IV. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada bulan Oktober sampai dengan Desember Lokasi penelitian adalah provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian ini adalah secara sengaja dengan pertimbangan sebagaimana telah dikemukakan pada bab terdahulu Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder yang sebagian besar bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Jawa Barat. Adapun secara spesifik data yang digunakan tersebut mencakup, Pertama, data time series berupa PDRB, jumlah tenaga kerja, jumlah penduduk, ekspor dan impor provinsi Jawa Barat yang dipublikasikan oleh BPS provinsi Jawa Barat tahun Secara lengkap data-data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Diperlukan data-data ini terkait dengan analisis ekonometrik untuk menjawab tujuan penelitian pertama, yaitu analisis pola perubahan struktural ekonomi dari sisi output dan tenaga kerja. Kedua, data IO tahun 1993 dan Data-data tersebut diambil dari Tabel IO 21x21 sektor berdasarkan transaksi domestik atas harga produsen yang dipublikasikan dari BPS provinsi Jawa Barat. Secara lengkap Tabel IO tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 5. Digunakan data IO tersebut terkait analisis dekomposisi IO untuk menjawab tujuan penelitian kedua. Ketiga, data SAM atau data Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 1993 dan Sehubungan data SAM Propinsi Jawa Barat yang tersedia adalah

2 108 publikasi tahun 1999, oleh karena itu dalam studi ini dibangun tabel SAM Tahun 1993 dan Untuk membangun tabel SAM tersebut diantaranya dibutuhkan data : IO, Susenas, Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Tingkat I dan II dan Perpajakan, Survei Industri dan Survei Khusus Pembentukan Modal (SKPM) provinsi Jawa Barat untuk masing-masing tahun 1993 dan Secara lengkap data-data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 11. Data SAM tersebut digunakan untuk analisis : (1) pola perubahan struktural dari sisi distribusi pendapatan rumahtangga, yaitu untuk menjawab tujuan penelitian pertama, (2) keterkaitan, yaitu untuk menjawab tujuan penelitian ketiga, (3) pengganda, dekomposisi pengganda dan Struktural Path Analysis (SPA), yaitu untuk menjawab tujuan penelitian keempat, dan (4) simulasi, yaitu untuk menjawab tujuan penelitian kelima Tahapan Membangun SAM Provinsi Jawa Barat Tabel SAM propinsi Jawa Barat pada dasarnya merupakan sebuah matriks yang merangkum neraca sosial dan ekonomi di Jawa Barat secara agregat. Neraca SAM provinsi Jawa Barat dikategorikan menjadi dua kelompok neraca besar, yakni neraca endogen dan neraca eksogen. Untuk neraca endogen dikelompokkan menjadi tiga blok neraca, yaitu blok neraca faktor produksi, blok neraca institusi, dan blok neraca aktivitas produksi. Sedangkan neraca eksogen dapat dipisahkan menjadi neraca kapital, neraca pajak tak langsung dan neraca luar negeri (luar propinsi Jawa Barat dan luar negeri). Tabel 4 menunjukkan klasifikasi neraca SAM provinsi Jawa Barat yang disusun lebih rinci sebagaimana diperlukan dalam studi ini. Tabel 4. Klasifikasi SAM provinsi Jawa Barat (38 sektor)

3 109 Uraian Kode Pertanian 1 Faktor Produksi Tenaga Kerja Industri 2 Lainnya 3 Modal 4 Buruh Tani 5 Pengusaha Pertanian 6 Golongan Rendah di Desa 7 Penerima Pendapatan di Desa 8 R.umah Tangga Golongan Atas Desa 9 Institusi Golongan Rendah di Kota 10 Penerima Pendapatan di Kota 11 Golongan Atas di Kota 12 Perusahaan 13 Pemerintah 14 Tanaman Bahan Makanan 15 Perkebunan 16 Peternakan 17 Kehutanan 18 Perikanan 19 Pertambangan dan Penggalian 20 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 21 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 22 Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 23 Industri Kertas, Percetakan dan Penerbitan 24 Sektor Produksi Industri Kimia, Bahan Kimia, Kertas dan Plastik 25 Industri Pengilangan Minyak Bumi 26 Industri Barang Mineral Bukan Logam 27 Industri Logam Dasar dan Barang Jadi Logam 28 Industri Pengolahan Lainnya 29 Listrik, Gas dan Air Bersih 30 Bangunan/Kontruksi 31 Perdagangan, Hotel dan Restoran 32 Pengangkutan dan Komunikasi 33 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 34 Jasa-Jasa 35 Neraca Kapital 36 Pajak Tak Langsung Netto 37 Luar Negeri dan Jabar 38

4 110 Membangun neraca endogen dan neraca eksogen sebagaimana terlihat pada Tabel SAM provinsi Jawa Barat tersebut dibutuhkan beberapa tahapan. Secara berurutan tahapan-tahapan yang dimaksud adalah : (1) penetapan tahun dasar, (2) pendefinisian klasifikasi, khususnya untuk neraca faktor produksi, neraca institusi, dan neraca aktivitas, (3) tabulasi dan identifikasi sumber data, dan (4) koreksi kesalahan estimasi data dan pembentukan keseimbangan Penetapan Tahun Dasar Tahun dasar pembuatan SAM Jawa Barat ditetapkan dalam penelitian ini adalah Tahun 1993 dan Yang menjadi suatu pertimbangan bahwa tahun tersebut ditetapkan sebagai tahun dasar adalah, Pertama, tahun 1993 merupakan masa dimulai terjadinya perubahan struktural ekonomi di Provinsi Jawa Barat, dan Kedua, ketersediaan data, terutama data IO Provinsi Jawa Barat yang terbaru dalam publikasi adalah tahun 2003, yang memungkinkan pembuatan SAM berikutnya adalah tahun Pendefinisian Klasifikasi Ketersediaan data merupakan salah satu pertimbangan yang sangat besar dalam proses pembuatan SAM Jawa Barat saat ini. Mengingat data-data yang dibutuhkan sepertinya belum banyak tersedia di propinsi Jawa Barat, sementara penelitian ini hanya memanfaatkan data-data sekunder, sehingga klasifikasi yang ditentukan khususnya dalam neraca faktor produksi dan neraca institusi, sangatlah minim. Meskipun demikian, diharapkan penetapan klasifikasi yang minim tersebut dapat menghasilkan output penelitian yang optimal. Klasifikasi yang ditetapkan mengikuti pola SAM provinsi Jawa Barat Tahun 1999, akan tetapi berbeda pada neraca aktivitas (produksi). Dalam hal ini sektor Pertanian didisagregasi menjadi lima (5), sektor Industri Pengolahan didisagregasi menjadi

5 111 sembilan (9) sektor dan sektor yang lainnya tidak, oleh karena itu terdapat 21 sektor produksi. Pendisagregasian ini dilakukan sesuai tujuan penelitian Konsep dan Definisi Secara garis besar konsep dan definisi dari klasifikasi kerangka SAM propinsi Jawa Barat Tahun 1993 dan 2003 dapat dijelaskan sebagai berikut Klasifikasi Neraca Faktor Produksi Klasifikasi neraca faktor produksi dibedakan atas faktor produksi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja (modal). Selanjutnya faktor produksi tenaga kerja dibedakan menurut jenis dan status pekerjaan dari tenaga kerja. 1. Tenaga Kerja yang Bekerja Di Sektor Pertanian Termasuk di dalam klasifikasi tenaga kerja yang bekerja di sektor Pertanian adalah tenaga kerja yang bekerja subsektor Perkebunan, Perikanan, Kehutanan, Perburuan dan Penangkapan Hewan dan usaha-usaha yang berhubungan dengan sektor Pertanian (jasa Pertanian). Tenaga kerja di sektor ini dapat berupa tenaga kerja yang bekerja sendiri atau pekerja keluarga (unpaid workers), atau pekerja yang dibayar (buruh atau paid workers), baik yang bekerja sebagai manajer, pengawas atau pun sebagai buruh biasa. 2. Tenaga Kerja yang Bekerja Di Sektor Industri Pengolahan Termasuk di dalam klasifikasi tenaga kerja yang bekerja di sektor Industri Pengolahan adalah tenaga kerja yang bekerja di semua sektor Industri Pengolahan, seperti Industri Tekstil, Industri Garmen, Industri Makanan dan Minuman, Industri Pesawat Terbang, dan sebagainya. Tenaga kerja di sektor ini dapat berupa tenaga kerja yang bekerja sendiri atau pekerja keluarga (unpaid

6 112 workers), atau pekerja yang dibayar (buruh atau paid workers), baik yang bekerja sebagai manajer, pengawas atau pun sebagai buruh biasa. 3. Tenaga Kerja yang Bekerja Di Sektor Lainnya Termasuk di dalam klasifikasi tenaga kerja ini adalah mereka yang bekerja selain di sektor Pertanian dan sektor Industri Pengolahan, biasanya di sektor Jasa seperti Tranportasi, Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan sebagainya. Tenaga kerja di sektor ini dapat berupa tenaga kerja yang bekerja sendiri atau pekerja keluarga (unpaid workers), atau pekerja yang dibayar (buruh atau paid workers), baik yang bekerja sebagai manajer, pengawas, atau pun sebagai burah biasa Klasifikasi Neraca Institusi Klasifikasi neraca institusi dibedakan atas 3 klasifikasi yaitu : pemerintah, swasta dan rumahtangga. 1. Pemerintah Yang dimaksud dengan pemerintah di sini adalah pemerintah daerah propinsi Jawa Barat. 2. Swasta Yang dimaksud dengan swasta di sini adalah swasta yang menjalankan operasi bisnis mereka di propinsi Jawa Barat. 3. Rumahtangga Yang dimaksud dengan rumahtangga di sini adalah rurnahtangga yang berdomisili di propinsi Jawa Barat. Pengertian rumahtangga dalam kerangka SAM mengikuti konsep rumahtangga yang digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), yaitu sekelompok orang yang tinggal dalam satu atap dan makan dari satu dapur.

7 113 Selanjutnya rumahtangga dalam SAM propinsi Jawa Barat 1993 dan 2003 ukuran 38 sektor dirinci menjadi 8 golongan rumahtangga mengikuti pola SAM provinsi Jawa Barat Tahun Adapun pengertian golongan rumahtangga tersebut dinyatakan sebagai berikut : a. Rumahtangga buruh tani, yaitu rumahtangga dimana kepala rumahtangga bekerja di sektor Pertanian atau penerima pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja sebagai buruh tani. b. Rumahtangga pengusaha Pertanian (agricultural operators), yaitu rumahtangga dimana kepala rumahtangga bekerja di sektor Pertanian atau penerima pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja sebagai pengusaha pertanian. c. Rumahtangga bukan pertanian golongan bawah di desa, yaitu rumahtangga dimana kepala rumahtangga bekeria di sektor bukan pertanian atau penerima pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumahtangga tersebut berdomisili di desa. Termasuk dalam golongan rumahtangga ini adalah rumahtangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai pedagang keliling, warteg, tenaga tata-usaha golongan rendah, pekerja bebas sektor angkutan (seperti supir bis, kondekur bis), pekerja bebas sektor jasa perorangan, pekerja kasar, atau yang sejenis. d. Rumahtangga bukan pertanian penerima pendapatan di desa, yaitu rumahtangga dimana kepala rumahtangga sudah tidak bekerja lagi atau telah pensiun, rumahtangga tersebut berdomisili di desa. e. Rumahtangga bukan pertanian golongan atas di desa, yaitu rumahtangga dimana kepala rumahtangga bekerja di sektor bukan pertanian atau penerima pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan

8 114 pertanian, rumahtangga tersebut berdomisili di desa. Termasuk dalam golongan rumahtangga ini adalah rumahtangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai manajer, profesional (seperti akuntan, dokter), militer, guru, dosen/guru besar, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas, atau yang sejenis. f. Rumahtangga bukan pertanian golongan bawah di kota, yaitu rumahtangga dimana kepala rumahtangga bekerja di sektor bukan pertanian atau penerima pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumahtangga tersebut berdomisili di kota. Termasuk dalam golongan rumahtangga ini adalah rumahtangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai pedagang keliling, pedagang warteg, tenaga tata-usaha golongan rendah, pekerja bebas sektor angkutan (seperti supir bis, kondektur bis), pekerja bebas sektor jasa perorangan, pekerja kasar, atau yang sejenis. g. Rumahtangga bukan pertanian penerima pendapatan di kota, yaitu rumahtangga dimana kepala rumahtangga sudah tidak bekerja lagi atau telah pensiun, rumahtangga tersebut berdomisili di kota. h. Rumahtangga bukan pertanian golongan atas di kota, yaitu rumahtangga dimana kepala rumahtangga bekerja di sektor bukan pertanian atau penerima pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekeda di sektor bukan pertanian, rumahtangga tersebut berdomisili di kota. Termasuk dalarn golongan rumahtangga ini adalah rumahtangga yaiig memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai manajer, profesional (seperti akuntan,

9 115 dokter), militer, guru, dosen/guru besar, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas, atau yang sejenis. 1) Pendapatan Rumahtangga Pendapatan rumahtangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga bersangkutan, baik yang berasal dari pendapatan kepala rumahtangga maupun pendapatan anggota-anggota rumahtangga. Pendapatan rumahtangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi tenagakerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus dan lain-lain), balas jasa kapital (bunga, dividen, bagi hasil dan lain-lain) dan pendapatan yang berasal dari pernberian pihak lain (transfer). 2) Anggota Rumahtangga Anggota rumahtangga adalah mereka yang bertempat tinggal dan menjadi tanggungan rumahtangga bersangkutan. Anggota rumahtangga yang telah berdomisili di wilayah lain lebih dari enam bulan dianggap bukan lagi menjadi anggota rumahtangga tersebut. 3) Tabungan Rumahtangga Tabungan rumahtangga adalah pendapatan rumahtangga yang tidak dikonsumsi habis. Tabungan merupakan selisih pendapatan dengan pengeluaran rumahtangga. Dalam kerangka SAM, tabungan rumahtangga masih merupakan konsep bruto karena masih mengandung unsur penyusutan barang modal yang digunakan untuk usaha rumahtangga Klasifikasi Sektor Produksi

10 116 Klasifikasi sektor produksi dalam kerangka SAM propinsi Jawa Barat tahun 1993 dan 2003 merupakan penggabungan beberapa klasifikasi lapangan usaha yang terdapat pada tabel IO propinsi Jawa Barat menjadi klasifikasi sendiri yang terdiri dari 21 kegiatan/sektor Klasifikasi Neraca Lainnya Klasifikasi neraca lain dalam kerangka ini meliputi margin perdagangan dan pengangkutan, neraca kapital, pajak tidak langsung dan neraca luar negeri (atau luar propinsi Jawa Barat) Tabulasi Data dan Identifikasi Sumber Data Pada bagian ini dilakukan pengidentifikasian sumber data untuk mengisi tiap-tiap sel transaksi. Secara garis besarnya sel-sel transaksi yang akan diisi dapat dilihat pada Tabel 5. Sumber data utama dalam membangun SAM Jawa Barat adalah tabel IO provinsi Jawa Barat Tahun 1993 dan 2003, oleh karena itu pengisian sel SAM provinsi Jawa Barat dimulai tersebut dengan memasukkan masing-masing Tabel IO provinsi Jawa Barat ke dalam sel matrik T 16, T 26, T 58, T 63, T 65, T 66, T 67, T 69, T 86, dan T 96. Adapun untuk matrik-matrik lainnya, sumber informasi lain dibutuhkan. Sel matrik T 31, T 32, T 33, T 34, dan T 73 diperoleh berdasarkan informasi dari SUSENAS atau SKTIR provinsi Jawa Barat, Statistik keuangan Jawa Barat, APBD dan Kantor Pajak Wilayah DJP Jawa Bagian Barat I dan II dibutuhkan untuk mengisi sel matrik T 35, T 52, T 53, T 54, T 55 dan T 72. Survei Industri dan Survei Khusus Pembentukan Modal (SKPM) dibutuhkan untuk mengisi sel matrik T 44 dan T 74.

11 117 Sebagaimana diketahui dalam beberapa kasus sering kali tidak tersedia data untuk mengisi suatu sel matrik transaksi. Salah satu cara estimasi yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan sifat keseimbangan tabulasi yang harus dimiliki oleh SAM dan proporsi dari tabel SAM yang telah dipublikasikan sebelumnya, yaitu tabel SAM provinsi Jawa Barat Tahun Sel matrik yang

12 140 Tabel 5. Kerangka Dasar SAM Provinsi Jawa Barat F.Produksi Institusi T.Kerja Modal R.Tangga Perusahaan Pemerintah Sektor Produksi Neraca Kapital Pajak Tak Langsung Neraca Luar Negeri F.Produksi Institusi T.Kerja 1 T 16 T 19 Modal 2 T 26 R.Tangga 3 T 31 T 32 T 33 T 34 T 35 T 39 Perusahaan 4 T 44 Pemerintah 5 T 52 T 53 T 54 T 55 T 58 Sektor Produksi 6 T 63 T 65 T 66 T 67 T 69 Neraca Kapital 7 T 73 T 74 T 75 Pajak Tak Langsung 8 T 86 Neraca Luar Negeri 9 T 91 T 93 T 96 T 97

13 118 diestimasi dengan memanfaatkan sifat keseimbangan tersebut adalah : T 91, T 93, T 97, T 19 dan T 39. Setelah seluruh estimasi data awal dilakukan, maka dilakukan tabulasi dengan pengisian sel-sel matrik yang telah direncanakan. Pada dasarnya setelah proses ini dilakukan, SAM Jawa Barat bentuk awal telah terbentuk. Namun demikian, urutan kegiatan dalam mengisi nilai tiap-tiap sel masih menjadi bahan perdebatan Koreksi Kesalahan Estimasi Data Dan Pembentukan Keseimbangan Pada bagian ini dilakukan, Pertama, koreksi terhadap nilai tabulasi dalam SAM yang tidak logis. Pada bagian ini, setiap sel yang ada dalam SAM Jawa Barat diamati. Angka yang tampak tidak logis, misalnya terlalu besar atau kecil, dilakukan pengecekan ulang dengan menggunakan sumber informasi lain. Dan, Kedua, koreksi untuk menjamin bentuk keseimbangan SAM. Pada bagian ini, setiap sel dalam SAM Jawa Barat harus dikoreksi sehingga jumlah kolom dan jumlah baris untuk setiap neraca sama. Menyeimbangkan seluruh neraca menggunakan perhitungan tangan maupun matematis, seperti program linier atau dengan menggunakan algoritma. Adapun bentuk kesimbangan yang dilakukan dalam hal ini dengan metode Cross-Entropy (CE) Rekonsiliasi Akhir Langkah rekonsiliasi ini sebenarnya telah dimulai pada saat mengisi masing-masing blok SAM. Tahap rekonsiliasi yang pertama kali dilakukan adalah menentukan cara estimasi yang sama untuk jumlah rumahtangga dan jumlah populasi pada masing-masing kelompok. Langkah ini dilakukan untuk membuat

14 119 perhitungan relatif pendapatan dan pengeluaran per kapita atau per rumahtangga. Tahap rekonsiliasi yang kedua adalah menentukan beberapa blok yang lebih reliabel dari pada yang lain. Penentuan blok yang lebih reliabel atau tidak didasarkan atas sumber data yang diperoleh dalam pembentukan blok tersebut. Blok-blok yang lebih reliabel nantinya akan menjadi pedoman apabila ada langkah-langkah penyesuaian yang perfu dilakukan dalam penyempurnaan SAM. Tahapan rekonsiliasi yang ketiga adalah menyeimbangkan seluruh neraca menggunakan perhitungan tangan maupun matematis, seperti program linier atau dengan menggunakan algoritma. Adapun yang dimaksud dengan rekonsiliasi akhir adalah pengecekan kembali tahapan rekonsiliasi yang dilakukan setelah semua blok dalam SAM sudah terisi Metode Analisis Analisis Ekonometrika Analisis ekonometrika digunakan untuk menentukan pola perubahan struktural. Dalam studi ini analisis mengadopsi model yang dikembangkan oleh Daryanto (1999). Model ini dibangun berdasarkan pendekatan ekonometrik berbentuk regresi persamaan tunggal Syrquin-Chenery (1989), tetapi berbeda terutama dalam pendugaan variabel endogennya. Dalam model ini variabel endogen yang diduga adalah terdiri dari sektor Pertanian, Industri Pengolahan dan Jasa (di luar sektor Pertanian dan Jasa). Model ini ditunjukkan sebagai berikut : lngdp it = a j + b 1i lnypc t + b 2i lnpop t + b 3i lno + e t. (4.1) lnemp it = a j + b 1i lnypc t + b 2i lnpop t + b 3i lno + e t. (4.2) dimana :

15 120 GDP i = share sektor i terhadap PDRB EMP i = share sektor i terhadap jumlah tenaga kerja YPC = pendapatan per kapita atas harga konstan 1993 POP = jumlah penduduk O = pangsa ekspor+impor terhadap PDRB atas harga konstan 1993 i = 1, 2, 3 berturut-turut sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Jasa (selain sektor Pertanian dan Industri Pengolahan) t = waktu (1993, 1994,., 2003) Analisis IO Analisis IO digunakan untuk menentukan pertumbuhan dan sumbersumber pertumbuhan. Dalam studi ini analisis ditujukan baik terhadap output dan maupun tenaga kerja. Metode yang digunakan dalam analisis sumber-sumber pertumbuhan terhadap output merupakan model dekomposisi IO sisi permintaan. Selanjutnya untuk kepentingan dalam studi ini, model diadopsi dari Daryanto (2000). Metode ini mirip terhadap pendekatan yang digunakan oleh Kubo, Robinson dan Syrquin, 1986 dalam Daryanto, 2000 tetapi berbeda dalam memperlakukan komponen impor. Hal itu disebabkan Tabel IO Jawa Barat tidak membedakan penggunaan intermediate dan final impor sehingga impor harus diasumsikan sebagai fungsi dari total permintaan. Sebagaimana telah disebutkan di bab terdahulu metodologi dekomposisi dari perubahan output didasarkan pada pencatatan identitas permintaan dan penawaran (material balance) dalam kerangka IO sebagai berikut : X i = W + i F i + E i M i yang selanjutnya dicatat dalam bentuk matrik adalah : dimana W=AX X = AX + F + E M... (4.3)

16 121 Sehubungan tabel IO Jawa Barat tidak membedakan penggunaan intermediate dan final impor sehingga impor harus diasumsikan sebagai fungsi dari total permintaan : m i = M i /(F i + W i ) Oleh karena itu import, M i, dicatat : M i = m i (F i + W i ) dalam notasi matriks dinyatakan : M = m (F + W) = m(f + AX). (4.4) Mensubstitusikan (4.4) ke (4.3) diperolah : X = F + E m(f + AX) + AX = (1 m)f + (1 m) AX + E = μf + μax + E (4.5) dimana μ =(1 m) adalah matriks diagonal dari (1 m). Memproses lebih lanjut dari persamaan (4.5) diperoleh : X = (I μa) 1 (μf + E).. (4.6) Menetapkan dekomposisi dari perubahan output pada periode tahun 1993 (yang dinyatakan oleh X 0 ) dan 2003 (yang dinyatakan oleh X 1 ) maka : ΔX = X 1 X 0 = (I μ 1 A 1 ) 1 (μ 1 F 1 + E 1 ) X 0 = R 1 (μ 1 F 1 + E 1 ) X 0 (dimana R = (I μ 1 A 1 ) 1 ) = R 1 μ 1 F 1 + R 1 E 1 X 0 = R 1 μ 1 F 1 + R 1 E 1 + R 1 μ 1 F 0 + R 1 E 0 R 1 μ 1 F 0 R 1 E 0 X 0 (menambahkan dan mengurangkan R 1 μ 1 F 0 dan R 1 E 0 ) = R 1 μ 1 (F 1 F 0 )+ R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 F 0 + R 1 E 0 X 0

17 122 = R 1 μ 1 (F 1 F 0 )+ R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 F 0 + R 1 E 0 R 1 R 1-1 X 0 = R 1 μ 1 (F 1 F 0 )+ R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 F 0 + R 1 E 0 R 1 (I μ 1 A 1 )X 0 = R 1 μ 1 (F 1 F 0 )+ R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 F 0 + R 1 E 0 R 1 X 0 + R 1 μ 1 A 1 X 0 = R 1 μ 1 (F 1 F 0 )+ R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 F 0 + R 1 E 0 R 1 X 0 + R 1 μ 1 A 1 X 0 + R 1 μ 1 A 0 X 0 R 1 μ 1 A 0 X 0 (menambahkan dan mengurankan R 1 μ 1 A 0 X 0 ) = R 1 μ 1 (F 1 F 0 ) + R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 F 0 + R 1 E 0 R 1 X 0 + R 1 μ 1 (A 1 A 0 )X 0 + R 1 μ 1 A 0 X 0 = R 1 μ 1 (F 1 F 0 ) + R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 (A 1 A 0 )X 0 + R 1 μ 1 A 0 X 0 + R 1 μ 1 F 0 + R 1 E 0 R 1 X 0 = R 1 μ 1 (F 1 F 0 )+ R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 (A 1 A 0 )X 0 + R 1 μ 1 A 0 X 0 + R 1 μ 1 F 0 R 1 (X 0 E 0 ) = R 1 μ 1 (F 1 F 0 )+ R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 (A 1 A 0 )X 0 + R 1 μ 1 (A 0 X 0 + F 0 ) R 1 (X 0 E 0 ). (4.7) Dengan memodifikasi persamaan (4.5) untuk tahun 1993 : X 0 E 0 = μ 0 F 0 + μ 0 A 0 X 0 = μ 0 (F 0 + A 0 X 0 ) dan mensubstitusikannya ke persamaan (4.7) akan diperoleh : = R 1 μ 1 (F 1 F 0 )+ R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 (A 1 A 0 )X 0 + R 1 μ 1 (A 0 X 0 + F 0 ) R 1 μ 0 (A 0 X 0 + F 0 ) = R 1 μ 1 (F 1 F 0 )+ R 1 (E 1 E 0 ) + R 1 μ 1 (A 1 A 0 )X 0 + R 1 (μ 1 μ 0 )(A 0 X 0 + F 0 ) = R 1 μ 1 ΔF + R 1 ΔE + R 1 μ 1 ΔAX 0 + R 1 Δμ(A 0 X 0 + F 0 ). (4.8) Berdasarkan persamaan (4.6) dapat dinyatakan bahwa : ΔX = R 1 μ 1 ΔF (perubahan permintaan akhir domestik) + R 1 ΔE (perubahan permintaan ekspor)

18 123 + R 1 μ 1 ΔAX 0 (perubahan permintaan antara) + R 1 Δμ(A 0 X 0 + F 0 ) (perubahan rasio penawaran domestik atau substitusi impor) Dekomposisi sebagaimana dijelaskan di atas didefinisikan dengan versi yang analog dengan Paasche price index. Dekomposisi dapat juga didasarkan atas versi yang analog dengan Laspeyres price index. Dengan mengikuti tahapan aljabar sebagaimana dikemukakan di atas, diperoleh hasil sebagaimana ditunjukkan persamaan (4.8) adalah : ΔX = R 0 μ 0 ΔF + R 0 ΔE + R 0 μ 0 ΔAX 1 + R 0 Δμ(A 1 X 1 + F 1 ). (4.9) Untuk kepentingan studi ini selanjutnya dekomposisi terhadap perubahan output ditentukan berdasarkan Laspeyres price index. Selanjutnya, ketika total perubahan output sama dengan jumlah perubahan dalam setiap sektor, perubahan total output dapat didekomposisi berdasarkan sektor atau berdasarkan kategori permintaan. Hubungan ini dapat ditunjukkan menurut skema berikut : DFD 1 + ED 1 + IS 1 + IO 1 = ΔX 1 DFD 2 + ED 2 + IS 2 + IO 2 = ΔX DFD n + ED n + IS n + IO n = ΔX n + ΣDFD i + ΣED i + ΣIS i + ΣIO i = ΣΔX i = ΔX

19 124 dimana : DFD i = efek perubahan permintaan akhir domestik di sektor i DFD i = efek perubahan permintaan ekspor di sektor i IS i = efek perubahan substitusi impor dari barang-barang akhir dan antara di sektor i IO i = efek perubahan koefesien input-output di sektor i i = 1, 2,..., 21 sektor (yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4) Berdasarkan rumusan di atas kolom menentukan komposisi sektoral dari setiap kategori permintaan dan baris menentukan dekomposisi perubahan dalam permintaan sektoral berdasarkan kategori permintaan yang berbeda. Sehubungan dengan itu satu hal yang dapat dilakukan adalah seringkali membagi baris dengan ΔX i. Alternatif lain adalah membagi seluruh tabel dengan ΣΔX i, sehingga seluruh komponen antar sektor dan kategori permintaan berjumlah 100. Cara terakhir selanjutnya digunakan dalam studi ini. Sedangkan analisis dalam dekomposisi pertumbuhan tenaga kerja ditentukan berdasarkan bentuk persamaan sebagai berikut : (Daryanto dan Daryanto, 1994) Et dimana : * * * E 0 = e t ' [B t B t ] + e 0 ' [B t B 0 ] + [e t ' e 0 ' ]B + [e t ' e 0 ' ][B t B 0 ] (4.10) 0 E 0 = vektor multiplier tenaga kerja tahun 0 E t = vektor multiplier tenaga kerja tahun t e t [B t B * t ] = efek perubahan permintaan akhir domestik e 0 [B * t B 0 ] = efek perubahan koefesien input-output [e t e 0 ]B 0 = efek perubahan koefesien rasio tenaga kerja/output [e t e 0 ][ B * t B 0 ] = efek perubahan secara simultan dari koefisien input- output dan rasio tenaga kerja-output

20 Analisis SAM Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat keterkaitan suatu sektor terhadap lainnya. Analisis keterkaitan dalam studi ini didasarkan atas kriteria Rasmussen s dual (Daryanto, 1995). Kriteria ini meliputi pengukuran indeks berdasarkan, pertama, kepekaan penyebaran (sensitivity of dispersion) dan daya penyebaran (power dispersion), dan kedua, efek keluasan ke depan (forward spread effect index) dan efek keluasan ke belakang (backward spread effect index). Kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Indeks kepekaan penyebaran ditentukan sebagai berikut : dimana : Zi = n 1 U i.. (4.11) n 1 Z 2 i n i= 1 U i = indeks kepekaan penyebaran Z i = nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan Daya penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Indeks daya penyebaran ditentukan sebagai berikut : dimana : Z j = n 1 U j..... (4.12) n 1 Z 2 j n j= 1 U j = indeks daya penyebaran Z j = nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang

21 126 Efek keluasan ke depan menunjukkan besarnya keterkaitan ke depan suatu sektor yang disebabkan oleh sejumlah kecil sektor. Indeks efek keluasan ke depan ditentukan sebagai berikut : dimana : i S = V i.. (4.13) n Vi n i= 1 S i = indeks efek keluasan ke depan V i = koefisien variasi dari keterkaitan ke depan, yang nilainya ditentukan sebagai berikut : 1 n 1 n (z z ) 2 ij ij n 1 i = 1 n i = 1 V = i 1 n z ij n i = 1 Efek keluasan ke belakang menunjukkan besarnya keterkaitan ke belakang suatu sektor yang disebabkan oleh sejumlah kecil sektor. Indeks efek keluasan ke depan ditentukan sebagai berikut : dimana : V j S j =.. (4.14) n Vj n i= 1 S j = indeks efek keluasan ke belakang V j = koefisien variasi dari keterkaitan ke belakang, yang nilainya ditentukan sebagai berikut : 1 n 1 n (z ij n 1 j = 1 n j = 1 Vj = 1 n z ij n j = 1 z )2 ij Analisis Pengganda, Dekomposisi Pengganda dan Structural Path Analysis (SPA) Mengetahui lebih jauh dampak perubahan struktural ekonomi yang terjadi di provinsi Jawa Barat terhadap peranan sektoral, selanjutnya akan dilakukan analisis berdasarkan : (1) pengganda (multiplier), (2) dekomposisi pengganda, dan

22 127 (3) Structural Path Analysis (SPA). Analisis dekomposisi dan SPA dalam studi ini difokuskan hanya terhadap sektor-sektor potensial. Ketiga analisis yang digunakan dalam studi ini merujuk dari konsep yang telah dikemukakan Isard et.al. (1998) Analisis Pengganda Analisis ini mencoba melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen tertentu apabila terjadi perubahan-perubahan terhadap neraca eksogen. Analisis pengganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengganda dengan pendekatan rata-rata (M a ). Analisis pengganda yang menjadi fokus dalam studi ini meliputi jenis pengganda : output bruto (gross output/production multiplier), pengganda tenaga kerja (employment multiplier) dan pengganda pendapatan rumahtangga (household income multiplier). Pengganda output bruto menunjukkan total dampak terhadap output dalam perekonomian secara keseluruhan akibat adanya peningkatan permintaan output pada suatu neraca i, di mana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca di blok sektor produksi sepanjang kolom neraca i. dimana : n X j = α ij. (4.15) i= 1 X j = pengganda output bruto α ij = koefisien matriks pengganda neraca di blok sektor produksi Pengganda tenaga kerja (employment multiplier) menunjukkan total dampak terhadap penyerapan tenaga kerja akibat adanya peningkatan pendapatan

23 128 pada suatu neraca i. di mana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca di blok sektor produksi sepanjang kolom neraca i yang terlebih dahulu dikalikan dengan koefisien teknis tenaga kerja. dimana : n E j = L.α ij. (4.16) i= 1 E j = pengganda tenaga kerja α ij = koefisien matriks pengganda neraca di blok sektor produksi L = koefisien matriks tenaga kerja Pengganda pendapatan rumahtangga (household income multiplier) menunjukkan total dampak terhadap pendapatan rumahtangga dalam perekonomian akibat adanya peningkatan pendapatan pada suatu neraca i, di mana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca yang unsur-unsurnya termasuk dalam kelompok rumahtangga sepanjang kolom neraca i. dimana : n H j = β ij. (4.17) i= 1 H j = pengganda pedapatan rumahtangga β ij = koefisien matriks pengganda neraca di blok institusi rumahtangga Berdasarkan hasil rangking terhadap urutan sektor yang menempati posisi teratas sampai terbawah dari koefisien pengganda (output bruto, tenaga kerja dan pendapatan rumahtangga) dan keterkaitan (langsung dan tidak langsung) ke depan dan ke belakang kemudian diberikan bobot dimana sektor yang menempati peringkat pertama diberikan skor tertinggi, dalam hal ini 21, urutan berikutnya

24 129 diberikan skor 20, dan seterusnya sampai pada peringkat paling rendah diberikan skor 1. Kemudian skor untuk masing-masing sektor dijumlah berdasarkan kategorinya (pengganda dan keterkaitan) kemudian diurutkan, dimana sektor yang memiliki skor total tertinggi ditetapkan sebagai rangking pertama, berikutnya ditetapkan rangking kedua, dan seterusnya sampai pada skor yang terendah ditetapkan rangking paling bawah. Berdasarkan rangking total tersebut selanjutnya diidentifikasi sektor-sektor yang potensial secara ekonomi di provinsi Jawa Barat Dekomposisi Pengganda Analisis dekomposisi pengganda dimaksudkan untuk menunjukkan proses pengganda secara jelas dan dapat menerangkan kaitan antara neraca endogen dalam model SAM akibat adanya injeksi terhadap neraca eksogen. Dekomposisi pengganda SAM ini terdiri dari tiga bahasan, yaitu: (1) M a1 disebut sebagai pengganda transfer, yang menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca pada dirinya sendiri, (2) M a2 disebut sebagai pengganda open loop atau cross effect yang menunjukkan pengaruh langsung dari satu blok ke blok lain, dan (3) M a3 disebut sebagai pengganda closed loop, yang menunjukkan pengaruh dari satu blok ke blok lain, untuk kemudian kembali pada blok semula Analisis SPA Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi transaksi-transaksi yang mengikuti sebuah sekuens keterkaitan, dari suatu sektor asal ke sektor-sektor tujuan. Di dalam suatu model umumnya pengaruh dipancarkan dari perubahan pada variabel-variabel eksogen ke arah variabel-variabel endogen. Dengan

25 130 structural path analysis (SPA) akan dilihat akibat dari perubahan output pada sektor-sektor tertentu, dalam hal ini sektor-sektor potensial, dalam keseluruhan perekonomian sebagai suatu sistem. Analisis ini memerlukan dua buah matriks bentukan baru yaitu matriks average expenditure propensity, A n dan accounting multiplier, M a yang diperoleh setelah melalui analisis tahapan ke-2 dan ke-3, yaitu analisis pengganda dan dekomposisi. Dalam hal ini peningkatan investasi pada blok produksi merupakan asal pengaruh dipancarkan sedangkan distribusi pendapatan rumahtangga dilihat sebagai tujuan dari pengaruh tersebut. Dengan melihat nilai-nilai yang ada dapat ditelusuri rumahtangga sektor-sektor unggulan mana yang mendapat manfaat paling baik dari investasi yang dilakukan. Semakin tinggi nilai pengaruh yang dipancarkan akan semakin tinggi peningkatan pendapatan dari rumahtangga tersebut Analisis Simulasi Analisis dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana dampak stimulus ekonomi terhadap pertumbuhan, penyerapan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan rumahtangga. Sehingga dari analisis ini akan diperoleh suatu alternatif kebijakan pembangunan ekonomi regional yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan. Tingkat pemerataan pendapatan dalam penelitian ini diukur juga dengan Koefisien Gini (Gini Coefficient). Adapun Koefisien Gini dihitung berdasarkan rumusan sebagai berikut : (Arsyad, 1992) n KG = 1 (X X i )(Y i Y i 1 ) 1 i (4.18) dimana :

26 KG = angka Koefisien Gini X i = proporsi jumlah rumahtangga kumulatif dalam kelas i Y i = proporsi jumlah pendapatan rumahtangga kumulatif dalam kelas i 131

27 131 Stimulus ekonomi dalam penelitian ini mencakup alternatif : (1) dampak peningkatan investasi sektor-sektor potensial, dan (2) dampak peningkatan pendapatan rumahtangga berpenghasilan rendah. Secara rinci analisis simulasi tersebut meliputi alternatif : 1. Peningkatan investasi sebesar 1 triliun rupiah kepada sektor-sektor potensial i (i = 1, 2, 3, 4 dan 5 yang terdiri dari sektor yang tetap menduduki posisi kelima terbesar di provinsi Jawa Barat selama periode tahun ). 2. Peningkatan investasii sebesar 1 triliun rupiah yang didistribusikan secara merata pada keseluruhan sektor-sektor potensial. 3. Transfer pendapatan ke rumahtangga buruh tani sebesar 1 triliun rupiah. 4. Mendistribusikan secara merata dana sebesar 1 triliun rupiah untuk peningkatan investasi pada keseluruhan sektor potensial dan transfer pendapatan ke rumahtangga buruh tani. 5. Redistribusi pendapatan dari rumahtangga golongan atas di kota ke rumahtangga buruh tani sebesar 1 triliun rupiah. 6. Kombinasi simulasi 1 dan 5 7. Kombinasi simulasi 2 dan 5 Peningkatan investasi dalam hal ini adalah shock yang dilakukan pada neraca kapital sebagai salah satu neraca eksogen dalam tabel SAM. Kemudian peningkatan pendapatan rumahtangga adalah shock yang dilakukan pada neraca institusi rumahtangga sebagai salah satu neraca endogen dalam tabel SAM.

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PERUBAHAN STRUKTURAL DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN DALAM EKONOMI JAWA BARAT

ANALISIS POLA PERUBAHAN STRUKTURAL DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN DALAM EKONOMI JAWA BARAT Pola Perubahan Struktural dan Sumber-Sumber Pertumbuhan dalam Ekonomi (E.W. Nugrahadi et al.) ANALISIS POLA PERUBAHAN STRUKTURAL DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN DALAM EKONOMI JAWA BARAT (Analysis of Structural

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003

IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi 4.1.1. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 23 Studi ini menggunakan data SNSE Indonesia tahun 23 yang dicirikan dengan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitatif, yaitu penelitian yang sifatnya memberikan gambaran secara umum bahasan yang diteliti

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR

V. MEMBANGUN DATA DASAR V. MEMBANGUN DATA DASAR Sudah dikemukakan sebelumnya, di bagian metodologi bahwa sumber data utama yang digunakan dalam studi ini dalam rangka membangun Model CGE-Investasi Regional (CGE-IR) adalah Tabel

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

V. METODE PENELITIAN

V. METODE PENELITIAN V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 100 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tahapan Membangun SAM Provinsi Bali Dalam studi ini analisis data dilakukan dari aspek ekonomi regional dengan menggunakan Model Social Accounting Matrix (SAM) atau analisis

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. 1. Sektor industri pengolahan memiliki peranan penting terhadap perekonomian Jawa Barat periode

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada bagian tinauan pustaka serta mengacu pada tuuan penelitian, kerangka pemikiran

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO 5.1. Struktur Industri Agro Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand diawali dengan meneliti persentase

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstract

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto Tabel 9.1 : PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2007 2010 (Rp. 000) 1. PERTANIAN 193.934.273 226.878.977 250.222.051 272176842 a. Tanaman bahan makanan 104.047.799 121.733.346 134.387.261

Lebih terperinci

4. KONSTRUKSI DATA DASAR

4. KONSTRUKSI DATA DASAR 4. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE INDOTDL adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2008. Model CGE INDOTDL merupakan model CGE yang

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi 263 Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi Kode Nama Sektor 1 Padi 2 Jagung 3 Ubi Kayu 4 Ubi-Ubian Lainnya 5 Kacang-kacangan 6 Sayuran dataran ttinggi 7 Sayuran dataran rendah 8 Jeruk 9 Pisang 10 Buah-buahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Statistik Departemen Statistik : Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi Statistik

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1 PENDAPATAN NASIONAL Andri Wijanarko,SE,ME andri_wijanarko@yahoo.com 1 Output Nasional 2 Output Nasional (#1) Merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian untuk

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. PENDAPATAN NASIONAL Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. Pokok-pokok Materi: 1. Konsep Pendapatan Nasional 2. Komponen Pendapatan Nasional 3.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci