STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN"

Transkripsi

1 STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 013

2 ABSTRAK LAZUARDI RAMADHAN. Stabilitas Global Model Holling-Tanner Tipe II. Dibimbing oleh ALI KUSNANTO dan PAIAN SIANTURI. Mangsa pemangsa merupakan salah satu fenomena alam yang dipelajari untuk studi dampak keseimbangan alam yang diakibatkan oleh dua spesies yang berinteraksi. Oleh karena itu, dibuat beberapa model matematika untuk menggambarkan perkembangan populasi mangsa dan pemangsa. Salah satu model adalah model Holling-Tanner tipe II yang dibahas dalam karya ilmiah ini. Metode yang digunakan dalam pembahasan ini adalah analisis kestabilan titik tetap. Dalam karya ilmiah ini diperoleh dua titik tetap yaitu dan. Kestabilan adalah sadel sedangkan bergantung pada nilai parameter yang dipilih. Ada tiga kasus yang dianalisis untuk titik tetap. Pada salah satu kasus, diperoleh siklus limit dengan mengubah nilai salah satu parameter. Kata kunci: model Holling-Tanner tipe II, stabil global

3 ABSTRACT LAZUARDI RAMADHAN. Global Stability of Model of Holling-Tanner Type II. Supervised by ALI KUSNANTO and PAIAN SIANTURI. Phenomenon of prey predator is a natural phenomenon which is intended to study the impact of the natural balance caused by two interacting species. Therefore, mathematical models were developed to describe the dynamics of prey and predator populations. One of the models studied in this paper is the model of Holling-Tanner type II. The method used in this paper is the analysis of the stability of a fixed point. There are two fixed points obtained in this study i.e. and. The stability of is saddle while depends on the value of the selected parameter. There are three cases analyzed for the fixed point. For one of the cases, the limit cycle is obtained by changing the value of one parameter. Keywords: model of Holling-Tanner type II, global stability

4 STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 013

5 Judul Skripsi Nama NIM : Stabilitas Global Model Holling-Tanner Tipe II : Lazuardi Ramadhan : G Menyetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Drs. Ali Kusnanto, M.Si. NIP: Dr. Paian Sianturi NIP: Mengetahui: Ketua Departemen, Dr. Berlian Setiawaty, M.S. NIP: Tanggal Lulus:

6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan kasih sayang-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman Penyusunan karya ilmiah ini juga tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga tercinta: Bapak dan Mamah yang senantiasa mencurahkan nasehat, doa serta kasih sayangnya. Untuk ketiga adikku Wilda Fauziannisa, Devi Imanillah Haqiqi, dan Citra Mustika Fazrin yang telah menjadi spirit,. Drs. Ali Kusnanto, M.Si. selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam membimbing, memberi motivasi, semangat dan doa, 3. Dr. Paian Sianturi selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan ilmu, kritik dan saran, motivasi serta doanya, 4. Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu, saran dan doanya, 5. Semua dosen Departemen Matematika, terima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan, 6. Staf Departemen Matematika: Ibu Susi, Bapak Yono, Ibu Ade, Alm. Bapak Bono, Mas Deni, dan Mas Hery atas semangat dan doanya, 7. Teman-teman satu bimbingan: angkatan 44 (Fajar, Sri, dan Rachma) dan angkatan 45 (Fikri, Ade, James dan Dewi). 8. Teman-teman mahasiswa Matematika angkatan 44: Aswin, Eka, Ali, Pandi, Imam, Aqil, Ihsan, Fajar, Ropi, Denda, Abe, Dian, Wahyu, Ruhiyat, Yogie, Lugi, Olih, Saepur, Hendro, Saepul, Tendi, Yanti, Ririh, Indin, Ndep, Wewe, Istiti, Ayum, Yuyun, Deva, Lilis, Sri, Rachma, Mutia, Ayung, Della, Tyas, Ima, Dora, Ucu, dan teman-teman yang lainnya. 9. Teman-teman mahasiswa Matematika angkatan 45: Hafiz, Fikri, Heru, Herlan, Arbi, Izzudin, Putri, Yunda, Risca, Mia, Fitryah, Finata, Prama, Chastro, Fuka, Ade, Tiwi, Irwan, Bram, Rian, dan teman-teman lainnya, 10. Teman-teman Matematika angkatan 4, 43, 46 dan 47, 11. Sahabat Gumatika, Pamacik (Persatuan Mahasiswa Cikarang) dan Alpatture. 1. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya. Bogor, Februari 013 Lazuardi Ramadhan

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 9 April 1989 dari Bapak Suganda dan Ibu Sumiati. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara, tahun 001 penulis lulus dari SD Negeri Sukaraya 03, tahun 004 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Cikarang Utara, tahun 007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cikarang Utara. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Tingkat Persiapan Bersama. Pada tahun 009, penulis memilih mayor Matematika pada Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi pengajar les privat mata kuliah Pengantar Matematika dan Kalkulus tahun akademik Tahun dan penulis mendapatkan beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dari Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan di kampus, seperti organisasi himpunan profesi Departemen Matematika yang dikenal dengan GUMATIKA (Gugus Mahasiswa Matematika) sebagai Staf Divisi Kesekretariatan tahun dan pada tahun menjadi staf Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM). Penulis pernah menjadi panitia Masa Perkenalan Departemen untuk angkatan atau angkatan Penulis juga pernah menjadi panitia Pesta Sains tahun 008 dan panitia di berbagai acara kemahasiswaan lainnya.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... ix I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Sistematika Penulisan... 1 II LANDASAN TEORI....1 Sistem Persamaan Diferensial.... Titik Tetap....3 Pelinearan....4 Vektor Eigen dan Nilai Eigen....5 Analisis Kestabilan Titik Tetap....6 Limit Cycle Bifurkasi Hopf... 3 III PEMODELAN Respon Fungsional Model Holling-Tanner Model Holling-Tanner tipe I Model Holling-Tanner tipe II Model Holling-Tanner tipe III Penondimensionalan Model... 4 IV PEMBAHASAN Penentuan dan Analisis Kestabilan Titik Tetap Stabilitas Global dan Bifurkasi Hopf Dinamika Populasi Mangsa-Pemangsa Model Holling-Tanner Tipe II Kasus K Kasus K Kasus K SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ilustrasi (a) H 1 dan (b) H... 5 Limit cycle Dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang (a) tinggi dan (b) rendah pada K Bidang fase (a) untuk Gambar 3a dan (b) untuk Gambar 3b Dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang (a) tinggi dan (b) rendah pada K Bidang fase (a) Gambar 5a dan (b) Gambar 5b Dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan perubahan tingkat predasi yang signifikan pada K3, di mana (a) 0 < β < β 1, (b) β 1 < β < β, dan (c) β > β Bidang fase untuk (a) Gambar 7a, (b) Gambar 7b, dan (c) Gambar 7c Limit cycle Dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan waktu pencarian singkat dan tingkat predasi yang rendah Bidang fase untuk Gambar DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Penondimensionalan model Penentuan titik tetap Penentuan jenis kestabilan titik tetap Bukti persamaan (4.5)... 5 Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang tinggi pada K1 (Gambar 3a) Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang rendah pada K1 (Gambar 3b) Program penggambaran bidang fase pada K Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang tinggi pada K (Gambar 5a) Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang rendah pada K (Gambar 5b) Program penggambaran bidang fase pada K Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan perubahan tingkat predasi yang signifikan pada K3 di mana (Gambar 7a) Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan perubahan tingkat predasi yang signifikan pada K3 di mana (Gambar 7b) Program penggambaran dinamika populasi mangsa - pemangsa dengan perubahan tingkat predasi yang signifikan pada K3 di mana (Gambar 7c) Program penggambaran dinamika populasi mangsa - pemangsa pada K3 di mana bernilai besar (Gambar 10) Program penggambaran bidang fase pada K3 untuk Program penggambaran bidang fase pada K3 untuk Program penggambaran bidang fase pada K3 untuk Program penggambaran bidang fase pada K3 untuk Program penggambaran limit cycle pada K Pembuktian Teorema ix

