BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN"

Transkripsi

1 BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu dalam penelitian ini mencakup umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan Umur Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) lebih dikhususkan pada perempuan yang telah menikah. Tidak ada kategori umur tertentu untuk bergabung menjadi anggota kelompok ini. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah pengurus yang tergolong dalam umur dewasa lebih banyak dibandingkan anggotanya. Keadaan ini berbeda pada anggota, karena sebagian besar anggota tergolong pada umur dewasa lanjut. Sebaran anggota SPP menurut umur tampak pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Umur Tahun 2011 Golongan Usia Dewasa Dewasa Lanjut Sebagian besar pengurus dalam kelompok, tergolong pada umur dewasa. Hal tersebut dikarenakan perempuan yang tergolong usia dewasa lanjut enggan menjadi pengurus. Alasan mereka tidak menjadi pengurus yaitu kurangnya kemampuan dalam membaca dan menulis, serta rendahnya pemahaman dalam pengisian administrasi. Selain itu, sebagian besar perempuan yang tergolong umur dewasa lanjut mengaku kurang memahami peraturan-peraturan yang berlaku dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Oleh sebab itu, dalam pemilihan pengurus lebih mengutamakan perempuan yang tergolong usia dewasa.

2 Pendidikan pendidikan pengurus lebih tinggi dari pada anggotanya. Sebagian besar pengurus bersekolah sampai tingkat SMA atau pernah bersekolah di universitas, sedangkan sebagian besar anggota hanya bersekolah sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Sebaran anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) menurut tingkat pendidikan tampak pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pendidikan Tahun 2011 Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Salah satu kriteria pemilihan pengurus dalam kelompok yaitu tingkat pendidikan formal. Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi lebih berpeluang menjadi pengurus dalam kelompok. Biasanya perempuan yang mendapatkan pendidikan tinggi, lebih dapat menyerap informasi dengan cepat dibanding mereka yang hanya memperoleh pendidikan yang rendah. Banyaknya administrasi yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok merupakan salah satu penyebab pendidikan formal menjadi kriteria dalam pemilihan pengurus. Malta (2008) pada penelitiannya mengemukakan bahwa tingkat pendidikan menentukan kemampuan seseorang, khususnya dalam mencari informasi, sebagai tambahan pengetahuan. Pendidikan formal yang pernah dijalani oleh seseorang membantu dalam pengembangan pola pikir dan daya nalar seseorang. Oleh karena itu, pendidikan formal dalam pemilihan pengurus kelompok perlu dipertimbangkan untuk kelancaran kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Jenis Pekerjaan Sebagian besar anggota bekerja sebagai pedagang. Keadaan tersebut berbeda pada pengurus, karena hanya sedikit pengurus yang bekerja sebagai pedagang. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua perempuan yang meminjam dana pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) digunakan untuk modal usaha. Penggunaan pinjaman untuk usaha lebih banyak pada anggota

3 41 dibandingkan pengurus. Sebaran anggota SPP menurut jenis pekerjaan tampak pada Tabel 7. Tabel 7. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011 Pekerjaan Berdagang Tidak Berdagang Terdapat beberapa perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) lebih memilih bekerja di bidang lain yaitu sebagai buruh pabrik, Pegawai Negeri Sipil (PNS), guru honorer, dan buruh tani dibandingkan menjadi pedagang. Selain itu, terdapat juga perempuan yang tidak bekerja, karena mereka hanya sebagai ibu rumah tangga. Dalam pengangsuran pinjaman, perempuan yang tidak bekerja hanya bergantung kepada suami. Pada kenyataannya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak membatasi pekerjaan perempuan anggota SPP, baik berdagang maupun bukan pedagang. Setiap perempuan yang sudah menikah dan sekiranya mampu dalam pengangsuran pinjaman dapat meminjam dana tanpa dilihat pekerjaannya. Beragam jenis usaha yang dijalankan oleh perempuan yang bekerja sebagai pedagang yaitu pangan, jasa, dan pertanian. Sebagian besar dari pengurus dan anggota menjalankan usaha pada jenis usaha pangan. Jenis usaha pangan yang dijalankan antara lain: (1) usaha makanan rames; (2) usaha es; dan (3) usaha sembako. Banyak perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) lebih memilih menjalankan jenis usaha pangan karena lebih mudah dalam penjualan dan tidak membutuhkan modal yang terlalu besar. Sebaran anggota SPP yang berdagang menurut jenis usaha pada tampak pada Tabel 8.

4 42 Tabel 8. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Jenis Usaha Tahun 2011 Jenis Usaha Pangan Jasa Pertanian Modal merupakan faktor penting dalam menjalankan sebuah usaha. Sumber modal dapat diperoleh dari berbagai pihak. Kategori modal usaha dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu modal dari kegiatan SPP dan modal bukan dari kegiatan SPP. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang bekerja sebagai pedagang telah memiliki usaha sebelum bergabung dalam kegiatan SPP. Mereka menggunakan pinjaman dana untuk perkembangan usaha bukan menjadi modal awal. Hampir semua perempuan yang bekerja sebagai pedagang telah menjalankan usahanya lebih dari tiga tahun. Namun, terdapat juga beberapa perempuan yang mengaku tetap meminjam modal dari bank keliling dengan alasan pencairan dana pinjaman lebih cepat dibandingkan meminjam dana pada kegiatan SPP. Sebaran anggota SPP yang berdagang menurut modal usaha tampak pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Modal Usaha Tahun 2011 Permodalan Modal dari SPP Modal dari pihak lain Pemasaran adalah tahapan proses usaha setelah memproduksi barang. Pemasaran barang-barang usaha dapat dikategorikan menjadi dua yaitu menjual sendiri atau dijual ke distributor. Sebaran anggota SPP yang berdagang menurut modal usaha tampak pada Tabel 10.

5 43 Tabel 10. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pemasaran Produk Usaha Tahun 2011 Pemasaran Menjual sendiri Menjual ke distributor Sebagian besar perempuan baik pengurus maupun anggota lebih memilih menjual barang dagangannya sendiri dari pada dijual ke distributor. Alasan para perempuan memilih menjual sendiri barang dagangannya karena lebih praktis dan keuntungan yang diperoleh juga lebih banyak dari pada dijual ke distributor. Beberapa perempuan memilih menjual barang dagangannya dengan cara berkeliling. Cara penjualan seperti ini lebih banyak digunakam oleh mereka yang menjalankan jenis usaha makanan olahan yang harus terjual dalam waktu singkat. Pengelolaan usaha adalah cara mengelola usaha yang dijalankan oleh penjual. Kategori pengelolaan usaha dapat dibagi menjadi dua yaitu berkelompok dan individu. Semua perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) mengelola usahanya secara individu. Pada kegiatan SPP tidak terdapat kegiatan usaha yang dikelola secara kelompok. Status kelompok dalam kegiatan SPP hanya digunakan untuk mempermudah dalam administrasi dan menyaluran dana pinjaman Pendapatan Tidak semua perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) mempunyai penghasilan. Keadaan ini lebih banyak dialami oleh pengurus dibandingkan anggotanya. Sebaran anggota SPP menurut tingkat pendapatan tampak pada Tabel 11.

6 44 Tabel 11. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pendapatan Tahun 2011 Pendapatan Tidak Berpenghasilan Berpenghasilan Rendah Berpenghasilan Tinggi Sebagian besar tingkat pendapatan perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tergolong rendah. Hal ini dikarenakan jenis pekerjaan yang dipilih pengurus maupun anggota lebih banyak pada sektor informal. Alasan memilih sektor informal karena tingkat pendidikan mereka yang rendah. Perempuan yang memilih bekerja sebagai pedagang, hanya menjual barang dagangan dalam jumlah sedikit sehingga pendapatannya pun rendah. Bagi perempuan yang tidak berpenghasilan, dalam pengangsuran pinjaman hanya bergantung kepada penghasilan suami. Mereka mengaku bingung memilih jenis usaha yang akan dijalankan, sehingga mereka tidak membuka usaha. Pada kegiatan SPP pun jarang dilaksanakan pelatihan usaha. Pada hal pelatihan tersebut penting untuk menambah ketrampilan perempuan dalam mengembangkan usahanya. 5.2 Faktor Eksternal Menurut pangestu (1995) dalam Aprianto (2008) faktor eksternal yaitu hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi. Faktor eksternal dalam penelitian ini adalah pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) adalah memandu perempuan dalam mengikuti kegiatan SPP pada tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Penilaian perempuan berbeda-beda mengenai pengaruh peran

7 45 KPMD dalam kegiata SPP. Pengaruh peran KPMD berdasarkan penilaian perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran KPMD Tahun 2011 Peran KPMD Rendah Sedang Tinggi Perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) mempunyai penilaian yang berbeda-beda mengenai pengaruh peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Sebagian pengurus menilai bahwa KPMD mempunyai peran yang tinggi pada kegiatan SPP. Keadaan ini berbeda dengan penilaian anggota, sebagian dari anggota menilai rendah peran KPMD. dalam kelompok mempunyai akses yang lebih besar untuk berhubungan dengan KPMD maupun pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) tingkat desa atau kecamatan. Hal tersebut mengakibatkan pengurus lebih merasakan dan mengetahui keterlibatan KPMD dalam kegiatan SPP dari pada anggota. KPMD merupakan pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan SPP. Seharusnya pihak KPMD menjadi wadah bagi para perempuan dalam menyalurkan aspirasinya. Namun, pada faktanya terdapat beberapa perempuan yang kurang merasakan keterlibatan KPMD dalam kegiatan SPP Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Peran Tim Pengelola Kegiatan (TPK) pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) adalah mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di desa dan mengelola administrasi, serta keuangan PNPM Mandiri Perdesaan. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) baik pengurus maupun anggota menilai bahwa pengaruh peran TPK dalam kegiatan SPP tergolong sedang. Pengaruh peran TPK berdasarkan penilaian perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 13.

8 46 Tabel 13. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran TPK Tahun 2011 Peran TPK Rendah Sedang Tinggi Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dibantu oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) memberikan sosialisasi sebelum dilaksanakan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di desa. Selain itu, TPK juga merupakan salah satu pihak yang menandatangani proposal pengajuan dana kelompok SPP. Apabila proposal pengajuan dana tidak mendapatkan persetujuan dari TPK, maka proposal belum dapat diajukan ke tingkat kecamatan. Semua kegiatan yang didanai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan harus mendapatkan persetujuan dari TPK. Namun dalam pelaksanaannya, yang bertanggung jawab dalam kegiatan SPP adalah Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Hal tersebut menyebabkan penilaian perempuan terhadap peran TPK dalam kegiatan SPP tergolong sedang Kepala Desa Peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di desa. Semua perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) baik pengurus maupun anggota menilai bahwa pengaruh peran Kepala Desa dalam kegiatan SPP tergolong rendah. Pengaruh peran Kepala Desa berdasarkan penilaian perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 14.

9 47 Tabel 14. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran Kepala Desa Tahun 2011 Peran Kepala Desa Rendah Sedang Tinggi Kepala Desa bertugas mengawasi jalannya kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Sama halnya dengan Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Kepala Desa juga menjadi salah satu pihak yang menandatangi proposal pengajuan dana. Apabila belum mendapatkan persetujuan dari Kepala Desa maka proposal belum dapat diajukan ke pihak kecamatan. Kepala Desa tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan SPP, karena segala urusan yang berhubungan dengan kegiatan SPP diserahkan kepada Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Walaupun demikian, Kepala Desa harus mengetahui seluruh kegiatan yang didanai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Hal ini dikarenakan Kepala Desa mempunyai kewenangan untuk mengetahui seluruh kegiatan yang dilaksanakan di wilayah kepemimpinannya Badan Permusyawarahan Desa (BPD) Badan Permusyawarahan Desa (BPD) berperan sebagai lembaga yang mengawasi proses dari setiap tahapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, termasuk sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian di desa. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) menilai bahwa BPD mempunyai pengaruh yang rendah dalam kegiatan SPP. Pengaruh peran BPD berdasarkan penilaian perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 15.

10 48 Tabel 15. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran BPD Tahun 2011 Peran BPD Rendah Sedang Tinggi Badan Permusyawarahan Desa (BPD) bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan SPP dan tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hal ini dikarenakan segala urusan yang berhubungan dengan kegiatan SPP diserahkan kepada Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Walaupun pihak BPD bukan pihak yang dimintai persetujuan dalam proposal pengajuan dana, tetapi pihak BPD harus mengetahui keberlangsungan kegiatan SPP di desa. Biasanya BPD diikutsertakan dalam setiap rapat yang berhubungan dengan kegiatan SPP. 5.3 Partisipasi Perempuan Menurut Cohen dan Uphoff (1979), partisipasi dibedakan menjadi empat tahapan yaitu: (1) partisipasi dalam pembuatan keputusan; (2) partisipasi dalam pelaksanaan; (3) partisipasi dalam pemanfaatan hasil; dan (4) partisipasi dalam evaluasi. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut Tahap Perencanaan Partisipasi pada tahap perencanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) adalah keikutsertaan perempuan yang dilihat dari kehadiran, keterlibatannya dalam berpendapat, dan pembuatan aturan kegiatan. partisipasi pengurus pada tahap perencanaan tampak lebih tinggi dibandingkan anggotanya. Sebaran anggota SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dapat dilihat pada Tabel 16.

11 49 Tabel 16. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Perencanaan Tahun 2011 partisipasi Rendah Sedang Tinggi Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tergolong tinggi partisipasinya pada tahap perencanaan. Tim Pengelola Kegiatan (TPK) didampingi oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) tingkat kecamatan melakukan sosialisasi kepada para perempuan anggota SPP. Perempuan yang mengikuti sosialisasi diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan saran untuk kebaikan pelaksanaan kegiatan SPP. Terdapat aturanaturan pokok tertulis yang wajib ditaati oleh para perempuan anggota SPP sesuai dengan Panduan Teknis Operasional (PTO) kegiatan SPP, antara lain: (1) penentuan bunga dalam pengangsuran; (2) jumlah orang setiap kelompok; dan (3) jumlah angsuran. anggota SPP setiap kelompok yaitu minimal lima orang dan maksimal 15 orang. Dalam pembentukan kelompok, para perempuan diberi kebebasan untuk memilih anggotanya. Namun, untuk mempermudah pengumpulan uang angsuran, mereka biasanya membentuk kelompok yang anggotanya bertempat tinggal pada Rukun Warga (RW) yang sama. Masingmasing kelompok mempunyai hak untuk menyusun peraturan yang berlaku di kelompok, contohnya penentuan waktu pengangsuran. Waktu pengangsuran setiap kelompok berbeda-beda. Hal tersebut disesuai dengan waktu pencairan pinjaman dan kesepakatan setiap kelompok Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok (SPP) adalah keikutsertaan perempuan yang dilihat dari peminjaman dana, ketepatan dalam penggunaan dana, akses dan kontrol terhadap kegiatan, serta ketepatan dalam pengangsuran dana pinjaman. Sebagian besar perempuan anggota SPP tergolong pada tingkat partisipasi yang tinggi. Namun jumlah pengurus yang tergolong pada

12 50 tingkat partisipasi tinggi lebih banyak dibandingkan anggota. Sebaran anggota SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tampak pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Pelaksanaan Tahun 2011 partisipasi Rendah Sedang Tinggi dituntut lebih aktif dibandingkan anggotanya karena pengurus harus mengetahui administrasi dan semua hal yang berhubungan dengan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Semua perempuan anggota SPP meminjam dana pada kegiatan SPP. Maksimal jumlah peminjaman pada periode pertama adalah Rp ,00, sedangkan pada periode kedua yaitu Rp ,00. Sebagian besar kelompok SPP telah melakukan peminjaman sebanyak dua periode. Pencairan dana pada setiap kelompok berbeda-beda, sesuai dengan penyerahan proposal pengajuan dana. Jadi, semakin cepat proposal diajukan ke pihak kecamatan, semakin cepat pula pencairan dana pinjaman. Beberapa perempuan anggota SPP mengaku bahwa pinjaman tidak digunakan untuk modal usaha melainkan untuk keperluan lainnya. Pengangsuran pinjaman setiap kelompok cenderung lancar. Hal tersebut dikarenakan setiap anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) mempunyai kesadaran untuk membayar angsuran setiap bulannya. Apabila terdapat satu anggota yang tidak bisa membayar angsuran, biasanya pengurus berinisiatif untuk membayarkannya terlebih dahulu, namun dengan catatan anggota tersebut akan menggantinya. Walaupun telah mempunyai kesadaran untuk membayar angsuran, namun setiap bulan apabila telah mendekati tanggal pengangsuran, pengurus tetap mengingatkan para anggotanya untuk membayar angsuran, seperti yang diungkapkan oleh LYT (pengurus kelompok) sebagai berikut:

13 51 Tanggal mengangsur kelompok saya setiap tanggal 20, jadi kalau sudah mendekati tanggalnya, saya sering mengingatkan anggota lain. Kebetulan rumah kami berdekatan jadi hanya berbicara satu kali dengan suara yang keras semua anggota sudah mendengar. Pembayaran angsuran bulanan menjadi kriteria pihak kecamatan dalam menilai keberhasilan kegiatan SPP. Apabila terdapat kemacetan dalam pengangsuran akan berdampak pada semua kegiatan yang didanai oleh program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) karena bantuan dana dapat diberhentikan Tahap Menikmati Hasil Partisipasi pada tahap menikmati hasil kegiatan Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) adalah keterlibatan perempuan yang dilihat dari kemudahan akses peminjaman dana. Sebagian besar perempuan anggota SPP mengaku bahwa peminjaman dana pada kegiatan SPP tergolong mudah. Sebaran anggota SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap menikmati hasil tampak pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Menikmati Hasil Tahun 2011 partisipasi Rendah Sedang Tinggi Tidak terdapat perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang mengalami kesulitan dalam peminjaman dana. Sebagian besar perempuan yang tergabung dalam kegiatan SPP mendapatkan dana sesuai dengan jumlah yang tertulis pada proposal pengajuan dana. Pihak Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dalam memutuskan jumlah pinjaman akan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (1) penghasilan, (2) penjelasan usaha yang akan dijalankan, dan (3) latar belakang keuangan perempuan tersebut. Biasanya Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) akan memberitahukan pihak UPK, jika terdapat perempuan yang mempunyai latar belakang keuangan yang kurang baik atau sering berhutang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemacetan dalam pengangsuran pinjaman.

14 52 Persyaratan peminjaman dana dalam kegiatan SPP tergolong mudah, karena tidak ada jaminan. Setiap kelompok membuat pengajuan proposal yang akan diajukan ke tingkat kecamatan. Pada pembuatan proposal pengajuan dana, tidak jarang yang lebih terlibat adalah pengurus dibandingkan anggotanya. Hal tersebut dikarenakan pengurus lebih memahami pembuatan proposal pengajuan dana. Beberapa perempuan mengaku bahwa waktu pencairan pinjaman periode pertama relatif lebih lama dibandingkan periode kedua. Tidak sedikit kelompok telah mendapatkan pinjaman dana selama dua periode yaitu tahun 2009 dan Tahap Evaluasi Tahap evaluasi kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) adalah keikutsertaan perempuan yang dilihat dari keterlibatannya dalam kegiatan identifikasi masalah, pelaksanaan, pelaporan kegiatan, dan mencari solusi permasalahan. Sebagian besar pengurus lebih tinggi tingkat partisipasinya dalam tahap evaluasi dibandingkan anggota. Sebaran anggota SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap evaluasi tampak pada Tabel 19. Tabel 19. Sebaran SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Evaluasi Tahun 2011 partisipasi Rendah Sedang Tinggi kurang dilibatkan pada tahap evaluasi dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Indentifikasi masalah dan pembuatan laporan bulanan lebih banyak dilakukan pengurus. Apabila terdapat permasalahan dalam kelompok, pengurus langsung melaporkan pada pihak kecamatan. Sebagian besar anggota tidak mengetahui masalah administrasi pada kegiatan SPP, karena yang mengurusi semua masalah administrasi adalah pengurus kelompok. Namun ada beberapa kelompok yang semua masalah administrasi dikerjaan oleh satu orang pengurus. Pada hal di setiap kelompok terdapat tiga orang pengurus yaitu ketua, sekretaris, dan bendahara. Jadi pengurus lainnya hanya terdaftar sebagai

15 53 pengurus pada administrasi, namun dalam kenyataannya tidak menjalankan tugasnya dengan baik, contohnya kelompok Usaha Mandiri. Pada kelompok ini, ketua mengurusi semua administrasi dan keuangan kelompok. Bendahara dan sekretaris tidak mengerjakan tugas yang seharusnya dilakukan. Tampak anggota mempunyai rasa percaya yang besar terhadap pengurus karena kedekatan secara personal. Apabila terdapat potongan pinjaman untuk membeli keperluan administrasi, para anggota tidak meminta daftar potongan secara rinci. Rasa saling percaya antara pengurus dan anggota menjadi landasan dalam menjalankan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). 5.4 Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP Terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara umur dengan tingkat pendidikan perempuan. Artinya semakin lanjut usia, ternyata semakin rendah tingkat pendidikan perempuan. Dahulu orang-orang desa kurang menyadari akan pentingkan pendidikan, apalagi untuk kaum perempuan sehingga kurang mendapatkan kesempatan untuk bersekolah. Akibatnya, banyak perempuan yang hanya berpendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD) atau bahkan tidak tamat SD. Tidak jarang pula, perempuan yang tergolong dewasa lanjut kurang lancar dalam membaca dan menulis. Hubungan faktor internal dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tampak pada Tabel 20. Tabel 20. Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Faktor Internal (X1) Umur (X1.1) Pendidikan Pendapatan (X1.4) (X1.2) Umur (X1.1) **.110 Pendidikan (X1.2) Pendapatan (X1.4) Keterangan ** berhungan pada taraf nyata 0,01 Pata Tabel 20. tampak bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara umur dan tingkat pendapatan, maupun tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan. Artinya tidak selalu semakin lanjut usia perempuan semakin tinggi pula tingkat pendapatannya. Tak sedikit perempuan yang tergolong dewasa lanjut memperoleh pendapatan yang lebih rendah dari golongan usia yang lebih muda. Hal ini dikarenakan sebagian besar mereka hanya berjualan dengan jumlah dagangan

16 54 yang sedikit sehingga pendapatan yang diperolehnya pun sedikit, seperti yang diungkapkan oleh MNS (anggota) sebagai berikut Usaha di Desa Petir susah berkembangnya, ramainya kalau baru buka saja. Apalagi di sini banyak yang menjual makanan olahan, jadi siapa yang menjual dengan harga murah itulah yang laku. Keadaan serupa terlihat pada hubungan antara tingkat pendidikan perempuan dengan tingkat pendapatannya. pendidikan bukan faktor utama yang mempengaruhi pendapatan perempuan. Kemauan dan pengalaman untuk menjalankan usaha pada perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) mempengaruhi tingkat pendapatan. Terdapat perempuan anggota SPP yang hanya menamatkan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD), namun tingkat pendapatannya sama dengan atau lebih dari perempuan yang tingkat pendidikannya tinggi. 5.5 Hubungan Faktor Internal dengan Partisipasi Perempuan Sebagian besar pengurus yang tergolong pada tingkat pendidikan yang tinggi ternyata semakin tinggi pula partisipasinya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Tampak bahwa pengurus yang pendidikannya tinggi, biasanya dituntut untuk lebih aktif dalam kelompok dari pada pengurus yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan mereka dipandang lebih berpengalaman dan dapat mengatur kelompoknya. Keadaan yang sama juga terjadi pada anggota, karena anggota yang memperoleh tingkat pendidikan yang tinggi ternyata partisipasinya juga tinggi. anggota yang tergolong pada tingkat pendidikan tinggi relatif sedikit, namun tidak menjadi kendala bagi mereka untuk berpartisipasi. Mereka lebih terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan SPP dibandingkan anggota yang tergolong pada tingkat pendidikan yang rendah. Tidak sedikit pengurus tergolong pada umur dewasa. Namun hal tersebut tidak menjadi kendala bagi pengurus yang tergolong dewasa lanjut untuk berpartisipasi pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Ternyata semua pengurus yang tergolong dewasa lanjut menunjukkan partisipasi yang tinggi. Mereka dianggap lebih berpengalaman dan menjadi panutan bagi pengurus yang lain. Hal ini mendorong mereka untuk lebih berpartisipasi pada kegiatan SPP. Keadaan berbeda terjadi pada anggota, anggota bukan pengurus

17 55 yang tergolong pada umur dewasa lanjut cenderung tingkat partisipasinya sedang atau rendah. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan mereka dalam membaca dan menulis, sehingga mereka lebih berpartisipasi dalam peminjaman dan pengangsuran. Mereka menyerahkan semua hal-hal administrasi kepada pengurus. yang tergolong pada tingkat pendapatan yang tinggi, tampak tinggi pula partisipasinya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Mereka cenderung akan membayar angsuran tepat waktu dan lebih fokus dalam melaksanakan tugasnya. Mereka mengaku lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas-tugas dalam kegiatan SPP karena mereka tidak harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Keadaan ini berbeda pada anggota, sebagian besar anggota tergolong pada tingkat pendapatan yang rendah, ternyata partisipasinya dalam kegiatan SPP tergolong tinggi. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa pinjaman dana dalam kegiatan SPP sangat bermanfaat. Pinjaman dalam kegiatan SPP dapat menambah modal usaha atau mencukupi keperluan lainnya. Walaupun mereka harus bekerja keras untuk mencari penghasilan, namun mereka tetap meluangkan waktu untuk aktif dalam kegiatan SPP. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) tingkat kecamatan memberitahukan bahwa perempuan anggota SPP akan mendapatkan jumlah pinjaman yang lebih besar pada periode berikutnya jika aktif dalam kegiatan SPP. Hal tersebut menjadi salah satu alasan anggota untuk berpartisipasi dalam kegiatan SPP. Terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal dengan partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hasil hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi dalam kegiatan SPP tampak pada Tabel 21.

18 56 Tabel 21. Hubungan Faktor Internal dengan Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Tahapan Partisipasi Faktor Internal (X1) Partisipasi (Y1) Perencanaan (Y1.1) Pelaksanaan (Y1.2) Menikmati Hasil (Y1.3) Evaluasi (Y1.4) Umur (X1.1).326*.304 *.382 ** * Pendidikan(X1.2) Pendapatan(X1.4) Keterangan ** berhubungan pada taraf nyata 0,01 * berhubungan pada taraf nyata 0,05 Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara umur perempuan dengan partisipasi perempuan. Artinya semakin dewasa umur perempuan, semakin tinggi pula tingkat partisipasinya pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Sebagian besar perempuan anggota SPP tergolong pada usia dewasa dan termasuk usia produktif, sehingga berpeluang besar untuk lebih aktif dalam kegiatan SPP. Selanjutnya tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan juga terdapat hubungan yang nyata dan positif dengan umur, namun hubungan antara tahap pelaksanaan dengan umur lebih signifikan. Hal tersebut dikarenakan perempuan yang tergolong usia dewasa lebih mempunyai kontrol dan terlibat aktif dalam tahap pelaksanaan. Mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar pada kegiatan SPP. Walaupun tidak menjadi pengurus dalam kelompok, namun mereka ingin terlibat banyak pada tahapan-tahapan kegiatan SPP. Selain itu, terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara tingkat pendidikan dengan tahap pelaksanaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan ternyata semakin rendah partisipasinya pada tahap pelaksanaan. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang memperoleh pendidikan tinggi tidak menggunakan dana pinjaman untuk modal usaha. Mereka lebih memilih bekerja di bidang lain dari pada membuka usaha. Pada hal penggunaan pinjaman yang tepat menjadi salah satu kriteria penilaian dalam tahap pelaksanaan. Selain pengurus, anggota SPP yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih individualis, sehingga kurang perduli kepada anggota lain, contohnya mereka jarang menegur anggota

19 57 lain jika tidak membayar angsuran. Seperti yang diungkapkan oleh UKL (anggota) sebagai berikut: Pengangsuran pinjaman itu tanggung jawab masing-masing individu. Jadi saya tidak pernah menegur anggota lain jika mereka telat membayar angsuran, itu urusan masing-masing. Perempuan anggota SPP yang mempunyai pendidikan yang tinggi sebenarnya mempunyai potensi untuk lebih mensukseskan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Mereka diharapkan dapat mengembangkan ide-ide baru untuk membantu perempuan yang tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM). Namun kenyataannya berbeda, alasan mereka mengikuti kegiatan SPP lebih karena ingin mendapatkan pinjaman. Keterlibatan mereka dalam kegiatankegiatan yang berhubungan dengan SPP tergolong rendah. Seperti yang diungkapkan SHR seorang Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD): Tidak semua perempuan anggota SPP pendidikannya rendah. Terdapat beberapa perempuan anggota SPP yang pernah bersekolah di universitas. Namun, mereka lebih fokus terhadap profesinya. Jadi keterlibatan pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan SPP relatif rendah. Tidak semua perempuan anggota SPP bekerja sebagai pedagang walaupun ikut meminjam dana pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Alasan-alasan perempuan anggota SPP tidak bekerja sebagai pedagang antara lain: (1) bekerja di bidang lain; (2) bingung menentukan jenis usaha yang akan di jalankan; dan (3) tidak mempunyai keinginan untuk membuka usaha. Hal tersebut tidak menjadi kendala bagi para perempuan untuk bergabung dalam kegiatan SPP. Pekerjaan tidak menjadi kriteria dalam pemilihan anggota SPP. Bagi perempuan yang tidak bekerja pun dapat menjadi anggota, asalkan mampu mengangsur pinjaman setiap bulan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan tingkat desa khususnya Kader Pemberdayaan masyarakat Desa (KPMD) tidak melakukan pembinaan bagi perempuan anggota SPP yang tidak membuka usaha. KPMD tidak lagi bertanggung jawab terhadap pinjaman setelah dana pinjaman dibagikan kepada perempuan anggota SPP. Jadi pengelolaan pinjaman diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing perempuan anggota SPP. Hubungan antara jenis pekerjaaan dengan tingkat partisipasi perempuan pada kegiatan SPP tampak pada Tabel 22.

20 58 Tabel 22. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Jenis Pekerjaan (X1.3) Partisipasi (Y1) Berdagang Tidak Berdagang Rendah 3,2 0 Sedang 29,1 42,1 Tinggi 67,7 57,9 100,0 100,0 Perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang bekerja sebagai pedagang lebih tinggi partisipasinya dalam kegiatan SPP. Hal ini dikarenakan perempuan yang bekerja sebagai pedagang lebih antusias dalam mengikuti kegiatan SPP. Mereka merasa bahwa kegiatan SPP sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha yang dijalankan. Syarat peminjaman yang mudah dan bunga yang rendah menjadi alasan mereka mengikuti kegiatan SPP. Selain itu, perempuan anggota SPP yang bekerja sebagai pedagang berpeluang besar untuk aktif dalam kegiatan SPP karena mereka lebih banyak bekerja di rumah. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama terdapat hubungan yang nyata dan nyata antara faktor internal dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) terbukti. Hal tersebut dapat dilihat pada variabel umur perempuan yang berhubungan nyata dan positif perempuan. dengan tingkat partisipasi 5.6 Hubungan Faktor Eksternal dengan Partisipasi Perempuan Penilaian pengurus dan anggota tentang pengaruh peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Kepala Desa, dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD) tidak mempengaruhi partisipasinya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Ternyata sebagian besar pengurus dan anggota tergolong pada tingkat partisipasi tinggi, walaupun penilaian terhadap pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD rendah. Mereka berpartisipasi lebih dikarenakan kesadaran diri sendiri bukan dorongan pihak lain. Walaupun peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD rendah tidak menjadi kendala bagi pengurus dan anggota untuk berpartisipasi

21 59 dalam kegiatan SPP. Hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi perempuan pada kegiatan SPP tampak pada Tabel 23. Tabel 23. Hubungan Faktor Eksternal dengan Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Tahapan Partisipasi Faktor Eksternal (X2) Y1 ( Y1.1 (Perenca Y1.2 (Pelaksa Y1.3 (Menikmati Y1.4 (Evaluasi) Partisipasi) naan) naan) Hasil) KPMD(X2.1) TPK(X2.2) Kepala Desa(X2.3) BPD(X2.4) * Keterangan : * berhubungan pada taraf nyata 0,05 Faktor eksternal tidak menunjukkan hubungan yang nyata dan positif dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Jadi belum tentu pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD yang tinggi akan meningkatkan partisipasi perempuan anggota SPP. Sebagian besar perempuan anggota SPP menilai bahwa pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD belum maksimal dalam kegiatan SPP. KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD aktif mengikuti kegiatan musyawarah pada kegiatan SPP, namun kurang memberikan pencerahan dalam permasalahan-permasalahan yang dihadapi para perempuan. Para perempuan lebih memilih untuk mengadukan semua permasalah dalam kegiatan SPP ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dibandingkan pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) tingkat desa. partisipasi perempuan yang tinggi dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) lebih disebabkan oleh dukungan dari masing-masing anggota kelompok khususnya pengurus. Kedekatan secara personal antara pengurus dan anggota memudahkan pengurus mempengaruhi anggotanya untuk aktif dalam kegiatan SPP. Apabila diadakan rapat mengenai kegiatan SPP di tingkat desa, biasanya masing-masing anggota saling mengingatkan dan datang secara bersama-sama. Jadi pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD kurang dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam kegiataan SPP.

22 60 Jika dilihat pertahapan partisipasi terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara peran Badan Permusyawarahan Desa (BPD) dengan tahap evaluasi. Semakin tinggi peran BPD dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), ternyata semakin turun partisipasi perempuan pada tahap evaluasi. BPD sering memberikan motivasi pada saat rapat yang dihadiri oleh perempuan anggota SPP agar mereka selalu memanfaatkan kegiatan SPP secara maksimal. Hal tersebut dimaksudkan untuk membangkitkan semangat perempuan dalam mengikuti kegiatan SPP. Kenyataannya pemberian motivasi tersebut kurang efektif, banyak perempuan anggota SPP yang lebih mengabaikannya. Hal ini dikarenakan mereka menganggap BPD tidak mempunyai andil yang besar dalam kegiataan SPP. Pada Uraian di atas dapat membuktikkan bahwa hipotesis kedua terdapat hubungan nyata dan positif antara faktor eksternal dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak terbukti.

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP 6.1 Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP Pada penelitian ini, tingkat keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Desa penelitian ini merupakan salah satu desa di Kabupaten Banyumas. Luas wilayah desa ini sebesar 155,125 ha didominasi oleh hamparan

Lebih terperinci

Tabel Triangulasi. Fokus 1. Evaluasi Masukan (Evaluation Input) a. Prosedur Pelaksanaan SPP. Wawancara Dokumentasi Observasi

Tabel Triangulasi. Fokus 1. Evaluasi Masukan (Evaluation Input) a. Prosedur Pelaksanaan SPP. Wawancara Dokumentasi Observasi Tabel Triangulasi Fokus 1. Evaluasi Masukan (Evaluation Input) a. Prosedur Pelaksanaan SPP 1. M.Basuki Sutopo (ketua UPK) 2. Kholidah (Kader SPP) 3. Suranti (Ketua Badan Pengawas UPK) Dana yang dikeluarkan

Lebih terperinci

Panduan Wawancara. Universitas Sumatera Utara

Panduan Wawancara. Universitas Sumatera Utara Panduan Wawancara Judul penelitian: Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (studi Pada Simpan Pinjam Perempuan di Desa Napagaluh, kecamatan Danau Paris, Kabupaten Aceh Singkil,

Lebih terperinci

(PNPM : : PJOK,

(PNPM : : PJOK, LAMPIRAN PANDUAN WAWANCARA Judul Skripsi : Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mpd) Tahun 2010-2011 (Studi di

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik. BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dari hasil penelitian Partisipasi Masyarakat Pekon Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN A.1. Pelaksanaan PPK 1. Efektifitas Pemberdayaan dalam PPK a) Kesesuaian Pemberdayaan dengan dimensi Konteks Program pemberdayaan yang dilakukan: untuk penetapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang indonesia terus melakukan upaya-upaya untuk menjadi negara maju, yaitu dengan terus melaksanakan

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berakhirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. PNPM-MP

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Kelurahan Kelurahan Kebomas terletak di Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Penduduk Kelurahan Kebomas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :... LAMPIRAN Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam Nama :............................. Jenis Kelamin Umur : Laki-laki/Perempuan* :.... Tahun Peran di PNPM-MPd :............................. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1.1 Konsep Partisipasi Menurut Sumardjo (2008) dan Chozin et al. (2009) dalam Chozin et al. (2010) dijelaskan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada Kantor Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian yang didapatkan dapat digambarkan sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

2015 PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PROGRAM MICROFINANCE PADA KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP)DALAM MENINGKATKAN EKONOMI

2015 PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PROGRAM MICROFINANCE PADA KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP)DALAM MENINGKATKAN EKONOMI A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumber daya alam dan padat penduduk, dimana yang menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN 11/4/2010 [DAFTAR ISI] KATA PENGANTAR...3 CARA MENGGUNAKAN BUKU INI...4 PELAKSANAAN PELATIHAN MASYARAKAT...8

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) 54 BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) IV.1 Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sejarah BUMDes di Provinsi Riau tidak terlepas dari keberadaan Program Pemberdayaan Desa (PPD),

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT A. Profil Pelaksanaan Perjanjian dalam Program Nasional

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada bab ini, peneliti akan membahas hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah penelitian yakni efektifitas pengembalian dana pinjaman kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM- MPd) adalah mekanisme progam yang terfokus pada pemberdayaan masyarakat di perdesaan. PNPM Mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagi seluruh rakyat Indonesia dan di dalam undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagi seluruh rakyat Indonesia dan di dalam undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia dilaksanakan dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat. Pembangunan nasional dapat diwujudkan

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

BAB V PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN 49 BAB V PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN Profil relawan PNPM-MP Kelurahan Situ Gede dalam penelitian ini akan dilihat dari dua faktor yaitu faktor internal dan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

Oleh: Elfrida Situmorang

Oleh: Elfrida Situmorang 23 Oleh: Elfrida Situmorang ELSPPAT memulai pendampingan kelompok perempuan pedesaan dengan pendekatan mikro kredit untuk pengembangan usaha keluarga. Upaya ini dimulai sejak tahun 1999 dari dua kelompok

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 53 VI. PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 6.1. Pengaruh Tingkat Kemauan Terhadap Perempuan dalam Program PNPM mandiri perkotaan Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Indonesia yang tergolong miskin. Bagi mereka mencari kredit mandiri

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Indonesia yang tergolong miskin. Bagi mereka mencari kredit mandiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Untuk memulai sebuah usaha, banyak orang sering merasa kebingungan karena tidak memiliki modal. Apalagi untuk masyarakat Indonesia yang tergolong miskin. Bagi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Desa Limehe Timur Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo yang proporsi rumah tangga miskinnya

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA ANTAR DESA DALAM RANGKA PELESTARIAN HASIL PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2012 Seri : D PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN 30 BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN A. Gambaran Umum Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) 1. Tempat Penelitian a. Letak Geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

BAB IV DISKUSI, BEKERJASAMA DAN BERAKSI BERSAMA MASYARAKAT. (Dinamika Proses Pendampingan Masyarakat)

BAB IV DISKUSI, BEKERJASAMA DAN BERAKSI BERSAMA MASYARAKAT. (Dinamika Proses Pendampingan Masyarakat) BAB IV DISKUSI, BEKERJASAMA DAN BERAKSI BERSAMA MASYARAKAT (Dinamika Proses Pendampingan Masyarakat) Menurut Batten menyetujui pendapat bahwa pembangunan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan pedesaan adalah bagian dari usaha peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP 65 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT 57 BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT A. Implementasi SPP (Simpan Pinjam Kelompok Perempuan) di Desa Tungu Kecamatan Godong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

SOLUSI DANA AMANAH MASYARAKAT

SOLUSI DANA AMANAH MASYARAKAT BADAN USAHA MILIK Desa (BUMDes) BERSAMA SOLUSI DANA AMANAH MASYARAKAT (PNPM-Mpd) Dasar Hukum UU no 6 tahun 2014 Tentang Desa PP no 43 tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No 6 Tahun 2014

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Lokasi Letak dan Keadaan Fisik

BAB IV GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Lokasi Letak dan Keadaan Fisik 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Letak dan Keadaan Fisik BAB IV GAMBARAN UMUM Desa Gunung Menyan merupakan desa pemekaran dari Desa Cimayang pada tahun 1983 yang terletak di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci menjabarkan secara rinci situasi dan kondisi poktan sebagai

Lebih terperinci

Laki-laki Perempuan Jumlah

Laki-laki Perempuan Jumlah 30 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN KELOMPOK 5.1 Karakteristik Responden Pada bagian ini diuraikan karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah salah satu program yang dicanangkan mulai tahun 1998 oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 57 BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP Persepsi responden dalam penelitian ini akan dilihat dari tiga aspek yaitu persepsi terhadap pelaksanaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lebak 4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak beribukota di Rangkasbitung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan, baik

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DANA REVOLVING KEGIATAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA MISKIN DAN ALIH PROFESI PENAMBANG PASIR KABUPATEN BANTUL TAHUN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Koperasi Al Mawaddah. Berdasarkan analisis data penelitian dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Koperasi Al Mawaddah. Berdasarkan analisis data penelitian dan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini fokus pada peran modal sosial dalam pengembangan Koperasi Al Mawaddah. Berdasarkan analisis data penelitian dan berdasarkan temuan-temuan di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV terdapat salah satu tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV terdapat salah satu tujuan negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV terdapat salah satu tujuan negara Indonesia adalah memajukkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Evaluasi program pengembangan masyarakat dalam bagian ini berisi tentang gambaran kapasitas kelompok mantan TKW di desa Cibaregbeg yang dapat dilihat pada kemampuan

Lebih terperinci

WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA SAWAHLUNTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO,

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2013TAHUN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RS-RTLH) TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 02 Tahun : 2008 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG. PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG. PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil laporan, deskripsi dan pembahasan penelitian pada bab IV mengambil kesimpulan sesuai dengan data dan fakta yang diteliti. Maka pada bab V ini dirumuskan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN KECAMATAN PREMBUN DESA BAGUNG

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN KECAMATAN PREMBUN DESA BAGUNG PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN KECAMATAN PREMBUN DESA BAGUNG KEPUTUSAN NO : 141 / 05 / SK / 2011 PENUNJUKAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA (KPMD) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAAN

Lebih terperinci

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Gambaran Umum Provinsi NTB Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara 115 45-119 10

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini dirasakan masih sangat memprihatinkan. Banyak masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak atau sepenuhnya

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

Jalan Aspal Pusong Menuju Desa Wisata

Jalan Aspal Pusong Menuju Desa Wisata Jalan Aspal Pusong Menuju Desa Wisata Kecamatan Kembang Tanjong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pidie yang mendapatkan dana dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat - Mandiri Perdesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan terdapat prinsip transparansi dan partisipatif, yang mengandung arti bahwa semua

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)

Lebih terperinci

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN:

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN: PARTISIPASI MASYARAKAT DESA DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI DI DESA BINUANG KECAMATAN SEPAKU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Farhanuddin Jamanie Dosen Program Magister Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus diminimalisir, bahkan di negara maju pun masih ada penduduknya yang

BAB I PENDAHULUAN. harus diminimalisir, bahkan di negara maju pun masih ada penduduknya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan bukan masalah baru, namun sudah ada sejak masa penjajahan sampai saat ini kemiskinan masih menjadi masalah yang belum teratasi. Di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permasalahan kemiskinan yang cukup komplek membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diketahui kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah kemiskinan telah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum kelurahan Simpang Baru Kondisi Geografis Kelurahan Simpang Baru

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum kelurahan Simpang Baru Kondisi Geografis Kelurahan Simpang Baru BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum kelurahan Simpang Baru 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Simpang Baru Kelurahan Simpang baru terletak di dalam wilayah Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa Program Pengembangan Kecamatan;

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN PERKUATAN PERMODALAN BAGI KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL GUBERNUR NANGGROE

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pentingnya komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri oleh manusia, begitu juga halnya dengan organisasi. Tidak hanya pengetahuan dasar tentang komunikasi,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG Iin Nimang Pangesti Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Tujuan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KOPERASI UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA DI DESA BULU KECAMATAN SEMEN KABUPATEN KEDIRI

KOPERASI UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA DI DESA BULU KECAMATAN SEMEN KABUPATEN KEDIRI KOPERASI UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA DI DESA BULU KECAMATAN SEMEN KABUPATEN KEDIRI Elis Irmayanti 1, Zainal Arifin 2, Tjetjep Yusuf Afandi 3, Bayu Surindra 4, Efa Wahyu Prastiningtyas 5, Rr. Forijati 6,

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE

BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE 50 BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE 6.1 Karakteristik Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Pada umumnya telah banyak kelompok tumbuh di masyarakat,

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian. Hal ini dilakukan berdasarkan bahwa mereka dapat memberikan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian. Hal ini dilakukan berdasarkan bahwa mereka dapat memberikan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Dalam penelitian ini, peneliti memutuskan untuk memakai beberapa sumber informan sebagai responden sesuai dengan apa yang dibutuhkan di dalam penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan sturktural

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 5 TAHUN 2006 SERI : D NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DESA NANGGUNG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NANGGUNG

PERATURAN DESA NANGGUNG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NANGGUNG PERATURAN DESA NANGGUNG KECAMATAN NANGGUNG KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NANGGUNG Lembaran Desa Nanggung Nomor 10 Tahun 2001 PERATURAN DESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci