IV. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer terutama digunakan untuk analisis deskriptif tentang tugas dan kewenangan lembaga pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan dan lembaga-lembaga yang membawahi industri gula. Data primer diperoleh dari wawancara dengan lembaga-lembaga tersebut yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan, PG Kedawung, APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat) dan Kelompok Tani. Data sekunder digunakan untuk menurunkan Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 yaitu Tabel I-O Provinsi Jawa Timur Tahun 2000, PDRB Kabupaten Pasuruan, Data Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan (Realisasi APBD Kabupaten Pasuruan), Data konsumsi rumah tangga menurut sektor ekonomi dan data sekunder lain yang diperlukan untuk penelitian ini. Tahun 2000 dipilih karena dianggap bahwa pada tahun ini merupakan tahun terakhir dimana data yang tersedia cukup lengkap untuk membentuk tabel I-O selain itu pada tahun ini akan diperoleh gambaran perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum otonomi deaerah. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu data survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS), survei khusus pembentukan modal (SKPM), survei ongkos usaha tani (SOUT), survei tahunan industri pengolahan

2 65 besar/sedang (IBS) dan survey tahunan industri kecil dan kerajinan rakyat (IKKR). Selain dari BPS juga diperoleh dari BAPPEDA Pasuruan, Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan dan sumber-sumber lain yang terkait Metode Analisis Analisis Deskriptif Untuk menjawab tujuan 1 dan 2, yaitu untuk menelaah penerapan otonomi daerah menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 25 Tahun 1999 dari sudut pandang kelembagaan dan perubahan hubungan (fungsional dan koordinasi) antar lembaga/organisasi yang membawahi industri gula dilakukan analisis deskriptif, yaitu dengan membandingkan dua kondisi sebelum dan sesudah dilaksanakannya kedua undang-undang otonomi di atas. Hal-hal yang diuraikan untuk menjawab tujuan 1 adalah: 1. Struktur organisasi dan kewenangan Pemerintah Daerah 2. Sumber-sumber penerimaan serta alokasi anggaran menurut sektor pembangunan Sedangkan untuk menjawab tujuan 2 dilakukan dengan mendeskripsikan secara lebih spesifik tugas dan kewenangan masing-masing lembaga yang terkait dengan industri gula di Kabupaten Pasuruan, diantaranya adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pabrik Gula Kedawung, APTR dan Kelompok Tani serta beberapa kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengembangan industri gula Analisis Kuantitatif Untuk menjawab tujuan 3 dan 4 yaitu untuk menganalisis kondisi perekonomian daerah dan peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten

3 66 Pasuruan sebelum penerapan otonomi daerah serta dampak penerapan otonomi daerah terhadap kinerja industri gula digunakan analisis Input-Output. Analisis Input-Output terhadap kinerja industri gula di Kabupaten Pasuruan ini dilakukan dengan beberapa tahap: 1. Tahap Derivasi Tabel Input-Output Kabupaten Pasuruan Tahap ini dilakukan karena Kabupaten Pasuruan belum memiliki tabel I-O maka penyusunan tabel I-O dengan menggunakan metode semi survey perlu dilakukan. Metode semi survey yang digunakan adalah menggunakan metode RAS Modifikasi, tabel dasar yang digunakan untuk menurunkan tabel I-O Pasuruan adalah Tabel I-O Jawa Timur Tahun Metode ini dipilih karena lebih sederhana dan tidak membutuhkan data yang mendetail namun merupakan metode yang efektif dan tepat waktu dalam penyusunan tabel I-O (BPS, 2000a). Penggunaan metode RAS modifikasi ini adalah untuk mengatasi kelemahan yang biasanya terdapat pada penggunaan metode RAS Sederhana. Tabel I-O Pasuruan yang dihasilkan dari metode RAS sederhana akan menunjukkan komposisi/struktur input antara yang identik dengan komposisi/struktur input antara pada Tabel I-O Jawa Timur. Metode RAS modifikasi adalah dengan memasukkan informasi baru ke dalam kuadran antara yang menunjukkan struktur input yang sesungguhnya dari suatu sektor yang ada di Kabupaten Pasuruan sedangkan untuk sektor-sektor yang belum memiliki data, struktur input antaranya dicari menggunakan metode RAS. Metode RAS pertama kali diperkenalkan oleh Stone dan Brown (1962) sebagai suatu metode yang digunakan untuk up dating tabel I-O. Metode RAS merupakan suatu metode untuk mencari satu set bilangan pengganda baris dan pengganda kolom untuk mendapatkan matriks kuadran I yang baru. Jika matriks

4 67 A adalah matriks koefisien input kuadran I dan aij adalah sel-sel matriks, maka aij tersebut terbentuk dari dua macam pengaruh: 1. Pengaruh substitusi, yang menunjukkan seberapa jauh komoditi i dapat digantikan oleh komoditi lain dalam proses produksi. 2. Pengaruh fabrikasi, yang menunjukkan seberapa jauh komoditi j dapat menyerap input antara dari jumlah input yang tersedia. Miller dan Blair (1985) mengemukakan bahwa penggunaan metode RAS untuk menyesuaikan matriks koefisien tidak hanya pada masalah lintas waktu (updating) tetapi juga lintas ruang (masalah regionalisasi). Bahkan karena keterbatasan data daerah (regional), metode RAS akhirnya menjadi lebih sering digunakan untuk menurunkan tabel I-O daerah dari tabel I-O nasional (antar daerah) dibandingkan untuk keperluan up dating. Apabila pengganda substitusi diberi notasi r, pengganda fabrikasi diberi notasi s dan A o adalah matriks koefisien input Jawa Timur maka koefisien input Pasuruan adalah: A t = r A o s...(1) Untuk menurunkan Tabel I-O Pasuruan dengan metode RAS modifikasi dilakukan langkah -langkah sebagai berikut: 1. Melakukan klasifikasi sektor-sektor ekonomi untuk Kabupaten Pasuruan. Pengklasifikasian sektor didasarkan pada tujuan penelitian, peranan penting suatu sektor dalam perekonomian (ditunjukkan oleh share masing-masing sektor terhadap PDRB) serta ketersediaan data di Kabupaten Pasuruan. Hasil pengklasifikasian ditentukan bahwa Tabel I-O Pasuruan dibagi menjadi 40 sektor (Lampiran 1).

5 68 2. Mengisi nilai output Kabupaten Pasuruan menurut sektor berdasarkan data dinas dan dari publikasi BPS dalam Pasuruan Dalam Angka Tahun Memasukkan data komposisi input sektor-sektor Kabupaten Pasuruan tahun Sektor-sektor yang memiliki data komposisi input adalah sektor 16-31, data yang digunakan berasal dari data IBS dan IKKR tahun Untuk sektor-sektor yang belum memiliki informasi tentang komposisi inputnya selanjutnya dicari dengan menggunakan metode RAS. 4. Memasukkan data Kabupaten Pasuruan tahun 2000 untuk menyusun komponen-komponen permintaan akhir, yaitu konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, ekspor (luar negeri maupun antar daerah), dan pembentukan stok. Selain permintaan akhir juga memasukkan jumlah permintaan antara, input antara, dan input primer (nilai tambah bruto) masing-masing sektor. Data konsumsi rumah tangga diambil dari SUSENAS, data untuk kolom pengeluaran pemerintah diperoleh dari Rincian Realisasi APBD Kabupaten Pasuruan sedangkan untuk pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok diperoleh dari data SKPM dan survey BPS. 5. Menyusun klasifikasi (agregasi) sektor untuk Tabel I-O Jawa Timur Tahun 2000 sesuai dengan klasifikasi sektor Kabupaten Pasuruan dan kemudian menyusun matriks koefisien input dari Tabel I-O Jawa Timur sesuai dengan klasifikasi sektor Kabupaten Pasuruan tersebut. 6. Proses penyusunan matriks dengan menggunakan pengganda baris ke-r dan pengganda kolom ke-s (metode RAS), dengan mengunci sel-sel input antara yang telah disesuaikan dengan struktur input Kabupaten Pasuruan, yakni sektor Proses ini berlanjut terus sampai diperoleh suatu matriks,

6 69 dimana jumlah angka untuk masing-masing baris sama dengan jumlah permintaan antara masing-masing sektor dan jumlah angka masing-masing kolom sama dengan jumlah input antara masing-masing sektor. 7. Setelah kolom-kolom dalam tabel I-O terisi, selanjutnya dilakukan rekonsiliasi dimana jumlah penawaran harus sama dengan jumlah permintaan. Penawaran terdiri dari output domestik (600) + impor (409) + margin perdagangan dan transportasi (509), sedangkan permintaan terdiri dari total permintaan antara (180) + total permintaan akhir (309). Rekonsiliasi ini dilakukan, khususnya untuk melakukan adjustment terhadap data yang sumbernya lemah seperti perubahan stok (304), ekspor (305) dan impor (409). 2. Tahap Analisis Struktur Perekonomian Daerah dan Peranan Industri Gula Sebelum Penerapan Otonomi Daerah Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 yang diperoleh dari hasil derivasi kemudian dianalisis untuk melihat struktur perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum diberlakukannya otonomi daerah termasuk posisi dan peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan. Analisis struktur perekonomian Kabupaten Pasuruan dilakukan dengan mendeskripsikan struktur permintan dan penawaran, permintaan akhir, output sektoral, nilai tambah bruto, ekspor dan impor serta struktur ketenagakerjaan. Analisis peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan dilakukan dengan menggunakan analisis keterkaitan dan analisis pengganda (multiplier). Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat hubungan sektor industri gula dengan sektor-sektor lain dalam perekonomian daerah. Analisis keterkaitan yang dilakukan terdiri dari analisis keterkaitan langsung ke depan dan ke belakan g serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan ke

7 70 belakang. Analasis keterkaitan industri gula dihitung dengan rumus sebagai berikut: 1. Keterkaitan Langsung Ke Depan 40 j= 1 X 40 F i = = a ij... (2) X i i j= 1 F i = Keterkaitan langsung ke depan industri gula X ij = Banyaknya output industri gula yang digunakan sebagai input antara oleh sektor j X i = Total output industri gula a ij = Unsur matriks koefisien teknis 2. Keterkaitan Langsung Ke Belakang 40 X i 40 i = 1 B j = = a ij... (3) X j i= 1 B j = Keterkaitan langsung ke belakang industri gula X ij = Banyaknya input antara yang digunakan oleh industri gula, yang berasal dari sektor i Xj = Total input sektor industri gula a ij = Unsur matriks koefisien teknis 3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan FLTL... (4) = 40 i C ij j= 1 FLTL i = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan C ij = Unsur matriks kebalikan leontief terbuka Industri gula (jumlah matriks kebalikan leontif terbuka pada baris industri gula) 4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang 40 BLTL =... (5) j C ij i= 1 BLTL j = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang C ij = Unsur matriks kebalikan leontief terbuka Industri gula (jumlah

8 71 matriks kebalikan leontif terbuka pada kolom industri gula) Analisis pengganda (multiplier) merupakan suatu koefisien yang digunakan untuk menilai dampak perubahan permintaan akhir industri gula terhadap penciptaan output, pendapatan dan kesempatan kerja baik pada industri gula itu sendiri maupun dalam perekonomian secara keseluruhan. Rumus perhitungan koefisien pengganda secara ringkas disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rumus Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Pengganda No Nilai Output (Rp) Pendapatan (Rp) Tenaga Kerja (Orang) 1. Efek Awal 1 hj ej 2. Efek Putaran Pertama Σ i a ij Σ i a ij. h j Σ i a ij. e j 3. Efek Dukungan Industri Σ i α ij 1-Σ i a ij Σ i α ij h j h j -Σ i a ij h j Σ i α ij e j e j -Σ i a ij e j 4. Efek Induksi Konsumsi Σ i α * ij 1-Σ i a ij Σ i α * ij h j h j -Σ i a ij h j Σ i α * ij e j e j -Σ i a ij e j 5. Efek Total Σ i α * ij Σ i α * ij h j Σ i α * ij e j 6. Efek Lanjutan Σ i α * ij 1 Σ i α * ij h j h j Σ i α * ij e j e j Sumber : Daryanto dan Morison, 1992 Keterangan a ij = Koefisien output h j = Koefisien pendapatan rumah tangga e j = Koefisien tenaga kerja α ij = Matriks kebalikan leontief terbuka = Matriks kebalikan leontief tertutup α * ij Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pada pengukuran output, pendapatan dan tenaga kerja maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II, sebagai berikut: Efek Awal + E. Putaran Pertama + E.Dukungan Tipe I = Efek Awal Industri Tipe II = Efek Awal + E. Putaran Pertama + E. Dukungan Efek Awal Industri + E. Induksi Konsumsi 3. Tahap Analisis Dampak Otonomi Daerah Konsekuensi dari pelaksanaan kebijakan otonomi daerah adalah pemberian kewenan gan yang lebih besar bagi daerah (Kabupaten Pasuruan) dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. Penerapan otonomi daerah akan dicerminkan oleh adanya perubahan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

9 72 (APBD), baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran. Peningkatan dana yang ada di daerah, khususnya akibat adanya perubahan mekanisme dana transfer pemerintah pusat terhadap daerah akan mempengaruhi besaran dan alokasi belanja pemerintah daerah. APBD merupakan instrumen bagi Pemerintah Daerah untuk menjalankan fungsinya dalam memproduksi barang dan jasa publik bagi kepentingan masyarakat. Melalui pengalokasian dana dalam APBD, Pemerintah Daerah dapat memberikan dampak pada perekonomian sehingga tercapai sasaran-sasaran pembangunan, yakni pertumbuhan ekonomi (Peningkatan output dan PDRB) dan penciptaan lapangan pekerjaan. Perubahan APBD dalam model I-O ini merupakan perubahan yang bersifat eksogen, artinya perubahan ini timbul dari luar sistem ekonomi namun pada akhirnya akan menciptakan permintaan baru dan menghendaki pemenuhan dari dalam sistem ekonomi yang telah ada. Dalam pemenuhan permintaan inilah perubahan APBD (otonomi daerah) menciptakan dampak terhadap sistem perekonomian. Analisa dampak otonomi daerah dilakukan dengan menggunakan 3 skenario, yakni: (1) perubahan APBD Kabupaten Pasuruan yang dicerminkan oleh adanya perubahan pada pengeluaran pemerintah (kolom 302) dan perubahan pada total PMTB (kolom 303). Pengeluaran Pemerintah yang dimasukkan kedalam kolom 302 adalah pengeluaran yang bersifat rutin (non gaji) sedangkan pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin untuk barang-barang modal (barang-barang yang mempunyai umur pemakaian satu tahun atau lebih) akan masuk kedalam kolom 303. (2) perubahan APBD yang diikuti oleh perubahan pembentukan modal tetap bruto (investasi) oleh swasta. Hal ini dilakukan

10 73 berdasarkan asumsi bahwa penerapan otonomi daerah secara tidak langsung akan menciptakan iklim yang kondusif bagi masyarakat (swasta) untuk melakukan investasi atau perluasan usaha yang kemudian dicerminkan oleh meningkatnya pembentukan modal bruto oleh sektor swasta. Namun demikian isian pada kolom PMTB tidak menunjukkan nilai pembentukan modal yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi yang ada, karena isian pada kolom ini hanya menggambarkan komposisi barang-barang modal. (3) perubahan konsumsi pemerintah, total PMTB dan perubahan ekspor. Asumsi yang mendasari skenario ini adalah bahwa selain menciptakan kondusifitas dalam berusaha, penerapan otonomi daerah akan mendorong kondusifitas perdagangan. Perhitungan dan keterangan asal-usul data yang digunakan untuk analisa dampak dijelaskan pada Lampiran 3. Analisis dampak ini digunkan untuk menjawab tujuan ke-4, yakni untuk mengetahui efek perubahan neraca eksogen yaitu pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan ekspor terhadap variabel endogen seperti output, nilai tambah bruto dan kesempatan kerja. Analisis dampak yang digunakan adalah analisis pengganda (multiplier). Analisis dampak dengan menggunakan pengganda (multiplier) adalah sebagai berikut: 1. Dampak Output Dalam model I-O, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir. Artinya jumlah output yang diproduksi tergantung tergantung dari permintaan akhirnya dan pada sisi yang lain output juga menentukan besarnya permintaan akhir. Dampak output dihitung dengan rumus berikut: X AO d -1 ( I - A ) ( F ) =... (1) AO

11 74 X = X -... (2) AO X BO X AO = Output yang terbentuk setelah otonomi daerah F AO = Permintaan akhir setelah otonomi daerah X BO = Output sebelum otonomi daerah (Output tahun 2000) X = Perubahan output akibat adanya otonomi daerah 2. Dampak Nilai Tambah Bruto Sesuai dengan asumsi dasar penyusunan tabel I-O, maka hubungan antara nilai tambah bruto (NTB) dengan output bersifat linier. Artinya kenaikan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan atau penurunan NTB. Hubungan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: V = V... (3) AO X AO V = V -... (4) AO V BO V AO = NTB yang terbentuk setelah otonomi daerah Vˆ = Matriks diagonal koefisien NTB V BO = NTB sebelum otonomi daerah (NTB tahun 2000) V = Perubahan NTB akibat adanya otonomi daerah Matriks diagonal koefisien NTB adalah matriks dimana isian sel-sel diagonalnya adalah NTB sektor yang bersangkutan dibagi dengan outputnya, sedangkan sel-sel di luar diagonalnya adalah nol. 3. Dampak Kesempatan Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang balas jasa terhadapnya merupakan salah satu komponen input primer. Tenaga kerja juga memiliki hubungan linier dengan output. Artinya naik turunnya output di suatu sektor akan mempengaruhi naik turunnya jumlah tenaga kerja yang diserap di sektor tersebut. Dampak kesempatan kerja dapat dihitung dengan persamaan berikut:

12 75 L AO = Lˆ X AO... (5) L = L -... (6) AO L BO L AO = kesempatan kerja yang terbentuk setelah otonomi daerah Lˆ = Matriks diagonal koefisien tenaga kerja LBO= Kesempatan kerja sebelum otonomi daerah L= Perubahan kesempatan kerja akibat adanya otonomi daerah Matriks diagonal koefisien tenaga kerja adalah matriks dimana isian selsel diagonalnya adalah koefisien tenaga kerja, yaitu jumlah tenaga kerja suatu sektor dibagi dengan outputnya. Isian sel-sel di luar diagonal adalah nol. Penurunan Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 maupun pengolahan data menggunakan program komputer GRIMP (Generation Regional Impact) versi 7.02.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA DI KABUPATEN PASURUAN

KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA DI KABUPATEN PASURUAN AGRISE Volume X No. 1 Bulan Januari 2010 ISSN: 1412-1425 KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA DI KABUPATEN PASURUAN (POLICY OF REGIONAL AUTONOMY AND ITS IMPACT TO SUGAR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

MENGARTIKULASIKAN TABEL INPUT-OUTPUT DAN KERANGKA ANALISISNYA

MENGARTIKULASIKAN TABEL INPUT-OUTPUT DAN KERANGKA ANALISISNYA MENGARTIULASIAN TABEL INPUT-OUTPUT DAN ERANGA ANALISISNYA Budi Cahyono 1 ; Bagus Sumargo2 ABSTRACT Input -Output (I-O) table can be used to analyse economic projection and present some service and good

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitatif, yaitu penelitian yang sifatnya memberikan gambaran secara umum bahasan yang diteliti

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT OLEH: Abdul Kohar Mudzakir Dosen Lab Sosek Perikanan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Tinjauan Teoritis yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku studi pustaka, internet serta penelitian-penelitian terdahulu. Tinjauan teoritis berisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output.

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output. DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN JOMBANG Junaedi Fakultas Ekonomi Universitas Darul Ulum Jombang Email : Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor

Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor Zuhri Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Sukma zuhri_muin@yahoo.com Abstrak. Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Junaidi, Junaidi (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi) Tulisan ini membahas simulasi/latihan analisis Input-Output (I-O) dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian. III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Sibolga yang terletak di tepi pantai barat pulau Sumatera bagian Utara di Teluk Tapian Nauli, + 350 km Selatan kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian Dalam penelitian ini, sektor-sektor perekonomian diklasifikasikan ke dalam 9 sektor perekonomian. Sembilan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT OUTPUT DALAM PERENCANAAN EKONOMI

ANALISIS INPUT OUTPUT DALAM PERENCANAAN EKONOMI ANALISIS INPUT OUTPUT DALAM PERENCANAAN EKONOMI Lili Masli Politeknik Negeri Bandung Elly Rusmalia H STIE INABA Bandung ABSTRAK Analisis Input Output dalam perencanaan ekonomi dapat menggambarkan: (1)

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai April 2010 di PPS Nizam Zachman Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Investasi Pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok, antara lain konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN Hadi Sutrisno Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Darul Ulum Jombang Jl Gus Dur 29 A Jombang Email : hadiak@undaracid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional mempunyai dampak atas pembangunan daerah, Negara kesatuan, dimana rencana-rencana pembangunan meliputi rencana

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional mempunyai dampak atas pembangunan daerah, Negara kesatuan, dimana rencana-rencana pembangunan meliputi rencana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional mempunyai dampak atas pembangunan daerah, sebab daerah merupakan bagian integral dari suatu Negara. Indonesia adalah Negara kesatuan, dimana

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Studi Literatur Penelitian ini merupakan hasil studi literatur yang meliputi : a. Data-data sekunder yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungan atas sektor yang akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan kota jasa, hal tersebut tentunya sejalan dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan kota jasa, hal tersebut tentunya sejalan dengan kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DKI Jakarta, sebagai kota terbesar di Indonesia direncanakan akan dijadikan kota jasa, hal tersebut tentunya sejalan dengan kondisi perekonomian DKI Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H14094013 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN TITUK

Lebih terperinci

KAJIAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PENERAPAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA DI KABUPATEN PASURUAN FAHRIYAH

KAJIAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PENERAPAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA DI KABUPATEN PASURUAN FAHRIYAH KAJIAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PENERAPAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA DI KABUPATEN PASURUAN FAHRIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 KAJIAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PENERAPAN

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

DATA BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK MENCERDASKAN BANGSA

DATA BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK MENCERDASKAN BANGSA DATA MENCERDASKAN BANGSA BADAN PUSAT STATISTIK Jl. Dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 171, Kotak Pos 13 Jakarta 11 Telepon : (21) 3841195, 384258, 381291-4, Fax. : (21) 385746 BADAN PUSAT STATISTIK TEKNIK PENYUSUNAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Penyusunan I-O antar wilayah Kalimantan Timur wilayah Utara dan Selatan dilatar belakangi oleh pemikiran

Lebih terperinci

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN KONTRIBUSI INVESTASI SWASTA TERHADAP PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN 2010 2014 Pendahuluan Dalam perhitungan PDRB terdapat 3 pendekatan, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

Kebijakan Alokasi Anggaran Kabupaten Kepulauan Selayar

Kebijakan Alokasi Anggaran Kabupaten Kepulauan Selayar Kebijakan Alokasi Anggaran Kabupaten Kepulauan Selayar Amin Rois Sinung Nugroho, S.ST, 8 Oktober 2012 1 of 15 Otonomi Daerah UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 25/1999 tentang Perimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

APLIKASI INPUT OUTPUT

APLIKASI INPUT OUTPUT APLIKASI INPUT OUTPUT Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH DYAH AYU MARIANA HANDARI H

DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH DYAH AYU MARIANA HANDARI H DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH DYAH AYU MARIANA HANDARI H14102049 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, meratakan pendapatan dan meningkatkan hubungan antara daerah.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, meratakan pendapatan dan meningkatkan hubungan antara daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak lepas dari berbagai hambatan dan tantangan dalam pembangunan. Masalah kemiskinan, rendahnya modal, rendahnya kualitas

Lebih terperinci

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB BAB II METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam

Lebih terperinci

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa BAB II KAJIAN PUSTAKA Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh

Lebih terperinci

PERAN INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU DALAM PEREKONOMIAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN PONOROGO, JAWA TIMUR

PERAN INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU DALAM PEREKONOMIAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN PONOROGO, JAWA TIMUR Habitat, Volume 26, No. 3, Desember 2015, Hal. 173-182 ISSN: 0853-5167 PERAN INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU DALAM PEREKONOMIAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN PONOROGO, JAWA TIMUR THE ROLE OF TOBACCO

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana pemerintah daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan melakukan mitra kerja dengan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 (PENDEKATAN INPUT-OUTPUT)

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 (PENDEKATAN INPUT-OUTPUT) ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 (PENDEKATAN INPUT-OUTPUT) SKRIPSI Disusun Oleh: RIKA WAHYUNI 0810213073 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Jawa Timur (Pendekatan Analisis Input-Output)

Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Jawa Timur (Pendekatan Analisis Input-Output) Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Jawa Timur (Pendekatan Analisis Input-Output) 1 (The Impact of Manufacturing Sector Investment On The Economy of East Java (Input Output

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PETERNAKAN DI PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PETERNAKAN DI PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PETERNAKAN DI PROVINSI JAWA BARAT Oleh: Achmad Firman, SPt., MSi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JUNI 2007 LEMBAR PENGESAHAN Penelitian Mandiri 1. a.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Industri Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah-masalah perekonomian, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomi jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomi jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomi jangka panjang disetiap periode. Dalam setiap periode daerah regional tertentu berupaya untuk meningkatkan perekonomian

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II TINJAUAN PUSTAKA 21 Definisi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Hess dan Ross (2000), pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan total barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode waktu tertentu

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

V. METODE PENELITIAN

V. METODE PENELITIAN V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau

Lebih terperinci