BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP"

Transkripsi

1 BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP Dengan mempertimbangkan bahwa pelaksanaan P2KP harus dilandasi oleh nilai kesetaraan gender, maka untuk mengetahui keberhasilan P2KP dilihat tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP pada masing-masing komponen P2KP. Komponen tersebut terdiri dari dua tahap, yaitu: tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap perencanaan terdiri terdiri dari tiga jenis kegiatan, yaitu: rembug warga untuk sosialisasi P2KP, penyusunan PJM Pronangkis, dan pembentukan KSM. Sedangkan pada tahap pelaksanaan, terdiri dari kegiatan perbaikan rumah tidak layak huni, perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana fasilitas umum, bantuan sosial berupa kegiatan santunan kepada jompo dan yatim piatu, bantuan pinjaman kredit mikro, dan pelatihan dan pengembangan SDM. Untuk mengetahui tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP pada setiap komponen kegiatan P2KP tersebut diperoleh data dari 30 rumahtangga contoh yang mendapatkan bantuan dari P2KP. Pada pembahasan selanjutnya akan dibahas lebih mendalam mengenai tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP pada dana BLM untuk pemugaran rumah, perbaikan fasilitas umum dan bantuan sosial, tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap dana bantuan pinjaman kredit ekonomi mikro, dan tingkat akses RMKL dan RMKP pada pengembalian dana bantuan pinjaman kredit mikro.

2 Tingkat Akses RMKL dan RMKP Terhadap Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Sebagai salah satu tujuan dari P2KP, kegiatan pemugaran rumah, perbaikan fasilitas umum dan bantuan sosial menjadi menjadi indikator penting untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan P2KP. Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan-kegiatan tersebut telah berhasil dilaksanakan dapat dilihat dari tingkat akses RMKL dan RMKP pada masing-masing komponen kegiatan tersebut. Tingkat akses RMKL dan RMKP terhadap dana BLM untuk pemugaran rumah, perbaikan fasilitas umum dan bantuan sosial tersebut dilihat dari jumlah bantuan yang diterima oleh masing-masing RMKL dan RMKP. Apabila RMKL atau RMKP menerima tiga jenis bantuan fisik seluruhnya, maka aksesnya tergolong tinggi. Jika menerima satu hingga dua jenis bantuan fisik tergolong sedang, dan jika tdak menerima satupun jenis bantuan fisik maka tergolong rendah aksesnya. Berikut data mengenai jenis bantuan fisik yang diterima oleh RMKL dan RMKP. Tabel 19. Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Fisik menurut Jumlah Jenis Bantuan Fisik yang Diterima (dalam persen) Jenis Bantuan RMKL RMKP Rendah (tidak mendapatkan bantuan) 4,35 14,29 Sedang (1 atau 2 jenis bantuan) 95,65 85,71 Tinggi (3 jenis bantuan) 0 0 Total (rumahtangga) 23 7 Total (%) Sumber: Dikumpulkan oleh penulis dari survei Tahun 2007 Dari Tabel 19 diketahui bahwa tingkat akses RMKL dan RMKP terhadap dana bantuan fisik tergolong sedang. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan

3 78 persentase jumlah bantuan fisik yang diterima antara RMKL dan RMKP berkisar hanya satu hingga dua jenis bantuan fisik saja yang diterima. Bila membandingkan jumlah bantuan fisik yang diterima oleh RMKL dan RMKP, maka terlihat persentase yang tidak jauh berbeda antara jumlah bantuan fisik yang diterima oleh RMKL dan RMKP tersebut. Kurang lebih sebesar 90 persen RMKL yang menerima bantuan fisik, mendapatkan satu jenis bantuan fisik saja, yaitu perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum berupa perbaikan jalan setapak. Sedangkan pada RMKP sebesar kurang lebih 80 persen yang menerima bantuan fisik yang sama seperti pada RMKL, yaitu hanya menerima satu jenis bantuan fisik saja Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP Terhadap Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Tingkat kontrol RMKL dan RMKP terhadap dana bantuan fisik ditentukan dari pola pengambilan keputusan atas bantuan fisik yang diperoleh. Pola pengambilan keputusan tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) pola pengambilan keputusan yang hanya dilakukan oleh suami sendiri atau istri sendiri, (2) pola pengambilan keputusan suami dan istri tapi suami dominan atau suami dan istri tapi istri dominan, dan (3) pola pengambilan keputusan suami dan istri setara. Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa secara keseluruhan pada RMKL pola pengambilan keputusannya cenderung bervariatif. Hal tersebut terlihat dari jumlah persentase yang hampir sama pada masing-masing pola pengambilan keputusan. Pola pengambilan keputusan yang diambil oleh suami atau istri sendiri adalah sebesar 30,4 persen, pola pengambilan keputusan oleh suami dan istri tapi

4 79 istri atau suami dominan dan pada pola pengambilan keputusan suami dan istri setara memiliki persentase sebesar 34,8 persen. Pada beberapa RMKL ditemukan bahwa meskipun para suami yang mengaku sebagai pencari nafkah utama ternyata pada proses produksi seluruhnya dilakukan oleh istri, sedangkan suami hanya bertugas untuk menjualnya saja. Hal ini berlaku pada mereka yang berprofesi sebagai pedagang. Tabel 20. Pola Pengambilan Keputusan RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Fisik (dalam persen) Pola Pengambilan Keputusan RMKL RMKP Rendah (suami/istri sendiri) 30,4 71,4 Sedang (suami+istri, istri/suami dominan) 34,8 28,6 Tinggi (suami-istri setara) 34,8 0 Total (rumahtangga) 23 7 Total (%) Sumber: Dikumpulkan oleh penulis dari survei Tahun 2007 Perbedaan yang signifikan pada pola pengambilan keputusan terlihat pada RMKP. Dimana jumlah terbesar pada pola pengambilan keputusannya ada pada pola suami atau istri sendiri, yaitu sebesar 71,4 persen, dan sisanya sebesar 28,6 persen adalah pola pengambilan keputusan yang dibuat oleh suami dan istri tetapi terdapat suami atau istri yang dominan. Hal ini diduga karena sebagian besar pada RMKP adalah mereka yang telah berstatus sebagai janda Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Tingkat akses RMKL dan RMKP pada bantuan pinjaman kredit mikro ditentukan dari jumlah rupiah bantuan yang diterima. Terdapat ketentuan maksimal besarnya jumlah pinjaman kredit pertama bagi setiap penerima bantuan

5 80 tersebut, yaitu sebesar Rp ,00, sedangkan batas maksimal pinjaman untuk tahap berikutnya adalah sebesar Rp ,00. Tingkat akses RMKL dan RMKP pada bantuan pinjaman kredit tersebut dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (a) rendah, jika jumlahnya lebih rendah dari rata-rata ketentuan P2KP (<Rp ,00), (b) sedang, jika sesuai dengan ratarata dana yang diterima sama dengan ketetapan P2KP atau sebesar (Rp ,00), dan (c) tinggi, jika di atas rata-rata dana yang ditetapkan P2KP (>Rp ,00). Berikut perincian mengenai jumlah bantuan kredit yang diterima oleh RMKL dan RMKP. Tabel 21. Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (dalam persen) Jumlah Pinjaman (Rupiah) RMKL RMKP Rendah (< ) 78,3 57,1 Sedang ( ) 17,4 42,9 Tinggi (> ) 4,3 0 Total (rumahtangga) 23 7 Total (%) Sumber: Dikumpulkan oleh penulis dari survei Tahun 2007 Dari Tabel 21 diketahui, dengan membandingkan antara jumlah rupiah bantuan pinjaman kredit yang diterima oleh RMKL dan RMKP, hanya pada RMKL saja yang menerima bantuan pinjaman >Rp ,00 yaitu sebesar 4,3 persen dari total keseluruhan RMKL penerima bantuan pinjaman. Bila membandingkan jumlah penerima bantuan kredit yang diperoleh RMKL dan RMKP pada jumlah bantuan pinjaman kredit sebesar Rp ,00 diketahui dengan persentase masing-masing sebesar 17,4 persen pada RMKL dan sebesar 42,9 persen pada RMKP menerima bantuan sejumlah itu. Kemudian sebesar 78,3 persen RMKL dan 57,1 persen RMKP memperoleh bantuan

6 81 pinjaman kredit <Rp ,00. Dengan mayoritas penerima bantuan pinjaman kredit yang <Rp ,00 dapat disimpulkan bahwa tingkat akses RMKL dan RMKP terhadap dana bantuan pinjaman kredit mikro tergolong rendah Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP Terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Tingkat akses RMKL dan RMKP terhadap dana bantuan pinjaman kredit telah diketahui dari penjelasan sebelumnya, selanjutnya untuk melengkapi analisis mengenai keberhasilan P2KP berdasarkan pada kesetaraan gender, akan dilihat tingkat kontrol RMKL dan RMKP terhadap bantuan pinjaman kredit tersebut. Seperti pada tingkat kontrol RMKL dan RMKP pada dana bantuan fisik, untuk mengetahui tingkat kontrol RMKL dan RMKP pada bantuan pinjaman kredit juga akan ditentukan dari pola pengambilan keputusan RMKL dan RMKP dalam penentuan alokasi dana bantuan pinjaman kredit yang akan digunakan. Dibedakan ke dalam pengambilan keputusan: (a) rendah, jika hanya suami sendiri atau istri sendiri, (b) sedang, jika pola pengambilan keputusannya suami dan istri tapi suami dominan atau suami dan istri tapi istri dominan, serta (c) tinggi, jika suami dan istri setara. Tabel 22. Pola Pengambilan Keputusan RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (dalam persen) Pola Pengambilan Keputusan RMKL RMKP Rendah (suami/istri sendiri) 13,1 14,3 Sedang (suami+istri, istri/suami dominan) 39,1 85,7 Tinggi (suami-istri setara) 47,8 0 Total (%) Total (rumahtangga) 23 7 Sumber: Dikumpulkan oleh penulis dari survei Tahun 2007

7 82 Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa pola pengambilan keputusan terhadap dana bantuan pinjaman kredit pada RMKL memiliki tingkat kesetaraan yang paling tinggi, dimana jumlah pola pengambilan keputusan tertinggi ada pada pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami dan istri secara bersama (setara) dengan persentase sebesar 47,8 persen. Kemudian sebesar 13,1 persen memiliki pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami atau istri sendiri tanpa melibatkan pasangannya, dan sisanya sebesar 39,1 persen memutuskan secara bersama-sama, namun ada satu pihak yang dominan. Pada RMKP, pola pengambilan keputusan terbanyak terdapat pada pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami dan istri tetapi istri atau suami dominan dengan persentase sebesar 85,7 persen. Kemudian sebesar 14,3 persen RMKP mengambil keputusannya secara sendiri, istri atau suami saja yang memutuskan. Pada RMKP tidak ditemukan adanya pola pengambilan keputusan yang dilakukan secara setara antara suami dan istri. Hal ini diduga karena hampir pada sebagian besar RMKP adalah mereka yang berstatus janda, sehingga dalam pengambilan keputusan, para istri memutuskannya sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kontrol atau pengambilan keputusan yang lebih setara terhadap dana bantuan pinjaman ada pada RMKL Tingkat Akses RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Ketaatan RMKL dan RMKP dalam mengembalikan dana bantuan pinjaman kredit, akan menentukan tingkat akses RMKL dan RMKP terhadap pengembalian dana bantuan pinjaman kredit tersebut.

8 83 Berdasarkan kesepakatan bersama, bantuan pinjaman kredit dapat dikembalikan dengan cara diangsur setiap bulannya hingga 10 kali angsuran. Sehingga total waktu pengembaliannya seluruhnya adalah 10 bulan. Kemudian besarnya pinjaman kredit tersebut dikenakan biaya administrasi sebesar 1,5 persen per angsuran/bulan. Kedua hal itu tentu saja meringankan beban para penerima pinjaman kredit tersebut, karena biasanya apabila mereka mendapatkan pinjaman kredit dari rentenir bunganya mencapai 20 persen hingga 30 persen per bulannya. Selain itu mereka yang terlambat membayar angsuran tiap bulannya tidak dikenakan sanksi apapun. Pengukuran tingkat akses RMKL dan RMKP terhadap pengembalian dana bantuan pinjaman kredit sesuai kesepakatan tersebut, dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (a) rendah, jika di bawah 50 persen dari jumlah angsuran, (b) sedang, jika 50 persen hingga 80 persen dari total seluruh angsuran, dan (c) tinggi, jika memenuhi 80 persen atau lebih pengembalian angsuran. Berikut data mengenai pengembalian dana bantuan pinjaman kredit pada RMKL dan RMKP. Tabel 23. Tingkat Akses RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana Pinjaman Kredit Mikro menurut Jumlah Pengembalian Dana (dalam persen) Pengembalian Dana RMKL RMKP Rendah (<50%) 4,4 28,6 Sedang (50%-80%) 47,8 28,6 Tinggi (>80%) 47,8 42,8 Total (%) Total (rumahtangga) 23 7 Sumber: Dikumpulkan oleh penulis dari survei Tahun 2007 Bila membandingkan jumlah pengembalian dana pinjaman kredit antara RMKL dan RMKP, maka terlihat bahwa jumlah terbesar yang tidak mengembalikan dana bantuan pinjaman kredit lebih dari 50 persen dari total

9 84 bantuan pinjaman kredit yang diberikan ada pada RMKP dengan persentase sebesar 28,6 persen dari total keseluruhan RMKP yang mengembalikan dana. Kemudian diantara 42,8 persen RMKP ada yang telah melunasi pinjaman kredit tersebut, dan ada juga yang belum melunasinya secara keseluruhan namun telah mengembalikannya >80 persen dari total keseluruhan pinjaman. Dan sisanya sebesar 28,6 persen RMKP atau dengan persentase yang sama dengan jumlah RMKP yang belum melunasi sisa bantuan >50 persen dari total keseluruhan, telah melunasi angsuran bantuan pinjaman tersebut sejumlah 50 persen hingga 80 persen dari total keseluruhan pinjaman. Sedangkan pada RMKL, dengan persentase yang sama yaitu sebesar 47,8 persen telah melunasi sebesar 50 persen hingga 80 persen dari total pinjaman seluruhnya, bahkan ada juga yang telah melunasinya Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Tingkat kontrol RMKL dan RMKP pada pengembalian dana bantuan pinjaman kredit mikro, seperti pada tingkat kontrol RMKL dan RMKP pada dana BLM untuk bantuan fisik dan bantuan pinjaman kredit, dilihat dari pola pengambilan keputusan RMKL dan RMKP dalam menentukan jumlah dana pinjaman kredit yang akan dikembalikan (pengembalian angsuran). Pola pengambilan keputusan tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) rendah, jika hanya suami sendiri atau istri sendiri, (b) sedang, jika pola pengambilan keputusannya suami dan istri tapi suami dominan atau suami dan istri tapi istri dominan, serta (c) tinggi, jika suami dan istri setara. Berdasarkan kriteria tersebut

10 85 diketahui pola pengambilan keputusan pada RMKL dan RMKP terhadap pengembalian dana bantuan pinjaman kredit seperti yang terdapat pada Tabel 24. Tabel 24. Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (dalam persen) Pola Pengambilan Keputusan RMKL RMKP Rendah (suami/istri sendiri) 17,39 42,86 Sedang (suami+istri, istri/suami dominan) 30,43 42,86 Tinggi (suami-istri setara) 52,17 14,29 Total (%) 100,00 100,00 Total (rumahtangga) 23 7 Sumber: Dikumpulkan oleh penulis dari survei Tahun 2007 Dilihat dari jenis kelamin kepala rumahtangganya, pola pengambilan keputusan pada RMKL tergolong tinggi. Sedangkan pada RMKP pola pengambilan keputusan tergolong rendah cenderung sedang, dimana jumlah antara persentase pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami atau istri secara sendiri dan pola pengambilan keputusan yang dilakukan suami dan istri secara bersama namun terdapat istri atau suami yang dominan adalah sama besarnya. Pada pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh RMKL dan RMKP terhadap pengembalian pinjaman kredit tersebut, erat kaitannya dengan pendapatan dan alokasi pengeluaran pada masing-masing rumahtangga. Oleh sebab itu pola pengambilan keputusan pada RMKL adalah tinggi, dimana suami dan istri membuat keputusan secara bersama pada saat pengembalian dana pinjaman kredit setiap bulannya. Sedangkan pada RMKP, pola pengambilan keputusannya cenderung rendah, karena seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa hampir sebagian besar pada RMKL adalah mereka yang berstatus janda. Meskipun pada RMKP ditemui mereka yang masih berstatus suami istri, namun

11 86 karena pencari nafkah utamanya adalah istri maka pada pengambilan keputusan tersebut meskipun dilakukan secara bersama tetapi istri memiliki posisi yang dominan Ikhtisar Pengukuran terhadap tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP pada P2KP akan mengetahui sejauh mana keberhasilan P2KP dengan menggunakan prinsip kesetaraan gender (gender dalam P2KP). Tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP yang diduga dipengaruhi oleh faktor input terkontrol dari P2KP (stimulan P2KP dan pengelolaan), karakteristik individu dan rumahtangga, juga oleh faktor lingkungan (pengawasan dan dukungan dari aparat pemerintah desa, kecamatan serta LSM), dilihat dari tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP pada masing-masing komponen kegiatan P2KP tersebut. Tingkat akses RMKL dan RMKP terhadap dana BLM untuk bantuan fisik dilihat dari jumlah bantuan yang diterima oleh P2KP, dikategorikan: (a) rendah, jika RMKL/RMKP tidak menerima sama sekali bantuan fisik, (b) sedang, jika RMKL/RMKP menerima satu atau dua jenis bantuan fisik, dan (c) tinggi, jika RMKL/RMKP menerima semua atau tiga jenis bantuan fisik. Berdasarkan kategori tersebut diketahui bahwa akses RMKL dan RMKP terhadap dana BLM untuk bantuan fisik tergolong sedang, dimana jumlah bantuan fisik yang diterima oleh RMKL dan RMKP hanya berkisar menerima satu jenis bantuan fisik saja, yaitu perbaikan sarana dan prasaran fasilitas umum berupa perbaikan jalan setapak. Sedangkan kontrol RMKL dan RMKP terhadap dana BLM untuk bantuan fisik yang dilihat dari pola pengambilan keputusan dalam menentukan bantuan fisik yang akan diperoleh cenderung bervariasi dimana pada pola

12 87 pengambilan keputusan pada RMKL cenderung sedang ke tinggi karena persentase antara pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami dan istri namun ada satu pihak yang dominan dan pada pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami dan istri secara setara adalah sama, dan kontrol pada RMKP terhadap bantuan fisik tergolong rendah dimana persentase pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami atau istri saja cenderung tinggi. Hal tersebut diduga berkaitan dengan status kepala rumahtangga pada RMKP yang kebanyakan berstatus sebagai janda. Pada tingkat akses terhadap bantuan pinjaman kredit, baik pada RMKL dan RMKP tergolong rendah. Hampir sebagian besar dari RMKL dan RMKP yang menerima bantuan pinjaman kredit hanya menerima bantuan <Rp ,00 atau lebih rendah dari rata-rata ketentuan P2KP. Sedangkan pada tingkat kontrol terhadap bantuan pinjaman kredit, pada RMKL tergolong tinggi, dan paad RMKP tergolong sedang. Tingkat akses RMKL dan RMKP terhadap pengembalian dana pinjaman kredit dikategorikan menurut jumlah bantuan pinjaman yang telah dikembalikan. Berdasarkan hal tersebut akses tertinggi pada pengembalian dana pinjaman kredit ada pada RMKL, dimana persentase pada RMKL yang telah mengembalikan pinjaman >80 persen dari seluruh total pinjaman menunjukkan angka yang tinggi. Seperti pada kontrol terhadap bantuan dana BLM untuk bantuan fisik dan bantuan pinjaman kredit, kontrol terhadap pengembalian dana pinjaman kredit tersebut juga memiliki persentase yang hampir sama baik pada RMKL dan RMKP dengan kedua komponen tersebut.

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP 7.1. STIMULAN P2KP 7.1.1. Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu

Lebih terperinci

BAB X RELASI GENDER DALAM P2KP

BAB X RELASI GENDER DALAM P2KP BAB X RELASI GENDER DALAM P2KP 10.1. Hubungan Antara Karakteristik Stimulan P2KP dengan Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP Tingkat bantuan dana fisik yang terdiri dari tiga kegiatan

Lebih terperinci

BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP

BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP 9.1. Faktor Lingkungan 9.1.1. Pengawasan dan Dukungan dari Pemerintah Desa dan Kecamatan serta LSM Pada tingkat Kelurahan/Desa, Lurah atau Kepala Desa

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian, Kategori dan Teori-teori Kemiskinan Definisi kemiskinan dibedakan menurut pendekatan yang digunakan dalam mendefinisikan kemiskinan tersebut

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI 9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi pada penelitian ini

Lebih terperinci

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) SURABAYA

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) SURABAYA Rekrutmen Cara Penentuan : Lebih banyak pada penunjukkan langsung dari Tomas Ketua KSM, biasanya Tomas, menunjuk anggota-anggotanya Ketua KSM, umumnya kelas menengah ke atas, menerima BLM lebih besar dari

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Tongkol Dalam menyalurkan KUR kepada debitur, ada beberapa tahap atau prosedur yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : perkotaan yang dilaksanakan di Desa Dagang Kelambir?

Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : perkotaan yang dilaksanakan di Desa Dagang Kelambir? Lampiran Wawancara Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apa ukuran kebijakan dalam program penanggulangan kemiskinan di Ukuran dan tujuan kebijakan yang dilakukan dalam program P2KP

Lebih terperinci

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP 65 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya

Lebih terperinci

GENDER DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

GENDER DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) GENDER DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh DIAN ANNISA A14203051 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN

Lebih terperinci

TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN

TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN 65 VII. TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN 7.1 Akses dan Kontrol Peserta Perempuan Program Terhadap Sumberdaya Tingkat keberdayaan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan program PNPM Mandiri

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP)

I. PENDAHULUAN. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah program nasional yang menjadi kerangka dasar dan acuan pelaksanaan program-program pengentasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam

PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam 55 II. PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam pengembalian Kredit Mikro Utama diidentifikasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Piutang

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

PROFIL BKM/LKM ANDESPA

PROFIL BKM/LKM ANDESPA PROFIL BKM/LKM ANDESPA BKM ANDESPA Nama BKM/LKM Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi : ANDESPA : Patumbak Satu : Patumbak : Deli Serdang : Sumatera Utara A. Kondisi Umum dan Geografis Desa Patumbak Satu Kecamatan

Lebih terperinci

PROFIL BKM/LKM LESTARI

PROFIL BKM/LKM LESTARI PROFIL BKM/LKM LESTARI BKM LESTARI Nama BKM/LKM Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi : LESTARI : Bangun Sari : Tanjung Morawa : Deli Serdang : Sumatera Utara A. Kondisi Umum dan Geografis Desa Bangun Sari

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009 LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009 KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM Dana BLM merupakan dukungan dana stimulan

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 57 BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP Persepsi responden dalam penelitian ini akan dilihat dari tiga aspek yaitu persepsi terhadap pelaksanaan

Lebih terperinci

II. PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN DATA. A. Capaian Penanganan Pengaduan

II. PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN DATA. A. Capaian Penanganan Pengaduan I. PENDAHULUAN Pengaduan yang masuk pada bulan April 2015 yang dikumpulkan dari tingkat KMW dan pengaduan yang masuk ke KMP berjumlah 506 aduan. Pengaduan telah selesai ditangani sejumlah 497 pengaduan

Lebih terperinci

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 73 VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan Keberhasilan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian dan harapan petani bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN 39 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Situ Gede Wilayah Kelurahan Situ Gede berada pada ketinggian 250 meter

Lebih terperinci

II. PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN DATA. A. Capaian Penanganan Pengaduan

II. PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN DATA. A. Capaian Penanganan Pengaduan I. PENDAHULUAN Pengaduan yang masuk pada bulan Maret 2015 yang dikumpulkan dari tingkat KMW dan pengaduan yang masuk ke KMP berjumlah 560 aduan. Pengaduan telah selesai ditangani sejumlah 558 pengaduan

Lebih terperinci

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala. di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Mardana. 2013).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala. di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Mardana. 2013). I. PENDAHULUAN Latar belakang masalah Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. tersebut bisa dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Terlampir

BAB IV GAMBARAN UMUM. tersebut bisa dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Terlampir BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Koperasi di Kabupaten Bantul dari tahun 2011 2015 perkembangannya cenderung berfluktuatif dari segi jumlah, modal sendiri, modal luar, volume usaha

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kredit, Teori Permintaan dan Penawaran Kredit Berdasarkan asal mulanya, Kasmir (2003) menyatakan kredit berasal dari kata credere yang artinya

Lebih terperinci

PROFIL BKM/LKM SERUAI

PROFIL BKM/LKM SERUAI PROFIL BKM/LKM SERUAI BKM SERUAI Nama BKM/LKM Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi : SERUAI : Patumbak Kampung : Patumbak : Deli Serdang : Sumatera Utara A. Kondisi Umum dan Geografis Desa Patumbak Kampung

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/16/PBI/2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/16/PBI/2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/16/PBI/2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa batas waktu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penghunian rumah oleh bukan pemilik baik dengan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP 1. PENDAHULUAN BKM adalah lembaga masyarakat warga (Civil Society Organization), yang pada hakekatnya mengandung pengertian sebagai wadah masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Program Pinjaman Bergulir adalah merupakan salah satu pilihan masyarakat dari berbagai alternatif kegiatan untuk penanggulangan kemiskinan. Pinjaman bergulir

Lebih terperinci

PNPM MANDIRI PERKOTAAN LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Agustus 2009 April 2010

PNPM MANDIRI PERKOTAAN LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Agustus 2009 April 2010 PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009-2010 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Agustus 2009 April 2010 1. KEGIATAN REVIEW PARTISIPATIF Tinjauan (Review) Partisipatif merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Oktober 2010 P a g e 1 I. LATAR BELAKANG PELAKSANAAN UJI PETIK REVIEW PARTISIPATIF Tinjauan (Review)

Lebih terperinci

Ade Andriyani 1 Tety Elida 2 Beny Susanti 3. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

Ade Andriyani 1 Tety Elida 2 Beny Susanti 3. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KEBERLANGSUNGAN KEGIATAN EKONOMI DARI PINJAMAN DANA BERGULIR (Studi Kasus : Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Kelurahan Pancoran

Lebih terperinci

Menggilir Ternak Bergulir. Ada Fulus di Balik Kasur. Bersatu dalam Manunggal Sakato Kriuk, Kriuk... Krupuk Emas

Menggilir Ternak Bergulir. Ada Fulus di Balik Kasur. Bersatu dalam Manunggal Sakato Kriuk, Kriuk... Krupuk Emas Tujuan Kegiatan Sosial Prinsip-prinsip Kegiatan Sosial Kelompok Sasaran Sumber Pendanaan Pengelolaan Kegiatan Sosial Kegiatan-kegiatan Sosial Kegiatan Murni Santunan Kejarlah Ilmu Sedari Kecil Bersama

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 182, Tamb

2016, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 182, Tamb LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.119, 2016 PERTAHANAN. Veteran. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5892). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada Kantor Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian yang didapatkan dapat digambarkan sebagai

Lebih terperinci

INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR TAHUN 1983/1984

INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR TAHUN 1983/1984 INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR TAHUN 1983/1984 Menimbang : a. bahwa untuk menyediakan tempat-tempat berjualan bagi para

Lebih terperinci

PROFIL BKM/LKM HARAPAN SEJAHTERA

PROFIL BKM/LKM HARAPAN SEJAHTERA PROFIL BKM/LKM HARAPAN SEJAHTERA BKM HARAPAN SEJAHTERA Nama BKM/LKM Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi : HARAPAN SEJAHTERA : Patumbak Dua : Patumbak : Deli Serdang : Sumatera Utara A. Kondisi Umum dan Geografis

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 Latar Belakang Audit Sempit: Pemenuhan kewajiban Loan/Grant Agreement.

Lebih terperinci

PROFILE DATA SIM P2KP NAD KMW II

PROFILE DATA SIM P2KP NAD KMW II PROFILE DATA SIM P2KP NAD II U R A I AN 1 INFORMASI UMUM 1.1 Cakupan Wilayah 1.1.1 Jumlah Kota/ Kab 1.1.2 Jumlah Kecamatan 3 1.1.3 Jumlah Kelurahan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 1.1.4 Jumlah Lorong/Dusun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT I. UMUM Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan usaha BPR sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 53 VI. PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 6.1. Pengaruh Tingkat Kemauan Terhadap Perempuan dalam Program PNPM mandiri perkotaan Tingkat

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kelancaran Di dalam penelitian ini terdapat 36 orang responden, dengan proporsi 31 orang berjenis kelamin pria dan lima orang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penghunian rumah oleh bukan pemilik baik dengan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 31 BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 4.1 Kondisi Kemiskinan Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan tidak sematamata didefinisikan

Lebih terperinci

PROFILE DATA SIM P2KP NAD KMW II K E L U R A H A N

PROFILE DATA SIM P2KP NAD KMW II K E L U R A H A N PROFILE DATA SIM P2KP NAD II U R A I AN 1 INFORMASI UMUM 1.1 Cakupan Wilayah 1.1.1 Jumlah Kota/ Kab 1 1.1.2 Jumlah Kecamatan 3 1.1.3 Jumlah Kelurahan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 1.1.4 Jumlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG ASURANSI SOSIAL PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA, ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan suatu usaha dipengaruhi dari beberapa aspek diantaranya ketersediaan modal. Sumber dana yang berasal dari pelaku usaha agribisnis sendiri

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT

IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT Pendataan terhadap responden yang menerima kredit mikro menujukkan 17,08% atau 27 keluarga responden menerima bantuan kreditlpinjaman dari 158 keluarga sampel. Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan keluarganya. Wijono(2004). Sedangkan menurut Bank. mempunyai hasil penjualan paling banyak Rp.100 juta per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan keluarganya. Wijono(2004). Sedangkan menurut Bank. mempunyai hasil penjualan paling banyak Rp.100 juta per tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil kepada warga miskin untuk membiayai kegiatan produktif yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. b. c. bahwa sesuai Peraturan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Setiap perusahaan tentunya menginginkan tingkat

Lebih terperinci

I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM II. CAKUPAN PELAKSANAAN UJI PETIK III. HASIL UJI PETIK. 1. Capaian Umum

I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM II. CAKUPAN PELAKSANAAN UJI PETIK III. HASIL UJI PETIK. 1. Capaian Umum PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK KEGIATAN SIKLUS MASYARAKAT PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Periode : Bulan Juli - September 2010 I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM Dana BLM

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PRONANGKIS) DI KELURAHAN PAKEMBARAN Program Asistensi Sosial dan Jaminan Sosial

BAB VI HASIL PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PRONANGKIS) DI KELURAHAN PAKEMBARAN Program Asistensi Sosial dan Jaminan Sosial BAB VI HASIL PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PRONANGKIS) DI KELURAHAN PAKEMBARAN Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran pada hasil Perencanaan Jangka Menengah (PJM) menghasilkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 N I BAANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP Oleh : Ayi Sugandhi Maret 2009 datanglah kepada masyarakat hiduplah bersama mereka belajarlah

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

FORMULIR PERMOHONAN PINJAMAN SIMPAN PINJAM GERDU TASKIN UPK SEJAHTERA KELURAHAN RAMPAL CELAKET KECAMATAN KLOJEN KOTA MALANG PERORANGAN

FORMULIR PERMOHONAN PINJAMAN SIMPAN PINJAM GERDU TASKIN UPK SEJAHTERA KELURAHAN RAMPAL CELAKET KECAMATAN KLOJEN KOTA MALANG PERORANGAN GERAKAN TERPADU PENGENTASAN KEMISKINAN (GERDU - TASKIN) UNIT PENGELOLA KEUANGAN (UPK) SEJAHTERA KELURAHAN RAMPAL CELAKET JL. Jaksa Agung Suprapto II No. 50 Telp. (0341) - 331 917 Malang. website : www.upk-sejahtera.co.cc

Lebih terperinci

Lampiran Tanggapan Temuan BPKP

Lampiran Tanggapan Temuan BPKP TEMUAN AUDIT TAHUN ANGGARAN 2006 PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN II (P2KP II) IDA CREDIT NO. 4063-IND DAN LOAN IBRD NO. 4779-IND KMW 7 ( BENGKULU) 1. KABUPATEN BENGKULU UTARA 1. Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian 28 BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2011

ISU-ISU STRATEGIS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2011 ISU-ISU STRATEGIS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2011 (Disampaikan dalam acara Pembukaan Workshop NMC - NCEP 2011) haripras Didiet Arief Achdiat Kepala PMU P2KP Program Penanggulangan Kemiskinan

Lebih terperinci

BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR TAHUN 1981/1982 Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 1981 Tanggal 6 Mei 1981

BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR TAHUN 1981/1982 Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 1981 Tanggal 6 Mei 1981 BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR TAHUN 1981/1982 Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 1981 Tanggal 6 Mei 1981 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menyediakan tempat-tempat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah kerjanya, maka Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) membutuhkan suatu kerangka pelaksanaan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diakui bahwa usaha kecil dan menengah mempunyai peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang mutlak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkan pihak-pihak yang memiliki dana dengan pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkan pihak-pihak yang memiliki dana dengan pihak-pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan mempunyai tugas yang sangat penting dalam rangka mendorong pencapaian tujuan nasional yang berkaitan dalam peningkatan dan pemerataan taraf hidup

Lebih terperinci

FORMULIR PERMOHONAN PINJAMAN SIMPAN PINJAM GERDU TASKIN UPK SEJAHTERA KELURAHAN RAMPAL CELAKET KECAMATAN KLOJEN KOTA MALANG POKMAS

FORMULIR PERMOHONAN PINJAMAN SIMPAN PINJAM GERDU TASKIN UPK SEJAHTERA KELURAHAN RAMPAL CELAKET KECAMATAN KLOJEN KOTA MALANG POKMAS GERAKAN TERPADU PENGENTASAN KEMISKINAN (GERDU - TASKIN) UNIT PENGELOLA KEUANGAN (UPK) SEJAHTERA KELURAHAN RAMPAL CELAKET JL. Jaksa Agung Suprapto II No. 50 Telp. (0341) - 331 917 Malang. website : www.upk-sejahtera.co.cc

Lebih terperinci

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN 5.1. Evaluasi Persiapan (Input) Program Sebelum kegiatan pinjaman bergulir dalam kelurahan yang bersangkutan dimulai,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 35 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 35 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 930 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA INVESTASI UNTUK PINJAMAN BERGULIR BAGI

Lebih terperinci

I. Bagasi tenghpendahuluan

I. Bagasi tenghpendahuluan I. Bagasi tenghpendahuluan Sampai dengan bulan Juni 2015 pengaduan yang masuk secara akumulatif mencapai 53.840 pengaduan. Pengaduan yang berstatus proses 324 pengaduan (0,6%) dan pengaduan yang telah

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 45 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pengambilan keputusan yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN

Lebih terperinci

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF PKRT yang mempunyai usaha mikro mempunyai potensi untuk mengembangkan perekonomian desa. Usaha mereka

Lebih terperinci

Tabel.1. Pengaduan Informatif Pada Siklus BLM

Tabel.1. Pengaduan Informatif Pada Siklus BLM A. Pelaksanaan PPM di PNPM Mandiri Perkotaan ICDD Phase I Pengelolaan Pengaduan Masyarakat pada phase I oleh KMP ICDD Wilayah I di mulai pada periode Agustus 2010. Jumlah pengaduan yang diserah-kelolakan

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 68 TAHUN 2008/434.013/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari beberapa uaraian diatas, penulis memperoleh kesimpulan bahwa: di wilayah kelurahan atau desa. maupun dalam segi kemasyaraktannya.

BAB V PENUTUP. Dari beberapa uaraian diatas, penulis memperoleh kesimpulan bahwa: di wilayah kelurahan atau desa. maupun dalam segi kemasyaraktannya. 87 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari beberapa uaraian diatas, penulis memperoleh kesimpulan bahwa: 1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah suatu program pemerintah yang

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI GORONTALO TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS)

LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI GORONTALO TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS) 1 LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI GORONTALO TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS) A. RINGKASAN HASIL SANGAT SEMENTARA (1) Gambaran Umum Wilayah Studi Kota Gorontalo terletak di kawasan Teluk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria. RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi

Lebih terperinci

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT Pelaksanaan program BPLM di Kabupaten PPU bertujuan: (1) menumbuhkan usaha kelompok, (2) memberdayakan kelompok untuk dapat mengakses

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA KO T A P R A D J A JO J G A TA R A K LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor: 108 Tahun 2005 Seri: D PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK TEKNIS

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) 5 b. Analisis data daya tahan dengan metode semiparametrik, yaitu menggunakan regresi hazard proporsional. Analisis ini digunakan untuk melihat pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon secara simultan.

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1979 TENTANG BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR TAHUN 1979/1980

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1979 TENTANG BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR TAHUN 1979/1980 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1979 TENTANG BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR TAHUN 1979/1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa untuk menyediakan tempat-tempat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,

Lebih terperinci

Bab 4. Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir oleh UPK-BKM

Bab 4. Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir oleh UPK-BKM Bab 4. Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir oleh UPK-BKM 4.1 Latar Belakang Pada P2KP II, dana BLM (Bantuan Langsung ke Masyarakat) ditempatkan sebagai dana stimulan atau pelengkap dari prakarsa dan keswadayaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan kepada debitur atau masyarakat yang menerima kredit Kupedes di Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis. Penentuan lokasi ini didasari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau usaha tersebut dapat dikatakan mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau usaha tersebut dapat dikatakan mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan pendapatan dalam suatu kegiatan usaha yang telah dilakukan dalam periode tertentu sangat penting bagi setiap pengusaha atau perusahaan. Salah satu

Lebih terperinci