HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi
|
|
- Farida Oesman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kondisi Geografis Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara mm/tahun. Suhu rata-rata harian antara C, dan ketinggian tempat berkisar antara meter diatas permukaan laut (dpl). Potensi wilayah di Kecamatan Cigugur dikembangkan untuk usaha pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, perkebunan, pengairan, sumber mata air, panas bumi, dan konservasi sumber daya hayati. Peternakan sapi perah di Kecamatan Cigugur terpusat di tiga koperasi susu yaitu KPSP Saluyu, KSU Karya Nugraha dan Larasati. Usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cigugur mulai dilaksanakan pada tahun Teknik usaha yang dilakukan secara tradisional atau skala usaha rakyat hingga sekarang (Pemerintahan Kecamatan Cigugur, 2010). Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu didirikan pada tanggal 17 Juli 2006, dengan Badan Hukum No.01/BH/Diskop-10.18/VII/2006. KPSP Saluyu didirikan atas keberlanjutan dari gabungan kelompok peternak sapi perah bersatu yang berdiri sejak Juli Usaha yang dilakukan oleh KPSP Saluyu adalah unit usaha simpan pinjam, unit usaha pengolahan dan pemasaran susu segar, unit usaha pembeliaan dan pemeliharaan pedet dan unit pelayanan sarana produksi peternakan. (KPSP Saluyu, 2012) Produksi susu tahun 2011 oleh KPSP Saluyu sebesar liter. Populasi sapi perah yang dipelihara oleh anggota sebesar ekor dengan komposisi sapi laktasi 851 ekor, sapi dara 173 ekor, sapi anak 399 ekor, dan sapi jantan dewasa 54 ekor. Saat awal pendirian koperasi jumlah anggota yang tergabung adalah 30 anggota dan hingga akhir tahun 2011 jumlah anggota KPSP Saluyu adalah 550 anggota. KPSP Saluyu membagi 16 kelompok atau Tempat Penampungan Susu (TPS) yang bertujuan untuk memudahkan pelayanan.
2 Karakteristik Peternak Karakteristik peternak yang menjadi responden pada penelitian ini meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, dan tujuan usaha ditulis pada Tabel 10. Tabel 10. Umur, Pendidikan, Jenis kelamin, dan Tujuan Usaha Peternak Responden No Uraian Jumlah Peternak Orang Persentase (%) 1. Umur (tahun) (muda) 11 33, (sedang) 16 48,49 52 (tua) 6 18,18 2. Pendidikan Tidak sekolah - SD 18 54,55 SMP 4 12,12 SMA 9 27,27 Diploma 2 6,06 Sarjana (S1) - 0 Pasca Sarjana Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tujuan Usaha Sambilan 11 33,33 Utama 22 66,67 Umur Peternak Responden Berdasarkan Tabel 10, peternak anggota KPSP Saluyu yang dipilih sebagai responden adalah sebesar 33,33% berusia tahun, 48,49% berusia tahun dan 18,18% berusia lebih dari 51 tahun. Peternak yang paling dominan diwilayah ini berusia tahun. Usia tahun merupakan usia yang produktif artinya secara kemampuan dan tenaga masih cukup baik untuk mengelola peternakan. Dominasi usia tahun merupakan gambaran di daerah tersebut anak muda tidak berminat menjadi peternak, mereka lebih berminat untuk sekolah dan bekerja di luar. 28
3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan peternak responden di KPSP Saluyu berdasarkan Tabel 10 berturut-turut dari yang terbanyak adalah SD, SMA, SMP, dan Diploma. Peternak responden yang tamat SD sebesar 54,55%, SMA sebesar 27,27%, SMP 12,12%, dan Diploma 6,06%. Tingkat pendidikan peternak responden masih rendah. Faktor ini dipengaruhi oleh peternak responden angkatan sedang dan tua masih mendominasi. Jaman dulu pendidikan dirasakan sangat sulit baik akses ataupun kesadaran masyarakat. Peternak yang usianya diatas 35 tahun umumnya memiliki tingkat pendidikan SD. Jenis Kelamin dan Tujuan Usaha Berdasarkan jenis kelamin dan tujuan usahanya menurut Tabel 10, jenis kelamin peternak adalah 100% laki-laki dan tujuan usahanya sebesar 33,33% sambilan dan 66,67% utama. Tenaga kerja laki-laki lebih cocok untuk menangani peternakan sapi perah karena kemampuan penanganan sapi perah dan tenaganya lebih kuat sehingga meningkatkan efisiensi penggunaaan tenaga kerja. Peternak responden yang tujuan usahanya sambilan masih tinggi. Beternak secara sambilan menjadi pilihan karena mempunyai usaha lain atau memiliki lahan pertanian yang cukup tinggi. Komposisi Sapi Perah Komposisi ternak yang dimiliki oleh peternak responden menggambarkan jumlah dan persentase dari populasi dari periode pertumbuhan yaitu pedet, dara, dan dewasa (jantan, betina laktasi, dan betina kering). Komposisi ternak yang dipelihara responden secara lengkap pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, rataan ternak yang dipelihara oleh peternak responden adalah 3,82 ST. Peternak responden memelihara sapi perah anatara 1,50-13,00 ST. Sapi perah yang dipelihara adalah sapi pedet jantan, pedet betina, dara, jantan muda, laktasi, kering kandang dan jantan. Persentase sapi yang dipelihara adalah 65,87% sapi laktasi, 10,32% sapi kering kandang, 10,71% sapi dara, 1,59% pedet jantan, 4,36% pedet betina, dan 7,14% sapi jantan. 29
4 Tabel 11. Komposisi Sapi Perah dari Total Responden No Uraian Jumlah Angka (ekor) ST Persentase (%) 1 Dewasa Laktasi 83 83,0 65,87 Kering kandang 13 13,0 10,32 2 Sapi dara 27 13,5 10,71 3 Pedet Jantan 8 2,0 1,59 Betina 22 5,5 4,36 4. Jantan 9 9,0 7,14 Jumlah Komposisi sapi perah yang dipelihara merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan efisiensi produksi. Pendapatan peternak secara tunai adalah dari produksi susu sapi laktasi. Biaya yang dikeluarkan untuk manajemen operasional sehari-hari dikalkulasikan dari hasil penjualan susu. Menurut Sudono (1999) menyatakan peternakan yang baik adalah peternakan yang memilki jumlah sapi laktasi >60%. Berdasarkan data diatas maka peternakan sapi perah responden memiliki komposisi sapi perah yang baik. Usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang berkelanjutan, pemeliharaan sapi induk selain menghasilkan susu juga diharapkan untuk menghasilkan bibit. Sapi yang dijadikan bibit adalah pedet yang dipelihara sampai produksi. Sapi dara yang dipelihara merupakan replacement stock untuk sapi yang sudah tua atau produksi susunya menurun. Pemeliharaan jantan dilakukan oleh peternak dengan tujuan untuk dibesarkan dan dijadikan sapi pedaging. Pemeliharaan sapi perah di Cigugur menghasilkan produk utama berupa susu, pedet untuk bibitan dan sapi pejantan untuk dijadikan sapi pedaging. Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Menurut Sudono (1999) faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan manajemen yang baik. Manajemen pemeliharaan sapi perah adalah pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, 30
5 dan kesehatan hewan. Hasil pengamatan terhadap manajemen peternakan sapi perah di peternak anggota KPSP Saluyu, Kecamatan Cigugur dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di KPSP Saluyu, Cigugur Kuningan No Aspek Pengamatan Nilai Persen Harapan) a Pencapaian (%) 1. Pembibitan dan reproduksi 192,06 ± 19, ,03 2. Makanan ternak 194,24 ± 12, ,71 3. Pengelolaan 160,45 ± 9, ,23 4. Kandang dan peralatan 71,88 ± 17, ,88 5. Kesehatan hewan 130,46 ± 15, ,23 Total 749, ,91 Keterangan ) a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983). Berdasarkan Tabel 12, peternak responden telah menerapkan manajemen sebesar 74,91% dari standar yang diberlakukan oleh Direktorat Jendral Peternakan tahun Nilai pengamatan yang memiliki nilai paling rendah sampai paling besar adalah kesehatan hewan, kandang dan peralatan, makanan ternak, pembibitan dan reproduksi dan pengelolaan. Pencapaian manajemen pemeliharaan di peternak anggota KPSP Saluyu perlu ditingkatkan dan dilakukan upaya pembenahan dari segi manajemen pemeliharaannya. Pembibitan dan Reproduksi Aspek penilaian terhadap manajemen pembibitan dan reproduksi dapat dilihat pada Tabel 13. Pembibitan dan reproduksi memiliki manajemen yang cukup baik, karena sebagian tugas diambil perannya oleh koperasi yaitu pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB). Sebesar 100% responden menggunakan jasa IB dalam pelaksanaan kawin. Pelaksanaan IB yang baik harus didukung oleh pengetahuan peternak dalam mendeteksi birahi pada sapi perah. Peternak responden telah memiliki pemahaman birahi yang cukup baik. 31
6 Tabel 13. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pembibitan dan Reproduksi di KPSP Saluyu, Cigugur Kuningan No. Aspek manajemen Pengamatan Nilai Harapan) a Persen Pencapaian (%) 1. Bangsa sapi 20,60±2, ,69 2. Cara seleksi 20,90±11, ,27 3. Cara kawin 40,00±0, Pengetahuan birahi 38,18±7, ,45 5. Umur beranak pertama 36,36±7, ,91 6. Saat dikawinkan setelah 30,90±11, ,27 beranak 7. Calving interval 5,09±2, ,90 Total 192, ,03 Keterangan ) a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983) Tabel 13 menunjukan bahwa beberapa sub aspek manajemen pembibitan dan reproduksi masih jauh dari nilai harapan. Sub aspek cara seleksi, calving interval, dan bangsa sapi yang dipelihara menjadi aspek terlemah. Peternak responden menentukan seleksi bibit umumnya dari bentuk luar, sebagian dari produksi susu dan dari silsilah. Peternak memelihara sapi FH dengan bibit berasal dari pembelian kepada peternak lain di daerah tersebut atau daerah Jawa Tengah. Seleksi yang dilakukan peternak untuk indukan sapi perah berasal dari sapi yang dipelihara sebelumnya. Cara seleksi yang lebih banyak digunakan adalah melihat bentuk luar dari sapi. Menurut Sudono et al. (2003) pemilihan bibit yang baik berasal dari bibit dengan produktifitas tinggi, silsilah atau genetik yang baik, dan bentuk luar yang proporsional, tidak kurus, tidak gemuk, kaki berdiri tegak, jarak antar kaki lebar dan bulu mengkilat. Cara kawin yang digunakan adalah dengan inseminasi buatan. Inseminasi buatan dilakukan oleh pihak koperasi dimana inseminasi buatan merupakan layanan koperasi untuk anggota. Peternak yang menggunakan inseminasi buatan dapat menekan biaya pemeliharaan sapi dan keberhasilan kebuntingan lebih tinggi. Hasil 32
7 kebuntingan bisa didapatkan setelah hari setelah konsepsi dan keberhasilan 70%-75%. Hasil tersebut merupakan perkiraan sementara bahwa sapi telah mengalami kebuntingan dan memberikan informasi ini agar digunakan acuan dalam pelaksanaan inseminasi buatan. Sub aspek calving interval (jarak lahir) mempunyai catatan tersendiri, karena sebagian besar peternak mengaku bahwa jarak lahir umumnya lebih dari 1,5 tahun. Peternakan sapi perah yang baik dapat beranak satu tahun sekali, hal ini terjadi jika kebutuhan nutrisi dari ternak tercukupi, pengetahuan birahi dan manajemen inseminasi buatan yang baik. Pengetahuan birahi peternak responden cukup baik, peternak memahami siklus birahi, ciri ternak birahi dan manajemen inseminasi buatan yang dilakukan sesuai dengan standar ketentuan pelaksanaan inseminasi buatan. Siklus birahi yaitu hari, ciri ternak birahi adalah keluar lendir jernih dari vagina, gelisah, melenguh, menunggangi sapi lain, pangkal ekor terangkat, vagina merah, dan tidak nafsu makan (Partodiharjo, 1982). Pengaruh nutrisi terhadap reproduksi dibahas pada aspek pakan ternak. Sapi yang dipelihara oleh peternak responden adalah sapi FH, sapi FH memiliki warna hitam dan putih ada juga berwarna merah. Peternak responden umumnya membeli bibit dari peternak lain atau dari Jawa Tengah. Sapi FH dikenal oleh masyarakat karena kemampuan produksi susu yang tinggi serta mampu beradaptasi didaerah tropis (Sudono, 1999). Pakan Ternak Pakan ternak sapi perah terdiri dari konsentrat dan hijauan. Faktor yang diamati adalah cara pemberian, jumlah pemberian, kualitas, frekuensi pemberian dan pemberian air minum. Hasil penilaian terhadap aspek makanan ternak ditampilkan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, peternak sapi perah di KPSP Saluyu telah melakukan 74,71% aspek manajemen pakan yang telah distandarisasi oleh Direktorat Jendral Peternakan tahun Manajemen pakan yang dilakukan oleh peternak secara umum sama yaitu cara pemberian rumput dan konsentrat dilakukan sebelum diperah, frekuensi pemberian selama dua kali yaitu pada saat melakukan pemerahan dan pemberian air minum secara ad libitum. 33
8 Tabel 14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Makanan Ternak No Aspek manajemen Pengamatan Nilai Harapan a Persen Pencapaian (%) 1. Cara pemberian hijauan 20,15±5, ,61 2. Jumlah pemberian hijauan 34,24±6, ,61 3. Kualitas hijaun 26,21±4, ,25 4. Frekuensi pemberian hijauan 19,67±2, ,48 5. Cara pemberian konsentarat 13,79±3, ,92 6. Jumlah pemberian konsentrat 30,30±3, ,59 7. Kualitas konsentrat 10,00±0, ,57 8. Frekuensi pemberian konsentrat 14,55±1, ,97 9. Pemberian air minum 25,30±5, ,40 Keterangan ) a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983) Hijauan yang diberikan kepada sapi adalah hijaun lapangan yang diambil di sawah atau daerah dekat gunung. Kualitas rumput lapangan sangat bervariasi yaitu rumput liar yang diambil di alam. Cuaca dan iklim sangat mempengaruhi kualitas rumput selain itu faktor umur pemanenan dan jenis rumput juga sangat beragam. Pemberian pakan yang seperti ini untuk sapi perah memerlukan suplementasi guna mengkoreksi ketidakseimbangan nutrien untuk produksi susu. Hijauan sangat penting untuk sapi perah karena berhubungan dengan kualitas lemak susu. Kebijakan yang diambil oleh koperasi adalah harga susu ditentukan salah satunya kandungan lemak susu. Kandungan lemak susu peternak berkisar antara 3,4-4,4 (KPSP Saluyu, 2012). Konsentrat yang diberikan kepada sapi perah adalah konsentrat dari mitra koperasi. Kualitas konsentrat yang telah diujikan adalah kandungan protein kasar 14%. Konsentrat diberikan kepada pedet, dara, dan sapi induk. Kebutuhan nutrien pakan pada sapi perah sangat menyesuaikan dengan periode pertumbuhan sapi. Kualitas konsentrat yang diberikan tidak sesuai kebutuhan untuk produksi pada setiap kelompok umur ternak. Kualitas konsentrat yang tidak sesuai ini berdampak kepada pertumbuhan yang lambat, penundaan dewasa kelamin, keberhasilan perkawinan yang rendah dan produksi susu yang tidak optimal. 34
9 Pengelolaan Sapi Perah Tabel 15 menunjukan manajemen pengelolaan yang dilakukan dalam pemeliharaan sapi perah sehari-hari. Pengelolaan sapi perah meliputi kegiatan membersihkan sapi, kandang, peralatan, cara pemerahan, penanganan susu pasca panen, penanganan pedet dan dara, pengeringan sapi laktasi, dan pencatatan usaha. Pengelolaan sapi perah sangat bergantung kepada skala usaha yang diterapkan. Peternak rakyat dengan skala usahanya masih kecil dalam melakukan pengelolaan masih sederhana karena keterbatasan alat dan modal. Kegiatan membersihkan kandang dan membersihkan sapi dilakukan dua kali dalam sehari yaitu ketika akan dilakukan pemerahan. Kegiatan membersihkan kandang bertujuan untuk menjaga kesehatan ternak dan menjaga susu dari kontaminasi mikroba saat dilakuakan pemerahan. Kegiatan pembersihan kandang menggunakan alat seperti sapu lidi, ember, selang, skop dan sikat. Peternak di Cigugur telah melakukan kegiatan ini dengan baik yaitu > 90% dari standar yang sudah diberlakukan oeh Direktorat Jendral Peternakan tahun Cara pemerahan yang dilakukan oleh peternak sapi yaitu dengan pemerahan tangan. Peternak melakukan pemerahan dua kali dalam sehari yaitu pukul dan pukul Pemerahan diawali dengan membersihkan kandang dan sapi. Sapi yang akan diperah pada ambing dibersihkan terlebih dahulu dengan air biasa dan diolesi dengan vaselin pada daerah putingnya. Proses pemerahan dilakukan dengan pemberian tekanan oleh tangan dibagian otot sekitar puting sehingga susu keluar. Pemerahan dihentikan ketika susu tidak kelur lagi ketika ditekan putingya oleh tangan. Proses pemerahan telah dilakukan dengan baik. Kesadaran peternak akan kebersihan dalam pemerahan perlu ditingkatkan misalnya melakuakan striping cup saat pemerahan telah dilakukan. Penanganan susu pasca panen yang dilakukan oleh peternak masih perlu ditingkatkan. Susu yang telah selesai diperah tidak semuanya dilakukan proses penyaringan dan disimpan pada milk can, peternak ada yang menggunakan ember biasa yang menyebabkan susu di ruang terbuka sehingga mikroba cepat tumbuh. Kemudian diantarkan ke tempat penampungan susu sementara di masing-masing daerah. Susu dibawa ke koperasi menggunakan mobil. Lama perjalanan sekitar 40 menit dari lokasi ke koperasi, kondisi ini membuat susu menjadi berkurang 35
10 kualitasnya akibat pertumbuhan mikroba patogen. Pendinginan susu dilakukan setelah sampai di koperasi menggunakan cooling unit. Pengelolaan sapi perah juga memperhatikan penanganan sapi pedet dan dara. Sapi pedet dipelihara untuk dijadikan bibit atau menggantikan sapi yang sudah tua. Pemeliharaan sapi pedet dikandangkan di kandang yang sama dengan sapi yang dewasa. Kandang tidak representatif untuk pedet melakukan gerakan supaya ototnya baik dan tidak mendapatkan cahaya matahari. Pemberian susu telah dilakukan sampai usia 3-4 bulan. Pemberian konsentrat dilakukan saat sapi umur >1 bulan. Kualitas konsentrat untuk pedet masih rendah dengan kadar PK 14%. Rumput yang diberikan memiliki kualitas rendah yang didapatkan dari rumput lapangan. Sapi dara dipelihara di satu kandang dengan sapi induk. Perlakuan pemberian pakan oleh peternak yaitu diberikan pakan yang sama akan tetapi jumlahnya dikurangi. Kualitas pakan konsentrat juga rendah sekitar PK 14%. Konsentrat yang baik yang diberikan kepada sapi pedet adalah memilki PK 16%-21% dan sapi dara sekitar 15% (Badan Standarisasi Nasional, 2009). Pengeringan sapi betina bunting sudah dilakukan cukup baik yaitu dua bulan sebelum melahirkan. Sapi yang sedang masuk periode kering diharapkan dapat meningkatkan bobot badannya agar lebih siap untuk periode laktasi berikutnya. Pengeringan sapi betina bunting bertujuan agar sapi dalam kondisi baik ketika kelahiran. Konsentrat yang diberikan memiliki kualitas baik yaitu kandungan PK 14% dan diberikan mineral tambahan. Pengeringan sapi betina bunting dilakukan secara baik karena peternak menyadari jika tidak dikeringkan akan membahayakan janin dan induknya. Pencatatan usaha bertujuan agar usaha yang peternak lakukan dapat terkontrol, terevaluasi dan diketahui perkembangannya. Peternak di KPSP Saluyu tidak melakukan catatan usaha sapi perah. Catatan usaha seperti produksi susu dan pembelian konsentrat seluruhnya dilakukan koperasi. Peternak hanya menerima laporan dan pembayaran susu setiap bulannya dari koperasi. 36
11 Tabel 15. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Pengelolaan No Aspek manajemen Pengamatan Nilai Harapan a Persen Pencapaian (%) 1. Membersihkan sapi 18,33±9, ,67 2. Membersihkan kandang 19,69±1, ,48 3. Cara pemerahan 34,54±2, ,70 4. Penanganan pasca panen 25,30±1, ,29 5. Penanganan pedet dan dara 27,73±4, ,22 6. Pengerigan sapi laktasi 29,09±2, ,97 7. Pencatatan usaha 5,76±1, ,79 Keterangan ) a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983) Kandang dan Peralatan Tabel 16 menjelaskan tentang kandang dan peralatan yang digunakan oleh peternak. Kandang yang digunakan ada dua tipe yaitu tipe satu baris dan dua baris. Kandang tipe satu baris adalah kandang dengan konstruksi posisi sapi satu baris. Kandang tipe dua baris adalah kandang dengan kontruksi posisi sapi dua baris yaitu saling berhadapan atau saling membelakangi. Letak kandang berada terpisah dengan bangunan rumah dan tempat umum. Lokasi kandang berada pada tempat khusus peternakan di daerah tersebut. Arah kandang membujur dari utara ke selatan. Kontruksi kandang dibuat menggunakan kayu besar atau menggunakan dinding semen, atap menggunakan asbes atau genteng dan lantai telah disemen. Ketinggian atap sekitar 2,5 meter. Drainase kandang kurang baik karena terdapat genangan air dan bau kotoran masih kuat. Tempat kotoran berada dekat dengan kandang dan sebagian kotoran dialirkan langsung ke lahan pastura. Peralatan yang digunakan ketika melakukan kegiatan dikandang terbagi menjadi dua yaitu peralatan kandang dan peralatan pemerahan. Peternak menggunakaan alat sederhana seperti ember, sapu, dan cangkul/skop untuk membersihkan kandang. Tidak semua peternak memiliki alat yang lengkap untuk yang disebutkan diatas. Peralatan pemerahan yang digunakan seperti ember, bangku dan milk can. Semua peternak tidak menggunakan handuk khusus untuk membersihkan ambing, cawan untuk tes mastitis dan bangku. Jadi, peralatan 37
12 pemerahan tidak lengkap dan tidak sesuai dengan persyaratan untuk melakukan pemerahan yang higienis. Tabel 16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Kandang dan Peralatan No Aspek manajemen Pengamatan Nilai Persen Harapan a Pencapaian (%) 1. Tata letak kandang 10,00±0, Konstruksi kandang 18,33±4, ,33 3. Drainase kandang 11,82±2, ,79 4. Tempat kotoran 8,24±4, ,42 5. Peralatan kandang 9,39±2, ,63 6. Peralatan susu 13,48±7, ,93 Keterangan ) a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983) Peternak responden telah menerapkan aspek manajemen kandang dan peralatan sebesar 71,88%. Sub aspek manajemen kandang dan peralatan yang rendah adalah peralatan susu, peralatan kandang, dan konstruksi kandamg. Peternak mengakui kekurangan ini karena ketidaktahuan dan keterbatasan biaya. Peralatan kandang dan pemerahan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Menurut Williamson dan Payne (1993) kualitas susu yang didapatkan dipengaruhi oleh peralatan yang digunakan dan kebersihannya. Kesehatan Hewan Tabel 17 menerangkan tentang aspek manajemen kesehatan hewan. Aspek kesehatan hewan terdiri dari sub aspek pengetahuan penyakit, pencegahan penyakit, dan pengobatan hewan yang sakit. Sub aspek pengetahuan penyakit dan pencegahan penyakit merupakan sub aspek yang paling lemah. Kesadaran peternak untuk melakukan upaya pencegahan penyakit seperti vaksinasi, menjaga kebersihan kandang, memberikan obat cacing secara berkala, dan pemberian vitamin tidak dilakukan dengan baik. Koperasi melakukan vaksinasi dengan strain 19 untuk sapi pedet betina agar tahan terhadap penyakit brucellosis. Pengetahuan peternak tentang penyakit dirasakan masih rendah terutama gejala dan penyebabnya. Kejadian 38
13 penyakit yang sering terjadi pada ternaknya adalah bloat, mencret pada pedet, dan mastitis. Pengobatan penyakit dilakukan oleh petugas koperasi. Tabel 17. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan Hewan No Aspek manajemen Pengamatan Nilai Harapan Persen Keberhasilan (%) 1. Pengetahuan penyakit 26,52±16, ,29 2. Pencegahan penyakit 49,69±3, ,69 3. Pengobatan 54,24±12, ,40 Keterangan ) a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983) Pencapaian aspek kesehatan hewan merupakan aspek yang paling lemah dengan nilai 65,23% dari nilai harapan. Kesehatan hewan merupakan aspek yang cukup penting dalam keberhasilan budidaya sapi perah. Pengetahuan dan kesadaran para peternak memang perlu ditingkatkan, dengan melibatkan pemerintah atau Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan dalam melakukan vaksinasi atau penyuluhan. Tenaga keswan di tingkat koperasi mempunyai tugas untuk mengobati ternak yang sedang sakit. Hal yang baik perlu dilakukan dengan melihat contoh yang disampaiakan Sembada (2011) bahwa keberhasilan peternak sapi perah di kawasan KUNAK Kabupaten Bogor dalam kesehatan hewan adalah hasil kerjasama antara akademisi dan Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dalam memberikan pendampingan dan pencegahan penyakit. Input dan Output Produksi Susu Tabel 18 menjelaskan input dan output produksi susu peternak responden. Rata-rata peternak responden menggunakan input produksi berupa rumput 83,61 kg/hari atau 36,99 kg/ekor/hari, konsentrat 19,04 kg/hari atau 8,42 kg/ekor/hari, dan jam kerja 2,26 jam/hari. Penggunaan input tersebut adalah hasil perhitungan terhadap sapi dalam keadaan laktasi. Output utama pada peternakan sapi perah adalah produsi susu harian karena memiliki nilai tunai pada waktu tersebut. Ratarata peternak memproduksi susu 31,08 liter/hari atau 13,75 liter/ekor/hari. 39
14 Tabel 18. Rataan dan Standar Deviasi Output serta Input yang Mempengaruhi Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah. Variabel Rataan SD Max Min Harga/unit (Rp) Output Produksi susu (lt/peternak/hari) 31,08 26, Input Jumlah sapi dipelihara (ST) Konsentrat (kg/peternak/hari) 19,04 12, Rumput (kg/hari/peternak) 83,61 61, Jam kerja (jam/hari) 3,47 1,63 6, Korelasi Input dan Output Produksi Tabel 19 menjelaskan bahwa input yang digunakan untuk produksi sapi perah memiliki korelasi yang nyata terhadap produksi susu pada (P<0,05). Produksi susu dan konsentrat memiliki korelasi positif sebesar 0,871 artinya ada hubungan linier yang nyata antara produksi susu dan konsentrat dimana semakin besar produksi susu diikuti oleh kenaikan konsentrat. Produksi susu dan rumput memiliki nilai korelasi positif 0,858 artinya ada hubungan yang linier yang nyata antara produksi susu dan rumput yaitu semakin besar produksi susu diikuti oleh kenaikan jumlah rumput. Sementara produksi susu dengan jam kerja mempunyai nilai korelasi 0,439 artinya korelasi yang rendah karena mendekati nilai 0, dengan demikian faktor produksi jam kerja berpengaruh sangat kecil terhadap produksi susu. Tabel 19. Korelasi antar Variabel dalam Produksi Susu Sapi Perah. Produksi Susu Konsentrat Rumput Konsentrat 0,871* Rumput 0,858* 0,863* Jam Kerja 0,439* 0,525* 0,565* Keterangan: * nyata pada (P<0,05) Hasil analisis data diatas menunjukan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh konsentrat, rumput, dan jam kerja. Input produksi konsentrat dan rumput memiliki keterkaitan yang cukup besar, sedangkan faktor tenaga kerja keterkaitannya kecil. Maka analisis yang digunakan untuk produksi susu adalah konsentrat dan rumput. 40
15 Konsentrat dan rumput mempunyai nilai korelasi 0,863 artinya terdapat autokorelasi yang serius antara konsentrat dan rumput. Analisis yang digunakan saat terjadi autokorelasi kurang baik jika menggunakan anlisis regresi berganda. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana menggunakan metode kuadrat terkecil. Analisis Fungsi Produksi Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menganalisis fungsi produksi adalah produksi susu sebagai dependent variabel dan konsumsi rumput dan konsentrat sebagai independent variabel. Model produksi yang digunakan adalah model produksi kubik dari pendugaan total produksi dan produksi sapi rata-rata. Berdasarkan hasil estimasi kemudian dibandingkan nilai R-square, autokolerasi, heterokedastisitas, dan multikolinearitas untuk mencari model fungsi terbaik yang digunakan untuk melakukan analisis. Tabel 20 menunjukan fungsi produksi yang digunakan untuk melihat hubungan input dan output dalam produksi susu sapi perah. Hasil pendugaan fungsi produksi untuk produksi susu dan konsentrat mempunyai koefisien determinasi R 2 85,3% dan produksi susu dengan rumput R 2 76,8% nyata pada taraf (P<0,05). Nilai koefisien determinasi menunjukan bahwa variabel konsentrat dapat menjelaskan 85,3% produksi susu dan variabel rumput dapat menjelaskan 76,8% produksi susu. a) Fungsi produksi konsentrat Y = 27,69-3,783X + 0,2593X 2-0, X 3 (R 2 85,3%) b) Fungsi produksi rumput Keterangan Y= produksi susu/peternak X= input produksi Y = ,706X 0,005X 2 + 0, X 3 (R 2 76,8%) Hasil pendugaan fungsi produksi dapat digunakan untuk menganalisis elastisitas produksi. Nilai elastisitas -0,07 menunjukan bahwa fungsi produksi berada pada kondisi yang tidak rasional dan segala upaya untuk menambah konsentrat tetap akan merugikan petani. Kondisi ini peternak harus mengurangi pemberian konsentrat kepada ternak. Kualitas konsentrat juga mempengaruhi dari produksi susu yang dihasilkan. Kualitas konsentrat yang digunakan oleh peternak smasih dibawah standar yang ditetapkan oleh SNI. 41
16 Tabel 20. Model Pendugaan Fungsi Produksi Produksi Susu dengan Variabel Konsentrat dan Rumput Model Fungsi Kubik Total Produksi Produksi Sapi Rata-rata Konsentrat Konstanta 27,693 14,176 b1-3,783 0,00 b2 0,259 0,014 b3 0,03-0,003 R-square 0,853** 0,109 P-value 0,00 Autokolerasi Tidak ada Tidak ada Heterokedastisitas Tidak ada Tidak ada Multikolinearitas Tidak ada Tidak ada Rumput Konstanta -4,069 26,808 b1 0,706-1,493 b2 0, b3 0, R-square 0,768** 0,202 P-value 0,00 Autokolerasi Tidak ada Tidak ada Heterokedastisitas Tidak ada Tidak ada Multikolinearitas Tidak ada Tidak ada Keterangan : * nyata pada (P<0,05) Elastisitas produksi untuk rumput memiliki nilai 0,69 artinya setiap penambahan input satu persen akan meningkatkan produksi susu sebesar 0,69%. Nilai elastisitas 0,69 menunjukan bahwa fungsi produksi berada pada decreasing rate atau peningkatan yang semakin menurun. Kondisi seperti ini peternak masih dimungkinkan untuk menambah input produksi, tetapi tidak diimbangi dengan output yang dihasilkan. Penggunaan rumput pada tingkat tertentu akan memberikan hasil yang optimal. 42
17 Efisiensi Produksi Efisiensi produksi terjadi ketika peternak mampu mencapai tingkat produksi setinggi-tingginya namun secara ekonomi menguntungkan. Menurut Doll dan Orazem (1984) efisiensi akan tercapai jika mampu memenuhi syarat kecukupan dan syarat keharusan. Syarat keharusan dicukupi ketika produksi dilakukan pada daerah rasional (elastisitas antara 0 dan 1), sedangkan syarat kecukupan jika Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM). Efisiensi teknis dilihat dari nilai elastisitas produksinya. Penggunaan konsentrat di tingkat beternak secara teknis tidak efisien (Ep<0) atau berada didaerah tidak rasional. Penggunaan rumput ditingkat peternak secara teknis sudah efisien (0<Ep<1) atau berada pada daerah deminishing return. Agar lebih efisien peternak harus melakukan upaya pengurangan pemberian konsentrat sehingga kurva bergeser ke daerah deminishing return. Tabel 21 menunjukan penggunaan konsentrat memiliki NPM sebesar -342,79 artinya penambahan 1 kg konsentrat akan mengurangi pendapatan -342,79 dan BKM sebesar Rp 2.300,00. Rasio antar NPM dan BKM mempunyai nilai -0,15 artinya penggunaan konsentrat tidak efisien (NPM<1) sehingga perlu pengurangan input tersebut. Penggunaan rumput memiliki NPM sebesar 769,47 artinya penambahan 1 kg rumput akan menambah pendapatan peternak sebesar 769,47 dan BKM sebesar Rp 250. Rasio antar NPM dan BKM mempunyai nilai 3,07 artinya penggunaan rumput tidak efisien, peternak harus menambahkan rumput agar menjadi efisien. Tabel 21. Nilai NPM dan BKM Faktor Hijauan serta Konsentrat pada Produksi Susu Variabel NPM BKM NPM/BKM Konsentrat -342, ,15 Rumput 769, ,07 Hasil analisa menunjukan penggunaan konsentrat yang optimal sebesar 9 kg/peternak/hari atau jika dirata-ratakan 3,98 kg/ekor/hari. Penggunaan rumput tidak diketahui penggunaan optimalnya karena fungsi produksi adalah fungsi kubik, penggunaan rumput di tingkat peternak sudah efisien secara teknis tetapi secara ekonomi tidak efisien. Penggunaan rumput masih bisa ditingkatkan dari jumlah yang sudah diberikan yaitu 83,61 kg/peternak atau 36,99 kg/ekor/hari. 43
18 Aspek manajemen sangat berpengaruh terhadap nilai efisiensi. Manajemen yang baik akan menghasilkan efisiensi yang baik (Soekartawi, 1994). Hasil analisa terhadap aspek manajemen pakan ternak menyatakan bahwa aspek kualitas konsentrat dan kualitas hijauan masih sangat rendah, sehingga pengaruhnya terasa terhadap efisiensi yang dicapai. Penggunaan konsentrat tidak efisien karena ketika konsentrat ditambahkan tidak menghasilkan susu yang lebih tinggi dan tidak menguntungkan secara ekonomi. Rata-rata pemberian konsentrat per ekor 8,42 kg lebih besar dari kebutuhan sekitar 4-6 kg yaitu 0,1% dari rataan bobot badan sapi laktasi. Kualitas hijaun yang diberikan masih rendah karena rumput yang diberikan rumput lapangan. Kelemahan rumput lapangan adalah secara kualitas dan kuantitas tidak terkontrol. Rata-rata pemberian rumput adalah 36,99 kg lebih sedikit dari ratarata kebutuhan antara kg yaitu 10% dari rataan bobot badan sapi. 44
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada
Lebih terperinciTERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT
TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden
Lebih terperinciIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan
19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi
Lebih terperinciANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga
VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian
Lebih terperinciV. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar
V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil
9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara
Lebih terperincimenghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat
UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,
35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas susu sapi perah dipengaruhi
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Reproduksi merupakan sifat yang sangat menentukan keuntungan usaha peternakan sapi perah. Inefisiensi reproduksi dapat menimbulkan berbagai kerugian pada usaha peterkan sapi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber kebutuhan protein hewani yang berasal dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek penting dalam usaha
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah FH Sapi perah Fries Holland (FH) sering dikenal dengan nama Holstein Friesian. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011).
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output
Lebih terperinciPENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking
10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usahaternak Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Susu merupakan sekresi fisiologis dari kelenjar susu yang merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciNomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN
LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Administratif Daerah
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Administratif Daerah Desa Cilembu merupakan desa yang terletak di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. yang memiliki luas 589,946 HA, terletak pada Koordinat Bujur Timur 107,575, dan
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian TPK Sukamenak merupakan salah satu TPK yang berada diwilayah kerja KPBS, yang terletak di Desa Pangalengan Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.995, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyediaan dan Peredaran Susu. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMENTAN/PK.450/7/2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEREDARAN SUSU
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......
LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah
Lebih terperinciPEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI
Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi
Lebih terperinciVI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI
VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo
Lebih terperincidisusun oleh: Willyan Djaja
disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur
Lebih terperinci20.1. Mengembangkan Potensi Peternakan Ruminansia Menerapkan Tingkah laku Ternak Ruminansia Menerapkan Penanganan Ternak ruminansia
2 Profesional 20. Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung 20.1. Mengembangkan Potensi Peternakan 20.1.1. Menganalisis potensi ternak 20.1.2. Menganalisis kontribusi ternak
Lebih terperinciVI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Dalam rangka memudahkan analisis maka peternak sapi perah (responden) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan satuan ternak (ST)
Lebih terperinciVIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least
VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstien Sapi FH telah banyak tersebar luas di seluruh dunia. Sapi FH sebagian besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH
Lebih terperinciGambar 2. Domba didalam Kandang Individu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan
Lebih terperinciGambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,
Lebih terperinciLampiran 1. Kuesioner karakteristik peternak I. KARAKTERISTIK PETERNAK 1. Umur (ke ulang tahun terdekat) : tahun 2. Jenis kelamin (pilih salah satu) :
LAMPIRAN 46 47 Lampiran 1. Kuesioner karakteristik peternak I. KARAKTERISTIK PETERNAK 1. Umur (ke ulang tahun terdekat) : tahun 2. Jenis kelamin (pilih salah satu) : Laki-laki Perempuan 3. Pendidikan formal
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Metode
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin.
11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Pada dasarnya, ternak perah diartikan sebagai ternak penghasil air susu. Menurut Makin (2011), susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar susu merupakan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karakteristik Kambing
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kambing Kambing merupakan binatang memamahbiak yang pada dasarnya merupakan kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya. Kambing perah memang masih asing bagi sebagian
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperincipenampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat
Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Ayam Pedaging BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian Kawasan peternakan sapi perah seluas 11 ha dari 30 ha yang telah disediakan oleh pemerintah sesuai dengan SK Gubernur no 300 tahun 1986 berada di Kelurahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Sapi Perah Dalam kerangka budidaya sapi perah, pembibitan merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari ketiga pilar bidang peternakan yaitu, pakan, bibit dan manajemen.
Lebih terperinciIV. ANALISIS DAN SINTESIS
IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah
Lebih terperinciMANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN EFISIENSI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH ANGGOTA KOPERASI PETERNAK SAPI PERAH SALUYU CIGUGUR KABUPATEN KUNINGAN
MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN EFISIENSI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH ANGGOTA KOPERASI PETERNAK SAPI PERAH SALUYU CIGUGUR KABUPATEN KUNINGAN SKRIPSI DADAN SUHENDAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet
4 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ARIS ALPIAN H34076026 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A.
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)
Lebih terperinci