UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 JUNI 20 JUNI 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA JAYA, S.Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 JUNI 20 JUNI 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker CYNTHIA JAYA, S.Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011

3

4 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), yang diselenggarakan pada tanggal 6 Juni 20 Juni 2011 di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan lulusan apoteker dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Drs. M. Taufik S, Apt., MM. selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan Pembimbing atas bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 2. Dr. Katrin, Apt., MS. selaku Pembimbing dari Departemen Farmasi FMIPA. 3. Dra. Sri Indrawaty, Apt., M.Kes. selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 4. Dr. Setiawan Soeparan, MPH. selaku selaku Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 5. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA. 6. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA. 7. Seluruh staf Departemen Farmasi FMIPA. iii

5 8. Seluruh staf Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 9. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih belum sempurna. Namun, laporan PKPA ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan, khususnya dalam bidang kefarmasian. Penulis 2011 iv

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vi vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 5 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN Tugas Pokok dan Fungsi Tujuan Sasaran Strategi Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Sumber Daya Manusia BAB 4 PEMBAHASAN Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN v

7 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan vi

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 2.1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Lampiran 2.2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 2.3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 2.4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lampiran 2.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Lampiran 2.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 2.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Lampiran 4.1. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) vii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kementerian Kesehatan memiliki misi yaitu melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tercapainya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Dengan misi tersebut maka pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, serta mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009a). Dalam pelaksanaan tugas tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, terus-menerus berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik. Salah satu hal yang dapat meningkatkan pelayanan kesehatan adalah peningkatan pelayanan kefarmasian yang merupakan tanggung jawab dari pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal ini mempunyai sasaran utama yaitu menjamin semua sediaan farmasi, makanan, dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat serta menjamin ketersediaan obat esensial dan alat kesehatan dasar di setiap daerah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Obat adalah bahan atau campuran bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009a). Obat publik adalah obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar. Contoh obat publik adalah kloramfenikol, antasida, dan kodein. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Contoh perbekalan kesehatan adalah kapas dan masker (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2005). Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan hal yang sangat mendasar dan penting. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan mengenai pemenuhan ketersediaan kedua hal tersebut. Pelaksanaan pengelolaan 1

10 2 obat publik dan perbekalan kesehatan diatur oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Peran apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah melakukan pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Namun, pada direktorat ini apoteker memiliki peranan dalam fungsi pengadaan, yaitu mengelola pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk menunjang pelayanan kefarmasian hingga ke Instalasi Farmasi ataupun Puskesmas di seluruh Indonesia. Tugas ini penting dipelajari untuk mengetahui alur pengadaan obat hingga sampai ke masyarakat dalam keadaan bermutu baik dan aman. Oleh karena itu, Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bagian Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan perlu diadakan untuk lebih memahami mengenai proses pengadaan obat di Indonesia. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker: a. Memahami tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Memahami peran apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

11 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Visi Kementerian Kesehatan mempunyai visi yaitu masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan Misi Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Kedudukan, Tugas, dan Fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian Kesehatan mempunyai tugas membantu menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 3

12 Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Kementerian kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satu keseluruhan dalam melaksanakan program-program yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan. Nilai-nilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Kementerian Kesehatan mempunyai Rencana Strategis sebagai berikut: a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. b. Meningkatkan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, pelayanan, dan berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya guna, dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

13 5 h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat dilihat pada Lampiran Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan memiliki tugas dan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

14 6 d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tujuan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Direktorat Jenderal ini memiliki beberapa tujuan antara lain: a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan. c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional Sasaran dan Indikator (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehaan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% Kegiatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) meliputi: Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Peningkatan pelayanan kefarmasian. d. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2.2.

15 Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi serta penyusunan rencana, program, dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi. c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat. d. Pengelolaan urusan keuangan. e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga dan perlengkapan. f. Evaluasi serta penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas: a. Bagian program dan informasi. b. Bagian hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat. c. Bagian keuangan. d. Bagian kepegawaian dan umum. e. Kelompok jabatan fungsional. Struktur organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

16 8 b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:

17 9 a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Standarisasi. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas. c. Subdirektorat Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

18 10 c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

19 11 c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian, dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 2.7.

20 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 12

21 Tujuan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah menyediakan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik dengan jenis yang lengkap dalam jumlah yang cukup dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan mewujudkan suatu pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3.3 Sasaran (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Sasaran akhir Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. 3.4 Strategi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara lain: Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang dijalankan, antara lain: a. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan mencakup jenis, jumlah cukup, dan mudah diperoleh setiap saat, harga terjangkau dan kualitas terjamin. b. Manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/instansi lintas sektor, dan perguruan tinggi profesi terkait dalam hal: a. Perumusan kebijakan di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar.

22 14 b. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur dalam hal pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Melaksanakan advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan program/proyek/kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya. 3.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standarisasi harga obat Tugas dan Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standarisasi harga obat. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi harga obat. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.

23 Struktur Organisasi Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat terdiri atas: a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standarisasi Harga Obat Seksi Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan serta penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

24 16 kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

25 17 b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Tugas subbagian ini adalah melakukan urusan tata

26 18 usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian tugas subbagian ini adalah sebagai berikut: a. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Subbagian Tata Usaha berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program dan referensi terkait. b. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Subbagian Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan. c. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Subbagian Tata Usaha dengan memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna. d. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana. e. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat. f. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/perlengkapan/ fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program dan masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat. g. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian, pensiun/cuti, dan lain-lain di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada serta usulan dari pegawai yang bersangkutan. h. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan.

27 19 i. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas. 3.6 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 38 orang dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Organisasi Jumlah SDM Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1 Sub Direktorat Analisis Obat dan Standarisasi Harga Obat 7 Sub Direktorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 8 Sub Direktorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Sub Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Sub Bagian Tata Usaha 8 Total 38

28 BAB 4 PEMBAHASAN Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/Menkes/PerIII/2010, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terdiri atas empat Direktorat Jenderal, yaitu Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, serta Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan membawahi empat direktorat, yaitu Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, serta Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berupa Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 yang menetapkan bahwa tujuan dari pelayanan kefarmasian adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, dan terjangkau untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya. Hal tersebut diwujudkan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dalam sebuah misi yaitu menjamin ketersediaan, pemerataan, serta keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Tugas ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/Menkes/Per/III/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari empat subdirektorat yaitu Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Pembagian tersebut 20

29 21 dilakukan untuk dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal agar tujuan tercapai. 4.1 Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat ini baru dibentuk sejak Januari 2011, yang tujuannya adalah untuk memastikan harga obat generik terjangkau bagi seluruh masyarakat, namun tetap dapat diproduksi oleh semua industri farmasi (profitable). Subdirektorat ini berperan dalam keterjangkauan dengan menerapkan norma, standar, dan pedoman harga yang rasional. Hal tersebut dilaksanakan oleh Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standarisasi harga obat. Output atau keluaran utama dari subdirektorat ini adalah berupa Surat Keputusan Harga Obat baik berupa SK Harga Eceran tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah serta SK Harga Vaksin dan Serum. Harga obat yang ditentukan adalah harga obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah maupun yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek. 4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat ini dibagi menjadi dua seksi yaitu Seksi Perencanaan Penyediaan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan Seksi Perencanaan Penyediaan Perencanaan merupakan tahap yang menentukan dalam proses penyediaan obat dan perbekalan kesehatan. Tujuan dari perencanaan yaitu agar jenis serta jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tersedia sesuai dengan kebutuhan di masing-masing unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Perencanaan yang tidak sesuai dapat mengganggu pelaksanaan pelayanan kesehatan. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui jalur dari bawah ke atas (bottom-up), yaitu data kebutuhan diperoleh dari data pemakaian oleh Puskesmas setiap bulan yang kemudian dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan selama satu tahun. Dalam proses

30 22 perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat/LPLPO (contoh LPLPO dapat dilihat pada Lampiran 4.1). Selanjutnya, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisis terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kemudian melapor ke Dinas Kesehatan Propinsi setiap tiga bulan sekali, kemudian Dinas Kesehatan Propinsi membuat laporan ke Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kabupaten/Kota (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu di Kabupaten/Kota yang dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota. Pembentukan tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan perencanaan obat di setiap Kabupaten/Kota (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran, antara lain adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), APBN, APBD I, APBD II, Asuransi Kesehatan (ASKES), Program Kesehatan, serta Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS). Sebelum tahun 2010, pengadaan berupa obat publik dan perbekalan kesehatan berasal dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi yang didistribusikan ke tiap Kabupaten/Kota serta diberikan juga dana untuk pembelian obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU). Setelah tahun 2010, pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dari Pemerintah Pusat dialihkan hanya dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana tersebut hanya diberikan untuk Kabupaten/Kota tertentu, tergantung keadaan keuangan Kabupaten/Kota tersebut. Daerah yang tidak mendapatkan DAK melakukan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan

31 23 dengan menggunakan dana Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Biasanya pemberian DAK dapat berbeda-beda setiap tahun, baik jumlah maupun lokasi daerahnya, tergantung perkembangan dari Kabupaten/Kota tersebut. Saat ini Pemerintah Pusat bertindak sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan untuk stok pengaman nasional. Stok pengaman nasional merupakan cadangan obat yang dimiliki Pemerintah Pusat yang harus tersedia jika terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), seperti wabah penyakit dan bencana alam. Stok tersebut juga dapat digunakan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada Kabupaten/Kota, termasuk Kabupaten/Kota yang baru terbentuk. Obat-obat yang termasuk dalam stok pengaman, meliputi obat untuk PKD, seperti obat-obat golongan analgetikantipiretik, antasida, antidiare, antibiotik, obat batuk, obat luka, dan obat kulit; obat-obat program seperti obat TB Paru, obat filariasis, obat penyakit kelamin, obat Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), obat perbaikan gizi dan obat polio; serta obat-obat yang digunakan pada saat Kejadian Luar Biasa (KLB) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antar Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, serta Pemerintah Kabupaten/Kota dan Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 yang berisi tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah melalui lelang, pemilihan langsung, penunjukan langsung (untuk pengadaan skala kecil, telah dilakukan lelang ulang, pengadaan yang sifatnya mendesak, penyediaan barang/jasa tunggal), dan swakelola. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, termasuk pengadaan obat program pemerintah, dilakukan melalui proses lelang. Dengan proses lelang tersebut, diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi sehingga diperoleh penawaran harga yang lebih bersaing Seksi Pemantauan Ketersediaan Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, dan terjangkau untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat tercapai dengan dilakukan pemantauan secara rutin.

32 24 Pemantauan ketersediaan obat dilakukan menggunakan aplikasi software Sistem Informasi Obat. Input data penerimaan dan pengeluaran obat dikirimkan oleh pihak Puskesmas ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota setiap tiga bulan sekali. Pihak Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan memasukkan data tersebut ke software Sistem Informasi Obat untuk diproses. Pemantauan ketersediaan dilakukan berdasarkan obat indikator. Obat indikator tersebut dipilih berdasarkan kesepakatan dari pertemuan nasional dan biasanya merupakan obat dari sepuluh penyakit terbanyak atau obat yang banyak digunakan. Obat indikator digunakan untuk mempermudah proses pemantauan ketersediaan. 4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibagi menjadi dua seksi yaitu Seksi Standarisasi Pengelolaan serta Seksi Bimbingan Teknis dan Pengendalian Seksi Standarisasi Pengelolaan Proses pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat berjalan dengan baik apabila terdapat suatu standar dan acuan yang digunakan pada setiap Instalasi Farmasi atau Puskesmas. Oleh karena itu, dibuat pedoman pengelolaan obat yang dapat digunakan sebagai acuan pengelolaan obat. Pedoman ini dibuat oleh Seksi Standarisasi Pengelolaan dari Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Pedoman yang dibuat beragam jenisnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing, misalnya pedoman pengelolaan obat di Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), pedoman obat haji, pedoman pengelolaan vaksin dan lain-lain, dimana di dalamnya tercantum mengenai standar, prosedur, dan kriteria yang harus dipenuhi masing-masing pedoman sesuai dengan kebutuhannya. Standar, prosedur, dan kriteria yang dicantumkan dalam pedomanpedoman tersebut dijelaskan secara berurutan dan mudah dipahami, sehingga diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik oleh pihak pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi, Puskesmas, dan tempat pelayanan kesehatan lain yang terkait. Selain pedoman juga dibuat materi pelatihan yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelatihan yang dilakukan pengelola obat di Instalasi Farmasi

33 25 Kabupaten/Kota dan Puskesmas. Dalam proses pengelolaan obat perlu juga dilakukan bimbingan teknis dan pengendalian untuk menjamin bahwa Instalasi Farmasi menjalankan tugasnya sesuai pedoman Seksi Bimbingan Teknis dan Pengendalian Seksi Bimbingan Teknis dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki tugas yaitu melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, pengarahan, dan penjelasan mengenai standar atau pedoman tentang seluruh tahap pengelolaan obat sehingga obat dapat tersedia merata dan terjangkau di unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan instrumen (tools) untuk melakukan penilaian terhadap sumber daya manusia, anggaran, sarana dan prasarana, serta proses manajemen pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Instrumen (tools) tersebut merupakan bahan bimbingan teknis yang perlu dipersiapkan oleh Seksi Bimbingan Teknis dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan secara rutin oleh Seksi Bimbingan Teknis dan Pengendalian di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dalam upaya pengendalian, pemantauan, dan evaluasi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Keluaran (output) yang diperoleh setelah melakukan bimbingan teknis adalah profil pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Profil tersebut berupa hasil penyusunan laporan dari pelaksanaan bimbingan teknis dan dapat dijadikan landasan untuk menentukan kebijakan yang akan datang mengenai pengelolaan. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan, pelaporan, monitoring, dan evaluasi. Setelah dilakukan perencanaan hingga pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, maka dilakukan penyimpanan dan pendistribusian. Proses penyimpanan dilakukan setelah pengadaan obat dan sebelum pendistribusian. Tujuan penyimpanan obat yaitu untuk memelihara mutu obat, menghindari penyalahgunaan, menjaga kelangsungan ketersediaan serta memudahkan pencariaan dan pengawasan. Kegiatan penyimpanan obat meliputi

34 26 penyiapan sarana penyimpanan, pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, dan pengamatan mutu obat. Sistem penyimpanan dapat dilakukan melalui FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Sistem FIFO berarti bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama masuk sedangkan FEFO berarti bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama kadaluarsa (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2008). Sistem yang digunakan biasanya kombinasi FIFO dan FEFO, yang bertujuan untuk menghindari terjadinya penumpukan obat dan perbekalan kesehatan yang beresiko kadaluarsa serta rusaknya obat dan perbekalan kesehatan sehingga dapat menyebabkan kerugian. 4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam rangka mendukung pencapaian program obat publik dan perbekalan alat kesehatan tersebut, maka perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi oleh subdirektorat pemantauan dan evaluasi program bina obat publik dan perbekalan kesehatan. Pemantauan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas para petugas pengelola obat agar mutu pelayanan obat dapat ditingkatkan secara optimum. Hasil dari pemantauan tersebut, selanjutnya dievaluasi untuk menilai suatu program dan menilai informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan kegiatan-kegiatan, hasil, dampak serta biaya (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006). Tugas utama dari subdirektorat ini adalah memantau dan mengevaluasi kegiatan atau program yang dilakukan dapat mendukung pencapaian indikator. Indikator adalah alat yang digunakan untuk dapat membandingkan kinerja yang sesungguhnya. Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai. Selain itu, indikator juga digunakan untuk penetapan prioritas, pengambilan tindakan, dan pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006). Ada tiga indikator utama terkait kegiatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin di Kabupaten/Kota, persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan persentase Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota yang

35 27 memenuhi standar. Dari pemantauan dan evaluasi yang telah dilakukan di tiap daerah akan diperoleh keluaran (output) berupa profil pencapaian indikator. Profil ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah ke depan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Profil pencapaian indikator ini didapatkan dari pemantauan dan evaluasi program berdasarkan pengambilan data secara bottom-up, yaitu dilakukan dari struktur terendah kemudian direkapitulasi ke sektor di atasnya. Data diserahkan oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melalui format laporan pemantauan, kemudian dilaporkan setiap dua bulan sekali ke Dinas Kesehatan Propinsi (secara berjenjang) atau ke Pemerintah Pusat (secara langsung). Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala dalam jangka waktu tertentu yaitu setiap satu tahun sekali. Pemantauan dan evalausi ini baru dapat dilaksanakan di tiga Kabupaten/Kota tiap Propinsi di Indonesia. Untuk proses pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang cukup dan sumber daya manusia yang kompeten dibidangnya sehingga proses pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006). Proses pemantauan dan evaluasi belum berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan tenaga, dana, dan sarana. Setelah dilakukan pemantauan dan diperoleh hasil evaluasi, maka Pemerintah Pusat akan memberikan umpan balik kepada Pemerintah Kabupaten/Kota ataupun Propinsi sehingga kinerja selama melakukan kegiatan program obat publik dan perbekalan kesehatan dapat diketahui.

36 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada bagian Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat disimpulkan bahwa: a. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan dan mempunyai fungsi dalam perumusan kebijakan; pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; serta pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan dan mempunyai fungsi dalam penyiapan perumusan kebijakan; pelaksanaan kegiatan; penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis; serta pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai peranan penting sesuai tugas dan fungsinya dalam upaya menjamin tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, terjangkau untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian dan derajat kesehatan. 28

37 Saran Perlu dilakukan peningkatan sumber daya manusia, baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga tugas dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilaksanakan dengan lebih baik lagi.

38 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2005). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2006). Pedoman Supervisi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2008). Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 30

39 LAMPIRAN

40 31 Lampiran 2.1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Bagan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

41 32 Lampiran 2.2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN Bagan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

42 33 Lampiran 2.3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKERTARIAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN BAGIAN PROGRAM DAN INFORMASI BAGIAN HUKUM, ORGANISASI, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BAGIAN KEUANGAN BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN UMUM SUBBAGIAN PROGRAM SUBBAGIAN HUKUM SUBBAGIAN ANGGARAN SUBBAGIAN KEPEGAWAIAN SUBBAGIAN DATA DAN INFORMASI SUBBAGIAN ORGANISASI SUBBAGIAN PERBENDAHARAAN SUBBAGIAN TATA USAHA DAN GAJI SUBBAGIAN EVALUASI DAN PELAPORAN SUBBAGIAN HUBUNGAN MASYARAKAT SUBBAGIAN VERIFIKASI DAN AKUNTANSI SUBBAGIAN RUMAH TANGGA Bagan Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

43 34 Lampiran 2.4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT ANALISIS DAN STANDARDISASI HARGA OBAT SUBDIT PENYEDIAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SUBDIT PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SUBDIT PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SEKSI ANALISIS HARGA OBAT SEKSI PERENCANAAN PENYEDIAAN OBLIK DAN PERBEKKES SEKSI STANDARDISASI PENGELOLAAN OBLIK DAN PERBEKKES SEKSI PEMANTAUAN PROGRAM OBLIK DAN PERBEKKES SEKSI STANDARDISASI HARGA OBAT SEKSI PEMANTAUAN KETERSEDIAAN OBLIK DAN PERBEKKES SEKSI BIMBINGAN DAN PENGENDALIAN OBLIK DAN PERBEKKES SEKSI EVALUASI PROGRAM OBLIK DAN PERBEKKES Bagan Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

44 35 Lampiran 2.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT STANDARDISASI SUBDIT FARMASI KOMUNITAS SUBDIT FARMASI KLINIK SUBDIT PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SEKSI STANDARDISASI PELAYANAN KEFARMASIAN SEKSI PELAYANAN FARMASI KOMUNITAS SEKSI PELAYANAN FARMASI KLINIK SEKSI PROMOSI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SEKSI STANDARDISASI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI FARMASI KOMUNITAS SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI FARMASI KLINIK SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL Bagan Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

45 36 Lampiran 2.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT PENILAIAN ALAT KESEHATAN SUBDIT PENILAIAN PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA SUBDIT INSPEKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA SUBDIT STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI SEKSI ALAT KESEHATAN ELEKTROMEDIK SEKSI PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO SEKSI INSPEKSI PRODUK SEKSI STANDARDISASI PRODUK SEKSI ALAT KESEHATAN NON- ELEKTROMEDIK SEKSI PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA SEKSI INSPEKSI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI SEKSI STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Bagan Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

46 37 Lampiran 2.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT PRODUKSI DAN DISTRIBUSI OBAT DAN OBAT TRADISIONAL SUBDIT PRODUKSI KOSMETIKA DAN MAKANAN SUBDIT PRODUKSI DAN DISTRIBUSI NARKOTIKA, PREKURSOR, DAN SEDIAAN FARMASI KHUSUS SUBDIT KEMANDIRIAN OBAT DAN BAHAN BAKU OBAT SEKSI STANDARDISASI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI SEKSI STANDARDISASI PRODUKSI KOSMETIKA DAN MAKANAN SEKSI NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI SEKSI ANALISIS OBAT DAN BAHAN BAKU OBAT SEKSI PERIZINAN SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI SEKSI PERIZINAN SARANA PRODUKSI KOSMETIKA SEKSI SEDIAAN FARMASI KHUSUS SEKSI KERJA SAMA Bagan Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

47 Lampiran 4.1. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) 38

48 UNIVERSITAS INDONESIA SOFTWARE APLIKASI SISTEM INFORMASI KETERSEDIAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI KABUPATEN/KOTA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA JAYA, S.Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011

49 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Pencatatan dan Pelaporan Gambaran Umum Sistem Informasi Aplikasi Sistem Informasi Obat Sosialisasi Perangkat Lunak (Software) Pengoperasian Perangkat Lunak (Software) Cara Pengaplikasian Software Sistem Informasi Obat BAB 3 PEMBAHASAN BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

50 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Tampilan Utama Gambar 2.2. Menu File Gambar 2.3. Menu Setting Gambar 2.4. Menu Laporan iii

51 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 2.1. Contoh Tampilan Sub Menu Pengeluaran Obat Lampiran 2.2. Ketersediaan Obat di Kota Palu Lampiran 3.1. Contoh Kartu Stok Obat Lampiran 3.2. Contoh Laporan Kegiatan Distribusi iv

52 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional (KONAS) dinyatakan bahwa salah satu tujuan KONAS adalah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial. Adapun di dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun dinyatakan bahwa sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil tersebut pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan luaran yang diharapkan yaitu meningkatnya ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Manajemen pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di instansi pemerintah bertujuan untuk melihat kondisi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Propinsi, Kabupaten/Kota, dan Puskesmas. Dalam hal ini yang dimaksud dengan manajemen pengelolaan obat adalah siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan, termasuk pula pemantauan ketersediaan obat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Masalah yang timbul dalam manajemen pengelolaan obat, diantaranya yaitu terbatasnya jumlah sumber daya manusia, wilayah distribusi yang luas, kebutuhan setiap daerah yang berbeda, kerumitan pengelolaan obat yang datang dari berbagai sumber, dan pencatatan serta pelaporan yang belum baik. Masalah-masalah tersebut dapat menyebabkan stok obat di instalasi farmasi pemerintah menjadi kosong, kurang, menumpuk, rusak, atau kadaluarsa (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009c). Kehadiran teknologi komputer telah memungkinkan pengembangan sistem informasi manajemen berbasis komputer. Manfaat yang dapat diperoleh dengan 1

53 2 memanfaatkan teknologi komputer yaitu kemudahan menyimpan, mengorganisasi, dan melakukan pengambilan terhadap berbagai data. Sistem informasi manajemen yang handal berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pengelolaan obat dengan didukung perangkat lunak (software) dan konfigurasi perangkat keras (hardware) yang tepat. Dalam rangka penyediaan informasi mengenai ketersediaan obat perlu dibuat suatu sistem informasi yang dapat menyediakan semua informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan secara lengkap, akurat, dan tepat waktu sehingga keluaran (output) yang dihasilkan dapat digunakan untuk membantu proses manajemen pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun di kabupaten/kota. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah merancang suatu perangkat lunak (software) aplikasi Sistem Informasi Obat. Software ini dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja penyiapan dan pengolahan data obat sehingga proses tersebut lebih cepat, tepat, dan akurat sehingga analisis dan informasi yang dihasilkan dapat memberikan gambaran yang lengkap dan utuh tentang ketersediaan dan pemerataan obat di tingkat Kabupaten/Kota sampai Propinsi dan secara nasional dapat dipertanggungjawabkan. 1.2 Tujuan Tujuan dari pelaksanaan tugas khusus ini yaitu agar mahasiswa PKPA: a. Mampu menerapkan aplikasi software Sistem Informasi Obat dalam melakukan pengelolaan obat dan perbekalan di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. b. Mengetahui manfaat dari pengaplikasian software Sistem Informasi Obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. c. Mengetahui keluaran (output) dan tindak lanjut dari keluaran (output) Sistem Informasi Obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.

54 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pemantauan ketersediaan harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui ketersediaan obat di suatu Kabupaten/Kota agar pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan lancar tanpa adanya hambatan kekosongan obat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Sasaran Obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, dan terjangkau senantiasa tersedia di seluruh wilayah Indonesia untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal tersebut harus dijamin oleh pemerintah dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem distribusi, pemantauan, dan evaluasi untuk menunjang ketersediaan dan keterjangkauan obat yang berkelanjutan. Hal tersebut diwujudkan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dalam sebuah misi yaitu terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009d) Indikator Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Indikator pengelolaan obat di Kabupaten/Kota adalah alokasi dana pengadaan obat, persentase alokasi dana pengadaan obat, biaya obat per penduduk, ketersediaan obat sesuai kebutuhan, pengadaan obat esensial, pengadaan obat generik, biaya obat per kunjungan resep, kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN, kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit, tingkat ketersediaan obat, ketepatan perencanaan, persentase dan nilai obat rusak atau kadaluarsa, kecepatan distribusi obat, persentase penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan, rata-rata waktu kekosongan obat, ketepatan waktu LPLPO, kesesuaian ketersediaan obat program dengan jumlah kebutuhan, dan kesesuaian permintaan obat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). 3

55 4 Dari beberapa indikator diatas, yang digunakan sebagai indikator dalam pemantauan ketersediaan obat di Kabupaten/Kota adalah tingkat ketersediaan obat Tingkat Ketersediaan Obat Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota harus sesuai dengan kebutuhan populasi. Hal ini berarti jumlah obat yang tersedia di gudang minimal harus sama dengan stok selama waktu tunggu kedatangan obat. Tingkat ketersediaan obat adalah jumlah obat yang tersedia di instalasi farmasi untuk pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota dibagi dengan jumlah pemakaian rata-rata obat per bulan. Jumlah jenis obat dengan jumlah minimal sama dengan waktu tunggu kedatangan obat dibagi dengan jumlah semua jenis obat yang tersedia di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Data yang diperlukan untuk melihat tingkat ketersediaan diperoleh dari dokumen yang ada di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Data tersebut berupa jumlah persediaan obat yang tersedia, pemakaian rata-rata obat per bulan (dalam waktu tiga bulan terakhir) di Kabupaten/Kota, waktu kedatangan obat, dan total jenis obat yang tersedia. Cara perhitungan tingkat ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, yaitu: Tingkat ketersediaan obat = Jumlah obat yang tersedia Rata-rata pemakaian obat per bulan bulan (2.1) Total jenis obat dengan tingkat Persentase obat dengan tingkat aman = minimal sama dengan waktu tunggu Total jenis obat dalam persediaan x 100% (2.2) Penyampaian hasil: Kisaran kecukupan obat di Kabupaten/Kota adalah sebesar... sampai... bulan dan total jenis obat dengan tingkat kecukupan aman sebesar...%. Kecukupan obat merupakan indikasi kesinambungan pelayanan obat untuk mendukung pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).

56 5 2.2 Pencatatan dan Pelaporan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan obat-obatan secara tertib baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan, maupun yang digunakan di Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya, seperti Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas Keliling, dan Poliklinik Bersalin Desa (Polindes). Tujuan pencatatan dan pelaporan yaitu untuk memperoleh data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan, dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat. Informasi yang diperoleh dari data pencatatan dan pelaporan digunakan sebagai dasar tindak lanjut peningkatan dan penyempurnaan pengelolaan obat di Kabupaten/Kota serta sebagai bahan masukan dalam penyusunan profil kesehatan Kabupaten/Kota. Pencatatan dan pelaporan terdiri dari: a. Kartu stok dan kartu stok induk b. LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) c. Buku penerimaan d. Buku pengeluaran Kartu Stok dan Kartu Stok Induk Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluarsa). Tiap lembar kartu stok hanya digunakan untuk mencatat data mutasi satu jenis obat yang berasal dari satu sumber anggaran. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat satu kejadian mutasi obat. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanannya. Dengan melihat kartu stok, dapat diperoleh informasi mengenai jumlah obat yang tersedia (sisa stok), jumlah obat yang diterima, jumlah obat yang keluar, jumlah obat yang hilang/rusak/kadaluarsa, dan jangka waktu kekosongan obat. Informasi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan obat, menyusun laporan, merencanakan pengadaan dan distribusi, dan mengendalikan persediaan. Selain itu, informasi tersebut juga dapat digunakan

57 6 untuk pertanggungjawaban bagi Petugas Penyimpanan dan Penyaluran serta sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan/Bendaharawan Obat. Kartu Stok Induk merupakan pencerminan obat-obat yang ada di gudang, alat pembantu bagi ordonatur untuk pengeluaran obat, dan alat pembantu dalam menentukan kebutuhan. Data pada kartu stok induk digunakan sebagai alat kendali bagi Kepala Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanan dan sebagai alat bantu untuk penyusunan laporan, perencanaan pengadaan dan distribusi, serta pengendalian persediaan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) Formulir LPLPO digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat. LPLPO tersebut digunakan sebagai bukti pengeluaran obat di Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, bukti penerimaan obat di Rumah Sakit/Puskesmas, bukti penggunaan obat di Rumah Sakit/Puskesmas, dan sebagai surat permintaan/pesanan obat dari Rumah Sakit/Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Alur penyampaian LPLPO adalah LPLPO disampaikan oleh Puskesmas/UPK ke IFK (Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota). Petugas pencatatan dan evaluasi melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi dari IFK lalu dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota. LPLPO dibuat rangkap tiga. Pada akhir tahun LPLPO dievaluasi untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pengeluaran obat selama satu tahun anggaran dan mengetahui sisa persediaan obat pada akhir tahun anggaran. Hasil evaluasi tersebut dimanfaatkan pada pembuatan Laporan Pengelolaan Obat Tahunan sebagai pertanggungjawaban dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada pihak yang berwenang. Laporan Pengelolaan Obat Tahunan ini merupakan dasar tindak lanjut peningkatan dan penyempurnaan pengelolaan obat di Kabupaten/Kota dan sebagai bahan masukan dalam penyusunan profil kesehatan Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).

58 7 2.3 Gambaran Umum Sistem Informasi Informasi merupakan komponen yang penting dalam seluruh aspek pengelolaan obat, baik di tingkat Pusat, Propinsi, maupun di Kabupaten/Kota. Informasi yang tersedia hendaknya merupakan informasi yang benar, jelas, dan terkini sehingga dapat digunakan oleh semua pihak-pihak yang memerlukan. Dalam rangka penyediaan informasi tersebut perlu dibuat suatu sistem informasi yang dapat memenuhi kebutuhan pengguna (user). Sistem informasi dibuat untuk menyediakan semua informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan secara lengkap, akurat, dan tepat waktu sehingga output yang dihasilkan dapat digunakan untuk membantu proses manajemen pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, baik di tingkat Pusat, Propinsi, maupun Kabupaten/Kota (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009a). Sistem Informasi merupakan sekumpulan subsistem yang saling berinteraksi satu dengan lainnya dengan cara tertentu dalam pengolahan data untuk menghasilkan suatu informasi yang dapat mendukung kegiatan operasional, manajerial, dan strategi organisasi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia guna mencapai tujuan. Peranan sistem informasi antara lain: a. faktor pendukung kegiatan manajemen b. meningkatkan kelancaran dan kualitas kerja serta mengukur kinerja organisasi c. bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Sistem informasi ini dibuat untuk mengatasi masalah manajemen seperti keterbatasan SDM, wilayah distribusi, pengelolaan obat dari banyak sumber, dan kesulitan dalam pencatatan pelaporan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). 2.4 Aplikasi Sistem Informasi Obat Data untuk mengetahui ketersediaan obat dapat diperoleh dari LPLPO PKM, faktur penerimaan obat, daftar harga obat, kartu stok obat, dan buku harian distribusi obat. Keluaran yang diperoleh setelah melalui proses pengumpulan, pemasukan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data dapat berupa laporan

59 8 mutasi obat, laporan kegiatan distribusi obat, laporan persediaan obat per triwulan. Semua data diolah dengan menggunakan komputer di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kemudian hasilnya dilaporkan ke Dinas Kesehatan Propinsi. Pelaporan tersebut dilakukan tiga bulan sekali. Berdasarkan laporan tersebut maka dapat diprediksi apakah obat yang tersedia kurang, cukup, aman, berlebih, atau kadaluarsa (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Dalam rangka penyediaan informasi dalam pemantauan ketersediaan obat di Kabupaten/Kota dan manajemen pengelolaan obat, maka dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komputerisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI merancang suatu perangkat lunak (software) yaitu Sistem Informasi Obat yang dapat menyediakan semua informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan secara lengkap, akurat, dan tepat waktu sehingga keluaran (output) yang dihasilkan dapat digunakan untuk membantu proses manajemen pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan baik di tingkat Pusat, Propinsi maupun di Kabupaten/Kota (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003). Aplikasi Sistem Informasi Obat adalah aplikasi berbasis komputer yang dapat digunakan dalam pencatatan dan pelaporan data yang berkenaan dengan ketersediaan obat pada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK). Sebagai suatu proses manajemen, Sistem Informasi Obat merupakan sekumpulan subsistem yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya dengan cara tertentu dalam pengolahan data untuk menghasilkan suatu informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu. Informasi ini digunakan dalam rangka mendukung kegiatan operasional, manajerial, dan strategi organisasi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia guna mencapai tujuan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009c). 2.5 Sosialisasi Perangkat Lunak (Software) Sosialisasi software Pemantauan Ketersediaan Obat Kabupaten/Kota perlu dilaksanakan untuk memberikan pemahaman kepada Petugas Pengelola Obat sehingga software ini dapat diterapkan di seluruh Kabupaten/Kota. Sosialisasi ini

60 9 juga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Petugas Pengelola Obat dalam rangka menjamin ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dasar. Hingga saat ini, sosialisasi software telah dilaksanakan di beberapa propinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, Papua, Papua Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Sulawesi Selatan, Banten, Kalimantan Selatan, DI Yogyakarta, Lampung, Maluku Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Barat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). 2.6 Pengoperasian Perangkat Lunak (Software) Aplikasi Sistem Informasi Obat dibuat dengan berbasis komputer dan dapat digunakan dalam pencatatan dan pelaporan data yang berkenaan dengan ketersediaan obat pada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Aplikasi ini dapat digunakan setelah terlebih dahulu diinstal pada komputer yang akan digunakan. Aplikasi yang dibangun dengan menggunakan pemrograman Visual Basic ini dirancang untuk dapat dengan mudah digunakan oleh para penggunanya. Untuk menjalankan program klik Start - All Programs - Farmasi secara berurutan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009c) Instalasi Program Aplikasi Sistem Informasi Obat Setelah mengaktifkan komputer, langkah selanjutnya adalah menginstalasi program aplikasi Sistem Informasi Obat. Program setup ini tersedia pada media compact disk (CD). Langkah-langkah penginstalasian program tersebut adalah sebagai berikut: a. Masukkan CD Program pada CD-ROM drive b. Gunakan Windows Explorer kemudian cari letak CD-ROM drive c. Klik sekali drive tersebut d. Klik dua kali file setup.exe e. Proses instalasi program segera dimulai.

61 10 Proses awal ini terdiri dari 8 tahap. Proses instalasi program dilanjutkan dengan mengklik OK. Bila ingin membatalkan proses, klik Exit Setup. Proses instalasi dilanjutkan setelah sebelumnya klik OK pada pilihan yang tersedia. Setelah proses berlanjut pada layar monitor komputer akan tampil pilihan untuk menempatkan direktori program aplikasi Sistem Informasi Obat. Default direktori program akan berada di C:\Program Files\Farmasi. Bila direktori tersebut akan diubah, klik Change Directory dan bila tidak, proses dilanjutkan dengan mengklik gambar komputer. Grup Program (Program Group) digunakan untuk menentukan aplikasi yang sedang diinstal masuk ke dalam grup program yang telah ada atau akan membentuk grup sendiri. Secara otomatis, sistem akan membuatkan grup baru pada menu program yang telah ada, dengan nama Gudang Farmasi. Nama grup dapat diganti dengan cara menuliskan nama grup yang dikehendaki pada baris Program Group: kemudian proses dapat dilanjutkan dengan mengklik Continue (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009c) Pengaturan Database Pada saat menjalankan aplikasi untuk pertama kali, akan muncul tampilan untuk pengaturan database yang akan digunakan dalam menyimpan data aplikasi Sistem Informasi Obat. Klik gambar [ ] untuk menentukan file database yang akan digunakan, selanjutnya pengguna akan diarahkan menuju folder yang berisi file tersebut. File database yang akan digunakan adalah Farmasi.mdb sehingga kursor diarahkan ke file Farmasi kemudian klik Open. Tampilan pada layar monitor akan kembali pada menu pilihan database, kemudian klik OK untuk melanjutkan proses pengaturan database (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009c) Pengaturan Propinsi Setelah pengaturan database selesai digunakan, pengguna diminta untuk menentukan propinsi dan kabupaten yang sesuai dengan tempat aplikasi ini akan digunakan. Klik Ubah, kemudian pilih Propinsi dan Kabupaten yang sesuai dengan wilayah kerja pengguna. Setelah itu, klik SET untuk melanjutkan proses pengaturan awal. Setelah pengaturan tersebut selesai, langkah memanggil

62 11 program aplikasi Sistem Informasi Obat (Start - All Programs - Farmasi) diulangi kembali (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009c) Login Pemakai Pengguna diharuskan memasukkan nama User (pengguna) dan Password (kata kunci) terlebih dahulu untuk dapat menggunakan aplikasi Sistem Informasi Obat. Setelah itu, klik OK untuk melanjutkan proses. Bila pengguna salah memasukkan nama pengguna atau kata kunci, maka sistem akan mengeluarkan peringatan yang menyatakan bahwa pengguna tidak memiliki akses terhadap database. Bila nama pengguna dan kata kunci yang diisi adalah benar, maka tampilan awal dari aplikasi Sistem Informasi Obat akan muncul pada monitor. Aplikasi ini memiliki tiga menu utama yaitu File, Setting, dan Laporan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). [Sumber: Software Sistem Informasi Obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota] Gambar 2.1. Tampilan Utama Software Sistem Informasi Obat Menu File Menu utama yang tersedia pada aplikasi Sistem Informasi Obat adalah FILE. Pada menu utama tersebut terdapat sembilan submenu yaitu login user, penerimaan obat, pengeluaran obat, stok obat, detail stok, daftar kadaluarsa, pemindahan stok awal, pemindahan dokumen LPLPO, dan exit.

63 12 Gambar 2.2. Menu File Kegunaan atau fungsi dari sub-sub menu yang ada di dalam menu File, yaitu: a. Login User digunakan untuk mengubah pengguna aplikasi. b. Stock Obat digunakan untuk melihat stok obat yang tersedia saat pengolahan data. c. Detail Stock untuk melihat detail dari beberapa jenis obat yang terdiri atas berbagai jenis kadaluarsa. d. Daftar Kadaluarsa untuk menampilkan daftar obat yang memasuki masa kadaluarsa berdasarkan bulan dan tahun. e. Penerimaan dan Pengeluaran Obat digunakan untuk melakukan penambahan dan pengurangan obat. f. Pemindahan Stock Awal dan Pemindahan Dokumen LPLPO digunakan untuk menutup seluruh transaksi dan aktivitas penerimaan maupun pengeluaran obat setiap bulannya. g. Exit merupakan submenu yang dipilih bila aplikasi Sistem Informasi Obat telah selesai digunakan Menu Setting Pada aplikasi ini terdapat fasilitas untuk pengaturan yaitu untuk mengatur daftar obat, daftar puskesmas, daftar unit penerimanon LPLPO, daftar pemasok obat, daftar pabrik obat, daftar propinsi, daftar kabupaten, pemakai (ID dan Password), petugas, serta pengaturan kabupaten dan propinsi. Tujuan dari disediakannya fasilitas pengaturan ini adalah untuk mengelola tabel-tabel yang

64 13 terdapat dalam database jika terjadi perubahan atau pemekaran wilayah sehingga perlu ditambahkannya daftar baru. Selain itu, di menu setting juga terdapat submenu pembatalan pemindahan stok dan pengiriman data untuk propinsi. Pembatalan pemindahan stok digunakan untuk membatalkan transaksi dan aktivitas penerimaan maupun pengeluaran yang telah ditutup. Pengiriman data untuk Propinsi merupakan pengiriman data mutasi obat Kabupaten/Kota. Gambar 2.3. Menu Setting Menampilkan Daftar Obat Terdapat dua pilihan untuk menampilkan daftar obat. Yang pertama adalah menampilkan daftar obat dengan mengetik nama obat kemudian mengklik tombol Display dan yang kedua jika hendak menampilkan semua obat yang terdapat dalam kabupaten sesuai dengan setting kabupaten pemakai, maka pada menu Nama Obat cukup dikosongkan kemudian mengklik tombol Display Menambah Daftar Obat Baru Pada setiap menu daftar dalam pengaturan terdapat tombol-tombol yang perlu diperhatikan, yaitu tombol Baru, Edit, Hapus, dan Selesai. Tombol Baru berfungsi untuk menambah daftar obat baru. Kode obat dimasukkan sesuai dengan pengkodean yang mengacu pada kodefikasi LPLPO, kemudian dilanjutkan dengan memasukkan nama obat dan kode kabupaten. Penyimpanan dilakukan dengan menekan tombol Simpan. Jika daftar baru telah dimasukkan, maka daftar tersebut langsung terdapat dalam tabel.

65 Menghapus dan Edit Daftar Obat Penghapusan dan pengeditan daftar dilakukan dengan cara menampilkan daftar obat. Untuk menghapus daftar obat, pointer diarahkan ke daftar obat yang ingin dihapus kemudian tombol Hapus diklik sehingga pada layar akan mucul tampilan yang menanyakan apakah pengguna yakin untuk menghapus daftar obat yang dimaksud. Tombol Yes diklik bila ingin melakukan proses penghapusan. Untuk melakukan pengeditan data, pointer diarahkan ke daftar obat yang ingin diedit. Selanjutnya tombol Edit diklik sehingga akan muncul tampilan data dari obat yang dipilih kemudian pengguna dapat melakukan perbaikan sesuai kebutuhan. Proses dilanjutkan dengan menekan tombol Simpan jika telah selesai. Setelah itu, hasil edit data tersebut dapat terlihat kembali dalam daftar Menu Laporan Gambar 2.4. Menu Laporan Hasil akhir dari pemasukan data adalah mencetak laporan baik ke dalam layar monitor maupun dalam hardcopy/kertas. Menu laporan terdiri dari beberapa sub-menu yaitu Laporan Stok Obat, Laporan Kadaluarsa Obat, Laporan Penambahan Obat, Laporan Pengeluaran Obat, dan Laporan LPLPO. Untuk mencetak laporan adalah dengan memilih menu output pada pilihan utama kemudian salah satu dipilih dengan mengklik atau dengan menekan tombol Enter. Secara umum dalam melihat tampilan keluaran (output) adalah sama, dalam pilihan tersebut pada dasarnya menampilkan data yang telah dimasukkan ke dalam database, kemudian diolah menjadi output.

66 15 Untuk mencetak ke kertas, ikon Printer diklik. Tampilan berikutnya adalah untuk menentukan jumlah halaman, mulai pencetakan, hingga halaman yang diinginkan. Selain itu, dapat pula menentukan jumlah eksemplar halaman, kemudian dilanjutkan dengan memilih OK. 2.7 Cara Mengaplikasikan Software Sistem Informasi Obat Sistem Informasi Obat pada dasarnya merupakan bagian dari proses pencatatan dan pelaporan, yaitu rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas. Software Sistem Informasi Obat ini diaplikasikan dalam beberapa langkah untuk dapat mengetahui ketersediaan obat di Kabupaten/Kota tertentu. Langkahlangkah tersebut yaitu pemilihan Propinsi dan Kabupaten pada submenu Setting Kabupaten dan Propinsi, pemasukkan data pada submenu Penerimaan Obat, pemasukkan data pada submenu Pengeluaran Obat, dan mengetahui hasil ketersediaan obat pada submenu Laporan ketersediaan obat (Departemen Kesehatan RI, 2009c). Contoh cara mengaplikasikan software Sistem Informasi Obat di Kota Palu, yaitu: a. Pemilihan Propinsi dan Kabupaten pada submenu Setting Kabupaten dan Propinsi Untuk memudahkan dalam pencarian data, maka perlu dilakukan pemilihan Propinsi dan Kabupaten agar datanya tidak tertukar dengan daerah lain. Caranya pilih menu utama Setting, kemudian klik submenu Setting Kabupaten dan Propinsi. Setelah itu, kolom Propinsi diisi dengan Sulawesi Tengah dan kolom Kabupaten diisi dengan Kota Palu. b. Pemasukkan data pada submenu Penerimaan obat Untuk memasukkan data obat maka pilih menu utama File dan submenu Penerimaan Obat kemudian klik ikon Baru dan isi kolom-kolom yang kosong seperti tanggal, bulan, tahun, nama pemasok serta sumber dana. Setelah selesai mengisi kolom yang kosong maka klik Simpan. Untuk memasukkan daftar obat yang ada di Instalasi Farmasi Kota Palu maka klik ikon Transaksi Obat lalu klik

67 16 pilihan Tambah. Kemudian isi kembali kolom-kolom yang kosong seperti kode obat, nama obat, jumlah obat, harga satuan, tanggal kadaluarsa, no. batch, dan nama pabrik pemasok. c. Pemasukan data pada submenu Pengeluaran obat Pemasukkan data pengeluaran obat ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar jumlah obat yang dikeluarkan sehingga dapat diketahui berapa permintaan yang dibutuhkan oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Contoh pemasukan data pengeluaran obat Captopril tablet 12,5 mg di Instalasi Farmasi Kota Palu dapat dilakukan dengan cara memilih menu File dan submenu Pengeluaran Obat kemudian klik Pengeluaran Stok Obat (LPLPO). Kolom bulan diisi dengan April dan Puskesmas diisi dengan Palu Utara, lalu klik Baru. Setelah itu, kolom yang kosong seperti nama obat, stok awal, penerimaan, dan pemakaian diisi kembali. Dari pengisian tersebut akan diperoleh secara otomatis keluaran berupa sisa stok obat, stok optimum, dan jumlah obat yang masih dapat kita berikan ke Puskesmas. Contoh pemasukan data di submenu Pengeluaran Obat: Pada LPLPO (Pelaporan periode Maret 2010, permintaan periode April 2010) Stok awal Captopril tablet 12,5 mg (Januari 2010) = Penerimaan (Februari 2010) = Persediaan (Februari 2010) = = Pemakaian (Maret 2010) = Sisa stok (Maret 2010) = = Stok optimum (Maret-April 2010) = (20% x ) = Keterangan: 20% merupakan stok penyangga. Maka, permintaan (April 2010) = = Contoh tampilan submenu Pengeluaran Obat dalam pemasukkan data Captopril tablet 12,5 mg dapat dilihat pada Lampiran 2.1. d. Mengetahui hasil ketersediaan obat pada sub menu Ketersediaan Hasil dari memasukkan data ke submenu Penerimaan obat dan Pengeluaran Obat akan didapatkan tampilan laporan ketersediaan obat. Caranya pilih menu utama Laporan, klik submenu laporan pengeluaran obat, lalu klik ketersediaan. Data dari laporan ketersediaan obat berupa sisa stok obat, pemakaian rata-rata perbulan dan tingkat kecukupan. Laporan ketersediaan obat

68 17 ini didapat per triwulan (setiap 3 bulan sekali). Contoh laporan ketersediaan obat di Kota Palu dapat dilihat pada Lampiran 2.2.

69 BAB 3 PEMBAHASAN Obat merupakan unsur yang sangat penting dan tidak tergantikan dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Oleh karena itu, perlu dijamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauannya dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna. Jaminan tersebut merupakan tujuan dari Kebijakan Obat Nasional yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/MENKES/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional (KONAS). Kebijakan pemerintah yang tertuang dalam beberapa strata kebijakan, telah memberikan landasan, arah, dan pedoman dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan bagi seluruh strata penyelenggara kesehatan, termasuk di dalamnya kebijakan peningkatan akses obat dalam pelayanan kesehatan. Dalam menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan Sistem Kesehatan Nasional yang tangguh. Penyelenggaraan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) memerlukan keterkaitan antarunsur SKN. Salah satu unsurnya adalah subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan minuman yang diselenggarakan guna menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu semua produk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan minuman yang beredar; menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat; perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; serta penggunaan obat yang rasional sehingga upaya kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasilguna dan berdayaguna (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009d). Tingkat ketersediaan obat, baik ketersediaan jenis maupun ketersediaan jumlah, merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan obat di Kabupaten/Kota. Ketersediaan ditandai oleh ada tidaknya obat di unit pelayanan kesehatan terdepan yaitu Puskesmas dan jaringannya, seperti Puskesmas Pembantu (Pustu), Poliklinik Bersalin Desa (Polindes), dan Puskesmas Keliling. Pemerataan ditandai dengan lengkap tidaknya obat yang tersedia, yaitu lengkap dengan jenis dan jumlahnya. Keterjangkauan adalah hal berikutnya yang 18

70 19 menjadikan bermakna atau tidaknya ketersediaan dan pemerataan yang telah diupayakan. Di sektor publik/pemerintah, aspek keterjangkauan dikaitkan dengan kemampuan pemerintah dalam menyediakan anggaran obat tiap tahunnya. Oleh karena itu, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota bersama seksi Farmasi Dinas Kabupaten/Kota dan Propinsi berada pada posisi strategis dan berperan sentral dalam menjamin ketersediaan dan pemerataan untuk pelayanan kesehatan dasar. Terjaminnya ketersediaan dan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dana, tenaga, dan sarana/prasarana. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komputerisasi, serta perkembangan kebutuhan informasi untuk pemantauan ketersediaan obat, maka diperlukan penyediaan software sistem informasi pemantauan ketersediaan obat sesuai dengan kebutuhan manajemen di tingkat Pusat, Propinsi, dan Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Kabupaten/Kota. Software merupakan salah satu bentuk solusi dari keterbatasan tenaga karena dengan software ini, maka tenaga dan waktu yang diperlukan dalam pengolahan data ketersediaan semakin sedikit. Software ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja manajemen pengelolaan obat di pemerintahan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan telah menyiapkan perangkat lunak (software) Sistem Informasi Obat yang dapat digunakan untuk meningkatkan penyiapan dan pengolahan data untuk mempermudah pemantauan ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Dengan adanya software ini diharapkan pengolahan data obat lebih cepat, tepat, dan akurat sehingga analisis dan informasi yang dihasilkan dapat memberikan gambaran yang lengkap dan utuh tentang ketersediaan dan pemerataan obat di tingkat Kabupaten/Kota sampai Propinsi dan secara nasional dapat dipertanggungjawabkan. Dalam melakukan pengelolaan obat perlu didukung dengan adanya kegiatan pencatatan dan pelaporan yang meliputi: a. Pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan pengadaan obat melalui kegiatan perhitungan tingkat kecukupan obat per Unit Pelayanan Kesehatan (UPK).

71 20 b. Kegiatan pencatatan dan pelaporan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana distribusi akan dapat didukung sepenuhnya oleh sisa stok di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK). c. Perhitungan dilakukan langsung pada kartu rencana distribusi obat. d. Tingkat kecukupan dihitung dari sisa stok obat di IFK dibagi dengan pemakaian rata-rata obat di Unit Pelayanan Kesehatan. Jika tingkat kecukupan obat semakin menurun maka petugas IFK dapat mempergunakan catatan pada kartu realisasi pengadaan obat untuk memberikan umpan balik kepada pemegang kebijakan agar mempercepat pengadaan obat yang alokasinya telah disetujui. Jika semua pengadaan telah dilakukan, maka petugas IFK harus segera menyesuaikan stok optimum obat bersangkutan untuk seluruh UPK. Tingkat kecukupan dan sisa stok obat di IFK dalam mendukung rencana distribusi harus selalu dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat berupa dokumen Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kemudian petugas pencatatan dan evaluasi melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota lalu diolah dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Sistem Informasi Obat pada dasarnya merupakan bagian dari proses pencatatan dan pelaporan, yaitu rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan, maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas. Tujuan dari pencatatan dan pelaporan adalah tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat. Kegiatan pencatatan dan pelaporan meliputi pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan pengadaan obat. Dengan demikian, software Sistem Informasi Obat ini juga dapat membantu Tim Perencanaan dan Pengadaan Obat. Selain itu, informasi yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan tindak lanjut peningkatan dan penyempurnaan pengelolaan obat di Kabupaten/Kota, serta sebagai bahan

72 21 masukan dalam penyusunan profil kesehatan Kabupaten/Kota (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Menu File pada Sistem Informasi Obat berfungsi untuk menggambarkan kondisi ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK). Data untuk input diperoleh dari Puskesmas berupa LPLPO, faktur penerimaan obat, kartu stok obat, dan laporan kegiatan distribusi. Contoh kartu stok obat dan laporan kegiatan distribusi dapat dilihat pada Lampiran 3.1 dan Lampiran 3.2. Masukan (input) ini akan dikirimkan oleh pihak Puskesmas ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota tiap tiga bulan (laporan per 31 Maret, per 30 Juni, per 30 September, dan per 31 Desember). Pihak Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kemudian akan memasukkan input tersebut ke software Sistem Informasi Obat untuk diproses. Pemantauan ketersediaan dilakukan berdasarkan obat indikator. Dengan banyaknya item obat yang tersedia di IFK, maka dipilih obat yang dapat mewakili data mengenai ketersediaan obat, yaitu obat indikator. Obat indikator dipilih berdasarkan kesepakatan dari pertemuan nasional, biasanya merupakan obat dari sepuluh penyakit terbanyak atau obat yang banyak digunakan. Obat indikator tersebut digunakan agar proses pemantauan ketersediaan obat menjadi lebih mudah. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota juga dapat mengeluarkan obat di luar LPLPO (obat non LPLPO) untuk memenuhi permintaan dari luar misalnya keperluan bakti sosial dan permintaan dari institusi/lembaga lain/perorangan. Transaksi dan jumlah pengeluaran obat non LPLPO juga harus dicatat/di-input datanya pada submenu Pengeluaran Obat. Hasil akhir dari pemasukan (input) data akan didapatkan keluaran (output) yang dapat terlihat pada menu Laporan, yang terdiri dari laporan stok obat, laporan kadaluarsa obat, laporan penambahan/penerimaan obat, laporan pengeluaran obat, dan laporan LPLPO. Pencetakan laporan dapat berupa softcopy maupun kertas/hardcopy. Saat ini data dari seluruh laporan pada software Sistem Informasi Obat tidak bisa dimodifikasi atau diperbaiki kembali. Untuk itu sebaiknya perlu dilakukan penyempurnaan atau modifikasi menu Laporan agar seluruh laporan terdapat dalam format file yang dapat dibuka dan diperbaiki kembali bila terdapat kesalahan dalam memasukkan data. Alat yang digunakan

73 22 sebagai pemindah data dari input, lalu proses pengolahan data hingga pengiriman output dari Kabupaten/Kota ke Propinsi adalah disket dan USB. Berdasarkan hasil proses pengolahan data dapat diketahui apakah stok obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kurang, cukup, aman, berlebih, atau kadaluarsa. Pemerintah daerah selanjutnya akan melakukan tindak lanjut terhadap fakta ketersediaan obat yang diperoleh melalui software aplikasi Sistem Informasi Obat tersebut sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah. Karena pada tahun 2010 terjadi perubahan sistem perencanaan dan pengadaan, yaitu perencanaan dan pengadaan dilakukan oleh masing-masing Kabupaten melalui program Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diperoleh dari pemerintah pusat, sebaiknya pada submenu Penerimaan dan Pengeluaran Obat perlu ditambahkan pilihan sumber dana DAK selain Askes, APBN, APBD I, APBD II, Trans (transmigrasi) dan lain-lain. Kendala yang dihadapi dalam pengaplikasian Sistem Informasi Obat adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan keterbatasan anggaran untuk pengadaan sarana dan prasarana teknologi ke berbagai pelosok daerah. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, dalam hal ini melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, untuk menyeragamkan berbagai perbedaan karakteristik tersebut ke dalam suatu sistem melalui pengembanganpengembangan agar sistem ini dapat mengakomodir keragaman tersebut. Salah satu upayanya yaitu sosialisasi dan pelatihan perangkat lunak (software). Jika kendala-kendala tersebut sudah dapat diatasi, perangkat lunak ini diharapkan dapat diaplikasikan secara menyeluruh di berbagai tingkat pemerintahan baik di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat. Hingga saat ini, sosialisasi software aplikasi Sistem Informasi Obat telah dilakukan di 29 propinsi di seluruh Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Imdonesia, 2010a).

74 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan a. Software Sistem Informasi Obat dapat diaplikasikan dalam beberapa langkah untuk mengetahui ketersediaan obat di Kabupaten/Kota tertentu. Langkahlangkah tersebut yaitu pemilihan Propinsi dan Kabupaten pada submenu Setting Kabupaten dan Propinsi, pemasukkan data pada submenu Penerimaan Obat, pemasukkan data pada submenu Pengeluaran Obat, dan untuk mengetahui hasil ketersediaan obat dapat dilihat pada submenu Ketersediaan. b. Manfaat adanya perangkat lunak (software) Sistem Informasi Obat yaitu dapat membantu pengelolaan obat dan memudahkan pemantauan data ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sehingga diharapkan kebutuhan obat tiap Kabupaten/Kota dapat terpenuhi (terjaminnya ketersediaan obat di tiap Kabupaten/Kota). c. Keluaran (output) dari Sistem Informasi Obat yaitu mengetahui jumlah dan kondisi ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota apakah kosong, kurang, menumpuk, rusak, atau kadaluarsa. Tindak lanjut dari kondisi tersebut dapat berupa pengadaan kembali, pemusnahan, atau transfer obat ke daerah lain. 4.2 Saran Proses pemindahan data dari Kabupaten/Kota ke Propinsi diharapkan nantinya dapat dilakukan secara online, tidak hanya melalui disket dan USB, sehingga informasi tentang ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dapat diterima tepat waktu dan terkini. 23

75 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Pedoman Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009a). Laporan Kegiatan Pertemuan Sosialisasi Software Ketersediaan Obat di Provinsi dan Kabupaten/Kota Provinsi DI Yogyakarta, Sleman Juli Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009b). Laporan Kegiatan Pertemuan Sosialisasi Software Ketersediaan Obat di Provinsi dan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku, Ambon April Jakarta: Departemen Kesehatan RepublikIndonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009c). Pedoman Aplikasi Sistem Informasi Ketersedian Obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Jakarta: Departemen KesehatanRepublik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009d). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Laporan Kegiatan Pertemuan Sosialisasi Software Ketersediaan Obat di Provinsi dan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku Utara, Ternate April Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian Di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 24

76 25 Lampiran 2.1. Contoh Tampilan Sub Menu Pengeluaran Obat Gambar Tampilan Pemasukan Data Kaptopril 12,5 mg ke Submenu Pengeluaran Obat

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan menjadi hak semua orang. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya sekedar sehat secara fisik atau jasmani, tetapi juga secara mental,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang salah satunya adalah kesehatan. Pengertian dari kesehatan tidak hanya sebatas sehat secara jasmani dan rohani, namun sehat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KLATEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/10/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI - 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1. Sejarah Organisasi Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki

Lebih terperinci

Kepala Dinas mempunyai tugas :

Kepala Dinas mempunyai tugas : Kepala Dinas mempunyai tugas : a. menyelenggarakan perumusan dan penetapan program kerja Dinas; d. menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan; e. menyelenggarakan urusan pemerintahan

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci