HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus disajikan dalam Tabel 2 dan Gambar 3. Hari ke- Tabel 2 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus Pakan (gram) Rataan bobot badan (gram) Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif Bobot badan (gram) Hari kekontrol+ kontrol - siprofloksasin tetrasiklin kloramfenikol eritromisin amoksilin Gambar 3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus.

2 18 Secara deskriptif terlihat bahwa pada akhir penimbangan, rataan bobot badan ayam kelompok kontrol (+) yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (-). Selisihnya mencapai ± 200 gram. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi bobot badan. Kelompok kontrol (+) memiliki bobot badan yang lebih rendah dibandingkan dengan semua kelompok yang diberi antibiotik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengobatan, bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni dapat meningkat. Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 3 terlihat bahwa kelompok ayam yang diobati amoksilin memiliki rataan bobot badan yang paling tinggi diantara kelompok pengobatan lainnya tetapi masih lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (-), sedangkan kelompok ayam yang diobati siprofloksasin memiliki rataan bobot badan yang paling rendah diantara kelompok pengobatan lainnya tetapi masih lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (+). Hal ini menunjukkan bahwa amoksilin efektif dalam pengobatan pada kejadian campylobacteriosis, sedangkan pengobatan menggunakan siprofloksasin pada infeksi C. jejuni kurang efektif dibandingkan menggunakan antibiotik lainnya. Menurut Neal (2005), amoksilin mudah berdifusi ke dalam bakteri Gram negatif dan pemberian secara per oral dapat mudah diabsorpsi. Menurut Tjaniadi et al. (2003), C. jejuni memperlihatkan peningkatan frekuensi resistensi terhadap septriakson, norfloksasin, dan siprofloksasin. Rataan bobot badan ayam sebelum diberi antibiotik (hari ke 10-13) pada semua kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus mengalami peningkatan yang lebih lambat (grafik terlihat landai). Setelah diberi pengobatan, rataan bobot badan badan ayam terlihat mengalami peningkatan yang lebih cepat (grafik terlihat lebih curam). Namun umumnya kelompok ayam yang diberi perlakuan memiliki bobot badan lebih rendah jika dibandingkan dengan ayam yang tidak diinfeksi C. jejuni (kontrol negatif). Menurut Soeparno (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi bobot hidup ayam adalah konsumsi ransum, kualitas ransum, jenis kelamin, lama pemeliharaan, dan aktivitas. Selain itu, kesehatan pencernaan ayam juga berpengaruh terhadap bobot badan. Gangguan saluran pencernaan dapat

3 19 mempengaruhi proses pencernaan, penyerapan, atau pun metabolisme pakan. Menurut Lesmana (2003) yang diacu dalam Fauzi (2012), C. jejuni merupakan salah satu bakteri penyebab gastroenteritis, sehingga dapat menyebabkan proses penyerapan pakan terganggu. Infeksi C. jejuni pada usus menimbulkan perubahan mikroskopik berupa edema, pendarahan, dan infiltrasi sel radang (Pisestyani 2010). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi usus untuk menyerap nutrisi dengan baik, sehingga pertumbuhan tidak optimal dan bobot badan yang dicapai juga akan rendah. Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi isolat C. jejuni asal Demak disajikan dalam Tabel 3 dan Gambar 4. Hari ke- Tabel 3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak Pakan (gram) Rataan bobot badan (gram) Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif

4 20 Bobot badan (gram) Hari kekontrol+ kontrolsiprofloksasin tetrasiklin kloramfenikol eritromisin amoksilin Gambar 4 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak. Berdasarkan penilaian secara deskriptif terhadap Tabel 3 dan Gambar 4 terlihat bahwa pada akhir penimbangan, rataan bobot badan ayam kelompok kontrol (+) yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (-). Selisihnya mencapai ± 150 gram. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi bobot badan. Dari penelitian ini terlihat bahwa kelompok kontrol (+) memiliki rataan bobot badan yang hampir sama dengan kelompok ayam yang diobati. Kelompok perlakuan pada ayam yang diobati eritromisin memiliki rataan bobot badan yang paling tinggi, sedangkan pada ayam yang diobati tetrasiklin dan kloramfenikol memiliki rataan bobot badan yang paling rendah. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 4, infeksi C. jejuni dapat mengakibatkan bobot badan menjadi tidak optimal. Kelompok kontrol (+) memiliki rataan bobot badan yang hampir sama dengan kelompok yang diberikan pengobatan karena kemungkinan kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih baik, sehingga ayam dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan tanpa adanya pengobatan (self limiting disease). Menurut Joens (2004), masa inkubasi dari C. jejuni adalah 24 sampai dengan 72 jam, tetapi dapat sembuh dengan sendiri tanpa pengobatan (self limiting disease).

5 21 Eritromisin merupakan obat pilihan pertama pada infeksi usus akibat C. jejuni. Eritromisin bekerja melalui pengikatan reversible pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu (Tjay & Rahardja 2007). Tetrasiklin dan kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri dan bersifat bakteriostatik (Kee & Hayes 1993). Menurut Stringer (2006), adanya makanan dalam usus dapat mengganggu absorpsi tetrasiklin. Infeksi C. jejuni baik yang berasal dari Kudus maupun Demak, keduanya sama-sama menyebabkan rataan bobot badan tidak optimal. Namun, selisih bobot badan antara kelompok kontrol (+) dengan kontrol (-) pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus lebih banyak. Hal ini kemungkinan karena adanya perbedaan patogenitas dari C. jejuni atau karena kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus memiliki daya tahan tubuh yang kurang baik. Campylobacter jejuni memiliki 2 subspesies yaitu C. jejuni subsp. jejuni dan C. jejuni subsp. doylei. Dalam aspek klinis C. jejuni subsp. doylei berbeda dari C. jejuni subsp. jejuni. C. jejuni subsp. doylei menyebabkan gastritis dan enteritis seta lebih sering ditemukan pada kultur darah (Parker et al. 2007). Menurut Berhman et al. (1996), gejala klinis akibat infeksi Campylobacter tergantung pada spesies yang terlibat dan faktor induk semang seperti umur, imunosupresi, dan keadaan-keadaan yang mendasar. Pertambahan Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat makanan yang terdapat dalam pakan menjadi daging ditunjukkan dengan adanya pertambahan bobot badan dari ternak tersebut. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan (Anggorodi 1991, diacu dalam Saleh & Dwi 2005). Pertambahan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus disajikan dalam Tabel 4.

6 22 Tabel 4 Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus Hari ke- Pertambahan bobot badan (gram) Siprofloksasin Tetrasiklin Klorampenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif Jumlah Rataan Rataan ± SD 55.15± ab 50.15± ac 59.75± ab 58.51± ab 65.11± ab 42.11± ac 72.09± b Ket: Huruf superscrift yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05). Berdasarkan hasil pada tabel 4 terlihat adanya perbedaan yang nyata antara pertambahan bobot badan ayam pada kontrol (+) dan kontrol (-). Pertambahan bobot badan pada kontrol (+) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (-). Hal tersebut membuktikan bahwa infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam karena bakteri tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada usus, sehingga terjadi gangguan penyerapan nutrisi. C. jejuni di dalam usus halus mengalami migrasi dari mukus ke kripta. Kemungkinan keterlibatan proses adherence mengawali proses infeksi dan C. jejuni secara spesifik melekat pada reseptor yang terdapat pada sel inang, kemudian diikuti terjadinya intimate binding antara C. jejuni dan sel inang. Nekrosis pada vili terjadi karena dihasilkannya toksin oleh bakteri. CDT mampu menyebabkan atropi pada vili dengan cara melakukan proliferasi sel bakteri di dalam kripta (Ketley 1997, diacu dalam Pisestyani 2010). Perbedaan yang nyata juga terlihat antara kelompok yang diobati tetrasiklin dengan kontrol (-). Hal ini menunjukkan bahwa secara uji statistik pengobatan dengan tetrasiklin pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus kurang efektif. Hal tersebut kemungkinan karena C. jejuni yang berasal dari Kudus telah

7 23 resisten terhadap tetrasiklin atau terdapat sesuatu yang mengganggu absorpsi antibiotik tersebut. Menurut Stringer (2006), adanya makanan dalam usus dapat mengganggu absorpsi tetrasiklin. Pengobatan dengan antibiotik lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dengan kontrol (-) meskipun secara umum pertambahan bobot badan pada kontrol (-) lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa pemberian antibiotik berpengaruh dalam mengobati infeksi C. jejuni. Mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat pertumbuhan atau penghancuran mikroorganisme antara lain menghambat sintesis dinding sel bakteri, mengubah permeabilitas kapiler, menghambat sintesis protein, dan mengganggu metabolisme di dalam sel (Kee & Hayes 1993). Pertambahan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak Hari ke- Pertambahan bobot badan (gram) Siprofloksasin Tetrasiklin Klorampenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif Jumlah Rataan Rataan ± SD 62.89± a 52.84± a 51.46± a 62.34± a 62.74± a 59.37± a 72.09± a Ket: Huruf superscrift yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05). Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata diantara semua kelompok. Hal ini kemungkinan disebabkan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih kuat sehingga ayam dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan tanpa adanya pengobatan (self limiting disease), kemungkinan lainnya karena C. jejuni asal Demak memiliki

8 24 patogenitas yang lemah. Menurut Joens (2004), masa inkubasi dari C. jejuni adalah 24 sampai dengan 72 jam, tetapi dapat sembuh dengan sendiri tanpa pengobatan (self limiting disease). Secara umum baik ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus maupun Demak, pertambahan bobot badan pada kelompok yang diobati lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif dan hampir sama dengan kontrol negatif. Kerusakan mukosa merupakan kerusakan awal yang terjadi karena adanya kolonisasi dan penetrasi C. jejuni, selanjutnya terjadi respon peradangan yang akan mengganggu penyerapan nutrisi. Kemampuan C. jejuni menyebabkan infeksi dan sakit pada inang berhubungan dengan kemampuan bakteri melakukan kolonisasi dan invasi ke dalam sel inang (Vliet & Ketley 2001). Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Feed Conversion Ratio Feed conversion ratio (FCR) atau konversi pakan merupakan perbandingan jumlah konsumsi pakan yang dihabiskan dengan jumlah bobot badan pada umur yang sama (Yuwanta 2008). Nilai FCR menunjukkan efisiensi pakan dalam membentuk bobot badan. Nilai FCR yang kecil berarti dengan jumlah pakan yang sedikit dapat membentuk bobot badan yang besar. Hasil perhitungan FCR kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil perhitungan nilai FCR pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak pada umur ke-19 Nilai FCR Asal C. jejuni Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif Kudus Demak Kelompok kontrol (+) memiliki nilai FCR yang lebih tinggi dibandingkan dengan FCR pada kontrol (-) baik pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus maupun Demak. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni akan menyebabkan nilai FCR menjadi tinggi. Hal tersebut menunjukkan adanya penggunaan pakan yang tidak efisien. Kerusakan epitel pencernaan yang diakibatkan C. jejuni akan mengganggu penyerapan nutrisi pakan, sehingga sejumlah pakan yang dimakan

9 25 oleh ayam tidak dibentuk menjadi daging akibatnya bobot badan rendah dan nilai FCR pun tinggi. Dengan kata lain pakan yang dikonsumsi menjadi tidak efisien karena jumlah pakan yang dikonsumsi banyak sedangkan bobot badan yang diperoleh tidak maksimal. Kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati antibiotik menunjukkan angka yang lebih tinggi dari kontrol (-) namun tetap masih di bawah kontrol (+). Hal tersebut membuktikan bahwa pemberian antibiotik berpengaruh terhadap efisiensi kecernaan pakan (FCR). Sedangkan pada kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diberi pengobatan memiliki nilai FCR tidak jauh berbeda dengan kelompok kontrol (+). Hal tersebut kemungkinan karena ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih baik sehingga infeksi C. jejuni pada kelompok kontrol (+) dapat sembuh tanpa pengobatan. Menurut Jawetz et al. (2007) C. jejuni berkembang biak di usus kecil, menginvasi epitel kemudian menyebabkan radang yang mengakibatkan munculnya sel darah merah dan darah putih pada tinja. Campylobacter jejuni melakukan penetrasi pada membran mukosa usus halus dan usus besar dan melekat pada sel epitel dengan bantuan fibronectin-binding protein (CADF), lipoprotein (JlpA), dan Peb1A. Radang pada usus tersebut akan menyebabkan gangguan dalam penyerapan nutrisi, sehingga meskipun pakan yang dikonsumsi banyak namun bobot badan yang diperoleh tidak optimal. Unggas memiliki mekanisme pertahanan bawaan untuk melawan mikroorganisme. Barier fisik seperti kulit dan normal mukosa flora, mencegah patogen masuk ke dalam tubuh. Untuk patogen yang dapat masuk ke dalam tubuh, pertahanan pertama adalah sel fagosit yang terdiri dari heterofil dan makrofag, komplemen, dan natural killer sel (Sharma 2008). FCR kelompok kontrol (+) pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus memiliki nilai yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan perbedaan patogenitas di antara kedua isolat tersebut. Sifat mikroorganisme seperti patogenitas dan virulensi, merupakan faktor penting dalam proses timbulnya penyakit dan setiap mikroorganisme memiliki tingkat patogenitas dan virulensi yang berbeda-beda (Budiarto & Anggraeni 2001).

10 26 Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Case Fatality Rate Case fatality rate (CFR) didefinisikan sebagai jumlah kematian yang terjadi dalam jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah kejadian dalam waktu tertentu dikalikan seratus persen (Yuwanta 2008). CFR akibat campylobacteriosis disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Case fatality rate akibat campylobacteriosis Minggu Persentase ke- kematian normal Persentase kematian akibat C. jejuni (%) (%) Ket: nilai kematian normal menurut Unandar (2007), diacu dalam Mulyantono dan Isman (2008). Kematian yang terjadi pada ayam yang diinfeksi C. jejuni adalah 2 kasus dari 120 ekor ayam yaitu pada minggu ke-2 (hari ke-13) sebanyak1 kasus (0.8%) dan pada minggu ke-3 (hari ke-17) sebanyak1 kasus (0.8%). Berdasarkan hasil pada Tabel 7, angka kematian akibat infeksi C. jejuni melebihi dengan angka kematian normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa campylobacteriosis dapat menyebabkan peningkatan kematian pada ayam broiler selain akibat kematian normal. Menurut Neill et al. (1984) yang diacu dalam Zhang (2008), infeksi C. jejuni pada ayam berumur kurang dari 2 minggu dapat menyebabkan diare, penurunan bobot badan, dan kenaikan angka kematian. Pengaruh Campylobacteriosis terhadap Ekonomi Peternakan Biaya produksi dari peternakan ayam broiler di suatu peternakan, negara, atau pada suatu musim, besarnya bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi biaya produksi namun faktor terbesar yang berpengaruh terhadap biaya produksi adalah pakan sehingga besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan bergantung pada biaya pakan yang dikeluarkan (Fadilah 2003). Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh suatu kejadian penyakit sangat penting diketahui dari awal. Kerugian ekonomi dihitung dengan mengalikan selisih antara FCR kontrol (-) dan FCR lainnya dengan harga pakan. Nilai FCR menggambarkan berapa kg pakan yang dibutuhkan untuk membentuk 1 kg bobot badan ayam. Selisih antara FCR

11 27 kontrol (-) dan kelompok lainnya menggambarkan kelebihan pakan yang dibutuhkan untuk membentuk 1 kg bobot badan ayam. Kerugian ekonomi akibat infeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perhitungan ekonomi akibat infeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak berdasarkan nilai FCR Pengobatan Hasil Perhitungan FCR Selisih FCR Kerugian (Rp) Kudus Demak Kudus Demak Kudus Demak Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif Ket: harga pakan yang digunakan adalah Rp 5 900, 00 Biaya tambahan pakan yang harus dikeluarkan untuk membentuk 1 kg bobot badan pada kontrol (+) kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus adalah Rp , sedangkan bila dilakukan pengobatan biaya tambahannya tidak sebesar seperti pada kelompok kontrol (+). Hal tersebut berarti pengobatan yang dilakukan dapat menurunkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk membentuk 1 kg bobot badan ayam. Biaya tambahan yang paling rendah adalah pada kelompok yang diobati dengan amoksilin, hanya Rp Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan menggunakan amoksilin dapat mengurangi kerugian hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak diobati. Biaya tambahan pakan yang harus dikeluarkan untuk membentuk 1 kg bobot badan pada kontrol (+) kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak adalah Rp Biaya tambahan yang dikeluarkan kelompok kontrol (+) pada ayam yang diinfeksi dengan C. jejuni asal Demak tidak begitu berbeda dengan kelompok yang diberi pengobatan. Kelompok ayam yang diobati dengan eritromisin memiliki biaya tambahan yang paling rendah, yaitu Rp Biaya tambahan yang dikeluarkan pada kontrol (+) antara kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak memiliki perbedaan yang cukup tinggi. Hal tersebut memperlihatkan adanya perbedaan patogenitas diantara kedua

12 28 C. jejuni tersebut atau kemungkinan perbedaan pertahanan tubuh ayam. Apabila dilihat dari segi patogenitas kemungkinan C. jejuni asal Kudus lebih patogen, sedangkan bila dilihat dari segi pertahanan tubuh kemungkinan kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak lebih kuat. Hal tersebut berhubungan dengan kerugian yang ditimbulkan C. jejuni asal Kudus lebih besar dibandingkan dengan infeksi C. jejuni asal Demak.

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni 5 TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni Taksonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter diperbaharui pada tahun 1991. Genus Campylobacter memiliki 16 spesies dan 6 subspesies (Ray & Bhunia 2008). Campylobacter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Campylobacter jejuni yang diuji dalam penelitian ini berasal dari wilayah Demak dan Kudus. Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro terdapat perbedaan karakter pola resistensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin meningkat, tidak terkecuali pangan asal hewan terutama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh setiap ekor puyuh selama penelitian. Rataan konsumsi ransum per ekor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran cerna merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia, terutama pada anak-anak (Nester et al, 2007). Infeksi saluran cerna dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk morfologi C. jejuni.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk morfologi C. jejuni. 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Campylobacter jejuni Campylobacter spp. merupakan bakteri Gram negatif, tidak berspora, dan bersifat oksidase positif. Bentuk sel pleomorfik dan berukuran kecil, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup sempurna karena mengandung zat zat gizi yang lengkap dan mudah

I. PENDAHULUAN. cukup sempurna karena mengandung zat zat gizi yang lengkap dan mudah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh jumlah penduduk yang pesat, pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih dari 200ml perhari atau buang air besar (defekasi)

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan 27 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul Data nilai rataan bobot bagian edible ayam sentul yang diberi perlakuan tepung kulit manggis dicantumkan pada Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Analisis sampel yang pertama diperoleh data berat basah yang menunjukkan berat sel dan air dari usus besar tersebut. Tabel 7. Pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang pesat, peningkatan pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Mikro Ileum

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Mikro Ileum 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Mikro Ileum Rataan jumlah vili dan ukuran (panjang dan lebar) vili ileum itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggul. Telur itik Mojosari banyak digemari konsumen. Walaupun bentuk badan itik

BAB I PENDAHULUAN. unggul. Telur itik Mojosari banyak digemari konsumen. Walaupun bentuk badan itik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Mojosari merupakan itik lokal yang berasal dari Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Itik ini merupakan petelur unggul. Telur itik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. banyak diminati di kalangan masyarakat, hal ini disebabkan rasa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. banyak diminati di kalangan masyarakat, hal ini disebabkan rasa BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keberadaan daging unggas khususnya daging ayam broiler sudah banyak diminati di kalangan masyarakat, hal ini disebabkan rasa dagingnya yang dapat diterima semua kalangan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak ditemukannya antibiotik oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, antibiotik telah memberikan kontribusi yang efektif dan positif terhadap kontrol infeksi bakteri pada manusia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah bangsa itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini sering disebut sebagai itik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah banyaknya hutan tropis yang membentang dari sabang sampai merauke. Hutan tropis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Effectiveness of Various Probiotics Product on the Growth and Production of Quail (Coturnix

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis unggas yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler dapat dipanen pada kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tawes (Barbonymus gonionotus) termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil penelitian Setiawan (2006),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam PENDAHULUAN Latar Belakang Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam menghasilkan daging. Daging ayam merupakan jenis daging yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking dikategorikan sebagai tipe pedaging yang paling disukai baik di Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN SKRIPSI Oleh: HAJAR NUR SANTI MULYONO K 100 060 207

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam hasil budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya. Karekteristik ekonomi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme yang paling sering berhubungan erat dengan manusia dan hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif di berbagai bidang, salah

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Pakan Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsumsi pakan ayam kampung super yang diberi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super Data nilai rataan bobot bagian edible Ayam Kampung Super yang diberi perlakuan tepung pasak bumi dicantumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Candida albicans (C.albicans) merupakan salah satu jamur yang sering menyebabkan kandidiasis pada rongga mulut. 1 Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare terutama diare pada anak sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap terhadap Konsumsi Pakan Ayam Pedaging Periode Grower Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA tunggal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat banyak villi. Pada permukaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu dari beberapa bangsa sapi potong asli Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan daging bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati Indonesia yang dapat diisolasi dari setiap lapisan tanah dan perairan atau laut. Salah satu mikroorganisme

Lebih terperinci

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER Sofyan Arifin 1, H. Sunaryo 2 dan Umi Kalsum 2 1)MahasiswaFakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin

I. PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin meningkat, tetapi hal ini tidak didukung sepenuhnya oleh sumber bahan pakan yang tersedia. Padahal,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi Rataan volume usus besar ayam broiler pada berbagai perlakuan pasca transportasi disajikan pada Tabel 7. Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan homeostatis pada suhu lingkungan yang tidak sesuai dengan suhu tubuhnya. Pemeliharaan itik kurang diminati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis unggas yang berkarakteristik diantara

I. PENDAHULUAN. ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis unggas yang berkarakteristik diantara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub-sektor peternakan merupakan salah satu pemasok bahan pangan protein hewani yang sangat penting bagi masyarakat. Salah satu sumber gizi asal ternak yang sangat potensial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang. Ayam pedaging merupakan ternak yang paling ekonomis bila

I. PENDAHULUAN. Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang. Ayam pedaging merupakan ternak yang paling ekonomis bila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang dipelihara secara intensif. Daging ayam pedaging yang berkualitas tinggi memiliki warna merah terang dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam yang dipelihara untuk menghasilkan daging. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen pada umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beranekaragam dengan karakteristik daerah masing masing menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. yang beranekaragam dengan karakteristik daerah masing masing menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora faunanya. Wilayahnya yang beranekaragam dengan karakteristik daerah masing masing menyebabkan pula beraneka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Riswandi 1), Sofia Sandi 1) dan Fitra Yosi 1) 1) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang telah berhasil dijinakkan. Berawal dari proses evolusi dan domestikasi, maka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi Kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar (disertai kulit) sebelum dan sesudah mengalami pengolahan secara biologis (fermentasi)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh peternak ayam petelur adalah gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi meliputi manajemen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berat tertentu dalam waktu relatif singkat (Rasyaf, 1994). Broiler umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berat tertentu dalam waktu relatif singkat (Rasyaf, 1994). Broiler umumnya 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Broiler Broiler adalah ayam yang memiliki kemampuan menghasilkan daging yang cepat atau kecepatan pertumbuhanya sangat pesat sehingga dapat mencapai berat tertentu dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci