V. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau Interregional Social Accounting Matrix (IRSAM KBI-KTI) dengan basis data tahun IRSAM KBI-KTI disusun dengan terlebih dahulu menyusun IRIO KBI-KTI, kemudian baru menyusun IRSAM KBI-KTI. Langkah-langkah tersebut dijelaskan melalui tahapan sebagai berikut: 5... Membangun Interregional Input Output (IRIO) Mengingat keterbatasan waktu, biaya serta ketersediaan datanya, penyusunan tabel Input-Output (I-O) interregional dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan semi survei. Penelitian langsung (survei) dilakukan terhadap sektor-sektor yang terkait dengan kegiatan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum yaitu bangunan jalan dan jembatan dan kegiatan bangunan lainnya. Informasi utama yang dikumpulkan dalam penelitian lapangan adalah terkait dengan besarnya output dan biaya-biaya input (biaya produksi) dalam proses produksi di setiap sektor Bina Margaan di Indonesia. Dengan pendekatan ini, diharapkan besarnya aktivitas ekonomi Bina Margaan di setiap wilayah dapat diukur dengan baik, begitu juga keterkaitan ekonomi antara aktivitas ke Bina Marga dengan kegiatan ekonomi lainnya dapat diidentifikasi dengan lebih akurat. Penyusunan tabel I-O interregional Tahun 2005 pada prinsipnya dibangun berdasarkan dua pondasi utama yaitu Pertama, tabel I-O regional 30 provinsi

2 75 tahun 2005 dan Kedua, matrik perdagangan antardaerah (trade flow matrice). Dari data yang tersedia, tabel I-O provinsi dibuat dengan tahun yang berbedabeda, oleh karena itu agar semuanya menjadi tahun 2005, beberapa provinsi dilakukan updating dengan menggunakan metode RAS. Sedangkan matrik perdagangan antardaerah beberapa sektor (komoditas) didekati dengan menggunakan data arus barang menurut pelabuhan di Indonesia dan sektor lainnya diestimasi dengan menggunakan Gravity Model. Secara lengkap tahapan dari penyusunan tabel I-O interregional adalah sebagai berikut: Tahap I: Updating Tabel I-O Provinsi (30 provinsi). Untuk Provinsi yang mempunyai tabel I-O 2005, menyusun tabel I-O klasifikasi 22 sektor dengan cara melakukan agregasi sektor. 2. Provinsi yang tidak mempunyai tabel I-O 2005, terlebih dahulu melakukan agregasi klasifikasi 22 sektor, sama dengan poin. Kemudian menyamakan level tabel I-O yang dimilikinya menjadi tahun 2005, yaitu dengan cara menyesuaikan nilai tambah bruto di setiap sektor I-O dengan Nilai Tambah Bruto PDRB dari masing-masing provinsi. Kemudian dengan koefisien input dari tabel I-O yang ada dihitung struktur input tabel I-O tahun Hal yang sama juga dilakukan untuk permintaan akhir, komponen total permintaan akhir untuk masing-masing institusi diganti dengan PDRB menurut penggunaan tahun Kemudian dengan struktur konsumsi dari tabel I-O yang ada dihitung struktur permintaan akhir tabel I-O tahun Selanjutnya dilakukan proses penyeimbangan input dan output dengan metode RAS, sampai total input dan total output untuk setiap sektor sama.

3 76 3. Setelah tabel I-O 30 provinsi dengan 22 sektor terbentuk, dilakukan penggabungan I-O untuk provinsi-provinsi berdasarkan kawasan. Sehingga diperoleh tabel I-O Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Tahap 2: Penyusunan Matriks Perdagangan Antardaerah Pendekatan arus barang digunakan Transportations Flow dimana data arus barang tersebut mempunyai kontribusi yang sangat signifikan. Data yang digunakan adalah data arus barang menurut pelabuhan tahun Secara rinci langkah penyusunannya sebagai berikut : Langkah : Data ekspor antarkawasan hasil tabel I-O KBI atau KTI akan didistribusikan ke kawasan lain, dan menjadi impor di kawasan tersebut. Mekanisme destinasi dari ekspor AP menjadi impor AP dapat dilihat pada Gambar 32. Langkah 2:Koefisien input perdagangan antardaerah didapat dengan menggunakan proporsi ketersediaan barang di suatu wilayah dengan permintaan dari wilayah lainnya. Selanjutnya akan didapatkan hasil suatu matrik tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen yang tidak mengandung barang dan jasa dari wilayah lainnya. Seperti terlihat pada Gambar 33 (Tabel Z).

4 77 77 DATA Data ARUS Arus BARANG Barang Tabel I-O Total Destinasi Impor Komoditi dari Propinsi NAD Ke wilayah Tujuan TUJUAN ASAL SEKTOR IMPOR TOTAL NAD. PAPUA JML LN Destinasi Impor Komoditi dari Propinsi NAD Ke wilayah Tujuan TUJUAN ASAL SEKTOR IMPOR TOTAL NAD. PAPUA JML LN Tabel IO Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Prop. NAD Final Demand Industri Total Output AP LN AP LN. NAD.. NAD.. Total input Destinasi Impor Komoditi dari Propinsi Papua Ke wilayah Tujuan TUJUAN ASAL SEKTOR IMPOR TOTAL NAD. PAPUA JML LN Destinasi Impor Komoditi dari Propinsi Papua Ke wilayah Tujuan TUJUAN ASAL SEKTOR IMPOR TOTAL NAD. PAPUA JML LN Tabel IO Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Prop. Papua Final Demand Industri Total Output 4 AP LN AP LN. PAPUA.. PAPUA.. Total input Ekspor AP Impor AP 2 Tabel bantu RSP (Modified ) Prp. NAD x E tot M tot M LN RSP LN RSP LN. M NAD RSP NAD Gambar 32. Prosedur Penyusunan Koefisien Input Antardaerah RSP PAPUA RSP NAD. x E tot M tot M papua RSP papua. Perkalian matriks RSP LN dengan Tabel IO Total produsen NAD menghasilkan Tabel IO Total Produsen yg tdk mengandung impor dari Luar negeri. Dan seterusnya berlaku untuk i wilayah lain selain yang bersangkutan. Misal Tabel Z RSP prop = X prop - E prop + M prop M luar prop. X prop - E prop + M prop

5 78 Tabel IO Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Prop. NAD Final Demand Industri Total Output AP LN AP LN Matriks Total Produsen Tanpa Impor Wilayah i NAD Matriks Total Produsen Tanpa Impor Wilayah i PAPUA Matriks Perdagangan Antar Propinsi ( Trade Flow ) TUJUAN NAD PAPUA LN TOTAL Total input Tabel IO Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Prop. Papua Final Demand Industri Total Output 4 AP LN AP LN. Total input ASAL PAPUA LN.. NAD.. TOTAL..... ASAL PAPUA LN.. NAD.. TOTAL..... ASAL NAD LN PAPUA TOTAL Tabel IO Total produsen Tabel Z Sehingga diperoleh Matriks Impor Provinsi NAD yang berasal dari wilayah lain dengan cara mengurangi Tabel IO Total Produsen dengan tabel Z yang dikenal sebagai Matriks Perdagangan Antar Provinsi Gambar 33. Prosedur Penyusunan Matriks Antardaerah 78

6 79 Tahap 3: Penyusunan Tabel I-O Interregional Setelah tabel I-O KBI dan KTI dan matriks perdagangan sudah tersusun, maka langkah selanjutnya adalah menyusun Tabel Input-Output KBI-KTI dengan mekanisme, seperti yang terlihat pada Gambar 34. Penjelasan alur penyusunan tabel I-O antarkawasan 2005 adalah sebagai berikut: Langkah : Memasukkan input antara tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen single region ke dalam diagonal sektor tabel I-O antarprovinsi, hal yang sama dilakukan untuk komponen permintaan akhirnya. Langkah 2 : Memasukkan input primer masing-masing provinsi ke dalam baris input primer pada tabel I-O antarkawasan. Langkah 3 : Memasukkan nilai ekspor barang dan jasa dari suatu provinsi ke luar negeri. Langkah 4 : Mengisi nilai impor barang dan jasa yang masuk dari luar negeri ke suatu kawasan. Langkah 5 : Melakukan pengisian arus perdagangan antardaerah masing-masing kawasan.

7 80 A. Tabel IO 30 Provinsi Input INPUT ANTARA Input Primer Total Input NAD.. PAPUA. Lokal Dom Impor Tabel Input Output Interregional Indonesia, 2005 Permintaan Antara Jml Final Demand NAD. PAPUA Ekspor PA Nad. Papua Total Output 2 input antara 22 Impor Input primer Tabel I-O Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Prop. Papua Permintaan Permintaan Akhir Total Output Antara AP LN AP LN B. Matriks Perdagangan Antar Daerah Matriks Perdagangan Antar Propinsi ( Trade Flow ) TUJUAN NAD PAPUA LN TOTAL 3 NAD.. 22 ASAL LN PAPUA TOTAL Gambar 34. Prosedur Penyusunan Tabel I-O Interregional Tahun

8 Penyusunan IRSAM Pada prinsipnya, transaksi dalam tabel IRIO adalah transaksi antarsektor ekonomi dan antarwilayah. Sedangkan transaksi yang ada didalam tabel IRSAM adalah transaksi 4 neraca pokok. Keempat neraca pokok yang dimaksud adalah neraca faktor produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi dan neraca lainnya. Tabel 23. Tabel I-O Sektor Keterangan : dan 2 : Sektor Ekonomi 30 : Konsumsi Rumahtangga 200 : Impor 302 : Konsumsi Pemerintah 20 : Upah / Gaji 303 : Pembentukan Modal 202 : Surplus Usaha 304 : Perubahan Stok 203 : Penyusutan 305 : Ekspor 204 : Pajak Tak Langsung 309 : Permintaan Akhir 205 : Subsidi 30 : Total Permintaan 209 : Nilai Tambah Bruto 409 : Impor 20 : Total Input 600 : Total Penyediaan Guna memudahkan pemahaman penyusunan IRSAM dengan berbasis data pada IRIO, maka dalam contoh di atas (Tabel 23) menggunakan satu wilayah,

9 82 karena tahapan penyusunannya sama, adapun contoh transfernya dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Kerangka Dasar SAM Penerimaan Faktor Pengeluaran Sektor Neraca Total Produksi produksi lainnya Alokasi Pendapatan Distribusi Faktor Produksi 0 0 Nilai Tambah ke Faktor Faktor Produksi dari Luar Negeri Pendapatan Faktorial Produksi Alokasi Pendapatan Faktor Produksi ke Transfer Antarinstitusi 0 Transfer dari Luar Negeri Distribusi Pendapatan Sektor Produksi 0 Permintaan Akhir Permintaan Antara Ekspor dan Investasi Total Output Alokai Impor, Neraca lainnya Pendapatan Faktor Produksi ke Tabungan, Pajak Tidak Langsung Transfer dan Neraca lainnya Total Penerimaan Lainnya Luar Negeri Distribusi Distribusi Total Total Pengeluaran Faktorial Pengeluaran Total Input Penngeluaran Lainnya Dari kerangka dasar SAM pada Tabel 24 kemudian dikembangkan menjadi tabel SAM yang ada pada Tabel 25. Tabel 26 adalah data tabel SAM dari tabel I-O dan Tabel 27 adalah tabel SAM Transfer Data yang bersal dari dari tabel I-O

10 83 83 Tabel 25. Pengembangan Kerangka Tabel SAM Penerimaan Pengeluaran Total Tenaga Kerja Balas jasa Faktor Penerimaan Faktor FP dr LN Produksi Modal 2 F.P. Produksi Rumahtangga 3 Pendapatan Transfer Total Pene- Transfer Perusahaan 4 dari Faktor Antar- rimaan dari LN Pemerintah 5 Produksi institisi PTLN 6 Kons. Kons. Sektor rumah Peme Produksi 2 7 tangga rintah Input Antara Investasi Ekspor Total Output Neraca Capital 8 Tabungan Hutang Pembelan jaan Akumulasi Pajak Tak Langsung Netto 9 Pajak tidak langsung neto PTLN Penerimaan Luar Negeri 0 FP ke LN Transfer ke LN transaksi Berjalan Total Pengeluar Pengeluaran Pajak Total Pengeluaran an Tran- Faktor Total Input Investasi tidak lang saksi Produksi sung neto Berjalan

11 84 Tabel 26. Data Tabel SAM dari Tabel I-O Penerimaan Pengeluaran Total Faktor Tenaga Kerja 20, 202 dan Penerimaan FP dari LN Produksi Modal per sektor F.P. Rumahtangga 3 Transfer Total Pendapatan dari Trans fer Perusahaan 4 Antar Penerimaan Faktor Produksi dari LN Pemerintah 5 Institisi Sektor 30 per per Produksi 2 7 sektor sektor Quadran I Total Output Neraca capital 8 Tabungan Hutang Pembelanjaan Akumulasi Pajak Tak Langsung Neto PTLN Penerimaan Luar Negeri 0 FP ke LN Transfer ke LN transaksi Berjalan Total Pengeluaran Faktor Produksi Total Pengeluaran Total Input Investasi Pajak Tak Lang sung Neto Pengeluaran Transaksi Berjalan 84

12 85 85 Tabel 27. Tabel SAM Transfer Data dari Tabel I-O Penerimaan Pengeluaran Total Faktor Produksi Tenaga Kerja Modal ##### 40 Rumahtangga 3 00 ###### ###### ###### ###### ##### 00 Perusahaan 4 ###### ###### ###### ###### ##### ###### Pemerintah 5 ###### ###### ###### ###### 0 ##### 0 Sektor Produksi Neraca Capital 8 ###### ###### ###### ##### 60 Pajak Tak Langsung Neto Luar Negeri 0 -###### ##### ###### ###### 280 Total ##### Keterangan : - Tanda panah menunjukan alur transfer nilai. - ## menunjukan transaksi yang tidak bisa langsung diperoleh dari transaksi tabel I-O

13 86 Gambaran tersebut merupakan hasil maksimal transfer dari tabel I-O ke tabel SAM. Untuk melengkapi transaksi dari tabel lain diperlukan data-data tambahan, misalnya :. Alokasi Faktor Produksi Modal Faktor produksi bukan tenaga kerja disebut dengan faktor produksi modal. Balas jasa dari faktor produksi modal berupa keuntungan, dividen, bunga, sewa rumah dan sebagainya. Balas jasa tersebut diperoleh dari penyertaan faktor produksi modal dalam kegiatan ekonomi. Balas jasa faktor produksi modal dikenal juga sebagai pendapatan kapital. Pendapatan kapital kemudian dirinci menjadi sektor produksi dan golongan rumahtangga. Misalnya total balas jasa yang diterima oleh faktor produksi modal yang diduga berdasarkan survei-survei tersebut harus sama dengan total surplus usaha pada tabel I-O. Misalnya hasil penghitungan menunjukan bahwa dari balas jasa modal yang ada 30% merupakan diterima oleh rumahtangga, 45% diterima perusahaan, 5% diterima pemerintah dan sisanya 20% milik luar negeri. Dengan demikian, karena balas jasa modal sebesar 40, maka balas jasa modal yang diterima rumahtangga sebesar 42, perusahaan domestik 63, pemerintah 7 dan balas jasa modal yang ke luar negeri 28. Disamping itu juga diperoleh informasi bahwa perusahaan X memperoleh keuntungan dari hasil kerja bisnis propertinya di luar negeri sebesar 0. Maka ada transfer balas jasa modal dari luar negeri sebesar 0 dan pendapatan perusahaan domestik dari balas jasa modal menjadi 73.

14 87 2. Transfer Transfer dalam SAM dirinci atas penerimaan dan pengeluaran transfer dari atau kepada, () rumahtangga, (2) perusahaan, (3) pemerintah, dan (4) luar negeri. Transfer dari rumahtangga dikeluarkan hanya untuk rumahtangga dan untuk pemerintah. Misalnya, hasil penghitungan menunjukan bahwa matrik transfer antarinstitusi seperti pada Tabel 28. Tabel 28. Matrik Transfer Antarinstitusi Penerimaan Pengeluaran Rumahtangga Perusahaan Pemerintah Luar Negeri Rumahtangga Perusahaan Pemerintah Luar Negeri Konsumsi a. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran konsumsi rumahtangga adalah pengeluaran rumahtangga untuk barang dan jasa, misalnya untuk sandang, pangan dan papan. Pengeluaran tersebut tidak termasuk pengeluaran transfer rumahtangga. Pengeluaran konsumsi rumahtangga mencakup pengeluaran lembaga swasta nirlaba, karena pengeluaran lembaga ini dianggap sebagai bagian pengeluaran rumahtangga. Sumber data utama yang digunakan untuk menduga pengeluaran konsumsi rumahtangga adalah tabel I-O Indonesia dan survei-survei mengenai rumahtangga, seperti SUSENAS, SKTIR dan lainnya. Total pengeluaran konsumsi rumahtangga tersebut kemudian didistribusikan sesuai dengan yang terdapat pada tabel I-O.

15 88 b. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup unit pemerintah pusat yang terdiri dari departemen, lembaga non Departemen, lembaga tinggi negara dan lembaga pemerintah lainnya di daerah, serta pemerintah provinsi (daerah tingkat I), pemerintah kabupaten atau kota (daerah tingkat II) dan pemerintah desa. Pengeluaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bukan bagian dari pengeluaran konsumsi pemerintah. Pengeluaran dari badan usaha tersebut digabungkan dengan sektor industri sesuai dengan jenis usahanya. Pengeluaran konsumsi pemerintah adalah pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa, seperti upah dan gaji, pembelian alat-alat kantor (ATK) dan sebagainya. Pengeluaran disini tidak termasuk transfer pemerintah. Sumber data utama yang digunakan untuk menduga pengeluaran konsumsi pemerintah adalah publikasi neraca keuangan pemerintah. Distribusi pengeluaran konsumsi pemerintah tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel I-O, dengan memperhatikan perbedaan konsepsi antara pengeluaran pemerintah yang terdapat dalam tabel I-O dengan SNSE, yaitu mengenai subsidi kesehatan dan pendidikan. 4. Tabungan Tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsi. Kadang-kadang tabungan juga merupakan neraca residual dalam kerangka SAM atau SNSE Indonesia. Hal ini dilakukan karena ketidaktersediaannya data mengenai tabungan secara lengkap.

16 89 Misalnya hasil penghitungan menunjukan bahwa besar tabungan rumahtangga sebesar 2.9% dari total konsumsi rumahtangga, keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan sebesar 27.40% dari keuntungan modal yang diterima perusahaan dan tabungan pemerintah sebesar 8.33% dari total konsumsi pemerintah. Dengan demikian, maka besar tabungan rumahtangga sebanyak 7, tabungan perusahaan 20 dan tabungan pemerintah. Dari informasi-informasi tambahan diatas, maka SAM-nya akan menjadi seperti yang ada dalam Tabel 29 dibawah ini. Tahapan yang sama juga dilakukan untuk menyusun tabel IRIO menjadi IRSAM. Tabel 29. Tabel SAM Lengkap Penerimaan Pengeluaran Total Faktor Produksi Tenaga Kerja Modal Rumahtangga Perusahaan Pemerintah Sektor Produksi Neraca capital Pajak Tak Langsung Netto Luar Negeri Total Disagregasi Sektor Bangunan dan Klasifikasi Rumahtangga Dalam IRSAM yang terbentuk, dari 22 sektor ekonomi yang ada, kegiatan pendirian bangunan, pembuatan jalan dan jembatan, pemasangan instalasi, serta kegiatan konstruksi lainnya tergabung dalam sektor bangunan/konstruksi. Untuk

17 90 kepentingan penelitian, sektor bangunan tersebut di disagregasi menjadi sektor bangunan jalan dan jembatan, serta sektor bangunan lainnya. Sumber data disagregasi berasal dari publikasi statistik konstruksi yang menerangkan penyelesaian kegiatan konstruksi setiap tahun berdasarkan kelompok kegiatannya. Dari informasi tersebut dapat ditetapkan output sektor bangunan jalan dan jembatan serta output kegiatan bangunan lainnya. Kemudian struktur input dari kegiatan bangunan jalan dan jembatan di peroleh berdasarkan publikasi statistik konstruksi dan kajian teknis tentang kebutuhan biaya antara pembangunan jalan dan jembatan. Sedangkan untuk struktur input sektor bangunan lainnya diperoleh dari hasil pengurangan nilai struktur input sektor bangunan dikurangi dengan nilai struktur input bangunan dan jembatan. Sebagaimana diketahui, bahwa sektor bangunan/konstruksi merupakan barang investasi, sehingga semua output dari sektor ini menjadi komponen investasi di permintaan akhir. Pemilihan Sektor didasarkan pada kebutuhan analisis dan ketersediaan data yang akurat untuk kawasan KBI maupun KTI. Sehingga ditetapkan sektor ekonomi hanya berjumlah 36 sektor, disesuaikan dengan jumlah sub sektor PDB/PDRB. Disamping itu, sesuai kebutuhan analisis, sektor bangunan yang hanya ada sektor di PDB/PDRB dipisahkan menjadi 2 sektor, yaitu sektor bangunan jalan dan jembatan dan sektor bangunan lainnya. Pemisahan sektor bangunan tersebut didasarkan pada publikasi statistik konstruksi 2005, yang didalamnya menggambarkan jenis kegiatan konstruksi yang dilakukan pada tahun Gambaran tersebut juga menceritakan kegiatan konstruksi yang

18 9 diselesaikanpada tahun tersebut, setengah selesai, serta gambaran biaya yang diperlukan untuk masing-masing jenis kegiatan konstruksi. Untuk rumahtangga, pemisahannya berdasarkan klasifikasi penggolongan rumahtangga menurut World Bank. Dimana klasifikasi rumahtangga dibedakan menjadi 3, yaitu 40% rumahtangga berpendapatan paling rendah sebagai rumahtangga golongan rendah, 40% rumahtangga berpendapatan diatasnya sebagai rumahtangga golongan sedang, dan 20% rumahtangga berpendapatan paling atas sebagai rumahtangga golongan atas. Dalam proses penyusunannya, rumahtangga kota dan desa, masing-masing disortir dari rumahtangga yang berpendapatan paling rendah sampai ke rumahtangga yang paling tinggi. Kemudian diambil 40% paling rendah, 40% diatasnya dan 20% paling tinggi. Penetapan pakai persentase rumahtangga, bukan batas pendapatan. Karena jika pakai pendapatan, ketika ada inflasi atau perubahan harga, nilainya cenderung sudah berubah. Susenas selama ini dikenal hanya menggambarkan pola konsumsi rumahtangga Indonesia. Padahal, didalam questioner susenas juga terdapat item yang menggambarkan pendapatan rumahtangga, sumber pendapatan rumahtangga (upah/gaji, surplus dan pendapaan kapital) dan besarnya penerimaan dan pengeluaran transfer, sehingga data susenas cukup untuk membuat neraca rumahtangga. Neraca luar negeri yang sudah tergambar dalam tabel input output adalah ekspor dan impor barang/jasa. Sedangkan arus transfer berjalan dan transfer modal diperoleh dari Balance of Payment (BOP) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

19 Metode Analisis Analisis yang dilakukan dalam studi ini adalah sebagai berikut: () menggunakan nilai-nilai yang diekstrak dari tabel IRSAM KBI-KTI 2005, (2) menganalisis keterkaitan sektor-sektor produksi baik intra maupun interregional, (3) menganalisis efek multiplier (pengganda) output, nilai tambah, dan distribusi pendapatan institusi baik intra maupun interregional, dan (4) menganalisis dampak perubahan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lain (spillover effect) dan terhadap perekonomian wilayah itu sendiri (self-generate effect), yang muaranya adalah menemukan pola ketergantungan ekonomi antara KBI dan KTI. Analisis dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif, untuk menjawab tujuan penelitian Pertama, Kedua dan Ketiga yaitu untuk mengetahui efek pembangunan jalan dan jembatan terhadap perekonomian meliputi pendapatan faktor produksi, pendapatan rumahtangga dan pendapatan sektor produksi baik intra maupun interregional KBI dan KTI yang dilakukan dengan analisis multiplier (pengganda) IRSAM KBI-KTI dan Keempat, untuk mengetahui besar peranan sektor pembangunan infrastruktur jalan terhadap perubahan pendapatan rumahtangga di KBI dan KTI dengan structural path analysis (analisis jalur struktural) sedangkan Kelima, untuk mengetahui dampak kebijakan pengembangan infrastruktur jalan Nasional terhadap ketimpangan pendapatan rumahtangga baik intra maupun interregional dan nilai tambah KTI dan KBI dilakukan dengan analisis simulasi kebijakan dan analisis distribusi pendapatan Analisis Multiplier Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pertambahan pendapatan rumahtangga sebagai efek dari pembangunan infrastruktur jalan, bukan saja berasal dari faktor produksi tenaga kerja, namun

20 93 juga dapat bersumber dari kepemilikan lahan dan modal. Dengan kata lain, stimulus fiskal untuk pembangunan infrastruktur jalan akan memberi efek multiplier terhadap pertambahan pendapatan faktor produksi tenaga kerja, lahan dan modal. Seluruh fenomena ini dapat dipotret secara komprehensif melalui analisis multiplier IRSAM, khususnya multiplier sektor infrastruktur jalan terhadap faktor-faktor produksi Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Rumahtangga Sumber pendapatan rumahtangga berasal dari intra dan interregional. Sumber pendapatan intraregional, yaitu pendapatan berbagai kelompok rumahtangga yang berasal dari berbagai sumber di dalam wilayahnya sendiri, sedangkan pendapatan rumahtangga interregional yakni pendapatan berbagai kelompok rumahtangga yang berasal dari berbagai sumber wilayah lain. Faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja, lahan dan modal seluruhnya dimiliki oleh rumahtangga. Oleh karenanya, segala perolehan pendapatan dari pemanfaatan tenaga kerja, modal dan lahan oleh suatu sektor pembangunan akan di transfer langsung ke rumahtangga. Dalam hal ini rumahtangga yang menerima transfer tersebut dapat distratakan menjadi rumahtangga berpendapatan rendah, sedang dan tinggi, serta dapat dipisahkan menurut wilayah kota dan desa sebagaimana yang dilakukan dalam studi ini Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Sektor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan diyakini mampu menggerakkan sektor riil dan memicu kegiatan produksi, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk mengungkap fenomena ini dapat

21 94 diperhatikan dari besarnya nilai multiplier sektor infrastruktur jalan dan jembatan terhadap pendapatan sektor-sektor ekonomi. Menganalisis keterkaitan sektor-sektor produksi baik intra maupun interregional. Analisis keterkaitan antara sektor-sektor produksi dapat dilihat dari dua sisi, keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages). Keterkaitan ke belakang menunjukkan daya penyebar, artinya kalau terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap suatu sektor tertentu maka sektor tersebut akan mendorong peningkatan output semua sektor dengan kelipatan sebesar nilai multipliernya. Backward linkages menggambarkan keterkaitan antarsektor (aktivitas) produksi yang berada di berada di hilir (downstream sectors) dengan sektor-sektor produksi yang berada di hulu (upstream sectors). Sisi pandangnya adalah dari hilir ke hulu, dimana sektor yang berada di hilir sebagai pembeli input yang dihasilkan oleh sektor yang berada di hulu. Keterkaitan ke depan (forward linkages) menunjukkan derajat kepekaan suatu sektor tertentu terhadap permintaan akhir semua sektor-sektor lainnya. Dengan kata lain, jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor produksi maka suatu sektor tertentu akan memberikan respon dengan manaikkan output sektor tersebut dengan kelipatan sebesar koefisien multipliernya. Forward linkages menggambarkan keterkaitan antarsektor (aktifitas) produksi yang berada di hulu (up stream sectors) dengan sektor-sektor produksi yang berada di hilir (downstream sectors). Sisi pandangnya adalah sebagai penjual input dan koefisisen multipliernya menunjukkan kemampuan menjual sektor hulu tersebut apabila terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor ekonomi. Forward

22 95 linkages akan eksis apabila peningkatan produksi oleh sektor hulu (upstream sector) memberikan dampak eksternalitas positif terhadap sektor-sektor hilir (downstream sectors) Analisis Jalur Struktural Penggunaan analisis jalur structural atau Structural Path Analysis (SPA) dimaksudkan untuk memperjelas jalur keterkaitan antara sektor infrastruktur jalan dan jembatan ke rumahtangga. Metode SPA mampu menunjukkan bagaimana pengaruh transmisi dari satu sektor ke sektor lainnya secara bersambungan dalam suatu gambar. Di dalam SPA, masing-masing elemen pada multiplier SAM dapat didekomposisi ke dalam pengaruh langsung, total, dan global. Ini berarti, SPA itu pada dasarnya adalah sebuah metoda yang dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor lainya dalam suatu sistem sosial ekonomi. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya tersebut dapat melalui sebuah jalur dasar (elementary path) atau sirkuit (circuit) (Prihawantoro, 2002). Menurut Defourny dan Thorbecke (988) dalam Daryanto (200) bahwa metode dekomposisi yang konvensional tidak mampu untuk menguraikan multiplier ke dalam transaksi komponennya atau untuk mengidentifikasi transaksi dengan menyertakan suatu keterkaitan secara berurutan. Dekomposisi multiplier yang konvensional hanya mampu menguraikan pengaruh-pengaruh dalam dan antara neraca endogen saja. Untuk menganalisis jalur struktural dari semua sektor ekonomi tersebut digunakan perangkat lunak Matrix Accounts Transformation System (MATS) version.0.5.

23 Analisis Dampak Kebijakan Pengembangan Jaringan Jalan Nasional Analisis dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional dilakukan dengan (a) analisis simulasi dan (b) analisis distribusi pendapatan.. Analisis Simulasi Analisis simulasi dilakukan untuk: () melihat sensitifitas perekonomian suatu wilayah terhadap perubahan ekonomi wilayah lain, (2) menelusuri struktur ekonomi interregional, dan (3) menemukan alternatif kebijakan pembangunan ekonomi regional yang bermuara pada pemerataan pendapatan rumahtangga intraregional dan interregional. Simulasi dengan cara merubah variabel eksogen (injeksi) dalam hal ini dengan menambah panjang atau membangun infrastruktur jalan terhadap neraca endogen yaitu pendapatan domestik regional bruto, kesempatan kerja, nilai tambah bruto dan distribusi pendapatan di KBI dan KTI. Skenario kebijakan pembangunan ekonomi regional diarahkan untuk meningkatkan perekonomian KTI agar setara dengan KBI. Analisis simulasi kebijakan digunakan untuk mengetahui dampak kebijakan di sektor infrastruktur jalan dan jembatan terhadap perubahan output sektoral, pendapatan tenaga kerja dan rumahtangga. Perubahan pendapatan tersebut yang akan dijadikan dasar untuk melakukan analisis distribusi pendapatan. Dalam analisis jalur struktural atau SPA sebelumnya telah diungkap bagaimana efek multiplier pembangunan sektor infrastruktur jalan dan jembatan tersebut dipancarkan ke rumahtangga ketika ada injeksi dana stimulus sebesar satu rupiah. Analisis skenario kebijakan pengembangan sistem jaringan jalan nasional, dana stimulus tidak lagi sebesar satu rupiah, namun sebesar nilai yang

24 97 sudah ditetapkan dalam simulasi kebijakan yaitu berdasarkan Konsep Jaringan Jalan Nasional dimana untuk KBI bertambah km dan KTI bertambah km (Bina Marga, 2009). Adapun simulasi-simulasi kebijakan yang diaplikasikan dalam studi saat ini adalah sebagai berikut: Simulasi : Stimulus fiskal untuk penambahan Jalan Nasional di KBI sepanjang km dan di KTI sepanjang km, sesuai dengan Konsep Jaringan Jalan Nasional Simulasi 2 : Stimulus fiskal untuk penambahan Jalan Nasional di KBI saja sepanjang km. Simulasi 3 : Stimulus fiskal untuk penambahan Jalan Nasional di KTI saja sepanjang km. Simulasi 4 : Seluruh dana stimulus penambahan Jalan Nasional diberikan pada KBI saja sepanjang km. Simulasi 5 : Seluruh dana stimulus penambahan Jalan Nasional diberikan pada KTI saja sepanjang km. Dalam simulasi-simulasi diatas, penambahan panjang jalan (km) di ekivalenkan terlebih dahulu dalam satuan moneter (Rupiah) yaitu di kalikan dengan estímate harga satuan penanganan jalan rata-rata baik untuk KBI maupun KTI. Harga satuan penanganan jalan merujuk pada data hasil studi Bina Marga (Bina Marga, 2009). Penanganan jalan yang dimaksud meliputi pekerjaan preservasi jalan termasuk jembatan (pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi) dan pembangunan Jalan (pelebaran dan pembangunan baru). Hasil simulasi kebijakan berupa penjabaran besarnya persentase perubahan pendapatan

25 98 rumahtangga saat ada injeksi dana stimulus di sektor infrastruktur jalan dan jembatan serta perubahan kenaikan pendapatannya dari nilai dasar (baseline). 2. Analisis Distribusi Pendapatan Untuk mengukur kesenjangan atau ketimpangan yang digunakan dengan cara () Maximum to Minimum Ratio (MMR) dan (2) Coefficient of Variation (CV). Analisis distribusi pendapatan antara berbagai kelompok rumahtangga baik dengan cara Maximum to Minimum Ratio maupun Coefficient of Variation yaitu dengan menghitung selisih, penurunan indeks ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga dari angka base baik intra maupun interregional KBI dan KTI, demikian pula dengan ketimpangan nilai tambah (PDRB) interregional KBI dan KTI juga dihitung selisih dari nilai base. Dengan demikian, dapat diketahui perubahan ketimpangan antar rumahtangga intra KBI dan KTI, interregional KBI-KTI (Nasional) serta perubahan ketimpangan nilai tambah interregional KBI-KTI.

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA 8.1. Analisis Simulasi Kebijakan Dalam analisis jalur struktural atau SPA sebelumnya telah diungkap bagaimana

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitatif, yaitu penelitian yang sifatnya memberikan gambaran secara umum bahasan yang diteliti

Lebih terperinci

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN KONTRIBUSI INVESTASI SWASTA TERHADAP PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN 2010 2014 Pendahuluan Dalam perhitungan PDRB terdapat 3 pendekatan, yaitu

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu II. METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

METODOLOGI ANALISIS MODEL SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI-AR SEBAGAI ALAT BANTU PERENCANAAN JARINGAN JALAN YANG BERKEADILAN

METODOLOGI ANALISIS MODEL SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI-AR SEBAGAI ALAT BANTU PERENCANAAN JARINGAN JALAN YANG BERKEADILAN METODOLOGI ANALISIS MODEL SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI-AR SEBAGAI ALAT BANTU PERENCANAAN JARINGAN JALAN YANG BERKEADILAN Slamet Muljono Anggota HPJI BPJT Kementerian PUPR s.muljono5810@gmail.com; smuljono@pu.go.id

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan besar besaran antarpulau di seluruh Indonesia sudah terjadi sejak jaman penjajahan Hindia Belanda oleh VOC. Kebanyakan perdagangan ini dilakukan oleh ras

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir merupakan suatu hal yang diperlukan dalam setiap penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan merupakan

Lebih terperinci

Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor

Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor Zuhri Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Sukma zuhri_muin@yahoo.com Abstrak. Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

MERENCANAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN YANG BERKEADILAN DENGAN METODOLOGI ANALISIS MODEL SNSE-AR

MERENCANAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN YANG BERKEADILAN DENGAN METODOLOGI ANALISIS MODEL SNSE-AR MERENCANAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN YANG BERKEADILAN DENGAN METODOLOGI ANALISIS MODEL SNSE-AR Slamet Muljono Teknik Jalan dan Jembatan Madya Badan Pengatur Jalan Tol, Kementerian Pekerjaan Umum dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa BAB II KAJIAN PUSTAKA Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENELITIAN

III. KERANGKA PENELITIAN III. KERNGK PENELITIN.1. Pemilihan lat nalisis Menyadari posisi penting prasarana transportasi jalan sebagai driving force for economic growth, maka kebutuhan analisis dampak ekonomi pembangunan jalan

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Investasi Pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok, antara lain konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto

Lebih terperinci

P U S J A T A N. Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief Daryanto 3), Rina Oktaviani 4)

P U S J A T A N. Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief Daryanto 3), Rina Oktaviani 4) DAMPAK INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP PEREKONOMIAN PULAU JAWA-BALI DAN SUMATERA (THE IMPACT OF ROAD INFRASTRUCTURE ON ECONOMICS IN JAVA, BALI AND SUMATERA) Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI 1. KONSEP DAN DEFINISI Konsep-konsep yang digunakan dalam penghitungan Produk Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai berikut : Domestik A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Perekonomian di Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2004. Lokasi penelitian adalah provinsi

Lebih terperinci

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Junaidi, Junaidi (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi) Tulisan ini membahas simulasi/latihan analisis Input-Output (I-O) dengan

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 100 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tahapan Membangun SAM Provinsi Bali Dalam studi ini analisis data dilakukan dari aspek ekonomi regional dengan menggunakan Model Social Accounting Matrix (SAM) atau analisis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003

IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi 4.1.1. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 23 Studi ini menggunakan data SNSE Indonesia tahun 23 yang dicirikan dengan

Lebih terperinci

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB BAB II METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Ekonomi wilayah dalam satu negara merupakan ekonomi terbuka dan interaksi ekonomi antarwilayah berlangsung tanpa hambatan apapun. Dalam kaitan

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami konsep pendapatan nasional, metode penghitungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pembangunan Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting yaitu : (1) peningkatan standar hidup

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP BAB I PENDAHULUAN Berita di media masa tentang neraca pembayaran (BOP): fenomena Cina sebagai kekuatan ekonomi dunia yang baru. Ada tiga alasan mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 4 (3) (2015) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DALAM PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada Publikasi sebelumnya Pendapatan Regional Kabupaten Semarang dihitung berdasarkan pada pendekatan produksi. Lebih jauh dalam publikasi ini, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN Hadi Sutrisno Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Darul Ulum Jombang Jl Gus Dur 29 A Jombang Email : hadiak@undaracid

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis multiplier dan analisis jalur struktural (SPA) mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 trilyun terhadap

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI INTRA DAN INTER REGIONAL KBI-KTI

DAMPAK PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI INTRA DAN INTER REGIONAL KBI-KTI DAMPAK PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI INTRA DAN INTER REGIONAL KBI-KTI Slamet Muljono Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Gedung Bina Marga Lantai 5 Jl. Patimura

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BAB II PENDAPATAN NASIONAL

BAB II PENDAPATAN NASIONAL BAB II PENDAPATAN NASIONAL A. PENGERTIAN Pendapatan nasional merupakan salah satu indikator keadaan ekonomi suatu negara. Terdapat beberapa istilah dalam produksi nasional antara lain : a. GNP ( Gross

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai April 2010 di PPS Nizam Zachman Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian Dalam penelitian ini, sektor-sektor perekonomian diklasifikasikan ke dalam 9 sektor perekonomian. Sembilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor strategis dalam pengembangan perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor strategis dalam pengembangan perekonomian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sektor strategis dalam pengembangan perekonomian Indonesia adalah sektor pariwisata. Selain sebagai salah satu sumber penerimaan devisa, sektor ini juga

Lebih terperinci