HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian"

Transkripsi

1 Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban kandang juga cukup tinggi pada pagi hari namun siang dan sore hari rendah. Suhu kandang yang tinggi ini disebabkan oleh konstruksi kandang yaitu bagian atap kandang yang terbuat dari asbes, sehingga sangat mudah menyerap panas pada waktu siang hari dan menyebarkan panas tersebut keseluruh ruangan kandang. Rataan suhu kandang pada pagi, siang dan sore hari terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Suhu Dalam, Luar, dan Kelembaban Kandang Selama Penelitian Rataan Pagi Siang Sore Suhu dalam kandang ( o C) 26,91 30,17 29,52 Suhu luar kandang ( o C) 27,88 30,68 30,31 Kelembaban kandang (%) Menurut Anggorodi (1990) iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan yang rendah pula. Lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak. Kelinci dapat mencapai optimal pada kondisi lingkungan dengan suhu udara 18 o C dan tingkat kelembaban 70% (Lukefahr dan Cheeke, 1990). Kelinci adalah ternak yang dapat memanfaatkan hijauan secara efisien, melalui sifat herbivora. Kelinci dapat mengkonsumsi dan memanfaatkan protein yang berasal dari hijauan atau limbah pertanian lebih efisien dibandingkan dengan ternak lainnya. Salah satu limbah pertanian yang sudah dikenal masyarakat sebagai bahan pakan ternak untuk ruminansia seperti sapi perah adalah ampas tahu. Ampas tahu selain bisa diberikan untuk sapi ataupun domba sebagai pakan pengganti konsentrat, ternyata ampas tahu bisa diberikan untuk kelinci.

2 Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kelinci lokal yang umumnya dipelihara oleh peternak rakyat. Kelinci tersebut diberikan perlakuan pakan yang menggunakan rumput lapang dan ampas tahu pada level yang berbeda dan dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang menggunakan rumput lapang dan konsentrat ayam Broiler Starter. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan kelinci diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang diberikan pada kelinci, dan zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak.ternak yang sedang tumbuh, kebutuhan zat-zat makanan akan bertambah terus sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai batas umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan. Hasil konsumsi pakan selama penggemukan terdapat pada tabel 5. Perlakuan Tabel 5. Rataan Konsumsi Pakan Kelinci Selama Penggemukan Kosumsi Pakan Rumput Konsentrat Ampas Tahu Total g/ekor/hari P1 201,90 ± 18,62 46,15 ± 3, ,05 ± 18,33 c P2 251,88± 30, ,65 ± 0,51 372,53 ± 30,78 b P3 179,29 ± 22, ,90 ± 12,03 408,20 ± 30,89 ab P4 116,17 ± 23, ,15 ± 45,16 424,32 ± 51,84 a Keterangan : *) Superskrip huruf kecil berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) *) P1 = 60% rumput dan 40% konsentrat P2 = 80% rumput dan 20% ampas tahu P3 = 60% rumput dan 40% ampas tahu P4 = 40% rumput dan 60% ampas tahu Rataan konsumsi pakan segar kelinci setiap hari pada masing-masing perlakuan P1, P2, P3, dan P4 adalah 248,05; 372,53; 408,20; dan 424,32 gram/ekor/hari. Jumlah konsumsi pakan yang berbeda pada masing-masing perlakuan karena perbedaan jenis pakan dan level pemberian ampas tahu. Konsumsi pakan rumput pada P1 yang memiliki level yang sama pada perlakuan tiga yaitu 60% rumput lapang berbeda, konsumsi rumput perlakuan satu yang lebih tinggi daripada perlakuan tiga karena kebutuhan sumber serat kasar dari rumput sudah tersedia pada 19

3 ampas tahu. Perlakuan pemberian ampas tahu yang yang semakin meningkat levelnya maka konsumsi pakan rumput akan semakin menurun. Konsumsi Zat Makanan Jumlah zat makanan yang dikonsumsi (Bahan Kering/BK, Protein Kasar/PK, Serat Kasar/SK dihitung dari konsumsi pakan dikali kadar zat makanan dibagi 100) (Djajuli, 1992). Menurut Parakkasi (1999) konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Hasil konsumsi zat makanan kelinci selama penggemukan terdapat pada tabel 6. Tabel 6. Rataan Konsumsi Zat makanan kelinci (g/ekor/hari) Peubah P1 P2 P3 P4 Bahan Kering 85,35 ± 4,58 79,96 ± 6,82 85,48 ± 6,64 87,30 ± 10,61 Protein Kasar 13,88 ± 0,71 C 13,56 ± 0,93 C 16,70 ± 1,13 B 18,70 ± 2,37 A Serat Kasar 17,98 ± 1,46 25,79 ± 2,43 25,26 ± 2,15 24,07 ± 2,92 Total Digestible Nutrient 55,43 ± 2,83 a 47,76 ± 3,62 b 55,62 ± 3,96 a 60,21 ± 7,48 a Keterangan : Superskrip huruf kecil berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan superskrip huruf besar berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01) Kandungan bahan kering dalam pakan biasanya terdiri atas abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (Beta-N). Kandungan bahan kering yang diamati yaitu protein kasar, serat kasar, Total Digestible Nutrient (TDN). Konsumsi Bahan Kering Tabel 6. menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering harian kelinci pada penelitian berkisar 5,7% dari bobot badan (79,96-87,30 gram/ekor/hari). Konsumsi bahan kering total P1, P2, P3, dan P4 sudah memenuhi kebutuhan bahan kering kelinci berdasarkan NRC (1977) dalam Ensminger (1991) yaitu kebutuhan bahan kering kelinci muda berkisar 5,4-6,2%. Konsumsi bahan kering pada semua perlakuan yang rendah disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan kering dari rumput (22,18%) dan ampas tahu (19,97%). Rendahnya bahan kering pada rumput 20

4 disebabkan rumput diambil pada saat musim hujan sehingga kadar airnya tinggi yaitu 77,82%. Sumber protein terbanyak pada penelitian ini yaitu berasal dari pakan konsentrat, ampas tahu. Konsentrat dalam bahan segar memiliki kandungan protein kasar sebesar 19,19% dan ampas tahu sebesar 24,69%. Ampas tahu mempunyai kandungan protein kasar lebih besar dibanding dengan rumput lapang dan konsentrat karena ampas tahu berasal dari kedelai. Oleh karena itu antinutrisi yang terdapat pada ampas tahu sama dengan pada kedelai hanya konsentrasinya lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas tahu dilihat dari komposisi kimianya dapat digunakan sebagai sumber protein dan mengandung bahan kering yang rendah. Selain kandungan zat gizinya cukup baik, ampas tahu juga memiliki antinutrisi berupa asam pitat. Konsumsi Protein Kasar Perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi protein kasar total harian (P<0.01). Rataan konsumsi protein kasar harian untuk masing-masing perlakuan P1, P2, P3 dan P4 berturut-turut sebesar 13,88; 13,56; 16,70 dan 18,70 g/ekor/hari. Persentase rataan konsumsi protein kasar harian yaitu 16,27; 16,96; 19,54 dan 21,42% dari konsumsi bahan kering. Konsumsi protein ini sudah sesuai kebutuhan untuk kelinci yang sedang tumbuh yaitu sebesar 16% (Banerjee, 1982). Rataan konsumsi protein kasar pada P1 dan P2 hampir sama, ini artinya penggunaan pakan ampas tahu dengan taraf 20% dengan konsumsi pakan 10% dari bobot badan bisa menggantikan konsumsi protein konsentrat dengan taraf 40% sedangkan nilai rataan protein pada P3 dan P4 berbeda sangat nyata, rataan konsumsi protein kasar pada P4 lebih tinggi daripada P3 karena taraf konsumsi pakan yang diberikan juga berbeda yaitu P3 sebesar 40% ampas tahu sedangkan P4 sebesar 60% ampas tahu. Rendahnya konsumsi protein kasar pada P1 disebabkan kandungan protein kasar dari konsentrat lebih rendah daripada ampas tahu dalam bahan kering. Bentuk pakan bisa mempengaruhi konsumsi. Hal ini sesuai dengan penyataan Cheeke (1999) bahwa pakan kelinci sebaiknya dalam bentuk pellet karena pakan yang tidak berbentuk pellet akan ditolak oleh kelinci dan menyebabkan tingginya sisa pakan. 21

5 Konsumsi Serat Kasar Konsumsi serat kasar yang rendah pada P1 disebabkan P1 kandungan sumber serat kasar dari konsentrat yaitu 4,85% sehingga serat kasar dari konsentrat hanya menyumbangkan serat kasar sebesar 1,97 g/ekor/hari. Kandungan serat kasar rumput lapang yang tinggi (35,76%) merupakan faktor yang dapat menurunkan daya cerna. Menurut Tilman et al. (1998) faktor yang mempengaruhi daya cerna makanan diantaranya adalah komposisi zat makanan yaitu serat kasar. Serat kasar yang terlalu tinggi akan mengurangi konsumsi dari nutrien yang tercerna. Konsumsi serat kasar pada penelitian ini lebih tinggi dari pada kebutuhan kelinci menurut Banerjee (1982) yaitu kebutuhan serat kasar kelinci pada periode pertumbuhan adalah 10-12%. Hal ini disebabkan perbedaan kandungan nutrien serat kasar pakan. Kandungan serat kasar rumput (35,79%) dan ampas tahu (24,14%) yang tinggi inilah menyebabkan konsumsi serat kasar tinggi. Selain itu kelinci adalah herbivora yang bukan ruminansia, kurang mampu untuk mencerna serat kasar, tetapi dapat mencerna protein dari tanaman berserat dan memanfaatkannya secara efektif sehingga konsumsi serat kasar pada penelitian ini menjadi tinggi. Pencernaan di dalam saluran bagian belakang pada kelinci merupakan penyesuaian diri terhadap hijauan yang mempunyai kadar serat yang tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi akan menghambat pencernaan pakan di dalam alat pencernaan dan menyebabkan degradasi karbohidrat maupun zat-zat makanan lainnya. Semakin tinggi porsi hijauan dengan kandungan serat kasar yang tinggi akan meningkatkan sifat bulk (zat pengisinya). Penambahan karbohidrat yang tidak dapat dicerna (serat kasar) mempunyai pengaruh positif dalam mencegah penyakit enteritis (radang usus). Kecukupan konsumsi serat kasar akan berpengaruh pada pertumbuhan. Konsumsi serat kasar yang semakin tinggi bukan berarti akan menghasilkan pertumbuhan ternak dan produksi yang lebih baik. Hal ini disebabkan serat kasar bersifat menurunkan daya cerna. Hal ini sejalan dengan Cheeke dan Patton (1980) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar serat kasar dalam ransum, semakin cepat pula laju pergerakan zat makanan sehingga dapat diperkirakan bahwa kecernaan zat-zat makanan akan semakin rendah karena untuk mencerna serat kasar 22

6 diperlukan banyak energi akibatnya terjadi pertambahan bobot badannya kurang optimum. Total Digestible Nutrient Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah dari zat-zat makanan yang dicerna oleh hewan, yang merupakan jumlah dari semua zat-zat makanan organik yang dapat dicerna: protein, lemak, serat kasar, dan Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Anggorodi, 1990). Perhitungan TDN pakan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan rumus Hartadi et al. (1990) untuk menghitung rumput lapang dan ampas tahu sedangkan untuk menghitung konsentrat dengan rumus Sutardi (1980) dalam Irawan (2002). Kandungan TDN rumput lapang, konsentrat, dan ampas tahu tersebut sebesar 54,82, 78,31 dan 75,71% (dalam bahan kering). Rataan TDN harian kelinci pada tiap perlakuan terdapat pada Tabel 6. Rataan TDN untuk masing-masing P1, P2, P3 dan P4 sebesar 55,43; 47,76 ; 55,62 dan 60,21 g/ekor/hari. Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap TDN. Menurut Banerjee (1982) kelinci dengan status fisiologis pada periode pertumbuhan membutuhkan TDN sebesar 65% atau sekitar 55,5 gram/ekor/hari dari total konsumsi ransum. TDN ini untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pertumbuhan. Jumlah TDN pada P1 dan P3 hampir sama sedangkan pada P2 terlihat tingkat TDN paling rendah dari perlakuan lainnya. Hal ini bisa disebabkan taraf konsumsi pakan pada P2 memiliki imbangan ampas tahu hanya 20% dari jumlah konsumsi pakan sehingga TDN lebih rendah. Hal ini tercantum pada tabel 6 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf perlakuan ampas tahu yang diberikan maka tingkat TDN juga meningkat. Peningkatan dan penurunan TDN berkorelasi positif terhadap konsumsi bahan kering pakan. Kandungan TDN ampas tahu (75,71%) dan konsentrat (78,31%) lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan TDN rumput lapang (54,82%). Performa Produksi Penampilan ternak bisa diamati dengan melihat performa produksi ternak tersebut. Performa produksi tersebut misalnya dengan melihat pertambahan bobot badan. Nilai pertambahan bobot badan yang tinggi menunjukkan bahwa ternak 23

7 tersebut berproduksi dengan baik. Selama dalam proses pertumbuhan, ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, pemberian pakan, suhu, kemampuan beradaptasi dan lingkungan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tabel 7. Rataan Bobot Awal, Rataan Bobot akhir, Total PBB, Rataan PBB, Rataan konversi Pakan, Mortalitas Kelinci. Penampilan Produksi Kelinci P1 P2 P3 P4 Rataan Bobot Awal g/ekor 809,8 ± 64,11 736,2 ± 58,48 809,4 ± 83,97 797,2 ± 104,21 Rataan Bobot Akhir g/ekor 1510,4 ± 73, ,2 ± 149, ± 162, ± 254,13 Total PBB g/ekor 700,6 ± 80, ± 106,08 777,6 ± 89,79 734,8 ± 181,80 Rataan PBBH g/ekor/hari 12,51 ± 1,44 ab 9,66 ± 1,89 b 13,88 ± 1,60 a 13,12 ± 3,25 a Rataan Konversi Pakan 6,89 ± 0,82 ab 8.46 ± 1,28 a 6,18 ± 0,35 b 6,97 ± 1,66 ab Mortalitas % Keterangan: *) Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) *) P1 = 60% rumput dan 40% konsentrat P2 = 80% rumput dan 20% ampas tahu P3 = 60% rumput dan 40% ampas tahu P4 = 40% rumput dan 60% ampas tahu *) PBB = Pertambahan Bobot Badan PBBH= Pertambahan Bobot Badan Harian BK= Bahan Kering Performa produksi terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot awal untuk semua perlakuan mempunyai koefisien keragaman yang rendah. Bobot akhir penelitian tertinggi pada P1, P3, dan P4, bobot akhir kelinci penelitian ini tidak dapat dikatakan sebagai fryer (kelinci pedaging) karena rataan bobot akhir untuk P1, P2, P3, dan P4 hanya 1510; 1277; 1587; 1532 gram/ekor sedangkan untuk mencapai kelinci fryer menurut Ozimba dan Lukefahr (1991) yaitu sebesar 2047 gram. Bobot potong untuk kelinci fryer perlu waktu penggemukan kira-kira dua kali delapan minggu sedangkan penelitian ini hanya dilakukan selama delapan minggu sehingga bobot akhir belum mencapai bobot kelinci fryer. Aspek genetik juga berpengaruh terhadap bobot kelinci. Jenis kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci lokal. Kelinci lokal Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg. Kelinci fryer adalah jenis kelinci persilangan antara kelinci Flemish Giant (FG) cross dengan kelinci New Zealand White (NZW). 24

8 Pertambahan Bobot Badan Perlakuan mempunyai pengaruh yang nyata (P<0,05) pada pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan terendah dicapai oleh P2 (9,66 gram). Pertambahan bobot badan rendah disebabkan konsumsi bahan kering P2 terendah daripada perlakuan lainnya. Konsumsi bahan kering P2 terendah disebabkan imbangan pakan pada P2 yaitu 80% rumput lapang dan 20% ampas tahu. Kandungan bahan kering dari rumput lapang (22,18%) dan ampas tahu (19,97%). Rendahnya bahan kering pada rumput disebabkan rumput diambil pada saat musim hujan sehingga kadar airnya tinggi yaitu 77,82% dan ampas tahu (80,03%). Namun ampas tahu sebelum diberikan kadar airnya sudah dikurangi sampai (26-31)% dari kadar air awal yang sekitar 80,03%. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah konsumsi pakan. Hal ini sangat terkait dengan nutrien yang terkandung dalam pakan dan tingkat kecernaan pakan tersebut. Ransum yang memiliki nilai nutrien tinggi dan tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak selama penggemukan. Tabel 7 menunjukkan bahwa P3 memperlihatkan total pertambahan bobot badan yang lebih besar daripada perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh level pemberian ampas tahu yang lebih tinggi daripada P2, namun P4 pertambahan bobot badan hampir sama dengan P3 walaupun levelnya lebih tinggi. Alasannya karena ampas tahu mempunyai kandungan protein kasar lebih besar dibandingkan dengan rumput lapang dan konsentrat sehingga P4 hampir sama walaupun level pemberian ampas tahu ditingkatkan. Tingkat nutrient yang terkandung pada P3 memiliki kandungan ampas tahu 40% dengan kandungan protein kasar yang cukup tinggi yaitu 24,69% lebih tinggi daripada P1 yang sebagai kontrol yaitu konsentrat ayam Broiler Starter hanya 19,19%. Alasan ini sesuai dengan pernyataan Murtisari (2004) peningkatan konsumsi pakan disebabkan peningkatan kandungan ampas tahu dalam pakan, sehingga menghasilkan pertumbuhan yang terus meningkat. P2 cenderung pertambahan bobot badannya paling rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan level ampas tahu lainnnya. Hal ini disebabkan karena P2 imbangan pakannya lebih banyak rumput daripada ampas tahu sehingga pertambahan bobot badannya lebih rendah. Peningkatan taraf ampas tahu sampai 40% justru 25

9 meningkatkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi daripada P4 yang tarafnya lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa dengan pemberian pakan dengan imbangan 60% rumput lapang dan 40% ampas tahu mampu meningkatkan pertambahan bobot badan yang hampir sama dengan perlakuan kontrol. Ini artinya P3 dapat digunakan sebagai pakan pengganti konsentrat ayam Broiler Starter. Pertambahan bobot badan harian dalam penelitian ini berkisar 9,66-13,89 gram/ekor/hari dengan rata-rata sebesar 12,30±2,05 gram/ekor/hari. Pertambahan bobot badan ini masih sesuai dengan pernyataan Lukehfar dan Chekee (1999), bahwa penampilan pertumbuhan kelinci pada daerah tropis berkisar antara gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan oleh faktor pakan yang lebih dari kebutuhan bahan keringnya yaitu 10% dari bobot badan, serta faktor bangsa kelinci. Kelinci lokal mempunyai pertumbuhan lebih lambat daripada kelinci impor Vlaamse reus. Hal ini disebabkan kelinci lokal di Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg berbeda dengan Vlaamse reus yang bisa mencapai 5,5-7,0 kg (Lebas et al., 1986). Kelinci Vlaamse reus pernah diteliti oleh Lestari et al., (2004) yang menggunakan tiga perlakuan ransum, yaitu P1 (rumput Lapang+ampas tahu), P2 (rumput lapang+ampas tahu+bekatul), dan P3 (rumput Lapang+bekatul+konsentrat komersial). Penelitiannya menghasilkan PBBH masingmasing perlakuan sebesar 31,93; 30,53; dan 33,95 g/ekor/hari dengan konversi pakan 5,17; 5,16; dan 4,47. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian rumput lapang dan level ampas tahu yang berbeda pada kelinci lokal memberikan pengaruh yang berbeda terhadap performa kelinci dalam hal ini adalah pertumbuhannya. Konversi Pakan Konversi pakan yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari dibagi dengan pertambahan bobot badan hariannya. Rataan konversi pakan untuk keempat perlakuan sebesar 7,13. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap penambahan bobot badan sebesar satu satuan maka dibutuhkan pakan sebanyak 7,13 satuan. Nilai rataan konversi pakan pada P1, P3, dan P4 hampir sama sedangkan P2 berbeda nyata. Rataan konversi pakan P2 yang tinggi disebabkan rataan konsumsi bahan kering kecil dan pertambahan bobot badannya juga rendah. Nilai konversi pakan yang semakin rendah berarti nilai efisiensi pakannya semakin baik, sehingga biaya produksi ternak tersebut efisien. Nilai konversi pakan 26

10 pada P3 paling rendah (6,18) daripada perlakuan lainnya. Ini artinya dengan penggunaan pakan rumput lapang sebesar 60% dan ampas tahu 40% lebih efisien daripada perlakuan lainnya. Meskipun konsumsi bahan kering pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P>0,05), tetapi PBBH dan konversi pakannya berbeda nyata (P<0,05). Hal ini kemungkinan karena kecernaan pakan yang dikonsumsi rendah sehingga ternak tidak dapat mendapatkan cukup zat-zat pakan seperti protein pakan yang diperlukan untuk berproduksi lebih tinggi. Mortalitas Mortalitas terjadi yaitu pada saat masa adaptasi yang dilakukan sebelum penelitian berlangsung. Hal ini disebabkan oleh kondisi kelinci yang lemah, tingkat stress yang tinggi akibat pengangkutan dari desa Leuwiliang ke Darmaga menyebabkan kelinci lemah, pengaruh lingkungan agak panas dan pakan yang waktu itu taraf perlakuan kontrolnya hanya diberikan rumput 100% tanpa pemberian konsentrat sehingga kebutuhan proteinnya hanya memenuhi kebutuhan hidup pokok. Penyebab lain karena kelinci masih kecil berumur sekitar satu setengah bulan dengan rataan bobot sebesar 300 gram. Selama penelitian berlangsung tidak terdapat mortalitas. Mortalitas tidak terdapat pada penelitian ini disebabkan oleh kelinci telah digemukkan terlebih dahulu hingga mencapai bobot rataan 789 gram dan pengaruh pakan perlakuan yang sudah memenuhi kebutuhan hidup pokok dan untuk pertumbuhan. Selain itu, kondisi kelinci yang baik, tingkat stress yang berkurang (mengalami masa adaptasi) dan proses pemeliharaan yang baik. Proses pemeliharaan yang baik adalah dengan memperhatikan dan menjaga kondisi kandang tetap bersih sehingga akan mengurangi mortalitas. 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU HAFIDZ RASYID D14050633 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga bulan September 2011 dan bertempat di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Bahan Kering Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan kering ransum ayam kampung yang diberi Azolla microphyla fermentasi (AMF) dapat di lihat pada Tabel 8.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Secara umum penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Meskipun demikian terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelinci adalah salah satu ternak penghasil daging yang dapat dijadikan sumber protein hewani di Indonesia. Sampai saat ini masih sangat sedikit peternak yang mengembangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I. 1 Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci keturunan flemish giant jantan Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H0504075 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi 22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi Madura Jantan yang Mendapat Kuantitas Pakan Berbeda dilaksanakan pada bulan Juni September 2015. Lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai hewan kesayangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci (Oryctolagus cuniculus) diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Lagomorpha, famili Leporidae, genus Oryctolagus dan spesies cuniculus.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap Sebagai Substitusi Bungkil Kedelai dalam Ransum Terhadap Nilai Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Pengolahan ataupun peracikan bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Pakan Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsumsi pakan ayam kampung super yang diberi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler 29 IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani pada saat ini di Indonesia belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga budidaya kelinci yang ada saat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05)

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05) Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Perlakuan 2 95663 98356 49178 1,97 0,234 Kelompok 3 76305 76305 25435 1,02 0,459 Galat 5 124978 124978 24996 Total 10 296946 S = 158,100 R-Sq = 57,91%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kontrol lingkungan kandang sangat penting untuk kenyamanan dan kesehatan sapi, oleh karena itu kebersihan kandang termasuk suhu lingkungan sekitar kandang sangat

Lebih terperinci