III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah konsumsi kepuasan rumahtangga bukan hanya dari barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar, tetapi juga dari berbagai komoditas yang dihasilkan rumahtangga. Selain itu ada beberapa asumsi yang dipakai dalam agriculture household model yaitu: (1) waktu, barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu, barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan sebagai konsumen. Becker pertama kali mengembangkan dan menerapkan fungsi utilitas sederhana dari konsumsi barang-barang ke dalam New Household Economics dan menyatakan bahwa ada dua proses dalam perilaku rumahtangga yaitu proses produksi yang digambarkan oleh fungsi produksi dan proses konsumsi yang merupakan pemilihan terhadap barang dan waktu yang akan dikonsumsi. Konsep pemikiran ekonomi rumahtangga berdasarkan alokasi curahan waktu dan pendapatan anggota rumahtangga untuk melakukan kegiatan produksi, konsumsi pangan, dan non pangan. Alokasi waktu kegiatan produktif anggota rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan dengan memaksimalkan waktu luang guna meningkatkan pendapatan. Hal ini berkaitan dengan faktor pilihan utilitas antara waktu santai dan substitusi pendapatan. Alokasi pemanfaatan waktu untuk aktivitas publik atau aktivitas domestik.

2 Curahan Tenaga Kerja Analisis tentang curahan waktu tenaga kerja merupakan analisis tentang penawaran tenaga kerja yang pada prinsipnya membahas keputusan anggota rumahtangga dalam pilihan jam kerjanya. Anggota rumahtangga dalam mengalokasikan jam kerja bertindak rasional, yaitu memaksimalkan utilitasnya. Maksimisasi utilitas anggota rumahtangga dilakukan dengan mengkombinasikan waktu santai dan barang konsumsi untuk memaksimumkan kepuasan. Tiap angkatan kerja anggota rumahtangga dihadapkan pada pilihan bekerja atau tidak. Apabila memilih bekerja akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi, sebaliknya jika tidak bekerja yang dipilih, maka waktu santai akan mempunyai nilai guna lebih tinggi daripada pendapatan (Mangkuprawira, 1985). Adanya kedua pilihan tersebut akan menghasilkan kombinasi untuk menghasilkan berbagai kombinasi untuk mencapai kepuasan maksimum (Gambar 1). Anggota rumahtangga akan mengkonsumsi Bo dan Wo untuk mendapatkan tingkat kepuasan Uo. Jika makin banyak B dan W yang dikonsumsi, makin tinggi tingkat kepuasan U yang dicapai (U2>U1>U0). B= Nilai Barang B 2 U 2 B 1 B 0 U 1 U 0 W = waktu santai Sumber: Simanjuntak, 2001 W 0 W 1 W 2 Gambar 1. Nilai Kepuasan Maksimum

3 25 Kesempatan mengkonsumsi barang dan waktu santai bagi anggota rumahtangga menghadapi dua kendala, yaitu kendala pertama adalah waktu yang jumlahnya terbatas 24 jam per hari dan kendala kedua adalah keterbatasan anggaran. Agar diperoleh kombinasi maksimum dengan mempertimbangkan kendala yang ada, maka kombinasi optimum terletak pada garis anggaran dan menyinggung kurva indeference. Bila terjadi kenaikan tingkat upah berarti terdapat tambahan pendapatan. Seseorang yang mempunyai status ekonomi lebih tinggi cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu santai lebih banyak yang berarti pengurangan jam kerja (efek pendapatan). Dilain pihak kenaikan tingkat upah berarti harga waktu santai menjadi lebih mahal dan mendorong keluarga mensubstitusi waktu santai dengan lebih banyak bekerja untuk menambah konsumsi barang (efek substitusi). Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dan efek substitusi. Jelasnya dikemukakan pada Gambar 2. Upah C 2 C E 3 E 2 U 2 C 1 E 1 U 1 B A B 0 Sumber: Simanjuntak, 2001 D 3 D 1 D 2 H Waktu santai Gambar 2. Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Substitusi dan Efek Total

4 26 Misalkan tingkat upah naik sehingga garis anggaran berubah dari BC 1 menjadi BC 2. Perubahan tingkat upah menghasilkan pertambahan pendapatan yang dilukiskan dengan garis B C yang sejajar dengan BC 1. Pertambahan pendapatan mendorong keluarga untuk mengurangi jumlah jam kerja dari HD 1 menjadi HD 2 atau dari titik E 1 ke titik E 2 (efek pendapatan). Kenaikan tingkat upah berarti harga waktu menjadi lebih mahal. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong keluarga mensubstitusi waktu santai untuk lebih banyak bekerja guna menambah konsumsi barang. Penambahan waktu bekerja tersebut dinamakan efek substitusi, yang ditunjukkan oleh penambahan jam kerja dari HD 2 ke HD 3 atau dari titik E 2 ke titik E 3. Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dengan efek subsitusi. Sebaliknya kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan pengurangan waktu bekerja, apabila efek substitusi lebih kecil dari efek pendapatan. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan upah dari BC 3 menjadi BC 4 yang mengakibatkan waktu bekerja berkurang dari HD 3 menjadi HD 4 (Gambar 3). Besarnya penyediaan waktu bekerja sehubungan dengan perubahan tingkat upah seperti ditunjukkan oleh grafik BE 1 E 2 E 3 E 4 En yang disebut fungsi penawaran (Simanjuntak, 2001). upah C 4 C 3 C 2 E 4 C 1 E 3 En A E 2 E 1 B 0 D 3 D 4 D 2 D 1 H Waktu santai Sumber: Layard and Walters (1987) dalam Simanjuntak (2001) Gambar 3. Penawaran Tenaga Kerja

5 Alokasi Waktu Pendekatan analisis perilaku ekonomi rumahtangga menggunakan teori alokasi waktu. Peningkatan produktivitas ekonomi rumahtangga dipengaruhi oleh peran anggota rumahtangga dalam melakukan curahan waktu bekerja yang optimum. Dalam suatu rumahtangga kegiatan produksi dan konsumsi berkaitan erat. Menurut Becker (1965), memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi serta berhubungan dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan yaitu: (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga dan rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen. Fungsi kepuasan rumahtangga pada teori ekonomi rumahtangga yang dikemukakan oleh Becker adalah: U = U (Z 1, Z 2, Zm)... (3.1) dimana: Z 1 = produk yang dihasilkan rumahtangga (i = 1,2, m) Setiap komoditas yang dihasilkan menurut fungsi produksi sebagai berikut Z = Zi (Xi, Thi)... (3.2) dimana: Xi = barang dan jasa Th = jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke i i = 1,2,...n Pada dasarnya Zi adalah barang abstrak atau tidak dijual oleh karena itu barang tersebut dinilai dalam bentuk harga bayangan (? i) yang sama dengan biaya produksi yang dirumuskan sebagai berikut: PiXi wthi Π i = +... (3.3) Zi Zi

6 28 Dengan menggunakan (? i) maka dinyatakan kendala pendapatan penuh sebagai berikut: Σ PiXi + wσthi =ΣΠiZi = S... (3.4) Bila fungsi kepuasan (3.1) dimaksimumkan dengan kendala penuh (3.4) maka kondisi keseimbangan terjadi bila rasio utilitas marginal dari komoditas yang berbeda sama dengan rasio harga bayangan masing-masing komoditas tersebut. Gronau (1977), menyempurnakan formula Becker, sebab dalam formula Becker tidak memperlihatkan perbedaan waktu luang dan waktu bekerja di rumah. Gronau berpendapatan bahwa Becker mempunyai asumsi perilaku rumahtangga untuk aktivitas rumahtangga dan waktu luang bereaksi sama terhadap perubahan lingkungan, sehingga terhapusnya waktu kerja di rumah dalam formulasi Becker dikarenakan kesulitan dalam membedakan secara eksplisit antara waktu kerja di rumah dan waktu luang dalam aktivitas lingkungan sosial ekonomi. Gronau (1977), fungsi kepuasan terhadap komoditas Z merupakan kombinasi barang dan jasa (X) serta waktu luang (L). Formulanya sebagai berikut: Z = z (X,L)... (3.5) Total barang dan jasa (X) terbagi atas barang dan jasa yang dibeli di pasar (Xm) dan barang dan jasa yang diproduksi di rumah (Xh). Rumahtangga dalam hal ini tidak hanya bertindak sebagai konsumen, tetapi juga sebagai produsen, sehingga Xh dihasilkan dari bekerja di rumah (H) dengan persamaan sebagai berikut : X = Xm + Xh... (3.6) Xh = f(h)... (3.7)

7 29 Dalam memaksimumkan kepuasan (Z), rumahtangga dibatasi dua kendala yaitu kendala angggaran dan kendala waktu, sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut: Xm = wn +V... (3.8) T = L + H + N... (3.9) dimana: Xm= Barang dan jasa yang dibeli dipasar w = Tingkat upah N = Waktu bekerja di pasar V = Sumber pendapatan lain T = Total waktu yang tersedia L = Waktu luang H = Waktu berproduksi dalam rumahtangga Persamaan kendala anggaran (3.8) menunjukkan bahwa barang dan jasa yang dibeli di pasar (Xm) sama dengan penghasilan dari sumber lain (V) ditambah penghasilan dari bekerja sebesar N jam, sedangkan persamaan kendala waktu (3.9) menunjukkan total waktu yang tersedia (T) sama dengan waktu luang (L), waktu untuk berproduksi dalam rumahtangga (H) dan waktu untuk bekerja di pasar (N). Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih mahal. Sebaliknya sebagai konsumen, rumahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang yang harganya relatif mahal.

8 Model Ekonomi Rumahtangga Model ekonomi rumahtangga meliputi alokasi waktu dan konsumsi barang yang dapat dibeli di pasar atau dihasilkan di rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku rumahtangga sebagai produsen dan konsumen adalah perilaku ekonomi rumahtangga, pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan Everson (1976) dalam Ellis (1988). Becker (1965), secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tingkat yaitu: (1) menjelaskan perilaku rumahtangga sebagai fungsi produksi, dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi rumahtangga dan (2) menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi anggota rumahtangga berperilaku sebagaimana perilaku individu konsumen konvensional. Dengan demikian, rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya dibatasi oleh kendala produksi, waktu, dan pendapatan. Konsep dasar ekonomi rumahtangga dalam mempelajari perilaku rumahtangga pertanian dikembangkan oleh Singh, et al. (1986) serta Barnum dan Squire (1978) dalam Ellis (1988). Pengembangan teori adanya saling ketergantungan produksi dan konsumsi dalam model ekonomi rumahtangg pertanian melahirkan dua kelompok model, yaitu model rekursif dan model non rekursif. Model rekursif dibangun berdasarkan asumsi bahwa antara keputusan konsumsi dan produksi terjadi saling ketergantungan sekuensial. Dalam hal ini diasumsikan bahwa keputusan konsumsi dipengaruhi keputusan produksi tetapi tidak berlaku sebaliknya. Sedangkan model non rekursif terjadi saling ketergantungan antara produksi dan konsumsi. Keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, demikian juga sebaliknya keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi (Sadoulet, 1995). Oleh karena itu dalam

9 31 menganalisis keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga pertanian harus dilakukan secara simultan (Skoufias, 1993), hal ini disebabkan: (1) ada kendala waktu yang relatif mengikat (binding) pada kesempatan kerja non usahatani sehingga mencegah penyesuaian sempurna dalam pasar tenaga kerja, (2) substitusi tenaga kerja dalam keluarga oleh tenaga kerja luar keluarga tidak sempurna, atau (3) petani mempunyai preferensi untuk bekerja dalam usahatani atau non usahatani. Meskipun secara empiris pendekatan simultan sulit dilakukan, tetapi Sigh, et al. (1986), mengembangkan model simultan yang digunakan untuk menganalisis rumahtangga pertanian yang dikenal sebagai Agricultural Household Model. Menurut Sigh, et al. (1986), diasumsikan bahwa dalam memaksimumkan fungsi kepuasan: U = U (Xh, Xm, L)... (3.10) Diasumsikan bahwa rumahtangga petani sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya. Untuk memperoleh kepuasan maksimum tersebut, rumahtangga petani menghadapi kendala produksi, kendala waktu, dan kendala pendapatan. Kendala poduksi digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: Z = z (D, A)... (3.11) Rumahtangga dihadapkan pada kendala produksi yang menggambarkan hubungkan antara input dan output yang dihasilkan. Dimana kendala produksi rumahtangga (Z) adalah fungsi dari jumlah faktor produksi tetap rumahtangga (A) dan total input tenaga kerja. Kendala waktu digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: L + Dh = T... (3.12) Kendala pendapatan digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: PmXm = Ph(Z Xh) w(d Dh) (3.13)

10 32 dimana: Pm Ph (Z-Xh) w D Dh = Harga barang dan jasa yang dibeli di pasar. = Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga. = Surplus produksi untuk dipasarkan. = Upah pasar. = Total input tenaga kerja. = Total input tenaga kerja rumahtangga. Kendala-kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan mensubstitusikan kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan menghasilkan bentuk kendala tunggal yaitu: PmXm + PhXh + wl = wt +? (3.14) dimana:? = Phz (D,A) w (D Dh) (? merupakan ukuran dari keuntungan produksi) Persamaan (3.14) menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang (Xm dan Xh) dan waktu luang (L) yang digunakan, sedangkan sisi kanan adalah pengembangan dari konsep pendapatan Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara eksplisit. Selain itu pengembangan yang dilakukan adalah memasukkan pengukuran keuntungan (PhZ wd) dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar. Dalam memaksimumkan kepuasan rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm dan Xh), waktu luang (L), dan input tenaga kerja (Dh) yang digunakan dalam kegiatan produksi. Syarat turunan pertama untuk mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja adalah: Ph (?Z/?D) = W... (3.15)

11 33 Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja dengan upah pasar. Selanjutnya dari persamaan (3.15) dapat diturunkan penggunaan input tenaga kerja D sebagai fungsi dari Ph, w, A seperti pada persamaan berikut: D* = D* (w, Ph, A)... (3.16) Apabila persamaan (3.16) disubstitusikan ke sisi kanan persamaan (3.14) maka akan diperoleh suatu persamaan sebagai berikut: PmXm + PhXh + wl = Y*... (3.17) dengan menggunakan kendala yang ada berdasarkan pada syarat turunan pertama sebagai berikut: U Xm = λpm... (3.18) U Xh = λph... (3.19) U L = λw (3.20) PmXm + PhXh + wl = Y*... (3.21) Solusi dari persamaan (3.18) sampai (3.21) menghasilkan persamaan standar (perilaku konsumsi dalam permintaan) sebagai berikut: Xi = xi (Pm, Ph, w, Y*)... (3.22) Dari persamaan (3.22) permintaan Xm, Xh, dan L tergantung pada harga dan pendapatan. Untuk kasus rumahtangga petani, pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga. Selanjutnya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi akan mempengaruhi Y* dan tingkah laku produksi.

12 Kerangka Pemikiran Konseptual Rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual, ditukar atau untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan atas resiko sendiri (BPS, 1995). Dari batasan tersebut produksi usahatani merupakan sumber pendapatan tunai dan sumber ketersediaan pangan natura rumahtangga pertanian dalam mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan di tingkat rumahtangga hakekatnya menunjukkan kemampuan rumahtangga memenuhi kecukupan pangan. Kemampuan tersebut dipengaruhi banyak faktor yang secara kompleks terkait dengan perubahan aspek perilaku produksi pangan, konsumsi, dan alokasi sumberdaya dalam rumahtangga. Sumberdaya rumahtangga yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi usahatani dipengaruhi oleh curahan kerja anggota rumahtangga berdasarkan karakteristik petani lahan sawah, yang meliputi: jumlah anggota rumahtangga, struktur umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lapangan kerja. Berdasarkan karakteristik tersebut, anggota rumahtangga petani lahan sawah melakukan curahan kerja untuk melakukan proses produksi. Curahan kerja dipengaruhi oleh luas kepemilikan lahan, perubahan harga pupuk, dan harga jual komoditas tanaman yang dihasilkan. Adanya kebijakan tersebut, berpengaruh terhadap kegiatan produksi dalam rumahtangga untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang diperoleh digunakan untuk konsumsi pangan dan non pangan. Rumahtangga tani merupakan kombinasi antara produsen dan konsumen. Rumahtangga tani sebagai produsen menghasilkan komoditas pangan yang sebagian dijual untuk memperoleh pendapatan dan sebagian dikonsumsi. Rumahtangga sebagai konsumen, diartikan anggota rumahtangga melakukan proses pengeluaran untuk memenuhi kebutuhannya. Bagi rumahtangga petani di pedesaan yang hanya menguasai faktor produksi tenaga kerja, pendapatan mereka ditentukan oleh besarnya kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan dan tingkat upah yang diterima. Kedua faktor ini merupakan fenomena dari pasar tenaga kerja di pedesaan. Kesempatan kerja pedesaan ditentukan oleh pola produksi pertanian, produksi barang dan jasa non

13 35 pertanian pedesaan, pertumbuhan angkatan kerja, dan mobilitas tenaga kerja pedesaan. Proses kegiatan produksi dan konsumsi rumahtangga digambarkan dalam kerangka pikir konseptual sebagai berikut: Karakteristik Rumahtangga Petani Lahan Sawah - Jumlah Anggota Rumahtangga - Struktur Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan - Lapangan Kerja Curahan Kerja Anggota Rumahtangga Pengaruh Kebijakan Input dan Output: - Penurunan Luas Lahan - Perubahan Harga Pupuk - Perubahan Harga Komoditas Padi, Ubi Jalar, dan Ubi Kayu Produksi rumahtangga - Produksi Usahatani : Padi, Ubi Jalar, dan Ubi Kayu - Produksi Non Usahatani - Produksi Ternak Pendapatan Konsumsi Rumahtangga - Pengeluaran Pangan - Pengeluaran Non Pangan Gambar 4. Kerangka Pikir Konseptual Ekonomi Rumahtangga Petani Lahan Sawah Kesempatan kerja di sektor pertanian dipengaruhi oleh luasan lahan pertanian, produktivitas lahan, intensitas dan pola tanam serta teknologi yang digunakan. Penyediaan tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh tingkat upah, kenyamanan kerja, mobilitas tenaga kerja, dan tingkat sumberdaya manusia yang dimiliki. Kelembagaan pertanian pedesaan juga dapat berpengaruh pada pasar tenaga kerja pedesaan.di negara berkembang tingkat upah ditentukan pula oleh kebutuhan dasar minimum regional yang besarnya ditentukan oleh tingkat harga bahan pangan utama dan tingkat perkembangan ekonomi. Pendapatan petani yang berasal dari usahatani merupakan selisih antara penerimaan dari usahataninya dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani

14 36 rumahtangga ditentukan oleh jumlah produksi yang dihasilkan dan harga komoditas yang dihasilkan. Sedangkan biaya yang dikeluarkan tergantung pada harga maupun jumlah dan jenis input yang dipergunakan seperti benih/bibit, pupuk, tenaga kerja, obat-obatan, dan harga lahan. Selama ini berbagai kebijakan pemerintah yang terkait dengan harga input dan output hampir tidak pernah dikaitkan memiliki pengaruh langsung terhadap konsumsi rumahtangga tani. Berbagai penelitian mengenai permintan pangan memposisikan rumahtangga tani sebagai konsumen murni atau produsen murni. Pendapatan rumahtangga pertanian ditentukan oleh tingkat upah sebagai penerimaan faktor produksi tenaga kerja, nilai sewa tanah sebagai penerimaan dan penguasaan aset produktif lahan pertanian, return to capital atau balas jasa barang modal yang dikuasai dan return to management sebagai penerimaan atas usahatani. Dengan demikian tingkat pendapatan rumahtangga pedesaan sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan faktor produksi. Tingkat produktivitas tenaga kerja juga ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia. Di negara sedang berkembang kualitas sumberdaya manusia masih rendah, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha diluar sektor pertanian terbatas maka kualitas hidup dan tingkat pendapatan sangat ditentukan oleh penguasaan aset produktif pertanian. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya dengan spesifikasi menganalisis perilaku petani lahan sawah khususnya di Kabupaten Bogor dilihat dari aspek produksi dan gender dalam ekonomi rumahtangga petani lahan sawah. Pendekatan yang digunakan adalah kepemilikan lahan sawah sendiri yang diolah sendiri atau disewakan. Faktor lainnya yang mempengaruhi kegiatan ekonomi rumahtangga adalah peran istri dan curahan kerja anggota rumahtangga untuk memperoleh pendapatan dan pengeluaran untuk mengkonsumsi pangan dan non pangan, perubahan harga input dan output produksi serta keterlibatan peran suami dan istri dalam pengambilan keputusan untuk melakukan kegiatan produksi dan konsumsi.

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Model Peluang Kerja Suami dan Istri di luar Sektor Perikanan Secara teoritis, setiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya pada pekerjaan tertentu. Hal tersebut dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal dikarenakan sebagian besar pola usaha nelayan masih berskala kecil, bersifat tradisional

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Ekonomi Rumahtangga Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu konsep yang fleksibel. Konsep rumahtangga ini menyangkut bagian keluarga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teori 3.1.1. Pengembangan Sumberdaya Manusia Upaya mengembangkan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam melakukan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Ketahanan pangan rumahtangga pada hakekatnya merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercennin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri 56 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri menjadi tiga katagori utama, yaitu (1) karaktersistik teknologi produksi pertanian, (2) karakteristik

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Setiap petani dalam pengelolaan usahataninya mempunyai tujuan yang berbedabeda. Ada tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang disebut usahatani subsisten,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara simultan pada umumnya menggunakan kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965) yang selanjutnya

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN Program ketahanan pangan diarahkan pada kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang secara operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teorotis 3.1.1 Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008) mengungkapkan bahwa perlu tiga dimensi dalam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Tinjauan Teoritis 3.1.1. Curahan Tenaga Kerja Secara sederhana, tenaga kerja diartikan sebagai upaya manusia untuk melakukan usaha. Usaha tersebut dalam hubungannya dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

PERILAKU PETANI PANGAN

PERILAKU PETANI PANGAN 6 PERILAKU PETANI PANGAN Maksimisasi Keuntungan dan Penurunan Penawaran Output Seorang petani yang bersifat komersial akan selalu berpikir bagaimana dapat mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat

Lebih terperinci

Departemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).

Departemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO). 29 KERANGKA PEMIKIRAN Lahan dan air adalah sumberdaya alam yang merupakan faktor produksi utama selain input lainnya yang sangat mempengaruhi produktivitas usahatani padi sawah. Namun, seiring dengan semakin

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM USAHATANI

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM USAHATANI Pertemuan 5 Ekonomi Pertanian PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM USAHATANI Oleh : Agustina BIDARTI, S.P., M.Si. Sosek Pertanian FP Unsri Definisi Usahatani (pertanian rakyat/farm) : Suatu tempat atau bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Definisi Ketahanan Pangan Ketahanan pangan adalah fenomena yang kompleks. Selain terkait aspek hukum (hak), ketahanan pangan juga mencakup aspek pasar, waktu, tempat

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Pertanian 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan rumahtangga pertanian sebagai rumah tangga yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah komoditas strategi karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Pangan tidak saja berarti strategis

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Petani dan Usahatani Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yaitu Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar, ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga ).

KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga ). 45 KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga Menurut Gronau (1977), untuk menghasilkan barang dan jasa melakukan aktivitas produktif yang menghasilkan pendapatan (dibayar) dan

Lebih terperinci

TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN

TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN TEORI NILAI GUNA Konsep Penyebab konsumen membeli lebih banyak pada harga yang rendah, dan sebaliknya Konsumen menentukan jumlah dan komposisi barang yang dibeli dari pendapatan yang diperoleh TEORI TINGKAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO Add your company slogan Biaya Teori Produksi LOGO Asumsi Dalam pembahasan ekonomi, perusahaan selalu diasumsikan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungannya. Perusahaan yang didirikan tidak untuk mendapatkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

Bab 6 Analisis Perilaku Konsumen. Ekonomi Manajerial Manajemen

Bab 6 Analisis Perilaku Konsumen. Ekonomi Manajerial Manajemen Bab 6 Analisis Perilaku Konsumen 1 Ekonomi Manajerial Manajemen 2 Konsep Penyebab konsumen membeli lebih banyak pada harga yang rendah, dan sebaliknya Konsumen menentukan jumlah dan komposisi barang yang

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL

PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN KURVA INDIFEREN / ORDINAL Pendekatan ini mempunyai asumsi : Rationality ; konsumen diasumsikan rasional artinya ia memaksimalkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. π = f (Py; Pxi; ;Pzj)

2. TINJAUAN PUSTAKA. π = f (Py; Pxi; ;Pzj) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi Keuntungan Jika diasumsikan dalam aktivitas usahatani bertujuan memaksimumkan keuntungan, maka dalam jangka pendek keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dikurangi

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai 163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki

Lebih terperinci

Teori Permintaan Konsumen: Pendekatan Utiliti (Nilai guna / Kepuasan)

Teori Permintaan Konsumen: Pendekatan Utiliti (Nilai guna / Kepuasan) Teori Permintaan Konsumen: Pendekatan Utiliti (Nilai guna / Kepuasan) Teori permintaan konsumen dg pendekatan utiliti 1. Kandungan analisis 2. Macam pendekatan 3. Asumsi Pokok dan Asumsi Umum 4. Hipotesa

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI

Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI Teori Perilaku Konsumen Adalah analisis yang menerangkan : 1. Alasan para pembeli/konsumen untuk membeli lebih banyak barang atau jasa pada harga yang lebih

Lebih terperinci

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Asumsi dalam Model Utilitas Kardinal Kepuasan konsumen pada suatu barang dapat diukur dengan satuan uang. Konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan total. MUx

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 3, Nomor 1, Juli 2012 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Rumahtangga Petani Rumahtangga dapat dilihat sebagai kesatuan dari kumpulan orang-orang yang mana aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi dilakukan. Rumahtangga

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN Prinsip-Prinsip Efisiensi Usahatani Usahatani ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN ANALISIS PERILAKU KONSUMEN TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan : Pendekatan nilai guna (utility) kardinal dan pendekatan nilai guna ordinal.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk 43 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual yang dibangun pada penelitian ini didasari adanya anggapan bahwa rendahnya produktivitas yang dicapai petani tomat dan kentang diduga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS 37 III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Fungsi Permintaan Gula Keadaan konsumsi dan permintaan suatu komoditas sangat menentukan banyaknya komoditas yang dapat digerakkan oleh sistem tata niaga dan memberikan arahan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI: NILAI TUKAR PETANI

INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI: NILAI TUKAR PETANI PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN Kode PTE- 101002 PERTEMUAN KE-EMPAT BELAS: INDIKATOR KESEJAHTERAAN : NILAI TUKAR DJOHAR NOERIATI R.D. 1 PEP - DJH MATERI PRESENTASI PENDAHULUAN PERKEMBANGAN NTP DI INDONESIA

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci