Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue"

Transkripsi

1 BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi penurunan model matematika penyebaran penyakit DBD yang selanjutnya akan disebut sebagai model Dengue, untuk dua serotipe virus tanpa vaksinasi. Bagian kedua terdiri atas penurunan parameter ambang yang disebut sebagai basic reproduction ratio, yang digunakan sebagai parameter penentu kestabilan lokal dari titik-titik kesetimbangan model. Titik-titik kesetimbangan inilah yang akan digunakan untuk memberikan penjelasan fenomena piramida penyakit yang cukup dikenal dalam penyebaran penyakit DBD secara eksternal. Selain itu akan diberikan pula hasil-hasil analisis kestabilan lokal titik-titik kesetimbangan model yang telah diperoleh. Sedangkan pada bagian ketiga dikemukakan temuan penting mengenai parameterparameter yang paling berpengaruh dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan selama ini melalui simulasi numerik. II.1 Penurunan Model Matematika Sebelum menjelaskan penurunan model matematika terlebih dahulu dikemukakan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penurunan model ini. Asumsi -asumsi tersebut dituangkan dalam butir-butir penjelasan berikut ini. 1. Jumlah total individu dalam populasi adalah konstan baik untuk populasi manusia maupun untuk populasi nyamuk. 2. Individu yang menderita infeksi sekunder diasumsikan terlebih dahulu sembuh dari infeksi primer virus Dengue. 11

2 3. Infeksi sekunder hanya terjadi pada manusia, tidak terjadi di dalam tubuh nyamuk, karena nyamuk terinfeksi selama hidupnya (kurang lebih 14 hari (Kurane dkk, 2001)). 4. Saat mengalami infeksi virus Dengue dalam tubuhnya, diasumsikan manusia akan kebal terhadap semua serotipe virus Dengue. Namun setelah sembuh dari infeksinya manusia tersebut hanya akan kebal terhadap virus Dengue yang ada dalam tubuhnya. (Gubler,1998, WHO, 1986, WHO homepage dan CDC homepage). 5. Populasi yang ditinjau adalah populasi yang tertutup. 6. Model yang dikembangkan pada penelitian ini hanya meninjau dua serotipe virus, dari empat serotipe virus Dengue yang ada, sebut serotipe 1 dan serotipe Model yang dikembangkan mengacu pada kondisi awal semua individu dalam populasi manusia adalah manusia sehat yang akan terinfeksi penyakit, dan selanjutnya disebut sebagai susceptible, kemudian dimasukkan satu individu yang terinfeksi virus serotipe 1 dan satu individu yang terinfeksi virus serotipe 2 ke dalam populasi. 8. Vektor perantara penyakit hanya nyamuk, tidak ada vektor perantara lainnya. 9. Penelitian ini tidak membahas masalah infeksi ketiga maupun infeksi keempat dalam penyebaran penyakit Dengue. Dari asumsi yang tersusun di atas diturunkan model dasar penyebaran penyakit Dengue untuk dua serotipe virus tanpa pengaruh vaksinasi sebagai berikut. Misalkan N h adalah total populasi manusia dan N v adalah total populasi nyamuk. Diasumsikan bahwa total populasi manusia dan total populasi nyamuk konstan setiap saat. Model matematika yang akan dibahas didasarkan pada diagram transmisi eksternal yang tertera pada Gambar II.1. 12

3 Gambar II.1. Diagram Transmisi Eksternal untuk Dua serotipe virus Dengue Sebelum membahas penurunan model penyebaran DBD ini, terlebih dahulu didefinisikan variabel-variabel sebagai berikut; S menyatakan sub populasi individu sehat yang dapat terinfeksi DBD oleh virus serotipe pertama maupun virus serotipe kedua (susceptible). Ĩ i menyatakan sub populasi individu yang terinfeksi primer oleh serotipe virus i, sedangkan notasi Zi menyatakan sub populasi yang sembuh sementara dari infeksi primer terhadap serotipe virus i saja. Selanjutnya sub populasi manusia yang imun terhadap serotipe virus j dan mengalami infeksi sekunder terhadap virus i, diberikan oleh notasi Ỹi. Model penyebaran DBD untuk dua serotipe virus pertama kali diperkenalkan oleh Feng dan Velasco (1997), tetapi model ini memiliki kelemahan karena sub populasi infeksi sekunder berasal langsung dari sub populasi infeksi primer, hal ini tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan karena pada kasus DBD infeksi sekunder terjadi bila penderita terlebih dahulu sembuh dari infeksi primer, baru kemudian dapat mengalami infeksi sekunder (Halstead, 2002) dan (Gubler, 2002). Model ini diperbaiki oleh Esteva dan Vargas, (2002) dengan menambahkan sub populasi penderita yang sembuh dari infeksi primer, baik oleh serotipe virus 1 ataupun serotipe virus 2. Namun model Esteva dan Vargas, (2002) tidak membahas skenarioskenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran DBD. 13

4 Sebagai pengembangan dari model-model yang sudah ada dan melihat apakah faktor kendali terhadap penyebaran penyakit ini berhasil atau tidak, ditambahkan satu sub populasi lagi, yakni sub populasi D. Sub populasi ini menyatakan manusia yang terinfeksi sekunder baik oleh serotipe virus pertama maupun kedua dan diasumsikan menunjukkan gejala infeksi DBD serta dirawat di rumah sakit. Sedangkan populasi nyamuk terbagi atas tiga sub populasi, sub populasi pertama, V 0 menyatakan proporsi nyamuk sehat yang dapat terinfeksi virus Dengue dan V i yang menotasikan proporsi vektor terinfeksi oleh serotipe virus i. Dalam model ini diberikan asumsi bahwa individu dari sub populasi Zi memiliki peluang sebesar q untuk pindah ke sub populasi D dengan q merupakan peluang seseorang menunjukkan gejala DBD yang parah (severe). Sedangkan peluang sebesar 1 q individu pindah ke sub populasi Ỹi karena diasumsikan tidak menunjukkan gejala DBD. Pada model ini proses transmisi penyakit dari sub populasi D ke nyamuk tidak terjadi. Karena diasumsikan saat di rumah sakit penderita DBD diisolasi dengan baik sehingga tidak ada nyamuk yang dapat mentransmisikan virus Dengue. Sehingga dalam model ini yang menyebabkan nyamuk bisa terinfeksi adalah apabila nyamuk tersebut menggigit individu yang ada pada sub populasi - sub populasi Ĩ dan Ỹ, yakni individu yang mengalami infeksi primer maupun infeksi sekunder. Adanya sub populasi D ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh keberhasilan penerapan skenario-skenario vaksinasi pada model penyebaran eksternal DBD. Indikator kesuksesan pemberian vaksinasi dilihat dari dinamik individu yang berada pada sub populasi D menjadi nol atau minimal berada pada level yang cukup rendah, misalnya kurang dari 1%. Pada model ini juga tidak dibedakan besarnya peluang q (yakni peluang seseorang mengalami severe DHF ) terhadap serotipe virus 1 atau serotipe virus 2, karena pada kenyataannya membedakan virus Dengue pada seorang penderita memerlukan waktu yang cukup lama, antara 1-2 bulan (Vaughn dkk, 2000). 14

5 Selanjutnya, dimisalkan bahwa laju infeksi rata-rata per satuan waktu dari nyamuk ke manusia diberikan oleh persamaan B i = bβ i, i = 1, 2 dan dari manusia ke nyamuk dinyatakan dalam A i = bα i, i = 1, 2, dengan b adalah rata-rata gigitan nyamuk per satuan waktu, β i, i = 1, 2 adalah peluang transmisi sukses setotipe virus ke i dari nyamuk ke manusia, dan α i, i = 1, 2 adalah peluang sukses transmisi virus ke i dari manusia ke nyamuk. Sistem dinamik untuk manusia dinyatakan sebagai berikut d S dĩ1 dĩ2 d Z 1 d Z 2 d D dỹ1 dỹ2 d Z = µ h N h (B 1 V 1 + B 2 V 2 ) S µ h S = B 1 V 1 S (γ + µh )Ĩ1 = B 2 V 2 S (γ + µh )Ĩ2 = γĩ1 σ 2 B 2 V 2 Z1 µ h Z1 = γĩ2 σ 1 B 1 V 1 Z2 µ h Z2 = q(σ 2 B 2 V 2 Z1 + σ 1 B 1 V 1 Z2 ) (µ h + γ + δ) D (II.1) = (1 q)σ 1 B 1 V 1 Z2 (γ + µ h )Ỹ1 = (1 q)σ 2 B 2 V 2 Z1 (γ + µ h )Ỹ2 = γ(ỹ1 + Ỹ2) µ h Z + γd. Sistem dinamik untuk nyamuk diberikan oleh dv 0 (t) dv 1 (t) dv 2 (t) = µ v [A 1 ( Ĩ 1 N h + Ỹ1 N h ) + A2 ( Ĩ 2 N h + Ỹ2 N h ) ]V0 µ v V 0 = A 1 ( Ĩ 1 N h + Ỹ1 N h ) V0 µ v V 1 = A 2 ( Ĩ 2 N h + Ỹ2 N h ) V0 µ v V 2. (II.2) 15

6 Sedangkan nilai-nilai parameter yang digunakan dalam model ini diberikan pada Tabel II.1. Tabel II.1. Nilai parameter model eksternal (Feng dan Velasco, 1997). Simbol Definisi Nilai µ 1 h harapan hidup manusia 70 tahun µ 1 v harapan hidup nyamuk 14 hari γ 1 rata-rata periode infeksi dalam tubuh manusia hari A i rata-rata gigitan nyamuk per hari x peluang [0,5] transmisi sukses dari manusia ke nyamuk B i rata-rata gigitan nyamuk per hari x peluang [0,5] transmisi sukses dari nyamuk ke manusia σ i indeks suseptibilitas [0, 5] q peluang seseorang mengalami gejala parah [0, 1] Dalam model (II.1) dinamik sub populasi D memuat faktor kematian akibat penyakit yakni δ, namun untuk penyederhanaan dalam analisis ini diasumsikan δ = 0, dengan demikian analisis berlaku untuk total populasi yang konstan. Persamaan untuk sub populasi Z dan V 0 pada model (II.1 - II.2) dapat dieliminasi karena untuk setiap saat t, dapat dituliskan S+Ĩ1+Ĩ2+ Z 1 + Z 2 + D+Ỹ1+Ỹ2+ Z = N h dan V 0 + V 1 + V 2 = 1. Untuk menyederhanakan analisis model (II.1 - II.2) digunakan normalisasi, dengan mendefinisikan variabel-variabel baru sebagai berikut. S = S N h, I i = Ĩi N h, Z i = Z i N h, Y i = Ỹi N h, Z = Z N h, D = D N h, i (1, 2). Dengan menggunakan variabel-variabel tersebut pada model (II.1 - II.2) diperoleh 16

7 ds di i dz i dd dy i dv i = µ h (1 S) (B 1 V 1 + B 2 V 2 )S, = B i V i S (γ + µ h )I i, = γi i σ j B j V j Z i µ h Z i, = q(σ 2 B 2 V 2 Z 1 + σ 1 B 1 V 1 Z 2 ) (µ h + γ)d, (II.3) = (1 q)σ i B i V i Z j (γ + µ h )Y i, = A i (I i + Y i )(1 V 1 V 2 ) µ v V i, i, j 1, 2, i j. II.2 Analisis Model Proses analisis model dasar penyebaran penyakit DBD ini memiliki alur sebagai berikut; pertama dijelaskan terlebih dahulu parameter basic reproduction ratio, yang akan digunakan sebagai parameter ambang penentuan kriteria endemik dalam suatu populasi. Kedua, akan dicari titik-titik kesetimbangan model (II.3) serta kriteria kestabilan lokal dari titik kesetimbangan non endemik dan titik - titik kesetimbangan endemiknya. Teori mengenai titik kesetimbangan dan kestabilan lokal dari titik kesetimbangan tersebut dapat dilihat pada Wiggins, (1990). II.2.1 Parameter Ambang Batas Parameter basic reproduction ratio didefinisikan sebagai ekspektasi dari banyaknya kasus sekunder yang muncul akibat satu orang terinfeksi primer masuk dalam suatu populasi tertutup yang seluruhnya susceptible (Diekmann dan Heesterbeek, 2000). Parameter ini dinotasikan dengan lambang R 0. Ada beberapa metode untuk menentukan besaran R 0 ini seperti yang dijelaskan dalam Anderson dan May (1992), Marques dkk (1994), Diekmann dan Heesterbeek (2000), Castillo dkk (2002), Heesterbeek, (2002), Robert dan Heesterbeek (2003). 17

8 Dalam penelitian ini digunakan penentuan nilai R 0 dengan cara mengkonstruksi suatu matriks yang berasal dari sub populasi-sub populasi yang menyebabkan infeksi saja, seperti yang dijelaskan pada Feng dan Velasco (1997). Dengan cara ini matriks pembangkitnya akan berubah mengikuti perubahan model yang telah diturunkan. Untuk menentukan R 0 model (II.3) dari cara ini, pertama didefinisikan ψ i adalah laju rata-rata infeksi pada manusia yang dihasilkan oleh serotipe virus i, sebesar B i V i. Sedangkan ξ i adalah laju rata - rata infeksi pada nyamuk yang dihasilkan oleh serotipe virus i sebesar A i (I i + Y i ). Fungsi - fungsi ψ i dan ξ i mendeskripsikan frekuensi kebergantungan transmisi penyakit Dengue. Fungsi - fungsi ini pertama kali diperkenalkan oleh Feng dan Velasco, (1997). Selanjutnya, ruas kanan dari model (II.3) dibuat sama dengan nol, dan dituliskan kembali dalam bentuk sebagai berikut. S = Ī i = Z i = µ h, ψ 1 + ψ 2 + µ h ψ i S (γ + µ h ), γi i, i j, i, j 1, 2 σ j ψ j + µ h D = q(σ 2ψ 2 Z 1 + σ 1 ψ 1 Z 2 ), (II.4) (µ h + γ) Ȳ i = (1 q)σ iψ i Z j, i j, i, j 1, 2 (µ h + γ) V i = ξ i(1 V i ), i 1, 2, i j. ξ i + µ v Kemudian diturunkan matriks pembangkit untuk model (II.3). Misalkan K = (ψ 1, ψ 2, ξ 1, ξ 2 ) T, 18

9 subtitusi persamaan (II.4) dalam definisi ψ i dan ξ i, diperoleh empat persamaan dalam ψ i dan ξ i. Sistem baru ini dinotasikan dengan Φ(K) yang dituliskan sebagai berikut. Φ(K) = (B 1 V1, B 2 V2, A 1 (Ī1 + Ȳ1), A 2 (Ī2 + Ȳ2)) T, dengan V i, Īi dan Ȳi, i = 1, 2 seperti pada persamaan (II.4). Nilai dari R 0 untuk model (II.3) diberikan oleh Matriks Jacobi dari Φ(K) yang dievaluasi pada nilai titik kesetimbangan non-endemik, yakni pada saat ψ 1 = ψ 2 = ξ 1 = ξ 2 = 0, yang diberikan oleh DΦ(0) = B 1 µ v 0 B 2 µ v A 1 µ h +γ A 2 µ h +γ 0 0. Dengan mencari nilai eigen terbesar dari DΦ(0) diperoleh nilai R 0 = max{ R 1, R 2 }, dengan R i = A i B i, i 1, 2. (II.5) µ v (µ h + γ) Parameter nilai ambang R 0 ini memiliki makna untuk nilai R 0 > 1 mengakibatkan terjadinya endemik dalam suatu populasi, sedang untuk nilai R 0 < 1, endemik akan hilang dari populasi tersebut. Parameter R 0 ini pula yang akan digunakan untuk menganalisis kestabilan lokal titik-titik kesetimbangan model (II.3). 19

10 II.2.2 Titik - titik Kesetimbangan Pada sub-bagian ini akan dicari titik kesetimbangan model (II.3) pada daerah yang memiliki makna secara biologi, sebut Ω, dengan Ω = {(S, I i, Z i, Y i, D, V i ) R 10 + V 1 + V 2 1, S + I i + Z i + Y i + D 1} dan i = 1, 2. Model (II.3) memiliki tiga jenis titik kesetimbangan. Titik kesetimbangan jenis pertama adalah titik kesetimbangan non-endemik yang selalu ada apabila R i < 1. Jenis kedua adalah titik kesetimbangan endemik untuk salah satu serotipe virus, yakni titik endemik E 1 yang terjadi saat R 1 > 1 atau E 2 yang muncul pada saat R 2 > 1. Sedangkan jenis titik kesetimbangan yang terakhir, E 3, adalah titik endemik koeksistensi dua serotipe virus yang muncul saat R 1 > 1 dan R 2 > 1. Untuk penyederhanaan analisis kestabilan lokal titik endemik E 3 ini menggunakan asumsi bahwa karakteristik transmisi dari dua jenis serotipe virus adalah identik sehingga didapat kriteria kestabilan lokal untuk kondisi tersebut. Berikut disajikan hasil-hasil titik kesetimbangan yang diperoleh dari model (II.3). Titik Kesetimbangan Non-endemik Titik kesetimbangan non-endemik dari model (II.3) adalah E 0 = (1, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0). Titik ini akan selalu ada bila R i < 1, i = 1, 2. Kestabilan E 0 diberikan oleh teorema berikut ini. Teorema 1 Model (II.3) memiliki E 0 = (1, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0) sebagai titik kesetimbangan non-endemik yang stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika R 1 < 1 dan R 2 < 1. 20

11 Bukti Untuk menentukan kestabilan lokal dari titik kesetimbangan E 0, digunakan pelinearan matriks Jacobi model (II.3) di sekitar E 0. Matriks Jacobi D E0 diberikan oleh 2 3 µ h 0 0 B B µ h γ 0 B γ µh A 1 0 µv A µh γ 0 B D E0 = γ µ h A 2 0 µv 0 A µ h γ µ h γ µ h γ Nilai eigen dari matriks D E0 adalah µ h dan µh γ yang masing-masing mempunyai multiplisitas aljabar sebesar 3, dan akar dari polinom karakteristik berikut p i (x) = x 2 + ax + b i, i = 1, 2, dengan nilai a = µh + µ v + γ > 0, b i = (µ h + γ)µ v (1 R i ), i = 1, 2. Jelas bahwa polinom p i memiliki akar-akar dengan bagian real yang negatif jika dan hanya jika R i < 1. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa E 0 adalah titik kesetimbangan yang stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika R i < 1. Titik Kesetimbangan Endemik Selanjutnya akan ditentukan titik kesetimbangan endemik dari model (II.3). Misalkan hanya serotipe virus i yang ada, i = 1, 2, akibatnya V 1 = 0 atau V 2 = 0. Diperoleh titik - titik kesetimbangan model (II.3) yakni E 1 = (S 1, I 1, 0, Z 1, 0, 0, 0, 0, V 1, 0), E 2 = (S 2, 0, I 2, 0, Z 2, 0, 0, 0, 0, V 2 ), 21

12 dengan S i = µ hr i + B i R i (µ h + B i ), I i = Z i µ h B i (R i 1) (µ h + γ)(µ h + B i )R i, = γi i µ h, V i = µ h(r i 1) µ h R i + B i, i = 1, 2. Eksistensi dari titik-titik endemik E i terjadi jika dan hanya jika R i > 1, i = 1, 2. Sedangkan kestabilan dari titik endemik E i ini dijelaskan dalam teorema berikut. Teorema 2 Titik - titik kesetimbangan E i, i = 1, 2 merupakan titik kesetimbangan endemik yang stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika R i > 1, i = 1, 2 dan memenuhi ketaksamaan berikut R j < R i 1 + γσ jb i (1 q)(r i 1) (µ h R i +B i )(µ h +γ) 2, i, j = 1, 2, i j. (II.6) Apabila ketaksamaan (II.6) tidak terpenuhi, maka E i merupakan titik kesetimbangan endemik yang tak stabil. Bukti Akan ditunjukkan kriteria kestabilan dari E i, i = 1, 2. Matriks Jacobi yang bersesuaian dengan model (II.3) di sekitar titik E i, i = 1, 2 adalah D Ei = G 1 G 2 0 G 4 dengan G 1 = µ h B i V i 0 0 B i S 0 µ h γ 0 B i S 0 γ µh 0 0 A i (1 V i ) 0 µv A i I i dan 22

13 G 4 = µh γ 0 B j S γ µ h σ i B i Vi A j (1 Vi 0 µv 0 A j (1 Vi 0 0 (1 q)σ i B i Vi 0 µ h γ (1 q)σ j B j Zi 0 µ h γ 0 0 qσ i B i V i qσ j B j Z i 0 0 µ h γ. Nilai - nilai eigen dari matriks D Ei diberikan oleh blok matriks G 1 dan G 4. Nilai eigen dari blok matriks G 1 adalah µ h, dan akar-akar dari polinom p i (x) = x 3 + a i x 2 + b i x + c i, i = 1, 2, dengan a i = µh + µ v + κ + φ i + ϕ i, b i = (µ v + γ)µ h + µ 2 h + φ i ϕi + (κ + µ v )ϕ i + (κ + µ h )φ i, c i = µ h κφ i + κµ v ϕ i + κϕ i φ i, φ i = A i(r i 1) λ i + R i M, ϕ i = B iλ i (R i 1) R i (λ i + M), λ i = A i µ v, κ = µ h + γ, M = κ µ h, i = 1, 2. Perhatikan bahwa a i, b i, c i > 0 ketika R i > 1. Dapat dilihat juga bahwa c i < 2µ 2 h + µ h (µ v + γ)φ i + (µ h + µ v + κ)(µ h + µ v + 2κ)(φ i + ϕ i ), +(2µ h + 2µ v + 2κ)ϕ i φi, < a i b i, Selanjutnya dengan menggunakan kriteria Routh-Hurwitz (Bellman, 1970) (lihat rincian pada Lampiran A) diperoleh bahwa bagian real akar polinom p i (x) bernilai negatif bila R i > 1. Nilai eigen dari blok matriks G 4 adalah µ h γ dengan multiplisitas aljabar sebesar 23

14 3, µ h σ i B i V i, i = 1, 2, dan akar dari polinom g i (x) = x 2 +p i x+q i, i = 1, 2 dengan p i = µh + µ v + γ > 0, q i = (µ h + γ)µ v A j B j (1 V i )[S + (1 q)σ j Z i ], i = 1, 2, i j. Polinom g i (x) memiliki akar-akar dengan bagian real negatif bila q i > 0, i = 1, 2 dan hal ini mengakibatkan, R j < R i 1 + γσ jb i (1 q)(r i 1) (µ h R i +B i )(µ h +γ) 2, i, j = 1, 2, i j. Dapat kita simpulkan bahwa E i adalah titik kesetimbangan yang stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika R i > 1 dan R j < R i 1+ γσ j B i (1 q)(r i 1) (µ h R i +B i )(µ h +γ) 2, i, j = 1, 2, i j. Perhatikan bahwa untuk R 1 > 1 dan R 2 > 1, ketidaksamaan (II.6) untuk i = 1, 2 tidak dapat dipenuhi secara simultan, oleh sebab itu E 1 dan E 2 tidak dapat menjadi stabil lokal dalam waktu yang sama. Gambar II.2 dan Gambar II.3 mengilustrasikan daerah eksistensi serta diagram kestabilan E 0, E 1 dan E 2 terhadap nilai parameter R 1, R 2 serta nilai σ 1 dan σ 2 yang berbeda. Gambar II.2 dan Gambar II.3 diperoleh dengan menggunakan ketidaksamaan (II.6). Gambar II.2(a) diperoleh dengan memilih nilai σ 1 = σ 2 = 0, yang berarti bahwa kedua serotipe virus menghasilkan imunitas yang sempurna sehingga tidak terjadi infeksi sekunder pada manusia. Daerah R 1 > 1, R 2 > 1 di bidang R 1 R 2 terbagi menjadi dua, dan hanya titik kesetimbangan E i, i = 1, 2 yang stabil. Kasus ini memperlihatkan bahwa E i adalah titik yang stabil asimtotik lokal jika R i > 1 dan R i > R j. Secara biologis dapat diartikan bahwa keadaan ini memperlihatkan endemik yang disebabkan oleh virus serotipe i memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menggantikan serotipe yang lain pada saat tertentu. Gambar II.2.2(a) me- 24

15 Gambar II.2. Diagram eksistensi dan kestabilan dari E i untuk nilai parameter σ 1 dan σ 2 yang berbeda. Simulasi ini menggunakan nilai-nilai parameter γ = , A 1 = 1.5, A 2 = 3, B 1 = 2.5, B 2 = 1, and q =

16 Gambar II.3. Diagram eksistensi dan kestabilan dari E i untuk nilai parameter σ 1 dan σ 2 yang berbeda. Simulasi ini menggunakan nilai-nilai parameter γ = , A 1 = 1.5, A 2 = 3, B 1 = 2.5, B 2 = 1, and q =

17 nunjukkan bahwa pada saat R 1 < 1 dan R 2 < 1 titik E 0 merupakan titik yang stabil asimtotik lokal. Namun pada saat titik E 0 ini melewati garis R i = 1, i = 1, 2 maka titik ini menjadi tak stabil dan muncullah titik E i, i = 1, 2 yang stabil asimtotik lokal saat R i > 1 dan R j < R i, i, j = 1, 2, i j. Garis R i = 1, i = 1, 2 ini dikenal dengan garis transcritical bifurcation. Gambar II.2(b) menunjukkan bahwa nilai indeks suseptibilitas untuk masing - masing serotipe virus adalah σ 1 = 0.01 dan σ 2 = 0.08, atau dipilih nilai σ 1 0, σ 2 0 dan kurang dari satu. Untuk nilai σ i, i = 1, 2 tersebut dihasilkan perubahan kestabilan E i, i = 1, 2 menjadi tak stabil saat melewati garis lengkung, titik E 3 mulai muncul dan bernilai stabil pada daerah tengah. Saat nilai R 1 dan R 2 memenuhi persamaan garis lengkung tersebut, maka muncul satu nilai eigen nol, dan hal ini yang merubah kestabilan E i, i = 1, 2. Pada daerah ini semua titik kesetimbangan ada namun hanya titik kesetimbangan E 3 yang stabil asimtotik lokal, sedangkan titik yang lain merupakan titik yang tak stabil. Pada Gambar II.3(a) dan II.3(b) mengilustrasikan bahwa kenaikan nilai σ dapat menyebabkan perluasan daerah eksistensi dan kestabilan E 3. Namun daerah kestabilan dari E 1 dan E 2 menjadi lebih sempit apabila nilai σ 1 dan σ 2 naik. Hasil-hasil yang didapat pada Gambar II.2, memperlihatkan bahwa penambahan sub populasi D dalam model (II.3) tidak mempengaruhi kestabilan secara umum seperti yang dihasilkan pada Esteva dan Vargas, (2002). Namun model yang dikembangkan pada penelitian ini menemukan bahwa untuk nilai σ 1 > 1 dan σ 2 > 1 seperti pada Gambar II.2.2(d) tidak didapatkan pada hasil Esteva dan Vargas, (2002). 27

18 Koeksistensi Titik Kesetimbangan Endemik Jika ruas kanan pada model (II.3) dibuat sama dengan nol, didapatkan koeksistensi titik kesetimbangan endemik, yakni E 3 = (S, I i S = Z i = µ h µ h + B 1 V 1 γµ h I i σ j B j V j, I i + µ h, Y, Z i, Y i = B ivi S µ h + γ, i = (1 q)γb jvj σ i Ii (µ h + γ)(σ i B i Vi + µ h ), D = qµ hm[µ h (σ 1 + σ 2 ) + σ 1 σ 2 (B 1 V1 + B 2 V2 )]Z γ(µ h + γ)s, D, Vi ) dengan 1 Z2, i, j = 1, 2, i j. Subtitusi dari titik kesetimbangan di atas dalam model (II.3), diperoleh persamaan berikut dalam bentuk variabel-variabel V 1 dan V 2. dengan F 1 = dv 1 = a 1V b 1 V c 1 V 1 V 2 + d 1 V 1 + e 1 V 2 + f 1 = 0, F 2 = dv 2 = a 2V b 2 V c 2 V 2 V 1 + d 2 V 2 + e 2 V 1 + f 2 = 0. (II.7) a i = B 2 i σ i γm(a i µ h + µ v γm), b i = A i B i B j σ i µ h γ(1 q), c i = B i σ i µ h [A i B i µ h M + A i B j γ(1 q) + B j µ v µ h M 2 ], d i = µ 3 hb i Mµ v [λ i + M + σ i M(1 R i )], e i = µ 2 hµ v M[R i (µ 2 hm B j σ i γ(1 q)) + B j µ h M], f i = µ 4 hm 2 µ v (1 R i ), M = µ h + γ µ h, λ i = A i µ v, i, j = 1, 2, i j. Misalkan 0 < V 1, V 2 1, maka eksistensi dari E 3 dipenuhi jika dan hanya jika F 1 (V 1, 0) < F 2 (V 1, 0), F 2 (0, V 2 ) < F 1 (0, V 2 ) (II.8) atau F 1 (V 1, 0) > F 2 (V 1, 0), F 2 (0, V 2 ) > F 1 (0, V 2 ) (II.9) 28

19 dengan F 1 dan F 2 adalah fungsi-fungsi monoton turun yang diperoleh dari persamaan (II.7) dan F 1 (V1, 0) = d 1 + d 2 1 4a 1 f 1, F 2 (V1, 0) = d 2 + d 2 2 4a 2 f 2, 2a 1 2a 2 F 1 (0, V2 ) = e 1 + e 2 1 4b 1 f 1, F 2 (0, V2 ) = e 2 + e 2 2 4b 2 f 2, 2b 1 2b 2 Misalkan dan G 1 F 1 (V 1, 0) F 2 (V 1, 0) G 1 (R 1, R 2 ) G 2 F 2 (0, V 2 ) F 1 (0, V 2 ) G 2 (R 1, R 2 ). Gambar II.4 memberikan ilustrasi fungsi G 1 (R 1, R 2 ) dan G 2 (R 1, R 2 ) terhadap parameter R 1 dan R 2. Daerah A pada Gambar II.4 memenuhi ketaksamaan (II.9), sedangkan Daerah B pada Gambar II.4 memenuhi ketaksamaan (II.8). Dalam hal ini daerah A dan daerah B merupakan daerah eksistensi dari titik endemik E 3 terhadap nilai parameter R 1 dan R 2. Gambar II.4. Daerah A dan B merupakan daerah eksistensi titik E 3 untuk nilai parameter β 1 = 0.5, β2 = 0.36, µ h = , α 1 = 0.61, α 2 = 0.34, q = 0.02, b = 1, σ 1 = 0.6, σ 2 =

20 Kriteria kestabilan dari titik endemik E 3 ditentukan dengan menggunakan pelinearan model (II.3) pada titik kesetimbangan E 3. Melalui Teorema Cakram Gerschgorin (Gerschgorin Disk Theorem) (Atkinson, 1989 lihat rincian pada Lampiran A) diperoleh kriteria kestabilan untuk titik kesetimbangan ini sebagai berikut. V i 2λ i (1 V 1 V 2 ) 1 0, + S (1 q)σ i (V i σ i B i (Z j + Z j ) 0, (II.10) V i ) + γ µ h 0, (B 1 + B 2 )S (µ h + B 1 V 1 + B 2 V 2 ) 0, i, j = 1, 2. Ilustrasi kriteria kestabilan titik E 3 untuk nilai-nilai parameter tertentu dapat dilihat pada Gambar II.5. Pada Gambar II.5 ini diperlihatkan salah satu hasil simulasi untuk nilai-nilai parameter tertentu yang memenuhi (II.10). Titik - titik merah dalam lingkaran pada Gambar II.5 merupakan nilai - nilai eigen dari matriks Jacobi model (II.3) di titik E 3. Terlihat bahwa semua bagian real nilai - nilai eigen tersebut negatif. Gambar II.5. Ilustrasi cakram Gerschgorin yang memuat nilai - nilai eigen (titik -titik dalam lingkaran) yang memenuhi kriteria ketaksamaan (II.10) untuk parameter µ v = 1 14, γ = 0.071, β 1 = 0.5, β2 = 0.36, µ h = , α 1 = 0.61, α 2 = 0.34, q = 0.02, b = 1, σ 1 = 0.6, σ 2 =

21 Secara umum tidaklah mudah untuk memperoleh solusi eksak dari persamaan (II.7) dalam bentuk eksplisit. Berikut ini ditinjau kasus khusus untuk menyelesaikannya, dalam hal ini diasumsikan bahwa karakteristik transmisi dari kedua serotipe virus adalah identik. Hal ini membawa konsekuensi bahwa A 1 = A 2 = A, B 1 = B 2 = B, σ 1 = σ 2 = σ, R 1 = R 2 = R 0. Akibatnya persamaan (II.7) menjadi av 2 + bv + c = 0 (II.11) dengan a = 2B 2 σ[aµ h (µ h + γ + γ(1 q)) + µ v (µ h + γ)], b = Bµ h [(µ h + γ)(2aµ h + µ v (µ h + γ)(2 + σ)) ABσ(µ h + γ + γ(1 q))], c = µ 2 hµ v (µ h + γ) 2 (1 R 0 ), Persamaan II.11 memiliki solusi positif V jika dan hanya jika R 0 > 1 dengan nilai R 0 = AB. Pada kasus ini titik kesetimbangan E µ v(µ h +γ) 3 menjadi E 3a = (S, I i = I, Z i = Z, Y i = Y, D ) dengan S = µ h µ h + 2BV, I i = I = BV S µ h + γ, Z i = Z = γi σbv + µ h, Yi = Y = (1 q)σbv Z, µ h + γ D 2qY =, i = 1, 2, (1 q) (II.12) dengan V solusi positif dari persamaan II.11. Solusi dari persamaan II.11 bergantung pada nilai basic reproductive number, sebagai konsekuensi dari hal ini, titik 31

22 kesetimbangan (II.12) juga memiliki kebergantungan pada parameter yang sama. Kestabilan dari titik endemik E 3a dituangkan dalam teorema berikut. Teorema 3 Titik kesetimbangan E 3a model (II.12) stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika 1 < R 0 < B(Bσµ v + 2Aµ 2 h + Λ(2 + σ)) + 1, (II.13) 2µ h Λ dengan Λ = µ h µ v (µ h + γ). Bukti Perhatikan bahwa matriks Jacobi dari model (II.3) pada titik kesetimbangan E 3a diberikan oleh 2 µ h 2 ˇV 0 0 Š 0 0 Š ˇV χ 0 Š γ µh σ ˇV Ž µv Γ 0 0 Γ 0 0 Π χ 0 Š D E3a = Ž γ µ h σ ˇV Γ 0 µv Γ (1 q)ž 0 (1 q)σ ˇV 0 χ (1 q)σ ˇV (1 q)ž 0 χ qσ ˇV qž 0 qσ ˇV qž 0 0 χ dengan Γ = A(I + Y ), = A(1 2V ), ˇV = BV, Ž = σbz, Š = BS, χ = µ h γ. Nilai eigen dari matriks D E3a adalah µ h γ dan akar dari polinom q 1 = s 4 + c 1 s 3 + c 2 s 2 + c 3 s + c 4 dan q 2 = s 5 + k 1 s 4 + k 2 s 3 + k 3 s 2 + k 4 s + k 5, dengan c i,i = (1, 2, 3, 4) dan k j, j = 1, 2, 3, 4, 5 adalah fungsi parameter-parameter seperti yang ditunjukkan pada Tabel (II.1). Dengan menggunakan aturan perubahan tanda Descartes (Descartes rule of sign lihat rincian pada Lampiran A) (Atkinson,1999) yang diterapkan pada nilai koefisien dari polinom - polinom q 1 dan q 2, didapatkan bahwa semua akar polinom tersebut akan memiliki nilai eigen dengan bagian real yang negatif jika dan hanya jika memenuhi 2V 1 < 0 V < 1, 2 dengan V merupakan solusi positif dari persamaan II.11. Kondisi ini dipenuhi oleh 32

23 V = b + b 2 4ac 2a < 1 2 Perhatikan bahwa a b 4c < 0, 4c < a + 2b, 4µ h Λ(1 R 0 ) < a + 2b, 0 < R 0 1 < a + 2b 4µ h Λ, (R 0 > 1) 1 < R 0 < B(Bσµ v + 2Aµ 2 h + Λ(2 + σ)) + 1, 2µ h Λ Λ = µ h µ v (µ h + γ). dengan a, b, dan c merupakan koefisien-koefisien persamaan II.11. Hal ini membuktikan Teorema 3. Selanjutnya akan dibahas rasio sub populasi D terhadap sub populasi penderita yang terinfeksi primer DBD I dan juga terhadap sub populasi penderita yang mengalami infeksi sekunder Y. Rasio ini menjelaskan fenomena piramida penyakit yang ditemukan pada kasus-kasus DBD seperti yang dijelaskan dalam (Graham dkk, 1999). Dari persamaan (II.12) didapatkan I positif dari persamaan II.11 dan rasio Y D = λ(σbv +µ h ) D 2σγqR 0 V = (1 q) 2q., dengan V adalah solusi Pada Gambar II.6a, diperlihatkan bahwa rasio dari sub populasi D akan turun apabila nilai R 0 naik. Sedangkan pada Gambar II.6b memperlihatkan bahwa jika nilai dari q lebih besar dari 1 maka rasio dari sub populasi penderita infeksi sekunder 3 terhadap sub populasi D akan kurang dari satu. Secara analitik dapat dikatakan bahwa rasio tersebut akan menuju ke nilai tak hingga apabila nilai q menuju ke 0, hal ini berarti bahwa tidak ada penderita yang masuk ke dalam sub populasi D. 33

24 Gambar II.6. Diagram rasio sub populasi penderita infeksi primer terhadap sub populasi D untuk nilai R 0 yang makin rendah ( II.5 kiri) dan rasio antara sub populasi penderita infeksi sekunder terhadap sub populasi D ( II.5 kanan) dengan nilai-nilai parameter sebagai berikut γ = 0.071, β 1 = 0.35, β 2 = 0.37, α 1 = 0.17, α 2 = 0.15, b = 1, σ 1 = 1.5, σ 2 = 2.5. II.3 Simulasi Numerik Untuk memperlihatkan dinamik dari masing-masing sub populasi penderita DBD, yakni penderita infeksi primer (I), penderita infeksi sekunder (Y ) serta penderita yang ada di rumah sakit (D) dibangun program dengan menggunakan Matlab untuk beberapa nilai parameter yang berbeda. Secara umum untuk berbagai nilai parameter peluang sukses transmisi (A dan B) serta rata-rata gigitan (b), diperoleh perilaku dinamik yang serupa dengan yang ditampilkan pada Gambar II.7 sampai II.10. Dinamik dari ketiga sub populasi ini pada mulanya naik sampai titik maksimum kemudian turun secara eksponensial menuju nilai kesetimbangannya. Gambar II.7 dan II.8 menunjukkan dinamik masing-masing sub populasi terhadap nilai indeks suseptibilitas, σ diantara 0 sampai 5. Bila nilai σ naik, infeksi pertama akan bertambah dalam waktu yang makin cepat. Simulasi ini juga memperlihatkan bahwa jika nilai susceptibility index (σ) naik maka nilai maksimum dari Y, dan D juga akan naik tetapi waktunya lebih lama. Gambar II.9 dan II.10 menunjukkan perubahan dinamik ketiga sub populasi terhadap nilai basic reproduction ratio atau R 0. Sedangkan jika nilai dari R 0 naik maka hal ini akan mempengaruhi dinamik dari I, Y, dan D. Semua simulasi yang 34

25 ditampilkan menggunakan nilai populasi total N h = 1000, dan skenario nilai awal satu orang terinfeksi primer oleh serotipe virus 1 dan satu orang terinfeksi primer oleh serotipe virus 2. Simulasi memperlihatkan bahwa kenaikan nilai σ dan nilai R 0 mempengaruhi waktu terjadinya nilai maksimum dari simulasi dinamik I, Y dan D. Jika nilai parameter tersebut makin tinggi maka waktu terjadinya nilai maksimum juga makin cepat. Selain itu parameter R 0 lebih sensitif mempengaruhi waktu terjadinya nilai maksimum dinamik I, Y dan D bila dibandingkan dengan perubahan parameter σ. Selain itu waktu terjadinya nilai maksimum dari dinamik I, Y dan D, kedua parameter tersebut juga mempengaruhi perubahan nilai maksimum dinamik I, Y dan D. Dengan menyelidiki pengaruh nilai R 0 terhadap perubahan dinamik dan waktu terjadinya nilai maksimum dari I, Y dan D, dapat dilihat pula pengaruh parameter yang lainnya seperti rata-rata gigitan nyamuk b, peluang sukses transmisi dari manusia ke nyamuk atau sebaliknya A, B, periode infeksi 1 dan parameter-parameter lain γ yang membentuk formulasi R 0. Hal ini dapat dilihat dari perumusan nilai R 0 pada persamaan (III.5. 35

26 Gambar II.7. Simulasi numerik model (II.3) dengan nilai-nilai parameter γ = 0.071, β 1 = 0.3, β 2 = 0.3, α 1 = 0.1, α 2 = 0.1, b = 1, R 0 = 5.912, σ = 0.8 untuk gambar atas dan σ = 1.8 untuk gambar bawah. 36

27 Gambar II.8. Simulasi numerik model (II.3) dengan nilai-nilai parameter γ = 0.071, β 1 = 0.3, β 2 = 0.3, α 1 = 0.1, α 2 = 0.1, b = 1, R 0 = 5.912, σ = 2.8 atas dan σ = 4 bawah. 37

28 Gambar II.9. Simulasi Numerik model (II.3) untuk nilai-nilai parameter γ = 0.071, β 1 = 0.3, β 2 = 0.3, α 1 = 0.1, α 2 = 0.1, b = 1, R 0 = 5.912, gambar atas dan b = 2, R 0 = , gambar bawah. 38

29 Gambar II.10. Simulasi Numerik model (II.3) untuk nilai-nilai parameter γ = 0.071, β 1 = 0.3, β 2 = 0.3, α 1 = 0.1, α 2 = 0.1, b = 3, R 0 = 53.21, untuk gambar atas dan b = 4, R 0 = 94.59, untuk gambar bawah. 39

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka BAB VI Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka VI.1 Kesimpulan Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemik di suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia BAB IV Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia Bab ini menjelaskan model penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia, atau dikenal sebagai model internal. Bagian

Lebih terperinci

Inisialisasi Sistem Peringatan Dini Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue

Inisialisasi Sistem Peringatan Dini Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue BAB V Inisialisasi Sistem Peringatan Dini Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue Bab ini menjelaskan konstruksi perangkat lunak sistem peringatan dini outbreaks DBD. Sistem peringatan dini ini dirancang

Lebih terperinci

Dengan maraknya wabah DBD ini perlu adanya suatu penelitian dan pemikiran yang

Dengan maraknya wabah DBD ini perlu adanya suatu penelitian dan pemikiran yang BAB I Pendahuluan Dari sisi pandang WHO, Demam Berdarah Dengue (selanjutnya disingkat DBD) telah menjadi salah satu penyakit yang tergolong epidemik dan endemik serta belum ditemukan obatnya. Sejak tahun

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA EKSTERNAL DAN INTERNAL PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DISERTASI NUNING NURAINI NIM :

MODEL MATEMATIKA EKSTERNAL DAN INTERNAL PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DISERTASI NUNING NURAINI NIM : MODEL MATEMATIKA EKSTERNAL DAN INTERNAL PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh NUNING

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5 III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dibahas model yang dikembangkan dari model Kaplan. Terdapat beberapa asumsi Kaplan yang akan dimodifikasi. Selain itu, pada bab ini juga diberikan analisis

Lebih terperinci

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan BAB III MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dipaparkan model Kaplan secara terperinci sebelum memodifikasinya menjadi model yang lebih realistis pada bab selanjutnya. Kaplan memberikan suatu model deterministik

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat

Lebih terperinci

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan Situasi filariasis dalam kehidupan nyata telah dijelaskan di Bab I dan II Selanjunya, penyederhanaan masalah untuk memudahkan pembentukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MODEL 2

BAB IV ANALISIS MODEL 2 BAB V AAL MODEL BAB V AAL MODEL Pada bab ini akan dibahas titik-titik kesetimbangan Model tanpa delay dan dengan delay. Model yang akan dibahas adalah Model Persamaan 3.5 3.8. elain itu, pada bab ini juga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER

BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER BAB III BASIC REPRODUCTIO UMBER Dalam kaitannya dengan kejadian luar biasa, dalam epidemiologi matematika dikenal suatu besaran ambang batas (threshold) yang menjadi indikasi apakah dalam suatu populasi

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok III.1 Pembentukan Model Model kecanduan terhadap rokok dibentuk menggunakan model dasar dalam epidemiologi yaitu model SIR (Susceptible, Infective, Removed)

Lebih terperinci

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi virus dengue adalah suatu insiden penyakit yang serius dalam kematian di kebanyakan negara yang beriklim tropis dan sub tropis di dunia. Virus dengue

Lebih terperinci

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Nara Riatul Kasanah dan Sri Suprapti H Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model dan kontrol optimal penyebaran polio dengan vaksinasi. Dari model matematika penyebaran polio tersebut akan ditentukan titik setimbang dan kemudian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR 9 IV PEMBAHASAN 4.1 Model SIR 4.1.1 Titik Tetap Untuk mendapatkan titik tetap diperoleh dari dua persamaan singular an ) sehingga dari persamaan 2) diperoleh : - si + s = 0 9) si + )i = 0 didapat titik

Lebih terperinci

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu, Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS I. Murwanti 1, R. Ratianingsih 1 dan A.I. Jaya 1 1 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Tadulako, Jalan Sukarno-Hatta

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DIABETES DENGAN PENGARUH TRANSMISI VERTIKAL

MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DIABETES DENGAN PENGARUH TRANSMISI VERTIKAL MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DIABETES DENGAN PENGARUH TRANSMISI VERTIKAL T - 5 Debby Agustine Jurusan Matematika, Universitas Negeri Jakarta, Indonesia debbyagustine@gmail.com Abstrak Diabetes merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibentuk model matematika dari penyebaran penyakit virus Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada parameter laju transmisi. A.

Lebih terperinci

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 3.1 Model SIR Model SIR pada uraian berikut mengacu pada kajian Derouich et al. (2003). Asumsi yang digunakan adalah: 1. Total populasi nyamuk dan total populasi

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala BAB III PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyata Flu Burung (Avian Influenza) Avian Influenza atau yang lebih dikenal dengan flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A.

Lebih terperinci

Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba

Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba Vol. 7 No. 3-22 Juli 2 Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba Kasbawati Syamsuddin Toaha Abstrak Salah satu epidemi yang sedang mengancam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas dan derivative-derivatif

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian

Lebih terperinci

Pemodelan dan Simulasi Matematika Pengendalian Epidemi DBD di Wilayah Bandung dan Sekitarnya

Pemodelan dan Simulasi Matematika Pengendalian Epidemi DBD di Wilayah Bandung dan Sekitarnya LAPORAN EKSEKUTIF HASILPENELITIAN HIBAH PENELITIAN PASCASARJANA HPTP (HIBAH PASCA) Pemodelan dan Simulasi Matematika Pengendalian Epidemi DBD di Wilayah Bandung dan Sekitarnya Oleh: Prof. Dr. Edy Soewono

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS Nur Hamidah 1), Fatmawati 2), Utami Dyah Purwati 3) 1)2)3) Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Kampus

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA DALAM KASUS EPIDEMIK KOLERA DENGAN POPULASI KONSTAN. Renny, M.Si Program Studi Matematika Universitas Jenderal Soedirman

MODEL MATEMATIKA DALAM KASUS EPIDEMIK KOLERA DENGAN POPULASI KONSTAN. Renny, M.Si Program Studi Matematika Universitas Jenderal Soedirman MODEL MATEMATIKA DALAM KASUS EPIDEMIK KOLERA DEGA POPULASI KOSTA T 10 Renny, M.Si Program Studi Matematika Universitas Jenderal Soedirman ABSTRAK. Dalam paper ini dibahas tentang model penyebaran penyakit

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI STABILITY ANALYSIS OF THE HEPATITIS B VIRUS TRANSMISSION MODELS ARE AFFECTED BY MIGRATION Oleh : Firdha Dwishafarina

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi 1 Firdha Dwishafarina Zainal, Setijo Winarko, dan Lukman Hanafi Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat tentang latar belakang yang mendasari penelitian. Berdasarkan pada latar belakang tersebut, ditentukan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Pada bab ini juga dijelaskan

Lebih terperinci

DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA

DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA Vol. 02, No. 04 (2014), pp. 361 371. DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA Junliade Sinaga Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem dinamik penyakit malaria, menentukan titik kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun akademik 2011/2012.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun akademik 2011/2012. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakuakan di Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun

Lebih terperinci

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran ANALISIS KESTABILAN PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) DENGAN VAKSINASI MENGGUNAKAN MODEL ENDEMI SIR Marhendra Ali Kurniawan Fitriana Yuli S, M.Si Jurdik Matematika FMIPA UNY Abstrak: Makalah ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh Erdina Sri Febriyanti NRP Dosen Pembimbing Dr. Erna Apriliani, M.Si Drs. Setijo Winarko, M.Si

TUGAS AKHIR. Oleh Erdina Sri Febriyanti NRP Dosen Pembimbing Dr. Erna Apriliani, M.Si Drs. Setijo Winarko, M.Si TUGAS AKHIR ANALISIS STABILITAS DAN OPTIMAL KONTROL PADA NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN TEKNIK STERILISASI SERANGGA DAN INSEKTISIDA Oleh Erdina Sri Febriyanti NRP. 1207100028 Dosen Pembimbing Dr. Erna Apriliani,

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 3.1 Penyebaran Virus DBD DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyebaran virus demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk Aedes

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 163-172 ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Auliah Arfani, Nilamsari Kusumastuti, Shantika

Lebih terperinci

MODEL EPIDEMIK SIR UNTUK PENYAKIT YANG MENULAR SECARA HORIZONTAL DAN VERTIKAL

MODEL EPIDEMIK SIR UNTUK PENYAKIT YANG MENULAR SECARA HORIZONTAL DAN VERTIKAL MODEL EPIDEMIK SIR UNTUK PENYAKIT YANG MENULAR SECARA HORIZONTAL DAN VERTIKAL ILMIYATI SARI 1, HENGKI TASMAN 2 1 Pusat Studi Komputasi Matematika, Universitas Gunadarma, ilmiyati@staff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS ABSTRAK Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular tertua yang menyerang manusia. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa sepertiga

Lebih terperinci

Model Dan Simulasi Transmisi Virus Dengue Di Dalam Tubuh Manusia

Model Dan Simulasi Transmisi Virus Dengue Di Dalam Tubuh Manusia Model Dan Simulasi Transmisi Virus Dengue Di Dalam Tubuh Manusia Program Studi Matematika FMIPA UAD Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemodelan matematika mengenai transmisi virus dengue

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI Mohammmad Soleh 1, Siti Rahma 2 Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl HR Soebrantas No 155 KM 15 Simpang Baru Panam Pekanbaru muhammadsoleh@uin-suskaacid

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI Mohammad soleh 1, Leni Darlina 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN :

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN : Vol. I : 214 228 ISBN : 978-602-8853-27-9 MODEL EPIDEMIK STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI JAWA BARAT (Stochastic Epidemic Model of Dengue Fever Spread in West Java Province) Paian

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Buletin Ilmiah Math. Stat. Dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 235-244 ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Hidayu Sulisti, Evi Noviani, Nilamsari Kusumastuti

Lebih terperinci

Tingkat Vaksinasi Minimum untuk Pencegahan Epidemik Berdasarkan Model Matematika SIR

Tingkat Vaksinasi Minimum untuk Pencegahan Epidemik Berdasarkan Model Matematika SIR Matematika Integratif 2(Edisi Khusus): 4-49 Tingkat Vaksinasi Minimum untuk Pencegahan Epidemik Berdasarkan Model Matematika SIR Asep K Supriatna Abstrak Dalam paper ini dibahas sebuah model SIR sederhana

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Sumber Data

METODE PENELITIAN Sumber Data 13 METODE PENELITIAN Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil simulasi melalui pembangkitan dari komputer. Untuk membangkitkan data, digunakan desain model persamaan struktural

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR Proses pencabangan suatu individu terinfeksi berbentuk seperti diagram pohon dan diasumsikan bahwa semua individu terinfeksi adalah saling independent

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Influenza atau lebih dikenal dengan flu, merupakan salah satu penyakit yang menyerang pernafasan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus influenza yang

Lebih terperinci

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ 9 III MODEL MATEMATIKA 3.1 Model SIRS Model dasar yang digunakan untuk menggambarkan penyebaran pengguna narkoba adalah model SIRS. Model ini dikemukakan oleh Kermac dan McKendric (1927) sebagai model

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 153 162. ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Hendri Purwanto,

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN OLEH : TASLIMA NRP : 1209201728 DOSEN PEMBIMBING 1. SUBCHAN, M.Sc, Ph.d 2. Dr. ERNA APRILIANI, M.Sc ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Zeth Arthur Leleury Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Pattimura

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 135-142 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Marisa Effendi,

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 50 55 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN AIDA BETARIA Program

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA Mutholafatul Alim 1), Ari Kusumastuti 2) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 1) mutholafatul@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini disimpulkan hasil analisa model epidemik bertipe SIA dengan transmisi vertikal, dan penyakit menyebar melalui transfer transpacental (bersifat turun temurun) dengan

Lebih terperinci

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) A. LANDASAN TEORI Misalkan χ merupakan matriks berukuran nxp, dengan baris-baris yang berisi observasi sebanyak n dari p-variat variabel acak X. Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA MSIR PADA PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT HEPATITIS B DENGAN PEMBERIAN VAKSINASI SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA MSIR PADA PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT HEPATITIS B DENGAN PEMBERIAN VAKSINASI SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA MSIR PADA PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT HEPATITIS B DENGAN PEMBERIAN VAKSINASI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI Yolpin Durahim 1 Novianita Achmad Hasan S. Panigoro Diterima: xx xxxx 20xx, Disetujui: xx xxxx 20xx o Abstrak Dalam

Lebih terperinci

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si. PERMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (MATHEMATICAL MODEL AND STABILITY ANALYSIS THE SPREAD OF AVIAN INFLUENZA) Oleh : Dinita Rahmalia NRP 1206100011 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS e-jurnal Matematika Vol 1 No 1 Agustus 2012, 52-58 MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS K QUEENA FREDLINA 1, TJOKORDA BAGUS OKA 2, I MADE EKA DWIPAYANA

Lebih terperinci

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Populasi Terhadap Epidemi Demam Berdarah Dengue. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Program Studi S2 Matematika

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Populasi Terhadap Epidemi Demam Berdarah Dengue. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Program Studi S2 Matematika Pengaruh Faktor Pertumbuhan Populasi Terhadap Epidemi Demam Berdarah Dengue Kusbudiono Pembimbing: Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Program Studi S2 Matematika 2011 Outline

Lebih terperinci

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245 APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS MODEL Septiangga Van Nyek Perdana Putra 1), Kasbawati 2), Syamsuddin Toaha 3) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015 Esai Kesehatan Analisis Model Pencegahan Penyebaran Penyakit Antraks di Indonesia Melalui Vaksin AVA sebagai Upaya Mewujudkan Pemerataan Kesehatan Menuju Indonesia Emas 2045 Disusun Oleh: Prihantini 15305141044/2015

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

Analisa Kestabilan dan Penyelesaian Numerik Model Dinamik SIRC pada Penyebaran. Virus Influenza

Analisa Kestabilan dan Penyelesaian Numerik Model Dinamik SIRC pada Penyebaran. Virus Influenza JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Analisa Kestabilan dan Penyelesaian Numerik Model Dinamik SIRC pada Penyebaran Virus Influenza Ika Novitasari, M. Setijo Winarko dan Lukman Hanafi

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALYSIS OF STABILITY OF SPREADING DISEASE MATHEMATICAL MODEL WITH TRANSPORT-RELATED INFECTION

Lebih terperinci

Model Penyebaran Penyakit Menular MERS-CoV: Suatu Langkah Antisipasi Untuk Calon Jamaah Umrah/Haji Indonesia. Disusun Oleh: Benny Yong, S.Si., M.Si.

Model Penyebaran Penyakit Menular MERS-CoV: Suatu Langkah Antisipasi Untuk Calon Jamaah Umrah/Haji Indonesia. Disusun Oleh: Benny Yong, S.Si., M.Si. Perjanjian No: III/LPPM/2015-02/40-P Model Penyebaran Penyakit Menular MERS-CoV: Suatu Langkah Antisipasi Untuk Calon Jamaah Umrah/Haji Indonesia Disusun Oleh: Benny Yong, S.Si., M.Si. Livia Owen, S.Si.,

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI

MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Chikungunya Dengan Dua Jenis Nyamuk Ades (Aedes Aegepty dan Aedes Albopictus)

Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Chikungunya Dengan Dua Jenis Nyamuk Ades (Aedes Aegepty dan Aedes Albopictus) JURNAL FOURIER Oktober 217, Vol. 6, No. 2, 45-54 ISSN 2252-763X DOI: 1.14421/fourier.217.62.45-54 E-ISSN 2541-5239 Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Chikungunya Dengan Dua Jenis Nyamuk Ades (Aedes

Lebih terperinci

MODEL NON LINEAR PENYAKIT DIABETES. Aminah Ekawati 1 dan Lina Aryati 2 ABSTRAK ABSTRACT

MODEL NON LINEAR PENYAKIT DIABETES. Aminah Ekawati 1 dan Lina Aryati 2 ABSTRAK ABSTRACT MODEL NON LINEAR PENYAKIT DIABETES Aminah Ekawati 1 dan Lina Aryati 2 1 Kopertis Wilayah XI 2 Program Studi Matematika FMIPA UGM ABSTRAK Model matematika penyakit diabetes yang dibentuk berupa persamaan

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DI KABUPATEN JEMBER DENGAN METODE SIR STOKASTIK SKRIPSI. Oleh: Effendy

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DI KABUPATEN JEMBER DENGAN METODE SIR STOKASTIK SKRIPSI. Oleh: Effendy ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DI KABUPATEN JEMBER DENGAN METODE SIR STOKASTIK SKRIPSI Oleh: Effendy 091810101035 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci