V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 triliun. Total permintaan tersebut merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 12,16 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 49,69 triliun. Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa dalam rangka kegiatan proses produksi. Permintaan antara dapat juga diartikan yaitu permintaan suatu sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari sektor lain yang digunakan sektor tersebut sebagai input untuk menghasilkan barang dan jasa akhir. Sedangkan permintaan akhir adalah permintaan barang dan jasa dalam rangka kegiatan konsumsi akhir. Konsumsi akhir dapat menunjukkan konsumsi oleh rumah tangga, konsumsi pemerintah, konsumsi untuk investasi, dan ekspor. Nilai permintaan dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 5.1. Bila diamati secara rinci, terlihat bahwa masingmasing sektor di Provinsi Jambi diperoleh hasil bahwa sektor yang memiliki nilai total permintaan antara paling besar di Provinsi Jambi adalah sektor industri pengolahan senilai Rp 4,77 triliun atau sekitar 39,26 persen dari total permintaan antara Provinsi Jambi. Selanjutnya, sektor pertanian berkontribusi sebesar Rp 2,44 triliun atau sekitar 20,07 persen, diikuti pula oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran senilai Rp 1,83 triliun atau sekitar 15,04 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi senilai Rp 1,06 triliun atau sekitar 8,77; sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan senilai Rp 655,7 milyar atau sekitar 5,39 persen. 51

2 Dalam pembentukan permintaan akhir Provinsi Jambi, sektor industri pengolahan menempati urutan pertama dengan nilai sebesar Rp 13,66 triliun atau sekitar 27,48 persen dari total permintaan akhir Provinsi Jambi. Sementara sektor pertambangan dan penggalian berada di urutan kedua dengan kontribusi sebesar Rp 7,86 triliun atau sekitar 15,81 persen dari total permintaan akhir Provinsi Jambi. Ketiga, sektor pertanian senilai Rp 7,19 triliun atau sekitar 14,47 persen, keempat sektor bangunan senilai Rp 5,65 triliun atau sekitar 11,36 persen, kelima sektor jasa senilai Rp 4,93 trilin atau sekitar 9,94 persen. Tabel 5.1 Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Provinsi Jambi Nama Sektor Permintaan Antara Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Jumlah (juta rupiah) Persen Jumlah (juta rupiah) Persen Jumlah (juta rupiah) 1. Pertanian ,85 14, ,57 2. Pertambangan dan Penggalian Perse n ,94 0, ,11 15, ,05 12,87 3. Industri Pengolahan ,13 39, ,17 27, ,13 29,80 4. Listrik, Gas dan Air Bersih ,9 3, ,68 2, ,58 2,75 5. Bangunan ,24 4, ,56 11, ,8 9,98 6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ,15 15, ,2 8, ,35 10, ,6 8, ,98 7, ,58 7, ,34 5, ,4 1, ,74 2,47 9. Jasa ,18 2, ,79 9, ,97 8,55 TOTAL , , , Berdasarkan kontribusi masing-masing sektor terhadap permintaan antara dan permintaan akhir Provinsi Jambi, dapat diketahui total permintaan Provinsi Jambi dengan kontribusi terhadapnya terbesar berada pada sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar Rp 18,43 triliun atau sekitar 29,80 persen dari total permintaan Provinsi Jambi, kedua sektor pertanian dengan nilai sebesar Rp 9,63 triliun atau sekitar 15,57 persen, ketiga sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai sebesar Rp 7,96 triliun atau sekitar 12,87 persen dan sektor 52

3 perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai sebesar Rp 6,20 triliun atau sekitar 10,02 persen, kelima sektor bangunan bernilai Rp 6,17 triliun atau sekitar 9,98 persen Struktur Konsumsi Rumah Tangga Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007, jumlah konsumsi rumah tangga Provinsi Jambi adalah sebesar Rp 19,2 triliun. Tabel 5.2 Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Nama Sektor Konsumsi Rumah Tangga Jumlah (juta rupiah) Persen 1. Pertanian ,95 2. Pertambangan dan Penggalian ,12 0,13 3. Industri Pengolahan ,33 28,32 4. Listrik, Gas dan Air Bersih ,76 5,79 5. Bangunan ,19 11,78 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran ,91 6,60 7. Pengangkutan dan Komunikasi ,5 13,34 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ,93 3,34 9. Jasa ,35 14,75 TOTAL , Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki nilai konsumsi rumah tangga tertinggi yaitu sebesar Rp5,43 triliun atau sekitar 28,32 persen dari total konsumsi rumah tangga. Kemudian, sektor pertanian sebesar Rp 3,06 triliun atau sekitar 15,95 persen; sektor jasa sebesar Rp 2,83 triliun atau sekitar 14,75 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp 2,56 triliun atau sekitar 13,34 persen; sektor bangunan bernilai Rp 2,26 triliun atau sekitar 11,78 persen. 53

4 5.1.3 Struktur Konsumsi Pemerintah Jumlah konsumsi pemerintah berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 adalah sebesar Rp 5,22 triliun. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah terbesar dialokasikan pada sektor jasa yaitu sebesar 2,10 triliun atau sekitar 40,32 persen. Sektor jasa pada tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 sebelum agregasi (klasifikasi 70 sektor) terdiri dari berbagai jenis jasa, diantaranya jasa pemerintahan umum dan pertahanan, jasa sosial kemasyarakatan dan jasa lainnya. Sementara di peringkat kedua diduduki oleh sektor bangunan sebesar Rp 1,59 triliun atau sekitar 30,51 persen, kemudian sektor pengangkutan dan komunikasi di peringkat ketiga sebesar Rp 479,8 milyar atau sekitar 9,19 persen, peringkat keempat ditempati sektor perdagangan, hotel dan restoran bernilai Rp 451,8 milyar atau sekitar 8,65 persen, peringkat kelima sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar Rp 326,4 milyar atau sekitar 6,25 persen dari total konsumsi pemerintah Provinsi Jambi. Tabel 5.3 Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Nama Sektor Konsumsi Pemerintah Jumlah (juta rupiah) Persen 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan ,99 6,25 4. Listrik, Gas dan Air Bersih ,18 1,05 5. Bangunan ,02 30,51 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran ,66 8,65 7. Pengangkutan dan Komunikasi ,75 9,19 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ,84 4,03 9. Jasa ,44 40,32 TOTAL , Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Jambi Tahun 2007, Klasifikasi 9 sektor (di olah). 54

5 5.1.4 Struktur Investasi Jumlah investasi Provinsi Jambi berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 adalah sebesar Rp 3,77 triliun. Jumlah investasi merupakan penjumlahan antara pembentukan modal tetap dengan perubahan stok dari setiap sektor perekonomian di Provinsi Jambi. Tabel 5.4 di atas memperlihatkan bahwa kelima sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan struktur investasi Provinsi Jambi adalah sektor bangunan sebesar Rp 1,79 triliun atau sekitar 47,4 persen dari total investasi Provinsi Jambi. Selanjutnya, sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar Rp 903,6 milyar atau sekitar 23,93 persen; sektor pertanian sebesar Rp 515,7 milyar atau sekitar 13,66 persen; sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 229,1 milyar atau sekitar 6,07 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp 121,1 milyar atau sekitar 3,21 persen dari total investasi Provinsi Jambi. Tabel 5.4 Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Nama Sektor Pembentukan Modal Tetap (juta rupiah) Perubahan Stok (juta rupiah Investasi (juta rupiah) Investasi (persen) 1. Pertanian ,88 13,66 2. Pertambangan dan Penggalian , ,16 229,165,8 6,07 3. Industri Pengolahan , , ,39 23,93 4. Listrik, Gas dan Air Bersih , ,891,75 3,20 5. Bangunan , ,35 47,4 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan , ,53 2, , ,66 3, , ,63 0,47 9. Jasa TOTAL , , , Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Jambi Tahun 2007, Klasifikasi 9 sektor (diolah) 55

6 5.1.5 Struktur Ekspor dan Impor Jumlah net ekspor Provinsi Jambi berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 adalah sebesar Rp 15,95 triliun. Nilai positif dari nilai net ekspor tersebut mengindikasikan adanya surplus perdagangan dalam perekonomian Provinsi Jambi. Tabel 5.5 menunjukkan kontribusi ekspor dan impor dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi Jambi. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap jumlah surplus perdagangan Provinsi Jambi adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai kontribusi sebesar Rp 7,57 triliun atau sekitar 47,46 persen dari total surplus perdagangan. Sektor industri pengolahan berada pada urutan kedua sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam surplus perdagangan Provinsi Jambi dengan nilai sebesar Rp 6,19 triliun atau sekitar 38,85 persen dari total surplus perdagangan. Sektor pertanian menempati urutan ketiga dengan kontribusi terbesar dalam surplus perdagangan Provinsi Jambi dengan niali sebesar 2,23 triliun atau sekitar 14,01 persen. Di urutan keempat sektor perdagangan, hotel dan restoran berkontribusi sebesar Rp 1,04 triliun atau sekitar 6,53 persen. Sementara itu, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa memiliki nilai negatif. Hal ini berarti bahwa input yang digunakan oleh sektor tersebut cenderung lebih banyak diimpor dari daerah lain. Nilai kelima sektor tersebut berturut-turut sebesar Rp 110,4 milyar atau sekitar -0,69 persen, Rp -145,2 milyar atau sekitar -0,91 persen, Rp -237,8 milyar atau sekitar -1,49 persen, Rp -245,2 milyar atau sekitar - 1,54 persen dan Rp -355,7 milyar atau sekitar -2,23 persen. 56

7 Tabel 5.5 Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Ekspor Impor Net Ekspor Nama Sektor Jumlah (juta Jumlah (juta Jumlah (juta Persen Persen rupiah) rupiah) rupiah) Persen 1. Pertanian , , Pertambangan dan Penggalian ,2 37, , ,46 3. Industri Pengolahan , , ,02 38,85 4. Listrik, Gas dan Air Bersih , ,23 5. Bangunan , ,54 6. Perdagangan, Hotel dan ,5 6, , ,53 Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi ,07 3, , ,93-1,49 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa , ,69 Perusahaan 9. Jasa , ,91 TOTAL , Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Jumlah nilai tambah bruto berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 adalah sebesar Rp 45,38 triliun. Nilai tambah bruto dalam tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 terdiri dari empat komponen, yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Tabel 5.6 menunjukkan bahwa di antara keempat komponen pembentuk nilai tambah bruto, surplus usaha memberikan kontribusi terbesar dengan nilai sebesar Rp 27,07 triliun atau sekitar 59,65 persen dari total nilai tambah bruto. Kontribusi terbesar kedua dalam pembentuk nilai tambah bruto diberikan oleh upah dan gaji, dengan nilai sebesar Rp 15,11 triliun atau sekitar 33,30 persen dari total nilai tambah bruto. Penyusutan menempati peringkat ketiga dengan kontribusi sebesar Rp 2,15 triliun atau sekitar 4,74 persen dari total nilai tambah bruto. 57

8 Tabel 5.6 Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Sektor Upah dan Gaji (juta Rupiah) Surplus Usaha (juta Rupiah) Ratio Upah Gaji dan Surplus Usaha (juta Rupiah) Penyusuta n (juta Rupiah) Pajak Tak Langsung (juta Rupiah) Nilai Tambah Bruto Jumlah (juta Rupiah) Persen , , , , , , , , , , , , , , , , , ,31 TOTAL , Persen Terhadap Nilai Tambah Bruto 33,30 59,65 4,74 2, Tabel 5.6 juga memperlihatkan bahwa kelima sektor terbesar dalam penciptaan nilai tambah bruto Provinsi Jambi adalah sektor industri pengolahan dengan senilai Rp 10,65 triliun atau sekitar 20,43 persen dari total nilai tambah bruto. Sektor pertambangan dan penggalian berada di peringkat kedua, dengan kontribusi senilai Rp 8,04 triliun atau sekitar 15,42 persen; ketiga sektor pertanian senilai Rp 6,78 triliun atau sekitar 13,01 persen; keempat sektor bangunan senilai Rp 5,17 triliun atau sekitar 9,91 persen; kelima sektor jasa senilai Rp 4,85 triliun atau sekitar 9,31 persen. 5.2 Analisis Keterkaitan Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage) Keterkaitan ke depan dibagi menjadi dua, yaitu keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Nilai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir 58

9 sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor tersebut dan juga sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Keterkaitan ke depan merupakan keterkaitan sektor produksi hulu terhadap sektor produksi hilirnya. Nilai keterkaitan langsung ke depan diperoleh dari nilai koefisien teknis, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan diperoleh dari matriks kebalikan Leontief terbuka. Besarnya nilai keterkaitan output ke depan baik langsung maupun tidak langsung dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi Jambi diperlihatkan pada tabel 5.7. Dalam tabel tersebut, sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung terbesar dengan nilai 0,05560, nilai tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta, maka output sektor pertanian yang langsung dijual atau dialokasikan ke sektor lainnya termasuk sektor pertanian itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar Rp Di urutan kedua ditempati oleh sektor industri pengolahan bernilai 0,04114; ketiga sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai sebesar 0,03307; keempat sektor pengangkutan dan komunikasi bernilai 0,02290; kelima sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai sebesar 0,

10 Tabel 5.7 Keterkaitan Output ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Keterkaitan ke depan SEKTOR Langsung dan Tidak Langsung Langsung 1. Pertanian 0, , Pertambangan dan Penggalian 0, , Industri Pengolahan 0, , Listrik, Gas dan Air Bersih 0, , Bangunan 0, , Perdagangan, Hotel dan Restoran 0, , Pengangkutan dan Komunikasi 0, , Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0, , Jasa 0, ,08180 Untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, maka kelima sektor yang berkontribusi terbesar adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan bernilai 1,53059 yang berarti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan secara langsung dan tidak langsung dijual atau dialokasikan ke sektor lainnya termasuk sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar Rp , diikuti oleh sektor industri pengolahan bernilai 1,38623; sektor pertanian bernilai 1,38517; sektor pengangkutan dan komunikasi bernilai 1,27033; sektor listrik, gas dan air bersih bernilai 1, Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage) Keterkaitan ke belakang juga dibagi menjadi dua, yaitu keterkaitan langsung ke belakang dan keterkaitan secara langsung dan tidak langsung ke belakang. Nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu 60

11 sendiri apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan sektor produksi hilir terhadap sektor-sektor produksi hulunya. Tabel 5.8 Keterkaitan Output ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Keterkaitan ke Belakang SEKTOR Langsung dan Tidak Langsung Langsung 1. Pertanian 0, , Pertambangan dan Penggalian 0, , Industri Pengolahan 0, , Listrik, Gas dan Air Bersih 0, , Bangunan 0, , Perdagangan, Hotel dan Restoran 0, , Pengangkutan dan Komunikasi 0, , Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0, , Jasa 0, ,08459 Tabel 5.8 disajikan nilai keterkaitan ke belakang baik secara langsung dan secara langsung dan tidak langsung ke belakang (backward linkage) antar sektor berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun Peringkat pertama untuk nilai analisis keterkaitan ke belakang secara langsung dan secara langsung dan tidak langsung ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 0,33133 dan 1,42866; kedua sektor industri pengolahan sebesar 0,29428 dan 1,38582; ketiga sektor pertanian sebesar 0,22999 dan 1,29803; keempat sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,22865 dan 1,30087; kelima sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 0,22289 dan 1, Sektor perdagangan, hotel dan restoran menempati urutan pertama pada nilai keterkaitan ke belakang baik secara langsung maupun secara langsung dan tidak langsung. 61

12 Nilai ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka sektor perdagangan, hotel dan restoran akan meningkatkan permintaan inputnya secara langsung dan tidak langsung terhadap sektor lain maupun sektor itu sendiri sebesar Rp dan Rp Nilai keterkaitan ke belakang yang besar dari suatu sektor mengindikasikan bahwa sektor tersebut masih bergantung pada output yang dihasilkan oleh sektor di dalam Provinsi Jambi itu sendiri, sebaliknya nilai keterkaitan ke belakang yang kecil mengindikasikan besarnya ketergantungan sektor tersebut terhadap output yang berasal dari luar Provinsi Jambi Analisis Dampak Penyebaran Dengan menggunakan analisis dampak penyebaran, dapat diketahui sektor-sektor mana saja yang mempunyai kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulu dan hilirnya melalui mekanisme transaksi pasar output dan input. Dampak penyebaran dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Belakang) Nilai koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang terboboti dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Koefisien penyebaran menunjukkan efek relatif yang ditimbulkan oleh keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang antar suatu sektor dengan seluruh sektor yang ada dalam suatu perekonomian. Hal ini dapat diartikan bahwa koefisien penyebaran adalah efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena peningkatan output sektor 62

13 tersebut terhadap output sektor-sektor lain yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung (sektor hulu). Tabel 5.9 di bawah ini menunjukkan nilai koefisien penyebaran dari masing-masing sektor perekonomian yang ada di Provinsi Jambi. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai koefisien tertinggi yaitu sebesar 1,77940, menyusul sektor industri pengolahan sebesar 1,58045, kemudian sektor pertanian sebesar 1,23516, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 1,22795, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 1,19706, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 1, Nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu memiliki arti bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya, sehingga dapat disimpulkan bahwa keenam sektor yang memiliki nilai koefisien penyebaran terbesar telah mampu meningkatkan sektor hulunya. Tabel 5.9 Koefisien Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Sektor Koefisen Penyebaran 1. Pertanian 1, Pertambangan dan Penggalian 0, Industri Pengolahan 1, Listrik, Gas dan Air Bersih 1, Bangunan 0, Perdagangan, Hotel dan Restoran 1, Pengangkutan dan Komunikasi 1, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1, Jasa 0, Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Depan) Nilai kepekaan penyebaran diperoleh dari keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan yang diboboti dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Kepekaan 63

14 penyebaran menunjukkan efek relatif yang ditimbulkan oleh keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan antara suatu sektor dengan seluruh sektor yang menggunakan output sektor tersebut sebagai inputnya (sektor hilir), dengan kata lain kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang menggunakan output dari sektorsektor tersebut (sektor hilir). Tabel 5.10 Kepekaan Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Sektor Kepekaan Penyebaran 1. Pertanian 1, Pertambangan dan Penggalian 0, Industri Pengolahan 0, Listrik, Gas dan Air Bersih 1, Bangunan 0, Perdagangan, Hotel dan Restoran 0, Pengangkutan dan Komunikasi 1, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2, Jasa 0,33169 Tabel 5.10 di atas menunjukkan nilai kepekaan penyebaran dari masingmasing sektor perekonomian yang ada di Provinsi Jambi. Berdasarkan urutan nilai kepekaan penyebaran terbesar maka di peringkat pertama diduduki oleh sektor keuangan,persewaan dan jasa perusahan bernilai 2,97141; kedua sektor pertanian bernilai 1,38623; ketiga sektor listrik,gas dan air bersih bernilai 1,21016; keempat sektor pengangkutan dan komunikasi bernilai 1, Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor yang lebih besar dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan keempat sektor yang memiliki nilai kepekaan penyebaran terbesar telah mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. 64

15 5.4 Analisis Pengganda (Multiplier) Analisis pengganda digunakan untuk melihat dampak perubahan dari variabel-variabel endogen yaitu output sektoral apabila terjadi perubahan dalam variabel-variabel eksogen yaitu pemintaan akhir dalam suatu perekonomian. Terdapat dua jenis pengganda, yaitu Pengganda Tipe I dan Pengganda Tipe II. Pengganda tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka, sedangkan pengganda tipe II diperoleh dari matriks kebalikan Leontief tertutup. Baik pengganda tipe I maupun tipe II merupakan hasil dari proses mekanisme dampak yang terdiri dari efek awal (initial effect), efek putaran pertama (first round effect), efek dukungan industri (industrial support effect), dan efek induksi konsumsi (consumption induced effect). Nilai pengganda tipe I menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan, maka variabel endogen di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut. Nilai pengganda tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan variabel eksogen maka variabel endogen akan meningkat setelah adanya efek induksi dari rumah tangga Analisis Pengganda Output (Multiplier Output) Nilai pengganda output merupakan nilai total dari output atau produksi yang dihasilkan oleh perekonomian akibat perubahan satu unit uang permintaan akhir. Tabel 5.11 di bawah ini memperlihatkan nilai pengganda output masingmasing sektor perekonomian Provinsi Jambi. Berdasarkan tabel tersebut, urutan nilai pengganda output tipe I tertinggi yaitu di peringkat pertama diduduki oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran bernilai 1,42866; kedua sektor industri pengolahan bernilai 1,38582; ketiga sektor listrik, gas dan air bersih bernilai 65

16 1,30087; keempat sektor pertanian bernilai 1,29803; kelima sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan bernilai 1, Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki nilai pengganda output tipe I tertinggi di Provinsi Jambi dengan nilai pengganda tipe I sebesar 1, Nilai ini berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output pada semua sektor ekonomi sebesar Rp Tabel 5.11 Pengganda Output Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Sektor Awal Pertama Industri Konsumsi Total Elastisitas Tipe I Tipe II 1 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,13281 Untuk nilai pengganda output tipe II, peringkat nilai pengganda output tertinggi yaitu pertama sektor listrik, gas dan air bersih bernilai 1,64057; kedua sektor pengangkutan dan komunikasi bernilai 1,55823; ketiga sektor perdagangan, hotel dan restoran bernilai 1,55417; keempat sektor pertanian bernilai 1,52571; kelima sektor industri pengolahan bernilai 1, Sektor listrik, gas dan air bersih memiliki nilai pengganda output tipe II tertinggi di Provinsi Jambi sebesar 1, Nilai ini berarti bahwa dengan memasukkan efek konsumsi rumah tangga, jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp 1 juta maka akan meningkatkan output pada semua sektor ekonomi sebesar Rp

17 5.4.2 Analisis Pengganda Pendapatan Rumah Tangga (Multiplier Income) Nilai pengganda pendapatan merupakan jumlah pendapatan rumah tangga total akibat tambahan satu unit uang permintaan akhir. Berdasarkan hasil analisis pengganda pendapatan pada tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor yang diagregasi menjadi sembilan sektor dapat diketahui nilai pengganda pendapatan dari masing-masing sektor perekonomian. Tabel 5.17 memperlihatkan nilai-nilai pengganda pendapatan dari tiap sektor-sektor perekonomian Provinsi Jambi. Peringkat pertama untuk nilai pengganda pendapatan rumah tangga baik tipe I maupun tipe II ditempati oleh sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar 1,75026 dan 1,96075; kedua sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan bernilai 1,58687 dan 1,77772; ketiga sektor perdagangan, hotel dan restoran bernilai 1,57387 dan 1,76315; keempat sektor pertambangan dan penggalian bernilai 1,26548 dan 1,41767; kelima sektor jasa bernilai 1,23712 dan 1, Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki nilai pengganda pendapatan rumah tangga baik tipe I maupun tipe II terbesar yaitu senilai 1,75026 dan 1, Untuk nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe I, hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua sektor perekonomian sebesar Rp Selanjutnya untuk nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe II berarti bahwa dengan memasukkan efek konsumsi rumah tangga, jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga disemua sektor perekonomian sebesar Rp

18 Tabel 5.12 Pengganda Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Sektor Awal Pertama Industri Konsumsi Total Elastisitas Tipe I Tipe II 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Analisis Penetapan Sektor Prioritas Dari hasil analisis pengganda untuk sektor-sektor dalam perekonomian Provinsi Jambi yang terdiri dari sembilan sektor yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa dapat ditetapkan sektor-sektor kunci dan prioritas yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan perekonomian di Provinsi Jambi. Pembangunan harus diprioritaskan pada sektor-sektor kunci ini karena perkembangan dari sektor kunci akan mendorong perkembangan sektor-sektor lain dalam perekonomian. Tabel 5.13 dibawah ini memperlihatkan bahwa sektor prioritas pertama adalah sektor industri pengolahan dengan nilai total pengganda sebesar 6,60506; kedua ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai total pengganda sebesar 6,31985; ketiga sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai total pengganda sebesar 6,02239; keempat diduduki oleh 68

19 sektor listrik, gas dan air bersih dengan nilai total pengganda sebesar 5,47146; kelima sektor pertanian dengan nilai total pengganda sebesar 5, Tabel 5.13 Indeks Pengganda Aktual Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Sektor TOM TIM Total Prioritas 1. Pertanian 2, , , Pertambangan dan Penggalian 2, , , Industri Pengolahan 2, , , Listrik, Gas dan Air Bersih 2, , , Bangunan 2, , , Perdagangan, Hotel dan Restoran 2, , , Pengangkutan dan Komunikasi 2, , , Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2, , , Jasa 2, , , Keterangan : TOM = Total Output Multiplier (Total Pengganda Output) TIM = Total Income Multiplier (Total Pengganda Pendapatan) 5.6 Implikasi Kebijakan Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jambi difokuskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui penyelenggaran pembangunan kewilayahan. Kegiatan pembangunan kewilayahan diarahkan pada : 1) Pengalokasikan penggunaan ruang di Provinsi Jambi (pola ruang) dengan menyerasikan kegiatan antar sektor dengan kebutuhan ruang dan potensi sumberdaya alam yang berasaskan kelestarian lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan, 2) Memperkuat perekonomian daerah berbasis keunggulan kompetitif dengan mendorong pengembangan wilayah untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi berdasarkan pertimbangan sektor prioritas/unggulan dan kendala pengembangan yang ada. 69

20 Penelitian ini membuktikan bahwa sektor prioritas/unggulan dalam perekonomian Provinsi Jambi adalah sektor industri pengolahan karena memiliki nilai keterkaitan, dampak penyebaran dan nilai pengganda baik output maupun pendapatan tertinggi dibandingkan dengan kedelapan sektor lainnya. Hal ini sesuai dengan kegiatan pembangunan Provinsi Jambi dalam memperkuat struktur industri daerah dengan menempatkan sektor industri pengolahan berbasis agribisnis sebagai motor penggerak kegiatan perekonomian Provinsi Jambi. Hal ini didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, kelautan dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. Selain sektor industri pengolahan, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memiliki nilai kedua dan ketiga tertinggi dilihat berdasarkan nilai pengganda (multiplier) baik output dan pendapatan. Sementara itu, jika dilihat berdasarkan nilai keterkaitan dan dampak penyebaran, kedua sektor ini berada di urutan ketiga dan keempat. Oleh karena itu, kedua sektor ini juga menjadi sasaran dalam kegiatan pembangunan Provinsi Jambi dalam mendukung perekonomian daerah. 70

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan merupakan

Lebih terperinci

APLIKASI INPUT OUTPUT

APLIKASI INPUT OUTPUT APLIKASI INPUT OUTPUT Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian

Lebih terperinci

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Perekonomian di Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB Pada penelitian ini, Tabel Input-Output Provinsi NTB termutakhir adalah tahun 2005. Tabel Input-Output Provinsi NTB

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA. Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya.

BAB 4 ANALISA. Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya. BAB 4 ANALISA Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya. 4.1 Analisa Dampak Langsung (Direct Effect) Dari hasil pengolahan data pada 3.2.1, industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013 A. PDRB PROVINSI KEPULAUAN RIAU MENURUT LAPANGAN USAHA I. PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN III TAHUN 2013 No. 75/11/21/Th.

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.145/11/21/Th.IV, 10 November 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 PDRB KEPRI TRIWULAN III TAHUN 2009 TUMBUH 1,90 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 79/11/21/Th.IX, 5 November PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III PDRB KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TUMBUH 6,15 PERSEN (c to c) PDRB Kepulauan

Lebih terperinci

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014 No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014 Perekonomian Sumatera Barat yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 34/05/21/Th. IX, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2014 A. PDRB PROVINSI KEPULAUAN RIAU MENURUT SEKTOR EKONOMI PDRB KEPRI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 33/05/21/Th. VII, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012 PDRB KEPRI TRIWULAN I TAHUN 2012 TUMBUH 7,63 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan I tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012 No. 09/02/91/Th. VII, 05 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012 Ekonomi Papua Barat tahun 2012 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat sebesar 15,84

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2010 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 214/11/21/Th.V, 5 Nopember 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2010 PDRB KEPRI TRIWULAN III TAHUN 2010 TUMBUH 1,23 PERSEN PDRB Kepri

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010 No. 01/02/53/Th. XIV, 07 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas

Lebih terperinci

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI No. 96/02/21/Th. IV / 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU PDRB KEPRI TAHUN 2008 TUMBUH 6,65 PERSEN PDRB Kepri pada tahun 2008 tumbuh sebesar 6,65 persen,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Junaidi, Junaidi (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi) Tulisan ini membahas simulasi/latihan analisis Input-Output (I-O) dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.I, 15 Nopember 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2007 TUMBUH 0,7 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah (Analisis Struktur Input Output)

Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah (Analisis Struktur Input Output) AGRARIS: Journal of Agribusiness Vol. 3 No. 2 Juli 2017 SEVI OKTAFIANA FORTUNIKA 1, ENI ISTIYANTI 2, SRIYADI 2 1 Program Studi Magister Sains Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 27 / VIII / 16 Mei 2005 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PDB INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2005 TUMBUH 2,84 PERSEN PDB Indonesia pada triwulan I tahun 2005 meningkat sebesar 2,84 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT OLEH: Abdul Kohar Mudzakir Dosen Lab Sosek Perikanan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/08/31/Th.IX, 15 AGUSTUS 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas

Lebih terperinci

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Okto Dasa Matra Suharjo dan Eko Budi Santoso Jurusan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 BPS PROVINSI D.K.I. JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2011 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 30/05/21/Th.VI, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2011 PDRB KEPRI TRIWULAN I TAHUN 2011 TUMBUH 0,23 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan I tahun

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT

PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT THE ROLE OF THE LIVESTOK AND FISHERY SECTOR TO ECONOMY OF RIAU PROVINCE: ANALYSIS OF THE INPUT-OUTPUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian Dalam penelitian ini, sektor-sektor perekonomian diklasifikasikan ke dalam 9 sektor perekonomian. Sembilan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitatif, yaitu penelitian yang sifatnya memberikan gambaran secara umum bahasan yang diteliti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 38/08/14/Th.XIV, 2 Agustus 2013 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan II Tahun 2013 mencapai 2,68 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan II tahun 2013, yang diukur dari

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001 No. 07/V/18 FEBRUARI 2002 PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001 PDB INDONESIA TAHUN 2001 TUMBUH 3,32 PERSEN PDB Indonesia tahun 2001 secara riil meningkat sebesar 3,32 persen dibandingkan tahun 2000. Hampir

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN Hadi Sutrisno Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Darul Ulum Jombang Jl Gus Dur 29 A Jombang Email : hadiak@undaracid

Lebih terperinci

EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN I 2014 TUMBUH 6,5 PERSEN

EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN I 2014 TUMBUH 6,5 PERSEN No. 27/05/13/Th.XVII, 5 Mei 2014 EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN I 2014 TUMBUH 6,5 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2013

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian. III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Sibolga yang terletak di tepi pantai barat pulau Sumatera bagian Utara di Teluk Tapian Nauli, + 350 km Selatan kota

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2010 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.177/05/21/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB KEPRI TRIWULAN I TAHUN 2010 TUMBUH 1,16 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan I tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 46 / VII / 16 Agustus 2004 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2004 TUMBUH 0,86 PERSEN Indonesia pada triwulan II tahun 2004 meningkat sebesar 0,86 persen dibanding triwulan I

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISIS STRUKTUR INPUT OUTPUT) Skripsi

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISIS STRUKTUR INPUT OUTPUT) Skripsi KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISIS STRUKTUR INPUT OUTPUT) Skripsi Disusun Oleh : Sevi Oktafiana Fortunika 20130220126 Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen No. 62/11/75/Th. VII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen PDRB Provinsi Gorontalo triwulan III-2013 naik 2,91 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK SEKTOR PERDAGANGAN DAN INDUSTRI TERHADAP PDRB JAWA TIMUR

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK SEKTOR PERDAGANGAN DAN INDUSTRI TERHADAP PDRB JAWA TIMUR ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK SEKTOR PERDAGANGAN DAN INDUSTRI TERHADAP PDRB JAWA TIMUR Yoalina Septriani Nur Arifah dan Retno Mustika Dewi Fakultas Ekonomi, Unesa, Kampus Ketintang Surabaya ABSTRACT

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci