BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
|
|
- Veronika Oesman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh digiling untuk mendapatkan serbuk simplisia. Hal ini dilakukan untuk memperluas tempat kontak simplisia dengan pelarut pada saat ekstraksi. Karakterisasi simplisia dilakukan untuk menjamin mutu simplisia. Kadar air simplisia pegagan adalah 7,21% sedangkan kadar air simplisia beluntas adalah 8,90%. Kadar air simplisia pegagan dan beluntas kurang dari 10%, hal ini menunjukkan bahwa kedua simplisia yang digunakan masih memenuhi persyaratan dalam Materia Medika Indonesia. Kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol untuk simplisia pegagan adalah 8,28% dan 6,75% sedangkan kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol untuk simplisia beluntas adalah 12,56% dan 6,72%. Kadar sari larut ini menunjukkan jumlah bahan aktif yang terekstraksi pada masing-masing pelarut. Semakin tinggi kadar sari larut artinya semakin banyak bahan aktif yang tertarik pada proses ekstraksi. Hal ini dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi. si dilakukan terhadap serbuk simplisia menggunakan cara panas yaitu dengan metode refluks menggunakan air sebagai pelarut. Cara panas digunakan agar sesuai dengan penggunaan di masyarakat yaitu dengan cara digodog/direbus. Rendemen ekstrak pegagan yang diperoleh adalah 10,97% dan ekstrak beluntas sebanyak 15,84%. Rendemen ekstrak yang diperoleh digunakan untuk perhitungan dosis yang disesuaikan dengan penggunaan tumbuhan uji di masyarakat. Karakterisasi ekstrak dilakukan untuk melihat mutu ekstrak yang diperoleh. Karakterisasi ekstrak yang dilakukan adalah penetapan kadar air ekstrak dan penapisan fitokimia. Kadar air ekstrak ditentukan karena akan mempengaruhi jumlah bahan aktif yang masuk ke dalam tubuh. Semakin tinggi kadar air ekstrak maka jumlah bahan aktif yang masuk ke dalam tubuh akan semakin sedikit, dan begitu pula sebaliknya. Hasil karakterisasi ekstrak dan simplisia pegagan dan beluntas dapat dilihat pada Tabel
2 19 Tabel 4.1 Karakterisasi Fitokimia Simplisia dan Jenis karakteristika Simplisia Simplisia Organoleptika : Bentuk serbuk serbuk serbuk serbuk Warna hijau muda coklat tua hijau tua coklat muda Bau tajam tajam tajam tajam Rasa pahit pahit pahit pahit Kadar air (% v/v) 7,21 7,9 8,90 3,89 Kadar sari larut air (% b/b) 8,28 X 12,56 X Kadar sari larut etanol (% b/b) 6,75 X 6,72 X Golongan senyawa yang diperiksa : Alkaloid Flavonoid Saponin Kuinon Tanin Steroid Triterpenoid Keterangan : + = mengandung golongan senyawa yang diperiksa - = tidak mengandung golongan senyawa yang diperiksa X = tidak dilakukan Pada uji terhadap respon imun non spesifik, dilakukan uji bersihan karbon untuk menilai aktivitas sel-sel retikuloendotelial dalam tubuh. Kadar karbon dalam dalah menurun seiring dengan bertambahnya waktu karena adanya eliminasi tersebut. Kadar karbon dalam darah pada waktu tertentu setelah penyuntikan karbon dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Kadar Karbon dalam Darah Pada Uji Bersihan Karbon Dosis %T Kelompok (mg/kg Uji T0 T4 T8 T12 T16 T20 bb) Kontrol 0 40,22±2,83 61,65±6,63 56,90±3,78 49,78±11,60 47,76±7,61 47,18±6,83 37,5 33,48±1,89 65,66±14,50 60,36±7,19 49,52±6,91 46,95±8,93 45,90±5, ,98±1,85 63,91±8,65 58,32±7,90 51,38±5,18 47,05±6,44 44,48±6, ,20±3,62 65,92±5,84 52,71±8,90 46,52±6,53 41,82±6,44 37,33±6,37 37,5 36,62±2,93 46,53±2,25 42,77±7,05 41,64±4,27 43,80±3,19 39,32±6, ,86±1,05 59,22±13,97 61,86±8,23 54,11±9,39 52,25±8,91 46,80±3, ,03±1,49 55,68±12,74 47,02±8,19 42,00±6,82 38,60±7,71 38,10±2,77 Zymosan A 10 33,47±1,49 55,87±8,12 55,70±11,10 52,80±8,48 48,47±8,99 42,58±9,38
3 20 Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penurunan kadar karbon dalam darah paling besar diberikan oleh ekstrak pegagan dosis 150 mg/kg bb. Kecepatan eliminasi karbon diperoleh dari dari kemiringan garis regresi linear dari grafik 100-%T terhadap waktu. Kecepatan eliminasi karbon dapat diolah lebih lanjut untuk memperoleh parameter lain yaitu indeks fagositik (k). Indeks fagositik diperoleh dengan cara membandingkan kecepatan eliminasi kelompok ekstrak dan pembanding dengan kecepatan eliminasi kelompok kontrol. Aktifitas imunostimulan dapat diklasifikasikan berdasarkan indeks fagositiknya. Seperti terlihat pada Tabel 4.3, kelompok yang memiliki indeks fagositik paling besar adalah kelompok ekstrak pegagan dosis 150 mg/kg bb. Menurut Wagner (1989), nilai k kurang dari 1 tidak menunjukkan adanya efek imunostimulasi, nilai k antara 1-1,5 menunjukkan efek imunostimulasi sedang, dan k lebih dari 1,5 menunjukkan efek imunostimulasi kuat. Berdasarkan klasifikasi efek imunostimulasi di atas, maka ekstrak pegagan dosis 37,5 dan 75 mg/kg bb dan ekstrak beluntas dosis 50 mg/kg bb dapat dinyatakan berkhasiat imunostimulasi sedang, sedangkan ekstrak pegagan dosis 150 mg/kg bb berkhasiat imunostimulasi paling kuat dengan indeks fagositik 1,78. Tabel 4.3 Indeks Fagositik pada Uji Bersihan Karbon Kelompok Dosis Kecepatan Indeks Klasifikasi efek uji (mg/kg bb) eliminasi (K) fagositik (k) imunostimulasi Kontrol 0-0, ,5-1,29 1,35 Imunostimulasi sedang 75-1,25 1,26 Imunostimulasi sedang 150-1,70 1,78 Imunostimulasi kuat 37,5-0,41 0,43 Tidak Berefek 75-0,92 0,97 Tidak Berefek 150-1,22 1,28 Imunostimulasi sedang Zymosan A 10-1,09 1,14 Imunostimulasi sedang Indeks organ juga dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk menilai pengaruh ekstrak terhadap respon imun non-spesifik mencit. Timus merupakan organ limfoid primer yang berperan dalam proliferasi sel-sel imun. Hati, walaupun bukan termasuk organ limfoid, sangat berperan dalam sistem imun karena banyak mengandung makrofag terfiksasi yaitu sel Kupffer. Peningkatan bobot ketiga organ tersebut dapat menggambarkan adanya peningkatan proliferasi sel-sel imun atau jumlah sel imun yang
4 21 ada di organ tersebut. Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa indeks hati kelompok mencit yang diberi ekstrak pegagan dosis 150 mg/kg bb dan ekstrak beluntas dengan dosis 75 dan 150 mg/kg bb lebih tinggi dan bermakna (p<0,05) dibanding terhadap kelompok kontrol. Hasil serupa terlihat pada indeks hati kelompok Zymosan A (pembanding). Hal ini menunjukkan bahwa Zymosan A dan kedua ekstrak dapat meningkatkan proliferasi sel Kupffer di hati. Indeks limpa ekstrak pegagan dosis 37,5 dan 75 mg/ kg bb menunjukkan hasil yang lebih rendah dan bermakna dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Indeks limpa kelompok Zymosan A lebih tinggi dan bermakna (p<0,05) dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Seperti pada indeks hati, Zymosan A memiliki aktifitas untuk meningkatkan proliferasi sel imun di limpa. Indeks timus kelompok yang diberi ekstrak pegagan 75 dan 150 mg /kg bb dan ekstrak beluntas 37,5 dan 75 mg/ kg bb juga besar dan bermakna dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Indeks timus kelompok Zymosan A juga lebih tinggi dari kelompok kontrol tetapi tidak bermakna secara statistika. Besarnya indeks timus mencit pada kelompok yang diberi ekstrak diduga karena adanya stimulasi proliferasi sel-sel sistem imun di timus oleh ekstrak tersebut. Tabel 4.4 Indeks Organ Setelah Pemberian Uji Kelompok Dosis Indeks organ (%) uji (mg/kg bb) Hati Limpa Timus Kontrol 0 4,58 ± 0,29 0,41 ± 0,05 0,15 ± 0,02 37,5 5,06 ± 0,96 0,28 ± 0,03 a 0,16 ± 0, ,22 ± ,33 ± 0,03 a 0,21 ± 0,03 a 150 6,04 ± 0,43 a 0,45 ± 0,08 0,20 ± 0,01 a 37,5 4,85 ± 0,46 0,41 ± 0,05 0,21 ± 0,01 a 75 5,75 ± 0,53 a 0,46 ± 0,12 0,23 ± 0,03 a 150 5,76 ± 0,86 a 0,37 ± 0,04 0,17 ± 0,03 Zymosan A 10 5,49 ± 0,78 a 0,58 ± 0.12 a 0,19 ± 0,02 Keterangan : a = p<0,05 dibandingkan terhadap kontrol Selain uji bersihan karbon dan indeks organ, pada penelitian ini juga dilakukan uji untuk menilai aktivitas fagositosis PBMC dengan menggunakan sel ragi sebagai model bahan asing. Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai absorbansi kelompok mencit yang diberi tetapi pada kelompok mencit yang diberi ekstrak pegagan dan beluntas nilai absorbansinya lebih tinggi dari kelompok kontrol tetapi tidak bermakna secara statistika. Hal ini
5 22 menunjukkan bahwa kedua ekstrak pada dosis uji tidak meningkatkan aktivitas fagositosis PBMC dalam mengeliminasi sel ragi karena peningkatan absorbansi menunjukkan peningkatan eliminasi sel ragi oleh PBMC. Nilai absorbansi kelompok mencit yang diberi Zymosan A lebih tinggi dan bermakna dibandingkan terhadap kelompok kontrol (p<0,05), sehingga Zymosan A dapat meningkatkan aktivitas fagositosis PBMC terhadap sel ragi. Tabel 4.5 Nilai Absorbansi pada Uji Aktivitas Fagositik PBMC terhadap Sel Ragi Kelompok uji Dosis (mg/kg bb) Absorbansi Kontrol 0 0,31 ± 0,07 37,5 0,35 ± 0, ,41 ± 0, ,42 ± 0,07 37,5 0,23 ± 0, ,42 ± 0, ,40 ± 0,07 Zymosan A 10 0,56 ± 0,15 a Keterangan : a = p<0,05 dibandingkan terhadap kontrol Jika dibandingkan dengan uji bersihan karbon, uji aktivitas fagositosis dengan menggunakan sel ragi memberikan hasil yang berbeda. Perbedaan tersebut diantaranya disebabkan oleh sel-sel fagosit yang terlibat dan model bahan asing yang digunakan. Pada uji bersihan karbon, partikel karbon banyak dieliminasi di organ sistem retikuloendotelial antara lain hati dan limpa, sehingga lebih menggambarkan aktivitas sel-sel retikuloendotelial. Sedangkan, pada uji aktivitas menggunakan sel ragi, sel-sel yang terlibat adalah PBMC (Peripheral Blood Monocyte Cell). Pada uji bersihan karbon, partikel asing yang digunakan adalah partikel karbon yang tentu saja memiliki sifat dan ukuran yang berbeda dibandingkan dengan sel ragi. Selain itu, uji bersihan karbon merupakan uji in vivo sedangkan uji menggunakan sel ragi merupakan uji ex vivo sehingga lebih banyak faktor dari luar yang mempengaruhi. Pada uji bersihan karbon, partikel karbon yang disuntikkan sebagian besar dieliminasi oleh makrofag di hati dan di organ lain pada sistem retikuloendotelial. Hal ini dapat terlihat dengan adanya akumulasi partikel karbon pada organ-organ tersebut (Roit, 1989). Sedangkan pada uji menggunakan sel ragi, eliminasi dilakukan oleh sel-sel fagosit berupa PBMC di aliran darah sehingga metode ini lebih menggambarkan aktivitas fagositosis PBMC.
6 23 Nitrit oksida merupakan salah satu senyawa toksik yang disekresikan oleh makrofag untuk mengeliminasi patogen intraselular. Adanya peningkatan kadar nitrit oksida oleh makrofag diduga dapat meningkatkan eliminasi patogen intraselular oleh makrofag. Peningkatan absorbansi sebanding dengan konsentrasi nitrit oksida yang dihasilkan. Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa kelompok mencit yang diberi ekstrak pegagan dosis 75 mg/kg bb dan ekstrak beluntas dosis 150 mg/kg bb, terlihat adanya peningkatan nilai absorbansi nitrit oksida tetapi tidak bermakna secara statistika, begitu pula pada kelompok mencit yang diberi Zymosan A. Dari penelitian ini belum dapat dipastikan bahwa ekstrak pegagan dan beluntas dapat meningkatkan produksi nitrit oksida oleh makrofag. Hasil yang diperoleh pada penetapan kadar nitrit oksida yang dihasilkan oleh makrofag tidak sesuai dengan hasil uji bersihan karbon dan uji aktivitas fagositosis PBMC terhadap sel ragi. Hal ini mungkin terjadi karena makrofag dapat pula mengeliminasi bahan asing dengan memproduksi senyawa toksik lain selain nitrit oksida, seperti hidrogen peroksida. Tabel 4.6 Nilai Absorbansi Pengukuran Nitrit Oksida Kelompok uji Dosis (mg/kg bb) Absorbansi Kontrol 0 0,21 ± 0,03 37,5 0,16 ± 0, ,23 ± 0, ,19 ± 0,02 37,5 0,18 ± 0, ,20 ± 0, ,26 ± 0,11 Zymosan A 10 0,25 ± 0,10 Keterangan : a = p<0,05 dibandingkan terhadap kontrol Selain pengujian efek terhadap respon imun non spesifik, dilakukan pula pengujian terhadap respon imun spesifik mencit. Pengujian ini meliputi penentuan titer antibodi total sebagai respon imun humoral dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat sebagai respon imun selular. Pada penetapan titer antibodi total, kelompok mencit yang diberi ekstrak dan Zymosan A menunjukkan adanya titer antibodi primer yang lebih besar dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Titer antibodi terbesar diberikan oleh kelompok Zymosan A dan mencit
7 24 yang diberi ekstrak pegagan dosis 75 dan 150 mg/kg bb dan ekstrak beluntas dosis 150 mg/kg bb. Peningkatan titer antibodi primer dapat disebabkan karena adanya peningkatan aktivitas sel Th yang menstimulasi sel B untuk pembentukan antibodi dan peningkatan aktivitas sel B dalam pembentukkan antibodi. Pada titer antibodi sekunder, semua kelompok ekstrak dan Zymosan A menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi jika dibandingkan dengan titer antibodi primernya, tetapi tidak lebih tinggi dari kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa Zymosan A maupun ekstrak pegagan tidak dapat meningkatkan aktivitas sel B memori pada proses pembentukkan antibodi. Titer antibodi total mencit dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Titer Antibodi Total Mencit pada Uji Efek terhadap Respon Imun Spesifik Kelompok Dosis (mg/kg bb) Titer antibodi uji Primer Sekunder Kontrol 0 1 : 16 1 : ,5 1 : 32 1 : : : : : ,5 1 : 64 1 : : 64 1 : : : 128 Zymosan A 10 1 : : 256 Reaksi Hipersensitivitas tipe lambat melibatkan aktifitas sel Th. Meningkatnya aktifitas sel Th meningkatkan pula aktivitas makrofag sehingga dapat meningkatkan reaksi inflamasi yang pada pengujian ini ditandai dengan kebengkakan di telapak kaki di sekitar tempat penyuntikkan antigen (Roit, 1989). Dari Tabel 4.8, dapat dilihat bahwa kelompok yang diberi ekstrak pegagan dan beluntas dosis 37,5 mg/kg bb menunjukkan kenaikan tebal kaki yang lebih tinggi dan bermakna dengan kelompok kontrol (p<0,05) dan kelompok mencit yang diberi Zymosan A menunjukkan kenaikan tebal kaki yang lebih tinggi dibandingkan terhadap kelompok kontrol tetapi tidak bermakna secara statistika (p<0,05). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas sel Th pada kelompok mencit yang diberi ekstrak pegagan dan beluntas dosis 37,5 mg/kg bb yang menunjukkan adanya peningkatan respon imun selular. Baik ekstrak pegagan maupun ekstrak beluntas menunjukkan penurunan persen perubahan tebal kaki seiring dengan peningkatan dosis.
8 25 Tabel 4. 8 Perubahan Tebal Kaki Mencit Kelompok Dosis % Perubahan tebal kaki Uji (mg/kg bb) T24 T48 Kontrol 0 23,76 ± 5,81 23,84 ± 7,42 37,5 49,84 ± 7,95 a 25,39 ± 9, ,58 ± 11,87 12,21 ± 6, ,37 ± 6,39 14,02 ± 2,89 37,5 41,92 ± 10,55 a 22,28 ± 8, ,74 ± 9,64 11,52 ± 4,54 a ,14 ± 7,15 20,96 ± 12,16 Zymosan A 10 31,17 ± 7,73 28,39 ± 7,82 Keterangan : a = p<0,05 dibandingkan terhadap kontrol Dengan adanya peningkatan respon imun selular pada mencit yang diberi ekstrak pegagan dan beluntas dosis 37,5 mg/kg bb diduga bahwa kedua ekstrak pada dosis tersebut memiliki kemampuan untuk mengeliminasi patogen intraselular seperti Mycobacterium tuberculosis.
AINUN RISKA FATMASARI
AINUN RISKA FATMASARI 10703043 EFEK IMUNOSTIMULASI EKSTRAK AIR HERBA PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA URB) DAN DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA LESS) PADA MENCIT SWISS WEBSTER BETINA PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat 3.2 Bahan 3.3 Hewan Uji 3.4 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Uji Pemeriksaan Organoleptika
BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Sentrifuga (Shanghai Centrifuge), lempeng sumur mikro, jangka sorong, seperangkat alat bedah, ph meter (Beckman), spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak (Thermo Multiscan EX
Lebih terperinciBAB 3 PERCOBAAN Bahan, alat, dan hewan percobaan Bahan Alat Hewan uji 3.2 Penyiapan Ekstrak Petiveria alliacea
BAB 3 PERCOBAAN 3. 1. Bahan, alat, dan hewan percobaan 3.1.1 Bahan Zymosan A, LPS, larutan NaCl steril, gelatin, tinta cina Pelikan, asam asetat 0,1%, medium tioglikolat, larutan Hank s (ph 7,2-7,4), etanol
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan dengan adanya sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Pada saat fungsi dan jumlah sel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan
Lebih terperinciABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
16 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Ekstrak buah mahkota dewa digunakan karena latar belakang penggunaan tradisionalnya dalam mengobati penyakit rematik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah
BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 5 1.1. Tanaman Kayu Manis... 5 1.1.1. Klasifikasi
Lebih terperinciDAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id
DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 5 1.1. Klasifikasi Tanaman...
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung menyatakan bahwa tanaman yang digunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk
Lebih terperinciLampiran 1. Surat Ethical clearance
Lampiran 1. Surat Ethical clearance 41 Lampiran 2. Surat identifikasi tumbuhan 42 Lampiran 3. Karakteristik tumbuhan mahkota dewa Gambar : Tumbuhan mahkota dewa Gambar : Daun mahkota dewa 43 Lampiran 3
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)
BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium
49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Allium shoenoprasum L. yang telah dinyatakan berdasarkan hasil determinasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENGUJIAN KHASIAT PRODUK
LAPORAN AKHIR PENGUJIAN KHASIAT PRODUK SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG JULI 2011 LAPORAN AKHIR PENGUJIAN KHASIAT PRODUK Dr. Kusnandar Anggadireja & Pratiwi Wikaningtyas, S. Si., M. Si. Produk
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemeriksaan Tumbuhan 5.1.1. Determinasi Tumbuhan Determinasi tumbuhan dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas dari tumbuhan biji bunga matahari (Helianthus annusl.).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian
3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Determinasi Bahan Deteminasi dilakukan untuk memastikan kebenaran dari bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.). Determinasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tanaman-tanaman yang diteliti adalah Ricinus communis L. (jarak) dan Eclipta prostrata (L.) L. (urang-aring). Pada awal penelitian dilakukan pengumpulan bahan tanaman,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. (analisis variansi) dan Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu penyiapan sampel, skrining simplisia, karakterisasi simplisia, penyiapan hewan percobaan dan pengujian
Lebih terperinciRicha Yuswantina, Agitya Resti Erwiyani, Prihati.
THE IMUNOMODULATOR EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF BREADFRUIT LEAVES (Artocarpus altilis (Park) Fosberg) TOWARD NON SPESIFIC IMMUNE RESPONSE ON MALE MICE BALB/C STRAIN Richa Yuswantina, Agitya Resti Erwiyani,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi pengumpulan bahan, pengolahan bahan, penyiapan hewan percobaan (mencit), penyiapan bahan uji dan pengujian efek imunomodulator
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia banyak mengandung berbagai jenis patogen, misalnya bakteri, virus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 4 1.1 Padi... 4 1.1.1 Klasifikasi... 4 1.1.2
Lebih terperinciEfek Imunomodulator Polisakarida Rimpang Temu Putih [Curcuma zedoaria(christm.) Roscoe)]
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, September 2014, hlm. 273-278 ISSN 1693-1831 Vol. 12, No. 2 Efek Imunomodulator Polisakarida Rimpang Temu Putih [Curcuma zedoaria(christm.) Roscoe)] Immunomodulatory Effect
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Seiring dengan peningkatan tuntutan atas jaminan kualitas, keamanan, dan khasiat obat bahan alam, produksi industri obat tradisional telah bergeser dari bentuk sediaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,
Lebih terperinciBAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Sistem Imun Secara umum, pertahanan tubuh diperantarai oleh sistem imun bawaan dan sistem imun dapatan. Sistem imun bawaan merupakan sistem imun yang dibawa sejak lahir, sedangkan
Lebih terperinciABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 5 1.1. Keji Beling... 5
Lebih terperinciulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.
Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak ratusan tahun yang lalu, nenek moyang kita telah memanfaatkan tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang sekarang ada. Merebaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau
Lebih terperinciPengaruh Cara Pengeringan dan Teknik Ekstraksi Terhadap Kualitas Simplisia dan Ekstrak Meniran
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 24 ISBN 8-2-3-- halaman -3 Pengaruh Cara Pengeringan dan Teknik Ekstraksi Terhadap Kualitas Simplisia dan Ekstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang kompleks dan berlapis-lapis dalam menghadapi invasi patogen yang masuk seperti bakteri, jamur, virus
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Identifikasi Tanaman Identifikasi/determinasi dari bagian-bagian batang, daun, buah yang dilakukan oleh Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI menyatakan tanaman ini memiliki
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan
Lebih terperinciLampiran 2. Gambar Hasil Makroskopik. Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar Hasil Makroskopik Gambar tumbuhan jengkol Gambar buah jengkol Keterangan : A = kulit jengkol B = biji jengkol Lampiran 2. (Lanjutan) Gambar biji jengkol tua Gambar simplisia biji jengkol
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji
Lebih terperincimenurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,
Lebih terperinciLampiran 1. Hasil identifikasi rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus
Lampiran 1. Hasil identifikasi rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Gambar rumput laut dan serbuk simplisia Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Rumput laut segar Gracilaria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan melihat gejala klinis berupa demam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Doksorubisin adalah senyawa golongan antrasiklin bersifat sitotoksik hasil isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan secara luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini menandai kesadaran untuk
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1
Lebih terperinciAKTIVITAS IMUNOMODULATOR FRAKSI ETIL ASETAT DAUN SOM JAWA (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) TERHADAP RESPON IMUN NON SPESIFIK
AKTIVITAS IMUNOMODULATOR FRAKSI ETIL ASETAT DAUN SOM JAWA (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) TERHADAP RESPON IMUN NON SPESIFIK Ika Puspitaningrum 1), Lia Kusmita 1), Yuvianti Dwi Franyoto 1) 1) Sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme tubuh, termasuk dalam mekanisme keseimbangan kadar glukosa darah yang berperan penting dalam aktifitas
Lebih terperinciLAMPIRAN A SURAT DETERMINASI TANAMAN PUTRI MALU
LAMPIRAN A SURAT DETERMINASI TANAMAN PUTRI MALU 69 LAMPIRAN B SERTIFIKAT HEWAN COBA 70 LAMPIRAN C SERTIFIKAT KODE ETIK 71 LAMPIRAN D DASAR PENGGUNAAN DOSIS Dalam penelitian ini penggunaan dosis ditingkatkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi terjadi di dalam tubuh dimediasi oleh berbagai macam mekanisme molekular. Salah satunya yang sangat popular adalah karena produksi nitrit oksida (NO) yang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta
Lebih terperinciSISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)
SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan
Lebih terperinciBAB IV PROSEDUR KERJA
BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah
Lebih terperinciSISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII
SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang bermanfaat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu pengobatan beberapa penyakit, antara lain kanker, tumor,
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah (Dewoto, 2007). dengan demikian dapat menghentikan perdarahan (Tan, 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hemostatis merupakan proses penghentian perdarahan secara spontan pada pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah (Dewoto, 2007). Hemostatika adalah produk
Lebih terperinciLAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 2. Tumbuhan pepaya jantan a. Tumbuhan pepaya jantan b. Bunga pepaya jantan c. Simplisia bunga pepaya jantan Lampiran 3. Perhitungan hasil pemeriksaan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu penyiapan sampel, skrining simplisia, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, penyiapan hewan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan
Lebih terperinciA : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)
Lampiran 1 A Gambar 1. Tanaman ceplukan dan daun ceplukan B Keterangan A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) B : Daun ceplukan Lampiran 1 (Lanjutan) A B Gambar 2. Simplisia dan serbuk simplisia Keterangan
Lebih terperinciCATATAN SINGKAT IMUNOLOGI
CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan kesehatan, namun penggunaan obat tradisional tetap mendapat tempat yang penting bahkan terus berkembang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
Lebih terperinciFISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed
FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia. Salah satu penyakit yang sering dialami adalah diare. Penyakit diare merupakan masalah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan kandungan kimia ekstrak dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat di dalam ekstrak. Hasil pemeriksaan kandungan kimia ekstrak air bawang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bijinya untuk asma, bronkitis, kusta, tuberkulosis, luka, sakit perut, diare, disentri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tumbuhan obat sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tumbuhan obat berdasarkan
Lebih terperinciLampiran 1 Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan
Lampiran 1 Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan 48 Lampiran 2 Hasil determinasi tumbuhan daun Lidah mertua (Sansevieria trifasciata var.laurentii) 49 Lampiran3 Gambar hasil makroskopik Daun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Mahkota Dewa Mahkota dewa merupakan tanaman asli Indonesia tepatnya Papua dan secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada ketinggian
Lebih terperinciLampiran 1. Surat keterangan sampel
Lampiran 1. Surat keterangan sampel 44 Lampiran 2. Hasil identifikasi tumbuhan 45 Lampiran 3. Gambar Tumbuhan Temu Giring Tumbuhan Temu Giring 46 Lampiran 3. (lanjutan) Rimpang Temu Giring 47 Lampiran
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan
Lebih terperinciLampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Lampiran 2. Gambar tumbuhan daun bangun-bangun a) Tumbuhan bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan
4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit
Lebih terperinci