UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 18 JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA WIDYANTY, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 18 JANUARI 2013 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker KARTIKA WIDYANTY, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama :Kartika Widyanty, S.Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas Farmasi UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 18 Januari 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Drs. Masrul, Apt. ( ) Pembimbing II : Dr. Katrin, MS., Apt. ( ) Penguji I : ( ) Penguji II : ( ) Penguji III : ( ) Ditetapkan di Tanggal : : Depok iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliaha n sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Masrul, Apt. sebagai Kepala Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan serta sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama pelaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan menyusun tugas akhir. 2. Dr. Katrin, MS., Apt. sebagai dosen pembimbing dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan PKPA dan menyusun tugas akhir. 3. Drg. Arianti Anaya I, MKM., sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada para mahasiswa peserta PKPA. 4. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi UI yang juga menjadi sumber motivasi penulis terhadap ilmu kefarmasian. 5. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI. 6. Lupi Trilaksono, S. Si, Apt., sebagai Kepala Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan tugas akhir. 7. Seluruh Kepala Subdirektorat dan Kepala Seksi di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat iv

5 Kesehatan yang telah memberikan materi, pengarahan dan ilmu pengetahuan kepada penulis selama pelaksanaan PKPA. 8. Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah banyak memberikan bantuan selama pelaksanaan PKPA. 9. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. 10. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan LXXVI yang telah mendukung dan berjuang bersama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. 11. Keluarga tercinta, ibu dan kakak serta yang utama untuk almarhum ayah tercinta yang telah menemani separuh perjalanan hidup penulis hingga memperoleh gelar sarjana dan tiba saatnya pelaksanaan PKPA penulis masih memiliki semangat karena cinta dan kasih ayahanda. 12. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan tugas akhir. Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak dan juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan laporan ini. Harapan terhadap tugas akhir tentunya dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu khususnya dunia farmasi. Penulis 2013 v

6 vii

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 7 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Visi dan Misi Tugas Pokok dan Fungsi Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Sasaran dan Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT BAB 4 PENGAWASAN ALAT KESEHATAN DAN PKRT Ruang Lingkup Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT Mekanisme Pengawasan Proses Post Market Monitoring oleh Pemerintah Kegiatan Vigilance (Pelaporan) Penanganan Laporan Kasus/Tindak Lanjut BAB 5 PEMBAHASAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vii vii

8 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Klasifikasi penarikan kembali Tabel 4. 2 Tingkat penarikan kembali viii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Skema pelaksanaan sampling Gambar 4. 2 Skema pelaporan dari masyarakat Gambar 4. 3 Skema pelaporan hasil Post Market Surveillance oleh produsen Gambar 4.4 Alur vigilance viii ix

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 7. Struktur Lengkap Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 8. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Lampiran 9. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alkes dan PKRT Lampiran 10. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Lampiran 11. Blanko Penilaian Perubahan/Perpanjangan Izin Edar Lampiran 12. Blanko Perubahan/Perpanjangan Izin Edar Lampiran 13. Laporan Pengawasan Iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota Lampiran 14. Laporan Pengawasan Iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 15. Alur Kerja untuk Petugas Pusat Lampiran 16. Alur Kerja untuk Petugas Propinsi/Kabupaten/Kota ix x

11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Setiap individu juga berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya (Pasal 5 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Upaya kesehatan tidak terlepas dari penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Saat ini, jenis dan jumlah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah, sehingga masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Pelaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga menjadi tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 1

12 2 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, izin edar serta pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah Republik Indonesia. Dasar keilmuan yang dimiliki oleh seorang apoteker turut berperan dalam Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, di mana apoteker tidak hanya diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tapi juga, melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan. Profesi apoteker diharapkan dapat memahami peranan apoteker di bidang alat kesehatan dan PKRT sehingga perlu dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1.2 Tujuan a. Memahami secara umum struktur organisasi Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. b. Memahami struktur organisasi, tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. c. Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

13 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan adalah salah satu kementerian dalam pemerintahan Indonesia yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ialah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Dalam mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, ditempuh melalui misi berikut: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Tujuan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya Dasar Hukum (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/MENKES/PER/2010, yaitu: 3

14 4 a. Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4916). b. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063). c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. i. Keputusan Menteri Kesehatan No. 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun Nilai-nilai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d) Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai berikut: a. Pro rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi.

15 5 b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasiprofesi, organisasi masyarakat, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 yang dikeluarkan tanggal 19 Agustus struktur Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

16 6 h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran Tugas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan negara Fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Berdasarkan pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu (Kementerian kesehatan RI, 2010b): a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI.

17 7 d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d) Dalam mewujudkan visi dari Kementerian Kesehatan periode dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan strategi berikut: a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. h. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pepembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

18 8 a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Susunan Organisasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal. b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Sekretariat Direktorat Jenderal (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Struktur organisasi Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Lampiran 3. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi. c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat. d. Pengelolaan urusan keuangan.

19 9 e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan gaji, rumah tangga dan perlengkapan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas: a. Bagian Program dan Informasi. b. Bagian Hukum, Organisasi dan Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan. d. Bagian Kepegawaian dan Umum. e. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 4. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan

20 kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidangpelayanan kefarmasian. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.

21 d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Standardisasi. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas. c. Subdirektorat Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan struktur lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

22 d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Struktur organisasi di dalam Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 8. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

23 d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. 1 3

24 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah satu direktorat dalam Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan sehingga aman dan terjangkau untuk digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT harus dilakukan mulai proses produksi hingga produk tersebut digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat penggunaan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan asosiasi perusahaan alat kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam 14

25 15 peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat dan/atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. 3.2 Visi dan Misi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki visi Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Dalam upaya mencapai visi yang ditetapkan, ditempuh empat misi sebagai berikut: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. 3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Keputusan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standard, prosedur dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga.

26 16 d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu: a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT. b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan. c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya saing. 3.5 Sasaran dan Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dalam mencapai sasaran tersebut memiliki strategi sebagai berikut: a. Persentase produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat sebesar 95%. b. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%. c. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 70%.

27 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, terdiri atas: a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi SaranaProduksi dan Distribusi. d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produk dan Distribusi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Subdirektorat Penilaian Alat kesehatan, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan.

28 18 c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert) dan harus terdapat manual book baik dalam bahasa indonesia maupun bahasa inggris. Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung dan inkubator Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan non elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, termometer raksa, kursi roda dan softlens Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Tugas dari Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan

29 19 Tata Kerja Kementerian Kesehatan, adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Produk Diagnostik In vitro Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah dan tes kehamilan.

30 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Contoh PKRT adalah repelan, tissue, pewangi pakaian dan deterjen Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

31 21 c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Sub Direktorat Standardisasi dan Sertifikasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan

32 22 sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standardisasi Produk serta Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan

33 23 sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.7 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yaitu: a. Melaksanakan premarket control dengan melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan keterjangkauan serta tepat guna alat kesehatan. b. Mengembangkan, mempromosikan dan menerapkan kebijakan dan standar terhadap alat kesehatan. c. Melakukan pengawasan postmarket (surveillance, vigilance serta pengawasan iklan) untuk menjamin senantiasa keamanan dan kemanfaatan (safety and performance) dalam penggunaannya. d. Mengantisipasi dan merespon setiap masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan alat kesehatan. Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan meliputi sertifikasi produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan serta pelayanan surat keterangan Sertifikasi Produksi Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan

34 24 Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB antara lain: a. Bangunan (denah untuk berproduksi). Diperhatikan apakah sudah memenuhi persyaratan ruangan produksinya baik untuk pencampuran, pengisian, pewadahan, penandaan dan lain-lain. b. Peralatan dan Bahan. c. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknisnya). d. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, pakaian kerja dan lain-lain. e. Higiene dan sanitasi. f. Pengawasan mutu. g. SOP (Standard Operating Procedure). h. Inspeksi diri. i. Penanganan terhadap keluhan. j. Dokumentasi. Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut: a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 9. b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan

35 25 dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c) dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat. f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal apoteker atau sarjana lain yang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri. b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Khusus alat kesehatan kelas I yang dimaksud adalah kelas I steril. Penanggung jawab teknisnya minimal D3

36 26 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Penyaluran alat kesehatan harus mengikuti pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Yang dimaksud CDAKB adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang didistribusikan senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaannya. Izin Penyalur Alat Kesehatan (PAK) berlaku selama memenuhi persyaratan, yaitu melaksanakan ketentuan CDAKB dan perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010e). Dalam mengajukan permohonan izin PAK, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku. c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat dua tahun.

37 27 d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya. e. Memenuhi CDAKB (Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik) Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c) a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat, dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 10. b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Tim pemeriksa bersama selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan, dengan menggunakan formulir 2. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dengan menggunakan formulir 3. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, dengan menggunakan formulir 4. f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan (e), dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK, dengan menggunakan formulir 5.

38 28 g. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima hasil pemeriksaan (d), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK, dengan menggunakan formulir 6. h. Terhadap penundaan (f), pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan Pemberian Izin Edar Produk Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan, pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Pengajuan pendaftaran alat kesehatan lokal dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi, sedangkan untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan. Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut: a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk perbekalan kesehatan rumah tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan. b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan. Perbekalan kesehatan rumah tangga harus berisi

39 29 informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis. Kelengkapan dokumen tersebut akan dinilai dengan mengisi checklist yang terdapat dalam blanko penilaian seperti pada Lampiran 11, sedangkan untuk perubahan/perpanjangan izin edar blanko penilaian terdapat pada Lampiran Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang dilegalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal atau CFS (Certificate of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama atau MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida). Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, meliputi surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, Certificate of Free Sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, izin Komisi Pestisida.

40 Data Teknis Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut: a. Produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, untuk produk elektromedik pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC mengenai keselamatan listrik. d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan) dan Formulir E (post market evaluation). Sedangkan untuk PKRT harus disertai dengan formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, contoh kode produksi dan contoh produk), penandaan. Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran.

41 31 Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut: Digit 1 : kelas Digit 2,3 : kategori Digit 4,5 : sub kategori Digit 6,7 : tahun pemberian izin (dibalik) Digit 8 sampai 11 : nomor urut pendaftaran Alat Kesehatan Dalam Negeri: AKD Alat Kesehatan Impor : AKL PKRT Impor : PKL PKRT Dalam Negeri : PKD Contoh nomor izin edar alat kesehatan: a. Alat kesehatan : AKL AKL : Alat Kesehatan Luar Negeri Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (risiko sedang) Digit 2,3 (Angka 11) : Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG) Digit 4,5 (Angka 04) : Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah Digit 6,7 (Angka 90) : tahun pemberian izin (dibalik) 2009 Digit 8-11 (Angka 0078) : nomor urut pendaftaran 0078 Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada pedoman Code of Federal Regulation (CFR).

42 32 b. PKRT : PKD PKD : PKRT dalam negeri Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (sedang) Digit 2,3 (Angka 03) : kategori 3 (pembersih) Digit 4,5 (Angka 05) : sub kategori 5 (pembersih kloset) Digit 6,7 (Angka 70) : tahun pemberian izin (dibalik) 2007 Digit 8-11 (Angka 0520) : nomor urut pendaftaran 0879 Alat ini adalah perbekalan kesehatan rumah tangga dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset dan didaftarkan pada tahun Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan serta kemanfaatan, pemerintah berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diberi izin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru setelah dilakukan penilaian ulang dengan blanko pada Lampiran 11 dan 12) Pelayanan Surat Keterangan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga memberikan pelayanan surat keterangan, antara lain:

43 Certificate of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Ketentuan pemberian CFS, antara lain: a. Perusahaan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan RI (DirekturJenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan). b. CFS diberikan kepada pemilik sertifikat produksi alkes/pkrt dan izin edar yang masih berlaku. c. CFS diberikan untuk 1 kali permohonan dan satu negara tujuan. d. Masa berlaku CFS adalah 1 tahun sejak tanggal diterbitkan. e. Proses Surat Keterangan Ekspor alat kesehatan/pkrt diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu: a. Surat permohonan ditandatangani oleh Direktur/Penanggung Jawab Teknis dengan mencantumkan negara tujuan. b. Salinan surat izin edar yang masih berlaku yang mencantumkan nama produk. c. Salinan sertifikat produksi yang masih berlaku beserta addendum. d. Salinan NPWP. e. Contoh produk jadi yang akan diekspor Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut: a. Produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga untuk penelitian dan pendidikan b. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang sudah terdaftar. c. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang harus didaftarkan

44 34 pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan) d. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut antara lain: surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai, surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang, surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak bea cukai (invoice), surat perjanjian kerjasama antara donatur dan penerima, surat protokol pengujian, izin edar dan sertifikat produksi terkait produk yang dimaksud, katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut. 3.8 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT (Kementerian Kesehatan, 2010) Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan dalam bidang, antara lain: a. Informasi produk, yaitu penyebarluasan informasi melalui iklan kepada masyarakat harus memuat keterangan secara objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. b. Produksi, yaitu meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan produksi alat kesehatan dan PKRT yang baik (CPAKB dan CPPKRTB). c. Peredaran, dilakukan dengan menjaga keamanan, mutu, kemanfaatan dan penandaan yang cukup memadai.

45 35 d. Sumber daya manusia, dilakukan dengan meningkatkan keterampilan teknis tenaga kesehatan, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan/atau lembaga pelatihan, menyediakan tenga penyuluhan yang ahli dalam bidang kesehatan dan PKRT. e. Pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menjamin terserdianya alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan masyarakat Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik premarket maupun postmarket. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, produsen/penyalur maupun masyarakat. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu: a. Audit terhadap informasi teknis dan klinik. b. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi. c. Sampling dan pengujian. d. Pengawasan penandaan iklan. Pengawasan penandaan iklan. Pengawasan harus dilakukan oleh produsen ataupun penyalur untuk memberikan jaminan keamanan, mutu dan manfaat produknya kepada masyarakat. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur yaitu: a. Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang didapat dari sarana distribusi/penyalur. b. Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak diinginkan. c. Melaporkan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota tentang kejadian yang tidak diinginkan.

46 36 Masyarakat sebagai konsumen juga dapat berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan eksternal), yaitu: a. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya terhadap alat kesehatan yang beredar. b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. c. Dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu.

47 BAB 4 PENGAWASAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA 4.1 Ruang Lingkup Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Sistem (ISO 13485) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012) Pengawasan dengan sistem ISO merupakan penjabaran dari SOP yang terfokus pada bahan baku, proses, identifikasi produk distribusi, penyimpanan, pemasangan alat (termasuk uji fungsi), perawatan (termasuk kalibrasi) dan post-market (termasuk warning, labeling, instruction for use, precaution, risk management). Persyaratan umum yaitu perusahaan harus menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen mutu dan menjaga keefektifannya sesuai dengan persyaratan Standar International. Perusahaan harus: a. Mengidentifikasi proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu dan aplikasinya diseluruh organisasi. b. Menentukan urutan dan interaksi proses-proses. c. Menetapkan kriteria dan metode yang diperlukan untuk memastikan bahwa baik operasi dan pengendalian dari proses-proses tersebut efektif. d. Memastikan tersedianya sumber daya dan informasi yang diperlukan untuk mendukung operasi dan pemantauan proses-proses tersebut. e. Memantau, mengukur dan menganalisis proses-proses. f. Menerapkan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang direncanakan dan mempertahankan efektivitas proses Produk Standar yang digunakan adalah Harmonisasi Standar (AMDD/ASEAN Medical Device Directive) sesuai dengan ketentuan/kriteria yang telah ditetapkan pada registrasi premarket. 37

48 Mekanisme Pengawasan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012) Mekanisme pengawasan terdiri dari tiga kegiatan dasar, yaitu pengawasan terhadap sarana, pengawasan iklan dan penandaan, serta pengawasan kasus (penyidikan) Pengawasan Sarana a. Audit sarana produksi Audit terhadap sarana produksi terbagi atas dua jenis, yaitu audit surveillance (monitoring) dan audit investigasi sarana produksi. Audit Surveillance (monitoring) merupakan evaluasi kesesuaian terhadap Sertifikat Produksi dan CPAKB/CPPKRTB. Sedangkan audit investigasi sarana produksi dilakukan terhadap kejadian yang tidak diinginkan, tindakan korektif (CAPA) dan Recall. b. Pengawasan produk alat kesehatan dan PKRT Kegiatan yang dilakukan adalah audit terhadap Dokumen Informasi Teknis dan Klinis serta sampling dan pengujian produk alat kesehatan dan PKRT. c. Tinjauan laporan kasus Kegiatan yang dilakukan antara lain audit investigasi sarana produksi dan distribusi; audit investigasi produk meliputi sampling dan pengujian, mengkaji DokumenTeknis dan Klinis, serta mengambil tindakan perbaikan terhadap keselamatan di lapangan/field Safety Corrective Action (FSCA) seperti Recall dan evaluasi kejadian); tindak lanjut berupa evaluasi hasil laporan pengawasan dan pelaporan efek yang tidak diinginkan Pengawasan Iklan dan Penandaan Pengawasan iklan merupakan tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa iklan alat kesehatan/pkrt yang beredar obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Pengawasan dilakukan dengan mengevaluasi iklan yang terdapat pada media massa meliputi media cetak (majalah, koran, flyer, brosur, baliho dan sebagainya) dan media elektronik (tv, radio, bioskop dan internet). Pengawasan iklan untuk alat kesehatan dan PKRT adalah kegiatan yang saling berhubungan satu sama lain antara produsen, pemerintah dan masyarakat

49 39 sebagai konsumen. Produsen harus menjamin keamanan, mutu dan manfaat produknya dan mengiklankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tugas pemerintah adalah melakukan pengawasan iklan dengan melakukan pelaporan hasil evaluasi (Lampiran 13 dan 14) terhadap iklan yang telah beredar/postmarket di masyarakat, dimana harus sesuai dengan label dan penandaan yang telah disetujui dalam izin edar yang dimiliki dan sesuai pada alur kerja seperti pada Lampiran 15 dan 16. Sedangkan peran masyarakat adalah selalu membaca label dan informasi dan memperhatikan setiap iklan yang beredar itu benar atau tidak. Jika terdapat iklan yang menyesatkan harus segera dilaporkan kepada pemerintah. Prioritas iklan alat kesehatan dan PKRT yang diawasi adalah: a. Iklan produk yang sudah terdaftar. b. Iklan produk yang dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat. c. Iklan produk yang mendapat perhatian/meresahkan masyarakat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam materi iklan adalah klaim yang berlebihan, tidak bersifat SARA, tidak sesuai dengan etika serta obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan Penyidikan (Pengawasan Kasus) Kriteria untuk dilakukan tindak penyidikan, antara lain adalah bila terdapat produk tidak sesuai dengan izin edar, produk ilegal, produk palsu, produk yang tidak memenuhi Permenkes Proses Post Market Monitoring oleh Pemerintah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012) Sistem pengawasan keamanan, mutu dan manfaat produk diperlukan untuk menjamin telah dilaksanakannya penilaian kesesuaian terhadap persyaratan esensial keamanan, mutu dan manfaat/kinerja produk setelah produk tersebut dipasarkan Pengawasan yang Dilakukan oleh Pemerintah Audit Terhadap Informasi Teknis dan Klinis Audit ini dilakukan terhadap produk yang sering menimbulkan masalahberdasarkan laporan dari dalam negeri ataupun luar negeri. Audit terhadap

50 40 informasi teknis ini dilakukan dengan mengaudit ulang formulir dan seluruh persyaratan yang dimasukkan oleh pemohon dalam rangka mendapatkan izin edar untuk produk tersebut. Audit tersebut dapat dilakukan sebagian atau secara menyeluruh tergantung masalah yang dilaporkan terkait produk tersebut. Audit ini hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini merupakan wewenang Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Alkes Pemeriksaan dilakukan secara rutin yaitu pemeriksaan berkala yang frekuensi disesuaikan dengan kapasitas tenaga yang dimiliki oleh Pemerintah dan pemeriksaan secara khusus/kasus yaitu pemeriksaan untuk tujuan khusus ataupun dalam rangka penelusuran kasus. Data yang diperiksa adalah data administrasi dan teknis. Data teknis diperiksa kesesuaian kondisi saat pemeriksaan dengan ketentuan yang ada, antara lain meliputi persyaratan manajemen, sumber daya dan sanitasi higiene. Ruang lingkup pemeriksaan sarana produksi adalah mengevaluasi dokumentasi, proses produksi, sarana penyimpanan, peralatan, sistem pengawasan mutu, pemasangan dan perawatan. Apabila diperlukan petugas juga dapat mengambil dan menguji produk pertinggal yang ada dipabrik. Ruang lingkup pemeriksaan sarana distribusi adalah mengevaluasi proses distribusi, sarana penyimpanan, kontrol yang dilakukan distributor untuk menjamin produk yang didistribusikan memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat apakah telah sesuai dengan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang baik, install dan service. Distributor terutama distributor pemegang izin edar yang menyalurkan produk impor harus mempunyai sistem monitoring terhadap produk yang disalurkannya dan untuk distributor pemegang izin edar alat kesehatan elektromedik harus mempunyai bengkel untuk menguji produk yang disalurkannya. Petugas pelaksana pemeriksaan rutin harus telah mendapatkan pelatihan tentang pengawasan alat kesehatan dan PKRT, surat tugas, memiliki pengetahuan dan memahami sistem pengawasan alat kesehatan dan PKRT, peraturan dan ketentuan yang berlaku, Cara Pembuatan Alat Kesehatan dan PKRT yang Baik serta menggunakan form pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku.

51 41 Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh petugas Dinas KesehatanProvinsi bersama dengan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pemeriksaan yang disusun oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Hasil pemeriksaan bersama tersebut direkapitulasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan dilaporkan kepada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa sarana produksi dan distribusi tersebut telah memenuhi prinsip CPAKB dan/atau CDAKB di dalam melaksanakan kegiatan produksi dan/atau distribusi alat kesehatan. Data yang diperiksa antara lain proses produksi, sarana penyimpanan dan peralatan. Pelaksanaan sampling secara acak (random sampling) dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan Propinsi bersama dengan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk mengetahui apakah ada produk yang beredar tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Sampling dapat dilakukan dengan membawa produk (alat kesehatan atau PKRT) ke laboratorium atau dilakukan pengujian di tempat, terutama untuk produk alat kesehatan elektromedik yang tidak mungkin dibawa ke laboratorium. Pengujian sedapat mungkin dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Badan POM/ Balai POM ataupun laboratorium yang telah terakreditasi atau.bila tidak memungkinkan maka dapat digunakan laboratorium yang diakui dan ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan dengan menggunakan metode pengujian dari Kementerian Kesehatan. Hasil sampling tersebut belum dapat digunakan sebagai dasar untuk suatu tindakan hukum, karena sampling dilakukan secara acak. Oleh karena itu, hasil dari pelaksanaan sampling tersebut harus ditindaklanjuti dengan melakukan vigilance atau sampling yang lebih terarah dan dengan menggunakan metode yang standar. Skema pelaksanaan sampling dapat dilihat pada Gambar 4.1. Prioritas produk yang perlu disampling adalah produk yang banyak beredar di masyarakat, diketahui dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan secara signifikan bila digunakan produk substandar, diketahui memiliki kestabilan yang rendah dan adanya laporan dari masyarakat, baik dalam maupun luar negeri.

52 42 Sampling Dinas Kesehatan Kab/Kota PENGUJIAN Balai POM Lab. Penguji Lainnya HASIL Rekapitulasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Evaluasi oleh Ditjen Binfar & Alkes Tindak Lanjut Uji Ulang Laboratorium Recall TMS MS Surat Pemberitahuan Hasil (MS) ke Peringatan Dinkes Keterangan: Ditjen Binfar & Alkes = Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, TMS = Tidak Memenuhi Syarat, MS = Memenuhi Syarat, Dinkes = Dinas Kesehatan. Gambar 4.1 Skema pelaksanaan sampling

53 Inspeksi Terhadap Catatan dan Dokumentasi Produsen atau Distributor Mekanisme pelaksanaan inspeksi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Inspeksi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan form inspeksi yang disusun oleh pusat. b. Hasil laporan hasil inspeksi dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi. c. Dinas Kesehatan Provinsi merekapitulasi hasil laporan, untuk dilaporkan ke Pusat. d. Tindak lanjut yang berskala provinsi dilakukan oleh provinsi. e. Kementerian Kesehatan (Pusat) mempersiapkan form inspeksi dan pedoman pelaksanaan inspeksi, pedoman pelaksanaan tindak lanjut., mengevaluasi hasil laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Melakukan Audit terhadap Persyaratan GMP/CPAKB Audit terhadap persyaratan GMP/CPAKB ini utamanya dilakukan untuk alat kesehatan/pkrt kelas III (karena dianggap paling dapat menimbulkan bahaya) dan alat kesehatan kelas II steril. a. Produk impor dilakukan melalui pemastian/review dokumen ISO. b. Produk lokal dilakukan evaluasi terhadap GMP/CPAKB ISO untuk alat kesehatan Melakukan Kerjasama dengan Institusi Pengawasan di Luar Negeri Alat kesehatan yang beredar sangat beraneka ragam, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang mutakhir. Kadang kala kita tidak dapat melakukan sampling terhadap alat kesehatan tersebut, selain karena harganya sangat mahal juga tidak ada laboratorium yang dapat mengujinya, misalnya CT Scan, stent jantung dan lain-lain. Untuk itu perlu dilakukan kerjasama dengan institusi pengawas di luar negeri Kejadian yang Tidak Diinginkan (Adverse Events) Adverse Events yang dapat dilaporkan harus memenuhi kriteria: a. Telah terjadi. b. Dicurigai disebabkan oleh alat kesehatan yang telah digunakan.

54 44 c. Kejadian yang tidak diinginkan menyebabkan ancaman serius terhadap kesehatan umum, kematian pasien, pengguna atau orang lain, penurunan kondisi kesehatan serius bagi pengguna atau orang lain, kematian atau cedera serius pada pengguna atau orang lain jika terjadi berulang kali. Semua perusahaan wajib melaporkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan pada alat kesehatan yang telah beredar di pasaran. Adapun tenggat waktu pelaporan kejadian yang tidak diinginkan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Tidak lebih dari 48 jam untuk kejadian yang menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat (berdampak massal). b. Tidak lebih dari 10 hari untuk kejadian yang menimbulkan kematian, penurunan kondisi kesehatan yang serius pada pasien, pengguna alat kesehatan atau orang lain. c. Tidak lebih dari 30 hari untuk kejadian yang mungkin dapat menimbulkan kematian, penurunan kondisi kesehatan serius pada pasien, pengguna alat kesehatan atau orang lainnya. Berdasarkan peraturan, pemberitahuan dan evaluasi terhadap kejadian ini harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan bahaya yang dapat ditimbulkannya. Mekanisme tindak lanjut dan pelaporan dilakukan melalui tindakan perbaikan terhadap keselamatan di lapangan/field Safety Corrective Action (FSCA) Tindakan Perbaikan terhadap Keselamatan di Lapangan Tindakan perbaikan terhadap keselamatan di lapangan (FSCA) dilakukan oleh perusahaan melalui tindakan recall, pemusnahan atau mengurangi risiko dari bahaya teridentifikasi. FSCA tetap dilakukan walaupun alat kesehatan tidak lagi beredar di pasaran atau telah ditarik tetapi masih digunakan oleh pasien misalnya implan. Pelaporan FSCA harus memuat semua informasi yang relevan terhadap kasus yang terjadi, seperti produk dan proses distribusinya dan tindakan perbaikan yang diambil. Pemberitahuan kepada pemerintah tidak dapat ditunda walaupun ada beberapa informasi yang belum lengkap seperti jaringan distribusi, ukuran bets dan lain-lain. FSCA dapat berupa:

55 45 a. Evaluasi terhadap kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan. b. Penyebaran informasi, jika diperlukan melalui public warning untuk mencegah hal yang sama berulang atau untuk mengurangi akibat dari insiden tersebut. c. Melakukan modifikasi terhadap produk alat kesehatan apabila masih mungkin d. Melakukan recall. Recall adalah proses yang dilakukan terhadap alat kesehatan bermasalah seperti cacat, berisiko terhadap kesehatan maupun keduanya dan melanggar peraturan perundang-undangan alat kesehatan. Proses recall dapat berupa tindakan perbaikan atau penghapusan. Dengan demikian, recall tidak selalu berupa penghentian pemakaian atau pengembalian ke perusahaan akan tetapi dapat berupa pengecekan, penyesuaian atau perbaikan produk. Pelaksanaan recall menjadi tanggung jawab dari perusahaan. Contoh tindakan yang termasuk recall antara lain memeriksa alat kesehatan yang bermasalah, memperbaiki alat kesehatan, menyesuaikan pengaturan alat kesehatan, melakukan penandaan ulang, memusnahkan alat kesehatan, pemberitahuan masalah kepada pasien, memonitoring kondisi pasien terkait dengan pemakaian alat kesehatan. Penanganan laporan atau tindak lanjut dilaksanakan dengan beberapa tahap yaitu: a. Evaluasi hasil pelaporan pengawasan. b. Menentukan apakah diperlukan tindak lanjut atau tidak. c. Menentukan sifat/jenis tindak lanjut yang akan dilakukan. d. Sifat tindak lanjut yang dilakukan ringan/sedang/berat. e. Jenis tindak lanjut yang dilakukan dapat berupa peringatan tertulis, public warning, pemberitahuan sanksi administratif, pencabutan izin, pengamanan setempat/penarikan produk dari pasaran, ataupun pemberian sanksi pidana. Klasifikasi penarikan kembali (Recall) terbagi menjadi tiga kelas berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Penarikan Kembali (Recall) alat kesehatan memiliki empat tingkatan berdasarkan tingkat penyalur alat kesehatan yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

56 46 Tabel 4.1 Klasifikasi penarikan kembali Klasifikasi Deskripsi Contoh Kelas I Produk cacat secara Impant pacu jantung yang cacat (Safety related potensial produk sehingga dapat menyebabkan recall) membahayakan nyawa kegagalan memberikan daya pacu atau dapat jantung khususnya kepada pasien menyebabkan kecacatan yang tergantung terhadap alat pacu permanen. jantung sehingga dapat menyebabkan Kelas II (Safety related recall) Kelas III (Non safety related recall) Produk cacat dapat menyebabkan kesakitan atau kesalahan penanganan dan berpengaruh terhadap kesembuhan pasien. Produk cacat tidak terlalu membahayakan secara signifikan terhadap kesehatan. kematian ataupun cedera. Kontaminasi mikroba pada lubrikan operasi. Desinfektan yang salah pelabelan tanggal kadaluarsanya kurang dari tanggal kadaluarsanya sebenarnya. Tabel 4.2Tingkat penarikan kembali No Tingkat Penyaluran 1 Penyaluran alat kesehatan (wholesale) Pedagang besar alat kesehatan (resale) pengadaan alat kesehatan pemerintah 2 Rumah sakit Penyaluran berada pada tingkat PAK dimana bisa jadi terdiri dari sarana: a. Institusi klinik dimana investigasi klinis dilakukan. b. Farmasi rumah sakit, bank darah, laboratorium patologi. c. Bank jaringan manusia. d. Pelayanan ambulan. 3 Pengecer Penyaluran berada pada tingkat PAK dimana bisa jadi terdiri dari sarana Apotek, medik, dental, toko alat kesehatan atau toko lainnya seperti supermarket dari toko makanan kesehatan. 4 Konsumen Penyaluran pada tingkat PAK, rumah sakit dan pengecer terdiri dari pasien dan konsumen Pengawasan oleh Masyarakat Pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat mulai dari perorangan sampai pengguna ahli dengan melaporkan bila terjadi kejadian tidak diinginkan dari penggunaan alat kesehatan. Kejadian

57 47 tersebut dilaporkan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian diteruskan ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Skema pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat seperti tersaji pada Gambar 4.2. Dinas Kesehatan Kejadian yang tidak diinginkan T Dilaporkan? File Trend? Y Kemkes RI c.q. Dir. Bina Prodis Alkes Dilaporkan Penarikan dari peredaran oleh produsen diawasi oleh pemerintah Perbaikan pada alkes (produsen/distributor) Monitoring pada sarana alkes (kerja sama dengan Dinkes Prov/Kab/Kota) Keterangan: Y = bila ada pelaporan, T = bila tidak ada pelaporan. Gambar 4.2 Skema pelaporan dari masyarakat Sistem Post Market Surveillance yang Dilakukan Produsen dan/atau Penyalur Sistem Post Market Surveillance memungkinkan produsen dan/atau penyalur mendapatkan informasi dan melakukan pengawasan mengenai distribusi produk alat kesehatan/pkrt mereka di Indonesia. Sistem ini mempersyaratkan produsen dan/atau penyalur untuk: a. Secara sistematik mampu melakukan peninjauan terhadap pengalaman yang didapat setelah alat kesehatan didistribusikan di wilayah Indonesia. b. Melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan sifat dan resiko yang terkait dengan produk tersebut.

58 48 c. Memberitahukan pihak distributor wajib melaporkan kepada Kementerian Kesehatan setiap kejadian yang tidak diingini yang memerlukan tindakan lanjut. d. Produsen dan/atau distributor dapat menunjukkan bila diminta hasil dari post marketing surveillance yang dilakukannya. Pelaporan yang dilakukan oleh produsen mengikuti alur seperti pada skema yang tersaji dalam Gambar 4.3. Penarikan produk dari peredaran adalah tanggung jawab produsen/distributor, namun pemerintah melakukan pengawasan apakah hal ini dilaksanakan atau tidak sesuai prosedur. Penyelidikan produsen Kejadian yang tidak diinginkan Dilaporkan? Y T Berkas keluhan Dilaporkan Tren Jenis informasi Jadwal Ditujukan Kepada DEP KES RI cq. Dir. Bina Prodis Alkes Penarikan dari peredaran oleh produsen diawasi oleh pemerintah Perbaikan pada alkes (produsen/distributor) Monitoring pada sarana alkes [kerjasama dengan Dinkes Prop/Kab/Kota] Keterangan: Y = bila ada pelaporan, T = bila tidak ada pelaporan. Gambar 4.3 Skema pelaporan hasil Post Market Surveillance oleh produsen

59 Kegiatan Vigilance (Pelaporan) Program vigilance merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau produsen atau distributor setelah pihak tersebut menyadari akan adanya kejadian yang tidak diinginkan dan/atau kesalahan fungsi alat kesehatan. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil pengujian dan/atau informasi lain terhadap produk alat kesehatan/pkrt yang didistribusikannya di Indonesia. Tujuan dari vigilance alat kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan dan keamanan pasien, pengguna dan lainnya dalam meminimalkan kejadian tidak diinginkan sejenis yang mungkin berulang. Untuk mencapai hal tersebut dapat dilakukan: a. Evaluasi kejadian yang tidak diinginkan. b. Diseminasi (penyebarluasan) informasi yang dapat digunakan untuk mencegah atau meminimalkan konsekuensi dari kejadian yang tidak diinginkan, bila diperlukan. c. Modifikasi alat kesehatan hingga penarikan alat kesehatan dari pasaran. Produsen dan penyalur alat kesehatan harus menginformasikan setiap kejadian yang tidak diinginkan ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. Tindak lanjut yang tepat dalam waktu yang tepat harus dilakukan. Mekanisme pelaporan informasi kejadian yang tidak diinginkan tersaji dalam Gambar 4.4. Isu terkait dengan alat kesehatan Oleh Pengguna Konsumen Profesional Kesehatan Sumber lainnya perusahaan Regulator asing Siapa yang menerima pemberitahuan terkait kejadian PAK DIT PRODIS ALKE Produsen Siapa lagi yang harus diinformasikan Produsen - untuk semua laporan Dit Prodis Alkes- h apabila barang tersebut memenuhi kriteria dipalorkan sebag kejadian yang tid diinginkan PAK - untuk semua laporan Keterangan: PAK = Penyalur Alat Kesehatan, Dit Prodis Alkes = Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Gambar 4.4 Alur vigilance

60 Penanganan Laporan Kasus/Tindak Lanjut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012) tahap yaitu: Penanganan laporan kasus/tindak lanjut dilaksanakan dengan beberapa a. Evaluasi hasil pelaporan pengawasan. b. Menentukan apakah diperlukan tindak lanjut atau tidak. c. Menentukan sifat sifat/jenis tindak lanjut yang akan dilakukan. d. Sifat tindak lanjut yang dilakukan (Ringan/Sedang/Berat). e. Jenis dan kriteria tindak lanjut yang dilakukan. Agar penanganan lapaoran atau tindak lanjut masalah alat kesehatan/pkrt dapat dilaksanakan dengan cepat dan tepat, maka perlu dibentuk tim kerja di Pusat Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Penanganan Laporan/Tindak Lanjut di Tingkat Pusat Dibentuk Tim Kerja di tingkat Pusat, terdiri atas: Penanggung jawab : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Ketua Tim : Kasubdit pada Dit. Bina Prodis Alkes (yang ditunjuk). Sekretaris : Kasie pada Dit. Bina Prodis Alkes (yang ditunjuk). Anggota : 3 (tiga) orang staf dari Dit. Bina Prodis Alkes. Tugas tim kerja pusat antara lain: a. Memeriksa dan merekapitulasi hasil laporan pengawasan dari daerah. b. Menganalisa jenis tindak lanjut yang akan diambil. c. Menyusun rencana kegiatan tindak lanjut. d. Melakukan tindak lanjut. e. Mengevaluasi pelaksanaan tindak lanjut. f. Menyusun pedoman tindak lanjut/melakukan pelatihan terhadap tim kerja provinsi dan tim kerja kabupaten/kota. g. Menentukan prioritas pengawasan setiap tahun anggaran.

61 Penanganan Laporan/Tindak Lanjut di Tingkat Provinsi Dibentuk Tim kerja di tingkat Provinsi, yang terdiri atas: Penanggung jawab : Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Ketua Tim : Es III atau Es IV yang menangani masalah alat kesehatan. Sekretaris : Petugas yang ditunjuk. Anggota : 2 (dua) orang yang ditunjuk. Tugas Tim Kerja Provinsi antara lain: a. Mengkoordinasikan pelaksanaan pengawasan. b. Menerima dan merekapitulasi hasil pengawasan. c. Merencanakan tindak lanjut sesuai pedoman dari pusat. d. Melaksanakan tindak lanjut bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai arahan dari pusat. e. Membuat laporan perkembangan tindak lanjut hasil pengawasan ke pusat Penanganan Laporan/TindakLanjut di Tingkat Kabupaten/Kota Dibentuk Tim kerja di tingkat kabupaten/kota yang terdiri atas: Penanggung jawab : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Ketua Tim : Pejabat Es IV yang menangani masalah alat kesehatan. Sekretaris : Petugas yang ditunjuk. Anggota : 2 (dua) orang yang ditunjuk. Tugas Tim Kerja di tingkat kabupaten/kota: a. Melaksanakan pengawasan sesuai dengan pedoman dari pusat. b. Melaporkan hasil pengawasan ke Provinsi dengan tembusan ke pusat. c. Melakukan tindak lanjut berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi. d. Memonitoring perkembangan hasil pelaksanaan tindak lanjut. 4.6 Pengawasan Penyidikan Kasus(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012) Tenaga pengawas yang melakukan pemeriksaan adalah tenaga pengawas yang sudah diangkat oleh Menteri Kesehatan yang berada di Provinsi dan Kabupaten/Kotadan tenaga pusat apabila diperlukan. Tenaga pengawas melakukan fungsi sebagai berikut:

62 52 a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan alat kesehatan dan PKRT untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh dan segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan pemeriksaan. b. Membuka dan meneliti kemasan sediaan alat kesehatan dan PKRT. c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan alat kesehatan dan PKRT. d. Memerintahkan untuk memperlihatkan izin produksi atau dokumen lain. Tenaga pengawas dalam melakukan tugas dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat pemerintah pemeriksaan dari Kadinas Kesehatan Provinsiatau Kadinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Surat perintah pemeriksaan sekurangkurangnya memuat keterangan sebagai berikut: a. Nama tenaga pengawas yang ditunjuk melaksanakan pemeriksaan. b. Nama dan alamat tempat kegiatan yang menjadi sasaran pemeriksaan. c. Alasan dilakukan pemeriksaan. d. Hal yang akan diperiksa atau cakupan kegiatan pemeriksaan. e. Waktu pemeriksaan, meliputi tanggal, bulan dan tahun pelaksanaan pemeriksaan. f. Keterangan lain yang dianggap perlu. Apabila hasil pemeriksaan oleh tenaga pengawas menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga terjadi pelanggaran hukum dibidang alat kesehatan dan PKRT, segera diberikan sanksi dilakukan penyidikan oleh penyidik yang berwenang sesuai ketentuan perundang undangan.

63 BAB 5 PEMBAHASAN Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu Direktorat Jenderal yang bertanggung jawab kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sesuai dengan PERPRES RI No. 24 tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta susunan organisasi, tugas dan fungsi Eselon I Kementerian Negara, dibentuklah institusi kepemerintahan di bidang kesehatan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara di Indonesia. Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, serta dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Tugas pokok dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yakni merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi satu Sekretariat Direktorat Jenderal dan empat Direktorat yakni Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Bina Pelayanan Kefarmasian, Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, yang masing-masing direktorat tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsinya masing-masing demi mencapai visi Kementerian Kesehatan yaitu masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Tugas dari Direktorat Bina Produksi dan Alat Kesehatan yaitu menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melaksanakan fungsinya sesuai tugasnya yaitu penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kegiatan, penyusunan NSPK, penyiapan pemberian bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan PKRT. Pengawasan yang dilakukan bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan 53

64 54 rumah tangga (PKRT) yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subbagian Tata Usaha dan empat subdirektorat, yaitu Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, serta Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. Masing-masing subdirektorat dikepalai oleh satu orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi. Pembagian subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki jumlah pegawai sebanyak 39 orang. Kegiatan operasional dilakukan pada hari Senin hingga hari Jumat, dimulai pukul hingga pukul WIB. Sistem absensi di Kementerian dilakukan dengan menggunakan finger print. Seragam dinas kepemerintahan dipakai pada hari Senin dan Kamis, sedangkan untuk hari Selasa dan Jumat menggunakan baju batik dan pada hari Rabu menggunakan baju bebas yang sopan dan rapi. Penggunaan aturan pemakaian baju yang seragam dan batik ini diharapkan dapat menunjukkan identitas yang baik dari para pegawai kementerian sehingga memiliki nilai kebudayaan dengan memakai batik dan kesederhanaan dengan memakai baju seragam. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Pada struktur organisasi terdahulu, dua seksi tersebut berada dalam subdirektorat yang berbeda. Perubahan struktur organisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kinerja sesuai dengan spesifikasi dari kedua jenis alat kesehatan tersebut. Alat kesehatan merupakan instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

65 55 Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan teknik listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerjadari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi atau workshop dan mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat yang hendak diedarkan menggunakan radiasi atau x-ray. Selain itu pada pelayanan izin penyalur alat kesehatan elektromedik dipersyaratkan bahwa penyalur diwajibkan untuk memiliki bengkel. Hal tersebut merupakan salah satu upaya dalam peningkatan mutu dari alat kesehatan. Sedangkan alat kesehatan non elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan tenaga ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau tertera pada kemasan. Namun beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli seperti penggunaan implan jantung yang sangat berisiko apabila penggunaannya tidak menggunakan bantuan tenaga ahli. Pembagian kelas alat kesehatan dilakukan berdasarkan resiko yaitu kelas I berarti resiko rendah seperti kasa, kelas II berarti resiko sedang seperti PCG dan kelas III berarti resiko tinggi seperti implan jantung. Alat kesehatan dibagi ke dalam kategori dan subkategori yang mengikuti Code of Federal Registration dari Amerika. Pembagiannya terdiri dari peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik; peralatan hematologi dan toksikologi klinik; peralatan imunologi dan mikrobiologi; peralatan anestesi; peralaatan kardiologi; peralatan gigi; peralatan telinga, hidung dan tenggorokan (THT); peralatan gastroenterology-urologi (GU); peralatan Rumah Sakit Umum dan perorangan (RSU & P); peralatan neurologi; peralatan obstetrik dan ginekologi (OG); peralatan mata; peralatan ortopedi; peralatan kesehatan fisik; peralatan radiologi; peralatan bedah umum dan bedah plastik. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) merupakan subdit yang menilai produk diagnostik in vitro dan PKRT. Kegiatan yang dilakukan adalah menilai dan

66 56 memberikan izin edar sebelum diedarkan di wilayah Republik Indonesia baik produk yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Penilaian ini bertujuan untuk dapat menentukan apakah produk diagnostik in vitro dan PKRT yang akan beredar telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam rangka menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produk tersebut. Penilaian dilakukan terhadap data administrasi dan data teknis. Data administrasi meliputi formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, Certificate of Free Sale (untuk produk impor) dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Data teknis meliputi formula/komposisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Produk diagnostik in vitro adalah alat kesehatan yang baik digunakan tunggal maupun dalam kombinasi, ditujukan oleh pabrikannya untuk pemeriksaan in vitro spesimen yang berasal dari tubuh manusia yang semata-mata atau pada prinsipnya digunakan untuk memberikan informasi bagi tujuan diagnostik, pemantauan atau kesesuaian. Produk ini mencakup reagen, kalibrator, wadah spesimen, piranti lunak, dan instrumen atau perlengkapan terkait atau barang lainnya. Produk diagnostik in vitro dibagi dalam 4 kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk diagnostik in vitro memiliki kekhasan tersendiri. Sebagian produk memiliki persyaratan penyimpanan suhu dan kelembapan bahkan ada produk yang harus disimpan pada suhu 2 8 C, serta rentan terhadap perubahan suhu dan kelembaban sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi sangat mempengaruhi kualitas produk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penilaian produk diagnostik sebelum diberikan izin edar. Selain produk diagnostik in vitro, PKRT juga harus diregistrasi terlebih dahulu. PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan

67 57 perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum. PKRT dibagi kedalam 7 kategori yaitu tissue dan kapas, sediaan untuk mencuci, pembersih, alat perawatan bayi, antiseptika dan desinfektan, pewangi dan pestisida rumah tangga. Pembagian kelas untuk PKRT sama dengan kelas untuk alat kesehatan yaitu kelas I (resiko rendah), kelas II (resiko sedang) dan kelas III (resiko tinggi). Produk PKRT banyak digunakan oleh konsumen dan beberapa diantaranya mengandung bahan berbahaya seperti pestisida sehingga penting untuk dilakukan penilaian produk PKRT sebelum diberikan izin edar. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, tugas Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Dalam melakukan standardisasi, subdit ini bekerjasama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas (1) Seksi Standardisasi Produk dan (2) Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Keduanya mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi Produk) atau di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi). Produk dari Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi antara lain, sertifikat produksi, izin penyalur, Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga merupakan bagian dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria,

68 58 serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk dan inspeksi sarana produksi dan distribusi. Pembagian ini sangat baik mengingat fungsi inspeksi harus dilakukan terhadap dua faktor yang penting terhadap suatu produk, yaitu produknya sendiri dan sarana produksi dan distribusi dari produk. Kegiatan pengawasan alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia dilakukan dengan tiga kegiatan utama, yaitu postmarket surveillance, vigilance, dan pengawasan iklan. Postmarket surveillance merupakan kegiatan pemantauan terhadap produk yang beredar di pasaran, sarana produksi serta sarana distribusi alkes dan PKRT. Kegiatan ini dilakukan dengan cara pembelian produk dari pasar kemudian diuji parameter-parameter produk tersebut dari segi keamanan, mutu, dan kemanfaatannya. Hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan data yang dilampirkan oleh produsen ketika mendaftarkan produknya. Penilaian terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan dengan cara melakukan inspeksi ke sarana produksi dan distribusi di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan ini dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali. Kelayakan sarana produksi dan distribusi dinilai dari komitmen produsen dan distributor dalam menerapkan pedoman CPAKB dan CDAKB. Secara keseluruhan, kegiatan pengawasan dalam waktu lima (5) tahun sekali sudah cukup baik mengingat sudah terlaksananya kegiatan rutin lain yang dapat mengawasi produk yang beredar di pasaran yaitu kegiatan vigilance atau pelaporan. Kegiatan vigilance adalah kegiatan pelaporan terkait alkes dan PKRT oleh produsen, distributor, masyarakat atau pemerintah mencakup kegiatan produksi, distribusi seta penggunaannya oleh masyarakat. Laporan ini dilakukan setiap satu (1) tahun sekali. Untuk kasus tertentu misalnya kejadian yang menyebabkan banyak korban jiwa, maka pelaporan harus dilakukan maksimal 2x24 jam setelah peristiwa terjadi. Bila suatu kasus menimbulkan korban jiwa yang tidak banyak (hanya satu atau dua korban), maka pelaporan dilakukan maksimal sepuluh hari setelah peristiwa terjadi. Apabila suatu peristiwa terjadi namun tidak menimbulkan korban jiwa, maka pelaporan dilakukan maksimal tiga puluh hari kalender. Pembagian ini sudah sesuai dengan kondisi atau dampak yang

69 59 ditimbulkan dari sebuah kejadian dan cukup efektif untuk dilaksanakan dengan jangka waktu yang ditentukan. Pengawasan iklan dilakukan dengan cara melakukan pemantauan terhadap iklan yang dipublikasikan di media massa. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa peraturan terkait periklanan alkes dan PKRT tidak dilanggar. Beberapa hal yang harus dipatuhi terkait periklanan misalnya tenaga profesional tidak boleh mengiklankan produk kecuali untuk pelayanan masyarakat, penggunaan kata-kata superlatif tidak boleh digunakan dan penggunaan anak-anak tidak diperkenankan kecuali produk tersebut digunakan oleh anak. Terkait dengan iklan sebagai sarana informasi utama, maka perlu peningkatan kegiatan pengawasan iklan yang dapat meninjau iklan lebih baik agar informasi yang sampai dapat diterima masyarakat sesuai tujuan penggunaannya.

70 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan a. Menteri Kesehatan Republik Indonesia membawahi Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal dan empat Direktorat Jenderal, yaitu Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan; Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki empat Direktorat yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. b. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT; Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat ini berperan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan melalui penilaian, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan dan izin edar alkes dan PKRT. c. Apoteker memiliki peran sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas permohonan produksi, izin penyalur dan izin edar alkes dan PKRT. Selan berperan dalam kegiatan tersebut apoteker juga berperan dalam kegiatan inspeksi terhadap alkes dan PKRT, sarana produksi dan distribusi, pengawasan post market surveillance serta pengawasan iklan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Peran tersebut merupakan aplikasi pelaksanaan tugas dan fungsi dari setiap subdirektorat dibawah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 61

71 Saran a. Program pengawasan periklanan, inspeksi dan sampling alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga perlu ditingkatkan agar masyarakat terlindung dari alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi persyaratan mutu, efikasi dan manfaat b. Peningkatan sosialisasi mengenai registrasi dan penilaian alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga kepada calon pemohon agar mudah dalam memenuhi persyaratan izin edar.

72 63 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. 63

73 LAMPIRAN

74 64 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI 64 64

75 65 Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal 65

76 66 Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 66

77 67 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 67

78 68 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 68

79 69 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 69

80 70 Lampiran 7. Struktur Lengkap Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Periode DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN drg. Arianti Anaya MKM SUBBAGIAN TATA USAHA Lucia Dina Kombong, SH KASUBDIT KEPALA SUBDIT KEPALA SUBDIT SUBDIT PENILAIAN ALKES PENILAIAN PRODUK DR INSPEKSI ALKES STANDARDIS Dra. Masrul, Apt DAN PKRT DAN PKRT DAN SERTIFIK Dra. Rully Makarawo, Apt Drs. Rahbudi Helmi, Dra. Lili Sa diah Ju Apt, MKM KEPALA SEKSI ALKES ELEKTROMEDIK Siti Nurhasanah, S.Si, Apt KEPALA SEKSI PRODUK DR Dra. Ema Viaza, Apt KEPALA SEKSI INSPEKSI PRODUK Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt SEKSI STANDARDISASI PRODUK Ismiyati, S.Si, Apt KEPALA SEKSI ALKES NON ELEKTROMEDIK Dra. Nurlaili Isnaini, Apt KEPALA SEKSI PRODUK PKRT Nurhidayat, S.Si, Apt KEPAL INS SARANA DAN DIS Dra. Ninik H KELOMPOK JABFUNG 70

81 71 Lampiran 8. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 71

82 72 Lampiran 9. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alkes dan PKRT PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN/PERBEKALAN KESEHATANRUMAHTANGGA Saya yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan sertifikat produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 1. Nama Pemohon : Alamat Pemohon : 2. Nama Pabrik : Alamat Pabrik : 3. Badan Usaha : 4. NPWP : SIUP : TDI : 5. Status Permodalan : 6. Alamat Surat menyurat dan : Nomor Telepon Alamat Gudang : 7. Jenis yang akan diproduksi : 8. Nama Penanggung Jawab : Teknis Produksi 9. Pendidikan Penanggung : Jawab Produksi Pas foto pemohon Pemohon, Tanda Tangan Berwarna Ukuran 4 x 6 Stempel Perusahaan (...) Materai 6000

83 73 Lampiran 10. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan

84 74 Lampiran10. (Lanjutan)

85 75 Lampiran 11. Blanko Perubahan/Perpanjangan Izin Edar BLANKO PERUBAHAN/PERPANJANGAN IZIN EDAR KEMENKES RI PK Nama Produk : Jenis Produk : Kategori : Sub Kategori : Bentuk Sediaan /warna : Kemasan : Nama Pabrik : Nama Pendaftar : Atas Dasar Lisensi : Kelengkapan Data : Form Perubahan Data Penandaan Lama : L / TL Penandaan Baru : L / TL Dokumen Lain No. Reg Lama : L / TL Surat Permohonan : L / TL Surat Pernyataan tidak ada yang berubah : L / TL Surat Pernyataan/Laporan Efek Samping : L / TL Kesimpulan : L / TL Pemeriksa Kasie Ka Subdit ( ) ( ) ( )

86 76 Lampiran 12. Blanko penilaian perubahan/perpanjangan izin edar HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Nomor Registrasi : Tanggal/No. pendaftaran : Nama pemeriksa : Tanggal Pemeriksaan : Nama PKRT : Kategori : Sub kategori : Bentuk sediaan/warna : Kemasan, Netto : Nama Pabrik : Alamat Pabrik : Nama Pendaftar : Alamat Pendaftar : Atas dasar lisensi dari : Hasil Pemeriksaan Data Lengkap Kurang Lengkap 1. Data Administrasi 2. Formula dan cara pembuatan 3. Spesifikasi bahan baku dan wadah 4. Spesifikasi produk jadi dan stabilitas 5. Kegunaan dan cara penggunaan 6. Penandaan Kesimpulan Hasil Pemeriksaan Kasie ( ) Ka Sub Dit : 1. Lengkap 2. Kurang lengkap Penilai ( ) Saan: 1. Disetujui 2. Disetujui dengan melengkapi data 3. Menambah data 4. Ditolak NIP

87 77 Lampiran 12. (Lanjutan) PEMERIKSAAN DATA TEKNIS 1. No. urut : 2. Tanggal Pemeriksaan : 3. Nama Pemeriksa : Nama PKRT : Bentuk/warna/kemasan/netto : II Administrasi Lengkap Tidak A PRODUK IMPOR 1. Ijin Usaha Penyalur PKRT Mencantumkan Nama Pabrik/Merek Mencantumkan Nama Jenis Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI Jenis Produk Jangka Waktu Keterangan pejabat setempat yang berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI/Kepala pabrik yang + - telah dilegalisir Pejabat yang berwewenang & KBRI 4. Surat penunjukkan sebagai agen tunggal atau distributor Tunggal dari pabrik induk + - B PRODUK DALAM NEGERI 1. Ijin Produksi dan lampirannya Masih Berlaku + - **Surat keterangan dari Komisi Pestisida untuk produk yang mengandung pestisida (produk impor dan dalam negeri) 1.1 Izin penggunaan Pestisida dari Deptan Penandaan yang disetujui Komisi Pestisida + - III Lampiran AA 1. Formula (kualitatif dan kuantitatif) dan fungsi bahan 2. Prosedur pembuatan secara singkat dan lengkap 3. Nama Resmi/Nama Kimia 4. Pemeriksaan bahan yang dilarang/melebihi kadar IV Lampiran BB 1. Spesifikasi setiap bahan baku Sertifikat uji laboratorium dari bahan Spesifikasi wadah dan tutup + -

88 78 Lampiran 12. (Lanjutan) Lengkap Tidak V Lampiran CC 1. Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi Stabilitas produk jadi dan bataskadaluarsa (jika ada) Hasil uji Lab Produk Jadi (SNI) + - IV Lampiran DD 1. Kegunaan, cara penggunaan, peringatan, ket lain Contoh kode produksi Contoh produk (2 buah) + - VII PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1. Nama dagang/merek dan nama jenis Nama produsen Alamat produsen Nama distributor (produk impor) Alamat distributor (produk impor) Penempatan No. Registrasi Kode Produksi Tanggal Kadaluwarsa Netto dalam satuan metrik Nama dan kadar bahan aktif Warna desain penandaan Kegunaan dan cara penggunaan dalam + - Bahasa Indonesia 13. Peringatan untuk Aerosol Keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan Klaim sesuai dengan data yang ada DATA YANG HARUS DILENGKAPI

89 79 Lampiran 13. Laporan Pengawasan Iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota

90 80 Lampiran 14. Laporan Pengawasan Iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat ` Kesehatan

91 81 Lampiran 15. Alur Kerja untuk Pekerja Pusat

92 82 Lampiran 16. Alur Kerja untuk Petugas Propinsi/Kabupaten/Kota

93 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 JANUARI - 18 JANUARI 2013 TINJAUAN ISO SEBAGAI S ISTEM MANAJEMEN MUTU UNTUK PENINGKATAN MUTU DALAM INDUSTRI ALAT KESEHATAN KARTIKA WIDYANTY, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

94 ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi Alat Kesehatan Pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik/CPAKB ISO BAB 3 METODE PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Pengkajian Metode Pengkajian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Manajemen Mutu ISO Persyaratan Mutu BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

95 iii DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Konsep Utama Manajemen Mutu dalam Perusahaan iii

96 iv DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Skema Proses secara Umum Gambar 4.2 Keterkaitan diantara Proses Gambar 4.3 Contoh dari Struktur Organisasi iv

97 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dan modal pokok yang berperan dalam pembangunan nasional. Masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan. Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak bagi industri khususnya industri alat kesehatan. Produksi dan pengembangan alat kesehatan semakin meningkat sebagai bentuk dari upaya kesehatan yang diwujudkan oleh sektor produsen, sehingga baik jumlah maupun jenis alat kesehatan yang diproduksi semakin meningkat. Peningkatan produksi alat kesehatan tersebut memerlukan pengawasan dan pengamanan agar tidak menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap kesehatan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini kementrian kesehatan telah menetapkan ketentuan terhadap produksi alat kesehatan dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1189/MENKES/PER//VIII/2010 tentang produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang bertujuan agar setiap alat kesehatan yang diproduksi memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan. Peraturan tersebut merupakan pembaharuan dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1184/MenKes/per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi adalah salah satu dari empat subdirektorat yang terdapat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Subdirektorat ini mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan 1

98 2 teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Hasil Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi ini diantaranya adalah terbitnya pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik/CPAKB yang berpedoman pada ISO 9001:2008 dan ISO 13485:2003 (Kementerian Kesehatan RI, 2011). ISO 13485:2003 merupakan persyaratan standar yang dikembangkan berdasarkan proses dan pendekatan ISO 9001 (ISO, 2003). Pada perkembangannya, ISO 13485:2003 berkembang menjadi Pedoman Lengkap untuk Manajemen Mutu dalam Industri Alat Kesehatan. Pedoman ini menguraikan secara lengkap terkait sistem manajemen mutu, tanggung jawab manajemen, produksi dan dokumentasi (Itay, 2012). Peninjauan kembali sistem manajemen mutu dalam pedoman tersebut dapat menjadi bahan pengembangan untuk pedoman CPAKB selanjutnya dan berguna bagi industri agar dapat menunjukkan kemampuannya untuk menyediakan alat kesehatan yang secara konsisten memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, tinjauan mengenai sistem manajemen mutu menjadi penting untuk menyediakan pedoman agar produksi alat kesehatan dapat memenuhi persyaratan kemanan, mutu dan kemanfaatan. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertujuan agar peserta PKPA: a. Memahami manajemen mutu pada industri alat kesehatan berdasarkan ISO b. Memahami aspek sistem manajemen mutu berdasarkan Pedoman Lengkap untuk Manajemen Mutu dalam Industri Alat Kesehatann ISO yang bermanfaat bagi industri alat kesehatan serta badan regulasi demi mewujudkan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan.

99 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010a) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi dalam melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari dua seksi, yaitu: (1) Seksi Standardisasi Produk; (2) Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. 3

100 Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2.2 Alat Kesehatan Definisi Alat Kesehatan Menurut Permenkes No.1189/Menkes/Per/VIII/2010, alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Selain pengertian tersebut, alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010b):

101 5 a. Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit. b. Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit. c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis. d. Mendukung atau mempertahankan hidup. e. Menghalangi pembuahan. f. Desinfeksi alat kesehatan. g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia Klasifikasi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010c) Alat kesehatan dibagi menjadi beberapa klasifikasi. Pembagian klasifikasi ini berdasarkan risiko yang ditimbulkan oleh produk: a. Kelas I Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak rnenyebabkan akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk. b. Kelas IIa Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. c. Kelas IIb Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa risiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis.

102 6 d. Kelas III Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat maupun operator. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa risiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis. Pembagian kategori dan sub kategori alat kesehatan berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010, tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010c): Peralatan Kimia Klinik dan Toksikologi a. Sistem tes kimia klinik. b. Peralatan laboratorium klinik. c. Sistem tes toksikologi klinik Peralatan Hematologi dan Patologi a. Pewarna biologikal. b. Produk kultur sel dan jaringan. c. Peralatan dan asesori patologi. d. Pereaksi penyedia spesimen. e. Peralatan hematologi otomatis dan semi otomatis. f. Peralatan hematologi manual. g. Paket dan kit hematologi. h. Pereaksi hematologi. i. Produk yang digunakan dalam pembuatan sediaan darah dan sediaan berasal dari darah Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi a. Peralatan diagnostika. b. Peralatan mikrobiolgi. c. Pereaksi serologi.

103 7 d. Perlengkapan dan pereaksi laboratorium imunologi. e. Sistem tes imunologikal dan tes imunologikal antigen tumor Peralatan Anastesi Peralatan anastesi diantaranya peralatan anastesi untuk diagnostik, pemantauan, terapetik dan peralatan anastesi lainnya Peralatan Kardiologi Peralatan kardiologi diantaranya peralatan kardiologi untuk diagnostik, pemantauan, prostetik, bedah dan terapetik Peralatan Gigi Peralatan gigi diantaranya peralatan gigi untuk diagnostik, prostetik, bedah, terapetik dan peralatan gigi lainnya Peralatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) Peralatan THT diantaranya peralatan THT untuk diagnostik, prostetik, bedah dan peralatan THT terapetik Peralatan Gastronetrologi-Urologi (GU) Peralatan GU diantaranya peralatan GU untuk diagnostik, pemantauan, prostetik, bedah, dan peralatan GU terapetik Peralatan Rumah Sakit Umum dan Perorangan (RSU-P) Peralatan Rumah Sakit Umum dan Perorangan diantaranya peralatan RSU- P untuk pemantauan, terapetik dan peralatan RSU dan P lainnya Peralatan Neurologi Peralatan neurologi diantaranya peralatan neurologi untuk diagnostik, prostetik dan peralatan neurologi bedah.

104 Peralatan Obsterik dan Ginekologi (OG) Peralatan OG diantaranya peralatan OG untuk diagnostik, pemantauan, prostetik, bedah, terapetik dan peralatan OG reproduksi Peralatan Mata Peralatan mata diantaranya peralatan mata untuk diagnostik, prostetik, bedah dan peralatan mata terapetik Peralatan Ortopedi Peralatan ortopedi diantaranya peralatan ortopedi untuk diagnostik, prostetik dan peralatan ortopedi bedah Peralatan Kesehatan Fisik Peralatan kesehatan fisik diantaranya peralatan kesehatan fisik untuk diagnostik, prostetik dan terapetik Peralatan Radiologi Peralatan radiologi diantaranya peralatan radiologi untuk diagnostik, terapetik dan peralatan radiologi lainnya Peralatan Bedah Umum dan Bedah Plastik dan terapetik. Peralatan bedah diantaranya peralatan bedah untuk diagnostik, prostetik 2.3 Pedoman Cara Pembuatan Alat yang Baik/CPAKB (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Pedoman Cara Pembuatan Alat memuat persyaratan sistem manajemen mutu yang dapat digunakan oleh produsen alat kesehatan untuk desain dan pengembangan, produksi, pemasangan dan layanan alat kesehatan, serta desain, pengembangan, dan penyediaan yang terkait layanan tersebut. Pedoman ini juga bisa digunakan oleh berbagai pihak, termasuk badan sertifikasi, untuk menilai kemampuan produsen alat kesehatan dalam memenuhi ketentuan yang berlaku.

105 9 Pedoman ini menguraikan syarat untuk sebuah sistem manajemen mutu dimana suatu perusahaan perlu menunjukkan kemampuannya untuk memproduksi serta menyediakan alat kesehatan dan jasa terkait yang secara konsisten dapat memenuhi persyaratan pelanggan serta persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku. Tujuan utama dari pedoman ini adalah untuk memfasilitasi keselarasan persyaratan peraturan perundang-undangan alat kesehatan dengan sistem manajemen mutu Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Pedoman CPAKB menetapkan sebuah model untuk Sistem Manajemen Mutu pembuatan alat kesehatan yang mungkin diterapkan di perusahaan dengan tipe dan ukuran apapun. Pedoman ini didasarkan kepada model sistem penerapan dari Perencanaan Penerapan Pemantauan dan Pengukuran Tinjauan atau biasa dikenal dalam istilah standar internasional dengan konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action) dengan mengikuti urutan yang praktis dan logis Sistem Perencanaan Tahapan Plan dari siklus penerapan dimulai oleh pemahaman terhadap efek atau resiko terhadap mutu produk alat kesehatan yang diakibatkan oleh kegiatan perusahaan. Selain itu diidentifikasi pula batasan peraturan perundangundangan dan peraturan sejenis yang berlaku terhadap perusahaan. Identifikasi tersebut harus termasuk kondisi operasional perusahaan yang normal dan juga keadaan darurat yang mungkin terjadi. Perusahaan harus melakukan identifikasi terhadap proses area yang berdampak terhadap mutu produk alat kesehatan dan terhadap persyaratan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang relevan dengan proses dan produk. Kondisi kritikal dalam proses sebaiknya dievaluasi dan jika perlu dilakukan validasi oleh ahli untuk memastikan identifikasi yang dilakukan telah sesuai dan semua proses kritikal telah sesuai untuk ditetapkan. Perusahaan dapat memutuskan area atau proses yang mana yang dinilai kritikal dan dengan demikian perlu dikendalikan. Proses evaluasi ini sangat penting untuk pengembangan CPAKB lebih lanjut mengingat hasilnya digunakan untuk menetapkan sistem manajemen tersebut.

106 10 Setelah proses evaluasi ini perusahaan dapat menetapkan kebijakan mutu sebagai panduan dalam memproduksi alat kesehatan yang baik dan perusahaan dapat membuat konsep penerapannnya, mengingat kebijakan tersebut akan disusun berdasarkan masalah tertentu dan kondisi kritikal tertentu yang terkait bagi perusahaan Sistem Penerapan Tahapan selanjutnya adalah tahapan Do atau penerapan dari siklus manajemen. Semua kritikal proses area tersebut sekarang harus dikendalikan. Untuk itu terdapat pilihan, yaitu perusahaan dapat memilih kegiatan peningkatan dengan menetapkan tujuan, sasaran dan program manajemen, serta perusahaan berkewajiban mengendalikan kritikal proses area dengan prosedur pengendalian operasional (dalam beberapa kesempatan, kedua mekanisme tersebut dapat diterapkan sekaligus). Sebagai tambahan, masalah yang diidentifikasi sebagai potensi keadaan darurat juga harus dikendalikan melalui proses pencegahan darurat, dan kemungkinan dengan rencana dan prosedur keadaan darurat Sistem Pemantauan dan Pengukuran Tahapan selanjutnya adalah tahapan Check dari siklus. Tahapan ini termasuk proses pengukuran, pemantauan dan kalibrasi untuk memastikan bahwa pengendalian dan program berfungsi seperti yang dikehendaki. Selain itu, termasuk pula pemeriksaan mengenai kesesuaian terhadap peraturan. Tahapan lain dari proses ini adalah Audit Manajemen Mutu, yaitu memastikan sistem yang dikembangkan akan diaudit secara rinci dengan memverifikasi apakah sistem tersebut beroperasi sesuai rencana Sistem Tinjauan Setelah tahapan audit, terjadi proses Review. Seluruh sistem dikaji untuk memastikan bahwa sistem tersebut berfungsi dan menghasilkan apa yang dibutuhkan dan masih tetap terkini serta memadai untuk perusahaan. Dimana

107 11 output kajian adalah berupa rencana tindak lanjut perbaikan dan peningkatan sistem manajemen secara berkesinambungan Sistem Pendukung Beberapa tahapan dari CPAKB ini merupakan sistem pendukung penting yang membantu dalam memastikan pengendalian dilakukan secara efektif dan mampu ditelusur ulang, tahapan tersebut antara lain: a. Struktur dan tanggung jawab. b. Pelatihan, kesadaran dan kompetensi. c. Komunikasi internal dan eksternal. d. Dokumentasi sistem manajemen mutu. e. Pengendalian dokumen. f. Ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan. g. Pengendalian catatan. 2.4 ISO (ISO, 2003) ISO 13485:2003 merupakan persyaratan sistem manajemen mutu yang dikeluarkan khusus untuk industri alat kesehatan. ISO menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen mutu di mana setiap industri alat kesehatan perlu menunjukkan kemampuannya untuk menyediakan alat kesehatan maupun jasa yang terkait dan secara konsisten memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan yang berlaku untuk alat kesehatan. Tujuan utama dari ISO 13485:2003 adalah menjamin mutu alat kesehatan yang di produksi agar sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu untuk Alat kesehatan, dan ISO 13485:2003 menjadi salah satu acuan dalam harmonisasi alat kesehatan regional (ASEAN) maupun global (IMDRF/GHTF) khususnya terkait peraturan sistem manajemen mutu untuk alat kesehatan. Beberapa persyaratan ISO tidak termasuk dalam persyaratan dari ISO 9001, hal ini dikarenakan alat kesehatan membutuhkan perlakuan khusus dalam produksi dan menjamin sistem mutu produksinya. Karena ini pengecualian, industri yang sistem manajemen mutunya sesuai dengan standar ISO 9001 tidak bisa mengklaim kesesuaian dengan ISO kecuali kualitas sistem manajemen mutu telah

108 12 sesuai dengan semua persyaratan ISO Peraturan dari persyaratan ISO memberikan pengaturan alternatif yang dibahas dalam sistem manajemen mutu. Hal ini adalah tanggung jawab perusahaan untuk memastikan bahwa klaim alat kesehatannya telah sesuai dengan ISO 13485:2003.

109 13 BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Kegiatan pengkajian selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada tanggal 7 Januari - 18 Januari 2013, bertempat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 3.2 Metode Pengkajian Pengkajian berdasarkan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) untuk memahami lebih lanjut Pedoman Lengkap untuk Manajemen Mutu dalam Industri Alat Kesehatan ISO sebagai pedoman dalam membuat sistem manajemen mutu dalam industri alat kesehatan. Pengkajian tersebut meliputi sistem manajemen mutu dan pentingnya persyaratan dokumentasi sesuai ISO

110 14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistem Manajemen Mutu ISO Persyaratan Umum dan Prinsip Utama Manajemen Mutu. Sistem manajemen mutu secara umum meliputi penerapan sistem sebagai tujuan utama, identifikasi setiap proses, hubungan antar proses, pemeliharaan efektivitas, ketersediaan sumber daya, pengawasan proses, tindakan untuk mencapai hasil yang direncanakan, serta proses alih daya. Konsep manajemen mutu berdasarkan ISO 9001 merupakan manajemen mutu bagi setiap organisasi atau perusahaan secara umum sedangkan ISO khusus bagi industri alat kesehatan. Secara keseluruhan konsep manajemen mutu tidak jauh berbeda, hanya pada manajemen mutu berdasarkan ISO ditekankan bahwa perlunya memelihara efektivitas dari manajemen mutu sedangkan berdasarkan ISO 9001 menyatakan bahwa manajemen mutu harus selalu ditingkatkan. Konsep utama dari sistem manajemen mutu dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Konsep utama manajemen mutu dalam perusahaan. ISO ISO 9001 Perusahaan hendaknya membuat dan memelihara sistem manajemen mutu yang terdokumentasi dan diimplementasikandalam organisasi dengan Perusahaan hendaknya membuat dan memelihara sistem manajemen mutu yang terdokumentasi dan diimplementasikandalam organisasi dengan kesesuaian dengan persyaratan kesesuaian dengan persyaratan standar ISO standar ISO 9001 Perusahaan hendaknya memelihara Perusahaan bertindak terus-menerus efektivitas dari sistem manajemen untuk meningkatkan efektivitas mutu kualitas sistem manajemen Dalam menetapkan sistem manajemen Dalam mendokumentasikan sistem mutu, perusahaan hendaknya me- manajemen mutu, perusahaan ngacu pada masalah-masalah hendaknya mengacu pada masalahberikut: masalah berikut: 14 14

111 15 a. Proses utama dari sistem manajemen mutu harus diidentifikasi dan didokumentasikan sesuai dengan penerapan standar. Proses yang telah diidentifikasi harus diimplementasikan b. Hubungan, penerapan dan kelanjutan antara proses harus didefinisikan dan diimplementasikan c. Metode dan kriteria untuk pengawasan dan pengendalian yang efektif harus didefinisikan dan diterapkan d. Sumber daya dan informasi yang diperlukan untuk mendukung semua proses hendaknya cukup dan tersedia e. Proses akan dikendalikan, diawasi, diukur, dan dianalisis sesuai spesifikasi awal f. Perusahaan mengimplementasikan pengukuran spesifik untuk memperoleh peningkatan: pencapaian objek dan pemeliharaan efektivitas g. Proses harus direncanakan, diimplementasikan dan direalisasikan sesuai persyaratan standar ISO h. Proses alih daya yang memiliki pengaruh langsung terhadap mutu produk hendaknya diikutsertakan dalam sistem manajemen mutu dan menyampaikan pengendalian dan pengawasan yang sama dengan peningkatan terus-menerus Tabel 4.1 Lanjutan Proses utama dari sistem manajemen mutuharus diidentifikasi dan didokumentasikan sesuai dengan penerapan standar. Proses yang telah diidentifikasi harus diimplementasikan Hubungan, penerapan dan kelanjutan antara proses harus didefinisikan dan diimplementasikan Metode dan kriteria untuk pengawasan dan pengendalian yang efektif harus didefinisikan dan diterapkan Sumber daya dan informasi yang diperlukan untuk mendukung semua proses hendaknya cukup dan tersedia Proses akan dikendalikan, diawasi, diukur, dan dianalisis sesuai spesifikasi awal Perusahaan mengimplementasikan pengukuran spesifik untuk memperoleh peningkatan: pen-capaian objek dan pemeliharaan efektivitas Proses harus direncanakan, diimplementasikan dan direalisasikan sesuai persyaratan standar ISO 9001 Proses alih daya yang memiliki pengaruh langsung terhadap mutu produk hendaknya diikutsertakan dalam sistem manajemen mutu dan menyampaikan pengendalian dan pengawasan yang sama dengan peningkatan terus-menerus

112 16 Hal yang berkaitan dengan persyaratan mutu dipenuhi oleh beberapa persyaratan standar, yaitu: a. Penerapan sistem manajemen mutu Standar membutuhkan definisi dari prinsip utama sistem manajemen mutu dalam pedoman mutu, definisi dari lingkup sistem manajemen mutu dengan cara mengidentifikasi proses dan membantu penjelasan kegiatan dalam prosedur mutu. b. Identifikasi proses Proses untuk merealisasikan produk merupakan hal mendasar dari sistem manajemen mutu. Setiap proses harus teridentifikasi dahulu agar tepat dalam menginvestasi dan mengawasi setiap sumber daya. Skema umum dari proses juga hendaknya dibuat beserta penjelasan bagaimana produk akan direalisasikan. Skema proses secara umum dapat dilihat pada Gambar 4.1. Menerima Pesanan Mengerjakan pesanan Penjadwalan Pembelian Penyiapan untuk produksi Produksi Pengemasan Pengantaran Gambar 4.1. Skema proses secara umum. Subproses juga dapat diturunkan dengan tetap mengikuti sistem manajemen mutu. Teknik lainnya yaitu membagi kegiatan kedalam area yang berbeda berdasarkan anjuran standar dan mengidentifikasi proses mana yang berkaitan dengan beberapa area lain, misalnya area lingkungan kerja, area peninjauan persyaratan yang berkaitan dengan produk, area pemeliharaan properti dan area pengawasan pembelian.

113 17 Pada akhir proses terdapat daftar proses yang akan dimasukkan dalam sistem manajemen mutu, yaitu perencanaan berdasarkan persyaratan standar ISO 13485, pengawasan berdasarkan persyaratan standar ISO dan efektivitas dari sistem manajamen mutu. c. Hubungan timbal balik antar proses Hubungan dan urutan diantara proses utama digambarkan pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 menjelaskan bahwa terdapat empat proses utama yang dibutuhkan untuk merealisasikan produk, yaitu: transfer pesanan, proses merealisasikan produk, pembelian, pdan enghantaran produk yang baik. Gambar 4.2 mengubungkan proses yang berada di dalam sistem manajemen mutu, yaitu tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya, pengukuran, analisis dan peningkatan mutu. Kegiatan yang berkaitan dengan sumber daya yang berasal dari luar perusahaan juga harus disebutkan, seperti evaluasi pembelian serta umpan balik dari kegiatan. Pelanggan Proses Sistem Manajemen Mutu Pelanggan Kebutuhan pelanggan Tanggung Jawab Manajemen Perbaikan Pengukuran Manajemen Analisis Efektivitas. Sumber Daya Transfer Pesanan Proses Realisasi Produk Pengiriman yang baik Pemasok Proses Pembelian Gambar 4.2 Keterkaitan diantara proses. Berdasarkan gambar tersebut, terdapat umpan balik pelanggan diantara proses perbaikan pengukuran analisis dan pelanggan, serta evaluasi pembelian yaitu

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/211/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/211/2015 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/211/2015 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-51 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Da

2 Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Da BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1563, 2014 KEMENKES. Alat Kesehatan. Perbekalan Kesehatan. Rumah Tangga. Perusahaan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG PERUSAHAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/399/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/399/2017 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/399/2017 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-53 TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PASAL 6 PERMENKES No.1109/MENKES/PER/IX/2007

PASAL 6 PERMENKES No.1109/MENKES/PER/IX/2007 TUGAS KONSEP HERBAL INDONESIA PASAL 6 PERMENKES No.1109/MENKES/PER/IX/2007 Oleh Caroline 1106027655 PROGRAM MAGISTER HERBAL DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TATA HUBUNGAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: TAHUN 2009

TATA HUBUNGAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: TAHUN 2009 RANCANGAN TATA HUBUNGAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: TAHUN 2009 DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/10/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.590, 2017 KEMENKES. Alat Kesehatan. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TATA CARA REGISTRASI DAN IZIN EDAR PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO KATEGORI HEMATOLOGI KLINIK

UNIVERSITAS INDONESIA TATA CARA REGISTRASI DAN IZIN EDAR PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO KATEGORI HEMATOLOGI KLINIK UNIVERSITAS INDONESIA TATA CARA REGISTRASI DAN IZIN EDAR PRODUK DIAGNOSTIK INVITRO KATEGORI HEMATOLOGI KLINIK TUGAS KHUSUSS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER TRI SETIAWAN, S. Farm. 1006754075 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/93/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/93/2015 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/93/2015 TENTANG TIM PENGELOLA PENUGASAN KHUSUS TENAGA KESEHATAN BERBASIS TIM (TEAM BASED) DALAM MENDUKUNG PROGRAM NUSANTARA SEHAT DENGAN

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN Pasal 106 NO. 36 TAHUN 2009 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Alat Kesehatan. Rumah Tangga. Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Alat Kesehatan. Rumah Tangga. Produksi. No.399, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Alat Kesehatan. Rumah Tangga. Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 86 / HUK / 2010 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 86 / HUK / 2010 TENTANG MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 86 / HUK / 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :

Lebih terperinci

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGORGANISASIAN DINAS KESEHATAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA.

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGORGANISASIAN DINAS KESEHATAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA. - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-Undang

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci