BAB VI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PNPM-P2KP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PNPM-P2KP"

Transkripsi

1 64 BAB VI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PNPM-P2KP 6.1. Keberhasilan Program Berdasarkan Pengembalian Pinjaman Tujuan Program PNPM-P2KP adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui pemberian dana pinjaman yang dapat digunakan untuk membuka usaha. Program PNPM-P2KP dinilai berhasil jika telah memenuhi tujuan program yakni mengentaskan kemiskinan. Pelaksanaan Program PNPM- P2KP di Desa Srogol tidak jauh berbeda dengan tata aturan pelaksanaan program sesuai dengan pedoman umum, yakni dilaksanakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat, namun indikator keberhasilan program sedikit berbeda dengan indikator yang tercantum dalam pedoman umum. Keberhasilan Program PNPM- P2KP di Desa Srogol dilihat dari lancarnya pengembalian pinjaman dari anggota KSM. Desa Srogol merupakan desa yang paling lancar dalam mengembalikan pinjaman dana bergulir dibanding desa-desa lain di Kecamatan Cigombong, sehingga Desa Srogol disebut desa yang berhasil dalam pelaksanaan Program PNPM-P2KP. Lancarnya tingkat pengembalian pinjaman belum menjamin meningkatnya kesejahteraan peminjam atau anggota KSM. Terdapat beberapa faktor lain yang berhubungan dengan kelancaran pengembalian pinjaman seperti Tingkat Relasi Gender peminjam, besarnya pinjaman, dan pendidikan peminjam Dana Pinjaman Bergulir Desa Srogol Program PNPM-P2KP di Desa Srogol telah berjalan selama dua kali periode yakni dari tahun 2008 hingga tahun Selama dua kali periode tersebut, Program PNPM-P2KP di Desa Srogol dikatakan paling berhasil dibanding desa-desa lain di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (BKM Desa Srogol, 2010). Keberhasilan program dilihat dari beberapa hal, antara lain: (1) dalam bidang lingkungan, pembangunan jalan dan drainase sudah mencapai seluruh wilayah desa; (2) dalam bidang sosial, Kursus Sewing telah menghasilkan banyak tenaga kerja untuk pabrik garmen; (3) dalam bidang ekonomi, tingkat pengembalian dana pinjaman bergulir terbilang paling

2 65 lancar di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini khusus membahas keberhasilan program dalam bidang ekonomi. Pada tahun 2008 BKM Desa Srogol baru terbentuk setelah mengalami proses pemilihan yang cukup panjang. Pada tahun ini pula BKM menunjuk UPK yang sampai saat ini masih dipegang oleh Ibu Ns. Setelah terbentuk, BKM mengajukan proposal permohonan dana pinjaman kepada PNPM-P2KP Pusat, sehingga di tahun 2008 Desa Srogol mendapatkan pinjaman sejumlahrp 200 juta yang dibagi ke dalam tiga bidang, yakni lingkungan, sosial, dan ekonomi. Bidang ekonomi mendapat dana pinjaman sebesar Rp 58 juta. Berbeda dengan bidang lingkungan dan bidang sosial yang langsung mendapatkan dana pinjaman pada pertengahan tahun 2008, bidang ekonomi baru mendapat pinjaman pada akhir tahun 2008 yaitu di bulan November. Hal ini dikarenakan proses mendata warga miskin belum selesai sepenuhnya selain karena alasan perbaikan jalan desa yang menjadi fokus utama saat itu. Ibu Ns, UPK, mengungkapkan: Tahun 2008, lingkungan dulu yang dapat dana, karena jalan-jalan di desa harus segera dibenerin, diaspal, disemen. Setelah itu baru sosial, itu mah beli mesin jahit. Itu juga karena orang-orang yang mau ikut kursus sudah banyak, jadi langsung gitu. Baru terakhir, ekonomi, dapat 58 juta di bulan November, karena jumlah KSM nya masih sedikit, 12 KSM saja. Itu juga belum terdata semuanya, sama kebanyakan orang-orang masih pada takut mau pinjam. Pinjaman dana sebesar 58 juta rupiah tersebut dibagi ke dalam dua periode program. Perguliran dana pinjaman di Desa Srogol untuk bidang ekonomi tersaji dalam Tabel 13. Tabel 13. Distribusi Perguliran Dana Pinjaman Program PNPM-P2KP di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Periode Bulan Jumlah Pinjaman (Rp) Pengembalian Pinjaman Total Pinjaman (Rp) 1. I November 34 juta Macet Rp 58 juta ,- April juta Lunas 2 II September 58 juta Lunas 92 juta 2009 Maret juta Sedang Berjalan Total 150 juta Sumber: UPK Desa Srogol, 2010

3 66 Tabel 13. mengenai perguliran dana pinjaman Program PNPM-P2KP di Desa Srogol, memperlihatkan bahwa dana pinjaman yang diberikan pemerintah kepada desa tersebut selama dua periode terbilang cukup besar yakni Rp 150 juta. Pada periode pertama, bidang ekonomi mendapat pinjaman dana sebesar Rp 58 juta yang dibagi menjadi dua tahap yakni tahap pertama di bulan November 2008 sebesar Rp 34 juta dan tahap kedua di bulan April 2009 sebesar Rp 24 juta. Pembagian dana pinjaman ke dalam dua tahap ini bertujuan untuk melihat sejauhmana kemampuan masyarakat dalam mengembalikan pinjaman. Terbukti pada periode I tahap pertama ada tunggakan sebesar Rp ,- dan terlunasi pada tahap kedua. Periode II mulai berjalan pada bulan September 2009 dengan menggunakan dana bergulir yang telah terlunasi pada periode I yakni sebesar Rp 58 juta. Ternyata respon masyarakat cukup baik dalam mengembalikan pinjaman, terlihat di bulan September 2009, pengembalian pinjaman tidak ada tunggakan. Tingkat kelancaran pengembalian pinjaman yang tinggi membuat pemerintah kembali memberikan dana pinjaman sebesar Rp 34 juta di bulan April 2010, sehingga total dana pinjaman untuk periode II adalah sebesar Rp 92 juta. Saat ini pinjaman periode II tahap kedua bulan Maret 2010 sedang berjalan, sehingga belum dapat dilihat sejauhmana tingkat pengembalian pinjaman di desa tersebut KSM dan Pengembalian Pinjaman Keberhasilan Program PNPM-P2KP di Desa Srogol tidak hanya dilihat dari tingkat kelancaran pengembalian pinjaman, tetapi juga perkembangan KSM. Pada bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa jumlah KSM di tahun 2008 hanya 12 KSM yang tersebar di lima RW. Pembentukan 12 KSM tersebut dilakukan oleh BKM dan UPK dengan harapan dapat menjadi KSM pioneer yang berhasil. Sayangnya, sampai tahap kedua, yakni bulan April 2009, hanya 10 KSM yang bertahan atau dapat mengembalikan pinjaman dengan lancar. Ketertarikan masyarakat terhadap program mulai terlihat di bulan Januari 2009 ditandai dengan munculnya KSM-KSM baru yang dibentuk sendiri oleh masyarakat. KSM-KSM baru tersebut telah mengajukan diri kepada UPK untuk mendapatkan dana pinjaman. Dikarenakan belum memasuki tahap kedua pencairan dana pinjaman,

4 67 KMS-KSM baru tersebut dimasukkan ke dalam daftar tunggu. Seperti yang dituturkan oleh UPK sebagai berikut: Awal pinjaman hanya 12 KSM. Semuanya kita yang bentuk, setiap RW ada satu sanpai dua KSM. Yang paling berhasil hanya dua KSM. Tahap dua di bulan April berkurang jadi 10 KSM, karena dua KSM macet. 10 KSM yang lama ditambah KSM baru. Kan Desember Januari banyak tuh yang berminat, tapi masuk ke daftar tunggu dulu. Baru di bulan April kita kasih mereka pinjaman. Sampai sekarang, 12 KSM yang paling awal, berkurang lagi jadi 8 KSM, itu juga kebanyakan di RW 03. Perkembangan KSM yang cukup pesat ini menggambarkan besarnya animo masyarakat terhadap program. Kemacetan pengembalian pinjaman yang dialami oleh beberapa KSM pioneer bukanlah penghalang masyarakat untuk ikut mendapatkan pinjaman. Sampai periode II tahap kedua atau April 2010, jumlah KSM di Desa Srogol adalah 39 KSM. Data lengkap mengenai jumlah KSM di Desa Srogol dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 14. Jenis dan Jumlah KSM Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Jenis KSM Jumlah (buah) Persen (%) 1. Laki-Laki 11 28,2 2. Perempuan 18 46,2 3. Campuran 10 25,6 Total Sumber: UPK PNPM-P2KP, 2010 Berdasarkan Tabel 14. tentang jenis dan jumlah KSM di Desa Srogol tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah KSM perempuan lebih banyak (46,2 persen) dibanding dengan KSM laki-laki (28,2 persen). Hal ini menggambarkan bahwa perempuan lebih membutuhkan pinjaman daripada laki-laki. Seperti yang dituturkan UPK sebagai berikut: Kita sengaja memperbanyak perempuan dalam KSM agar perempuan itu bisa bantu suami menambah pendapatan. Tapi tetap perempuan dari golongan Pra Sejahtera yang sudah punya usaha. Biasanya sih mereka punya warung kecil. Penuturan UPK ini didukung oleh Bapak Mn, koordinator BKM yaitu: Awalnya program pinjaman bergulir ini memang untuk perempuan dari keluarga miskin dengan tujuan dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Tapi seiring berjalannya program, ternyata banyak juga warga laki-laki yang berminat.

5 68 Sesuai dengan tujuan program dalam Pedoman Umum Program PNPM- P2KP, sasaran program adalah warga miskin atau pra sejahtera. Pelaksanaan program di Desa Srogol telah memenuhi persyaratan Program PNPM-P2KP yakni hanya warga miskin yang mendapat bantuan pinjaman dana. Data selengkapnya mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kekayaan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Responden Berdasarkan Tingkat Kekayaan di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Tingkat Kekayaan Jumlah (orang) Persen (%) 1. Pra sejahtera Sejahtera Total Tabel 15. menunjukkan bahwa perbandingan antara responden yang tergolong pra sejahtera (58,3 persen) dengan responden yang tergolong sejahtera (41,7 persen) hampir sama besar. Hal ini menunjukkan terjadi ketidtingkat aksesuaian dalam sasaran program. Menurut Pedoman Umum PNPM-P2KP, program tersebut ditujukan pada warga miskin atau pra sejahtera, namun penerima pinjaman di Desa Srogol hampir separuhnya adalah warga golongan sejahtera. Menurut pengakuan UPK, banyaknya warga golongan sejahtera yang menerima pinjaman dana adalah warga yang dulunya miskin, kemudian memiliki usaha dan usaha tersebut telah berkembang. Sedangkan warga pra sejahtera, umumnya tidak memiliki usaha atau usaha tersebut tidak berkembang. Salah satu persyaratan yang diajukan oleh BKM dan UPK pada masyarakat yang ingin mendapatkan pinjaman adalah harus memiliki usaha. Persyaratan ini pula tidak sesuai dengan Pedoman Umum Program PNPM-P2KP yang hanya mensyaratkan penerima program adalah warga miskin. Berikut adalah Tabel 16. yang menunjukkan sebaran responden berdasarkan usaha yang dimiliki.

6 69 Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usaha Yang Dimiliki di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Usaha Jumlah Persen (%) 1. Tidak Memiliki 9 18,8 2. Memiliki 39 81,2 Total Persyaratan yang diajukan oleh BKM dan UPK yakni memiliki usaha agaknya memang dipenuhi oleh anggota KSM. Sebanyak 81,2 persen responden memiliki usaha sedangkan 18,8 persen tidak memiliki usaha. Responden yang tidak memiliki usaha, umumnya adalah ibu rumah tangga. Berikut ini adalah gambar-gambar usaha yang dimiliki oleh responden. Gambar 5. Jenis Usaha Warung yang Dimiliki Oleh Anggota KSM, 2010 Gambar 6. Jenis Usaha Jahit yang Dimiliki Oleh Anggota KSM, 2010

7 70 Dengan mengikuti Program PNPM-P2KP dan mendapatkan pinjaman, diharapkan masyarakat miskin mampu mengembangkan usaha yang dimilikinya agar menjadi lebih maju. Hal ini dikarenakan pinjaman dana tersebut dapat digunakan untuk menambah modal usaha. Data selengkapnya mengenai sebaran responden berdasarkan perkembangan usaha dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perkembangan Usaha Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Perkembangan Usaha Jumlah Persen (%) 1. Tidak Punya Usaha 9 18,8 2. Tidak Berkembang 12 25,0 3. Usaha Berkembang 27 56,2 Total Tabel 17. Memperlihatkan bahwa sebanyak 56,2 persen responden memiliki usaha yang berkembang sebagai dampak dari mengikuti program. Sedangkan 25 persen responden mengaku bahwa usahanya tidak berkembang bahkan bangkrut. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Lh pedagang kredit, sebagai berikut: Wah usaha ibu mah sekarang sudah bangkrut neng. Ngga berkembang, banyak yang ngutang. Uang segitu mah mana cukup buat modal lagi, pan cuma Rp Lamun dulu mah ibu masih berani ngredit sampai kampung sebelah, gara-gara banyak yang ngutang, ngga muter lagi nyak duitnya, ya sudah ibu ngredit di sekitar sini saja. Ya modalnya dari duit PNPM itu. Besar pinjaman yang diberikan UPK kepada anggota KSM berkisar antara Rp ,- hingga Rp ,-. Pada periode I setiap anggota KSM mendapat pinjaman sebesar Rp ,-. Tingkat kelancaran pengembalian pinjaman pada periode I, membuat BKM dan UPK sepakat menaikkan nominal dana pinjaman. Bagi KSM yang seluruh anggotanya lancar, maka diberi pinjaman sebesar Rp ,-. KSM yang telah mendapatkan pinjaman Rp ,- berada di RW 03. Data selengkapnya mengenai sebaran responden berdasarkan besar pinjaman tersaji dalam tabel berikut.

8 71 Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarakan Besarnya Pinjaman Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Besarnya Pinjaman Jumlah (orang) Persen (%) 1. Kecil 45 93,8 2. Besar 3 6,2 Total Data di dalam Tabel 18. menunjukkan bahwa hanya 6,2 persen responden yang sudah mendapat pinjaman dengan nominal lebih besar, sedangkan 93,8 persen respoden masih mendapat pinjaman sebesar Rp ,-. Hal ini dibenarkan oleh Ibu Wt, pedagang gado-gado salah seorang responden sebagai berikut: Ibu masih diberi pinjaman Rp ,-. Yah memang itu kecil atuh neng, ngga cukup kalau buat bikin usaha. Uang itu juga ibu pakai buat nambah modal, tapi ya kadang masih ngga cukup. Sedangkan Ibu Ms, pedagang warung kelontong, yang telah mendapatkan pinjaman Rp ,- menuturkan sebagai berikut: Alhamdulillah neng, ibu sudah dapat pinjaman Rp ,-. Itu karena teman-teman satu kelompok pada lancar semua. Ngga ada yang macet. Program pinjaman dana bergulir dari PNPM-P2KP pada awalnya memang ditujukan bagi warga miskin, namun dalam pelaksanaan program di Desa Srogol, program tersebut lebih ditujukan pada perempuan. Pemilihan perempuan sebagai penerima pinjaman memiliki tujuan yaitu agar perempuan dapat membantu suaminya dalam meningkatkan pendapatan keluarga sehingga tercapainya suatu keadaan sejahtera. Berdasarkan tujuan tersebut, maka perlu dilihat pula tingkat tingkat akses perempuan dalam program selain pengembalian pinjaman yang menjadi kunci keberhasilan program di Desa Srogol. Akses perempuan dalam pelaksanaan Program PNPM-P2KP dilihat dari sejauhmana perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam program mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan program. Pada tahap perencanaan program yaitu pembentukan BKM, peran perempuan tidak terlihat. Sedangkan pada tahap pelaksanaan program yaitu mendapatkan pinjaman dana, mayoritas perempuan memiliki tingkat akses yang tinggi terhadap program. Data selengkapnya

9 72 mengenai jumlah responden berdasarkan tingkat akses terhadap program dapat dilihat di Tabel 19. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Akses Terhadap Program di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Tingkat Akses Jumlah Persen (%) 1. Rendah 7 14,6 2. Tinggi 41 85,4 Total Tabel 19. tentang akses terhadap pinjaman, menunjukkan bahwa akses perempuan terhadap program cukup tinggi yaitu sebesar 85,4 persen. Angka ini menggambarkan bahwa program telah memberikan kesempatan yang besar kepada perempuan untuk meminjam dana bergulir. Sama halnya dengan pengembalian pinjaman yang dinilai paling lancar di Kecamatan Cigombong, terbukti memang pengembalian pinjaman di desa ini lancar. Berikut merupakan data sebaran responden berdasarkan lancarnya pengembalian pinjaman. Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Pinjaman Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Tingkat Pengembalian Jumlah Persen (%) Pinjaman 1. Macet 10 20,8 2. Tidak Macet 38 79,2 Total Dari Tabel 20. di atas, diketahui bahwa 79,2 persen respoden berhasil mengembalikan pinjaman dengan lancar. Angka ini juga membuktikan pernyataan BKM dan UPK desa setempat yang menyatakan bahwa Desa Srogol memiliki tingkat pengembalian pinjama terlancar di Kecamatan Cigombong. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Program PNPM-P2KP di Desa Srogol cukup berhasil, dilihat dari tingginya akses perempuan terhadap program serta tingginya tingkat pengembalian pinjaman.

10 Analisis Keberhasilan Program PNPM-P2KP Berdasarkan Pengembalian Pinjaman Keberhasilan Program PNPM-P2KP di Desa Srogol dilihat dari tingkat kelancaran pengembalian pinjaman dan berkembangnya usaha yang dimiliki oleh anggota KSM, namun perlu dilihat pula bagaimana akses memberikan kontribusi pada keberhasilan program. Telah diketahui pada subbab sebelumnya, bahwa akses perempuan terhadap pinjaman tergolong tinggi, sehingga perlu melihat sejauhmana hubungan faktor-faktor lain seperti besar pinjaman dan pendidikan responden terhadap keberhasilan program jika dilihat berdasarkan akses perempuan. Berikut ini merupakan tabel hubungan besar pinjaman dengan akses perempuan terhadap program. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Besar Pinjaman dan Tingkat Akses Terhadap Program di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 Tingkat Akses Tingkat Besar Pinjaman (%) Jumlah (%) Terhadap Kecil Besar Program Rendah (11,1) (66,7) (14,6) Tinggi (88,9) Total 45 (33,3) 3 (85,4) 48 Tabel 21. memperlihatkan hubungan yang negatif (-0,381) antara besar pinjaman dan akses responden dengan kekuatan hubungan sebesar 0,008 dimana α < 0,2. Penetapan taraf nyata α < 0,2 dipilih mengingat unit analisis yang diambil adalah individu yang bersifat dinamis. Hal ini menggambarkan bahwa walaupun jumlah pinjaman kecil, namun akses responden tergolong tinggi (88,9 persen). Begitupula dengan faktor pendidikan responden yang memiliki hubungan dengan akses responden terhadap program yang tersaji pada Tabel 22. berikut.

11 74 Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden dan Tingkat Akses Terhadap Program di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 Tingkat Akses Tingkat Pendidikan (%) Jumlah (%) Terhadap Program Rendah Tinggi Rendah 4 (11,1) 3 (25) 7 (14,6) Tinggi (88,9) Total 36 (75) 12 (85,4) 48 Berdasarkan Tabel 22. dan dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman, terlihat bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan responden dengan akses responden terhadap program. Hal ini berarti baik berpendidikan rendah maupun berpendidikan tinggi, tetap memiliki akses yang tinggi terhadap program. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Program PNPM-P2KP di Desa Srogol berhasil karena dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik berpendidikan tinggi maupun berpendidikan rendah. Telah disebutkan sebelumnya yakni keberhasilan Program PNPM-P2KP di Desa Srogol dilihat dari lancarnya pengembalian pinjaman. Oleh karena itu, perlu dilihat sejauhmana faktor-faktor lain seperti besar pinjaman dan pendidikan responden memiliki hubungan dengan tingkat pengembalian pinjaman. Berikut ini adalah Tabel 23. yang menggambarkan hubungan antara besar pinjaman dengan pengembalian pinjaman. Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Besar Pinjaman dengan Tingkat Pengembalian Pinjaman di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 Tingkat Tingkat Besar Pinjaman (%) Jumlah (%) Pengembalian Kecil Besar Pinjaman Macet (22,2) (0,0) (20,8) Lancar (77,8) Total 45 3 (79,2) 48

12 75 Tabel 23. menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara besar pinjaman dengan pengembalian pinjaman. Nampaknya hal ini berarti baik responden dengan pinjaman yang kecil yakni sebesar Rp ,- maupun pinjaman yang cukup besar yakni Rp ,- mampu mengembalikan pinjaman dengan lancar. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Em, ibu rumah tangga, berikut: Saya ibu rumah tangga saja neng, ngga punya usaha apa-apa. Tapi saya ngga pernah nunggak bayar cicilan pinjaman. Kan pinjaman cuma Rp ,- sebulan bisa dicicil Rp ,-. Ibu Tt, seorang pengusaha katering dan makanan kecil, juga menuturkan: Dulu awal-awal pernah nunggak bayarnya, karena lagi sepi pesenan kue. Sekarang mah Alhamdulillah tidak pernah macet lagi. Kalau satu bulan dicicil Rp ,- mah masih sanggup atuh. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kecilnya nominal pinjaman yang diterima oleh responden bukan merupakan masalah besar bagi mereka, sehingga kontrol laki-laki dalam pelunasan pinjaman juga tidak terlihat. Akan berbeda jika nominal pinjaman menjadi lebih besar misalnya menjadi Rp setiap periode, peran dan kontrol laki-laki terhadap pengembalian pinjaman mungkin terlihat jelas. Faktor lain yang memiliki hubungan dengan tingkat kelancaran pinjaman adalah tingkat pendidikan responden. Data yang menunjukkan hubungan antara pengembalian pinjaman dengan tingkat pendidikan responden tercantum dalam Tabel 24. Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengembalian Pinjaman di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 Tingkat Tingkat Pendidikan (%) Jumlah (%) Pengembalian Rendah Tinggi Pinjaman Macet 9 (25) 1 (8,3) 10 (20,8) Lancar (75) Total 36 (91,7) 12 (79,2) 48

13 76 Berdasarkan Tabel 24. dan dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengembalian pinjaman, yang ditunjukkan dari tingginya persentase respoden yang lancar dalam mengembalikan pinjaman. Angka dalam Tabel 24. Menunjukkan bahwa baik responden yang berpendidikan rendah maupun tinggi ternyata dapat mengembalikan pinjaman dengan lancar. Jadi dapat disimpulkan bahwa Program PNPM-P2KP dapat diakses oleh setiap orang di Desa Srogol baik berpendidikan rendah maupun berpendidikan tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa program dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Berkaitan dengan besar pinjaman, dapat disimpulkan bahwa walaupun besar pinjaman hanya 500 ribu rupiah, akses perempuan terhadap perempuan tetap tinggi. Dalam hal pengembalian pinjaman, tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan kelancaran pengembalian, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin lancar dalam mengembalikan pinjaman. Berbeda dengan besar pinjaman yang tidak berhubungan dengan pengembalian pinjaman, hampir seluruh responden mampu untuk mengembalikan pinjaman dengan lancar. Hal ini dikarenakan jumlah pinjaman yang kecil, sehingga untuk mencicil pinjaman setiap bulannya dirasa mudah oleh sebagian besar responden.

14 Analisis Gender Terhadap Keberhasilan Program Keberhasilan Program PNPM-P2KP dilihat berdasarkan lancarnya pengembalian pinjaman. Pada subbab sebelumnya telah dikemukakan bahwa pengembalian pinjaman berhubungan dengan usaha yang dimiliki oleh responden, perkembangan usaha responden dan tingkat pendidikan responden. Besar pinjaman tidak berhubungan dengan lancarnya pengembalian pinjaman karena besar pinjaman yang diterima oleh anggota KSM hanya Rp ,-. Faktor lain yang berhungan dengan pengembalian pinjaman adalah Tingkat Relasi Gender yang dianut oleh responden Relasi Gender Masyarakat Desa Srogol Desa Srogol merupakan desa yang sedang mengalami proses peralihan, yakni dari desa tradisional menuju desa modern. Perubahan ini ditandai dengan semakin berkurangnya penduduk desa yang bekerja sebagai petani. Pembangunan di segala bidang yang dilakukan oleh pemerintah, seperti pembangunan jalan dan fasilitas umum di wilayah Kecamatan Cigombong, memberikan dampak pada pergeseran perspektif masyarakat Desa Srogol terhadap peran perempuan dan laki-laki. Terlebih lagi dengan kehadiran Sekolah Polisi Negara (SPN) Lido di wilayah desa tersebut yang memperlakukan siswanya sama dan setara antara lakilaki dan perempuan, secara tidak langsung mulai memberikan pengaruh pada masyarakat terhadap perbedaan peran laki-laki dan perempuan. Penyetaraan lakilaki dan perempuan diawali dari diberikannya kesempatan yang sama antara lakilaki dan perempuan dalam menempuh pendidikan. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya jumlah perempuan yang telah menamatkan pendidikan hingga jenjang sekolah menengah pertama. Selain dalam hal pendidikan, perempuan juga mulai dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan publik seperti rapat desa, kegiatan penyuluhan, dan keorganisasian. Saat ini para perempuan juga diundang dalam setiap perundinganperundingan di desa, namun kehadiran perempuan masih sedikit dibanding lakilaki. Ketidakhadiran perempuan mengakibatkan pendapat dan aspirasi perempuan jarang didengar karena lebih didominasi oleh laki-laki. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sh, anggota BKM, sebagai berikut:

15 78 Sekarang mah perempuan selalu dapat undangan untuk hadir di acaraacara desa. Dulu pan ngga pernah, laki-laki saja yang diundang. Apalagi kalau lagi ada penyuluhan, pasti ibu-ibu diundang, tapi jarang yang hadir. Peralihan dari tradisional menuju desa semi modern, membuat hubungan atau relasi gender masyarakat Desa Srogol berubah. Relasi gender yang setara antara peran dan status laki-laki dan perempuan mulai terlihat hampir seluruh masyarakat Desa Srogol. Relasi gender yang setara tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat Desa Srogol sudah tidak terlalu membeda-bedakan peran lakilaki dan perempuan. Tingkat relasi gender responden dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Relasi Gender dalam Rumah Tangga Responden, Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Tingkat Relasi Gender Jumlah (orang) Persen (%) 1. Tidak Setara 13 27,1 2. Setara 35 72,9 Total Tabel 25. menunjukkan bahwa sebagian besar responden (72,9 persen) tergolong pada tingkat relasi gender setara, yakni tidak membeda-bedakan peran laki-laki dan perempuan baik dalam rumah tangga maupun kegiatan publik, seperti mengikuti Program PNPM-P2KP. Bagi perempuan, ada beberapa hal yang harus mendapat persetujuan dari suami dan beberapa hal yang dapat diputuskan sendiri. Hal-hal yang dapat diputuskan sendiri berkaitan dengan mengatur rumah tangga sedangkan yang membutuhkan persetujuan suami berkaitan dengan keuangan dan kegiatan publik. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan ditunjukkan pada Tabel 26. berikut.

16 79 Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Relasi Gender yang Dianut di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Tingkat Relasi Gender Persentase (%) Tidak Setuju Setuju 1. Perempuan mengasuh anak 4 (8,3) 44 (91,7) 2. Perempuan tidak boleh memimpin laki-laki 13 (27,1) 35 (72,9) 3. Perempuan tidak boleh menjadi kepala keluarga 14 (29,2) 34 (70,8) 4. Perempuan tidak boleh mencari nafkah/bekerja 37 (77,1) 11 (22,9) 5. Perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah 6. Perempuan tidak boleh berpendidikan lebih tinggi daripada laki-laki 7. Perempuan tidak boleh berpenghasilan lebih tinggi daripada laki-laki 8. Perempuan tidak boleh mengatur keuangan keluarga 9. Perempuan tidak boleh memutuskan masalah keluarga 10. Perempuan tidak boleh menentukan pendidikan anak 11. Perempuan tidak boleh ikut serta dalam kegiatan publik/organisasi 12. Perempuan tidak boleh menyampaikan pendapat 13. Perempuan tidak boleh menjadi pemimpin organisasi (58,3) 37 (77,1) 32 (66,7) 34 (70,8) 28 (58,3) 40 (83,3) 37 (77,1) 38 (79,2) 38 (79,2) (41,7) 11 (22,9) 16 (33,3) 14 (29,2) 20 (41,7) 8 (16,7) 11 (22,9) 10 (20,8) 10 (20,8) Berdasarkan Tabel 26. terlihat bahwa walaupun telah terjadi pergeseran perspektif mengenai perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan sebagai akibat dari modernisasi, ternyata masih terdapat beberapa hal yang tidak berubah. Masih adanya perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan berakibat pada masih terjadinya ketidakadilan gender baik marginalisasi, stereotype, maupun subordinasi. Marginalisasi terjadi di dalam keluarga yakni perempuan tidak boleh memimpin laki-laki (72,9 persen) dan perempuan tidak boleh menjadi kepala

17 80 keluarga (70,8 persen). Hal ini dituturkan oleh Bapak Lk, suami Ibu Lh sebagai berikut: Ya memang tidak boleh atuh dek. Di dalam Al Quran tertulis, bahwa laki-laki sebagai pemimpin, sebagai imam dalam segala hal. Laki-laki lah yang memimpin perempuan dan keluarga. Makanya istri harus patuh sama suami. Penuturan yang sama juga dikemukakan oleh Ibu Tt, pedagang katering, berikut: Setuju neng, memang harus begitu, laki-laki lah yang jadi pemimpin. Kan di ajaran agama ada yah, laki-laki yang menjadi imam dalam keluarga. Ya pokoknya mah perempuan tidak boleh memimpin laki-laki, itu namanya kurang ajar. Stereotype atau pelabelan terhadap perempuan masih dialami oleh responden dan masyarakat Desa Srogol pada umumnya. Sebanyak 91,7 persen responden setuju bahwa perempuan adalah makhluk lemah lembut dan tidak rasional (66,7 persen). Hal ini menandakan bahwa walaupun telah menjadi desa modern, stereotype terhadap perempuan masih terjadi, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Rd, seorang ibu rumah tangga, sebagai berikut: Iya atuh neng, perempuan mah emang harus begitu, lemah lembut. Ntar kalau kasar, laki-laki pada takut. Perempuan kan sebagai ibu, jadi harus lemah lembut sama anaknya. Tapi yah ada saatnya perempuan mah harus tegas, apalagi waktu anak nakal, yah harus dimarahin Pelabelan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah lembut menjadi dasar dalam menentukan pengasuhan anak dan mengurus rumah tangga. Pekerjaan mengurus rumah tangga yang harus dilakukan oleh perempuan menunjukkan masih terjadi subordinasi terhadap perempuan, yaitu perempuan hanya melakukan kegiatan-kegiatan domestik saja. Mengasuh dan merawat anak diyakini sebagai kodrat perempuan oleh sebagian besar responden (91,7 persen). Hal ini dibenarkan oleh Ibu Lh, pedagang kredit, yaitu: Mengasuh anak itu memang kodrat perempuan neng. Ibulah yang harus mengasuh anak dari kecil, kan ibu juga yang mengandung anak. Yang membentuk sikap anak itu ya ibu. Kalau bapak mah, kan harusnya cari nafkah buat keluarga, kalau istri ya mengasuh anak. Saling bantu lah. Begitupula yang diungkapkan oleh Ibu Rd, ibu rumah tangga, sebagai berikut:

18 81 Ya harus perempuan lah yang mengasuh anak. Suami mah tugasnya kerja cari duit buat makan, lamun perempuan ya ngurus anak, beresberes rumah. Masa suami kita suruh mengurus anak, ya mana bisa atuh, ngurus diri sendiri saja kadang ngga bisa, makanya perlu ada istri, biar semua kerjaan beres. Selain mengurus anak, pekerjaan mengatur keuangan keluarga juga dibebankan pada perempuan. Hal ini ditunjukkan dari sebanyak 70,8 persen perempuan setuju bahwa perempuan yang harus mengelola keuangan keluarga. Dalam hal ini, perempuan diberi kesempatan untuk mengatur keluar masuknya uang dalam rumah tangga, namun laki-laki masih menjadi pengambil keputusan berapa uang yang akan diberikan kepada istri dan berapa uang yang digunakan untuk keperluan bulanan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Tt, pedagang katering, sebagai berikut: Ya memang kerjaan perempuan atuh neng yang mengatur keuangan keluarga. Kan perempuan mah lebih teliti. Kalau dipegang laki-laki, bakal habis tuh, buat beli macem-macem yang tidak penting, kayak rokok. Pengungkapan tersebut diperkuat oleh Ibu Em, ibu rumah tangga, berikut: Selama ini pendapatan cuma dari suami, kan saya tidak bekerja. Tapi suami selalu memberi uang buat bulanan, nah saya yang mengatur, mau dipakai apa saja. Biasanya mah buat beli belanja sayur, beras, kebutuhan dapur saja neng. Dari beberapa pemaparan di atas mengenai peran perempuan yang tidak berubah setelah terjadi modernisasi di Desa Srogol, dapat disimpulkan bahwa peran-peran perempuan yang tidak berubah umumnya berkaitan dengan pekerjaan domestik perempuan, yakni dalam hal mengurus rumah tangga. Sedangkan dalam pekerjaan atau kegiatan publik masih didominasi oleh laki-laki, walaupun saat ini perempuan mulai terlihat aktif dalam perundingan dan keorganisasian di desa. Adapun peran yang berubah meliputi perempuan bekerja dan perempuan dalam organisasi. Sebanyak 77,1 persen responden menyatakan bahwa perempuan boleh bekerja dan berpendidikan lebih tinggi daripada laki-laki. Pendidikan yang lebih tinggi daripada laki-laki berdampak pada jenis pekerjaan yang dapat diambil oleh perempuan lebih beragam daripada laki-laki sehingga tidak ada salahnya jika

19 82 penghasilan perempuan lebih tinggi daripada laki-laki (66,7 persen). Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sr, pedagang, berikut: Tidak setuju lah neng, siapa bilang perempuan tidak boleh lebih pinter daripada laki-laki? Justru sekarang pan lebih banyak murid perempuan daripada laki-laki di sekolah-sekolah. Itu karena perempuan lebih pinter daripada laki-laki, makanya naik kelas terus. Penuturan yang sama diungkapkan juga oleh Ibu Lh, seorang pedagang kredit sebagai berikut: Boleh kalau pendidikan perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Pendidikan itu juga pengaruh ke pekerjaan kan. Kalau perempuan pintar ya pasti dapat pekerjaan bagus. Makanya tidak apa-apa kalau ternyata penghasilan istri lebih tinggi daripada suami. Kan pekerjaan istri lebih bagus daripada suami. Di sini banyak kok neng, istrinya kerja jadi karyawan, suaminya ngojek. Perubahan peran lain yang terjadi di Desa Srogol adalah mulai dilibatkannya perempuan dalam organisasi atau kegiatan-kegiatan desa. Sebanyak 77,1 persen responden menyatakan bahwa perempuan boleh mengikuti kegiatan publik dan menyampaikan pendapat (79,2 persen). Bahkan 79,2 persen responden mengungkapkan bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin organisasi, seperti yang dituturkan oleh Ibu Em, ibu rumah tangga, bahwa: Ya boleh boleh saja kalau perempuan jadi pemimpin organisasi. Pan sekarang banyak yah, perempuan jadi ketua organisasi. Presiden dulu juga ada yang perempuan. Selama memimpinnya bener mah, boleh-boleh saja atuh. Walaupun banyak responden yang menyatakan bahwa perempuan dapat menjadi anggota organisasi bahkan dapat menjadi pemimpin organisasi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam organisasi di desa masih minim. Jumlah perempuan yang menjadi anggota organisasi desa seperti LPM, BKM, masih sedikit jika dibandingkan dengan laki-laki. Begitupula dalam setiap kegiatan publik seperti perundingan-perundingan desa, laki-laki masih mendominasi. Keterlibatan perempuan dalam organisasi hanya terlihat pada kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan domestik seperti pengajian dan PKK.

20 83 Berikut ini adalah gambar salah satu kegiatan publik yang dilakukan oleh perempuan di Desa Srogol, yaitu pengajian rutin ibu-ibu di RW 03. Gambar 7. Kegiatan Pengajian Ibu-Ibu di RW 03, 2010 Telah diberinya kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan publik tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh perempuan. Kehadiran perempuan yang tidak lebih banyak daripada laki-laki mengakibatkan suara atau aspirasi perempuan kurang didengar, sehingga program-program yang berjalan di desa, umumnya merupakan program yang berdasarkan keputusan dan kebutuhan laki-laki Gender dalam Program PNPM-P2KP Dewasa ini, gender telah menjadi salah satu aspek yang memiliki peranan penting dalam keberhasilan program-program pembangunan. Terbukti dalam setiap rumusan perencanaan program mulai dari visi, misi, tujuan, prinsip, hingga pelaksanaan program, gender menjadi perhatian penting. Pada umumnya aspek gender yang ada pada setiap program lebih merujuk pada peranan dan partisipasi perempuan. Kemudian aspek gender yang ada dalam rumusan tujuan program merujuk pada pemberdayaan perempuan. Seperti halnya pada tujuan Program PNPM-P2KP yaitu memberdayakan kelompok perempuan. Tingkat Relasi Gender yang dianut oleh sebagian besar responden yakni Setara menggambarkan bahwa saat ini masyarakat Desa Srogol tidak terlalu membeda-bedakan antara peran perempuan dan laki-laki. Tingkat Relasi Gender

21 84 yang dianut oleh respoden menjadi faktor berikutnya yang memiliki hubungan dengan akses perempuan terhadap program dan pengembalian pinjaman. Data selengkapnya mengenai hubungan Tingkat Relasi Gender dengan akses perempuan terhadap program dapat dilihat dalam Tabel 27. Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Relasi Gender dan Akses Terhadap Program Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 Tingkat Akses Tingkat Relasi Gender (%) Jumlah (%) Terhadap Program Tidak Setara Setara Rendah 1 (7,7) 6 (17,1) 7 (14,6) Tinggi 12 (92,3) 29 (82,9) 41 (85,4) Total Data di dalam Tabel 27. menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat relasi gender dengan tingkat akses terhadap program dan semakin diperkuat dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman. Artinya, baik responden dengan tingkat relasi gender yang tidak setara (92,3 persen) maupun yang setara (82,9 persen), ternyata memiliki tingkat akses terhadap program yang tinggi. Keberhasilan Program PNPM-P2KP di Desa Srogol dilihat dari tingginya tingkat kelancaran pinjaman serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa tingkat pengembalian pinjaman berhubungan dengan tingkat pendidikan anggota. Sayangnya, tingkat pendidikan responden belum mampu menggambarkan keberhasilan program secara utuh jika tidak dilihat berdasarkan tingkat relasi gender yang dimiliki oleh responden. Tabel 28. berikut menunjukkan hubungan tingkat relasi gender responden dengan pengembalian pinjaman.

22 85 Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ideologi Gender dan Pengembalian Pinjaman di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 Tingkat Pengembalian Pinjaman Macet 6 (46,2) Lancar 7 (53,8) Total 13 Tingkat Relasi Gender (%) Jumlah (%) Tidak Setara Setara 4 (11,4) 31 (88,6) (20,8) 38 (79,2) 48 Berdasarkan Tabel 28. dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif (0,380) antara tingkat relasi gender dan tingkat pengembalian pinjaman dengan kekuatan hubungan sebesar 0,008 dimana α < 0,2. Penetapan taraf nyata α < 0,2 dipilih mengingat unit analisis yang diambil adalah individu yang bersifat dinamis. Angka ini menunjukkan bahwa respoden dengan tingkat relasi gender yang setara (88,6 persen) lebih lancar dalam mengembalikan pinjaman dibanding dengan responden yang memiliki relasi gender yang tidak setara (53,8 persen). Hal tersebut dikarenakan responden yang tidak terlalu membeda-bedakan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan mampu mengembalikan pinjaman tanpa membutuhkan ijin dari suami terlebih dahulu. Berbeda dengan yang memiliki relasi gender tidak setara, laki-laki masih mendominasi setiap keputusan dalam berbagai hal termasuk pada pengembalian pinjaman. Besar pinjaman yang diterima oleh anggota KSM dengan jumlah yang kecil bukanlah menjadi masalah besar bagi mayoritas responden untuk melunasinya sehingga tingkat pengembalian pinjaman di Desa Srogol tergolong lancar. Jumlah pinjaman yang diberikan kepada masing-masing anggota KSM telah ditentukan oleh PNPM-P2KP Pusat sesuai dengan anggaran yang berlaku dalam setiap periode. Pada periode kedua terdapat beberapa KSM yang sudah mendapatkan pinjaman Rp ,- dan anggota KSM tersebut tetap dapat melunasinya dengan lancar. Dari pemaparan di atas terlihat bahwa besar pinjaman tidak berhubungan dengan relasi gender masyarakat, karena besar pinjaman ditentukan oleh PNPM-P2KP Pusat. Tabel 29. menggambarkan tidak ada

23 86 hubungan antara besar pinjaman dengan ideologi gender masyarakat dapat dilihat pada Tabel 29. berikut. Tabel 29. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Relasi Gender dan Tingkat Besar Pinjaman di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 Tingkat Besar Tingkat Relasi Gender (%) Jumlah (%) Pinjaman Tidak Setara Setara Rendah (91,4) 45 (93,7) Tinggi 0 (0) 3 (8,6) 3 (6,3) Total Tabel 29. memperlihatkan tidak terdapat hubungan antara tingkat relasi gender dengan tingkat besarnya pinjaman. Artinya baik responden dengan tingkat relasi gender yang tidak setara (100 persen) maupun responden yang telah setara (91,4 persen) masih mendapatkan pinjaman dengan jumlah yang kecil, yakni 500 ribu rupiah. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat relasi gender tidak memiliki hubungan dengan akses perempuan terhadap program dan pengembalian pinjaman. Hal ini menunjukkan bahwa baik responden yang memiliki relasi gender yang tidak setara maupun yang telah setara, ternyata memiliki akses terhadap program yang tinggi. Relasi gender memiliki hubungan dengan pengembalian pinjaman yang berarti responden yang relasi gendernya telah setara lebih lancar dalam mengembalikan pinjaman (88,6 persen), dikarenakan responden yang tidak membeda-bedakan peran dan tanggung jawab antara lakilaki dan perempuan, dapat melunasi pinjaman tanpa membutuhkan keputusan dari lak-laki. Ideologi gender tidak berhubungan dengan besar pinjaman, artinya baik responden yang memiliki ideologi gender tinggi maupun rendah, sama-sama mendapatkan pinjaman dengan jumlah yang kecil.

24 Pemberdayaan Perempuan Melalui Program PNPM-P2KP Pemenuhan Kebutuhan Praktis Gender dan Kebutuhan Strategis Gender Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa salah satu tujuan Program PNPM-P2KP adalah untuk memberdayakan perempuan. Pemberdayaan perempuan dilihat tidak hanya pada sejauhmana program dapat memenuhi kebutuhan perempuan sehari-hari, tetapi juga pada sejauhmana program dapat memberdayakan perempuan agar setara dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan rumah tangganya. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang menjadi tujuan utama program disebut sebagai kebutuhan praktis gender, sedangkan penyetaraan kedudukan perempuan dengan laki-laki disebut dengan pemenuhan kebutuhan strategis gender. Pemenuhan kebutuhan praktis gender responden setelah mengikuti Program PNPM-P2KP berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan dan perkembangan usaha yang dimilikinya. Pemenuhan kebutuhan praktis setelah mengikuti program dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 30. Persentase Responden Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Pernyataan Tidak Terpenuhi (%) Terpenuhi (%) 1. Makan lebih dari dua kali dalam sehari 14,6 85,4 2. Mengkonsumsi makanan bergizi 12,5 87,5 3. Berobat ke dokter atau rumah sakit 37,5 62,5 4. Memperbaiki kerusakan dalam rumah 72,9 27,1 5. Memiliki MCK sendiri 14,6 85,4 6. Memiliki modal usaha 27,1 72,9 7. Melunasi iuran sekolah anak 22,9 77,1 8. Melunasi hutang/tagihan 27,1 72,9 9. Berkembangnya usaha 43,8 56,2 10. Meningkatnya keeratan organisasi/ksm 91,7 8,3 Merujuk pada Tabel 30. di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan dalam rumah tangga responden yaitu pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan, minum, dan kesehatan. Sebanyak 85,4 persen respoden menyatakan bahwa frekuensi makan keluarga lebih dari dua kali sehari dengan makanan yang cukup bergizi (87,5 persen). Makanan yang cukup bergizi tersebut bukanlah makan makanan yang mengandung gizi seimbang, mayoritas

25 88 responden menyatakan cukup puas dan cukup bergizi dengan makanan yang mereka konsumsi setiap hari. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Em, ibu rumah tangga, sebagai berikut: Alhamdulillah makan lebih dari dua kali setiap hari. Ibu rasa cukup bergizi lah walau kadang cuma nasi, tahu, tempe, lalap. Kan bergizi itu ngga harus daging neng, pakai ikan asin saja cukup. Jarang juga yang jual daging di sini mah, harus ke pasar Cigombong dulu. Dengan mengikuti Program PNPM-P2KP, diharapkan responden bisa memiliki modal untuk usaha yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Walaupun pinjaman yang diberikan terlampau kecil jumlahnya, ternyata 72,9 persen responden menyatakan pinjaman tersebut cukup untuk menambah modal usaha mereka, dan 56,2 persen responden menyatakan bahwa usaha mereka telah berkembang. Persentase keberhasilan program dalam memenuhi kebutuhan praktis tersaji pada tabel berikut. Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keberhasilan Program Dalam Memenuhi Kebutuhan Praktis di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Kebutuhan Praktis Jumlah Persen (%) 1. Tidak Terpenuhi 11 22,9 2. Terpenuhi 37 77,1 Total Data di dalam Tabel 31. di atas menunjukkan bahwa kebutuhan praktis responden telah terpenuhi setelah mengikuti program (77,1 persen). Pemenuhan kebutuhan praktis responden berkaitan dengan perubahan atau perbaikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan, kesehatan, dan pendidikan. Merujuk pada tujuan PNPM-P2KP yang dirumuskan oleh BKM dan UPK Desa adalah masyarakat memiliki modal usaha untuk mengembangkan usahanya. Terbukti dengan pinjaman yang kecil, ternyata banyak responden yang mengaku puas dengan adanya program pinjaman karena dapat menambah modal usahanya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Tt, pemilik katering, sebagai berikut: Alhamdulillah neng, walaupun sedikit tapi cukup untuk simpanan modal usaha kalau nanti lagi ramai pesanan. Kan kalau ibu suka pakai uang ibu dulu buat beli bahan kue, baru nanti diganti sama yang pesan. Penuturan Ibu Tt diperkuat oleh Ibu Rm, seorang penjahit, yang mengatakan:

26 89 Jahit itu kan usaha ibu sama bapak, tapi yang ikut program cuma ibu. Uang pinjaman ibu pakai untuk menambah modal usaha neng, buat beli kain, jarum, benang. Tapi kadang terpakai juga buat keperluan lain, seperti sekolah anak, jajan anak. Pokoknya mah uang itu buat simpanan saja lah neng. Pada umumnya kebutuhan praktis responden telah terpenuhi, namun hal tersebut belum menggambarkan peningkatan kesejahteraan responden. sebagai program yang mengaku program pemberdayaan kelompok perempuan, maka perlu dilihat sejauhmana program mampu memenuhi kebutuhan strategis gender, yakni mampu mengubah status kedudukan perempuan dalam rumah tangganya setelah mengikuti program. Pemenuhan kebutuhan strategis gender dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 32. Persentase Responden Berdasarkan Perubahan Pemenuhan Kebutuhan Strategis Gender di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Pernyataan Perubahan (%) Tidak Ya 1. Menentukan frekuensi makan sehari-hari 45 (93,8) 3 (6,2) 2. Menentukan menu makan sehari-hari 48 0 (0) 3. Menentukan besarnya biaya untuk makan 45 (93,8) 3 (6,2) 4. Menentukan besarnya biaya untuk belanja bulanan 39 (81,2) 9 (18,8) 5. Menentukan berobat dimana ketika ada keluarga yang sakit 44 (91,7) 4 (8,3) 6. Mengurus anak 48 0 (0) 7. Menentukan pendidikan/sekolah anak 41 (85,4) 7 (14,6) 8. Menentukan uang saku/jajan anak 48 0 (0) 9. Menentukan komoditi/jenis usaha 40 (83,3) 8 (16,7) 10. Menentukan besarnya uang yang digunakan untuk melunasi hutang/tagihan 48 0 (0) 11. Menentukan ikut KSM 39 (81,2) 9 (18,8) 12. Menentukan pengelolaan dana pinjaman 43 (89,6) 5 (10,4) 13. Menentukan siapa yang menjalankan usaha 42 (87,5) 6 (12,5)

27 Menentukan usaha akan lanjut atau berhenti 41 (85,4) 15. Menentukan dana investasi/tabungan 36 (75) 7 (14,6) 12 (25) Berdasarkan Tabel 32. dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan dalam pemenuhan kebutuhan strategis perempuan setelah mengikuti program pinjaman dari PNPM-P2KP. Artinya, setelah mengikuti program dan mendapatkan pinjaman, perempuan belum mampu menjadi pengambil keputusan di dalam keluarga, kecuali pada hal-hal yang berhubungan dengan urusan rumah tangga seperti menentukan frekuensi makan, menu makan, dan merawat anak. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan masih mendominasi pekerjaan domestik yang telah disinggung pada subbab sebelumnya, pekerjaan rumah tangga merupakan kodrat dan tanggung jawab perempuan. Setelah mengikuti program, diharapkan terjadi perubahan keputusan dalam mengurus pekerjaan rumah tangga, setidaknya terdapat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, seperti sama-sama memutuskan dan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, bukan hanya dibebankan kepada perempuan. Selain dalam urusan rumah tangga, perempuan belum memiliki kontrol dalam hal pengaturan uang. Hal ini tercermin dari tidak terjadinya perubahan pada kontrol perempuan dalam mengelola keuangan keluarga. Perempuan hanya sekadar menerima uang yang jumlahnya telah ditentukan oleh laki-laki, kemudian merekalah yang mengatur uang untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi dapat disimpulkan bahwa laki-laki yang menentukan sedangkan perempuan hanya menjalankan. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Rd, pedagang, sebagai berikut: Semuanya sajalah neng, kalau urusan rumah tangga mah ibu yang ngatur. Tapi kalau uang, bapak yang kasih, nah terus ibu atur itu, mau belanja apa. Kadang kalau anak minta jajan, ibu juga kasih, tapi pan uangnya tetap dari bapak. Tidak berbeda dengan pengelolaan keuangan dalam rumah tangga yang masih didominasi oleh laki-laki, ternyata masih sulit bagi perempuan untuk mengambil keputusan dalam hal kegiatan publik. Walaupun kegiatan publik yang diikuti oleh perempuan biasanya tidak jauh berbeda dengan urusan domestik, seperti pengajian, PKK, atau penyuluhan KB dan Posyandu. Begitpula dalam hal

28 91 memutuskan untuk menjadi anggota KSM, sebagian besar responden menyatakan masih membutuhkan ijin dari suami. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Ag, ibu rumah tangga, berikut: Saya ikut, karena disuruh ibu, kebetulan ibu kan BKM. Saya sih mau saja, kan dapat pinjaman, lumayan buat tambah-tambah. Saya ijin dulu sama suami, boleh atau ngga ikut itu. Alhamdulillah suami mengijinkan. Kalau waktu itu suami ngga mengijinkan, ya saya ngga ikut. Ngga berani dek. Dengan mengikuti program pinjaman dari PNPM-P2KP diharapkan perempuan menjadi berdaya dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangganya dan perkembangan usahanya. Pada kenyataannya, program tersebut belum mampu sepenuhnya memberdayakan perempuan. Persentase mengenai sejauhmana program berhasil memenuhi kebutuhan strategis gender responden dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keberhasilan Program Dalam Memenuhi Kebutuhan Strategis di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Kebutuhan Strategis Jumlah Persen (%) 1. Tetap 17 35,4 2. Kurang Berubah 31 64,6 3. Sangat Berubah 0 0 Total Tabel 33. memperlihatkan sebanyak 64,6 persen responden menyatakan setelah mengikuti program, pemenuhan kebutuhan strategis mereka kurang berubah. Artinya hampir tidak terjadi perubahan yang berarti dalam menentukan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga, mengikuti program, serta perkembangan usaha. Selain dalam hal urusan rumah tangga seperti makan, kesehatan dan mengurus anak, perempuan tidak memiliki kontrol dalam menentukan keuangan keluarga, mengikuti kegiatan publik, serta menentukan perkembangan usaha. Bahkan dalam mengelola uang pinjaman masih didominasi oleh laki-laki. Jadi dapat disimpulkan bahwa Program PNPM-P2KP belum mampu untuk merubah kedudukan perempuan dalam rumah tangganya.

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 52 BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG

BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG Rumahtangga di Indonesia terbagi ke dalam dua tipe, yaitu rumahtangga yang dikepalai pria (RTKP) dan rumahtangga yang dikepalai

Lebih terperinci

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA Tingkat kesejahteraan dalam CV TKB dianalisis dengan analisis gender. Alat analisis gender

Lebih terperinci

IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) 31 Ideologi Gender Ideologi gender adalah suatu pemikiran yang dianut oleh masyarakat yang mempengaruhi WKRT (Wanita Kepala Rumah Tangga)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Penelitian kuantitatif dilaksanakan

Lebih terperinci

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) 39 Peluang Bekerja dan Berusaha Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) Peluang bekerja dan berusaha adalah

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP 6.1 Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP Pada penelitian ini, tingkat keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Lebih terperinci

Oleh: Elfrida Situmorang

Oleh: Elfrida Situmorang 23 Oleh: Elfrida Situmorang ELSPPAT memulai pendampingan kelompok perempuan pedesaan dengan pendekatan mikro kredit untuk pengembangan usaha keluarga. Upaya ini dimulai sejak tahun 1999 dari dua kelompok

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR

BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR 54 BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR 6.1 Karakteristik Responden Penelitian ini memiliki responden sebanyak 30 orang, jumlah ini didapatkan dari banyaknya aparatur Desa Bantarjati, dari mulai anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM

BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM 7.1 Pemanfaatan Dana Pinjaman SPP PNPM yang Didapatkan oleh Responden di Desa Gunung

Lebih terperinci

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 34 BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 5.1 Perempuan Pekerja Putting Out System Pekerja perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar ada sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 8 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Gender dan Jenis Kelamin Pada umumnya, masyarakat menganggap bahwa gender merupakan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan sebagai refleksi

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Lokasi Letak dan Keadaan Fisik

BAB IV GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Lokasi Letak dan Keadaan Fisik 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Letak dan Keadaan Fisik BAB IV GAMBARAN UMUM Desa Gunung Menyan merupakan desa pemekaran dari Desa Cimayang pada tahun 1983 yang terletak di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Program Pinjaman Bergulir adalah merupakan salah satu pilihan masyarakat dari berbagai alternatif kegiatan untuk penanggulangan kemiskinan. Pinjaman bergulir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 69 BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan PNPM-MP Motivasi responden dalam penelitian ini diartikan sebagai dorongan atau kehendak yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP)

I. PENDAHULUAN. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah program nasional yang menjadi kerangka dasar dan acuan pelaksanaan program-program pengentasan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE

BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE 50 BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE 6.1 Karakteristik Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Pada umumnya telah banyak kelompok tumbuh di masyarakat,

Lebih terperinci

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN 5.1. Evaluasi Persiapan (Input) Program Sebelum kegiatan pinjaman bergulir dalam kelurahan yang bersangkutan dimulai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP 65 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Informasi yang Dimiliki Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Salah satu program pemerintah untuk menunjang kesehatan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender

Lebih terperinci

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF PKRT yang mempunyai usaha mikro mempunyai potensi untuk mengembangkan perekonomian desa. Usaha mereka

Lebih terperinci

TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN

TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN 65 VII. TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN 7.1 Akses dan Kontrol Peserta Perempuan Program Terhadap Sumberdaya Tingkat keberdayaan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan program PNPM Mandiri

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 39 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pembagian peran/aktivitas yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI Hubungan antara karakteristik peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan dalam

Lebih terperinci

BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT 80 BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT 8.1 Peranan Modal Sosial dalam Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat Tiga pilar utama modal sosial, yaitu kepercayaan (trust),

Lebih terperinci

Tabel Triangulasi. Fokus 1. Evaluasi Masukan (Evaluation Input) a. Prosedur Pelaksanaan SPP. Wawancara Dokumentasi Observasi

Tabel Triangulasi. Fokus 1. Evaluasi Masukan (Evaluation Input) a. Prosedur Pelaksanaan SPP. Wawancara Dokumentasi Observasi Tabel Triangulasi Fokus 1. Evaluasi Masukan (Evaluation Input) a. Prosedur Pelaksanaan SPP 1. M.Basuki Sutopo (ketua UPK) 2. Kholidah (Kader SPP) 3. Suranti (Ketua Badan Pengawas UPK) Dana yang dikeluarkan

Lebih terperinci

6 KOMUNIKASI PARTISIPATIF PEREMPUAN KEPALA KELUARGA DALAM PEKKA

6 KOMUNIKASI PARTISIPATIF PEREMPUAN KEPALA KELUARGA DALAM PEKKA 59 6 KOMUNIKASI PARTISIPATIF PEREMPUAN KEPALA KELUARGA DALAM PEKKA Program PEKKA di Desa Dayah Tanoh dilaksanakan secara partisipatif dengan sasarannya adalah perempuan kepala keluarga. Dalam tesis ini,

Lebih terperinci

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP 7.1. STIMULAN P2KP 7.1.1. Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu

Lebih terperinci

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI 6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta Peran atau pembagian kerja tidak hanya terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) MEDAN

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) MEDAN Lingkungan Kegiatan bermanfaat Swadaya berjalan bagus, hampir 50% (uang + tenaga) Tepat sasaran Tingkat keberlanjutan kegiatan cukup bagus (air bersih) Bagi KSM kegiatan lingkungan telah menambah pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

Daftar Pertanyaan Kuesioner

Daftar Pertanyaan Kuesioner Daftar Pertanyaan Kuesioner Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Bidang Simpan Pinjam Terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga Desa Sinonoan Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing

Lebih terperinci

BAB VII MOTIVASI BERPERANSERTA PESERTA POSDAYA PADA POSDAYA

BAB VII MOTIVASI BERPERANSERTA PESERTA POSDAYA PADA POSDAYA BAB VII MOTIVASI BERPERANSERTA PESERTA POSDAYA PADA POSDAYA 7.1 Gambaran Peserta Posdaya Dalam Posdaya berperanserta responden terdiri dari motivasi merencanakan, motivasi melaksanakan, dan motivasi mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

BAB VII TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT

BAB VII TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT 56 BAB VII TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT 7.1 Identifikasi Tingkat Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga Miskin Peserta Program Misykat Ukuran yang menyatakan tingkat keberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP 6.1 Prioritas Aspek yang Berperan dalam Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat miskin adalah melalui pemberdayaan wanita sebagai mitra sejajar dengan pria, peran nafkah tidak lagi didominasi hanya oleh pria sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 53 VI. PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 6.1. Pengaruh Tingkat Kemauan Terhadap Perempuan dalam Program PNPM mandiri perkotaan Tingkat

Lebih terperinci

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) MAKASSAR

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) MAKASSAR Sosialisasi Masih ada kawasan yang belum tersentuh sehingga tampak kumuh Masih ada kesimpangsiuran kebijakan dari pusat kepada pelaku PNPM (Faskel) dalam menentukan kegiatan sosial Keterlibatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI. HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.

BAB VI. HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. 45 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. 6.1. Faktor Individu Responden Penelitian Faktor individu dalam penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN WAWANCARA. A. Wawancara Kepada Koordinator BKM Rukun Makmur pada tanggal 14

DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN WAWANCARA. A. Wawancara Kepada Koordinator BKM Rukun Makmur pada tanggal 14 84 Lampiran 1 DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN WAWANCARA A. Wawancara Kepada Koordinator BKM Rukun Makmur pada tanggal 14 November 2016 di Kelurahan Tambakbayan 1. Selamat siang pak, maaf mengganggu waktunya

Lebih terperinci

BAB III DISKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB III DISKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN BAB III DISKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN A. Diskripsi Wilayah 1. Keadaan Geografis, Demografis dan Susunan Pemerintahan Desa

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE 77 STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE Alat yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah analisis Pemberdayaan Longwe dengan menggunakan kelima

Lebih terperinci

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH 23 USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH Gambaran Usaha Kaki Lima di Sekitar Kebun Raya Bogor (KRB) Menjadi wirausahawan merupakan salah satu sumber pendapatan yang menjanjikan dan

Lebih terperinci

BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP

BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP Dengan mempertimbangkan bahwa pelaksanaan P2KP harus dilandasi oleh nilai kesetaraan gender, maka untuk mengetahui keberhasilan P2KP dilihat tingkat

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Karakteristik setiap anggota koperasi berbeda satu sama lain. Karakteristik ini dapat dilihat dari umur, tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB V ANALISIS RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB V ANALISIS RELASI GENDER DALAM KOWAR Relasi gender dalam KOWAR dianalisis berdasarkan tingkat kesejahteraan gender anggota dalam penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki dalam organisasi KOWAR,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

Taman Posyandu Matahari Layak Jadi Percontohan Nasional Thursday, 17 January :09

Taman Posyandu Matahari Layak Jadi Percontohan Nasional Thursday, 17 January :09 Perkembangan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Jawa Timur (Jatim) dari tahun ke tahun sangat pesat. Hingga akhir 2012, menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, jumlah Posyandu yang tersebar di seluruh

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diketahui kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah kemiskinan telah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN 4.1. Lembaga Pertanian Sehat Lembaga Pertanian Sehat atau LPS merupakan suatu lembaga yang memiliki dasar pemikiran bahwa bagi Bangsa Indonesia, pertanian adalah bagian

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin tinggi peran stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan di Desa Karacak maka semakin

Lebih terperinci

Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian

Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian LAMPIRAN 121 122 Lampiran 1. Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian Sumber Informasi Lurah Kenanga Staf kelurahan Masyarakat Penggalian dokumen monogram Kelurahan

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL 31 BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL Lee (1984) dalam teorinya Dorong-Tarik (Push-Pull Theory) berpendapat bahwa migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh faktor pendorong

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI 9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI 37 BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI Kondisi kerja pekerja CV. Mekar Plastik merupakan perlakuan perusahaan kepada pekerja, baik laki maupun perempuan yang meliputi pembagian kerja

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 48 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup mendasar yang setiap hari tidak dapat dihindari. oleh manusia salah satunya adalah makan. Dalam perkembangannya

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup mendasar yang setiap hari tidak dapat dihindari. oleh manusia salah satunya adalah makan. Dalam perkembangannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan hidup mendasar yang setiap hari tidak dapat dihindari oleh manusia salah satunya adalah makan. Dalam perkembangannya seiring dengan bergesernya gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengatasi masalah kemiskinan (hal I, Pedoman Teknis Pengamanan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengatasi masalah kemiskinan (hal I, Pedoman Teknis Pengamanan Sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan) adalah program yang bertujuan memberdayakan masyarakat agar mampu mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN

BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN 40 BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN Proses pelaksanaan program Misykat dinilai berdasarkan tahapan dialog, penemuan dan pengembangan. Ukuran proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Desa penelitian ini merupakan salah satu desa di Kabupaten Banyumas. Luas wilayah desa ini sebesar 155,125 ha didominasi oleh hamparan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Desa Limehe Timur Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo yang proporsi rumah tangga miskinnya

Lebih terperinci

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa Arief Budiman * PADA akhirnya, harga BBM dinaikkan juga pada tanggal 12 Januari 1984. banyak orang kemudian berkomentar, bahwa kenaikan ini

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.1 Kesimpulan Krisis ekonomi tahun 1998 memberikan dampak yang positif bagi kegiatan usaha rajutan di Binongjati. Pangsa pasar rajutan yang berorientasi ekspor menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK 4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten di

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Tongkol Dalam menyalurkan KUR kepada debitur, ada beberapa tahap atau prosedur yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub sektor perikanan dan pendapatan di luar sub sektor perikanan

Lebih terperinci

PANDUAN KUESIONER. Petunjuk Pengisian

PANDUAN KUESIONER. Petunjuk Pengisian Petunjuk Pengisian PANDUAN KUESIONER a. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat menurut Bapak/Ibu/Saudara, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. b. Lingkarilah jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/i pilih.

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. : Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si. Kepala seksi pengawasan dan konsultasi III

LAMPIRAN-LAMPIRAN. : Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si. Kepala seksi pengawasan dan konsultasi III LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Hasil Wawancara dengan Kepala S eksi Pengawasan dan Konsultasi III KPP Pratama Jakarta Tebet Narasumber : Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si Kepala seksi pengawasan dan konsultasi

Lebih terperinci

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR 31 KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR Pengertian kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA (BANTUAN KEUANGAN PEUMAKMU GAMPONG, BKPG) DI PROVINSI ACEH Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Provinsi Aceh telah mencatat kemajuan yang mengesankan menuju pemulihan

Lebih terperinci

BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA

BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA 105 BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA 7.1 Supply Bahan Baku Pangan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Munculnya usaha yang diakibatkan oleh adanya kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL

BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL 25 BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL Umur dan Tingkat Pendidikan Responden Data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden pedagang makanan di Jalan Babakan, umur rata-rata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci