V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan"

Transkripsi

1 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat gambaran mengenai peranan sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian wilayah Kota Cirebon. Analisis ini menggunakan data Tabel Input-Output Kota Cirebon tahun Gambaran menyeluruh mengenai keterkaitan sektor hotel dan restoran dalam suatu perekonomian meliputi beberapa aspek yaitu struktur permintaan antara dan permintaan akhir, konsumsi masyarakat, nilai tambah bruto dan struktur output Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Permintaan Berdasarkan Tabel Input-Output Kota Cirebon tahun 2005 klasifikasi 22 sektor, total permintaan Kota Cirebon pada tahun 2005 adalah sebesar Rp miliar. Total permintaan tersebut merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp miliar dan permintaan akhir sebesar Rp miliar. Jika dilihat dari besarnya permintaan akhir dan permintaan antara sektor-sektor di Kota Cirebon sektor jasa-jasa sosial dan kemasyarakatan memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan permintaan antara dibandingkan pembentukan permintan akhir yaitu sebesar Rp miliar atau 95,45 persen dari total permintaan di sektor jasa sosial dan kemasyarakatan. Kontribusi permintaan antara yang lebih besar dibandingkan permintaan akhir di sektor ini menunjukkan bahwa jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi lebih besar jika dibandingkan untuk konsumsi akhir. Berdasarkan Tabel 5.1. sektor hotel dan restoran memiliki kontribusi dalam pembentukan permintaan akhir dibandingkan permintaan antaranya yaitu sebesar Rp juta atau 51,23 persen dari total permintaan di sektor hotel dan restoran,

2 61 sektor hotel dan restoran memilik permintaan akhir yang lebih besar dibandingkan permintaan antara karena output sektor hotel dan restoran berupa barang jadi dan sudah siap untuk dikonsumsi sehingga sektor. Tabel 5.1. Struktur Permintaan Antara dan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) SEKTOR Permintaan Antara Kons. R.Tangga Kons. Pem Permintaan Akhir PMT PS Selisih (E-M) Total Permintaan Akhir Total Permintaan Per. Antara (%) Per. Akhir (%) Total (%) ,43 0, ,20 75, ,73 36, (3.871) (3.871) (3.871) 0,00 100, ,05 38, ,77 51, (1.449) ,17 71, ,24 86, ,45 4, Total , ,25 22, Keterangan: 1 = Pertanian 6 = Hotel dan Restoran 2 = Industri Pengolahan 7 = Transportasi dan Komunikasi 3 = Listrik, Gas dan Air bersih 8 = Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4 = Bangunan 9 = Jasa-jasa sosial dan kemasyarakatan 5 = Perdagangan PMT = Pembentukan Modal Tetap PS = Perubahan Stok Nilai permintaan dari masing-masing sektor perekonomian Kota Cirebon dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sektor yang memiliki total permintaan terbesar di Kota Cirebon adalah sektor jasa sosial dan kemasyarakatan yaitu sebesar Rp miliar atau sebesar 74,37 persen dengan jumlah pembentukan permintaan antara dan akhir sebesar Rp miliar dan Rp industri

3 62 pengolahan menempati urutan kedua dengan kontribusi sebesar Rp juta atau sekitar 4,84 persen dari total permintaan antara Kota Cirebon. Sektor hotel dan restoran menempati urutan kelima dalam total permintaan akhir di Kota Cirebon dengan total permintaan sebesar Rp juta atau sebesar 0,52 persen dengan jumlah pembentukan permintaan antara dan akhir sebesar Rp dan Rp Sektor hotel dan restoran memiliki total permintaan yang cenderung kecil dibandingkan dengan sektor jasa dan industri pengolahan yaitu sebesar Rp juta atau 0,52 persen dari seluruh sektor perekonomian, hal ini disebakan karena output sektor hotel dan restoran berupa barang jadi atau siap untuk dikonsumsi bukan untuk dijadikan input kembali oleh sektor lain dan tidak semua kalangan dapat menikmati hotel dan restoran hanya kalangan tertentu saja yang dapat menikmati atau mengkonsumsinya dikarenakan biaya yang dikeluarkan cenderung tinggi. Tabel 5.2. Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) SEKTOR Permintaan Antara Permintaan Akhir Total Permintaan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Pertanian , , ,06 Industri pengolahan , , ,46 Listrik,gas dan air bersih , , ,31 Bangunan 0,00 0, , ,01 Pedagang besar dan eceran , , ,32 Hotel dan Restoran , , ,52 Angkutan dan komunikasi Keuangan,persewaan dan jasa perusahaan Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya , , , , , , , , ,37 Total

4 Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Permintaan Akhir Permintaan akhir merupakan permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk keperluan produksi. Dalam tabel I-O, permintaan akhir mencakup pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, ekspor dan impor Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Pada Tabel 5.3 ditunjukkan struktur konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah Kota Cirebon tahun Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah Kota Cirebon berdasarkan Tabel Input-Output tahun 2005 klasifikasi 22 sektor adalah sebesar Rp juta dan Rp juta. Dari total konsumsi rumah tangga industri pengolahan memiliki nilai terbesar yaitu sebesar Rp juta atau sebesar 54,26 persen dari total konsumsi rumah tangga seluruh sektor perekonomian Kota Cirebon. Konsumsi pemerintah terbesar dimiliki oleh sektor keuangan dan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar Rp juta atau 45,17 persen dari total konsumsi pemeritah seluruh sektor perekonomian di Kota Cirebon. Menurut Febriawan (2007), konsumsi rumah tangga memiliki nilai lebih besar dibandingkan konsumsi pemerintah di Kota Bandung. Kontribusi konsumsi rumah tangga sektor hotel dan restoran berada pada urutan ke empat di Kota Cirebon yaitu sebesar Rp juta atau sebesar 3,95 persen dari total konsumsi rumah tangga. nilai konsumsi masyarakat pada sektor hotel dan restoran menunjukkan bahwa sektor ini mampu menjadi alternatif konsumsi masyarakat akan kebutuhan lain di luar kebutuhan sandang dan papan, yaitu pemenuhan kebutuhan akan rekreasi, serta pemenuhan kebutuhan lainnya yang disediakan oleh sektor hotel dan restoran ini. Namun jika dilihat dari persentasenya, nilai konsumsi masyarakat pada kedua sektor ini relatif kecil,

5 64 mengingat bahwa produk dari sektor dan restoran ini tergolong produk yang relatif mewah, sehingga hanya golongan masyarakat tertentu yang dapat mengkonsumsinya. Berdasarkan Tabel 5.3 juga dapat dilihat bahwa total konsumsi pemerintah pada sektor hotel dan restoran sebesar Rp juta atau sebesar 2,01 persen dari konsumsi pemerintah, konsumsi pemerintah pada sektor ini relatif sedikit dikarenakan sektor hotel dan restoran dirasa sudah layak dan pemerintah memberikan investasi pada sektor yang dirasa sangat membutuhkan, dan pada tahun 2005 perjalanan dinas pemerintah cenderung sedikit karena adanya krisis pada tahun tersebut. Tabel 5.3. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Jumlah Persen Jumlah Persen Pertanian , ,07 Industri pengolahan , ,48 Listrik,gas dan air bersih 331 0, ,18 Bangunan Pedagang besar dan eceran , ,37 Hotel dan Restoran , ,01 Angkutan dan komunikasi , ,02 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan , ,17 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya , ,7 Total Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Investasi Berdasarkan Tabel 5.4, nilai investasi seluruh sektor perekonomian Kota Cirebon sebesar Rp miliar yang merupakan pengalokasian dari pembentukan modal tetap bruto sebesar Rp miliar dan sisanya dari perubahan stok sebesar Rp , investasi di sektor hotel dan restoran masih rendah menempati urutan kelima dibandingkan sektor lain yaitu sebesar Rp juta atau 0,37 persen dari seluruh perekonomian Kota Cirebon, nilai investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penjumlahan nilai pembentukan modal tetap bruto dengan perubahan stok.

6 65 Untuk investasi tertinggi dalam perekonomian diperoleh sektor keuangan, persewaan dan jasa sebesar 73,22 persen, perubahan stok yang bernilai positif menunjukkan adanya tambahan persediaan input untuk produksi maupun output yang diperdagangkan pada akhir tahun. Pembentukan modal yang bernilai nol berarti tidak teridentifikasi adanya pengadaan pembuatan modal atau pembelian barang-barang modal baru baik di dalam negeri maupun impor dari luar negeri dan barang modal bekas dari luar negeri. Tabel 5.4. Struktur Modal Tetap Bruto, Perubahan Stok, dan Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor Pembentukan Modal Tetap Perubahan Stok Investasi Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Pertanian 217 0, , ,69 Industri pengolahan , , ,12 Listrik,gas dan air bersih 0 0, , ,25 Bangunan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Pedagang besar dan eceran , , ,64 Hotel dan Restoran 0 0, , ,37 Angkutan dan komunikasi , , ,80 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan ,48 0 0, ,22 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya , , ,29 Total Rendahnya nilai investasi yang ditanamkan pada hotel dan restoran yang menurut Kepala Penanaman Modal setempat dikarenakan oleh daya konsumsi masyarakat kurang, kurangnya pengembangan di sektor pariwisata sebagai sektor yang menunjang sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon, sumber daya manusia yang rendah, dan infrastruktur yang kurang memadai dalam menunjang kegiatan perekonomian, seperti tidak adanya bandara internasional yang memadai untuk melakukan ekspor maupun impor ke luar negeri.

7 Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Ekspor dan Impor Berdasarkan Tabel 5.5. Total ekspor dan impor di Kota Cirebon sebesar Rp miliar dan Rp juta, dimana sektor yang memegang peran terbesar dalam ekpor adalah sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar Rp miliar dan yang memiliki peran terkecil adalah sektor bangunan. Untuk nilai total ekspor hotel dan restoran menempati urutan ke lima dengan nilai sebesar Rp juta atau sebesar 0,86 persen masih kecil dibandingkan sektor lainnya dikarenakan produk sektor hotel dan restoran masih kalah bersaing dengan produk lain yang sejenis di daerah lain. Tabel 5.5. Struktur Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Ekspor (E) Impor (M) Selisih (E-M) Sektor Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Pertanian , , ,45 Industri pengolahan , , ,05 Listrik,gas dan air bersih , , ,54 Bangunan 0 0, , ,08 Pedagang besar dan eceran , , ,30 Hotel dan Restoran , , ,77 Angkutan dan komunikasi , , ,03 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan , , ,79 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya , , ,22 Total Dari segi impor sektor hotel dan restoran menempati urutan ketiga dengan nilai sebesar Rp juta atau sebesar 4,49 persen, nilai impor sektor hotel dan restoran relatif kecil dibandingkan sektor industri pengolahan di Kota Cirebon. Sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon memiliki nilai impor yang kecil karena sektor hotel dan restoran tidak mendapat bahan baku yang bagus atau dari sisi jasa mereka mengimpor sumber daya manusia manajerial. Bila dilihat dari sisi selisih ekspor dengan impor,

8 67 Kota Cirebon mengalami surplus di sektor hotel dan restoran sebesar Rp juta. Adapun surplus hotel dan restoran ini disebabkan oleh ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto merupakan balas jasa atas faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung. Seperti yang terlihat pada Tabel 5.6. Bahwa besarnya nilai tambah bruto Kota Cirebon sebesar Rp triliun yang berasal dari upah dan gaji sebesar Rp miliar, penyusutan sebesar Rp miliar, dan pajak tidak langsung sebesar Rp triliun. Tabel 5.6. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor Upah dan Gaji (juta rupiah) Surplus Usaha (juta rupiah) Rasio Upah Gaji dan Surplus Usaha (juta rupiah) Penyusutan (juta rupiah) Pajak Tak Langsung Netto (juta rupiah) Nilai Tambah Bruto ,15 Persen , , , , , , , ,84 TOTAL Keterangan: 1 = Pertanian 6 = Hotel dan Restoran 2 = Industri Pengolahan 7 = Transportasi dan Komunikasi 3 = Listrik, Gas dan Air bersih 8 = Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4 = Bangunan 9 = Jasa-jasa 5 = Perdagangan Komponen pembentukan nilai tambah bruto hotel dan restoran menempati urutan ketiga yang terdiri dari upah dan gaji sebesar Rp miliar, penyusutan sebesar Rp miliar, dan pajak tidak langsung sebesar Rp miliar. Nilai

9 68 rasio komponen upah dan gaji dengan komponen surplus usaha dapat digunakan untuk mengukur keseimbangan distribusi pendapatan antara pemilik modal dan tenaga kerja. Distribusi pendapatan dikatakan seimbang apabila nilainya 1. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa sektor hotel dan restoran memiliki rasio antara upah dan gaji dengan surplus usaha yang kurang dari 1, dengan kondisi surplus usaha lebih kecil dari upah dan gaji yang artinya tidak adanya ketimpangan antara pemilik modal dengan pekerja dengan kata lain menunjukkan distribusi pendapatan di Kota Cirebon antara pemilik modal dengan pekerja sudah merata Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Output Sektoral Output merupakan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi pada suatu wilayah. Berdasarkan Tabel 5.7, terlihat struktur output perekonomian yang mengacu pada Tabel Input-Output Kota Cirebon pada tahun 2005 sebesar Rp triliun, dimana industri pengolahan sebagai sektor yang memiliki nilai output terbesar yaitu sebesar Rp triliun atau 47,6 persen dari total output seluruh sektor perekonomian karena sektor industri pengolahan di Kota Cirebon telah memiliki tekhnologi yang tergolong maju sehingga mampu memproduksi output yang lebih banyak. Tabel 5.7. Struktur Output Sektor-Sektor Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor Nilai Output Sektoral Persen Pertanian ,2 Industri pengolahan ,6 Listrik,gas dan air bersih ,9 Bangunan 0 0,0 Pedagang besar dan eceran ,1 Hotel dan Restoran ,6 Angkutan dan komunikasi ,0 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan ,3 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya ,4 Total

10 69 Sektor hotel dan restoran memberikan kontribusi sebesar Rp miliar terhadap pembentukan total output perekonomian atau sebesar 1,6 persen dari total output seluruh sektor perekonomian, output sektor hotel dan restoran masih tergolong rendah karena dari sisi tekhnologi dan sumber daya manusia di sektor ini masih rendah. Kecilnya nilai output bangunan di Kota Cirebon ini karena pembangunan ekonomi Kota Cirebon lebih terfokus pada sektor industri dan jasa-jasa. Kebutuhan masyarakat akan produk bangunan yang dihasilkan dari sektor bangunan sebagian besar diperoleh dari luar Kota Cirebon Peranan Sektor Hotel dan Restoran Berdasarkan Analisis Keterkaitan dan Multiplier Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Analisis Keterkaitan Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan dalam penelitian terdiri dari keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Nilai keterkaitan langsung dapat diperoleh dari matriks koefisien teknis, sedangkan untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung diperoleh dari matriks kebalikan Leontief terbuka. Berdasarkan Tabel 5.8, tersaji analisis keterkaitan output ke depan dan ke belakang baik secara langsung, maupun langsung dan tidak langsung. Dapat dilihat bahwa untuk nilai keterkaitan ke depan baik secara langsung maupun langsung dan tidak langsung, sektor hotel dan restoran menempati urutan kedua dengan nilai keterkaitan langsung sebesar 1,948, yang mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan rupiah, maka output sektor hotel dan restoran yang langsung dijual atau dialokasikan ke sektor lainnya termasuk sektor hotel dan restoran itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar 1,948 rupiah. Untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor hotel dan restoran menempati urutan kedua dengan nilai sebesar 3,706. Hal ini dapat diartikan

11 70 bahwa setiap terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan rupiah, maka output sektor hotel dan restoran yang dijual atau dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung ke sektor lainnya termasuk sektor hotel dan restoran itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar 3,706 rupiah. Menurut Agnes(2010) sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan atau langsung maupun tidak langsung, dengan keterkaitan ke depan langsung maupun tidak langsung yang lebih besar yaitu sebesar 2,54 dan keterkaitan langsung sebesar 0,4324 Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan selalu memiliki nilai lebih dari satu karena sudah memperhitungkan output yang bersangkutan sebesar satuan. Sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung lebih besar dibandingkan sektor lainnya hal ini mengindikasikan bahwa sektor hotel dan restoran memiliki peran dalam memberikan ketersediaan output yang dihasilkan untuk dijadikan input oleh sektor lainnya maupun sektor itu sendiri karena semua sektor dalam perekonomian Kota Cirebon memakai produk sektor hotel dan restoran dalam usahanya, seperti bidang jasa keuangan dan perdagangan memerlukan sektor hotel dan restoran untuk tempat menginap maupun untuk tempat makan. Tabel 5.8. Nilai Keterkaitan ke Depan Sektor-Sektor Kota Cirebon Tahun 2005 Keterkaitan ke Depan SEKTOR Langsung dan Tidak Langsung langsung Pertanian 0,191 1,282 Industri pengolahan 0,264 1,432 Listrik,gas dan air bersih 0,361 1,518 Bangunan 0,000 1,000 Pedagang besar dan eceran 4,347 6,565 Hotel dan Restoran 1,948 3,706 Angkutan dan komunikasi 0,256 1,377 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,013 1,025 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0,051 1,065 Total 7,432 18,969

12 71 Keterkaitan ke belakang (backward linkage) dibagi menjadi dua kategori, yaitu keterkaitan secara langsung ke belakang dan keterkaitan secara langsung dan tak langsung ke belakang. Nilai keterkaitan ke belakang menunjukan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Berdasarkan Tabel 5.9, menunjukan bahwa diantara sektor-sektor perekonomian Indonesia, sektor hotel dan restoran memiliki keterkaitan langsung ke belakang maupun keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang sebesar 0,00741 dan 1,233. Dapat dilihat juga untuk nilai keterkaitan ke belakang baik langsung maupun tidak langsung yang terbesar itu di pegang oleh sektor industri pengolahan. Tabel 5.9. Nilai Keterkaitan ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Keterkaitan ke Belakang SEKTOR Langsung dan Langsung Tidak Langsung Pertanian 0, ,147 Industri pengolahan 0, ,459 Listrik,gas dan air bersih 0,0057 1,1555 Bangunan 0 1 Pedagang besar dan eceran 0, ,07847 Hotel dan Restoran 0, ,233 Angkutan dan komunikasi 0, ,474 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,042 3,151 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0, ,2694 Total 0, ,96737 Nilai keterkaitan langsung ke belakang tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor hotel dan restoran akan secara langsung meningkatkan permintaan terhadap inputnya terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri sebesar Rp 0,00741 juta. Sementara arti dari nilai keterkaitan langsung dan tak langsung dari sektor hotel dan restoran tersebut adalah apabila terjadi

13 72 peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor hotel dan restoran akan meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya baik secara langsung maupun tak langsung sebesar Rp 1,233 juta.semakin besar nilai keterkaitan ke belakang suatu sektor, mengindikasikan bahwa sektor tersebut masih bergatung pada output yang dihasilkan oleh sektor di Kota Cirebon sendiri, Sedangkan apabila nilai keterkaitan suatu sektor tersebut semakin kecil makan semakin besar ketergantungan sektor tersebut terhadap output yang berasal dari luar Kota Cirebon (impor). Sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon memiliki nilai keterkaitan ke depan yang lebih besar dibandingkan keterkaitan ke belakang yang artinya sektor hotel dan restoran lebih mampu mempengaruhi sektor hilirnya dibandingkan sektor hulunya, karena output sektor hotel dan restoran dipakai oleh seluruh sektor dalam perekonomian untuk tempat makan maupun untuk tempat menginap Analisis Dampak Penyebaran Untuk mengetahui sektor mana saja yang mempunyai kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulu dan hilir balik melalui mekanisme transaksi pasar output dan pasar input, dapat dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Nilai koefisien penyebaran merupakan keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung yang diboboti dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor, sedangkan nilai kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung yang diboboti dengan jumlah sektor kemudian dibadingkan dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Koefisien penyebaran menunjukan efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output di sektor yang bersangkutan terhadap output sektorsektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut baik secara langsung

14 73 maupun tidak langsung. Koefisien penyebaran biasa disebut juga sebagai daya penyebaran ke belakang. Berdasarkan tabel menunjukkan nilai koefisien penyebaran dari masing- masing sektor perekonomian Kota Cirebon tahun 2005, tabel tersebut memperlihatkan bahwa sektor hotel dan restoran menempati urutan ketiga dan memiliki koefisien penyebaran yang lebih dari satu yaitu sebesar 1,20. Nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Sementara nilai koefisien penyebaran yang kurang dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini berarti sektor hotel dan restoran memiliki keterkaitan yang erat terhadap sektor-sektor hulunya atau sektor-sektor yang secara langsung maupun tidak langsung berperan sebagai penyedia input sektor hotel dan restoran. Sektor hulu disini contohnya adalah sektor pertanian ataupun sektor industri pengolahan. Tabel Dampak Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Sektor Kepekaan Koefisien Penyebaran Penyebaran Pertanian 0,23 2,52 Industri pengolahan 0,32 0,69 Listrik,gas dan air bersih 0,44 1,60 Bangunan 0 0,00 Pedagang besar dan eceran 5,26 1,52 Hotel dan Restoran 2,36 1,20 Angkutan dan komunikasi 0,31 0,68 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,02 0,34 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0,06 0,44 Total 9,00 9,00 Kepekaan penyebaran menunjukan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang menggunakan output dari sektor-sektor hilirnya. Kepekaan penyebaran diperoleh dari keterkaitan secara langsung dan tidak langsung ke

15 74 depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada, kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Berdasarkan Tabel 5.10, dapat dilihat bahwa kepekaan penyebaran sektor hotel dan restoran sebesar 2,36. Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor yang lebih dari satu mengindikasikan bahwa sektor tersebut mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Sementara nilai kepekaan penyebaran yang kurang dari satu mengindikasikan bahwa sektor tersebut kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Disini dapat dilihat bahwa sektor hotel dan restoran memiliki nilai kepekaan penyebaran yang lebih besar dibandingkan koefisien penyebaran yang artinya sektor hotel dan restoran lebih mampu mempengaruhi sektor hilirnya dibandingkan sektor hulunya karena output sektor hotel dan restoran dipakai oleh seluruh sektor perekonomian untuk tempat makan dan tempat menginap Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Analisis Multiplier Tujuan analisis ini adalah untuk melihat dampak perubahan atau peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perekonomian suatu wilayah. Terdapat dua jenis tipe yaitu multiplier tipe I dan tipe II. Kedua tipe tersebut digunakan untuk analisis multiplier output dan pendapatan. Multiplier tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka tanpa memasukkan unsur rumah tangga, sedangkan multiplier tipe II dengan matriks kebalikan Leontief tertutup dan memasukkan unsur rumah tangga sebagai variabel endogenous dalam model Multiplier Output Berdasarkan tabel 5.11, sektor hotel dan restoran memiliki nilai multiplier output terbesar kedua di Kota Cirebon, dapat dilihat bahwa nilai multiplier output tipe I sektor hotel dan restoran sebesar 3, Hal ini menunjukan bahwa, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta,

16 75 maka output pada sektor lain akan meningkat sebesar Rp 3,70612 juta. Jika rumah tangga dimasukkan ke dalam model sebagai faktor endongen, maka akan diperoleh nilai multiplier tipe II yang nilainya selalu lebih besar dari nilai multiplier tipe I. Berdasarkan tabel 5.10, nilai multiplier output tipe II sektor hotel dan restoran menempati urutan kedua dengan nilai sebesar 3, Artinya, dengan memasukkan efek konsumsi rumah tangga, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 3,86328 juta. Menurut Febriawan (2009) sektor hotel dan restoran di Kota Bandung memiliki nilai multiplier output tipe I sebesar 1,741 dan 1,099, nilai multiplier output tipe II lebih besar dibandingkan tipe I yaitu sebesar 2,229 dan 1,961. Tabel Multiplier Output Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Sektor awal putaran pertama dukungan industri induksi konsumsi Total Tipe I Tipe II Pertanian 1 0, , , , ,2821 1,29467 Industri pengolahan 1 0, , , , , ,44463 Listrik,gas dan air bersih 1 0, , , , , ,60129 Bangunan Pedagang besar dan eceran 1 4, , ,3345 6,8992 6,5647 6,89928 Hotel dan Restoran 1 1, , , , , ,86328 Angkutan dan komunikasi 1 0, , , , , ,43877 Keuangan, persewaan dan jasa 1 0, , , , , ,02901 perusahaan Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 1 0, , , , , , Multiplier Pendapatan Analisis multiplier pendapatan tipe I dan tipe II menunjukan bahwa adanya peningkatan pendapatan diseluruh sektor dalam perekonomian suatu wilayah yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan akhir suatu sektor sebesar satu satuan. Dalam perekonomian Kota Cirebon tahun 2005, sektor yang menduduki peringkat

17 76 pertama dalam pembentukan multiplier pendapatan tipe I dan tipe II adalah sektor Industri Pengolahan dengan nilai multiplier pendapatan tipe I sebesar 3,22734 dan nilai multiplier pendapatan tipe II sebesar 3,27446 (Tabel 5.12). Tabel Multiplier Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Sektor awal putaran pertama dukungan industri induksi konsumsi Total Tipe I Tipe II Pertanian 0, , , , , , ,20245 Industri pengolahan Listrik,gas dan air bersih 0,0026 0, , , , , , , , , , , , ,21379 Bangunan Pedagang besar dan eceran Hotel dan Restoran Angkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0, , ,0159 0,0033 0, , , , ,0124 0, , , ,2666 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0044 1, ,11201 Berdasarkan Tabel Menunjukan nilai multiplier pendapatan tipe I sektor hotel dan restoran sebesar 1,266, hal ini berarti apabila terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan sektor perekonomian lainnya sebesar Rp 1,266, Sementara nilai multiplier tipe II sektor hotel dan restoran pada tabel 5.11, adalah sebesar 1, Artinya, dengan memasukkan rumah tangga sebagai faktor endogen, maka apabila terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pendapatan seluruh sektor perekonomian lain sebesar Rp juta. Menurut Putri (2010) sektor hotel dan restoran di Kota Jakarta memiliki nilai multiplier pendapatan tipe I sebesar 1,070 dan 1,290, nilai multiplier output tipe II lebih besar dibandingkan tipe I yaitu sebesar 1,425 dan 1,718.

18 Multiplier Tenaga Kerja Berdasarkan Tabel 5.13, memperlihatkan hasil analisis pengganda tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sektor hotel dan restoran memiliki nilai pengganda tenaga kerja tipe I sebesar Nilai tersebut berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1 orang di seluruh sektor perekonomian. Berdasarkan Tabel 5.13, juga diketahui bahwa sektor hotel dan restoran memiliki nilai pengganda tenaga kerja tipe II sebesar Artinya, dengan memasukkan efek pengeluaran rumah tangga, jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1 orang di seluruh sektor perekonomian. Menurut Agnes (2010) sektor hotel dan restoran di Kota Bandung memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I sebesar 1,865 dan 1,0952, sedangkan nilai multiplier output tipe II lebih besar dibandingkan tipe I yaitu sebesar 2,892 dan 1,150. Tabel Multiplier Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Sektor awal putaran pertama dukungan industri induksi konsumsi Total Tipe I Pertanian 0 0, , , , Tipe II Industri pengolahan 0, ,0012 0, , , , ,14832 Listrik,gas dan air bersih 0, , ,0006 0, , , ,47074 Bangunan Pedagang besar dan eceran 0, , , , , , ,45769 Hotel dan Restoran 0, ,005 0, , , , ,19892 Angkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0, , , , , , , , , , , , ,1405 1, , , , , , , ,07092

19 Analisis Dampak Investasi di Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Salah satu komponen perekonomian dalam pembangunan suatu wilayah adalah investasi yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan investasi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Investasi yang terjadi pada sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon berasal dari dua sumber yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi tersebut digunakan sebagai salah satu komponen pembangunan perekonomian daerah karena melalui investasi, kapasitas produksi dapat ditingkatkan yang kemudian mampu meningkatkan output, yang akhirnya juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu perlu untuk melihat potensi dari dampak investasi sektor hotel dan restoran sebagai salah satu sektor unggulan di Kota Cirebon, sehingga dipandang penting untuk melihat perkembangan hotel dan restoran dari dua sisi, yaitu kondisi investasi sektor hotel dan restoran sekarang dan dampak investasi sektor hotel dan restoran. Tujuan dari melihat kondisi investasi ini ditujukan untuk melihat perkembangan investasi sektor hotel dan restoran dari tahun-tahun sebelumnya sampai dengan sekarang. Sedangkan dampak investasi dimaksudkan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari adanya investasi hotel dan restoran terhadap perekonomian. Untuk memberikan gambaran mengenai dampak dari adanya penambahan anggaran dari pemerintah daerah terhadap perekonomian, terutama terhadap pembentukan nilai output, pendapatan dan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diasumsikan terdapat penambahan anggaran dari pemerintah sebesar 96 miliar di sektor hotel dan restoran, nilai 96 miliar yang digunakan dalam penelitian ini diasumsikan sebagai satu satuan, nilai tersebut

20 79 digunakan untuk investasi di sektor hotel dan restoran sebagai perkiraan dana yang mungkin diinvestasikan pada sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon. Tabel Nilai Investasi Dalam Negeri (PMDN) dan Investasi Asing (PMA) Sektor Hotel dan Restoran dalam Perekonomian Kota Cirebon Tahun Tahun PMDN Sektor Hotel dan Restoran PMA * * * Total/Jumlah (Rupiah) Total Seluruh (Rupiah) Sumber : BPPT Kota Cirebon, Keterangan : Investasi tahun PMA dan PMDN merupakan nilai estimasi yang diperoleh dari proyeksi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Kota Cirebon per tahunnya. Berdasarkan Tabel 5.14 dapat dilihat bahwa dengan adanya investasi dari pemerintah pada sektor hotel dan restoran sebesar 96 miliar yang didapat dari Tabel Memperlihatkan perkiraan nilai investasi total sektor hotel dan restoran tahun sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM) Kota Cirebon adalah sebesar Rp 22 miliar dari PMDN dan sebesar Rp 74 miliar dari PMA. Nilai PMA dan PMDN untuk tahun 2009 dan 2010 diambil berdasarkan data yang sudah terealisasi, data untuk tahun 2011 berdasarkan prediksi nilai investasi dari penanaman modal, dan data tahun diperoleh dengan cara mengestimasi dari proyeksi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Kota Cirebon per tahunnya yang diproyeksi oleh Bappeda dikali dengan nilai investasi tahun sebelumnya, dimana proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2012 sebesar 6,54 persen, tahun 2013 sebesar 6,64 persen, dan tahun 2014 sebesar 6,67 persen.

21 80 Berdasarkan Tabel 5.15, Sebelum investasi ditingkatkan total output perekonomian sebesar Rp triliun dan terjadi peningkatan output sebesar Rp triliun dengan besar perubahan output sebesar Rp triliun. Sebelum investasi ditingkatkan industri pengolahan menempati urutan pertama dari seluruh sektor perekonomian Kota Cirebon dengan nilai Rp triliun tetapi setelah adanya peningkatan investasi output sektor industri pengolahan meningkat menjadi Rp triliun dengan perubahan output sebesar Rp miliar atau sebesar 49,397 persen dari total seluruh sektor perekonomian. Tabel Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perubahan Output Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Output Sektor Sebelum Investasi Sesudah Investasi Besarnya Perubahan Nilai Persen Nilai Persen Output Pertanian , , Industri pengolahan , , Listrik,gas dan air bersih , , Bangunan 0 0, ,00 0 Pedagang besar dan eceran , , Hotel dan Restoran , , Angkutan dan komunikasi , , Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan , , Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya , , Total Sektor hotel dan restoran sebelum investasi ditingkatkan menempati urutan kelima dari seluruh sektor perekonomian di Kota Cirebon dengan nilai output sebesar Rp miliar, namun dengan adanya peningkatan investasi sebesar 96 miliar kontribusi sektor hotel dan restoran meningkat dari 1,6 persen menjadi 27,5 persen atau sebesar Rp dan menempati urutan kedua dalam perekonomian Kota Cirebon dengan perubahan output sebesar Rp triliun.

22 81 Tabel Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perubahan Pendapatan Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Pendapatan Sektor Sebelum Investasi Sesudah Investasi Besarnya Perubahan Nilai Persen Nilai Persen Pendapatan Pertanian 67 0, , Industri pengolahan , , Listrik,gas dan air bersih , , Bangunan , , Pedagang besar dan eceran , , Hotel dan Restoran , , angkutan dan komunikasi , , keuangan,persewaan, jasa perusahaan , , Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya , , Total Jika dilihat dari multiplier pendapatan, sebelum adanya peningkatan investasi, pendapatan seluruh sektor perekonomian sebesar Rp miliar tetapi setelah adanya peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran sebesar 96 miliar, pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian meningkat sebesar Rp triliun, dengan perubahan pendapatan sebesar Rp triliun. Sektor hotel dan restoran sebelum adanya peningkatan investasi berada pada urutan keempat dengan nilai sebesar Rp miliar, tetapi setelah diberi investasi sebesar 96 miliar, kontribusi pendapatan sektor hotel dan restoran meningkat dari 16,49-81,45 persen dengan besarnya peningkatan pendapatan sebesar Rp triliun, dengan peningkatan pendapatan sebesar Rp triliun, sehingga menempati urutan pertama dari seluruh sektor perekonomian di Kota Cirebon. Berdasarkan Tabel 5.17, multiplier tenaga kerja total sebelum adanya peningkatan investasi sebesar juta orang, tetapi dengan adanya tambahan dana dari pemerintah sebesar 96 miliar maka akan meningkatkan total tenaga kerja sebesar

23 juta orang dengan perubahan tenaga kerja sebesar juta orang dari seluruh sektor tenaga kerja di Kota Cirebon. Tabel Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perubahan Tenaga Kerja Kota Cirebon Tahun 2005 (orang) Sektor Tenaga Kerja Sebelum Investasi Sesudah Investasi Besarnya Perubahan Nilai Persen Nilai Persen Tenaga Kerja Pertanian Industri pengolahan , , Listrik,gas dan air bersih 604 2, , Bangunan 998 4, , Pedagang besar dan eceran , , Hotel dan Restoran , , Angkutan dan komunikasi , , Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan , , Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya , , Total Sektor hotel dan restoran sebelum adanya peningkatan investasi berada pada urutan pertama sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja yaitu sebesar orang atau sebesar 24,96 persen dari seluruh sektor perekonomian. Dengan adanya investasi kontribusi sektor hotel dan restoran meningkat dari 24,96 persen menjadi 75,81 persen atau terjadi peningkatan sebesar juta orang dengan perubahan peningkatan sebesar juta orang dan menempati urutan pertama sebagai sektor yang paling mampu menyerap tenaga kerja di Kota Cirebon, karena sektor hotel dan restoran bersifat padat karya atau menggunakan tenaga kerja lebih banyak dalam usahanya. Maka dari itu apabila pemerintah ingin mengurangi masalah pengangguran maka investasi di sektor hotel dan restoran merupakan pilihan tepat karena mampu menyerap tenaga kerja terbesar dibandingkan sektor lain di Kota Cirebon.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Perekonomian di Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri yang besar di dunia dan salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitatif, yaitu penelitian yang sifatnya memberikan gambaran secara umum bahasan yang diteliti

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB Pada penelitian ini, Tabel Input-Output Provinsi NTB termutakhir adalah tahun 2005. Tabel Input-Output Provinsi NTB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pembangunan harus dilakukan adil dan merata agar setiap masyarakat dapat menikmati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % No, 11/02/13/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 meningkat sebesar 6,2 persen terhadap 2012, terjadi pada semua

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

APLIKASI INPUT OUTPUT

APLIKASI INPUT OUTPUT APLIKASI INPUT OUTPUT Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian

Lebih terperinci

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN KONTRIBUSI INVESTASI SWASTA TERHADAP PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN 2010 2014 Pendahuluan Dalam perhitungan PDRB terdapat 3 pendekatan, yaitu

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian Dalam penelitian ini, sektor-sektor perekonomian diklasifikasikan ke dalam 9 sektor perekonomian. Sembilan

Lebih terperinci

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun B A B PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH 6.1 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Beberapa penjelasan mengenai pengertian PDRB yaitu PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB atas dasar harga konstan, pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA. Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya.

BAB 4 ANALISA. Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya. BAB 4 ANALISA Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya. 4.1 Analisa Dampak Langsung (Direct Effect) Dari hasil pengolahan data pada 3.2.1, industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus-menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/36/Th. VIII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian Banten pada triwulan IV-2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 BPS PROVINSI D.K.I. JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output.

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output. DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN JOMBANG Junaedi Fakultas Ekonomi Universitas Darul Ulum Jombang Email : Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN DAMPAK INVESTASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN CIAMIS (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN DAMPAK INVESTASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN CIAMIS (ANALISIS INPUT-OUTPUT) ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN DAMPAK INVESTASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN CIAMIS (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH PRAYOGA NOER IMAN H14070087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 16/05/34/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL 7.1. Neraca Pariwisata Jumlah penerimaan devisa melalui wisman maupun pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tergantung

Lebih terperinci

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001 No. 07/V/18 FEBRUARI 2002 PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001 PDB INDONESIA TAHUN 2001 TUMBUH 3,32 PERSEN PDB Indonesia tahun 2001 secara riil meningkat sebesar 3,32 persen dibandingkan tahun 2000. Hampir

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2006 2009 Nomor Katalog BPS : 9302008.1118 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vi + 60 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI No. 96/02/21/Th. IV / 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU PDRB KEPRI TAHUN 2008 TUMBUH 6,65 PERSEN PDRB Kepri pada tahun 2008 tumbuh sebesar 6,65 persen,

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012 No. 09/02/91/Th. VII, 05 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012 Ekonomi Papua Barat tahun 2012 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat sebesar 15,84

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.145/11/21/Th.IV, 10 November 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 PDRB KEPRI TRIWULAN III TAHUN 2009 TUMBUH 1,90 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 46 / VII / 16 Agustus 2004 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2004 TUMBUH 0,86 PERSEN Indonesia pada triwulan II tahun 2004 meningkat sebesar 0,86 persen dibanding triwulan I

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2012 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci