Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok"

Transkripsi

1 Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok III.1 Pembentukan Model Model kecanduan terhadap rokok dibentuk menggunakan model dasar dalam epidemiologi yaitu model SIR (Susceptible, Infective, Removed) di mana model SIR tersebut pertamakali diperkenalkan oleh Kermack dan McKendrick pada tahun 1927 [2]. Masalah kebiasaan merokok ini sebelumnya telah dimodelkan oleh Castillo-Garsow, Jordan-Salivia dan Rodriguez-Herrera ([4]) tetapi tanpa memasukkan faktor jenis kelamin (faktor gender). Dalam tesis ini kita akan memodelkan masalah kebiasaan merokok tersebut dengan memasukkan faktor jenis kelamin. Mengingat banyaknya faktor penyebab seseorang kecanduan untuk merokok maka diperlukan beberapa asumsi untuk menyederhanakan masalah. Berikut asumsi-asumsi yang dipergunakan untuk memodelkan masalah kebiasaan merokok tersebut. 1. Populasi dalam sistem dibagi menjadi dua subpopulasi yaitu, populasi pria (male) dilambangkan dengan m, populasi wanita (female) dilambangkan dengan f. 2. Subpopulasi pria dibagi menjadi tiga kelas populasi, pria potensial yaitu pria yang jarang merokok atau belum pernah merokok dan berpotensi menjadi perokok aktif jika berinteraksi dengan pria perokok aktif, dilambangkan dengan P m ; pria perokok aktif yaitu pria yang merokok setiap hari dan menjadi penyebab bertambahnya jumlah perokok, dilambangkan dengan S m ; dan pria yang berhenti merokok dilambangkan dengan R m. Begitupula dengan subpopulasi wanita, dibagi menjadi tiga kelas populasi, wanita potensial yaitu wanita yang jarang merokok atau belum pernah merokok dan berpotensi menjadi perokok aktif jika berinteraksi

2 17 dengan pria perokok aktif, dilambangkan dengan P f, wanita perokok aktif tetapi tidak berpotensi untuk menyebabkan pertambahan jumlah perokok, dilambangkan dengan S f, dan wanita yang berhenti merokok dilambangkan dengan R f. 3. Banyaknya populasi, N(t), setiap saat dianggap konstan sehingga ratarata jumlah populasi yang masuk ke dalam sistem (µn) akan sama dengan rata-rata jumlah populasi yang keluar dari tiap kelas (µ P, µ S, µ R), dengan 1/µ menyatakan waktu rata-rata seseorang berada dalam sistem. Diasumsikan pula bahwa µ m = µ f = µ. 4. Seseorang akan menjadi perokok aktif hanya jika berinteraksi dengan pria perokok aktif. Dengan kata lain, jika seseorang, pria atau wanita potensial, bergaul dengan pria perokok aktif maka orang tersebut akan menjadi perokok pula karena dipicu oleh keinginan untuk mencoba. Ini dapat terjadi dalam pergaulan masyarakat metropolitan atau lingkungan sex commercial workers. 5. Kontak (c) didefinisikan sebagai rata-rata banyaknya interaksi secara acak yaitu berupa pergaulan antara pria perokok aktif dengan pria atau wanita potensial per satuan waktu dengan peluang berhasilnya kontak sebesar σ (konstan). Interaksi ini dapat digambarkan dalam bentuk perkalian antara P dan S yaitu β Sm m Pm Nm = c m σ m dan β f = c f σ f. dan β f Pf Sm Nm, dengan 6. Pria atau wanita perokok yang berhenti merokok (recover) tidak dapat dimasukkan dalam kelas potensial karena dianggap bahwa kebiasaan merokok tersebut dapat kambuh kembali walaupun tanpa berinteraksi dengan pria perokok aktif. Ini digambarkan oleh α m Sm dan α f Sf, dengan 1/ α merupakan waktu rata-rata seseorang akan berhenti merokok. Dalam model awal ini diasumsikan bahwa kebiasaan merokok tersebut tidak akan kambuh kembali karena adanya kesadaran seseorang pada efek rokok

3 18 bagi kesehatan. Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, dapat disusun diagram skematik sebagai berikut. Gambar III.1: Diagram skematik model deterministik kecanduan rokok. Dari diagram skematik dalam Gambar III.1 di atas kita dapat mengkonstruksi model awal kecanduan terhadap rokok, sebagai berikut: d P m dτ d S m dτ d R m dτ d P f dτ d S f dτ d R f dτ = µn m Pm Sm N m µ P m, (3.1) = Pm Sm N m α m Sm µ S m, (3.2) = α m Sm µ R m, (3.3) = µn f β f Pf Sm N m µ P f, (3.4) = β f Pf Sm N m α f Sf µ S f, (3.5) = α f Sf µ R f, (3.6) dengan µ,, β f, α m, α f > 0. Karena populasi dianggap konstan maka N m = P m + S m + R m dan N f = P f + S f + R f. Untuk memudahkan kita dalam analsis selanjutnya, kita akan menormalkan sistem (3.1)-(3.6). Misalkan P m = P m N m, S m = S m Nm, R m = R m N m, P f = P f N f, S f = S f N f, R f = R f N f dan t = µτ, maka

4 19 diperoleh sistem yang tidak bergantung pada dimensi sebagai berikut dp m dt ds m dt dr m dt dp f dt ds f dt dr f dt dengan = µ dan α m = αm µ = 1 P m S m P m, (3.7) = P m S m α m S m S m, (3.8) = α m S m R m, (3.9) = 1 β f P f S m P f, (3.10) = β f P f S m α f S f S f, (3.11) = α f S f R f, (3.12) merupakan parameter yang tidak berdimensi. III.2 III.2.1 Analisis Kualitatif Titik Tetap Tak Endemik Dan Analisis Kestabilan Titik tetap tak endemik merupakan salah satu solusi kesetimbangan sistem yang memberikan makna bahwa untuk jangka waktu yang lama, populasi perokok akan hilang sama sekali. Kestabilan titik tetap tak endemik dapat ditentukan melalui nilai karakteristik dari matriks Jacobi sistem yang diperoleh melalui linearisasi sistem di sekitar titik tetap tersebut. Dengan membuat persamaan (3.7)-(3.9) sama dengan nol maka diperoleh solusi kesetimbangan yaitu berupa titik tetap tak endemik (Pm, Sm, Rm) = (1, 0, 0). Teorema 1 Misalkan (P m, S m, R m) = (1, 0, 0) adalah titik tetap tak endemik dari sistem (3.7)-(3.9). Titik tetap tak endemik tersebut stabil asimtotik secara lokal jika dan hanya jika R 0 < 1, dengan nilai R 0 = Bukti: α m+1. ( ) Pelinieran sistem (3.7)-(3.9) disekitar titik tetap (P m, S m, R m) = (1, 0, 0) menghasilkan matriks Jacobi: 1 0 J(1, 0, 0) = 0 β m α m 1 0. (3.13) 0 α m 1

5 20 Nilai eigen matriks (3.13) dapat diperoleh dari solusi persamaan karakteristiknya yaitu 1 λ 0 J λi = 0 α m 1 λ 0 = 0. (3.14) 0 α m 1 λ Dari persamaan karakteristik (3.14) diperoleh nilai eigen λ 1 = 1, λ 2 = 1 dan λ 3 = α m 1. Karena diketahui bahwa titik tetap sistem stabil asimtotik secara lokal maka λ 3 juga bernilai negatif yaitu α m 1 < 0 atau α m+1 < 1. Jika kita definisikan R 0 = α m+1 maka diperoleh R 0 < 1. Jadi terbukti bahwa jika titik tetap tak endemik stabil asimtotik secara lokal maka R 0 < 1. ( ) Tinjau persamaan karakteristik (3.14). Dari persamaan karakteristik tersebut diperoleh nilai eigen λ 1 = 1, λ 2 = 1 dan λ 3 = α m 1. Agar titik tetap sistem stabil maka nilai eigen λ 3 haruslah bernilai negatif. Misalkan R 0 = α m+1. Karena diketahui R 0 < 1 maka α m+1 < 1 atau α m 1 < 0. Jadi diperoleh λ 3 = α m 1 < 0. Karena ketiga nilai eigen negatif akibatnya sistem akan stabil asimtotik secara lokal. Jadi terbukti bahwa jika R 0 < 1 maka titik tetap tak endemik sistem stabil asimtotik secara lokal. III.2.2 Titik Tetap Endemik Dan Analisis Kestabilan Titik tetap endemik juga merupakan solusi kesetimbangan sistem yang memberikan makna bahwa untuk jangka waktu yang lama populasi perokok akan selalu ada dan berpeluang untuk meyebabkan orang lain menjadi perokok. Seperti halnya dengan titik tetap tak endemik, syarat kestabilan titik endemik dapat ditentukan melalui nilai karakteristik dari matriks Jacobi sistem yang dapat diperoleh melalui linearisasi sistem di sekitar titik tetap endemik tersebut. Dengan membuat persamaan (3.7)-(3.9) sama dengan nol maka diperoleh titik tetap yang kedua berupa titik tetap endemik, yaitu (Pm, Sm, Rm ) = ( ) 1 R 0, (R 0 1), α m(r 0 1) dengan R 0 = βm. α m +1

6 21 Teorema 2 Misalkan (P m, S m, R m ) = ( 1 R 0, (R 0 1), α m(r 0 1) ) adalah titik tetap endemik dari sistem (3.7)-(3.9). Titik tetap endemik tersebut akan stabil asimtotik secara lokal jika dan hanya jika R 0 > 1, dengan nilai R 0 = Bukti: α m+1. ( ) Pelinieran sistem (3.7)-(3.9) disekitar titik tetap (P m, S m, R m ) menghasilkan matriks Jacobi : (R 0 1) 1 R 0 0 J(Pm, Sm, Rm ) = (R 0 1) 0 0. (3.15) 0 α m 1 Nilai eigen matriks (3.15) diperoleh dari solusi persamaan karakteristiknya yaitu (R 0 1) 1 λ R 0 0 J λi = (R 0 1) λ 0 = 0. (3.16) 0 α m 1 λ Dari persamaan karakteristik (3.16) diperoleh nilai eigen λ 1 = 1 dan persamaan kuadrat λ 2 + aλ + b = 0, (3.17) dengan a = R 0 dan b = (R 0 1) R 0. Persamaan kuadrat (3.17) akan mempunyai dua akar real yang negatif atau dua akar kompleks dengan bagian real yang negatif jika dan hanya jika koefisien a, b > 0. Karena diketahui bahwa titik tetap endemik sistem stabil asimtotik secara lokal maka dua nilai eigen lainnya bernilai negatif. Atau dengan kata lain koefisien dari persamaan kuadrat (3.17), a, b > 0. Akibatnya diperoleh nilai R 0 > 1, dengan R 0 = α m +1. Jadi terbukti bahwa jika titik tetap endemik sistem stabil asimtotik secara lokal maka R 0 > 1. ( ) Tinjau persamaan karakteristik (3.16) dengan nilai eigen λ 1 = 1 dan persamaan kuadrat (3.17) dengan a = R 0 dan b = (R 0 1) βm R 0. Agar titik tetap endemik stabil maka dua nilai eigen lainnya haruslah bernilai negatif.

7 22 Karena diketahui R 0 > 1, dengan nilai R 0 = α m, maka nilai a > 0 dan b > Akibatnya persamaan kuadrat (3.17) menghasilkan dua akar real yang negatif atau dua akar kompleks dengan bagian real yang negatif. Karena ketiga nilai eigen negatif maka titik tetap endemik akan stabil asimtotik. Jadi terbukti bahwa jika R 0 > 1 maka titik tetap endemik sistem stabil asimtotik secara lokal. III.2.3 Basic Reproductive Number (R 0 ) Dalam masalah kebiasaan merokok, R 0 dapat dinyatakan sebagai rata-rata banyaknya kasus kedua (kasus sekunder) yang dihasilkan oleh seorang perokok aktif, pada saat ia berinteraksi dalam sebuah populasi yang potensial. Nilai R 0 sistem dapat diperoleh melalui syarat kestabilan titik tak endemik atau titik endemik karena stabil atau tidaknya kedua titik tersebut ditentukan melalui besar kecilnya nilai R 0. Tinjau nilai R 0 yang telah diperoleh dari syarat kestabilan kedua titik tetap yaitu R 0 = dengan rata-rata kontak dan 1 α m +1 α m + 1, (3.18) adalah periode terjadinya kontak. Secara umum, R 0 sistem pada model awal ini bergantung pada parameter α m dan. Besar kecilnya nilai R 0 dapat kita tentukan dengan cara mengetahui ambang batas dari tiap parameter atau kebergantungan antara parameter α m dengan. Jika R 0 = 1, yang merupakan titik bifurkasi sistem (turning point), maka diperoleh persamaan = α m + 1. Gambar berikut memperlihatkan hubungan antara parameter α m dengan untuk nilai R 0 = 1. Gambar III.2: Grafik terhadap α m, dengan nilai R 0 = 1. Endemik terjadi jika R 0 > 1 dan tak endemik jika R 0 < 1.

8 23 Dari Gambar III.2 di atas dapat dilihat bahwa jika nilai < 1 maka nilai R 0 akan selalu kecil dari 1, untuk setiap nilai α m > 0. Sebaliknya, jika nilai cukup besar, maka R 0 akan kecil dari 1 jika dan hanya jika nilai α m juga besar. Ini berarti bahwa jika terjadi kontak yang cukup besar antara pria perokok aktif dengan subpopulasi potensial maka rata-rata jumlah populasi yang berhenti merokok juga harus besar sehingga untuk jangka waktu yang lama endemik tidak terjadi dalam sistem. Tetapi jika kontak yang terjadi cukup kecil maka untuk jangka waktu yang lama endemik tidak akan terjadi dalam sistem. Jadi pada kondisi yang stasioner jika nilai R 0 cukup besar yaitu kontak dengan pria perokok aktif ( ) cukup besar, maka jumlah orang yang merokok akan bertambah banyak sehingga endemik akan terjadi. Tetapi jika kontak dengan pria perokok ( ) cukup kecil, maka jumlah orang yang merokok akan berkurang sehingga endemik dalam suatu populasi tidak akan terjadi. III.3 III.3.1 Analisis Kuantitatif Estimasi Parameter Estimasi parameter model dalam persamaan (3.7)-(3.12) dilakukan dengan menggunakan data jumlah perokok yang diperoleh dari National Statistics: GHS yang melakukan survei data di Inggris dari tahun 1974 sampai tahun Data tersebut berupa persentase jumlah perokok dan jumlah orang yang berhenti merokok dengan total populasi 100% [11]. Data perokok dikelompokkan berdasarkan usia 16 tahun sampai 60 tahun (data selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran). Dengan mendiskritisasi model (dengan t = 1) dan kemudian menggunakan metode kuadrat terkecil (Least Squares Method) diperoleh nilai parameter model yang dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel III.1. Nilai parameter model. µ α m α f βm βf α m = αm µ α f = α f µ = µ β f = β f µ Dari data diketahui bahwa pada awal tahun 1974 jumlah pria perokok aktif mencapai 51%, wanita perokok aktif sebesar 41%, pria perokok yang berhenti

9 24 merokok sebesar 23% dan wanita perokok yang berhenti merokok sebesar 11%. Dengan menganggap total populasi 100% diperoleh jumlah pria potensial sebesar 26% dan wanita potensial sebesar 48%. Dengan menganggap tahun 1974 sebagai tahun ke t = 0 maka nilai tersebut menjadi nilai awal untuk menyelesaikan persamaan (3.7) - (3.12). Karena persamaan (3.7) - (3.12) merupakan bentuk persamaan yang tak berdimensi maka nilai awal tersebut menjadi P m (0) = 0.26, S m (0) = 0.51, R m (0) = 0.23, P f (0) = 0.48, S f (0) = 0.41 dan R f (0) = III.3.2 Simulasi Numerik Pada bagian ini kita akan melakukan simulasi secara numerik untuk mengetahui perilaku solusi sistem. Simulasi dilakukan dengan mengubah-ubah parameter, yaitu rata-rata kontak dengan pria perokok, untuk melihat seberapa besar pengaruh parameter tersebut dalam hal terjadinya endemik pada suatu populasi. Dengan menggunakan nilai parameter dalam Tabel III.1 diperoleh R 0 = yang berarti titik tetap tak endemik yaitu (P, S, R ) = (1, 0, 0), tidak stabil dan titik tetap endemik yaitu (P m, S m, R m ) = (0.71, 0.13, 0.15) dan (Pf, S f, R f ) = (0.78, 0.10, 0.11) stabil asimtotik secara lokal sehingga untuk t yang besar (t ), solusi dari persamaan (3.7) - (3.12) akan menuju ke titik tetap endemik tersebut. Grafik solusinya dapat dilihat dalam Gambar III.3 berikut R Pm t Sm t Rm t Pf t Sf t Rf t t Gambar III.3: Grafik solusi dengan nilai awal P m (0) = 0.26, S m (0) = 0.51, R m (0) = 0.23, P f (0) = 0.48, S f (0) = 0.41, R f (0) = 0.11 dan nilai parameter α m = 1.145, α f = 1.072, = 3.018, β f =

10 25 Dari Gambar III.3 di atas dapat dilihat bahwa untuk waktu yang stasioner jumlah pria dan wanita perokok selalu ada. Hal ini juga dapat dilihat dengan jelas dalam bidang fase antara subpopulasi pria dan wanita perokok berikut. (a) 0.11 (b) Sf(t) Sm(t) (c) Gambar III.4: Bidang fase antara subpopulasi pria perokok dengan wanita perokok, dengan nilai awal S m (0) = 0.51, S f (0) = 0.41 dan nilai parameter α m = 1.145, α f = 1.072, = dan β f = Bidang fase dalam Gambar III.4(a) di atas menunjukkan bahwa jumlah perokok pada kedua populasi menurun, tetapi ternyata nilai tersebut tidak menurun secara terus menerus melainkan terjadi suatu perputaran (spiral) pada ujung grafik yang berturut-turut ditunjukkan dalam Gambar III.4(b) dan (c), sehingga dapat kita simpulkan bahwa populasi perokok tidak akan pernah hilang dari sistem walaupun untuk waktu yang lama. Jika nilai kita turunkan menjadi maka akan diperoleh nilai R 0 = Ini berarti bahwa titik tetap tak endemik akan stabil asimtotik secara lokal dan titik tetap endemik tidak stabil sehingga untuk t yang cukup besar, solusi model akan menuju ke titik tetap tak endemik tersebut. Jadi untuk waktu yang stasioner jumlah pria perokok aktif akan hilang sama sekali sehingga endemik tidak akan terjadi. Grafik solusinya dapat dilihat dalam Gambar III.5 berikut.

11 R Pm t Sm t Rm t Pf t Sf t Rf t t Gambar III.5: Grafik solusi dengan nilai awal P m (0) = 0.26, S m (0) = 0.51, R m (0) = 0.23, P f (0) = 0.48, S f (0) = 0.41, R f (0) = 0.11 dan nilai parameter α m = 1.145, α f = 1.072, = dan β f = Gambar III.5 di atas memperlihatkan perubahan yang terjadi pada solusi sebelumnya. Perubahan tersebut berupa pertambahan populasi potensial, penurunan populasi perokok serta perubahan populasi recover yang terjadi setelah nilai kita turunkan. Besar perubahan tersebut dapat dilihat dalam grafik selisih antara solusi dalam Gambar III.3 dan III.5 berikut t 0 t (a) Gambar III.6: Grafik jumlah pertambahan populasi potensial (garis), penurunan populasi perokok aktif (titik) dan populasi recover (garis putus) untuk populasi pria (a) dan wanita (b) setelah nilai diturunkan. (b) Untuk populasi pria (Gambar III.6(a)), dapat dilihat dalam jangka waktu 18 tahun (t = 1, dengan nilai µ = 0.055), jumlah pria potensial bertambah sebesar 20% dan terus bertambah menjadi 30%. Sebaliknya, jumlah populasi pria perokok aktif, dalam jangka waktu 18 tahun (t = 1), berkurang sebesar

12 27 13% dan terus berkurang menjadi 15%. Penurunan ini tentu saja diakibatkan karena kontak dengan pria perokok yang diasumsikan sebagai vektor penyebab seseorang menjadi perokok kita turunkan. Begitupula dengan populasi wanita potensial (lihat Gambar III.6(b)), dalam jangka waktu sekitar 18 tahun (t = 1), jumlahnya bertambah sebesar 8% dan terus bertambah menjadi 20%. Sebaliknya, jumlah wanita perokok aktif, dalam waktu sekitar 18 tahun berkurang sebesar 5% dan terus berkurang menjadi 10%. Dari hasil simulasi di atas dapat disimpulkan bahwa jika rata-rata kontak antara pria potensial atau wanita potensial dengan pria perokok aktif per individu per tahun dapat dikontrol maka untuk kondisi yang stasioner endemik dalam suatu populasi tidak akan terjadi.

Bab V Model Dengan Faktor Denda Bagi Para Perokok

Bab V Model Dengan Faktor Denda Bagi Para Perokok Bab V Model Dengan Faktor Denda Bagi Para Perokok V.1 Pembentukan Model Model ketiga ini merupakan pengembangan dari model kedua yaitu dengan memasukkan faktor yang dapat menekan laju pertambahan jumlah

Lebih terperinci

MODEL DINAMIK STRATEGI PENCEGAHAN PERTAMBAHAN JUMLAH PEROKOK TESIS. KASBAWATI NIM : Program Studi Matematika

MODEL DINAMIK STRATEGI PENCEGAHAN PERTAMBAHAN JUMLAH PEROKOK TESIS. KASBAWATI NIM : Program Studi Matematika MODEL DINAMIK STRATEGI PENCEGAHAN PERTAMBAHAN JUMLAH PEROKOK TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh KASBAWATI NIM : 20105012 Program

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba

Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba Vol. 7 No. 3-22 Juli 2 Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba Kasbawati Syamsuddin Toaha Abstrak Salah satu epidemi yang sedang mengancam

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5 III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.

Lebih terperinci

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan BAB III MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dipaparkan model Kaplan secara terperinci sebelum memodifikasinya menjadi model yang lebih realistis pada bab selanjutnya. Kaplan memberikan suatu model deterministik

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR 9 IV PEMBAHASAN 4.1 Model SIR 4.1.1 Titik Tetap Untuk mendapatkan titik tetap diperoleh dari dua persamaan singular an ) sehingga dari persamaan 2) diperoleh : - si + s = 0 9) si + )i = 0 didapat titik

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit

Lebih terperinci

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran ANALISIS KESTABILAN PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) DENGAN VAKSINASI MENGGUNAKAN MODEL ENDEMI SIR Marhendra Ali Kurniawan Fitriana Yuli S, M.Si Jurdik Matematika FMIPA UNY Abstrak: Makalah ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dibahas model yang dikembangkan dari model Kaplan. Terdapat beberapa asumsi Kaplan yang akan dimodifikasi. Selain itu, pada bab ini juga diberikan analisis

Lebih terperinci

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN Oleh: Labibah Rochmatika (12 09 100 088) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko M.Si Drs. Lukman

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia BAB IV Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia Bab ini menjelaskan model penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia, atau dikenal sebagai model internal. Bagian

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ 9 III MODEL MATEMATIKA 3.1 Model SIRS Model dasar yang digunakan untuk menggambarkan penyebaran pengguna narkoba adalah model SIRS. Model ini dikemukakan oleh Kermac dan McKendric (1927) sebagai model

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) Amir Tjolleng 1), Hanny A. H. Komalig 1), Jantje D. Prang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibentuk model matematika dari penyebaran penyakit virus Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada parameter laju transmisi. A.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala BAB III PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyata Flu Burung (Avian Influenza) Avian Influenza atau yang lebih dikenal dengan flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A.

Lebih terperinci

MODEL PELATIHAN ULANG (RETRAINING) PEKERJA PADA SUATU PERUSAHAAN BERDASARKAN PENILAIAN REKAN KERJA

MODEL PELATIHAN ULANG (RETRAINING) PEKERJA PADA SUATU PERUSAHAAN BERDASARKAN PENILAIAN REKAN KERJA ISSN: 288-687X 13 ODEL PELATIHAN ULANG (RETRAINING) PEERJA PADA SUATU PERUSAHAAN BERDASARAN PENILAIAN REAN ERJA Dwi Lestari Jurusan Pendidikan atematika FIPA Universitas Negeri Yogyakarta E-mail: dwilestari@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas dan derivative-derivatif

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALYSIS OF STABILITY OF SPREADING DISEASE MATHEMATICAL MODEL WITH TRANSPORT-RELATED INFECTION

Lebih terperinci

Jurnal String Vol. 2 No. 1 Agustus 2017 p-issn: e-issn:

Jurnal String Vol. 2 No. 1 Agustus 2017 p-issn: e-issn: MODEL MAEMAIKA KANKER PARU PARU AKIBA PENGARUH SISA ASAP ROKOK DAN PENCEGAHANNYA Roni Al Maududi Program Studi Informatika, Universitas Indraprasta PGRI E-Mail: ronialmaududi@gmail.com Abstrak Kanker paru

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN OLEH : TASLIMA NRP : 1209201728 DOSEN PEMBIMBING 1. SUBCHAN, M.Sc, Ph.d 2. Dr. ERNA APRILIANI, M.Sc ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

Model Matematika Jumlah Perokok dengan Nonlinear Incidence Rate dan Penerapan Denda

Model Matematika Jumlah Perokok dengan Nonlinear Incidence Rate dan Penerapan Denda Model Matematika Jumlah Perokok dengan Nonlinear Incidence Rate dan Penerapan Denda Mohammad Soleh 1, Ifnur Haniva 2 1,2 Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim Riau Jl.

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MODEL 2

BAB IV ANALISIS MODEL 2 BAB V AAL MODEL BAB V AAL MODEL Pada bab ini akan dibahas titik-titik kesetimbangan Model tanpa delay dan dengan delay. Model yang akan dibahas adalah Model Persamaan 3.5 3.8. elain itu, pada bab ini juga

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi penurunan model matematika penyebaran penyakit DBD yang selanjutnya akan disebut

Lebih terperinci

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan Situasi filariasis dalam kehidupan nyata telah dijelaskan di Bab I dan II Selanjunya, penyederhanaan masalah untuk memudahkan pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hama adalah organisme yang mengganggu atau merusak tanaman sehingga pertumbuhan dan perkembangannya terganggu. Secara umum, organisme tersebut adalah mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan makhluk hidup ini banyak permasalahan yang muncul seperti diantaranya banyak penyakit menular yang mengancam kehidupan. Sangat diperlukan sistem untuk

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam BAB III PEMBAHASAN A. Formulasi Model Matematika Secara umum virus merupakan partikel yang tersusun atas elemen genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA)

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Buletin Ilmiah Math. Stat. Dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 235-244 ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Hidayu Sulisti, Evi Noviani, Nilamsari Kusumastuti

Lebih terperinci

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka BAB VI Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka VI.1 Kesimpulan Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemik di suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENULARAN PENYAKIT GONORE

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENULARAN PENYAKIT GONORE Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 1 (2015), hal 47-56. PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENULARAN PENYAKIT GONORE Tri Wahyuni, Bayu Prihandono, Nilamsari

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK DISKRET Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK Kontinu Sistem Dinamik Diskret POKOK BAHASAN SDD OTONOMUS NON-OTONOMUS 1-D MULTI-D LINEAR NON-LINEAR

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 163-172 ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Auliah Arfani, Nilamsari Kusumastuti, Shantika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

MODEL STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA DEPOK PENDAHULUAN

MODEL STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA DEPOK PENDAHULUAN MODEL STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA DEPOK H. SUMARNO 1, P. SIANTURI 1, A. KUSNANTO 1, SISWADI 1 Abstrak Kajian penyebaran penyakit dengan pendekatan deterministik telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat tentang latar belakang yang mendasari penelitian. Berdasarkan pada latar belakang tersebut, ditentukan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Pada bab ini juga dijelaskan

Lebih terperinci

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Nara Riatul Kasanah dan Sri Suprapti H Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih 126 1 5 Dosen Pembimbing: Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model dan kontrol optimal penyebaran polio dengan vaksinasi. Dari model matematika penyebaran polio tersebut akan ditentukan titik setimbang dan kemudian

Lebih terperinci

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si. PERMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (MATHEMATICAL MODEL AND STABILITY ANALYSIS THE SPREAD OF AVIAN INFLUENZA) Oleh : Dinita Rahmalia NRP 1206100011 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu, Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS I. Murwanti 1, R. Ratianingsih 1 dan A.I. Jaya 1 1 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Tadulako, Jalan Sukarno-Hatta

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 50 55 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN AIDA BETARIA Program

Lebih terperinci

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS ABSTRAK Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular tertua yang menyerang manusia. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa sepertiga

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Influenza atau lebih dikenal dengan flu, merupakan salah satu penyakit yang menyerang pernafasan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus influenza yang

Lebih terperinci

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI. RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI. RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2 FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, 13 23 MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2 1, 2 Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 2 (2015), hal 101 110 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Dwi Haryanto, Nilamsari Kusumastuti,

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI Mohammad soleh 1, Leni Darlina 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI TUGAS AKHIR

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI TUGAS AKHIR KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI TUGAS AKHIR Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika

Lebih terperinci

Kestabilan Titik Ekuilibrium Model SIS dengan Pertumbuhan Logistik dan Migrasi

Kestabilan Titik Ekuilibrium Model SIS dengan Pertumbuhan Logistik dan Migrasi Kestabilan Titik Ekuilibrium Model SIS dengan Pertumbuhan Logistik Migrasi Mohammad soleh 1, Parubahan Siregar 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245 APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS MODEL Septiangga Van Nyek Perdana Putra 1), Kasbawati 2), Syamsuddin Toaha 3) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN

ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN Suryani, Agus Suryanto, Ratno Bagus E.W Pelaksana Akademik Mata Kuliah Universitas, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) A. LANDASAN TEORI Misalkan χ merupakan matriks berukuran nxp, dengan baris-baris yang berisi observasi sebanyak n dari p-variat variabel acak X. Analisis

Lebih terperinci

Analisis Regresi Nonlinear (I)

Analisis Regresi Nonlinear (I) 9 Oktober 2013 Topik Inferensi dalam Regresi Nonlinear Contoh Kasus Regresi linear berganda secara umum sesuai untuk kebanyakan kasus. Namun, banyak kasus peubah respons dan bebas berhubungan melalui fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS e-jurnal Matematika Vol 1 No 1 Agustus 2012, 52-58 MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS K QUEENA FREDLINA 1, TJOKORDA BAGUS OKA 2, I MADE EKA DWIPAYANA

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR TUGAS AKHIR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ( S TA B I L I T Y A N A LY S I S O F A P R E D AT O R - P R E Y M O D E L W I T H I N F E C T

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini disimpulkan hasil analisa model epidemik bertipe SIA dengan transmisi vertikal, dan penyakit menyebar melalui transfer transpacental (bersifat turun temurun) dengan

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan BAB IV STUDI KASUS 4.1 Indeks Harga Konsumen Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan sebelumnya menurut persentase untuk mengetahui turun naiknya harga barang. Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. ,, dan, dengan menggunakan bantuan software Mathematica ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

IV PEMBAHASAN. ,, dan, dengan menggunakan bantuan software Mathematica ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model HSC Tanpa Terapi 4.1.1 Penentuan Titik Tetap Model HSC Tanpa Terapi Titik tetap dari persamaan (3.1) (3.3) akan diperoleh dengan menetapkan,, dan, dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Global Model Epidemik SIRS menggunakan Fungsi Lyapunov

Analisis Kestabilan Global Model Epidemik SIRS menggunakan Fungsi Lyapunov Analisis Kestabilan Global Model Epidemik SIRS menggunakan Fungsi Lyapunov Yuni Yulida 1, Faisal 2, Muhammad Ahsar K. 3 1,2,3 Program Studi Matematika FMIPA Unlam Universitas Lambung Mangkurat Jl. Jend.

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada pengembangan aplikasi matematika di seluruh aspek kehidupan manusia. Peran

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada pengembangan aplikasi matematika di seluruh aspek kehidupan manusia. Peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari peranan ilmu matematika. Penggunaan ilmu pengetahuan di bidang matematika dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 135-142 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Marisa Effendi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi 1 Firdha Dwishafarina Zainal, Setijo Winarko, dan Lukman Hanafi Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN BEBAS PENYAKIT MODEL EPIDEMI CVPD (CITRUS VEIN PHLOEM DEGENERATION) PADA TANAMAN JERUK DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II

ANALISIS KESTABILAN BEBAS PENYAKIT MODEL EPIDEMI CVPD (CITRUS VEIN PHLOEM DEGENERATION) PADA TANAMAN JERUK DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II M-18 ANALISIS KESTABILAN BEBAS PENYAKIT MODEL EPIDEMI CVPD (CITRUS VEIN PHLOEM DEGENERATION) PADA TANAMAN JERUK DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II Tesa Nur Padilah 1), Najmudin Fauji 2) 1) Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun akademik 2011/2012.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun akademik 2011/2012. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakuakan di Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun

Lebih terperinci