4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Organ limfoid primer unggas terdiri dari timus dan bursa Fabricius sedangkan pada mamalia terdiri dari sumsum tulang. Limpa, limfonodus dan MALT (Mucosa-associated Lymphoid Tissue) termasuk dalam organ limfoid sekunder. Limfosit B mengalami pematangan di bursa Fabricius sedangkan limfosit T mengalami pendewasaan di timus. Limfosit dihasikan oleh organ limfoid primer segera memasuki peredaran darah lalu dikirim ke organ limfoid sekunder. Pada organ limfoid sekunder ini limfosit dijaga tetap hidup dan siap beradaptasi saat antigen datang (Elgert 2009). Beberapa faktor diyakini dapat menghambat dan menurunkan sistem kekebalan tubuh. Saat sistem ini turun maka tubuh akan mudah terserang penyakit. Salah satunya adalah stres. Menurut Shini (2010) stres (sering digunakan untuk menyebut stresor atau respon stres) merupakan suatu kondisi tubuh dalam merespon infeksi akut maupun kronis. Stresor adalah faktor yang menimbulkan respon tersebut. Respon stres adalah mekanisme yang kompleks, dan mekanisme ini mempengaruhi perilaku, psikologis, metabolisme, dan reaksi imunologis tubuh demi beradaptasi dan bertahan pada lingkungan. Stresor yang digunakan dalam penelitian ini adalah kortikosteroid. Ayam broiler diberikan kortikosteroid untuk mengetahui status respon imun selama pertumbuhan. 4.1 Perubahan Histopatologi pada Bursa Fabricius Akibat Pemberian Kortikosteroid Ukuran bursa Fabricius dapat dijadikan sebagai indikator umur hewan. Bursa berukuran besar menandakan umur hewan masih muda sedangkan bursa yang mengalami atropi menandakan hewan sudah dewasa. Pembentukan bursa Fabricius dipengaruhi oleh hormon seks steroid yang dihasilkan oleh gonad (Broughton 2003). Pengaruh kortikosteroid terhadap bursa Fabricius tidak dapat dibedakan antara kelompok kontrol dengan perlakuan secara patologi anatomi, sehingga dilakukan pengamatan secara histopatologi. Pengamatan histopatologi pada bursa Fabricius meliputi ukuran plika, jumlah folikel limfoid, dan limfosit.

2 Hasil uji statistik T-student terhadap perbandingan tinggi dan lebar plika bursa Fabricius dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan tinggi dan lebar plika bursa Fabricius (µm) antara kelompok kontrol (CC0) dengan perlakuan (CC2) (dalam luas x µm 2 ). Umur Tinggi Plika (µm) Lebar Plika (µm) Ayam (minggu) CC0 CC2 CC0 CC ± a ± a ± a ± b ± a ± b ± a ± b ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± b ± a ± a ± a ± a Keterangan: huruf superscript pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Hail uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0.05) antara tinggi plika kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan setelah diberikan kortikosteroid selama 3 minggu. Sedangkan penghitungan lebar plika terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pada umur 2, 3, dan 5 minggu. Kortikosteroid dapat menekan perkembangan bursa Fabricius, sehingga plika memendek. Plika bursa Fabricius pada kelompok yang diberikan kortikosteroid (CC2) dari umur 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu memiliki lebar yang lebih kecil daripada kelompok kontrol (CC0). Pada kelompok perlakuan (CC2) tampak lebar plika cenderung mengecil sejalan dengan waktu pemberian kortikosteroid. Namun tinggi plika kelompok perlakuan (CC2) pada umur 4 minggu lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (CC0) yang menunjukkan terdapat respon yang variatif. Variasi respon pada tinggi dan lebar plika dapat terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan ayam sehingga ayam tidak 100% seragam. Menurut Pastoret et al. (1998), faktor yang mempengaruhi perkembangan dan ukuran bursa Fabricius diantaranya genetik, agen infeksius, nutrisi, lingkungan, dan reseptor hormon. Bahan aktif dari Prednisone, yaitu steroid dapat mempengaruhi perkembangan tinggi dan lebar plika bursa Fabricius. Berdasarkan hasil penelitian, steroid dapat menyebabkan imunosupresi yang ditunjukkan dengan mengecilnya ukuran plika bursa Fabricius kecuali pada kelompok ayam umur 5 minggu. Kelompok ayam umur 5 minggu yang diberikan kortikosteroid memiliki

3 plika yang lebih pendek daripada kelompok kontrol. Hal ini dapat disebabkan faktor bobot badan yang tidak sama antar kelompok. Semakin besar bobot badan ayam maka semakin besar pula ukuran bursa Fabriciusnya. Selain itu faktor umur dapat mempengaruhi perkembangan bursa Fabricius. Bursa Fabricius pada ayam yang berumur 3 minggu mengalami perkembangan yang pesat, umur 4-8 bursa Fabricius dalam kondisi statis, dan umur ayam di atas 8 minggu perkembangannya menurun. Oleh karena itu, kortikosteroid tidak mempengaruhi tinggi plika bursa Fabricius. Penelitian yang dilakukan Glick pada tahun 1957 dalam Taylor dan McCorkle (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perkembangan bursa dengan level hormon. Pemberian baik kortikosteroid maupun hormon androgen dapat menyebabkan regresi bursa Fabricius. Parameter lain yang diamati adalah penghitungan jumlah folikel limfoid besar dan limfoid kecil bursa Fabricius. Withers et al. (2006) menyatakan terdapat dua macam folikel yang terbentuk, yakni folikel besar dan kolikel kecil setelah terjadi infeksi IBDV (Infectious Bursal Disease Virus) pada ayam muda. Folikel kecil memiliki batas korteks dan medula yang belum jelas sedangkan folikel besar berperan aktif dalam proliferasi limfosit B. Hasil uji satistik T-student terhadap jumlah folikel limfoid dapat dilihat pada Tabel 3 dan jumlah folikel keseluruhan pada bursa Fabricius dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3 Perbandingan jumlah folikel limfoid besar dan kecil bursa Fabricius kelompok kontrol (CC0) dengan perlakuan (CC2) (dalam satu plika). Umur Jumlah Folikel Besar Jumlah Folikel Kecil (minggu) CC0 CC2 CC0 CC ±6.81 a 11.67±5.52 a 11.67±6.67 a 18.70±10.37 b ±3.97 a 11.30±4.15 a 7.67±2.61 a 11.33±4.70 b ±4.5 a 9.53±3.31 a 12.00±4.29 a 19.10±7.87 b ±5.45 a 7.80±2.18 b 12.80±6.99 a 19.73±15.74 a ±5.29 a 9.00±2.73 b 14.73±8.71 a 12.73±7.38 a Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0.05) pada jumlah folikel limfoid besar kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pada umur 5 dan 6 minggu. Kelompok ayam umur 2 dan 6 minggu memiliki jumlah folikel limfoid besar yang lebih banyak daripada kelompok kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Graczyk (2003) bahwa imunisasi pada ayam

4 yang disertai pemberian hormon steroid mengakibatkan peningkatan berat bursa Fabricius sebesar 50%. Hormon steroid dan imunisasi tersebut dapat merangsang pembentukan folikel limfoid sekunder (folikel besar). Kelompok kontrol ayam umur 5 dan 6 minggu menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kelompok perlakuan. Namun jumlah folikel limfoid besar pada kelompok ayam umur tersebut lebih banyak daripada kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa kortikosteroid tidak memberikan pengaruh pada ayam umur 5 dan 6 minggu. Penghitungan jumlah folikel limfoid besar menunjukkan hasil yang berbeda dengan jumlah folikel limfoid kecil. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0.05) jumlah folikel limfoid kecil pada ayam kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan umur 2, 3, dan 4 minggu. Sedangkan ayam umur 5 dan 6 minggu tidak memiliki perbedaan nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuannya. Ayam umur 2, 3, dan 4 minggu kelompok perlakuan memiliki folikel limfoid kecil lebih banyak daripada kelompok perlakuan. Perkembangan folikel limfoid bursa Fabricius dimulai pada saat embrio memasuki umur 10 hari. Prekursor limfosit memasuki jaringan epitel lalu menembus membran yang kemudian akan berploriferasi di medula lalu memasuki korteks. Kumpulan prekursor limfosit tersebut membentuk folikel limfoid primer (kecil). Folikel limfoid ini akan terus tumbuh dan berkembang sampai ayam mencapai pertumbuhan optimum pada umur 7-13 minggu, yakni saat ayam mencapai dewasa kelamin (Klein dan Horejsi 1997). Jumlah folikel limfoid kecil kelompok kontrol yang lebih besar daripada kelompok perlakuan dapat mengindikasikan bahwa kortikosteroid tidak mempengaruhi jumlah folikel limfoid kecil pada ayam umur 2, 3, dan 4 minggu. Hal ini disebabkan pertumbuhan folikel limfoid saat umur tersebut dalam kondisi optimum. Folikel primer (kecil) akan terus berkembang menjadi folikel limfoid sekunder (besar) untuk respon imun humoral. Status respon imun humoral dapat diketahui melalui penghitungan jumlah folikel limfoid keseluruhan bursa Fabricius. Hasil uji statistik terhadap jumlah folikel limfoid keseluruhan bursa Fabricius dapat dilihat pada Tabel 5. Kelompok kontrol tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan (P>0.05) tetapi jumlah folikel keseluruhan kelompok perlakuan cenderung lebih banyak daripada kelompok kontrol.

5 Pemberian imunisasi (vaksin IBDV) saat umur ayam 11 hari menyebabkan timbulnya respon imun dari folikel limfoid primer yang semakin aktif untuk berubah menjadi folikel sekunder. Selain itu karena adanya pengaruh kortikosteroid yang dapat merangsang pembentukan folikel limfoid sekunder mengakibatkan jumlah folikel limfoid keseluruhan pada kelompok perlakuan lebih banyak daripada kelompok kontrol. Pemberian kortikosteroid pada ayam mengakibatkan peningkatan berat bursa Fabricius sebesar 50% (Graczyk 2003). Namun kelompok perlakuan (CC2) ayam umur 6 minggu jumlah folikel limfoid keseluruhan lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol (CC0) karena pada ayam umur ini secara alami perkembangannya mulai menurun (Taylor dan McCorkle 2009). Tabel 4 Perbandingan jumlah folikel limfoid keseluruhan bursa Fabricius antara kelompok kontrol (CC0) dengan perlakuan(cc2) (dalam satu plika). Umur (minggu) CC0 CC ±12.66 a 30.33±14.55 a ±5.10 a 22.60±6.35 a ±80 a 28.60±8.07 a ±11.10 a 27.50±14.53 a ±12.82 a 21.73±8.25 a Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Folikel limfoid primer ditemukan pada DOC namun folikel limfoid sekunder baru dapat dilihat pada ayam berumur 7 hari. Jumlah minimal folikel limfoid keseluruhan yang dapat ditemukan pada saat ayam baru menetas adalah 205±10.8 dan jumlah maksimal pada umur 17 minggu adalah 535±21.15 (Albogoghobeish 2003). Jumlah folikel limfoid keseluruhan pada bursa Fabricius dalam penelitian baik kelompok kontrol (CC0) maupun perlakuan (CC2) umur 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu berkisar folikel. Jumlah ini masih normal dalam perkembangan bursa Fabricius pada ayam umur 2. 3, 4, 5, dan 6 minggu. Gambar 7 menunjukkan bahwa pengaruh pemberian kortikosteroid terhadap panjang dan lebar plika pada kelompok kontrol (A) tidak terlalu terlihat perbedaannya dengan kelompok perlakuan (B) jika diamati pada pembesaran objektif 4x. Perbedaan bursa Fabricius secara histopatologi baru dapat terlihat pada pembesaran objektif 10x melalui penghitungan jumlah folikel limfoid

6 keseluruhan. Jumlah follikel limfoid keseluruhan kelompok perlakuan (D) cenderung lebih banyak daripada kelompok kontrol (C). Plika bursa yang diamati dengan perbesaran objektif 10x pada kelompok kontrol (C) menunjukkan jaringan muskularis yang lebih padat dibandingkan plika bursa kelompok perlakuan (D). Gambar histopatologi kelompok perlakuan (D) menunjukkan adanya edema atau akumulasi cairan pada jaringan interlobulernya sehingga membuat kepadatan jaringan intertisium bursa Fabricius berkurang. P P A B 0.5 mm FL FL E C Gambar 7 D Gambaran histopatologi bursa Fabricius umur 4 minggu perbesaran 4x pada kontrol (A) dan perlakuan (B) dengan pewarnaan HE dilakukan pengukuran panjang dan lebar plika (P). Perhitungan jumlah folikel limfoid (FL) pada kontrol (C) dan perlakuan (D) dilakukan dengan perbesaran 10x. Edema (E) tampak pada kelompok perlakuan. Parameter lain yang dapat diamati dari organ bursa Fabricius adalah jumlah limfosit. Limfosit B dihasilkan dan mengalami pematangan dalam folikel limfoid bursa Fabricius. Limfosit B berproliferasi di bagian korteks folikel limfoid. Limfosit B muda akan bermigrasi ke medula jika mendeteksi adanya antigen. Adanya antigen akan memicu pembentukan, pendewasaan limfosit B, dan

7 produksi imunoglobulin (Williams 2011). Menurut Cheville (2006), edema merupakan akumulasi cairan di jaringan intertisial. Edema disebabkan 2 mekanisme, yaitu meningkatnya tekanan hidrostatis dalam darah atau menurunnya tekanan osmotik koloid dalam plasma darah. Edema biasanya ditemukan pada peradangan yang disertai meningkatnya jumlah sel radang dan kerusakan jaringan. Edema akibat proses homeostasis tubuh tidak disertai sel-sel radang dan kerusakan jaringan. Glukokortikoid dalam tubuh menyebabkan ekstravasasi cairan ke jaringan intertisial, sedangkan mineralkortikoid menyebabkan retensi cairan. Akumulasi cairan atau edema dapat terjadi akibat kerja hormon tersebut. Hasil uji statistik T-student terhadap perbandingan jumlah limfosit bursa Fabricius kelompok kontrol (CC0) dan perlakuan (CC2) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perbandingan jumlah limfosit bursa Fabricius kelompok kontrol (CC0) dengan perlakuan (CC2) (dalam luas x µm 2 ). Umur (minggu) CC0 CC ± a ± a ± a ± b ± a ± b ± a ± b ± a ± b Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa jumlah limfosit bursa Fabricius kelompok kontrol berbeda nyata (P<0.05) dengan kelompok perlakuan saat ayam berumur 3, 4, 5, dan 6 minggu. Saat ayam umur 2 minggu kelompok kontrol tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan (P>0.05) namun kelompok kontrol tetap memiliki jumlah limfosit yang lebih banyak daripada kelompok perlakuan sama seperti ayam umur 3, 4, 5, dan 6 minggu. Limfosit B sangat dibutuhkan sebagai mekanisme pertahanan tubuh ayam usia muda karena ayam usia muda sangat rentan terhadap agen penyakit. Rendahnya jumlah limfosit B mengakibatkan antibodi tidak dapat diproduksi secara optimum. Steroid dapat menghambat perkembangan dan pendewasaan limfosit B (Male et al. 2006). Mekanisme penghambatan pembentukan dan fungsi limfosit B oleh kortikosteroid yakni dengan cara menghambat tahap awal pematangan limfosit B.

8 steroid juga dapat menghambat perlekatan interleukin pada limfosit B. Hal ini mengakibatkan limfosit B sulit menghasilkan antibodi (Roitt et al. 2001). Oleh karena itu kelompok ayam yang diberi kortikosteroid memiliki jumlah limfosit yang lebih sedikit daripada kelompok kontrol. Sekresi glukokortikoid akan mengakibatkan kematian limfosit. Lesio histopatologi akibat kematian limfosit tersebut akan berdampak pada bursa Fabricius. Bursa Fabricius akan mengalami imunosupresi sehingga limfosit dan folikel limfoid mengalami deplesi. Selain itu, efek stres dari glukokortikoid dapat menyebabkan atrofi organ limfoid. Kondisi imunosupresi tersebut membuat unggas mudah terpapar bakteri dan meningkatkan resiko kematian unggas (Hadipour et al. 2011). Gambaran histopatologi limfosit kelompok kontrol dan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. L L D L L A B Gambar 8 Gambaran histopatologi bursa Fabricius umur 4 minggu perbesaran 40x pada kontrol (A) dan perlakuan (B) dengan pewarnaan HE menunjukkan adanya deplesi (D) limfosit (L) pada organ yang diberi kortikosteroid. Gambar 7 menunjukkan kepadatan limfosit yang berbeda antara bursa Fabricius kelompok kontrol (CC0) dengan kelompok perlakuan (CC2). Limfosit bursa Fabricius kelompok kontrol (A) lebih padat daripada kelompok yang diberi kortikosteroid (B). Kortikosteroid menyebabkan deplesi pada limfosit bursa Fabricius. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan deplesi limfosit adalah pemberian steroid, penyakit akut dan kronis akibat paparan virus, bakteri, jamur, infeksi parasit, bahan-bahan kimia yang mengandung toksin, malnutrisi, hipovitaminosis A, dan stres akibat manajemen kandang yang tidak baik (Doneley 2010).

9 4.2 Perubahan Histopatologi pada Timus Akibat Pemberian Kortikosteroid Pengamatan luas timus termasuk medula dan korteks dilakukan untuk mengetahui efek imunosupresi dari kortikosteroid. Hasil uji statistik T-student terhadap perbandingan luas medula dan korteks timus pada kelompok kontrol (CC0) dan perlakuan (CC2) dapat dilihat pada Tabel 6. Luas medula pada ayam umur 2 minggu kelompok kontrol memiliki perbedaan nyata dengan kelompok perlakuan (P<0.05). Ayam kelompok kontrol memiliki medula yang lebih luas daripada kelompok perlakuan. Namun pada ayam umur 3, 4, 5, dan 6 minggu luas medula kelompok kontrol tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan. Secara umum medula kelompok perlakuan (CC2) lebih luas dibandingkan koelompok kontrol kecuali pada ayam umur 2 minggu. Tabel 6 Perbandingan luas medula dan korteks timus (µm2) kelompok kontrol (CC0) dengan perlakuan (CC2) (dalam luas x µm 2 ). Umur Luas Medula (x1000µm 2 ) Luas Korteks (x1000µm 2 ) (minggu) CC0 CC2 CC0 CC ± a ± b ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Menurut Dellman (2006), struktur medula hanya mengandung sedikit limfosit dan didominasi limfosit kecil sehingga warnanya lebih terang dibandingkan dengan korteks timus. Sedangkan korteks timus memiliki warna lebih gelap karena berisi banyak limfosit dan proses pematangan limfosit T terjadi di dalamnya. Pemberian kortikosteroid dapat menghambat pembentukan dan fungsi limfosit B. Limfosit B yang sedikit pada medula akan semakin sedikit jumlahnya karena pengaruh kortikosteroid dan mengakibatkan pengecilan area medula. Oleh karena itu pada kelompok ayam yang diberikan kortikosteroid khususnya umur 2 minggu medulanya lebih kecil daripada kontrol. Namun kortikosteroid tidak berpengaruh pada kelompok ayam 3, 4, 5, dan 6 minggu. Medula kelompok perlakuan lebih luas daripada kelompok kontrol.

10 Timus merupakan organ limfoid yang memiliki respon terbesar terhadap fluktuasi hormon. Reduksi limfosit akibat steroid pada bagian medula timus dapat menyebabkan sel-sel epitel menjadi tampak lebih jelas. Sel-sel epitel juga akan mengalami pertambahan jumlah dan ukuran. Namun hiperplasia tersebut harus dibedakan dengan neoplasia (Elmore 2006). Hal inilah yang menyebabkan ukuran medula pada timus kelompok perlakuan (CC2) lebih luas dibandingkan timus kelompok kontrol (CC0). Penghitungan luas korteks antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05). Saat ayam umur 2 minggu, kelompok kontrol memiliki korteks yang lebih luas daripada kelompok perlakuan. Namun saat ayam berumur 3, 4, 5, dan 6 minggu kelompok perlakuan memiliki korteks yang lebih luas daripada kelompok kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian kortikosteroid berpengaruh pada ayam umur 2 minggu yang menyebabkan korteks timus menjadi sempit namun tidak pada ayam umur 3, 4, 5, dan 6 minggu. Korteks kelompok perlakuan (CC2) memiliki luas yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol (CC0) disebabkan respon korteks yang besar terhadap hormon steroid. Elmore (2006) menyatakan reseptor hormon steroid pada korteks timus lebih banyak dibandingkan medula. Penyempitan korteks timus pada kelompok perlakuan (CC2) umur 2 minggu dapat berpengaruh terhadap jadwal vaksinasi yang diberikan pada hari ke- 11. Menurut Woodland dan Kohlmeier (2009), setelah timus merespon vaksin maka antigen spesifik sel T memori akan didistribusi ke perifer. Sel-sel tersebut akan menjadi pertahanan baris pertama terhadap infeksi sekunder patogen. Timus merupakan organ limfoid primer yang berperan sebagai tempat diferensiasi limfosit T. Setiap lobul timus memiliki bagian gelap yang disebut korteks dan bagian terang disebut medula. Korteks memproduksi limfosit secara kontinyu. Walaupun mengalami apoptosis dan difagositosis oleh makrofag, banyak yang bermigrasi ke medula lalu memasuki aliran darah melalui dinding pembuluh darah (Bloom dan Fawcett 2002). Hasil uji statistik T-student terhadap perbandingan luas timus pada kelompok kontrol (CC0) dengan kelompok perlakuan (CC2) dapat dilihat pada Tabel 7.

11 Tabel 7 Perbandingan luas timus (µm 2 ) kelompok kontrol (CC0) dengan perlakuan (CC2) (dalam luas x µm 2 ). Umur (minggu) Luas CC0 (µm 2 ) Luas CC2 (µm 2 ) ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a ± a Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Luas timus antara kontrol (CC0) dan kelompok perlakuan (CC2) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Kelompok kontrol ayam umur 2 minggu memiliki timus yang lebih luas daripada kelompok perlakuan (CC2). Namun pada umur 3, 4, 5, dan 6 minggu kelompok perlakuan (CC2) memiliki timus yang lebih luas daripada kelompok kontrol (CC0). Perkembangan timus secara umum pada unggas mencapai maksimum pada umur 16 minggu. Selama masa embrionik sampai sebelum pubertas, timus akan tumbuh dan berkembang dengan pesat (Schalm et al. 2000). Luas timus pada kelompok perlakuan (CC2) lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol pada umur 2 minggu. Timus merupakan organ limfoid yang paling peka terhadap steroid. Steroid menyebabkan penekanan terhadap timus sehingga dapat terjadi imunosupresi (Elmore 2006). Penekanan organ pada umur 2 minggu dapat memberikan pengaruh buruk pada pemberian vaksin yang dilakukan pada hari ke- 11 (memasuki umur 2 mimggu). Menurut (Zimmerman 2012), jika vaksin diberikan dalam kondisi hewan imunosupresi maka vaksin tidak akan mampu menstimuli tubuh untuk memproduksi antibodi. Hasilnya adalah tubuh akan rentan terhadap penyakit. Hal ini disebut kegagalan vaksin. Gambar histopatologi timus ayam dapat dilihat pada Gambar 9. Efek dari kortikosteroid pada timus dapat diamati dari jumlah dan perkembangan limfosit. Anderson dan Jenkinson (2008) menyatakan bahwa pada pertengahan tahun 1970an diketahui limfosit memiliki peran dalam respon imun. Limfosit diketahui memiliki sifat dan fungsi imunitas yang diproduksi pada organ yang berbeda-beda. Sel yang memiliki kemampuan memproduksi antibodi diantaranya diproduksi pada bursa Fabricius pada bangsa burung, sedangkan

12 timus merupakan kunci kekebalan yang berguna untuk menghasilkan limfosit dengan fungsi sitotoksik efektor. K M K A Gambar 9 M B Gambaran histopatologi timus umur 4 minggu perbesaran 4x dengan pewarnaan HE terhadap kontrol (A) dan perlakuan (B) menunjukkan luas korteks (K) dan medula (M). Menurut Lechner et al. (2001), perkembangan limfosit sangat dipengaruhi oleh faktor antigen. Limfosit muda atau yang belum dewasa merupakan subjek seleksi respon baik positif maupun negatif pada organ limfoid primer tergantung derajat reaktivitas tubuh terhadap antigen. Limfosit T dipilih dalam timus sedangkan sel B diproduksi oleh bursa Fabricius pada unggas. Glukokortikoid diketahui dapat menginduksi apoptosis pada timosit dan limfosit B yang belum dewasa. Jumlah limfosit pada organ timus dalam penelitian ini dihitung untuk mengetahui efek supresan dari stresor kortikosteroid terhadap kepadatan organ limfoid. Hasil uji statistik terhadap jumlah limfosit antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberi kortikosteroid dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perbandingan jumlah limfosit timus kelompok kontrol (CC0) dengan perlakuan (CC2) (dalam luas x µm 2 ). Umur (minggu) CC0 CC ± a ± b ± a ± b ± a ± b ± a ± b ± a ± b Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)

13 Hasil uji statistik menunjukkan bahwa jumlah limfosit pada timus kelompok kontrol memiliki perbedaan nyata (P<0.05) dengan kelompok yang diberi kortikosteroid. Jumlah limfosit timus yang diberi kortikosteroid (CC2) lebih sedikit daripada kelompok kontrol (CC0). Timus merupakan salah satu organ yang memiliki banyak reseptor glukokortikoid. Stres akibat induksi kortikosteroid dapat menstimulasi kejadian apoptosis pada timosit ayam. Sel-sel timosit yang masih muda lebih rentan terhadap induksi kortikosteroid daripada sel T yang sudah dewasa. Populasi sel timik akan mengalami reduksi setelah 12 jam diberikan kortikosteroid. Tidak hanya mengalami apoptosis namun kortikosteroid juga dapat mereduksi aktivitas mitosis. Hewan muda lebih sensitif terhadap paparan kortikosteroid (Franchini et al. 2004). Steroid dapat menghambat aktivasi dan proliferasi limfosit T. Penghambatan ini mengakibatkan limfosit T menjadi tidak responsif terhadap interleukin I sehingga sintesis interleukin II juga terhambat (Roitt et al. 2001). L L A Gambar 10 Gambaran histopatologi timus umur 4 minggu perbesaran 40x pada kontrol (A) dan perlakuan (B) dengan pewarnaan HE menunjukkan adanya deplesi (D) limfosit (L) pada organ yang diberi kortikosteroid. Gambar 10 menunjukkan bahwa limfosit pada timus kelompok kontrol (A) lebih banyak daripada kelompok yang diberi kortikosteroid (B). Limfosit yang terpapar stres akibat kortikosteroid akan mengalami apoptosis sehingga folikel limfoid timus akan mengalami deplesi. Kong et al. (2002) menyatakan hormon steroid memiliki efek anti inflamasi dan imunosupresi sehingga hormon ini banyak digunakan untuk penyakit autoimun, alergi, peradangan, dan tumor limfoid malignan. Namun steroid juga dikenal memiliki efek apoptosis terhadap B D

14 limfosit pada timus, baik pada mamalia maupun unggas. Steroid dalam dosis tinggi selain mengganggu timopoiesis, juga dapat menghambat suplai limfosit T ke perifer. Induksi stres steroid akan memengaruhi pembentukan limfosit T pada timus sehingga menyebabkan timus atropi. Penurunan level sel T pada timus akibat stres akan berdampak pada imunosupresi beberapa organ imun lainnya. Atropi timus dan teraktivasinya sel NKT (Natular Killer T) adalah akibat dari penyuntikkan glukokortikoid, namun tidak terlalu berdampak pada level granulosit (Sagiyama et al. 2004). 4.3 Perubahan Histopatologi pada Limpa Akibat Pemberian Kortikosteroid Limpa merupakan organ limfoid sekunder yang berperan dalam respon imun melawan antigen yang beredar secara sistemik dan bergantung pada timus (timus-dependent antigens). Perkembangan limfosit T pada limpa mencapai perkembangan terendah selama embriogenesis dan jumlah tertinggi setelah menetas (Careem et al. 2007). Limpa terlibat dalam respon kekebalan humoral maupun selular melalui perannya pada perbanyakan, pendewasaan, dan penyimpanan limfosit. Ekspresi gen pada limpa unggas umum digunakan sebagai indikator respon imun (Sanford et al. 2011). Parameter yang diamati adalah jumlah folikel limfoid limpa. Hasil uji statistik terhadap jumlah folikel limfoid limpa dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Perbandingan jumlah folikel limfoid (pulpa putih) limpa kelompok kontrol (CC0) dengan perlakuan (CC2) (dalam luas x µm 2 ). Umur (minggu) CC0 CC ±2.86 a 34.20±3.85 a ±3.50 a 31.00±3.29 b ±4.20 a 28.87±4.83 b ±2.69 a 16.07±3.57 b ±2.44 a 16.60±3.18 b Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Pemberian kortikosteroid dapat mempengaruhi jumlah folikel limfoid limpa. Hasil uji statistik T-student menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0.05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pada ayam umur 3, 4, 5, dan 6 minggu. Jumlah folikel limfoid atau pulpa putih pada limpa yang

15 diinduksi kortikosteroid (CC2) mengalami penurunan drastis pada umur 5 minggu. Namun ayam kelompok perlakuan (CC2) umur 2 minggu menunjukkan nilai tertinggi pada jumlah folikel limfoid, hal ini disebabkan pengaruh umur hewan terhadap respon stres. Hal ini sejalan dengan Guyton dan Hall (1996) yang menyatakan bahwa salah satu faktor pemicu stres adalah umur. Secara umum jumlah pulpa putih limpa yang terpapar kortikosteroid (CC2) masih lebih rendah jika dibandingkan limpa kontrol (CC0). Limpa merupakan organ limfoid sekunder yang memiliki peran penting terhadap fungsi kekebalan. Peran limpa diantaranya pendewasaan sel T, sel B, dan mengatur interaksi makrofag selama respon kekebalan berlangsung. Induksi kortikosteroid menyebabkan penurunan massa organ limfoid, khususnya limpa dan bursa Fabricius. Penurunan ini ditemukan pada 7 hari setelah ayam diinduksi oleh kortikosteroid. Penekanan massa organ limfoid limpa akibat kortikosteroid disertai dengan penurunan aktivitas sel-sel fagositik. Kortikosteroid dengan konsentrasi tinggi dapat menghambat aktivitas organ limfoid. Hal ini disertai penurunan kadar limfosit (respon sel T) dan titer antibodi IBDV (Infectious Bursal Disease Virus) sebagai respon humoral-perantara (Shini et al. 2010). Gambar histopatologi pulpa putih (folikel limfoid) limpa pada kelompok kontrol (CC0) dan perlakuan (CC2) disajikan pada Gambar 11. PM PM PP PP A B Gambar 11 Gambaran histopatologi limpa umur 4 minggu perbesaran 4x dengan pewarnaan HE pada kontrol (A) dan perlakuan (B) menunjukkan pulpa merah (PM) dan pulpa putih (PP) yang berisi limfosit. Kelompok limpa perlakuan (B) menunjukkan beberapa folikel limfoid (pulpa putih) tampak menyatu dan batas antara pulpa merah dan pulpa putih tidak

16 jelas. Sedangkan kelompok kontrol (A) menunjukkan batas antara folikel limfoid (pulpa putih) tampak jelas. Luzicova dan Epimova (2009) menyatakan glukokortikoid menyebabkan kematian sel pada folikel limfoid (pulpa putih) limpa. Namun limfosit pada pulpa merah kurang sensitif terhadap glukokortikoid jika dibandingkan dengan pulpa putih. Glukokortikoid mempengaruhi molekul protein pada limfosit, yaitu reseptor yang terdapat pada sitoplasma di luar membram mitokondria yang menstimulasi mekanisme apoptosis. Perbedaan sensitivitas reseptor glukokortikoid ini yang mempengaruhi struktur pulpa putih pada limpa. Limpa merupakan penyaring darah terbesar di tubuh. Organ ini berfungsi untuk menghilangkan eritrosit yang sudah tua. Fungsi ini dilakukan pada pulpa merah. Sedangkan daerah limfoid (pulpa putih) merupakan kompartemen limfosit T dan B yang mengelilingi cabang-cabang pembuluh darah arteri. Mekanisme kekebalan pada limpa diatur oleh kemokin yang menarik limfosit T dan B ke zona masing-masing sel. Hal ini yang membuat limpa memiliki baik respon humoral maupun seluler. Limfosit memasuki pulpa putih melalui zona marjinal (Mebius dan Kraal 2005). Pulpa putih merupakan indikator dalam penelitian ini untuk mengetahui status tanggap kebal ayam. Selain jumlah dan ukuran folikel limfoid (pulpa putih), jumlah limfosit dalam pulpa putih juga dihitung untuk mengetahui respon limpa terhadap kortikosteroid. Hasil uji statistik terhadap jumlah limfosit limpa kelompok kontrol (CC0) dan perlakuan (CC2) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perbandingan jumlah limfosit limpa kelompok kontrol (CC0) dengan perlakuan (CC2) (dalam luas x µm 2 ). Umur (minggu) CC0 CC ± a ± a ± a ±83.74 b ± a ±109.2 b ±79.26 a ± a ± a ± b Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Hasil yang diperoleh adalah terdapat beda nyata (P<0.05) pada jumlah limfosit limpa pada umur 3, 4 minggu dan 6 minggu. Secara umum jumlah

17 limfosit pada limpa yang terpapar kortikosteroid lebih rendah dibandingkan limpa kontrol. Hal ini menunjukkan steroid memberikan efek stres terhadap limpa. Ayam kelompok umur 5 minggu memiliki jumlah limfosit pada kelompok perlakuan (CC2) lebih banyak daripada kelompok kontrol (CC0). Namun hasil tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05). Induksi stres akibat hormon steroid dapat menyebabkan reduksi atau penurunan jumlah limfosit pada organ limpa sehingga dapat mempengaruhi sistem imun dalam tubuh (Wei et al. 2003). Stres kronis sering membuat sistem imun mengalami kondisi imunosupresi. Hal ini menyebabkan apoptosis pada limfosit. Kondisi ini dapat disebut juga limfositopenia. Reduksi limfosit diketahui dapat meningkatkan resiko kanker dan pertumbuhan serta perkembangan tumor (Shi et al. 2003). Struktur histopatologi limpa yang mengalami reduksi jumlah limfosit dapat dilihat pada Gambar 12. A L E B L D E Gambar 12 Gambaran histopatologi limpa umur 4 minggu perbesaran 40x dengan pewarnaan HE terhadap kontrol (A) dan perlakuan (B) menunjukkan deplesi (D) pada limfosit (L). Terlihat juga eritrosit (E) yang berinti. Folikel limfoid (pulpa putih) kontrol (A) menunjukkan kepadatan limfosit yang lebih tinggi dibandingkan pulpa putih perlakuan (B). Limfosit yang mengalami apoptosis akibat terpapar kortiksteroid menyebabkan deplesi pada folikel limfoid limpa. Apoptosis akibat glukokortikoid diinduksi oleh enzim caspase (Schlossmacher et al. 2011) (Imunosupresi yang terjadi pada limpa perlakuan dapat menyebabkan ayam mudah terserang penyakit. Limpa bekerja secara sistemik, jika terjadi reduksi sel-sel antibodi maka tubuh akan peka terhadap agen penyakit.

18 Salah satu efek buruk dari steroid yang menyerang sistem imun adalah menyebabkan leukosit mengalami deplesi. Stres akut dapat mempengaruhi perkembangan serta fungsi dari sel dendrit, netrofil, makrofag, dan limfosit yang berpengaruh terhadap sistem kekebalan humoral maupun seluler. Stres kronis akan menekan jumlah leukosit sehingga mengakibatkan imunosupresi (Dhabhar 2008). Prednisone merupakan kortikosteroid yang digunakan baik untuk manusia maupun hewan. Hewan yang umum mendapatkan anti-inflamasi berupa prednisone adalah kucing, anjing, dan kuda. Dalam penelitian ini Prednisone yang diberikan secara per oral kepada ayam broiler untuk melihat perubahan organ limfoidnya. Dosis yang diberikan merupakan dosis yang umum diberikan kepada manusia. Menurut Jamin (2011), dosis yang diberikan adalah 3 mg/kg BB per oral. Kortikosteroid berfungsi sebagai anti-inflamasi namun jika diberikan secara terus-menerus maka akan berdampak buruk. Kortikosteroid akan menekan sistem kekebalan tubuh sehingga akan membuat ayam lebih mudah terpapar agen penyakit. Kondisi ini disebut imunosupresi dan dapat dilihat dari perubahan histopatologi organ limfoid ayam broiler. Perubahan sangat signifikan dapat dilihat pada jumlah limfosit baik pada bursa Fabricius, timus, dan limpa. Pada jumlah limfosit organ yang diberi perlakuan (CC2) secara umum mengalami apoptosis sehingga kepadatan berkurang. Pengamatan histopatologi menunjukkan deplesi pada folikel limfoid akibat kematian limfosit. Deplesi diakibatkan mekanisme apoptosis yang melibatkan enzim caspase akibat reaksi dari ikatan reseptor dan glukokortikoid. Hal yang sama dialami oleh folikel limfoid limpa. Namun pengamatan pada jumlah folikel limfoid bursa Fabricius tidak menunjukkan efek imunosupresi dari kortikosteroid. Pengamatan yang dilakukan terhadap ukuran organ, yakni bursa Fabricius dan timus juga tidak terlalu menunjukkan pengaruh kortikosteroid secara signifikan. Beberapa organ yang terpapar kortikosteroid mengalami atrofi yang ditunjukkan plika bursa yang lebih pendek daripada kelompok kontrol (CC0). Folikel limfoid yang mengalami deplesi akan terisi oleh cairan sehingga

19 organ akan mengalami edema. Kondisi imunosupresi yang jelas dapat terlihat dan diamati adalah dari kepadatan limfosit bukan dari ukuran organ. Dengan melihat kecenderungan terjadi penurunan jumlah limfosit dan ukuran bursa Fabricius, limpa, serta luas korteks timus diperkirakan jika penggunaan diberikan atau dilakukan dalam jangka waktu panjang dapat mempengaruhi ukuran folikel limfoid. Namun karena sel imunokompeten yang penting adalah limfosit, maka penurunan jumlah limfosit sudah membeikan kerugian. Ayam akan menjadi rentan terhadap penyakit dan respon vaksinasi akan buruk. Kerugian akan terlihat lebih jelas pada ayam layer atau breeder dan ayam hias yang memiliki masa hidup lebih lama dibandingkan ayam broiler.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan histopatologi trakea Parameter yang diperiksa pada organ trakea adalah keutuhan silia, keutuhan epitel, jumlah sel goblet, dan sel radang. Pada lapisan mukosa, tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

MATURASI SEL LIMFOSIT

MATURASI SEL LIMFOSIT BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Panas Selama Pemeliharaan Salama 6 minggu pemeliharaan, ayam broiler diberi tambahan sumber penerangan dan panas berupa lampu bohlam berdaya 60 watt yang dipasang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus SISTEM LIMFOID Sistem limfoid mengumpulkan kelebihan cairan interstisial ke dalam kapiler limfe, mengangkut lemak yang diserap dari usus halus, dan berespons secara imunologis terhadap benda asing yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum jelas. Secara garis besar IBD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Imunisasi: Apa dan Mengapa? Imunisasi: Apa dan Mengapa? dr. Nurcholid Umam K, M.Sc, Sp.A Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Penyebab kematian pada anak di seluruh dunia Campak

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI OLEH: TUTI NURAINI, SKp, M.Biomed. DASAR KEPERAWATAN DAN KEPERAWATAN DASAR PENDAHULUAN Asal kata bahasa latin: immunis: bebas dari beban kerja/ pajak, logos: ilmu Tahap perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan Pemeriksaan diferensial leukosit ayam broiler dalam kelompok perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali selama penelitian berlangsung. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon

Lebih terperinci

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA Penyusun : 1. Tiara Fenny Santika (1500023251) 2. Weidia Candra Kirana (1500023253) 3. Ratih Lianadewi (1500023255) 4. Muna Marzuqoh (1500023259) 5. Luay

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ayam broiler (sumber: Purba 2011)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ayam broiler (sumber: Purba 2011) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis unggas yang memiliki laju pertumbuhan yang berbeda, pertambahan berat badan tiap minggu yang berbeda serta memiliki besar konsumsi pakan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

Ketebalan Korteks dan Medula

Ketebalan Korteks dan Medula HASIL DAN PEMBAaASAN Perubahan Histopatologi pada Organ Timus Hasil pengukuran ketebalan korteks dan medula timus pada tiap disajikan dalam bentuk diagram batang (Gambar ll), dan hasil uji statistiknya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Peningkatan respon imun dapat terjadi karena adanya infeksi maupun setelah imunisasi atau adanya gangguan sirkulasi maupun tumor. Selain itu peningkatan respon imun juga dipengaruhi

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Menjelaskan: Struktur Hewan Fungsi Hayati Hewan Energi dan Materi Kuliah Hewan 1 Homeostasis Koordinasi dan Pengendalian Kuliah Kontinuitas Kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang

Lebih terperinci

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Dasar-dasar Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Departemen Mikrobiologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Unair Pokok Bahasan Sejarah Imunologi Pendahuluan Imunologi Komponen Imunologi Respons Imun Imunogenetika

Lebih terperinci

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung BAB I PENDAHULUAN Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh.

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr Sistem Imun A. PENDAHULUAN Sistem imun adalah sistem yang membentuk kekebalan tubuh dengan menolak berbagai benda asing yang masuk ke tubuh. Fungsi sistem imun: 1) Pembentuk kekebalan tubuh. 2) Penolak

Lebih terperinci

Pertemuan XI: Struktur dan Fungsi Hayati Hewan. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

Pertemuan XI: Struktur dan Fungsi Hayati Hewan. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 Pertemuan XI: Struktur dan Fungsi Hayati Hewan Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Menjelaskan: Struktur Hewan Fungsi Hayati Hewan Energi

Lebih terperinci

PATOLOGI SERANGGA (BI5225)

PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 1 PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 3. Mekanisme Pertahanan Tubuh dan Imun pada Manusia PENDAHULUAN Perubahan lingkungan (suhu, suplai makanan), luka, serangan Sistem pertahanan : imuniti (Immunity) Immunity

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang bermanfaat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu pengobatan beberapa penyakit, antara lain kanker, tumor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Bursal Disease Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990). Infectious Bursal Disease pertama

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci