HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan Fisik Daerah Penelitian Kecamatan Ciater merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Subang. Sebelumnya, Kecamatan Ciater merupakan daerah usaha perkebunan teh dan beberapa kelompok kecil peternak sapi perah. Namun, dalam lima tahun terakhir usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Ciater telah berkembang. Kecamatan Ciater terdiri dari 7 desa yaitu Desa Ciater, Desa Cibeusi, Desa Cibitung, Desa Cisaat, Desa Nagrak, Desa Palasari dan Desa Sanca. Batas wilayah Kecamatan Ciater sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Jalancagak, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kasomalang dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sagalaherang. Kecamatan Ciater memiliki suhu udara antara 22 C sampai 32 C dengan jumlah curah hujan tahunan berfluktuasi rata-rata mm/tahun yang diiringi pola iklim basah sepanjang tahun dan kelembaban 60 sampai 70%. Kecamatan Ciater berada pada ketinggian 800 m diatas permukaan laut, dengan luas wilayah 7.819,87 Hektar. Berdasarkan kondisi klimatologis, Kecamatan Ciater cocok untuk dijadikan daerah pengembangan peternakan sapi perah bangsa Fries Holland. Hal ini sesuai dengan pendapat Dasuki (1983), yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang sesuai bagi sapi perah bangsa FH yang dikembangkan

2 34 di Indonesia yaitu dengan suhu udara berkisar 13 C sampai 23 C dan kelembaban udara berkisar antara 50 sampai 70%. Penduduk Kecamatan Ciater pada Tahun 2013 berjumlah jiwa terdiri dari jiwa (50,7%) laki-laki, dan jiwa (49,3%) perempuan. Tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Ciater masih tergolong rendah karena sebagian besar penduduk hanya berpendidikan sampai tamat SD/sederajat. Pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh penduduk adalah pendidikan strata 3, namun dengan jumlah yang sedikit. Tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Ciater Tahun 2013 ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Ciater Tahun 2013 Pendidikan Laki-laki Perempuan Usia 3-6 tahun belum masuk TK Usia 3-6 tahun sedang TK Usia 7-18 tahun tidak pernah sekolah Usia 7-18 tahun sedang sekolah Usia tahun tidak pernah sekolah Usia tahun pernah SD tapi tidak tamat Tamat SD Usia tahun tidak tamat SMP Usia tahun tidak tamat SMA Tamat SMP Tamat SMA Tamat D Tamat D Tamat D Tamat S Tamat S Tamat S3 6 1 Jumlah Sumber: Kecamatan Ciater 2013

3 35 Tingkat pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah, karena tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap inovasi baru. Pendidikan yang masih rendah ini disebabkan karena masyarakat masih beranggapan bahwa pendidikan tidak begitu penting dan keterbatasan ekonomi menjadi salah satu penyebab tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Ciater masih rendah. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Ciater sebagian besar adalah petani. Mata pencaharian lainnya adalah buruh tani, PNS, karyawan swasta, peternak dan pedagang keliling. Penggolongan penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Ciater Mata Pencaharian Jumlah Orang % Petani ,04 Buruh Tani ,31 PNS 175 1,98 Pengrajin 125 1,41 Pedagang Keliling 683 7,73 Peternak 257 2,91 Perikanan 16 0,18 Bidan dan Perawat 30 0,34 Dokter 1 0,01 TNI/POLRI 26 0,29 Pensiunan 334 3,78 Pengusaha 133 1,50 Karyawan Swasta/Pemerintah ,27 Jasa Lain 197 2,23 Jumlah Sumber: Kecamatan Ciater 2013

4 36 Sebagian besar wilayah di Kecamatan Ciater merupakan tanah perkebunan dan tanah sawah, sehingga berbanding lurus dengan mata pencaharian warganya yang mayoritas bekerja sebagai petani (37,04%) dan buruh tani (22,31%). Masyarakat Kecamatan Ciater yang bekerja sebagai peternak masih sedikit (2,91%), karena masyarakat menganggap bahwa pendapatan yang dihasilkan dari usaha beternak masih rendah Keadaan Peternak Sapi Perah di Daerah Penelitian Peternak sapi perah di wilayah Kecamatan Ciater pada umumnya merupakan peternakan rakyat dan menengah. Peternak rakyat yang skala kepemilikan yang masih rendah mengakibatkan pendapatan yang dihasilkan rendah. Usaha ternak yang dilakukan di peternak sapi perah Kecamatan Ciater sebagian besar merupakan pekerjaan tetap. Pendapatan yang didapat dari usahaternak sapi perah masih belum mencukupi kebutuhan hidup peternak, sehingga sebagian besar peternak melakukan pekerjaan lain sebagai pekerjaan sambilan seperti berdagang, bertani dan menjadi buruh perkebunan teh. Jumlah peternak sapi perah yang ada di wilayah Kecamatan Ciater pada Bulan Maret 2015 mengalami penambahan yaitu menjadi 153 orang peternak dengan jumlah total sapi 785 ekor. Menurut Sudono (1985), peternakan sapi perah dibedakan menjadi tiga macam yaitu peternakan sapi perah rakyat, peternakan sapi perah menengah dan peternakan sapi perah besar. Adapun penggolongan peternakan sapi perah di Kecamatan Ciater dapat dilihat pada Tabel 3.

5 37 Tabel 3. Skala Usaha Peternak Sapi Perah di Kecamatan Ciater Skala Usaha Jumlah...Orang......% ,5 < ,5 > Jumlah Berdasarkan Tabel 3, peternakan yang ada merupakan peternakan sapi perah menengah (57,5%) dan peternakan sapi perah rakyat (42,5%). Pada peternakan rakyat menengah, walaupun jumlah sapi yang dimiliki lebih dari 3ekor dan mencapai 25 ekor namun perbandingan antara sapi produktif dan sapi non produktif masih belum efisien. Sebagian besar jumlah sapi non produktif lebih besar dibandingkan dengan jumlah sapi produktifnya. Sehingga biaya produksi akan lebih besar dibandingkan dengan penerimaan yang didapatkan. Pada Tahun 2011 masuklah program dari PT. Danone Dairy Indonesia ke wilayah Kecamatan Ciater. Program tersebut diberi nama Dairy Development in Ciater Programs, dengan dibantu Yayasan Sahabat Cipta sebagai pelaksana program. Program DDCP yang dilaksanakan di peternak sapi perah Kecamatan Ciater diantaranya penerapan teknologi pakan, kandang dan bibit. Tujuan dari DDCP yaitu untuk meningkatkan keterampilan teknis peternak didalam beternak sapi perah, meningkatkan konsumsi makan dan kesehatan ternak, dan meningkatkan produktivitas ternak. Teknologi kandang merupakan program perubahan kandang, dimana layout kandang dan fasilitas kandang diubah dengan model rancangan dari

6 38 DDCP. Model layout kandang dari DDCP yaitu terdiri dari adanya kandang pedet (portable), kandang dara, tempat penyimpanan hijauan, dan tie strap. Fasilitas kandang yang diubah yaitu diantaranya tempat pakan, tempat minum, pemberian karpet dan instalasi biogas. Tempat pakan diubah letaknya sehingga menjadi di bawah dengan berbahan baku semen. Tempat minum diubah menjadi tempat minum ad-libitum, sehingga dapat memudahkan peternak dalam pemberian minum. Tidak semua peternak mendapatkan program perubahan kandang, peternak yang mendapatkan program perubahan kandang secara keseluruhan hanya 11 orang. Peternak lain hanya mendapatkan perubahan kandang pada bagian tempat makan dan tempat minum. Teknologi kandang bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan ternak, memudahkan dalam pembersihan kandang sehingga kandang akan selalu bersih. Teknologi bibit merupakan pemberian penyuluhan tentang bibit yang unggul dan pemberian kredit bibit bergulir, dimana bibit yang diberikan merupakan bibit yang sudah diseleksi terlebih dahulu. Adapun dalam pemilihan penerima program ini terdapat berbagai pertimbangan, diantaranya yaitu peternak yang tidak memiliki kredit sebelumnya, kandang peternak mampu menampung sapi kredit tersebut, dan kejujuran dari peternak. Pemberian bibit bergulir ini terus bergulir dari peternak satu ke peternak lain, jika uang pembayaran kredit dari peternak sudah bisa untuk membeli bibit lagi maka bibit tersebut akan digulirkan lagi ke peternak yang belum mendapatkan. Adanya program teknologi bibit ini selain bertujuan untuk meningkatkan genetik ternak, juga bertujuan untuk membantu peternak yang tidak mempunyai modal untuk menambah jumlah ternak yang dimilikinya.

7 39 Keadaan peternak sapi perah di Kecamatan Ciater sudah lebih mengenal berbagai teknologi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi ternak. Namun dari berbagai teknologi yang sudah diperkenalkan oleh pihak DDCP dan KPSBU, tidak semua teknologi dapat diterapkan oleh peternak. Salah satunya yaitu pemberian silase, peternak menganggap bahwa pembuatan silase terlalu sulit untuk dilakukan. Pemberian hijauan seperti biasa tanpa adanya pengolahan dianggap sudah cukup oleh peternak. Selain itu, pemberian hijauan langsung tanpa pengolahan lebih praktis dibandingkan dengan pemberian silase yang harus diproses terlebih dahulu. Umumnya pakan yang diberikan oleh peternak untuk ternak yaitu terdiri dari hijauan, konsentrat, dan pakan tambahan. Hijauan yang diberikan berupa rumput lapangan, rumput gajah, dan silase. Rumput lapangan yang diberikan didapat dengan cara mencari di daerah sekitar rumah atau perkebunan teh, sedangkan untuk rumput gajah didapat dari kebun rumput milik peternak. Pemberian hijauan biasanya dengan cara dilayukan terlebih dahulu sehari atau dua hari. Banyaknya hijauan yang diberikan bervariasi, tergantung pada menajemen masing-masing peternak yaitu dari 30 sampai 50 kg. Konsentrat yang diberikan oleh peternak untuk ternak didapat dengan cara membeli di KPSBU. Pemberian konsentrat biasanya ditambah dengan pakan tambahan seperti ampas tahu, ampas singkong, dan dedak. Namun, tidak semua peternak menggunakan pakan tambahan dalam manajemen usahanya. Peternak yang tidak menggunakan pakan tambahan menganggap bahwa pemberian hijauan dan konsentrat sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya.

8 Identitas Responden Identitas responden merupakan hal yang dapat menggambarkan keadaan peternak. Identitas responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, pengalaman beternak, pendidikan formal dan non-formal, dan skala kepemilikan ternak Umur Responden Umur merupakan salah satu aspek yang berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menerima sesuatu yang baru. Umur juga dapat menggambarkan pengalaman diri seseorang, sehingga terdapat keragaman prilaku. Berdasarkan komposisi penduduk, umur penduduk dikelompokan menjadi 3 yaitu umur <15 tahun termasuk golongan umur belum produktif atau muda, umur tahun termasuk golongan umur produktif, dan umur >64 tahun termasuk golongan umur tidak produktif atau tua (Badan Pusat Statistika, 2009). Umur yang lebih muda biasanya akan jauh lebih responsive dalam menerima suatu stimulus dibandingkan dengan umur yang lebih tua. Adapun umur responden dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Identitas Responden Berdasarkan Umur No Umur Jumlah...Tahun......Orang......%... 1 < > Jumlah Total Responden

9 41 Berdasarkan Tabel 4, keadaan umur responden termasuk usia produktif dengan kisaran antara usia tahun yaitu sebesar 100 %. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas kerja seseorang terutama dalam kegiatan usahaternak dan juga mempengaruhi seseorang dalam merespon sesuatu yang baru walaupun belum banyak mempunyai pengalaman. Seseorang dengan umur yang produktif biasanya memiliki semangat untuk mengetahui sesuatu yang baru. Ibrahim et al (2003) menggolongkan adopter berdasarkan kecepatan adopsi menjadi 5 golongan, yaitu innovator (golongan perintis), early adopter (golongan pengetrap dini), early majority (golongan pengetrap awal), late majority (golongan pengetrap akhir) dan laggard (golongan penolak). Golongan inovator jumlahnya tidak banyak dalam masyarakat, pendidikannya lebih tinggi dari rata-rata, berani mengambil resiko dan gemar mencoba inovasi. Umurnya setengah baya dan memiliki status sosial yang tinggi. Early adopter dapat dijadikan mitra penyuluh pertanian dalam menyebarkan inovasi, memiliki status sosial sedang karena berumur tahun. Early majority dapat menerima inovasi selama inovasi tersebut memberikan keuntungan, pada umumnya memiliki umur lebih dari 40 tahun dan berpengalaman. Late majority pada umumnya berusia lanjut, memiliki perndidikan rendah dan lambat menerapkan inovasi. Laggard pada umumnya berusia lanjut, tingkat pendidikannya sangat rendah, dan tidak suka perubahan.

10 42 Tabel 5. Identitas Responden Berdasarkan Kecepatan Adopsi Golongan Jumlah...Orang......%... Golongan Perintis 0 0 Golongan Pengetrap Dini 10 31,25 Golongan Pengetrap Awal 14 43,75 Golongan Pengetrap Akhir 8 25 Golongan Penolak 0 0 Jumlah Berdasarkan Tabel 5, 43,75% responden merupakan golongan pengetrap awal dimana responden tersebut akan menerima inovasi jika inovasi tersebut memberikan keuntungan. Golongan pengetrap dini yaitu sebanyak 31,25% dan golongan pengetrap akhir yaitu sebanyak 25% Pengalaman Beternak Pengalaman beternak menunjukkan lamanya seseorang dalam mengusahakan ternak. Pengalaman beternak responden dapat mempengaruhi keterampilan responden dalam mengelola usahaternak sapi perah, sehingga responden yang mempunyai pengalaman lebih lama, relatif akan lebih mampu dalam mengelola usaha sapi perah dibandingkan dengan responden yang memiliki pengalaman kurang. Pengalaman beternak responden di Kecamatan Ciater dapat dilihat pada Tabel 6.

11 43 Tabel 6. Pengalaman Beternak Responden No Lama Beternak Jumlah...Tahun......Orang......%... 1 < > Jumlah Total Responden Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa sebagian besar pengalaman beternak responden berada pada 5-10 tahun (kategori sedang), yaitu sebesar 53%. Pengalaman beternak responden yang lebih dari 10 tahun (kategori tinggi) juga lumayan besar yaitu sebesar 38%, sedangkan responden yang pengalaman beternaknya kurang dari 5 tahun (kategori rendah) yaitu sebesar 9%. Responden yang memiliki pengalaman beternak yang lebih lama cenderung lebih baik dalam menerima sebuah inovasi, karena semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh. Pengalaman yang tinggi merupakan indikator dari tingginya kematangan peternak dalam mengelola usahaternak sapi perahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeharjo dan Patong (1973) (dalam Nurcahyo, 2009), yang mengatakan bahwa pengalaman beternak yang lebih lama membuat seseorang lebih terampil dalam mengambil keputusan terhadap datangnya inovasi. Responden yang memiliki pengalaman beternak yang lebih lama akan membuat keterampilan responden menjadi lebih meningkat. Responden yang

12 44 memiliki pengalaman beternak lebih lama cenderung akan berpikir untuk meningkatkan produktivitas usahanya dengan sumber daya yang dimilikinya Pendidikan Pendidikan Formal Peternak yang berpendidikan tinggi relatif akan lebih cepat dalam menerima dan melaksanakan inovasi. Sebaliknya, peternak yang berpendidikan rendah akan lebih lamban dalam penerimaan dan pelaksanaan inovasi. Keadaan tingkat pendidikan responden rata-rata di tingkat SD dan SMP, seperti nampak pada tabel 7. Tabel 7. Pendidikan Formal Responden Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) (%) SD SMP SMA 1 3 Total Berdasarkan Tabel 7, tingkat pendidikan formal responden SD sebesar 59% dan SMP sebesar 38%. Tingkat pendidikan formal responden tergolong masih rendah, karena sebagian besar peternak hanya berpendidikan SD. Responden yang tingkat pendidikannya tinggi cenderung lebih mudah dalam mengadopsi dan memahami inovasi. Hal ini

13 45 sesuai dengan pendapat Rogers (1983), bahwa pendidikan berpengaruh terhadap adopsi teknologi, dimana pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih memudahkan seseorang dalam mengadopsi inovasi serta memahami sifat dan fungsi inovasi tersebut. Masih rendahnya tingkat pendidikan peternak dikarenakan masih minimnya kesadaran responden peternak tentang pentingnya tingkat pendidikan. Faktor ekonomi peternak juga mempengaruhi masih rendahnya tingkat pendidikan peternak Pendidikan Non-Formal Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan peternak dalam melakukan usahaternak diperlukan pendidikan yang khusus yakni berupa pendidikan non formal. Pendidikan non formal tersebut diantaranya pelatihan dan penyuluhan pertanian. Penyuluhan adalah pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah. Walaupun pendidikan formal peternak rendah, dengan peternak mengikuti pendidikan non formal seperti pelatihan dan penyuluhan, pengetahuan dan keterampilan peternak dapat bertambah. Semua responden dalam penelitian ini mengikuti penyuluhan yang diadakan baik oleh pihak KPSBU maupun dari Yayasan Sahabat Cipta. Penyuluhan yang diadakan di peternak sapi perah Kecamatan Ciater diantaranya yaitu tentang kesehatan ternak dan pemenuhan pakan yang baik dan cukup untuk ternak. Walaupun tingkat pendidikan formal responden tidak terlalu tinggi, dengan mengikuti penyuluhan peternakan maka pengetahuan peternak akan bertambah.

14 46 Pendidikan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan cepat atau lambatnya seorang peternak mengadopsi ide atau inovasi baru, selain umur dan pendidikan, pengalaman beternak juga turut menentukan keberhasilan usaha. 4.3 Keadaan Usaha Responden Ternak sapi perah yang dipelihara oleh responden adalah sapi perah jenis Friesian Holstein (FH). Adapun ternak yang dipelihara yaitu sapi laktasi, dara, pedet jantan dan betina, dan pejantan. Kepemilikan ternak responden sebagian besar masih rendah < 10 ekor. Banyaknya jumlah sapi produktif yang dimiliki oleh responden dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kepemilikan Ternak Produktif Responden Jumlah Ternak Jumlah...Peternak......% , >7 2 6,25 Jumlah Tabel 8, menunjukkan bahwa 68,75% usaha responden merupakan usaha kecil yang memiliki ternak produktif 1-3 ekor sapi. Responden yang memiliki ternak produktif 4-6 ekor atau skala usaha menengah sebanyak 8 orang (25%), sedangkan responden yang memiliki ternak produktif lebih dari 7 ekor hanya terdapat 2 orang. Kepemilikan ternak produktif yang masih rendah menyebabkan

15 47 penerimaan usaha responden rendah. Masih kecilnya skala usaha disebabkan oleh keterbatasan modal responden. Adapun rata-rata produksi susu yang dihasilkam responden yaitu berkisar antara 7,02-20,96 liter/ekor/hari. Tipe kandang yang digunakan oleh responden bervariasi sesuai dengan kemampuan peternak dan jumlah ternak yang dimiliki. Tata letak kandang pada umumnya berada disamping atau dibelakang rumah dengan alasan agar mudah diawasi dan memudahkan dalam perawatan dan pemeliharaan. Lantai kandang terbuat dari semen, namun semua responden melapisi lantai kandang dengan karet yang tahan lama. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali dalam satu hari, yaitu pada pagi hari setelah pemerahan, siang hari dan setelah pemerahan. Pada pagi hari pakan penguat diberikan setelah pemerahan, sedangkan pada sore hari pakan penguat diberikan sebelum pemerahan. Sapi yang sedang kering kandang biasanya tidak diberikan pakan penguat, dengan alasan mengurangi biaya untuk pembelian pakan konsentrat. Sapi kering kandang pada umur 7 bulan, jadi sampai umur 9 bulan sapi tidak diperah. Adapun pemberian susu untuk pedet yang baru lahir dilakukan selama 3 bulan, pemberian susu dilakukan 2 kali sehari dengan jumlah 6 liter/hari/ekor. Tenaga kerja yang digunakan oleh responden yaitu tenaga kerja dalam keluarga, biasanya responden dibantu oleh istri atau anaknya. Biasanya istri atau anak responden membantu dalam pemberian pakan atau membersihkan kandang, sedangkan responden bertugas mencari rumput, memerah dan menyetor susu ke TPS. Guna menjaga agar ternak yang dipelihara selalu dalam keadaan sehat, peternak responden selalu menjaga kebersihan kandang dan peralatan yang

16 48 digunakan. Sebelum melakukan pemerahan, peternak selalu memandikan ternaknya terlebih dahulu. Tempat untuk menampung susu awalnya dengan menggunakan ember, ketika satu sapi sudah selesai diperah maka susu tersebut akan dimasukkan kedalam milkcan dengan dilapisi kain saringan. Jika ternak yang dipelihara terlihat sakit, responden akan menghubungi dokter hewan dari KPSBU untuk melakukan pemeriksaan. Apabila ternak terluka parah atau berpenyakit, maka biasanya peternak menjual sapi tersebut ke KPSBU untuk di potong. 4.4 Produksi Susu dan Penerimaan Usaha Sapi Perah Produksi susu pada usaha peternakan sapi perah merupakan sumber utama penerimaan. Oleh karena itu, besar kecilnya produksi susu yang dihasilkan akan sangat berpengaruh terhadap penerimaan usaha peternak. Struktur penerimaan terbesar pada usaha sapi perah yaitu diperoleh dari penjualan susu, sedangkan penerimaan dari penjualan sapi dan pupuk kandang proporsinya tidak terlalu besar. Produksi susu peternak pada Tahun 2011 rata-rata hanya sebanyak 8,03 liter/ekor/hari dengan penerimaan rata-rata sebesar Rp ,00/bulan. Setelah adanya penerapan teknologi di peternak, rata-rata produksi susu yang dihasilkan mengalami peningkatan menjadi 12,1 liter/ekor/hari dengan harga susu yang semakin meningkat. Dengan produksi susu yang semakin bertambah dan harga susu yang semakin tinggi mengakibatkan penerimaan yang didapat oleh peternak semakin meningkat. Penerimaan rata-rata peternak setelah terjadinya peningkatan produksi susu yakni sebesar Rp ,00/bulan, untuk lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 5. Adapun rata-rata produksi susu pada Tahun 2011 dan Tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 9.

17 Tabel 9. Rata-rata Produksi Susu (Liter) Perekor Perhari Tahun 2011 dan 2014 Responden A. Rohman 10,02 9,73 Endang Subarna 10,02 17,34 Anang Bin Ondi 5,64 12,72 Dedi Mulyadi 5,64 20,96 Ita R 5,64 8,16 Maman 5,64 7,02 Alan Cahya 5,64 10,47 Ade Aang 9,07 11,97 Asep Kurnaedi 9,07 10,27 Nandang 9,07 11,66 Rusman Bin Suher 9,07 11,72 Ade Sapji 10,74 17,81 Carman 10,74 9,03 Ateng bin Dayat 10,74 18,04 Juju Bin Ato 8,3 15,85 Mamat Sutialarang 4,21 11,73 Ujang Ruhendi 4,21 8,28 Abas Bin Suhli 5,44 8,80 Mimin Mulyami 5,44 8,85 Yaya 5,44 7,82 Yaman 5,44 10,35 Erom 12,43 16,19 Yana Heri 12,43 12,15 Agus Bin Saltum 7,03 18,82 Juhana 7,03 10,48 Sajidin 7,03 10,83 Yunan 7,71 13,37 Endang Haris 8,19 13,86 Enos Supriatna 8,19 12,44 Nano Bin Rasid 6,85 12,17 Sumarna bin Suhandi 6,85 10,65 Ai Sumartini 6,27 12,23 49

18 50 Peningkatan produksi susu disebabkan oleh adanya penerapan teknologi yang diterapkan oleh peternak. Penerapan teknologi pakan yaitu berupa pemberian hijauan, konsentrat, pakan tambahan dan silase. Pakan hijauan yang diberikan responden yaitu rumput lapangan dan rumput gajah. Rumput gajah merupakan kategori rumput berkualitas menengah yaitu memiliki kandungan protein tercerna 10-15%, sedangkan rumput lapangan merupakan kategori rumput berkualitas rendah menengah dengan kandungan protein tercerna 4-10%. Semakin berkualitas hijauan yang diberikan maka semakin baik kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Pemberian silase semakin meningkatkan kualitas susu yang dihasilkan, karena setelah dilakukan pemberian silase pada ternak kualitas susu yang dihasilkan semakin bagus. Kualitas yang semakin bagus membuat harga susu yang dihasilkan semakin meningkat jika dibandingkan dengan harga susu sebelum menggunakan silase. Penggunaan silase sebagai tambahan pakan ternak belum sepenuhnya diterapkan oleh peternak, hanya beberapa responden yang menggunakan silase. Dapat dilihat lebih rinci pada lampiran 6, responden yang menerapkan teknologi pakan berupa penambahan silase untuk ternak hanya 11 orang. Penerapan teknologi kandang telah banyak dilakukan oleh peternak sapi perah di Kecamatan Ciater. Tempat pakan seluruh responden memiliki bentuk yang sama yaitu terletak dibawah, sedangkan untuk tempat minum masih ada responden yang tidak menggunakan tempat minum yang ad-libitum. Dapat dilihat pada lampiran 7, responden yang tempat minumnya tidak ad-libitum yaitu responden Maman dan Mimin Mulyami. Hal tersebut disebabkan karena pada saat terdapat program perubahan kandang, kandang responden Maman masih digabung dengan kandang milik anaknya. Sedangkan responden Mimin Mulyami

19 51 pada saat adanya program perubahan kandang, kandangnya masih digabung dengan kandang milik orangtuanya. Pemberian air minum secara ad-libitum sangat bagus untuk ternak, hal ini sesuai pendapat Syarief dan Sumoprastowo (1985) bahwa air minum sebaiknya diberikan secara ad-libitum, karena sapi ratarata membutuhkan 3-4 kali dari jumlah susu yang dihasilkan. Pentingnya kebutuhan air juga karena susu yang dihasilkan 87 % berupa air dan sisanya adalah bahan kering (Sudono, dkk. 2003). Peternak sapi perah Kecamatan Ciater sudah seluruhnya memakai karpet sebagai alas. Penggunaan karpet bertujuan untuk meminimalisir luka pada ternak yang disebabkan jatuh akibat lantai kandang yang licin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Santosa, dkk (2009), dan Aziz, dkk (2013) bahwa penggunaan karpet pada lantai kandang sapi perah dapat memperkecil kejadian luka kaki dan infeksi terhadap puting yang menyebabkan kejadian mastitis. Penggunaan karpet juga mempermudah dalam pembersihan kotoran karena bahannya rata, masif dan tidak menyerap air. Adanya penerapan teknologi kandang oleh peternak membuat sapi perah peternak makan lebih banyak dari sebelum penerapan teknologi kandang. Selain itu, kebersihan kandang semakin terjaga karena peternak sudah mengerti bahwa kebersihan kandang berpengaruh terhadap kualitas dan produksi susu yang dihasilkan. Produksi susu dari setiap sapi pasti akan berbeda bergantung pada kemampuan genetik yang dimiliki. Bibit yang unggul akan mampu menghasilkan susu yang tinggi. Responden peternak sapi perah dalam penelitian ini hampir semuanya mendapatkan bibit dari program DDCP. Dalam pemilihan bibit oleh DDCP terlebih dulu dilakukan penyeleksian. Adapun responden yang tidak

20 52 menggunakan bibit dari DDCP yaitu ada 9 orang yaitu Dedi Mulyadi, Ita, Ujang Ruhendi, Yaman, Ade Aang, Mimin Mulyami, Abas Bin Suhli, Juhana dan Sumarna. Responden yang tidak mendapatkan program bibit bergulir mendapatkan bibit dari Lembang atau dari peternak lain di wilayah Ciater. Walaupun responden tidak mendapatkan program bibit bergulir, responden sudah mengetahui bagaimana ciri-ciri bibit yang baik sehingga dalam pemilihan sapi untuk bibit dilakukan penyeleksian terlebih dahulu. Produksi susu yang mengalami peningkatan mengakibatkan penerimaan yang didapat semakin meningkat. Jumlah penerimaan usaha sapi perah responden tidak hanya berasal dari produksi susu, penjualan ternak baik itu pedet atau sapi culling dan penjualan hasil limbah ternak juga termasuk kedalam penerimaan usaha sapi perah. Namun penerimaan dari produksi susulah yang menjadi sumber utama penerimaan, karena penjualan ternak dilakukan hanya pada saat-saat tertentu. Penjualan ternak dilakukan hanya pada saat responden memiliki pedet yang baru dilahirkan, atau pada saat sapi laktasi yang dimiliki sudah saatnya di culling. Penjualan ternak juga sering dilakukan responden ketika ternaknya sakit dan pada saat responden membutuhkan uang untuk suatu keperluan. Penerimaan responden dari hasil susu yang dihasilkan responden berkisar dari Rp ,00 sampai Rp ,00/bulan. Hanya responden Yaya dan Agus bin Saltum yang mendapatkan penerimaan dari penjualan ternak. Penerimaan dari penjualan pupuk kandang responden tidak ada dikarenakan responden tidak mengolah feses yang dihasilkan menjadi pupuk kandang.

21 Analisis Fungsi Produksi Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb Douglas dengan empat variabel bebas. Variabel bebas yang diamati yaitu aplikasi pakan (X 1 ), aplikasi kandang (X 2 ), aplikasi bibit (X 3 ) dan dummy teknologi (D 1 ). Berdasarkan keempat faktor tersebut akan dilihat berapa besar pengaruhnya terhadap variabel Y. Dalam pendugaan parameter pada fungsi persamaan Cobb Douglas data akan diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln), secara rinci dapat dilihat pada lampiran X. Untuk menguji ketepatan model untuk penelitian ini maka digunakan uji statistik yaitu uji t, uji F dan R 2. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan SPSS, diperoleh hasil pendugaan fungsi seperti pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Variabel Koefisien Regresi T hitung R 2 Tolerance VIF Fhit Ttab Konstanta 1,849 0,325 0, ,913 2,048 β 1 0,991 8,918 0,821 1,218 β 2 0,663 2,973 0,601 1,663 β 3 0,190 0,530 0,924 1,082 D 1 0,040 0,292 0,591 1,693 Berdasarkan hasil pengolahan yang diperoleh maka model produksi akan menjadi sebagai berikut: 0,991 0,663 0,190 0,040 Y = 1,849 X 1 X 2 X 3 D 1 Model fungsi tersebut bila dilinearkan menjadi: Ln Y = 1, ,991 Ln X 1 + 0,663 Ln X 2 + 0,190 Ln X 3 + 0,040 Ln D 1

22 54 Berdasarkan Tabel 10, hasil nilai Fhitung pada model penduga fungsi produksi mencapai 35,913 dan nilai tersebut lebih besar daripada Ftabel yaitu 2,95. Kondisi ini menunjukan bahwa semua variabel bebas yang digunakan dalam model fungsi produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Berdasarkan uji t diketahui bahwa variabel aplikasi teknologi pakan dan aplikasi teknologi kandang, berpengaruh nyata pada taraf (α= 0,05) terhadap penerimaan usaha. Sedangkan variabel aplikasi teknologi bibit dan dummy teknologi tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan, dikarenakan uji t nya lebih besar Ttabel sehingga Ho diterima. Dari hasil output tersebut diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,841, yang artinya variabel bebas yang digunakan dalam model fungsi berpengaruh sebesar 84,1 persen terhadap variabel terikat. Sedangkan sisanya yaitu 15,9 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Model penduga fungsi produksi yang telah dilakukan analisis dapat menujukkan adanya tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS (Ordinary Least Square) yaitu dengan mencari koefisien model melalui pengepasan (fitting) antara model dengan data sampel. Adapun asumsi OLS yang dimaksud adalah model linier dalam koefisien (parameter), tidak terdapat multikolinier diantara variabel independent, ragamnya homogen (homoskedastisitas) dan tidak terdapat autokorelasi. Pengujian multikolinieritas dilakukan agar variabel independen yang digunakan tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Analisis mengenai uji multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai tolerance, untuk lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil pengujian antar variabel pada Tabel 10 menyatakan bahwa model yang digunakan tidak terdapat multikolinieritas pada setiap variabel. Hal itu dapat dilhat bahwa nilai VIF dari

23 55 empat variabel tidak ada yang lebih dari 10, dan nilai tolerancenya lebih dari 0,1 sehingga model dikatakan baik dan dapat dilakukan analisis berikutnya. Analisis selanjutnya yaitu melihat apakah pada model yang digunakan normalitas dan tidak terdapat heteroskedistisitas dengan menggunakan pendekatan grafik p-plot dan grafik scatterplot yang dapat dilihat pada Lampiran 9. Dapat dilihat bahwa pada grafik p-plot titik-titik menyebar mengikuti garis plot normal dan titik-titik pada grafik scatterplot menyebar merata. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa model yang digunakan normal dan tidak terdapat heteroskedistisitas. Uji selanjutnya yaitu uji autokorelasi, dimana nilai Durbin Watson yang didapat yaitu 1,632, dengan nilai du = 1,7323 dan nilai dl = 1,1769. Nilai Durbin Watson (DW) yang dihasilkan terletak diantara nilai du dan dl yang artinya model tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti ada tidaknya autokorelasi. Karena dari uji Durbin Watson tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi di dalam model, maka dilakukan uji autokorelasi lain yaitu dengan menggunakan uji Run Test. Run test merupakan bagian dari statistik nonparametrik yang berguna untuk menguji ada tidaknya korelasi antar residual. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Sehingga didapat dua hipotesis yaitu jika Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka terima Ho (residual random), namun jika Asymp. Sig. (2- tailed) < 0,05 maka tolak Ho (residual tidak random). Pada lampiran 9 dapat dilihat hasil Run Testnya yaitu sebesar 0, 369 dimana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > dari 0,05 yang artinya hipotesis Ho diterima. Dengan demikian, data yang digunakan cukup random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada data yang diuji.

24 56 Berdasarkan Tabel 10, maka hipotesis yang dihasilkan yaitu sebagai berikut: 1. Aplikasi pakan memiliki koefisien regresi sebesar 0,991, artinya dalam setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan output sebesar 9,91 persen. Penerapan teknologi pakan berpengaruh positif terhadap penerimaan usaha sesuai dengan hipotesis awal. Aplikasi teknologi pakan memiliki 0< Ep<1, menunjukkan bahwa faktor aplikasi teknologi pakan berada pada daerah rasional. Berdasarkan uji t (α= 0,05), teknologi pakan mempunyai pengaruh nyata terhadap penerimaan, sehingga apabila terjadi penurunan ataupun peningkatan teknologi pakan maka akan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan. Teknologi pakan yang dilakukan yaitu pemberian pakan hijauan, konsentrat, pakan tambahan dan silase. Pemberian pakan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ternak secara kualitas dan kuantitas, sehingga produksi yang dihasilkan secara kualitas dan kuantitas akan meningkat. Hal tersebut terbukti dari hasil koefisien regresi yang dihasilkan yakni bernilai positif dan hampir mendekati 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudono, dkk. (2003), mengatakan bahwa pakan sapi perah menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu. Kebutuhan nutrien pada pakan yang diperlukan untuk sapi perah yaitu energi, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin. Energi dan protein merupakan komponen penting yang sangat dibutuhkan oleh ternak. Pakan tambahan yang digunakan responden yaitu ampas tahu, ampas singkong

25 57 dan dedak. Pakan tambahan yang diberikan merupakan sumber energi dan protein yang dapat melengkapi nutrien yang dibutuhkan oleh ternak dan kurang pada konsentrat. Jika energi dan protein yang terdapat dalam pakan cukup tinggi, maka produksi susu pada sapi perah akan semakin bagus. Hijauan yang diberikan responden yaitu rumput gajah dan rumput lapangan. Rumput gajah termasuk kedalam rumput berkualitas menengah yang memiliki kandungan protein antara 10-15%, dan rumput lapangan memiliki kandungan protein antara 4-10%. Pakan yang diberikan responden memiliki kandungan energi dan protein yang cukup tinggi, sehingga produksi yang dihasilkan terbukti mengalami peningkatan. Produksi susu yang semakin meningkat akan berpengaruh terhadap penerimaan yang dihasilkan peternak responden. 2. Aplikasi teknologi kandang memiliki koefisien regresi sebesar 0,663. Penerapan teknologi kandang berpengaruh positif terhadap penerimaan usaha sesuai dengan hipotesis awal. Penambahan satu persen aplikasi teknologi kandang maka akan meningkatkan penerimaan sebesar 6,63 persen. Berdasarkan uji t, teknologi kandang berpengaruh nyata terhadap penerimaan dengan nilai t hitung (2,973) > 2,048. Sehingga apabila terjadi penurunan ataupun peningkatan teknologi pakan maka akan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan. Teknologi kandang yang dilakukan yaitu perubahan pada konstruksi kandang, baik itu secara keseluruhan maupun hanya beberapa bagian. Kandang yang nyaman akan berpengaruh terhadap kondisi ternak, ternak akan terhindar dari rasa stres yang akan mengakibatkan produksi menurun. Kandang yang nyaman dan ditunjang oleh kebersihan kandang, akan

26 58 membuat susu yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik karena terhindar dari bakteri-bakteri yang berasal dari sekitar kandang. Bak pakan yang dibuat dibawah menyebabkan pakan yang diberikan oleh peternak responden lebih banyak dimakan oleh ternak karena tidak jatuh tercecer seperti bak pakan yang dibuat sejajar dengan ternak. Bak minum yang ad-libitum membuat kebutuhan air pada ternak dapat terpenuhi. Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup ternak. Air berfungsi sebagai buffer (penyeimbang) dan sebagai pengangkut nutrien ke seluruh tubuh. Selain itu, air merupakan salah satu bahan dasar darah dan susu. Semakin besar ukuran ternak maka semakin besar kebutuhan air yang diperlukan oleh ternak tersebut. Dengan bak pakan yang ad-libitum, maka kebutuhan air untuk berbagai ukuran ternak dapat terpenuhi. Penelitian terdahulu oleh Muljadi dan Saleh (1995) mengenai faktor produksi susu sapi perah, menyebutkan bahwa kandang berpengaruh nyata terhadap penerimaan usaha. 3. Aplikasi teknologi bibit memiliki koefisien regresi sebesar 0,190. Penerapan teknologi bibit berpengaruh positif terhadap penerimaan usaha, maka hipotesis awal diterima. Terjadi penambahan satu persen aplikasi teknologi bibit maka akan meningkatkan penerimaan usaha sebesar 1,90 persen. Genetik ternak memiliki pengaruh terhadap produksi susu sebesar 30%, sedangkan 70% nya faktor lingkungan. Nilai elastisitas produksi teknologi bibit yang tidak terlalu besar dapat diakibatkan oleh hal tersebut.

27 59 Pengaruh faktor bibit terhadap penerimaan lebih kecil jika dibandingkan dengan faktor lingkungan seperti pakan dan kandang. Bibit ternak akan berproduksi dengan optimal apabila didukung oleh faktor lingkungan seperti pakan, baik itu bibit ternak yang unggul ataupun bibit yang tidak unggul. 4. Teknologi memiliki koefisien regresi sebesar 0,040, ini menunjukan setiap terjadi penambahan satu persen teknologi maka penerimaan usaha akan bertambah sebesar 0,040 persen. Keadaan ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin meningkat teknologi yang digunakan maka akan semakin meningkat penerimaan usaha. Koefisien regresi teknologi yang bernilai positif membuktikan bahwa teknologi dapat meningkatkan penerimaan usaha, seperti pendapat Soehadji (1992) yang menyatakan bahwa inovasi teknologi di bidang peternakan merupakan alat untuk mengembangkan usaha peternakan. Nilai koefisien regresi teknologi yang masih rendah disebabkan oleh belum sepenuhnya responden melaksanakan teknologi pakan, kandang dan bibit. Kebanyakan responden masih banyak yang hanya menerapkan satu atau dua teknologi. Apabila peternak melaksanakan ketiga teknologi tersebut maka koefisien regresi yang dihasilkan akan lebih besar. 4.6 Analisis Skala Usaha Analisis skala usaha atau Return to Scale merupakan analisis produksi untuk melihat kemungkinan perluasan usaha dalam suatu proses produksi. Dalam suatu proses produksi, perluasan skala usaha pada hakekatnya merupakan suatu upaya maksimisasi keuntungan dalam jangka panjang. Dengan perluasan skala

28 60 usaha, rata-rata komponen biaya input tetap per unit output menurun sehingga keuntungan produsen meningkat. Dalam hal ini tidak selamanya perluasan skala usaha akan menurunkan biaya produksi, sampai suatu batas tertentu perluasan skala usaha justru dapat meningkatkan biaya produksi Nilai koefisien regresi yang terdapat pada model penduga fungsi produksi juga menunjukkan besaran elastisitas dari faktor produksi. elastisitas tersebut juga merupakan tingkat besaran return to scale. Besaran Ukuran returns to scale dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai elastisitas pada model fungsi produksi. Penjumlahan dari nilai elastisitas tersebut digunakan untuk mengetahui keadaan skala usaha. Adapun hasil analisis Cobb Douglas dalam penelitian ini sebagai berikut: 0,991 0,663 0,190 0,040 Y = 1,849 X 1 X 2 X 3 D 1 Model fungsi tersebut bila dilinearkan menjadi: Ln Y = 1, ,991 Ln X 1 + 0,663 Ln X 2 + 0,190 Ln X 3 + 0,040 Ln D 1 Dari fungsi tersebut didapat jumlah nilai return to scale yaitu sebesar 1,884. Hal ini menggambarkan penerimaan usaha peternak sapi perah di Kecamatan Ciater berada pada skala increasing return to scale, yang artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Setiap penambahan 1 persen faktor produksi maka akan meningkatkan penerimaan sebesar 1,884 persen. Kenaikan output yang lebih dari 1 menunjukkan bahwa kondisi ini layak untuk dikembangkan atau diteruskan. Dengan terus mempertahankan pakan, kandang, bibit dan teknologi, peternak akan mampu memperluas skala usahanya. Penerapan teknologi pakan, kandang dan bibit dapat meningkatkan produksi susu, dengan meningkatnya produksi susu maka penerimaan usaha akan

29 61 semakin besar. Penerimaan usaha yang semakin besar dapat membantu peternak dalam mengembangkan skala usaha. Dengan kenaikan output sebesar 1,884 persen, maka peternak akan mampu mengembangkan skala usahanya menjadi lebih besar. 4.7 Analisis Efisiensi Teknis Faktor Produksi Menurut Farrel (dalam Soekartawi, 2003) yang dimaksud dengan efisiensi teknis adalah besaran yang menunjukkan perbandingan antara produk yang sebenarnya dengan produk maksimal. Efisiensi teknis mensyaratkan bahwa penggunaan input sekecil mungkin namun menghasilkan output tertentu. Efisiensi teknis dilihat melalui nilai elastisitas produksi (Ep) masingmasing faktor produksi. Jika nilai efisiensi teknis sama dengan satu maka penggunaan input atau faktor produksinya sudah efisien dan jika nilai efisiensi teknis kurang dari satu maka penggunaan input atau faktor produksinya belum efisien. Dalam fungsi produksi Cobb Douglas, koefisien regresi merupakan nilai Ep masing-masing faktor produksi, berikut koefisien regresi masing-masing variabel. Tabel 11. Efisiensi Teknis Variabel Koefisien Regresi Efisiensi Teknis Konstanta 1,849 Pakan 0,991 Belum Efisien Kandang 0,663 Belum Efisien Bibit 0,190 Belum Efisien Teknologi 0,040 Belum Efisien

30 62 Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa tidak ada faktor produksi yang efisien secara teknis, hanya faktor pakan yang hampir mendekati efisien. Agar faktor produksi efisien secara teknis maka perlu adanya penambahan masingmasing faktor produksi. Aplikasi pakan masih belum efisien karena pemberian pakan dari masing-masing responden berbeda. Pemberian hijauan pada ternak seharusnya 10% dari bobot badan, namun masih ada responden yang hanya memberikan hijauan sebanyak 30 kg. Hijauan merupakan pakan utama sapi perah, sedangkan konsentrat merupakan penunjang. Seharusnya, pemberian hijauan lebih diutamakan baik dalam segi kuantitas dan kualitasnya. Rata-rata responden memberikan konsentrat sebanyak 6 kg/hari/ekor. Jika dilihat dari rata-rata produksi susu per ekor ternak responden yaitu sebesar 12 liter, maka pakan konsentrat yang telah diberikan responden sudah tepat. Hal ini sudah sesuai dengan pendapat Sudono et al (2003) yang mengatakan bahwa pemberian konsentrat pada sapi produksi adalah 50 persen dari susu yang dihasilkan (rasio 1:2). Namun dari hasil analisis, aplikasi pakan masih belum efisien. Apabila konsentrat yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan ternak namun masih belum efisien, maka kualitas konsentrat yang diberikan masih rendah. Dari hasil wawancara diketahui bahwa konsentrat yang disediakan KPSBU terdapat tiga macam yang dibedakan menurut harganya, yaitu harga Rp ,00/kg, Rp ,00/kg, dan harga Rp ,00/kg. Sebagian besar responden menggunakan 2 macam konsentrat, yang dimaksudkan untuk mengurangi biaya produksi. Konsentrat yang sebagian besar peternak berikan yaitu kombinasi konsentrat harga Rp ,00/kg dengan konsentrat harga Rp ,00/kg, dan kombinasi konsentrat harga Rp ,00/kg dengan konsentrat harga Rp ,00/kg. Kualitas pakan konsentrat yang diberikan responden ini dapat menjadi salah satu

31 63 faktor yang menyebabkan belum efisiennya variabel pakan secara efisien. Responden perlu mengatur komposisi pemberian pakannya, sehingga dapat tercapai efisiensi teknis untuk teknologi pakan. Aplikasi kandang memiliki nilai 0< Ep < 1, yakni hanya sebesar 0,667. Aplikasi kandang belum efisien secara teknis dapat disebabkan oleh pelaksanaan teknologi kandang yang masih belum sepenuhnya dilaksanakan. Sebagian besar peternak hanya melakukan 3 perubahan kandang yaitu bak pakan, bak minum, dan pemakain karpet sebagai alas. Apabila responden melaksanakan kelima perubahan kandang, terdapat peluang 33,3% untuk mencapai efisiensi teknis. Kandang yang nyaman dapat berepengaruh tetrhadap produksi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh tingkat stres pada ternak rendah sehingga produksi yang dihasilkan tidak akan berkurang. Penambahan perubahan kandang dapat meningkatkan tingkat efisiensi faktor produksi kandang secara teknis. Semakin baik dan nyaman kandang, maka ternak akan semakin nyaman dan berproduksi dengan baik. Aplikasi bibit memiliki koefisien regresi yang lebih kecil dibandingkan dengan aplikasi kandang yaitu sebesar 0,279. Faktor produksi bibit belum mencapai efisiensi teknis, hal tersebut dapat diakibatkan oleh rendahnya persentase genetik ternak terhadap produksi. Penerapan inovasi teknologi memiliki nilai koefisien regresi yang paling kecil yaitu 0,034, sehingga dapat dikatakan bahwa inovasi teknologi yang dilakukan jauh dari efisien. Belum efisiennya penerapan teknologi secara teknis dapat disebabkan oleh masih rendahnya responden yang melaksanakan semua inovasi teknologi yang sudah diperkenalkan. Rendahnya penerapan teknologi disebabkan oleh pemikiran peternak yang lebih memilih pemeliharaan ternak seperti yang biasa dilakukan

32 64 lebih efisien dan mudah untuk dilaksanakan. Keterbatasan kemauan dan ekonomi menyebabkan peternak memilih-milih dalam menerapkan teknologi. Penambahan penerapan teknologi memiliki peluang sebesar 96,6% untuk mencapai efisiensi teknis untuk penerapan teknologi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Jalancagak. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Jalancagak. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Ciater adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 7.819,87 Ha. Batas administratif wilayah

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Ciater terbagi kedalam 7 desa dengan luas wilayahnya, antara lain:

1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Ciater terbagi kedalam 7 desa dengan luas wilayahnya, antara lain: 37 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 1.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Secara administratif, Ciater merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Subang, Jawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usahaternak Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Susu merupakan sekresi fisiologis dari kelenjar susu yang merupakan

Lebih terperinci

Aplikasi Teknologi Pakan, Kandang dan Bibit...Fitrya Russanti

Aplikasi Teknologi Pakan, Kandang dan Bibit...Fitrya Russanti PENGARUH APLIKASI TEKNOLOGI PAKAN, KANDANG DAN BIBIT TERHADAP PENERIMAAN USAHA PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN CIATER KABUPATEN SUBANG THE INFLUENCE OF THE FEEDING, STABLE AND BREEDING APPLICATION

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-

HASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000- IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI PETERNAK TERHADAP SIFAT INOVASI KARPET KANDANG DENGAN LAJU ADOPSI PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT

HUBUNGAN PERSEPSI PETERNAK TERHADAP SIFAT INOVASI KARPET KANDANG DENGAN LAJU ADOPSI PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT HUBUNGAN PERSEPSI PETERNAK TERHADAP SIFAT INOVASI KARPET KANDANG DENGAN LAJU ADOPSI PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT (Kasus pada peternakan sapi perah anggota KPSBU di TPK Ciater, Kabupaten Subang) SKRIPSI

Lebih terperinci

1 III METODE PENELITIAN. (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program

1 III METODE PENELITIAN. (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program 18 1 III METODE PENELITIAN 1.1 Obyek Penelitian Obyek dari penelitian ini adalah peternak sapi perah anggota KPSBU (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program pembinaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Menurut Arikunto (2010: 161) objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Hal ini karena objek penelitian

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, 35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. sapi perah sehingga kebutuhan susu tidak terpenuhi, dan untuk memenuhi

1 I PENDAHULUAN. sapi perah sehingga kebutuhan susu tidak terpenuhi, dan untuk memenuhi 1 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesadaran masyarakat Indonesia akan konsumsi susu terus meningkat seiring dengan meningkatnya populasi dan kesejahteraan penduduk. Peningkatan permintaan susu tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Usahatani Analisis usahatani yang digunakan pada penelitian ini membahas dari segi penerimaan usahatani, biaya usahatani dan pendapatan usahatani. Selain itu menganalisis

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kondisi Geografis Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara 1.000-3.500

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-2015.

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS SUSU SAPI PERAH DI DESA GEGER KECAMATAN SENDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Permintaan Beras di Kabupaten Kudus. Faktor-Faktor Permintaan Beras. Analisis Permintaan Beras

BAB III METODE PENELITIAN. Permintaan Beras di Kabupaten Kudus. Faktor-Faktor Permintaan Beras. Analisis Permintaan Beras 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Permintaan Beras di Kabupaten Kudus Faktor-Faktor Permintaan Beras Harga barang itu sendiri Harga barang lain Jumlah penduduk Pendapatan penduduk Selera

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Gambaran Umum Dana Pensiun Karyawan Pupuk Kujang

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Gambaran Umum Dana Pensiun Karyawan Pupuk Kujang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Dana Pensiun Karyawan Pupuk Kujang Dana Pensiun Karyawan Pupuk Kujang (DPPK) awalnya bernama Yayasan Dana Pensiun Kujang yang didirikan pada tahun 1978 dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VI ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 6.1.1 Pengujian Asumsi Klasik Regresi Linier Syarat model regresi linier (fungsi produksi) dikatakan baik jika

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur Karakteristik pembudidaya ikan KJA di Jatiluhur dilihat dari umur, pengalaman dan pendidikan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Sumber Makmur yang terletak di Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung memiliki luas daerah 889 ha. Iklim

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar LAMPIRAN 47 Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar KUISIONER PETERNAK SAPI PERAH Wilayah Kabupaten : Kecamatan : Tanggal Wawancara : Nama Enumerator : I.Identitas Peternak 1. Nama Pemilik : 2.

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. adalah 1397 orang yang terdiri dari petugas Aviation Security (Avsec), petugas

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. adalah 1397 orang yang terdiri dari petugas Aviation Security (Avsec), petugas BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian Jumlah karyawan operasional Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta adalah 1397 orang yang terdiri dari petugas Aviation Security (Avsec), petugas pemadam

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang mempunyai jumlah peternak sapi IB dan non IB di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan

Lebih terperinci

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pegawai divisi produksi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji. Breed (jumlah sel somatis/ml) No Kuartir IPB-1

Lampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji. Breed (jumlah sel somatis/ml) No Kuartir IPB-1 LAMPIRAN 25 26 Lampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji mastitis IPB-1 No Kuartir IPB-1 Breed (jumlah sel somatis/ml) 1 Kanan depan 1+ 400 000 2 kanan belakang - 440 000

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016. 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PEMBERIAN KREDIT SAPI TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

ANALISIS EKONOMI PEMBERIAN KREDIT SAPI TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA ANALISIS EKONOMI PEMBERIAN KREDIT SAPI TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA (Economic Analysis on Dairy Cattle Scheme of Farmers in Pakem Sub-

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder hasil survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh BPS

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga 53 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga Analisis ini dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel independen yang diduga memengaruhi variabel dependen (tabungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data time series tahunan 2002-2012. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung. Adapun data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Lampung, Disperindag Provinsi Lampung, jurnal-jurnal ekonomi serta dari

III. METODELOGI PENELITIAN. Lampung, Disperindag Provinsi Lampung, jurnal-jurnal ekonomi serta dari 42 III. METODELOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantatif. Adapun yang menjadi data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

Manfaat Finansial Penggunaan Ransum Berbasis Silase... Andrian Lutfiady

Manfaat Finansial Penggunaan Ransum Berbasis Silase... Andrian Lutfiady MANFAAT FINANSIAL PENGGUNAAN RANSUM BERBASIS SILASE BIOMASA JAGUNG PADA PETERNAKAN SAPI PERAH FINANCIAL BENEFITS OF BIOMASS SILAGE RATION CORN BASED ON SMALL HOLDER DAIRY FARMS Andrian Lutfiady*, Rochadi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September 2011 bertempat di Peternakan Kambing Darul Fallah - Ciampea Bogor; Laboratorium

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra

Lebih terperinci

pandangan terhadap pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. 2. Program Studi

pandangan terhadap pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. 2. Program Studi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penelitian dilakukan pada mahasiswa Fakultas Pertanian UNS yang mengikuti pelatihan penciptaan wirausaha sapi potong yang berjumlah 30 orang responden.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Model Fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usaha tanaman kedelai diperoleh melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan output

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci