BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan pengendalian, bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan pengendalian, bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang"

Transkripsi

1 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA NOMOR HK TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PT DAN PKRT TAHUN BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN , bahwa perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas pemerintah, BPOM sesuai kewenangan, tugas pokok dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan BPOM untuk periode Penyusunan Renstra BPOM ini berpedoman pada RPJMN periode , sesuai dokumen RPJMN yang telah dikirim ke seluruh K/L melalui surat No. 1123/Ses/02/2015 tanggal 27 Februari Renstra BPOM selanjutnya akan dijadikan acuan seluruh unit kerja dibawahnya, salah satunya Direktorat Standardisasi PT dan PKRT sebagai unit Eselon II di lingkungan Kedeputian I BPOM. Proses penyusunan Renstra BPOM tahun dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun , serta merujuk pada Renstra BPOM melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra BPOM. Selanjutnya Renstra BPOM periode Adapun kondisi umum pada saat ini yang memiliki tugas pokok sebagai berikut: penyiapan diharapkan perumusan dapat meningkatkan kebijakan, kinerja penyusunan BPOM pedoman, dibandingkan dengan pencapaian standar, dari periode kriteria, sebelumnya dan prosedur, sesuai dengan serta tujuan pelaksanaan dan sasaran yang telah ditetapkan pengendalian, bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang Sebagaimana pengaturan amanat dan tersebut standardisasi dan dalam produk rangka terapetik mendukung pencapaian program-program prioritas pemerintah, BPOM sesuai kewenangan, tugas pokok dan 1

2 fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan BPOM untuk periode Penyusunan Renstra BPOM ini berpedoman pada RPJMN periode Proses penyusunan Renstra BPOM tahun dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun , serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra BPOM. Selanjutnya Renstra BPOM periode diharapkan dapat meningkatkan kinerja BPOM dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Adapun fungsinya : a) Penyusunan rencana dan program standardisasi PT dan PKRT; b) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang standardisasi PT dan PKRT; c) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang pengaturan PT dan PKRT, d) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang standardisasi dan penilaian bioavailabilitas dan bioekivalensi obat; e) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang bimbingan industri farmasi; f) Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi PT dan PKRT. Adapun kondisi umum BPOM pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut: A. Peran BPOM berdasarkan Peraturan Perundang-undanganStrategis Direktorat Standardisasi PT dan PKRT Dengan adanya globalisasi ekonomi antara lain perdagangan pasar bebas dan pembentukan ASEAN Economic Committee (AEC), maka akan berdampak pada berbagai bidang dan salah satu bidangnya adalah terkait dengan pengawasan obat dan makanan karena terjadi penipisan entry barrier dalam perdagangan arus barang dari dalam dan luar negeri. Hal ini mengakibatkan meningkatnya jumlah peredaran obat baik jenis maupun volume yang merupakan produksi dalam negeri maupun yang masuk dari luar negeri sehingga akan memberikan konsekuensi tersendiri terhadap pengawasan obat. Hal penting yang harus jadi perhatian adalah penetapan standar obat yang akan mempengaruhi daya saing obat di pasar bebas. Produk yang sub standar akan berdampak pada risiko kesehatan dan melemahkan daya saing produk obat itu sendiri sehingga dalam hal ini perlu penguatan fungsi-fungsi pengawasan obat untuk penapisan obat yang tidak memenuhi syarat. Sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada tahun 2015, yaitu Melanjutkan Reformasi Bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang berkeadilan, maka isu strategis nasional yang dihadapi pada tahun 2015 adalah peningkatan daya saing melalui peningkatan iklim investasi dan usaha. Badan POM melalui Direktorat Standardisasi PT dan PKRT berperan dalam mendukung peningkatan pemenuhan standar dan ketentuan ketentuan yang sesuai dengan best practices nasional dan 2

3 internasional yang dilakukan melalui bimbingan teknis dan dukungan regulatory kepada para pelaku usaha. Badan POM berupaya kuat melindungi kesehatan masyarakat, melalui strategi atau kegiatan inovatif untuk memperkuat sistem pengawasan obat dan makanan. Obat sebagai salah satu komponen penting dalam upaya peningkatan kesehatan, meliputi upaya pemeliharan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Akan tetapi obat juga dapat mengganggu bahkan dapat membahayakan kesehatan bila tidak memenuhi persyaratan/standar mutu atau bila salah penggunaan. Di samping itu, obat juga tidak terlepas dari aspek ekonomi dan teknologi. Obat yang akan dan sedang beredar harus dikawal dengan pengawasan yang cermat dan ketat untuk menghindari risiko peredaran obat yang tidak memenuhi standar, palsu dan ilegal. Untuk itu sebelum obat diedarkan perlu dilakukan penilaian terhadap pemenuhan standar khasiat, keamanan dan mutu serta penandaan, sedangkan setelah obat beredar diperlukan pengawasan antara lain pengujian mutu berdasarkan standar. Tantangan pengawasan obat di masa depan semakin kompleks seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. OProduk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) obat yang beredar mengalami peningkatan baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Keadaan tersebut mendorong pihak pemerintah dan swasta untuk lebih memahami pentingnya standardisasi obat, karena standar obat selain merupakan salah satu perangkat penunjang sistem pengawasan terhadap produk sebelum dan sesudah dipasarkan, juga membantu kelancaran perdagangan di pasar lokal maupun internasional atau pasar dagang bebas. Dengan pertimbangan di atas maka standar mutu obat perlu terus dimutakhirkan dan perlu juga menyusun standar mutu obat yang belum ada. Begitu juga dengan pedoman, perlu dilakukan pemutakhiran dan penyusunan. Kebutuhan masyarakat terhadap obat generik terus meningkat. Hal ini memacu meningkatnya produksi obat generik oleh Industri Farmasi baik dalam dan luar negeri, sehingga dapat mengakibatkan kurangnya pengawasan mutu obat oleh industri farmasi dan dapat menimbulkan risiko peredaran obat generik yang sub standar. Direktorat Standardisasi PT dan PKRT berperan dalam rangka mengantisipasi risiko tersebut serta untuk menjamin obat generik mempunyai khasiat, keamanan, mutu yang sama dengan obat inovator, melalui penilaian terhadap laporan uji bioekivalensi (Uji BE), termasuk penilaian protokol uji BE sesuai dengan ketentuan standar GCP, GLP dan Pedoman Uji BE. Mekanisme prakualifikasi WHO antara lain uji BE yang dilakukan harus sesuai dengan persyaratan internasional pada laboratorium Uji BE yang dikenal/telah diinspeksi oleh WHO dan memenuhi standar GLP dan GCP. Selain itu untuk menghadapi harmonisasi ASEAN Bidang Farmasi yang salah satunya adalah uji BA/BE, laboratorium uji BE di Indonesia perlu ditingkatkan kompetensi dan persyaratannya agar memenuhi persyaratan ASEAN. Hal ini karena laboratorium Uji BE sangat memegang peranan penting dalam membuktikan apakah obat copy/generik memiliki terapetik ekivalen dengan obat inovatornya. Dalam era globalisasi, perdagangan bebas termasuk obat mengakibatkan semakin banyak obat yang masuk ke Indonesia. Hal ini harus diantisipasi dengan pengawasan yang ketat melalui Nasional Single Window (NSW). Setiap produk impor/ekspor harus mempunyai kode (nomor) Harmonisasi Sistem yang disebut HS Code. bekerjasama dengan Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT melakukan identifikasi dan kodefikasi terhadap produk binaan Badan POM (bahan baku obat dan sediaan obat) untuk mempermudah identifikasi dan menghambat masuknya bahan baku obat dan sediaan obat yang tidak sesuai ketentuandiinginkan. Belum tersedianya bahan baku kemasan infus yang diproduksi di dalam negeri, menyebabkan bahan kemasan infus harus diimpor walaupun dengan harga mahal, akibatnya harga 3

4 infus menjadi mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat. Mengingat komponen biaya produksi infus yang paling tinggi adalah bahan baku kemasannya, maka Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, sejak tahun 2008 melalui Badan POM (Direktorat Standardisasi PT dan PKRT) sebagai sektor pembina industri farmasi, memberikan fasilitas subsidi berupa Bea Masuk Di Tanggung Pemerintah (BMDTP) kepada produsen infus. Hal ini untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat essensial khususnya infus. melakukan pengawasan terhadap penggunaan bahan baku kemasan infus yang mendapat fasilitas BMDTP agar sesuai dengan peruntukannya yaitu hanya digunakan sebagai bahan pembuat kemasan infus esensial/generik untuk penggunaan lokal saja dan tidak dapat dipakai untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan. Hal ini akan sangant berpengaruh pada program pelayanan kesehatan pemerintah, yang berdampak terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Dalam rangka menghilangkan barier teknis perdagangan negara-negara ASEAN dan mencapai sasaran ASEAN Free Trade Area (AFTA) telah dibentuk ASEAN Consultative Committee for Standard and Quality Pharmaceutical Product Working Group (ACCSQ-PPWG) yang berperan dalam mengupayakan harmonisasi standar dan persyaratan di bidang farmasi di negara-negara ASEAN. Salah satu standar yang diharmonisasi yaitu Uji BA/BE, oleh karena banyaknya industri farmasi di Indonesia dan memproduksi obat generik, maka perlu peran aktif Indonesia dalam hal ini Direktorat Standardisasi PT dan PKRT sebagai leading sector di bidang harmonisasi uji BA/BE obat. Selain itu perlu juga dijalin dan ditingkatkan kerjasama lintas sektor dengan instansi terkait. A. BPOM adalah sebuah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang bertugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan makanan di wilayah Indonesia. Tugas, fungsi dan kewenangan BPOM diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun Sesuai amanat ini, BPOM menyelenggarakan fungsi: (1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (2) pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (3) koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM; (4) pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (5) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Dilihat dari fungsi BPOM secara garis besar, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar lembaga BPOM, yakni: (1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum beredar (pre-market) melalui: a) Perkuatan regulasi, standar, dan pedoman pengawasan obat, Obat dan Makanan serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku; b) Peningkatan registrasi/penilaian Obat dan Makanan Obat dan Makanan yang diselesaikan tepat waktu; c) Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) terkini; dan d) Penguatan kapasitas laboratorium BPOM. (2) Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market) melalui: a) Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana 4

5 produksi dan distribusi Obat dan Makanan di seluruh Indonesia oleh 33 BB/BPOM, termasuk Pasar Aman dari Bahan Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan di Pusat dan Balai. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di Pusat dan Balai melalui: a) Public Warning; b) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c) Peningkatan Pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu, dan advokasi kepada masyarakat. Tugas dan fungsi tersebut melekat pada BPOM sebagai lembaga pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen. Di sisi lain, tupoksi BPOM ini juga sangat penting dan strategis dalam kerangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, khususnya pada butir 5:. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan; pada butir 2: Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya; pada butir 3: Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan; pada butir 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta pada butir 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan setor-sektor strategis ekonomi domestik. Oleh karena itu, BPOM sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan sangat penting untuk diperkuat, baik dari sisi kelembagaan maupun kualitas sumber daya manusia, serta sarana pendukung lainnya seperti laboratorium, sistem teknologi dan informasinya, dan lain sebagainya, untuk mendukung tugas-tugasnya tersebut. BPOM idealnya dapat menjalankan tugasnya secara lebih proaktif, tidak reaktif, yang hanya bergerak ketika sudah ada kasus-kasus yang dilaporkan. Namun, dengan luas wilayah darat Indonesia yang mencapai km² merupakan salah satu faktor utama yang sangat sulit bagi BPOM melakukan fungsi pengawasan secara komprehensif. Negara Indonesia ini berbentuk kepulauan yang tentu saja terdapat banyak pintu masuk bagi berbagai Obat dan Makanan ke Indonesia. Namun hal ini tidak menjadi hambatan, bahkan justru menjadi tantangan tersendiri bagi BPOM untuk melakukan revitalisasi tehadap kinerjanya dalam hal mengawasi Obat dan Makanan, baik produksi dalam negeri maupun impor yang beredar di masyarakat. Di sisi lain, tuntutan modernisasi suatu bangsa juga berpengaruh pada pola hidup masyarakatnya. Dengan perkembangan modernisasi tersebut, menjaga pola hidup sehat juga menjadi semakin sulit untuk dipenuhi oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, terutama pemenuhan standar kesehatan, dimana peredaran makanan yang tidak begitu baik bagi kesehatan juga hampir-hampir tidak bisa dihindari. B. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Keputusan Presiden tersebut telah dikuatkan dengan adanya Peraturan Presiden No. 3 tahun 2014 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden No 103 tahun 2011 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), yang menetapkan tugas pokok, fungsi, dan wewenang Badan POM. Badan POM merupakan salah satu dari LPNK tersebut. 5

6 Pembentukan Badan POM ini ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor: 02001/SK/KBPOM, tanggal 26 Pebruari tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan setelah mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 34/M.PAN/2/2001 tanggal 1 Pebruari Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tersebut telah dilakukan penyesuaian organisasi dan tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, utamanya pada Kedeputian I Bidang Pengawasan PT dan NAPZA melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor: 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sesuai Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tahun 2004 Direktorat Standardisasi Produk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Deputi Bidang Pengawasan PT dan NAPZA (Deputi I) Badan POM, dengan struktur organisasi : Stuktur Organisasi dan Tata Kerja BPOM disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK Tahun Khusus Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar/Balai POM disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun Sesuai dengan struktur organisasi yang ada pada gambar 1.1, secara garis besar unit-unit kerja BPOM dapat dikelompokkan sebagai berikut: Sekretariat Utama, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II dan III), unit penunjang teknis (Pusat-pusat), dan Inspektorat, serta Unit Pelaksana Teknis di daerah. Gambar 1.1 STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT STANDARDISASI PT DAN PKRT DIREKTORAT STANDARDISASI PT DAN PKRT 6 SUBDIT STANDARDISASI DAN PENILAIAN BA- SUBDIT STANDARDISASI DAN SUBDIT BIMBINGAN

7 Gambar 1.1. Struktur Organisasi BPOM RI 7

8 8

9 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan SekretariatUtama Inspektorat 1. Biro Perencanaan dan Keuangan Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza 1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 1. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen 4. Direktorat Obat Asli Indonesia Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya 1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan 4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Balai Besar/Balai POM Untuk mendukung tugas-tugas BPOM sesuai dengan peran dan fungsinya diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Direktorat Standardisasi PT dan PKRTBPOM untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan sampai tahun 201nya tahun adalah sejumlah orang orang dengan, yang tersebar di Unit Pusat dan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Adapun jumlah pegawai BPOM yang tersebar baik di tingkat pusat maupun daerah berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan pada tabel 1.12 di bawah ini :: Tabel Profil Ppegawai BPOM Bberdasarkan ttingkat Ppendidikan Ttahun

10 S2 S1 Profesi NONS1 sarjana Non sarjana Jumlah Renstra No Unit KerjaSubdit BPOM di PusatSubdit Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT Subdit Standardisasi dan Penilaian BABE ObatBalai Besar POM di Banda Aceh Subdit Bimbingan Industri FarmasiBalai Besar POM di Medan Balai Besar POM di Pekanbaru Balai POM di Jambi Balai Besar POM di Padang Balai POM di Bengkulu Balai Besar POM di Palembang BalaiBesar POM di Bandar Lampung Balai Besar POM di Jakarta Balai Besar POM di Bandung Balai Besar POM di Semarang Balai Besar POM di Surabaya Balai Besar POM di Yogyakarta Balai Besar POM di Mataram Balai POM di Kupang Balai Besar POM di Denpasar Balai POM di Ambon Balai Besar POM di Samarinda Balai Besar POM di Pontianak Balai Besar POM di Banjarmasin Balai POM di Palangkaraya Balai Besar POM di Makassar Balai Besar POM di Manado Balai POM di Kendari Balai POM di Palu BalaiBesar POM di Jayapura Balai POM di Serang Balai POM di Batam Balai POM di Pangkal Pinang Balai POM di Gorontalo Balai POM Manokwari TOTAL

11 Dari Tabel 1.12 tergambar bahwa di atas dapat diketahui bahwa 34,02% pegawai BPOM adalah non sarjana. Tiga Balai Besar/Balai POM dengan persentase SDM non sarjana terbesar berturut-turut adalah BPOM di Ambon (51,85%), BBPOM di Pekanbaru (51,09%) dan BBPOM di Bandar Lampung (50,51%). Di bawah ini gambar 1.23: grafik komposisi persentase SDM BPOM menurut pendidikan. Gambar 1.2 Profil pegawai BPOM berdasarkan tingkat pendidikan tahun ,00% 40,00% 36,48% 34,02% 30,00% 20,64% 20,00% 10,00% 0,09% 8,78% 0,00% S3 S2 Apoteker / Profesi S1 NON Dari komposisi SDM BPOM sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan tabel 1.1 2dan gambar 1.32 di atas, dirasakan bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM Direktorat Standardisasi PT dan PKRTBPOM, agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan. Pada tahun 2014, belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 31 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan. Berikut ini adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa beban kerja Standar kebutuhan SDM (berdasarkan ABK 2015) SDM yg tersedia SDM Pensiun, pindah dll Kekurangan SDM *) Tahun 2015 s.d asumsi tidak ada penambahan pegawai Gambar 1.2 Kebutuhan SDM Tahun Berdasarkan Analisa Beban Kerja 11

12 C. Hasil Capaian Kinerja BPOM pperiode SsSesuai dengan peran dan kewenangannyatugas dan fungsinya, dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk terapetik, telah memberikan konstribusi melalui pencapaian indikator utama yang tertuang pada Renstra pada tabel dibawah inibpom mempunyai tugas mengawasi peredaran Obat dan Makanan di wilayah Indonesia. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, maka terdapat beberapa tujuan yang akan dicapai dalam Renstra BPOM , yaitu: 1) Mewujudkan standar, peraturan dan regulasi; 2) Rekomendasi dalam rangka perizinan dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik; 3) Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar; 4) Post-marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum; 5) Pre-reviu dan pasca-audit iklan dan promosi produk; 6) Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat dan Makanan; 7) Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik. Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan BPOM tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada tabel 1.2 di bawah ini.. Tabel Capaian Kinerja BPOM pperiode No. Indikator Target Realisasi Persentase kecukupan standar obat yang dimiliki dengan yang dibutuhkan 20% 40% 60% 80% 94% 28% (dari target 20% x 22 std) 90,91% (dari target 40% x 22 std) 84.38% (dari target 60% x 32 std) % (dari target 80% x 44std) % (dari target 94% x 44 std) 2 Jumlah Pedoman Inspeksi Uji BE sesuai Standar Internasional % 90% Sebagaimana target yang tertuang pada Renstra , Direktorat Standardisasi PT dan PKRT telah melakukan 2 kali kaji ulang terhadap jumlah kebutuhan standar per tahun dan telah dilakukan revisi denominator dari semula 22 standar menjadi 32 standar (tahun 2012) dan direvisi kembali menjadi 44 standar (tahun 2014). Hal ini menunjukan perubahan yang dinamis dari organisasi dimana kebutuhan standar menunjukkan trend meningkat setiap tahun. Sejak tahun 2010, standar yang berhasil disusun rata-rata 7-8 standar pertahun, sehingga di akhir RPJMN mampu menyelesaikan 431 standar (94% dari 44 standar). Keberhasilan ini merupakan upaya kerjasama tim yang konsisten dalam melakukan penyusunan standar baru, pemutakhiran (revisi) standar yang ada dan melakukan kajian-kajian peraturan yang dibutuhkan stakeholder yang terus meningkat. Berikut ini adalah Milestone yang telah dihasilkan selama rentang waktu 5 tahun periode renstra : 1. Farmakope Indonesia Ed. V tahun Website Forkomta PPUB online

13 4. Pedoman Uji Disolusi Pedoman ATM (anti retroviral, tuberkulosis, malaria) Dana Hibah Global Fund 6. Penyusunan dan Penyiapan Database bahan baku obat Revisi Informasi Obat Batuk dan Flu 8. Peningkatan kapasitas SDM BPOM dan pemangku kepentingan dari industri farmasi melalui 2nd Indonesia-Japan Symposium on Ensuring and Enhancing Quality Assurance of Medical Products 9. Asistensi Lab Uji BE (dalam rangka PQ WHO) lihat data 2011 C. I.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN Sebagaimana tabel 1.2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun tersebut di atas, kinerja BPOM telah menunjukkan perbaikan yang semakin signifikan. Hal ini bisa dilihat dari seluruh kinerja BPOM sesuai dengan tugas utamanya melakukan pengawasan Obat dan Makanan. Adapun penjelasan pencapaian masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut: Untuk indikator kinerja Obat yang beredar telah memenuhi syarat tercapai sebesar 99,43%, sedangkan Obat Tradisional beredar telah tercapai memenuhi syarat 80,20%, untuk kinerja Kosmetik beredar telah memenuhi syarat sebesar 98,84%, dan kinerja Suplemen Makanan tercapai sebesar 99,23%, dan Makanan beredar yang memenuhi syarat sebesar 83,94%. Berdasarkan hasil tersebut, pengawasan Obat dan Makanan tetap menjadi mainstreaming di Renstra Di bawah ini pada gambar 2.2 dapat dilihat secara grafik pencapaian kinerja BPOM dari tahun Gambar 1.3 Rasio pencapaian kinerja BPOM periode Berdasarkan capaian kinerja utama BPOM sesuai dengan tablel 1.2 dan gambar 1.3 di atas, terlihat bahwa kinerja BPOM telah menunjukkan hasil yang baik sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Namun hal ini tidak menjadikan peran BPOM selesai. Bahkan dengan adanya perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis diharapkan peran BPOM pada masa yang akan datang dapat lebih ditingkatkan. BPOM diharapkan terus menjaga kinerja yang telah dicapai saat ini sesuai harapan masyarakat, yaitu agar pengawasan Obat dan Makanan terus lebih dimaksimalkan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Isu-Iisu Strategis Ssesuai dengan Tupoksi dan Kewenangan BPOM Selama periode , pelaksanaan peran dan fungsi Direktorat Standardisasi PT dan PKRT BPOM tersebut di atas telah diupayakan secara optimal sesuai dengan target hasil pencapaian kinerjanya. Namun demikian, masih terdapat 13

14 beberapa kendala dan permasalahan terkait penyusunan dan pemutakhiran standar upaya tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat, antara lain: (1) beberapa rancangan standar/ peraturan/pedoman yang disusun oleh perlu penetapan untuk pemberlakuannya oleh kementerian/lembaga lainya seperti KEMENKES, BSN, (2) Tupoksi tidak sepenuhnya menyusun standar/peraturan/pedoman standar seperti Direktorat Standardisasi di Kedeputian lain. Tupoksi yang tidak termasuk cakupan Direktorat Standardisasi PT dan PKRT adalah penilaian BA/BE Obat dan Bimbingan Teknis Industri Farmasi. dan sebagainya, belum sepenuhnya tercapai penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar (pre-market), (2)...belum optimalnya pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market) dan (3) belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas terdapat beberapa penyebab yang dianggap sangat krusial dan strategis bagi peran BPOM dalam melakukan pembenahan di masa mendatang, sehingga diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan lebih optimal. Di bawah ini pada gambar 1.4 terdapat diagram yang menunjukkan analisa permasalahan pokok dan isu-isu strategis sesuai dengan tupoksi dan kewenangan BPOM sebagai berikut: Gambar 1.4: Diagram permasalahan dan isu strategis, kondisi saat ini dan dampaknya BELUM OPTIMALNYA PERAN BPOM DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN erdasa rkan kondis B Belum optimalnya sistem pengawasan Obat dan Makanan Belum optimalnyapembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan melalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik PERAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Penguatan kebijakan teknis pengawasan (RegulatorySystem) Masih terbatasnya kapasitas kelembagaan Pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan i obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas BPOM Direktorat Standardisasi PT dan PKRT sebagai unit kerja yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan standar di bidang PT dan PKRT lembaga pengawasan Obat dan Makanan masih perlu terus dilakukan penguatan, baik secara teknis kelembagaan maupun dari sisi manajemen sumber daya manusianya dan kelembagaan. Dengan penguatan tersebut diharapkan p, agar pencapaian kinerja di masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses pengawasan oobat dan Makanan sesuai standar ketentuan untuk yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, khasiat dan mutu mutu serta khasiat/manfaat oobat dan Makanan tersebut. P, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagikhususnya bagi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dan tercapainya visi dan misi Badan POM.pembangunan kesehatan masyarakat. 1. Untuk itu, ada 23 (duatiga) isu strategis dari permasalahan pokok yang dihadapi BPOM sesuai dengan peran dan 14

15 kewenangannya agar lebih optimal, yang perlu terus diperkuat dalam peningkatan kinerja di masa yang akan datang sebagai berikut: 1. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam pengesahan rancangan standar/peraturan/pedoman Penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan, Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta mendorong peningkatan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, 2. Penguatan kapasitas melalui restrukturisasi kelembagaan BPOM, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya. Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut secara efektif, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT BPOM perlu terus melakukan perbaikan dan penataan orgaagnisasi gembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi, khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut BPOM dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zzaman. Dengan etos tersebut, diharapkan mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional. I.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Percepatan arus informasi dan modal juga berdampak pada meningkatnya pemanfaatan berbagai sumber daya alam yang memunculkan isu perubahan iklim (climate change), ketegangan lintas-batas antarnegara, serta percepatan penyebaran wabah penyakit, mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi oleh BPOM. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi BPOM dalam mengawasi peredaran produk Obat dan Makanan. Konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan serta kemampuan mengoptimalkan partisipasi masyarakat, akan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh BPOM terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan bebas, komitmen internasional, post MDGs 2015, perubahan iklim dan demografi. Isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi peran Direktorat 15

16 Standardisasi PT dan PKRT BPOM baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut: Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan peran serta masyarakat melalui Posyandu. Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model serta klinik-klinik kesehatan dan pengobatan alternatif juga makin menambah beban dan daya jangkau BPOM untuk makin melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam melakukan pengawasan yang lebih komprehensif. Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung untukkepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh BPOM dalam penyediaan standar mutu obat sesuai standar internasional sehingga dapat berdaya saing di tingkat nasional dan internasional..obat-obatan yang aman dan bermutu. Penjaminan mutu obat tidak terlepas dari kualitas obat tersebut. Beberapa permasalahan lainnya yang juga memerlukan perhatian dalam penjaminan mutu obat adalah semakin meluasnya penggunaan jamu dan obat-obat tradisional, serta pengobatan secara tradisional di masyarakat yang memerlukan peningkatan penelitian ilmiah lebih lanjut. Di samping itu juga munculnya bibit penyakit baru atau bibit penyakit yang dulu pernah ada dan sudah langka kasusnya sekarang, namun kini berjangkit kembali. Penyakit ini, baik menular maupun yang tidak menular sebagai akibat dari adanya perubahan iklim secara global, fluktuasi ekonomi, model perdagangan bebas dan kemajuan teknologi maupun transisi dari demografi, juga turut mengubah pola dan gaya hidup dari masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi oobat. dan Makanan. Untuk itu, permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Direktorat Standardisasi PT dan PKRT BPOM untuk dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumsi obat yang beredar di pasaran. Dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakat, turut serta mendukung program global memberantas penyakit menular BPOM selama ini myaitu melakukan penyusunan/pemutakhiran standar sehingga kontrol dalam bentuk penilaian sebelum dapat menjadi acuan pada pengawasan pre dan post market produk obat yanag beredar di pasar yang dan pengawasan secara ketat terhadap produk yang sudah beredar luas di masyarakat. Selain itu, BPOM juga dapat memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat mengenai produk obat yang aman, bermutuberkhasiat, dan bermutukhasiat. 16

17 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini merupakan program negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan sistem. Sistem ini diharapkan dapat menanggulangi risiko ekonomi karena sakit, PHK, pensiun usia lanjut dan risiko lainnya dan merupakan cara (means), sekaligus tujuan (ends) dalam mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu, dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan, faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya. Terkait Goal 3.Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasuk di dalamnya akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. berperan dalam mengawal mutu obat JKN. Tantangan bagi BPOM ke depan adalah intensifikasi pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri menjamin mutu produknya. Implementasi SJSN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena perusahaan/industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan diregistrasi, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsungnya diasumsikan adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Selain itu diperkirakan permintaan sertifikasi dan resertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) juga akan mengalami peningkatan secara signifikan. Dampak tersebut akan menuntut peran BPOM semakin besar, salah satunya adalah intensifikasi pengawasan obat pasca beredar. Dengan penerapan SJSN, maka akan banyak industri farmasi yang harus melakukan resertifikasi CPOB yang berlaku 5 (lima) tahun. Sampai dengan tahun 2014, industri farmasi yang melakukan sertifikasi CPOB baru sekitar 207 sarana. Selain itu, dengan meningkatnya variasi obat sebagai implikasi penerapan SJSN, BPOM juga dituntut harus lebih intensif dalam melaksanakan farmakovigilan, utamanya Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan masif akhir-akhir ini dan berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi 17

18 dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif. Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, bidang khususnya ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand), Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN- Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan negara-negara tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri. Dalam kaitan dengan globalisasi dan perjanjian-perjanjian internasional khususnya di sektor ekonomi tersebut, harusnya yang menjadi dasar pijakan dan harus ditekankan dari awal adalah soal kedaulatan bangsa, negara dan rakyat kita dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan trans-nasional dan negaranegara lain tersebut. HalDan ini sangat sejalan dengan 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan (Nawa Cita), khususnya pada butir 1: Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara (dengan memperkuat peran dalam kerjasama global dan regional), juga pada butir 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta pada butir 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang diantaranya lain adalah obat, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan, termasuk jamu dari negara lain, merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dariobat dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi oobat dan Makanan tersebut. Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Sebagai contoh, saat ini akses masyarakat untuk mendapatkan obat legal dari apotek masih terbatas sehingga menyebabkan harga obat menjadi lebih mahal. Secara nasional, jumlah apotek yang ada masih kurang, belum semua kecamatan terjangkau dengan layanan apotek. Perdagangan bebas membuat kepekaan berbisnis menjadi sangat tinggi. Kebutuhan obat yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih ditemukan obat-obat yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan 18

19 sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO (World Health Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai 10%, dan mencapai 20-40% untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Tentunya hal ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi BPOM sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab terkait dalam penyediaan standar obat. dengan pengawasan atas produk Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat. Menurut data BPOM tahun 2014, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai 207 perusahaan, sebanyak 39 di antaranya merupakan perusahaan multinasional. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13% setiap tahun dan lebih dari 70% total pasar obat di Indonesia merupakan perusahaan nasional. Namun, ketergantungan impor bahan baku obat masih sangat tinggi, bahkan 95-96% diimpor dari China, India dan Eropa. Produksi domestik untuk bahan baku obat juga masih sangat kecil. Meskipun Indonesia mampu memproduksinya, sampai saat ini kebanyakan masih belum dapat bersaing dengan produk impor. Jumlah industri farmasi nasional cukup besar dengan kapasitas produksi sebesar 3% dari kapasitas total dunia. Namun, disisi lain, pasar farmasi Indonesia relatif kecil yaitu sekitar 0,2% dari total pasar dunia (Kardono, 2004). Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat yang berakibat menurunnya daya beli masyarakat, hal ini akan membuat masyarakat lebih sulit untuk mendapatkan obat, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki pasar pengobatan tradisional yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 900 industri skala kecil dan 130 industri skala menengah obat tradisional, namun baru 69 yang memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Padahal Indonesia memiliki sekitar tumbuhan yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan obat. Setidaknya terdapat sekitar 300 jenis tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan dasar industri obat. Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya Free Trade Area (FTA), maka pemerintah harus mengembangkan kesiapan industri farmasi untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri Perubahan Iklim Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro, industri makanan dan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia. MMenurut Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, yang melaksanakan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya demam berdarah daengue dan m Malaria. Jadi di Indonesia ada, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vector yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal. Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari BPOM BPOM dalam mengawasi peredaran varian 19

20 produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. Selain dari obat, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan jenis obat herbal tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar. Kondisi ini menuntut kerja keras dari BPOM melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut saehingga. Jadi peran dan fungsi dari akan semakin berat dan sangat dibutuhkan dalam upaya pemutakhiran - standar obat mengikuti perkembangan teknologi dan standar internasional yang berkembang sangat pesat. Semakin besarnya kontribusi industri pengolahan, dengan sub-sektor makanan, minuman dan tembakau serta sub-sektor pupuk, kimia dan barang dari karet terhadap output nasional, maka akan semakin besar juga tugas dari BPOM untuk mengawasi dan menjamin keamanan proses produksi produk makanan dari hulu hingga hilir. Selain produk makanan yang termasuk didalamnya, terdapat industri obat-obatan, yakni obat kimia, maupun suplemen yang berbahan baku dari herbal. Ekonom Faisal Basri dalam Kompasiana, Nopember 2010, menyatakan bahwa industri makanan dan minuman berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil ekspor-impor produk makanan dan minuman serta peringkat pertumbuhan industri. Namun hasil peningkatan ini masih perlu didukung dengan peran teknologi (inovasi produk, kemasan dan lainnya), infrastruktur (logistik kebutuhan industri), institusi (peraturan yang terkait industri makanan dan minuman), health and primary education (sumber daya manusia Indonesia). Jadi peran dan fungsi dari BPOM akan semakin berat dan sangat dibutuhkan dalam upaya mencegah obat dan makanan mengandung bahan berbahaya bagi tubuh. Selain dari sisi pangan, perubahan iklim juga dapat mengakibatkan munculnya bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut diantaranya virus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain. Menurut Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, yang melaksanakan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya Demam Berdarah Dengue dan Malaria. Jadi di Indonesia, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vector yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal. Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari BPOM dalam mengawasi peredaran varian produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. Selain dari obat, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan jenis obat herbal tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar. Kondisi ini menuntut kerja keras dari BPOM melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat Kemajuan dari ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makro-ekonomi, yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3000 tahun 2010 dan diproyeksikan pada tahun 2025 mencapai USD (Bappenas; 2012) dan telah menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap oobat dan Makanan yang memiliki standar dan kualitas. 20

21 Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan masyarakat Indonesia pada Gambar 4.12, sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada tahun 2012 mencapai 91,40%, sedangkan obat tradisional hanya sebanyak 24,33%. Beberapa penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum lanjut usia justru banyak menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama. Gambar Persentase ppenduduk yang mmengkonsumsi oobat mmodern dan ttradisional 90,00% 91,63% 90,76% 90,96% 91,40% 60,00% 30,00% 22,24% 27,57% 23,63% 24,33% Obat Modern Obat Tradisional 0,00% Sumber: Susenas BPS Untuk itu, dengan banyaknya konsumsi obat modern yang dilakukan masyarakat, maka perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan yang serius dari BPOM Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% pertahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa. Dari gambar 5.13 di bawah ini,dapat dilihat bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok umur remaja tahun, namun menunjukan trendtren penurunan. Sementara usia produktif antara tahun justru menunjukkan trendtren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan trendtren yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat. Gambar Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur Tahun

22 jumlah penduduk (dalam 000) Renstra Kelompok Umur Sumber: BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni 9,079 juta tahun 2010 dan akan naik pada tahun 2020 menjadi 29,047 juta (BPS Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010). Maka perubahan pola beban penyakit untuk kaum lansia dengan beban yang lebih kronik dan membutuhkan layanan kesehatan pada jangka panjang yang lebih berkualitas. Secara umum, bahwa transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan dapat mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan masyarakat Indonesia, dan sekaligus akan menambah beban kerja dari BPOM sebagai pengawas di bidang Obat dan Makanan. Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akan cukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi yangjuga akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang dan juga penampilan, sehingga vitamin dan suplemen kesehatan menjadi komponen obat yang cukup besar konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi Badan POM untuk melakukan penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat dan suplemen makanan yang semakin bervariasi dan meningkat jumlahnya. Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap produk Obat dan Makanan juga akan semakin meningkat. Jika permintaan terhadap produk Obat dan Makanan semakin meningkat maka penawaran dari produk Obat dan Makanan juga akan meningkat. Adanya potensi pasar membuat para produsen baik lokal maupun internasional memproduksi Obat dan Makanan. Bertambahnya jumlah produsen ini tentunya menuntut semakin besarnya peran BPOM dalam proses penilaian dan pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP (Good Manufacturing Practice) oleh produsen dalam memproduksi Obat dan Makanan menjadi tantangan BPOM dalam melakukan pengawasan. Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi (yaitu dengan adanya bonus demografi). Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase Bonus Demografi di Indonesia untuk menciptakan aktivitas ekonomi yang sangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN. Berdasarkan peta demografi, penduduk Indonesia dalam usia produktif telah mencapai 80%. Penduduk ini telah memiliki daya beli lebih tinggi ditambah dengan kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada tahun Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class atau consuming class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya 45 juta orang, maka proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun

23 akansudah mencapai 135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi pola konsumsi Obat dan Makananobat serta gaya hidup masyarakat Indonesia. Syarat agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui: a) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk jaminan mutu Obat; b) Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan; c) Pengendalian jumlah penduduk; d) Kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan perdagangan dan tabungan nasional. Di samping menyiapkan pemanfaatan Bonus Demografi, juga sudah harus mulai dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa Bonus Demografi, dimana jumlah lansia meningkat Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan kebijakan kesehatan khususnya dalam pengawasan obat dan makanan. Desentralisasi di bidang kesehatan belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan sehingga belum secara optimal memberikan perlindungan bagi masyarakat. Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah. Desentralisasi di bidang kesehatan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundang-undangan merupakan tantangan yang sangat penting. Hal ini berdampak pada pengawasan obat dan makanan yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless) sehingga perlu adanya one line command (satu komando), apabila terdapat suatu produk oobat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat maka dapat segera ditindaklanjuti. Desentralisasi dapat menimbulkan beberapa permasalahan di bidang pengawasan oobat dan Makanan di antaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari pemangku kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan oobat dan Makanan belum optimal. Untuk itu, agar tugas pokok dan fungsi BPOM berjalan dengan baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (sound governance). Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Dengan berlakunya Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan bagi BPOM untuk menyiapkan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait oobat dan Makanan yang dilimpahkan ke daerah Perkembangan Teknologi Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun penyediaan bahan baku obat yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari kebutuhan. Padahal Indonesia memiliki jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, BPOM dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku obat dalam negeri. 23

24 Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi. Perkembangan industri transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi oobat dan Makanan secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak pengawasan atas peredaran oobat dan Makanan semakin tinggi, dikarenakan distribusi oobat dan Makanan ke tempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin cepat, sehingga antipasi pengawasan obat dan makanan juga harus sama cepatnya. Selain Disamping itu, teknologi pangan juga semakin berkembang. Dan dengan aadanya perubahan iklim juga ikut mendorong berbagai inovasi dari perkembangan teknologi IPTEKtersebut, yang menjadikanmenciptakan varian bahan makanan yang sama dapat diproduksi secara berbeda, misalnya melalui rekayasa genetika dan varian makanan yang terkadang tingkat keamanannya belum teruji. Hal ini harus menjadi perhatian dan antisipasi BPOM dalam menghadapi hal tersebut. PerkembanganUntuk itu, dengan meningkatnya perkembangan teknologi informasi juga dapat menjadi potensi bagi Badan POM untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di Indonesia. Namun didi sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi Badan POM terkait trenakan banyaknya pemasaran dan transaksi produk Makanan dan oobat secara online, yang tentu saja juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi Jejaring kerja Direktorat standardisasi PT dan PKRT menyadari dalam pengawasan obat tidak dapat menjadi single player. Untuk itu Direktorat standardisasi PT dan PKRT mengembangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah, maupun internasional. Jaringan yang luas ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas Direktorat standardisasi PT dan PKRT maupun pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki kedeputian I di tingkat regional maupun internasional BPOM memiliki jejaring kerja dengan World Health Organization (WHO), Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang obat (RHSC), Pharmaceutical Inspection Convention and Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Direktorat standardisasi PT dan PKRT sebagai salah satu satuan kerja di lingkungan BPOM, melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB Upaya atau proses RB yang dilakukan Direktorat standardisasi PT dan PKRT berkontribusi dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB di BPOM. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana Gambar 1.10 di bawah ini: 24

25 POLA PIKIR DAN BUDAYA KERJA PELAYANAN PUBLIK MENINGKATNYA KAPASITAS DAN AKUNTABILITAS KINERJA BIROKRASI Renstra PENGUNGKIT HASIL PENGAWASAN INTERNAL ORGANISASI TERWUJUDNYA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME SDM TATA LAKSANA AKUNTABILITAS KINERJA PENATAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENINGKAT- NYA KUALITAS PELAYANAN PUBLIK INOVASI & PEMBELAJARAN Gambar 1.4 Pola Pikir Pelaksanaan RB Analisa terhadap Lingkungan Strategis (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats/SWOT) Sebagaimana dinamika perubahan lingkungan strategis yang telah dijelaskan di atas baik secara internal maupun eksternal, maka BPOM harus melakukan upaya-upaya agar pengaruh lingkungan khususnya eskternal dapat menjadi suatu peluang dan meminimalkan ancaman yang dapat mempengaruhi peran BPOM sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan terhadap oobat dan Makanan. Atas dasar pengaruh lingkungan strategis tersebut, dimaka selanjutnya akan menjadi dasar dalam melakukan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan melalui analisa SWOT, sehingga dari analisa tersebut dapat ditetapkan arah strategis dan kebijakan BPOM kedepan, agar dapat terwujud sesuai tujuan dan sasaran organisasi BPOM dalam Renstra Periode Adapun hasil analisa SWOT tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: KEKUATAN (STRENGTHS) dengan kompetensi dan penilaian BA/BE obat..bpom saat ini memiliki kualitas SDM yang sangat memadai, khususnya tenaga-tenaga yang terampil dalam melakukan pengujian/penilaian dan pengawasan produk Obat dan Makanan yang ada. DisampingDi samping itu, BPOM juga telah memiliki hasil penilaian atas Integritas Pelayanan Publik yang diakui secara Nasional. Pelayanan ini sangat mutlak harus memiliki integritas karena dampak pelayanan yang diberikan oleh BPOM terhadap penilaian/pengujian Obat dan Makanan akan langsung dirasakan oleh masyarakat. Sebagai lembaga setingkat Kementerian, BPOM sendiri juga memiliki jaringan (networking) yang kuat dengan lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah, bahkan internasional. Jaringan yang kuat dan luas ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas pokok BPOM. Di sisi lain, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan atas Obat dan Makanan, sehingga seluruh kegiatan pengawasan tersebut telah memiliki standar baku, baik untuk Obat dan Makanan, juga faktor-faktor mutu lainnya, seperti standar produksi dari industri farmasi, standar distribusi dan standar produk pangan lainnya. Dalam mendorong pencapaian tujuan organisasi BPOM, komitmen pimpinan menjadi mutlak sebagai landasan untuk mewujudkan visi dan misi serta tujuan 25

26 dari peran BPOM dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan kesehatan masyarakat. KELEMAHAN (WEAKNESSES) 1. JSelain itu, jumlah SDM yang tersedia di Direktorat Standardisasi PT dan PKRT masih belum sesuai dengan analisis beban kerja sebagai tuntutan dari pencapaian target kinerja BPOM dan kerjasama lintas sektor. Oleh karena itu, penambahan jumlah SDM dan peningkatan kompetensi menjadi hal penting untuk pelaksanaan tugas dan fungsi direktorat. di bidang obat.dan. Selain itu, jumlah SDM yang tersedia di masih belum sesuai dengan analisis beban kerja. Oleh karena itu, penambahan jumlah SDM dan peningkatan kompetensi menjadi hal penting untuk pelaksanaan tugas dan fungsi direktorat.saat ini SDM BPOM sudah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi sebagai BPOM yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan, diperlukan sarana dan prasarana yang sangat memadai. Hal ini juga untuk mengimbangi peredaran Obat dan Makanan yang semakin canggih. Untuk itu, penyiapan sarana dan prasarana yang memadai tersebut menjadi mutlak dilakukan dalam mendukung tugas pokok dan fungsi BPOM. DisampingDi samping itu, untuk mendukung pelaku usaha dalam melakukan pendaftaran (registrasi) dan penyebarluasan informasi mengenai Obat dan Makanan perlu didukung dengan teknologi informasi yang memadai. Peran dan kewenangan BPOM juga harus didukung oleh struktur organisasi dan tata kerja yang tepat. Saat ini pembagian kewenangan atau beban kerja masih belum menunjukkan ukuran yang sesuai. Diharapkan penataan kelembagaan ke depannya bisa sesuai dan mengikuti prinsip structur follow function follow strategy, sehingga struktur organisasi dan tata kerja (fungsi) dapat mewujudkan tujuan organisasi. PELUANG (OPPORTUNITIES) Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN dan JKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta berperan aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan. Untuk itu, SKN dan JKN merupakan tantangan atau peluang bagi BPOM dalam mendorong upaya kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi dalam menghadapi pola perilaku dan lingkungan sehat khususnya obat dan makanan. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat dan makanan, BPOM dapat mendorong pelaku usaha baik industri kecil maupun besar untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri sehingga menjadi tantangan dan peluang yang harus dihadapi BPOM. Semakin bertambahnya penduduk dan berkembangnya varian penyakit maka kebutuhan oobat dan Makanan akan semakin meningkat. Hal ini mendorong pertambahan dan pertumbuhan industri oobat dan Makanan secara pesat, sehingga. Hal ini merupakan menjadi peluang dan ttantangan danbpom dalam mengawasi Obat dan Makanan yang semakin banyak variannya. 26

27 Kerjasama dengan Instansi terkait merupakan hal yang sangat mutlak agar upaya pembangunan kesehatan dapat tercapai. Peluang kerjasama dengan instansi terkait dapat mendorong efektivitas dan efesiensi pengawasan Obat dan makanan khususnya dengan instansi aparatur penegak hukum maupun instansi terkait lainnya. Otonomi dan Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan maka k. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting. 4. TANTANGAN (THREATS) Pengaruh perubahan iklim dunia, khususnya untuk produk bahan pangan di Indonesia semakin dirasakan ancamannya. Adanya gagal panen di sejumlah daerah di Indonesia dapat mengancam ketersediaan pangan. Dengan demikian, perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif sehingga permintaan akan produk pangan semakin meningkat. Hal ini akan sulit mengimbangi dan mengawasi distribusi barang yang masuk yang sesuai dengan standardisasi kesehatan. Tingginya arus produk oobat impor dan Makanan yang masuk dan beredar, menuntut ketersediaan standar yang memadai dan sesuai standar internasional untuk menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat. mengakibatkan adanya produk-produk yang tersedia dipasar tidak memenuhi kualifikasi standar yang dipersyaratkan. Hal ini menjadi masalah dalam peredaran oobat dan Makanan. Di sisi lain, lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran seperti ini mengakibatkan ancaman bagi masyarakat. Untuk itu, diharapkan penegakan hukum harus lebih aktif lagi agar dapat meminimalkan permasalahan tersebut. Dengan semakin tumbuhnya perekonomian Indonesia akan mempengaruhi perubahan pola perilaku hidup sosialnya, salah satunya dalam mengkonsumsi oobat dan Makanan. Hal ini menjadi ancaman bagi masyarakat apabila pengunaan oobat dan Makanan tidak diantisipasi dengan pemberian informasi, komunikasi dan edukasi atas penggunaan oobat dan Makanan tersebut. Sisi lain, globalisasi yang mendorong lahirnya area perdagangan bebas (free trade area) menjadikan peredaran oobat dan Makanan juga semakin sulit untuk dikontrol. Dengan masuknya berbagai produk oobat dan Makanan dari negara lain merupakan persoalan krusial yang perlu diantisipasi segera. Realitas menunjukan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk oobat dan Makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan kualitasnya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi produk oobat dan Makanan tersebut. Perubahan pola hidup masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan pola penyakit sehingga menyebabkan kebutuhan obat yang tersedia lebih variatif, ditambah lagi dengan ketatnya persaingan industri farmasi dalam menghadapi era globalisasi. Hal ini menjadi tantangan bagi Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk menyediakan standar yang dibutuhkan agar dapat menghindari peredaran obat yang tidak memenuhi syarat. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010, dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% pertahun). Sementara usia produktif antara tahun justru menunjukkan trend meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan trendtren yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat. Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat, jika tidak ditata dengan baik akan menjadi potensi ancaman bagi 27

28 kesehatan masyarakat. Di bawah ini, Tabel 3.1 Rangkuman Analisis SWOT sesuai dengan pengaruh lingkungan strategis dari internal dan eskternal. Tabel 1.3.: Rangkuman Analisis SWOT Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) Tantangan (Opportunities) HASIL PEMBAHASAN (SWOT) 1. Peran Kualitas SDM 2. Kualitas SDMIntegritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional 5. Komitmen PimpinanKomitmen Pimpinan 1. Dukungan anggaranmasih terbatasnya jumlah SDM 23. Masih terbatasnya jumlah SDM Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama 34. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utamamasih kurangnya dukungan IT 45. Masih kurangnya dukungan ITBelum optimalnya struktur organisasi dan tata kerja 1. Belum optimalnya struktur organisasi dan tata kerjaadanya Program Nasional (JKN dan SKN) 2. Adanya Program Nasional (JKN dan SKN)Perkembangan Teknologi yang sangat cepat 3. Perkembangan Teknologi yang sangat cepatjumlah industri Obat dan Makananobat yang berkembang pesat 4. Jumlah industri obat yang berkembang pesatterjalinnya kerjasama dengan instansi terkait 5. Terjalinnya kerjasama dengan instansi terkait Desentralisasi 28

29 Tantangan (Threats) HASIL PEMBAHASAN (SWOT) dan Otonomi Daerah Penyesuaian standar bertaraf internasionalperubahan iklim dunia Perubahan pola hidup masyarakatlemahnya penegakan hukum Adanya Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Area)Perubahan pola hidup masyarakat Tingginya persaingan dagang antar Industri Farmasi Adanya Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Area) Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun internal dirangkum dalam tabel 3 berikut : Tabel 1.3 Rangkuman Analisis SWOT KEKUATAN Kompetensi ASN Deputi I yang memadai dalam mendukung pelaksanaan tugas Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional Networking yang kuat dengan lembagalembaga pusat/daerah/internasional Pedoman Pengawasan yang jelas Komitmen Pimpinan dan seluruh ASN Deputi I menerapkan Reformasi Birokrasi Akuntabilitas yang cukup baik Adanya informasi dan edukasi pada masyarakat yang programatik Tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas dalam peraturan perundangundangan Sistem pengawasan yang komprehensif mencakup pre-market dan post market PELUANG Adanya Program Nasional (JKN dan SKN) Perkembangan Teknologi Informasi sebagai sarana KIE yang sangat cepat Jumlah industri obat yang berkembang pesat Terjalinnya kerjasama dengan instansi terkait Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Dukungan Pemda dalam pengawasan Obat KELEMAHAN Jumlah ASN Deputi I yang belum memadai dibandingkan dengan beban kerja Beberapa regulasi dan standar belum lengkap Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama Masih kurangnya dukungan IT Belum optimalnya struktur organisasi TANTANGAN Perubahan iklim dunia Penjualan obat ilegal secara online Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Perubahan pola hidup masyarakat (sosial dan ekonomi) Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional 29

30 Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) Pertumbuhan signifikan penjualan obat di tingkat nasional Pasar pengobatan tradisional makin besar Nilai impor obat tinggi Besarnya pendapatan perkapita Munculnya (kembali) berbagai penyakit baru Meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat Obat sangat bervariasi Peningkatan konsumsi obat (jumlah dan jenisnya) Resertifikasi CPOB Sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat Masih banyaknya jumlah pelanggaran di bidang obat Lemahnya penegakan hukum Ketergantungan impor bahan baku obat sangat tinggi Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas (tabel 3), maka Direktorat Standardisasi PT dan& PKRT BPOM perlu melakukan penguatan organisasi dan kelembagaan, agar faktor-faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal maupun eskternal tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi Direktorat Standardisasi PT dan& PKRT BPOM periode Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, posisi organisasi Direktorat Standardisasi PT dan& PKRT BPOM harusnya melakukan pengembangan dan perluasandisesuaikan organisasi agar dapat mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi Direktorat Standardisasi PT dan& PKRT BPOM periode Untuk itu, dalam melaksanakan peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan peran dan kewenangan Direktorat Standardisasi PT dan& PKRT BPOM sebagai lembaga yang mengawasi Obat dan Makanan, maka diusulkan perkuatannguatan peran dan kewenangan Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM sesuai dengan bisnis proses Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM untuk periode sebagaimana pada Gambar berikuttabel di bawah ini: Gambar 1.5 Diagram permasalahan dan isu strategis, kondisi saat ini dan dampaknya PENGAWASAN OBAT BELUM OPTIMAL Sistem pengawasan obat belum optimal Pembinaan dan bimbingan melalui kerjasama Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan obat serta mendorong peningkatan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan belum efektif Kapasitas kelembagaan Deputi IDirektorat Standardisasi PT dan PKRT masih terbatas efektivitas pengelolaan sumber daya perlu peningkatan 30

31 Berdasarkan kondisi obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas Direktorat Standardisasi PT & PKRT sebagai lembaga pengawasan obat masih perlu terus dilakukan penguatan, baik secara kelembagaan maupun dari sisi manajemen sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja di masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses pengawasan obat yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, mutu serta khasiat/manfaat obat tersebut, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan masyarakat. Untuk itu, ada 3 (tiga) isu strategis dari permasalahan pokok yang dihadapi Direktorat Standardisasi PT & PKRT sesuai dengan peran dan kewenangannya agar lebih optimal, yang perlu terus diperkuat dalam peningkatan kinerja di masa yang akan datang sebagai berikut: 1. Penguatan sistem dalam pengawasan obat, 2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan obat serta mendorong peningkatan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, 3. Penguatan kapasitas kelembagaan Direktorat Standardisasi PT & PKRT, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya. Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut secara efektif, Direktorat Standardisasi PT & PKRT perlu terus melakukan perbaikan dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi, khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Direktorat Standardisasi PT & PKRT dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan etos tersebut, diharapkan mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan BPOM sebagai lembaga yang mengawasi obat, maka diusulkan penguatan peran dan kewenangan Direktorat Standardisasi PT & PKRT sesuai dengan bisnis proses Direktorat Standardisasi PT & PKRT untuk periode sebagaimana pada Gambar 1.5 di bawah ini. POM 01 Gambar : Peran dan Kewenangan BPOM sesuai dengan Peran dan Kewenangan Bisnis Proses sesuai dengan Bisnis Proses Utama BISNIS PROSES DIREKTORAT STANDARDISASI PT DAN PKRT Dalam melaksanakan Penyusunan Standar Pengumpulan data Penyusunan standar Pembahasan dengan stakeholder terkait Finalisasi Ssosialisasi 31

32 Gambar Gambar :. Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM Kegiatan Utama Berdasarkan Bisnis Proses Penyusunan Standar/ pedoman/ peraturan/ regulasi/ kajian/ kriteria Penilaian BA/BE Obat Bimbingan Industri Farmasi Farmakope Indonesia Standar Obat Baru Peraturan/ Pedoman Kajian/Kriteria Penilaian Uji BE Laporan Uji BE BMDTP HS CoOde Template PPO 32

33 Tabel 1.4 Penguatan Peran BPOM Tahun Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan Obat dan Makanan (NSPK) Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat dan Makanan Pengawasan (penilaian) Obat dan Makanan sesuai standar Pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan sesuai standar Pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan sesuai standar Sampling dan pengujian laboratorium Obat dan Makanan Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha melaluikomunikasi, Informasi dan Edukasi publik termasuk peringatan publik Pengelolaan data dan informasi Obat dan Makanan Menentukan peta zona rawan peredaran Obat dan Makanan yang tidak sesuai dengan standar Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang tidak memenuhi standar BAB I PENDAHULUAN I.2. KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem 33

34 Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memiliki maksud untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas pemerintah, BPOM sesuai kewenangan, tugas pokok dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan BPOM untuk periode Penyusunan Renstra BPOM ini berpedoman pada RPJMN periode Proses penyusunan Renstra BPOM periode dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja periode , serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra BPOM.Selanjutnya Renstra BPOM periode diharapkan dapat meningkatkankinerja BPOM dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Adapun kondisi umum BPOM pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut: D. Peran BPOM berdasarkan Peraturan Perundang-undangan BPOM adalah sebuah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang bertugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan makanan di wilayah Indonesia. Tugas, fungsi dan kewenangan BPOM diatur dalam Keputusan PresidenNomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keppres 103 Tahun Sesuai amanat ini, BPOM menyelenggarakan fungsi: (1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (2) pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (3) koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM; (4) pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (5) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Dilihat dari fungsibpomsecara garis besar, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar lembagabpom, yakni:(1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum beredar (pre-market)melalui: a) Peningkatan registrasi/penilaian Obat dan MakananObat dan Makanan yang diselesaikan tepat waktu; b) Perkuatan standar, 34

35 regulasi dan pedoman pengawasan obat, Obat dan Makanan serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku; c) Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practice(GDP)terkini;dand) Penguatan kapasitas laboratorium BPOM. (2)Pengawasan Obat dan Makananpasca beredar di masyarakat (post-market) melalui: a) Pengambilan sampel dan pengujian; b)peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanandi seluruh Indonesia oleh 33 BB/BPOM, termasuk Pasar Aman dari Bahan Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanandi Pusat dan Balai. (3)Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanandi Pusat dan Balai melalui: a) Public Warning;b) Penyuluhan kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c) Peningkatan Pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu, dan advokasi kepada masyarakat. Tugas dan fungsi tersebut melekat pada BPOM sebagai lembaga pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen. Di sisi lain, tupoksi BPOM ini juga sangat penting dan strategis dalam kerangka mendorong tercapainya salah satu dari 9 (sembilan) Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, khususnya di poin 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan. Oleh karena itu, BPOM sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan sangat penting untuk diperkuat, baik dari sisi kelembagaan maupun kualitas sumber daya manusia, serta sarana pendukung lainnya seperti laboratorium, sistem teknologi dan informasinya,dan lain sebagainya, untuk mendukung tugas-tugasnya tersebut. BPOM idealnya dapat menjalankan tugasnya secara lebih proaktif, tidak reaktif, yang hanya bergerak ketika sudah ada kasus-kasus yang dilaporkan. Namun, dengan luas wilayah darat Indonesia yang mencapai km² merupakan salah satu faktor utama yang sangat sulit bagi BPOM melakukan fungsi pengawasan secara komprehensif. Negara Indonesia ini berbentuk kepulauan yang tentu saja terdapat banyak pintu masuk bagi berbagai Obat dan Makanan ke Indonesia. Namun hal ini tidak menjadi hambatan, bahkan justru menjadi tantangan tersendiri bagi BPOM untuk melakukan revitalisasi tehadap kinerjanya dalam hal mengawasi Obat dan Makanan, baik produksi dalam negeri maupun impor yang beredar di masyarakat. Di sisi lain, tuntutan modernisasi suatu bangsa juga berpengaruh pada pola hidup masyarakatnya. Dengan perkembangan modernisasi tersebut, menjaga pola hidup sehat juga menjadi semakin sulit untuk dipenuhi oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, terutama pemenuhan standar kesehatan, dimana peredaran makanan yang tidak begitu baik bagi kesehatan juga hampir-hampir tidak bisa dihindari. E. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Stuktur Organisasi dantata Kerja BPOM disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK Tahun 2004.Khusus Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar/Balai POM disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun

36 Sesuai dengan struktur organisasi yang adapada gambar 1.1, secara garis besar unit-unit kerja BPOM dapat dikelompokkan sebagai berikut: Sekretariat Utama, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II dan III), unit penunjang teknis (Pusat-pusat), dan Inspektorat, serta Unit Pelaksana Teknis di daerah. Gambar 1.1:Strukturorganisasi BPOM RI Untuk mendukung tugas-tugas BPOM sesuai dengan peran dan fungsinya diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki BPOMuntuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan sampai tahun 2014 adalah sejumlah orang, yang tersebar di Unit Pusat dan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Adapun jumlah pegawai BPOM yang tersebar baik di tingkat pusat maupun daerah berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan pada tabel 1.2di bawah ini: Tabel 1.2: Profil pegawai BPOM berdasarkan tingkat pendidikan tahun

37 S3 S2 Apoteker/ Profesi S1 NON Jumlah Renstra No Unit Kerja 1 BPOM di Pusat Balai Besar POM di Banda Aceh Balai Besar POM di Medan Balai Besar POM di Pekanbaru Balai POM di Jambi Balai Besar POM di Padang Balai POM di Bengkulu Balai Besar POM di Palembang BalaiBesar POM di Bandar Lampung Balai Besar POM di Jakarta Balai Besar POM di Bandung Balai Besar POM di Semarang Balai Besar POM di Surabaya Balai Besar POM di Yogyakarta Balai Besar POM di Mataram Balai POM di Kupang Balai Besar POM di Denpasar Balai POM di Ambon Balai Besar POM di Samarinda Balai Besar POM di Pontianak Balai Besar POM di Banjarmasin Balai POM di Palangkaraya Balai Besar POM di Makassar Balai Besar POM di Manado Balai POM di Kendari Balai POM di Palu BalaiBesar POM di Jayapura Balai POM di Serang Balai POM di Batam Balai POM di Pangkal Pinang Balai POM di Gorontalo Balai POM Manokwari TOTAL Dari Tabel 1.2di atas dapat diketahui bahwa 34,02% pegawai BPOM adalah non sarjana. Tiga Balai Besar/Balai POM dengan persentase SDM non sarjana terbesar berturut-turut adalah BPOM di Ambon (51,85%), BBPOM di Pekanbaru (51,09%) dan BBPOM di Bandar Lampung (50,51%).Dibawah ini gambar1.3:grafik komposisi persentase SDM BPOM menurut pendidikan. 37

38 50,00% 40,00% 36,48% 34,02% 30,00% 20,64% 20,00% 10,00% 0,09% 8,78% 0,00% S3 S2 Apoteker / Profesi S1 NON Gambar 1.3: Profil pegawai BPOM berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2013 Dari komposisi SDM BPOM sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan tabel 1.2dan gambar 1.3di atas, dirasakan bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis,khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan peningkatan kuantitasmaupun kualitas SDM BPOM, agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan. F. Hasil Capaian Kinerja BPOM periode Sesuai dengan peran dan kewenangannya, BPOM mempunyai tugas mengawasi peredaran Obat dan Makanan di wilayah Indonesia. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, maka terdapat beberapa tujuan yang akan dicapai dalam Renstra BPOM, yaitu: 1) Mewujudkan standar,peraturan dan regulasi; 2) Rekomendasi dalam rangka perizinan dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik; 3) Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar; 4) Postmarketingvigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum; 5) Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk; 6) Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat dan Makanan; 7) Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik. Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan BPOM tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaianindikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1:Capaian kinerja BPOMperiode NO Indikator 1. Persentase kenaikan Obat yang memenuhi standar 2. Persentase kenaikan Target Awal 94,22 % 0.02 % ,0 1% 0,23 % 0,1 % 0,25 % Target Realisasi Rasio 0,2 % ,3 % 0,5% 0,75 % ,4 % 1% ,52 % 4.01 % 4,79 % 5,62 % ,21 % 6,39 % % 6.8 6% ,00 % 7,0 1% % 3.4 5% % % % % % % % 0,9 71% 38

39 Obat tradisional yang memenuhi standar 3. kenaikan kosmetik yang 0.21 memenuhi % standar 0.24 % 0,25 % 0,50 % 0,75 % 1% 6.05 % 6,79 % 6,72 % 7.0 0% 7.5 0% 3.5 6% % % % % 4. Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar 0.3% 0.4 % 0,5% 1% 1,5% 2% 0.98 % 1,12 % 1,87 % 1.5 6% 2.0 5% 270 % 224 % 187 % 156 % 140 % 5. Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar % 0.30 % 3,75 % 7,5% 11,2 5% 15% 0.24 % 0,38 % 1,91 % 2.23 % 3.05 % % 101, 13% 105, 47% % 56% Sebagaimanatable2.1 terkait pencapaian kinerja pada Renstra periode tersebut di atas, kinerja BPOM telah menunjukkan perbaikan yang semakin signifikan. Hal ini bisa dilihat dari seluruh kinerja BPOM sesuai dengan tugas utamanya melakukan pengawasan Obat dan Makanan. Adapun penjelasan pencapaian masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut: Untuk indikator kinerja Obat yang beredar telah memenuhi syarat tercapai sebesar 99,43%, sedangkan Obat Tradisional beredar telah tercapai memenuhi syarat 80,20%, untuk kinerja Kosmetik beredar telah memenuhi syarat sebesar 98,84%, dan kinerja Suplemen Makanan tercapai sebesar 99,23%, dan Makanan beredar yang memenuhi syarat sebesar 83,94%. Berdasarkan hasil tersebut, pengawasan Obat dan Makanan tetap menjadi mainstreaming di Renstra Dibawah ini pada gambar 2.2dapat dilihat secara grafik pencapaian kinerja BPOM dari tahun Gambar 2.2: Rasio pencapaian kinerja BPOM periode

40 Berdasarkan capaian kinerja utama BPOM sesuai dengan tabel2.1 dan gambar2.2 diatas, terlihat bahwa kinerja BPOM telah menunjukkan hasil yang baik sesuai dengan tugas dan kewenangannya.namun hal ini tidak menjadikan peran BPOM selesai. Bahkan dengan adanya perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis diharapkan peran BPOM pada masa yang akan datang dapat lebih ditingkatkan. BPOM diharapkan terus menjaga kinerja yang telah dicapai saat ini sesuai harapan masyarakat, yaituagar pengawasan Obat dan Makanan terus lebih dimaksimalkan untuk melindungi kesehatan masyarakat. G. Isu-isu Strategis sesuai dengan Tupoksi dan Kewenangan BPOM Selama periode , pelaksanaan peran dan fungsi BPOM tersebut di atas telah diupayakan secara optimal sesuai dengan target hasil pencapaian kinerjanya. Namun demikian, upaya tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat, antara lain:(1) belum sepenuhnya tercapai penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar (pre-market), 2) belum optimalnya pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market)dan (3) belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Dari permasalahan-permasalahan tersebut diatas terdapat beberapa penyebab yang dianggap sangat krusial dan strategis bagi peran BPOM dalam melakukan pembenahan di masa mendatang, sehingga diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan lebih optimal. Di bawah ini pada gambar 3.1terdapat diagram yang menunjukkan analisa permasalahan pokok dan isu-isu strategis sesuai dengan tupoksi dan kewenangan BPOMsebagai berikut: BELUM OPTIMALNYA PERAN BPOM DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Belum optimalnya sistem pengawasan Obat dan Makanan Belum optimalnyapembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentinganmelalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik Masih terbatasnya kapasitas kelembagaan PERAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Penguatan kebijakan teknis pengawasan (RegulatorySystem) Pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan Gambar 3.1: Diagram permasalahan dan isu strategis, kondisi saat ini dan dampaknya Berdasarkan kondisi obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas BPOM sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan masih perlu terus dilakukan penguatan,baik secara kelembagaan maupun dari sisi manajemen sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja dimasadatang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses pengawasan Obat dan Makanan yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, mutu serta khasiat/manfaatobat dan Makanan tersebut,yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan masyarakat. 40

41 Untuk itu, ada 3 (tiga) isustrategis dari permasalahan pokok yang dihadapi BPOM sesuai dengan peran dan kewenangannyaagar lebih optimal,yang perlu terus diperkuat dalam peningkatan kinerja dimasa yang akan datang sebagai berikut: 2. Perlu adanya penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan, 3. Perlunyameningkatkan pembinaan dan bimbingan melalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta mendorong peningkatan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, 4. Memperkuat kapasitas kelembagaan BPOM, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya. Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut secara efektif, BPOMperlu terus melakukan perbaikan dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi, khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut BPOMdapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan etos tersebut, diharapkan mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional. I.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Percepatan arus informasi dan modal juga berdampak pada meningkatnya pemanfaatan berbagai sumber daya alam yang memunculkan isu perubahan iklim (climate change), ketegangan lintas-batas antarnegara, serta percepatan penyebaran wabah penyakit, mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi oleh BPOM. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi BPOM dalam mengawasi peredaran produk Obat dan Makanan. Konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan serta kemampuan mengoptimalkan partisipasi masyarakat, akan menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh BPOM terdiri atas2(dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan bebas, komitmen internasional, post MDGs 2015, perubahan iklim dan demografi.isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi peran BPOM baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut: Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yangmemadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut. 41

42 Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan peran serta masyarakat melalui Posyandu. Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model serta klinik-klinik kesehatan dan pengobatan alternatif juga makin menambah beban dan daya jangkau BPOM untuk makin melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam melakukan pengawasan yang lebih komprehensif. Belum lagi sistem pengobatan tradisional yang sampai saat ini sebenarnya masih tetap eksis dan berjalan di hampir seluruh pelosok negeri ini. Dalam kaitan pengobatan tradisional yang dikembangkan oleh para tabib dan dukun di lingkungan komunitas-komunitas etnis dan suku tertentu tersebut, pada galibnya juga terkait dengan kepercayaan dan keyakinan yang ada di komunitas etnis/suku tersebut. Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.hal ini merupakan tantangan kedepan yang akan dihadapi oleh BPOM dalam penyediaan obat-obatan yang aman dan bermutu. Penjaminan mutu obat tidak terlepas dari kualitas obat tersebut.beberapa permasalahan lainnya yang juga memerlukan perhatian dalam penjaminan mutu obatadalah semakin meluasnya penggunaan jamu dan obat-obat tradisional, serta pengobatan secara tradisional di masyarakat yang memerlukan peningkatan penelitian ilmiah lebih lanjut.riset terkait dengan hal ini menjadi penting dan strategis, karena sebenarnya logika dan paradigma pengobatan tradisional itu seringkali berbeda atau bahkan vis-à-vis dengan logika medis modern yang berkembang di duniapengobatan barat dan menjadi mainstream dalam dunia kesehatan global saat ini, termasuk di Indonesia. Kalau paradigma dan logika medis barat itu bertumpu pada filsafat rasionalisme-empiris yang sangat kuat dan berkembang pesat di barat abad XIX, maka pemahaman dan logika pengobatan tradisional yang ada hampir di setiap komunitas pelosok dan suku-bangsa negeri kita, entah itu di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku sampai Papua itu bersumber dari pengetahuan lokal dan pemahaman masyarakat kita yang khas nusantara akan lingkungan alam dan dimensi sosial-kultural yang ada di sekelilingnya.dan kita harus berani mengakui bahwa penelitian yang serius terkait dengan hal ini belum mendapatkan perhatian yang cukup layak dari pemerintah maupun di institusi riset kita, termasuk di BPOM sendiri. Disamping itu juga munculnya bibit penyakit baru atau bibit penyakit yang dulu pernah ada dan sudah langka kasusnya sekarang, namun kini berjangkit kembali. Penyakit ini,baik menular maupun yang tidak menular sebagai akibat dari adanya perubahan iklim secara global, fluktuasi ekonomi, model perdagangan bebas dan kemajuan teknologi maupun transisi dari demografi, juga turut mengubah pola dan gaya hidup dari masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan. Untuk itu, permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi BPOM untuk dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumsi obat yang beredar di pasaran. Dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakat, BPOM selama inimelakukan kontrol dalam bentuk penilaiansebelum produk beredar dipasar dan pengawasan secara ketat terhadap produk yang sudah beredar luas di masyarakat. Selain itu, BPOM juga dapat memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat mengenai produk obat yang murah, aman dan bermutu. 42

43 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini merupakan program negara (pemerintah/masyarakat) dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan sistem. Sistem ini diharapkan dapat menanggulangi resiko ekonomi karena sakit, PHK, pensiun usia lanjut dan resiko lainnya dan merupakan cara (means), sekaligus tujuan (ends)dalam mewujudkan kesejahteraan.untuk itu, dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. ImplementasiSJSN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat,baik dari dalam maupun luar negeri karena perusahaan/industri obat akan berlomba-lomba menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain jumlah obat yang akan diregistrasi, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, karena adanya demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsungnya diasumsikan adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat,baik jumlahmaupun jenisnya. Disamping itu,permintaan sertifikasi dan re-sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)juga akan terjadi peningkatan yang signifikan. Dampak tersebut akan mengakibatkan peran BPOM semakin besar, salah satunya adalah mengantisipasi dampak tersebut melalui intensifikasi post market control. Dengan penerapan SJSN, maka akan banyak industri farmasi yang harus melakukan sertifikasi CPOB yang berlaku 5 (lima) tahun. Sampai dengan tahun2014, industri farmasi yang melakukan sertifikasi CPOB baru sekitar 207 sarana. Selain itu, dengan meningkatnya variasi obat sebagai implikasi penerapan SJSN,BPOM juga dituntut harus lebih intensif dalammelaksanakan farmakovigilan, utamanya Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan massif akhir-akhir ini dan berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya.era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, yang sampai saat ini belum sepenuhnya dilakukan persiapan dalam menghadapi tantangan dan peluang tersebut, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif. Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filiphina,Singapura dan Thailand)Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA)dan ASEAN-Australia- New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA).Dalam hal ini, memungkinkan negaranegara tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan 43

44 sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015, diharapkan industri farmasidan makanandalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri 1. Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang antara lain adalah Obat, Makanan dan Kosmetik, termasuk jamu dari negara lain, merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanandari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan tersebut. Disamping itu, juga dengan melihat kualitas industri Obat dan Makanan yang ada di Indonesia, perjanjian tersebut akan membuat industri tidak dapat bersaing dengan produk Obat dan Makanan dari negara lain tanpa adanya perlindungan dari pemerintah. Saat ini, dunia usaha lokal Indonesia sudah tidak mampu bersaing dengan produk-produk China yang terkenal dengan harga murah dan berkualitas cukup baik.kondisi yang demikian bahkan terjadi sebelum diberlakukannya AFTA-China. Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Sebagai contoh, saat ini akses masyarakat untuk mendapatkan obat legal dari apotek masih terbatas sehingga menyebabkan harga obat menjadi lebih mahal.secara nasional, jumlah apotek yang ada masih kurang, belum semua kecamatan terjangkau dengan layanan apotek. Perdagangan bebas membuat kepekaan berbisnis menjadi sangat tinggi, kebutuhan obat yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukummembuat banyak beredar obat-obat yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO(World Health Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai 10%, dan mencapai 20-40% untuk negara berkembangtermasuk Indonesia.Tentunya hal ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi BPOM sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab terkait dengan pengawasan atas produk Obat dan Makanan ini yang beredar di masyarakat. Menurut data BP0Mtahun2014, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai 207 perusahaan, sebanyak 39 diantaranya perusahaan multinasional. Ratarata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13% setiap tahun dan lebih dari 70% total pasar obat di Indonesia dikuasai oleh perusahaan nasional. Namun, 1 Dalam kaitan dengan globalisasi dan perjanjian-perjanjian internasional khususnya di sektor ekonomi tersebut, harusnya yang manjadi dasar pijakan dan harus ditekankan dari awal adalah soal kedaulatan bangsa, negara dan rakyat kita dalam menghadapi persaingan dengan perusahaanperusahaan trans-nasional dan negara-negara lain tersebut. Dan ini sangat sejalan dengan 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan (Nawa Cita), khususnya di poin 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara (dengan memperkuat peran dalam kerjasama global dan regional), juga di poin 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta di poin 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. 44

45 ketergantungan impor bahan baku obat masih sangat tinggi, bahkan 95-96% di impor dari China, India dan Eropa. Produksi domestik untuk bahan baku obat juga masih sangat kecil. Meskipun Indonesia mampu memproduksinya, sampai saat ini kebanyakan masih belum dapat bersaing dengan produk impor. Jumlah industri farmasi nasional cukup besar dengan kapasitas produksi sebesar 3% dari kapasitas total dunia. Namun, disisi lain, pasar farmasi Indonesia relatif kecil yaitu sekitar 0,2% dari total pasar dunia (Kardono, 2004). Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat yang berakibat menurunnya daya beli masyarakat, hal ini akan membuat masyarakat lebih sulit untuk mendapatkan obat, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki pasar pengobatan tradisional yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 900 industri skala kecil dan 130 industri skala menengah obat tradisional, namun baru 69 yang memiliki certificate of good traditional medicine manufacturing practice. Padahal Indonesia memiliki sekitar tumbuhan yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan obat. Setidaknya terdapat sekitar 300 jenis tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan dasar industri obat. Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya Free Trade Area (FTA), maka pemerintah harus mengembangkan kesiapan industri farmasi untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri Perubahan Iklim Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian khusunya produk bahan pangan di Indonesia. Musim hujan yang tidak menentu dan diikuti dengan perubahan cuaca yang semakin tidak pasti, berdampak pada bencana alam dan kerugian besar dalam produksi pertanian. Adanya gagal panen di sejumlah daerah di Indonesia dapat mengancam ketersediaan pangan. Akibatnya harga bahan pangan mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Dengan demikian, perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro, industri makanan dan minuman dimasa yang akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia. Namun, terkait dengan fenomena lanina yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dunia akan mempengaruhi stok pangan dunia. Indonesia sebagai negara tropis akan banyak mendapatkan peluang dan berperan dalam penyediaan pangan dunia tersebut. Indonesia dapat memaksimalkan peluang ini dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Semakin besarnya kontribusi industri pengolahan, dengan sub-sektor makanan, minuman dan tembakau serta sub-sektor pupuk, kimia dan barang dari karet terhadap output nasional, maka akan semakin besar juga tugas dari BPOM untuk mengawasi dan menjamin keamanan proses produksi produk makanan dari hulu hingga hilir. Selain produk makanan yang termasuk didalamnya, terdapat industri obat-obatan, yakni obat kimia, maupun suplemen yang berbahan baku dari herbal. Ekonom Faisal Basri dalamkompasiana, Nopember 2010, menyatakan bahwa industri makanan dan minuman berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil ekspor-impor produk makanan dan minuman serta peringkat pertumbuhan industri.namun hasil peningkatan ini masih perlu didukung dengan peran teknologi (inovasi produk, kemasan dan lainnya), infrastruktur (logistik kebutuhan industri), institusi (peraturan yang terkait industri makanan dan minuman), health and primary education (sumber daya manusia Indonesia). Jadi peran dan fungsi dari BPOM akan 45

46 semakin berat dan sangat dibutuhkan dalam upaya mencegah makanan serta obat yang mengandung bahan berbahaya di dalam tubuh. Selain dari sisi pangan, perubahan iklim juga dapat mengakibatkan munculnya bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut diantaranya virus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain. Penyebaran virus ini dapat melalui hewan unggas, serangga, orang maupun udara. Saat ini, masyarakat sudah mengenalvirus flu burung (H2N1), demam cikungunya yang disebabkan oleh gigitan nyamuk, flu babi dan lain sebagainya yang berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia. Perubahan iklim yang ditandai dengan meningkatnya intensitas curah hujan dan suhu udara, dapat meningkatkan jumlah kasus penyakit yang disebabkan oleh nyamuk. Menurut Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013,yang melaksanakan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya Demam Berdarah Dengue dan Malaria. Jadi di Indonesia, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vectoryaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Bukti ilmiah yang diperoleh hingga saat ini menyatakan bahwa pertumbuhan penyakit yang disebabkan olehvariabilitas dan perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap epidemiologi penyakit yang ditularkan, baik oleh vector (vector-borne disease), air (water-borne disease) dan udara (air-borne disease). Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan(ISPA)dan penyakit batu ginjal. Kedua penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi obatobat tradisonal yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari BPOM dalam mengawasi peredaran varian produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. Selain dari obat farmasi, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan jenis obat herbal tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar.kondisi ini menuntut kerja keras dari BPOM melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat (Perubahan Pola Hidup Masyarakat) Kemajuan dari ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makro-ekonomi, yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3000 tahun 2010 dan diproyeksikan pada tahun 2025 mencapai USD (Bappenas; 2012) dan telah menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap Obat dan Makanan yang memiliki standar dan kualitas. Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan masyarakat Indonesia pada Gambar 4.1, sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada tahun 2012 mencapai 91,40%, sedangkan obat tradisional hanya sebanyak 24,33%. Beberapa penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum lanjut usia justru banyak menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama. 46

47 90,00% 91,63% 90,76% 90,96% 91,40% 60,00% Obat Modern 30,00% 22,24% 27,57% 23,63% 24,33% Obat Tradisional 0,00% Gambar 4.1: Persentase penduduk yang mengkonsumsi obat modern dan tradisional Sumber: Susenas BPS Untuk itu, dengan banyaknya konsumsi obat modern yang dilakukan masyarakat,maka perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan yang serius dari BPOM Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% pertahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa. Dari gambar 5.1 di bawah ini,dapat dilihat bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok umur remaja tahun, namun menunjukan trend penurunan. Sementara usia produktif antara tahun justru menunjukan trend meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan trend yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat. Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni 9,079 juta tahun 2010 dan akan naik pada tahun 2020 menjadi 29,047 juta (BPS Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010). Maka perubahan pola beban penyakit untuk kaum lansia dengan beban yang lebih kronik dan membutuhkan layanan kesehatan pada jangka panjang yang lebih berkualitas. Secara umum, bahwa transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan dapat mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan masyarakat Indonesia, dan sekaligus akan menambah beban kerja dari BPOM sebagai pengawas di bidang Obat dan Makanan. Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akan cukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang dan juga penampilan, sehingga vitamin dan suplemen kesehatan menjadi komponen obat yang cukup besar konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi BPOM untuk melakukan penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat dan suplemen yang semakin bervariasi dan meningkat jumlahnya. Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap produk Obat dan Makanan juga akan semakin meningkat. Jika permintaan terhadap produk Obat dan Makanan semakin meningkat maka penawaran dari produk Obat dan Makanan juga akan meningkat. Adanya potensi pasar membuat para produsen baik lokal maupun internasional untuk memproduksi produk Obat dan Makanan. Bertambahnya jumlah 47

48 jumlah penduduk (dalam 000) Renstra produsen ini tentunya akan menambah beban pekerjaan BPOM dalam prosespenilaian dan pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP (Good Manufacturing Practice) oleh produsen dalam memproduksi Obat dan Makananmenjadi tantangan BPOM dalam melakukan pengawasan Kelompok Umur Gambar 6.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur Tahun Sumber: BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi (yaitu dengan adanya bonus demografi). Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase Bonus Demografi di Indonesia untuk menciptakan aktivitas ekonomi yang sangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN. Bonus demografi yang terjadi di Indonesia akan memberi dampak yang besar jika pendidikan dan ekonomi yang terkait dengan tenaga kerja cukup baik ketersediaannya. Indonesia dapat menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketujuh di dunia, jika dapat memanfaatkan potensi bonus demografi yang ada. Laporan McKinsey Global Instittute (September 2012), memprediksi bahwa ekonomi Indonesia akan mengalahkan Jerman dan Inggris pada Prediksi ini berpatokan pada pemetaan demografi bahwa penduduk Indonesia dalam usai produktif telah mencapai 80%. Penduduk ini telah memiliki daya beli lebih tinggi ditambah dengan kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada tahun Di samping menyiapkan pemanfaatan Bonus Demografi, juga sudah harus mulai dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa Bonus Demografi,dimana jumlah lansia meningkat. Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class atau consuming class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya 45 juta orang, maka proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun 2030 sudah mencapai 135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi pola konsumsi Obat dan Makanan serta gaya hidup masyarakat Indonesia. Syarat agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui: a) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat; b) Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan; c) Pengendalian jumlah 48

49 penduduk; d) Kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja danpasar, serta keterbukaan perdagangan dan tabungan nasional Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan kebijakan kesehatan khususnya dalam pengawasan obat dan makanan. Manajemen kesehatan yang meliputi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, sistem informasi kesehatan, dan hukum kesehatan yang mencakup perlindungan masyarakat, penegakan dan kesadaran hukum belum sepenuhnya mendukung pembangunan kesehatan. Meskipun sistem informasi kesehatan sangat penting untuk mendukung pembangunan kesehatan, akan tetapi tidak mudah dalam pengembangannya agar berhasil-guna dan berdaya-guna. Desentralisasi di bidang kesehatan belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan sehingga belum secara optimal memberikan perlindungan bagi masyarakat. Upaya perlindungan masyarakat khususnya terhadap penggunaan sediaanfarmasi, alat kesehatan dan makanan minuman telah dilakukan secara komprehensif. Sementara itu pemerintah telah berusaha juga untuk menurunkan harga obat, namun kondisi tersebut masih terdapat banyak kendala yang dihadapi. Adapun kendala tersebut antara lain adalah masih terdapat ppenggunaan obat tradisional..??yang belum dilaksanakan pengujian di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, masih banyak pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan formularium. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) digunakan sebagai dasar penyediaan obat di pelayanan kesehatan publik. DOEN tersebut telah disusun sejak tahun 1980 dan direvisi secara berkala sampai tahun Sehubungan dengan hal tersebut, uuntuk menjamin keterjangkauan obat esensial, Pemerintah telah menetapkan harga obat generik esensial untuk pelayanan kesehatan mencakup 455 item obat. Disamping itu, masyarakat miskin juga telah mendapatkan pengutamaan dalam pelayanan kesehatan dasar, khususnya pelayanan obat melalui subsidi pemerintah sebesar Rp.3.800/kapita tahun 2007 dan Rp /kapita di tahun 2008 dengan asumsi jumlah penduduk sebesar 225 juta, yang secara bertahap harus terus ditingkatkan untuk mencapai minimum $.2,00/kapita USD sesuai dengan rekomendasi WHO. Sementara ini, melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk masyarakat miskin, pemerintah menyediakan pula dana untuk pelayanan kesehatan yang sebagian diantaranya untuk belanja obat, namun demikian masih belum dapat memenuhi kebutuhan obat sebagaimana yang diharapkan. Penyerapan obat generik berlogo di Puskesmas sudahmencapai sebesar 90%, di RSU sebesar 66%, di RS swasta & apotek sebesar 49.%...??. Ketersediaan Obat Generik Berlogo tinggi, harga murah tapi akses masyarakat terhambat karena asymetric information dan praktek pemasaran yang kurang baik.lebih dari 90% obat yang diresepkan di Puskesmas merupakan obat esensial generik. Namun tidak diikuti oleh sarana pelayanan kesehatan lainnya, seperti di rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta dan apotek. Hal ini menunjukkan bahwa konsep obat esensial generik belum sepenuhnya diterapkan. Untuk itu, aagar tugas pokok dan fungsi BPOM berjalan dengan baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (sound governance).pembangunan kesehatan harus diselenggarakan secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparan), rasional, professional, serta bertanggung jawab dan bertanggung-gugat (akuntabel). Pembangunan kesehatan harus 49

50 diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Dengan berlakunya Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan bagi BPOM untuk menyiapkan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait Obat dan Makanan yang dilimpahkan ke daerah Perkembangan Teknologi Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun penyediaan bahan baku obat yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari kebutuhan. Padahal Indonesia memiliki jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, BPOM dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku obat dalam negeri. Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi. Perkembangan industri transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi Obat dan Makanan secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak pengawasan atas peredaran Obat dan Makanan semakin tinggi, dikarenakan distribusi Obat dan Makanan ketempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin cepat, sehingga antipasi pengawasan obat dan makanan juga harus sama cepatnya. Disamping itu, teknologi pangan juga semakin berkembang. Dan dengan adanya perubahan iklim ikut mendorong berbagai inovasi dari perkembangan IPTEKtersebut, yang menjadikan varian bahan makanan yang sama dapat diproduksi secara berbeda, misalnya melalui rekayasa genetika yang terkadang tingkat keamanannya belum teruji. Hal ini harus menjadi perhatian dan antisipasi BPOM dalam menghadapi hal tersebut. Untuk itu, dengan meningkatnya perkembangan teknologi informasi juga dapat menjadi potensi bagi BPOM untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di Indonesia. Di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM akan banyaknya pemasaran dan transaksi produk Makanan dan Obat secara online, yang tentu saja juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi Analisa terhadap Lingkungan Strategis (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats/SWOT) Sebagaimana dinamika perubahan lingkungan strategis yang telah dijelaskan di atas baik secara internal maupun eksternal, maka BPOMharus melakukan upaya-upaya agar pengaruh lingkungan khususnya eskternal dapat menjadi suatu peluang dan meminimalkan bukan ancaman yang dapat mempengaruhi peran BPOM sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan terhadap Obat dan Makanan. Atas dasar pengaruh lingkungan strategis tersebut, maka selanjutnya akan menjadi dasar dalam melakukan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan melalui analisa SWOT,sehingga dari analisa tersebut dapat ditetapkan arah strategisdan kebijakan BPOM kedepan, agar dapat terwujud sesuai tujuan dan sasaran organisasi BPOM dalam Renstra Periode Adapun hasil analisa SWOT tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 2. KEKUATAN (STRENGTHS) 50

51 BPOM sebagai Badan Pengawas Obat dan Makanan saat ini memiliki kualitas SDM yang sangat memadai, khususnya tenaga-tenaga yang terampil dalam melakukan pengujian/penilaian dan pengawasan produk Obat dan Makanan yang ada. Disamping itu, BPOM juga telah memiliki hasil penilaian atas Integritas Pelayanan Publik yang diakui secara Nasional. Pelayanan ini sangat mutlak harus memiliki integritas karena dampak pelayanan yang diberikan oleh BPOM terhadap penilaian/pengujian Obat dan Makanan akan langsung dirasakan oleh masyarakat. Sebagai lembaga setingkat Kementerian, BPOM sendiri juga memiliki jaringan (networking) yang kuat dengan lembaga-lembaga,baik di pusat, daerah, bahkan internasional. Jaringan yang kuat dan luas ini sangat strategis posisinya dalam mendorong dan memastikan tugas-tugas pokok BPOM sebagai pengawas Obat dan Makanan. Di sisi lain, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan penilaian/pengujian dalam pengawasan atas Obat dan Makanan,sehingga seluruh penilaian/pengujian tersebut telah memiliki standar baku, baik untuk Obat dan Makanan, juga faktor-faktor mutu lainnya, seperti standar produksi dari industri farmasi, standar distribusi dan standar produk pangan lainnya. Dalam mendorong pencapaian tujuan organisasi BPOM, Komitmen Pimpinan menjadi mutlak sebagai landasan untuk mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari peran BPOM dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan kesehatan masyarakat. 3. KELEMAHAN (WEAKNESSES) Saat ini SDM BPOM sudah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi sebagai BPOMyang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik ditingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan, diperlukan sarana dan prasarana yang sangat memadai. Hal ini juga untuk mengimbangi peredaran Obat dan Makanan yang semakin canggih. Untuk itu, penyiapan sarana dan prasarana yang memadai tersebut menjadi mutlak dilakukan dalam mendukung tugas pokok dan fungsi BPOM. Disamping itu, untuk mendukung pelaku usaha dalam melakukan pendaftaran (registrasi) dan penyebarluasan informasi mengenai Obat dan Makanan perlu didukung dengan teknologi informasi yang memadai. Peran dan kewenangan BPOM juga harus didukung oleh struktur organisasi dan tata kerja yang tepat. Saat ini pembagian kewenangan atau beban kerja masih belum menunjukkan ukuran yang sesuai. Diharapkan penataan kelembagaan ke depannya bisa sesuai dan mengikuti prinsip structur follow function follow strategy, sehingga struktur organisasi dan tata kerja (fungsi) dapat mewujudkan tujuan organisasi. 4. PELUANG (OPPORTUNITIES) Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN dan JKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta berperan aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan. Untuk itu, SKN dan JKN merupakan tantangan 51

52 atau peluang bagi BPOM dalam mendorong upaya kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi dalam menghadapi pola perilaku dan lingkungan sehat khususnya obat dan makanan. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat dan makanan, BPOM dapat mendorong pelaku usaha baik industri kecil maupun besar untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri sehingga menjadi tantang dan peluang yang harus dihadapi BPOM. Semakin bertambahnya penduduk dan berkembangnya varian penyakit maka akan mengakibatkan kebutuhan Obat dan Makanan semakin meningkat. Hal ini mendorongindustri Obat dan Makanan akan semakin bertambah jumlahnya dan juga akan semakin berkembang pesat. Hal ini menjadi peluangan dan tantangan BPOM dalam mengawasi Obat dan Makanan yang semakin banyak variannya. Kerjasama dengan Instansi terkait merupakan hal yang sangat mutlak agar upaya pembangunan kesehatan dapat tercapai. Peluang kerjasama dengan instansi terkait dapat mendorong efektivitas dan efesiensi pengawasan Obat dan makanan khususnya dengan instansi aparatur penegak hukum maupun instansi terkait lainnya. Otonomi dan Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting. 3. ANCAMAN (THREATS) Pengaruh perubahan iklim dunia, khususnya untuk produk bahan pangan di Indonesia semakin dirasakan ancamannya. Musim hujan yang tidak menentu dan diikuti dengan perubahan cuaca yang ekstrem berdampak pada bencana alam dan kerugian besar dalam produksi pertanian. Adanya gagal panen di sejumlah daerah di Indonesia dapat mengancam ketersediaan pangan. Akibatnya harga bahan pangan mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Dengan demikian, perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif sehingga permintaan akan produk pangan semakin meningkat. Hal ini akan sulit mengimbangi dan mengawasi distribusi barang yang masuk yang sesuai dengan standardisasi kesehatan. Tingginya arus produk Obat dan Makanan yang beredar, mengakibatkan adanya produk-produk yang tersedia dipasar tidak memenuhi kualifikasi standar yang dipersyaratkan. Hal ini menjadi masalah dalam peredaran Obat dan Makanan. Di sisi lain, lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran seperti ini mengakibatkan ancaman bagi masyarakat. Untuk itu, diharapkan penegakan hukum harus lebih aktif lagi agar dapat meminimalkan permasalahan tersebut. Dengan semakin tumbuhnya perekonomian Indonesia akan mempengaruhi perubahan pola perilaku hidup sosialnya, salah satunyadalam mengkonsumsi Obat dan Makanan. Hal ini menjadi ancaman bagi masyarakat apabila pengunaan Obat dan Makanan tidak diantisipasi dengan pemberian informasi, komunikasi dan edukasi atas penggunaan Obat dan Makanan tersebut. Sisi lain, globalisasi yang mendorong lahirnya area perdagangan bebas (free trade area) menjadikan peredaran Obat dan Makanan juga semakin sulit untuk dikontrol. Dengan masuknya berbagai produk Obat, Makanan dan Kosmetik, termasuk jamu dari negara lain merupakan persoalan krusial yang perlu diantisipasi segera. Realitas menunjukan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan kualitasnya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi produk Obat dan Makanan tersebut. 52

53 Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010, dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% pertahun). Sementara usia produktif antara tahun justru menunjukkan trend meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan trend yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat.perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat, jika tidak ditata dengan baik akan menjadi potensi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Di bawah ini, tabel 3.1 Rangkuman Analisis SWOT sesuai dengan pengaruh lingkungan strategis dari internal dan eskternal. Tabel 3.1 Rangkuman Analisis SWOT Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) Tantangan (Opportunities) Ancaman (Threats) HASIL PEMBAHASAN (SWOT) 1. Kualitas SDM 2. Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional 3. Networking yang kuat dengan lembaga-lembaga pusat/daerah/internasional 4. Pedoman Pengawasan yang jelas 5. Komitmen Pimpinan 1. Masih terbatasnya jumlah SDM 2. Masih belum optimalnya sistem manajemen kinerja 3. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama 4. Masih kurangnya dukungan IT 5. Belum optimalnya struktur organisasi dan tata kerja 1. Adanya Program Nasional (JKN dan SKN) 2. Perkembangan Teknologi yang sangat cepat 3. Jumlah industri Obat dan Makanan yang berkembang pesat 4. Terjalinnya kerjasama dengan instansi terkait 5. Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Perubahan iklim dunia 2. Lemahnya penegakan hukum 3. Perubahan pola hidup masyarakat 4. Adanya Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Area) 5 Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka BPOM perlu melakukanpenguatan organisasi dan kelembagaan, agar faktor-faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal maupun eskternal tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi BPOM periode Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, posisi 53

54 organisasi BPOM harusnya melakukan pengembangan dan perluasan organisasi agar dapat mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi BPOM periode Untuk itu, dalam melaksanakan peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan peran dan kewenangan BPOM sebagai lembaga yang mengawasi Obat dan Makanan, maka diusulkan penguatan peran dan kewenangan BPOM sesuai dengan bisnis proses BPOM untuk periode sebagaimana pada Tabel 7.1 di bawah ini: Gambar 7.1 Peran dan Kewenangan BPOM sesuai dengan Bisnis Proses Utama 54

55 Gambar 8.1 Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPO Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik Tabel 4.1 Penguatan Peran BPOMTahun Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan Obat dan Makanan (NSPK) Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat dan Makanan Pengawasan (penilaian) Obat dan Makanan sesuai standar Pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan sesuai standar Pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan sesuai standar Sampling dan pengujian laboratorium Obat dan Makanan Penyidikan dan penegakan hukumhukum Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha Melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik termasuk peringatan publik Pengelolaan data dan informasi Obat dan Makanan Menentukan peta zona rawan peredaran Obat dan Makanan yang tidak sesuai dengan standar Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang tidak memenuhi standar 55

56 BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN DIREKTORAT STANDARDISASI PT dan& PKRT BPOM Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi ke depan sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, maka Direktorat Standardisasi PT dan& PKRT BPOM sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai unit yang bertanggung jawab dalam penyusunan standar lembaga Pengawasan Obat dan Makanan dituntut untuk agar dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat/khasiat dan mutu obatsesuai standar yang telah ditetapkan. Untuk itu, disusun visi dan misi serta tujuan dan sasaran Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM. 56

57 57

58 Gambar :. Peta Strategis Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM Periode II.1. VISI Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, BPOM dan unit dibawahnya diantaranya Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM harus memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pelaksanaan RPJMN dan RKP Tahunan, melalui penyusunan rencana strategis dan tahunan (RPJMN, RKP) yang berkualitas serta optimalisasi pengendalian dan monitoring evaluasi atas pelaksanaan pengawasan 58

59 Obat dan Makanan secara efektif dan efisien serta pelaksanaan tugas-tugas lainnya dari pemerintah. Kualitas pengawasan oobat dan Makanan dilihat dari: 1) Kualitas kebijakan dalam penetapan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria di bidang oterhadap Obat dan Makanan; 2) Kualitas pengawasan oobat dan Makanan, serta 3) Kerjasama dan Komunikasi Publik dalam mendorong peran serta masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk oobat dan Makanan sesuai standar. Apabila keseluruhan hal tersebut dapat terpenuhi, maka berarti BPOM/ Direktorat Standardisasi PT &dan PKRT telah mampu berperan dalam mendukung pencapaian, target, sasaran, misi dan visi RPJMN sesuai visi, misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode , dan selanjutnya mendukung pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sesuai amanat UUD 1945, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Adapun visi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN adalah sebagai berikut: Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN adalah sebagai berikut: 1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan, 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum, 3. Mewujudkan politik luar negeri yang bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim, 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera, 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing, 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju dan kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, dan 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Untuk mendukung pencapaian visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN tersebutbadan POM, maka Direktorat Standardisasi PT & PKRT sebagai unit kerja Eselon II BPOM sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagai lembaga unit kerja yang bertanggungjawab dalam pengawasan Obat dan Makananpenyusunan standar obat menetapkan visi Visi Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM yang mengacu pada visi BPOM adalah sebagai berikut: Obat dan Makanan dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa Penjelasan Visi: Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan dan Makanan harus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut: 59

60 Aman : Keadaan bebas dari bahaya. Semua produkoobat dan Makanan harus dijamin keamanannya, agar tidak membahayakan bagi masyarakat penggunaannya. Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah memenuhi pengujian standar, baik standar nasional maupun internasional,. S sehingga adanya kesiapan suatu produk bangsa untuk interaksi daya saing di masa depan. Agar menjadi kompetitif, dalam arti ini adalah memiliki peluang agar mampu bersainguntuk menang bagi sejumlah pemain industri yang menghadapi biaya tinggi.. II.2. MISI Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata sesuai dengan penguatan peran Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Bab I terhadap peran Direktorat Standardisasi PT & PKRT.BPOM. Adapun misi yang akan dilaksanakan sesuai dengan peran-peran Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM tersebut untuk periode mengacu pada misi BPOM, adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat Pengawasan OObat dan Mmakanan dan Makanan merupakan satu-kesatuan fungsi (full spectrum) standardisasi, penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan hukum. Menyadari kompleksnya tugas yang diemban Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM dalam melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman dengan tujuan akhir adalah masyarakat sehat, serta berdaya saing, maka perlu disusun suatu sasaran strategis khusus yang mampu mengawalnya. Di satu sisi tantangan dalam pengawasan oobat dan Makanan semakin tinggi, sementara sumber daya yang dimiliki terbatas, maka perlu adanya prioritas dalam penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan oobat dan Makanan seharusnya didesain berdasarkan analisis risiko., Hhal ini tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara proporsional untuk dalam mencapai tujuan sasaran strategis ini. 2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. 2. Mewujudkan kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), yaitu pelaku usaha mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjamin keamanan, khasiat dan mutu produk produk oobat sehingga dan Makanan aman. Pelaku usaha merupakan pemangku kepentingan yang mampu memberikan jaminan produk yang memenuhi standar dan engan memenuhi ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Sebagai lembaga pengawas, BPOM/ Direktorat Standardisasi PT & PKRT harus bersikap konsisten terhadap pelaku usaha, yaitu dengan melaksanakan proses pemeriksaan serta pembinaan dengan baik. BPOM/ Direktorat Standardisasi PT 60

61 dan& PKRT harus mampu membimbingina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat menyediakan/menghasilkanmberikan produk yang aman, bermanfaat/berkhasiat, dan bermutu serta,. Dengan pembinaan secara berkelanjutan, ke depan diharapkdiharapkaan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam memberikan jaminan keamanan Oobat. BPOM memberikan dukungan regulatory untuk kemajuan industri farmasi dalam rangka meningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan, manfaat, dan mutu obat.dan Makanan. Era perdagangan bebas telah dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Sementara itu, kontribusi industri oobat dan Makanan terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PDB) cukup siginifikan., diantaranya Industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki kontibusi PDB non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara Industri Kimia dan Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin ). Perkembangan industri makanan, minuman, dan farmasi (obat) dari tahun 2004 sampai dengan 2012 juga mempunyai tren yang meningkat. Hal ini tentunya merupakan suatu potensi yang luar biasa untuk industri tersebut berkembang lebih pesat. Kaitannya dengan perdagangan bebas, industri dalam negeri tidak hanya bersaing di pasar dalam negeri, namun juga pasar di luar negeri. Sebagai contoh, masih besarnya impor terhadap obat serta besarnya pangsa pasar dalam negeri dan luar negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat berkembang. Demikian halnya dengan industri makanan, di mana pasar dalam negeri dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia sangat potensial. Industri kosmetik, obat tradisional, dan suplemen kesehatanpun mempunyai karakteristik yang sama. Kemajuan industri Obat dan Makananobat secara tidak langsung juga dipengaruhi dari sistem serta dukungan regulatory yang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM berkomitmen untuk mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan, manfaat, dan mutu Obat dan Makanan.obat. melakukan upaya-upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung pengawasan melalui kegiatan public awareness seperti sosialisasi dan penyediaan informasi obat. Masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen mempunyai peran yang sangat strategis untuk dilibatkan dalam pengawasan Obat dan Makananobat, utamanya pada sisi demand. Sebagai salah satu pilar pengawasan Obat dan Makananobat, masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi objek upaya peningkatan kesadaran (awareness) untuk memilih Obat dan Makananobat yang memenuhi standar, tetapi juga diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makananobat sehingga dapat berperan aktif dalam meningkatkan pengawasan Obat dan Makananobat. Sadar dengan kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat, BPOM/ Direktorat Standardisasi PT &dan PKRT melakukan upaya-upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadarannya masyarakat dalam mendukung pengawasan. Upayaupaya tersebut salah satunya dilakukan melalui kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat. Di sisi lain, arus globalisasi memberi kesempatan masuknya produk yang tidak memenuhi standar dengan harga murah ke wilayah Indonesia. Pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai syarat keamanan produk Obat dan Makananobat menimbulkan asymmetric information yang dapat dimanfaatkan oleh produsen yang tidak bertanggung jawab dengan nakal untuk menjual produk yang murah namun substandar. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM/ Direktorat Standardisasi PT &dan PKRT tidak dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pihak lainnya terutama dalam penyusunan standar.a. 61

62 Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil harus disinkronkan dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah. Untuk itu, dalam melaksanakan tugas pengawasan di daerah, BPOM/ Direktorat Standardisasi PT &dan PKRT harus bersinergi dengan lintas sektor terkait, sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan. Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), yaitu pelaku usaha mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjamin produk Obat dan Makanan aman. Pelaku usaha merupakan pemangku kepentinganyang mampu memberikan jaminan produk yang memenuhi standar dengan memenuhi ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Sebagai lembaga pengawas, BPOM harus bersikap konsisten terhadap pelaku usaha, yaitu dengan melaksanakan proses pemeriksaan serta pembinaan dengan baik. BPOM harus mampu membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan produk yang aman, bermanfaat/berkhasiat, dan bermutu. Dengan pembinaan secara berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan. Era perdagangan bebas telah dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Sementara itu, kontribusi industri Obat dan Makanan terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PDB) cukup siginifikan. Industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki kontibusi PDB non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara Industri Kimia dan Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin ). Perkembangan industri makanan, minuman, dan farmasi (obat) dari tahun 2004 sampai dengan 2012 juga mempunyai tren yang meningkat. Hal ini tentunya merupakan suatu potensi yang luar biasa untuk industri tersebut berkembang lebih pesat. Kaitannya dengan perdagangan bebas, industri dalam negeri tidak hanya bersaing di pasar dalam negeri, namun juga pasar di luar negeri. Sebagai contoh, masih besarnya impor terhadap obat serta besarnya pangsa pasar dalam negeri dan luar negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat berkembang. Demikian halnya dengan industri makanan, di mana pasar dalam negeri dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia sangat potensial. Industri kosmetik, obat tradisional, dan suplemen kesehatanpun mempunyai karakteristik yang sama. Kemajuan industri Obat dan Makanan secara tidak langsung juga dipengaruhi dari sistem serta dukungan regulatoryyang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM berkomitmen untuk mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan, manfaat, dan mutu Obat dan Makanan. 3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan sumber daya yang meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine), yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana- prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, maka BPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat 62

63 mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi. Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi. juga melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait kerja sama lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi dan sebagainya yang merupakan potensi yang perlu diperkuat. DisampingDi samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata (techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi. Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-marketyang berstandar internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOM menghadapi tantangan globalisasi. Dengan penjaminan mutu produk Obat dan Makanan yang konsisten, yaitu memenuhi standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan optimal. BPOM juga melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait kerja sama lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi dan sebagainya,yang merupakan potensi yang perlu diperkuat. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik terhadap Obat dan Makananobat yang beredar di pasaran, sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makananobat yang mengandung bahan baku berbahaya dan ilegal. Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning organization). Untuk mendukung itu, maka BPOM perlu untuk memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar informasi (knowledge sharing). II.3. BUDAYA ORGANISASI Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya dan. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya. 1. Profesional Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. 2. Integritas 2. konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilainilai luhur dan keyakinan. 3. Kredibilitas 63

64 Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. 4. Kerjasama Tim Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. 5. Inovatif Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini. 6. Responsif/Cepat Tanggap Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah. II.4. TUJUAN Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan Makanan, maka tujuan yang akan dicapai BPOM dalam kurun waktu adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat; 2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi 2., atau terciptanya iklim inovasi yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global. 3. Apa perlu yang ketiga (agar sesuai table 5)?? Terwujudnya kapasitas kelembagaan BPOM yang berkualitas atau tujuan ketiga dalam tabel yang dihapus. Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di atas, diusulkan sebagai berikut: 1. Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan indikator: t a. Meningkatnya perilaku masyarakat untuk mengonsumsi Obat dan Makanan yang memenuhi standartingkat kepuasan masyarakat atas jaminan pengawasan BPOM; b. Menurunnya kasus keracunan Obat dan Makanan. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukungukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di atas, adalah: 1. Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan indikator: a. Tingkat kepuasan masyarakat atas jaminan pengawasan BPOM; 2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi, dengan indikator: a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi ketentuan; Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan pembinaan pengawasan Obat dan Makanan. b. 2. inovasi atau terciptanya iklim inovasi yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global. a. Meningkatnya Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi ketentuan; b. Tingkat kepuasan pemangku kepentinganpelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan jaminan pembinaan dan bimbingan pengawasan Obat dan Makanan. 64

65 II.5. SASARAN STRATEGIS Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZABPOM, dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA.BPOM. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ( ) ke depan diharapkan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZABPOM akan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut: 1. Menguatnya ssistem ppengawasan Obat dan Makanan 1. Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZABPOM merupakan suatu proses yang komprehensif dan bersifat full spectrum, mencakup pengawasan pre-market dan post-market. Sistem ini antara lain tu terdiri dari: pertama, standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Kedua, penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk sebelum beredar dengan cara memperoleh nomor ijin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada konsumen. Ketiga, adalah pengawasan setelah beredar (post-market control) yang dilakukan dengan melakukan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui apakah Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan produk yang tidak memenuhi syarat dan kemudian akan ditarik dari peredaran. Kelima, adalah penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Dalam bisnis Obat dan Makanan yang relatif menjanjikan keuntungan yang besar, rentan terhadap pelanggaran dari pelaku usaha. Untuk itu diperlukan adanya suatu penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran terkait Obat dan Makanan. Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka dibuat Iindikatorindikator yang terkait Kedeputian I yaitu sebagai berikut: Persentase obat yang memenuhi syarat meningkat., 1. Persentase oobat ttradisional yang memenuhi syarat meningkat, 2. Persentase kosmetik yang memenuhi syarat meningkat, 3. Persentase suplemen kesehatan yang memenuhi syarat meningkat, 4. Persentase makanan yang memenuhi syarat meningkat 2. Meningkatnya jaminan kualitas pembinaan dan bimbingan dalam mendorong kemandirian pelaku usaha dan kemitraan dengan pemangku kepentingan serta partisipasi masyarakat melalui kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik. Salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan adalah masyarakat sebagai konsumen. Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di pasaran (masyarakat) masih berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan produk Obat dan Makanan yang aman, 65

66 bermanfaat, dan bermutu. Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terkait Obat dan Makanan yang memenuhi syarat, BPOM harus memberikan kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi (KIE). DisampingDi samping itu, pengawasan Obat dan Makanan perlu juga dilakukan oleh pelaku usaha baik produsen, distributor, dan pelaku usaha lain. Pengawasan oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dari sebelum sampai sesudah produk beredar, salah satunya adalah meliputi pengawasan produksi dan distribusi Obat dan Makanan di sarana produksi dan sarana distribusi. Produsen mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk Obat dan Makanan yang memenuhi syarat (aman, khasiat/ bermanfaat, dan bermutu) melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Dari sisi pemerintah, BPOM bertugas dalam menyusun kebijakan dan regulasi terkait Obat dan Makanan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Paradigma BPOM sebagai lembaga pengawas dan ditakuti oleh pelaku usaha selama ini mulai berubah, dengan adanya upaya yang dilakukan BPOM dalam menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan para pelaku usaha. Tanpa meninggalkan tugas utama pengawasan, BPOM berupaya memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk memperoleh kemudahan dalam usahanya. Salah satunya melalui jaminan kualitas (quality assurance) pengawasan, melalui pendampingan regulatory (regulatory assistance). Masing-masing kedeputian di BPOM mempunyai upaya yang berbeda dalam memberikan dukungan regulatory, sesuai dengan bidang lingkupnya. Sasaran strategis ini berupaya untuk mengakomodasi kegiatan yang mendukung pada peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan mutu Obat dan Makanan.Pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan harus didukung dalam menghadapi tantangan perdagangan bebas.salah satunya adalah dengan memberikan dukungan regulatory (sistem pengawasan) kepada pelaku usaha dengan insentif. Sementara terkait dengan faktor lain yang menjadi variabel penentu dalam meningkatkan kemudahan usaha, adalah daya saing. Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikatornya sebagai berikut: Ju mlah industri farmasi yang meningkat kemandiriannya, Ju mlah Industri Obat Tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat CPOTB, Ju mlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan, P ersentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin keamanan pangan, P eningkatan indeks kesadaran masyarakat, dan P ersentase pencapaian kerja sama terhadap target kerja sama yang ditetapkan. 3. Meningkatnya kkualitas Kkapasitas Kkelembagaan BPOM Sumber daya meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine) merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, maka BPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan 66

67 sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi. BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata(techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering),yang masih memerlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi. Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikatornya adalah: 1. Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di BPOM, 2. Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK, 3. Nilai SAKIP BPOM dari MenPAN dan RB, Dalam mendukung pencapaian sasaran strartegis Deputi Bidang Pengawasan Produk terapetik dan NAPZA tersebut, memiliki visi, misi dan tujuan yang sama dengan unit Eselon I di atasnya, dan namun memiliki berbeda dalam sasaran kegiatan yang mengacu pada sasaran strategis dan indikator Deputi I.n Pada ya, Adapun Tabel Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM periode mengacu pada sesuai dengan penjelasan di atas, adalah sebagai berikut : Tabel [a1]:. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Direktorat Standardisasi PT & PKRT BPOM periode VISI MISI TUJUAN SASARAN STRATEGIS /PROGRAM Obat dan Makanan Aman Meningkatka n Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa Meningkatka n sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, berkhasiat/ bermanfaat dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat. Menguatnya sistem pengawasan obat SASARAN KEGIATAN N STRATEGIS Tersus unnya standar obat dalam rangka menjamin obat yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan INDIKATOR KINERJA 1. Jumlah standar oobat yang disusun *) Jumlah rekomendasi laporan Uji Bioekivalensi yang selesai di evaluasi *)Persentase obat yang memenuhi syarat; 67

68 Jumlah rekomendasi laporan Uji Bioekivalensi yang selesai di evaluasi Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat; Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat; Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat; 2. Persentase makanan yang memenuhi syarat. *) : Indikator Kinerja Utama 68

69 69

70 70

71 BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 71

72 III.1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL Sebagaimana visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden periode pada Bab II di atas, untuk mewujudkan visi dilaksanakan 7 (tujuh) misi pembangunan yang salah satunya adalah mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. Visi-misi ini selanjutnya dijabarkan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan yang disebut NAWA CITA, sebagai berikut: Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara (Perkuat peran dalam kerjasama global dan regional), Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya (membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah), Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan (pengurangan ketimpangan antar kelompok ekonomi masyarakat), Memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya (pemberantasan narkotika dan psikotropika), Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (pembangunan kesehatan khususnya pelaksanaan program Indonesia sehat), Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi), Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan setor-sektor strategis ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan), Melakukan revolusi karakter bangsa, dan 1. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia 2. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara (Perkuat peran dalam kerjasama global dan regional), 3. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya (membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah), 4. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan (pengurangan ketimpangan antar kelompok ekonomi masyarakat), 5. Memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya (pemberantasan narkotika dan psikotropika), 6. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (pembangunan kesehatan khususnya pelaksanaan program Indonesia sehat), 7. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi), 8. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sector-sektor strategis ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan), 9. Melakukan revolusi karakter bangsa, dan 10. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia Adapun 5 (lima) prioritas pembangunan dalam Nawacita dari 9 (Sembilan) yang akan menjadi tugas dan tanggung jawab BPOM pada periode adalah sebagaimana Tabel dibawah ini. 72

73 Tabel 6: 9 (Sembilan) Agenda Prioritas Pembangunan (NAWACITA) 73

74 Peningkatan kualitas hidup manusia tidak hanya tercermin pada penyediaan lapangan pekerjaan dan jaminan pendapatan semata, melainkan juga pemenuhan hakhak dasar warga negara untuk memperoleh layanan publik. Dalam perspektif tersebut, pembangunan manusia dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat, berpendidikan, berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, serta berdaya saing untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteran bagi seluruh bangsa Indonesia. Kualitas SDM tercermin dari tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan penduduk, yang menjadi komponen inti Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Indonesia terus mengalami peningkatan dari 71,8 pada tahun 2009 menjadi 73,8 pada tahun Sementara itu, usia harapan hidup saat lahir mencapai 69,9 tahun dan Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita sebesar Rp. 3,3 juta. Persentase penduduk miskin juga menunjukan penurunan, dari 12,4 persen atau 29,9 juta orang pada tahun 201..menjadi 1,5 persen atau 28,6 juta orang pada tahun

75 Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan di atas, perlu disertai gerakan Revolusi Mental, dengan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku setiap orang, yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehinga Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Revolusi Mental mengandung nilai-nilai esensial yang harus dinternalisasi baik pada setiap individu maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan optimistis, produktif-inovatif-adaptif, kerja sama dan gotong royong, dan berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum. Untuk itu, salah satu aspek untuk mendukung pembangunan manusia tersebut di bidang kesehatan dan gizi masyarakat adalah pengawasan Obat dan Makanan. Saat ini persentase obat yang telah memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan terus meningkat dan pada tahun 2013 telah mencapai 96,8592 persen. Walaupun demikian, hanya 67,8 persen sarana produksi obat (tahun 2013) yang memenuhi cara produksi yang baik (CPOB). Ketersediaan obat dan vaksin telah cukup baik, yaitu mencapai 96,93 persen pada tahun Namun ketersediaan di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan dasar masih belum memadai. Misalnya Puskesmas yang mempunyai lebih dari 80 persen jenis obat umum yang cukup baru mencapai 13,2%. Selain itu, variasi ketersediaan obat dan vaksin masih tingi dengan 13 provinsi melebihi 10 persen (misalnya Kalimantan Barat, Jawa Timur, Yogyakarta) sedangkan di beberapa provinsi lainya masih di bawah 80 persen (Maluku, Gorontalo, Kepulauan Riau). Kelebihan persediaan menimbulkan inefisiensi, sedangkan ketersediaan yang rendah menyebabkan pelayanan kesehatan yang kurang optimal. Penggunaan obat generik di sarana kesehatan terus meningkat, yaitu mencapai 96,1 persen di Puskesmas dan 74,87 persen di Rumah Sakit. Sementara itu obat rasional dan obat generik di fasilitas kesehatan belum dimanfatkan secara optimal, ditunjukan dengan pengunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah mencapai 61,9 persen. Belum optimalnya pemanfatan obat generik di fasilitas kesehatan, antara lain juga disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik. Berdasarkan data Rifaskes 201,,,, persentase penduduk yang mempunyai pengetahuan tentang obat generik baru mencapai 46,1persen di perkotaan dan 17,4 persen di pedesaan. Selain itu pada tahun 2013, sebanyak 35 persen rumah tangga melaporkan menyimpan obat termasuk antibiotik tanpa adanya resep dokter. Berbagai indikator kefarmasian dan ketersediaan obat tingkat nasional menunjukan permasalahan dihadapi dari sisi ketersediaan obat dan alat kesehatan, mutu pelayanan, dan pengunaan obat di tingkat masyarakat. Manajemen supply chain menghadapi kendala dalam kualitas fasilitas dan sarana, serta kemampuan dan keterampilan dalam perencanaan, distribusi, manajemen stok dan mutu serta pengelolaan persediaan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, serta sistem data dan informasi persediaan dan pengunaan obat di gudang obat yang lemah. Dalam upaya mencapai kemandirian pemenuhan obat dalam negeri, hampir 90% kebutuhan obat dapat diproduksi dalam negeri, namun hampir 96% bahan baku industri farmasi masih sangat tergantung dengan bahan baku impor. Tingkat ketergantungan ini dapat diminimalisir dengan peningkatan kemandirian di bidang obat dengan menumbuhkan industri Bahan Baku Obat (BBO) dalam negeri yang didukung oleh riset terkait bahan baku obat, terutama bahan baku obat kimia. Selain itu, kemandirian pemenuhan BBO juga perlu didukung dengan pengembangan bahan baku obat tradisional, terutama pemanfatan keanekaragaman hayati dalam negeri. Untuk menunjang upaya pencapaian kemandirian bahan baku obat tersebut, perlu juga penguatan jejaring antara Pemerintah-Swasta-Perguruan Tinggi dan kelompok masyarakat sipil dalam rangka riset dan penguatan industri obat. 75

76 Tantangan yang dihadapi adalah peningkatan dan pengembangan supply chain dan monitoring (termasuk sumber daya manusia, fasilitas, standar keamanan, dan teknologi informasi) untuk peningkatan penggunan obat generik dan obat rasional melalui peningkatan peresepan, pengunaan dan pengetahuan masyarakat mengenai obat generik dan obat rasional. Untuk menjamin ketersediaan dan mutu, keamanan dan khasiat obat hingga di fasilitas kesehatan dan pasien., perlu peningkatan dan pengembangan supply chain dan monitoring (termasuk sumber daya manusia, fasilitas, standar keamanan, dan teknologi informasi). Dalam rangka pengendalian mutu, biaya dan proses pengadaan, perlu penyempurnaan, penyelarasan dan evaluasi reguler Fomularium Nasional (Fornas), Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO). Selain itu, perlu ekplorasi dalam penetapan dan pengendalian harga obat, misalnya melalui berbagai insentif fiskal dan finansial dan pengurangan ketergantungan bahan baku obat luar negeri. Dari sisi produksi dan distribusi, perlu upaya peningkatan kapasitas produksi sesuai standar cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dan mengikuti cara distribusi obat yang baik (CDOB) untuk menjamin mutu, keamanan dan khasiat serta peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan, termasuk penguatan pengawasan regulasi dan penegakan hukum. Dalam hal kemandirian penyediaan Bahan Baku Obat (BBO), perlunya penguatan dan pengembangan industri bahan baku obat dalam negeri termasuk bahan baku obat tradisional dengan pemanfaatan keanekaragama hayati dalam negeri serta penguatan jejaring dengan pemangku kepentingan terkait. Berdasarkan berbagai permasalahan, tantangan, hambatan, maupun peluang yang dihadapi pembangunan bidang kesehatan dan gizi masyarakat tahun , maka sasaran bidang yang akan dicapai adalah diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, antara lain tercermin dari indikator yang juga menjadi tanggungjawab BPOM, sebagai berikut: Meningkatnya Perlindungan Finansial, Pemerataan dan Mutu Pelayanan, serta Ketersediaan, Penyebaran dan Mutu Obat dan Sumber Daya Kesehatan, yang terkait kewenangan BPOM, indikator yang ditetapkan, yaitu: No Indikator Status Awal Target Persentase obat yang memenuhi syarat 96, ,0 2 Persentase makanan yang memenuhi syarat 87,6 90,1 Sebagaimana visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden periode yang dijabarkan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan yang disebut NAWA CITA, yaitu: 1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara (Perkuat peran dalam kerjasama global dan regional), 2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya (membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah), 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan (pengurangan ketimpangan antar kelompok ekonomi masyarakat), 4. Memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya (pemberantasan narkotika dan psikotropika), 76

77 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (pembangunan kesehatan khususnya pelaksanaan program Indonesia sehat), 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi), 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan setor-sektor strategis ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan), 8. Melakukan revolusi karakter bangsa, dan 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia Adapun yang terkait dengan Badan POM yaitu butir 2, 3, 5, 6 dan 7. Pada Matriks Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT terlibat program lintas di bawah koordinasi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yaitu: i. Program Lintas Peningkatan Perlindungan Sosial Penduduk melalui Kartu Indonesia Sehat terdiri atas Program Penguatan Pelaksanaan JKN, Program Pembinaan Upaya Kesehatan, Program PSDMK, dan Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan. Kode Program/Kegiatan Indikator 4.4 Program Pengawasan Obat dan Persentase obat yang memenuhi syarat Makanan Penyusunan Standar Obat Jumlah Standar Obat yang disusun III.2. (Sumber: Buku I Rancangan Awal RPJMN ) Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat tahun , maka salah satu arah kebijakan dan strategi pembangunan di bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat yang terkait dengan BPOM adalah Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan, melalui: 1. Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko; 2. Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat dan Makanan; 3. Penguatan kemitraan pengawasan Obat dan Makanan dengan lintas sektorpemangku kepentingan; 4. Peningkatan kemandirian pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko oleh masyarakat dan pelaku usaha; 5. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan; dan 6. Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat dan Makanan. III.3.III.1. DAN PKRT ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOMDIREKTORAT STANDARDISASI PT Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, arah kebijakan dan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis BPOM Direktorat Standardisasi PT dan PKRT sesuai dengan arah kebijakan BPOM periode adalah, adalah :: Arah Kebijakan yang akan dilaksanakan: 1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat 77

78 Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat dan Makanan 2) 3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat dan Makanan 1) Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat, 4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan Obat dan Makanan melalui penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien. 2) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan Obat dan Makanan melalui penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien, 3) Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat, 4) Peningkatan kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan,dan 5) Peningkatankemitraan dengan pemangku kepentingandalam rangka mendorong peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan. Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal.: Eksternal: 1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan oobat dan Makanan; 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang oobat dan Makanan; 1) Penguatan regulatory system pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko; 2) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan Makanan; dan 3) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan. Internal: 3) Penguatan Regulatory System pengawasan oobat dan Makanan berbasis risiko; 4) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja individu/pegawai; 5) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai; 6) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan daerah secara lebih proporsional dan akuntabel; Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan. 4) Membangun manajemen kinerja dari kinerja lembaga hingga kinerja individu/pegawai; 5) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif, dan akuntabel serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai; 6) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di Badan Pengawasan Obat dan Makanan di tingkat pusat dan daerah secara lebih proporsional dan akuntabel; dan 78

79 7) 7) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan. Untuk melaksanakan tugas pokok dandan fungsi sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan tersebut, BPOM menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode , yaitu program utama (teknis) dan program pendukung (generik), sebagai berikut: a. Program Tteknis Program Pengawasan Obat dan Makanan. Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat Obat dan Makanan melalui serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan, penilaian Obat dan Makanan sesuai standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar, penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan. b. Program Ggenerik 1) Program generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya. 2) Program generik 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM. Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas BPOM, dimana sebagai berikut: a. Kegiatan-kegiatan utamanya untuadalah k melaksanakan Standardisasi PT dan PKRT, yaitu Pengawasan Obat dan Makanan b. Penyusunan standar Oobat dan Makanan berupa Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) pengawasan Obat dan Makananobat. c. (pre dan post-market); Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian Obat dan Makanan; Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, sarana pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan sarana distribusi Pangan dan Bahan Berbahaya; Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya laboratorium Obat dan Makanan; Penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan; Peningkatan penelitian terkait pengawasan Obat dan Makanan antara lain regulatory science, life science; Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat. 1) Penyusunan standar obat berupa Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) pengawasan Obat dan Makanan (pre dan post-market); 2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian obat; 3) Peningkatan pengawasan sarana produksi, sarana distribusi, dan sarana pelayanan Obat dan Makanan untuk meningkatkan kualitas sarana produksi, sarana distribusi, dan sarana pelayanan Obat dan Makanan; 4) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; 79

80 5) Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya laboratorium Obat dan Makanan; 6) Penyidikan terhadap Pelanggaran Obat dan Makanan; 7) Peningkatan penelitian terkait pengawasan Obat dan Makanan, antara lain regulatory science, life science; 8) Peningkatan kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan, serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. b. Kegiatan[a2] untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung[a3]): 1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan[a4]; 2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan Makanan; 3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM; 4) Peningkatan Sarana dan PrasaranaKompetensi Aparatur BPOM; 5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat. Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, maka masing-masing sasaran strategis BPOM periode dijabarkan kepada sasaran program dan kegiatan tabel 3.15 berikut ini :berdasarkan logic model perencanaan. Adapun logic model penjabaran terhadap sasaran program dan kegiatan mengacu pada Kedeputian Bidang Pengawasan PT dan NAPZA disesuaikan dengan unit organisasi di lingkungan BPOM adalah sebagai berikut : III.4. III.5. Gambar Logframe Kedeputian 80

81 Tabel : Program, Sasaran Program, Kegiatan, Sasaran Kegiatan, dan Indikator di Direktorat Standardisasi PT dan PKRTLingkungan Kedeputian PROGRAM SASARAN PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS SASARAN KEGIATAN INDIKATOR PIC PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan Penyusunan Standard ObatStandardis asi PT dan PKRT dan Tersusunnya standar obat dalam rangka menjamin obat yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu 1. Jumlah standar oobat dan Makanan yang disusun 2. Jumlah rekomendasi laporan Uji Bioekivalensi yang selesai dievaluasi Jumlah rekomendasi laporan Uji Bioekivalensi yang selesai di evaluasi Direktoratt. Standardisas i PT dan PKRT Gambar 11. Logframe Pusat-Pusat Tabel 87: Program, Sasaran Program, Kegiatan Strategis, Sasaran Kegiatan, Indikator Di Lingkungan Pusat-Pusat 81

82 PROGRAM SASARAN PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS SASARAN KEGIATAN INDIKATOR PIC PROGRAM PENGAWA SAN OBAT DAN MAKANAN Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan Pemeriksaan secara Laboratoriu m, Pengujian dan Penilaian Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat dan Makanan serta Pembinaan Laboratoriu m POM Meningkatnya kemampuan uji laboratorium POM sesuai standar Persentase pemenuhan Laboratorium Balai Besar/Balai POM yang sesuai persyaratan Good Laboratorium Practices (GLP) Persentase sampel uji yang ditindaklanjut i tepat waktu Dit. Standard isasi Riset Keamanan, Khasiat, dan Mutu Obat dan Makanan Investigasi Awal dan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Bidang Obat dan Makanan Meningkatnya hasil riset dibidang pengawasan obat dan makanan Meningkatnya kuantitas dan kualitas investigasi awal dan penyidikan oleh PPNS BPOM terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan Jumlah riset laboratoriu m dan kajian yang dimanfaatk an Jumlah intervensi ke BB/BPOM dalam pelaksanaan Investigasi Awal dan Penyidikan tindak pidana di bidang obat dan makanan Jumlah Perkara tindak Pidana di Bidang Obat dan Makanan yang ditangani Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Dit. Penilaian Dit. Was. Produksi obat 82

83 Tabel 9: Program, Sasaran Program, Kegiatan Strategis, Sasaran Kegiatan, Indikator Di Lingkungan Kesektamaan PROGRAM Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaa n Teknis Lainnya BPOM Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM Pengadaan, Pemelihara an dan Pembinaan Pengelolaan SASARAN PROGRAM Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM Terselenggaranya perencanaan, pengadaan, pemeliharaan dan KEGIATAN STRATEGIS Koordinasi Kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Peraturan Perundangundangan, Bantuan Hukum, Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat Pelayanan Informasi Obat dan Makanan, Informasi Keracunan dan Teknologi Informasi Persentase peningkata n pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja sesuai standar SASARAN KEGIATAN Pertimbangan/opini hukum, penyuluhan hukum dan layanan bantuan hukum Pelayanan Pengelolaan Data dan Informasi Teknologi INDIKATOR Jumlah bantuan hukum yang diberikan Persentase infrastruktur TIK yang dikembangkan untuk optimalisasi e- gov bisnis proses BPOM Jumlah informasi obat dan makanan yang up to date sesuai lingkungan strategis pengawasan obat dan makanan Persentase peningkatan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja sesuai standar Persentase pemenuhan ketersediaan sarana dan prasarana PIC Biro Hukma s PIOM 83

84 PROGRAM SASARAN PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS SASARAN KEGIATAN INDIKATOR PIC Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM penghapusan sarana dan prasarana penunjang di Badan POM serta pembinaannya Terselenggaranya dukungan pengadaan sarana dan prasarana aparatur BPOM penunjang kinerja sesuai standar Persentase satker yang mampu mengelola BMN dengan baik Jumlah dukungan teknis pengadaan barang dan jasa III.6. Gambar 12 84

85 85

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bimbingan Teknis Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tahun 2017 Jakarta, 18 Juli 2017 DASAR HUKUM, TUGAS,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI

KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI NOMOR HK.04.01.313.05.15.1413 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI TAHUN 2015-2019 DIREKTUR PENILAIAN OBAT

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Deputi I

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Deputi I LAMPIRAN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA NOMOR HK.05.02.322.3.05.15.859 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA TAHUN 2015-2019

Lebih terperinci

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.05.02.322.3.05.15.859 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-63.1-/216 DS462-7237-737-7577 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN NOMOR HK.04.05.06.15.695 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN

RENCANA STRATEGIS TAHUN RENCANA STRATEGIS TAHUN 215-219 217 218 219 215 216 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDA ACEH Jl. Tgk. Daud Beureueh No.11 Banda Telp:651-23926 Fax: 651-22735 Email: serliknad@yahoo.com : BBPOM

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa bahwasannya kami telah dapat menyusun Rencana Strategis Balai Besar POM di Bandar Lampung Tahun 2015 2019 Visi

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian dan lembaga perlu menyusun Rencana Strategis

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.515, 2015 BPOM. Rencana Strategis Tahun 2015-2019 Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci

Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen KATA PENGANTAR S esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.21.3592 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 05018/SK/KBPOM TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Rencana Strategis BBPOM di Medan

KATA PENGANTAR. Rencana Strategis BBPOM di Medan KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas menyusun Rencana Strategis (Renstra) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, 20 April 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, 20 April 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru KATA PENGANTAR S esuai amanat Undang-Undang No. 5 tahun 004 tentang Sistem Penilaian Perencanaan Pembangunan Nasional yang disusun secara periodic meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN RENCANA STRATEGIS 2015 2019 DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2015 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Drs. Bosar M. Pardede., Apt., M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Drs. Bosar M. Pardede., Apt., M.Si NIP KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dapat selesainya rencana strategis Balai Pengawas Obat dan Makanan di Manokwari periode 2015-2019. Sesuai dengan amanat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK

KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Lampiran Keputusan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banjarmasin Nomor : HK.01.02.100.04.15.0631 Tentang Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Lampiran-1 RINCIAN TAMBAHAN FORMASI CPNS PUSAT DARI PELAMAR UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN ANGGARAN 2014

Lampiran-1 RINCIAN TAMBAHAN FORMASI CPNS PUSAT DARI PELAMAR UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN ANGGARAN 2014 Lampiran-1 RINCIAN TAMBAHAN FORMASI CPNS PUSAT DARI PELAMAR UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN ANGGARAN 2014 NO NAMA JABATAN KUALIFIKASI PENDIDIKAN 1 Apoteker. III/b 192 1 Direktorat Standardisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL. Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL. Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Press Release Hasil Operasi Pangea VIII tahun 2015 Jakarta, 25 Juni 2015

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Latar Belakang Derasnya arus globalisasi memberikan warna dan nuansa pada pola perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan sistem perdagangan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana

Lebih terperinci

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP KATA PENGANTAR esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN 2015-2019 BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN 2015 SURAT KEPUTUSAN KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG NOMOR :

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa

Lebih terperinci

Rencana Strategis. Balai Besar POM di Manado

Rencana Strategis. Balai Besar POM di Manado 2015-2019 Rencana Strategis Balai Besar POM di Manado KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI. Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan

PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI. Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan Disampaikan Pada Seminar Nasional The 2nd Indonesian Pharmacist

Lebih terperinci

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L 2 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (2) 3 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (3) 4 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (4) DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN URAIAN TUGAS TIM RB BPOM

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN URAIAN TUGAS TIM RB BPOM LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.22.03.18.1314 TAHUN 2018 TENTANG PEMBENTUKAN TIM REFORMASI BIROKRASI BIROKRASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Renstra Balai POM di Gorontalo Tahun

KATA PENGANTAR. Renstra Balai POM di Gorontalo Tahun KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan HidayahNya yang dilimpahkan kepada kita semua sehingga proses penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Balai POM di Gorontalo

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

DRA. TRIKORANTI MUSTIKAWATI, APT. NIP

DRA. TRIKORANTI MUSTIKAWATI, APT. NIP KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA BADAN POM RI

RENSTRA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA BADAN POM RI BADAN POM RI RENSTRA 2015-2019 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jl. Tompeyan I Tegalrejo. Telp (0274) 561038/ Fax (0274) 552250 Email : bpom_yogyakarta@pom.go.id

Lebih terperinci

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Togi J. Hutadjulu Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi 1. PENDAHULUAN 2. PELAYANAN PUBLIK BADAN POM

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Direktur Obat Asli Indonesia. Dra. Mauizzati Purba, Apt.M.Kes NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Direktur Obat Asli Indonesia. Dra. Mauizzati Purba, Apt.M.Kes NIP KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap instansi pemerintah perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra)

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan CODE PROCESS NAME SUB PROCESS SUB PROCESS CODE CFM CFM CODE POM-01 Pengelolaan Perundang-undangan dan Standar Pembentukan undang-undang

Lebih terperinci

Rencana Strategis Balai Besar POM di Makassar Tahun A. KONDISI UMUM

Rencana Strategis Balai Besar POM di Makassar Tahun A. KONDISI UMUM A. KONDISI UMUM Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN) Tahun 2005 2025 yang ditetapkan melalui Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)Pekanbaru. Pembentukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru diawali oleh terbentuknya

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Jakarta, 7 Februari 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Direktif Presiden tentang Penyusunan Masterplan Visi Indonesia 2025 Kedudukan Masterplan dalam Kerangka

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN DIREKTORAT PENGAWASAN DISTRIBUSI PRODUK TERAPETIK DAN PKRT

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN DIREKTORAT PENGAWASAN DISTRIBUSI PRODUK TERAPETIK DAN PKRT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT PENGAWASAN DISTRIBUSI PRODUK TERAPETIK DAN PKRT KATA PENGANTAR Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 JULI 29 JULI 2011

Lebih terperinci

Renstra BPOM Tahun merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program

Renstra BPOM Tahun merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program Renstra Tahun 2015 2019 merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan KATA PENGANTAR Pengawasan Obat dan Makanan merupakan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PIOM

RENCANA STRATEGIS PIOM RENCANA STRATEGIS PIOM 2015-2019 Rencana Strategis Pusat Informasi Obat dan Makanan 2015-2019 i Kata Pengantar Untuk mendukung tercapainya visi dan misi Badan POM, Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM)

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKAN NOMOR: HK. 00. 05. 24.01634 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : 1. bahwa

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Padang, 16 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006 PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA (BIDANG KESEHATAN) Disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI Jakarta, 23 November 2005 AGENDA PEMBANGUNAN AGENDA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai lembaga penyelenggara manajemen kepegawaian negara berkomitmen untuk memajukan dan mengembangkan sistem manajemen kepegawaian

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Yth. Para Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (terlampir) SURAT EDARAN Nomor SE- It /PB/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM

Lebih terperinci

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN Pasal 106 NO. 36 TAHUN 2009 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG TAHUN 2015-2019 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada kita

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Yth Para Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (terlampir) SURAT EDARAN Nomor SE- /PB/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENCAIRAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetik dan alat kesehatan. Melalui

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Yth. Para Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (terlampir) SURA T EDARAN Nomor SE- 21 /PB/2016 TENTANG BATAS MAKSIMUM

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei 2015 Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Drs. Mustofa, Apt, M.Kes NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei 2015 Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Drs. Mustofa, Apt, M.Kes NIP KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, setiap kementerian dan lembaga diwajibkan untuk menyusun rencana strategis termasuk

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI POM DI KENDARI

RENSTRA BALAI POM DI KENDARI SURAT KEPUTUSAN KEPALA BPOM di KENDARI NOMOR : HK.04.106.04.27.769B TENTANG RENCANA STRATEGIS BPOM DI KENDARI TAHUN 2015 2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan program kesejahteraan yang harus diwujudkan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai persoalan

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Lebih terperinci

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Jakarta, 10 April 2015 Outline Paparan 1. Kerangka pikir penyelenggaranaan pangan 2. Pengawasan Makanan dalam RPJMN 2015-2019 3. Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN RENSTRA TAHUN BALAI BESAR POM DI JAKARTA

BAB I. PENDAHULUAN RENSTRA TAHUN BALAI BESAR POM DI JAKARTA BAB I. PENDAHULUAN 1.1 KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Palembang, 13 Maret 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan di Palembang

KATA PENGANTAR. Palembang, 13 Maret 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan di Palembang KATA PENGANTAR Sasaran dari suatu kegiatan hanya dapat dicapai dengan efektif dan efisien bila dapat dirumuskan dengan mempertimbangkan dinamika lingkungan. Rencana Strategis (RENSTRA) merupakan rencana

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA DEPUTI II DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN PERIODE

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1.1 Balai Pengawas Obat dan Makanan 1.1.1 Kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan balai POM Republik Indonesia Berdasarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS, KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 disusun dalam rangka memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 29 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP

Lebih terperinci

Evaluasi Permohonan Persetujuan Denah/RIP Sarana Produksi Kosmetik dan Obat Tradisional

Evaluasi Permohonan Persetujuan Denah/RIP Sarana Produksi Kosmetik dan Obat Tradisional Evaluasi Permohonan Persetujuan Denah/RIP Sarana Produksi Kosmetik dan Obat Tradisional Dra. Indriaty Tubagus, Apt., M.Kes. Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci