VII. PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DALAM PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DALAM PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA"

Transkripsi

1 VII. PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DALAM PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA FaktorFaktor yang Berpengaruh terhadap Keputusan Rumahtangga Petani Untuk Melakukan Pengembangan Sumberdaya Manusia Untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga petani untuk melakukan kegiatan pengembangan sumberdaya manusia, pada penelitian ini digunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan model persamaan tunggal. Pendugaan parameter menggunakan metode pendugaan OLS (Ordinary Least Squares). Persamaan tersebut menunjukkan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi keputusan rumahtangga petani untuk melakukan kegiatan pengembangan sumberdaya manusia dalam rumahtangga. Keputusan rumahtangga ditunjukkan dengan berapa jumlah pengeluaran yang digunakan untuk investasi sumberdaya manusia. Petani sebagai kepala rumahtangga mempunyai kesempatan untuk melakukan investasi sumberdaya manusia yaitu investasi pendidikan (INVPEN), pelatihan (INVPEL) dan kesehatan (INVKES) bagi anggota keluarganya dengan tujuan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia anggota rumahtangga dan meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan rumahtangga petani. Pengeluaran untuk investasi sumberdaya manusia dipengaruhi oleh motivasi petani untuk memutuskan melakukan kegiatan pendidikan, pelatihan dan kesehatan (CPPEN, CPPEL, CPKES), pendidikan petani (CP 2 ), jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan dalam rumahtangga (JAK), pendapatan rumahtangga petani (PERT), jumlah tabungan rumahtangga (FL 2 ), pandangan petani dan anggota keluarganya terhadap kegiatan pengembangan sumberdaya manusia (PEND, PEL, KES) dan hubungan rumahtangga dengan lembaga terkait

2 171 (ORG, SULUH, LEMB). Analisis ini dibagi dalam dua wilayah yaitu pantai dan pegunungan. Setiap wilayah ada dua lokasi yaitu desa dengan kriteria kota dan desa. Program dan hasil lengkap pendugaan parameter keputusan rumahtangga petani melakukan investasi sumberdaya manusia terdapat pada Lampiran 2 dan Investasi Pendidikan Faktorfaktor yang berpengaruh nyata terhadap keputusan rumahtangga untuk melakukan investasi pendidikan di wilayah pantai (Kabupaten Bantul) yang didekati dengan pengeluaran rumahtangga untuk kegiatan pendidikan adalah motivasi petani, jumlah anggota keluarga, keterlibatan dalam organisasi dan jumlah lembaga yang dihubungi. Pada wilayah pegunungan (Kabupaten Kulon Progo) yang berpengaruh nyata hanya jumlah anggota keluarga. Rumahtangga petani wilayah pantai memutuskan melakukan investasi pendidikan karena pengaruh faktor keterlibatan dalam organisasi dan jumlah lembaga yang dihubungi. Berhubungan dengan lembaga bisa mempengaruhi pola pikir petani dan keluarga ke arah masa depan, salah satunya adalah untuk melakukan investasi pendidikan. Di wilayah pantai dijumpai beberapa organisasi lokal (lembaga keagamaan, kepemudaan). Kelembagaan tersebut merupakan modal sosial bagi rumahtangga petani desa tersebut, walaupun ternyata keberadaan lembaga tersebut tidak berdampak secara positif terhadap pengeluaran investasi pendidikan dalam rumahtangga petani. Lembaga yang sering dihubungi petani adalah Balai Pertanian. Materi yang dibahas lebih banyak mengenai kegiatan usahatani, kurang membahas bagaimana pentingnya pendidikan dalam rumahtangga dan manfaatnya di masa yang akan datang. Petani yang sering berhubungan dengan pihak lain seperti terlibat dalam organisasi diharapkan akan

3 172 mendapat informasi lebih banyak dibanding mereka yang jarang berhubungan dengan pihak lain. Hal ini seperti dikemukakan Sem (2006), salah satu faktor penyebab rendahnya investasi sumberdaya manusia adalah masih rendahnya pemahaman dari keluarga atau orang tua akan pentingnya investasi pendidikan dalam rumahtangga. Hasil pendugaan persamaan investasi pendidikan (INVPEN) rumahtangga petani di wilayah pantai dan pegunungan dapat dilihat pada Tabel 48. Tabel 48. Hasil Pendugaan FaktorFaktor yang Berpengaruh terhadap Investasi Pendidikan Rumahtangga Petani Wilayah Pantai dan Pegunungan Provinsi DIY Tahun 2009 Persamaan / Variabel Wilayah Pantai Investasi Pendidikan (INVPEN) Motivasi petani (CPPEN) Pendidikan petani (CP 2) Jumlah anggota keluarga (JAK) Pendapatan rumahtangga petani (PERT) Tabungan rumahtangga petani (FL 2 ) Pandangan rumahtangga petani terhadap pendidikan (PEND) Keterlibatan dalam organisasi (ORG) Kehadiran dalam penyuluhan (SULUH) Jumlah lembaga yang dihubungi (LEMB) Wilayah Pegunungan Investasi Pendidikan (INVPEN) Motivasi petani (CPPEN) Pendidikan petani (CP 2) Jumlah anggota keluarga (JAK) Pendapatan rumahtangga petani (PERT) Tabungan rumahtangga petani (FL 2 ) Pandangan rumahtangga petani terhadap pendidikan (PEND) Keterlibatan dalam organisasi (ORG) Kehadiran dalam penyuluhan (SULUH) Jumlah lembaga yang dihubungi (LEMB) Keterangan : *α 0.10 Estimasi Parameter 2 (R =0.1139) (R =0.1338) Peluang * * * * <0.0001* Elastisitas Petani dan keluarga di wilayah pantai dan pegunungan melakukan investasi pendidikan dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Hal ini sesuai yang dikatakan Becker dan Tomes (1976) bahwa orang tua akan berkonsentrasi membiayai anggota keluarganya (anakanaknya). Pendapatan orang tua atau anggota keluarga yang sudah dewasa akan ditransfer kepada anakanaknya atau

4 173 anggota keluarga yang usianya lebih muda. Perhatian keluarga difokuskan kepada pengembangan bagi anakanaknya dan seluruh anggota keluarga. Orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya, sehingga semakin banyak anggota keluarga, petani akan berusaha meningkatkan kualitas anggota keluarganya dengan melakukan investasi pendidikan. Yang diperoleh orangtua belum tentu return yang berupa fisik dana, tetapi ada faktor lain seperti kebanggaan dalam rumahtangga, yaitu tingkat kepuasan karena mengkonsumsi kegiatan dari pengembangan sumberdaya manusia yang hasilnya di peroleh di kemudian hari. Fasilitas di wilayah pantai lebih lengkap dan baik, hal ini menyebabkan kesempatan lebih banyak untuk melakukan kegiatan ekonomi bagi anggota rumahtangga. Banyak pilihan kegiatan yang dapat dilakukan, dengan demikian perlu adanya motivasi petani untuk memutuskan melakukan investasi pendidikan dalam rumahtangga petani. Sedangkan di wilayah pegunungan yang kondisi infrastrukturnya tidak selengkap wilayah pantai, pilihan kegiatan ekonomi juga terbatas, sehingga dorongan untuk melakukan kegiatan pengembangan kualitas sumberdaya manusiapun juga kecil. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur wilayah sangat berpengaruh terhadap perilaku keputusan rumahtangga untuk melakukan investasi pendidikan. Secara deskriptif semakin tinggi pendidikan kepala keluarga wilayah pantai, maka ada kecenderungan semakin tinggi investasi pendidikan, walaupun pandangan rumahtangga petani terhadap kegiatan pendidikan menurun. Hal ini bisa terjadi karena semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, semakin tinggi pula motivasi petani untuk memutuskan melakukan investasi dalam rumahtangga

5 174 petani. Pemahaman bahwa pendidikan itu penting dan bermanfaat, diperoleh dari semakin seringnya petani beserta keluarganya terlibat dalam organisasi dan semakin tinggi tingkat kehadiran dalam penyuluhan. Begitu juga di wilayah pegunungan investasi pendidikan semakin tinggi sering dengan semakin tinggi pendidikan kepala keluarga. Hal ini yang menyebabkan pandangan terhadap kegiatan pendidikan semakin baik serta semakin tinggi motivasi petani untuk memutuskan untuk melakukan investasi pendidikan dalam rumahtangga petani Investasi Pelatihan Faktorfaktor yang berpengaruh nyata terhadap keputusan rumahtangga untuk melakukan investasi pelatihan di wilayah pantai yang didekati dengan pengeluaran rumahtangga untuk kegiatan pelatihan adalah motivasi petani, pendidikan, jumlah anggota keluarga, keterlibatan dalam organisasi, kehadiran dalam penyuluhan dan jumlah lembaga yang dihubungi rumahtangga petani. Untuk wilayah pegunungan yang berpengaruh nyata adalah pendidikan, jumlah anggota keluarga, pandangan terhadap pelatihan dan keterlibatan dalam organisasi. Seperti dijelaskan pada investasi pendidikan, bahwa fasilitas di wilayah pantai lebih memadai, hal ini menyebabkan kesempatan lebih banyak untuk melakukan kegiatan ekonomi bagi anggota rumahtangga. Sehingga banyak pilihan kegiatan yang dapat dilakukan, dengan demikian perlu adanya motivasi petani untuk memutuskan melakukan investasi pelatihan. Sedangkan di wilayah pegunungan yang kondisi infrastrukturnya tidak selengkap wilayah pantai, maka pilihan kegiatan ekonomi juga terbatas, sehingga motivasi untuk melakukan kegiatan pengembangan kualitas sumberdaya manusiapun juga kecil. Motivasi

6 175 untuk memutuskan melakukan investasi pelatihan tidak berpengaruh di wilayah pegunungan, namun pandangan terhadap kegiatan pelatihan berpengaruh. Rumahtangga wilayah pegunungan meskipun sudah memahami manfaat pelatihan, tetapi tidak ada motivasi untuk melakukan investasi pelatihan dengan sepenuhnya. Berbeda dengan rumahtangga wialyah pantai karena kondisi infrastruktur yang berbeda, banyak fasilitas yang memungkinkan dilakukan investasi pelatihan. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur wilayah sangat berpengaruh terhadap perilaku keputusan rumahtangga untuk melakukan investasi pelatihan. Hasil pendugaan persamaan investasi pelatihan (INVPEL) rumahtangga petani wilayah pantai dan pegunungan dapat dilihat pada Tabel 49. Tabel 49. Hasil Pendugaan FaktorFaktor yang Berpengaruh terhadap Investasi Pelatihan Rumahtangga Petani Wilayah Pantai dan Pegunungan Provinsi DIY Tahun 2009 Persamaan / Variabel Wilayah Pantai Investasi Pelatihan (INVPEL) Motivasi petani (CPPEL) Pendidikan petani (CP 2) Jumlah anggota keluarga (JAK) Pendapatan rumahtangga petani (PERT) Tabungan rumahtangga petani (FL 2 ) Pandangan rumahtangga petani terhadap pelatihan (PEL) Keterlibatan dalam organisasi (ORG) Kehadiran dalam penyuluhan (SULUH) Jumlah lembaga yang dihubungi (LEMB) Wilayah Pegunungan Investasi Pelatihan (INVPEL) Motivasi petani (CPPEL) Pendidikan petani (CP 2) Jumlah anggota keluarga (JAK) Pendapatan rumahtangga petani PERT) Tabungan rumahtangga petani (FL 2 ) Pandangan rumahtangga petani terhadap pelatihan (PEL) Keterlibatan dalam organisasi (ORG) Kehadiran dalam penyuluhan (SULUH) Jumlah lembaga yang dihubungi (LEMB) Keterangan : *α 0.10 Estimasi Parameter 2 (R =0.1607) (R =0.1171) Peluang * * * * * * * * * * Elastisitas Jumlah anggota keluarga di kedua wilayah berpengaruh nyata, karena merupakan tanggung jawab orang tua untuk meningkatkan kualitas anggota

7 176 keluarga dengan menambah keterampilan yang bermanfaat. Seperti yang dikatakan Huffman (1999) bahwa untuk dapat mengadopsi teknologi cukup diperlukan pelatihan atau pengalaman saja, tidak harus mengikuti pendidikan formal. Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani dan keluarganya belum bersifat operasional, kadangkadang tidak berhubungan dengan pekerjaannya. Begitu juga tingkat pendidikan petani di kedua wilayah berpengaruh nyata terhadap keputusan rumahtangga untuk melakukan investasi pelatihan. Dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, maka pengetahuan dan keahlian yang dimiliki petani akan lebih baik dibanding petani yang memiliki pendidikan lebih rendah. Artinya bahwa tingkat pemahaman akan kualitas sumberdaya manusia juga diharapkan lebih baik. Berdasarkan lokasi, wilayah pantai tersedia lebih banyak dan lebih beragam fasilitas lembaga pelatihan dibanding wilayah pegunungan yang kondisi wilayahnya lebih sulit dijangkau (berbukit). Dengan demikian kesempatan rumahtangga petani wilayah pantai untuk berhubungan dengan pihak lain lebih besar, sehingga petani memutuskan melakukan investasi pelatihan. Untuk menuju lokasi wilayah pantai akan lebih mudah terjangkau (datar), transportasi menuju lokasi juga lebih banyak dibanding wilayah pegunungan. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan lebih banyak kegiatan penyuluhan bagi petani. Dengan seringnya mengikuti penyuluhan maka petani lebih banyak informasi untuk dapat mengikuti kegiatan pelatihan. Begitu juga keterlibatan anggota rumahtangga dalam organisasi di kedua wilayah memberikan dampak positif pada rumahtangga petani. Dengan sering berkomunikasi dengan orang lain, aktif dalam suatu organisasi baik sebagai pengurus ataupun anggota biasa tetap akan tetap akan

8 177 memperoleh manfaat. Petani akan saling tukar pikiran, sehingga diharapkan akan memiliki keinginan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti pelatihan yang diperlukan. Secara deskriptif baik di wilayah pantai dan pegunungan, semakin tinggi pendidikan kepala keluarga ada kecenderungan semakin tinggi pula investasi pelatihan, walaupun pandangan anggota rumahtangga terhadap kegiatan pelatihan menurun. Jumlah anggota keluarga juga berpengaruh, seperti dikatakan Haddad (1997) bahwa perhatian keluarga difokuskan kepada pengembangan bagi anakanaknya dan seluruh anggota keluarga. Orang tua akan berusaha anggota keluarganya memiliki keterampilan yang akan menunjang kelancaran tugas pekerjaannya dan berguna untuk membantu mendapatkan tambahan penghasilan. Peningkatan investasi pelatihan tersebut sebagai dampak semakin tinggi motivasi petani untuk memutuskan melakukan investasi pelatihan dalam rumahtangga petani. Semakin tinggi keterlibatan anggota rumahtangga dalam organisasi dan jumlah lembaga yang dihubungi serta tingkat kehadiran anggota rumahtangga dalam penyuluhan semakin tinggi, maka semakin tinggi pula keputusan rumahtangga petani untuk melakukan investasi pelatihan. Di wilayah pegunungan dengan fasilitas terbatas dan mobilitas terbatas, mengakibatkan aktivitas petani juga terbatas. Sehingga banyak faktor yang dijadikan pertimbangan apakah akan memutuskan melakukan investasi pelatihan dalam rumahtangga. Dengan lokasi yang agak terisolir dari kegiatan sosial ekonomi, sehingga tidak mudah untuk mengambil keputusan dengan cepat. Di wilayah pantai lebih banyak tersedia fasilitas lembaga pelatihan formal dan non formal, sehingga lebih banyak kesempatan untuk mengikuti kegiatan pelatihan.

9 178 Kondisi kedua wilayah mempengaruhi cara berfikir dan perilaku masyarakatnya. Sementara rumahtangga wilayah pantai biasa bertindak cepat, lugas dan dinamis lebih cepat dalam memperoleh informasi, sedangkan rumahtangga wilayah pegunungan cenderung berperilaku lamban Investasi Kesehatan Rumahtangga wilayah pantai menggunakan beberapa pertimbangan untuk melakukan investasi kesehatan. Petani sebagai kepala keluarga mempunyai kewajiban agar seluruh anggota keluarga tetap sehat. Petani bertanggung jawab atas kondisi kesehatan anggota keluarganya. Hasil penelitian ini sesuai pendapat yang dikemukakan Huffman (2000) bahwa pertimbangan yang digunakan apabila rumahtangga petani akan melakukan investasi sumberdaya manusia yaitu berapa besar biaya yang digunakan untuk investasi sumberdaya manusia dan apakah kegiatan dan informasi yang akan diperoleh itu memberikan manfaat. Semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, semakin tinggi pula pemahaman petani untuk segera memutuskan melakukan investasi dalam rumahtangga petani. Pemahaman bahwa kesehatan itu penting dan bermanfaat, juga diperoleh dari semakin seringnya petani beserta keluarganya berhubungan dengan lembaga yang ada. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan mempunyai keberanian untuk berhubungan dengan pihak lain. Pada awalnya tabungan diduga berpengaruh negatif terhadap investasi kesehatan, karena keduanya merupakan alternatif pengeluaran yang harus dipilih, namun yang terjadi tabungan berpengaruh positif. Hal ini terjadi karena rumahtangga petani ratarata memiliki tabungan yang sudah terakumulasi dari tahuntahun sebelumnya. Dengan adanya tabungan maka rumahtangga merasa ada

10 179 jaminan persediaan dana yang dapat digunakan untuk pengeluaran investasi termasuk investasi kesehatan. Tabungan tersebut dapat berupa tanah, ternak, kendaraan ataupun berupa dana. Rumahtangga petani di pegunungan dipengaruhi oleh pandangan anggota keluarga terhadap kesehatan secara negatif untuk memutuskan apakah akan melakukan investasi kesehatan dalam rumahtangga. Hal ini dapat dijelaskan bahwa walaupun sudah paham akan manfaat kesehatan, tetapi rumahtangga petani wilayah pegunungan masih mempunyai pertimbangan lain seperti manfaat dan biaya. Jadi ada yang memutuskan melakukan investasi dan ada yang belum melakukannya, hal ini tergantung akan adanya kendala yang dihadapi masingmasing rumahtangga. Seperti dikatakan Soekanto (1994) masyarakat wilayah pegunungan yang sulit dijangkau dibanding wilayah pantai masih kurang dalam upaya menjaga kesehatan preventif. Hal ini karena sulitnya masyarakat wilayah pegunungan untuk menjangkau layanan kesehatan yang ada. Masyarakat tidak begitu dituntut untuk bekerja keras. Tanpa kerja keras pun mereka dapat makan dari hasil tanaman di sekitar pekarangan rumah mereka. Dengan diketahuinya faktorfaktor yang berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga untuk melakukan pengembangan sumberdaya manusia, maka dapat lebih mendorong rumahtangga untuk melakukan kegiatan pengembangan sumberdaya manusia dan berusaha meminimalkan kendala yang ada dalam pelaksanaan pengembangan sumberdaya manusia dalam rumahtangga. Faktorfaktor yang berpengaruh nyata terhadap investasi kesehatan rumahtangga petani di wilayah pantai dan pegunungan dapat dilihat pada Tabel 50.

11 180 Invesatsi kesehatan memang belum merupakan kegiatan prioritas bagi rumahtangga baik di wilayah pantai dan pegunungan. Walaupun sudah memahami pentingnya investasi kesehatan, tetapi dana yang dialokasikan untuk investasi kesehatan masih kecil. Dengan perbedaan infrastruktur wilayah menyebabkan perbedaan perilaku rumahtangga untuk memutuskan apakah akan melakukan investasi kesehatan atau tidak melakukannya. Tabel 50. Hasil Pendugaan FaktorFaktor yang Berpengaruh terhadap Investasi Kesehatan Rumahtangga Petani Wilayah Pantai dan Pegunungan Provinsi DIY Tahun 2009 Persamaan / Variabel Estimasi Parameter Peluang Elastisitas Wilayah Pantai Investasi Kesehatan (INVKES) Motivasi petani (CPKES) Pendidikan petani (CP 2) Jumlah anggota keluarga (JAK) Pendapatan rumahtangga petani (PERT) Tabungan rumahtangga petani (FL 2 ) Pandangan rumahtangga petani terhadap kesehatan (KES) Keterlibatan dalam organisasi (ORG) Kehadiran dalam penyuluhan (SULUH) Jumlah lembaga yang dihubungi (LEMB) Wilayah Pegunungan Investasi Kesehatan (INVKES) Motivasi petani (CPKES) Pendidikan petani (CP 2) Jumlah anggota keluarga (JAK) Pendapatan rumahtangga petani PERT) Tabungan rumahtangga petani (FL 2 ) Pandangan rumahtangga petani terhadap kesehatan (KES) Keterlibatan dalam organisasi (ORG) Kehadiran dalam penyuluhan (SULUH) Jumlah lembaga yang dihubungi (LEMB) Keterangan : *α (R =0.0617) (R =0.0498) * * * * Sudah menjadi fenomena rumahtangga petani yang hidup sederhana dan pendapatan rendah, bahwa menjaga kesehatan preventif (upaya menjaga kesehatan di saat kondisi sehat/tidak sakit) masih belum menjadi kegiatan prioritas (Chang, 2008). Begitu juga faktor jumlah anggota keluarga yang menyebabkan tanggungan rumahtangga menjadi lebih besar. Pendapatan rumahtangga wilayah pegunungan yang rendah masih diprioritaskan untuk

12 181 pengeluaran kebutuhan dasar dibanding untuk pengeluaran kesehatan (investasi). Anjuran dari pemerintah untuk selalu menjaga kesehatan rumahtangga dan lingkungan belum dilaksanakan dengan baik. Pemahaman makan kenyang dan istirahat cukup sudah merupakan upaya menjaga kesehatan bagi rumahtangga petani. Secara deskriptif semakin tinggi kepala keluarga wilayah pantai, ada kecenderungan semakin tinggi pengeluaran rumahtangga yang digunakan untuk investasi kesehatan. Peningkatan tersebut karena semakin tinggi pemahaman petani dan keluarga akan manfaat kesehatan bagi rumahtangga petani. Dan didukung adanya dorongan petani sebagai kepala keluarga untuk bertanggung jawab menjaga kondisi kesehatan anggota keluarga. Sedangkan di wilayah pegunungan walaupun pemahaman terhadap kesehatan semakin baik, tetapi ada kecenderungan pengeluaran rumahtangga untuk investasi kesehatan menurun. Hal ini bisa terjadi karena pengeluaran rumahtangga masih diprioritaskan untuk pengeluaran pokok. Ditinjau dari pendapatan rumahtangga yang relatif kecil masih diprioritaskan untuk kebutuhan pokok. Dari Tabel 48 sampai dengan 50 dapat direkapitulasikan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga petani untuk memutuskan melakukan investasi sumberdaya manusia yang dapat dilihat pada Tabel 51. Diperoleh hasil bahwa motivasi petani berpengaruh nyata terhadap keputusan rumahtangga wilayah pantai untuk memutuskan melakukan investasi pendidikan dan pelatihan. Sedangkan di wilayah pegunungan motivasi tidak berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga untuk melakukan investasi sumberdaya manusia (investasi pendidikan, investasi pelatihan dan investasi kesehatan).

13 182 Faktor keterlibatan dalam organisasi berpengaruh nyata di wilayah pantai terhadap keputusan rumahtangga petani untuk melakukan investasi pendidikan dan pelatihan, sedangkan di wilayah pegunungan berpengaruh nyata terhadap keputusan melakukan investasi pelatihan saja. Hal ini karena ada perbedaan ciri dan kondisi antara wilayah pantai dan pegunungan. Perbedaan tersebut karena kondisi fisik, fasilitas infrastruktur yang mengakibatkan aktivitas dan kendala yang dihadapi berbeda. Seperti dikatakan Poplin (1972) bahwa perilaku masyarakat yang jauh dari kota dan kondisi yang sulit dijangkau (wilayah berbukit) nampak lebih homogen, dilandasi dengan konsep kebersamaan dan lebih mengisolasi dalam kelompok dibanding dengan masyarakat di lokasi yang mudah dijangkau (wilayah datar). Ciriciri wilayah yang datar adalah banyak kegiatan ekonomi, nampak lebih heterogen, individualisme, mobilitas tinggi dan lebih dinamis. Hal ini menyebabkan aktivitas masyarakat di kedua wilayah tersebut berbeda, sehingga apabila petani banyak terlibat dalam suatu lembaga, aktif dalam suatu organisasi, sering hadir dalam penyuluhan akan lebih respon dibanding petani yang tidak aktif dalam lembaga. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap investasi sumberdaya manusia dalam rumahtangga petani wilayah pantai dan pegunungan dapat dilihat pada Tabel 51. Tabel 51. FaktorFaktor yang Berpengaruh terhadap Investasi Sumberdaya Manusia Dalam Rumahtangga Petani Wilayah Pantai dan Pegunungan Provinsi DIY Tahun 2009 Pantai Wilayah Investasi Pendidikan Rumahtangga Petani CPPEN,JAK,ORG, LEMB Investasi Pelatihan Rumahtangga Petani CPPEL,CP 2,JAK,ORG, SULUH.LEMB Investasi Kesehatan Rumahtangga Petani CP2,JAK, FL 2 Pegunungan JAK CP 2,JAK,PEL,ORG KES

14 183 Di wilayah pantai semakin tinggi pendidikan petani ada kecenderungan semakin tinggi pula investasi pendidikan, pelatihan dan kesehatan. Walaupun pandangan terhadap pendidikan dan pelatihan cenderung menurun, namun beberapa rumahtangga tetap melakukan investasi sumberdaya manusia. Alasan lain sebagian petani mau mengikuti pelatihan adalah apabila ada kompensasi pendapatan. Dilihat dari motivasi petani yang tinggi dan hubungan dengan lembaga terkait sering dilakukan, maka beberapa rumahtangga tetap memutuskan untuk melakukan investasi sumberdaya manusia. Jumlah rumahtangga yang melakukan investasi pendidikan ada persen, investasi pelatihan persen dan investasi kesehatan persen, seperti terlihat pada, seperti terlihat pada Tabel 44. Di wilayah pegunungan semakin tinggi pendidikan petani, ada kecenderungan semakin tinggi investasi pendidikan dan pelatihan, sedangkan investasi kesehatan cenderung menurun. Jumlah rumahtangga petani yang melakukan investasi pendidikan persen, investasi pelatihan persen dan investasi kesehatan persen. Hal ini dikarenakan rumahtangga sudah memperoleh informasi tentang manfaat sumberdaya manusia dari seringnya terlibat dalam organisasi dan lembaga terkait. Dilihat dari strata pendidikan kepala keluarga, yang berpendidikan lebih tinggi baik rumahtangga di pantai maupun pegunungan ratarata menunjukkan adanya pemahaman dan upaya lebih baik dibanding kepala keluarga yang berpendidikan lebih rendah. Hal ini tidak hanya pengaruh internal kepala keluarga saja, tetapi juga pengaruh dari anggota keluarga. Anak dan isteri serta kondisi sosial ekonomi tetangga di sekitarnya juga mempunyai pengaruh yang besar pada pengambilan keputusan dalam rumahtangga.

15 184 Tabel 52. Aspek Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Pendapatan Rumahtangga Petani Wilayah Pantai dan Pegunungan Provinsi DIY Tahun 2009 Tingkat Pendidikan Pendapatan Rumahtangga Pandangan Rumahtangga Petani Terhadap Hubungan Dengan Lembaga Terkait Motivasi Petani (skor) Investasi Sumberdaya Manusia (rupiah/tahun) Kepala Petani (skor) (skor) Keluarga (rupiah/tahun) Wilayah Pantai SD (Tamat dan Tidak Tamat 15,586, B SLTP 14,714, B SLTA 18,817, Keatas B RataRata 16,372, B Wilayah Pegunungan SD (Tamat 11,596, dan Tidak KB Tamat SLTP 17,645, KB SLTA 13,434, Keatas KB RataRata 14,225, KB PEND PEL KES ORG SULUH LEMB CPPEN CPPEL CPKES INVPEN INVPEL INVKES 3.11 KB 3.02 KB 2.79 KB 2.97 KB 2.71 KB 2.76 KB 2.69 KB 2.71 KB 3.48 B 3.56 B 3.49 B 3.51 B 3.48 B 3.45 B 3.60 B 3.51 B 1.28 A 1.20 A 2.02 P 1.50 A 1.37 A 1.91 P 2.33 P 1.87 A 1.14 PD 1.25 PD 1.24 PD 1.21 PD 1.04 PD 1.10 PD 1.06 PD 1.07 PD 1.07 KA 1.10 KA 1.06 KA 1.07 KA 1.03 KA 1.08 KA 1.09 KA 1.07 KA 3.89 T 4.10 T 4.41 ST 4.14 T 3.86 T 4.32 ST 4.10 T 4.10 T 3.44 T 3.56 T 3.81 T 3.60 T 3.10 KT 3.27 KT 3.10 KT 3.16 KT 3.61 T 3.70 T 3.77 T 3.69 T 3.69 T 3.79 T 3.85 T 3.78 T 960, , ,968 1,655, , ,273 1,942, , ,303 1,519, , ,181 1,140, , ,871 1,721, , ,432 1,321, , ,559 1,394, , ,287 Keterangan : PEND/PEL/KES = Pandangan terhadap pendidikan/pelatihan/kesehatan ; ORG = Keterlibatan dalam organisasi, SULUH = Kehadiran dalam penyuluhan, LEMB = Jumlah lembaga yang dihubungi ; CPPEN/CPPEL/CPKES = Motivasi petani untuk memutuskan melakukan kegiatan pendidikan/pelatihan/kesehatan ; INVPEN/INVPEL/INVKES = Investasi pendidikan/pelatihan/kesehatan SB:sangat bermanfaat; B:bermanfaat; KB:kurang bermanfaat; TB:tidak bermanfaat; STB:sangat tidak bermanfaat ST:sangat termotivasi; T:termotivasi; KT:kurang termotivasi; TT:tidak termotivasi; STT:sangat tidak termotivasi

16 185 Rumahtangga petani biasanya kurang cepat dalam mengambil keputusan. Apalagi pengambilan kebutuhan untuk melakukan kegiatan investasi sumberdaya manusia, karena hasil investasi ini tidak dapat dirasakan pada saat ini. Selain biaya investasi yang menjadi kendala, juga pemahaman tentang faktor apa manfaat dilakukannya pengembangan sumberdaya manusia dalam rumahtangga. Aspek pengembangan sumberdaya manusia dan pendapatan rumahtangga petani wilayah pantai dan pegunungan dapat dilihat pada Tabel Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia serta Kaitannya Dengan Alokasi Sumberdaya Produksi, Alokasi Pengeluaran Konsumsi dan Pendapatan Rumahtangga Petani Model ekonomi rumahtangga dalam penelitian ini merupakan hasil estimasi model ekonometrika yang menggunakan sistem persamaan simultan yang terdiri dari persamaan struktural dan persamaan identitas. Pada model ini sudah dilakukan spesifikasi secara berulang untuk memperoleh model yang bermakna menurut kriteria ekonomi dan kriteria statistika. Model hasil respesifikasi ini merupakan model yang paling memungkinkan secara teori, empiris dan keterbatasan data yang ada. Persamaanpersamaan tersebut mewakili perilaku ekonomi rumahtangga untuk kegiatan investasi sumberdaya manusia (kualitas sumberdaya manusia dan investasi sumberdaya manusia), produksi, penggunaan input (biaya usahatani dan tenaga kerja luar keluarga), alokasi waktu kerja (curahan waktu kerja usahatani dan luar usahatani), pendapatan (usahatani, luar usahatani dan pendapatan rumahtangga) dan pengeluaran (konsumsi pangan, bukan pangan dan total pengeluaran).

17 186 Pada penelitian ini menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani dalam pengembangan sumberdaya manusia antara wilayah pantai (Kabupaten Bantul) dan pegunungan (Kabupaten Kulon Progo). Secara rinci program SAS dan hasil estimasi perilaku ekonomi rumahtangga dalam pengembangan sumberdaya manusia disajikan pada Lampiran Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia Wilayah Pantai Investasi Sumberdaya Manusia Wilayah Pantai Perilaku Investasi sumberdaya manusia disusun dalam persamaan struktural kualitas sumberdaya manusia dan persamaan identitas investasi sumberdaya manusia. Perilaku kualitas sumberdaya manusia wilayah pantai tidak ada satu faktorpun yang berpengaruh nyata. Hal ini terjadi karena rumahtangga wilayah pantai memiliki mobilitas tinggi yang ditunjang dengan kondisi infrastruktur yang lebih memadai dibanding wilayah pegunungan. Banyak kesempatan ekonomi yang dapat dilakukan, sehingga pengembangan sumberdaya manusia yang dilakukan kurang berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia wilayah pantai. Tanpa melakukan investasi sumberdaya manusia sudah banyak kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan, walaupun pekerjaan yang dilakukan hanya memberikan imbalan yang kecil (kurang kompetitif). Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Sudirman (2007), Simanjuntak (1985), Meier (1995) dan Arow (1996). Arrow mengatakan bahwa investasi sumberdaya manusia akan meningkatkan kualitas manusia agar mempunyai keterampilan dan kemampuan, sehingga produktivitasnya meningkat. Hasil

18 187 pendugaan persamaan kualitas sumberdaya manusia wilayah pantai dapat dilihat pada Tabel 53. Tabel 53. Hasil Pendugaan Persamaan Kualitas Sumberdaya Manusia Rumahtangga Petani Wilayah Pantai Provinsi DIY Tahun 2009 Persamaan Kualitas Sumberdaya Manusia (KSDM) Investasi pendidikan (INVPEN) Investasi pelatihan (INVPEL) Investasi kesehatan (INVKES) Pendidikan petani (CP 2 ) Pendidikan anggota keluarga (PAK) Keterangan : *α 0.10 Wilayah Pantai (R 2 =0.0125) Estimasi Parameter Peluang Elastisitas < Secara deskriptif menunjukkan bahwa semakin tinggi investasi sumberdaya manusia, ada kecenderungan semakin tinggi pula kualitas sumberdaya manusia. Hal ini sesuai teori human capital yang memfokuskan pembangunan manusia dengan menitikberatkan pada kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Alokasi Sumberdaya Produksi Wilayah Pantai Perilaku alokasi sumberdaya produksi disusun dalam tiga persamaan struktural, yaitu persamaan produksi (PROD), biaya usahatani (BUT), permintaan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Dengan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, maka diharapkan petani akan lebih mampu untuk mengelola usahataninya, yang berdampak pada penggunaan biaya usahatani yang lebih efisien. Perilaku produksi wilayah pantai dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia, pengalaman, luas lahan, biaya input dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Untuk wilayah pantai kualitas sumberdaya manusia berpengaruh positif terhadap produksi pertanian. Hal ini sesuai yang dikatakan Collins dan Meyer (1971), bahwa tingkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja akan

19 188 meningkatkan produksi. Pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang kemudian akan berpengaruh positif terhadap produksi. Lahan, input produksi dan tenaga kerja yang digunakan merupakan faktor produksi pokok dalam usahatani, sehingga ketiga faktor tersebut akan memberikan dampak positif terhadap produksi usahatani rumahtangga petani. Di wilayah pantai pengaruh kualitas sumberdaya manusia terhadap biaya usahatani bertanda positif, yang pada awalnya dihipotesiskan bertanda negatif. Petani dengan lahan yang terbatas mengelola tanaman pokok padi dengan cara tradisional. Lembaga yang ada di desa kurang mendukung petani dalam memperoleh sarana produksi. Tenaga kerja yang ada terbatas, apabila membutuhkan tenaga kerja luar keluarga harus mengeluarkan biaya upah yang besar. Fenomena yang terjadi banyak anakanak muda yang tidak mau bekerja di lahan sawah, sehingga terjadi kesulitan mencari tenaga kerja upahan. Banyak dijumpai tenaga upahan adalah petani perempuan. Sementara pekerjaan sampingan juga terbatas, banyak rumahtangga yang anggotanya menganggur dirumah, kurang memanfaatkan keterampilan, keahlian dan waktu yang dimilikinya. Hal ini yang menyebabkan biaya produksi untuk input dan tenaga kerja luar keluarga yang dibutuhkan petani menjadi besar. Dari Tabel 26 dan 29 terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, biaya usahatani cenderung meningkat. Menurut Huffman (1999) tingkat pendidikan, kualitas sumberdaya manusia dan pengalaman tidak dapat dijadikan pedoman mengukur besarnya biaya usahatani. Petani yang berpengalaman akan mengetahui komposisi faktor produksi dalam usahatani yang dibutuhkan, sehingga dengan kualitas sumberdaya

20 189 manusia yang semakin meningkat petani bisa bekerja lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi dan bisa menekan biaya produksi seminimal mungkin. Walaupun ada keterbatasan lahan dan teknologi serta lembaga yang kurang optimal, namun petani masih menggunakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga tetap akan mengakibatkan biaya usahatani meningkat. Wilayah pantai yang memiliki infrastruktur lebih baik, lapangan pekerjaan beragam, sehingga petani dan keluarganya banyak yang beralih bekerja meninggalkan usahataninya. Hal ini bisa dilihat dari komposisi biaya usahatani, biaya terbesar digunakan untuk tenaga kerja upahan (23.08 persen di desa Bantul dan persen di desa Tirtohargo). Secara deskriptif diperoleh hasil bahwa semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, semakin tinggi biaya usahatani di wilayah pantai. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan kualitas sumberdaya manusia lebih tinggi, penghasilan usahatani sudah tidak kompetitif lagi, petani akan beralih mencari kegiatan di luar usahatani. Wilayah pantai dengan geografis yang relatif lebih datar, lebih banyak fasilitas dan jenis kegiatan yang lebih beragam, sehingga lahan usahatani kurang diperhatikan dan lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga, yang menyebabkan biaya usahatani semakin meningkat. Besar biaya usahatani ini tergantung dari faktor produksi yang digunakan. Pilihan input inilah yang banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal lainnya. Selain pengetahuan dan pengalaman petani, faktor lain seperti perilaku orang lain di sekitarnya kadangkadang berpengaruh lebih dominan. Pengelolaan lahan sawah di wilayah pantai menggunakan tenaga kerja luar keluarga karena petani lebih banyak melakukan kegiatan di luar usahataninya.

21 190 Ada persen petani wilayah pantai juga bekerja di luar sektor pertanian. Di waktu petani tidak bekerja sampingan di luar usahatani, ada kalanya mencurahkan waktunya pada kegiatan usahatani. Permintaan tenaga kerja luar keluarga wilayah pantai dipengaruhi secara nyata oleh kualitas sumberdaya manusia, produksi dan curahan waktu kerja usahatani. Secara deskriptif di wilayah pantai semakin tinggi tingkat pendidikan petani, semakin tinggi pula curahan waktu kerja pada kegiatan usahatani, baik usaha keluarga maupun sebagai buruh pada usaha orang lain. Hasil pendugaan persamaan produksi dan penggunaan input wilayah pantai dapat dilihat pada Tabel 54. Tabel 54. Hasil Pendugaan Persamaan Produksi dan Penggunaan Input pada Rumahtangga Petani Wilayah Pantai Provinsi DIY Tahun 2009 Persamaan / Variabel Produksi (PROD) Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Pengalaman petani (PENGL) Luas lahan (LL) Biaya input (INPUT) Tenaga kerja (TK) Nilai alat mekanisasi (MEK) Biaya Usahatani (BUT) Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Produksi (PROD) Upah usahatani (UPAHUT) Permintaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Produksi (PROD) Curahan waktu kerja usahatani (CUT) Upah usahatani (UPAHUT) Keterangan : *α Wilayah Pantai Estimasi Parameter Peluang Elastisitas (R 2 =0.6080) * * * < * * (R 2 =0.4468) * <0.0000* <0.0001* (R 2 =0.1393) < * * <0.0001* Permintaan tenaga kerja luar keluarga di wilayah pantai dipengaruhi positif oleh kualitas sumberdaya manusia. Hal ini dikarenakan semakin berkualitas sumberdaya manusia dalam rumahtangga akan mempunyai kesempatan lebih banyak bekerja di luar usahatani, sehingga rumahtangga lebih banyak menggunakan tenaga kerja upahan. Dengan kualitas yang baik, maka

22 191 petani mempunyai kesempatan untuk bekerja di luar sektor pertanian yang membutuhkan kualifikasi keahlian dan keterampilan tertentu. Sehingga ada kemungkinan petani dan keluarganya memilih bekerja di luar sektor pertanian, yang dapat memberikan imbalan lebih besar. Dengan kualitas yang baik, semakin memudahkan rumahtangga petani mencapai sejahtera dengan pendapatan yang meningkat. Penelitian yang dilakukan Fafchamps dan Quisumbing (1997) bahwa pendidikan berdampak terhadap alokasi penggunaan tenaga kerja dalam rumahtangga untuk bekerja di luar usahatani, yang menyebabkan semakin tinggi permintaan tenaga kerja luar keluarga. Alokasi Curahan Waktu Kerja Wilayah Pantai Perilaku alokasi curahan waktu kerja disusun dalam dua persamaan struktural, yaitu persamaan curahan waktu kerja usahatani (CUT) dan curahan waktu kerja luar usahatani (CNUT). Di wilayah pantai curahan waktu kerja untuk usahatani dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia, umur petani dan upah usahatani. Kualitas sumberdaya manusia diharapkan berpengaruh negatif terhadap curahan waktu kerja pada usahatani, karena semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia diduga petani dan keluarganya akan beralih bekerja di luar usahatani. Hasil analisis menunjukkan kualitas sumberdaya manusia berpengaruh positif terhadap curahan waktu kerja usahatani. Artinya semakin berkualitas, rumahtangga tetap mencurahkan waktu kerjanya untuk usahatani. Usahatani merupakan mata pencaharian pokok bagi rumahtangga petani di wilayah pantai, namun untuk menambah penghasilannya, anggota rumahtangga petani tetap memiliki usaha sampingan (70.15 persen). Dilihat dari umur petani, semakin tinggi umur petani, akan berkurang waktu kerjanya pada usahatani, karena kondisi

23 192 fisik yang sudah tidak memungkinkan untuk bekerja di lahannya. Begitu juga semakin tinggi upah usahatani, maka anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya pada usahatani. Petani dan keluarganya akan mencari pekerjaan yang dapat memberikan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Curahan waktu kerja untuk luar usahatani dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia, upah usahatani, penerimaan usahatani, pendapatan luar usahatani dan total pengeluaran. Semakin kecil penerimaan usahatani, semakin tinggi curahan waktu kerja ke luar usahatani. Apabila penerimaan usahatani yang ada belum mencukupi kebutuhan rumahtangga petani, maka petani akan mencari pekerjaan sampingan ke luar usahatani. Demikian juga apabila semakin tinggi pendapatan luar usahatani, maka petani memilih untuk mencurahkan waktu kerjanya ke luar usahatani. Pada Tabel 55 terlihat semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, curahan waktu kerja luar usahatani menurun. Tidak berarti rumahtangga menggunakan lebih banyak tenaga kerja keluarga untuk usahatani, tetapi rumahtangga tetap menggunakan tenaga kerja upahan. Hal tersebut karena masih ada persen anggota keluarga yang berstatus masih sekolah dan ada sebagian anggota keluarga memilih untuk menganggur atau melakukan pekerjaan rumahtangga seharihari yang tidak menghasilkan pendapatan. Sebagian besar kondisi tenaga kerja keluarga yang adapun merupakan tenaga yang tidak memiliki keterampilan (unskill), sedangkan tenaga yang berkualitas lebih memilih bekerja di luar usahatani. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Rochaeni (2005), semakin tinggi kualitas anggota tumahtangga, semakin tinggi alokasi waktu kerja pada luar usahatani.

24 193 Tabel 55. Hasil Pendugaan Persamaan Curahan Waktu Kerja Usahatani dan Luar Usahatani Rumahtangga Petani Wilayah Pantai Provinsi DIY Tahun 2009 Persamaan / Variabel Curahan Waktu Kerja Usahatani (CUT) Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Umur petani (UM) Pengalaman petani (PENGL) Upah usahatani (UPAHUT) Upah tenaga kerja (UPAHTK) Curahan Waktu Kerja Luar Usahatani (CNUT) Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Umur petani (UM) Upah tenaga kerja (UPAHTK) Penerimaan usahatani (PNRUT) Pendapatan luar usahatani (PENUT) Total pengeluaran (TOPENG) Keterangan : *α Wilayah Pantai Estimasi Parameter Peluang Elastisitas (R 2 =0.0239) * * * (R 2 =0.0687) * * * * * Pendapatan Rumahtangga dan Alokasi Pengeluaran Konsumsi Wilayah Pantai Perilaku pendapatan rumahtangga dan alokasi pengeluaran konsumsi disusun dalam empat persamaan struktural, yaitu persamaan pendapatan usahatani (PEUT), pendapatan luar usahatani (PENUT), pengeluaran konsumsi pangan (KOP), pengeluaran konsumsi bukan pangan (KONP) dan dua persamaan identitas yaitu pendapatan rumahtangga petani (PERT), total pengeluaran (TOPENG). Perilaku pendapatan usahatani wilayah pantai dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia, curahan waktu kerja usahatani dan produksi. Dengan kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik, maka diharapkan rumahtangga akan lebih baik dalam mengelola usahataninya, baik pengelolaan langsung maupun pada upayaupaya yang dilakukan dalam rangka menambah penghasilan. Dengan lebih banyak mencurahkan waktu kerja pada usahatani, maka pendapatan akan semakin tinggi. Hal ini juga dikarenakan dengan meningkatnya produksi yang dihasilkan rumahtangga petani akan meningkatkan pula pendapatan

25 194 usahatani. Perilaku pendapatan luar usahatani hanya dipengaruhi oleh upah tenaga kerja. Petani bekerja akan mengharapkan imbalan, sehingga jelas bahwa dengan semakin tinggi upah tenaga kerja, maka petani sebagai tenaga upahan akan memperoleh penghasilan yang semakin tinggi pula. Perilaku pengeluaran konsumsi pangan dan konsumsi bukan pangan wilayah pantai keduanya dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga dan pendapatan rumahtangga petani. Kualitas menu makanan yang dikonsumsi rumahtangga petani semakin baik untuk menjaga kondisi kesehatan seiring dengan peningkatan pendapatan rumahtangga petani. Besarnya pengeluaran konsumsi pangan juga dipengaruhi jumlah anggota keluarga, pengeluaran konsumsi akan bertambah sesuai jumlah anggota keluarga. Ada kecenderungan rumahtangga semakin mengkonsumsi lebih banyak produkproduk bukan pangan. Seperti dikatakan Harianto (2007) sektor pertanian yang tumbuh cepat akan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan akhirnya dapat meningkatkan permintaan barang dan jasa hasil dari sektor non pertanian. Dilihat dari kualitas sumberdaya manusia, maka semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, alokasi dana yang digunakan untuk pengeluaran konsumsi pangan lebih kecil dibanding konsumsi bukan pangan. Petani sudah dapat mengatur pola konsumsi yang dibutuhkan dalam keluarga, walau demikian kebutuhan rumahtangga tidak hanya dipenuhi dari pangan saja. Petani juga membutuhkan konsumsi bukan pangan untuk sebagai pendukung. Hal ini seperti hasil penelitian yang dilakukan Sumarwan (1993). Hasil pendugaan parameter persamaan pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumahtangga petani wilayah pantai dapat dilihat pada Tabel 56.

26 195 Tabel 56. Hasil Pendugaan Persamaan Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Petani Wilayah Pantai Provinsi DIY Tahun 2009 Persamaan / Variabel Pendapatan Usahatani (PEUT) Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Curahan waktu kerja usahatani (CUT) Produksi (PROD) Upah usahatani (UPAHUT) Pendapatan Luar Usahatani (PENUT) Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Curahan waktu kerja luar usahatani (CNUT) Upah tenaga kerja (UPAHTK) Pengeluaran Konsumsi Pangan (KOP) Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Produksi yang dijual (PRODD) Jumlah anggota keluarga (JAK) Pendapatan rumahtangga petani (PERT) Pengeluaran Konsumsi Bukan Pangan (KONP) Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Jumlah anggota keluarga (JAK) Pendapatan rumahtangga petani (PERT) Keterangan : *α Wilayah Pantai Estimasi Parameter Peluang Elastisitas (R 2 =0.2370) * <0.0001* <0.0001* (R 2 =0.0108) * (R 2 =0.1058) * * * (R 2 =0.0774) * <0.0001* * Secara deskriptif semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, maka pengeluaran konsumsi pangan dan bukan pangan meningkat. Dilihat dari alokasi pengeluaran pangan menurun dan alokasi pengeluaran bukan pangan meningkat. Pendidikan dapat merubah sikap dan perilaku seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin meningkat kemampuan seseorang menerima informasi dan inovasi baru yang dapat merubah pola konsumsinya. Hal ini seperti penelitian yang dilakukan Akmal (2005). Analisis ini menunjukkan bagaimana perilaku ekonomi rumahtangga dalam pengembangan sumberdaya manusia berkaitan dengan alokasi sumberdaya produksi, alokasi waktu kerja, alokasi pengeluaran konsumsi dan pendapatan rumahtangga petani. Hasil penelitian menunjukkan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga. Kualitas sumberdaya manusia berpengaruh negatif terhadap pengeluaran konsumsi pangan, hal ini sesuai dengan

27 196 hasil survei biaya hidup tahun 1989 bahwa semakin tinggi pendidikan petani akan semakin bisa mengatur pola konsumsi pangan rumahtangga. Secara deskriptif menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan petani dan kualitas sumberdaya manusia maka secara nominal jumlah pengeluaran konsumsi pangan akan semakin tinggi. Di wilayah pantai semakin tinggi pendidikan petani, pengeluaran konsumsi pangan meningkat persen. Begitu juga pengeluaran konsumsi bukan pangan meningkat dengan jumlah yang lebih besar (45.55 persen). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan petani, petani akan mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran konsumsi bukan pangan lebih besar dibanding pengeluaran konsumsi pangan. Terlihat bahwa peningkatan pengeluaran konsumsi bukan pangan lebih besar dibanding pengeluaran konsumsi pangan Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia Wilayah Pegunungan Investasi Sumberdaya Manusia Wilayah Pegunungan Wilayah pegunungan yang mempunyai infrastruktur lebih sulit dijangkau dibanding wilayah pantai akan mempengaruhi perilaku yang berbeda dengan petani pantai. Dengan tingkat mobilitas yang rendah, interaksi dengan pihak luar juga terbatas, termasuk terbatasnya untuk memperoleh informasi tentang kegiatan pengembangan sumberdaya manusia. Seperti dikatakan Rhommy (2006) bahwa masyarakat pegunungan mempunyai karakteristik yang adaptif, yaitu akan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Investasi sumberdaya manusia berpengaruh terhadap perilaku kualitas sumberdaya manusia.

28 197 Semua faktor yang berpengaruh nyata bertanda positif terhadap kualitas sumberdaya manusia. Hal ini menunjukkan bahwa peran investasi sumberdaya manusia sangat penting dalam kehidupan rumahtangga petani wilayah pegunungan. Semakin tinggi investasi sumberdaya manusia dan tingkat pendidikan, semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia dalam rumahtangga. Kualitas sumberdaya manusia ditunjang dengan pengalaman dan kondisi kesehatan yang lebih baik akan bermanfaat bagi rumahtangga. Seperti dikatakan Bryant (1990) walaupun memiliki tingkat pendidikan tinggi, tetapi apabila mengesampingkan kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan terhadap jumlah waktu untuk bekerja. Pendidikan formal yang dimiliki petani sudah diperoleh sejak lama yang dapat memberikan manfaat saat ini. Bagi petani yang berpendidikan lebih tinggi dan berkualitas akan memperoleh manfaat lebih besar dibanding petani yang berpendidikan lebih rendah. Hasil pendugaan persamaan kualitas sumberdaya manusia wilayah pegunungan dapat dilihat pada Tabel 57. Tabel 57. Hasil Pendugaan Persamaan Kualitas Sumberdaya Manusia Rumahtangga Petani Wilayah Pegunungan Provinsi DIY Tahun 2009 Persamaan Kualitas Sumberdaya Manusia (KSDM) Investasi pendidikan (INVPEN) Investasi pelatihan (INVPEL) Investasi kesehatan (INVKES) Pendidikan petani (CP 2 ) Pendidikan anggota keluarga (PAK) Keterangan : *α Wilayah Pegunungan (R 2 =0.1248) Estimasi Parameter Peluang Elastisitas E E < * * * * * Begitu juga bagi anggota keluarganya, akan berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Isteri dan anak yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan dapat memberi kontribusi pemikiran dalam

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di provinsi yang pernah melakukan program

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di provinsi yang pernah melakukan program IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di provinsi yang pernah melakukan program pemberdayaan petani. Secara purposive dipilih satu provinsi di Jawa yaitu Daerah Istimewa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teori 3.1.1. Pengembangan Sumberdaya Manusia Upaya mengembangkan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam melakukan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

VI. PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM RUMAHTANGGA PETANI. sumberdaya manusia yang dilakukan oleh rumahtangga petani yang mempunyai

VI. PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM RUMAHTANGGA PETANI. sumberdaya manusia yang dilakukan oleh rumahtangga petani yang mempunyai VI. PENGEMANGAN SUMERDAYA MANUSIA DALAM RUMAHANGGA PEANI Pengembangan sumberdaya manusia merupakan investasi di bidang sumberdaya manusia yang dilakukan oleh rumahtangga petani yang mempunyai tujuan untuk

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

PERAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Peran Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Peningkatan Pendapatan (D. Dewi et al.) PERAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah Penelitian dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih dan Cihaurbeuti. Tiga kecamatan ini berada di daerah Kabupaten Ciamis sebelah utara yang berbatasan

Lebih terperinci

There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven. Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC)

There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven. Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC) There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC) PERANAN PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN Harianto KARAKTERISTIK PERTANIAN A. Petani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Saat ini pelaksanaan pembangunan pertanian di tingkat petani umumnya masih bersifat parsial (per sub sektor). Sebagai contoh, lahan sawah masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga berjarak 10

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perekonomian suatu negara, semakin kuat sector industri modern

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perekonomian suatu negara, semakin kuat sector industri modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara akan mengalami perubahan struktur perekonomian. Semakin maju perekonomian suatu negara, semakin kuat sector industri modern menggeser sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 3, Nomor 1, Juli 2012 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN

Lebih terperinci

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN USAHATANI CABAI SEBAGAI DAMPAK DARI PEMBELAJARAN FMA (STUDI KASUS DI DESA SUNJU KECAMATAN MARAWOLA PROVINSI SULAWESI TENGAH) Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang 62 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang berada di sekitar wilayah pembangunan proyek LNG Tangguh yaitu di Desa Tanah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah selatan DI Yogyakarta merupakan bentangan pantai sepanjang lebih dari 113 km, meliputi wilayah Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian merupakan salah satu

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 224 VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sebelumnya. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI (Oryza sativa L) JAJAR LEGOWO 4 : 1 (Studi Kasus pada Kelompoktani Gunung Harja di Desa Kalijaya Kecamatan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN

VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN 312 VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Berdasarkan teori, keputusan rumahtangga berkaitan dengan keputusan curahan kerja, produksi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah secara geografis berada pada koordinat ' 19" BT

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah secara geografis berada pada koordinat ' 19 BT IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Desa Baleagung Desa Baleagung terletak di Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah secara geografis berada pada koordinat 110 18'

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan 24 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Desa Merak Belantung

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 84 VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 7.1. Hasil Validasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sebelum melakukan simulasi untuk menangkap

Lebih terperinci

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di

TINJAUAN PUSTAKA. tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Yanti (2004) dalam penelitiannya yang menggunakan tabel frekwensi dan tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di Limbang Weton

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MEMILIH WAKTU PANEN JAGUNG (Kasus Pada Petani Jagung di Kabupaten Serang Provinsi Banten)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MEMILIH WAKTU PANEN JAGUNG (Kasus Pada Petani Jagung di Kabupaten Serang Provinsi Banten) FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MEMILIH WAKTU PANEN JAGUNG (Kasus Pada Petani Jagung di Kabupaten Serang Provinsi Banten) Oleh: DIAN ANGGRAENI Fakultas Pertanian UNTIRTA Email: dian.1452yahoo.c.id

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5.1 Determinan Ketahanan Pangan Regional Analisis data panel dilakukan untuk mengetahui determinan ketahanan pangan regional di 38 kabupaten/kota

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Desa Mekarjaya merupakan salah satu dari 13 (tiga belas desa) yang berada di Kecamatan Bungbulang. Kecamatan Bungbulang merupakan salah satu

Lebih terperinci

Jakarta, Desember 2006 Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS. Endah Murniningtyas

Jakarta, Desember 2006 Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS. Endah Murniningtyas KATA PENGANTAR Tenaga kerja pertanian (dalam arti luas) merupakan tenaga kerja terbesar dengan jumlahnya mencapai 42,3 juta jiwa pada tahun 2006. Jumlah ini merupakan 44,5 persen dari jumlah tenaga kerja

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian. BAB I PENDAHULUAN Sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi adalah struktur ekonomi yang berimbang, yaitu industri maju yang didukung oleh pertanian yang tangguh. Untuk mencapai sasaran tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan, sebab pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan, sebab pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Meningkatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengolahan bidang pangan menjadi konsentrasi yang cukup besar untuk dilakukan, sebab pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Meningkatnya permintaan pangan seiring

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Analisis Hasil Estimasi dengan Model FEM Secara keseluruhan hasil estimasi menunjukkan bahwa secara bersama-sama keempat peubah bebas yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci