V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand"

Transkripsi

1 V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO 5.1. Struktur Industri Agro Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand diawali dengan meneliti persentase kandungan bahan baku pertanian pada produk industri agro. Dalam studi ini ditelusuri perilaku sepuluh jenis industri pengolahan yang tercantum pada model I-O Intercountry Indothaicin (Indonesia, Thailand dan China) tahun 1995 dan 2000 dalam hal penggunaan input antara atau bahan baku yang berasal dari komoditi pertanian seperti padi, komoditi pertanian lainnya, peternakan, kehutanan dan perikanan. Komposisi penggunaan input pertanian dari kesepuluh industri yang dimaksud dapat diperhatikan dalam Tabel 13 berikut, khususnya untuk negara Indonesia. Terlihat bahwa industri pengolahan yang paling banyak menggunakan bahan baku yang berasal dari komoditi pertanian adalah industri makanan, minuman dan tembakau (Kode 008) dengan komposisi bahan bakunya terdiri atas persen berasal dari komoditi pertanian, dan persen dari komoditi non pertanian. Jenis industri berat seperti minyak bumi (Kode 013), mineral non logam (Kode 015), logam (Kode 016) dan mesin (Kode 017) dapat dipastikan paling sedikit atau bahkan sama sekali tidak menggunakan bahan baku komoditi pertanian. Tabel 13 menunjukkan bahwa penggunaan bahan baku komoditi pertanian untuk jenis industri berat rata-rata di bawah 1 persen, kecuali industri kimia (Kode 012).

2 Terlihat bahwa pemakaian bahan baku komoditi pertanian di industri kimia mencapai 2.47 persen paling tinggi diantara semua industri berat. Ada kemungkinan fenomena ini muncul karena dalam kelompok industri kimia terdapat industri pengolahan pupuk, pakan ternak, obat-obatan, dan kosmetika yang cukup banyak menggunakan bahan baku dari komoditi pertanian. Sebagai contoh: ikan, bungkil jagung, dan dedak digunakan untuk memproduksi pakan ternak ayam maupun sapi; kencur, ginseng, dan temulawak digunakan untuk pembuatan obat-obatan. Tabel 13. Struktur Input Sektor Industri Indonesia Tahun 2000 Kode Sektor Pertanian NonPert Primer Total keterangan : 001 : Padi 012 : Produk kimia 002 : Produk pertanian lainnya 013 : Minyak dan produk ikutannya 003 : Peternakan 014 : Produk karet 004 : Kehutanan 015 : Produk mineral bukan logam 005 : Perikanan 016 : Produk logam 008 : Makanan, minuman, dan tembakau 017 : Mesin Pertania n 009 : Tekstil, kulit, dan produk ikutannya : Input antara komoditi pertanian : Input antara komoditi nonpertanian 010 : Kayu dan olahannya NonPert 011 : Pulp, kertas, dan percetakan Primer : Input primer (%) Meskipun industri pulp, kertas dan percetakan (Kode 011) terkait langsung dengan sektor pertanian, namun dalam struktur I-O intercountry hanya tercatat menggunakan bahan baku komoditi pertanian sebanyak 1.48 persen, itupun lebih banyak menyerap komoditi kehutanan untuk menghasilkan pulp atau bubur kertas.

3 Deskripsi mengenai komposisi penggunaan input yang dipaparkan dalam Tabel 13 merupakan salah satu cara untuk mendeteksi awal bagaimana keterkaitan ke belakang suatu sektor industri dengan sektor pertanian. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa satu-satunya sektor industri yang paling tinggi keterkaitannya dengan sektor pertanian adalah industri pengolahan makanan, minuman dan tembakau. Indikatornya dapat diperhatikan pada penyebaran komposisi bahan baku komoditi pertanian yang digunakan, dimana dalam tabel terlihat jelas bahwa penggunaan bahan baku pertanian tersebar cukup merata ke komoditi pertanian primer seperti padi, pertanian lainnya, perikanan, dan peternakan kecuali dari sektor kehutanan (Kode 004) yang sama sekali produknya tidak digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan makanan, minuman dan tembakau. Dalam Tabel 13 juga disajikan besaran persentase penggunaan input primer yang dapat menghasilkan nilai tambah dari masing-masing sektor industri. Terlihat bahwa sektor industri di Indonesia kurang mampu menghasilkan nilai tambah yang besar. Lebih dari persen input produksi industri pengolahan berupa bahan baku atau input antara, yang berarti maksimal persen diperuntukkan bagi input primer. Dengan kata lain sektor industri pengolahan hanya mampu menciptakan nilai tambah paling besar persen, yakni berkisar diantara persen sampai dengan persen. Bila ditelusuri lebih jauh, input antara yang digunakan oleh sektor industri agro cukup besar yang berasal dari pasokan impor. Seperti terlihat pada Tabel 14, sekitar persen input antara yang digunakan oleh sektor industri agro Indonesia berasal dari impor.

4 Tabel 14. Komposisi Input Antara Asal Domestik dan Impor Sektor Industri Indonesia Tahun 2000 Kode Sektor Impor Domestik Thailand China Lainnya Jumlah Impor Total US$ % US$ % US$ % US$ % US$ % US$ % ,353, , , ,764, ,965, ,319, ,291, , , ,426, ,679, ,970, ,884, , , , , ,372, ,627, , , ,568, ,616, ,243, ,959, , , ,714, ,898, ,858, ,101, , , ,434, ,610, ,711, , , , , , ,217, ,369, , , , , ,597, ,617, , , ,216, ,311, ,928, ,765, , , ,234, ,441, ,206, Total 53,821, , , ,356, ,604, ,425, keterangan : 008 : Makanan, minuman, dan tembakau 013 : Minyak dan produk turunannya 009 : Tekstil, kulit, dan produk turunannya 014 : Produk karet 010 : Kayu dan produk olahannya 015 : Produk mineral non-logam 011 : Pulp, kertas, dan percetakan 016 : Produk logam 012 : Produk kimia 017 : Mesin US$ : dalam ribuan Diantara seluruh sektor industri agro, pemakaian input antara asal impor yang paling tinggi adalah industri pulp, kertas dan percetakan, serta industri barang dari karet, masing-masing memiliki kandungan impor sebesar persen dan persen. Melihat muatan input impor yang cukup besar tersebut menandakan kemampuan sektor primer penyedia bahan baku di negara Indonesia masih belum optimal. Kenyataan di atas sekaligus menggambarkan masih kurangnya keterkaitan ke belakang sektor industri agro terhadap basis sektor pertanian domestik. Dapat dimaklumi bila banyak pakar berpandangan bahwa terjadinya kemajuan sektor industri agro tidak serta merta akan diiringi oleh peningkatan pendapatan petani, karena rendahnya kemampuan sektor industri agro untuk mentransmisi sebagian

5 pendapatannya. Sebagai contoh, perkembangan industri mie instan yang begitu pesat dalam kurun waktu 10 tahun ini ternyata tidak dapat mengangkat secara maksimal pendapatan petani palawija cabe, bawang, tomat dan lain-lain. Berdasarkan komposisi penggunaan bahan baku yang terkait dengan komoditi pertanian dari besaran persentase maupun penyebarannya maka dapat disampaikan bahwa klasifikasi sektor industri yang digolongkan sebagai industri agro dalam studi ini adalah : (1) industri pengolahan makanan, minuman dan tembakau, (2) industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, (3) industri kayu dan olahan, (4) industri karet, dan (5) industri pulp, kertas dan percetakan Daya Saing Sektor Industri Agro Dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan indikator daya saing IIC (index of international competitiveness), terjadi penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia di pasar internasional pada periode seperti terdapat pada Tabel 15 berikut. Pada Tabel 15 tersebut terlihat adanya penurunan nilai IIC sektor industri agro Indonesia sebesar pada tahun 2000 bila dibandingkan tahun Meskipun secara sektoral produk industri agro Indonesia pada tahun 2000 berada dalam kategori daya saing kuat karena semua produk mempunyai IIC > 0, namun bila dibandingkan pada tahun 1995 ternyata untuk sebagian besar produk mengalami penurunan angka IIC. Perkembangan industri agro di Indonesia baik secara keseluruhan maupun sektoral jika mengacu kepada angka IIC dapat dikatakan berada dalam tahap pengembangan ekspor, oleh karena memiliki nilai IIC dalam interval 0 < IIC < 1, yang berarti sebagian besar produk industri agro Indonesia tergantung terhadap permintaan ekspor.

6 Tabel 15. Daya Saing Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Berdasarkan Index of International Competitiveness Tahun 1995 dan 2000 Komoditi Industri agro Perubahan 1. Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya Indonesia 3. Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Rata-rata Indonesia Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya Thailand 3. Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Rata-rata Thailand Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya China 3. Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Rata-rata China Salah satu produk industri yang dapat dijadikan dasar untuk memperkuat fondasi sektor industri agro di Indonesia adalah industri makanan, minuman dan tembakau. Keberhasilan industri tersebut menaikkan peringkat daya saingnya dari kategori sedang pada tahun 1995 (IIC = ) menjadi kategori kuat pada tahun 2000 (IIC = ) merupakan sebuah catatan tersendiri yang patut dijadikan tolok ukur untuk memperkuat fondasi industri agro. Industri pulp, kertas dan percetakan dapat juga menjadi salah satu fondasi agorindustri yang kuat di Indonesia, karena industri tersebut mampu menaikkan daya saingnya

7 dengan cukup tinggi, yang ditandai oleh peningkatan angka IIC dari pada tahun 1995 menjadi pada tahun Berbeda dengan perkembangan sektor industri agro Indonesia, daya saing sektor industri agro Thailand meningkat cukup tinggi. Perubahan angka IIC yang bernilai positif , yaitu dari pada tahun 1995 menjadi pada tahun Namun demikian, tidak seperti Indonesia, perkembangan daya saing industri makanan, minuman dan tembakau di Thailand justru sedang mengalami penurunan, yang ditandai dengan berubahnya angka IIC dari pada tahun 1995 menjadi pada tahun 2000, atau menurun sebesar Kondisi seperti ini juga terlihat dalam perkembangan industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, serta industri barang dari karet untuk kurun waktu yang sama. Dapat dikatakan bahwa pada periode , sebagian besar produk industri agro Thailand sedang dalam tahap perluasan ekspor, kecuali untuk produk industri kayu dan kayu olahan serta industri pulp, kertas dan percetakan yang masih dalam tahap proses pengganti impor karena masing-masing memiliki IIC dalam interval -0.5 < IIC < 0 pada tahun Jika diperhatikan dari kemampuan menaikkan daya saing, dari tiga negara yang diteliti, hanya China saja yang dapat dikatakan paling berhasil dalam mengembangkan sektor industri agro sepanjang tahun 1995 sampai dengan Hal ini dibuktikan dengan keberhasilannya menaikkan nilai IIC pada tahun 2000 sebanyak poin bila dibandingkan dengan tahun Dan secara sektoral China juga menunjukkan mampu meningkatkan daya saing sebagian besar produk agorindustri, kecuali untuk industri pulp, kertas dan percetakan yang tampak menurun daya saingnya dari pada 1995 menjadi pada tahun 2000.

8 Tabel 16. Peringkat Daya Saing Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Berdasarkan Perubahan IIC Tahun 1995 dan 2000 Komoditi Industri Agro 1 Makanan, minuman, dan tembakau 2 Tekstil, kulit, dan produk turunannya 3 Kayu dan produk olahannya 4 Pulp, kertas, dan percetakan Indonesia Thailand China Perubahan Peringkat Perubahan Peringkat Perubahan Peringkat Produk karet Rata-rata Dari perbandingan perubahan daya saing pada Tabel 16 terlihat bahwa tidak ada satupun komoditi industri agro Indonesia yang dapat dibanggakan karena mendapat peringkat 1 bila dibandingkan Thailand dan China. Negara China mencatat kemajuan daya saing industri agro paling tinggi pada 3 komoditi, yaitu: (1) Industri makanan, minuman dan tembakau, (2) Industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, dan (3) Industri barang karet. Thailand meraih kemajuan daya saing industri agro paling tinggi pada dua komoditi, yaitu: (1) Industri kayu dan kayu olahan, dan (2) Industri pulp, kertas dan percetakan. Keberhasilan China menaikkan daya saing produk industri agro juga terlihat pada market share atau pangsa pasar dunia. Pada Tabel 17 terlihat bahwa China mampu menaikkan pangsa pasar produk industri agronya di tahun 2000 dibanding 1995 pada hampir semua produk industri agro kecuali produk karet. Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar pada 3 produk yaitu produk karet, tekstil, kulit dan produk turunannya serta kayu dan produk olahannya.

9 Tabel 17. Peringkat Produk Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Berdasarkan Perubahan Pangsa Pasar Tahun 1995 dan 2000 Komoditi Industri Agro Pangsa Pasar (%) Perubahan Pangsa Pasar (%) 1. Makanan, minuman, dan tembakau Indonesia 2. Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Makanan, minuman, dan tembakau Thailand 2. Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya China 3. Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Kenaikan pangsa pasar Indonesia diraih pada produk makanan, minuman, dan tembakau serta pulp, kertas, dan percetakan. Thailand mengalami penurunan pada 2 produk, sementara 3 produk lain mengalami peningkatan. Sehingga dari sisi perubahan pangsa pasar industri agro bisa disimpulkan bahwa China mengalami kemajuan paling tinggi diikuti oleh Thailand dan Indonesia di peringkat ketiga. Meskipun mengalami penurunan pangsa pasar, sesungguhnya

10 sampai dengan tahun 2000 pangsa pasar produk industri agro Indonesia relatif lebih baik dari Thailand seperti terdapat pada Tabel 18. Tabel 18. Peringkat Produk Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Berdasarkan Pangsa Pasar Tahun 2000 (%) Produk Industri agro Indonesia Thailand China Pangsa Peringkat Pangsa Peringkat Pangsa Peringkat 1. Makanan, minuman, dan tembakau 2. Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Peringkat Indonesia mempunyai pangsa pasar tertinggi untuk kelompok produk: (1) industri kayu dan kayu olahan, dan (2) industri pulp, kertas dan percetakan. China menguasai pangsa pasar terbesar untuk produk: (1) Industri makanan, minuman dan tembakau, (2) Industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, dan (3) Industri barang dari karet. Hanya saja kalau data tersebut dikaitkan dengan kecenderungan perubahan pangsa pasar yang terdapat pada Tabel 17, maka posisi pangsa pasar Indonesia relatif mengkuatirkan karena pertumbuhan pngsa pasar Thailand lebih cepat dibandingkan Indonesia. Kalau Indonesia tidak melakukan upaya peningkatan pangsa pasar, bisa jadi di kemudian hari pangsa pasar produk industri agro Indonesia kalah dari Thailand. Berdasarkan data pada Tabel 18 tumpuan harapan pada pangsa pasar produk industri agro China menyebar relatif pada semua produk sementara Thailand bertumpu kepada produk industri makanan, minuman dan tembakau

11 sedangkan Indonesia bertumpu pada produk kayu dan kayu olahan yang pada tahun 2000 menguasai persen pangsa pasar dunia. Hanya saja produk kayu dan kayu olahan Indonesia tidak bisa diandalkan di masa mendatang karena selain sudah mengalami penurunan pada periode 1995 hingga 2000 dari pangsa pasar persen menjadi persen, juga karena menurunnya pasokan kayu sebagai bahan baku industri tersebut terkait dengan sudah gundulnya hutan-hutan Indonesia. Industri makanan, minuman dan tembakau yang diharapkan dapat memperkuat fondasi industri agro Indonesia karena daya saingnya berkembang cukup baik, ternyata hanya mampu memberi andil sebesar 6.34 persen terhadap pangsa pasar dunia di tahun Dengan mengadopsi konsep IIC sebagai metoda pengukur daya saing, dirumuskan IDC atau index of domestic competitivenes sebagai indikator daya saing di pasar domestik, yang hasil pengolahan data dan perbandingannya antara Indonesia, Thailand dan China disajikan di Tabel 19. Semua produk agorindustri Indonesia mengalami penurunan IDC, atau bisa dikatakan semua produk industri agro Indonesia relatif tidak mampu bersaing di negerinya sendiri. Peringkat perubahan IDC yang ditampilkan di Tabel 20 memperjelas lemahnya daya saing industri agro Indonesia di pasarnya sendiri. Tidak seperti Indonesia dan Thailand yang sedang mengalami penurunan daya saing domestik produk industri agronya, secara umum produk industri agro China justru mengalami peningkatan, yang diindikasikan dengan naiknya nilai IDC pada tahun 2000.

12 Tabel 19. Daya Saing Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Berdasarkan Index of Domestic Competitiveness Tahun 1995 dan 2000 Indonesia Thailand China Komoditi Industri Agro Perubahan 1. Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Rata-rata Indonesia Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Rata-rata Thailand Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Rata-rata China Tabel 20. Peringkat Daya Saing Domestik Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Berdasarkan Perubahan Angka Index of Domestic Competitiveness Tahun 1995 dan 2000 (%) Indonesia Thailand China Komoditi Industri Agro 1 Makanan, minuman, dan tembakau Perubahan Peringkat Perubahan Peringkat Perubahan Peringkat Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Rata-rata

13 Ada dua sektor industri agro yang menjadi penopang meningkatnya daya saing domestik China yakni industri makanan, minuman dan tembakau, serta industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, masing-masing mengalami kenaikan IDC sebesar dan Dari peringkat perubahan IDC pada Tabel 20 di atas, terdapat tiga produk industri agro China yang mengalami perubahan IDC lebih positif dibanding Thailand dan Indonesia. Thailand menjadi peringkat 1 perubahan IDC untuk dua produk, sementara Indonesia untuk semua produk industri agro menjadi juru kunci karena berada di peringkat ketiga dari tiga negara. Dari analisis perubahan IDC tersebut di atas, Indonesia bisa belajar dari pengalaman Thailand dan China untuk membangun sektor industri agronya melalui pengembangan daya saing domestik. Indonesia perlu melakukan upaya terpadu untuk meningkatkan daya saing domestiknya. Program terpadu yang melibatkan pemerintah dan sektor bisnis seperti Gerakan Nasional Gemar Produk Indonesia yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Agustus 2006 sebagai kerjasama Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Kementerian KUKM dan KADIN Indonesia menjadi contoh yang dapat dioptimalkan. Peningkatan daya saing sektor industri agro di pasar internasional memang tidak bisa dipisahkan dari peningkatan daya saing di pasar domestik. Penelitian yang dilakukan Reinhardt (2005) di China menunjukkan bahwa faktor keseimbangan termasuk keseimbangan pasar menjadi pertimbangan penting dalam pembangunan industri dan perekonomian di China. China terus menerus

14 mengembangkan kemampuan penetrasi pasar ekspor, dan pada saat bersamaan juga meningkatkan daya saing di pasar dalam negeri. Dalam upaya meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja, FDI diarahkan untuk menggerakkan alih teknologi, peningkatkan keterkaitan industri dan menstimulasi keseluruhan industri sehingga menyediakan kesempatan kerja sesuai dengan penelitian Reinhardt (2005). Kebijakan industri di seluruh dunia yang semakin sering menggunakan teknologi perlu mendapat perhatian Kinerja Sektor Industri Agro Indonesia, China dan Thailand Perbandingan kinerja sektor industri agro Indonesia, China dan Thailand dihitung dengan menggunakan indikator: Efisiensi dan Marjin Bruto. Kinerja industri agro Indonesia dapat dilihat pada Tabel 21. Peningkatan teknologi seperti dianjurkan oleh Reinhardt (2005) juga menghasilkan nilai tambah lebih tinggi. Jika diperhatikan pada Tabel 21 tersebut, sektor industri agro Indonesia tahun 2000 mengalami penurunan efisiensi. Nilai tambah yang diciptakan untuk setiap satu dolar input yang dikeluarkan hanya mencapai rata-rata 0.37 dolar di tahun 1995, dan 0.35 dolar di tahun Tabel 21. Kinerja Sektor Industri Agro Indonesia Tahun 1995 dan 2000 Efisiensi Marjin Bruto Indikator (dolar) (%) Kinerja

15 keterangan : 008 : Makanan, minuman, dan tembakau 009 : Tekstil, kulit, dan produk turunannya 010 : Kayu dan produk olahannya 011 : Pulp, kertas, dan percetakan 014 : Produk karet Dari Tabel 21 uga terlihat perbandingan tingkat efisiensi antara sektor industri agro itu sendiri. Industri pulp, kertas dan percetakan, serta industri barang dari karet mengalami penurunan tingkat efisiensi pada tahun Beda halnya dengan industri kayu dan olahan kayu, tingkat efisiensinya mampu naik dari 0.34 dolar pada tahun 1995 menjadi 0.36 dolar pada tahun 2000, sementara industri makanan, minuman dan tembakau serta industri tekstil, kulit dan produk turunannya tidak mengalami perubahan tingkat efisiensi. Secara rata-rata, sektor agrindustri Indonesia mengalami penurunan tingkat marjin bruto pada tahun 2000 dibandingkan Hanya industri kayu dan produk olahannya yang mampu menaikkan marjin bruto pada periode tersebut. Menggunakan indikator yang sama, pengukuran kinerja juga dilakukan pada sektor industri agro Thailand sebagai pembanding kinerja industri agro Indonesia, perhatikan Tabel 22. Tabel 22. Kinerja Sektor Industri Agro Thailand Tahun 1995 dan 2000 Indikator Kinerja Efisiensi (dolar) Marjin Bruto (%)

16 keterangan: 008 : Makanan, minuman, dan tembakau 009 : Tekstil, kulit, dan produk turunannya 010 : Kayu dan produk olahannya 011 : Pulp, kertas, dan percetakan 014 : Produk karet Sama halnya dengan kondisi sektor industri agro di negara Indonesia, di Thailand seluruh sektor industri agronya juga mengalami inefisiensi didalam menciptakan nilai tambah. Sektor industri agro di negara Thailand yang dapat meningkatkan efisiensinya di tahun 2000 adalah industri makanan, minuman dan tembakau; sementar sektor lain mengalami penurunan efisiensi. Kinerja industri agro di Thailand dapat juga diperhatikan pada penerimaan marjin bruto yang menggambarkan seberapa besar suatu sektor memperoleh surplus usaha jika dibandingkan dengan total input primer yang digunakan. Semakin besar marjin bruto, maka semakin besar surplus usaha yang diperoleh, begitu sebaliknya. Dari lima sektor industri agro yang diamati, hanya ada dua sektor yang menurun marjin brutonya, yakni industri tekstil, kulit dan produk turunannya, serta industri kayu dan produk olahan. Berdasarkan empat indikator yang telah disajikan dalam Tabel 31, dapat dikatakan bahwa kinerja sektor industri agro di Thailand tidaklah lebih baik dibandingkan dengan Indonesia. Namun demikian, bila diperhatikan dari besarnya perubahan untuk setiap indikator, negara Thailand tampak lebih berhasil meningkatkan kinerja industri agronya dibandingkan Indonesia. Sebagai contoh untuk marjin bruto. Sektor industri agro di Thailand rata-rata mampu meningkatkan keuntungan marjinnya di tahun 2000 sebesar 0.80 persen, sedangkan di Indonesia terlihat menurun sebesar persen.

17 Berikut ini disajikan pengukuran kinerja pada sektor industri agro China, yang dapat dilihat pada Tabel 23. Sangat berbeda dengan profil kinerja industri agro di Indonesia dan Thailand, sektor industri agro di China jika diperhatikan dari tingkat efisiensinya mutlak lebih tinggi dibandingkan kedua negara tersebut. Tabel 23. Kinerja Sektor Industri Agro China Tahun 1995 dan 2000 Indikator Kinerja Efisiensi (dolar) Marjin Bruto (%) keterangan: 008 : Makanan, minuman, dan tembakau 009 : Tekstil, kulit, dan produk turunannya 010 : Kayu dan produk olahannya 011 : Pulp, kertas, dan percetakan 014 : Produk karet Bahkan ketika sektor industri agro di Indonesia dan Thailand sedang mengalami penurunan efisiensi antara tahun 1995 dan 2000, China mampu meningkatkan efisiensi sektor industri agronya lebih tinggi. Secara merata kenaikannya bisa mencapai 0.90 persen, sementara untuk Indonesia dan Thailand masing-masing mengalami penurunan sebesar dan persen seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 21 dan Tabel 22. Kinerja perekonomian China yang berkembang pesat sejak kebijakan pasar terbuka dijalankan secara tidak langsung sangat mempengaruhi perkembangan sektor industri agronya. Negara China saat ini sangat terkenal dengan komoditas-komoditas ekspor industri agro yang berkualitas tinggi namun harganya relatif murah.

18 Tidak semua indikator kinerja industri agro di China tampak lebih baik dibandingkan Indonesia dan Thailand. Khususnya untuk marjin bruto, seluruh sektor industri agro China tampak masih kalah jauh di bandingkan industri agro Indonesia dan Thailand. Misalkan dengan Indonesia, marjin bruto untuk sektor industri agro rata-rata sebesar persen, sementara di China hanya sebanyak 14.7 persen. Sedangkan bila dibandingkan dengan Thailand, upaya untuk meningkatkan marjin bruto sektor industri agro terlihat lebih baik di negara tersebut dibandingkan negara China. Ketika sektor industri agro Thailand dapat meningkatkan marjin bruto di tahun 2000, di China marjin brutonya malah mengalami penurunan yang cukup besar yakni persen. Penurunan tingkat marjin bruto di China sekaligus menggambarkan penurunan harga jual rata-rata yang merupakan strategi penetrasi pasar ekspor China dengan menjual produk berharga relatif murah Keterkaitan Antar Sektor Industri Agro Dalam Satu Negara dan Antar Negara Dampak Keterkaitan Ke Belakang Sektor Industri Agro Keterkaitan antarsektor dikelompokkan dalam empat bagian, yakni: (1) keterkaitan langsung kebelakang, (2) keterkaitan langsung kedepan, (3) daya sebar kedepan, dan (4) daya sebar kebelakang. Dampak ke belakang sektor industri agro untuk Indonesia, Thailand dan China terdapat pada Tabel 24 dan 26. Di negara Indonesia sepertinya sektor industri agro yang paling tinggi memberi efek sebar terhadap perekonomian domestik pada tahun 1995 adalah industri barang dari karet yang memiliki multiplier terbesar, yakni

19 Angka ini dapat diartikan jika ada injeksi sebesar satu dolar pada komponen permintaan akhir di sektor industri barang dari karet maka total penerimaan dalam perekonomian Indonesia secara keseluruhan akan meningkat sebesar dolar. Selain industri barang dari karet, sektor lainnya yang cukup besar memberi efek sebar terhadap perekonomian domestik adalah industri kayu dan kayu olahan yang memiliki multiplier sebesar Setelah itu industri makanan, minuman dan tembakau, serta industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, masing-masing dengan nilai multiplier sebesar dan untuk kurun waktu yang sama. Adapun yang paling rendah efek sebarnya adalah industri pulp, kertas dan percetakan yang memiliki nilai multiplier sebesar Pada tahun 2000, terjadi perubahan yang cukup mendasar pada efek ke belakang sektor industri agro terhadap perekonomian Indonesia. Di tahun ini, bukan lagi sektor industri barang dari karet yang memiliki pengaruh ke belakang terbesar, tetapi sektor makanan, minuman dan tembakau, dengan nilai multiplier sebesar Setelah itu industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, serta industri kayu dan kayu olahan merupakan sektor industri agro yang dapat memberi efek sebar ke belakang cukup besar terhadap perekonomian, masingmasing memiliki multiplier sebesar dan untuk waktu yang sama Dari penelitian yang dilakukan oleh Hayashi (2005) ditemukan bahwa terdapat kemajuan industrialisasi di Indonesia pada tahun Sebaliknya, terlihat dengan jelas bahwa industrialisasi di Indonesia telah dikembangkan dengan kelemahan struktural seperti tertundanya penguatan keterkaitan antar industri. Hampir sama dengan di Indonesia, sektor industri agro di Thailand yang paling dominan pengaruhnya ke belakang terhadap

20 perekonomian adalah industri makanan, minuman dan tembakau baik itu pada tahun 1995 maupun tahun Untuk tahun 1995, industri tersebut mempunyai angka multiplier paling besar yakni , dan di tahun 2000 meningkat menjadi Setelah itu industri tekstil, kulit dan produk ikutannya juga terlihat paling besar memberi efeknya ke belakang, yaitu pada tahun 1995 mempunyai multiplier sebesar dan tahun 2000 sebesar Lain halnya dengan negara China, sebagian besar sektor industri agronya kelihatan memberi efek sebar yang relatif sama besar di tahun 1995 dan Di antara dua tahun tersebut juga tidak terlihat perubahan efek sebar yang menyolok. Dalam kurun waktu itu, industri kayu dan kayu olahan tetap menjadi sektor industri agro yang menyumbang efek sebar paling tinggi dalam perekonomian, yakni untuk tahun 1995 dan tahun Selain memberi dampak terhadap perekonomian domestik Indonesia, adanya injeksi pada sektor industri agro dapat juga mempengaruhi ke belakang perekonomian suatu negara lain. Pada tahun 2000 misalkan, sektor industri agro di Indonesia yang paling besar pengaruhnya terhadap perekonomian Thailand dan China adalah industri tekstil, kulit dan produk ikutannya dengan nilai multiplier sebesar untuk Thailand, dan untuk China. Angka multiplier sebesar dan mengandung makna bila ada injeksi sebanyak satu dolar dalam komponen permintaan akhir industri tekstil, kulit dan produk ikutannya di negara Indonesia, maka total penerimaan dalam perekonomian Thailand akan meningkat sebesar dolar. Dengan injeksi yang sama sebanyak satu dolar dalam komponen permintaan akhir industri tekstil, kulit dan produk ikutannya di negara Indonesia

21 Tabel 24. Koefisien Backward Linkage Effect Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Tahun 1995 dan 2000 Indonesia Thailand China Sektor Indonesia Thailand China Total Indonesia Thailand China Total Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, kulit, dan produk turunannya Kayu dan produk olahannya Pulp, kertas, dan percetakan Produk karet

22 Tabel 25. Disagregasi Koefisien Backward Linkage Effect Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Tahun 1995 dan 2000 Indonesia Thailand China Sektor Rata-rata Rata-rata 1. Pertanian Pertambangan Perindustrian Jasa Pertanian Pertambangan Perindustrian Jasa Pertanian Pertambangan Perindustrian Jasa keterangan : 008 : makanan, minuman, dan tembakau 011 : pulp, kertas, dan percetakan 009 : tekstil, kulit, dan produk ikutannya 014 : barang dari karet 010 : kayu dan kayu olahan

23 140 akan membuat penerimaan China naik sebanyak dolar. Karena multiplier efek sebar dihitung dari penggunaan input antara, maka dapat dikatakan bahwa semakin besar angka multiplier antar negara, semakin besar industri mengimpor input antara dari negara yang menerima hal itu. Singkatnya, industri yang mempunyai multiplier antar negara paling besar menandakan industri tersebut sangat tergantung kepada kebutuhan impor input antara. Dapat juga disebut industri bersangkutan merupakan industri yang berbasis impor, sedangkan kebalikannya adalah industri berbasis domestik. Dengan demikian, industri makanan, minuman dan tembakau di Indonesia adalah industri yang berbasis domestik oleh karena mempunyai multiplier antar negara paling rendah pada tahun 1995, yakni sebesar yang terdistribusi sebesar untuk Thailand dan untuk China. Sedangkan industri tekstil, kulit dan produk ikutannya lebih mengarah kepada basis impor karena mempunyai angka multiplier antar negara paling tinggi dalam tahun yang sama, yaitu sebesar yang tersebar pada perekonomian Thailand dan China Fenomena yang menarik untuk diamati dari efek sebar antar negara adalah mengenai hubungan simetris keterkaitan ke belakang antar negara pada setiap sektor industri agro. Seperti disajikan dalam Tabel 26 berikut, tampak sektor industri agro Indonesia bila dihadapkan dengan sektor industri agro China, ternyata memberi efek sebar lebih banyak terhadap negara China ketimbang menerima efek sebar dari China. Sebagai contoh untuk industri makanan, minuman dan tembakau Indonesia dapat memberi efek sebar sebanyak kepada perekonomian China. Namun industri makanan, minuman dan tembakau China hanya memberi

24 141 efek sebar terhadap perekonomian Indonesia sebesar Terlebih lagi untuk industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, dampak ke belakang lebih banyak diberikan oleh negara Indonesia kepada China, yaitu sebesar , ketimbang China memberi Indonesia, yakni hanya sebesar Tabel 26. Hubungan Simetris dalam Efek Sebar Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Tahun 2000 Industri Negara Indonesia Thailand China Total Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Tekstil, Kulit dan Produk Ikutannya Industri Kayu dan Kayu Olahan Industri Pulp, Kertas dan Percetakan Industri Barang dari Karet Indonesia Thailand China Total Indonesia Thailand China Total Indonesia Thailand China Total Indonesia Thailand China Total Indonesia Thailand China Total Namun berbeda dengan Thailand, sepertinya Indonesia lebih diuntungkan karena dampak keterkaitan ke belakang yang lebih besar dari Thailand ke Indonesia dibandingkan Indonesia ke Thailand untuk sebagian besar komoditi industri agro, khususnya dari industri makanan, minuman dan tembakau, industri kayu dan kayu olahan, serta industri barang dari karet. Untuk industri kayu dan

25 142 kayu olahan, dampak ke belakang dari Thailand ke Indonesia adalah sebesar , sedangkan dari Indonesia ke Thailand sebesar Berdasarkan hubungan simetris dari dampak ke belakang antar negara tersebut dapat dikatakan bahwa perkembangan sektor industri agro di negara Indonesia lebih banyak memberi pengaruh terhadap perekonomian China, dibandingkan Thailand. Sebaliknya, perekonomian Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan industri agro di Thailand dibandingkan di China Sektor-Sektor Kunci Industri Agro Dalam studi ini, sektor kunci ditetapkan berdasarkan indeks Rasmussen (1957) yang disebut Power of Dispersion (Daya Penyebaran), dan Sensitivity of Dispersion (Derajat Kepekaan). Daya penyebaran dan derajat kepekaan merupakan perbandingan dampak, baik ke belakang maupun ke depan, terhadap rata-rata seluruh dampak sektor, sehingga nilai ini masing-masing sering disebut sebagai backward linkage effect ratio dan forward linkage effect ratio. Dalam Tabel 27 disajikan besaran indeks Rasmussen untuk sektor industri agro pada negara Indonesia, Thailand dan China di antara tahun 1995 dan tahun Dimana berdasarkan indeks Rasmussen tersebut, satu-satunya sektor industri agro yang dapat ditempatkan sebagai sektor kunci dalam perekonomian Indonesia pada tahun 1995 adalah industri barang dari karet yang memiliki nilai DP sebesar dan DK sebesar Namun, di tahun 2000 sepertinya telah terjadi transformasi struktur di sektor industri agro, yakni dari industri barang dari karet beralih ke industri makanan, minuman dan tembakau. Karena pada tahun 2000, nilai DP dan DK industri barang dari karet menurun keduanya dan lebih kecil dari satu, sedangkan untuk industri minuman, makanan dan

26 143 tembakau terlihat nilai DP dan DK mengalami peningkatan hingga mencapai lebih besar dari satu, masing-masing sebesar dan Tabel 27. Indeks Derajat Penyebaran dan Kepekaan Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Tahun 1995 dan 2000 Negara Sektor Industri Agro DP DK DP DK Indonesia Thailand China Makanan, minuman, tembakau Tekstil, kulit, produk ikutannya Kayu dan kayu olahan Pulp, kertas, dan percetakan Barang dari karet Makanan, minuman, tembakau Tekstil, kulit, produk ikutannya Kayu dan kayu olahan Pulp, kertas, dan percetakan Barang dari karet Makanan, minuman, tembakau Tekstil, kulit, produk ikutannya Kayu dan kayu olahan Pulp, kertas, dan percetakan Barang dari karet keterangan: 008 : Makanan, minuman, dan tembakau DP : Derajat Penyebaran 009 : Tekstil, kulit, dan produk turunannya DK : Derajat Kepekaan 010 : Kayu dan produk olahannya 011 : Pulp, kertas, dan percetakan 014 : Produk karet Adapun untuk sektor industri agro yang lain seperti industri kayu dan barang dari kayu, industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, serta industri pulp, kertas dan percetakan, ketiganya hanya dapat memberi dampak multiplier dari sisi demand saja, yakni untuk memenuhi permintaan input antara dan permintaan

27 144 akhir. Sedangkan dari sisi supply, pengaruhnya kecil untuk mendorong kenaikan produksi di sektor-sektor lain dalam perekonomian secara menyeluruh. Semua kondisi ini telah digambarkan dengan nilai DP yang rendah dan lebih kecil dari satu, serta nilai DK yang lebih besar dari satu. Contohnya untuk industri tekstil, kulit dan produk ikutannya mempunyai nilai DP sebesar dan DK sebesar pada tahun Begitu juga pada tahun 2000, keadaanya tidak berubah. Untuk sektor-sektor yang mempunyai ciri seperti ini tidak dapat dijadikan sebagai sektor kunci, karena tidak mampu memberi multiplier terhadap perekonomian. Perkembangan industri agro di Thailand tidak lebih baik dibandingkan Indonesia. Bahkan negara tersebut tidak dapat mempertahankan keberadaan sektor kunci dari industri agro di tahun Seperti yang disajikan dalam Tabel 29, pada tahun 1995 sebenarnya ada sektor industri agro yang masuk dalam kelompok sektor kunci yakni industri makanan, minuman dan tembakau karena memiliki nilai DP dan DK yang lebih besar dari satu, masing-masing sebesar dan Pada tahun 2000, sudah tidak ada lagi sektor industri agro yang menjadi sektor kunci bagi perekonomian negara Thailand, karena seluruh sektor industri agro mempunyai nilai DP dan DK yang lebih kecil dari satu. Sama seperti di Indonesia, semua sektor industri agro di Thailand sepertinya memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap sisi demand saja, yang diindikasikan dengan nilai DP yang lebih kecil dari satu, dan nilai DK lebih besar dari satu. Tidak seperti Indonesia dan Thailand, terlihat China selalu berhasil menempatkan sektor industri agro lebih banyak sebagai sektor kunci dalam perekonomiannya. Misalkan pada tahun 1995, ada tiga sektor industri agro yang telah menjadi sektor kunci, yakni: (1) Industri makanan, minuman dan tembakau

28 145 dengan nilai DP sebesar dan DK sebesar , (2) Industri tekstil, kulit dan produk ikutannya dengan nilai DP sebesar dan DK sebesar , dan terakhir (3) Industri pulp, kertas, dan percetakan dengan nilai DP sebesar dan DK sebesar Meski pada tahun 2000 terjadi pengurangan sektor industri agro yang menjadi sektor kunci, namun China masih dapat mempertahankan dua sektor industri agronya tetap menjadi sektor kunci, yakni industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, serta industri pulp, kertas dan percetakan. Sepertinya sudah merupakan suatu karakteristik tersendiri bahwa sektor industri agro itu mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap sisi demand. Sebagaimana yang terjadi di Indonesia dan Thailand, sektor industri agro di China pada umumnya juga memberi dampak paling besar dari sisi demand, situasi ini ditunjukkan dengan lebih tingginya nilai DK dari angka satu untuk seluruh sektor industri agro. Sementara untuk sebagian besar sektor industri agro mempunyai nilai DP yang kurang dari satu Struktur Permintaan Sektor Industri Agro Aktifitas permintaan dalam kerangka dasar I-O antar negara dapat dipilah menjadi dua bagian besar yakni permintaan input antara dan permintaan akhir, dimana masing-masing permintaan dapat dilihat lebih jauh berdasarkan asal negara tujuan dan sektoral. Permintaan akhir dapat dipecah menjadi empat kelompok sumber permintaan yang meliputi konsumsi rumahtangga, pengeluaran pemerintah, investasi (kapital dan perubahan stok kapital) dan ekspor. Pada pembahasan ini, analisis struktur permintaan antara atau intermediate input sektor industri agro Indonesia ditelusuri dari tiga negara yang menjadi

29 146 negara pembandingan dalam penelitian ini yakni Indonesia, Thailand dan China, sedangkan untuk struktur permintaan akhir, sumbernya hanya dilihat secara agregat tanpa membaginya kepada masing-masing negara. Meskipun sumbersumber permintaan akhir sebenarnya dapat diamati berdasarkan negara tujuan, namun hal itu tidak dilakukan karena pendalaman struktur permintaan lebih mengutamakan bagaimana peranan sektor industri agro Indonesia dalam menunjang kelangsungan produksi negara lain, khususnya negara Thailand dan China, sehingga pembagian sumber permintaan akhir menurut masing-masing negara tidak perlu dilakukan. Selengkapnya struktur permintaan input antara sektor industri agro di Indonesia pada tahun 1995 dan 2000 dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Permintaan Input Antara Industri Agro Indonesia Tahun 1995 dan Tahun 2000 Tahun Kode Sektor Domestik Thailand China Total Input US$ % US$ % US$ % US$ % Total Total keterangan: 008 : Makanan, minuman, dan tembakau 011 : Pulp, kertas, percetakan 009 : Tekstil, kulit, dan produk turunannya 014 : Produk karet

30 : Kayu dan produk olahannya US$ : dalam ribuan Tabel 28 tersebut dapat dibaca dengan dua cara, yakni: (1) dari sisi lajur baris yang menggambarkan penyebaran output suatu produk industri agro untuk memenuhi permintaan antara yang berasal dari negara Indonesia sendiri, Thailand dan China, dan (2) dari sisi lajur kolom yang menunjukkan komposisi permintaan antara berdasarkan output industri agro yang dihasilkan negara Indonesia untuk masing-masing negara tujuan. Jika kita perhatikan pada lajur baris, terlihat bahwa dari rata-rata total output sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995 sebesar US$ juta lebih banyak didistribusikan untuk memenuhi permintaan antara Indonesia sendiri, yakni sekitar 97.7 persen. Sedangkan sisanya sebesar 2.25 persen dipasarkan ke luar negeri untuk memenuhi permintaan antara negaranegara lain, yaitu di Thailand sebesar 0.38 persen dan China sebesar 1.87 persen. Pada tahun 2000, proporsinya berubah menjadi persen atau US$ juta untuk memenuhi permintaan antara negara Indonesia sendiri, 0.87 persen untuk permintaan antara negara Thailand dan 5.17 persen untuk China. Masih dalam lajur baris, jika diperhatikan pada tahun 1995 dan 2000 tampaknya tidak ada perubahan intensitas perdagangan output industri agro negara Indonesia ke Thailand dan China. Pada tahun 1995, distribusi output sektor industri agro Indonesia untuk memenuhi kebutuhan input antara di negara China lebih besar dibandingkan negara Thailand, yakni 1.87 persen berbanding 0.38 persen. Selanjutnya pada tahun 2000, posisinya tetap tidak berubah, negara China masih pengimpor output industri agro Indonesia lebih besar dibandingkan Thailand, yakni 5.17 persen berbanding 0.87 persen. Dalam dua periode tersebut terlihat juga ada peningkatan persentase jumlah komoditi industri agro Indonesia

31 148 yang dipasarkan ke Thailand dan China. Berdasarkan kondisi arus perdagangan seperti ini maka dapat dikatakan bahwa perdagangan bilateral komoditi industri agro Indonesia lebih kuat ke China dibanding ke Thailand. Terjadi peningkatan persentase permintaan antara di Thailand dan China tahun 2000 pada produk agribisnis Indonesia. Demikian juga nilai impor Thailand dan China pada produk industri agro Indonesia terus meningkat dari US$ juta dan US$ juta di tahun 1995 menjadi US$ juta dan US$ 1, juta di tahun Sektor industri di China tampak lebih banyak menggunakan output industri kayu dan olahan kayu, serta industri pulp, kertas dan percetakan dari Indonesia dibandingkan output sektor industri agro yang lain, baik itu pada tahun 1995 maupun tahun Hal ini dapat dilihat pada Tabel 28 dengan cara membaca lajur kolom. Pada tahun 1995, dari total output antara komoditi industri agro yang diminta China dari negara Indonesia sebesar US$ juta, sekitar persen merupakan produk industri kayu dan olahan kayu. Kemudian di tahun 2000 terjadi perubahan struktur permintaan antara di China atas komoditi industri agro Indonesia, yakni dari komoditi industri kayu dan olahan kayu beralih ke komoditi industri pulp, kertas dan percetakan. Pada Tabel 28 terlihat jelas komposisi ekspor industri agro Indonesia ke China pada tahun 2000 didominasi oleh produk industri pulp, kertas dan percetakan, yakni sekitar persen. Untuk Thailand sepertinya permintaan antara dari komoditi industri agro Indonesia yang berupa tekstil, kulit dan produk ikutannya selalu mendominasi preferensi permintaan input antara negara tersebut. Pada tahun 1995, kontribusi output industri tekstil, kulit dan produk ikutannya mencapai persen dari

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. 1. Sektor industri pengolahan memiliki peranan penting terhadap perekonomian Jawa Barat periode

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis perekonomian Provinsi Riau menggunakan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis perekonomian Provinsi Riau menggunakan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis perekonomian Provinsi Riau menggunakan Tabel Input Output Provinsi Riau tahun 2010 diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Provinsi

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN 7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan Peran strategis suatu sektor tidak hanya dilihat dari kontribusi terhadap pertumbuhan output, peningkatan

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang mempunyai tujuan antara lain untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya secara merata

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL 7.1. Neraca Pariwisata Jumlah penerimaan devisa melalui wisman maupun pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tergantung

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR 4.1. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami pertumbuhan yang signifikan. Data dari

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian. Tumpuan harapan yang diletakkan pada sektor industri dimaksudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan penting di dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di negaranegara sedang berkembang yang

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 VIX. KESIMPUL?LN DAN I MPLIKASI 7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 dalam kurun waktu 1971-1990 sangat berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan paling tinggi terjadi pada

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA OLEH MUHAMMAD MARDIANTO 07114042 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 71/11/Th. XIV, 1 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR OKTOBER HARGA GROSIR NAIK 0,20 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan Besar

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, adalah menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing produk Indonesia khususnya yang dihasilkan

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi luar negeri. Apalagi bila negara tersebut semakin terbuka, keterbukaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ukuran pasar dalam sektor industri tertentu mengindikasikan potensi pasar dan tingkat kompetisi dalam industri tersebut. Jika pertumbuhan ukuran

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Banyuwangi memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah di Jawa Timur baik dari sisi ekonomi maupun letak geografis. Dari sisi geografis, Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci