dan efek farmakologisnya yang disusun secara alfabetis. 2) Menerima resep, memeriksa keabsahan resep, dan memeriksa ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya. 3) Memberikan harga pada setiap resep, obat, atau perbekalan farmasi lainnya. 4) Melayani dan meracik obat sesuai dengan resep yang ada. 5) Membuat kuitansi dan salinan resep. 6) Memeriksa kebenaran obat yang akan diberikan kepada pasien dan pemerian etiket obat. 7) Mencatat masuk dan keluarnya obat pada kartu stok barang. e. Juru Resep Juru resep bertugas membantu asisten apoteker dalam menyiapkan obat dan perbekalan farmasi lainnya. Tugas juru resep adalah sebagai berikut : 1) Membantu asisten apoteker dalam meyiapkan obat, mengerjakan obat-obat racikan yang telah disiapkan dan dicek oleh asisten apoteker. 2) Membuat obat racikan standar dibawah pengawasan asisten apoteker. 3) Menjaga kebersihan apotek.

291 44 f. Kasir Tugas dan fungsi kasir : 1) Menerima dan mengeluarkan uang sesuai fisiknya. 2) Memelihara dan menjaga keamanan uang dari resiko kehilangan dan kerusakan uang. 4.4 Kegiatan Apotek Kegiatan utama yang dilakukan Apotek Kimia Farma No.7 meliputi kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan non teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi pengadaan, penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta pengelolaan narkotika dan psikotropika. a. Pengadaan barang Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 7 dilakukan melalui BM dengan sistem Distribution Center (DC) melalui sistem online. Dengan sistem DC ini kita dapat mengetahui kebutuhan tiap-tiap apotek pelayanan yang berada dalam satu wilayah BM, sehingga pengiriman barang berdasarkan kebutuhan masing-masing apotek. Supervisor pengadaan melakukan pemesanan barang kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang resmi dengan menerbitkan Surat Pesanan Barang / SPB. Barang yang dipesan akan dikirim ke gudang pusat dan selanjutnya didistribusikan ke masing-masing apotek beserta dokumen droping dan formulir serah terima barang DC melalui jasa ekspedisi. Apotek pelayanan dapat melakukan permintaan mendesak (by pass) jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi persediaan tidak ada. Permintaan dapat dilakukan menggunakan Bon Pemesanan Barang Apotek (BPBA) yang ditujukan kepada bagian pembelian yang kemudian akan dilakukan pemesanan oleh bagian pembelian. Khusus untuk pengadaan narkotika dan psikotropika, pengadaan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui SP khusus narkotika dan psikotropika dan pengiriman obat dari PBF diantar langsung ke apotek pelayanan.

292 45 Pembelian obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak saja berasal dari PBF Kimia Farma tetapi juga dari PBF atau distributor resmi / berizin lainnya. Adapun dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut : 1) Ketersediaan barang. 2) Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan. 3) Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan. 4) Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu. 5) Cara pembayaran. b. Penyimpanan barang Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Apotek Kimia Farma No. 7 memiliki ruang penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya pada sarana swalayan farmasi dan ruang peracikan. Swalayan farmasi menyediakan tempat untuk men-display obat bebas dan obat bebas terbatas serta informasi bagi pasien berupa brosur/leaflet. Didalam ruang peracikan, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya disimpan didalam rak-rak/lemari yang sesuai yang memudahkan pengisian dan pengeluaran barang. Di tempat ini terdapat serangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan, pengawasan, pengendalian persediaan dan pengeluaran obat. Penyimpanan sediaan farmasi disusun berdasarkan kelas terapi (sifat farmakologis), keamanan, bentuk sediaan, suhu stabilitas, dan disusun secara alfabetis. Lemari penyimpanan sediaan farmasi di ruang peracikan terdiri dari : 1) Lemari penyimpanan obat ethical/ prescription drugs berdasarkan kelas terapi dan pareto. 2) Lemari penyimpanan obat narkotika yang terkunci. 3) Lemari penyimpanan psikotropika yang terkunci. 4) Lemari penyimpanan obat-obat mahal yang terkunci. 5) Lemari penyimpanan bahan baku obat. 6) Lemari penyimpanan sediaan sirup atau suspense.

293 46 7) Lemari penyimpanan obat tetes/drops dan lotion. 8) Lemari penyimpanan sediaan sediaan setengah padat dan tetes mata. 9) Lemari penyimpanan sediaan injeksi dan infuse. 10) Lemari pendingin untuk penyimpanan obat yang termolabil seperti suppositoria, serum, vaksin, insulin dan tetes mata tertentu. Setiap asisten apoteker bertanggung jawab terhadap lemari penyimpanan obat yang telah ditetapkan, meliputi kerapihan, kebersihan, dan kelengkapan stok obat yang ada di lemarinya. Setiap pemasukan dan penggunaan obat/barang harus selalu di-input ke dalam komputer dan dicatat pada kartu stok, meliputi tanggal pengisian/pengambilan, nomor dokumen, jumlah barang yang diisi/diambil, sisa barang dan paraf petugas yang melakukan pengisian/pengambilan barang. Kartu stok harus selalu diisi dengan lengkap dan rapi serta diletakkan di masing-masing kotak obat/barang. c. Penjualan Penjualan yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 7 meliputi penjualan tunai dan kredit obat degan resep dokter, serta pelayanan Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS) atau sering disebut pelayanan swamedikasi. Penjualan tunai obat dengan resep dilakukan terhadap pelanggan yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan dibayar secara tunai. Penjualan tunai obat dengan resep dokter mengikuti alur sebagai berikut: 1) Asisten apoteker pada bagian penerimaan resep menerima resep dari pasien, lalu memeriksa kelengkapan dan keabsahan resep tersebut. 2) Asisten apoteker akan memeriksa ada atau tidaknya obat dalam persediaan. Bila obat yang dibutuhkan tersedia, kemudian dilakukan pemberian harga dan memberitahukannya kepada pasien. 3) Setelah pasien setuju segera dilakukan pembayaran atas obat dan dibuatkan struk pembayaran obat tersebut dan disatukan dengan resep aslinya. Informasi pasien akan dicatat di Catatan Pengobatan Pasien/ Patient Medication Records (PMR). Bila obat hanya diambil sebagian maka petugas membuat salinan resep/copy resep untuk pengambilan

294 47 sisanya. Bagi pasien yang memerlukan kuitansi dapat pula dibuatkan kuitansi dan salinan resep dibelakang kuitansi tersebut. 4) Obat disiapkan. 5) Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket, label bila perlu dan dikemas dengan kemasan yang sesuai. 6) Pemeriksaan kembali dilakukan sebelum obat diberikan yang meliputi nomor resep, nama pasien, kebenaran obat, jumlah, dan etiketnya, juga dilakukan pemeriksaan salinan resep sesuai dengan resep aslinya serta kebenaran kuitansi. 7) Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resep yang disertai dengan informasi tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan pasien. Konseling dapat dilakukan bersamaan pada saat pemberian informasi obat atas permintaan pasien. 8) Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep dan disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun. Penjualan dengan cara kredit obat dengan resep dokter adalah penjualan obat dengan resep berdasarkan perjanjian kerjasama yang telah disepakati oleh suatu perusahaan/instansi dengan apotek yang pembayarannya dilakukan secara kredit melalui penagihan kepada perusahaan secara berkala. Prosedur pelayanan resep kredit pada dasarnya sama dengan pelayanan resep tunai, hanya saja pada pelayanan resep kredit terdapat beberapa perbedaan seperti : 1) Setelah resep dokter diterima dan diperiksa kelengkapannya maka dilakukan penetapan harga namun tidak dilakukan pembayaran oleh pasien tetapi langsung dikerjakan oleh petugas apotek. 2) Harga resep kredit ditetapkan berdasarkan perjanjian kerjasama oleh instansi/perusahaan dengan Apotek Kimia Farma, sehingga harganya berbeda dengan pembelian resep tunai. 3) Penomoran resep dokter yang dibeli secara kredit dibedakan dengan resep dengan pembelian tunai. 4) Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep yang dibeli secara tunai kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan

295 48 masing-masing instansi atau perusahaan untuk dilakukan penagihan pada saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati bersama. Pelayanan UPDS adalah penjualan obat bebas atau perbekalan farmasi yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti OTC baik obat bebas maupun obat bebas terbatas. Pelayanan UPDS mengikuti alur sebagai berikut : 1) Petugas menerima permintaan barang dari pasien dan langsung menginformasikan ketersediaan obat. 2) Setelah disetujui oleh pembeli, pembeli langsung membayar ke kasir. 3) Bagian kasir menerima uang pembayaran dan membuat bukti penyerahan nota penjualan non resep. 4) Barang beserta bukti pembayaran penjualan non resep diserahkan kepada pasien Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Kegiatan non teknis kefarmasian yang dilakukan Apotek Kimia Farma No.7 berupa administrasi harian dalam bentuk pembuatan Laporan Ikhtisar Penerimaan Harian (LIPH) baik tunai maupun kredit, serta memasukkan data resep tunai dan resep kredit. Kegiatan pencatatan dilakukan oleh bagian administrasi dan keuangan di Bisnis Manajer. Kegiatan pencatatan yang dilakukan meliputi kegiatan administrasi dan keuangan. Kegiatan administrasi ditangani oleh beberapa staf administrasi dan keuangan yang bertanggung jawab kepada supervisor administrasi dan keuangan serta Kasir Besar bertanggung jawab langsung kepada pimpinan apotek BM Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika diatur khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No.7 meliputi :

296 49 a. Pemesanan Narkotika Pemesanan sediaan narkotika dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Surat pesanan khusus narkotika yang sudah ditandatangani oleh APA dikirim ke DC. Pemesanan dilakukan ke PBF KF selaku distributor tunggal dengan membuat surat pesanan khusus narkotika model N.9 yang dibuat rangkap empat, yang masing-masing diserahkan kepada PBF yang bersangkutan (SP asli dan 2 lembar copy SP), dan satu lembar sebagai arsip di apotek. Setiap lembar SP hanya berlaku untuk satu item narkotika. b. Penerimaan Narkotika Penerimaan narkotika dari PBF harus diterima oleh APA. APA akan menandatangani faktur tersebut setelah melihat kesesuaian dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotik yang dipesan. c. Penyimpanan Narkotika Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia Farma No.7 disimpan dalam lemari khusus yang terkunci. Kunci lemari tersebut di pegang oleh senior supervisor. d. Pelayanan Narkotika Apotek Kimia Farma No.7 hanya melayani narkotika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No.7 sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis apotek lain. Resep yang berisis narkotika dipisahkan dan digarisbawahi dengan tinta merah serta mencantumkan alamat atau nomor telepon pasien. e. Pelaporan Narkotika Pelaporan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 7 dilakukan setiap bulan melalui program SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) Kemenkes RI yang meliputi laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan khusus penggunaan morphine, pethidin dan derivatnya. Laporan dibuat rangkap lima dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, alamat apotek dan stempel apotek yang kemudian dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, dengan tembusan kepada Balai Besar POM

297 50 Provinsi Jawa Barat, Unit Logistik Sentral PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Unit Pelayanan Penanggung Jawab Narkotika, Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dan arsip apotek. f. Pemusnahan Narkotika Prosedur pemusnahan sebagai berikut : 1) Apoteker Pengelola Apotek membuat dan menandatangani surat permohonan untuk pemusnahan narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak dan atau tidak memenuhi syarat. 2) Surat permohonan yang telah ditandatangani APA dikirimkan ke Balai POM Jawa Barat. Balai POM akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan. 3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari Apoteker Pengelola Apotek, Asiaten Apoteker, Petugas Balai POM, dan Kepala Kantor Dinkes Kota Bogor. 4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat berita acara pemusnahan yang berisis tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan; Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; nama dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek. 5) Berita cara tersebut dikirimkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan arsip apotek Pengelolaan psikotropika Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma No. 7 meliputi : a. Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan SP psikotropika yang boleh berisi lebih dari satu jenis psikotropika. surat pemesanan dibuat rangkap 2, yang masing-masing diserahkan ke PBF yang bersangkutan (asli) dan 1 lembar sebagai arsip apotek.

298 51 b. Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan sediaan psikotropika dilakukan di lemari khusus yangterpisah dari sediaan yang lain, terkunci dan anak kunci dikuasakan kepada asisten apoteker penanggung jawab psikotropika c. Pelayanan Psikotropika Apotek Kimia Farma No.7 hanya melayani resep psikotropika dari resep dokter. Pengulangan resep atau copy resep yang berisis psikotropika dapat dilayani dengan memeriksa terlebih dahulu kelengkapan serta kerasionalan resep oleh apoteker. d. Pelaporan Psikotropika Prosedur pelaporan psikotropika sama dengan penggunaan narkotika melalui program SIPNAP Kemenkes RI. e. Pemusnahan Psikotropika Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan narkotika. Dalam pelaksanaannya pemusnahan psikotropika dapat dilakukan bersamaan dengan pemusnahan narkotika.

299 BAB 5 PEMBAHASAN PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh PT. Kimia Farma (Tbk) untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan. Terdapat dua jenis apotek di Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang sekarang disebut sebagai BM dan Apotek Pelayanan. Apotek Kimia Farma No. 7 merupakan apotek pelayanan yang berada satu atap dengan BM untuk wilayah Bogor. Apotek ini dikepalai oleh seorang APA yang sekaligus menjabat sebagai BM untuk wilayah Bogor. Apotek Kimia Farma No. 7 terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 30, Bogor. Lokasinya strategis karena merupakan jalan dua arah, dekat dengan perkantoran, tempat perbelanjaan, stasiun dan sekolah. Lokasi apotek berada satu atap dengan BM wilayah Bogor sehingga kendala operasional yang ditemui tidak begitu banyak. Apotek Kimia Farma No. 7 memiliki sarana dan prasarana dengan fasilitas yang lengkap. Selain melakukan pelayanan resep dokter, apotek Kimia Farma No. 7 juga memiliki sarana pendukung lain seperti laboratorium klinik, optik, praktek bersama dokter umum dan dokter spesialis, swalayan farmasi dan Cafe Capulaga. Apotek Kimia Farma No. 7 juga dilengkapi dengan Patient Care Corner, dimana pada tempat ini dikhususkan untuk pasien yang membutuhkan penjelasan tentang obat yang digunakan, langsung oleh apoteker. Patient Care corner merupakan tempat menjalankan profesi apoteker untuk memberikan pelayanan informasi obat dalam rangka pelaksanaan GPP. GPP salah satunya mensyaratkan bahwa care dari aktivitas apotek adalah menyediakan obat dan produk kesehatan lainnya dengan kualitas yang terjamin, disertai dengan informasi dan konsultasi obat untuk pasien, dan juga memonitor efek penggunaannya (Standards for Quality of Pharmacy Services, WHO). Kegiatan pengadaan barang di Kimia Farma BM Bogor dilakukan secara terpusat dengan menerapkan sistem DC. Bagian pengadaan pada sistem DC ini bertanggung jawab atas pengelolaan barang mulai dari perencanaan, pembelian, penyimpanan hingga barang tersedia di seluruh apotek di BM Bogor. 52

300 53 Keuntungan menerapkan sistem DC ini antara lain: 1. DC melakukan pengadaan untuk seluruh apotek di BM Bogor sehingga barang yang dibeli dalam jumlah besar yang memungkinkan pemberian diskon dari PBF lebih besar pula. 2. Perencanaan pengadaan dilakukan berdasarkan data history penjualan masing-masing dalam periode minimal 1 bulan ke belakang melalui data pareto A hingga pareto C yang ada pada Kimia Farma Information System (KIS) sehingga perencanaan dapat dilakukan lebih cepat. 3. DC dapat mengetahui obat-obat yang tidak laku di apotek pelayanan sehingga dapat didistribusikan ke apotek pelayanan lain sehingga dapat mencegah sediaan kadaluarsa. 4. Administrasi pemesan akan lebih rapi. 5. Menghemat tenaga pembelian dan pengentrian faktur. 6. Apotek pelayanan akan labih fokus terhadap pelayanan kepada customer. DC menjalankan fungsi Quick Response Delivery System yaitu sistem monitoring dan pengisian persediaan apotek untuk mengurangi cost inventory investment dan diharapkan dapat memperbaiki pelayanan apotek kepada konsumen. Hambatan dalam sistem ini adalah terdapatnya kekosongan persediaan akibat pengambilan barang oleh apotek pelayanan diluar BPBA langsung ke gudang DC. Keberhasilan fungsi pengadaan suatu apotek akan menentukan keberhasilan apotek secara keseluruhan. Indikator keberhasilan dari fungsi pengadaan adalah Harga Pokok Penjualan (HPP), jika HPP dibawah 75% dapat dikatakan persediaan barang kurang sehingga akan banyak terjadi penolakan resep. Keberhasilan fungsi pengadaan ini harus didukung oleh semua apotek pelayanan dengan menjaga kesesuaian stok barang yang ada, kesesuaian stok ini dipengaruhi oleh kedisiplinan petugas dalam mengurangi stok barang baik pada kartu stok maupun pada KIS sehingga stok yang ada di komputer dengan stok fisik akan sesuai dengan demikian data yang terbaca oleh bagian pengadaan akurat. Penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian baik melalui pembelian langsung,

301 54 tender atau konsinyasi dari PBF/distributor ke gudang Distribution Center (DC). Petugas DC melakukan verifikasi penerimaan atau penolakan dengan memeriksa kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, expire date, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau pesanan. Pendistribusian barang dari gudang DC ke apotek pelayanan dilakukan dua kali dalam seminggu yaitu setiap hari selasa dan jumat. Penerimaan barang dilakukan oleh Asisten Apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara barang yang diterima dengan form dropping barang apotek dari DC. Apabila ditemukan ketidaksesuaian, maka petugas apotek dapat langsung mengkonfirmasi kepada petugas DC. Apotek Kimia Farma No. 7 dalam melakukan penyimpanan tidak melakukan sistem gudang yang memungkinkan menyimpan barang dalam jumlah besar dengan tujuan untuk mengurangi biaya penyimpanan dan meminimalisir kehilangan atau kerusakan barang karena kadaluarsa. Sistem penyimpanan obat di apotek Kimia Farma No. 7 mengikuti program GPP yaitu penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi yang dikombinasikan dengan bentuk sediaan dan alfabetis. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahan penyerahan obat dan juga memudahkan apoteker untuk memberikan alternatif obat pengganti yang mengandung zat aktif yang sama. Obat-obat tersebut antara lain obat-obat antibiotik, antihistamin, saluran pencernaan, analgetik dan antiinflamasi, susunan saraf pusat, antikolesterol, antidiabetes, hormon dan kontrasepsi, asam urat dan ginjal, osteoporosis, liver, saluran pernafasan, hipertensi, vitamin, injeksi dan infus. Untuk obat-obat produksi PT. Kimia Farma Tbk, obat-obat generik, obat-obat pareto disimpan dilemari terpisah, begitu juga dengan obat-obat narkotika, psikotropika, dan obatobat mahal disimpan dalam lemari khusus terkunci dan terpisah dari sediaan lainnya. Sedangkan obat-obat seperti vaksin, suppositoria, sediaan insulin, serum, ovula, dan sediaan lain tertentu disimpan di dalam lemari es. Pada setiap kotak penyimpanan obat diberi stiker kadaluarsa dengan warna yang berbeda setiap tahunnya sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengurangi kerugian dan kesalahan pengambilan obat yang telah kalaluarsa dikarenakan adanya penyimpanan barang expire date yang

302 55 tidak diketahui akibat tidak diterapkannya sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out). Masing-masing obat mempunyai penanggung jawab yang bertugas untuk mengontrol stok obat-obatan agar stok dari setiap obat tidak kosong, selain itu untuk pengontrolan persediaan masing-masing obat/barang dilengkapi dengan kartu/buku stok pada tiap kotak penyimpanan obat. Buku/kartu barang digunakan sebagai catatan manual untuk mengetahui waktu, sumber, jumlah, nomor resep, dan petugas yang melakukan pemasukan/pengeluaran. Setiap petugas harus mengisi kartu/buku stok dengan rapi, lengkap dan benar. Untuk pengawasan terhadap mutu, kadaluarsa, kesesuaian jumah obat yang ada maka dilakukan stock opname pada setiap akhir bulan. Namun pada saat stock opname dilakukan, banyak ditemukan ketidakcocokan antara jumlah fisik baranf dan jumlah di kartu stok. Oleh karena itu catatan komputerisasi menjadi sangat penting sebagai cross check dalam mengontrol persediaan. Tujuan pelayanan kefarmasian adalah menyediakan dan memberikan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta informasi terkait agar masyarakat mendapatkan manfaat yang terbaik. Apotek Kimia Farma No. 7 berjanji bahwa Pelayanan Pelanggan adalah Komitmen Kami, sehingga pelayanan yang diberikan tidak hanya pelayanan atas penjualan barang kepada pasien akan tetapi lebih kepada pelayanan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Kimia Farma No. 7 melayani penjualan baik resep maupun non resep, penjualan OTC maupun pelayanan swamedikasi/upds. Pelayanan resep yang ada di Kimia Farma No. 7 meliputi resep tunai maupun kredit. Pembayaran resep tunai dapat dilakukan dengan pembayaran dengan uang cash maupun dengan menggunakan credit card ataupun debit card, dimana Kimia Farma No. 7 telah melakukan kerja sama dengan pihak bank terkait pelayanan. Pelayanan resep kredit yang dilayani oleh Kimia Farma No. 7 antara lain: Indosat, PT. PLN, Jamsostek, Askes, PT. Aneka Tambang dll. Dalam meningkatkan pelayanan di Kimia Farma No. 7 maka dibuka beberapa loket untuk pelayanan resep dan non resep, antara lain dilantai 1, lantai 2 dan gedung lama, hal ini ditujukan untuk mengurangi antrian dan meningkatkan penerimaan resep yang berasal dari dokter praktek inhouse, dimana di setiap loket

303 56 terdapat asisten apoteker yang berperan sebagai kasir. Kasir akan menerima resep dan melakukan skrining resep awal seperti kelengkapan dan keabsahan resep, melayani penjualan termasuk mengecek apakah sediaan yang diminta ada kemudian mendata nama dan alamat pasien. Setelah transaksi dilakukan kasir menyerahkan resep kepada bagian peracikan untuk menyediakan obat. Obat disiapkan oleh asisten apoteker yang dibantu oleh juru resep. Obat non racikan dilayani tidak lebih dari 15 menit sedangkan untuk obat racikan dilayani 30 menit, pelayanan resep ini dilakukan sesuai nomor urut resep. Penyiapan obat racikan dilakukan oleh asisten apoteker sedangkan pengerjaannya dilakukan oleh juru resep, dalam pengerjaannya juru resep menggunakan masker dan jas lab guna mencegah terjadinya kontaminasi dan mencegah terjadinya paparan obat kepada petugas racik, racikan dilakukan di ruang terpisah. Dalam melakukan racikan dilakukan dengan menerapkan prinsip hygiene, dimana alat-alat yang digunakan bersih dan dilakukan pemisahan alat yang digunakan untuk meracik obat-obat untuk pasien dewasa dan pasien anakanak juga untuk obat-obat dengan karakteristik tertentu seperti rifampicin memiliki alat yang terpisah. Demikian pula dengan alat yang digunakan untuk meracik obat yang digunakan untuk pemakaian luar, alat yang digunakan terpisah misalnya salep, krim, bedak tabur dll. Untuk pasien yang mendapatkan resep racikan lebih dari satu jenis, petugas apotek akan mencantumkan nomor pada pembungkus puyer dan etiket sesuai urutan penulisan yang terdapat pada resep, hal ini dilakukan untuk mencegah kekeliruan akibat tertukarnya etiket dan untuk memudahkan pasien dalam mengkonsumsi obat. Demikian pula untuk racikan kapsul, warna cangkang tidak boleh sama agar tidak bertukar. Setelah obat disiapkan, asisten apoteker memberikan etiket pada setiap obat dengan mencantumkan tanggal, nomor resep, nama pasien, aturan pemakaian, nama dan jumlah obat dan tanggal kadaluarsa obat tersebut. Dengan mencantumkan tanggal kadaluarsa dapat mencegah penyerahan obat yang tidak bermutu karena telah kadaluarsa ke tangan pasien. Obat yang telah lengkap diperiksa kembali kesesuain penulisan etiket, jumlah dan obat yang yang diambil, harga dengan resep sebelum serahkan oleh apoteker kepada pasien, penyerahan obat disertai dengan pelayanan informasi

304 57 pasien terhadap obat yang diberikan. Pelayanan Informasi Obat (PIO) diberikan oleh apoteker kepada pasien pada saat penyerahan obat baik berdasarkan resep maupun swamedikasi/upds. PIO yang diberikan lengkap meliputi nama obat dan kegunaannya, jumlah obat, cara pemakaian, aturan pemakaian, beserta informasi lain yang mendukung keberhasilan pengobatan. Penyerahan obat di Kimia Farma No. 7 belum semua dilakukan oleh apoteker, penyerahan oleh apoteker hanya dilakukan di loket pelayanan lantai 1, sedangkan penyerahan di loket pelayanan lantai 2 dan gedung lama masih dilakukan oleh asisten apoteker. Dalam pelayanan kefarmasian diperlukan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua petugas apotek dengan pengawasan apoteker. Setiap pengerjaan resep patugas yang mengerjakan wajib membubuhkan tandatangannya pada blanko yang terdapat pada struk pembayaran yang meliputi harga, timbang, racik, periksa, ambil, etiket dan serah, hal ini bertujuan untuk menelusuri kembali history resep jika suatu saat diperlukan juga untuk meningkatkan tanggungjawab petugas. Petugas yang melakukan harga, timbang, racik, periksa, ambil, etiket dan serah sebaiknya petugas yang berbeda agar dapat dilakukan cross-check sehingga kesalahan obat dapat dicegah. Pengelolaan resep di Kimia Farma No.7 sangat baik dan rapi. Resep obat yang telah diserahkan dikumpulkan berdasarkan tanggal kemudian disusun berdasarkan nomor resep. Resep yang pembayaran dilakukan dengan menggunakan credit card maupun debit card dipisahkan, begitu pula dengan resep dimana terdapat obat narkotika dan psikotropika. Untuk resep yang terdapat obat psikotropika disusun berdasarkan tanggal dan abjad nama obat psikotropika tersebut yang selanjutnya jumlah dan nama psikotropika yang digunakan dilaporkan penggunaannya setiap bulannya melalui program SIPNAP. Untuk resep narkotika dilakukan penyusunan secara terpisah dan sebelumnya telah diberikan tanda garis merah pada narkotika Resep-resep yang telah disusun disimpan berurutan berdasarkan tanggal ditempat khusus sehingga memudahkan petugas dalam melakukan penelusuran resep. Tugas apoteker tidak hanya berhenti setelah obat diserahkan kepada pasien, apoteker juga bertugas untuk memonitor penggunaan obat dalam mendukung tercapainya tujuan pengobatan. Monitor penggunaan obat di Kimia

305 58 Farma No. 7 ini umumnya dilakukan pada penyakit-penyakit dimana dibutuhkan kepatuhan yang sangat tinggi seperti pada penyakit degeneratif, pasien lansia dan pasien pediatrik. Kegiatan monitoring obat dilakukan melalui telepon, hasil monitoring dicatat dalam Formulir monitoring penggunaan obat. Dalam pelaksanaannya monitoring penggunaan obat belum dapat dilakukan secara rutin dan tidak dilakukan terhadap semua pasien, pasien yang dilakukan monitoring umumnya hanya pasien tunai saja. Apoteker juga mengelola catatan pengobatan pasien, namun belum semua pasien memilik catatan pengobatan di apotek. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga yang tidak seimbang dengan jumlah pasien yang ada. Dalam meningkatkan pelayanan di Kimia Farma No.7 juga dilakukan layanan antar obat. Pasien yang ingin obatnya diantar menelepon ataupun mengirimkan fax ke apotek, kemudian petugas mendata pasien termasuk nama, alamat dan nomor telepon, petugas menginformasikan harga obat yang dipesan kepada pasien setelah pasien setuju kemudian obat diantarkan ke rumah pasien. Adapun untuk beberapa item obat yang belum tersedia di Kimia Farma No. 7 namun pasien membutuhkan, pihak apotek menghubungi gudang DC untuk memesan. Setelah obat tersedia apotek menghubungi pasien atau mengantar ke rumah pasien. Dengan demikian penolakan resep di Kimia Farma No.7 sangat kecil sehingga dapat meningkatkan pendapatan apotek. Apoteker dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang manajer memiliki tanggung jawab dalam hal pengelolaan bisnis meliputi pengelolaan modal, sarana, administrasi, keuangan, ketenaga kerjaan dan pemasaran. Namun keseluruhan fungsi tersebut diambi alih oleh BM. Diharapkan dengan menggunakan sistem ini terjadi efisiensi didalam kinerja apotek. Apotek Kimia Farma No. 7 membuat laporan aliran khas harian dan bulanan yang ditujukan kepada BM. Apotek membuat Bukti Setoran Kas (BSK) dan LIPH yang ditujukan kepada BM. BSK dibuat berdasarkan transaksi tunai dan penggunaan kartu kredit/debit. BSK merupakan rincian laporan penjualan per shif pada hari itu juga. Sedangkan LIPH dibuat berdasarkan penjualan tunai selama 1 hari. LIPH merupakan rincian laporan per hari, laporan ini biasanya dibuat sehari

306 59 setelahnya. Setelah dibuat BSK dan LIPH kemudian divalidasi oleh oleh pimpinan dalam hal ini APA yang selanjutnya dikirim ke Business Manager. Desain interior dan eksterior mempunyai fungsi meningkatkan daya tarik apotek kepada pelanggan. Hal ini dilakukan untuk memberikan kenyamanan dalam pelayanan, sehingga diperlukan perancangan dan penataan desain interior dan eksterior yang baik. Desain interior apotek Kimia Farma No. 7 berkonsep minimalis dengan selalu memperhatikan kebersihan dan kerapihan di setiap rak-rak obat dan gondola. Dilengkapi dengan swalayan farmasi yag cukup atraktif dalam menarik perhatian pelanggan untuk membeli atau hanya sekedar melihat dan mencari informasi obat yang mereka butuhkan. Pencahayaan yang cukup beragam dan didominasi warna putih yang menunjang kesan bersih dan luas dari apotek itu sendiri. Apotek Kimia Farma No. 7 didukung dengan fasilitas antara lain: a. Praktek dokter umum dan spesialis. b. Laboratorium klinik. c. Optik d. Swalayan farmasi e. Masjid f. Tempat parkir yang luas g. Toilet h. Mesin ATM i. Cafe Fasilitas pendukung tersebut berperan penting dalam menunjang kinerja apotek secara optimal dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen.

307 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Kimia Farma nomor 7, Bogor telah melaksanakan tugas dan fungsi sebagai APA sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku Pengelolaan Apotek Kimia Farma nomor 7 dari aspek manajemen terlaksana dengan baik diantaranya sistem pangadaan barang dilakukan dengan sistem Distribution Center (DC) dimana pengadaan dilakukan terpusat sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan keefektifan dalam pengadaan barang, penyimpanan obat dilakukan berdasarkan kelas terapi dengan memperhatikan kondisi penyimpanan masing-masing sediaan dengan dilengkapi kartu stok, pendistribusian obat dilakukan secara baik dengan mengutamakan kepuasan pelanggan,sistem keuangan di apotek dikelola oleh Bisnis Manager (BM) sehingga keuangan lebih terkontrol. 6.2 Saran Perlu peningkatan kedisiplinan karyawan dan tindakan tegas dari APA dalam pencatatan mutasi barang pada kartu stok, sehingga stok obat pada kartu stok dan stok fisik sesuai untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan apotek, petugas kasir dalam meng-input data pasien sesuai SOP yang telah ada, sehingga tidak terjadi duplikasi data pasien Perlu adanya kerjasama yang baik antara petugas gudang dan penanggung jawab lainnya dalam hal droping obat terkait input droping ke dalam sistem komputerisasi. Berdasarkan pengamatan, terdapat beberapa obat yang baru datang dari gudang namun stok di komputer belum ada yang mengakibatkan pemberian harga oleh kasir dilakukan secara manual kepada pasien, hal ini akan berdampak pada kesesuaian stok di komputer dan fisik yang tidak sesuai serta menghindarkan dari kehilangan nota manual yang akan mengakibatkan selisih setoran. 60

308 Perlu lebih diperhatikan penempelan label harga pada produk obat terutama produk yang terdapat di swalayan farmasi untuk memudahkan pelayanan pasien dan meningkatkan efisiensi pelayanan.

309 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Depertemen Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek Nomor 1. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 924/MENKES/PER/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2. Jakarta; Menteri Kesehatan RI Departemen Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3. Jakarta; Menteri Kesehatan RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Undang-undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan. Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta : Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 62

310 63 Kementerian kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Pemerintah RI

311 LAMPIRAN

312 65 Lampiran 1. Bagan Organisasi PT. Kimia Farma Apotek Direktur Utama Direktur Operasional Direktur Keuangan Direktur SDM dan Umum

313 66 Lampiran 2. Bagan Organisasi Bisnis Manager Bisnis Manager Supervisor pengadaan Supervisor Keuangan Manager Apotek Pelayanan Pemegang Kas Pembelian Gudang Pengelola Administrasi Pembelian / Hutang Dagang Pengelola Administrasi Penjualan/ piutang Dagang Petugas Inkaso Pengelola Administrasi Kas / Bank Pengelola Administrasi Pajak

314 67 Lampiran 3. Bagan Organisasi Apotek Pelayanan MANAGER APOTEK PELAYANAN SUPERVISOR PELAYANAN LAYANAN FARMASI ASISTEN APOTEKER JURU RACIK KASIR KECIL SUPERVISOR SWALAYAN SWALAYAN FARMASI KASIR SWALAYAN SALES PROMOTION GIRLS (SPG)

315 68 Lampiran 4. Alur Pelayanan Resep Penerimaan Resep Resep Kredit Resep Tunai Pemeriksaan kelengkapan administrasi Pemberian nomor resep Skrining resep Pemeriksaan ketersediaan obat Pemeriksaan obat sesuai dengan plafon masingmasing kreditur Resep diberi harga dan input data pasien Bagian peracikan menyiapkan obat, obat racikan diracik terlebih dahulu Pemberian etiket dan pemeriksaan Penyerahan obat dan pemberian informasi Resep disimpan oleh petugas dan kemudian dipisahkan berdasarkan pembayarannya, resep mengandung narkotika dan psikotropika dipisahkan dan disimpan khusus Resep kredit diberi harga dan dibuatkan faktur untuk penagihan Resep tunai disusun berdasarkan nomor urut

316 69 Lampiran 5. Copy Resep

317 70 Lampiran 6. Kuitansi Pembayaran Resep Tunai

318 71 Lampiran 7. Etiket,, Label dan Bungkus Obat Etiket biru untuk obat luar Etiket putih untuk obat dalam Label Obat Bungkus Puyer Plastik Obat

319 72 Lampiran 8. Kartu Stok Obat

320 73 Lampiran 9. Penomoran Resep Kredit

321 74 Lampiran 10. Surat Pesanan Narkotika

322 75 Lampiran 11. Surat Pesanan Psikotropika

323 76 Lampiran 12. Catatan Pengobatan Pasien / Patien Medication Records (PMRs)

324 77 Lampiran 13. Formulir Monitoring Penggunaan Obat

325 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUSS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODEE 3 SEPTEMBER 6 OKTOBER 2012 ANALISIS PARETO PENJUALAN OTC ALAT KESEHATAN DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7, BOGOR ANATRIA KHOLIYAH, S.Farm ANGKATAN LXXV PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK DESEMBER 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan menjadi hak semua orang. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya sekedar sehat secara fisik atau jasmani, tetapi juga secara mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang salah satunya adalah kesehatan. Pengertian dari kesehatan tidak hanya sebatas sehat secara jasmani dan rohani, namun sehat

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG TIM BINAAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG TIM BINAAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2016 TAHUN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI PEMERINTAHAN DESA

Lebih terperinci

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un No.225, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. BP-PAUD dan Dikmas. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT KERJA DI LINGKUNGAN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN ACEH, SUMATERA UTARA, RIAU,

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.-/216 DS634-9258-3394-618 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--0/AG/2014 DS 0221-0435-5800-5575 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

2011, No Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

2011, No Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang No.168, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. No.2, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1012, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Orta. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 86 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1 - 2-5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82); 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.13/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.210, 2016 KEMEN-LHK. Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Orta. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1652, 2014 KEMENDIKBUD. Mutu Pendidikan. Aceh. Sumatera Utara. Riau. Jambi. Sumatera Selatan. Kepulauan Bangka Belitung. Bengkulu. Lampung. Banten. DKI Jakarta. Jawa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2011, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan kembali Organisasi dan Tata

2011, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan kembali Organisasi dan Tata No.890, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. UPT. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2361/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 ten

2015, No Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 ten BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.890, 2015 KEMENDIKBUD. Lembaga Jaminan Mutu Pendidikan. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci