HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat"

Transkripsi

1 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan Pemeriksaan diferensial leukosit ayam broiler dalam kelompok perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali selama penelitian berlangsung. Pemeriksaan tahap pertama dilakukan pada ayam berumur 21 hari, yaitu semua ayam kelompok perlakuan kecuali kelompok kontrol, diberikan formula ekstrak etanol tanaman sambiloto, adas dan sirih merah selama 16 hari. Hasil pemeriksaan diferensial leukosit ayam umur 21 hari disajikan pada Tabel 2 di bawah. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat Kelompok Perlakuan Pengamatan diferensial leukosit (%) Limfosit Heterofil Monosit Eosinofil Basofil I-F1-5% 75.0±5.04e 16.4±4.39cd 6.0±2.23b 1.4±0.89ab 1.4±0.89ab II-F2-7.5% 77.4±48.20e 14.4±7.16c 3.4±2.30ab 2.6±2.07ab 2.2±2.28ab III-F3-10% 77.2±2.58e 16.0±2.44cd 4.4±1.14ab 1.0±0.70ab 1.4±1.51ab IV-F4-simplisia 77.8±7.69e 19.2±4.54cd 0.8±0.83ab 2.2±3.89ab 0.0±0.00a K-(kontrol) 77.6±6.87e 20.8±7.25d 0.8±0.44ab 0.8±0.44ab 0.0±0.00a Nilai referensi* Keterangan: Nilai rataan dengan huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05), * Davis et al Berdasarkan hasil pemeriksaan diferensial leukosit ayam berumur 21 hari pada tahap pertama (Tabel 2), secara umum menunjukkan jumlah rataan leukosit ayam tidak berbeda nyata (P>0.05) antara masing-masing kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lavinia et al. (2009), bahwa pemberian ekstrak tanaman obat dan minyak esensial tidak berpengaruh terhadap gambaran darah tepi (darah perifer) ayam broiler. Jumlah rataan limfosit dalam penelitian ini adalah %, Menurut Davis et al. (2008) jumlah rataan limfosit pada ayam adalah 63.0% dalam keadaan normal. Perbedaan antara rataan jumlah limfosit ayam perlakuan dengan rataan jumlah limfosit ayam pada referensi (menurut Davis) diduga akibat dari respon fisiologis tubuh ayam yang diamati, serta akibat perbedaan lingkungan tempat berlangsungnya penelitian. Pemeriksaan diferensial leukosit tahap kedua dilakukan pada umur 44 hari setelah semua ayam perlakuan diberikan formula ekstrak etanol tanaman

2 34 sambiloto, adas dan sirih merah selama 21 hari. Adapun tujuan dari pemeriksaan pada tahap kedua ini adalah untuk mengamati perbedaan respon leukosit ayam yang tidak divaksinasi AI H5N1 (kelompok perlakuan I) dengan ayam yang divaksinasi AI H5N1 (kelompok perlakuan II). Hasil pemeriksaan diferensial leukosit tahap kedua terhadap ayam perlakuan berumur 44 hari disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 44 hari sebelum ditantang virus AI H5N1 Kelompok Perlakuan Pengamatan diferensial leukosit (%) Limfosit Heterofil Monosit Eosinofil Basofil I-F1-5% 72.8±9.52 h 18.8±11.09 defg 8.0±2.54 abcde 0.2±0.44 a 0.2±0.44 a I-F2-7.5% 73.6±9.76 h 15.0±8.74 cdefg 9.8±3.11 abcdef 0.2±0.44 a 1.4±3.13 a I-F3-10% 82.8±3.27 h 5.2±2.16 abc 12.0±4.0 abcdefg 0.0±0.00 a 0.0±0.00 a I-F4-simplisia 75.2±9.17 h 12.8±5.35 cdefg 7.2±6.72 abcd 4.6±5.45 ab 0.2±0.44 a I-K 71.2±11.84 h 21.4±13.83 fg 4.2±2.58 ab 3.2±1.92 ab 0.0±0.00 a II-F1-5% 81.0±5.91 h 10.6±3.91 abcdef 4.6±3.71 ab 0.0±0.00 a 3.8±2.28 ab II-F2-7.5% 74.4±12.87 h 20.4±11.58 efg 2.4±2.50 ab 1.6±1.67 a 1.2±2.68 a II-F3-10% 75.2±10.49 h 17.6±8.50 cdefg 4.2±3.11 ab 3.0±3.74 ab 0.0±0.00 a II-F4-simplisia 74.8±16.75 h 23.4±15.05 g 1.2±1.64 a 0.6±0.89 a 0.0±0.00 a II-K 72.8±27.36 h 18.2±29.29 g 6.8±6.90 abcd 1.4±2.07 a 0.8±1.09 a Nilai referensi* 65.55± ± ± ± ±0.21 Keterangan: Nilai rataan dengan huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05), * Lavinia et al Berdasarkan hasil pengamatan diferensial leukosit pada ayam berumur 44 hari (Tabel 3) menunjukkan jumlah limfosit pada kelompok perlakuan I tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan jumlah limfosit ayam pada kelompok perlakuan II. Jumlah rataan limfosit dalam penelitian ini berkisar antara %. Hal ini berbeda dengan rataan jumlah limfosit yang dilaporkan oleh Lavinia et al. (2009), bahwa rata-rata persentase limfosit ayam broiler pada umur 3 sampai 6 minggu adalah 65.5%. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh sistem dan lingkungan pemeliharaan yang berbeda. Namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap penelitian yang dilakukan. Formula ekstrak etanol tanaman obat yang diberikan pada ayam perlakuan, masing-masing mengandung bahan aktif flavonoid. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ziaran et al. (2005) bahwa flavonoid dapat berperan sebagai imunosupresan. Sinergisme flavonoid dalam

3 35 herbal memiliki efek imunosupresor terhadap respon limfo proliferatif, hal ini disebabkan oleh nitrit oksida yang dihasilkan oleh makrofag. Pemeriksaan diferensial leukosit tahap ketiga dilakukan pada ayam perlakuan yang bertahan hidup setelah ditantang dengan virus AI H5N1. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah leukosit pada ayam perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05) antara masingmasing kelompok perlakuan. Tabel 4. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 51 hari, setelah ditantang virus AI H5N1 Kelompok Perlakuan Pengamatan diferensial leukosit Limfosit Heterofil Monosit Eosinofil Basofil II-F1-5% 55.6±22.87 c 39.0±23.80 bc 0.0±0.00 a 5.4±12.07 a 0.0±0.00 a II-F2-7.5% 55.8±14.09 c 41.6±15.07 bc 1.0±1.73 a 1.6±3.57 a 0.0±0.00 a II-F3-10% 49.8±22.06 c 43.6±22.91 bc 0.2±0.44 a 6.4±7.63 a 0.0±0.00 a II-F4-simplisia 40.2±15.83 c 54.8±19.94 bc 0.0±0.00 a 5.0±6.00 a 0.0±0.00 a II-K 57.2±15.89 c 37.0±17.90 b 2.2±2.48 a 3.6±5.94 a 0.0±0.00 a Keterangan: Nilai rataan dengan huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05). Berdasarkan hasil pengamatan diferensial leukosit ayam setelah ditantang dengan virus AI H5N1 (Tabel 4), menunjukkan penurunan jumlah limfosit dan peningkatan jumlah heterofil. Hal ini diduga karena adanya pengaruh dari infeksi virus AI H5N1 dan pengaruh dari hormon glukokortikoid (hormon yg berperan dalam stres), yang meningkatkan jumlah persentase neutrofil (heterofil), dan menurunkan jumlah persentase limfosit (Davis et al. 2008). Titer Antibodi AI H5N1 pada Ayam Perlakuan Pemeriksaan titer antibodi AI saat umur ayam 21 hari menunjukkan bahwa tidak ada kelompok ayam yang mempunyai kekebalan protektif terhadap infeksi H5N1 yang ditandai dengan hasil titer antibodi AI rata-rata 0 (nol). Dengan demikian data penelitian ini dapat diyakini terhindar dari bias akibat adanya maternal antibodi AI atau keterpaparan virus dari lingkungan yang terkontaminasi. Sebelum pengujian titer antibodi AI pada tahap ini, semua kelompok perlakuan (I dan II) telah diberi formula ekstrak etanol tanaman sambiloto, adas dan sirih merah dengan konsentrasi bertingkat sesuai dengan

4 36 masing-masing kelompok perlakuan. Formula ekstrak etanol sambiloto, adas dan sirih merah yang diberikan pada kelompok perlakuan I dan II tidak menunjukkan pengaruh terhadap titer antibodi AI pada semua serum darah ayam. Hal ini disebabkan karena semua ayam perlakuan tidak divaksinasi AI sebelum ayam umur 21 hari. Adanya titer antibodi virus AI dalam populasi atau flok unggas menandakan suatu populasi ayam tersebut mengalami infeksi virus AI (Easterday et al. 1997) Pemeriksaan titer antibodi AI dilakukan ketika ayam berumur 44 hari atau menjelang ayam perlakuan ditantang dengan virus AI H5N1, Kelompok perlakuan I dan II telah diberikan formula ekstrak etanol tanaman sambiloto, adas dan sirih merah selama 21 hari secara berturut-turut dari ayam berumur 4 hari sampai ayam berumur 25 hari. Pemeriksaan titer antibodi pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi yang dilakukan pada kelompok perlakuan II ketika ayam berumur 21 hari, serta untuk mengetahui keadaan titer antibodi pada kelompok perlakuan I yang tidak divaksinasi AI. Hasil pengujian titer antibodi AI H5N1 terhadap ayam dalam kelompok perlakuan, selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil uji titer antibodi AI H5N1 terhadap ayam perlakuan berumur 21, 44 dan 51 hari. Kelompok perlakuan Rataan Titer Antibodi terhadap Virus AI (GMT) Ayam umur 21 hari Ayam umur 44 hari Ayam umur 51 hari I-F1-5% 0 0 Tdu* I-F2-7.5% 0 0 Tdu I-F3-10% 0 0 Tdu I-F4-simplisia 0 0 Tdu I-K 0 0 Tdu II-F1-5% II-F2-7.5% 0 < II-F3-10% 0 < II-F4-simplisia 0 < II-K Keterangan: Kelompok perlakuan I ayam tidak divaksin AI H5N1 Kelompok perlakuan II ayam divaksin AI H5N1 (*) = tidak dilakukan uji titer antibodi karena ayam sudah mati Berdasarkan hasil uji titer antibodi (Tabel 5) pada kelompok perlakuan I tidak menunjukkan titer antibodi AI yang protektif terhadap infeksi virus AI, hal ini disebabkan pada kelompok perlakuan I semua ayam tidak divaksin AI,

5 37 sedangkan pada kelompok perlakuan II menunjukkan respon vaksinasi AI yang protektif terhadap infeksi AI karena semua ayam pada kelompok perlakuan II dilakukan vaksinasi AI pada umur 21 hari. Respon vaksinasi AI dengan nilai rataan titer antibodi yang baik ditunjukkan pada kelompok perlakuan II-F1-5% dengan rataan titer 6.1 (log 2) dan kelompok kontrol II-K dengan rataan titer 4.3 (log 2), sedangkan kelompok II-F2-7.5%, II-F3-10% dan II-F4-simplisia menunjukkan respon vaksinasi yang kurang baik, yaitu masing-masing kelompok perlakuan hanya memiliki rataan titer 2 (log 2). Besaran rataan titer antibodi AI yang diperoleh dalam serum ayam sebelum dilakukan tantang dengan virus AI H5N1 secara intranasal, dengan dosis 10 6 EID 50 terlihat kisaran titer antibodi AI dari 4 log 2 sampai 6.1 log 2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dharmayanti et al. (2004), ayam kampung dan burung puyuh yang mempunyai titer antibodi AI lebih atau sama dengan 3 log 2 mampu memproteksi terhadap virus AI H5N1, sedangkan ayam dan burung puyuh yang mempunyai rataan titer antibodi AI kurang dari 3 log 2 serta ayam kontrol yang tidak mempunyai titer antibodi AI terlihat tidak mampu memproteksi diri dari serangan virus AI H5N1 dengan partikel virus tantang sebesar 10 6 EID 50 yang diinfeksikan secara intramuskular. Daya Tahan Hidup Ayam Setelah Ditantang Virus AI H5N1 Daya tahan hidup ayam diamati setelah ditantang dengan virus AI H5N1 menunjukkan adanya kematian berturut-turut pada hari ke-3, 4 dan 5 pasca infeksi (pi). Data daya tahan hidup ayam selengkapnya disajikan pada Tabel 6. Kematian ayam terjadi karena infeksi virus AI H5N1 dalam waktu 16 jam dapat membuat nekrotik sel epitel dan mukosa saluran pernafasan, sementara itu replikasi virus dapat dideteksi pada organ otak, kulit dan organ visceral dalam waktu 24 jam, kemudian virus menyebabkan lesi yang parah diseluruh organ tubuh dalam waktu 48 jam, selanjutnya akan menyebabkan kematian pada ayam yang terinfeksi (Pantin-Jakwood 2008) Hasil pengamatan daya tahan tubuh ayam terhadap infeksi AI H5N1 pada kelompok perlakuan I diantaranya, kelompok perlakuan I-F2-7.5% (formula ekstrak etanol tanaman sambiloto, sirih merah dan adas dengan konsentrasi 7.5%

6 38 dan ayam tidak divaksin) menunjukkan ayam mampu bertahan hidup hanya 1 ekor (12.5%) dari total 8 ekor (100%) sampai hari ke-6 pi. Sedangkan kelompok perlakuan I-1, I-3, I-4 dan I-K dari total ayam 8 ekor, tidak ada ayam yang bertahan hidup sampai hari terakhir pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa formula ekstrak etanol sambiloto, adas, dan sirih merah hanya sebagai prekursor obat anti virus yang masih memerlukan sintesa dengan bahan aktif tanaman obat lainnya. Data daya tahan hidup ayam setelah ditantang virus AI H5N1 selengkapnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Daya tahan hidup ayam setelah ditantang virus AI H5N1 dosis 0.1ml (10 6 EID 50 ), selama 6 hari masa pengamatan Kelompok Perlakuan Total Ayam (ekor) Jumlah ayam yang bertahan hidup hari ke- I II III IV V VI Total Ayam yang hidup (ekor) I-F1-5% I-F2-7.5% I-F3-10% I-F4-simplisia I-K II-F1-5% II-F2-7.5% II-F3-10% II-F4-simplisia II-K Berdasarkan hasil pengamatan daya tahan hidup ayam setelah diinfeksi dengan virus AI H5N1 pada kelompok II (Tabel 6) dapat dijelaskan bahwa; pada kelompok perlakuan II-F1-5%, dari total 8 ekor ayam, terbukti tidak ada ayam yang mati hingga hari keenam pi (100%) ; Pada kelompok perlakuan II-F2-7.5%, hanya 6 ekor yang mampu bertahan hidup (75%); Pada kelompok perlakuan II- F3-10% ada 4 ekor ayam yang bertahan hidup (60%); dan pada kelompok perlakuan II-F4-simplisia, hanya 7 ekor ayam yang bertahan hidup (87.5%); Sedangkan pada kelompok kontrol II-K ayam hanya bertahan sebanyak 7 ekor (87.5%). Hasil penelitian pada kelompok perlakuan II secara umum menunjukkan ayam dapat bertahan hidup sampai akhir masa pengamatan karena pengaruh dari pemberian formula ekstrak tanaman sambiloto, adas dan sirih merah serta vaksinasi terhadap ayam perlakuan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa daya tahan hidup ayam terhadap infeksi virus AI H5N1 pada kelompok perlakuan (Tabel 6),

7 39 menunjukkan daya tahan hidup ayam pada kelompok perlakuan II lebih baik dibandingkan dengan kelompok perlakuan I. Hal ini diduga karena semua ayam pada kelompok perlakuan II mendapatkan vaksinasi AI. Kejadian ini diperkuat dengan pernyataan Swayne et al. (2000) yang menjelaskan bahwa vaksinasi AI mencegah dan melindungi ayam dari infeksi virus AI H5N1 yang sering berubah setiap tahunnya. Ayam yang divaksinasi dan diberi formula ekstrak tanaman sambiloto, adas dan sirih merah dengan konsentrasi 5% (kelompok perlakuan II-F2-5) lebih baik daya tahan hidupnya dibandingkan dengan ayam yang hanya divaksinasi (Kelompok II-Kontrol). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa ayam pada kelompok II-F2-5% dapat bertahan hidup 100% hingga hari ke-6 pi, sementara ayam yang hanya divaksinasi (kelompok II-K) mengalami kematian 1 (satu) ekor ayam pada hari ke-6 pi. Setiyono et al. (2010) menyatakan bahwa formula ekstrak tanaman obat dapat berperan sebagai perkusor (pendukung) imunomodulator untuk menjadi sediaan anti viral. Pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia Hasil pemeriksaan dengan menggunakan pewarnaan HE terhadap organ limfoid (bursa Fabricius, limpa dan timus) pada ayam kelompok perlakuan secara umum (kelompok perlakuan I dan II) menunjukkan adanya deplesi sel limfoid, kongesti, edema, nekrotik folikel limfoid skunder, deplesi pulpa putih, deplesi kortek dan nekrotik fokus medula. Perubahan pada organ bursa, limpa dan timus berkaitan dengan patogenesis virus AI H5N1 yang diinfeksikan melalui intranasal. Perubahan pada organ limfoid yang menyebabkan edema terjadi akibat peningkatan daya dorong cairan dari pembuluh darah menuju jaringan antar sel. Sedangkan perubahan yang menyebabkan kongesti terjadi bila aliran darah mengalami gangguan yang timbul dari daya kerja tubuh, dalam upaya memobilisasi sel-sel darah dengan meningkatkan tekanan vascular. Sementara itu perubahan yang menyebabkan deskuamasi sel epitel terjadi akibat daya kerja virus yang patogen dalam merusak sel epitel, sehingga virus dapat masuk ke jaringan dan menyebabkan infeksi sistemik. Pada kondisi perubahan yang menyebabkan deplesi folikel limfoid terjadi akibat berkurangnya jumlah sel-sel limfosit pada

8 40 folikel limfoid. Sementara, perubahan yang menyebabkan nekrosis terjadi akibat antigen virus masuk ke sel sehingga menyebabkan depresi hebat terhadap aktifitas metabolisme seluler akibat replikasi virus (Pringgoutomo 2002). Hasil pemeriksaan imunohistokimia terhadap organ limfoid (bursa Fabricius, limpa dan timus), secara umum terdeteksi antigen virus AI H5N1 sudah menyebar di organ limfoid ayam pada semua kelompok perlakuan (kelompok perlakuan I dan II). Hal ini terjadi karena virus diinfeksi secara intranasal. Radji (2006) menyatakan virus AI H5N1 yang masuk melalui saluran pernafasan hospes akan menyebar memasuki submukosa melalui sistem peredaran darah atau sistem limfatik, serta menginfeksi berbagai macam tipe sel organ. Penyebaran virus melalui sel endotel pembuluh darah dan sistem limfatik dalam waktu 48 jam akan menyebabkan lesi yang parah di seluruh organ tubuh, yang selanjutnya akan menyebabkan kematian (Pantin-Jakwood 2008). Data distribusi antigen pada organ limfoid ayam yang mati setelah ditantang virus AI H5N1selengkapnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi antigen virus AI H5N1 pada organ limfoid (bursa Fabricius, limpa dan timus) ayam yang mati setelah ditantang virus AI H5N1 Kelompok perlakuan Antigen virus AI H5N1 pada organ Limfoid Bursa Fabricius Limpa Timus I-F1-5% I-F2-7.5% I-F3-10% I-F4-simplisia I-K II-F1-5% II-F2-7.5% II-F3-10% II-F4-simplisia II-K Keterangan : (+) ringan, (++) sedang, (+++) tinggi dan (-) tidak ditemukan Pemeriksaan histopatologi terhadap organ bursa Fabricius dengan pewarnaan HE pada semua kelompok perlakuan (I dan II), menunjukkan organ bursa Fabricius terjadi edema, deplesi folikel limfoid, nekrotik folikel limfoid dan kongesti. Pemeriksaan imunohistokimia organ bursa Fabricius menunjukkan hanya dua kelompok perlakuan ((I-K(-) dan II-F1-5%) yang pemaparan antigen dalam jumlah sedang (++) sedangkan kelompok perlakuan lainnya menunjukkan

9 41 pemaparan antigen dalam jumlah rendah (+). Antigen yang terdeteksi diduga karena organ bursa Fabricius merupakan tempat pendewasaan dan diferensiasi sel pembentuk antibodi, selain itu bursa Fabricius juga dapat menangkap antigen dan membentuk antibodi (Tizzard 1987). Banyaknya antigen yang terdeteksi pada organ bursa Fabricius sangat tergantung dari jumlah antibodi yang dihasilkan oleh organ tersebut, hal ini ditunjukkan pada kelompok perlakuan II-F1-5%, dimana ayam perlakuan memiliki titer antibodi yang tinggi (Tabel 5) sehingga ayam dapat bertahan hidup hingga hari ke-6 pi (Tabel 6). Hasil pengamatan histopatologi dengan pewarnaan HE menunjukkan adanya kongesti, dan deplesi pulpa putih pada organ limpa. Antigen di organ limpa terdeteksi dalam jumlah sedang (++) pada kelompok perlakuan I (Tabel 7). Sedangkan pada kelompok perlakuan II terdeteksi antigen dalam jumlah tinggi (+++) di organ limpa. Hal ini disebabkan karena parenkim limpa memiliki pulpa merah sebagai penyaring darah dan pulpa putih sebagai tanggap kebal. Patichimasiri et al. (2007) menyatakan bahwa distribusi antigen pada limpa menunjukkan derajat sedang (++). Hal yang sama juga disebutkan oleh Damayanti et al. (2004) bahwa distribusi antigen pada organ limpa terdeteksi dalam jumlah tinggi (+++) dan tersebar dalam sel-sel yang terdapat disekitar pulpa merah yang mengalami nekrosis, dengan sebaran antigen yang soliter maupun kelompok. Hasil pemeriksaan histopatologi terhadap organ timus pada kelompok perlakuan I menunjukkan terjadi edema, kongesti, deplesi kortek, nekrotik fokus medula dan multi fokus nekrotik. Sedangkan pada kelompok perlakuan II organ timus rata-rata tidak menunjukkan lesion spesifik dan hanya kongesti ringan. Distribusi antigen pada organ timus telihat dalam jumlah sedang (++), hal ini diduga karena timus merupakan organ limfatik primer. Timus berfungsi menjaga lingkungan sel bibit (stem cells) yang bermigrasi dari sumsum tulang pascanatal berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi limfosit T (Dellman 1989). Gambaran histopatologi organ limfoid (bursa Fabricius, limpa dan timus) dengan pewarnaan HE disajikan pada Gambar 5. Sementara distribusi antigen AI H5N1 yang terdeteksi pada organ limfoid ayam disajikan pada Gambar 6.

10 42 Gambar 5. Pewarnaan HE terhadap organ limfoid (A. bursa Fabricius, B. Limpa dan C. Timus), ayam setelah ditantang virus AI H5N1 pada kelompok perlakuan II-F2-75%. 1. Deplesi folikel limfoid, 2. Nekrosis sel folikel. Gambar 6. Pewarnaan IHK terhadap organ limfoid (A. Bursa Fabricius; B. Limpa dan C. Timus), ayam setelah ditantang virus AI H5N1 pada kelompok perlakuan II-F1-5%. Tanda panah menunjukkan distribusi antigen virus AI H5N1.

11 43 Berdasarkan hasil pengamatan antigen AI pada organ limfoid ayam menggunakan pewarnaan imunohistokimia pada semua kelompok perlakuan (Tabel 7) dapat dijelaskan bahwa kelompok perlakuan I menunjukkan deteksi antigen AI pada organ limfoid dalam jumlah sedikit. Hal ini diduga karena ayam yang tidak divaksinasi tidak mampu melindungi tubuh dari infeksi virus dan menyebabkan rusaknya organ limfoid, kemungkinan lain virus telah menyebar ke organ atau jaringan lain sehingga ketika dilakukan pewarnaan imunohistokimia terlihat sedikit antigen yang terdeteksi pada organ limfoid (bursa Fabricius, limpa dan timus). Kelompok perlakuan II, ayam yang mendapat vaksin AI menunjukkan jejak antigen pada organ limfoid lebih banyak. Hal ini dimungkinkan antigen virus vaksin yang masih bisa terdeteksi dengan pewarnaan imunohistokimia. Dugaan lain adalah kemungkinan antigen virus tantang yang tidak ternetralisasi antibodi hasil vaksinasi AI terdeteksi dalam jumlah banyak pada sel limfoid dengan pewarnaan imunohistokimia. Performance Ayam Perlakuan Pemberian formula ekstrak etanol sambiloto, adas dan sirih merah dengan berbagai konsentrasi terhadap ayam perlakuan secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0.05) berat badan ayam perlakuan pada minggu ke-1 dan minggu ke-2 selama pengamatan dibandingkan dengan kontrol (Tabel 8). Hal ini terlihat berat badan ayam pada kelompok perlakuan I-F3-10% lebih rendah dibandingkan dengan berat badan ayam pada kelompok kontrol I (I-K). Sementara itu berat badan ayam pada kelompok perlakuan II-F3-10% juga lebih rendah dibandingkan dengan berat badan ayam kelompok kontrol II (II-K). Hal ini diduga karena formula ekstrak etanol tanaman sambiloto, adas dan sirih merah dengan konsentrasi 10% bersifat kental, menyebabkan proses absorbsi formula ekstrak etanol sambiloto, adas dan sirih merah dalam pencernaan ayam mengalami gangguan, sehingga ayam mengalami penurunan nafsu makan. Menurut Scott et al. (1982), bahwa sebagian besar pakan yang dikonsumsi ayam akan diabsorbsi untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pertumbuhan jaringan dan energi dalam melaksanakan aktivitas fisik. Hasil pengamatan berat badan ayam kelompok perlakuan dari umur 1 sampai 6 minggu selengkapnya disajikan pada Tabel 8.

12 44 44 Tabel 8. Berat badan ayam perlakuan umur 1-6 minggu (g/ekor) Kelompok Perlakuan Pengamatan Minggu ke- I II III IV V VI I-F1-5% ±25.77 abc ±73.56 ab ± a ± ab ± a ± a I-F2-7.5% ±28.75 bc ±64.35 ab ± ab ± ab ± a ± a I-F3-10% ±23.39 ab ±35.97 abc ± a ± ab ± a ± a I-F4-Simplisia ±25.28 bc ±71.44 bc ± ab ± ab ± a ± a I-K ±31.32 c ±68.33 bc ± ab ± ab ± a ± a II-F1-5% ±27.75 abc ±60.76 abc ± a ± a ± a ± a II-F2-7.5% ±18.97 abc ±47.63 ab ±86.35 ab ± ab ± a ± a II-F3-10% ±43.38 a ±88.60 a ±86.34 ab ±90.74 ab ± a ± a II-F4-Simplisia ±14.83 bc ±70.58 abc ±86.76 ab ± b ± a ± a II-K ±35.41 bc ±34.65 c ± ab ± b ± a ± a Referensi* a Keterangan: b Nilai rataan dengan huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05), a. Cobb 2008, b. Anonimous 2010

13 45 Hasil pengamatan berat badan ayam pada minggu ke-3 terhadap semua kelompok perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05), sedangkan hasil pengamatan berat badan ayam pada minggu ke-4 menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) berat badan ayam. Hal ini terlihat pada kelompok perlakuan II-F2-5%, dimana berat badan ayam lebih rendah dibandingkan pada kelompok perlakuan II- F-simplisia dan kontrol II (II-K). Perbedaan berat badan ayam diduga karena pengaruh pemberian vaksin yang menyebabkan ayam mengalami stres dan turunnya nafsu makan. Berat badan ayam pada minggu ke-5 dan ke-6 (Tabel 8) tidak berbeda nyata (P>0.05) pada masing-masing kelompok perlakuan (I dan II), semua ayam kelompok perlakuan menunjukkan adanya peningkatan berat badan ayam perminggu seiring dengan bertambahnya umur pemeliharaan ayam. Hal ini sesuai dengan pernyataan North and Bell (1990) bahwa peningkatan berat badan ayam pedaging tidak terjadi secara seragam dalam kelompok perlakuan, dan setiap minggu pertumbuhan ayam mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal setelah itu mengalami penurunan. Data pertambahan berat badan ayam kelompok perlakuan per minggu selengkapnya disajikan pada Gambar 7. Gambar 7. Grafik rataan berat badan ayam pedaging per minggu (g/ekor) umur 1-6 minggu

14 46 Selama penelitian berlangsung tidak ditemukan ayam yang mati pada semua kelompok perlakuan sebelum ditantang virus AI H5N1. Semua ayam perlakuan diberikan ekstrak tanaman obat selama pemeliharaan untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya sebelum di tantang virus AI H5N1. Menurut Niranjan et al. (2008), sambiloto (Andrographis paniculata) memiliki aktivitas farmakologi sebagai anti inflamasi, antioksidan, antidiabetik, anti leishmaniasis, anti diare, anti fertilitas, anti venom, anti HIV, anti malaria, anti filarisidal, anti bakterial, serta sebagai anti flu dan demam. Birdane (2007), menyatakan pemberian ekstrak etanol adas (Foeniculum vulgare) sebanyak 300 mg pada tikus dapat mengurangi kerusakan pada pada mukosa lambung. Ekstrak etanol sirih merah (Piper crocatum) yang diberikan pada ayam diduga memiliki aktivitas farmakologi sebagai anti inflamasi, anti konvulsan dan anti karsiogenik serta sebagai anti bakteri gram positif dan gram negatif (Sudjarwo 2005). Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu bagian organ yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah organ hati dan usus. Upaya pengawasan produk makanan yang berasal dari ayam dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia terhadap organ hati dan usus untuk mendeteksi jumlah antigen AI sebagai informasi terhadap keamanan produk daging/karkas asal unggas yang terinfeksi AI H5N1. Berdasarkan pemeriksaan HE, pada organ hati, semua kelompok perlakuan menunjukkan kongesti sedangkan degenerasi sel lemak hanya terjadi pada kelompok perlakuan I-K, II-F2-7.5% dan II-F4-simplisia. Kerusakan yang terlihat pada organ hati merupakan dampak dari infeksi virus AI H5N1, sesuai dengan pernyataan Damayanti et al. (2005), bahwa ayam yang terinfeksi virus HPAI H5N1 menunjukkan kerusakana pada hati. Hasil pemeriksaan HE terhadap organ usus pada semua kelompok perlakuan menunjukkan adanya enteritis kataralis pada kelompok perlakuan I-F1-5%, I-K dan II-K, sedangkan pada kelompok perlakuan lainnya tidak ditemukan adanya lesio spesifik. Hal ini diduga efek dari pemberian formula ekstrak etanol tanaman obat, salah satunya sambiloto yang senyawa aktifnya andrografolid

15 47 berkhasiat sebagai hepatoprotektor (Niranjan et al. 2008). Hasil pewarnaan HE pada organ hati dan usus disajikan pada Gambar 8. Distribusi antigen AI H5N1 pada organ hati dan usus ayam setelah ditantang dengan virus AI H5N1 selengkapnya disajikan pada Tabel 9. Semua ayam kelompok perlakuan diberi formula ekstrak etanol sambiloto, adas, sirih merah dan ayam tidak divaksin AI H5N1 menunjukkan antigen AI terdeteksi dalam jumlah sedikit (+) dan hanya pada kelompok perlakuan I-K, antigen AI terdeteksi dalam jumlah sedang (++) di organ usus. Deteksi antigen AI pada kelompok perlakuan yang diberi formula ekstrak etanol sambiloto, adas, sirih merah dan ayam divaksin AI H5N1 menunjukkan distribusi antigen yang berbedabeda, yaitu kelompok perlakuan II-F2-7.5%, menunjukkan jumlah antigen rendah (+), kelompok perlakuan II-F1-5%, II-F3-10% dan II-K, menunjukkan antigen AI pada organ usus dalam jumlah sedikit (+) dan organ hati dalam jumlah sedang (++). Sedangkan pada kelompok perlakuan II-F4-simplisia terdeteksi jumlah antigen AI dalam jumlah sedang (++) pada organ hati dan organ usus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handayani (2009), bahwa usus itik yang diinfeksi dengan virus AI H5N1 secara intranasal dan tidak divaksin AI memiliki distribusi antigen yang cukup banyak. Hasil pewarnaan IHK pada organ hati dan usus ayam yang ditantang virus AI H5N1 disajikan pada Gambar 9. Tabel 9. Distribusi antigen virus AI H5N1 pada organ Hati dan Usus ayam setelah ditantang virus AI H5N1 Kelompok Perlakuan Antigen virus AI H5N1 pada Hati dan Usus Hati Usus I-F1-5% + + I-F2-7.5% + + I-F3-10% + + I-F4-simplisia + + I-K + ++ II-F1-5% ++ + II-F2-7.5% + + II-F3-10% ++ + II-F4-simplisia II-K ++ + Keterangan : (+) ringan, (++) sedang, (+++) tinggi dan (-) tidak ditemukan

16 48 Gambar 8. Pewarnaan HE terhadap organ Hati dan Usus ayam setelah ditantang virus AI H5N1 pada kelompok perlakuan II-Kontrol : (A). Organ Hati dan (B). Organ Usus, terlihat 1. Kongesti, 2. Dilatasi sel hepatosit, 3. Erosi epitel usus Gambar 9. Pewarnaan IHK terhadap organ Hati dan Usus ayam setelah ditantang virus AI H5N1 pada kelompok perlakuan II-F1-5% :( A). Organ Hati dan (B). Organ Usus. Tanda panah menunjukkan distribusi antigen virus AI H5N1 Berdasarkan hasil pemeriksaan IHK pada organ hati dan usus ayam setelah ditantang virus AI H5N1 (Tabel 9), menunjukkan jumlah antigen AI yang terdistribusi pada hati dan usus, terlihat dalam jumlah sedikit (+) dan sedang (++) serta tidak ditemukan jumlah distribusi antigen AI pada kedua organ ini dalam jumlah tinggi (+++), sehingga dapat dikatakan pemberian ekstrak tanaman sambiloto, adas dan sirih merah memberi pengaruh terhadap jumlah distribusi antigen AI pada organ hati dan usus. Antigen AI yang terdeteksi pada organ hati terdapat di pembuluh darah (vascular), sinusoid hati dan pada sel-sel hati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nakatani et al. (2005), bahwa antigen AI pada organ hati didistribusikan ke dalam endotel sinusoid dan arteri sebagai pusat nekrosis, sedangkan pada organ usus antigen AI yang terdeteksi terletak di vili dan lapisan mukosa. antigen AI juga ditemukan pada lapisan musculus cecum, dimana pusat nekrosis terdapat pada lamina propia dan sel epitel usus.

17 49 Pemanfaatan ayam pedaging sebagai sumber pangan yang mengandung protein perlu memperhatikan beberapa cara penyajian sebelum dikonsumsi, seperti membersihkan karkas yang akan digunakan dan memasak bagian karkas secara matang pada suhu 70 0 C selama 15 menit sesuai dengan rekomendasi dari WHO bahwa pada suhu yang tinggi, virus AI menjadi tidak aktif untuk menyebabkan infeksi (WHO 2005). Tanaman Obat sebagai Pendukung (prekursor) Vaksin Berdasarkan hasil pengamatan terhadap data kematian ayam setelah ditantang dengan virus AI H5N1 (Tabel 6). Ayam yang diberi formula ekstrak etanol sambiloto, adas dan sirih merah dengan berbagai konsentrasi dan ayam tidak divaksin AI (kelompok perlakuan I), menunjukkan tidak ada ayam yang hidup hingga akhir masa pengamatan (hari ke-6) post infeksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Subowo (2006) bahwa tanaman obat hanya bekerja melalui pengaturan sistem imunitas dan tidak bekerja sebagai efektor langsung dalam menghadapi infeksi. Pemberian formula ekstrak etanol sambiloto, adas dan sirih merah dengan berbagai konsentrasi dan ayam divaksinasi AI (kelompok perlakuan II), menunjukkan banyak ayam perlakuan bertahan hidup hingga hari ke-6 post infeksi. Hal ini menunjukkan pemberian tanaman obat dan vaksin pada ayam dapat meningkatkan kekebalan ayam terhadap infeksi. Penggunaan tanaman obat sambiloto, adas dan sirih merah secara umum masing-masing memiliki potensi sebagai bahan pendukung (prekursor) untuk menangkal infeksi virus AI H5N1 ke sel target pada organ ayam (Setiyono et al. 2009). Tanaman obat berperan sebagai pendukung sistem imun non-spesifik. Pemberian formula ekstrak etanol tanaman obat mampu meningkatkan jumlah limfosit terhadap ayam perlakuan jika dibandingkan dengan ayam perlakuan yang tidak mendapatkan formula ekstrak tanaman obat atau kontrol (Tabel 3). Untuk menginaktifkan antigen, antibodi memerlukan bantuan sistem komplemen. Sistem komplemen merupakan sistem imun non-spesifik berupa enzim yang terdapat dalam plasma maupun cairan tubuh. Reaksi sistem komplemen terhadap antigen yang masuk kedalam tubuh berupa aktifitas untuk memobilisasi fagosit, menstimulasi terjadinya fagositosis (opsonisasi), menginaktifkan antigen secara

18 50 langsung dan mengeliminasi agregat-agregat imunitas. Tanaman obat yang digunakan dalam penelitian ini berfungsi untuk meningkatkan kerja komplemen yang menunjang respon imun spesifik sehingga menstimulasi antibodi (Hargono 2006 dalam Bermawi et al. 2008). Berbagai macam zat aktif yang terkandung dalam tanaman obat memiliki peranan masing-masing dan saling mendukung dalam melawan infeksi virus. Penggunaan ekstrak tanaman sebagai obat alternatif memiliki beberapa faktor yang berperan dalam tubuh, seperti reaksi kimiawi, enzim dan sistem kekebalan tubuh dalam hal ini adalah limfosit. Hasil pengamatan leukosit ayam yang diberi formula ekstrak etanol tanaman obat, menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P>0.05) jumlah rataan limfosit ayam pada semua kelompok perlakuan (I dan II) (Tabel 3). Limfosit merupakan inti dari sistem imun spesifik karena limfosit memiliki kemampuan menetralisir antigen setelah mengalami aktivasi (Kresno et al. 2001). Pengaruh vaksinasi AI H5N1 terhadap ayam perlakuan dapat diketahui dengan pemeriksaan titer antibodi AI pada kelompok perlakuan (I dan II). Hasil pemeriksaan titer antibodi AI dan pengamatan daya tahan tubuh ayam setelah ditantang virus AI H5N1, telihat pada kelompok perlakuan I tidak ditemukan adanya titer antibodi AI (Tabel 5). Sehingga kelompok perlakuan I hampir tidak ditemukan ayam bertahan hidup setelah ditantang dengan virus AI H5N1 hingga hari ke-6 pi (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman obat tidak bisa menggantikan vaksin dalam mencegah infeksi virus AI H5N1, namun penggunaan tanaman obat pada ayam yang divaksin AI (kelompok perlakuan II) menunjukkan titer antibodi AI yang protektif untuk mencegah infeksi virus AI (Tabel 5). Kelompok perlakuan II-1 dengan rataan titer antibodi 6.1 log 2 terlihat ayam mampu bertahan hidup 100% (8 ekor ayam hidup), ketika ditantang virus AI H5N1 hingga hari terakhir masa pengamatan (Tabel 6). Keberadaan titer antibodi dalam serum dapat menggambarkan kondisi organ limfoid, dalam hal ini organ bursa Fabricius, limpa dan timus (Kawai dan Akira 2006). Pemeriksaan dengan pewarnaan HE organ limfoid pada semua kelompok perlakuan mengalami kongesti, deplesi, edema dan nekrosis. Kerusakan yang terjadi pada organ limfoid disebabkan oleh infeksi virus H5N1 sehingga

19 51 terjadinya gangguan fungsi organ limfoid untuk memproduksi sel-sel limfosit. Pada keadaan yang berlangsung lama akan terjadi imunosupresi sehingga berisiko terhadap serangan infeksi serta dapat menyebabkan kematian. Pemeriksaan imunohistokimia terhadap organ limfoid pada semua kelompok perlakuan (I dan II) (Tabel 7), menunjukkan distribusi antigen dalam jumlah sedikit/rendah (+) dan sedang (++) pada kelompok perlakuan I. Sedangkan distribusi antigen pada kelompok perlakuan II terlihat dalam jumlah sedikit (+), sedang (++) dan parah (+++). Antigen yang terdeteksi tersebut, merupakan rangkaian proses penyebaran virus H5N1 melalui darah dan sistem limfatik yang menyebabkan kematian pada ayam. Jumlah antigen AI yang terdeteksi dalam jumlah sedikit diduga karena virus escape (keluar) meninggalkan sel yang rusak akibat infeksi. Keberadaan antigen AI dalam jumlah lebih banyak mungkin disebabkan virus sedang bereplikasi pada sel target, dan dengan pewarnaan imunohistokimia virus terdeteksi dan berikatan dengan antibodi yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian formula ekstrak etanol sambiloto, adas, sirih merah dengan konsentrasi 5% dan ayam divaksin AI (kelompok perlakuan II-F1-5%), merupakan hasil yang efektif dalam menghambat infeksi virus AI H5N1 pada ayam pedaging. Pemberian ekstrak etanol tanaman obat dengan berbagai konsentrasi pada ayam pedaging tidak mempengaruhi keadaan fisiologis tubuh ayam. Pemanfaatan karkas ayam yang tertular virus AI H5N1 atau ayam yang divaksinasi AI H5N1 pada saat pemeliharaan, sebagai sumber protein sebaiknya harus memperhatikan tatacara penyajian sebelum dikonsumsi. Karena dari hasil pemeriksaan, imunohistokimia pada ayam kelompok kontrol yang divaksinasi AI (II-K) terdeteksi antigen AI dalam jumlah sedang pada organ hati. Untuk keamanan konsumsi karkas atau produk asal unggas sebaiknya dimasak pada suhu 70 0 C selama 15 menit.

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan gejala klinis pasca infeksi virus H5N1 terlihat ayam lesu, pucat, oedema di kepala, leher memendek, dan bulu berdiri. Pada hari ke-3 sebagian ayam sudah ada yang mati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan histopatologi trakea Parameter yang diperiksa pada organ trakea adalah keutuhan silia, keutuhan epitel, jumlah sel goblet, dan sel radang. Pada lapisan mukosa, tampak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Organ limfoid primer unggas terdiri dari timus dan bursa Fabricius sedangkan pada mamalia terdiri dari sumsum tulang. Limpa, limfonodus dan MALT (Mucosa-associated Lymphoid Tissue)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke-

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke- 15 HASIL PEMBAHASAN Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Neutrofil pada Mencit Jantan Berdasarkan Tabel 2, rata-rata persentase neutrofil ketiga perlakuan infusa A. annua L. dari hari ke-2 sampai hari ke-8 setelah infeksi cenderung lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi histopatologi dari organ paru paru ayam, tampak adanya perubahan patologi yang terjadi pada seluruh kelompok, baik kelompok kontrol (K P dan K N ) maupun kelompok

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan 27 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul Data nilai rataan bobot bagian edible ayam sentul yang diberi perlakuan tepung kulit manggis dicantumkan pada Tabel

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Dosis Infeksi MDV Pengamatan histopatologi dilakukan terhadap lima kelompok perlakuan, yaitu kontrol (A), 1 x 10 3 EID 50 (B), 0.5 x 10 3 EID 50 (C), 0.25 x 10 3 EID 50 (D)

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara berkembang seperti Indonesia masih disebabkan oleh penyakit infeksi. 1 Penyakit infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Panas Selama Pemeliharaan Salama 6 minggu pemeliharaan, ayam broiler diberi tambahan sumber penerangan dan panas berupa lampu bohlam berdaya 60 watt yang dipasang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang bermanfaat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu pengobatan beberapa penyakit, antara lain kanker, tumor,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara umum A. salmonicida merupakan penyebab utama penyakit infeksi pada ikanikan salmonid yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu tantangan paling berat di bidang peternakan adalah pencegahan penyakit. Daya tahan tubuh ternak merupakan benteng utama untuk mencegah terjangkitnya penyakit. Daya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Bursal Disease Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990). Infectious Bursal Disease pertama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian Penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pada awal penelitian berat badan tikus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deksametason merupakan salah satu obat golongan glukokortikoid sintetik

BAB I PENDAHULUAN. Deksametason merupakan salah satu obat golongan glukokortikoid sintetik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deksametason merupakan salah satu obat golongan glukokortikoid sintetik dengan kerja lama. Deksametason (16 alpha methyl, 9 alpha fluoro-prednisolone) dihasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Antibodi pada Mukus Ikan. Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Antibodi pada Mukus Ikan. Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh 21 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Antibodi pada Mukus Ikan Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh tidak dapat disajikan pada laporan ini karena sampai saat ini masih dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI OLEH: TUTI NURAINI, SKp, M.Biomed. DASAR KEPERAWATAN DAN KEPERAWATAN DASAR PENDAHULUAN Asal kata bahasa latin: immunis: bebas dari beban kerja/ pajak, logos: ilmu Tahap perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci