V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI"

Transkripsi

1 54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas ,8 Ha yang terbagi menjadi 7 wilayah administrasi yaitu Desa Pucangan, Seboro, Wonosari, Sadangkulon, Cangkring, Sadangwetan dan Kedunggong. Kondisi Geografis Kecamatan Sadang dari ke 7 desa tersebut semuanya berada wilayah pegunungan, Desa terluas adalah Desa Seboro dengan luas Wilayah ; 1500,500 Ha, sedangkan desa terkecil adalah Desa Sadangwetan dengan Luas Wilayah 522,448 Ha. Diantara 7 Desa yang ada di Kecamatan Sadang desa yang terjauh dari Kecamatan Sadang yaitu Desa Kedunggong dengan jarak 6,5 Km. Pusat pemerintahan Kecamatan Sadang berada di Desa Sadangkulon berjarak 30 Km dari Kota Kabupaten Kebumen. Desa Sadangkulon berada di ketinggian 89,23 meter dpl (termasuk daerah lereng/perbukitan) dengan luas wilayah 845,0 Ha. Wilayah Kecamatan Sadang berbatasan dengan dua kabupaten dan satu kecamatan yaitu : Kabupaten Wonosobo (Sebelah Timur), Kecamatan Karangsambung (sebelah Barat), Kabupaten Banjarnegara (sebelah Utara), dan Kecamatan Karangsambung (Sebelah Selatan). Desa Sadang Kulon memiliki luas lahan sawah 432,88 ha terdiri dari 65,88 ha sawah irigasi dan 367,00 sawah non irigasi dan luas lahan kering 734,23 ha (394,25 ha merupakan lahan tegalan). Sesuai dengan karakteristik lahan, terdapat dua komoditi pangan utama yang diusahakan petani di Kecamatan Sadang yakni padi dan ubi kayu. Luas areal padi ha dengan jumlah produksi padi 675,00 kg, sedangkan luas areal ubikayu 130 ha dengan jumlah produksi ubikayu 021 kg (BPS Sadang, 2012). Jumlah penduduk Desa Sadang Kulon adalah 2538 jiwa dengan jumlah rumahtangga 738. Berdasarkan indikator kemiskinan BPS, jumlah rumahtangga sasaran yang digolongkan sebagai rumahtangga miskin adalah 383 rumahtangga dimana 85% atau 345 rumahtangga miskin dari rumahtangga sasaran adlah rumahtangga petani (BPS Sadang, 2012).

2 55 5. Kondisi Ketahanan Pangan Wilayah Penelitian Permasalahan ketahanan pangan menjadi permasalahan turunan pada daerah-daerah miskin di Kabupaten Kebumen sehingga pemerintah mencoba tanggap dengan melaksanakan program penanggulangan kemiskinan yang bertujuan secar langsung maupun tidak langsung pada ketahanan pangan rumahtangga seperti PUAP dan raskin. Dalam tabel berikut dinyatakan bahwa Kecamatan Sadang merupakan daerah rawan pangan yang mengalami perbaikan prioritas kerawanan pangan. Tabel Perkembangan Daerah Rawan Pangan berdasarkan Indikator Ketahanan Pangan Badan Ketahanan Pangan No Kecamatan Indeks Ketahanan Pangan 2011 Indeks Ketahanan Pangan 2012 Tingkat Kerawanan Pangan 2011 Tingkat. Kerawanan Pangan Padureso Pejagoan Sadang Karangsambung Karanggayam Prioritas 5 Prioritas 3 Sumber : Badan Ketahanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan (BKP) memiliki sembilan indikator untuk menganalisis tingkat kerawanan pangan suatu wilayah yakni ketersediaan pangan utama, kemiskinan, kondisi jalan, ketersediaan fasilitas listrik, angka buta huruf, angka harapan hidup, angka kesehatan balita, fasilitas air bersih dan fasilitas kesehatan. Indikator kemiskinan menjadi indikator penting dalam menganalisis ketahanan pangan karena indeks kemiskinan menandakan akses ekonomi rumahtangga atau wilayah tersebut terhadap pangan yang tersedia. 5. Demografi Rumahtangga Petani Sampel di Wilayah Penelitian Rumahtangga petani sampel mempunyai variasi dalam usia KK, namun untuk jumlah anggota keluarga, pendidikan KK, jumlah angkatan kerja dalam keluarga dan jumlah anak sekolah yang relatif homogen. Persentase umur KK terbesar berada di usia produktif, yakni tahun (35 KK), sementara lima kepala keluarga lainnya memiliki usia di atas 55 tahun. Pendidikan kepala keluarga petani sampel umumnya relatif rendah sehingga penguasaan kepala keluarga

3 56 terhadap lapangan kerja selain sektor pertanian dan berburuh relatif rendah. Rumahtangga sampel umumnya memberdayakan anggota keluarga pada usia produktif sebagai angkatan kerja untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga. Pada rumahtangga sampel, anak yang masih dalam tanggungan biaya sekolah umumnya berada pada tingkat SD dan SMP. Karakteristik keluarga akan menjadi faktor penentu keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga pertanian. Tabel Karakteristik Demografi Rumahtangga Petani Sampel Uraian Jumlah Anggota Keluarga (orang) Umur KK (tahun) Pendidikan KK Jumlah Anak Sekolah (orang) Jumlah Angkatan Kerja (orang) SD-SMP Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sampel Perilaku ekonomi rumahtangga petani terdiri dari kegiatan produksi yang dipengaruhi luas garapan, kegiatan konsumsi atau pengeluaran rumahtangga dan kegiatan menabung. Alokasi tenaga kerja keluarga pada kegiatan produktif pertanian dan non pertanian akan membentuk pendapatan rumahtangga. Sementara dari konsumsi pangan rumahtangga dapat dianalisis kecukupan energi dan protein anggota rumahtangga sebagai indikator hasil ketahanan pangan yang mencerminkan pola konsumsi pangan rumahtangga petani sampel. 5. Luas Garapan dan Produksi Usahatani Padi Usahatani padi merupakan usahatani utama rumahtangga petani sampel. Faktor kepemilikan lahan akan menentukan produksi yang akan dihasilkan sehingga mendukung indikator ketersediaan pangan. Lahan merupakan akses fisik bagi rumahtangga petani yang menetukan tingkat ketahanan pangan rumahtangga. Luas garapan dan produksi ditampilkan pada Tabel 5.

4 57 Tabel 5. Luas Garapan dan Produksi Padi No. Uraian Luas Garapan (ha) Produksi Padi (Kg/Th) Tabel 5 menyajikan luas garapan dan produksi rata-rata yang menjelaskan petani sampel adalah petani gurem yang mempunyai luas lahan kurang dari 0,25 ha sehingga hasil produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. 92,5 % atau 37 petani adalah petani subsisten yang mengkonsumsi seluruh produksi padinya guna memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarga. Terdapat tiga rumahtangga yang menjual gabahnya di pasar sebagai sumber pendapatan rumahtangga dari usahatani padi. Tabel 6. Luas Garapan Petani yang Melakukan Penjualan Gabah Uraian Luas Garapan (ha) Produksi Padi (kg/th) Produksi Padi Tidak Dijual (kg/th) Produksi Padi Dijual (kg/th) Penerimaan dari padi yang dijual (Rp/Th) Berdasarkan Tabel 8 dinyatakan bahwa rata-rata produksi padi yang dijual (dalam bentuk gabah) oleh petani hanya 8 % dari total produksi. Petani menjual dalam bentuk gabah setelah kebutuhan pangan anggota keluarga terpenuhi dan penjualan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak seperti biaya pendidikan. 5. Alokasi Tenaga Kerja Alokasi tenaga kerja atau dalam hal ini menunjukan curahan jam kerja merupakan keputusan ekonomi yang penting dalam rumahtangga pertanian karena hal ini menandakan upaya rumahtangga mengelola angkatan kerja yang dimiliki dalam menjalankan aktifitas produktif guna meningkatkan pendapatan rumahtangga. Tenaga kerja keluarga akan menjadi supply pada pasar tenaga kerja non pertanian dan demand pada usahatani padi.

5 58 Tabel 7. Alokasi Tenaga Kerja Keluarga Pada Kegiatan Produktif dalam 1 Tahun No Alokasi Waktu Tenaga Kerja Jam/Tahun Usahatani Padi Usahatani Non Padi Berburuh Pertanian Berburuh Non Pertanian Dalam rumahtangga pertanian, alokasi sumberdaya tenaga kerja yang dimiliki diprioritaskan untuk usahatani yang dikelola.. Namun demikian, rumahtangga petani juga memiliki alokasi waktu bekerja di luar sektor pertanian untuk meningkatkan pendapatan. Bagi rumahtangga petani yang mempunyai alokasi waktu bekerja di luar sektor pertanian atau alokasi waktu sebagai buruh tani di lahan orang lain, mereka akan menyewa tenaga kerja luar keluarga untuk mengelola usahatani padinya sehingga berimplikasi pada peningkatan biaya usahatani padi. Pada rumahtangga sampel, 90 % rumahtangga atau 36 rumahtangga menyewa tenaga kerja luar keluarga untuk mengelola usahatani padi khususnya untuk kegiatan mengolah lahan dan perawatan pasca panen. Selain untuk kegiatan pertanian, 22,5 % rumahtangga petani sampel atau 9 rumahtangga menggunakan alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan berburuh non pertanian. Sedangkan untuk kegiatan berburuh pertanian 27,5 % atau 11 rumahtangga sampel mengalokasikan waktu tenaga kerja keluarga untuk kegiatan berburuh di sektor kehutanan. 5. Sumber Pendapatan Rumahtangga Pendapatan rumahtangga merupakan hasil dari kegiatan produktif angkatan kerja keluarga yang akan digunakan untuk kegiatan konsumsi rumahtangga, keperluan produksi selanjutnya dan tabungan. Jika dikaitkan dengan indikator ketahanan pangan, pendapatan rumahtangga merupakan faktor penentu, dimana pendapatan mencerminkan daya beli pangan rumahtangga. Tabel 8 menjelaskan diversifikasi usaha petani sampel. Petani sampel merupakan petani dengan usahatani utama tanaman padi, dimana 92,5 % atau 37 rumahtangga petani mengkonsumsi seluruh produksi padi guna memenuhi kebutuhan pangan keluarga, hanya 7,5 % atau 3 rumahtangga petani yang menjual gabah guna memenuhi kebutuhan keluarga yang mendesak seperti biaya

6 59 pendidikan. Selain usahatani padi, 67,5 % rumahtangga petani atau 27 rumahtangga memiliki usahatani non padi berupa tanaman tahunan seperti singkong, jahe, dan kencur. Menurut Siswati (2012), diversifikasi usahatani memungkinkan peningkatan pendapatan pertanian. Usahatani singkong pada daerah penelitian tidak memberi keuntungan bagi petani karena seluruh petani singkong menjual singkong dalam bentuk mentah sehingga mendapatkan harga rendah yang tidak mampu menutupi biaya usahatani. Pendapatan sektor pertanian lebih rendah dari pendapatan sektor non pertanian menunujukan penurunan peran relatif sektor pertanian dan meningkatnya peran sektor non pertanian yang disebabkan oleh (1) terbukanya akses perekonomian desa-kota sehingga kesempatan kerja semakin terbuka, (2) kecilnya investasi di sektor pertanian sehingga tidak memberikan nilai tambah, dan (3) perubahan kenaikan upah di sektor non pertanian lebih besar dari upah di sektor pertanian. Kegiatan produktif lain yang dilakukan oleh 22,5 % rumahtangga sampel atau 9 rumahtangga petani sampel sebagai sumber pendapatan adalah berburuh non pertanian dengan nilai upah di atas upah berburuh pertanian (upah berburuh pertania , sedangkan berburuh non pertanian di atas ) sehingga berimplikasi pada peningkatan pendapatan rumahtangga. Tabel 8. Pendapatan Rumahtangga Rata-rata Per Tahun Menurut Sumber No. Sumber Pendapatan Nilai (Rp/Tahun) Persentase dari Pendapatan Total (%) 5. Usahatani Padi Usahatani Non Padi Berburuh Pertanian Berburuh Non Pertanian Lainnya Pendapatan Total Sejalan dengan temuan Nurmanaf (2005) yang menyatakan bahwa pendapatan berburuh non pertanian mencapai 58,3 % dari pendapatan rumahtangga. sebanyak 27,5 % rumahtangga sampel atau 11 rumahtangga menjadi buruh di sektor pertanian untuk menambah pendapatan rumahtangga. Sumber pendapatan lain dimiliki oleh 70 % atau 28 rumahtangga petani sampel yakni berasal dari usaha kecil dan pendapatan kiriman.

7 60 5. Struktur Pengeluaran Rumahtangga Pengeluaran rumahtangga terdiri dari pengeluaran pangan, non pangan, dan investasi sumberdaya manusia. Termasuk pengeluaran pangan adalah nilai dari produksi padi yang dikonsumsi serta jumlah beras dibeli dan raskin. Struktur pengeluaran rumahtangga rata-rata per tahun dijelaskan pada Tabel 9. Tabel 9. Struktur Pengeluaran Rumahtangga Per Tahun (Rp) No. Jenis Pengeluaran Nilai (Rp/Tahun) Persentase dari Total Pengeluaran Rumahtangga (%) Pangan Non Pangan Pendidikan Kesehatan Total Pengeluaran Rumahtangga Pengeluaran terbesar rumahtangga sampel adalah pengeluaran non pangan baik berupa pembayaran cicilan, kegiatan sosial, kebutuhan non pangan seperti kebutuhan sehari-hari, rokok dan minyak serta biaya transportasi. Sejalan dengan temuan Nurmanaf (2005) dan Hanani (2010) yang menyatakan bahwa pengeluaran non pangan rumahtangga petani lebih besar dari pengeluaran pangan karena keputusan rumahtangga untuk menyederhanankan pola konsumsi. Sementara untuk pengeluaran pendidikan hanya 12,52 % karena umumnya anak usia sekolah yang memiliki tanggungan biaya sekolah masih duduk di bangku SD-SMP sehingga biaya sekolah masih didukung oleh biaya operasional sekolah. Pengeluaran kesehatan relatif rendah disebabkan oleh dua hal, yakni pemanfaatan kartu berobat oleh masyarakat miskin dan keengganan masyarakat untuk berobat. Meurut Rochaeni (2005), pengeluaran investasi sumberdaya manusia (pengeluaran pendidikan dan kesehatan) lebih kecil dari konsumsi pangan dan non pangan yakni hanya sebesar 22,77 %, sementara konsumsi pangan dan non pangan mencapai 50,52 % yang menandakan kesadaran rumahtangga petani untuk melakukan investasi sumberdaya manusia masih rendah.

8 Kecukupan Energi dan Protein Kecukupan konsumsi energi dan protein merupakan indikator hasil ketahanan pangan yang menunujukan pemanfaatan pangan yang dikonsumsi anggota keluarga. Penghitungan konsumsi energi dan protein berdasarkan nilai fisik makanan yang dikonsumsi anggota keluarga yang dikonversi berdasarkan nilai konversi bahan makanan yang ditetapkan Departemen Kesehatan. Standar ketahanan pangan berdasarkan Widyakarya Pangan Nasional 2008 adalah terpenuhinya konsumsi energi atau protein dengan persentase 70 % dari kebutuhan energi (2000 Kkal/kapita/hari) atau kebutuhan protein (52 gram/kapita/hari). Konsumsi energi menunjukan kandungan gizi dari jenis makanan yang dikonsumsi anggota keluarga baik sumber karbohidrat, protein dan sayuran yang merupakan hasil recall konsumsi rumahtangga selama seminggu yang dirata-ratakan, dimana setiap jenis makanan yang dikonsumsi diketahui nilai fisiknya untuk dikonversi dalam bentuk kalori dengan nilai konversi yang ditetapkan pada daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Tabel 10. Kecukupan Energi dan Protein No. Uraian Nilai Konsumsi energi (Kkal/AEU/hr) Angka Kecukupan Energi (%) Konsumsi Protein (Gram/AEU/hr) Angka Kecukupan Protein (%) Rumahtangga petani sampel pada umumnya (90 %) mampu memenuhi kebutuhan beras anggota keluarga dari produksi padi yang tidak dijual, raskin dan beras yang dibeli di pasar. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, 2 rumahtangga sampel mencampur oyek (olahan singkong) pada proses pembuatan nasi. Namun untuk konsumsi protein, 80 % rumahtangga atau 32 rumahtangga sampel mengkonsumsi sumber protein seragam yakni tempe dan ikan asin yang memiliki angka kecukupan protein di bawah 70 % atau di bawah standar ketahanan pangan. Rumahtangga petani memilih tempe, tahu dan ikan asin sebagai menu rutin sebagai bentuk penyesuaian terhadap rendahnya pendapatan rumahtangga, sementara harga sumber protein hewani tergolong mahal untuk tingkat pendapatan rumahtangga petani.

9 Tabungan Rumahtangga Peran tabungan bagi rumahtangga adalah sebagai bentuk strategi bertahan hidup apabila kondisi ekonomi rumahtangga memburuk sementara rumahtangga memiliki kebutuhan mendesak (Faridi, 2005). Jumlah tabungan rumahtangga tidak hanya ditentukan oleh tingkat pendapatan rumahtangga melainkan juga kepemilikan asset produktif. Rumahtangga petani sampel umumnya memiliki pendapatan terbatas sehingga hal ini menjadi kendala untuk menjadikan uang tunai sebagai sumber utama tabungan rumahtangga yang disimpan di bank. Nilai rata-rata dari berbagai sumber tabungan rumahtangga sampel pertahun dijelaskan di Tabel 1 Tabel 1 Tabungan Rumahtangga No. Sumber Tabungan Nilai (Rp/Th) Persentase dari total tabungan (%) Tabungan Tunai Asset Produktif Inventaris Rumahtangga Total Tabungan Keberadaan tabungan berupa uang tunai bagi petani gurem memang jarang ditemukan, namun rumahtangga petani memiliki asset produktif dan inventaris rumahtangga yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarga, baik kebutuhan pangan, non pangan maupun investasi sumberdaya manusia. Asset produktif yang dimiliki petani yakni hewan ternak seperi sapi, kambing, ayam dan itik yang dapat dijual sewaktu-waktu jika memiliki kebutuhan rumahtangga yang mendesak. 5. Perkembangan PUAP dan Raskin di Wilayah Penelitian 5. Perkembangan PUAP di Wilayah Penelitian Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di lokasi penelitian telah berkembang dari Tahun Namun karena menemui kendala dalam hal pengembalian pinjaman oleh petani dan dilaksanakannya program ekonomi kerakyatan di bidang peternakan, peminjam dana PUAP di Desa Sadang Kulon mengalami penurunan.

10 63 Sebagian besar peminjam PUAP adalah petani tanaman pangan yang merupakan basis pertanian di wilayah penelitian. Sebagian besar petani tanaman pangan khususnya petani padi sebagai pangan utama berorientasi pada kebutuhan subsisten karena keterbatasan lahan yang diusahakan. Rendahnya pendapatan petani baik dari kegiatan usahatani maupun non usahtani menjadi kendala petani untuk melunasi cicilan pinjaman PUAP sehingga pada Tahun 2012, jumlah petani pangan khususnya petani dengan luas lahan kurang dari 0,25 ha yang meminjam PUAP mengalami penurunan. Tabel 1 Perkembangan PUAP di Desa Sadang Kulon per Oktober 2011 No Usaha Produktif Penerima (Org) Budidaya Tanaman Pangan 258 Budidaya Tanaman Hortikultura 5 Industri Rumahtangga Pertanian 24 Pemasaran Hasil Pertanian Skala Mikro 7 Nilai (Rp000) Total Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Kebumen, 2011 Tabel 1 Rekapitulasi Perkembangan Pinjaman PUAP oleh Petani Padi dengan Luas Lahan 0,25 ha per Maret 2012 No Nama Kelompok Tani Petani Peminjam (orang) Karya Rukun 5 Arto Tani 20 Sri Rejeki 8 Karya Tani 17 Total 50 Sumber : Laporan PUAP Gapoktan Satuhu, 2012 Keseluruhan rumahtangga petani padi dengan luas lahan kurang dari 0,25 ha peminjam PUAP tersebut juga merupakan penerima raskin. Namun dari 50 petani tersebut, hanya 40 rumahtangga yang memiliki kelengkapan informasi untuk mengkonfirmasi data yang diperlukan dalam penelitian ini, sehingga jumlah seluruh sampel menjadi 40 rumahtangga petani. Persyaratan untuk mengajukan pinjaman PUAP tergolong mudah dengan syarat wajib tergabung di kelompok tani dan memiliki usaha produktif.

11 64 Selanjutnya calon peminjam mengajukan rancangan biaya kepada anggota Gapoktan pengelola PUAP sesuai dengan kebutuhan usaha. Tabel 1 Penggunaan Dana PUAP Rumahtangga Petani Sampel No. Penggunaan Dana PUAP Nilai (Rp/Tahun). Usahatani Padi Usahatani Non Padi Usaha Kecil Konsumsi Meskipun dalam pengajuan peminjaman dana PUAP, rumahtangga petani sampel mengajukan rancangan kebutuhan biaya untuk usahtani padi, namun pada kondisi di lapangan, 15 rumahtangga atau 37,5 % menggunakan pinjaman PUAP untuk usahatani non padi. Untuk usaha kecil, sebanyak 15 rumahtangga juga menggunakan dana PUAP yang semula diajukan untuk usahatani padi. Sebanyak 10 rumahtangga atau 25 % rumahtangga peminjam PUAP juga menggunakan dana PUAP untuk konsumsi non pangan seperti biaya pendidikan, pembayaran kredit motor dan membeli fasilitas rumahtangga. Dana PUAP yang diterima rumahtangga petani sampel mampu membantu usahatani padi karena 71 % dari biaya usahatani rata-rata/tahun dapat dipenuhi dari PUAP (biaya usahatani padi rata-rata per tahun dijelaskan pada Tabel 15). Tabel 15. Biaya Usahatani Padi Rata-rata No. Input Produksi Nilai (Rp/Tahun) Pupuk Tenaga Kerja Bibit Biaya Lain Total Perkembangan Raskin di Wilayah Penelitian Beras untuk masyarakat miskin (raskin) merupakan program penanggulangan kemiskinan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sesaat. Dalam juknis distribusi raskin, penerima raskin adalah rumahtangga sasaran (RTS) yang terdata sebagai daftar penerima manfaat (DPM). Sesuai dengan tujuannya, raskin diperuntukan bagi rumahtangga miskin dengan jumlah

12 65 15 kg/bulan/rumahtangga atau 50 % dari kebutuhan beras riil rata-rata rumahtangga dengan nilai tebus Rp 1600/Kg. Perkembangan distribusi raskin di lokasi penelitian dijelaskan oleh Tabel 16. Tabel 16. Perkembangan Raskin di Desa Sadang Kulon per Juni 2012 No. Kategori Rumahtangga Raskin Rumahtangga Sasaran Terdata Rumahtangga Penerima Jumlah Rumahtangga Penerima Jumlah Raskin/KK (Kg) 15 5 Nilai Tebus (Rp) Pada lokasi penelitian, raskin tidak hanya diterima oleh rumahtangga sasaran yang terdaftar, melainkan juga didistribusikan pada sebagian besar masyarakat Desa Sadang Kulon (49,6 % dari total penduduk menerima raskin) sehingga jumlah raskin yang diterima setiap rumahtangga hanya 5 Kg setiap bulannya atau hanya memenuhi 16,67 % dari kebutuhan beras riil rata-rata rumahtangga. Hal ini sejalan dengan penelitian Hutagaol (2007) tentang studi pelaksanaan raskin di Provinsi Jawa Barat dimana raskin tidak hanya dibagikan pada rumahtangga sasaran sehingga setiap rumahtangga hanya menerima 10 kg/bulan. 5. Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani 5. Analisis Indikator Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Ketahanan pangan rumahtangga petani merupakan hasil dari keputusan ekonomi rumahtangga yakni kegiatan produksi dan konsumsi yang dilakukan rumahtangga petani. Hasil analisis deskriptif kualitatif terhadap tingkat ketahanan pangan rumahtangga dengan indikator tahan pangan (1) ketersediaan pangan perbulan (KSPB) lebih dari kebutuhan beras riil perbulan (KBRB), (2) rasio pengeluaran pangan terhadap pendapatan (RPP) per bulan kurang dari atau sama dengan 60 % dan (3) angka kecukupan energi (AKE) lebih dari atau minimal sama dengan 70 %, dimana untuk menyesuaikan dengan pemenuhan konsumsi energi yang masih rendah oleh rumahtangga petani sampel di daerah penelitian, maka untuk angka kecukupan energi (AKE) tahan pangan adalah 65 % ke atas menunjukan bahwa 90 % dari rumahtangga sampel atau 36 rumahtangga mampu

13 66 memenuhi kebutuhan pangan utama yakni beras baik dari hasil produksi padi yang tidak dijual, alokasi raskin dan sejumlah beras yang dibeli di pasar. Ketersediaan pangan rata-rata perbulan pada rumahtangga sampel lebih dari kebutuhan beras riil rata-rata per bulan mengindikasikan bahwa ketersediaan beras pada rumahtangga sampel memenuhi kebutuhan bears riil anggota keluarga. Ketersediaan pangan utama tidak hanya digunakan untuk konsumsi pangan anggota rumahtangga, melainkan juga sebagai biaya sosial kemasyarakatan pada saat menghadiri acara pernikahan. Pada indikator rasio pengeluaran pangan terhadap pendapatan rumahtangga, 37,5 % dari rumahtangga sampel atau 15 rumahtangga memiliki nilai rasio di atas 60 % yang mengindikasikan masih tingginya porsi pengeluaran pangan dalam pendapatan rumahtangga pada 15 rumahtangga tersebut. Hal ini disebabkan rendahnya pendapatan pada rumahtangga tersebut jika dibandingkan dengan pengeluaran pangan. Sejalan dengan asumsi Berg (1986) yang menyatakan bahwa porsi pengeluaran pangan semakin tinggi jika pendapatan rumahtangga tersebut semakin rendah. Untuk tetap memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarga, rumahtangga dengan pendapatan rendah memilih jenis protein dengan harga murah Rasio pengeluaran pangan terhadap pendapatan yang tinggi mengindikasikan daya beli pangan rumahtangga rendah. Keputusan rumahtangga untuk menyederhanakan pola konsumsi pangan tanpa mempertimbangkan kebutuhan energi anggota rumahtangga berimplikasi pada rendahnya angka kecukupan energi sebagai indikator hasil ketahanan pangan rumahtangga. Pilihan untuk mengkonsumsi jenis protein dengan harga murah namun belum memenuhi kebutuhan energi protein anggota rumahtangga tidak hanya disebabkan karena daya beli pangan rumahtangga yang masih rendah, melainkan pengetahuan rumahtangga akan kebutuhan energi anggota keluarga yang masih rendah sehingga 62,5 % dari rumahtangga sampel atau 25 rumahtangga memiliki angka kecukupan energi di bawah 65 % dari total energi yang dibutuhkan anggota keluarga.

14 67 Tabel 17. Nilai Rata-rata Indikator Ketahanan Pangan Rumahtangga No. Indikator Nilai Ketersediaan Pangan (Kg/Bulan) Kebutuhan Beras Riil (Kg/Bulan) Rasio Pengeluaran Pangan dengan Pendapatan Rumahtangga (%) Angka Kecukupan Energi (%) Berdasarkan indikator ketahanan pangan yang digunakan, 25 % rumahtangga sampel atau 10 rumahtangga digolongkan sebagai rumahtangga tahan pangan dan 75 % rumahtangga sampel atau 30 rumahtangga digolongkan sebagai rumahtangga tidak tahan pangan. Indikator ketahanan pangan rumahtangga yang tidak terpenuhi oleh sebagian besar rumahtangga tidak tahan pangan adalah rasio pengeluaran pangan dengan pendapatan (RPP) dan angka kecukupan energi.. Faktor daya beli pangan yang rendah (ditunjukan dengan tingginya nilai rasio pengeluaran pangan dalam pendapatan rumahtangga) akibat rendahnya pendapatan dan rendahnya kesadaran rumahtangga pada kebutuhan energi anggota rumahtangga menjadikan rumahtangga petani sampel menyederhanakan pola konsumsi pangan sehingga belum mampu memenuhi standar konsumsi energi untuk kategori tahan pangan. 5. Distribusi Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Distribusi ketahanan pangan rumahtangga petani yang dijelaskan pada Tabel 18 menunjukan kinerja masing-masing indikator ketahanan pangan rumahtangga dengan karakteristik rumahtangga petani yang mempengaruhinya. Tabel 18. Nilai Rata-rata Indikator Ketahanan Pangan Pada Distribusi Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Kriteria Tahan Pangan Tidak Tahan Pangan Jumlah Rumahtangga Ketersediaan Pangan (Kg/Bln) Kebutuhan Beras (Kg/Bln) Rasio P.Pangan dengan Pendapatan (%) Angka Kecukupan Energi (%)

15 68 Rumahtangga tahan pangan mempunyai ketersediaan pangan lebih besar dari rumahtangga tidak tahan pangan. Hal ini dikarenakan rumahtangga tahan pangan memiliki jumlah produksi padi tidak dijual lebih besar dari rumahtangga tidak tahan pangan, dimana produksi padi tidak dijual adalah sumber pemenuhan utama kebutuhan beras rumahtangga sampel. Rata-rata produksi padi tidak dijual pada rumahtangga tahan pangan adalah 48,25 kg/bulan atau 83,04 % dari pangan yang tersedia, sementara rumahtangga tidak tahan pangan memiliki produksi padi tidak dijual sebesar 37,73 kg/bulan atau 74,77 % dari pangan yang tersedia. Di sisi lain, kebutuhan beras riil rumahtangga tidak tahan pangan lebih besar dari rumahtangga tahan pangan karena jumlah anggota keluarga rumahtangga tidak tahan pangan lebih besar dari rumahtangga tahan pangan. Rumahtangga tahan pangan memiliki rasio pengeluaran pangan dengan pendapatan rumahtangga yang lebih rendah dari rumahtangga tidak tahan pangan. Hal ini mengindikasikan rumahtangga tahan pangan memiliki daya beli yang baik terhadap pangan. Daya beli pangan yang rendah pada rumahtangga tidak tahan pangan dikarenakan rendahnya pendapatan rumahtangga sampel. Daya beli pangan yang rendah yang diperkuat dengan rendahnya kesadaran akan kebutuhan energi anggota rumahtangga berimplikasi pada rendahnya angka kecukupan energi pada rumahtangga tidak tahan pangan. Rendahnya angka kecukupan energi merupakan cerminan dari pola konsumsi rumahtangga tidak tahan pangan, baik konsumsi karbohidrat, protein maupun sayuran. Rumahtangga tidak tahan pangan memilih jenis makanan khususnya sumber protein yang memiliki harga murah tetapi belum memenuhi kebutuhan energi protein anggota keluarga dengan pertimbangan terbatasnya pendapatan rumahtangga.

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 84 VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 7.1. Hasil Validasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sebelum melakukan simulasi untuk menangkap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN P R O S I D I N G 125 ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG Farah Ainun Jamil 1, Pudji Purwanti 2, Riski Agung Lestariadi 2 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan masyarakat seutuhnya, termasuk juga pembangunan di bidang pertanian sebagai upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan masih menjadi usaha sebagian besar petani. Di Indonesia sendiri, masih banyak petani tanaman pangan yang menanam tanaman pangan untuk dikonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

PERANAN PUAP DAN RASKIN DALAM PERILAKU EKONOMI DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Kasus di Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen) FANNY SEPTYA

PERANAN PUAP DAN RASKIN DALAM PERILAKU EKONOMI DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Kasus di Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen) FANNY SEPTYA PERANAN PUAP DAN RASKIN DALAM PERILAKU EKONOMI DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Kasus di Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen) FANNY SEPTYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 SURAT

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian Gaol (2011) yang berjudul Analisis Luas Lahan Minimum untuk Peningkatan Kesejahteraan Petani Padi Sawah di Desa Cinta Damai, Kecamatan Percut Sei Tuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan tingginya tingkat kemiskinanberhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Nasution (2008), beberapa masalah pertanian yangdimaksud

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kecamatan Purbolinggo Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. Kecamatan Purbolinggo sebelum pemekaran kabupaten,

Lebih terperinci

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder) 31 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah restrospektif. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

Pangan Nasional Tahun

Pangan Nasional Tahun Ketahanan Pangan Nasional Tahun 23Pembangunan 2000-2004 Pendahuluan Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan suatu negara, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH DI DESA KALIBENING KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS

KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH DI DESA KALIBENING KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS Seminar Nasional BKS PTN Barat Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014 Mulyana & Hamzah: Kontribusi Pendapatan Usaha Perikanan 933 KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH Oleh: Achmad Djauhari dan Supena Friyatno*) Abstrak Kelompok rumah tangga adalah sasaran utama dalam program peningkatan dan perbaikan tingkat

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan metode survey melalui pengamatan langsung di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan metode survey melalui pengamatan langsung di 40 III. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode survey melalui pengamatan langsung di lapangan dan menggunakan kuisioner, dengan populasi petani kopi di Kabupaten Lampung Barat. Secara rinci

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK BERBASIS PANGAN LOKAL (ENBAL)

DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK BERBASIS PANGAN LOKAL (ENBAL) DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK BERBASIS PANGAN LOKAL (ENBAL) UNTUK MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA OLEH : IR. ANDERIAS RENTANUBUN BUPATI MALUKU TENGGARA DAN DRS. YUNUS SERANG, MSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Piyaman merupakan salah satu Desa dari total 14 Desa yang berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Desa Piyaman berjarak sekitar

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN 6.1. Perkembangan Program PUAP Program PUAP berlangsung pada tahun 2008 Kabupaten Cianjur mendapatkan dana PUAP untuk 41 Gapoktan, sedangkan yang mendapatkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Luasnya lahan pertanian di Indonesian pada kenyataannya belum mampu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkurang, ditambah lagi semakin besarnya impor pangan, pakan, dan bahan baku

BAB I PENDAHULUAN. berkurang, ditambah lagi semakin besarnya impor pangan, pakan, dan bahan baku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian negara, dengan kontribusi produk dari sektor pertanian dapat menambah dan meningkatkan pendapatan negara.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : 44 IV. GAMBARAN UMUM A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Raman Utara Kecamatan Raman Utara merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung Timur dan berpenduduk 35.420 jiwa dengan luas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 04/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2013, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,13 PERSEN Berdasarkan penghitungan dengan tahun dasar baru (2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan didefinisikan sebagai usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam berupa ternak, dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang memegang peranan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan khususnya para petani. Pada

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci