BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA"

Transkripsi

1 BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah kemampuan kelompok untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan faktor-faktor yang dapat menunjang kegiatan produksi melalui pengorganisasian faktor-faktor tersebut agar dapat diakses oleh petani anggotanya. Sebagai suatu unit usaha bersama diharapkan petani yang menjadi anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan lebih akses terhadap faktor-faktor produksi yang dapat mendukung usaha pertaniannya dibandingkan dengan petani non anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan. Faktor produksi yang dimaksud seperti: peningkatan pada sumberdaya lahan garapan bagi petani anggota; bantuan sumberdaya modal serta pembinaan petani anggota untuk peningkatan keterampilannya di sektor pertanian. Peningkatan pada pengorganisasian kegiatan produksi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan, akan mendorong terjadinya pengembangan usahatani bagi petani anggota. Secara keseluruhan peran produksi kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam pengorganisasian kegiatan produksi bagi petani anggota masih rendah, dimana sebesar 47,50 persen dari petani anggota menilai bahwa pengorganisasian kegiatan produksi kelembagaan kelompok taninya masih rendah. Pengorganisaian kegiatan produksi kelembagaan kelompok tani tinggi menurut responden hanya sebesar 15 persen saja. Hal ini dapat dikatakan bahwa keberperanan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam pengorganisasian kegiatan produksi bagi petani anggota belum optimal. Lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 3. Pengkategorian pengorganisasian kegiatan produksi rendah, sedang dan tinggi dilakukan dengan pengakumulasian pada tiga indikator yaitu pengorganisasian input sarana pertanian, bantuan modal bagi petani anggota serta

2 39 kegiatan pembinaan bagi petani. Ketiga indikator tersebut akan dibahas pada subbab selanjutnya. Gambar 3. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Produksi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 15% pengorganisasian kegiatan produksi rendah 37,5 47,5 pengorganisasian kegiatan produksi sedang pengorganisasian kegiatan produksi tinggi Sumber: Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, Peningkatan Luas Lahan Garapan Desa Iwul dilihat dari protensi sumberdaya alamnya, sebenarnya terdapat potensi ekonomi yang cukup besar untuk dapat dikembangkan. Selain potensi di bidang pertanian dan perikanan, potensi sumberdaya manusia dalam mengelola pertanian dalam lingkungan alam yang cukup sulit selama ini menjadi bukti keseriusan dan keuletan masyarakat dalam upaya mensiasati potensi di lingkungannya. Pengguasaan tanah atau lahan pertanian menjadi faktor yang cukup menentukan dalam usaha tani, karena terkait perhitungan skala usaha. Meskipun lebih dari setengah wilayah di Desa Iwul merupakan lahan pertanian, namun pada kenyataannya 87,5 persen berupa lahan guntai, yakni lahan bukan milik warga desa atau dimiliki penduduk di luar desa. Hampir seluruh penduduk di Desa Iwul memiliki lahan pertanian, namun tergolong sempit yaitu di bawah 0,5 ha yang bersatu dengan tempat tinggal mereka (pekarangan). Hanya sebanyak 12,5 persen dari penduduk di Desa Iwul yang memili lahan pertanian diatas 0,5 ha. Hal inilah yang menyebabkan banyak petani di Desa Iwul yang

3 40 memanfaatkan lahan milik PT. Telaga kahuripan yang belum terpakai yaitu sebesar 150 ha, yang terkonsentrasi di wilayah RW 05 dan RW 06. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dibentuk salah satunya atas dasar keinginan petani untuk mendapatkan legitimasi dalam penggarapan di lahan milik PT. Telaga Kahuripan. Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam meningkatkan jumlah luasan garapan bagi petani anggota sudah optimal, yaitu sebesar 57,50 persen petani anggota tanpa lahan meningkat jumlah luasan lahan garapannya. Petani non anggota pun sebanyak 53,32 persen meningkat jumlah luasan garapannya. Hal ini tidak berarti mengindikasikan peran kelembagaan Kelompok Tani yang kurang optimal. Presentase peningkatan jumlah luasan garapan pertanian antara petani anggota dan non anggota yang hampir sama disebabkan karena perbedaan dalam status lahan yang digarap. Pada petani non anggota garapan pertanian yang meningkat seluruhnya disebabkan karena adanya pemilik lahan guntai untuk mempercayakan lahannya dirawat oleh beberapa petani yang ada di sana. Sedangkan pada petani anggota kelembagaan kelompok tani, lahan yang digunakan adalah lahan milik PT. Telaga Kahuripan. Luas garapannya pun diserahkan pada petani yang akan menggarap sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Rata-rata petani anggota menggarap antara 1000 m 2 hingga m 2. Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Jumlah Luasan Lahan Garapan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) ,5 46,67% (1) Tidak ada peningkatan luasan garapan 57,5 53,33% (2) Adanya peningkatan luasan garapan anggota non anggota

4 41. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, juga terdapat 42,50 persen anggota kelembagaan kelompok tani yang ternyata tidak meningkat jumlah luasan garapannya. Hal ini disebabkan karena pada awalnya petani-petani tersebut, sebelum masuknya PT. Telaga Kahuripan sudah memiliki lahan pertanian sendiri. Setelah masuknya PT. Telaga Kahuripan seluruh lahan pertanian milik mereka di jual kepada pihak perusahaan dan hanya menyisakan lahan pekarangan rumah mereka yang sempit. Setelah dibentuknya Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan maka petani-petani tersebut tetap dapat menggarap lahan yang dahulu mereka miliki, hanya status kepemilikannya saja yang berganti Bantuan Modal Usahatani Dalam mendorong petani anggota untuk dapat mengembangkan usahataninya. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan mencoba untuk memfasilitasi petani anggota agar dapat akses pada sumberdaya finansial berupa modal. Peran kelembagaan kelompok tani sebagai unit usaha diharapkan mampu untuk mempermudah akses anggotanya dalam mendapatkan sumberdaya finansial berupa modal, namun pada kenyataanya hal tersebut belum dapat dijalankan dengan optimal oleh kelembagaan kelompok Tani Sauyunan. Akses anggota terhadap sumberdaya finansial berupa modal segar masih sangat terbatas. Berdasarkan temuan lapang 82,5 persen dari seluruh responden sampai saat ini belum akses kepada modal, sedangkan 17,5 persennya sudah pernah akses pada modal. Dari seluruh anggota Kelembagaan Kelompok tani Sauyunan yang terdaftar, hanya 35,5 persen saja yang sudah pernah akses terhadap modal. Besarnya modal yang dipinjamkan oleh mitra kelembagaan Kelompok Tani pun terbatas, antara Rp hingga Rp per anggota. Bantuan modal diharapkan dapat mendorong petani anggota untuk mengembangkan usahataninya. Selama ini tercatat kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan hanya pernah menggulirkan bantuan modal satu kali kepada anggota, dan sampai saat ini dana tersebut sebagian besar belum kembali kepada pengurus. Dana bantuan tersebut berasal dari pinjaman yang dilakukan pengurus kepada koperasi Yayasan Darul Mutaqin. Berdasarkan pengakuan pengurus, mereka telah berupaya keras agar seluruh anggota dapat akses pada modal segar. Namun

5 42 sampai saat ini keinginan tersebut terganjal karena sulitnya akses kelembagaan kelompok tani ini untuk akses pada lembaga ekonomi. Terlihat jelas bahwa sampai saat ini kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan masih bergantung pada modal yang berasal dari pihak luar. Hal ini dapat membahayakan posisi kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dimasa datang, terutama jika terjadi kredit macet atau penarikan modal dari pihak ketiga. Tujuan awal dibentuknya kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sendiri ialah untuk menggalang kekuatan bersama. Ditambah lagi mereka memiliki sistem kekerabatan pertetanggaan yang masih erat. Kegiatan gotong royong, saling membantu dan kebersamaan masih terlihat antar sesama anggota. Hal ini dapat dijadikan potensi untuk menghimpun kekuatan bersama melalui pengakumulasian modal bersama untuk saling membantu sesama anggota. Salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan arisan secara kelompok. Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Akses Mereka terhadap Bantuan Modal, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 17,5 82,5 Tidak pernah mendapat bantuan modal Pernah mendapat bantuan modal tetapi jarang Sering mendapat bantuan modal Sumber: Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, Kegiatan Pembinaan Petani Anggota Kegiatan pembinaan penting dilakukan, mengingat petani di Desa Iwul merupakan petani tradisional yang belum tersentuh teknologi. Kegiatan pembinaan yang pernah dilakukan selama ini pada petani anggota kelembagaan

6 43 Kelompok Tani Sauyunan ialah dengan mendorong petani untuk menanam tanaman keras yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Tanaman keras yang diajarkan kepada petani ialah seperti cara tanam rambutan, dukuh, sengon, mangga, pala, kelapa, suren, melinjo yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Hasil kegiatan pembinaan ini ternyata meningkatkan pengetahuan petani. Terlihat pada Gambar 6 bahwa 35 persen petani anggota bertambah pengetahuannya mengenai tanaman keras. Sedangkan 27,5 persen ternyata sudah mengetahui sebelumnya mengenai pengetahuan yang diberikan pada pembinaan tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan tidak terjadinya penambahan pengetahuan petani anggota yaitu karena faktor usia serta ketidakhadirannya dalam kegiatan tersebut. Sedangkan bagi non anggota kelompok tani juga memiliki pengetahuan mengenai pertanian namun sifatnya lebih mendasar, dan hanya sebagai suatu keahlian yang telah mereka miliki secara turun-menurun, seperti cara menanam singkong, jagung dan kacang tanah. Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Pengetahuan Hasil Kegiatan Pembinaan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 6 53,33% 46,67% 5 37,5 4 35% 27, anggota non anggota (1) Tidak terjadi peningkatan pengetahuan (2) Terjadi peningkatan pengetahuan bukan dari kelompok tani (3) Terjadi peningkatan pengetahuan dari kelompok tani 5.2 Pengorganisasian Kegiatan Distribusi Peran kelembagaan kelompok tani sebagai suatu unit usaha bersama yang mandiri tidak saja ditunjukkan dengan akses terhadap faktor produksi juga ditentukan oleh akses terhadap jaringan distribusi atau pemasaran. Peningkatan kemampuan untuk menjangkau pasar (konsumen) secara langsung akan makin memperbesar nilai tambah yang diperoleh. Sebaliknya, makin panjangnya mata rantai pemasaran akan makin mempermahal harga yang dibayar konsumen dan memperkecil keuntungan produsen.

7 44 Kondisi di mana petani tidak dapat menjangkau pasar (konsumen) secara langsung merupakan fenomena umum yang dijumpai pada usaha pertanian di Desa Iwul dan di pedesaan Indonesia pada umumnya. Padahal tingkat permintaan masyarakat terhadap komoditi hasil-hasil pertanian terbilang tinggi. Hal ini sesuai karakteristik produk yang merupakan kebutuhan dasar, sehingga keberadaan area pasar tidak terlalu bermasalah. Kebutuhan petani oleh karenanya adalah berupa akses pasar yang memungkinkan bagi mereka untuk keluar dari sistem pemasaran yang dikendalikan oleh tengkulak. Keberadaan kelembagaan kelompok tani diharapkan dapat membantu petani anggotanya dalam mengakses sistem pemasaran yang lebih menguntungkan, salah satunya dengan mendirikan koperasi atau badan penyaluran pemasaran lainnya. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sampai saat ini belum membentuk koperasi atau badan penyaluran pemasaran hasil produksi pertanian anggotanya. Namun kelembagaan kelompok tani ini sudah mulai merintis dengan secara berkala membantu penjualan hasil produksi pertanian beberapa petani anggota yang diharapkan lebih menguntungkan dibandingkan apabila harus menjual kepada tengkulak. Gambar 7. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) ,5 53,33% (1) Pengorganisasian kegiatan distribusi rendah 12,5 46,7 (2) Pengorganisasian Kegiatan distribusi sedang 25,5 (3) Pengorganisasian kegiatan distribusi tinggi anggota non anggota Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam membantu petani anggotanya dalam mengakses sistem pemasaran yang lebih menguntungkan terlihat pada Gambar 7, dimana

8 45 pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan kelompok tani masih relatif rendah yaitu sebesar 62,50 persen. Sedangkan pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mengakses sistem pemasaran dirasakan sedang oleh 12,50 persen anggota kelompok tani dan tinggi oleh 25 persen petani anggota. Perbedaan peran yang dirasakan oleh sesama petani anggota disebabkan karena keterbatasan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam menjangkau seluruh anggota kelompok dalam menyalurkan hasil produksi pertanian mereka. Petani anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sebagian besar yaitu 62,50 persen masih bergantung pada saluran pemasaran melalui tengkulak. Namun hal ini lebih baik dibandingkan persentase petani non anggota yang memilih saluran pemasaran hasil produksi pertaniannya melalui tengkulak sebesar 73,33 persen. Petani anggota dan non anggota yang menjual sendiri hasil pertaniannya ke pasar mencapai masing-masing 12,50 persen dan 26,70 persen. Penjualan hasil produksi pertanian yang dijual langsung melalui pasar sebagian besar sudah diubah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi. Presentasi saluran pemasaran pertanian langsung kepada konsumen masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan: Pertama, karakteristik dan volume produksi yang relatif kecil, sehingga apabila harus dibawa sendiri oleh petani ke pasar maka akan membutuhkan biaya transportasi dan pengangkutan yang relatif mahal. Kedua, para tengkulak yang pada umumnya memiliki sarana transportasi/angkutan untuk membawa produk pertanian ke pasar, sehingga lebih efisien apabila langsung disalurkan melalui tengkulak. Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam menyaluran hasil produksi pertanian anggota belum optimal namun telah menunjukkan kemajuan kearah yang lebih baik. Presentase petani anggota yang telah bersama-sama menjual hasil produksi pertaniannya melalui kelembagaan kelompok hanya sebesar 25 persen saja. Namun hal ini dirasakan sangat bermanfaat bagi mereka, karena keuntungan yang mereka dapat jauh lebih baik apabila melalui saluran pemasaran kelompok. Salah satunya karena biaya transportasi yang lebih murah karena dapat ditanggung secara bersama.

9 46 Gambar Sebaran Responden Menurut Pemilihan Saluran Pemasaran Hasil Produksi Pertanian, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 73,33% 62,5 (1) Dijual ke tengkulak 12,5 26,7 (2) Dijual sendiri ke pasar 25% (3) Dijual bersamasama lewat kelompok tani anggota non anggota. Dominasi peranan tengkulak ini pada akhirnya terbukti berimplikasi pada peranan mereka dalam menentukan harga komoditas pertanian. Hal ini mengingat tengkulak memiliki kemampuan untuk menjangkau kedua pihak, baik petani maupun pasar (konsumen akhir). Oleh karena itu, harga dapat ditetapkan untuk memperoleh marjin keuntungan yang maksimal dari penguasaan mereka atas jaringan distribusi tersebut. Pada Gambar 9. dapat terlihat presentase informasi harga yang didapat oleh petani anggota kelembagaan kelompok tani dan non anggota. Angka presentase tersebut ternyata menunjukkan hasil yang sama pada presentase saluran pemasaran yang mereka pilih. Kondisi ini menunjukkan bahwa mereka mengetahui informasi harga yang mereka dapat tergantung melalui saluran pemasaran mana yang mereka pilih. Hal ini tentu sangat disayangkan. Kelembagaan kelompok tani memiliki fungsi salah satunya adalah sebagai wahana kerjasama, yang diharapkan dapat menggalang kebersamaan paling tidak antar sesama petani anggota. Meskipun saluran pemasaran secara kelompok tidak dapat dijangkau oleh seluruh anggota, tetapi paling tidak sharing informasi harga antar sesama petani anggota dapat terjadi.

10 47 Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Informasi Harga Hasil Produksi yang Diperolehnya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) % % anggota 3 25% non anggota (1) Mengetahui harga dari tengkulak (2) Mengetahui harga (3) Mengetahui harga dari pedagang di pasar dari kelompok tani Daya tawar petani yang relatif kecil karena jumlah barang yang dijual juga kecil, didukung oleh kebutuhan mendesak untuk segera mendapatkan dana segar, menyebabkan petani tidak memiliki alternatif lain selain tunduk kepada kekuatan pasar, yang dalam hal ini dikuasai oleh tengkulak. Pada dasarnya sebanyak 75 persen petani anggota kelembagan Kelompok Tani Sauyunan memiliki pilihan untuk dapat memasarkan hasil produksi pertaniannya kemana saja. Namun mereka mengakui tidak tahu harus menjual kepada siapa lagi dan bila harus memasarkan sendiri kepada konsumen akan banyak menghabiskan waktu dan energi mereka. Meskipun struktur pasar komoditas pertanian dianggap tidak adil, namun saluran pemasaran melalui tengkulak merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dan sudah menjadi tradisi di Desa Iwul. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi 25 persen petani anggota merasa tidak memiliki pilihan pada saat musim tanam kali ini, yaitu seperti kebutuhan hidup yang mendesak sehingga menyebabkan mereka menggadaikan lahan garapannya, serta karena terikat kontrak dengan lembaga modal yang telah membantu meningkatkan modal dalam penggarapan lahan pertaniannya. 5.3 Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif Pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif adalah peran kelembagaan kelompok tani dalam membina anggotanya untuk memperhitungkan anggaran dalam rumah tangga untuk disisihkan dengan anggaran untuk kegiatan yang lebih

11 48 produktif, seperti tabungan, investasi dan penyisihan modal. Penggunaan barangbarang modal dalam proses produksi akan menaikkan produktivtas, dan semakin banyak barang-barang modal yang dipergunakan, maka semakin tinggi produktivitas dari kegiatan produksi. Barang-barang modal di dalam masyarakat akan semakin banyak bila masyarakat tidak mengkonsumsi seluruh pendapatan yang diperolehnya untuk kegiatan konsumtif, melainkan dialokasikan bagi penambahan stok barang-barang modal. Inilah yang merupakan peran kegiatan konsumsi dari kelompok tani, dimana kegiatan ini mampu meningkatkan alokasi pendapatan kearah akumulasi barang-barang modal. Bukan hanya pendapatan dalam wujud finansial, tetapi juga faktor-faktor produktif yang didapat dari berputarnya roda organisasi, seperti halnya fasilitas yang didapat dari berbagai pihak. Gambar 10. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 9 80, , anggota 3 22, ,33% non anggota 6,67% 1 (1) Peran konsumsi rendah (2) Peran konsumsi sedang (3) Peran konsumsi tinggi Peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif untuk mendorong anggota kelompok mamasukkan perhitungan usahataninya ke dalam anggaran pengeluaran rumah tangganya, masih sangat rendah. Hal ini dapat terlihat melalui Gambar 10, dimana 57,50 persen petani anggota konsumsi konsumtifnya jauh lebih tinggi dibandingkan biaya konsumsi produktifnya. Namun apabila dibandingkan dengan non anggota kelompok tani hal ini jauh lebih optimal peranannya. Rendahnya konsumsi produktif dari petani dapat disebabkan karena kurang memadainya tingkat pendapatan yang diperolehnya per tahun. Terlihat

12 49 pada Gambar 11, bahwa tingkat pendapatan petani anggota didominasi pada tingkat pendapatan sedang yaitu antara Rp hingga Rp juta per tahun. Sebanyak 45 persen dari responden petani anggota memiliki tingkat pendapatan yang sedang. Begitu pula dengan tingkat pendapatan pada petani non anggota, sebesar 53,33 persen berada pada tingkat pendapatan yang sedang. Tingkat pendapatan yang diperoleh petani anggota berada pada tingkat rendah sebesar 30 persen yaitu pendapatan kurang dari Rp per tahun. Lebih tinggi dibandingkan pada petani non anggota yang hanya sebesar 26,67 persen. Namun untuk tingkat pendapatan tinggi yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp per tahun, sebanyak 25 persen anggota memilikinya. Hal ini lebih besar dibanding tingkat pendapatan tinggi yang ada pada petani non anggota yaitu hanya sebesar 20 persen. Pengeluaran yang dihasilkan rumah tangga responden, sebagian besar tidak sesuai dengan jumlah pendapatannya yang diterima per tahun. Hal ini menjadi perlu untuk melihat seberapa besar kontribusi pendapat sektor pertanian dengan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani anggota. Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatannya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 6 53,33% 5 45% ,67% (1) Tingkat pendapatan rendah < Rp ; (2) Tingkat pendapatan sedang Rp < x Rp ; 25% 2 (3) Tngkat pendapatan tinggi Rp anggota non anggota Terlihat pada Tabel 2 bahwa tingkat pendapatan yang diterima petani anggota yang berada ditingkat tinggi juga merupakan hasil atau kontribusi dari sektor pertanian, dibandingkan dengan jumlah tingkat pendapatan tinggi yang memiliki kontribusi rendah. Sedangkan untuk petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan rendah juga memperlihatkan bahwa kontribusi sektor

13 50 pertanian pada pendapatannya pun rendah. Walaupun masih terdapat 30 persen dari petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan sedang dengan kontribusi pendapatan dari sektor pertanian yang sedang pula. A Tabel 5. Hubungan Kontribusi Sektor Pertanian dengan Tingkat Pendapatan Anggota (dalam persen) Tingkat Pendapatan Anggota (%) Total (%) rendah sedang tinggi Kontribusi sektor pertanian (%) rendah 15 7,5 2,5 25 sedang 12,5 12, tinggi 2, ,5 45 Total (%) Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0 Berdasarkan hasil tabulasi silang tersebut, dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam kegiatan usaha petani anggota. Namun tidak menutup kemungkinan petani anggota untuk mencoba memperoleh pendapatan dari sektor usaha lainnya. Hal ini dirasa wajar, karena tingkat pendapatan pada umumnya di Desa Iwul memang masih rendah dibandingkan daerah lainnya. Hal ini tidak dibarengi dengan kebutuhan hidup sehari-hari mereka yang lebih tinggi. Keadaan daerah yang dekat dengan kota dan telah masuknya industrialisasi ke desa, menyebabkan mereka pun ingin untuk bergaya hidup seperti warga pendatang yang bekerja di pabrik-pabrik yang banyak berada di wilayah Desa Iwul. Berdasarkan hasil temuan lapang juga diperoleh bahwa selain tingkat pendapatan yang rendah, juga terdapat pengeluaran sosial yang tinggi di kalangan penduduk di Desa Iwul, yang mengakibatkan pengalokasian sumberdaya finansial kearah produktif rendah. Pengeluaran sosial yang paling besar mereka keluarkan adalah untuk acara hajatan tetangga, bila diakumulasikan setahun bisa mencapai 50 kali hajatan. Seperti pengakuan bapak Ut sebagai berikut:

14 51 Bulan kemaren saya 20 kali kondangan neng. Mungkin habis satu juta lebih kondangan doang. Yah udah uang cuma segini ya kepaksa gadein kebon tebu. Jangankan buat modal lagi, buat makan aja ora kepikir sama saya. 1 1 Hasil wawancara dengan bapak Ut petani anggota, tanggal 25 November 2010.

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI 7.1 Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Keragaan adalah penampilan dari kelompok tani yang termasuk suatu lembaga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pembangunan ekonomi nasional meletakkan pembangunan pertanian sebagai langkah awal yang mendasar bagi pertumbuhan industri. Diharapkan dengan sektor

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kelembagaan Pertanian Kelembagaan merupakan terjemahan langsung dari istilah socialinstitution. Dimana banyak pula yang menggunakan istilah pranata

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari 1,0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 1,9

I. PENDAHULUAN. dari 1,0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 1,9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet (Havea brasiliensis) merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro PERENCANAAN DAN MEKANISME HARGA & PERMINTAAN PASAR & PERILAKU KONSUMEN.

Pengantar Ekonomi Mikro PERENCANAAN DAN MEKANISME HARGA & PERMINTAAN PASAR & PERILAKU KONSUMEN. Modul ke: Pengantar Ekonomi Mikro PERENCANAAN DAN MEKANISME HARGA & PERMINTAAN PASAR & PERILAKU KONSUMEN. Fakultas FEB MANAJEMEN Irwan Mangara Harahap, SE, MSi. Program Studi Manajemen Mekanisme harga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang perkebunan. Hal ini menjadikan subsektor perkebunan di

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara berkembang yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan terus mengupayakan pembangunan,

Lebih terperinci

HARGA SEMBAKO DAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL Kamis, 27 Agustus 2009

HARGA SEMBAKO DAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL Kamis, 27 Agustus 2009 HARGA SEMBAKO DAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL Kamis, 27 Agustus 2009 Pangan merupakan kebutuhan dasar dari manusia dan merupakan kebutuhan pertama yang harus diprioritaskan pemenuhannya. Apabila harga pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) dimana sektor pertanian menduduki posisi

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

MANFAAT LUMBUNG PANGAN SWADAYA DALAM MENGURANGI RESIKO RAWAN PANGAN DI DESA GIRITIRTO, KECAMATAN PURWOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

MANFAAT LUMBUNG PANGAN SWADAYA DALAM MENGURANGI RESIKO RAWAN PANGAN DI DESA GIRITIRTO, KECAMATAN PURWOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL MANFAAT LUMBUNG PANGAN SWADAYA DALAM MENGURANGI RESIKO RAWAN PANGAN DI DESA GIRITIRTO, KECAMATAN PURWOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Retno Wulandari, Aris Slamet Widodo Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilepaskan dari sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada tahun 1830-an.

BAB I PENDAHULUAN. dilepaskan dari sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada tahun 1830-an. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi jenis Arabika masuk ke Jawa dari Malabar pada tahun 1699 dibawa oleh kapitalisme Belanda perkembangannya sangat pesat dan hal ini tidak bisa dilepaskan dari sistem

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modal merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting keberadaannya dalam usahatani. Keterbatasan modal masih menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai dengan hasil siap konsumsi (Hasbi, 2012:187). Sedangkan penanganan pascapanen adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Bambang Sayaka I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perilaku yang berbeda. Informasi yang disajikan memberi peluang bagi produsen

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perilaku yang berbeda. Informasi yang disajikan memberi peluang bagi produsen V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Keripik Buah Segmentasi pasar adalah pembagian suatu pasar menjadi kelompokkelompok pembeli yang berbeda sesuai dengan kebutuhan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didominasi oleh usaha tani kecil yang dilaksanakan oleh berjuta-juta petani yang

BAB I PENDAHULUAN. didominasi oleh usaha tani kecil yang dilaksanakan oleh berjuta-juta petani yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan pembangunan pertanian di Indonesia dalam menghadapi era agribisnis adalah adanya kenyataan bahwa pertanian di Indonesia masih didominasi oleh usaha tani

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN Wahyuning K. Sejati dan Herman Supriadi PENDAHULUAN Kelembagaan merupakan organisasi atau kaidah baik formal maupun informal yang mengatur

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia sangat penting untuk mengonsumsi protein yang berasal dari hewani maupun nabati. Protein dapat diperoleh dari susu, kedelai, ikan, kacang polong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINAJUAN PUSTAKA. pengertian pendapatan adalah: Pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan lain

BAB II TINAJUAN PUSTAKA. pengertian pendapatan adalah: Pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan lain BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) (2007: 23) pendapatan adalah arus masuk bruto manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena UMKM mempunyai fleksibilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan sektor pertanian ini sangat penting karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dicapai semata-mata dengan menyingkirkan hambatan yang menghalang kemajuan ekonomi. Pendorong utama pertumbuhan ekonomi ialah upaya

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH PEDESAAN. Oleh: Drs. Suyoto, M.Si

ARTIKEL ILMIAH UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH PEDESAAN. Oleh: Drs. Suyoto, M.Si ARTIKEL ILMIAH UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH PEDESAAN Oleh: Drs. Suyoto, M.Si PROGRAM STUDI MANAJEMEN S1 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO JUNI, 2002 UPAYA PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan pihak yang memiliki andil cukup besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang pada umumnya bersifat cepat rusak (perishable), tidak bertahan lama dan membutuhkan tempat yang luas (volumnis)

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci