Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,
|
|
- Ridwan Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan mungkin tidak selalu berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan (Godfrey 1993), tetapi kecenderungan yang terjadi di beberapa negara terbukti tingkat kemiskinan terkait dengan dinamika ketenagakerjaan. ILO (1999) juga menyatakan bahwa perluasan kesempatan kerja sering dibarengi dengan penurunan kemiskinan khususnya jika upah riil juga meningkat. Keterkaitan antara ketenagakerjaan dan kemiskinan dapat dilihat pada hal memperoleh pendapatan. Pendapatan yang diperoleh dari bekerja, tentunya dapat diukur apakah pendapatan yang diperoleh tersebut dapat mencukupi kebutuhan minimum yang telah ditentukan. Indonesia telah diakui Bank Dunia sebagai negara yang berhasil menurunkan tingkat kemiskinan dimana tingkat kemiskinan di Indonesia telah berhasil diturunkan dari sekitar 40% pada tahun 1976 menjadi sekitar 11% pada tahun 1996 berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Perhitungan Bank Dunia juga menunjukkan hal yang sama dimana persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan 1 dolar PPP per kapita per hari turun dari 20,6% pada tahun 1990 menjadi 7,8% pada tahun Akan tetapi ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, tingkat kemiskinan kemabali meningkat. Berdasarkan data BPS, pada tahun 1998 tingkat kemiskinan tercatat sebesar 24,2% yang utamanya disebabkan oleh meroketnya harga-harga komoditas baik makanan maupun non-makanan. Sejalan dengan menurunnya kembali harga-harga kebutuhan makanan dan non-makanan tingkat kemiskinan juga kemabli turun menjadi sekitar 19% pada tahun Setelah itu tingkat kemiskinan cenderung menurun meskipun berlangsung cukup lambat. Pada tahun 2008, tingkat kemiskinan tercatat sebesar 15,4% (Gambar 4.7). Sementara itu berdasarkan data Bank Dunia, tingkat kemiskinan Indonesia pada tahun 2008 adalah sebesar 5,9% jika didasarkan pada garis kemiskinan 1 dolar PPP per kapita per hari, tetapi jika diukur berdasarkan garis kemiskinan 2 dolar PPP per kapita per hari tingkat kemiskinan di Indonesia tercatat sebesar 42.6% (Modjo 2009). Perlu dicatat bahwa garis kemiskinan Bank Dunia hanya dapat dipakai untuk membandingkan dan memonitor perkembangan tingkat kemiskinan secara internasional atau antar negara (global poverty monitoring), sementara Bank Dunia tetap menyarankan penggunaan garis kemiskinan negara masing-masing dalam memonitor perkembangan kemiskinan di negaranya baik di tingkat nasional maupun wilayah. 1 Page
2 Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, ,2 49,5 47,2 48,0 42,3 40,6 40,1 38,7 37,9 38,4 39,3 37,3 35,0 36,1 37,2 34,0 35,1 33,3 30,0 28,6 27,2 26,9 25,9 24,2 22,5 21,6 23,4 19,1 18,4 17,4 18,2 17,4 17,8 16,0 15,1 16,7 13,7 17,5 16,6 11, Number Poor Number Poor % Poor % Poor Sumber: BPS (2008a) Dalam konteks analisis ekonomi dan ketenagakerjaan, kiranya menarik untuk melihat karakteristik kemiskinan. Analisis yang mungkin dilakukan berdasarkan ketersediaan data adalah karaktersitik kepala rumahtangga miskin. Beberapa karakteristik kepala rumahtangga miskin yang dapat dianalisis berdasarkan ketersediaan data mencakup karakteristik demografi, pendidikan dan ketenagakerjaan. Analisis profil mengenai rumahtangga miskin ini diharapkan juga mampu memberi gambaran dan masukan bagi perencanaan dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan. Karakteristik Demografi Kepala Rumahtangga Miskin Beberapa karakteristik demografi tentang kepala rumahtangga miskin yang dapat dianalisis sesuai dengan ketersedian data mencakup rata-rata jumlah anggota rumahtangga, wanita sebagai kepala rumahtangga, dan rata-rata usia kepala rumahtangga. Untuk perbandingan, data disajikan dalam bentuk perbandingan antara rumahtangga miskin dan rumahtangga tidak miskin. Dilihat menurut rata-rata jumlah anggota rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga tidak miskin (4,64 orang dibanding 3,79 orang). Hal ini diyakini karena rumahtangga miskin cenderung mempunyai tingkat kelahiran yang tinggi. Kenyataan bahwa rumahtangga miskin umumnya memiliki keterbatasan akses terhadap pendapatan dan kesehatan yang dapat 2 Page
3 mengakibatkan kurangnya pemenuhan gizi anak-anak rumahtangga miskin, jumlah anggota rumahtangga yang besar pada gilirannya dapat menghambat peningkatan sumberdaya manusia di masa depan yang dalam hal ini adalah anak-anak. Jika hal ini terjadi maka mereka akan mewarisi kemiskinan (tetap hidup dalam kemiskinan) di masa mendatang. Tabel Karakteristik Demografi Kepala Rumahtangga, 2008 Karakteristik Rumahtangga Miskin Tidak Miskin Rata-rata jumlah anggota rumahtangga - Perkotaan 4,70 3,86 - Perdesaan 4,61 3,74 - Perkotaan + Perdesaan 4,64 3,79 Persentase wanita sebagai kepala rumahtangga - Perkotaan 14,18 14,15 - Perdesaan 12,30 13,03 - Perkotaan + Perdesaan 12,91 13,52 Rata-rata usia kepala rumahtangga - Perkotaan 48,57 45,47 - Perdesaan 47,86 47,33 - Perkotaan + Perdesaan 48,09 46,51 Sumber: BPS (2008) Berkaitan dengan masalah peranan wanita sebagai kepala rumahtangga, secara umum peranan wanita sebagai kepala rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya biasanya akan mengalami banyak kendala dibanding dengan peran laki-laki sebagai kepala rumahtangga (BPS 2007). Hal ini terkait dengan peran ganda wanita di dalam rumahtangga sebagai pencari nafkah dab sebagai ibu yang melahirkan, merawat dan membesarkan anak-anaknya. Berdasarkan data Susenas 2007, persentase wanita sebagai kepala rumahtangga miskin mencapai 12,9 persen, sedangkan untuk rumahtangga tidak miskin tercatat 13,5 persen. Selain itu juga terlihat bahwa persentase wanita sebagai kepala rumahtangga cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan di daerah perdesaan. Karakteristik usia kepala rumahtangga juga penting dilihat karena usia dapat digunakan untuk melihat produktivitas kerja dalam memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga. Dilihat menurut usia, rata-rata usia kepala rumahtangga miskin sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata usia kepala rumahtangga tidak miskin (48,1 tahun dibanding 46,5 tahun). Jika dilihat menurut daerah, rata-rata usia kepala rumahtangga miskin di perkotaan terlihat relatif sama dengan di perdesaan yaitu masing-masing sebesar 48,6 tahun dan 47,9 tahun. Akan tetapi untuk rumahtangga tidak miskin, rata-rata usia kepala rumahtangga di perkotaan sedikit lebih muda dibandingkan dengan di perdesaan (45,5 tahun dibanding 47,3 tahun). 3 Page
4 Karakteristik Pendidikan Kepala Rumahtangga Miskin Pendidikan berkaitan erat dengan kemiskinan. Orang yang berpendidikan lebih baik cenderung memiliki tingkat pendapatan yang lebih baik pula. Karena orang yang berpendidikan tinggi memiliki peluang yang lebih baik untuk mendapatakan pekerjaan dengan tingkat upah yang lebih tinggi dibanding mereka yang berpendidikan rendah. Dengan demikian orang yang memiliki tingkat pendidikan yang baik memiliki peluang yang lebih kecil untuk menjadi miskin dibanding mereka yang berpendidikan rendah. Untuk melihat kecenderungan tersebut, beberapa karakteristik pendidikan seperti rata-rata lamanya sekolah, kemampuan baca tulis, dan tingkat pendidikan yang ditamatkan kepala rumahtangga miskin menarik untuk dicermati. Indikator pendidikan paling dasar yang sering digunakan adalah tingkat kemampuan baca tulis. Tabel diatas memperlihatkan bahwa persentase kepala rumahtangga miskin yang tidak dapat membaca dan menulis lebih dari dua kali lipat dibanding kepala rumahtangga tidak miskin (18,0 persen dibanding 8,1 persen). Perbedaan yang lebih mencolok terlihat di daerah perkotaan dimana persentase buta huruf kepala rumahtangga miskin tiga kali lipat lebih dibanding kepala rumahtangga tidak miskin. Hal yang sama juga ditemukan pada karakteristik rata-rata lamanya bersekolah. Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa secara umum rata-rata lamanya bersekolah kepala rumahtangga miskin lebih rendah dari pada kepala rumahtangga tidak miskin. Rata-rata lama bersekolah kepala rumahtangga miskin tercatat sebesar 4,4 tahun pada tahun 2008, sementara rata-rata lama bersekolah kepala rumahtangga tidak miskin sebesar 7,2 tahun. Perbedaan ini berlaku baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Rata-rata lama bersekolah kepala rumahtangga miskin di perkotaan lebih tinggi dari pada mereka yang hidup di perdesaan (4,2 tahun dibanding 4,1 tahun), sementara untuk rumahtangga tidak miskin perbedaan rata-rata lama sekolah kepala rumahtangga miskin antara perkotaan dan perdesaan terlihat cukup besar yaitu 9,1 tahun dibanding 5,8 tahun. 4 Page
5 Tabel Karakteristik Pendidikan Kepala Rumahtangga, 2008 Karakteristik Rumahtangga Miskin Tidak Miskin Persentase kepala rumahtangga yang tidak dapat membaca dan menulis - Perkotaan 14,30 4,20 - Perdesaan 19,57 11,13 - Perkotaan + Perdesaan 18,01 8,07 Rata-rata lama sekolah kepala rumahtangga (tahun) - Perkotaan 5,19 9,06 - Perdesaan 4,06 5,78 - Perkotaan + Perdesaan 4,40 7,23 Sumber: BPS (2008) Tabel Karaktersitik Kepala Rumahtangga menurut Tingkat Pendidikan, 2008 Karakteristik Rumahtangga Tidak tamat SD SD SLTP SLTA PT Rumahtangga miskin - Perkotaan 37,13 35,55 13,69 12,93 0,70 - Perdesaan 45,36 41,15 8,68 4,53 0,28 - Perkotaan + Perdesaan 42,82 39,42 10,23 7,12 0,41 Rumahtangga tidak miskin - Perkotaan 13,89 22,25 16,00 34,91 12,95 - Perdesaan 32,34 36,89 13,69 13,52 3,55 - Perkotaan + Perdesaan 23,89 30,19 14,75 23,32 7,85 Sumber: BPS (2008) Perbedaan rata-rata lama sekolah dan persentase buta huruf antara kepala rumahtangga miskin dan kepala rumahtangga tidak miskin mengindikasikan adanya perbedaan jenjang pendidikan yang ditempuh atau yang ditamatkan. Hal ini akan lebih jelas terlihat pada distribusi persentase rumahtangga menurut tingkat pendidikan yang diselesaikan oleh kepala rumahtangga seperti yang ditunjukkan pada Tabel Tabel tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari 80 persen kepala rumahtangga miskin berpendidikan SD ke bawah, sedangkan kepala rumahtangga miskin yang menamatkan jenjang SLTP dan SLTA sebanyak 17,3 persen. Hanya 0,4 persen di antara mereka yang mengenyam perguruan tinggi. Sementara itu, persentase kepala rumahtangga tidak miskin yang berpendidikan SD ke bawah jauh lebih rendah yaitu sekitar 54 persen, sedangkan yang berpendidikan SLTP dan SLTA mencapai 38 persen. Sebanyak 7,9 persen kepala rumahtangga tidak miskin tercatat mengenyam pendidikan di perguruan tianggi. Seperti halnya pada dua indikator pendidikan yang dibahas sebelumnya, persentase kepala rumahtangga yang menduduki tingkat pendidikan juga lebih tinggi di perkotaan dibandingkan di perdesaan, seperti ditunjukkan oleh persentase mereka yang berpendidikan SLTP ke atas. 5 Page
6 Karakteristik Ketenagakerjaan Kepala Rumahtangga Miskin Salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumahtangga adalah sumber penghasilan utama rumahtangga. Sumber penghasilan utama umumnya terkait erat dengan tingkat penghasilan. Misalnya penghasilan/upah yang bersumber dari pekerjaan di sektor formal cenderung lebih tinggi dibandingkan upah yang bersumber dari pekerjaan di sektor informal. Dengan demikian rumahtangga yang memiliki sumber penghasilan utama berasal dari sektor formal akan cenderung lebih sejahtera (dalam arti memiliki penghasilan yang lebih tinggi) dibandingkan dengan rumahtangga yang sumber penghasilan utamanya berasal dari sektor informal. Dua karakteristik utama ketenagakerjaan yang diharapkan mampu menggambarkan perbedaan antara rumahtangga miskin dan rumahtangga tidak miskin berdasarkan ketersediaan data yang ada adalah lapangan usaha atau sektor dan jumlah jam kerja seminggu. Tabel Karakteristik Kepala Rumahtangga Menurut Lapangan Pekerjaan, 2008 Karakteristik Rumahtangga Tidak Bekerja Pertanian Industri Lainnya Rumahtangga miskin - Perkotaan 14,71 30,02 10,55 44,72 - Perdesaan 8,67 68,99 5,09 17,26 - Perkotaan + Perdesaan 10,62 56,35 6,86 26,16 Rumahtangga tidak miskin - Perkotaan 15,36 9,39 12,19 63,07 - Perdesaan 7,91 55,2 5,97 30,92 - Perkotaan + Perdesaan 11,1 35,06 8,7 45,05 Sumber: BPS (2008) Catatan: Lainnya mencakup pertambangan, listrik, gas dan air minum, konstruksi, perdagangan rumah makan dan akomodasi, transportasi, keuangan dan jasa. Tabel diatas memperlihatkan distribusi persentase rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut sumber penghasilan utama kepala rumahtangga. Dilihat dari persentase kepala rumahtangga yang tidak bekerja, tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata antara rumahtangga miskin dan rumahtangga tidak miskin (10,6 persen dibanding 11,1 persen). Untuk rumahtangga miskin, persentase kepala rumahtangga yang bekerja di sektor pertanian menempati persentase yang tertinggi di antara ketiga sektor utama yaitu mencapai sekitar 56,4 persen, sementara yang bekerja di sektor industri dan lainnya (di luar pertanian dan industri) masing-masing sebesar 6,7 persen dan 26,2 persen. Gambaran yang kontras ditunjukkan oleh adanya perbedaan sumber penghasilan yang nyata antara daerah perkotaan dan perdesaan dimana kepala rumahtangga miskin di perkotaan umumnya bergantung pada sektor di luar pertanian dan industri (44,7 persen) sementara di 6 Page
7 perdesaan sumber penghasilan utama kepala rumahtangga bergantung pada sektor pertanian (69 persen). Berbeda dengan rumahtangga miskin, sumber penghasilan utama kepala rumahtangga tidak miskin secara nasional paling banyak bergantung pada sektor jasa yaitu sebesar 45,1 persen, sementara mereka yang bergantung pada sektor pertanian hanya 35,1 persen. Tingginya persentase kepala rumahtangga tidak miskin yang bekerja di sektor jasa utamanya disebabkan sangat tingginya persentase mereka yang bekerja di sektor jasa di perkotaan yang mencapai 63,1 persen. Untuk daerah perdesaan, meskipun tidak ada perbedaan pola dalam lapangan usaha antara rumahtangga miskin dan rumahtangga tidak miskin, persentase kepala rumahtangga tidak miskin yang bekerja di sektor jasa (diduga umumnya sektor perdagangan) jauh lebih tinggi atau hampir dua kali lipat dibandingkan rumahtangga miskin. Tabel Karakteristik Rumahtangga menurut Jumlah Jam Kerja, 2007 Karakteristik Rumahtangga Jam kerja < 35 jam Rata-rata (jam) Rumahtangga miskin - Perkotaan 32,19 40,37 - Perdesaan 38,54 35,97 - Perkotaan + Perdesaan 36,06 37,7 Rumahtangga tidak miskin - Perkotaan 19,6 44,62 - Perdesaan 34,5 38,64 - Perkotaan + Perdesaan 27,06 41,62 Sumber: BPS (2007) Dilihat berdasarkan jam kerja, secara rata-rata kepala rumahtangga miskin bekerja selama 37,7 jam seminggu, sementara kepala rumahtangga tidak miskin bekerja selama 41,6 jam seminggu. Jika dilihat menurut daerah, kecenderungan yang terjadi adalah bahwa rata-rata jam kerja per minggu di perkotaan jauh lebih tinggi dibanding daerah perdesaan baik untuk rumahtangga miskin maupun rumahtangga tidak miskin. Kepala rumahtanga miskin perkotaan melakukan pekerjaan selama 40,4 jam per minggu sementara mereka yang di perdesaan secara rata-rata bekerja selama 36 jam per minggu. Sementara itu untuk kepala rumahtangga tidak miskin, mereka secara rata-rata bekerja selama 44,6 jam per minggu di wilayah perkotaan dan 38,6 jam di wilayah perdesaan. Hal lain yang menarik untuk dilihat adalah lebih tingginya persentase kepala rumahtangga miskin yang bekerja di bawah jumlah jam kerja normal seminggu (<35 jam seminggu). Sebanyak 36 persen kepala rumahtangga miskin bekerja kurang dari jam kerja normal, sementara persentase kepala rumhtangga tidak miskin yang bekerja kurang dari jumlah jam kerja normal tercatat sebanyak 27 persen (tabel 4.34). Tingginya tingkat setengah pengangguran (diukur berdasarkan jam kerja) di 7 Page
8 antara rumahtangga miskin dikarenakan merek harus tetap bekerja atau melakukan pekerjaan apapun baik secara serabutan atau sebagai pekerja bebas agar bisa bertahan hidup. Hal ini lebih lanjut akan dibahas secara terpisah pada sub bahasan selanjutnya. Dari informasi di atas jelas bahwa profil orang miskin di perdesaan umumnya melekat pada mereka yang bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani gurem, buruh tani, pencari kayu, maupun nelayan, sementara di perkotaan potret kemiskinan melekat pada mereka yang bekerja di sektor informal perkotaan. Jam kerja rumahtangga miskin secara rata-rata juga lebih rendah dibandingkan rumahtangga tidak miskin. Hal ini juga berlaku baik untuk wilayah perkotaan maupun perdesaan. Perbedaan profil atau karakteristik lapangan usaha kepala rumahtangga miskin antara perkotaan dan perdesaan ini seharusnya dapat dijadikan dasar bagi penentuan target atau sasaran dalam program pengentasan kemiskinan dengan membedakan antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Dengan melihat perbandingan antara persentase kepala rumahtangga miskin dan tidak miskin yang bekerja di sektor jasa di daerah perdesaan dapat ditarik suatu pelajaran bahwa salah satu usaha yang perlu dilakukan dalam usaha memperbaiki tingkat penghasilan adalah mendorong mereka (orang miskin) yang bekerja di pertanian khususnya mereka yang bekerja sebagai buruh tani serabutan atau musiman beralih pada pekerjaan di sektor non-pertanian (off-farm employment). Hal ini dapat dilakukan baik secara langsung melalui penciptaan kesempatan kerja di sektor non pertanian maupun secara tidak langsung melalui penyediaan infrastruktur perdesaan yang memadai seperti pembuatan dan perbaikan jalan yang diharapkan mampu menstimulasi penciptaan kegiatan ekonomi pedesaan. Magana (1996) mencatat bahwa penurunan kemiskinan yang terjadi sebelum periode krisis ditandai oleh adanya dinamika pasar kerja yang memungkinkan pekerja beralih pekerjaan dari sektor perdesaan (umumnya pertanian subsisten) ke sektor perkotaan (umumnya non pertanian). 8 Page
KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2017
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 30/05/12/Th. XX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,41 PERSEN angkatan kerja di Sumatera
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 40/05/21/Th. XI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,03 PERSEN
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009
BADAN PUSAT STATISTIK No. 75/12/Th. XII, 1 Desember 2009 KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009 Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2009 mencapai 113,83 juta orang, bertambah 90 ribu
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 42/05/21/Th. X, 4 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,05 PERSEN Jumlah angkatan
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015
KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015 No. 31 /05/17/Th IX, 5 Mei 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,21 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Februari 2015 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016
KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 No. 29 /05/17/Th X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,84
Lebih terperinciANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016
No. 29 /05/17/Th X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,84 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Februari
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014
BADAN PUSAT STATISTIK KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,70 PERSEN No. 38/05/Th. XVII, 5 Mei 2014 Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS No. 69/11/76/Th.X, 7 November AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,33 PERSEN Penduduk usia kerja di Sulawesi Barat
Lebih terperinciBPS PROVINSI DKI JAKARTA
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 55/11/31/Th.XVI, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,47 PERSEN Jumlah angkatan kerja di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama pemerintah dari masa ke masa. Permasalahan ini menjadi penting mengingat erat kaitannya dengan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015
No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah
Lebih terperinciKINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *
KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2011
BADAN PUSAT STATISTIK No. 33/05/Th. XIV, 5 Mei 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2011 FEBRUARI 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,80 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. xxx/05/21/th. V, 10 Mei 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2010 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI TERENDAH DALAM EMPAT TAHUN
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 29/05/61/Th. XIX, 04 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,58 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Kalimantan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 29/05/12/Th. XIX, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,49 PERSEN angkatan kerja di Sumatera
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 33 /05/76/Th.IX, 5 Mei KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI FEBRUARI : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 1,81 PERSEN Pada bulan, jumlah angkatan kerja di Sulawesi
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 35/05/21/Th. VIII, 6 Mei 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013 FEBRUARI 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,39 PERSEN
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 29/05/61/Th. XVII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,53 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Kalimantan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014
BPS PROVINSI JAWA TIMUR KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 No. 34/05/35/Th.XII, 5 Mei 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,02 PERSEN Penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 29,38
Lebih terperinciKeadaan Ketenagakerjaan Bali Agustus 2017
Berita Resmi Statistik Bulan November Provinsi Bali No. 75/11/51/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BALI Keadaan Ketenagakerjaan Bali Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Bali mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017
No.26/05/72/Th. XX, 05 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,97 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tengah pada Februari 2017 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016
No. 08/11/Th.X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,78 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tenggara pada Februari 2016 mencapai 1.212.040
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 77/11/21/Th. VIII, 6 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,25
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 71 /11/76/Th.IX, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,35 PERSEN Jumlah penduduk usia kerja di Sulawesi
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014
No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 1,97% Angkatan kerja NTT pada Februari 2014 mencapai 2.383.116 orang, bertambah
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 32/05/61/Th. XVIII, 05 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,78 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Kalimantan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.37/05/33/Th.IX, 05 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,31 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2015 yang sebesar 18,29 juta
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2010
BADAN PUSAT STATISTIK No. 77/12/Th. XIII, 1 Desember 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2010 AGUSTUS 2010: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,14 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2015
KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,72 PERSEN No. 28/05/14/Th.XVI, 5 Mei 2015 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2015 mencapai 2.974.014 orang,
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017
No. 08/05/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,14 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tenggara pada Februari 2017 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2011
BADAN PUSAT STATISTIK No. 74/11/Th. XIV, 7 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2011 AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016
BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 74/11/35/Th. XIV, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,21 PERSEN Jumlah angkatan
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 31/05/21/Th. VI, 5 Mei 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2011 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEBESAR 7,04 PERSEN Jumlah
Lebih terperinciKeadaan Ketenagakerjaan Banten Agustus 2017
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Keadaan Ketenagakerjaan Banten Agustus 2017 Tingkat Pengangguran Banten Agustus 2017 sebesar 9,28 persen Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 sebesar 5,08
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011
BPS PROVINSI DKI JAKARTA KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2011 SEBESAR 10,83 PERSEN No. 19/05/31/Th XIII, 5 Mei 2011 Jumlah angkatan kerja pada Februari
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2012
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 23/05/31/Th XIV, 7 Mei 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2012 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2012 SEBESAR 10,72 PERSEN Jumlah angkatan kerja pada Februari
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014
No. 22/5/Th.XVII, 5 Mei 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,75 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016
No. 06/05/53/Th. XVI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,59% Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Februari 2016 mencapai 3,59
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015
KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015 No. 31/5/13/Th XVIII, 05 Mei 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,99 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat pada Februari 2015 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN
BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 67/11/34/Th.XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN Hasil Survei Angkatan Kerja
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang
Lebih terperinciBPS PROVINSI DKI JAKARTA
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 52/11/31/Th. XVIII, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2016 TPT DKI JAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 6,12 PERSEN Jumlah angkatan kerja pada Agustus
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 81/11/21/Th. IX, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016
KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 No.31/05/71/Th.X, 4 Mei 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,82 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Utara pada Februari 2016 mencapai 1,18
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
No. 74/11/35/Th.XV, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Timur Agustus 2017 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Timur sebesar
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2015
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 01/05/18/Th.VIII, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,44 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017
Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Provinsi DKI Jakarta No. 55/11/31/Th. XIX, 6 November 2017 PROVINSI DKI JAKARTA KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017 Tingkat P Terbuka (TPT) sebesar 7,14
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN FEBRUARI 2017
No. 29/05/36/Th.XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN FEBRUARI 2017 Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2017 sebesar 5,51 juta orang, meningkat sekitar 273 ribu pekerja jika dibandingkan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU, AGUSTUS 2015
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 92/11/21/Th. X, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU, AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,20 PERSEN
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017
KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No.29 /05/17/XI, 5 Mei 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,81 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Februari 2017 sebanyak
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016
No.36/05/52/Th. IX, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,66 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Februari 2016 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015
KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,55 PERSEN No. 08/11/Th.IX, 5 November 2015 Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tenggara pada Agustus 2015 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2014
BPS PROVINSI DKI JAKARTA KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2014 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 9,84 PERSEN No. 26/05/31/Th. XVI, 5 Mei 2014 Jumlah angkatan kerja pada Februari
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016
KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,94 PERSEN No. 26/05/14/Th.XVII, 4 Mei 2016 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2016 mencapai 2.978.238 orang,
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2016
No. 66/11/36/Th.X, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 mencapai 5,6 juta orang, naik sekitar 253 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2013
BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 76/11/35/Th. XI, 6 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2013 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk usia 15
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016
No.27/05/72/Th. XIX, 04 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,46 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tengah pada Februari 2016 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013
No. 26/05/14/Th. XIV, 6 Mei 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau pada Februari 2013 sebesar 4,13 persen Jumlah angkatan kerja di Riau pada Februari 2013
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016
No.66/11/72/Th. XIX, 07 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,29 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tengah pada Agustus 2016 mencapai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016
No. 06/11/53/Th. XIX, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,25 % Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Agustus 2016 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 3,80 PERSEN
BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 28/05/16/Th. XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 3,80 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015
BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 78//35/Th. XIII, 5 November 05 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 05 AGUSTUS 05: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,47 PERSEN Jumlah angkatan kerja di
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2011
No. 08/05/62/Th.V, 5 Mei 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2011 Februari 2011 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,66 persen Jumlah angkatan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROV SUMSEL FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 29 /05/16/Th. XVIII, 04 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROV SUMSEL FEBRUARI 2016 Februari 2016: Tingkat Pengangguran Terbuka Sebesar 3,94 Persen Jumlah angkatan kerja
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015
BPS PROVINSI JAWA TIMUR KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015 No. 36/05/35/Th.XIII, 5 Mei 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,31 PERSEN Penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 29,74
Lebih terperinciIndikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar
KABUPATEN WAROPEN TAHUN 2014 Oleh : Muhammad Fajar KATA PENGANTAR Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik mengamanatkan Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab atas perstatistikan di
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015
No.36/05/52/Th. IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,69 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Agustus 2015 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 65/11/61/Th. XIX, 07 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,23 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Kalimantan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015
No.08/05/62/Th.IX, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015 Februari 2015 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,14 persen Jumlah angkatan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2017
Keadaan Ketenagakerjaan di DKI Jakarta Februari 2017 No. 27/05/31/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2017 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di DKI Jakarta pada Februari
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2017
KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2017 No. 24/05/14/Th.XVIII, 5 Mei 2017 Jumlah angkatan kerja (pekerja dan pengangguran) di Riau pada 2017 mencapai 3,13 juta orang, atau naik 150 ribu orang (5,03
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 06/11/18/Th.IX, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,62 PERSEN Penduduk yang bekerja pada
Lebih terperinciBPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 26/05/31/Th. XVI, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2015 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2015 SEBESAR 8,36 PERSEN Jumlah angkatan kerja di DKI Jakarta
Lebih terperinciIV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA
31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 220/12/21/Th. V, 1 Desember 20 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 20 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEMAKIN TURUN Jumlah angkatan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.35 /05/33/Th.X, 04 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,20 PERSEN Angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2016 sebanyak 17,91 juta orang,
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2009
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 19/05/31/Th.XI, 15 Mei 2009 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2009 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2009 SEBESAR 11,99 PERSEN angkatan kerja pada Februari 2009
Lebih terperinciKeadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jambi Agustus 2017
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAMBI Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jambi Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka Sebesar 3,87 Persen Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jambi pada Agustus
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,91 PERSEN
No. 68 /11/17/Th IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,91 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Agustus 2015
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2015
No. 28/5/94/Th.VII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,72 PERSEN. Jumlah angkatan kerja di Papua pada Februari 2015 mencapai 1.709.668
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.81 /11/33/Th.IX, 05 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,99 PERSEN Angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2015 sebanyak 17,30 juta orang,
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI 2016
No. 27/05/82/Th. XI, 06 Mei 2014 No. 27/05/82/Th XV, 04 Mei KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI : Jumlah angkatan kerja di Maluku Utara pada mencapai 530,7 ribu orang, bertambah 11,7 ribu orang
Lebih terperinciDINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG
IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau
Lebih terperinciData Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012
Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Papua Agustus 2017 No. 64/11/94/Th. VIII, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Papua Agustus 2017
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 23/05/31/Th. XVI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2016 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2016 SEBESAR 5,77 PERSEN Jumlah angkatan kerja pada Februari
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,99 PERSEN
No. 26/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,99 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2014 mencapai 2.801.165 orang,
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015
KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 No. 66/11/13/Th XVIII, 05 November 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,89 PERSEN Angkatan kerja Sumatera Barat pada Agustus 2015 sebanyak 2,35
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016
No. 34/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2016 mencapai 2.382.466 orang, bertambah sebanyak 10.451 orang dibanding
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.79 /11/33/Th.X, 07 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,63 PERSEN Angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2016 sebanyak 17,31 juta orang,
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 28/05/32/Th. XVIII,4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,57 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2015
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 06/11/18/Th.VIII, 5 Nopember 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,14 PERSEN Jumlah angkatan kerja (penduduk
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016
KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 No.78/11/71/Th. X, 7 November 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,18 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Utara pada Agustus 2016 mencapai
Lebih terperinci