HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang
|
|
- Yuliani Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat. Peternak sapi perah di Ciater merupakan peternak yang sudah cukup berpengalaman dalam budidaya sapi perah. Usaha yang dilakukan merupakan usaha turun temurun dan melibatkan anggota keluarga peternak. Peternakan rakyat di Ciater berada pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Ciater mempunyai temperatur antara o C dengan rata-rata temperatur 21 o C. Kondisi tersebut masih baik untuk produksi susu, namun apabila temperatur mencapai lebih dari 26 o C maka produksi susu akan menurun sesuai dengan pendapat Hadisutanto (2008) suhu kritis untuk ternak sapi perah Fries Holland adalah 27ºC sedangkan temperatur yang optimal untuk sapi perah berkisar antara 10º-21ºC. Kelembaban sebesar 70-80%, apabila kelembabannya meningkat dapat mengakibatkan cekaman panas karena proses penguapan dari tubuh sapi dapat terhambat Tatalaksana Pemberian Pakan Produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Pakan yang baik kualitas dan kuantitasnya, serta terpenuhinya kecukupan gizi sesuai dengan kebutuhan ternak akan menghasilkan produksi susu yang optimal.
2 34 Pakan yang diberikan di peternakan rakyat Ciater terdiri dari pakan hijauan, konsentrat dan pakan tambahan lainnya seperti ampastahu, ampas singkong, dan lain-lain. Pakan hijauan yang diberikan adalah rumput dan legume. Jenis rumputnya terdiri dari rumput lapangdengan proporsi yang paling banyak, rumput gajah, dan umbi-umbian sedangkan jenis legumnya terdiri dari glirisidia, desmodium, Arachis pintoi dan kaliandra. Rumput diberikan sebanyak 40 kg/ekor/hari dengan 3 kali pemberian yaitu pada pukul 07.00, dan WIB. Konsentrat dan pakan tambahan lainnya diberikan sebanyak 5-10 kg/ekor/hari pada pukul dan WIB Pengaruh Pemberian Silase Biomassa Jagung terhadap Jumlah Produksi Susu Produksi susu riil dari sapi penelitian diukur setiap hari dengan cara menjumlahkan susu yang dihasilkan pagi dan sore hari. Rataan produksi susu perekor sapi setiap hari dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland Hasil Perlakuan Pemberian Silase Biomassa Jagung Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R kg.ekor -1.hari ,27 12,11 15,63 14, ,49 15,97 9,72 10, ,70 13,32 13,99 10,72 4-8,51 10,88 10,86 Rata-rata 10,82 12,48 12,56 11,76 Keterangan : R1 = 60% Silase biomassa jagung % Konsentrat R2 = 60% Silase biomassa jagung % Rumput + 30% Konsentrat R3 = 60% Silase biomassa jagung % Rumput + 20% Konsentrat R4 = 60% Silase biomassa jagung % Rumput + 10% Konsentrat
3 35 Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa rataan produksi susu tertinggi dicapai pada sapi yang mendapat perlakuan R3 yaitu 12,56 kg, sedangkan produksi susu terendah dicapai pada sapi yang mendapatkan perlakuan R1 yaitu 10,82 kg. Guna mengetahui sejauhmana pengaruh perlakuan terhadap produksi susu, maka dilakukan analisis ragam yang hasilnya disajikan pada Tabel 16 pada Lampiran 2. Berdasarkan Tabel 16. dapat diketahui bahwa perlakuan berupa jenis ransum yaitu R1 = 60% Silase biomasa jagung % Konsentrat; R2 = 60% Silase biomasa jagung % Rumput + 30% Konsentrat; R3 = 60% Silase biomasa jagung % Rumput + 20% Konsentrat; R4 = 60% Silase biomasa jagung % Rumput + 10% Konsentrat terhadap produksi susu riil harian sapi penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (P< 0,05). Hal ini menunjukan bahwa perlakuan memberikan dampak yang sama terhadap produksi susu riil harian, dan memberikan petunjuk bahwa pemberian konsentrat secara digabung dengan biomassa jagung ketika dibuat silase (R2, R3, dan R4) maupun pemberian konsentrat yang terpisah (R1) memberikan respons yang relatif sama pada sapi perah laktasi. Perlakuan yang berpengaruh tidak nyata disebabkan karena nilai nutrient setiap ransum perlakuan relatif sama dan sudah memenuhi kebutuhan nutrient sapi penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat Owen (1979) bahwa dalam penyusunan ransum komplit, yang penting diperhatikan adalah kandungan nutrien dari ransum komplit itu sendiri. Agar ransum komplit dapat diberikan sebagai pakan tunggal tanpa adanya bahan tambahan lain, maka kandungan nutrien yang terdapat pada ransum komplit harus dapat mencukupi kebutuhan ternak. Total penggunaan silase biomassa jagung dengan konsentrat pada setiap ransum perlakuan perbandingannya adalah 60:40. Penambahan konsentrat pada
4 36 silase biomassa jagung sebagai ransum komplit dapat menutupi kekurangan atau ketidak seimbangan nutrien yang ada pada silase biomassa jagung. Penambahan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dari ternak agar tidak terjadi adanya defisiensi nutrien maupun kelebihan yang akan menyebabkan pemberian silase biomassa jagung menjadi tidak ekonomis. Hal ini selaras dengan pernyataan Hartadi, dkk. (1997), konsentrat merupakan bahan pakan yang digunakan bersama bahan pakan lainnya untuk meningkatkan keserasian gizi darikeseluruhan pakan. Pemberian konsentrat pada silase biomassa jagung, selain memberikan pengaruh positif juga meberikan pengaruh negatif terhadap berubahnya daya simpan dari ransum komplit itu sendiri. Kondisi yang asam pada silase biomassa jagung akan berubah dengan adanya penambahan konsentrat yang cenderung netral dan mempunyai kandungan nitrogen relatif tinggi. Adanya kandungan nitrogen yang cukup tinggi pada fermentasi silase biomassa jagung akan memberikan kesempatan pada bakteri proteolitik untuk berkembang dan merusak nutrien dari silase biomassa jagung tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Muijs(1983), bahwa kandungan protein kasar (PK) selama fermentasi akan mengalami penurunan. Penyebab terjadinya penurunan ini adalah karena adanya aktifitasmikroorganisme dan larut dalam air. Menurut Wallace dan Chesson (1995), clostridia proteolitik akan menfermentasi asam amino menjadi bermacammacam produk termasuk amonia, amina dan asam organik yang mudah menguap. 4.4.Dinamika Produksi Susu Setiap 10 Hari-an Guna melihat dinamika produksi susu sapi penelitian pada setiap ransum perlakuan, maka setiap sepuluh hari produksi susu dicari rataannya, seperti yang tersaji pada Tabel 9.
5 37 Tabel 8. Trend prod susu setiap 10 hari pengamatan Rataan Produksi Susu per-ekor pada setiap 10 hari pengamatan kg/ekor/hari R1 12,22 11,28 11,28 11,27 10,33 10,27 10,61 10,70 R2 12,73 11,67 12,40 12,67 12,57 12,35 12,89 12,81 R3 13,42 11,97 12,47 12,50 12,17 12,35 13,19 13,25 R4 11,10 11,19 11,41 11,82 11,91 11,74 11,84 12,44 Ransum Perlakuan Keterangan : R1 = 60% Silase biomassa jagung % Konsentrat R2 = 60% Silase biomassa jagung % Rumput + 30% Konsentrat R3 = 60% Silase biomassa jagung % Rumput + 20% Konsentrat R4 = 60% Silase biomassa jagung % Rumput + 10% Konsentrat Berdasarkan Tabel 9. Produksi susu sapi yang mendapat ransum R1 terjadi penurunan yang lebih drastis dibandingkan sapi-sapi yang diberi ransum R2, R3 dan R4. Dinamika tersebut disamping dipengaruhi oleh periode laktasi juga dipengaruhi oleh kecukupan nutrien yang dikonsumsi. Ransum R1 terdiri atas campuran silase biomasa jagung dan konsentrat dimana konsentratnya diberikan secara terpisah. Gambaran kurva laju penurunan produksi susu selama penelitian dapat dilihat pada Ilustrasi 1 berikut. Ilustrasi 1. Dinamika Produksi Susu setiap 10 hari pengamatan Berdasarkan Ilustrasi 1, pola produksi susu sapi yang diberi ransum R1 menurun drastis dibandingkan sapi-sapi yang diberi ransum perlakuan lainnya.
6 38 Walaupun semua ransum perlakuan mengandung nutrien ransum yang relatif sama. Hal ini memberi indikasi bahwa pemberian konsentrat yang digabung dengan biomasa jagung saat pembuatan silase lebih baik daripada pemberian konsentrat secara terpisah. Nutrien dari silase biomassa jagung dan konsentrat akan dipecah oleh mikroba yang dihasilkan ketika proses fermentasi, sehingga nutrien yang dikandung akan semakin banyak dan kualitas nutrisi silase biomassa jagung pun akan semakin baik Pengaruh Pemberian Silase Biomassa Jagung terhadap Produksi Susu 4% FCM Produksi harian belum mencerminkan pengaruh yang sebenarnya karena perbedaan kandungan lemak susu pada produksi pagi dan sore hari. Pengaruh perlakuan sebenarnya dapat diketahui dengan melakukan standarisasi produksi susu pagi dan sorehari ke produksi susu 4% FCM. Standarisasi dimaksudkan untuk menyamakan tingkat energi yang terdapat dalam susu. Hasil standarisasi produksi susu 4% FCM ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 9. Produksi Susu 4% FCM Sapi Perah Fries Holland Hasil Perlakuan Pemberian Silase Biomassa Jagung Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R kg.ekor -1.hari ,82 12,00 15,88 15, ,35 15,82 9,87 10, ,72 13,19 14,21 11,16 4-8,43 11,06 11,32 Rata-rata 11,63 12,36 12,75 12,25 Keterangan : R1 = 60% Silase biomassa jagung % Konsentrat R2 = 60% Silase biomassa jagung % Rumput + 30% Konsentrat R3 = 60% Silase biomassa jagung % Rumput + 20% Konsentrat R4 = 60% Silase biomassa jagung % Rumput + 10% Konsentrat
7 39 Tabel 10. menunjukan bahwa perlakuan R1, R3, dan R4 dapat meningkatkan produksi susu yang dikoreksi 4% FCM sedangkan perlakuan R2 menunjukan penurunan. Perlakuan memberi hasil 11,63 Kg untuk R1; 12,36 untuk R2; 12,75 untuk R3; dan 12,25 untuk R4. Hal ini karena produksi susu lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan daripada sifat genetik. Sejalan dengan pendapat Damron (2003), yang menyatakan bahwa faktor lingkungan terutama pakan memegang peranan penting terhadap proses fisiologis dalam tubuh sapi perah sehingga pada gilirannya mempengaruhi produksi susu. Penurunan produksi susu pada perlakuan R2 lebih dikarenakan faktor genetik. Sapi penelitian pada perlakuan R2 (ulangan keempat) ini lebih rendah produksi susunya dibandingkan dengan sapi yang lainnya, rata-rata produksi hariannya hanya sebanyak 8, 51 Kg/hari. Disisi lain kadar lemak yang dihasilkan perlakuan R2 ini nilainya paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini dikarenakan formulasi yang terdiri 60% Silasebiomassa jagung % Rumput + 30% Konsentrat menunjukan imbangan rumput yang paling sedikit (10% rumput) jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kandungan Kadar lemak susu dipengaruhi oleh konsumsi sapi perah terhadap pakan sumber serat kasar. Kadar lemak susu berasal dari serat kasar yang dicerna dirumen. Akibatnya, hasil perhitungan lebih lanjut antara produksi dan kadar lemak menampakkan bahwa produksi susu yang distandarisasi ke 4% FCM juga meningkat. Rumput dan silase biomasa jagung merupakan pakan sumber serat. Serat yang tinggi dalam pakan sapi akan meningkatkan persentase lemak lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian konsentrat. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh setiap perlakuan terhadap produksi susu maka dilakukan analisis keragaman dan hasilnya disajikan pada
8 40 Tabel 19 pada Lampiran 3. Berdasarkan Tabel 19. dapat diketahui bahwa perlakuan jenis ransum yaitu R1, R2, R3, dan R4 terhadap produksi susu 4% FCM menunjukan perlakuan memberikan berpengaruh yang tidak nyata (P<0,05). Hal ini menunjukan bahwa perlakuan memberikan dampak yang sama terhadap produksi susu 4% FCM harian, dan memberikan petunjuk bahwa pemberian konsentrat secara digabung dengan biomasa jagung ketika dibuat silase (R2, R3, dan R4) maupun pemberian konsentrat yang terpisah (R1) memberikan respons yang relatif sama pada sapi perah laktasi Dinamika Produksi Susu 4% FCM Setiap 10 Hari-an Dinamika produksi susu 4% FCM setiap sepuluh hari pengamatan pada setiap ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 10. Dinamika Produksi Susu 4% FCM setiap 10 hari pengamatan Perlakuan Rataan Produksi Susu 4% FCM pada setiap 10 hari pengamatan kg.ekor -1.hari R1 14,46 13,45 11,36 11,80 10,33 10,50 10,85 10,94 R2 13,02 11,76 12,25 12,38 12,18 12,10 12,63 12,56 R3 14,18 12,21 13,01 12,64 12,03 12,07 12,89 12,95 R4 12,25 12,35 11,37 11,79 12,26 11,99 12,09 12,70 Keterangan : R1 = 60% Silase biomasa jagung % Konsentrat R2 = 60% Silase biomasa jagung % Rumput + 30% Konsentrat R3 = 60% Silase biomasa jagung % Rumput + 20% Konsentrat R4 = 60% Silase biomasa jagung % Rumput + 10% Konsentrat Berdasarkan Tabel 11. Produksi susu sapi yang mendapat ransum R1 terjadi penurunan yang drastis dibandingkan sapi-sapi yang diberi ransum R2, R3 dan R4. Dinamika tersebut disamping dipengaruhi oleh periode laktasi juga dipengaruhi oleh imbangan pakan sumber serat dengan konsentrat yang
9 41 dikonsumsi. Ransum R1 terdiri atas campuran silase biomasa jagung dan konsentrat dimana konsentratnya diberikan secara terpisah. Guna mempertegas kurva laju penurunan produksi susu selama penelitian disajikan Ilustrasi 2. Ilustrasi 2. Dinamika produksi susu 4% FCM setiap 10 hari pengamatan Berdasarkan Ilustrasi 2, pola produksi susu 4% FCM sapi yang diberi ransum R1 menurun drastis dibandingkan sapi-sapi yang diberi ransum perlakuan lainnya. Walaupun semua ransum perlakuan mengandung nutrien ransum yang relatif sama. Hal ini memberi indikasi bahwa pemberian konsentrat yang digabung dengan biomasa jagung saat pembuatan silase lebih baik daripada pemberian konsentrat secara terpisah.
Pengaruh Pemberian Silase Biomassa Jagung...Eman Sulaeman
PENGARUH PEMBERIAN SILASE BIOMASSA JAGUNG TERHADAP PRODUKSI SUSU DAN PRODUKSI 4% FCM PADA SAPI PERAH THE EFFECT OF BIOMASS CORN SILAGE ON MILK PRODUCTION AND MILK PRODUCTION OF 4% FCM Eman Sulaeman*, D.S.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Ternak Penelitian Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode laktasi 2 dengan bulan ke-2 sampai bulan ke-5 sebanyak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari
Lebih terperinciGambar 2. Domba didalam Kandang Individu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciPengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di Indonesia, dihadapkan pada kendala pemberian pakan yang belum memenuhi kebutuhan ternak. Ketersediaan
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Metode
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi
1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6
12 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 Maret 2016 di Kelompok Tani Ternak Wahyu Agung, Desa Sumogawe, Kecamatan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana
Lebih terperinciMajalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 2, Juni 2014
IPTEKS BAGI KTT SAPI POTONG DESA LAU KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS YANG MENGHADAPI PERMASALAHAN PENYEDIAAN PAKAN BERKUALITAS C. I. Sutrisno, B. Sulistiyanto, S. Sumarsih, C. S. Utama Fakultas Peternakan
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum
HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian
14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung
22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung Madu Plantation Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciKANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA
Animal Agriculture Journal 5(1): 195-199, Juli 2015 On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL
Lebih terperinciPRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB
EFEK PAKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS AIR SUSU Suryahadi dan Despal Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB PENDAHULUAN U Perkembangan sapi perah lambat Populasi tidak merata, 98% di P. Jawa
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciSemua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar
38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar
37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah
24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.
21 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. Penelitian dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pembibitan Ternak Unggul
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries
20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries Holland pada laktasi pertama. Produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada yang berwarna
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar
PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas ternak ruminansia adalah ketersediaan pakan yang berkualitas, kuantitas, serta kontinuitasnya terjamin, karena
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar
25 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar kolesterol dan lipoprotein darah sapi perah laktasi dilaksanakan pada
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan
Lebih terperinciHUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR
HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR Oleh: Iis Soriah Ace dan Wahyuningsih Dosen Jurusan Penyuluhan Peternakan, STPP Bogor ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Bahan dan Alat
36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus
15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan
Lebih terperincidisusun oleh: Willyan Djaja
disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai
Lebih terperinciPERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI
PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI Syahriani Syahrir, Sjamsuddin Rasjid, Muhammad Zain Mide dan Harfiah Jurusan Nutrisi dan
Lebih terperinciFORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN
AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga
9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan
Lebih terperinciPengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.
1 Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci keturunan flemish giant jantan Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H0504075 I. PENDAHULUAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi
22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi Madura Jantan yang Mendapat Kuantitas Pakan Berbeda dilaksanakan pada bulan Juni September 2015. Lokasi
Lebih terperinciPokok Bahasan: Konsumsi ; Konsumsi Bahan kering ; Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi
Minggu 8 (kedelapan) Pokok Bahasan: Konsumsi ; Konsumsi Bahan kering ; Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi Tujuan Pembelajaran: Menjelaskan mengenai konsumsi untuk ruminansia, konsumsi bahan kering,
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pedet Pedet merupakan ternak replacement stock. Pemberian suplemen pada pedet prasapih pada awal laktasi diharapkan akan dapat mengendalikan penyebab terjadinya penurunan kemampuan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan
16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang
Lebih terperinciPokok Bahasan: Perhitungan penyusunan ransum untuk ruminansia besar; Sapi dan ternak kerja
Minggu 14 (keempat betas) Pokok Bahasan: Perhitungan penyusunan ransum untuk ruminansia besar; Sapi dan ternak kerja Tujuan Pembelajaran: Menjelaskan mengenai perhitungan ransum untuk ruminansia besar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Awal Bahan Proses ensilase atau fermentasi akan menyebabkan perubahan nutrisi. Kondisi bahan setelah ensilase baik secara fisik maupun nutrisi, terlihat pada Tabel 4. Pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama
Lebih terperinciILMU BETERNAK Suatu Tinjauan dari Sisi Pakan Ternak Oleh : Ir. H. Anggodo Marnomo Praktisi & Pengamat Pakan Ternak
ILMU BETERNAK Suatu Tinjauan dari Sisi Pakan Ternak Oleh : Ir. H. Anggodo Marnomo Praktisi & Pengamat Pakan Ternak Ransum diartikan sebagai satu atau beberapa jenis pakan yang diberikan untuk seekor ternak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest
HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest Penelitian ini menggunakan data hasil analisa proksimat (kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan ) dan fraksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi
Lebih terperinci