HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Panas Selama Pemeliharaan Salama 6 minggu pemeliharaan, ayam broiler diberi tambahan sumber penerangan dan panas berupa lampu bohlam berdaya 60 watt yang dipasang sepanjang hari (24 jam) pada masing-masing kandang serta pemanas (brooder) berbahan bakar batu bara sebanyak 10 buah yang dipasang sesuai dengan keadaan suhu kandang yang mendukung cekaman panas. Hai ini bertujuan untuk menghasilkan suhu panas yang lebih ekstrim dari pada suhu normal. Cekaman panas yang didapat selain berasal dari lampu yang menyala selama 24 jam dan pemanas berbahan bakar batu bara juga dikarenakan tirai penutup kandang berupa plastik warna hitam yang tetap tertutup walaupun pada siang hari. Rataan suhu dan kelembaban lingkungan kandang blok C (perlakuan cekaman panas) periode mingguan selama 6 minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Lingkungan Kandang Blok C (Perlakuan Cekaman Panas) Periode Mingguan Selama 6 Minggu Pemeliharaan Periode Minggu Ke- Suhu ( o C) Kelembaban (%) Starter Finisher 1 30,67 62, ,67 70, ,81 66,82 Rataan 30,38±0,62 66,45±3, ,57 77, ,18 84, ,65 74,8 Rataan 29,80±0,76 78,78±4,93 Selama tiga minggu pertama (0-3 minggu), suhu lingkungan pemeliharaan yang sesuai bagi ayam broiler untuk mempertahankan hidupnya, yaitu sekitar o C dengan tingkat kelembaban sebesar 60%, sedangkan pada minggu berikutnya (4-6 minggu) ayam broiler memerlukan suhu lingkungan yang lebih rendah yaitu berkisar antara o C dengan tingkat kelembaban sebesar 60% agar pertumbuhan dan produksinya dapat optimum (Charoen Pokphand, 2005). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan kandang blok C selama pemeliharaan (Tabel 5) pada periode starter masing-masing 30,38±0,62 o C dan

2 66,45±3,93%, sedangkan pada peride finisher masing-masing 29,80±0,76 o C dan 78,78±4,93%. Berdasarkan Tabel 5, perlakuan cekaman panas dirasakan ayam broiler pada umur tiga minggu keatas karena suhu dan kelembaban lingkungan kandang yang diperoleh masing-masing berkisar antara 29,18-30,81 o C dan 66,82%- 84,9%. Kisaran suhu dan kelembaban tersebut lebih tinggi dari yang direkomendasikan oleh Charoen Pokphand (2005) yaitu o C dengan tingkat kelembaban sebesar 60%. Tingginya suhu dan kelembaban lingkungan kandang diatas thermonetral zone selama pemeliharaan mengindikasikan bahwa adanya pemberian cekaman panas pada ayam broiler. Pengaruh cekaman panas terhadap ayam broiler selama pemeliharaan ditandai dengan perilaku ayam yang tidak banyak bergerak, saling memisahkan diri dengan melebarkan sayapnya, menempelkan tubuhnya di lantai serta panting (meningkatkan frekuensi pernapasan). Panting merupakan salah satu respon ayam broiler yang nyata akibat stress panas dan merupakan mekanisme evaporasi saluran pernapasan. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa ayam broiler mulai panting pada kondisi lingkungan 29 o C atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42 o C. Sebagai pembanding (kontrol) dalam penelitian ini digunakan kandang pada kondisi thermonetral zone (kandang blok A) yang suhunya dipertahankan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan optimum ayam broiler pada kandang tertutup (closed house) yang didukung dengan dua buah AC (air conditioner) dan dua buah exhaust fan. Penggunaan AC dimulai pada awal minggu keempat pemeliharaan dengan tujuan suhu optimum pertumbuhan ayam broiler dapat dipertahankan. Perlakuan pada kondisi suhu normal ini digunakan sebagai pembanding terhadap peubah yang diukur pada kondisi yang mendukung cekaman panas, sehingga diperoleh taraf suplementasi selenium dan vitamin E yang optimum pada ransum ayam brolier yang dipelihara pada kondisi cekaman panas. Rataan suhu dan kelembaban lingkungan di kandang blok A (Tabel 6) selama periode starter tidak berbeda jauh dengan rataan suhu dan kelembaban di kandang blok C yaitu masing-masing sebesar 30,34±1,34 o C dan 30,38±0,62 o C dengan tingkat kelembaban masing-masing 69,70±9,62% dan 66,45±3,93%. Rataan suhu dan kelembaban lingkungan di kandang blok A selama panggunaan AC (periode finisher) masing-masing sebesar 25,22±0,05 o C dan 93,05±3,02%. Hasil pengukuran 24

3 suhu tersebut relatif tetap dan sesuai yang direkondasikan oleh Charoen Pokphand (2005) yaitu ±25 o C dan didukung juga oleh Kuczynski (2002) bahwa zona suhu nyaman (thermonetral zone) selama pemeliharaan untuk produktivitas optimal ayam broiler berkisar antara o C. Rataan suhu dan kelembaban relatif lingkungan kandang blok A (kontrol) periode mingguan selama 6 minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Kandang Blok A (Kontrol) Periode Mingguan Selama 6 Minggu Pemeliharaan Periode Minggu Ke- Suhu ( o C) Kelembaban (%) 1 31,48 60,43 Starter 2 30,67 69, ,86 79,64 Finisher Rataan 30,34±1,34 69,70±9, ,22 89, ,17 95, ,27 93,25 Rataan 25,22±0,05 93,05±3,02 Selama penggunaan AC di kandang blok A menunjukkan terjadinya peningkatan rataan kelembaban lingkungan (Tabel 6). Sebelum penggunaan AC rataan kelembaban lingkungan kandang sebesar 69,70±9,62% meningkat menjadi 93,05±3,02% setelah penggunaan AC. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya jumlah exhaust fan, sehingga sirkulasi udara di dalam kandang kurang lancar. Meningkatnya kelembaban lingkungan kandang juga disebabkan oleh respirasi ayam broiler dan pengabutan dalam kandang sebagai upaya menurunkan suhu udara dalam kandang dan mengikat amoniak yang ada di udara dalam kandang. Berdasarkan rataan bobot badan akhir ayam broiler selama 6 minggu pemeliharaan, memperlihatkan bahwa tingginya kelembaban lingkungan kandang pada suhu lingkungan yang tetap (kandang blok A) tidak mempengaruhi penampilan ayam broiler. Terbukti bahwa rataan bobot badan akhir ayam broiler di kandang blok A lebih tinggi dibandingkan rataan bobot badan akhir ayam broiler di kandang blok C walaupun rataan kelembaban lingkungan kandang blok C lebih rendah dari kelembaban lingkungan kandang blok A. Hal ini didukung oleh Yahav et al. (1995) yang menyatakan bahwa meningkatnya kelembaban dalam kandang ayam broiler 25

4 pada suhu udara yang tetap dapat meningkatkan kondisi lingkungan kandang ayam broiler kepada kondisi thermonetral zone sehingga ayam broiler semakin merasa nyaman. Rataan bobot badan akhir ayam broiler selama 6 minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 7. Bobot Badan (Kg) 2,05 1,90 1,75 1,60 1,45 1,30 1,15 1,00 1,67 1,64 Gambar 7. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Selama 6 Minggu Pemeliharaan Keterangan : E1S1= Ransum Basal; E2S1= Ransum Basal + Vitamin E 100 ppm; E3S1= Ransum Basal + Vitamin E 200 ppm; E1S2= Ransum Basal + Selenium 0,15 ppm; E2S2= Ransum Basal + Vitamin E 100 ppm + Selenium 0,15 ppm; E3S2= Ransum Basal + Vitamin E 200 ppm + Selenium 0,15 ppm; E1S3= Ransum Basal + Selenium 0,30 ppm; E2S3= Ransum Basal + Vitamin E 100 ppm + Selenium 0,30 ppm; E3S3= Ransum Basal + Vitamin E 200 ppm + Selenium 0,30 ppm; Kontrol= E1S1 pada kondisi thermonetral zone (rataan suhu lingkungan 25,22±0,05 o C). Bobot badan akhir ayam broiler selama 6 minggu pemeliharaan pada kondisi cekaman panas berkisar antara 1,64-1,76 kg lebih rendah dibandingkan rataan bobot badan pada kondisi thermonetral zone yang mencapai 2,04 kg. Rendahnya bobot badan akhir pada perlakuan cekaman panas berhubungan dengan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan yang rendah. Menurut Kusnadi (2006), cekaman panas pada ayam broiler dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum. Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi merupakan usaha ayam untuk mengurangi penimbunan panas dalam tubuh, walaupun harus diikuti dengan berkurangnya pertumbuhan. Suhu lingkungan tinggi akan menyebabkan terangsangnya pusat haus dan sekresi hormon kortikosteron, sementara pusat lapar dan sekresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang berperan dalam sekresi hormon tiroid dihambat sehingga pertumbuhannya terhambat. 1,69 1,65 1,69 1,75 1,68 1,64 1,76 2,04 E1S1 E2S1 E3S1 E1S2 E2S2 E3S2 E1S3 E2S3 E3S3 Kontrol Parlakuan 26

5 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Malondialdehida (MDA) Plasma Darah Malondialdehida (MDA) merupakan salah satu produk final dari lipid peroksida dan parameter yang mudah terdeteksi sebagai indikator tingkat kerusakan oksidatif sel/jaringan tubuh akibat radikal bebas. Senyawa tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada komponen sel, seperti lipid, protein dan asam nukleat (Clarkson dan Thomson, 2000). Kandungan MDA plasma darah ayam broiler yang dipelihara pada kondisi cekaman panas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan MDA Plasma Darah (ηg/ml) Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas Selenium (ppm) Vitamin E (ppm) Kontrol 0 2,46±0,40 b 2,43±0,17 b 2,70±0,14 b 0,15 3,26±0,27 c 2,23±0,33 ab 2,15±0,23 ab 1,84±0,31 0,30 2,14±0,23 ab 1,85±0,50 a 1,76±0,23 a Keterangan : Superskrip non-kapital yang berbeda pada kolom dan faktor yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Kontrol= E1S1 pada kondisi thermonetral zone (rataan suhu lingkungan 25,22±0,05 o C). Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan MDA plasma darah pada ayam broiler yang diberi cekaman panas dibandingkan pada perlakuan kontrol (Tabel 7). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sahin et al. (2008) yang menyatakan bahwa cekaman panas dapat meningkatkan kandungan MDA plasma darah, hati, otot leher dan otot dada pada burung puyuh. Rataan kandungan MDA plasma darah pada perlakuan cekaman panas sebesar 2,33±0,46 ηg/ml, lebih tinggi bila dibandingkan kandungan MDA plasma darah pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 1,84±0,31 ηg/ml. Kandungan MDA plasma darah pada perlakuan kontrol menunjukkan kandungan MDA dalam batas normal karena pada kelompok ini ayam broiler tidak diberi perlakuan dan ditempatkan pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan pertumbuhan optimal. Terjadinya peningkatan kandungan MDA plasma darah pada perlakuan cekaman panas ini mengindikasikan bahwa telah terjadinya stres oksidatif pada ayam broiler. Suplementasi selenium dan vitamin E pada ayam broiler yang diberi cekaman panas menghasilkan kandungan MDA plasma darah yang berbeda pada masing- 27

6 masing perlakuan yang berkisar antara 1,76-3,26 ηg/ml (Tabel 7). Tinggi rendahnya kandungan MDA dipengaruhi oleh kadar peroksidasi lipid, yang secara tidak langsung menunjukkkan adanya aktivitas radikal bebas akibat dari perlakuan cekaman panas yang diberikan. Ayam yang diberi suplementasi selenium dan vitamin E pada taraf maksimum penelitian memiliki kandungan MDA sebesar 1,76±0,23 ηg/ml, lebih rendah 4,35% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (1,84±0,31ηg/ml). Hal ini memperlihatkan bahwa suplementasi selenium dan vitamin E memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) menurunkan kandungan MDA darah ayam broiler yang diberi cekaman panas. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa level suplementasi selenium dan vitamin E yang efektif menurunkan kandungan MDA darah yaitu pada perlakuan E2S3 (kombinasi vitamin E 100 ppm dengan selenium 0,30 ppm) dan E3S3 (kombinasi vitamin E 200 ppm dengan selenium 0,30 ppm). Kandungan MDA plasma darah yang paling rendah terdapat pada kombinasi suplementasi selenium 0,3 ppm dan vitamin E 200 ppm (E3S3). Hal ini berarti kombinasi tersebut sangat efektif meredam stres oksidatif akibat cekaman panas. Suplementasi vitamin E 100 dan 200 ppm, saat dikombinasikan dengan selenium 0,15 dan 0,30 ppm cenderung menurunkan kadar MDA plasma darah. Kombinasi selenium 0,15 ppm dengan vitamin E 0 ppm menghasilkan kandungan MDA plasma darah paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa selenium dan vitamin E dalam mekanisme penurunan radikal bebas di dalam tubuh tidak dapat berdiri sendiri. Selenium dan vitamin E bekerja secara sinergi untuk melindungi membran seluler. Selenium dan vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang bereaksi dengan radikal bebas untuk membentuk produk yang lebih stabil. Peran antioksidan adalah untuk mengubah bentuk radikal bebas ke dalam ikatan-ikatan yang aman sehingga menghentikan proses peroksidasi lipid. Vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida bebas sedangkan selenium bekerja mengurangi peroksida yang sudah terlanjur terbentuk (Fellenberg dan Speisky, 2006). Menurut Noguchi dan Niki (1999), vitamin E termasuk antioksidan primer yang bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai peroksidasi lipid dengan cara menjadi donor ion hidrogen bagi radikal bebas menjadi molekul yang lebih stabil yaitu hidroperoksida (H 2 O 2 ). 28

7 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Glutathione Peroksidase (GSH-Px) Plasma Darah Metabolisme nutrien dalam tubuh ternak yang mengalami cekaman panas, menghasilkan radikal bebas yang berpotensi merusak membran sel dan mengurangi fungsi-fungsi sel. GSH-Px adalah satu enzim antioksidan yang mengurangi pengaruh negatif dari radikal bebas di dalam sel-sel. Menurut Jenkinson et al. (1982) fungsi utama enzim GSH-Px yaitu mendetoksifikasi hidrogen peroksida dan mengubah hidroperoksida lipid menjadi komponen yang tidak beracun. GSH-Px mereduksi hidroperoksida (H 2 O 2 ) yang dibentuk oleh vitamin E menjadi H 2 O dan glutathione disulfide (GSSG) dengan bantuan glutathione tereduksi (GSH) (Fellenberg dan Speisky, 2006). Selenium berperan dalam pertahanan antioksidan dan merupakan bagian penting dari GSH-Px, serta ketersediaan selenium merupakan kunci efektif sintesis GSH-Px (Surai et al., 2006). Kandungan GSH-Px plasma darah ayam broiler pada kondisi cekaman panas dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kandungan GSH-Px Plasma Darah (mu/mg protein) Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas Selenium (ppm) Vitamin E (ppm) Kontrol 0 88,59±4,83 CD 91,21±1,13 D 86,39±2,60 CD 64,31±16,08 0,15 57,77±1,45 AB 108,15±5,09 E 62,59±6,94 AB 0,30 72,88±12,17 BC 95,28±6,75 D 42,77±29,95 A Keterangan: Superskrip kapital yang berbeda pada kolom dan faktor yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Kontrol= E1S1 pada kondisi thermonetral zone (rataan suhu lingkungan 25,22±0,05 o C). Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan GSH-Px plasma darah pada ayam broiler yang diberi cekaman panas. Hal ini sejalan dengan Pamok et al. (2009) bahwa aktivitas enzim GSH-Px pada ayam broiler yang diberi cakaman panas meningkat pada awal periode, kemudian menurun seiring dengan berlangsungnya cekaman panas. Rataan kandungan GSH-Px plasma darah pada perlakuan cekaman panas sebesar 78,40±20,85 mu/mg protein, lebih tinggi bila dibandingkan kandungan GSH-Px plasma darah pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 64,31±16,08 mu/mg protein. Peningkatan kandungan GSH-Px plasma darah ini mengindikasikan bahwa telah terjadinya stres oksidatif pada ayam broiler. 29

8 Suplementasi selenium dan vitamin E pada ayam broiler yang diberi cekaman panas menghasilkan kandungan GSH-Px plasma darah yang berbeda pada masingmasing perlakuan yang berkisar antara 42,77-108,15 mu/mg protein (Tabel 8). Suplementasi selenium dan vitamin E memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) menurunkan kandungan GSH-Px plasma darah ayam broiler yang diberi cekaman panas. Ayam yang diberi suplementasi selenium dan vitamin E pada taraf maksimum penelitian memiliki kandungan GSH-Px sebesar 42,77±29,95 mu/mg protein lebih rendah 33,49% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (64,31±16,08 mu/mg protein). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa level suplementasi selenium dan vitamin E yang efektif menurunkan kandungan GSH-Px darah yaitu pada perlakuan E3S3 (kombinasi vitamin E 200 ppm dengan selenium 0,30 ppm). Kandungan GSH-Px tertinggi terdapat pada perlakuan E2S2 yaitu sebesar 108,15 mu/mg protein. Hal ini menunjukkan bahwa taraf kombinasi selenium dan vitamin E tersebut kurang efektif dalam menetralisir radikal bebas akibat cekaman panas. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf suplementasi selenium (0,3 ppm) mengakibatkan semakin rendahnya kandungan GSH-Px plasma darah ayam broiler. Hal ini membuktikan bahwa selenium sebagai komponen enzim GSH-Px bekerja mengurangi peroksida yang sudah terlanjur terbentuk, sehingga menekan sekresi enzim GSH-Px di dalam tubuh dengan bantuan vitamin E sebelumnya. Menurut Piliang (2004), vitamin E dapat mencegah kehilangan selenium dari tubuh atau mempertahankannya dalam bentuk aktif, dengan mencegah oto-oksidasi lemak membran dari dalam, vitamin E juga mengurangi jumlah GSH-Px yang dibutuhkan untuk merusak peroksida yang dibentuk dalam sel. Pengaruh Perlakuan tehadap Bobot Organ Limfoid Kinerja sistem imun dapat diukur dari bobot relatif organ limfoid. Menurut Tizard (1988) beberapa organ yang berperan di dalam reaksi tanggap kebal antara lain bursa fabricius, timus, limpa dan caecal tonsil. Organ limfoid primer pada unggas terdiri dari bursa fabricius dan timus. Bursa fabricius berperan pada pematangan limfosit B dan timus berperan pada pematangan limfosit T. Penurunan bobot relatif organ limfoid bursa fabricius dan timus yang dapat dijadikan sebagai indikator imunosupresi sebagai akibat dari perlakuan cekaman panas. 30

9 Sistem imun pada unggas bekerja secara umum seperti sistem imun pada mamalia. Stimulasi antigenik menginduksi respons imun yang dilakukan sistem seluler secara bersama-sama diperankan oleh makrofag, limfosit B, dan limfosit T. Makrofag memproses antigen dan menyerahkannya kepada limfosit. Limfosit B berperan sebagai mediator imunitas humoral, mengalami transformasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi. Limfosit T mengambil peran pada imunitas seluler dan mengalami diferensiasi fungsi yang berbeda sebagai subpopulasi (Sharma, 1991). Bursa Fabricius Suplementasi selenium dan vitamin E serta interaksi antar keduanya tidak mempengaruhi bobot bursa fabricius ayam broiler yang diberi cekaman panas (Tabel 9). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bobot bursa fabricius pada perlakuan kontrol lebih tinggi (0,08±0,02%) dibandingkan persentase bobot bursa fabricius pada perlakuan cekaman panas yang berkisar antara 0,04%-0,06%. Nilai persentase bobot bursa fabricius pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan hasil penelitian Niu et al. (2009) yang menyatakan bahwa persentase bobot bursa fabricius ayam broiler umur 42 hari (6 minggu) pada kondisi thermoneutral zone (23,9 o C) rata-rata 0,17% dari bobot hidup. Persentase bobot bursa fabricius ayam broiler pada kondisi cekaman panas dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Bobot Bursa Fabricius Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas Selenium (ppm) Vitamin E (ppm) Rata-rata 0 0,06±0,02 0,05±0,02 0,06±0,00 0,06±0,00 0,15 0,05±0,01 0,05±0,02 0,05±0,02 0,05±0,00 0,30 0,05±0,00 0,04±0,00 0,04±0,01 0,04±0,00 Rata-rata 0,05±0,00 0,05±0,01 0,05±0,001 0,05±0,01 Kontrol 0,08±0,02 Keterangan : Kontrol= E1S1 pada kondisi thermonetral zone (rataan suhu lingkungan 25,22±0,05 o C). Penurunan persentase bobot bursa fabricius pada perlakuan cekaman panas mengindikasikan bahwa telah terjadinya stres oksidatif pada ayam broiler. Keadaan ini sesuai dengan hasil penelitian Kusnadi (2009), yang menyatakan bahwa 31

10 meningkatnya suhu lingkungan dapat menyebabkan menurunnya bobot bursa fabricius. Bursa fabricius sebagai organ limfoid primer sangat dipengaruhi oleh hormon kortikosteron. Ternak yang menderita cekaman panas biasanya terjadi peningkatan kandungan hormon kortikosteron dan kortisol dalam darah. Hormon kortikosteron dan kortisol diklasifikasikan sebagai glukokortikoid. Pelepasan glukokortikoid menimbulkan berbagai efek terhadap metabolisme normal tubuh, seperti gangguan sekresi hormon, pertahanan (imunitas) tubuh, pertumbuhan dan aktivitas reproduksi (Sugito, 2007). Menurut Guyton (1983), peranan utama kortikosteron dan kortisol terdapat pada peristiwa glukoneogenesis yaitu perombakan (katabolisme) dari non karbohidrat sebagai usaha penyediaan glukosa darah, sehingga terjadi penurunan pertumbuhan. Selain itu menurut Siegel (1995) hormon kortikosteron juga dapat menekan pertumbuhan organ limfoid (bursa fabricius dan timus). Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap aktivitas hormonal tubuh ayam, secara skematis disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Pengaruh Suhu Lingkungan Tinggi terhadap Aktivitas Hormonal Ayam Sumber : Guyton,

11 Menurunnya bobot bursa fabricius pada penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi selenium dan vitamin E pada ransum ayam broiler yang dipelihara pada kondisi cekaman panas diduga tidak dapat menurunkan produksi hormon kortikosteron, sehingga bobot bursa fabricius tetap rendah. Timus Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi selenium dan vitamin E tidak mempengaruhi persentase bobot timus pada ayam broiler yang dipelihara pada kondisi cekaman panas. Sama halnya dengan persentase bobot bursa fabricius, persentase bobot timus juga cenderung mengalami penurunan selama berada pada kondisi cekaman panas. Persentase bobot timus pada perlakuan kontrol lebih tinggi (0,50±0,09%) dibandingkan persentase bobot timus pada perlakuan cekaman panas yang berkisar antara 0,28%-0,48%. Hasil penelitian Niu et al. (2009) menyatakan bahwa persentase bobot timus ayam broiler umur 42 hari (6 minggu) rata-rata 0,30% dari bobot hidup. Persentase bobot timus ayam broiler pada kondisi cekaman panas disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Persentase Bobot Timus Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas Vitamin E (ppm) Selenium (ppm) Rata-rata ,37±0,16 0,39±0,03 0,48±0,13 0,41±0,06 0,15 0,37±0,13 0,32±0,13 0,32±0,02 0,34±0,03 0,30 0,29±0,11 0,28±0,08 0,31±0,05 0,29±0,02 Rata-rata 0,34±0,05 0,33±0,06 0,37±0,10 Kontrol 0,50±0,09 Keterangan : Kontrol= E1S1 pada kondisi thermonetral zone (rataan suhu lingkungan 25,22±0,05 o C). Terjadinya penurunan bobot timus pada perlakuan cekaman panas mengindikasikan bahwa ayam broiler pada penelitian mengalami tingkat stres yang tinggi akibat cekaman panas. Tizard (1988) menyatakan bahwa timus yang mengalami atrofi cepat merupakan indikator reaksi terhadap stres, sehingga hewan yang mati sesudah menderita sakit yang lama mungkin mempunyai timus yang sangat kecil. Timus berperan pada pematangan limfosit T. Limfosit T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang memainkan peran utama pada kekebalan selular. 33

12 Limfosit T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan kemampuan untuk berkembang biak dengan cepat untuk mengingat infeksi tertentu dan sistematika perlawanannya. Oleh karena itu, pengaruh level suplementasi selenium dan vitamin E belum memberikan pengaruh terhadap persentase bobot timus ayam broiler yang diberi cekaman panas. Hal ini dapat dimengerti mengingat cekaman panas tidak secara langsung menyerang organ atau jaringan limfoglanula (pembentuk kekebalan) atau jaringan pertahanan, tetapi cekaman panas dapat menimbulkan efek imunosupresi (penekanan/penurunan kekebalan). Rao et al. (2004) melaporkan bahwa suplementasi selenium sebesar 0,25-0,50 ppm dalam ransum diperlukan untuk imunitas ayam pedaging. Taraf suplementasi ini bisa menguntungkan selama ayam terjangkit penyakit, stres, keracunan akibat pakan, dan vaksinasi. Namun pada penelitian ini suplementasi selenium tidak mempengaruhi imunitas ayam broiler yang dipelihara pada kondisi cekaman panas. Hal ini diduga karena masih rendahnya taraf suplementasi selenium yang diberikan, sehingga pemanfaatannya di dalam tubuh juga rendah. 34

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan ayam broiler di daerah tropis. Suhu rata-rata

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A dan Blok C, serta Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI SELENIUM DAN VITAMIN E TERHADAP KANDUNGAN MDA, GSH-Px PLASMA DARAH DAN BOBOT ORGAN LIMFOID AYAM BROILER YANG DIBERI CEKAMAN PANAS

SUPLEMENTASI SELENIUM DAN VITAMIN E TERHADAP KANDUNGAN MDA, GSH-Px PLASMA DARAH DAN BOBOT ORGAN LIMFOID AYAM BROILER YANG DIBERI CEKAMAN PANAS SUPLEMENTASI SELENIUM DAN VITAMIN E TERHADAP KANDUNGAN MDA, GSH-Px PLASMA DARAH DAN BOBOT ORGAN LIMFOID AYAM BROILER YANG DIBERI CEKAMAN PANAS SKRIPSI LENNA ADRIYANA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batas Suhu Bawah. Zona Temperatur Netral

TINJAUAN PUSTAKA. Batas Suhu Bawah. Zona Temperatur Netral TINJAUAN PUSTAKA Cekaman panas Cekaman merupakan kondisi dimana kesehatan ternak terganggu yang disebabkan oleh adanya lingkungan yang terjadi secara terus menerus pada hewan dan mengganggu proses homeostasis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lain, diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup yang diberi ransum mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Protein Kasar Tercerna Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai protein kasar tercerna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di air. Kemampuan termoregulasi itik menjadi rendah karena tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Mikro Suhu dan kelembaban udara merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak homeothermic,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa disadari, setiap hari semua orang membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup karena makanan merupakan sumber utama penghasil energi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas Rataan bobot hidup dan karkas ayam broiler umur lima minggu hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Hidup

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler 29 IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY Oleh : Suhardi, S.Pt.,MP Pembibitan Ternak Unggas AYAM KURANG TOLERAN TERHADAP PERUBAHAN SUHU LINGKUNGAN, SEHINGGA LEBIH SULIT MELAKUKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN SUHU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan ayam broiler merupakan usaha subsektor peternakan yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) populasi ayam broiler

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan homoioterm yang suhu tubuhnya harus tetap dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding itik. Zona suhu kenyamanan (Comfort

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik Cihateup termasuk kedalam jenis unggas air yang memiliki sifat fisiologik terbiasa dengan air dan kemampuan thermoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas-unggas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Analisis sampel yang pertama diperoleh data berat basah yang menunjukkan berat sel dan air dari usus besar tersebut. Tabel 7. Pengaruh

Lebih terperinci

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017 PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017 FUNGSI DAN MANFAAT Fungsi pencahayaan pada pemeliharaan broiler adalah : o Penerangan : agar anak ayam dapat melihat tempat pakan dan minum serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal

Lebih terperinci

PENGARUH SUPPLEMENTASI VITAMIN E DAN DL- METHIONINE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER PADA KONDISI CEKAMAN PANAS SKRIPSI ARI SUKMA KINANTI

PENGARUH SUPPLEMENTASI VITAMIN E DAN DL- METHIONINE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER PADA KONDISI CEKAMAN PANAS SKRIPSI ARI SUKMA KINANTI PENGARUH SUPPLEMENTASI VITAMIN E DAN DL- METHIONINE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER PADA KONDISI CEKAMAN PANAS SKRIPSI ARI SUKMA KINANTI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik

PENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan ternak unggas penghasil daging dan telur yang cukup potensial disamping ayam. Ternak itik disebut juga sebagai unggas air, karena sebagian hidupnya dilakukan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan 27 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul Data nilai rataan bobot bagian edible ayam sentul yang diberi perlakuan tepung kulit manggis dicantumkan pada Tabel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar glukosa, kolesterol, dan trigliserida pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada setiap tahapan adaptasi, aklimasi, dan postaklimasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan histopatologi trakea Parameter yang diperiksa pada organ trakea adalah keutuhan silia, keutuhan epitel, jumlah sel goblet, dan sel radang. Pada lapisan mukosa, tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

akan timbul sebagai respons dan respons ini yang disebut cekaman (stres).

akan timbul sebagai respons dan respons ini yang disebut cekaman (stres). Pengembangan usaha peternakan di daerah tropis terutama di Indonesia masih banyak mengalami hambatan-hambatan sehingga usaha untuk mencapai produksi tertinggi masih belum tercapai. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan oleh pendidikan yang tepat guna dan pemenuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super Data nilai rataan bobot bagian edible Ayam Kampung Super yang diberi perlakuan tepung pasak bumi dicantumkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh merupakan salahsatu komoditas unggas sebagai penghasil telur. Keberadaan puyuh mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat. Puyuh yang dikembangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah bangsa itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini sering disebut sebagai itik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif.

I PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan yang terbiasa hidup di kolam air untuk minum dan berenang dalam upaya menurunkan suhu tubuh. Sistem pemeliharaan itik di Indonesia selama ini banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Broiler Konsumsi Ransum Kumulatif

HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Broiler Konsumsi Ransum Kumulatif 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Broiler Hasil penelitian selama 6 minggu pada ayam broiler yang diberi ampas buah merah 1,5% dalam ransum yang dipelihara pada suhu kandang berbeda terhadap performa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini meningkatnya pencemaran lingkungan berdampak negatif pada kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal bebas secara alami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol gulma

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Tabel 7. Pengaruh suplementasi L-karnitin dan minyak ikan lemuru terhadap performa burung puyuh Level Minyak Ikan Variabel Lemuru P0 P1 P2 P3 P4 Pr > F *) Konsumsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam broiler perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam Cornish dari Inggris dengan ayam White Play Mounth Rock dari Amerika (Siregar dan Sabrani, 1980).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, mengakibatkan meningkatnya produk peternakan. Broiler merupakan produk peternakan yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) banyak diternakkan untuk diambil telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai 250 300 butir/ekor/tahun. Disamping produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai suhu dan kelembaban lingkungan hariannya tinggi, suhu mencapai 27,7-34,6 C dan kelembaban antara 55,8%-86,6% (Badan Pusat Statistik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena broiler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi 1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih selama 35 hari berupa latihan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan marigold (Tabel 7) dalam pakan memberikan pengaruh nyata (P

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cahaya Untuk Ayam Broiler Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan ayam, karena cahaya mengontrol banyak proses fisiologi dan tingkah laku ayam (Setianto,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga jualnya, dalam kondisi hidup, di Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit, dan MCV ayam peterlur yang diberi dan tanpa kitosan dalam pakan, berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel.1 Kadar Eritrosit,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gram dan mendekati 2 kg pada umur 37 hari dan siap potong (Weeks dan. Ayam pedaging mengandung protein dan asam amino

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gram dan mendekati 2 kg pada umur 37 hari dan siap potong (Weeks dan. Ayam pedaging mengandung protein dan asam amino 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam hasil seleksi genetik secara intensif yang memiliki pertumbuhan sangat cepat, pada saat menetas bobot ayam sekitar 50 gram dan mendekati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran atau polusi merupakan perubahan yang tidak dikehendaki yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan biologi. Pencemaran banyak mengarah kepada pembuangan

Lebih terperinci