VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN"

Transkripsi

1 VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi terhadap ketahanan pangan rumahtangga pertanian. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif analisis lebih difokuskan pada kinerja aspek peningkatan produksi padi, pendapatan rumahtangga, nilai padi yang tidak dijual, pengeluaran pangan disamping aspek kecukupan energi. Simulasi dilakukan dengan cara merubah nilai-nilai peubah harga input (harga pupuk dan upah), harga output, serta peubah keputusan internal (alokasi tenaga kerja, luas garapan dan cadangan pangan). Analisis simulasi juga dilakukan dengan membandingkan antar agroekosistem. Prosedur ini akan memberikan informasi bagaimana perubahan seluruh peubah endogen dalam model perilaku rumahtangga di dua daerah yang berbeda. Sebelum simulasi, terlebih dulu dilakukan validasi model untuk melihat keeratan dan keragaman nilai dugaan dengan nilai aktual peubah endogen (Pyndick dan Rubenfield, 1991). Keandalan suatu model untuk simulasi ditentukan oleh hasil validasi terhadap parameter dugaan dari peubah-peubah endogen dalam model. Pada penelitian ini validasi model perilaku rumahtangga pertanian menggunakan kriteria Root Mean Square Error (RMSPE) dan Statistik U-Theil. Hasil validasi disajikan pada Tabel 24 dan 25. Hasil pendugaan model dianggap layak sebagai basis simulasi apabila nilai RMSPE dan U-Theil semakin kecil. Nilai RMSPE yang mendekati no1 menunjukkan hasil pendugaan model semakin valid untuk simulasi. Demikian pula nilai U yang

2 mendekati no1 menunjukkan pendugaan model sempurna. Sebaliknya, bila nilai U mendekati satu maka pendugaan model adalah naif. Tabel 24. Hasil Validasi Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah RMSPE Bias (U M) Kesalahan Reg (U R) Dist (U D) U-Theil Alokasi t- kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh non pert Pendapatan disposabel konsumsi E E E ElO E Tabel 24 dan Tabel 25 menunjukkan, beberapa peubah mempunyai nilai RMSPE sangat besar dan tiga lainnya tidak teridentifikasi (missing). Hasil seperti ini diduga terkait dengan masalah variasi dan konsistensi data penelitian PATANAS. Tanda titik (.) muncul karena pada satu atau lebih observasi terdapat nilai aktual yang terlalu kecil, atau bahkan mendekati nol, untuk menghitung persentase kesalahan (percent error). Di daerah agroekosistem sawah, nilai U-Theil relatif besar

3 pada persamaan pendapatan berburuh dan tabungan. Kecuali pada kedua persamaan tersebut nilai U-Theil berkisar antara sampai Di daerah agroekosistem non sawah kecuali pada persamaan alokasi tenaga kerja berburuh non pertanian dan pendapatan berburuh nilai U-Theil berkisar antara sampai Pada penelitian dengan data kerat lintang (cross section), hasil validasi model seperti itu dianggap masih cukup layak (justified) sebagai dasar dilakukannya simulasi. Tabel 25. Hasil Validasi Model Perilaku Rumahtangga Pertanian di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Alokasi t- kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh non pert Pendapatan disposabel konsumsi RMSPE E E E E E10 Bias (U M) Kesalahan Reg (U R) Dist (U D) U-Theil

4 Dampak yang timbul dari perubahan faktor ekonomi, baik yang bersumber dari kebijakan pemerintah, fluktuasi pasar maupun kondisi internal rumahtangga terhadap peubah endogen model perilaku bersifat positif, negatif atau netral. Sifat dampak tersebut mengikuti hubungan antar peubah hasil pendugaan model sesuai fenomena empiris. Perbedaan lingkungan fisik, sosial dan ekonomi antar wilayah memungkinkan munculnya perbedaan dampak yang terjadi. Oleh sebab itu, analisis simulasi dampak perubahan faktor ekonomi terhadap ketahanan pangan dibedakan menurut agroekosistem Simulasi Perubahan Faktor-faktor Ekonomi Kenaikan Harga Pupuk Untuk mengurangi beban anggaran pemerintah menetapkan kebijakan penghapusan subsidi pupuk secara gradual sejak beberapa tahun silam. Selama sepuluh tahun sejak tahun porsi subsidi pupuk terus berkurang dari 7.98 persen menjadi 0.40 persen pada tahun Pada tahun 1998 subsidi pupuk telah dihapus sama sekali. Penghapusan tersebut mengakibatkan kenaikan harga pupuk yang harus dibayar petani. Harga pupuk Urea naik sekitar 147 persen sedangkan pupuk TSP naik sekitar 137 persen (PSE, 2001). Untuk simulasi dalam penelitian ini kenaikan harga pupuk ditetapkan secara arbiter. Kenaikan harga pupuk Urea ditetapkan 30 persen dan TSP 40 persen. Dari Tabel 8 pada bab sebelumnya diketahui rataan harga pupuk Urea di daerah penelitian berkisar antara 938,- sampai 1 048,- per kilogram. Adapun harga pupuk TSP berkisar antara 1 130,- sampai 1 285,- per kilogram. Kenaikan harga kedua jenis pupuk tersebut masih di bawah harga eceran tertinggi baru yang ditetapkan. Hal ini dapat terjadi karena harga kedua jenis pupuk di tingkat

5 petani yang dicatat adalah harga rataan setahun, dari musim kemarau (MK) sampai musim hujan (MH) Kebijakan pemerintah keluar pada awal MH Tabel 26. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %) dan TSP (40%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg % Hasil simulasi menunjukkan kenaikan 30 persen harga pupuk Urea dan 40 persen harga pupuk TSP akan mengakibatkan kenaikan biaya usahatani serta kecenderungan pengurangan luas garapan sawah yang akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan usahatani. Pada Tabel 26 dan Tabel 27 dapat disimak, secara relatif peningkatan biaya usahatani di daerah agroekosistem sawah lebih kecil dari peningkatan di daerah non sawah. Peningkatan biaya usahatani yang

6 dipicu oleh kenaikan harga pupuk di daerah sawah sebesar 6.75 persen, sedangkan di daerah non sawah mencapai 7.67 persen. Akan tetapi, karena kecenderungan pengurangan luas sawah garapan di daerah sawah lebih tinggi dibandingkan daerah non sawah maka penurunan pendapatan usahatani di daerah sawah menjadi lebih besar, mencapai persen. Tabel 27. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %) dan TSP (40%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg % Adanya pengurangan luas sawah garapan memungkinkan rumahtangga mengurangi alokasi waktu tenaga kerja untuk usahatani. Kelebihan tenaga kerja tersebut dapat direlokasi untuk kegiatan lain. Hasil simulasi menunjukkan,

7 pengurangan alokasi waktu tenaga kerja usahatani sebagian dimanfaatkan untuk berburuh non pertanian. Penambahan jam kerja berburuh non pertanian tersebut dilakukan karena bagi rumahtangga kegiatan berburuh non pertanian dipandang sebagai salah satu alternatif usaha menambah pendapatan. Oleh karena kegiatan berburuh masih bersifat "sambilan", tambahan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan tersebut juga relatif kecil. Pada saat ini, tambahan pendapatan dari berburuh belum dapat mengimbangi penurunan pendapatan usahatani yang di daerah sawah mencapai persen dan di daerah non sawah sebesar 0.09 persen. Akibatnya, kenaikan harga pupuk akan mengurangi pendapatan rumahtangga sebesar persen dan persen, masing-masing untuk daerah agroekosistem sawah dan non sawah. Guna memenuhi kebutuhan pengeluaran rumahtangga, petani menjual lebih banyak hasil panen padi mereka. Dengan semakin besar bagian panen padi yang dijual berarti ketersediaan pangan dalam rumahtangga makin berkurang. Pengurangan ketersediaan pangan di daerah sawah lebih tinggi dari daerah non sawah. Pada kondisi ketersediaan pangan (nilai simpanan padi) dan pendapatan rumahtangga yang makin berkurang, petani melakukan penyesuaian (self ajusfmenf) dengan menurunkan pengeluaran pangan. Proporsi penurunan pengeluaran pangan di daerah sawah sama dengan penurunan di daerah non sawah, sebesar 0.17 persen. Penurunan pengeluaran pangan akan diikuti penurunan derajat kecukupan energi. Hal ini karena konsumsi energi (energy intake) terkait erat dengan kuantitas fisik pangan yang dikonsumsi rumahtangga. Meskipun dengan status awal derajat kecukupan berbeda, persentase perubahan derajat kecukupan akibat perubahan

8 pengeluaran pangan di kedua wilayah agroekosistem relatif sama. Di kedua wilayah, pengeluaran pangan berkurang sekitar 0.20 persen. Dampak lain dari penurunan pendapatan, rumahtangga akan melakukan penghematan biaya kesehatan dan relokasi tabungan. yang mereka miliki berkurang karena dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan biaya pendidikan anggota rumahtangga. Selanjutnya, oleh karena tabungan merupakan bagian dari modal usaha, adanya peningkatan biaya pendidikan mengurangi nilai pemilikan modal usaha. Tingkat penghematan biaya untuk kesehatan, relokasi tabungan dan penurunan pemilikan modal di daerah sawah lebih rendah dibandingkan daerah non sawah Kenaikan Upah Buruhtani Dalam usahatani padi kebutuhan tenaga kerja cenderung bersifat "rigid'. Hal ini karena intensitas kegiatan pada usahatani padi sangat tergantung kondisi iklim (musim). lntensitas kegiatan biasanya terfokus pada masa persiapan tanam dan panen, menyesuaikan ketersediaan air irigasi yang mengairi sawah garapan petani. Pada kedua periode kebutuhan tenaga sangat tinggi sehingga tidak jarang harus melibatkan tenaga buruh tani dari luar keluarga. Secara empiris, petani sering tidak memperhitungkan nilai tenaga kerja dalam keluarga. Akan tetapi dalam perhitungan usahatani, kontribusi tenaga kerja dalam keluarga seharusnya dianggap sebagai kebutuhan yang menimbulkan implikasi biaya. Dampak kenaikan upah terhadap peubah-peubah endogen disajikan pada Tabel 28 dan Tabel 29. Sesuai hasil pendugaan parameter pada bab sebelumnya, peningkatan upah buruhtani akan berdampak pada turunnya permintaan tenaga kerja usahatani, baik dari dalam maupun luar keluarga. Akan tetapi, karena proporsi

9 penurunan permintaan tenaga kerja lebih rendah dari proporsi peningkatan upah maka biaya usahatani cenderung masih meningkat. Penurunan alokasi tenaga kerja mengakibatkan pengelolaan usahatani kurang intensif sehingga produksi padi cenderung berkurang, terutama di daerah agroekosistem sawah. Tabel 28. Dampak Kenaikan Upah Buruh Tani (20 %) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg Oh Pada tingkat harga padi yang relatif tetap, penurunan produksi dan peningkatan biaya usahatani menyebabkan pendapatan usahatani semakin berkurang. Meskipun masih terdapat kontribusi positif dari pendapatan berburuh non pertanian, tetapi proporsi penurunan pendapatan usahatani lebih besar dari

10 peningkatan pendapatan berburuh sehingga interaksi kedua perubahan berdampak negatif terhadap pendapatan rumahtangga. Proporsi penurunan pendapatan rumahtangga di daerah non sawah lebih tinggi dibandingkan daerah sawah. Tabel 29. Dampak Kenaikan Upah Buruh Tani (20 %) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg % Alokasi pendapatan untuk pengeluaran pangan cenderung turun dengan berkurangnya pendapatan rumahtangga sehingga derajat kecukupan energi semakin rendah. Penurunan pendapatan juga mengakibatkan penurunan pengeluaran kesehatan, tabungan serta modal usaha. Adanya indikasi peningkatan pengeluaran pendidikan, baik di daerah agroekosistem sawah maupun non sawah,

11 karena kebutuhan biaya pendidikan masih dapat ditanggulangi dari tabungan yang dimiliki. Secara umum dapat dikatakan bahwa dampak kenaikan upah buruhtani bersifat negatif terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga Kenaikan Cadangan Pangan Memiliki cadangan pangan merupakan salah satu bentuk coping strategy yang biasa dilakukan rumahtangga petani di perdesaan. Cadangan pangan menjadi penting bagi rumahtangga terutama pada masa paceklik. Selain dimaksudkan untuk konsumsi langsung pada saat rumahtangga kekurangan pangan, cadangan tersebut juga dapat dijual untuk mendapatkan cash income. Upaya sosialisasi gerakan penyimpanan cadangan pangan dilakukan pemerintah melalui program pengembangan lumbung desa. Dampak peningkatan cadangan pangan terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga disajikan pada Tabel 30 dan Tabel 31. Hasil simulasi menunjukkan peningkatan cadangan pangan sebesar 25 persen mendorong akumulasi tabungan dan modal usaha rumahtangga yang dapat digunakan untuk membiayai usahatani. Di daerah sawah nilai tabungan dan modal masing-masing bertambah dan atau masing masing meningkat 6.02 persen dan persen. Di daerah non sawah, pertambahan nilai kedua peubah masing-masing sebesar dan atau meningkat 4.20 persen dan persen. Peningkatan modal menjadi faktor pendorong bagi rumahtangga untuk meningkatkan luas sawah garapan. Akan tetapi, karena kontribusi faktor modal relatif kecil maka proporsi pertambahan luas garapan juga rendah. Selanjutnya, pertambahan luas garapan akan mendorong peningkatan produksi padi dengan jumlah yang proporsional dengan besarnya pertambahan luas garapan. Di daerah

12 agroekosistem sawah, luas sawah garapan dan produksi padi meningkat sekitar 4.00 persen, sedangkan di daerah non sawah kedua peubah meningkat sekitar 2.50 persen. Tabel 30. Dampak Kenaikan Cadangan Pangan (25 %) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alolcssi t-kerja luar keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg % Sesuai perilaku rasional rumahtangga, perluasan sawah garapan akan diikuti peningkatan penggunaan sarana produksi seperti pupuk dan tenaga kerja sehingga nilai penggunaan pupuk dan alokasi waktu tenaga kerja untuk kegiatan usahatani semakin tinggi. Tabel 30 dan Tabel 31 menunjukkan proporsi peningkatan nilai penggunaan pupuk Urea cenderung lebih tinggi di daerah sawah. Sebaliknya, proporsi peningkatan nilai penggunaan pupuk TSP lebih tinggi di daerah non sawah.

13 Proporsi peningkatan alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga cenderung lebih tinggi di daerah sawah. Tabel 31. Dampak Kenaikan Cadangan Pangan (25 %) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Peru bahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg % I Peningkatan produksi padi masih memberikan tambahan penerimaan usahatani bagi rumahtangga. Hal ini karena proporsi kenaikan biaya usahatani lebih kecil dibandingkan tambahan nilai produksi yang diperoleh. Sementara itu, peningkatan modal mendorong peningkatan pendapatan berburuh. Selanjutnya, dengan pendapatan yang meningkat akan menarik minat rumahtangga menambah alokasi tenaga kerja pada kegiatan berburuh non pertanian.

14 Adanya peningkatan pendapatan rumahtangga yang berasal dari peningkatan pendapatan usahatani dan pendapatan berburuh non pertanian memberikan kesempatan rumahtangga untuk menunda penjualan padi sehingga tingkat ketersediaan pangan dalam rumahtangga semakin tinggi. Nilai padi yang tidak dijual meningkat 0.84 persen di daerah sawah dan 0.47 persen di daerah non sawah. Semakin tingginya tingkat pendapatan juga memungkinkan rumahtangga menambah berbagai jenis pengeluaran, termasuk pangan. Selanjutnya peningkatan pengeluaran pangan akan berpengaruh terhadap peningkatan kecukupan energi. Pada kedua tabel dapat disimak proporsi pengeluaran pangan di daerah sawah cenderung lebih tinggi dibanding di daerah non sawah. Di daerah sawah peningkatan tersebut sebesar 0.32 persen sedangkan di daerah non sawah hanya 0.21 persen. Seiring dengan peningkatan pengeluaran pangan terjadi peningkatan kecukupan energi di kedua daerah relatif sama. Di daerah sawah kecukupan energi meningkat 0.10 persen, sedangkan di daerah non sawah meningkat 0.07 persen. Pada Tabel 30 dan Tabel 31 juga dapat disimak, meskipun derajat kecukupan pangan telah meningkat tetapi tidak diikuti dengan penurunan pengeluaran kesehatan. Sebaliknya, pengeluaran kesehatan cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena peningkatan cadangan pangan mendorong penambahan nilai tabungan rumahtangga. Penambahan nilai tabungan berdampak negatif terhadap pengeluaran pendidikan sehingga nilai pengeluaran tersebut mengalami penurunan. Adanya faktor kendala anggaran mengakibatkan pengeluaran pendidikan juga berpengaruh negatif terhadap pengeluaran kesehatan. Hal itu berarti bila terjadi penurunan pengeluaran pendidikan maka pengeluaran kesehatan justru akan meningkat. Dalam simulasi ini pengaruh peningkatan derajat kecukupan energi

15 tampaknya jauh lebih kecil dibanding pengaruh pengeluaran pendidikan, sehingga peningkatan derajat kecukupan energi tidak diikuti dengan penurunan pengeluaran kesehatan Kenaikan Alokasi Waktu Berburuh Salah satu manfaat pembangunan, khususnya di perdesaan, yang senantiasa dijadikan target adalah semakin terbukanya kesempatan kerja. Peningkatan kesempatan kerja diharapkan tidak hanya menambah jumlah tenaga kerja yang dapat terserap masing-masing aktifitas pembangunan tetapi juga menambah lama waktu (durasi) kerja.pada penelitian ini, untuk mengetahui dampak penambahan lama waktu kerja maka peubah alokasi waktu tenaga kerja untuk berburuh dalam simulasi diperlakukan sebagai faktor eksogen. Salah satu dampak langsung peningkatan alokasi waktu berburuh adalah bertambahnya pendapatan rumahtangga dari kegiatan berburuh. Oleh karena pendapatan berburuh mempunyai kontribusi relatif kecil terhadap struktur pendapatan rumahtangga maka dampak peningkatan alokasi waktu berburuh terhadap pendapatan rumahtangga juga relatif kecil. Di daerah agroekosistem sawah peningkatan pendapatan berburuh 9.18 persen hanya mengakibatkan perubahan pendapatan rumahtangga 1.03 persen. Di daerah non sawah, peningkatan hampir persen pendapatan berburuh mendorong pendapatan rumahtangga meningkat 2.06 persen. Peningkatan pendapatan sebagian dialokasikan untuk menambah nilai tabungan yang berpotensi menjadi modal usaha. Selanjutnya, pertambahan modal usaha akan menjadi pertimbangan rumahtangga dalam menambah luas areal sawah garapan. Perluasan sawah garapan menuntut peningkatan kebutuhan sarana

16 produksi, baik pupuk maupun tenaga kerja. Akan tetapi karena tarikan dari kegiatan berburuh relatif lebih besar alokasi tenaga kerja keluarga dalam usahatani padi menjadi berkurang. Pengurangan alokasi tenaga kerja keluarga untuk usahatani tidak diikuti oleh substitusi penggunaan tenaga kerja buruh tani secara sempurna. Akibatnya, meskipun terdapat penambahan penggunaan tenaga buruh tani tetapi total alokasi tenaga kerja untuk usahatani masih turun. Tabel 32. Dampak Kenaikan Alokasi Tenaga Kerja Berburuh Tani (1 0%) dan Berburuh Non Pertanian (1 5%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg YO go Relatif tingginya kontribusi tenaga kerja dalam struktur biaya usahatani menyebabkan pengurangan alokasi waktu tenaga kerja akan diikuti oleh penurunan

17 biaya usahatani. Penurunan intensitas penggunaan kerja tampaknya belum dapat terkompensasi oleh penambahan nilai penggunaan pupuk dalam pencapaian tingkat produksi sehingga interaksi perubahan kedua peubah hanya menghasilkan tambahan produksi sangat kecil (0.07%). Bahkan di daerah sawah produksi padi hampir mengalami stagnasi. Tabel 33. Dampak Kenaikan Alokasi Tenaga Kerja Berburuh Tani (1 0%) dan Berburuh Non Pertanian (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg Oh Pada sisi lain, kecenderungan rumahtangga untuk meningkatkan nilai tabungan akan mengurangi alokasi pengeluaran pendidikan. Hasil simulasi menunjukkan, secara nominal nilai pengurangan pengeluaran pendidikan di kedua

18 daerah agroekosistem sangat kecil. Sesuai model yang digunakan, pengurangan pengeluaran pendidikan tersebut akan meningkatkan pengeluaran kesehatan. Dari sisi konsumsi, adanya peningkatan pendapatan akan diikuti peningkatan jumlah padi yang dijual meskipun dalam proporsi relatif kecil (masingmasing 0.53 % dan 0.93 % untuk daerah sawah dan non sawah). Peningkatan pendapatan juga mendorong pengeluaran pangan menjadi lebih besar sehingga derajat kecukupan energi juga meningkat. Peningkatan pengeluaran pangan di daerah non sawah dua kali lebih tinggi dibanding daerah sawah. Sejalan dengan perubahan tersebut peningkatan kecukupan energi di daerah sawah juga lebih rendah dibandingkan daerah non sawah. Terlepas dari besaran perubahan, hasil simulasi di atas menunjukkan peningkatan alokasi waktu untuk berburuh juga berdampak positif terhadap ketersediaan pangan dan kecukupan energi di tingkat rumahtangga Kenaikan Harga Padi Dalam proses produksi, peubah harga merupakan faktor insentif yang menjadi sinyal positif (push factor) untuk meningkatkan skala usaha. Pada usahatani padi, petani juga menggunakan indikator harga sebagai salah satu pembangkit motivasi bekerja. Mengingat usahatani padi dalam skala nasional memiliki peran sangat strategis dan cakupan dimensi yang luas, pemerintah selama ini melakukan intervensi dalam bentuk kebijakan penentuan harga dasar gabah. Kebijakan harga dasar gabah menjadi referensi transaksi pelaku tataniaga padi (beras), terutama menyangkut pembelian gabah dari petani. Kenyataan selama ini menunjukkan implementasi kebijakan harga dasar sering tidak efektif "melindungi" petani dari keterpurukan harga jual padi mereka,

19 terutama pada musim panen raya. Selain keterbatasan kemampuan menghasilkan gabah sesuai kriteria yang ditetapkan dalam aturan harga dasar gabah (menyangkut: kadar air, proporsi gabah pecah, kotoran, dan lain-lain), rendahnya harga jual padi yang diterima petani juga terkait dengan kemampuan pasar menampung kelebihan produksi. Pada saat ini harga dasar gabah yang berlaku ditetapkan sebesar /kg gabah kering giling (GKG). Penetapan harga dasar tersebut tertuang dalam lnstruksi Presiden (Inpres) nomor 9 tahun Oleh karena lnpres tersebut adalah kelanjutan dari kebijakan harga dasar gabah tahun sebelumnya yang ditetapkan melalui lnpres nomor 8 tahun 2000, pemerintah berinisiatif merencanakan kenaikan harga dasar pembelian gabah dari petani pada tahun Untuk mengetahui dampak kenaikan harga padi terhadap ketahanan pangan rumahtangga petani maka dalam simulasi pada penelitian ini harga padi diasumsikan meningkat 15 persen. Hasil simulasi dapat disimak pada Tabel 34 dan Tabel 35. Apabila terjadi peningkatan harga padi rumahtangga terdorong melakukan ekspansi usahatani dengan cara menambah luas sawah garapan. Peningkatan luas garapan membangkitkan permintaan turunan kebutuhan sarana produksi pupuk dan tenaga kerja. Peningkatan luas garapan akan diikuti dengan penggunaan sarana produksi pupuk maupun tenaga kerja yang lebih besar sehingga nilai penggunaan pupuk Urea maupun TSP meningkat. Demikian pula alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga akan meningkat. Kecenderungan petani untuk lebih intensif bekerja di lahan usahatani akan mengesampingkan kegiatan berburuh non pertanian sehingga alokasi waktu tenaga kerja pada kegiatan berburuh non tersebut berkurang.

20 Tabel 34. Dampak Kenaikan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit Oh Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg O/O Pertambahan luas garapan dan penggunaan sarana produksi berdampak pada peningkatan produksi padi yang pada gilirannya meningkatan pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga. Di daerah agroekosistem sawah peningkatan produksi padi mencapai persen, sedangkan di daerah non sawah sebesar persen. Peningkatan pendapatan usahatani padi di kedua daerah masing-masing sebesar persen dan persen. Secara agregat peningkatan pendapatan usahatani mendorong kenaikan pendapatan rumahtangga di masing-masing daerah sebesar 11.I 3 persen dan 11.O1 persen. Selain mendorong peningkatan pendapatan, peningkatan harga padi juga memotivasi rumahtangga yang berperilaku sebagai penghindar resiko (risk averse)

21 Tabel 35. Dampak Kenaikan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg % O untuk cenderung menahan penjualan hasil panen padi mereka. Hal ini menyebabkan ketersediaan pangan rumahtangga menjadi lebih tinggi. Tabel 34 dan Tabel 35 menunjukkan peningkatan nilai padi yang tidak dijual berkisar antara persen (di daerah non sawah) hingga persen (di daerah sawah). Selanjutnya, peningkatan ini akan mendorong peningkatan pengeluaran pangan rumahtangga. Alokasi yang lebih besar untuk pengeluaran pangan seiring dengan peningkatan pendapatan rumahtangga karena dipicu oleh kenaikan harga padi berdampak positif terhadap derajat kecukupan energi rumahtangga. Kecukupan energi meningkat, tetapi peningkatan antara kedua daerah agroekosistem tidak

22 berbeda nyata. Di daerah sawah kecukupan energi meningkat 1.22 persen sedangkan di daerah non sawah peningkatan tersebut sebesar 1.23 persen. Peningkatan pendapatan rumahtangga juga berdampak positif terhadap pengeluaran kesehatan, tabungan maupun modal usaha baik di daerah agroekosistem sawah maupun non sawah. Sebagaimana pada simulasi lain, preferensi menabung yang tinggi berdampak negatif terhadap pengeluaran pendidikan. Akan tetapi, dengan proporsi perubahan pengeluaran pendidikan yang relatif kecil maka dampak negatif tersebut belum menjadi masalah serius dalam rumahtangga Kenaikan Luas Sawah Garapan Keterbatasan lahan garapan adalah salah satu faktor yang diyakini sebagai akar masalah dalam pengembangan usahatani dan kesejahteraan rumahtangga pertanian dipedesaan. Rataan luas lahan yang relatif sempit menjadi kendala pencapaian skala ekonomi (economic of scale) usahatani. Pada usahatani padi, keterbatasan lahan garapan tidak hanya terkait dengan faktor ekskalasi tekanan populasi, polarisasi lahan, permintaan penggunaan lahan untuk tujuan non pertanian tetapi juga terkait dengan penurunan investasi di bidang irigasi yang mempengaruhi intensitas tanam. Simulasi kenaikan luas garapan sawah dilakukan dengan mengubah status peubah tersebut sebagai peubah eksogen dalam model. Sebagai basis usahatani padi, perluasan garapan berdampak langsung pada perubahan penggunaan seluruh sarana produksi, pupuk dan tenaga kerja, yang makin meningkat. Dapat disimak pada Tabel 36 dan Tabel 37 nilai penggunaan pupuk Urea dan TSP meningkat masing-masing persen dan persen di daerah sawah. Di daerah non

23 sawah peningkatan nilai penggunaan Urea lebih tinggi dibanding TSP, masingmasing dengan persentase kenaikan persen dan persen. Sebagai usahatani berbasis lahan, perubahan nilai penggunaan pupuk pada usahatani padi cenderung mengikuti perubahan luas garapan secara linear. Peningkatan luas garapan juga mendorong peningkatan kebutuhan tenaga kerja. Akan tetapi, tidak seperti penggunaan pupuk, peningkatan alokasi total tenaga kerja untuk usahatani cenderung lebih rendah dari peningkatan luas garapan. Alokasi penggunaan tenaga kerja untuk usahatani meningkat sebesar persen di daerah sawah dan di daerah non sawah. Apabila dibedakan menurut asal Tabel 36. Dampak Kenaikan Luas Garapan (25%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg %

24 (sumber) tenaga kerja, peningkatan penggunaan tenaga kerja buruh tani lebih tinggi dari tenaga kerja keluarga. Oleh karena ketersediaan tenaga kerja keluarga relatif terbatas, keputusan peningkatan alokasi waktu untuk usahatani diikuti dengan keputusan mengurangi alokasi waktu untuk berburuh non pertanian. Secara implisit kondisi demikian menunjukkan bahwa kenaikan luas garapan berpotensi menggeser titik keseimbangan pasar tenaga kerja pertanian di perdesaan, khususnya di daerah sawah dimana tingkat penggunaan tenaga kerja lebih intensif. Sejalan dengan ekskalasi penggunaan sarana produksi pupuk dan tenaga kerja, kenaikan luas garapan juga mendorong peningkatan produksi padi. Di daerah agroekosistem sawah, produksi padi meningkat hampir 28.0 persen, sedangkan di daerah non sawah peningkatan produksi hanya sekitar 20 persen. Memperhatikan kisaran perubahan produksi tersebut yang tidak jauh terlalu berbeda dari perubahan luas garapan (25 %), terkesan indikasi pola "return to scale" yang kuat pada usahatani komoditas tersebut. Peningkatan nilai penggunaan pupuk dan alokasi tenaga kerja mengakibatkan biaya usahatani meningkat. Namun demikian, tambahan penerimaan yang disebabkan oleh kenaikan produksi padi ternyata masih lebih besar dibanding peningkatan biaya usahatani. Secara keseluruhan kenaikan luas garapan juga meningkatkan pendapatan usahatani sekitar 35.0 persen dan 20.0 persen masingmasing untuk daerah sawah dan non sawah yang berdampak pada kenaikan pendapatan rumahtangga sebesar 9.5 persen dan 5.8 persen di masing-masing daerah. Seiring dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usahatani, alokasi tenaga kerja keluarga untuk berburuh non pertanian berkurang sehingga berakibat pada turunnya pendapatan berburuh. Akan tetapi oleh karena

25 kontribusi pendapatan berburuh dalam struktur pendapatan rumahtangga relatif kecil dibanding penerimaan hasil usahatani, penurunan pendapatan berburuh tersebut masih dapat terkompensasi oleh tambahan penerimaan usahatani karena kenaikan volume produksi. Pada Tabel 36 dan Tabel 37 dapat diamati tambahan penerimaan akibat kenaikan volume produksi bahkan masih memberikan surplus terhadap pendapatan rumahtangga antara 5.80 persen (di daerah non sawah) sampai 9.5 persen (di daerah sawah). Tabel 37. Dampak Kenaikan Luas Garapan (25%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Peru bahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg %

26 Peningkatan pendapatan akan memberikan kesempatan kepada rumahtangga untuk meningkatkan ketersediaan pangan dengan jalan menunda penjualan padi. Peningkatan ketersediaan pangan berkisar antara 2.60 persen di daerah non sawah sampai 4.85 persen di daerah sawah. Di sisi lain, peningkatan pendapatan juga memungkinkan rumahtangga untuk menambah berbagai jenis pengeluaran, termasuk pangan. rumahtangga meningkat seiring dengan peningkatan pengeluaran pangan rumahtangga. Di daerah sawah, peningkatan pengeluaran pangan sebesar 2.03 persen di daerah sawah akan mendorong kenaikan kecukupan energi sebesar 0.62 persen. Sementara itu di daerah non sawah, peningkatan pengeluaran pangan 1.29 persen menghasilkan kenaikan kecukupan energi 0.40 persen. Peningkatan pendapatan yang disebabkan oleh pertambahan luas garapan berdampak pada peningkatan preferensi rumahtangga untuk menabung. Oleh karena alokasi pendapatan untuk tabungan bertentangan dengan pengeluaran rumahtangga untuk pendidikan maka, seiring dengan pertambahan luas garapan pengeluaran pendidikan cenderung berkurang. Adanya kendala anggaran dalam rumahtangga, pengurangan pengeluaran pendidikan akan berpengaruh negatif terhadap pengeluaran kesehatan. Semakin kecil pengeluaran untuk pendidikan akan memungkinkan rumahtangga menambah alokasi pengeluaran untuk kesehatan Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk dan Harga Padi Simulasi kombinasi perubahan faktor ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana akumulasi dampak interaksi perubahan beberapa faktor ekonomi terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga. Hal ini dilandasi

27 pemikiran bahwa pada kondisi nyata rumahtangga pertanian seringkali dihadapkan pada tekanan faktor ekonomi yang terjadi secara simultan. Salah satu pertimbangan dalam penetapan kenaikkan harga dasar pembelian gabah adalah untuk menyesuaikan profitabilitas usahatani padi dengan kenaikan laju inflasi dan indeks-indeks harga umum yang terkait dengan proses produksi. Hasil simulasi menunjukkan kombinasi simulasi kenaikan harga pupuk dengan kenaikan harga padi ternyata masih dapat mendorong peningkatan ketahanan pangan rumahtangga. Kombinasi simulasi tersebut berdampak pada peningkatan produksi padi 6.78 persen, pendapatan rumahtangga 7.82 persen, nilai padi yang tidak dijual persen dan kecukupan energi 1.00 persen di daerah sawah. Adapun di daerah non sawah kenaikan kedua faktor ekonomi tersebut berdampak pada peningkatan produksi padi 6.28 persen, pendapatan rumahtangga 7.80, nilai padi yang tidak dijual 9.93 persen dan kecukupan energi 1.01 persen. Secara lengkap hasil simulasi ini disajikan pada Tabel 38 dan Tabel 39. Apabila dikaitkan dengan hasil simulasi tunggal kenaikan harga pupuk yang telah dibahas sebelumnya (Tabel 26 dan Tabel 27), angka-angka hasil simulasi kombinasi kenaikan harga pupuk dengan kenaikan harga padi pada Tabel 38 dan Tabel 39 menunjukkan bahwa dampak negatif penghapusan subsidi pupuk terhadap ketahanan pangan rumahtangga dapat "ditekan" apabila kebijakan penghapusan subsidi pupuk diikuti dengan kenaikan harga padi (gabah). Hasil simulasi pada Tabel 38 dan Tabel 39, terutama pada lima peubah penting yang mencerminkan ketahanan pangan rumahtangga, yaitu: produksi padi, pendapatan rumahtangga, nilai padi yang tidak dijual (ketersediaan pangan), pengeluaran pangan dan kecukupan energi menunjukkan "dampak bersih" dari

28 terjadinya kenaikan harga padi sebagai suatu bentuk "kompensasi" kepada petani yang menanggung dampak negatif dihapuskannya subsidi harga pupuk. Tabel 38. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %), TSP (40%) dan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit Oh Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg % OO Pada sisi produksi, "potensi kerugian" bila kebijakan kenaikan harga pupuk tidak diikuti oleh kenaikan harga gabah cenderung akan lebih berat dirasakan oleh rumahtangga di daerah sawah. Hal ini karena tingkat penggunaan pupuk di daerah sawah relatif lebih intensif dibanding daerah non sawah. Sebaliknya, pada sisi konsumsi, "potensi kerugian" relatif akan lebih dirasakan oleh rumahtangga di daerah non sawah oleh karena dengan daya dukung lingkungan fisik lebih rendah,

29 penurunan volume produksi padi di daerah tersebut menjadi lebih tinggi. Selanjutnya, penurunan volume produksi padi berdampak pada penurunan ketersediaan dan pengeluaran pangan serta kecukupan energi di daerah non sawah yang lebih tinggi pula. Tabel 39. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %), TSP (40%), dan Harga Padi (1 5%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg % Kombinasi Kenaikan Upah Buruhtani dan Harga Padi Pada simulasi tunggal sebelumnya diketahui bahwa kenaikan harga padi akan berdampak positif terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga yang tercermin dari indikasi peningkatan produksi padi, pendapatan rumahtangga,

30 peningkatan ketersediaan pangan, pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Sebaliknya, kenaikan upah buruh tani cenderung berdampak negatif terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga. Hasil simulasi menunjukkan apabila terjadi secara simultan, dampak negatif dari kenaikan upah buruhtani terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga ternyata dapat terkompensasi oleh dampak positif kenaikan harga padi. Dalam model, tanda negatif hanya terdapat pada peubah endogen alokasi tenaga kerja buruh non pertanian, pendapatan berburuh dan pengeluaran pendidikan. Dampak kombinasi kenaikan kedua peubah dapat disimak pada Tabel 40 dan Tabel 41. Tabel 40. Dampak Kenaikan Upah Buruh Tani (20%) dan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg %

31 Kombinasi kenaikan harga padi dan upah buruh tani berdampak pada peningkatan luas garapan petani sehingga produksi padi yang diperoleh juga meningkat. Seiring dengan peningkatan produksi padi terjadi peningkatan pendapatan rumahtangga karena tambahan penerimaan usahatani masih lebih besar dari tambahan biaya usahatani akibat penggunaan sarana produksi yang makin intensif. Oleh karena pertambahan luas garapan dan produksi di daerah sawah lebih tinggi maka peningkatan pendapatan rumahtangga di daerah tersebut menjadi lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan di daerah non sawah. Tabel 41. Dampak Kenaikan Upah Buruh Tani (20%) dan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem NonSawah Peubah Endogen Satuan Nilai dasar Hasil Simulasi Perubahan Unit % Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja buruh nonpert Pendapatan disposable konsumsi Ha Kg %

32 Peningkatan pendapatan rumahtangga berdampak pada peningkatan ketersediaan pangan dalam rumahtangga, pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Dari simulasi diketahui peningkatan ketersediaan pangan di daerah sawah relatif lebih tinggi dibanding daerah non sawah. Namun demikian perubahan proporsi pengeluaran pangan dan derajat kecukupan energi antara kedua daerah tidak berbeda nyata. Peningkatan pendapatan juga mendorong peningkatan investasi rumahtangga. Sebagian tambahan pendapatan disimpan sebagai tabungan dan cadangan modal usaha sehingga nilai kedua peubah bertambah. Peningkatan tabungan dan modal usaha cenderung lebih tinggi di daerah non sawah karenasecara nominal tingkat pendapatan rumahtangga di daerah ini lebih tinggi dibanding rumahtangga di daerah sawah Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk, Padi dan Upah Buruhtani Pada kenyataan sehari-hari, kenaikan harga output biasanya akan diikuti oleh kenaikan harga input. Atau sebaliknya, kenaikan harga input tidak diikuti secara sebanding oleh kenaikan harga output. Akibatnya, tidak jarang petani merasa kenaikan harga output sebagai bentuk insentif tidak banyak memberi manfaat. Simulasi yang lebih kompleks dilakukan dengan mengkombinasikan kenaikan harga pupuk Urea dan TSP dengan upah buruh tani serta kenaikan harga padi. Dampak simulasi kombinasi tersebut terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga disajikan pada Tabel 42 dan Tabel 43. Sebagaimana hasil simulasi kombinasi harga padi dengan salah satu harga input (pupuk atau upah tenaga kerja), kombinasi kenaikan harga pupuk dan buruh tani dengan harga padi masih berdampak positif terhadap ketahanan pangan

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 84 VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 7.1. Hasil Validasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sebelum melakukan simulasi untuk menangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN

VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN 312 VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Berdasarkan teori, keputusan rumahtangga berkaitan dengan keputusan curahan kerja, produksi

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN 6.1 Validasi Model Simulasi Awal. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan simulasi model, validasi model dilakukan untuk melihat apakah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA 233 IX. DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA Secara teoritis kinerja ekonomi rumahtangga petani dipengaruhi oleh perilaku rumahtangga dalam kegiatan produksi,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam tatanan pembangunan nasional. Peran yang diberikan sektor pertanian antara

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang 302 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang dikuasai rumahtangga petani, harga bayangan pupuk, tenaga kerja dalam keluarga dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi 243 VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan menggunakan model

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk . Harga_Treser Coverage_area Biaya_Treser Unit_Treser Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1 RAMP_LOSSES surplus Harga_Rhi konsumsi_kedelai_per_kapita Biaya_Rhizoplus jumlah_penduduk pertambahan_penduduk RekomendasiR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

SIMULASI DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

SIMULASI DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PERTANIAN SIMULASI DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Gatoet Sroe Hardono Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan A. Yani No. 70, Bogor

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH Oleh : Erizal Jamal Khairina M. Noekman Hendiarto Ening Ariningsih Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Ketahanan pangan rumahtangga pada hakekatnya merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercennin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat, juga merupakan sektor andalan

Lebih terperinci

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN Latar Belakang Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah. Bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan pustaka Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. V. EVALUASI MODEL BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. Pembahasan dibedakan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah komoditas strategi karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Pangan tidak saja berarti strategis

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim global yang menuntut Indonesia harus mampu membangun sistem penyediaan pangannya secara mandiri. Sistem

Lebih terperinci

Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah

Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah 20 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah Pendahuluan Sebagai salah satu kebijakan utama pembangunan pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH Dilihat dari segi kandungan proteksi dan kemampuan untuk mengefektifkannya, harga dasar gabah pembelian pemerintah (HDPP) yang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI 7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed Surplus Model regresi linear disajikan pada Tabel 39 adalah model terbaik yang dapat dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan masih menjadi usaha sebagian besar petani. Di Indonesia sendiri, masih banyak petani tanaman pangan yang menanam tanaman pangan untuk dikonsumsi

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA

DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA VII. DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA 7.1. Hasil Validasi Model Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Hasil validasi model ekonometrika struktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci