KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1
|
|
- Siska Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan A. Yani 70 Bogor PENDAHULUAN Sejak manusia mengenal budidaya tanaman secara menetap, ada dua infrastruktur yang selalu menjadi perhatian utama, yaitu irigasi dan sarana perhubungan, khususnya jalan. Kedua infrastruktur tersebut memang sangat dibutuhkan dalam mendukung usaha budidaya pertanian, disamping faktor-faktor produksi usahatani lainnya, seperti lahan, air, pupuk, benih, tenaga kerja dan teknologi. Pembangunan infrastruktur yang pernah sangat gencar dilaksanakan pada awal tahun 1980-an sebagai upaya mencapai swasembada pangan pada tahun 1984, dalam satu dekade terakhir mengalami stagnasi, bahkan infrastruktur yang ada saat ini mengalami penurunan fungsi. Hal ini diakibatkan oleh terbatasnya dana yang dialokasikan untuk biaya pemeliharaan. Secara empiris telah terbukti bahwa selama ini salah satu determinan utama peningkatan produksi pangan, khususnya beras adalah ketersediaan lahan beririgasi. Studi Bank Dunia (1982) menyimpulkan bahwa kontribusi irigasi terhadap laju kenaikan produksi padi di Indonesia selama kurun waktu adalah sekitar 16,5 persen, dan faktor-faktor input utama (varietas unggul, pupuk buatan, pestisida) secara simultan kontribusinya mencapai 75 persen. Penyusutan luas maupun degradasi fungsi lahan sawah beririgasi secara langsung maupun tidak langsung merupakan ancaman serius terhadap kemantapan pasokan pangan nasional. Melihat kondisi ini, pemerintah bertekad untuk memberikan perhatian yang serius terhadap perbaikan kondisi infrastruktur pertanian. Hal ini dipertegas lagi dengan instruksi Wakil Presiden RI kepada Tim Percepatan Pembangunan Proyek Infrastruktur untuk merumuskan secara lengkap pola dan jadwal pelaksanaan serta sumber-sumber pendanaannya. Untuk membantu mengidentifikasi lokasi yang diperkirakan layak untuk dilaksanakan program perbaikan irigasi, maka perlu dilakukan kajian tentang pendugaan lokasi program perbaikan irigasi berdasarkan peluang peningkatan indeks pertanaman (IP) yang akan dibahas dalam tulisan ini. 1 Data lebih lengkap dan rinci dari artikel ini berada di penulis. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 :
2 KONDISI JARINGAN IRIGASI SAAT INI Harus diakui pemerintah selama ini telah berhasil membangun jaringan irigasi, sehingga produksi pertanian, khususnya beras, mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas, 2002) nilai aset irigasi yang terdiri dari jaringan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana (seluas 5,7 juta ha), termasuk jaringan reklamasi lahan rawa seluas 1,2 juta hektar, mencapai Rp. 278 triyun. Namun sangat disayangkan nilai aset yang demikian besar dalam perkembangannya kurang mendapat perhatian secara memadai, sehingga kondisinya lambat laun mengalami penurunan, bahkan sebagian telah mengalami kerusakan yang sangat berat. Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1999 menunjukkan bahwa dari total jaringan irigasi yang mencapai 6,7 juta hektar, sekitar 1,4 juta hektar (20,84 %) mengalami kerusakan ringan, dan sekitar 126 ribu hektar (1,86 %) mengalami kerusakan berat (Tabel 1). Kondisi tersebut saat ini diperkirakan dapat bertambah menjadi lebih buruk, apabila dikaitkan dengan adanya kenyataan semakin terbatasnya anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi, serta adanya perubahan manajemen pemerintah dari sentralisasi menjadi otonomi daerah. Tabel 1. Kondisi Jaringan Irigasi di Indonesia, 1999 (Ha) Pulau Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku-Papua Kondisi Baik Rusak Ringan Rusak Berat Total Total Sumber : Ditjen Pengairan, Departemen PU Kondisi jaringan tersebut di atas mencerminkan menurunnya fungsi jaringan irigasi dan apabila dibiarkan berlanjut akan mengakibatkan jaringan irigasi tidak mampu lagi mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian untuk mencapai hasil yang optimal. Dari fungsi jaringan irigasi yang menurun tersebut dan adanya peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka akan mengancam upaya perwujudan ketahanan pangan nasional. PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANIAN (IP) Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana 13
3 Peran irigasi di Indonesia untuk peningkatan produksi pangan nasional sangat besar (mencapai sekitar 85% dari penggunaan air secara total), sehingga perlu didukung oleh pengelolaan irigasi yang efisien dan efektif. Pengguna air hingga saat ini masih menganggap air irigasi sebagai barang publik (public goods) yang melimpah dan dapat dikonsumsi tanpa biaya (no cost). Pada umumnya, pengguna air belum menyadari bahwa komponen utama irigasi adalah air dan jaringan irigasi. Air memang karunia Tuhan Yang Maha Esa, namun jaringan irigasi merupakan man made capital, sehingga menganggap air irigasi sebagai social goods tidak tepat, karena jaringan irigasi senantiasa harus dipelihara, agar tetap dapat dipertahankan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang optimal. KRITERIA DAN TAHAPAN PEMILIHAN LOKASI Provinsi yang dipilih untuk program perbaikan jaringan irigasi pada lahan sawah di Jawa dan Bali adalah provinsi yang mempunyai trend Indek Pertanaman (IP) menurun selama periode Kriteria ini juga diterapkan dalam menentukan kabupaten pada masing-masing provinsi yang telah terpilih. Sementara provinsi yang dipilih untuk program perbaikan jaringan irigasi pada lahan sawah di luar Jawa dan Bali adalah provinsi yang mempunyai rata-rata IP < 1,5 selama periode Kriteria ini juga diterapkan dalam menentukan kabupaten pada masing-masing provinsi terpilih, akan tetapi dengan hanya menggunakan IP pada tahun Provinsi yang dipilih untuk program pengembangan irigasi baru pada lahan tadah hujan di luar Jawa adalah provinsi yang mempunyai trendd luas lahan tadah hujan selama periode di atas trendd nasional dan atau provinsi yang mempunyai pangsa lahan tadah hujan > 5 persen terhadap total luas nasional. Sementara pemilihan kabupaten pada masing-masing provinsi yang terpilih didasarkan atas pertimbangan bahwa pengembangan irigasi baru baru layak dilakukan jika kabupaten tersebut mempunyai potensi lahan yang akan diairi minimal 300 ha (asumsi terjadi penyebaran hamparan lahan terhadap sumber air yang ada, sedangkan jika tidak terjadi penyebaran hamparan lahan semestinya 100 ha sudah layak untuk membangun irigasi kecil). Di samping itu, dikaitkan dengan ketersediaan air (sungai) maka prioritas dalam pembangunan jaringan irigasi baru di luar Jawa adalah berturut-turut di Pulau: (1) Sumatera, (2) Sulawesi, dan (3) Kalimantan. Program pengembangan irigasi tata air mikro pada lahan pasang surut sebaiknya di konsentrasikan di Pulau Sumatera dan Kalimantan, mengingat untuk jenis lahan ini hampir seluruhnya terkonsentrasi di dua pulau ini. Provinsi yang dipilih untuk program pengembangan irigasi tata air mikro di kedua pulau tersebut adalah provinsi yang mempunyai rata-rata pangsa luas lahan pasang surut > 8 persen selama periode Sementara pemilihan kabupaten di provinsi Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 :
4 terpilih adalah semua kabupaten yang mempunyai lahan pasang surut (karena lahan pasang surut hanya tersebar pada beberapa kabupaten). Provinsi yang dipilih untuk program pengembangan irigasi pompa pada lahan tadah hujan di Jawa adalah provinsi yang mempunyai trendd luas lahan tadah hujan di atas trendd nasional atau mempunyai pangsa lahan tadah hujan > 5% terhadap total luas nasional selama periode Selanjutnya kabupaten yang dipilih adalah semua kabupaten yang mempunyai lahan tadah hujan. POTENSI DAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Program rehabilitasi infrastruktur irigasi ini bertujuan untuk memperbaiki jaringan jaringan irigasi yang telah rusak dan kurang perawatan. Secara umum, pada tahun 2002, luas lahan sawah beririgasi teknis dan setengah teknis sebagian besar berada di Jawa dan Bali, yaitu mencapai ha atau sekitar 72,5 persen dari total lahan sawah beririgasi teknis dan setengah teknis yang ada di Indonesia. Sementara itu, luas lahan sawah beririgasi teknis dan setengah teknis di luar pulau Jawa dan Bali hanya sebesar ha atau sekitar 27,5 persen (Tabel 2). Untuk lahan sawah beririgasi sederhana kondisinya berkebalikan, yaitu sebagian besar berada di luar pulau Jawa dan Bali. Jika jaringan irigasi yang luas ini mampu diperbaiki infrastruktur dan pengelolaannya maka dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam peningkatan produksi dan intensitas pertanaman. Tabel 2. Potensi Program Perbaikan Jaringan Irigasi Menurut Jenis Pengairan di Indonesia, 2002 (ha) Jenis Pengairan Lokasi Sederhana/ Total Teknis ½ Teknis Desa 1. Jawa dan Bali (%) 65,90 74,17 31,87 49,87 2. Luar Jawa dan Bali (%) 34,10 25,83 68,13 50,13 Total , Sumber : Statistik Luas Lahan Menurut Penggunaannya, BPS, 2002, diolah. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Teknis Berdasarkan perhitungan trend Indek Pertanaman (IP) padi sawah pada lahan sawah beririgasi teknis selama kurun waktu di pulau Jawa dan Bali, diperoleh informasi bahwa Provinsi DI Yogyakarta (DIY) dan Banten PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANIAN (IP) Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana 15
5 mempunyai trendd IP negatif masing-masing sebesar 0,50 dan 1,62. Hasil penelusuran lebih lanjut hingga tingkat kabupaten, diperoleh informasi bahwa fokus program rehabilitasi irigasi di DIY hendaknya dilaksanakan di Kabupaten Kulon Progo yang memiliki trend IP negatif. Sementara itu, di Provinsi Banten, fokus rehabilitasi irigasi dilakukan di Kabupaten Serang, Lebak dan Kota Cilegon. Secara umum, luas potensi rehabilitasi jaringan irigasi teknis di pulau Jawa dan Bali berdasarkan trend IP mencapai ha, dan sebagian besar berada di Provinsi Banten yang mempunyai pangsa sekitar 81,8 persen. Secara rata-rata, selama periode , ada tiga provinsi di luar pulau Jawa dan Bali yang mempunyai IP kurang dari 1,50, yaitu Bangka Belitung (1,04), Kalimantan Tengah (1,33) dan Kalimantan Selatan (1,33). Penelusuran lebih lanjut pada tingkat kabupaten menunjukkan rehabilitasi irigasi di Provinsi Bangka Belitung dapat dilakukan di Kabupaten Bangka; di Kalimantan Tengah dapat dilaksanakan di Kabupaten Barito Timur dan Gunung Mas; dan di Kalimantan Selatan, prioritas rehabilitasi irigasi dapat dilaksanakan di Kabupaten Tapin, Banjar, Kota Baru dan Hulu Sungai Tengah. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Setengah Teknis Hasil perhitungan trend IP pada lahan sawah beririgasi setengah teknis selama kurun waktu menunjukkan bahwa di pulau Jawa dan Bali ada 3 provinsi yang mempunyai trend IP negatif, yaitu Jawa Tengah (-0,14), Jawa Timur (-0,90) dan Bali (-0,99). Di Jawa Tengah dari 35 kabupaten/ kota yang ada, terpilih 16 kabupaten yang dapat dijadikan sebagai lokasi program rehabilitasi jaringan irigasi. Sementara itu di Jawa terpilih 18 kabupaten dan di Bali terpilih 6 kabupaten. Untuk luar pulau Jawa dan Bali, dengan perhitungan yang sama menghasilkan 4 provinsi yang mempunyai IP kurang dari 1,5, yaitu Riau (1,38), Bangka Belitung (1,13), Nusa Tenggara Barat (1,49) dan Kalimantan Tengah (1,12). Penelusuran pada tingkat kabupaten menunjukkan bahwa di provinsi Bangka Belitung terpilih 1 kabupaten yang IPnya pada tahun 2002 di bawah 1,5; kemudian di Nusa Tenggara Barat 3 kabupaten; Riau 6 kabupaten; dan Kalimantan Tengah 2 kabupaten. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Sederhana Hasil perhitungan pemilihan lokasi untuk rehabilitasi jaringan irigasi sederhana, diperoleh informasi bahwa di pulau Jawa dan Bali ada 3 provinsi yang mempunyai trend IP negatif, yaitu Jawa Tengah (-0,12), DI Yogyakarta (-1,09) dan Bali (-1,57). Penelusuran lebih lanjut pada tingkat kabupaten menunjukkan bahwa di Jawa Tengah ada 14 kabupaten yang mempunyai trend IP negatif; kemudian di DI Yogyakarta dan Bali masing-masing 3 kabupaten. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 :
6 Untuk wilayah di luar pulau Jawa dan Bali, hasil perhitungan menunjukkan ada 8 provinsi yang lahan sawah beririgasi sederhananya mempunyai IP kurang dari 1,5. Ke 8 provinsi tersebut adalah Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Dari 8 provinsi tersebut terdapat 61 kabupaten yang memiliki rata-rata IP kurang dari 1,50 dengan total luas potensi rehabilitasi mencapai ha. Luas potensi terbesar terdapat di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah sebesar ha atau sekitar 13,6 persen dari total potensi rehabilitasi irigasi sederhana di luar Jawa dan Bali. Program Pengembangan Irigasi Baru Perbaikan irigasi melalui program pengembangan irigasi baru seperti pembangunan waduk atau bendungan adalah ditujukan untuk peningkatan IP pada lahan tadah hujan. Program ini hanya bisa dilakukan jika ada keseimbangan antara ketersediaan lahan yang potensial untuk diairi dan ketersediaan air. Bertitik tolak dari kondisi ini, maka program ini diduga hanya layak dilakukan di luar Jawa, sebaliknya tidak layak untuk di lakukan di Jawa, mengingat ketersediaan air di Jawa sudah defisit. Selama periode , pangsa luas tadah hujan di luar Jawa sekitar 60,4 persen (1,18 juta ha) dari total luas lahan tadah hujan yang ada di Indonesia. Namun demikian, sesuai dengan kriteria dan tahapan dalam menentukan lokasi, maka diduga hanya ada sekitar 992 ribu ha (84,1%) yang berpotensi untuk dijadikan lokasi program pengembangan irigasi baru (Tabel 3). Potensi ini terdapat di 12 provinsi, yaitu masing-masing 5 provinsi di Pulau Sumatera (Sumut, Sumbar, Riau, Bengkulu, dan Lampung), 2 provinsi di Pulau Sulawesi (Sulsel dan Sulut), 4 provinsi di Pulau Kalimantan (Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim), dan Provinsi NTB. Dari 12 provinsi yang terpilih, potensi terbesar terdapat di Sulsel (24,9%), disusul Sumut dan Kalsel dengan pangsa masing-masing 15,1 dan 11,9 persen, sementara potensi terendah terdapat di Sulut (1,3%). Tabel 3. Potensi Program Pengembangan Irigasi Baru, Irigasi Tata Air Mikro dan Irigasi Pompa di Indonesia, 2002 (ha) Jenis Kegiatan/Irigasi Total Jenis Lahan Lokasi 1. Pengembangan Irigasi Baru Tadah hujan Luar Jawa 2. Pengembangan Irigasi Tata Air Mikro 505.,892 Pasang Surut Sumatera dan Kalimantan 3. Pengembangan Irigasi Pompa Tadah hujan Jawa Sumber : Statistik Luas Lahan Menurut Penggunaannya, BPS, 2002, diolah. PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANIAN (IP) Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana 17
7 Program Pengembangan Irigasi Tata Air Mikro Berdasarkan data tahun 2002, potensi program pengembangan irigasi tata air mikro pada lahan pasang surut di Pulau Sumatera dan Kalimantan mencapai 505,9 ribu ha (Tabel 3). Luasan ini hampir sekitar 82,48 persen dari total luas lahan pasang surut yang ada di dua pulau tersebut. Ada 5 provinsi yang diduga berpotensi untuk pengembangan program ini, yaitu masing-masing 2 provinsi di Pulau Sumatera (Sumsel dan Jambi) dan 3 provinsi di Pulau Kalimantan (Kalbar, Kalteng, dan Kalsel). Dari 5 provinsi di atas, potensi terbesar terdapat di Kalsel (31,1%), disusul Sumsel dan Kalbar dengan potensi masing-masing 29,1 dan 18,7 persen. Sementara potensi program pengembangan irigasi tata air mikro di Provinsi Jambi dan Kalteng hampir berimbang, yaitu sekitar persen. Program Pengembangan Irigasi Pompa Rendahnya produktivitas dan IP lahan tadah hujan, baik di Jawa maupun di luar Jawa, salah satunya diakibatkan oleh terbatasnya sumberdaya air yang tersedia. Seperti diketahui bersama, lahan tadah hujan umumnya hanya mengandalkan ketersediaan air hujan untuk mendukung kegiatan usahataninya. Untuk Pulau Jawa, ada sekitar 776,8 ribu hektar lahan tadah hujan yang berpotensi untuk dijadikan lokasi program pengembangan irigasi pompa (Tabel 3). Program ini potensi untuk di kembangkan terutama di Provinsi Jateng, Jatim, dan Jabar, mengingat pangsa luas tadah hujan di tiga provinsi tersebut berturut 35,3 persen; 31,2 persen; dan 20,8 persen, dari total luas tadah hujan yang ada di Jawa. Sementara potensi berikutnya ada di Provinsi Banten dan DI Yogyakarta dengan pangsa masing-masing 11,4 dan 1,24 persen. PENUTUP Infrastruktur atau prasarana pertanian diperlukan untuk memanfaatkan sumberdaya pertanian dan membangun pertanian komersial. Tanpa prasarana maka kegiatan pembangunan pertanian akan sulit diakselerasi dan akhirnya tidak memberikan hasil optimal. Ketersediaan prasarana merupakan syarat untuk menghasilkan, memasok serta menyalurkan sarana pertanian yang langsung diperlukan bagi kegiatan produksi. Dengan demikian, ketersediaan prasarana menjadi penting karena secara tidak langsung menentukan berhasil tidaknya kegiatan produksi. Ke depan, dengan kondisi sumberdaya pertanian Indonesia yang menyebar secara spasial serta bervariasi dan beragam menurut komoditas dan usahatani, kebutuhan akan prasarana pertanian menjadi semakin penting. Prasarana pertanian dibutuhkan dalam kegiatan produksi, pemasaran dan Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 :
8 pascapanen. Dengan demikian, pembangunan prasarana pertanian hendaknya tidak terlalu difokuskan pada pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi saja, namun harus juga memperhatikan prasarana perhubungan, pemasaran, dan pengolahan pascapanen (misalnya gudang dan lantai jemur). Pembangunan infrastruktur yang selama ini lebih banyak dilakukan oleh pemerintah, lambat laun harus juga menyertakan pihak swasta untuk membangun dan mengelola infrastruktur, agar tanggung jawab publik dapat terbangun dan menghargai setiap investasi yang telah ditanamkan. PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANIAN (IP) Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana 19
Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)
Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan
Lebih terperinciMENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah
Lebih terperinciVI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN
VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,
Lebih terperinciWORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)
WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciVIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN
185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya
Lebih terperinciRancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan
Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Disampaikan dalam
Lebih terperinciPROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017
PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017 Disampaikan pada Rapat Kerja Nasional Tanggal 4 Januari 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OUTLINE 1. Evaluasi 2016 2. Sasaran luas tanam
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH
LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL
Lebih terperinci5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA
86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.
Lebih terperinciV. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM
V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar
Lebih terperinciEXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI
EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya
Lebih terperinciPANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan
PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan
Lebih terperinciNAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA
2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013
BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan
Lebih terperinciMekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017
Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Lebih terperinciAssalamu alaikum Wr. Wb.
Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55
Lebih terperinciNAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS
5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011
Lebih terperinciRENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018
RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.
Lebih terperinciINDONESIA Percentage below / above median
National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta
Lebih terperinciCAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2014
CAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2014 Bahan Rapat Koordinasi Dengan Bupati/Walikota se Provinsi Jawa Timur Terkait Rekomendasi Dewan Pertimbangan Presiden Tentang Ancaman OPT Dan Progrnosa Produksi Padi Tahun
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 Bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional 3 4 Juni 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi
Lebih terperinciPENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP)
PENDUGAAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN () Pantjar Simatupang, Ketut Kariyasa, Sudi Mardianto, dan M. Maulana 1. Sejak manusia mengenal budidaya tanaman
Lebih terperinciDAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciPAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012
No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP
2017 Laporan Kinerja Triwulan II KATA PENGANTAR Dalam rangka memonitor capaian kinerja kegiatan Ditjen Tanaman Pangan pada triwulan II TA 2017 serta sebagai bahan penilaian aspek akuntabilitas kinerja
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 36/07/63/Th.XIX, 1 Juli NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,18 PERSEN Pada NTP Kalimantan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015
No. 03/01/63/Th.XX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER TURUN 0,41 PERSEN Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Daerah irigasi merupakan kesatuan wilayah atau daerah yang mendapat air dari
BAB 1 Pendaluhuan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah irigasi merupakan kesatuan wilayah atau daerah yang mendapat air dari suatu jaringan irigasi. Air mempunyai peran besar bagi kehidupan semua
Lebih terperinciKeragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya No Kategori Satuan Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Potensi Lahan Ha Air 76.7 0 7.9 690.09 0.9 60. 069.66 767.9 79.6. Air
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015
BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS
Lebih terperinciKAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka
KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017
NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI SEBESAR 96,06 ATAU TURUN 0,64 PERSEN Pada Juni NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,06 atau turun 0,64 persen dibanding NTP Mei yang mencapai 96,67. Turunnya NTP ini disebabkan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017
NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,06 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,67 atau turun 0,06 persen dibanding NTP April yang mencapai 96,73. Turunnya NTP ini disebabkan indeks harga
Lebih terperinciDISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA
DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA Handewi P.S. Rachman, Mewa Ariani, dan T.B. Purwantini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 24/05/63/Th.XIX, 2 Mei NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,14 PERSEN Pada NTP Kalimantan
Lebih terperinciARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG
ARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG K E M E N T E R I A N P E R E N C A N A A N P E M B A N G U N A N N A S I O N A L / B A D A N P E R E N C A N A A N P E M B A N G U N A N N A S I O N A L ( B A
Lebih terperinci4. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/18/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan
Lebih terperinciPemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan
Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Asep Sjafrudin, S.Si, M.Si Jenjang Madrasah Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama (MTs/SMP) memiliki peranan yang sangat penting
Lebih terperinciKESEHATAN ANAK. Website:
KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut
Lebih terperinciWilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung
Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 15/03/63/Th.XIX, 1 Maret NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI TURUN 0,22 PERSEN Pada NTP
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012
No. 32 /06/63/Th.XV, 1 Juni 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN MEI 2012 SEBESAR 108,29 ATAU
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011
No. 46 /09/63/Th.XV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) AGUSTUS 2011 SEBESAR 108,22
Lebih terperinciANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013
ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DIREKTORAT PELAPORAN DAN STATISTIK
Lebih terperinci8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH
Prospek Lahan Sawah 227 8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH Sofyan Ritung, Anny Mulyani, Budi Kartiwa, dan H. Suhardjo Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017
NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS SEBESAR 95,82 ATAU NAIK 0,44 PERSEN No. 51/09/63/Th.XXI, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016
No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015
No. 9/02/63/Th.XIX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2015 NAIK 1,32
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 1,20 PERSEN No. 20/04/63/Th.XXI, 3 April Pada Maret NTP
Lebih terperinciMENTERI PEKERJAAN UMUM JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PU UNTUK PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL DAN MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN JAKARTA FOOD SECURITY SUMMIT 2012 FEED INDONESIA FEED THE WORLD Menuju Swasembada Yang
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015
No. 35/06/63/Th.XIX, 1 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,36 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016
No. 50/09/63/Th.XIX, 1 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS 2016 TURUN 0,49
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR
Lebih terperinciINDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)
F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1
Lebih terperinciSURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL
SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL Triwulan IV - 2016 Harga Properti Residensial pada Triwulan IV-2016 Meningkat Indeks Harga Properti Residensial pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 0,37% (qtq), sedikit
Lebih terperinciInfo Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan
Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2017 NAIK 0,40 PERSEN No. 08/02/63/Th.XXI, 1 Februari
Lebih terperinciC UN MURNI Tahun
C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN
Lebih terperinciMemahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik
Kuliah 1 Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik 1 Implementasi Sebagai bagian dari proses/siklus kebijakan (part of the stage of the policy process). Sebagai suatu studi
Lebih terperincirespon Petani terhadap Perkembangan teknologi dan Perubahan Iklim: studi Kasus Subak di Desa Gadungan, tabanan, Bali
JEKT 6 [2] : 28-39 ISSN : 23-8968 respon Petani terhadap Perkembangan teknologi dan Perubahan Iklim: studi Kasus Subak di Desa Gadungan, tabanan, Bali abstrak farmer s responses for technologycal Progress
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN SEPTEMBER 2016 NAIK 0,66 PERSEN No. 54/10/63/Th.XIX, 3 Oktober
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa
Lebih terperinciPRODUKSI PANGAN INDONESIA
65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Inflai BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 13/02/52/Th VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN IV-2016 Penjelasan Umum Badan Pusat Statistik melakukan Survei
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan masih menjadi usaha sebagian besar petani. Di Indonesia sendiri, masih banyak petani tanaman pangan yang menanam tanaman pangan untuk dikonsumsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan
Lebih terperinciIPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014
IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013
No. 15/02/63/Th.XVII, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN FEBRUARI 2013 NAIK 0,35
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017
No. 24/05/63/Th.XXI, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,67 PERSEN Pada April NTP
Lebih terperinciINDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017
Nomor : 048/08/63/Th.XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 SEBESAR 71,99 (SKALA 0-100) Kebahagiaan Kalimantan Selatan tahun
Lebih terperinciPUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015
PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 Workshop Perencanaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2015
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI 2017 NAIK 0,33 PERSEN No. 16/03/63/Th.XXI, 1 Maret
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita atau Gross National
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dimaknai sebagai suatu proses di mana pendapatan per kapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah
Lebih terperincippbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian berperan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Lebih terperinciPerkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017
No. 060/11/63/Th. XXI, 01 November 2017 Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Oktober 2017 sebesar 96,56 atau naik 0,49 persen. Pada
Lebih terperinciPosisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014
Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016
No. 08/02/63/Th.XX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2016 NAIK 0,01
Lebih terperinci