HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan gejala klinis pasca infeksi virus H5N1 terlihat ayam lesu, pucat, oedema di kepala, leher memendek, dan bulu berdiri. Pada hari ke-3 sebagian ayam sudah ada yang mati, terjadi ptekhie, pial berwarna biru, bengkak. Secara umum hasil pengamatan histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE) pada semua organ ayam yang diperiksa dari semua kelompok perlakuan menunjukkan adanya oedema, kongesti, deplesi limfoid folikel, infiltrasi sel radang berupa sel limfosit, dan nekrosis. Berdasarkan pengamatan menggunakan teknik pewarnaan imunohistokimia (IHK) pada semua organ ayam yang diperiksa dalam penelitian ini yaitu trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursa Fabricius pada semua kelompok perlakuan, baik kelompok kontrol positif maupun kelompok perlakuan I-1, I-2, I-3, II-1, II-2 dan II-3 ditemukan distribusi antigen virus H5N1 dengan derajat infeksi dari yang ringan (+), sedang (++) sampai yang tinggi (+++). Organ paru-paru, hati, dan limpa dari semua kelompok perlakuan ditemukan adanya antigen virus H5N1 dari derajat yang sedang (++) sampai tinggi (+++). Sedangkan pada organ trakhea, pankreas, usus, dan bursa Fabricius pada semua kelompok ditemukan antigen virus dengan derajat yang ringan (+). Pemberian formula ekstrak tanaman obat pada kelompok perlakuan I-1, I-2 dan I-3 dengan senyawa aktif yang terdiri dari anetol (adas bintang), kurkumin (temu ireng), andrografolid (sambiloto) dan piperin (sirih merah), serta kelompok perlakuan II-1, II-2 dan II-3 dengan senyawa aktif yang terdiri dari anetol, andrografolid dan piperin. Semua kelompok perlakuan masing-masing menggunakan pelarut heksana, etil asetat dan etanol. Pada semua kelompok menunjukkan bahwa ekstrak tanaman obat senyawa aktif tersebut memiliki kemampuan dalam menghambat virus H5N1 dan diduga memiliki aktivitas sebagai antivirus. Berdasarkan pengamatan data kematian, gambaran histopatologi dan distribusi antigen virus H5N1 pada semua organ ayam yang diperiksa, maka formula ekstrak tanaman obat menggunakan senyawa anetol, andrografolid dan piperin dengan pelarut etanol pada kelompok perlakuan II-3 memiliki aktivitas antivirus yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang lain. Sampel serum dari ayam DOC dilakukan uji serologis (uji HI). Uji HI bertujuan untuk mendeteksi adanya virus AI dengan mengetahui titer antibodi

2 24 pada serum yang diuji, dan selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui rataan titer antibodi terhadap virus AI pada satu kelompok. Berdasarkan hasil uji antibodi terhadap AI dari sampel serum menunjukkan semua ayam memiliki rataan titer antibodi terhadap virus AI sangat rendah seperti yang tersaji pada Tabel 3. Hal ini berarti bahwa ayam yang digunakan dalam penelitian ini belum terpapar oleh virus AI, sehingga tidak mempengaruhi perlakuan. Pada ke 7 kelompok perlakuan, titer antibodi terendah terlihat pada kelompok perlakuan I-3. Ayam dengan titer lebih rendah dari 10 maupun negatif tidak mampu melindungi ayam dari infeksi virus AI, sehingga kematian sangat tinggi bila ditantang dengan virus AI. Titer rendah antara dapat melindungi ayam dari kematian tetapi tidak dapat mencegah infeksi dan shedding virus. Titer lebih dari 40 dapat mencegah kematian dan shedding virus (Kumar et al., 2007). Tabel 3 Rataan titer HI ayam sebelum ditantang virus H5N1 No. Kelompok Perlakuan Rataan Titer HI (log2) Keterangan 1. I-1 1,1 Rendah 2. I-2 1,1 Rendah 3. I-3 0,3 Rendah 4. II-1 0,5 Rendah 5. II-2 0,6 Rendah 6. II-3 0,8 Rendah 7. Kontrol 0 Rendah Tabel 4 Kelompok perlakuan Jumlah ayam yang mati setelah di tantang dengan virus AI strain H5N1/Legok/2003 di BSL3 Jumlah ayam Jumlah ayam mati hari ke Kelompok I Kelompok I Kelompok I Kelompok II Kelompok II Kelompok II Kontrol positif

3 25 Data jumlah kematian ayam pada hari pertama sampai hari ke-tujuh setelah uji tantang virus H5N1 dapat dilihat pada Tabel 4. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan II-3 dengan kombinasi senyawa tanaman obat anetol, andrografolid dan piperin dengan pelarut etanol memberikan hasil yang lebih baik terhadap infeksi virus AI dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Pada kelompok ini tampak ayam yang masih bertahan mencapai 7 ekor pada hari ke-5, sementara kelompok yang lain pada hari ke-5 ayam yang mampu bertahan lebih sedikit yaitu di bawah 7 ekor. Pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia Hasil pengamatan dengan pewarnaan HE pada organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius secara umum ditemukan adanya oedema, kongesti, deskuamasi sel epitel, deplesi folikel limfoid, infiltrasi sel limfosit, dan nekrosis. Gambaran umum perubahan organ ayam pada kelompok perlakuan disajikan dalam Tabel 5. Diduga perubahan yang terjadi pada organ seperti oedema timbul akibat peningkatan daya dorong cairan dari pembuluh menuju jaringan antar sel, kongesti terjadi bila aliran darah mengalami gangguan diduga sebagai akibat timbulnya daya kerja tubuh dalam upaya memobilisasi selsel darah dengan meningkatkan tekanan vascular. Deskuamasi sel epitel akibat daya kerja virus yang patogen dalam merusak sel epitel sehingga virus dapat masuk ke jaringan dan menyebabkan infeksi sistemik. Deplesi folikel limfoid akibat berkurangnya jumlah sel-sel limfosit pada folikel limfoid. Nekrosis terjadi akibat antigen virus masuk ke sel sehingga menyebabkan depresi hebat aktifitas metabolism seluler akibat replikasi virus (Pringgoutomo 2002). Hasil pengamatan dengan pewarnaan IHK menunjukkan bahwa antigen dapat terdeteksi pada semua organ ayam (trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursa Fabricius) pada setiap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol positif. Menurut Damayanti dkk (2004), antigen H5N1 pada jaringan organ ayam yang berasal dari daerah wabah flu burung ditemukan pada kulit jengger, pial dan telapak kaki, otak, trakhea, jantung, paru-paru, proventrikulus, hati, limpa, ginjal, dan ovarium dengan derajat yang bervariasi dari rendah sampai tinggi. Antigen yang terdapat pada organ-organ tersebut di atas berada di lokasi dan distribusi yang spesifik, dimana ada sebagian antigen yang berkumpul dan sebagian lagi terpisah secara individual menyebar di jaringan. Antigen tersebut

4 26 dapat ditemukan pada intravaskuler, intrasitoplasmik dan juga di intranuklear pada hampir semua organ ayam yang diamati. Menurut Damayanti dkk (2005), antigen virus AI subtipe H5N1 juga dapat dideteksi pada daerah interstitial dan vascular pada unggas. Antibodi khusus bereaksi dengan protein virus AI telah dikembangkan untuk imunohistokimia, termasuk antibodi monoklonal terhadap nukleoprotein (N) dan hemaglutinin (H) protein. Antigen virus AI dengan pewarnaan sel ditemukan dalam nukleus dan sering juga di sitoplasma bila menggunakan antibodi terhadap nukleoprotein, dan di sitoplasma dan membran sel bila menggunakan antibodi terhadap hemaglutinin (Patin-Jackwood, 2008). Distribusi antigen pada setiap organ ayam dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5 Perubahan histopatologi organ ayam No. Kelompok perlakuan Gambaran histopatologi Oedema Kongesti Deskuamasi epitel Deplesi folikel limfoid Infiltrasi sel limfosit Nekrosis 1. I-1 2. I-2 3. I-3 4. II-1 5. II-2 6. II-3 7. Kontrol positif Ket: hasil pengamatan dikelompokkan dalam 4 kategori : tidak ditemukan, ringan, sedang, tinggi. Pada kelompok kontrol positif yaitu ayam yang tidak diberi ekstrak tanaman obat tapi dilakukan uji tantang terhadap virus H5N1 menunjukan bahwa semua organ ditemukan distribusi antigen dalam jumlah yang tinggi (+++) dan ringan (+). Antigen dalam jumlah yang besar pada organ menandakan tingkat infeksi yang berat oleh virus H5N1. Hasil pengamatan terhadap kelompok perlakuan I-1 yaitu ayam yang diberi ekstrak tanaman obat formula I dengan pelarut heksana, pemeriksaan

5 27 dengan metode IHK menunjukan keberadaan virus H5N1 pada organ paru-paru, hati, dan limpa dengan tingkat yang tinggi (+++), sedangkan organ trakhea, pankreas, usus dan bursa Fabricius dalam tingkat yang ringan (+). Pemeriksaan pada kelompok I-2 yaitu ayam yang diberi formula II dengan pelarut etil asetat, terlihat distribusi antigen dalam tingkat yang tinggi (+++) pada organ paru-paru, dan limpa, sedangkan tingkat yang sedang (++) hanya ditemukan pada organ hati dan organ yang lain ditemukan dengan tingkat yang rendah (+). Hasil pemeriksaan pada kelompok I-3 yaitu ayam yang diberi formula III dengan pelarut etanol terlihat bahwa distribusi antigen dalam tingkat yang sedang (++) terdapat pada tiga organ yaitu paru-paru, hati dan limpa. Organ trakhea, pankreas, usus, dan bursa Fabricius terlihat distribusi antigen dengan tingkat yang rendah (+). Pemeriksaan IHK untuk kelompok II-1 yaitu ayam yang diberi ekstrak tanaman obat formula IV dengan pelarut heksana. Virus H5N1 ditemukan dalam tingkat yang tinggi (+++) organ limpa. Sedangkan tingkat distribusi antigen yang sedang (++) terlihat pada organ paru-paru dan hati, serta yang ringan (+) ditemui pada organ trakhea, pankreas, usus, dan bursa Fabricius. Pada kelompok II-2 yaitu ayam yang diberi formula V dengan pelarut etil asetat, terdeteksi antigen pada organ ayam dalam tingkat yang tinggi (+++) hanya pada organ paru-paru, sedangkan organ hati dan limpa dalam tingkat yang sedang (++) dan organ trakhea, pankreas, usus dan bursa Fabricius dalam tingkat yang rendah (+). Hasil pemeriksaan pada kelompok II-3 yaitu ayam yang diberi formula VI dengan pelarut etanol terlihat antigen sama dengan kelompok II-2. Tabel 6 Distribusi antigen virus H5N1 dengan pewarnaan imunohistokimia Kelompok Antigen virus H5N1 pada organ ayam No. Paru Bursa perlakuan Trakhea Hati Pankreas Usus Limpa paru Fabricius 1. Kelompok I Kelompok I Kelompok I Kelompok II Kelompok II Kelompok II Kontrol positif Ket: hasil pengamatan dikelompokkan dalam 4 katagori yaitu tidak ditemukan, + ringan ++ sedang, +++ tinggi.

6 28 Antigen virus H5N1 pada penelitian ini dapat ditemukan pada semua organ ayam dalam semua kelompok perlakuan. Organ paru-paru, hati dan limpa tampak sebaran antigennya lebih banyak seperti terlihat pada Gambar 6. Hampir semua kelompok perlakuan termasuk kontrol positif, organ paru-paru ditemukan lebih banyak antigen. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini virus H5N1 diinfeksikan pada ayam secara intranasal sehingga organ respirasi (paru-paru) lebih cepat dan lebih banyak terpapar oleh virus H5N1 karena paru-paru merupakan sasaran utama virus AI dimana sel-sel epitel saluran pernafasan rentan terhadap infeksi virus. organ ini merupakan tempat replikasi virus AI, selanjutnya virus menyebar ke organ lain melalui pembuluh darah sehingga terjadi penyebaran secara sistemik. Nilai skoring Trakhea Paru Hati Limpa Bursa Pankreas s Organ ayam Usus Gambar 6 Sebaran antigen virus H5N1 pada ayam Setyawati (2010) menyebutkan bahwa banyaknya antigen yang terdeteksi pada organ paru-paru dan trakhea karena virus AI memiliki kecenderungan berkembangbiak pada sel epitel bersilia di saluran pernapasan. Sedangkan Damayanti (2005) melakukan pemeriksaan pada organ ayam secara imunohistokimia menunjukan bahwa antigen yang terdapat pada paru-paru ditemukan pada epitel alveoli dan juga bergerombol menutup lapisan endotel

7 29 pembuluh darah. Pada pewarnaan HE pada semua kelompok perlakuan, organ trakhea ditemukan adanya kongesti, hemoragi dan deskuamasi sel epitel trakhea. Organ paru-paru pada kelompok I-3 dan II-1 ditemukan kongesti dan pneumoni pada submukosa, sedangkan pada kelompok yang lain hanya terlihat adanya kongesti dan oedema. Gambaran perubahan organ ayam pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 5. Antigen yang ditemukan di organ hati terdistribusi dalam jumlah yang tinggi (+++) pada kontrol dan kelompok perlakuan I-1. Antigen yang ditemukan pada hati terdapat pada pembuluh darah (vaskular), sinusoid hati dan pada selsel hati. Distribusi antigen pada organ hati dapat dilhat pada Gambar 9. Menurut Nakatani (2005), antigen pada organ hati didistribusikan ke dalam endotel sinusoid dan arteri serta pusat nekrosis. Pada pewarnaan HE organ hati pada kelompok I-3 dan II-1 terlihat adanya kongesti, infiltrasi sel limfosit dan nekrosis, sedangkan pada kelompok yang lain tampak adanya kongesti dan dilatasi sinusoid. Perdarahan pada hati merupakan kerusakan dari buluh darah, hal ini dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang dapat berdampak pada gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Darmawan 1994). Damayanti (2004) menyebutkan bahwa ayam yang terinfeksi virus flu burung sangat patogenik (HPAI) terlihat pendarahan dan nekrosis pada hati. Antigen yang terdeteksi pada organ pankreas ditemui pada semua kelompok perlakuan dengan tingkat distribusinya dari ringan (+). Nakatani et al. (2005) menyebutkan antigen yang ditemui pada organ pankreas terdapat di dalam endotel kapiler dan sel asinar. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009) menyebutkan bahwa antigen virus H5N1 pada organ pankreas dalam derajat ringan pada itik yang dinfeksi virus H5N1 secara inhalasi. Sedangkan menurut Patichimasiri (2007) menyebutkan ayam yang terinfeksi secara alami oleh virus H5N1 tidak ditemui distribusi antigen pada organ pankreas dan tingkat keparahan lesi yang negatif. Secara pewarnaan HE pada penelitian ini organ pankreas pada kelompok perlakuan I-2 ditemukan adanya kongesti, oedema dan infiltrasi sel limfosit, sedangkan untuk kelompok yang lain terlihat kongesti dan oedema. Antigen virus H5N1 yang terdeteksi di usus pada penelitian ini terdistribusi dengan tingkat yang rendah (+). Antigen yang terdeteksi pada usus terletak pada vili dan lapisan mukosa. Menurut Nakatani (2005), antigen virus

8 30 juga ditemui pada lapisan otot sekum, dimana pusat nekrosis terdapat pada lamina propria dan sel epitel usus. Menurut Patichimasiri (2007), distribusi antigen yang terdapat pada usus ayam yang terinfeksi virus H5N1 secara alami memiliki derajat rendah (A+). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009), dimana usus itik yang diinfeksi dengan virus H5N1 secara intranasal dan tidak divaksin AI memiliki distribusi antigen yang sangat banyak. Hasil pewarnaan HE menunjukan organ usus pada kelompok ayam I-3, II-1, II-2, dan II-3 terlihat adanya kongesti Limpa merupakan organ limfoid yang berfungsi untuk merespon terhadap antigen yang masuk dalam aliran darah. Limpa melakukan dua fungsi utama, yaitu menghasilkan antibodi humoral terhadap antigen yang dibawa oleh darah dan mengeluarkan sel darah yang telah rusak. Limpa terdiri dari dua bagian pulpa putih dan pulpa merah (Cormack 1992). Antigen yang diberikan secara intravena akan dijerat paling tidak sebagian, di dalam limpa yang diambil oleh makrofag baik yang terdapat di zona pembatas maupun yang membatasi sinusoid pulpa merah. Antigen yang diberikan secara inhalasi merangsang produksi antibodi lokal dalam jaringan limfoid saluran respirasi dan bila antigen terserap ke dalam aliran darah akan menyebabkan timbulnya tanggap kebal sistemik (Tizard 1987). Semua kelompok perlakuan menunjukan antigen virus pada limpa terdistribusi dalam jumlah yang sedang (++) sampai tinggi (+++). Antigen yang terlacak pada limpa terdapat pada pulpa merah dan pulpa putih. Pemeriksaan IHK pada organ limpa ayam yang terinfeksi virus H5N1 oleh Patichimasiri et al. (2007) menunjukan distribusi antigen dalam derajat sedang (++). Sedangkan Damayanti dkk (2004) menyebutkan antigen yang ditemukan pada organ limpa dalam jumlah besar (+++) yang tersebar di dalam sel-sel yang terdapat di sekitar pulpa merah yang mengalami nekrosis, dalam sebaran antigen yang soliter maupun kelompok. Nakatani (2005) menyatakan bahwa antigen virus yang tersebar di limpa terdapat pada endothelium dan pusat nekrotis. Pemerikasaan secara HE menunjukan organ limpa pada semua kelompok perlakuan tampak adanya kongesti dan deplesi limfoid folikel. Rusaknya organ limpa oleh virus AI dapat mengakibatkan fungsi organ tersebut berkurang dalam melawan infeksi sehingga berisiko terhadap serangan infeksi, bahkan dapat menyebabkan kematian.

9 31 Bursa Fabricius adalah organ limfoepitelial yang terdapat pada unggas, fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentuk antibodi. Bursa juga dapat menangkap antigen dan membentuk antibodi (Tizard 1987). Pemeriksaan IHK pada organ bursa menunjukkan distribusi antigen dengan tingkat ringan (+). Antigen yang tersebar di bursa terdapat pada muskulus dan folikel limfoid. Pada pemeriksaan secara HE ditemukan adanya kongesti dan deplesi limfoid folikel. Deplesi pada bursa Fabricius sebagai akibat dari berkurangnya jumlah sel limfosit pada folikel limfoid. Perubahan histologi organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius dapat dilihat pada Gambar 7 dan antigen yang terdeteksi pada organ tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Antigen virus H5N1 terdeteksi pada pembuluh darah dihampir semua organ. Gambar 9 menunjukkan pembuluh darah pada organ hati dan pankreas, contohnya yang terlihat jelas pada hati dan pankreas. Virus AI H5N1 dapat dengan cepat tersebar keseluruh organ karena masa inkubasinya berkisar beberapa jam dimana virus ini masuk ke dalam aliran darah yang kemudian melalui pembuluh darah didistribusikan ke semua organ. Virus AI H5N1 diduga kuat bereplikasi pada epitel saluran pernapasan, hal ini dikarenakan infeksi virus H5N1 yang diinfeksikan pada ayam secara intranasal. Pada semua kelompok perlakuan, infeksi virus H5N1 menyebar secara sistemik dimana setelah pasca infeksi virus H5N1, antigen terdeteksi pada semua organ ayam yaitu trakea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursa Fabricus. Pantin-Jackwood (2008) menyatakan bahwa metode IHK biasa digunakan untuk mempelajari patogenesis dari virus AI dengan mengidentifikasi lokasi replikasi virus dalam menginfeksi jaringan dan dihubungkan dengan perubahan histopatologi yang diamati. Distribusi dan tingkat keparahan lesi disebabkan oleh virus AI dari perbedaan antara strain virus AI dan spesies hospes sangat bervariasi. Pada unggas, virus LPAI dapat menyebabkan pneumonia dan pankreatitis, serta antigen virus dapat ditemukan pada epitelium respirasi dan epithelium asinar pankreas. Lesi histologi yang disebabkan oleh virus HPAI sangat parah yang dapat menyebabkan nekrosis dan pendarahan pada semua organ khususnya hati, paru-paru, otak, ginjal, pankreas, dan organ limpoid. Antigen virus biasanya ditemukan pada epithelium respirasi, tubulus ginjal, sel endotel vascular, dan sel asinar pankreas.

10 32 A B C D E F G Gambar 7 Oedema dan kongesti pada organ-organ ayam setelah di tantang virus H5N1 (tanda panah). A. Organ trakhea; B. Organ paru-paru; C. Organ hati; D. Organ pankreas; E. Organ usus; F. Organ limpa dan G. Organ bursa Fabricius. Pewarnaan Haematoxylin dan Eosin (H&E).

11 33 A B C D E F G Gambar 8 Distribusi antigen virus H5N1 pada organ ayam (tanda panah) dengan metode imunohistokimia terlihat berwarna bintik-bintik kecoklatan. A.organ trakhea; B. organ paru-paru; C. organ hati; D. organ pankreas; E. organ limpa; F. organ usus dan G. organ bursa Fabricius. Pewarnaan imunohistokimia (IHK).

12 34 A B Gambar 9 Antigen AI dalam pembuluh darah (tanda panah) pada organ hati (A) dan pankreas (B). Sistem kardiovaskular sangat penting dalam perjalanan virus AI di seluruh organ ayam. Secara histopatologi, pada penelitian ini semua organ ayam mengalami kongesti (peningkatan aliran darah dalam pembuluh darah). Suarez et al. (1998) menyatakan bahwa lesi yang ditimbulkan oleh HPAI mengakibatkan kapiler pembuluh darah mengalami pembengkakan dan terkoyak serta berisi masa protein dan sel-sel radang, yang kemungkinan dapat mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan jadi terganggu dan terhambat sehingga sel dapat mengalami hipoksia hingga menyebabkan nekrosis. Semua gangguan sirkulasi berupa pendarahan dan cyanosis pada HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) disebabkan oleh iskemia yang berlanjut pada infark vaskuler (Swayne dan Suarez 2000). Selain pada pembuluh darah, virus AI dapat ditemukan pada semua organ ayam yang diamati, hal ini terlihat pada banyaknya antigen yang ditemukan pada organ-organ tersebut serta menyebabkan kerusakan. Menurut Pringgoutomo (2002), infeksi virus menimbulkan kerusakan seluler terhadap sel target. Dampak replikasi secara cepat partikel virus intrasel dapat mengganggu metabolisme sel secara langsung, dampak tidak langsung dapat terjadi melalui induksi respon imunologik terhadap virus dan kerusakan sel dapat disebabkan reaksi antigen-antibodi atau melalui mediator. Lisis sel terjadi akibat depresi hebat aktifitas metabolisme seluler sebagai akibat replikasi yang eksplosif yang menyita seluruh aktifitas biomolekuler sel dimana virus berhasil memasukinya untuk berkembang biak. Infeksi virus AI dapat menyebabkan penyakit yang ringan sampai penyakit yang menyebabkan morbiditas atau mortalitas sebesar 100%. Masa inkubasi virus ini berkisar antara beberapa jam sampai 3 hari, masa inkubasi

13 35 tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies unggas yang terserang (Tabbu 2000). Tingkat kerusakan pada organ akibat infeksi virus AI dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya virulensi dari virus, tingkat kekebalan, kondisi adanya infeksi bakteri dan stres dari hospes (Easterday et al. 1991). Berdasarkan hasil pengamatan data jumlah kematian, pewarnaan HE dan IHK terlihat bahwa kelompok perlakuan II-3 (andrografolid, anetol, dan piperin dengan pelarut etanol). Jumlah ayam yang mampu bertahan pada pada kelompok II-3 hari ke-5 mencapai 7 ekor. Sementara pada kelompok perlakuan I- 1, I-2, I-3, II-1 dan II-2 pada hari ke-5 ayam yang mampu bertahan hidup dibawah 7 ekor. Hasil histopatologi menunjukkan bahwa kelompok perlakuan II-3 pada semua organ mengalami kongesti, infiltrasi sel limfosit dan tidak mengalami kerusakan yang parah.. Potensi Ekstrak Tanaman Obat Berbagai zat aktif yang merupakan komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman obat perlu dilakukan penelitian dan dibudidayakan dalam penggunaannya sebagai obat alternatif untuk penyembuhan penyakit. Obat-obat asal tanaman yang menarik untuk dikembangkan sekarang ini adalah yang dapat berperan sebagai antiviral. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis fitokimia tanaman obat, ada beberapa senyawa kimia yang mampu berperan sebagai antiviral, diantaranya flavonoid, polifenol, kurkumin, terpenoid, saponin, alkaloid, dan beberapa bahan minyak atsiri. Peran senyawa kimia tanaman obat dalam mengobati penyakit saling melengkapi satu sama lain dan biasanya bekerja dalam jangka waktu yang panjang dengan pemberian secara terusmenerus. Ekstrak tanaman obat yang diberikan pada penelitian ini berpengaruh dalam memberi efek sebagai imunomodulator pada semua kelompok perlakuan Senyawa kimia merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan obat. Berbagai hasil kajian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obat (Sukara 2000). Zat aktif yang dikandung oleh ekstrak tanaman obat memiliki kemampuan untuk menghambat infeksi virus, dimana zat aktif ini diambil dari ekstraknya dengan menggunakan berbagai pelarut. Penelitian ekstrak tanaman obat untuk menghambat infeksi virus H5N1 telah dilakukan oleh Setiyono, dkk (2007) dimana Sambiloto (Andrographis paniculata) dan Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) asal Bogor dalam komposisi tunggal maupun kombinasi

14 36 menunjukkan potensi yang baik secara in vitro dalam menghambat infeksi virus AI H5N1 ke sel Vero sampai dengan hari ke-3 setelah diinfeksi. sedangkan ekstrak Sirih Merah masih dapat melindungi sel Vero terhadap infeksi virus AI hingga hari ke2. Hasil pengujian secara in vitro harus dilakukan pengujian lanjutan terhadap hewan (in vivo) karena hasil kedua pengujian tidak selalu sama, hal ini dikarenakan kompleksnya reaksi yang terjadi di dalam tubuh hewan seperti reaksi enzimatis, kimiawi, dan sebagainya. Pengujian secara in vivo dengan menginfeksi virus AI H5N1 ke sel target pada ayam yang telah diberi ekstrak tanaman obat dilakukan oleh Setiyono, dkk (2008). Ekstrak tanaman obat yang digunakan adalah sambiloto (Andrographis paniculata), temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.), sirih merah (Piper crocatum) dan adas bintang (Illicium verum) baik komposisi tunggal maupun kombinasi keempat ekstrak. Komposisi kombinasi menunjukkan potensi yang baik secara in vivo dalam menghambat infeksi virus AI H5N1 ke sel target sampai dengan hari ke-7 setelah infeksi. Berdasarkan hasil analisis statistik, pengaruh pemberian ekstrak tanaman obat terhadap distribusi antigen dari setiap organ ayam pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap semua formula obat (P<0.05), yang berarti pemberian ekstrak tanaman obat berpengaruh terhadap distribusi antigen pada organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius Organ trakhea, hati, limpa, bursa, pankreas, dan usus mewakili sistem pernapasan, sistem imun, sistem endokrin, dan sistem pencernaan pada ayam. Tanaman obat untuk tubuh dapat bermacam-macam mekanisme kerjanya dan khasiatnya, dimana tanaman obat dapat bekerja pada sistem endokrin, sistem kardiovaskular, sistem imunitas, serta dapat juga berperan langsung pada agen penyebab penyakit. Beberapa hasil laporan penelitian menyatakan tanaman obat dapat menghambat proses replikasi virus di dalam sel hospes. Tanaman obat yang bekerja pada sistem imunitas bukanlah bekerja sebagai efektor yang langsung menghadapi penyebab penyakitnya seperti antibiotika, melainkan bekerja melalui pengaturan sistem imunitas. Bahan-bahan yang bekerja demikian digolongkan sebagai imunomodulator (Subowo 1996).

15 37 Tabel 7 Jumlah antigen virus H5N1 pada kelompok perlakuan Organ PERLAKUAN Total I-1 I-2 I-3 II-1 II-2 II-3 Kontrol positif Trakhea 9±1 11±6,1 12±2,0 6,7±1,2 11,3±1,5 7,7±0,6 8±3,0 66±1,9 c Paru 119±16,8 98±30,0 64,3±45,4 70,7±19,1 104,7±45,7 84,7±15,0 95,3±4,9 637±19,2 a Hati 105±48 67,7±26,1 42,3±17,2 70,3±28,4 54,7±19,3 54,7±13,6 96,3±15,0 491±22,9 b Limpa 90±26,9 97,3±16,3 53,3±42,2 87,3±60,9 60,7±16,5 76±4,6 85,7±7,0 550±16,2 b Bursa 18,3±13,7 10±6,1 6±3,6 18±5,0 21,3±9,6 14,3±3,5 12,7±4,0 100±5,2 c Pankreas 9,7±4,0 6,3±2,5 3,6±0,6 4,7±2,5 18,7±12,7 16,3±8,3 4,3±2,5 64±6,1 c Usus 9,0±2,0 7±4,0 7,3±4,7 2,7±0,6 26±28,2 9,3±6,8 10,7±4,0 72±7,3 c Total 360±50,6 a 297±43,5 ab 188±25,4 c 261±36,9 bc 298±33,4 ab 263±33,5 bc 313±44,7 ab Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tanaman obat berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap jumlah antigen virus H5N1 pada ayam yang mana perlakuan I-3, II-1 dan II-3 mampu menghambat antigen virus H5N1 lebih baik dibandingkan kontrol positif dan perlakuan lain. Berdasarkan Tabel 7, potensi penghambatan terhadap jumlah antigen virus H5N1 pada perlakuan I-3, II-1 dan II-3 secara statistik tidak berbeda nyata. Namun, perlakuan I-3 mampu menghambat jumlah antigen virus H5N1 lebih baik dibandingkan dengan II-1 dan II-3. Jumlah antigen virus H5N1 pada kelompok perlakuan tidak menunjukkan hubungan dengan banyaknya jumlah kematian ayam pasca infeksi viru. Hal ini terlihat pada kelompok I-3 yang jumlah antigennya sedikit tetapi jumlah kematiannya lebih banyak dibandingkan dengan kelompok II-3. Hal ini karena pengambilan sampel organ ayam pada setiap perlakuan tidak dalam waktu yang sama serta tingkat respon ketahanan tubuh ayam setiap perlakuan juga tidak sama. Jumlah antigen virus H5N1 pada tiap organ yang diamati juga menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tanaman obat berpengaruh terhadap distribusi antigen pada tiap organ yang mana jumlah antigen virus H5N1 pada trakea, bursa, pankreas dan usus lebih rendah dibandingkan pada paru-paru, hati, limpa. Jumlah antigen virus H5N1 pada paru-paru lebih tinggi dibandingkan dengan hati, limpa. trakea,bursa,pankreas dan usus. Hal ini karena paru-paru diduga sebagai tempat perbanyakan virus H5N1. Peran tanaman obat dalam penyembuhan penyakit Penelitian mengenai tanaman obat yang memiliki efek antivirus masih sangat terbatas. Secara empiris banyak disebutkan dapat mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit tetapi secara ilmiah masih belum dapat

16 38 dibuktikan. Pada penelitian ini dilakukan pencampuran beberapa tanaman obat yang diharapkan mampu memiliki efek kerja sebagai obat antivirus yang sekarang ini sangat dibutuhkan. Menurut Kitazato et al. (2007), berdasarkan uji spesifik sejumlah senyawa antivirus dari tanaman obat telah diidentifikasi. Kelebihan senyawa alam adalah efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat-obatan sintetis. Tetapi efek potensial dari tanaman obat perlu dikonfirmasi dengan melakukan penelitian. Penemuan terus dan pengembangan formulasi baru obat herbal yang mengandung kombinasi dari beberapa bahan yang sinergis yang memiliki potensi dan selektif dalam menghambat replikasi virus pada tahapan yang berbeda dan memperkuat gangguan sistem kekebalan tubuh harus menjadi pilihan terapi yang potensial. Kandungan senyawa kimia dalam tanaman obat dihasilkan melalui ekstraksi. Produksi ekstraksi dapat bervariasi dimana kualitas dan kuantitas kandungan zat aktif dari tanaman dipengaruhi oleh kondisi tanah dan iklim tempat penanaman, umur dan cara pemanenan, pemrosesan dan penyimpanan. Berdasarkan analisis fitokimia, kandungan zat aktif tanaman obat yang digunakan pada penelitian ini adalah andrografolid (sambiloto), kurkumin (temu ireng), piperin (sirih merah) dan anetol (adas bintang). Andrografolid merupakan komponen utama dalam daun sambiloto yang kadarnya sebesar 2,5-4,8% dari berat kering. Zat ini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker dan meningkatkan produksi antibodi (Prapanza dan Marianto 2003). Beberapa penelitian tentang virus menyebutkan bahwa andrografolid mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus seperti dikatakan Cheung et al. (2005) bahwa penyebaran virus leukemia dapat dihambat dan Carlo et al. (2000) menyatakan zat aktif ini mampu menghambat replikasi virus HIV. Andrografolid memiliki rasa yang pahit, sebagai anti-inflamasi dan meningkatkan produksi antibodi sehingga mampu merangsang daya tahan seluler yang bekerja sebagai fagositosis dalam melawan serangan dari infeksi virus dan bakteri sehingga zat ini mampu meningkatkan ketahanan sel terhadap infeksi virus flu burung sebagai antivirus. Kurkumin merupakan komponen dari kurkuminoid yang terdapat dari tanaman temu-temuan seperti temu ireng dan memiliki efek farmakologi sebagai anti-tumor, anti-inflamasi, dan anti-infeksi. Berdasarkan penelitian secara in vitro ekstrak etanol temu ireng menunjukkan adanya penghambatan infeksi virus ke sel (Nurbara 2009). Pada uji klinis untuk pasien AIDS efek kurkumin mampu

17 39 meghambat proses transkripsi human immunodeficiency virus type-1 (HIV-1) (Mazumder et al. 1995). Menurut Prusty dan Bhudev (2005) zat aktif ini mampu menghambat transkripsi human papiloma virus (HPV) yang dapat menyebabkan kanker uterus, serta dapat menekan pengaturan proliferasi sel, invasi dan metastasis pada sel tumor (Aggarwal et al. 1995). Kurkumin merupakan senyawa polifenol. Berdasarkan hasil penelitian Jassim dan Naji (2003), mekanisme kerja polifenol sebagai antiviral terbagi tiga yaitu pertama polifenol mampu mengikat selubung protein virus, kedua mampu menahan absorbsi virus ke dalam sel, ketiga, menginaktifkan virus secara langsung. Aznam (2010) menyatakan uji aktivitas ekstrak temu ireng terhadap virus AI H5N1 mempunyai aktivitas yang tinggi sebagai antivirus. Anetol merupakan senyawa aktif dari minyak atsiri yang berasal dari adas bintang. Penelitian yang pernah dilaporkan bahwa trans-anetol dari minyak adas bintang menunjukkan adanya tingkat aktivitas antivirus paling tinggi terhadap herpes simplex virus type-1 (HSV-1) secara in vitro. Terlihat bahwa secara langsung zat ini mampu menginaktifkan virus herpes dan diduga mampu mengganggu struktur virus yang diperlukan untuk adsorbsi ke dalam sel hospes (Astani et al. 2009). Aplikasi tanaman obat ini dalam penelitian masih relatif baru dan minimnya informasi mengenai peran adas bintang sebagai antiviral. Dalam beberapa laporan mengatakan bahwa asam shikimic yang berasal dari adas bintang digunakan untuk sintesis obat flu burung yang selama ini beredar yaitu Tamiflu. Dalam penelitian Chouksey (2010) melaporkan bahwa ekstrak etanol adas bintang dapat menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E. coli, P. aeruginosa, dan C. albican. Dalam buah kering adas bintang berisi 5-8% minyak atsiri, yang didominasi oleh anetol (85-90%). Minyak atsiri pada beberapa tanaman di laboratorium telah menunjukkan sifat antivirus. Cara kerja minyak atsiri sebagai antivirus sampai saat ini belum begitu jelas. Minyak atsiri merupakan senyawa komplek dengan bau yang khas yang dikenal dapat bersifat antibakteri, antiviral dan obat anastesi lokal (Bakkali 2008). Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yaitu alkaloid, saponin, tannin dan flavonoid. Komponen zat aktif lain dari sirih merah adalah piperin. Piperin adalah alkaloid yang ditemukan pada tanaman famili Piperaceae, rasanya pedas. Piperin diduga dapat berpengaruh terhadap infeksi virus. Zat ini juga diduga memiliki aktivitas anti-inflamasi, antikonvulsan, dan

18 40 antikarsinogenik (Sudjarwo 2005). Ekstrak etanol sirih merah mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Laporan resistensi virus terhadap antivirus yang berkembang selama ini meningkatkan kebutuhan senyawa/obat baru yang lebih efektif terhadap infeksi virus. Tanaman obat yang dapat menghasilkan berbagai senyawa kimia yang memiliki potensi dalam menghambat replikasi virus merupakan sumber alami yang menarik untuk dijadikan pengendalian infeksi virus. Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan minat dalam penggunaan bahan-bahan alam dalam mengobati penyakit. Berdasarkan hasil penelitian ditinjau dari data jumlah kematian, gambaran histopatologi dan distribusi antigen virus H5N1, dapat disimpulkan bahwa secara in vivo kombinasi sambiloto (andrografolid), adas bintang (anetol) dan sirih merah (piperin) dengan pelarut etanol (formula II-3) berpotensi untuk menjadi bahan sediaan alternatif pencegahan flu burung dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena pemberian formula II-3 mempunyai pengaruh hambatan infeksi virus terhadap kerusakan organ sehingga kemampuan hidup dari ayam dapat diperpanjang. Hasil penelitian ini menduga bermacam zat aktif dari beberapa tanaman yang digunakan memiliki peranan masing-masing dan saling mendukung dalam melawan infeksi virus. Dengan hasil penelitian ini terbukti bahwa ramuan tanaman obat yang sering dikenal dengan jamu pada masyarakat dapat digunakan untuk kesehatan ternak. Tetapi dalam penggunaan obat alternatif ada banyak faktor yang akan berperan dalam tubuh seperti reaksi kimiawi, enzim, sistem kekebalan, standar dan dosis zat aktif dari tanaman dan lain sebagainya. Pemberian obat alternatif sangat bermanfaat dalam mencegah terjadinya flu burung karena mampu menurunkan jumlah angka penderita atau tertularnya flu burung. Obat alternatif yang berasal dari tanaman yang ada di alam dan mudah didapat mampu memberikan nilai positif terhadap dampak ekonomi masyarakat karena biaya yang murah dan mudah ditemukan. Ekstrak etanol senyawa aktif tanaman obat sambiloto (andrografolid), adas bintang (anetol) dan sirih merah (piperin) diduga memiliki aktivitas yang tinggi sebagai antivirus, karena mampu mempertahankan hidup sebagian ayam dalam beberapa hari pada penelitian ini. Gambaran IHK pada berbagai organ yang diperiksa yaitu trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius menunjukkan distribusi/penyebaran antigen virus H5N1 dalam tingkat

19 41 yang ringan sampai tingkat yang tinggi pada semua organ. Hal ini dapat memberikan informasi bahwa virus yang diinfeksikan secara intranasal dan dengan virulensi yang tinggi dapat dengan cepat tersebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan sistem limpatik. Virus AI dapat menginfeksi manusia bila berkontak langsung dengan produk asal unggas baik daging maupun telur yang telah terinfeksi atau terkontaminasi. Dari proses penyembelihan sampai persiapan untuk dimasak merupakan resiko yang tinggi terhadap infeksi virus. Untuk menghindari resiko dalam mengkonsumsi produk asal unggas, maka peralatan dan tempat yang digunakan harus dibersihkan dengan baik dan benar serta daging maupun telur harus dimasak dengan baik dan benar terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan Pemeriksaan diferensial leukosit ayam broiler dalam kelompok perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali selama penelitian berlangsung. Pemeriksaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke-

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke- 15 HASIL PEMBAHASAN Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi histopatologi dari organ paru paru ayam, tampak adanya perubahan patologi yang terjadi pada seluruh kelompok, baik kelompok kontrol (K P dan K N ) maupun kelompok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan histopatologi trakea Parameter yang diperiksa pada organ trakea adalah keutuhan silia, keutuhan epitel, jumlah sel goblet, dan sel radang. Pada lapisan mukosa, tampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 ekor mencit strain DDY yang terdiri dari 30 mencit jantan dan 30 mencit betina.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak 4 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan jenis tumbuhtumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai dua meter. Daunnya berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) Pada tahap awal uji hambat infeksi virus, ekstrak disatukan terlebih dahulu dengan virus H 5 N 1 avian influenza kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang bermanfaat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu pengobatan beberapa penyakit, antara lain kanker, tumor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik

PENDAHULUAN. Latar Belakang. serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik PENDAHULUAN Latar Belakang Resistensi mikroba terhadap antibiotik menjadi ancaman yang sangat serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik berperan untuk melawan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang bersifat akut, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit, mikroorganisme

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan dengan adanya sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Pada saat fungsi dan jumlah sel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit PENDAHULUAN Latar Belakang Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit pernafasan pada unggas dan termasuk list A Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini perkembangan sistem pengantaran obat pada bidang farmasi telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan transdermal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi sehingga digemari banyak orang. Selain itu telur mudah diperoleh

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannya. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk salah satu penyakit infeksi bakteri yang banyak ditemukan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza

TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza 5 TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza Avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat virus yang termasuk dalam famili Orthomyxoviridae yang terdiri dari 3 tipe antigenik yang berbeda yaitu A, B dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia terletak pada tiga kawasan biogeografi yaitu Sundaland, Wallacea dan Papua, Indonesia juga terletak di antara 2 benua, yaitu Australia dan Asia, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis dengan uji one way ANOVA kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Test membuktikan bahwa adanya perbedaan pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kejadian penyakit infeksi yangtinggiyang didominasi oleh infeksi saluran nafas dan infeksi saluran cerna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa negara-negara di Afrika, Asia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang pesat, peningkatan pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya dinegara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu dari tujuh negara yang memiliki keanekaragaman hayatinya terbesar kedua setelah Brazil. Kondisi tersebut tentu sangat potensial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Dosis Infeksi MDV Pengamatan histopatologi dilakukan terhadap lima kelompok perlakuan, yaitu kontrol (A), 1 x 10 3 EID 50 (B), 0.5 x 10 3 EID 50 (C), 0.25 x 10 3 EID 50 (D)

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS dapat terjadi pada hampir semua penduduk di seluruh dunia, termasuk penduduk Indonesia. AIDS merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat menurunnya

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga

BAB 1. PENDAHULUAN. dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu kasus trauma yang banyak menyumbang angka morbiditas dan derajat cacat serta mortalitas yang tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami (back to nature). Pemanfaatan herbal medicine ramai dibicarakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan pesat dan banyak dijadikan alternatif oleh sebagian masyarakat. Efek samping obat tradisional

Lebih terperinci