BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekologi merupakan cabang ilmu dalam biologi yang mempelajari tentang hubungan makhluk hidup dengan habitatnya. Dalam ekologi, dikenal istilah rantai makanan. Rantai makanan merupakan lintasan konsumsi makanan yang terdiri dari beberapa spesies. Bagian paling sederhana dari rantai makanan berupa interaksi antara spesies mangsa(prey) dengan pemangsa (predator) [13]. Makhluk hidup di bumi ini sangat beraneka ragam, yang terdiri dari campuran populasi dari berbagai spesies yang hidup bersama atau disebut komunitas. Hal itu menunjukan pada hakikatnya makhluk hidup di bumi ini tidak dapat hidup sendiri secara normal, tetapi akan saling berinteraksi dengan berbagai spesies yang ada. Banyak sistem interaksi yang berlangsung dalam ekosistem alami, salah satunya adalah sistem interaksi mangsa-pemangsa (prey-predator). Spesies pemangsa yang secara fisik ukurannya lebih besar dibandingkan dengan mangsa, sedangkan mangsa adalah spesies yang dimangsa yang ukurannya lebih kecil dari pada pemangsa [6]. Interaksi yang terjadi dapat berupa predasi (makan dimakan), kompetisi (persaingan) maupun simbiosis (persekutuan hidup). Model mangsa pemangsa dapat dimanfaatkan pada Taman Nasional dimana mangsa dan pemangsa dapat hidup bersama. Mangsa yang harus dilestarikan dapat dilindungi dari pemangsa dengan menciptakan batasan atau tempat penampungan yang akan membagi habitat menjadi dua wilayah yaitu wilayah yang dilindungi dan wilayah bebas. Adapun yang dimaksud dengan wilayah yang dilindungi adalah dimana spesies pemangsa tidak diperbolehkan masuk kedalam wilayah tersebut, kemudian yang dimaksud dengan wilayah bebas adalah dimana ada percampuran dari spesies mangsa pemangsa pada wilayah tersebut. 1

2 Kemudian pada tulisan ini, akan dibahas suatu interaksi dari tiga spesies yang terdiri dari satu pemangsa dan dua spesies mangsa, adapun pemangsa berinteraksi dengan salah satu spesies mangsanya bersifat predasi kemudian spesies mangsa yang satunya hanya mengalami perpindahan dari wilayah yang dilindungi pada wilayah bebas dan begitu juga dari wilayah bebas pada wilayah yang dilindungi. Pada model ini juga terdapat dua kasus dimana kasus pertama adalah pemangsa sepenuhnya tergantung pada mangsa di wilayah yang dilindungi dan kasus kedua adalah pemangsa sebagian tergantung pada mangsa di wilayah yang dilindungi. Dan pada kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa akan dianalisis jenis kestabilan titik ekuilibriumnya. Dimana titik ekuilibrium tersebut akan menunjukan bahwa keadaan model pemangsa sebagian tergantung pada mangsa bersifat stabil, tidak stabil, saddel atau yang lainnya. 1.2 Rumusan Masalah Adapun pada latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini sebagai berikut: 1. Bagaimana model matematika mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa? 2. Bagaimana menganalisis kestabilan titik ekuilibrium model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa? 3. Bagaimana teorema yang berkaitan dengan model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa? 4. Bagaimana simulasi model matematika mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa? 2

3 1.3 Batasan Masalah Pada tugas akhir ini hanya menganalisis model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa. yang memiliki empat titik ekuilibrium kemudian membuat simulasi dari model tersebut. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dalam tugas akhir ini sebagai berikut: 1. mengkaji model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi. 2. Menganalisis lebih dalam kestabilan titik ekuilibrium model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi. 3. Membahas teorema yang berkaitan dengan model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi. 4. Melakukan simulasi dengan menggunakan metode adams-bashfort-moulton terhadap model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi. Adapun manfaat penelitian pada tugas akhir ini adalah memperkaya wawasan, khususnya model matematika pada bidang biologi yang berhubungan dengan populasi pada suatu wilayah dan semoga tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi matematikawan yang berkenan untuk membahas yang berhungan dengan model matematika. 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari dan mengkaji lebih dalam pada buku-buku yang berhubungan dengan tugas akhir ini diantaranya tentang pemodelan mangsa pemangsa, persamaan diferensial biasa, persamaan diferensial autonomous, sistem persamaan diferensial, titik ekuilibrium, matriks jacobi, nilai eigen dan vektor eigen, jenis kestabilan titik ekuilibrium, dan manifold. 3

4 2. Menganalisis model secara detail. 3. Membahas teorema dengan membuktikannya menggunakan metode Lyapunov. 4. Membuat simulasi dengan menggunakan metode Adams-Bashforth-Moulton untuk model matematika mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa. 5. Simulasinya menggunakan data acak (bukan data sekunder maupun primer). 1.6 Sistematika Penulisan Adapun untuk mempermudah pembaca dalam penulisan tugas akhir ini maka penulis membaginya dalam lima bab yang akan dituliskan sebagai berikut: BAB I: Merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB II: BAB III: BAB IV: BAB V : Merupakan bab landasan teori yang akan dipaparkan pemodelan sistem mangsa pemangsa, persamaan diferensial biasa, persamaan diferensial autonomous, sistem persamaan diferensial, matriks Jacobi, metode Lyapunov, nilai eigen dan vektor eigen, titik ekuilibrium, jenis kestabilan titik ekuilibrium, manifold, metode adam-bashfort-moulton. Pembahasan merupakan bab inti dari penulisan yang berisikan analisis model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa. Bab ini merupakan simulasi model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa. Penutup yang merupakan kesimpulan dari pembahasan dan dilengkapi dengan saran. 4

5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan Mangsa Pemangsa Laju populasi mangsa dengan tidak adanya pemangsa tumbuh cepat mendekati eksponensial dan tak terbatas dalam bentuk sebagai berikut. 2.1 Dengan merupakan angka pertumbuhan dari mangsa. Laju populasi mangsa menjadi fungsi logistik karena sumber daya alam yang terbatas, yang kemudian dapat menulisnya sebagaimana persamaan logistik sebelumnya yaitu sebagai berikut Dengan merupakan carrying capacity. carrying capacity ini berhubungan erat dengan ketersediaan tanaman sebagai makanan mangsa. Kemudian akan ditunjukkan suatu persamaan dimana mangsa dan pemangsa akan saling berinteraksi yaitu sebagai berikut. 2.3 Dengan adalah laju penangkapan mangsa oleh pemangsa, dalam hal ini mangsa berinteraksi dengan pemangsa. Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat dibentuk model dinamika pertumbuhan populasi mangsa adalah sebagai berikut. Dengan,, Pada persamaan diatas bersifat mnegurangi jumlah populasi mangsa. Karena dalam hubungannya mangsa akan berinteraksi dengan pemangsa. Akan tetapi sebaliknya pada model pertumbuhan pemangsa maka respon ini akan bersifat menambah jumlah pemangsa [8]. 5

6 2.2 Persamaan Diferensial Biasa Persamaan diferensial biasa diartikan sebagai suatu persamaan yang melibatkan turunan pertama atau lebih dari fungsi sebarang terhadap peubah, persamaan ini dapat pula melibatkan itu sendiri. Contoh sebagai berkut: 1. cos Dari contoh 1 sampai 3 merupakan suatu persamaan diferensial biasa [9]. 2.3 Persamaan Diferensial Autonomous Pandang sistem persamaan diferensial berikut:,,,, 2.5 ",,,, dan " adalah fungsi kontinu bernilai real dari, dan, dan mempunyai turunan parsial kontinu. Sistem persamaan diferensial (2.5) disebut sistem persamaan diferensial autonomous, karena secara eksplisit,, dan " tidak mengandung didalamnya [3]. 6

7 2.4 Sistem Persamaan Diferensial Sistem persamaan diferensial adalah suatu sistem yang membuat # buah persamaan diferensial, dengan # merupakan bilangan bulat positif lebih besar sama dengan 2. Antara persamaan diferensial yang lain saling keterkaitan dan konsisten. Bentuk umum dari suatu sistem # persamaan orde pertama mempunyai bentuk sebagai berikut. $ % $, $,,, ( %, $,,, ( * 26 ( % +, $,,, ( Dengan $,,, ( adalah variabel bebas dan adalah variabel terikat, sehingga $ $,,, ( (, dimana,-.,/ merupakan turunan fungsi ( terhadap, dan % + adalah fungsi yang tergantung pada variabel $,,, ( dan [5]. 2.5 Matriks Jacobi Jika 01,2,dan 61,2 terdiferensialkan dalam sebuah daerah, maka deteminan Jacobi, atau singkatnya Jacobi, 0 dan 6 terhadap 1 dan 2 adalah deterninan fungsional orde kedua yang didefinisikan sebagai berikut. 0 0, 6 1, : 0 ; : 6 ; 2 Dengan cara yang sama, determinan orde ketiga sebagai berikut.

8 0 1 0,6,< 8 1,2,= 6 81 < < 2 0 = 8 6 = 8 < = 0 : 0 ; 0? > 6 : 6 ; 6? > 2. < : < ; <? Persamaan (2.) dinamakan matriks Jacobi 0,6,dan < dan 1,2,dan = [15]. 2.6 Metode Lyapunov Jenis kestabilan titik ekuilibrium ditentukan dari nilai eigen matriks Jacobi. Selain mementukan nilai eigen dari matriks Jacobi ada metode lain untuk menentukan kestabilan titik ekuilibrium tersebut yaitu dengan memnggunakan metode lyapunov yaitu sebagai berikut. Didefinisikan fungsi A, yang memenuhi: A B,A,C,A,%, 2.8 Dengan C,-,/ dan,e,/. A B, dapat didefinisikan sebagai perubahan laju ratarata dari A dari sistem persamaan diferensial yang melalui titik,. Jika F, G adalah solusi dari sistem persamaan diferensial, maka[3]. AHF, GI A HF,GI F A HF,GI G A,C,A,%, AB, 8

9 Teorema 2.1 Misal E himpunan terbuka dari J # mempunyai titik ekuilibrium K. Misalkan bahwa C adalah kontinu terdiferensilkan dan bahwa ada fungsi kontinu terdiferensialkan A, yang mana memenuhi kondisi berikut[12]. A K 0;A0 jika M K. 1. Jika ABN0 untuk semua OP, maka titik ekuilibrium dikatakan stabil. 2. Jika A B Q0 untuk semua OP, maka titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik. 3. Jika AB0 untuk semua OP, maka titik ekuilibrium dikatakan tidak stabil. Teorema 2.2 [3]. Fungsi A,R ST Persamaan (2.9) mempunyai definit positif jika dan hanya jika. 2.9 R0 dan 4RTS 0 Dan persamaan (2.9) mempunyai definit negatif jika dan hanya jika RQ0 dan 4RTS Contoh 2.3 Akan diberi contoh dari suatu sistem diferensial yang akan diselesaikan dengan fungsi Lyapunov, sebagai berikut. V $ B 2 V $ V B $ V V V B $ V 9

10 Dengan fungsi Lyapunov sebagai berikut. A $ 2 V Memenuhi A0 AB2 $ 2 V V $ 4 $ V V 2 V $ V V 4 $ 2 $ V 2 W $ 4 $ 4 V $ 4 W W 2 $ V 2 V 2 W $ 4 W W 2 V 2 W $ 2 W W V Q Untuk M0 oleh kareana itu persamaan (2.12) bersifat stabil asimtotik. 2. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Jika adalah matriks #X # maka vektor taknol didalam J # dinamakan vektor eigen dari jika adalah kelipatan skalar dari yakni, Y Untuk suatu skalar Y. Skalar Y dinamakan nilai eigen dari dan dikatakan vektor eigen yang bersesuian dengan Y. Untuk mencari nilai eigen matriks yang berukuran #X# maka dapat menuliskan kembali Y sebagai beriku. YZ YZYZ Supaya Y menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan taknol dari persamaan ini. jika adalah matriks #X#, maka pernyataan-pernyataan berikut ekivalen satu sama lain ( dapat dibalik, 0 hanya mempunyai pemecahan trivial, ekivalen baris dengan [ #, S konsisten untuk tiap-tiap matriks S yang berukuran #X1, det M0, mempunayai rank #, vektor-vektor baris bebas linear, vektor-vektor kolom bebas linear), maka persamaan (2.13) akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika 10

11 \YZ Ini dinamakan persamaan karakteristik. skalar yang memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari. Bila diperluas, maka determinan detyz adalah polinom Y yang kita namakan polinom karakteristik dari [1]. 2.8 Titik Ekuilibrium Misalkan diberikan sistem dua dimensi, sebagai berikut. $ C $ $, C $, 2.15 Diasumsikan bahwa C $ dan C kontinu dan mempunyai turunan parsial terhadap $ dan. Titik ekuilibrium diperoleh jika sebagai berikut. C $ $, 0 C $, Nilai $ dan yang memenuhi persamaan (2.16) disebut titik ekuilibrium dari persamaan (2.15) [6]. 2.9 Jenis Kestabilan Titik Ekuilibrium Diberikan suatu persamaan sistem diferensial sebagai berikut. B RS B T 2.1 Adapun untuk menganalisis suatu titik ekuilibrium dengan menggunakan matriks Jacobi kemudian dicari nilai eigen dari persamaan karakteristiknya, adapun untuk nilai eigen disimbolkan dengan Y + untuk _1,2,3, #. kemudian dari persamaan (2.1) dimisalkan titik ekuilibriumnya (0.0). terdapat teorema kestabilan titik ekuilibrium sebagai beberikut [5]. 11

12 Teorema Titik ekuilibrium (0,0) dari persamaan (2.1) dikatakan stabil apabila nilai eigennya negatif Y + Q0. 2. Titik ekuilibrium (0,0) dari persamaan (2.1) dikatakan tidak stabil apabila nilai eigennya positif Y Titik ekuilibrium (0,0) dari persamaan (2.1) dikatakan saddel apabila berbeda tanda dari nilai eigennya Y $ Q0 dan Y 0 [11]. 4. Penjumlahan dan perkalian dua buah Y dikatakan stabil apabila kedua Y nya bernilai negatif. Dengan demikian ketika penjumlahan (Y $ Y Q0, dan ketika perkalian (Y $.Y 0 []. 5. Penjumlahan dan perkalian dua buah Y dikatakan tidak stabil apabila kedua Y nya bernilai positif. Dengan demikian ketika penjumlahan (Y $ Y 0, dan ketika perkalian (Y $.Y 0 [] Manifold Manifold tebagi dua bagian yaitu saddel manifold stabil dan saddel manifold tidak stabil, adapun untuk pengertian sebagai berikut [14]. 1. Manifold stabil adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen negatif YQ0. 2. Manifold tidak stabil adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen positif Y0. 12

13 Contoh Penyelesaian Menggunakan matriks jacobi Cari persamaan karakteristik ` Persamaan karakteristiknya Jadi diperoleh Y $ 3 dan Y 2 det`yz0 1Y 1 4 2Y 0 1Y2Y40 Y Y60 Y3Y20 Kemudian untuk mencari vektor eigen sebagai berikut. Untuk Y $ Ambil baris pertama yaitu sebagai berikut Misal a maka 4a jadi vektor eigen yang pertama adalah sebagai berikut. A a 4a a

14 Untuk Y Ambil baris pertama yaitu sebagai berikut. 0 Misal a maka a jadi vektor eigen yang kedua adalah sebagai berikut. A a a a1 1 Jadi setelah dijelaskan diatas maka akan didapat kesimpulan yaitu dimana Y $ 3 yang bersesuaian dengan vektor eigennya yaitu 1 4 dan Y 2 yang bersesuaian dengan 1 dimana akan menghasilkan grafik sebagai berikut. 1 Gambar 2.1 manifold 14

15 2.11 Metode Adam-Bashfort-Moulton Metode numerik untuk poersamaan diferensial peranannya sangat penting bagi rekayasawan, karena dalam prakteknnya sebagian besar persamaan diferensial tidak dapat diselesaikan secara analitik. Adapun metode numerik terdapat dua bagian. Pertama, metode satu langkah (one step) yang termasuk metode satu langkah adalah metode euler, metode heun, metode deret taylor dan metode runge kutta. Kedua, metode banyak langkah (multi step) metode tersebut sedikit lebih sukar diprogramkan dengan komputer, tetapi mencapai ketelitian yang baik. Adapun yang termasuk metode banyak langkah adalah metode adams-bashfort-moulton, metode milne-simpson, dan metode hamming [10]. Pada tugas akhir ini similasinya menggunakan Metode adam-bashfortmoulton merupakan bagian dari metode banyak langkah (multi step). Pada metode adam-bashfort-moulton, perkiraan nilai bc$ membutuhkan beberapa taksira nilai sebelumnya, b, bd$, bd,e, bd(. Karena persamaaan diferensial biasa mempunyai satu nilai awal, yaitu 0 0, dengan demikian. Metode adambashfort-moulton tidak bisa diterapkan langsung, sebab metode tersebut memerlukan beberapa nilai awal. Inilah kelemahan metode adam-bashfort-moulton. Adapun untuk memperoleh beberapa nilai awal tersebut maka akan diketahui dari metode satu langkah (one step) yaitu dari metode euler, metode runge-kutta, atau metode deret taylor. Metode adam-bashfort-moulton mempunyai predictor-corrector adapun yang dimaksud predictor adalah menaksir 1 dari, 1, 2,e, bd( sedangkan yang dimaksud corrector adalah memperbaiki nilai 1 dari predictor. Metode adam-bashfort-moulton orde 3 sebagai berikut. Predictor: f 1 g 12 h23c 16C 1 5C 2 i Corrector: 1 g 12 h5c 1 18C C 1 i 15

16 Metode adam-bashfort-moulton orde 4 sebagai berikut. Predictor: f 1 g 24 h9c 3 3C 2 59C 1 55C i Corrector: 1 g 24 hc 2 5C 1 19C 9C 1 i Suatu metode numerik memiliki orde #, dimana # adalah bilangan integer positif. secara umun, semakin besar ordenya maka metodenya menjadi semakin akurat [4]. Contoh 2.6 Berikut ini persamaaan diferensial biasa akan diselesaikan dengan metode adam -bashfort-moulton orde 3 dengan menggunakan pendekatan atau mengetahui beberapa nilai awal menggunakan metode euler, sebagai berikut. dan 01 K 0 K 1 g0,02 K 0j K 1 $ 0,02j $ K gc,10,02011,0200 0,04j $ gc,10,020,021,0200 1,0408 C K 011 C $ 0,021,02001,0400 C 0,041,04081,

17 Predictor: f 3 g 12 h23c 16C 1 5C 2 i 1,0408 0, , , ,0408 0, ,858416,6451,0628 Untuk C W 1,06280,061,1228 Corrector: 3 g 12 h5c 1 18C C 1 i 1,0408 0,02 12 h51, ,08081,0400i 1,0408 0, ,61419,45441,04001,0808 1

18 BAB III ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA DI WILAYAH YANG DILINDUNGI DENGAN KASUS PEMANGSA SEBAGIAN TERGANTUNG PADA MANGSA skripsi ini membahas tentang model matematika dalam bidang biologi yaitu makhluk hidup di bumi ini terdiri dari bermacam-macam spesies yang membentuk populasi dan hidup bersama. Makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain pada suatu wilayah yang dilindungi. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasi atau individu-individu dari populasi lain. Ada beberapa jenis hubungan yang dapat terjadi antar spesies. Salah satu interaksi tersebut adalah predasi, yaitu hubungan antara mangsa (prey) dan pemangsa (predator)[6]. Adapun pada model mangsa pemangsa ini mempertimbangkan unsur-unsur yang berpengaruh terhadap spesies mangsa, spesies pemangsa ataupun pada wilayahnya. pada kasus pemangsa sebagian tergatung pada mangsa di wilayah yang dilindungi adalah sebagai berikut: 3.1 Unsur-Unsur yang Berpengaruh terhadap Model Sebelum terbentuknya suatu model, ada beberapa unsur-unsur yang berpengaruh terhadap model tersebut. Dalam skripsi ini penulis membagi mangsa kedalam dua wilayah yaitu: kepadatan mangsa pada wilayah bebas yang disimbolkan dengan, kepadatan mangsa pada wilayah dilindungi yang disimbolkan, serta kepadatan spesies pemangsa pada waktu 0 yang disimbolkan. 18

19 Kepadatan spesies mangsa pada wilayah bebas Mangsa pada wilayah bebas adalah mangsa dan pemangsa dapat bergerak bebas pada wilayah tersebut. Adapun yang mempengaruhi laju pertumbuhan kepadatan spesies mangsa pada wilayah bebas persatuan waktu adalah sebagai berikut : 1. Laju pertumbuhan rata-rata mangsa pada wilayah bebas. 2. Adanya carrying capacity. 3. Keluarnya spesies mangsa dari wilayah bebas pada wilayah yang dilindungi. 4. Masuknya spesies mangsa dari wilayah yang dilindungi pada wilayah bebas. 5. Menurunnya mangsa oleh pemangsa. Dimana Laju pertumbuhan rata-rata dari pada wilayah bebas, adanya carrying capacity, keluar spesies mangsa dari wilayah bebas pada wilayah yang dilindungi, masuknya spesies mangsa dari wilayah yang dilindungi pada wilayah bebas, menurunnya mangsa oleh pemangsa adalah konstan. Kepadatan spesies mangsa pada wilayah yang dilindungi Mangsa pada wilayah yang dilindungi adalah dimana mangsa dan pemangsanya tidak dapat hidup bersama pada wilayah tersebut. Adapaun hal-hal yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan kepadatan spesies mangsa pada wilayah yang dilindungi adalah sebagai berikut : 1. Laju pertumbuhan rata-rata mangsa pada wilayah yang dilindungi. 2. Adanya carrying capacity. 3. Masuknya spesies mangsa dari wilayah bebas pada wilayah yang dilindungi. 4. keluarnya spesies mangsa dari wilayah yang dilindungi pada wilayah bebas. 19

20 kepadatan spesies pemangsa pada waktu 0 Adapaun hal-hal yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan kepadatan spesies pemangsa pada waktu 0 adalah sebagai berikut : 1. rata-rata pertumbuhan pemangsa. 2. kematian pemangsa. 3.2 Model Matematika Mangsa Pemangsa Dinamika populasi mangsa pemangsa dapat dimodelkan sebagai berikut dengan mengasumsikan kepadatan spesies mangsa di wilayah bebas, kepadatan spesies mangsa di wilayah yang dilindungi, kepadatan spesies pemangsa (z). seperti yang terlihat pada gambar 3.1. K k m k l L n m op M Gambar 3.1Dinamik Populasi Mangsa Pemangsa. 20

21 Berdasarkan bagan di atas maka akan diperoleh model matematika mangsa pemangsa terstruktur dapat dinyatakan sebagai berikut: Dengan q r $r $ a 1 s r 1r 2 R1 t Kepadatan spesies mangsa di wilayah bebas. Kepadatan spesies mangsa di wilayah yang dilindungi. Kepadatan spesies pemangsa pada waktu 0. r 1 Angka perpindahan koefisien spesies mangsa dari wilayah bebas ke wilayah yang dilindungi. r 2 Angka perpindahan koefisien spesies mangsa dari wilayah yang dilindungi ke wilayah bebas. Koefisien laju pertumbuhan intrinsik spesies mangsa pada wilayah bebas. a Koefisien laju pertumbuhan intrinsik spesies mangsa pada wilayah yang dilindungi. q Carrying capacity dari spesies mangsa di wilayah bebas. s Carrying capacity dari spesies mangsa di wilayah yang dilindungi. t Carrying capacity dari spesies pemangsa. $ Angka penurunan spesies mangsa yang diakibatkan spesies pemangsa. 2 Tingkat pertumbuhan spesies pemangsa akibat interaksi dengan spesies mangsa. 21

22 3.3 Titik Ekuilibrium Untuk memcari titik ekuilibrium maka ada tahapan-tahapannya dan salah satu tahapannya yaitu dengan men-nol kan ruas kiri sistem (1), (2), (3) pada persamaan (3.1). Maka akan didapat persamaan sebagai berikut: 1 q r $r $ 0 a1 s r $r R1 t 0 3. Adapun untuk memperoleh titik ekuilibrium ini diperoleh satu persatu kemudian ada yang disubstitusikan pada persamaan-persamaan yang berikutnya. Dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: R1 t 0 Maka didapat R1 t atau R1 u t 0 2 R1 t 2 R t R 2 R t thr 2 ir htrt 2 i R t R hr 2 i 3.9 Dapat ditulis kembali bahwa 0 atau t R R. 22

23 Kemudian tahapan berikutnya menyederhanakan persamaan (3.6). a1 s r $r 0 a1 s r r $ 0 a1 s r r $ r $ a1 s r 3.10 Langkah selanjutnya substitusikan persamaan (3.8) dan persamaan (3.10) pada persamaan (3.5). 1 q r $r $ 0 1 q r r $ $r a1 s r $ 00 1 q r r $ $r a1 s r 0 v 1 q r $r r $ Maka didapatkan 1 - r x $r atau 0 a1 s r y z {$d } dy ~ w Kemudian substitusikan persamaan (3.11) pada persamaan (3.9) dan persamaan (3.10). dengan tahapan sebagai berikut: t R hr 2 i t R hr 2 0i t R R t

24 kemudian r $ a1 s r r $ 0 a1 s r Jadi didapatkan titik ekuilibrium 0 K,,0,0,0 dan 0 $,,0,0,t. Langkah Selanjutnya untuk mencari titik ekuilibrium yang lainnnya yaitu mensubstitusikan persamaan (3.8) pada persamaan (3.5) dengan tahapan sebagai berikut: 1 q r $r $ 0 1 q r $r $ 00 2 q r $r 0 2 q r $ r 2 qr r $ r 1 r 2 q r $ 1 r 2 q r $ 3.14 Untuk mengetahui positif maka akan menggunakan ketaksamaan sebagai berikut: 2 q r $0 q r $ƒ0 24

25 1 q r $ƒ0 1 q r $0 q r $ qr $ q r $ q r $ 3.15 Jadi dari hasil (3.15), (3.14) dan (3.8) maka diperoleh titik ekuilibrium 0,,0. Adapun pada titik ekuilibrium 0 ketika persamaan (3.14) disubstitusikan pada persamaan (3.6) maka akan menghasilkan suatu polinom yang pangkat tertingginya tiga dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: a 1 E r $ r 0 r $ r a a s r $ r 1 r q r $ ƒa 1 r q r $ ƒ a 1 r q r $ ˆ r $ r qr r r $ r ƒa qr r r $ r ƒ s a qr r r $ r ˆ qr r r $ r ˆ s r $ r r r r $ ƒ a a ar $ ƒ a W V qr r r qr r r q r s a qr s ar $ V qr s a V qr s a r s ar $ r s ar $ V qr s ar $ r s ar $ r s 25

26 r $ r r r r $ a a ar $ a W V qr r r qr r r q r s a qr s ar $ V V qr s a qr s a r s ar $ r s ar $ V qr s ar $ r s ar $ r s 1 r $ r qr r r r r $ r a qr a r ar $ r a W q r s a V qr s ar $ V qr s a V qr s a r s ar $ r s ar $ V qr s ar $ r s ar $ r s r $ r r r r $ a a ar $ a V qr r r qr r r q r s a qr s ar $ qr s a qr s a r s ar $ r s ar $ qr s ar $ r s ar $ r s 0 a2 3 sq 2 r 2 a sqr 2 2 ar sqr 2 a2 2 sr 2 2 ar 1 2 sr 2 ar sr 2 a r 2 a 2 qr 2 qr 2 r 2 r 2 ar 1 r 2r 1 r r 2 r 2 r a2 3 sq 2 r 2 2 2ar 1 2 sqr 2 2 ar 1 2 sr 2 2 ar 2 qr 2 r 1ar 2 r 2 r 1 26

27 R V S T Dengan R a sq r S 2ar $ sqr T ar $ sr ar qr r $ar r r $ Perhatikan bahwa persamaan (3.16) mempunyai solusi unik positif untuk f jika memenuhi pertidaksamaan sebagai berikut: 2ar S $ R sqr ˆ a sq r 0 2ar $ sqr T R ar $ sr ar $ sr ar $ sr R ar qr a sq r ar q ar q r $ ar 0 0 r r $ˆ a sq r

28 r $ar r r $ 0 r $ar r r $ r $ ar r $ r r $ ar Q r $ r 3.19 Selanjutnya mensubstitusikan persamaan (3.9) pada persamaan (3.5). Dengan tahapan-tahapanya sebagai berikut: 1 q r $r $ 0 1 q r $r r $ $ q r r $ $ q r r $ $ r q q r $ $ r q r $ $ q r q r $ q $ qq r 2 q r 1 q 1 qq 2 r $q $ qq r q r $ q $ q Rt t R ˆq r q r $ q $qrt $ q t R ˆq r q 28

29 r $ qr $ qrt $ q tqr R R r q r $qr $ qrt $ q tqr R r qr 1 r $qr $ qrt $ q tqr R r qr 1 R $ q tqrr $ qr $ qrt r qr 1 r R $ q t qr 1 R r qr $ q t qr qrr $qr $ qrt qr qrr $qr $ qrt qr 1 r q $ t r $ $ t R 1 r q $ t ˆ r $ $ t R f 1 r 2 q 1 2 t ƒ 2 r R 1 1 t 3.20 Untuk mengetahui f positif maka akan menggunakan pertidaksamaan sebagai berikut: q 1 2 t ƒ 2 hr R 1 1 ti0 q 1 2 t ƒhr R 1 1 tiš0 1 q 1 2 t ƒhr R 1 1 tiš0 1 q 1 2 t ƒhr R 1 1 tihr 1 1 tihr 1 1 ti 29

30 q 1 2 t ƒhr R 1 1 ti 3.21 Kemudian dari persamaan (3.21) akan didapatkan f adapun tahapannya sebagai berikut: q 1 2 t ƒhr R 1 1 ti hr 1 1 ti q 1 2 t R ƒ hr 1 1 tiqr hr 1 2 tqi f hr 1 1 tiqr hr 1 2 tqi 3.22 Jadi dari hasil persamaan (3.22), (3.20) dan (3.9) maka diperoleh titik ekuilibrium 0 f f, f, f. Selanjutnya substitusikan persamaan (3.20) pada persamaan (3.6) akan tetapi persamaan (3.6) akan disederhankan dengan cara perpindahan ruas kiri pada ruas kanan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: a1 s r $r 0 r 1 r 2 a1 s r 1 r 2 a a2 s 3.23 Setelah terbentuknya suatu persamaan (3.23) maka akan disubstitusikan persamaan (3.20) pada persamaan (3.23) dengan tahapan sebagai berikut: 30

31 1 r $ r r q $ t ˆ r R $ $ tš a 1 r q $ t ˆ r R $ $ t ˆ a 1 r q $ t R ˆ r $ $ t ˆ s r 1 r tr 2 2 r 2 r 2r 1 qr 2 r 2 R r 2 r 2 r 2 r 2 1 t a2 a 1 2 t2 a qr 2 Rr 2 r 2 ar 1 a 1 t a 4 r 2 r 2 q r s a 1 2 t4 a V qsrr qr s ar 1 V qr s 2 t 2 4 at 1 V qr s a 1 2 t4 a 1 qsrr sr r a 1 2 tv srr a 1 2 tr 1 V a 1 2 t 2 V a V srr srr sqr a 1 2 tv a srr sr r 1a 1 ta r 1a V sr sr qsr 1 2 tr 1a V sr R t 1 r 1ta a 1 sr a 1 tv qsr sr a 1 r 1t sr r 1a r 1 sr a 1 t sr a 1 a sr 2 t V sr 31

32 r 1 r tr 2 2 r 2 r 2r 1 qr 2 r 2 R r 2 r 2 r 2 1 t r 2 a2 a 1 2 t2 a qr 2 Rr 2 r 2 ar 1 a 1 t a 4 r 2 r 2 q r s a 1 2 t4 a V qsrr qr s ar 1 V qr s 2 t 2 4 at 1 V qr s a 1 2 t4 a 1 qsrr sr r a 1 2 tv srr a 1 2 tr 1 V a 1 2 t 2 V a V srr srr sqr a 1 2 tv a srr sr r 1a 1 ta r 1a V sr sr qsr 1 2 tr 1a V sr R t 1 r 1ta a 1 sr a 1 tv 1 qsr sr a 1 r 1t sr r 1a r 1 sr a 1 t sr a 1 a sr 2 t V r 1 r tr 2 2 r 2 r 2r 1 r 2 1 t a2 a 1 2 t2 a qr 2 r 2 R r 2 r 2 r 2 qr 2 Rr 2 r 2 ar 1 a 1 t a 4 r 2 r 2 q r s a 1 2 t4 a V qsrr qr s ar 1 V qr s at 1 V qr s a 1 2 t4 a 1 2 t 2 4 qsrr sr r a 1 2 tv srr sr a 1 2 tr 1 V a 1 2 t 2 V a V srr srr sqr a 1 2 tv a srr sr r 1a sr 1 ta r 1a V sr qsr 1 2 tr 1a V sr r 1a R sr r 1 a sr 1 r 1ta a 1 t a 1 r 1t a 1 t a 1 2 t V sr sr sr sr sr a 1 tv qsr 32

33 r 1 r tr 2 r 2 r 2r 1 r 2 1 t a a 1 2 t a ar 1 qr 2 r 2 R r 2 r 2 r 2 qr 2 Rr 2 r 2 r 2 a 1 t a V r 2 q r s a 1 2 tv a qsrr qr s ar 1 qr s at 1 qr s a 1 2 t3 a 1 2 t 2 3 qsrr sr a 1 2 t a 1 2 tr 1 r srr srr a 1 2 t 2 a srr sqr a 1 2 t a srr sr r 1a sr 1 ta sr r 1a qsr 1 2 tr 1a sr r 1a R sr r 1 a sr 1 r 1ta a 1 t sr sr a 1 r 1t a 1 t a 1 2 t a 1 t sr sr sr qsr r 1 a V q r s a 1 2 tv a 1 2 t3 srr a 1 2 t 2 3 qsrr sr r a qr s a 1 2 t a 1 2 tr 1 srr a 1 2 t srr a 1 srr srr ar 1 qr s at 1 qr s 2 t 2 r 1a qsr 1 2 tr 1a sr a 1 2 t R sr a sqr a 1 t qsr r tr 2 a a 1 2 t a qr 2 r 2 R qr 2 Rr 2 sr r 1a sr 1 ta sr r 1a sr r 1 a sr 1 r 1ta a 1 r 1t a 1 t a 1 t r 2 sr sr sr sr r 2r 1 r 2 r 2 1 t r 2 a r 2 ar 1 r 2 a 1 t r 2 r 2 ƒ r 1 a sr q 1 2 t V 2a R sr q 1 2 t ƒhr R 1 1 ti a sr hr 1 1 ti ar 2 r 2 q 1 2 t ƒ R ar 2 r 2 hr 1 1 ti 33

34 ƒ 0 a sr q 1 2 t V 2a R sr q 1 2 t ƒhr R 1 1 ti a sr hr 1 1 ti ar 2 r 2 q 1 2 t ƒ R ar 2 r 2 hr 1 1 tir 1 Maka didapat persamaan polinom yang pangkat tertingginya tiga. Sebagai berikut: R V S T dengan R a sr q 1 2 t R ƒ S 2a sr q 1 2 t ƒhr R 1 1 ti T a sr hr 1 1 ti ar 2 r 2 q 1 2 t ƒ R ar 2 r 2 hr 1 1 tir 1 perhatikan bahwa persamaan (3.24) mempunyai akar real positif yaitu f jika memenuhi kondisi berikut: S R Ž 2a sr q $ t R a Œ sr q $ t R ˆr $ $ t 0 ˆ 2a sr q $ t ˆr R $ $ t0 r $ $ t

35 T R a sr r $ $ t ar r r $ q $ t R ˆ 0 a sr q $ t ˆ R a sr r $ $ t ar q $ t ˆ0 R ar r r $ q $ t ˆ a R sr r $ $ t sr ar q $ t ˆar R $ $ t r sr ar q $ t ˆQar R $ $ t 3.26 R Ž ar r r $ $ tr $ 0 a Œ sr q $ t R ˆ ar r r $ $ tr $ 0 ar r r $ $ tr $ ar r $ $ tr $ r ar r $ $ tqr $ r

36 3.4 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium Pada analisis titik ekuilibrium model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa dengan menggunakan beberapa syarat adapun untuk salah satu syarat tersebut adalah r $ 0 dan ar 0, titik ekuilibrium yang dianalisis yaitu 0 K,0 $,0,dan 0 f. Adapun tahapan-tahapan untuk analisis kestabilan titik ekuilibrium sebagai berikut: Titik Ekuilibrium,, Pelinearan menggunakan matriks jacobi. Karena sesuai dengan persamaan (3.1) maka akan menggunakan matriks jacobi yang berordo 3X3 kemudian matriks jacobi akan disimbolkan dengan. Persamaan (3.1) beserta penyederhanaannya. 2 q r 1r 2 1 aa2 s r 1r 2 RR2 t 2 Ž Œ ˆ ˆ ˆ 36

37 2 Ž q r $ $ r $ r $ a 2a s r 0 Œ 0 R 2R t 3.28 kemudian substitusikan 0 K 0,0,0 pada persamaan (3.28). maka akan diperoleh sebagai berikut: r $ r 0 K,K,K r $ ar 0Š 0 0 R 3.29 Setelah mendapatkan (3.29) maka akan dicari persamaan karakteristik dengan tahapan sebagai berikut: detyz0 r $ r r $ ar 0ŠY 0 1 0Š0 0 0 R r $ r 0 Y 0 0 r $ ar 0Š 0 Y 0Š0 0 0 R 0 0 Y r $ Y r 0 r $ ar Y 0 Š0 0 0 RY 3.30 Maka dari persamaan (3.30) akan diperoleh persamaan karakteristik, begitu juga dari persamaan karakteristik akan diperoleh suatu nilai eigen, dengan tahapan sebagai berikut: r $ Yar YRYr $ r RY0 RYHr $ Yar Yr $ r I

38 Pada persamaan (3.31) sudah terlihat bahwa terdapat satu nilai eigen yaitu Y $ R, kemudian nilai eigen yang berikutnya akan diperoleh dari suatu polinom yang pangkat tertingginya dua, dengan tahapan sebagai berikut: hr $ Yihar Yir $ r 0 r $ ar r $ Yar YY r $ r 0 Y ar Yr $ Yr $ ar r $ r Setelah memperoleh persamaan (3.32) maka akan dicek kestabilan titik ekuilibrium dengan menggunakan syarat yang sudah ditentukan adapaun syarat tersebut dapat ditulis kembali yaitu r $ ar Qr $, r $ 0 dan ar 0 maka akan diperoleh suatu kestabilan apakah titik ekuilibrium tersebut stabil, tidak stabil, atau saddel. Dengan tahapan sebagai berikut: Y Y V hr $ ar i r $ ar 0 Y.Y V r $ ar r $ r Q0 r $ ar r $ r Dapat dilihat pada persamaan (3.33) ketika penjumlahan dua buah Y bertanda positif, begitu juga pada persamaan (3.34) ketika perkalian dua buah Y bertanda positif. Oleh karena itu dapat ditulis bahwa (Y $, Y, Y V 0, dan apabila semua Y-nya bernilai positif maka dapat disimpulkan bahwa 0 K 0,0,0 tidak stabil Titik Ekuilibrium m,, Adapun untuk analisis kestabilan titik ekuilibrium 0 $ tahapan-tahapannya sama seperti 0 K. Yaitu dengan pelinearan menggunakan matriks jacobi berordo 3X3 disimbolkan dengan yang disesuaikan dengan persamaan (3.1) dan dapat diperhatikan pada tahapan sebagai berikut: 38

39 Persamaan (3.1) beserta penyederhanaannya. Ž Œ ˆ 1 q r 1r 2 1 q r $r $ a1 s r 1r 2 a a s r $r R1 t 2 R R t ˆ ˆ 2 Ž q r $ $ r $ r $ a 2a s r 0 Œ 0 R 2R t 3.35 kemudian substitusikan 0 $ 0,0,t pada persamaan (3.35). maka akan diperoleh matriks sebagai berikut: r $ $ t r 0 K,K, r $ ar 0 Š 0 0 R 3.36 Setelah mendapatkan (3.36) maka akan dicari persamaan karakteristik dengan tahapan sebagai berikut: 39

40 \YZ0 r $ $ t r r $ ar 0 ŠY 0 1 0Š0 0 0 R r $ $ t r 0 Y 0 0 r $ ar 0 Š 0 Y 0Š0 0 0 R 0 0 Y r $ $ ty r 0 r $ ar Y 0 Š0 0 0 RY 3.3 Maka dari persamaan (3.3) akan diperoleh persamaan karakteristik, begitu juga dari persamaan karakteristik akan diperoleh suatu nilai eigen, dengan tahapan sebagai berikut: hr $ $ tyihar YiRYr $ r RY0 RY hr $ $ tyihar Yir $ r Pada persamaan (3.38) sudah terlihat bahwa terdapat satu nilai eigen yaitu Y $ R, kemudian nilai eigen yang berikutnya akan diperoleh dari suatu polinom yang pangkat tertingginya dua, dengan tahapan sebagai berikut: hr $ $ tyihar Yir $ r 0 r $ $ tar r $ $ tyar YY r $ r 0 Y ar Yr $ $ tyr $ $ tar r $ r Setelah memperoleh persamaan (3.39) maka akan dicek kestabilan titik ekuilibrium dengan menggunakan syarat-syarat yang sudah ditentukan yaitu sebagai berikut r $ $ t0, ar r $ $ tqr $ r, r $ 0 dan ar 0 maka akan diperoleh suatu kestabilan apakah titik ekuilibrium tersebut stabil, tidak stabil, atau saddel. Dengan tahapan sebagai berikut: 40

41 Y Y V har r $ $ ti ar r $ $ t Y. Y V r $ $ tar r $ r Q0 r $ $ tar r $ r Dapat dilihat pada persamaan (3.40) ketika penjumlahan dua buah Y bertanda positif, begitu juga pada persamaan (3.41) ketika perkalian dua buah Y bertanda positif. Oleh karena itu dapat ditulis bahwa (Y $ Q0 dan Y, Y V 0 jadi dapat disimpulkan bahwa titik ekuilibrium 0 $ 0,0,t saddel akan tetapi pada titik ekuilibrium 0 $ juga menggunakan definisi manifold. Menurut definisi manifold bahwa ada manifold stabil 1-dimensi pada sumbu dapat dilihat dari persamaan (3.3) ditunjukkan adanya suatu Y bernilai negatif yang terdapat pada sumbu, dan terdapat manifold tidak stabil 2-dimensi pada sumbu begitu juga dapat dilihat dari persamaan (3.3) ditunjukkan adanya suatu Y bernilai positif yang terdapat pada sumbu Titik Ekuilibrium l õ,, Adapun untuk analisis kestabilan titik ekuilibrium 0 tahapan-tahapannya sama seperti 0 K dan 0 $. Yaitu dengan pelinearan menggunakan matriks jacobi berordo 3X3 disimbolkan dengan yang disesuaikan dengan persamaan (3.1) dan dapat diperhatikan pada tahapan sebagai berikut: 41

42 Persamaan (3.1) beserta penyederhanaannya. Ž Œ ˆ 1 q r 1r 2 1 q r $r $ a1 s r 1r 2 a a s r $r R1 t 2 R R t ˆ ˆ 2 Ž q r $ $ r $ r $ a 2a s r 0 Œ 0 R 2R t 3.42 kemudian substitusikan 0,, 0 pada persamaan (3.42). maka akan diperoleh matriks sebagai berikut: 42

43 -,E, K Ž r $ 2 q Œ r $ ar 2a 0 s 0 0 R r $ 3.43 Setelah mendapatkan (3.43) maka akan dicari persamaan karakteristik dengan tahapan sebagai berikut: \YZ0 Ž r $ 2 r q $ r $ ar 2a Y 0 1 0Š0 0 s Œ 0 0 R Ž r $ 2 r q $ r $ ar 2a Y Y 0Š0 0 s 0 0 Y Œ 0 0 R Ž r $ 2 q Y r $ Œ r $ ar 2a s Y R Y Maka dari persamaan (3.44) akan diperoleh persamaan karakteristik, begitu juga dari persamaan karakteristik akan diperoleh suatu nilai eigen, dengan tahapan sebagai berikut: r $ 2 q Yˆ ar 2a s YˆR Yr $ r R Y0 R Y r $ 2 q Yˆ ar 2a s Yˆr $r Pada persamaan (3.45) sudah terlihat bahwa terdapat satu nilai eigen yaitu Y $ R kemudian nilai eigen yang berikutnya akan diperoleh dari suatu polinom yang pangkat tertingginya dua, dengan tahapan sebagai berikut: 43

44 ar 1 2a r $ 2 q Yˆ ar 2a s Yˆr $r 0 s Yr 1ar 1 r 2 2r 1a s 2 q YYaYr 2 2a r 1 Y 2a q 2r 2 q 4a qs s YY2 r 1 r Setelah memperoleh persamaan (3.46) maka akan dicek kestabilan titik ekuilibrium dengan menggunakan syarat-syarat yang sudah ditentukan yaitu sebagai berikut ar r $ Qr $ r, r $ Q0 dan ar Q0 maka akan diperoleh suatu kestabilan apakah titik ekuilibrium tersebut stabil, tidak stabil, atau saddel. Dengan tahapan sebagai berikut: Y Y V 2a s r a 2 q r $ˆ 2a s r 2a 2 q r 1 ar 2 r 1 2a s 2 q Q Y.Y V ar $ 2a s r $ar $ r 2r $a 2a s q 2r q 4a qs r $r r $ ar r $ r 2a s 2r $a 2a s q 2r q 4a qs r $ ar r $ r 2a s r $ 2 q ar 4a qs Dapat dilihat pada persamaan (3.4) ketika penjumlahan dua buah Y bertanda negatif, begitu juga pada persamaan (3.48) ketika perkalian dua buah Y bertanda negatif. Oleh karena itu dapat ditulis bahwa (Y $ 0 dan Y, Y V Q0 jadi dapat disimpulkan bahwa titik ekuilibrium 0,, 0 saddel akan tetapi pada titik ekuilibrium 0 juga menggunakan definisi manifold. Menurut definisi manifold bahwa ada manifold tidak stabil 1-dimensi pada sumbu dapat dilihat dari persamaan (3.44) ditunjukkan adanya suatu Y bernilai positif yang terdapat pada sumbu, dan terdapat manifold stabil 2-dimensi pada sumbu begitu juga dapat 44

45 dilihat dari persamaan (3.44) ditunjukkan adanya suatu Y bernilai negatif yang terdapat pada sumbu Untuk Ekuilibrium f o f, f,p f Pada sub bab ini akan membahas tentang titik ekuilibrium 0 f f, f, f dimana pada titik ekuilibrium f ini mencari jenis kestabilannya berbeda dengan sub bab yang sebelumnya. Pada tiik ekuilibrium ini akan dicari menggunakan metode Lyapunov. Teorema 3.1. Titik ekuilibrium 0 f f, f, f adalah stabil asimtotik. Untuk mengetahui f bersifat stabil asimtotik maka akan dicari menggunakan metode Lyapunov. Untuk lebih jelas akan dipaparkan dengan pembuktian sebagai berikut. Bukti Misal f, f š, f 3.49) Dan akan diberikan fungsi Lyapunov sebagai berikut. A 1 2 T $ 1 2 š T Dimana T $ dan T konstan positif, adapun untuk mengetahui turunan dari fungsi Lyapunov tersebut negatif maka akan ditunjukan sebagai berikut. Hal pertama yang harus dilakukan pada pembuktian ini adalah dengan menurunkan persamaan (3.49), kemudian setelah mendapatkan turunan dari persamaan (3.49) maka akan dikalikan dengan persamaan sistem (3.1). Dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. 45

46 AB T $š T 3.51 q r $r $ ƒt $ š a a s r $r ƒ T R1 t 3.52 sebagai berikut. Kemudian substitusikan persamaan (3.49) pada persamaan (3.52) dengan tahapan f f r q $ f r f š $ f f Š T $ š a f š af š r s $ f r f šš T 2 R f 1 f t ƒ 2 f f Š f f 2 f V r q $ f r $ r f r š $ f f $ f $ f $ ˆ a f T $ šat $ š af T $ š2a f T $ š aš V r s $ f T $ š r $ T $ šr f T $ šr T $ š ˆ R f T RT Rf T 2R f T R V t f f T f T f T T ˆ 3.53 Dari persamaan (3.53) maka akan didapatkan suatu persamaan yang memenuhi kriteria kestabilan Lyapunov. Dimana syarat fungsi Lyapunov itu dikatakan stabil asimtotik apabila memenuhi teorema 1 dan teorema 2 yang berada 46

47 pada bab dua yang sudah dipaparkan sebelumnya. Adapun untuk turunan fungsi Lyapunov dapat dilihat pada persamaan berikut. AB 2f q r $ $ fˆ T $ a 2af s r ˆš šr T $ r $ T f $ f (3.54) Pada teorema ini diasumsikan bahwa T œ z- f œ ~ - f dan T $ y ~ y z. Teorema 2.2 yang berada pada bab dua yang akan memenuhi bahwa ABQ0 (definit negatif) jika dan hanya jika RQ0 dan 4RTS 0 apabila terpenuhi maka dikatakan stabil asimtotik menurut teorema 2.1 pada bab dua. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. Rr $ 2f q $ f Q0 4RTS 4 r $ 2f q $ f Š a 2af s r ˆr T $ r $ 4 r 1 2f q 1 f ƒ ar 2 2af s ƒ r 2 r r $ r 1ˆ 4 r 1 2f q 1 f ƒ a 2af s r 2ƒhr 2 2 i Jadi syarat yang harus dipenuhi agar 0 f bersifat stabil asimtotik yaitu. (i) r $ Q0 (ii) 4r 1 2f q 1 f a 2af s r 2hr 2 2 i Setelah terpenuhi bahwa ABQ0 (definit negatif) maka titik ekuilibrium 0 f f, f, f bersifat stabil asimtotik 4

48 BAB IV SIMULASI MODEL PEMANGSA SEBAGIAN TERGANTUNG PADA MANGSA Pada bagian ini akan dibahas tentang simulasi model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa, kemudian simulasi model mangsa pemangsa ini akan menggunakan metode adam bashfort moulton dan untuk parameter terhadap model tersebut menggunakan data acak. Adapun untuk programnya menggunakan software Matlab R200b. sistem dinamika model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa sebagai berikut. 1 q r $r $ a1 s r $r R1 t Untuk mengetahui suatu pertumbuhan model mangsa pemangsa dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa maka akan diperlihatkan suatu grafik dari ketiga sistem tersebut. Melakukan simulasi menggunakan metode adam bashfort moulton (ABM) dengan bantuan software matlab yaitu dengan cara mensubstitukan suatu nilai sistem parameter pada persamaan (4.1), (4.2), dan (4.3) kemudian akan diperoleh hubungan dari ketiga sistem tersebut dimana kepadatan mangsa pada wilayah bebas, kepadatan mangsa pada wilayah yang dilindungi, dan kepadatan pemangsa pada waktu 0 yang disimbolkan dengan. 48

49 4.1 Dinamika Populasi Dua Mangsa dan Satu Pemangsa Adapun untuk mengetahui suatu grafik dua mangsa satu pemangsa maka akan diberikan nilai parameter sebagai berikut. R4,5,a4.5, q50, s60, t10, $ 3, 2,r $ 12, dan r 0.5. nilai awal yang diberikan adalah 12, dan 0.5 adapun untuk g Untuk hasil simulasi dapat dilihat pada gambar 4.1 yang menunjukan dari populasi dua mangsa satu pemangsa dengan menggunakan dua dimensi. Gambar 4.1. Dinamika Populasi Dua Mangsa dan Satu Pemangsa Gambar 4.1 untuk menunjukan bahwa adanya laju pertumbuhan populasi pada pemangsa sebagian tergantung pada mangsa dimana model tersebut yang terdiri dari sistem persamaan (4.1) sampai (4.3) bahwa kepadatan spesies mangsa dari wilayah yang dilindungi, kepadatan spesies mangsa dari wilayah bebas kemudian kepadatan spesies pemangsa dan dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa kurvanya akan menuju pada titik ekuilibrium yaitu sebagai berikut: 49

50 Tabel 4.1. Dinamika Populai Dua Mangsa dan Satu Pemangsa t x y z * * Kemudian dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari ketiga sistem tersebut akan menuju kesatu titik. Dimana titik tersebut dimanakan titik ekuilibrium dan akan mengalami kestabilan pada saat mencapai 589 ketika = , , dan ini mendekati pada titik ekuilibrium yang sesuai dengan teori yang sudah dibahas pada bab sebelumnya adalah C f f, f, f , , dimana keadaannya stabil asimtotik. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Menggunakan Tiga Dimensi Adapun untuk mengetahui suatu grafik dua mangsa satu pemangsa tersebut maka akan diberikan nilai parameter sebagai berikut. R4,5,a4.5, q50, s60, t10, $ 3, 2,r $ 12, dan r 0.5. Pada tiga dimensi ini penulis membedakan nilai awalnya. Dimana nilai awal tersebut memiliki perubahan empat kali yaitu 0.0, 8, 8, 9,8, 2.5, 12, 3 dan 1,13, 6, 20 dan g0.005 Untuk hasil simulasi dapat dilihat pada gambar 4.2 yang menunjukan dari populasi dua mangsa satu pemangsa dengan menggunakan tiga dimensi. 50

51 Gambar 4.2. Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa menggunakan Tiga Dimensi Dari Gambar 4.2 sebenarnya sama seperti Gambar 4.1 hanya saja pada kasus ini untuk memperjelas arah kurva ketika memiliki nilai awal yang perbedaan dan nilai awal tersebut mengalami perubahan sebanyak emapat kali ternyata pada gambar tiga dimensi tersebut kurvanya terlihat jelas yaitu menuju kesatu titik. yang mana , , dan dan titik ekuilibrium tersebut memenuhi teori yang berada di bab 3 dimana titik ekuilibrium tersebut harus memenuhi syarat r $ Q0 dan 4r $ b-f x $ f a {Ef r r adapun syarat tersebut terlihat jelas ketika nilai parameternya di inputkan yaitu Q0 dan setelah syarat tersebut mencukupi maka untuk 0 f f, f, f =( , , yang jenis kestabilannya bersifat stabil asimtotik. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A-2. 51

52 4.3 Dinamika Populasi Dari Spesies Pemangsa Adapun untuk mengetahui suatu grafik dari ketiga model tersebut maka akan diberikan nilai parameter sebagai berikut. R5,,a1.5, q45, s20, t35, $ 2.5, r $ 4.2, dan r 1.2 adapun untuk $ 8.6, 4.1,1. dan nilai awalnya yaitu 5, dan 2 dan g Untuk hasil simulasi dapat dilihat pada gambar 4.3 yang menunjukan dari populasi dari spesies pemangsa dengan menggunakan dua dimensi. Gambar 4.3. Dinamika Populasi Spesies Pemangsa Kasus Gambar 4.3 ini terlihat bahwa ada hubungan anatara kepadatan spesies mangsa di wilayah bebas dengan kepadatan spesies pemangsa diamana pada terdapat pemangsa yang berinteraksi dengan mangsa pada wilayah tersebut. Ketika keadaan mengalami penurunan dikarenkan adanya interaksi maka secara otomatis kepadatan spesies pemangsa akan mengalami pertumbuhan dan pada itu sendiri terdapat. Ketika nya semakin besar maka akan mengakibatkan pertumbuhan akan semakin tinggi. Dan Gambar 4.3 akan diperjelas oleh Tabel 4.3 sebagai berikut: 52

53 Table 4.3. Dinamika Populasi Spesies Pemangsa z(t) z(t) z(t) T beta2=8.6 beta2=4.1 beta2= * Untuk Tabel 4.3 pada saat waktu tertentu kepadatan spesies pemangsa saat t=1964 akan mencapai ribu dengan 8.6, kemudian pada saat t=1908 akan mencapai ribu dengan 4.1, begitu juga pada saat t=1869 akan mencapai ribu dengan 1.. ketika dinamika populasi kepadatan pemangsa datanya semakin besar maka ada kemungkinan laju pertumbuhan spesies pemangsa tidak akan sama dengan yang didapatkan pada kasus ini, dikarenakan data pada kasus ini dibatasi yaitu #2000. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A Dinamika Populasi Spesies Mangsa dengan n m žm dan k m k l Adapun untuk mengetahui suatu kurva spesies mangsa di wilayah bebas maupun mangsa di wilayah yang dilindungi dengan $ ž1 dan r $ r maka akan diberikan nilai parameter sebagai berikut. R16,,a1.5, q45, s20, 53

54 t35, $ 1, 0.001,r $ 8.5, dan r 2.8,2,1.2. nilai awal yang diberikan adalah 5, dan 2 adapun untuk g Untuk hasil simulasi dapat dilihat pada gambar 4.4 yang menunjukan dinamika populasi mangsa dengan $ ž1dan r $ r menggunakan dua dimensi. Gambar 4.4. Dinamika Populasi Spesies Mangsa $ ž1 dan r $ r Pada kasus Gambar 4.4. ini adalah dinamika mangsa yang berada di wilayah bebas dan mangsa di wilayah yang dilindungi. Kasus ini memiliki r yang berbeda yaitu (2.8, 2, 1.2) dan $ ž1. Ketika r semakin kecil maka mangsa yang berada di wilayah yang dilindungi akan semakin tinggi pertumbuhannya. Pertumbuhan mangsa tersebut bukah hanya di akibatkan oleh r saja akan tetapi ada faktor lain yaitu $ ž1. Dimana pemangsa memiliki kemampuan yang tinggi untuk berinteraksi dengan mangsa yang berada di wilayah bebas. Jadi keadaaan mangsa di wilayah bebas akan menurun pertumbuhannya dan mangsa di wilayah yang dilindungi akan naik pertumbuhannya. Adapun untuk pertumbuhan mangsa yang di wilayah yang dilindungi pada saat 18. akan mencapai ribu dengan r 1.2, ketika saat 1508 akan mencapai ribu dengan r 2, dan 54

55 kemudian ketika saat 1556 akan mencapai ribu dengan r 2.8. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A Dinamika Populasi Spesies Mangsa dengan n m Q1 dan k m Qk l Adapun untuk mengetahui suatu grafik dari spesies mangsa maka akan diberikan nilai parameter sebagai berikut. R16,,a1.5, q45, s20, t35, $ 0.001, 2,r $ 2.5, dan r 10.5,5,3. nilai awal yang diberikan adalah 5, dan 2 adapun untuk g Untuk hasil simulasi dapat dilihat pada gambar 4.5 yang menunjukan dinamika populasi mangsa dengan $ Q1 dan r $ Qr menggunakan dua dimensi. Gambar 4.5. Dinamika Populasi Spesies Mangsa $ Q1 dan r $ Qr Pada kasus Gambar 4.5. ini adalah dinamika mangsa yang berada di wilayah bebas dan mangsa yang berada di wilayah yang dilindungi. Kasus ini memiliki r yang berbeda yaitu (10.5, 5, 3) dan $ Q1. Ketika r semakin besar maka mangsa yang berada di wilayah bebas akan semakin tinggi pertumbuhannya. Dan sebaliknya keadaan mangsa di wilayah yang dilindungi akan semakin menurun pertumbuhannya. 55

56 Hal tersebut di akibatkan juga oleh $ Q1. Karena pada kasus ini pemangsa memiliki peran yang kecil untuk berinteraksi dengan mangsa di wilayah bebas. adapun untuk pertumbuhan mangsa di wilayah bebas pada saat 1314 akan mencapai ribu dengan r 10.5, ketika saat 162 akan mencapai ribu dengan r 5, dan kemudian ketika saat 140 akan mencapai ribu dengan r 3. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A-5. 56

57 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa dapat dibentuk kedalam model matematika sebagai berikut: 1 q r $r $ a 1 s r 1r 2 R1 t 2 2. Untuk jenis kestabilan titik ekuilibrium adalah sebagai berikut: a. 0 K 0,0,0 jenis kestabilannya adalah tidak stabil. b. 0 $ 0,0,t jenis kestabilannya adalah saddel, dengan manifold stabil 1-dimensi pada sumbu dan manifold tidak stabil 2-dimensi pada sumbu. c. 0,, 0 jenis kestabilannya adalah saddel, dengan manifold tidak stabil 1-dimensi pada sumbu dan manifold stabil 2-dimensi pada sumbu. 3. Dari teorema yang dibuktikan menggunakan metode Lyapunov maka 0 f f, f, f jenis kestabilannya adalah stabil asimtotik. 4. Simulasi model pemangsa sebagian tergantung pada mangsa sebagai berikut: a. Dinamika populasi dua mangsa dan satu pemangsa menggunakan dua dimensi akan menuju pada titik ekuilibrium 0 f f, f, f jenis kestabilannya adalah stabil asimtotik. b. Dinamika populasi mangsa pemangsa menggunakan tiga dimensi yang dibedakan nilai awalnya maka lebih jelas bahwa kurvanya 5

58 menuju pada titik ekuilibrium 0 f yang bersifat stabil asimtotik yaitu , , dan c. Dinamika populasi spesies pemangsa ketika semakin besar maka pertumbuhan pemangsa akan semakin tinggi. d. Dinamika populasi spesies mangsa dengan $ ž1 dan r $ r ketika r semakin kecil maka pertumbuhan mangsa di wilayah yang dilindungi akan semakin tinggi. e. Dinamika populasi spesies mangsa dengan $ Q1 dan r $ Qr ketika r semakin besar maka pertumbuhan mangsa di wilayah bebas akan semakin tinggi. 5.2 Saran Pada tugas akhir ini mengkaji lebih dalam model mangsa pemangsa di wilayah yang dilindungi dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa. Adapun untuk kajian selanjutnya maka saran dari penulis tugas akhir ini dapat mengkaji lebih dalam model mangsa pemangsa di wilayah bebas dengan kasus pemangsa sebagian tergantung pada mangsa. 58

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap mahluk hidup dituntut untuk senantiasa berinteraksi dengan mahluk hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau interaksi antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang mengandung derivatif dari variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas. Persamaan diferensial sendiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara organisme dengan organisme lain serta dengan lingkungannya. Pada dasarnya organisme tidak dapat

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibatnya model matematika sistem dinamik mengandung derivative biasa

BAB I PENDAHULUAN. Akibatnya model matematika sistem dinamik mengandung derivative biasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu Pengetahuan memberikan landasan teori bagi perkembangan teknologi, salah satunya adalah matematika. Cabang matematika modern yang mempunyai cakupan wilayah penelitian

Lebih terperinci

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa.

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun

Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 05 Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun Irham Taufiq, Imam Solekhudin, Sumardi 3 Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 2 (2014), hal 125 134. PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan

Lebih terperinci

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan 1 Ai Yeni, 2 Gani Gunawan, 3 Icih Sukarsih 1,2,3 Prodi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama)

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Dalam hal ini diberikan dua spesies yang hidup bersama dalam suatu habitat tertutup. Kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis hubungan interaksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan digunakan sebagi landasan pembahasan untuk bab III. Materi yang akan diuraikan antara lain persamaan diferensial,

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II. A. 1 Matriks didefinisikan sebagai susunan segi empat siku- siku dari bilangan- bilangan yang diatur dalam baris dan kolom (Anton, 1987:22).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas dan derivative-derivatif

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sivis pakem para bellum ungkapan Yunani yang berarti Jika ingin damai maka bersiaplah untuk berperang. Ungkapan ini sesuai dengan pesan yang terkandungan dalam Al-Qur

Lebih terperinci

Open Source. Not For Commercial Use

Open Source. Not For Commercial Use Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Limit dan Kekontinuan Misalkan z = f(, y) fungsi dua peubah dan (a, b) R 2. Seperti pada limit fungsi satu peubah, limit fungsi dua peubah bertujuan untuk mengamati

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didunia nyata banyak soal matematika yang harus dimodelkan terlebih dahulu untuk mempermudah mencari solusinya. Di antara model-model tersebut dapat berbentuk sistem

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu observasi yang berguna dalam bidang komputasi di tahun 1970 adalah observasi terhadap permasalahan relaksasi Lagrange. Josep Louis Lagrange merupakan tokoh ahli

Lebih terperinci

PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR. Yuliani, Marwan Sam

PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR. Yuliani, Marwan Sam Jurnal Dinamika, September 2015, halaman 25-38 ISSN 2087-7889 Vol. 06. No. 2 PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR Yuliani, Marwan Sam Program StudiMatematika,

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey

Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey NATURALA Journal of Scientific Modeling & Computation Volume No. 03 58 ISSN 303035 Interaksi Antara PredatorPrey dengan Faktor Pemanen Prey Suzyanna Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dijelaskan metode Adams Bashforth-Moulton multiplikatif (M) orde empat beserta penerapannya. Metode tersebut memuat metode Adams Bashforth multiplikatif orde empat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti Nida Sri Utami Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS Lina Aryati Jurusan Matematika FMIPA UGM ABSTRAK

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN 5 Ruang Vektor Ruang Vektor Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem Kontrol

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., 2002). Salah satu tujuan utama dari sistem dinamik adalah mempelajari perilaku dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

SKEMA NUMERIK PERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN PEMANENAN

SKEMA NUMERIK PERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN PEMANENAN Skema Numerik ersamaan Leslie Gower dengan emanenan SKEMA NUMERIK ERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN EMANENAN Trija Fayeldi Jurusan endidikan Matematika Universitas Kanjuruhan Malang Email: trija_fayeldi@yahoocom

Lebih terperinci

Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : Misalkan suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai

Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : Misalkan suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [ Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL) ] Jika suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : x=ax+b,x(0)=x0,x~%"

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN Kendali Optimal pada Sistem Prey Predator dengan Pemberian Makanan Alternatif pada Predator Fitroh Resmi dan Subchan Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief

Lebih terperinci

METODE PANGKAT DAN METODE DEFLASI DALAM MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS

METODE PANGKAT DAN METODE DEFLASI DALAM MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS METODE PANGKAT DAN METODE DEFLASI DALAM MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS Arif Prodi Matematika, FST- UINAM Wahyuni Prodi Matematika, FST-UINAM Try Azisah Prodi Matematika, FST-UINAM

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA

ANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA ANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA (HAMA PENGGEREK BUAH) DAN PAEDERUS FUSCIPES SP (TOMCAT) DENGAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DAN RESPON FUNGSIONAL MICHAELIS MENTEN DENGAN METODE BEDA HINGGA MAJU SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : Persamaan Linear Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : a x + a y = b Persamaan jenis ini disebut sebuah persamaan linear dalam peubah x dan y. Definisi

Lebih terperinci

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Vol. 8, No.1, 1-11, Juli 2011 Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Nur Erawati, Azmimy Basis Panrita Abstrak Teorema Cayley-Hamilton menyatakan bahwa setiap matriks bujur sangkar memenuhi persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit.

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem dinamik dapat dipandang sebagai suatu sistem yang bergantung terhadap waktu. Sistem dinamik yang menggunakan waktu kontinu disebut dengan sistem dinamik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diberikan latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut Effendie

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR TUGAS AKHIR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ( S TA B I L I T Y A N A LY S I S O F A P R E D AT O R - P R E Y M O D E L W I T H I N F E C T

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA

KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA Seminar Nasional Matematika dan Aplikasinya 21 Oktober 2017 Surabaya Universitas Airlangga KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA Muhammad Ikbal 1) Syamsuddin

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit

Lebih terperinci

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL FUZZY ORDE SATU MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON ORDE TIGA

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL FUZZY ORDE SATU MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON ORDE TIGA Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 2 (2014), hal 117 124. PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL FUZZY ORDE SATU MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON ORDE TIGA

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ADAMS-BASHFORTH-MOULTON ORDE EMPAT UNTUK MENENTUKAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER HOMOGEN ORDE TIGA KOEFISIEN KONSTAN

PENERAPAN METODE ADAMS-BASHFORTH-MOULTON ORDE EMPAT UNTUK MENENTUKAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER HOMOGEN ORDE TIGA KOEFISIEN KONSTAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 21 25 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENERAPAN METODE ADAMS-BASHFORTH-MOULTON ORDE EMPAT UNTUK MENENTUKAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER

Lebih terperinci

Pertemuan 1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks

Pertemuan 1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks Matriks & Ruang Vektor Pertemuan Sistem Persamaan Linier dan Matriks Start Matriks & Ruang Vektor Outline Materi Pengenalan Sistem Persamaan Linier (SPL) SPL & Matriks Matriks & Ruang Vektor Persamaan

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA K1 Kelas X matematika PEMINATAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami bentuk-bentuk persamaan

Lebih terperinci

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A = NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN >> DEFINISI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen (vektor karakteristik) dari A jika Ax adalah

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK MODEL POPULASI MANGSA PEMANGSA DENGAN WILAYAH RESERVASI DAN PEMANENAN PEMANGSA Aidil Awal 1*), Syamsuddin Toaha 2), Khaeruddin 2)

ANALISIS DINAMIK MODEL POPULASI MANGSA PEMANGSA DENGAN WILAYAH RESERVASI DAN PEMANENAN PEMANGSA Aidil Awal 1*), Syamsuddin Toaha 2), Khaeruddin 2) ANALISIS DINAMIK MODEL POPULASI MANGSA PEMANGSA DENGAN WILAYAH RESERVASI DAN PEMANENAN PEMANGSA Aidil Awal 1*) Syamsuddin Toaha 2) Khaeruddin 2) Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI

ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 3 (2013), hal 197 204. ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI Eka

Lebih terperinci

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN Oleh: Labibah Rochmatika (12 09 100 088) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko M.Si Drs. Lukman

Lebih terperinci

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT)

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT) 1 RUANG VEKTOR Nurdinintya Athari (NDT) RUANG VEKTOR Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Basis Subruang Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem kontrol

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT Pertemuan Ke SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST,MT Pendahuluan Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui

Lebih terperinci

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK SEMIRATA MIPAnet 2017 24-26 Agustus 2017 UNSRAT, Manado MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK HASAN S. PANIGORO 1, EMLI RAHMI 2 1 Universitas

Lebih terperinci

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) 1 DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Penentuan Titik Tetap I HAIL DAN PEMBAHAAN Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah terhadap waktu (solusi konstan). Titik

Lebih terperinci

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Agung Wicaksono, J2A605006, Jurusan Matematika, FSM UNDIP, Semarang, 2012 Abstrak: Metode matriks pseudo invers merupakan

Lebih terperinci

Memahami konsep dasar turunan fungsi dan mengaplikasikan turunan fungsi pada

Memahami konsep dasar turunan fungsi dan mengaplikasikan turunan fungsi pada 5 TURUNAN JUMLAH PERTEMUAN : 4 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami konsep dasar turunan fungsi dan mengaplikasikan turunan fungsi pada permasalahan yang ada Materi : 5.1 Pendahuluan Ide awal

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK MODEL PREDATOR-PREY PADA POPULASI ECENG GONDOK DENGAN ADANYA IKAN GRASS CARP DAN PEMANENAN

ANALISIS DINAMIK MODEL PREDATOR-PREY PADA POPULASI ECENG GONDOK DENGAN ADANYA IKAN GRASS CARP DAN PEMANENAN ANALISIS DINAMIK MODEL PREDATOR-PREY PADA POPULASI ECENG GONDOK DENGAN ADANYA IKAN GRASS CARP DAN PEMANENAN Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi

Lebih terperinci

ALJABAR LINEAR BASIS RUANG BARIS DAN BASIS RUANG KOLOM SEBUAH MATRIKS. Dosen Pengampu: DARMADI, S.Si, M.Pd. Oleh: Kelompok III

ALJABAR LINEAR BASIS RUANG BARIS DAN BASIS RUANG KOLOM SEBUAH MATRIKS. Dosen Pengampu: DARMADI, S.Si, M.Pd. Oleh: Kelompok III ALJABAR LINEAR BASIS RUANG BARIS DAN BASIS RUANG KOLOM SEBUAH MATRIKS Dosen Pengampu: DARMADI, SSi, MPd Oleh: Kelompok III 1 Andik Dwi S (06411008) 2 Indah Kurniawati (06411090) 3 Mahfuat M (06411104)

Lebih terperinci

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI POKOK Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI BAHASAN : A. Persamaan Linear B. Pertidaksamaan Linear Modul.MTK X 0 Kalimat terbuka adalah kalimat matematika yang belum dapat ditentukan nilai

Lebih terperinci

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Beberapa teori yang dibutuhkan untuk membahas pemodelan matematika pada tugas akhir ini adalah: 2.1 Persamaan Diferansial Persamaan diferensial muncul dari masalah-masalah nyata dalam

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aryati dkk.(2003) menyatakan bahwa persamaan diferensial adalah formulasi matematis dari masalah di berbagai bidang kehidupan. Persamaan diferensial sering

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

Lebih terperinci

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan BAB III MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dipaparkan model Kaplan secara terperinci sebelum memodifikasinya menjadi model yang lebih realistis pada bab selanjutnya. Kaplan memberikan suatu model deterministik

Lebih terperinci