PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua dan Alexander (2009), tortikolis merupakan suatu gejala gangguan saraf yang ditunjukkan dengan kondisi terpilinnya area leher dan kepala, biasanya diikuti tremor dan inkoordinasi leher. Burung merpati adalah salah satu burung domestik yang dipelihara manusia untuk berbagai tujuan seperti makanan, hobi balap, dan pengobatan (Mushtaq dkk., 2006). Tortikolis menyebabkan penurunan intake pakan yang berdampak pada penurunan produksi dan fungsi ternak merpati sehingga menjadi tantangan bagi para peternak terhadap wabah penyakit dengan gejala tortikolis. Gejala tortikokis perlu diteliti penyebabnya untuk mengetahui cara penanganan ternak yang tepat. Tortikolis dapat disebabkan oleh beberapa penyakit. Penyakit viral penyebab tortikolis yaitu Newcastle disease dan Avian Influenza. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi dapat ditimbulkan oleh kedua penyakit tersebut sehingga sangat berbahaya (Capua dan Alexander, 2009). Penyebab viral dengan gejala tortikolis lebih jarang ditemukan yaitu pada Marek s disease (Virus Herpes) dan avian encephalomyelitis famili Picornaviridae (Ali dkk., 2014). Tortikolis akibat penyakit bakterial diantaranya Salmonellosis disebabkan oleh spesies Salmonella arizonae dan Listeriosis disebabkan oleh Listeria monocytogenes yang menginfeksi burung (Markey dkk., 2013). Tortikolis juga bisa disebabkan oleh protozoa. Menurut penelitian ELTigani-Asil (2016), 3

2 kasus merpati yang terserang trichomoniasis di Saudi Arabia, gejala klinis yang teramati pada burung menunjukkan tremor dan gejala saraf tortikolis. Menurut Ushio dkk. (2015), penelitian terhadap burung merpati yang terinfeksi Sarcocystis calchasi menyebabkan penyakit pigeon protozoal encephalitis (PPE) dengan gejala klinis yang ditunjukkan salah satunya adalah gangguan sistem saraf pusat, seperti tortikolis, tremor dan kehilangan keseimbangan. Penyebab tortikolis diketahui dengan anamnesa disertai pengamatan gejala klinis, pemeriksaan lesi makroskopis, dan pemeriksaan lesi mikroskopis yang muncul. Pemeriksaan dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi untuk menemukan patogen. Menurut Ali dkk. (2014), penyebab infeksius tortikolis yang paling signifikan dan sudah banyak dilaporkan adalah penyakit Newcastle disease (ND) yang disebabkan oleh virus RNA Paramixovirus tipe-1. Pernyataan tersebut didukung menurut data Cattoli dkk. (2011) dan Erickson dkk. (1980), bahwa merpati merupakan salah satu unggas yang peka terhadap infeksi ND, selain ayam, kalkun dan angsa. Pernyataan juga diperkuat dengan munculnya lesi patologik yang menunjukkan kesesuaian dengan literatur terhadap identifikasi Newcastle disease, sehingga isolasi dan identifikasi virus ND dilakukan. Gambaran mikroskopis menunjukkan lesi paling banyak didominasi oleh infiltrasi limfosit pada berbagai organ, beberapa perubahan degenaratif dan perubahan epitel organ. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan sistem saraf perifer mengalami neuritis vagus, otak ditemukan perivascular cuffing, perubahan pada sistem pernafasan diantaranya trakheitis, air sacculitis, pneumonia, dan kongesti pulmo. Organ viseral lain ditemukan hepatitis, pankreatitis, nefritis, jejunoileitis, ileokolitis dan orchitis. Perubahan degeneratif ditemukan pada hepar 4

3 dan ginjal. Jantung mengalami miokardial nekrosis, testis mengalami nekrosis tubulus seminiferus dan deplesi ditemukan di area pulpa putih lien. Proventrikulus menunjukkan epitel mukosa yang terlihat memipih. Diferensial diagnosa pemeriksaan histopatologik yaitu antara penyakit ND dengan Marek s disease dan Avian Infulenza. Sistem saraf perifer vagus yang terinfeksi menurut Tabbu (2000), infiltrasi limfosit yang ditemukan jika diarahkan ke lesi Marek tipe B (radang) seharusnya disertai edema dengan demielinasi dan proliferasi sel schwann, tetapi tidak ditemukan pada penelitian. Lesi otak memiliki persamaan dengan infeksi Marek yaitu perivascular cuffing. Organ viseral ditemukan lesi respon radang berupa infilitrasi limfosit yang dominan, sedangkan pada Marek lesi organ viseral adalah tumor limfoid (tumor dengan sel-sel yang menyerupai limfosit) (Tabbu, 2000). Lesi juga terdapat kemiripan terhadap infeksi AI menurut pernyataan Swayne dan Halvorson (2008), diantaranya pneumonia di area peribronkhial dengan infiltrasi berupa sel limfositik, pada lien ditemukan deplesi dan nekrosis, tetapi pada hasil penelitian tidak ditemukan nekrosis, dan infeksi AI juga dapat ditemukan nekrosis epitel tubulus ginjal, nekrosis epitel asiner pankreas, gliosis otak dan nekrosis miosit jantung. Uji hambatan hemaglutinasi / hemaglutinasi inhibisi (HI) identifikasi dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi virus ND. Hasil positif ditandai dengan terjadinya hambatan hemaglutinasi berupa eritrosit yang mengendap di dasar sumur mikroplat, maka sebaliknya hasil negatif ditandai dengan terjadinya hemaglutinasi eritrosit dengan tersebarnya eritrosit di sumur mikroplat tanpa membentuk endapan (Kencana dkk., 2012). Hasil deteksi virus ND dengan HI identifikasi dinyatakan negatif, maka perlu uji selain HI identifikasi untuk 5

4 menemukan patogen ND, salah satunya dengan AGP. Antibodi pada kelas Imunoglobulin M (IgM) merupakan antibodi yang paling berperan pada proses presipitasi (Turgeon, 2014). Imunoglobulin M merupakan antibodi yang predominan meskipun imunogen pertama kali dikenali (Ahmed dkk., 2007), sehingga kesempatan terbentuknya ikatan antibodi dengan antigen sangat besar. Reaksi positif AGP ditunjukkan dengan adanya garis presipitasi antara sumuran antigen dan antibodi (Angi, 2009). Uji HI serologis juga dilakukan untuk mendeteksi titer antibodi serum merpati terhadap ND, selain uji HI identifikasi untuk mendeteksi keberadaan virus ND. Menurut Kusmaedi (2001), serum yang mengandung kekebalan akan menyebabkan hambatan aglutinasi dengan terbentuknya endapan eritrosit dan sebaliknya jika masih teraglutinasi dinyatakan tidak mengandung kekebalan. Patogen penyebab infeksi berasal dari tantangan virus lapang ditandai dengan terukurnya titer antibodi pada uji HI serologis, karena riwayat vaksinasi tidak pernah dilakukan pada peternakan tempat sampel merpati diambil, dan kejadian baru pertama kali muncul di lapangan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi Newcastle disease dengan membandingkan uji hambatan hemaglutinasi dan uji agar gel presipitasi (AGP), dan mengetahui gambaran histopatologi berbagai organ burung merpati yang menunjukkan gejala tortikolis. 6

5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah pembaca dapat mengetahui proses identifikasi Newcastle disease sebagai penyebab penyakit dan mengetahui perubahan pada berbagai organ burung merpati yang menunjukkan gejala tortikolis. 7