10 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Predator atau pemangsa merupakan suatu organisme yang mencari, memburu, dan memakan organisme lain. Sedangkan mangsa adalah organisme yang diburu dan dimakan oleh pemangsa. Interaksi antara mangsa dan pemangsa merupakan kejadian berulang yang terjadi secara terus-menerus dan kehadiran keduanya dapat saling mempengaruhi populasi satu sama lain. Kehadiran pemangsa merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi populasi mangsa. Populasi mangsa berkurang sebanding dengan jumlah konsumsi per satu pemangsa pada lingkungan tersebut. Andaikan setiap pemangsa hanya memiliki satu jenis mangsa, maka konsumsi yang berlebih akan mengakibatkan jumlah mangsa dapat berkurang dengan cepat yang di kemudian hari akan mendorong keduanya kepada kepunahan. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan mangsa diharapkan lebih besar dari pada tingkat pertumbuhan pemangsa. Sehingga, konsumsi pemangsa akan terus terpenuhi oleh populasi mangsa yang jauh lebih banyak. Oleh karena itu, mangsa-pemangsa menjadi salah satu fenomena alam yang patut dipelajari, bukan hanya untuk upaya pelestarian organisme tersebut tetapi juga dampak keseimbangan alam yang diakibatkan oleh populasi keduanya di masa yang datang. Alfred Lotka (195) dan Volterra Vito (197) dalam Beals et al. (1999) mengembangkan sepasang persamaan diferensial yang menggambarkan fenomena mangsa-pemangsa untuk pertama kali. Sepasang persamaan diferensial yang dikenal sebagai model Lotka-Volterra. Dalam model Lotka-Volterra dibuat beberapa asumsi yaitu 1 Populasi mangsa tumbuh secara eksponensial saat ketidakhadiran predator, Populasi pemangsa akan kelaparan tanpa adanya populasi mangsa, 3 Predator dapat mengkonsumsi jumlah tak terbatas mangsa, dan 4 Tidak ada kompleksitas lingkungan. Selanjutnya, Beals et al. (1999) menyatakan bahwa salah satu kekurangan dari model Lotka-Volterra adalah ketergantungan pada asumsi yang tidak realistis. Pendapat senada juga disampaikan oleh Gasull et al. (1997) bahwa model Lotka- Volterra sangat tidak realistis karena populasi mangsa dapat tumbuh tanpa batas banyaknya saat ketidakhadiran pemangsa. Setelah itu, mulai berkembang beberapa model yang merupakan modifikasi dari model Lotka-Volterra tersebut, yaitu model Holling-Tanner. Gasull et al. (1997) mengungkapkan bahwa model Holling- Tanner memberikan gambaran adanya kompetisi yang terjadi di antara para mangsa saat kepadatan yang tinggi. Pada saat kepadatan yang tinggi, para mangsa akan bersaing untuk mendapatkan sumber daya mereka. Dalam tulisan ini, penulis merekonstruksi ulang model Holling-Tanner yang dijelaskan oleh Gasull et al. (1997). Dalam model Holling-Tanner ini digunakan respon fungsional yang tidak hanya monoton naik tetapi juga solusi yang terbatas. Dalam karya ilmiah ini, model tersebut disebut sebagai model Holling-Tanner tipe II. 1. Tujuan Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1 Merekonstruksi model Holling-Tanner tipe II, Menganalisis perilaku dinamik yang terjadi pada model Holling-Tanner tipe II, 3 Memeriksa kestabilan global pada model Holling-Tanner tipe II, dan 4 Menunjukkan terjadinya bifurkasi Hopf pada model Holling-Tanner tipe II. 1.3 Sistematika Penulisan Pada bab pertama dijelaskan latar belakang, tujuan, dan sistematika dari penulisan karya ilmiah ini. Bab dua berisikan landasan teori yang menjadi konsep dasar dalam penyusunan pembahasan. Pada bab tiga dibahas model Holling-Tanner, kemudian bab empat dibahas pencarian titik tetap pada model Holling-Tanner dan analisis kestabilan titik tetapnya. Dilanjutkan dengan analisis bifurkasi yang terjadi pada model tersebut. Simpulan karya ilmiah ini akan dibahas pada bab lima.

11 II LANDASAN TEORI.1 Sistem Persamaan Diferensial dalam bentuk matriks Suatu sistem persamaan diferensial orde 1 dinyatakan sebagai berikut. (.1) dengan dan adalah fungsi dari waktu t. Jika adalah suatu fungsi matriks A berukuran n n dengan koefisien konstan dan dinyatakan sebagai vektor konstan b, maka akan diperoleh bentuk-bentuk sistem persamaan diferensial linear sebagai berikut. Titik Tetap, x(0)=x 0 (.) (Farlow 1994) Misalkan diberikan persamaan diferensial sebagai berikut (.3) Titik disebut titik tetap jika memenuhi. Titik tetap disebut juga titik kritis atau titik kesetimbangan. (Tu 1994).3 Pelinearan Diketahui (.4) Dan misalkan adalah titik tetap (.4). Maka dan. Misalkan, dan, sehingga didapatkan Matriks disebut matriks Jacobi pada titik tetap. Karena, maka dapat diabaikan, sehingga didapatkan persamaan linear.4 Vektor Eigen dan Nilai Eigen (.5) (Strogatz 1994) Misalkan A matriks berukuran n n, maka suatu vektor tak nol di R n disebut vektor eigen dari A jika untuk suatu skalar λ yang disebut nilai eigen dari A berlaku Ax = λx. (.6) Vektor x disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ. Untuk mencari nilai eigen dari matriks yang berukuran n n maka persamaan (.6) dapat dituliskan kembali sebagai berikut (A λi) x = 0 (.7) dengan I adalah matriks identitas. Persamaan (.7) mempunyai solusi tak nol jika dan hanya jika det (A λi) = A λi = 0. (.8) Persamaan (.8) disebut persamaan karakteristik dari matriks A. (Anton 1995).5 Analisis Kestabilan Titik Tetap Misalkan diberikan matriks A berukuran dengan

12 3 persamaan karakteristik matriks A tersebut dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan. Sehingga diperoleh persamaan dengan: 0 Nilai eigen dari matriks A adalah 4 1, (.9) Untuk Δ < 0 Kedua nilai eigen mempunyai akar real yang berbeda tanda, maka titik tetap bersifat titik pelana (saddle point). Untuk Δ > 0. o Jika τ > 0 maka titik tetap menjadi simpul tidak stabil. o Jika τ < 0 maka titik tetap menjadi simpul stabil. o Jika τ > 0 maka titik tetap menjadi spiral tidak stabil. o Jika τ < 0 maka titik tetap menjadi spiral stabil. o Jika τ = 0 maka titik tetap menjadi center. kurva adalah garis batas antara simpul dengan spiral. Star nodes dan degenerate nodes yang terletak pada kurva ini. Jika kedua nilai eigen bernilai negatif maka titik tetap tersebut bersifat simpul sejati. Untuk Δ = 0 Dikarenakan salah satu nilai eigen bernilai nol titik tersebut disebut sebagai titik tetap tak terisolasi. (Strogatz 1994)..6 Limit Cycle Limit cycle adalah orbit tertutup yang terisolasi. Terisolasi artinya bahwa orbit di sekelilingnya menuju atau menjauhi siklus limit. (Strogatz 1994).7 Bifurkasi Hopf Bifurkasi Hopf adalah kemunculan siklus batas (limit cycle) dari kesetimbangan dalam sistem dinamis yang dihasilkan oleh persamaan diferensial biasa, saat kesetimbangan mengalami perubahan stabilitas yang melalui sepasang nilai eigen murni imajiner. Bifurkasi dapat bersifat superkritis atau subkritis yang mengakibatkan limit cycle menjadi stabil atau tidak stabil. Misalkan: = f (x,a), x R n (.10) adalah sistem persamaan diferensial mandiri orde- yang tergantung pada parameter a R. Diasumsikan bahwa matriks Jacobi A(a) = f x (x 0 (a),a) memiliki sepasang nilai eigen kompleks λ 1, (a) = μ(α) ± iω(α) (.11) yang menjadi imajiner murni saat a = 0, yaitu μ (0) = 0 dan ω(0) = ω 0 > 0. Kemudian, ketika a melewati a = 0 stabilitas kesetimbangan berubah. (Yuri 006)

13 4 III PEMODELAN 3.1 Respon Fungsional Model Holling- Tanner Model yang dianalisis dalam karya ilmiah ini adalah sebuah model dinamika mangsapemangsa yang diperkenalkan oleh Holling dan Tanner sebagai berikut, dan.,, (3.1) Pada model (3.1), populasi mangsa dinyatakan sebagai x dan populasi pemangsa dinyatakan sebagai y. Hsu & Hwang 1999 mengasumsikan bahwa populasi mangsa tumbuh secara logistik dengan daya dukung (K) dan laju pertumbuhan intrinsik (r). Banyaknya mangsa yang dikonsumsi oleh pemangsa dinyatakan sebagai respon fungsional p(x) di mana pemangsa tumbuh secara logistik dengan laju pertumbuhan intrinsik (s) serta daya dukung yang bergantung pada populasi mangsa, yaitu dengan h menyatakan jumlah mangsa yang dibutuhkan oleh pemangsa. Model Holling-Tanner terbagi menjadi tiga tipe respon fungsional seperti berikut: Model Holling-Tanner tipe I,, (3.) dengan respon fungsional, di mana m adalah tingkat maksimum predasi yang dilakukan pemangsa. Tipe respon fungsional ini sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi mangsa, dengan semakin banyak populasi mangsa maka semakin banyak mangsa yang akan dimangsa oleh pemangsa Model Holling-Tanner tipe II, Respon fungsional pada model (3.3) dinyatakan dengan, dengan A merupakan parameter yang sebanding dengan waktu yang dibutuhkan pemangsa untuk menemukan mangsa, ini nampak lebih realistis. Faktor waktu tersebut secara tidak langsung mempengaruhi jumlah yang dimangsa. Semakin singkat waktu pencarian mengindikasikan mudahnya pemangsa mendapatkan mangsa Model Holling-Tanner tipe III. (3.4) Respon fungsional yang digunakan adalah yang lebih rumit dibandingkan dengan tipe-. (Hsu & Huang 1995) 3. Penondimensionalan Model Di antara ketiga tipe model Holling- Tanner, analisis dibatasi pada model Holling- Tanner tipe II (3.3) yang lebih realistis dibandingkan dengan tipe-1, sedangkan tipe- 3 nampak lebih rumit dari keduanya. Model Holling-Tanner tipe II dengan banyak parameter ditransformasikan ke bentuk yang lebih sederhana dengan cara penondimensionalan model. Pada model (3.3) didefinisikan,,,,, dan (lihat Lampiran 1). Diperoleh:,. (3.5) Model (3.5) merupakan hasil penondimensionalan model (3.3) yang dimisalkan kembali dan untuk kemudahan proses analisis.,. (3.3)

14 5 IV PEMBAHASAN 4.1 Penentuan dan Analisis Kestabilan Titik Tetap Titik tetap persamaan (3.5) didapat dari dan, sehingga menurut persamaan tersebut diperoleh titik tetap, yaitu dan (4.) dengan dan. Terdapat dua hipotesis untuk g(x) dan p(x), ditulis H 1 dan H, yakni: (H 1 ) g(1) = 0 dan g (x) < 0 untuk (H ) p(0) = 0, p(x) > 0 untuk dapat dilihat pada Lampiran. Masingmasing titik tetap disubstitusikan ke dalam matriks Jacobi persamaan (3.5) agar diperoleh nilai eigen ( ). Matriks Jacobi dari persamaan (3.5) adalah sebagai berikut: y xy x 1 x a x ( a x) a x J. (4.1) y y x x Kestabilan titik tetap dapat dilihat dari nilai eigen yang dihasilkan oleh matriks Jacobi (4.1) yang dievaluasi pada titik tetap tersebut. Selanjutnya, kestabilan di sekitar titik tetap diperiksa, dimulai dari titik tetap yang pertama. Titik tetap disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi (4.1), sehingga dihasilkan matriks 1 1 J(1,0) a 1. Diperoleh dua nilai 0 eigen yang bernilai positif dari, yaitu dan dengan. Selanjutnya, nilai determinan (Δ) dan teras ( ) dicari dari nilai eigen tersebut. Determinan (Δ) merupakan hasil perkalian dari dua nilai eigen ( ) sedangkan teras adalah hasil penjumlahannya ( ). Nilai yang diperoleh adalah dan. Jadi, jenis kestabilan di sekitar titik tetap adalah titik sadel. Sedangkan titik tetap yang ke dua bergantung pada nilai parameter, sehingga terlebih dahulu ditentukan nilai parameter tersebut. Titik merupakan ekuilibrium persamaan (3.5) di mana dan dengan persamaan (3.5) yang disederhanakan menjadi persamaan bentuk umumnya seperti berikut:, g(x) 1 x 1 (a) (b) Gambar 1 Ilustrasi (a) H 1 dan (b) H. Teorema 4.1 Misalkan H 1 dan H terjadi. Solusi dari persamaan (4.) adalah positif dan terbatas yaitu terdapat T 0 sehingga x(t) < 1, y(t) < δ/β untuk. Bukti: Andaikan untuk setiap T 0 solusi tidak terbatas atau x(t) 1 maka p(0) = 0 tidak terjadi sehingga H 1 berlaku tetapi H tidak. Sedangkan jika y(t) δ/β maka solusi menjadi tidak terbatas. Jadi, solusi sistem terbatas pada x(t) < 1 dan y(t) < δ/β. Sehingga solusi yang memenuhi titik adalah dan, di mana. (4.3) Sistem (4.) memiliki titik ekuilibrium dengan matriks Jacobi J E Dimisalkan p(x) p( x*) h'( x*) p( x*) ( *). (4.4), sehingga diperoleh persamaan karakteristik nilai eigen seperti berikut, p( x*) h'( x*) p( x*) h'( x*) 0. Diasumsikan bahwa persamaan karakteristik nilai eigen di atas setara dengan x

15 6 Diketahui bahwa dan (4.5) positif. Sehingga pada kondisi K juga diperoleh Q>0. Sedangkan pada K3 terdapat tiga selang nilai dengan dua selang di antaranya bernilai Q>0 dan yang lainnya Q<0. Pada K3 dimisalkan persamaan (4.10) setara dengan dengan (4.6) dengan h(x) = (1 - x)(a + x) diperoleh dan, (4.7) sehingga diketahui bahwa Δ > 0 (lihat Lampiran 4). Dengan ini, kedua nilai eigen bernilai sama negatif ataukah positif. Sedangkan nilai eigen diperoleh dengan cara. (4.8) Berdasarkan (4.8), kestabilan titik tetap yang ke dua bergantung pada nilai P dan D, dengan. Jika P > 0 maka titik tetap yang ke dua menjadi stabil dan menjadi tidak stabil jika P < 0. Kemudian, jika D > 0 titik tetap bersifat simpul dan jika D < 0 titik tetap bersifat spiral. Dengan itu, terlebih dahulu diperiksa kondisi dari P dari persamaan (4.5) yang setara dengan di mana (4.9). (4.10) Persamaan (4.9) merupakan hasil substitusi ke dalam persamaan (4.5). Dikarenakan sehingga kondisi P setara dengan kondisi dari Q (lihat Lampiran 4). Berdasarkan persamaan (4.10) maka analisis kestabilan titik tetap yang ke dua terlebih dahulu harus dilihat dari beberapa kasus berikut: (K1) (K) dan, dan (K3) dan. Pada kasus K1 diperoleh Q > 0 untuk setiap. Pada K terdapat syarat perlu dan cukup bagi sifat definit positif suatu persamaan orde dua. Berlakunya sifat definit positif menunjukkan bahwa setiap daerah hasil dari suatu persamaan orde dua bernilai untuk 0 < θ 1 < θ < 1 sehingga terdapat tiga selang nilai x yang menjadi subkasus pada K3 seperti berikut: (SK1), (SK), dan (SK3). Pada SK1 dan SK3 diperoleh Q>0 sedangkan SK diperoleh Q<0. Sehingga pada SK1 dan SK3 dihasilkan kondisi P>0 sedangkan pada SK dihasilkan kondisi P<0. Pada model (3.5) kondisi dan dan dipenuhi oleh (4.11) (4.1) sehingga dari persamaan (4.1) dan (4.11) diperoleh. (4.13) Berdasarkan (4.13) kondisi SK1, SK, dan SK3 masing-masing dapat direpresentasikan melalui paramater β seperti berikut:, (4.14), dan (4.15) (4.16) dengan untuk. Jadi, dinyatakan bahwa titik tetap yang ke dua bersifat stabil pada kondisi (4.14) dan (4.16), sedangkan pada kondisi (4.15) titik tetap yang ke dua bersifat tidak stabil seperti yang diuraikan oleh Hsu dan Huang (1995). Setelah kondisi P diketahui, kemudian diperiksa kondisi dari D agar dapat ditentukan jenis kestabilan titik tetap yang ke dua, dengan sehingga

16 7 (4.18) Dipilih, sehingga (4.17) R S dapat ditulis dengan D = R + S, dengan ; Diketahui bahwa dan, Persamaan (4.18) dinyatakan bahwa S > 0 jika dan hanya jika atau, sedangkan S < 0 jika dan hanya jika atau. Pada kondisi atau dihasilkan R < S dikarenakan atau. sehingga pada kondisi diperoleh D > 0 sedangkan pada kondisi atau diperoleh D < 0. Setelah kondisi P dan D diketahui maka kestabilan titik tetap yang ke dua dapat diklasifikasikan seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis kestabilan titik tetap Kondisi Q Subkasus T 1 (x,y) P D T (x,y) K1 Q>0 K dan Q>0 K3 dan Sadel D<0 P>0 Sadel D>0 Sadel D<0 P>0 Sadel D>0 Q>0 Sadel P>0 D<0 Q<0 Sadel P<0 D<0 Q>0 Sadel P>0 D<0 Q>0 Sadel P>0 D>0 Spiral stabil Simpul stabil Spiral stabil Simpul stabil Spiral stabil Spiral tidak stabil Spiral stabil Simpul stabil Pada Tabel 1 diklasifikasikan jenis kestabilan titik tetap yang ke dua berdasarkan kondisi atau kasus yang diperoleh. Kasus tersebut merupakan interpretasi dari waktu pencarian untuk pemangsaan. Pada kondisi K1 diambil waktu pencarian yang lebih lama dari pada K dan juga K3. Pada K1 dan K masing-masing terbagi menjadi dua subkondisi, yaitu dengan tingkat predasi yang tinggi dan rendah. Diketahui bahwa pada K1 dan K titik tetap yang ke dua merupakan titik tetap stabil di mana pada subkondisi tingkat predasi yang tinggi ( ) titik tetap tersebut bersifat spiral stabil, sedangkan pada tingkat predasi yang rendah ( ) titik tetap yang ke dua bersifat simpul stabil. Pada K3, perilaku dinamika populasi mangsapemangsa dilihat berdasarkan perubahan tingkat predasi yang kecil (signifikan) dan besar. Saat perubahan tingkat predasi yang kecil titik tetap yang ke dua mengalami perubahan kestabilan, di mana pada saat itu tingkat predasi yang terjadi adalah cukup tinggi. Perubahan tersebut adalah seperti pada

17 8 saat kondisi 0 < β < β 1 titik tetap yang ke dua bersifat spiral stabil kemudian bersifat spiral tak stabil pada kondisi β 1 < β < β dan berubah kembali pada kondisi β < β menjadi bentuk spiral stabil. Sedangkan pada saat perubahan β menjadi sangat besar sifat kestabilan titik tetap yang ke dua berubah menjadi simpul stabil. 4. Stabilitas Global dan Bifurkasi Hopf Berdasarkan kondisi P kestabilan titik tetap yang ke dua dipengaruhi oleh tiga kasus di bawah ini: (K1) (K) dan, dan (K3) dan. Pada K1 dan K akan terjadi kestabilan secara global berdasarkan Teorema 4.. Teorema 4.. (i) Misalkan K1 atau K berlaku, maka ekuilibrium adalah stabil asimtot global di dalam kuadran pertama, (ii) Misalkan K3 dan SK1 berlaku, maka kesimpulan dari (i) berlaku. Bukti (i) dan (ii) terdapat pada global stability for class of predator-prey systems (Hsu & Huang 1995) (lihat Lampiran 0). Teorema 4.1 menyatakan bahwa solusi sistem terbatas sehingga pada kondisi tersebut sistem mengalami kestabilan global asimtotik. Sehingga pada kondisi ini populasi mangsapemangsa akan stabil menuju ke suatu nilai. Diketahui bahwa nilai eigen sistem adalah sebagai berikut dengan persamaan (4.5) dan (4.6). Pada kasus K1 dan K diperoleh sehingga kedua nilai eigen bernilai negatif yang diindikasikan sistem menjadi stabil. Sedangkan pada kasus K3 dihasilkan tiga subkasus, seperti berikut:, (4.14), dan (4.15) (4.16) di mana pada (4.14) dan (4.16) nilai P bernilai positif, sehingga pada kedua subkasus tersebut diperoleh titik tetap stabil. Sedangkan pada (4.15) titik tetap yang ke dua merupakan titik tetap tidak stabil. Fenomena perubahan kestabilan yang terjadi di sekitar β 1 dan β pada K3, yaitu saat P = 0, dihasilkan nilai eigen yang bernilai imajiner murni. Nilai eigen yang bernilai imajiner murni berakibat sifat kestabilan berubah menjadi center. Dalam kasus ini fenomena perubahan kestabilan tersebut dikenal sebagai bifurkasi Hopf. Bifurkasi Hopf terjadi ketika titik tetap yang semula memiliki kestabilan spiral stabil menjadi spiral tidak stabil atau sebaliknya dan terdapat limit cycle di dalamnya, di mana perubahan kestabilan tersebut terjadi pada (K3). Pada saat kondisi 0 < β < β 1 titik tetap yang ke dua merupakan spiral stabil kemudian berubah menjadi spiral tak stabil pada kondisi β 1 < β < β dan berubah kembali pada kondisi β < β menjadi spiral stabil. Gambar Limit cycle. Limit cycle diperkirakan terjadi pada kondisi SK3. Gasull et al. (1997) menyatakan bahwa pada kondisi yang direpresentasikan menjadi β 1 < β < β. adalah pusat tidak stabil. Teorema 4.1 digunakan untuk menarik kesimpulan adanya limit cycle pada kasus ini (lihat Gambar ). 4.3 Dinamika Populasi Mangsa-Pemangsa Model Holling-Tanner Tipe II Dinamika populasi mangsa-pemangsa dapat ditunjukkan melalui kurva yang menggambarkan populasi mangsa dan pemangsa pada kurun waktu tertentu. Dengan ini, masing-masing variabel dan parameter membutuhkan suatu nilai awal untuk proses komputasi. Diasumsikan bahwa laju pertumbuhan intrinsik dari mangsa (r) dan pemangsa (s) adalah tetap dengan daya dukung bagi mangsa adalah K.

18 9 Pada saat penondimensionalan model, diketahui bahwa dengan sebanding dengan lamanya waktu pencarian oleh pemangsa (A). Sedangkan secara tidak langsung menyatakan tingkat predasi, dengan s menyatakan laju pertumbuhan intrinsik pemangsa, h adalah jumlah mangsa yang dibutuhkan oleh satu pemangsa, dan m adalah predasi maksimal yang dapat dilakukan oleh pemangsa. Sehingga tingginya tingkat predasi terhadap mangsa direpresentasikan dengan kecilnya nilai dari parameter. Jadi, pada proses simulasi diperlihatkan pengaruh lamanya waktu pencarian dan tingkat predasi yang masing-masing direpresentasikan oleh a dan untuk penggambaran dinamika populasi mangsa-pemangsa. subkasus ini adalah ( , ) dengan matriks Jacobi diperoleh nilai eigen I dan I, karena kedua nilai eigen merupakan bilangan kompleks yang bernilai negatif juga nilai β < p(x*), dengan p(x*) = 0.06 sehingga jenis kestabilan titik tetap ( , ) adalah spiral stabil (Gambar 4a). Pada subkasus yang ke dua diperlihatkan pengaruh tingkat predasi yang rendah dengan. Titik tetap pada subkasus ini adalah ( ,0.1538) dengan matriks Jacobi Kasus K1 Pada kasus pertama, pemangsa dihadapkan pada waktu pencarian yang lama dengan kondisi parameter adalah a + δ > 1. Nilai parameter yang diambil adalah 0.15 dan 0.99 serta nilai awal yaitu 0.1 dan 0.1 masing-masing per satuan populasi. Pada subkasus yang pertama diperlihatkan pengaruh tingkat predasi yang tinggi dengan. Titik tetap pada Diperoleh nilai eigen dan , karena kedua nilai eigen bernilai real negatif juga β > p(x*), di mana p(x*) = 0.48 sehingga jenis kestabilan titik tetap ( ,0.1538) adalah simpul stabil (Gambar 4b).. Keterangan: : Mangsa : Pemangsa (a) (b) Gambar 3 Dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang (a) tinggi dan (b) rendah pada K1. Gambar 3a memperlihatkan bahwa di awal waktu populasi mangsa mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan populasi pemangsa. Pertumbuhan populasi mangsa yang cepat akan menyuplai kebutuhan konsumsi pemangsa dengan segera. Selanjutnya, populasi mangsa menyusut drastis ketika

19 10 populasi pemangsa mulai berkembang yang kemudian mengalami proses osilasi sebelum kedua populasi tersebut stabil menuju ke suatu nilai. Gambar 3b juga memperlihatkan bahwa di awal waktu populasi mangsa akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan populasi pemangsa. Perbedaannya adalah perbandingan antara populasi mangsa dan pemangsa, di mana pada Gambar 3a diperlihatkan populasi pemangsa lebih banyak dari pada populasi mangsa, sedangkan pada Gambar 3b diperlihatkan bahwa populasi pemangsa tidak pernah melebihi populasi mangsa. Berdasarkan persamaan (4.3), diketahui bahwa perbandingan antara parameter terhadap parameter δ adalah setara dengan perbandingan populasi mangsa terhadap populasi pemangsa saat ekuilibrium. Jadi, ketika tingkat predasi yang tinggi melebihi rasio laju pertumbuhan pemangsa terhadap mangsa, populasi mangsa menjadi lebih sedikit dikarenakan populasi mangsa berkurang dengan drastis seiring bertambahnya populasi pemangsa yang memiliki tingkat predasi yang tinggi. Sebaliknya, populasi pemangsa menjadi lebih sedikit di saat tingkat predasi yang rendah dan dengan waktu pencarian yang lama sehingga populasi mangsa terus bertambah banyak dengan sumber daya yang terbatas. (a) (b) Gambar 4 Bidang fase (a) untuk Gambar 3a dan (b) untuk Gambar 3b. Pada Gambar 4 diberikan ilustrasi bidang solusi di sekitar titik tetap di mana pada kedua subkasus tersebut kedua populasi stabil menuju suatu nilai. Pada bagian (a) diperlihatkan bahwa jenis kestabilan titik tetap pada kondisi tingkat predasi yang tinggi adalah spiral stabil. Sedangkan pada kondisi tingkat predasi yang rendah adalah simpul stabil. Perubahan nilai parameter β yang menjadi besar menyebabkan perubahan jenis kestabilan titik tetap dari jenis spiral stabil menjadi simpul stabil Kasus K Pada kasus yang ke dua ini pemangsa dihadapkan dengan waktu pencarian yang lebih singkat dibandingkan waktu pencarian pada kasus pertama di mana kondisi parameter a + δ < 1 dan (1 - a - δ) - 8aδ < 0 dengan nilai parameter 0.15 dan 0.3 serta nilai awal yaitu dan masing-masing per satuan populasi. Sama seperti pada kasus yang pertama, pada subkasus ini juga diperlihatkan pengaruh tingkat predasi yang tinggi dengan. Titik tetap pada subkasus ini adalah (0.009,0.314) dengan matriks Jacobi J(E 3 ) = Diperoleh nilai eigen I dan I, karena kedua nilai eigen merupakan bilangan kompleks dan negatif juga β < p(x*), dengan p(x*) = sehingga jenis kestabilan titik tetap (0.009,0.314) adalah spiral stabil (Gambar 6a). Pada subkasus yang ke dua diperlihatkan pengaruh tingkat predasi yang rendah dengan

20 11. Titik tetap pada subkasus ini adalah (0.876,0.146) dengan matriks Jacobi J(E 4 ) = Diperoleh nilai eigen dan, karena kedua nilai eigen bernilai real dan negatif juga β > p(x*) = 0.74 sehingga jenis kestabilan titik tetap (0.876,0.146) adalah simpul stabil (Gambar 6b). Keterangan: : Mangsa : Pemangsa (a) (b) Gambar 5 Dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang (a) tinggi dan (b) rendah pada K. (a) (b) Gambar 6 Bidang fase (a) Gambar 5a dan (b) Gambar 5b. Seperti pada kasus sebelumnya, pada Gambar 5 ditunjukkan bahwa kedua populasi pada kasus ini juga mencapai kestabilannya masing-masing. Mula-mula populasi mangsa meningkat dengan sangat cepat dengan tujuan agar segera dapat menyuplai kebutuhan konsumsi pemangsa. Pada kondisi tingkat predasi yang tinggi, populasi pemangsa menjadi lebih banyak dibandingkan populasi mangsa sedangkan dengan tingkat predasi yang rendah populasi pemangsa jauh lebih sedikit dari pada populasi mangsa. Pada kondisi dengan tingkat predasi yang rendah dinamika populasi mangsa dan pemangsa tidak mengalami proses osilasi. Adanya osilasi diduga karena terjadinya interaksi yang ekstrem antara mangsa dan pemangsa pada kurun waktu yang singkat. Populasi mangsa yang memiliki laju pertumbuhan yang lebih besar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi pemangsa dengan segera. Sehingga diduga penyebab terjadinya osilasi adalah tingkat predasi maksimum (m) yang cukup tinggi dan waktu pencarian yang lebih singkat.

21 1 Pada Gambar 6 diberikan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap di mana pada kedua subkasus tersebut kedua populasi stabil menuju suatu nilai. Pada bagian (a) diperlihatkan bahwa jenis kestabilan titik tetap pada kondisi tingkat predasi yang tinggi adalah spiral stabil. Sedangkan pada kondisi tingkat predasi yang rendah adalah simpul stabil seperti ditunjukkan pada Gambar 6(b) Kasus K3 Pada proses penggambaran kasus yang ke tiga ini, pemangsa dihadapkan dengan waktu pencarian yang jauh lebih singkat dengan perubahan tingkat predasi yang signifikan, dengan kondisi a + δ < 1 dan (1 - a - δ) - 8aδ > 0 dimana a = 0.5 dan δ = 0.15 serta nilai awal yaitu x(0) = 0.1 dan y(0) = 0.1 masingmasing per satuan populasi. Tingkat predasi nilai parameter β disesuaikan berdasarkan kondisi, β = 0.03 untuk 0 < β < β 1 dan β = 0.1 untuk β > β, dan β = 0.06 untuk β 1 < β < β di mana θ 1 = , θ = 0.114, β 1 = dan β = Hasil komputasi dapat dilihat pada Gambar 7. Pada subkasus 0 < β < β 1 didapatkan titik tetap E 5 ( , ). Didapatkan matriks Jacobi J(E 5 ) = serta dua nilai eigen λ 1 = I dan λ = I, dikarenakan kedua nilai eigen bernilai kompleks dan negatif juga β < p(x*) dengan p(x*) = sehingga jenis kestabilan E 5 ( , ) adalah spiral stabil. Pada subkasus β 1 < β < β diperoleh titik tetap E 6 (0.1378, ). Didapatkan matriks Jacobi sebagai berikut: J(E 6 ) = dan nilai eigen λ 1 = I dan λ = I, dikarenakan kedua nilai eigen bernilai kompleks dan positif juga β < p(x*) dengan p(x*) = sehingga jenis kestabilan E 6 (0.1378, ) adalah spiral tidak stabil. Sedangkan pada subkasus β > β diperoleh titik tetap E 7 ( , ). Didapatkan matriks Jacobi sebagai berikut: J(E 7 ) = Diperoleh nilai eigen λ 1 = I dan λ = I. Kedua nilai eigen tersebut bernilai kompleks dan negatif juga β < p(x*) dengan p(x*) = Jadi, jenis kestabilan dari titik tetap E 7 ( , ) adalah spiral stabil. Gambar 7 memberikan gambaran bahwa interaksi mangsa-pemangsa yang terjadi di awal waktu sangat ekstrem dengan waktu yang dibutuhkan pemangsa untuk mencari mangsa menjadi sangat singkat dan tingkat predasi yang tinggi. Di awal waktu populasi mangsa berkembang dengan sangat cepat dibandingkan populasi pemangsa dan menyusut drastis sesaat populasi mulai bertambah. Parameter β yang cukup kecil mengindikasikan adanya tingkat predasi yang besar yang mengakibatkan populasi pemangsa melebihi populasi mangsa seperti pada pembahasan sebelumnya. Jadi, di saat populasi pemangsa mulai bertambah banyak dengan tingkat predasi yang tinggi menyebabkan populasi mangsa menurun drastis dan kemudian populasi pemangsa juga mulai berkurang dikarenakan populasi manga yang sedikit, sehingga pemangsa akan kelaparan di saat populasi mangsa sedikit. Di saat populasi mangsa sedikit, populasi pemangsa membutuhkan waktu untuk mencari, menemukan dan memburu mangsa tersebut di mana pada waktu itu populasi mangsa seolah-olah diberikan waktu untuk berkembang. Pada Gambar 7 bagian (a) dan (c) menggambarkan adanya osilasi dengan simpangan yang semakin kecil, sehingga kedua populasi tersebut berkembang dan stabil menuju ke satu nilai. Pada bagian (b) nampak bahwa osilasi yang terjadi memiliki nilai simpangan yang tetap sehingga pada subkasus ini kedua populasi tumbuh dengan stabil asimtotik.

22 13 Keterangan: : Mangsa : Pemangsa (a) (b) (c) Gambar 7 Dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan perubahan tingkat predasi yang signifikan pada K3, di mana (a) 0 < β < β 1, (b) β 1 < β < β, dan (c) β > β. (a) (b) (c) Gambar 8 Bidang fase untuk (a) Gambar 7a, (b) Gambar 7b, dan (c) Gambar 7c. Pada kasus K3 terjadi perubahan kestabilan yang dipengaruhi oleh perubahan parameter β seperti ditunjukkan Gambar 8. Kestabilan titik tetap berubah dari stabil ke tidak stabil dan kemudian kembali stabil dengan parameter acuan β 1 dan β, di mana β 1 = 0.43 dan β = Pada saat β 1 dan β, nilai P = 0 sehingga kestabilan titik tetap ditentukan oleh akar dari determinan sistem di mana determinan sistem bernilai positif sehingga jenis kestabilan sistem menjadi center. Pada Gambar 8 bagian a ditunjukkan bahwa E 5 ( , ) dengan kondisi parameter 0 < β < β 1 adalah titik tetap stabil dengan jenis spiral stabil, sama seperti E 7 ( , ) dengan kondisi parameter β > β seperti ditunjukkan oleh Gambar 8c. Sedangkan Gambar 8b menunjukkan bahwa titik tetap E 6 (0.1378, ) adalah spiral tidak stabil dengan kondisi parameter β 1 < β < β. Pada ilustrasi titik tetap E 6 (0.1378, ) muncul limit cycle. Dengan ini, fenomena yang terjadi pada kasus K3 seperti perubahan kestabilan titik tetap dan keberadaan limit cycle dengan berubahnya nilai suatu parameter sistem merupakan sifat bifurkasi Hopf, di mana pada kasus ini terjadi dua kali proses bifurkasi Hopf. Gambar 9 Limit cycle.

23 14 Keberadaan limit cycle diperkuat oleh Gambar 9 yang merupakan penggambaran orbit yang terjadi diluar limit cycle tersebut menuju titik tetap. Sedangkan Gambar 8b diilustrasikan orbit bergerak keluar dari titik tetap dengan arah yang sama sehingga dari kedua gambar tersebut orbit akan terus bergerak dan bertemu hingga ada batas yang berbentuk siklus yang dikenal sebagai siklus limit atau limit cycle. Pada subkasus berikutnya di mana pemangsa memiliki tingkat predasi yang cukup rendah dengan kondisi parameter a + δ < 1 dan (1 - a - δ) - 8aδ > 0 di mana a, δ dan β serta nilai awal yaitu dan masing-masing per satuan populasi. Pada subkasus ini diperoleh titik tetap E 8. Didapatkan matriks Jacobi sebagai berikut: Keterangan: : Mangsa : Pemangsa Gambar 10 Dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan waktu pencarian singkat dan tingkat predasi yang rendah. E 8 = di mana nilai eigen λ 1 dan λ. Kedua nilai eigen tersebut bernilai real dan negatif juga β > p(x*) dengan p(x*) = Jadi, jenis kestabilan dari titik tetap E 8 adalah simpul stabil. Pada Gambar 10 dinyatakan bahwa populasi pemangsa menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan populasi mangsa seperti pada dua kasus sebelumnya. Interaksi kedua populasi pada kondisi ini terjadi tidak secara ekstrem sehingga kedua populasi masingmasing akan mengalami kestabilan menuju ke suatu nilai setelah mencapai populasi maksimum. Hal ini disebabkan oleh tingkat predasi yang rendah yang juga menyebabkan perubahan jenis kestabilan dari spiral stabil menjadi simpul stabil (Gambar 11). Gambar 11 Bidang fase untuk Gambar 10. Jadi, pada kasus ke tiga titik tetap sistem merupakan spiral stabil yang berubah menjadi spiral tidak stabil ketika parameter melewati β 1 dan kembali menjadi spiral stabil ketika parameter melewati β. Kemudian, saat parameter β semakin besar mendekati satu akan terjadi perubahan jenis kestabilan titik tetap di mana titik tetap yang semula merupakan spiral stabil akan berubah menjadi simpul stabil.

24 15 SIMPULAN Pada sistem ini diketahui bahwa tingkat predasi dari pemangsa sangat berpengaruh terhadap jenis kestabilan titik tetap. Pada saat tingkat predasi yang sangat tinggi kestabilan titik tetap sistem adalah spiral dan di saat tingkat predasi yang rendah titik sistem menjadi simpul. Tingkat predasi juga berpengaruh terhadap perbandingan kedua populasi di mana pada tingkat predasi yang rendah populasi pemangsa akan menjadi lebih sedikit dari pada populasi mangsa sedangkan pada tingkat predasi yang tinggi populasi pemangsa menjadi lebih banyak dari pada populasi mangsa. Pada sistem ini diketahui bahwa solusi sistem adalah terbatas dengan satu titik tetap stabil sehingga kestabilan yang terjadi merupakan kestabilan secara global. Jadi, pada kasus pertama dan ke dua, sistem mengalami stabil global, sedangkan pada kasus ke tiga terjadi fenomena perubahan kestabilan titik tetap dan kemunculan limit cycle dengan berubahnya salah satu parameter sistem yang merupakan sifat bifurkasi Hopf. DAFTAR PUSTAKA Anton H Aljabar Linear Elementer. Ed ke-5. Terjemahan Pantur Silaban dan I Nyoman Susila. Jakarta: Erlangga. Farlow SJ An Introduction to Differential Equations and Their Applications. New York: McGraw-Hill. Gasull A, Kooij RE, Torregrosa J Limit cycles in the Holling-Tanner model. Public Math 41: Beals M, Gross L, Harrell S Predatorprey dynamics: Lotka-Volterra. smodules/predator-prey.html. [0 Sep 01]. Hsu SB, Huang TW Global stability for a class of predator-prey systems. SIAM J Appl Math 55: Hsu SB, Hwang TW Hopf bifurcation analysis for a predator-prey system of Holling and Leslie type. Taiwanese Journal of Mathematics 3: Strogatz SH Nonlinear Dynamics and Chaos, with Application to Physics, Biology, Chemistry, and Engineering. Addison-Wesley Publishing Company. Tu PNV Dynamical System, An Introduction with Application in Economics and Biology. Heidelberg, Germany: Springer-Verlag. Yuri A Andronof-Hopf bifurcation. bifurcation. [1 Nop 01].

25 LAMPIRAN 16

26 17 Lampiran 1 Penondimensionalan model. Model persamaan (3.3): dx x mx rx1 y dt K A x dy hy sy 1 dt x Persamaan di atas ditransformasikan menjadi sistem persamaan yang lebih sederhana dengan metode nondimensional seperti berikut: rt, xt () my() t (), (), s/ r K rk d ( ) d ( ) dx( t) dt.. d dx() t dt d, 1 x mx 1. rx1 y. K K A x r ( ) ( ) 1 ( ) ( ) A ( ) K ( ) ( ) 1 ( ) ( ) a ( ) d ( ) d ( ) dy( t) dt.. d dy() t dt d m hy 1 sy 1 rk x r s sh ( ) ( ) r m ( ) sh, dan m A a K ( ) ( ) ( ) () Persamaan hasil transformasi nondimensional dimisalkan kembali dengan dan sehingga menjadi persamaan (3.5) seperti berikut: dx x x(1 x) y dt a x dy y y( ) dt x x 0 dan y 0 (3) (1)

27 18 Lampiran Penentuan titik tetap. dx Titik tetap persamaan (3.5) ditentukan dengan membuat persamaan menjadi 0 dt dan dy dt 0 seperti pada persamaan berikut. x(1 x) x y 0 a x (4) y y( ) 0 (5) x Dari persamaan (5) akan diperoleh nilai y sebagai berikut, dy 0 dt y y( ) 0 x x y 0 atau y (6) dx Dari persamaan (6) akan diperoleh nilai x yang memenuhi 0 sebagai berikut, dt dx 0 dt Untuk x(1 x) 0 x0 atau x 1 (7) Untuk x x x(1 x) 0 a x x (1 x)( a x) x 0 x ( a x) ( a x) x x 0 0 x a x a x x x x x x a a ( ( ) 0 x 0 (8) x 1, (9) Titik tetap yang memenuhi solusi adalah dan (10)

28 19 Lampiran 3 Penentuan jenis kestabilan titik tetap. Diketahui matriks Jacobi seperti berikut dx dx ay x 1 x dx dy ( a x) a x J dy dy y y dx dy x x Titik tetap T (1,0) Pelinearan pada titik tetap T (1,0) 1 1 J(1,0) a 1 0 J I ( 1 )( ) :. Jadi, berdasarkan δ < 0 jenis kestabilan di sekitar titik tetap T (1,0) adalah titik sadel. Titik tetap E*(x*, y*) Kasus 1 ( ) β < p(x*) Dipilih,, dan untuk disubstitusikan ke persamaan (10) agar diperoleh titik tetap, yaitu ( , ). Selanjutnya parameter dan titik tetap disubstitusikan ke matriks Jacobi sistem sehingga dihasilkan nilai eigen sebagai berikut: = Jadi, jenis kestabilan titik tetap adalah spiral stabil. β > p(x*) Dipilih,, dan untuk disubstitusikan ke persamaan (10) agar diperoleh titik tetap, yaitu ( , ). Selanjutnya parameter dan titik tetap disubstitusikan ke matriks Jacobi sistem sehingga dihasilkan nilai eigen sebagai berikut: = Jadi, jenis kestabilan titik tetap adalah simpul stabil.

29 0 Kasus ( dan ) β < p(x*) Dipilih,, dan untuk disubstitusikan ke persamaan (10) agar diperoleh titik tetap, yaitu ( , ). Selanjutnya parameter dan titik tetap disubstitusikan ke matriks Jacobi sistem sehingga dihasilkan nilai eigen sebagai berikut: = Jadi, jenis kestabilan titik tetap adalah spiral stabil. β > p(x*) Dipilih,, dan untuk disubstitusikan ke persamaan (10) agar diperoleh titik tetap, yaitu ( , ). Selanjutnya parameter dan titik tetap disubstitusikan ke matriks Jacobi sistem sehingga dihasilkan nilai eigen sebagai berikut: = Jadi, jenis kestabilan titik tetap adalah simpul stabil. Kasus 3 ( dan ) Dipilih,, dan untuk disubstitusikan ke persamaan (10) agar diperoleh titik tetap ( , ). Selanjutnya parameter dan titik tetap disubstitusikan ke matriks Jacobi sistem sehingga dihasilkan nilai eigen sebagai berikut: = Jadi, jenis kestabilan titik tetap adalah spiral stabil. Dipilih,, dan untuk disubstitusikan ke persamaan (10) agar diperoleh titik tetap (0.1378, ). Selanjutnya parameter dan titik tetap disubstitusikan ke matriks Jacobi sistem sehingga dihasilkan nilai eigen sebagai berikut: = Jadi, jenis kestabilan titik tetap adalah spiral tidak stabil.

30 1 Dipilih,, dan untuk disubstitusikan ke persamaan (10) agar diperoleh titik tetap, yaitu (0.5,0.375). Selanjutnya parameter dan titik tetap disubstitusikan ke matriks Jacobi sistem sehingga dihasilkan nilai eigen sebagai berikut: = Jadi, jenis kestabilan titik tetap adalah spiral stabil. p(x*) Dipilih,, dan untuk disubstitusikan ke persamaan (10) agar diperoleh titik tetap, yaitu (0.8705, ). Selanjutnya parameter dan titik tetap disubstitusikan ke matriks Jacobi sistem sehingga dihasilkan nilai eigen sebagai berikut: = Jadi, jenis kestabilan titik tetap adalah simpul stabil.

31 Lampiran 4 Bukti persamaan (4.5). Diketahui dengan mensubstitusikan ke persamaan sehingga dengan di mana Sehingga dengan,,, dan. Jadi,. Hal serupa juga berlaku terhadap di mana dan, sehingga kondisi P bergantung pada kondisi Q(x).

32 3 Lampiran 5 Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang tinggi pada K1 (Gambar 3a). Ket: : Mangsa : Pemangsa

33 4 Lampiran 6 Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang rendah pada K1 (Gambar 3b). Ket: : Mangsa : Pemangsa

34 5 Lampiran 7 Program penggambaran bidang fase pada K1. >> Bidang fase Gambar 3a >> Bidang fase Gambar 3b

35 6 Lampiran 8 Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang tinggi pada K (Gambar 5a). Ket: : Mangsa : Pemangsa

36 7 Lampiran 9 Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan tingkat predasi yang rendah pada K (Gambar 5b). Ket: : Mangsa : Pemangsa

37 8 Lampiran 10 Program penggambaran bidang fase pada K. >> Bidang fase Gambar 5a >> Bidang fase Gambar 5b

38 9 Lampiran 11 Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan perubahan tingkat predasi yang signifikan pada K3 di mana (Gambar 7a). Ket: : Mangsa : Pemangsa

39 30 Lampiran 1 Program penggambaran dinamika populasi mangsa dan pemangsa dengan perubahan tingkat predasi yang signifikan pada K3 di mana (Gambar 7b). Ket: : Mangsa : Pemangsa

40 31 Lampiran 13 Program penggambaran dinamika populasi mangsa-pemangsa dengan perubahan tingkat predasi yang signifikan pada K3 di mana (Gambar 7c). Ket: : Mangsa : Pemangsa

41 3 Lampiran 14 Program penggambaran dinamika populasi mangsa-pemangsa pada K3 di mana (Gambar 10). Ket: : Mangsa : Pemangsa

42 Lampiran 15 Program penggambaran bidang fase pada K3 untuk. 33

43 Lampiran 16 Program penggambaran bidang fase pada K3 untuk. 34

44 Lampiran 17 Program penggambaran bidang fase pada K3 untuk. 35

45 Lampiran 18 Program penggambaran bidang fase pada K3 untuk. 36

46 Lampiran 19 Program penggambaran limit cycle pada K3. 37

47 38 Lampiran 0 Pembuktian Teorema 4.. (i) Misalkan: dx x x(1 x) y f ( x, y) dt a x dy y y( ) g( x, y) dt x x(0) 0, y(0) 0 digunakan dengan dan diketahui: f ay H( x, y) (1 x) H( x, y) x ( a x) (11) g y H( x, y) H( x, y) y x (1) H ( x, y) x 1 x a f x(1 x) y y x a x x x x 1 x a x x x(1 x) y y a x x x a x a x x 1 x a x x(1 x) y H( x a x x x a x, y) x 1 1 x(1 x) y H( x, y) a x a x x x(1 x) xy y (1 x) H( x, y) a x ( a x) a x 1 (13) 1 3 H ( x, y) y x g y y y x a x 1 y x 3 y y x a x 1 y x 3 y y y y x a x y x 3 y y y y 1 H ( x, y) y y H( x, y) x (14) Dari (11), (1), (13) dan (14) diperoleh

ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA

ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II INTAN SELVYA

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II INTAN SELVYA ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II INTAN SELVYA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA NURRACHMAWATI 1) DAN A. KUSNANTO 2) 1) Mahasiswa Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II DENGAN MANGSA YANG TERLINDUNG DAN ADANYA PEMANENAN POPULASI EKA PUJIYANTI

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II DENGAN MANGSA YANG TERLINDUNG DAN ADANYA PEMANENAN POPULASI EKA PUJIYANTI ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II DENGAN MANGSA YANG TERLINDUNG DAN ADANYA PEMANENAN POPULASI EKA PUJIYANTI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK RIDWAN IDHAM. Model

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI

BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic Oleh : Ali Kusnanto, Hikmah Rahmah, Endar H. Nugrahani Departemen Matematika FMIPA-IPB Email : alikusnanto@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 011 ABSTRAK RIDWAN IDHAM. Model

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HUTCHINSON DENGAN WAKTU TUNDA DAN PEMANENAN KONSTAN LILIS SAODAH

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HUTCHINSON DENGAN WAKTU TUNDA DAN PEMANENAN KONSTAN LILIS SAODAH ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HUTCHINSON DENGAN WAKTU TUNDA DAN PEMANENAN KONSTAN LILIS SAODAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK SEMIRATA MIPAnet 2017 24-26 Agustus 2017 UNSRAT, Manado MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK HASAN S. PANIGORO 1, EMLI RAHMI 2 1 Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA DAN TINGKAT PEMANENAN KONSTAN LOLA OKTASARI

BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA DAN TINGKAT PEMANENAN KONSTAN LOLA OKTASARI BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA DAN TINGKAT PEMANENAN KONSTAN LOLA OKTASARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR

ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR Jurnal Euler, ISSN: 2087-9393 Januari 2014, Vol.2, No.1, Hal.1-12 ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR Hasan S. Panigoro 1 Diterima:

Lebih terperinci

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan 1 Ai Yeni, 2 Gani Gunawan, 3 Icih Sukarsih 1,2,3 Prodi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL INTERAKASI TUMBUHAN DAN HERBIVORA IRMA SAHARA

BIFURKASI PADA MODEL INTERAKASI TUMBUHAN DAN HERBIVORA IRMA SAHARA i BIFURKASI PADA MODEL INTERAKASI TUMBUHAN DAN HERBIVORA IRMA SAHARA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 ii iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

Penentuan Bifurkasi Hopf Pada Predator Prey

Penentuan Bifurkasi Hopf Pada Predator Prey J. Math. and Its Appl. ISSN: 9-65X Vol., No., Nov 5, 5 Penentuan Bifurkasi Hopf Pada Predator Prey Dian Savitri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya d savitri@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN INTERFERENSI ANTARPEMANGSA FIKRI AZHARI

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN INTERFERENSI ANTARPEMANGSA FIKRI AZHARI ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN INTERFERENSI ANTARPEMANGSA FIKRI AZHARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 03 ABSTRAK FIKRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap mahluk hidup dituntut untuk senantiasa berinteraksi dengan mahluk hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau interaksi antara

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE ITERASI VARIASI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH OSILASI BERPASANGAN SANTI SUSILAWATI

PENGGUNAAN METODE ITERASI VARIASI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH OSILASI BERPASANGAN SANTI SUSILAWATI PENGGUNAAN METODE ITERASI VARIASI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH OSILASI BERPASANGAN SANTI SUSILAWATI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

SKEMA NUMERIK PERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN PEMANENAN

SKEMA NUMERIK PERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN PEMANENAN Skema Numerik ersamaan Leslie Gower dengan emanenan SKEMA NUMERIK ERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN EMANENAN Trija Fayeldi Jurusan endidikan Matematika Universitas Kanjuruhan Malang Email: trija_fayeldi@yahoocom

Lebih terperinci

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, dan Kus Prihantoso Krisnawan,M.

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, dan Kus Prihantoso Krisnawan,M. 1 Abstrak ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, Kus Prihantoso Krisnawan,M.Si 3 1 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan setiap makhluk hidup tidak dapat terlepas dengan yang namanya interaksi. Interaksi merupakan suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR TUGAS AKHIR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ( S TA B I L I T Y A N A LY S I S O F A P R E D AT O R - P R E Y M O D E L W I T H I N F E C T

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) Amir Tjolleng 1), Hanny A. H. Komalig 1), Jantje D. Prang

Lebih terperinci

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) 1 DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH MAKANAN TAMBAHAN DALAM MODEL MANGSA PEMANGSA BEDDINGTON DEANGELIS

PENGARUH MAKANAN TAMBAHAN DALAM MODEL MANGSA PEMANGSA BEDDINGTON DEANGELIS PENGARUH MAKANAN TAMBAHAN DALAM MODEL MANGSA PEMANGSA BEDDINGTON DEANGELIS Ali Kusnanto 1), Hani Ammariah 2), Elis Khatizah 3) 1)2)3) Departemen Matematika, FMIPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga,

Lebih terperinci

PERILAKU DINAMIS MODEL MANGSA-PEMANGSA TIPE GAUSE YANG DIPERUMUM DENGAN WAKTU TUNDA PEMANENAN KONSTAN HASANNUDIN

PERILAKU DINAMIS MODEL MANGSA-PEMANGSA TIPE GAUSE YANG DIPERUMUM DENGAN WAKTU TUNDA PEMANENAN KONSTAN HASANNUDIN PERILAKU DINAMIS MODEL MANGSA-PEMANGSA TIPE GAUSE YANG DIPERUMUM DENGAN WAKTU TUNDA PEMANENAN KONSTAN HASANNUDIN DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KESTABILAN POPULASI MODEL LOTKA-VOLTERRA TIGA SPESIES DENGAN TITIK KESETIMBANGAN ABSTRACT

KESTABILAN POPULASI MODEL LOTKA-VOLTERRA TIGA SPESIES DENGAN TITIK KESETIMBANGAN ABSTRACT KESTABILAN POPULASI MODEL LOTKA-VOLTERRA TIGA SPESIES DENGAN TITIK KESETIMBANGAN Ritania Monica, Leli Deswita, Rolan Pane Mahasiswa Program Studi S Matematika Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SIKLUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA DAN DENGAN WAKTU TUNDA NURRACHMAWATI

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SIKLUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA DAN DENGAN WAKTU TUNDA NURRACHMAWATI BIFURKASI HOPF PADA MODEL SIKLUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA DAN DENGAN WAKTU TUNDA NURRACHMAWATI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK IHDA ANISSA INDRIASTUTI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK IHDA ANISSA INDRIASTUTI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK IHDA ANISSA INDRIASTUTI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI Eka Yuniarti 1, Abadi 1 Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER

BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER T - 2 Andini Putri Ariyani 1, Kus Prihantoso Krisnawan 2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 e-mail:andiniputri_ariyani@yahoo.com, 2 e-mail:

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya Nabila Asyiqotur Rohmah 1209 100 703 Dosen Pembimbing: Dr Erna Apriliani,

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA

PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK SKEMA EULER UNTUK MODEL PREDATOR-PREY DENGAN EFEK ALLEE KUADRATIK

ANALISIS DINAMIK SKEMA EULER UNTUK MODEL PREDATOR-PREY DENGAN EFEK ALLEE KUADRATIK ANALISIS DINAMIK SKEMA EULER UNTUK MODEL PREDATOR-PREY DENGAN EFEK ALLEE KUADRATIK (DYNAMICAL ANALYSIS OF EULER SCHEME FOR PREDATOR- PREY WITH QUADRATIC ALLEE EFFECT) Vivi Aida Fitria 1, S.Nurul Afiyah2

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA

KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA Seminar Nasional Matematika dan Aplikasinya 21 Oktober 2017 Surabaya Universitas Airlangga KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA Muhammad Ikbal 1) Syamsuddin

Lebih terperinci

SOLUSI MODEL SIKLUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE EMPAT NUR AISYAH MUKARROMAH

SOLUSI MODEL SIKLUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE EMPAT NUR AISYAH MUKARROMAH SOLUSI MODEL SIKLUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE EMPAT NUR AISYAH MUKARROMAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PELABELAN (k, d)-graceful PADA T P -TREE DAN SUBDIVISI DARI T P -TREE SYAIFUL BAHRI

PELABELAN (k, d)-graceful PADA T P -TREE DAN SUBDIVISI DARI T P -TREE SYAIFUL BAHRI PELABELAN (k, d)-graceful PADA T P -TREE DAN SUBDIVISI DARI T P -TREE SYAIFUL BAHRI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRAK SYAIFUL

Lebih terperinci

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama)

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Dalam hal ini diberikan dua spesies yang hidup bersama dalam suatu habitat tertutup. Kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis hubungan interaksi

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa.

Lebih terperinci

APLIKASI METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL PADA SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PENDAHULUAN

APLIKASI METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL PADA SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PENDAHULUAN APLIKASI METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL PADA SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA E. KHATIZAH 1, P. T. KARIMA 2, D. I. ASTUTI 2 Abstrak Metode transformasi diferensial merupakan salah satu metode pendekatan

Lebih terperinci

MODEL DINAMIKA CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

MODEL DINAMIKA CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 96 103 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND MODEL DINAMIKA CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN SUCI RAHMA NURA, MAHDHIVAN SYAFWAN Program

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

Mursyidah Pratiwi, Yuni Yulida*, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat *

Mursyidah Pratiwi, Yuni Yulida*, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat * Jurnal Matematika Murni an Terapan εpsilon ANALISIS MODEL PREDATOR-PREY TERHADAP EFEK PERPINDAHAN PREDASI PADA SPESIES PREY YANG BERJUMLAH BESAR DENGAN ADANYA PERTAHANAN KELOMPOK Mursyiah Pratiwi, Yuni

Lebih terperinci

MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI

MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI Supandi, Saifan Sidiq Abdullah Fakultas PMIPATI Universitas PGRI Semarang hspandi@gmail..com Abstrak Persaingan kehidupan di alam dapat dikategorikan

Lebih terperinci

ANALISIS MATEMATIKA MODEL GOMPERTZ, MODEL GYLLENBERG-WEBB DAN MODIFIKASINYA PADA PERTUMBUHAN TUMOR KHAIRIDA ISKANDAR

ANALISIS MATEMATIKA MODEL GOMPERTZ, MODEL GYLLENBERG-WEBB DAN MODIFIKASINYA PADA PERTUMBUHAN TUMOR KHAIRIDA ISKANDAR ANALISIS MATEMATIKA MODEL GOMPERTZ, MODEL GYLLENBERG-WEBB DAN MODIFIKASINYA PADA PERTUMBUHAN TUMOR KHAIRIDA ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING II DAN WAKTU TUNDA

KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING II DAN WAKTU TUNDA KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING II DAN WAKTU TUNDA STABILITY OF PREDATOR PREY MODEL WITH HOLLING TYPE II FUNCTIONAL RESPONSE AND TIME DELAY Budyanita Asrun, Syamsuddin

Lebih terperinci

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf Rubono Setiawan Prodi Pendidikan Matematika, F.KIP

Lebih terperinci

Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun

Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 05 Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun Irham Taufiq, Imam Solekhudin, Sumardi 3 Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI PEMANGSA-MANGSA MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN

ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI PEMANGSA-MANGSA MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI PEMANGSA-MANGSA MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN TESIS diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Disusun

Lebih terperinci

Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey

Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey NATURALA Journal of Scientific Modeling & Computation Volume No. 03 58 ISSN 303035 Interaksi Antara PredatorPrey dengan Faktor Pemanen Prey Suzyanna Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Abstrak

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 50 55 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN AIDA BETARIA Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

DINAMIKA MODEL POPULASI SPESIES TUNGGAL PADA LINGKUNGAN TERCEMAR DENGAN WAKTU TUNDA TUNGGAL DISKRET LAILATUL QODARIAH

DINAMIKA MODEL POPULASI SPESIES TUNGGAL PADA LINGKUNGAN TERCEMAR DENGAN WAKTU TUNDA TUNGGAL DISKRET LAILATUL QODARIAH DINAMIKA MODEL POPULASI SPESIES TUNGGAL PADA LINGKUNGAN TERCEMAR DENGAN WAKTU TUNDA TUNGGAL DISKRET LAILATUL QODARIAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT

MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT Vol 10 No 2, 2013 Jurnal Sains, Teknologi dan Industri MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT Mohammad Soleh 1, Siti Kholipah 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi

Lebih terperinci

ANALISA KESEIMBANGAN INTERAKSI POPULASI TERUMBU KARANG, SIPUT DRUPELLA DAN PREDATORNYA MELALUI PHASE PORTRAIT

ANALISA KESEIMBANGAN INTERAKSI POPULASI TERUMBU KARANG, SIPUT DRUPELLA DAN PREDATORNYA MELALUI PHASE PORTRAIT JIMT Vol. 11 No. 1 Juni 2014 (Hal. 82 93) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X ANALISA KESEIMBANGAN INTERAKSI POPULASI TERUMBU KARANG, SIPUT DRUPELLA DAN PREDATORNYA MELALUI PHASE PORTRAIT

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PANDEMIK DAN PREPANDEMIK AVIAN INFLUENZA PADA POPULASI MANUSIA PANDI

ANALISIS MODEL PANDEMIK DAN PREPANDEMIK AVIAN INFLUENZA PADA POPULASI MANUSIA PANDI ANALISIS MODEL PANDEMIK DAN PREPANDEMIK AVIAN INFLUENZA PADA POPULASI MANUSIA PANDI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 ABSTRAK PANDI.

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL INFEKSI VIRUS HEPATITIS B DENGAN PERTUMBUHAN HEPATOSIT YANG BERSIFAT LOGISTIK DEWI SENJA RAHMAHWATI

ANALISIS KESTABILAN MODEL INFEKSI VIRUS HEPATITIS B DENGAN PERTUMBUHAN HEPATOSIT YANG BERSIFAT LOGISTIK DEWI SENJA RAHMAHWATI ANALISIS KESTABILAN MODEL INFEKSI VIRUS HEPATITIS B DENGAN PERTUMBUHAN HEPATOSIT YANG BERSIFAT LOGISTIK DEWI SENJA RAHMAHWATI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

UNNES Journal of Mathematics

UNNES Journal of Mathematics UJM 4 (1) (2015) UNNES Journal of Mathematics http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm ANALISIS MODEL PREDATOR-PREY DUA SPESIES DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE III Putri Wijayanti, M. Kharis Jurusan

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

Local Stability of Predator Prey Models With Harvesting On The Prey. Abstract

Local Stability of Predator Prey Models With Harvesting On The Prey. Abstract Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika 99 Local Stability of Predator Prey Models With Harvesting On The Prey Oleh : Saiful Marom Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pekalongan Abstract In this paper considered

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI

ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 3 (2013), hal 197 204. ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI Eka

Lebih terperinci

Agus Suryanto dan Isnani Darti

Agus Suryanto dan Isnani Darti Pengaruh Waktu Tunda pada Model Pertumbuhan Logistik Agus Suryanto dan Isnani Darti Jurusan Matematika - FMIPA Universitas Brawijaya suryanto@ub.ac.id www.asuryanto.lecture.ub.ac.id Prodi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

KESTABILAN SISTEM PREDATOR-PREY LESLIE

KESTABILAN SISTEM PREDATOR-PREY LESLIE Jurnal Matematika Murni dan Terapan Vol. 3 No. Desember 009: 51-59 KESTABILAN SISTEM PREDATOR-PREY LESLIE Dewi Purnamasari, Faisal, Aisjah Juliani Noor Program Studi Matematika Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA

KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA Rustam Jurusan Matematika Universitas Sembilanbelas November Kolaka Email: rustam.math6@gmail.com/rustam.math@usn.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara organisme dengan organisme lain serta dengan lingkungannya. Pada dasarnya organisme tidak dapat

Lebih terperinci

INVERS DARI MATRIKS TRIDIAGONAL JACOBI FANI RIAMARLI

INVERS DARI MATRIKS TRIDIAGONAL JACOBI FANI RIAMARLI INVERS DARI MATRIKS TRIDIAGONAL JACOBI FANI RIAMARLI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK FANI RIAMARLI. Invers dari Matriks Tridiagonal

Lebih terperinci

PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI

PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat mengakibatkan perkembangan pengetahuan tentang sistem dinamik juga pesat. Salah satu pengembangan sistem dinamik dalam kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM DINAMIK LALU LINTAS DENGAN MODEL MOBIL PENGIKUT PENI FITRIA RAHARJANTI

ANALISIS SISTEM DINAMIK LALU LINTAS DENGAN MODEL MOBIL PENGIKUT PENI FITRIA RAHARJANTI ANALISIS SISTEM DINAMIK LALU LINTAS DENGAN MODEL MOBIL PENGIKUT PENI FITRIA RAHARJANTI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR. Yuliani, Marwan Sam

PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR. Yuliani, Marwan Sam Jurnal Dinamika, September 2015, halaman 25-38 ISSN 2087-7889 Vol. 06. No. 2 PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR Yuliani, Marwan Sam Program StudiMatematika,

Lebih terperinci

MODEL PERTUMBUHAN PENGELUARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN FUNGSI LOGISTIK SOFYAN ZUHRI

MODEL PERTUMBUHAN PENGELUARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN FUNGSI LOGISTIK SOFYAN ZUHRI MODEL PERTUMBUHAN PENGELUARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN FUNGSI LOGISTIK SOFYAN ZUHRI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK SOFYAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF DALAM MODEL EPIDEMI DENGAN WAKTU TUNDAAN DISKRET

BIFURKASI HOPF DALAM MODEL EPIDEMI DENGAN WAKTU TUNDAAN DISKRET Vol. 5, No., Juni 009: 54-60 BIFUKASI HOPF DALAM MODEL EPIDEMI DENGAN WAKTU TUNDAAN DISKET ubono Setiawan Mahasiswa S Jurusan Matematika Universitas Gadah Mada Email : rubono_4869@yahoo.co.id Abstrak Di

Lebih terperinci

MASALAH PENJADWALAN KERETA SECARA PERIODIK DENGAN BIAYA MINIMUM PADA JALUR GANDA MUHAMMAD RIZQY HIDAYATSYAH

MASALAH PENJADWALAN KERETA SECARA PERIODIK DENGAN BIAYA MINIMUM PADA JALUR GANDA MUHAMMAD RIZQY HIDAYATSYAH MASALAH PENJADWALAN KERETA SECARA PERIODIK DENGAN BIAYA MINIMUM PADA JALUR GANDA MUHAMMAD RIZQY HIDAYATSYAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA

KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA STABILITY OF BIOECONOMICS MODELS PREY PREDATOR SYSTEM FISHERIES RESOURCES WITH HARVESTING

Lebih terperinci

Friska Erlina, Yuni Yulida, Faisal

Friska Erlina, Yuni Yulida, Faisal MODEL MATEMATIKA KOMENSALISME ANTARA DUA SPESIES DENGAN SUMBER TERBATAS Friska Erlina, Yuni Yulida, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl. Jend. A. Yani. Km. 36

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang

Lebih terperinci

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN Desi Oktaviani, Kartono 2, Farikhin 3,2,3 Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PREDIKSI JANGKA PANJANG DARI PROSES POISSON SIKLIK DENGAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DIKETAHUI AGUSTINA MARGARETHA

PREDIKSI JANGKA PANJANG DARI PROSES POISSON SIKLIK DENGAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DIKETAHUI AGUSTINA MARGARETHA PREDIKSI JANGKA PANJANG DARI PROSES POISSON SIKLIK DENGAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DIKETAHUI AGUSTINA MARGARETHA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti Nida Sri Utami Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS Lina Aryati Jurusan Matematika FMIPA UGM ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan Latar BelakangMasalah

BAB I Pendahuluan Latar BelakangMasalah BAB I Pendahuluan 1.1. Latar BelakangMasalah Model matematika merupakan representasi masalah dalam dunia nyata yang menggunakan bahasa matematika. Bahasa matematika yang digunakan dalam pemodelan meliputi

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS TRIDIAGONAL 2-TOEPLITZ DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL CHEBYSHEV MELIZA DITA UTAMI

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS TRIDIAGONAL 2-TOEPLITZ DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL CHEBYSHEV MELIZA DITA UTAMI PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS TRIDIAGONAL 2-TOEPLITZ DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL CHEBYSHEV MELIZA DITA UTAMI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci