Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR S esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan kaidah-kaidah dalam peraturan perundang-undangan tersebut agar pembangunan bisa berjalan efektif, efisien, dan bersasaran. Dengan demikian Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam menyusun Renstra Tahun mengacu pada peraturan perundang-undangan di atas dan Renstra Badan POM Tahun Rencana Strategis merupakan rencana 5 (lima) tahun ke depan yang disusun untuk menjadi dasar dalam penyusunan rencana kinerja, penyusunan rencana kerja dan anggaran, penetapan kinerja, pelaksanaan tugas, pelaporan dan pengendalian kegiatan di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, serta penyusunann Laporan Akuntabilitas Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Dengan disusunnya Renstra Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen ini, seluruh unit kerja Eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen untuk segera menindaklanjuti untuk menyusun Rencana Strategis masing-masing unit. Selain itu, Rencana Strategis yang telah disusun dapat dijadikan pedoman dalam rangka perencanaan kegiatan yang berkelanjutan. Saya mengucapkan penghargaann yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam penyusunan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen tahun Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Drs. T. Bahdar Johan H., Apt., M.Pharm. NIP

2

3 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i iii iv BAB I. PENDAHULUAN Kondisi Umum Peran Kedeputian II berdasarkan Peraturan Perundangundangan Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Hasil Capaian Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Obat 9 Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Periode Potensi Dan Permasalahan Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Perubahan Iklim Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat Desentralisasi dan Otonomi Daerah Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Perkembangan Teknologi Jejaring Kerja Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 31 BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN BPOM DEPUTI BIDANG 43 PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN 2.1 Visi Misi Budaya Organisasi Tujuan Sasaran Strategis 50 i

4 Halaman BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN Arah Kebijakan dan Strategi BPOM Arah Kebijakan Dan Strategi Kedeputian II Kerangka Regulasi Kerangka Kelembagaan 77 BAB IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN Target Kinerja Kegiatan dalam Sasaran Strategis Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Kegiatan dalam Sasaran Strategis Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat Kerangka Pendanaan 86 ii

5 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Struktur Organisasi Kedeputian II 6 Gambar 2 SDM Tahun Berdasarkan Analisa Beban Kerja 7 Gambar 3 Profil Pegawai Kedeputian II Berdasarkan Tingkat Pendidikan 8 Tahun 2014 Gambar 4 Profil Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun Gambar 5 Profil Kosmetik yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun Gambar 6 Profil Suplemen Makanan yang Memenuhi Syarat ( MS) Tahun Gambar 7 Persentase Penduduk yang Mengkonsumsi Obat Modern dan 23 Tradisional (Sumber: Susenas BPS ) Gambar 8 Pola Pikir Pelaksanaan RB 32 Gambar 9 Diagram Permasalahan Dan Isu Strategis, Kondisi Saat Ini Dan 40 Dampaknya Gambar 10 Peta Bisnis Proses Utama BPOM sesuai Peran dan Kewenangan 41 Gambar 11 Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM 41 yang didukung oleh Kedeputian Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Gambar 12 Peta Strategis BPOM Periode Gambar 13 Logframe Kedeputian 75 Gambar 14 Ilustrasi penguatan kerangka kelembagaan Kedeputian II untuk peningkatan daya saing obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan 79 iii

6 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Profil Pegawai Kedeputian II Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun Tabel 2 Capaian Kinerja Kedeputian II Periode Tabel 3 Penduduk Indonesia Periode Tabel 4 Rangkuman Analisis SWOT 37 Tabel 5 Penguatan Peran Kedeputian II Tahun Tabel 6 Tabel 7 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Kedeputian II periode Program, Sasaran Program, Kegiatan, Sasaran Kegiatan, dan Indikator di Lingkungan Kedeputian Tabel 8 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Kedeputian II 81 Tabel 9 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan 86 iv

7 LAMPIRAN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN NOMOR HK TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan melalui Undang undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program program prioritas pemerintah, BPOM sesuai kewenangan, tugas pokok dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan BPOM untuk periode Strategi penyusunan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Kedeputian II) ini berpedoman pada Renstra BPOM. Proses penyusunan Renstra Kedeputian II tahun dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun , serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra Kedeputian II. Selanjutnya Renstra Kedeputian II periode diharapkan dapat meningkatkan kinerja Kedeputian II dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 1

8 Adapun kondisi umum Kedeputian II pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut : Peran Kedeputian II berdasarkan Peraturan Perundangundangan Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Bab VI Pasal 164, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen merupakan unsur pimpinan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BPOM dan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen di wilayah Indonesia. Sesuai Perka... TUPOKSI KEDEPUTIAN II Dalam melaksanakan tugas, Kedeputian II menyelenggarakan fungsi: a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; b. penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; c. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik; d. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; e. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi 2

9 dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; f. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia; g. pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; h. koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; i. evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; j. pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. Dilihat dari fungsinya, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar lembaga BPOM yang harus dilaksanakan oleh Kedeputian II, yakni: (1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sebelum beredar (premarket) melalui: a) Perkuatan regulasi, standar, pedoman dan classical text dalam rangka pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku; b) Peningkatan registrasi/penilaian obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan serta iklan yang diselesaikan; c) Peningkatan inspeksi dan sertifikasi sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan terkini. 3

10 (2) Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan pasca beredar di masyarakat (post market) melalui: a) Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di seluruh Indonesia oleh 33 Balai Besar (BB)/ Balai POM, serta promosi di media massa dan media elektronik; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen di Pusat dan Balai. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di pusat dan balai melalui: a) Public warning; b) Pemberian Informasi, bimbingan teknis dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Tupoksi Kedeputian II sangat penting dan strategis dalam rangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, khususnya pada butir 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan; dan pada butir 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta butir 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor sektor strategis ekonomi domestik. Kedeputian II ke depan akan menjalankan tugasnya secara lebih proaktif dan terdepan dalam melindungi masyarakat Indonesia melalui peningkatan pengawasan obat tradisonal, kosmetik dan suplemen kesehatan. 4

11 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK Tahun 2004 Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan Pasal 166, Kedeputian II terdiri dari empat Direktorat yang terdiri dari : (1) Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik; (2) Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; (3) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dan (4) Direktorat Obat Asli Indonesia. 5

12 Gambar 1. Struktur Organisasi Kedeputian II DEPUTI II BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Inspeksi & Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Obat Asli Indonesia SubDit. Penilaian Produk I SubDit. Penilaian Produk II SubDit. Surveilan Keamanan OT, SM dan Kosmetik SubDit. Standardisasi Produk I SubDit. Standardisasi Produk II SubDit. Standardisasi Sarana Produksi SubDit. Inspeksi Produk I SubDit. Inspeksi Produk II SubDit. Sertifikasi SubDit. Etnofarmakognosi dan Budidaya SubDit. Keamanan dan Kemanfaatan OAI SubDit. Bimbingan Teknologi OAI SubDit. Bimbingan Industri OAI Sie Penilaian OT Sie Penilaian SM dan Nutrasetikal Sie TOP Sie Penilaian Kosmetik dan Kosmesetikal Sie Penilaian Kosmetik Tradisional Sie Surveilan Keamanan OT dan SM Sie Surveilan Keamanan Kosmetik Sie Standardisasi OT dan SM Sie Standardisasi Sediaan Galenik Sie TOP Sie Standardisasi Bahan Kosmetik Sie Standardisasi Kosmetik Sie Standardisasi Sarana Produksi OT dan SM Sie Standardisasi Sarana Produksi Kosmetik Sie Inspeksi OT dan SM Sie Pengawasan Penandaan dan Promosi OT dan SM Sie Inspeksi Kosmetik Sie Pengawasan Penandaan dan Promosi Kosmetik Sie Sertifikasi OT Sie Sertifikasi Kosmetik dan SM Sie TOP Sie Inventarisasi OAI Sie Pengembangan Agro Medika & Bahan OAI Sie TOP Sie Keamanan OAI Sie Kemanfaatan OAI Sie Teknologi Formulasi OAI Sie Teknologi Ekstrak Sie Potensi Pasar dan Ekspor OAI Sie Layanan Teknologi & Manajemen Mutu OAI Kelompok Jabatan Fungsional 6

13 Untuk mendukung tugas tugas Kedeputian II sesuai dengan peran dan fungsinya, diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Kedeputian II untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sampai tahun 2014 adalah sejumlah 155 orang yang yang tersebar di empat Unit Eselon II. Pada tahun 2014, Kedeputian II belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 111 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan. Berikut ini adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa beban kerja Gambar 2. Kebutuhan SDM Tahun Berdasarkan Analisa Beban Kerja *Tahun 2016 s.d asumsi tidak ada penambahan pegawai Dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai selama 5 (lima) tahun mulai tahun berarti tidak ada penambahan pegawai selama kurun waktu tersebut. Hal ini mengakibatkan kekurangan pegawai Kedeputian II, yang diperkirakan sejumlah 21 pegawai akan pensiun, pindah dan sebagainya dalam lima tahun tersebut tidak dapat dipenuhi, 7

14 sementara beban kerja makin meningkat. Adanya kekurangan pegawai tentunya menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal. Adapun jumlah pegawai Kedeputian II berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan pada tabel 1. di bawah ini: Tabel 1. Profil Pegawai Kedeputian II Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014 No Unit Kerja Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen S3 S2 Apoteker / Profesi S1 NON sarjana Jumlah Direktorat Obat Asli Indonesia TOTAL Dari Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa 80 % pegawai di Kedeputian II adalah sarjana (S1, Profesi, S2). Di bawah ini disajikan grafik komposisi persentase SDM Kedeputian II menurut pendidikan. Gambar 3. Profil Pegawai Kedeputian II Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun

15 Dari komposisi SDM Kedeputian II sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan tabel 1. dan gambar 2 di atas, dirasakan bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM di Kedeputian II, agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan Hasil Capaian Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Periode Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Kedeputian II mempunyai tugas mengawasi peredaran Obat Tradisional, Kosmetik dan suplemen makanan di wilayah Indonesia. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, maka terdapat beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam Renstra Kedeputian II , yaitu: 1) Penyusunan standar, peraturan dan regulasi; 2) Rekomendasi dalam rangka perizinan dan sertifikasi industri di bidang obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen berdasarkan cara cara produksi yang baik; 3) Penilaian produk sebelum diizinkan beredar; 4) Postmarketing survailance termasuk sampling, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, monitoring efek samping produk di masyarakat; 5) Pre review dan pasca audit iklan dan promosi produk; 6) Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik. Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Kedeputian II tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada tabel 2 di bawah ini. 9

16 Tabel 2. Capaian Kinerja Kedeputian II Periode NO Indikator T *) 2014 Tahun 2014 R **) (%) %C ***) thd 2014 Tahun 2013 R (%) Tahun 2012 R (%) Tahun 2011 R (%) Tahun 2010 R (%) 1. Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar 2. Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar 3. Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar 4. Proporsi obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) 5. Proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya 6. Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan 1,0% 2,93% 293% 0,44 6,39 5,62 baseline 1,0% 0,68% 68% 1,02 0,80 0,87 baseline 2,0% 0,69% 34,50% 1,26 1,87 1,12 baseline 1,0% 1,38% 99,62% 2,07 1,89 1,67 2,61 1,0% 0,78% 100,22% 0,48 0,54 0,65 1,14 2,0% 1,95% 100,05% 1,38 0,02 0,12 2,64 Catatan: Sumber: LAKIP KEDEPUTIAN II 2014 *) T : Target **) R : Realisasi ***) %C : Persentase capaian (realisasi dibandingkan terhadap target) Sebagaimana tabel 2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun tersebut di atas, kinerja Kedeputian II masih terdapat beberapa indikator yang belum tercapai. Adapun penjelasan pencapaian masing masing indikator tersebut adalah sebagai berikut: untuk indikator kinerja kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar tercapai 293%. Untuk kinerja kenaikan kosmetik yang memenuhi standar sebesar 68%, dan kinerja kenaikan 10

17 suplemen makanan yang memenuhi standar sebesar 34,5%. Berdasarkan hasil capaian tersebut dapat disimpulkan adanya keterbatasan Kedeputian II dalam perencanaan dan penetapan target. Hal ini akan menjadi fokus perbaikan dalam Renstra ke depan. Mengacu pada Renstra BPOM, pengawasan Obat dan Makanan khususnya Obat Tradisional, Kosmetik dan suplemen kesehatan tetap menjadi mainstreaming di Renstra Kedeputian II periode Di bawah ini pada gambar 4 dapat dilihat secara grafik pencapaian kinerja Kedeputian II dari tahun Gambar 4. Profil Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun Gambar 5. Profil Kosmetik yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun

18 Gambar 6. Profil Suplemen Makanan yang Memenuhi Syarat ( MS) Tahun Dari Gambar 4 sampai 6 dapat dilihat hasil pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan selama tahun Persentase/proporsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan yang memenuhi syarat pada tahun 2014 mengalami kenaikan dibandingkan tahun Namun, jika dibandingkan terhadap tahun 2011 Persentase/proporsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan yang memenuhi syarat pada tahun 2014 cenderung mengalami penurunan. Di sisi lain, saat ini masih dijumpai produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan illegal/palsu/substandar. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh BPOM khususnya Kedeputian II selama ini harus terus ditingkatkan. Perkuatan pengawasan post market merupakan hal yang tak dapat dielakkan lagi. Pada produk kosmetik misalnya, sejak diberlakukan Harmonisasi ASEAN pada 1 Januari 2011, produk kosmetik yang memenuhi syarat cenderung menurun, sedangkan jumlah produk kosmetik yang masuk ke Indonesia meningkat secara signifikan. Begitu pula pada produk obat tradisional, yang pada akhir periode Renstra menunjukkan hasil yang belum menggembirakan. Produk obat tradisional yang memenuhi syarat masih jauh di bawah produk lainnya yang memenuhi syarat. Untuk itu, perlu dilakukan upaya 12

19 terobosan untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional yang berisiko terhadap kesehatan. Berdasarkan capaian kinerja utama BPOM sesuai dengan tabel 2 dan gambar 4a sampai 4c di atas, terlihat bahwa kinerja Kedeputian II telah menunjukkan hasil yang baik sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Dengan adanya perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis diharapkan peran BPOM pada masa yang akan datang dapat lebih ditingkatkan. Kedeputian II diharapkan terus menjaga kinerja yang telah dicapai saat ini sesuai harapan masyarakat, yaitu agar pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan terus lebih dimaksimalkan untuk melindungi kesehatan masyarakat POTENSI DAN PERMASALAHAN Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu isu yang berdimensi lintas bidang. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi Kedeputian II dalam mengawasi peredaran produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal dan internal yang dihadapi oleh Kedeputian II terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis eskternal dan internal yang mempengaruhi peran Kedeputian II adalah sebagai berikut: Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Bonus demografi yang dialami oleh Indonesia juga disertai dengan dinamika kependudukan lain yang juga berdampak luas, yaitu: 1) meningkatnya jumlah penduduk dari 237,6 juta jiwa pada tahun 2010 menjadi 271,1 juta jiwa pada tahun 2020; 2) penuaan 13

20 penduduk (population ageing) yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia sebesar 87 persen antara tahun 2010 dan 2025; 3) urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk perkotaan dari 49,8 persen pada tahun 2010 menjadi 66,6 persen pada tahun 2035; dan 4) migrasi yang ditandai dengan meningkatnya perpindahan penduduk ke pusat pertumbuhan. Pertumbuhan dan perubahan struktur penduduk yang tidak sama antar provinsi, sehinga pemanfaatan bonus demografi tersebut juga harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi kewilayahan. Untuk itu, peluang bonus demografi ini juga harus diketahui dan dipahami dengan baik oleh seluruh pemangku kebijakan di daerah sehingga dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Tabel 3. PENDUDUK INDONESIA PERIODE Perubahan Penduduk usia 0 14 th, juta 68,1 69,9 70,7 70,0 67,9 65,7 3,6 Usia Kerja (15 64 th), juta 158,5 171,9 183,5 193,5 201,8 207,5 30,9 Penduduk Lansia (60+) juta 18,0 21,7 27,1 33,7 41,0 48,2 167,2 Jumlah total, juta 238,5 255,5 271,1 284,8 296,4 305,7 67,1 Penduduk di perkotaan (%) 49,8 53,3 56,7 60,0 63,4 66,6 Sumber Data: Proyeksi Penduduk Indonesia Agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui: a) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk jaminan mutu Obat; b) Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan; c) Pengendalian jumlah penduduk; d) Kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan perdagangan dan tabungan nasional. 14

21 Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi. Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase Bonus Demografi di Indonesia untuk menciptakan aktivitas ekonomi yang sangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN. Konsumsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan cukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang dan juga penampilan. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi Kedeputian II untuk melakukan penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang semakin bervariasi dan meningkat jumlahnya. Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan akan semakin meningkat, sehingga penawaran dari obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen juga akan meningkat. Potensi pasar yang besar membuat para produsen obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan baik lokal maupun internasional semakin meningkatkan volume produksi maupun variasinya. Hal ini tentunya menuntut semakin besarnya peran Kedeputian II dalam proses penilaian dan pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP (Good Manufacturing Practice) oleh produsen dalam memproduksi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan menjadi tantangan Kedeputian II dalam melakukan pengawasan dan pembinaan. BPOM khususnya Kedeputian II dalam hal ini harus membuat kebijakan yang mendukung kualitas SDM Indonesia. Kebijakan yang dibuat harus berorientasi pada keamanan, manfaat, dan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, juga persyaratan 15

22 dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha sehingga bisa menjamin obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang sampai di masyarakat aman, bermanfaat, dan bermutu. Pengawasan keamanan, manfaat dan mutu ini harus dibangun untuk menghindari dan mengurangi risiko obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tidak memenuhi syarat Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Salah satu sub sistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Sub sistem ini saling terkait dengan subsistem lainnya 16

23 sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna. BPOM merupakan penyelenggara sub sistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, utamanya untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/manfaat dan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar serta upaya kemandirian di bidang pengawasan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya secara komprehensif oleh Kedeputian II, yaitu: No Upaya terkait jaminan aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar 1 Pengawasan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat secara terpadu dan bertanggung jawab. 2 Pelaksanaan regulasi yang baik didukung dengan sumber daya yang memadai secara kualitas maupun kuantitas, sistem manajemen mutu, akses terhadap ahli dan referensi ilmiah, kerjasama internasional, laboratorium pengujian mutu yang kompeten, independen, dan transparan. 3 Pengembangan dan penyempurnaan kebijakan mengenai produk dan fasilitas produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen No Upaya terkait kemandirian Obat dan Makanan. 1 Pembinaan industri farmasi dalam negeri agar mampu melakukan produksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan dapat melakukan usahanya dengan efektif dan efisien sehingga mempunyai daya saing yang tinggi. 2 Pengembangan pemanfaatan obat tradisional yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, bermutu tinggi, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal. 17

24 No Upaya terkait jaminan aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar kesehatan sesuai dengan IPTEK dan standar internasional. 4 Pembinaan, pengawasan dan pengendalian impor, ekspor, produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Upaya ini merupakan suatu kesatuan utuh, dilakukan melalui penilaian keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk, inspeksi fasilitas produksi dan distribusi, pengambilan dan pengujian sampel, surveilans dan uji setelah pemasaran, pemantauan label atau penandaan, iklan dan promosi. 5 Penegakan hukum yang konsisten dengan efek jera yang tinggi untuk setiap pelanggaran, termasuk pemberantasan produk palsu dan ilegal. 6 Perlindungan masyarakat terhadap pencemaran sediaan farmasi dari bahanbahan dilarang atau penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan persyaratan. No Upaya terkait kemandirian Obat dan Makanan. Beberapa upaya tersebut di atas, telah dilakukan oleh BPOM dan ke depan harus lebih ditingkatkan melalui pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara profesional, bertanggungjawab, independen, transparan dan berbasis bukti ilmiah, sesuai dengan amanat dalam SKN. Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model 18

25 serta klinik klinik kesehatan dan pengobatan alternatif juga makin menambah beban dan daya jangkau BPOM untuk makin melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam melakukan pengawasan yang lebih komprehensif. Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh Kedeputian II dalam penyediaan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang aman dan bermutu. Untuk itu, BPOM melalui Kedeputian II selama ini melakukan kontrol dalam bentuk penilaian sebelum produk beredar di pasar dan pengawasan secara ketat terhadap produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang sudah beredar luas di masyarakat. Selain itu, Kedeputian II juga dapat memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat mengenai produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang aman, bermutu dan berkhasiat. Beberapa permasalahan lainnya yang juga memerlukan perhatian dalam penjaminan keamanan dan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan adalah koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam penjaminan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar seperti Kemenkes, Dinkes, BKKBN termasuk industri farmasi dan Asosiasi. Terkait meluasnya penggunaan jamu dan obat tradisional, serta pengobatan secara tradisional di masyarakat diperlukan penelitian ilmiah lebih lanjut. 19

26 Perubahan Iklim Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian khususnya ketersediaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di Indonesia yang aman, berkhasiat/ bermanfaat dan bermutu dengan harga yang kompetitif. Dengan adanya potensi permasalahan tersebut di atas serta proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari Kedeputian II dalam melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan untuk mendukung ketersediaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan secara berkelanjutan. Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research Center for Climate Change University of Indonesia (RCCC UI) tahun 2013, dalam pelaksanaan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vektor yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal. Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari Kedeputian II dalam mengawasi peredaran varian obat tradisional dan suplemen kesehatan dari jenis penyakit tersebut. Kondisi ini menuntut kerja keras dari Kedeputian II melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredarannya Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat Kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi ditopang oleh stabilitas yang tetap terpelihara. Inflasi dapat dikendalikan dalam batas yang aman. Nilai tukar meskipun cenderung terdepresiasi, 20

27 pergerakannya masih dalam taraf yang wajar. Defisit anggaran tetap terjaga di bawah 3 persen. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator perekonomian yang banyak digunakan di berbagai negara adalah PDB per kapita di mana di Indonesia dalam USD tahun 2013 sedikit menurun menjadi USD dibanding tahun 2012 yang besarnya USD karena terjadi depresiasi rupiah, meskipun PDB per kapita dalam rupiah meningkat dari Rp.33,5 juta pada tahun 2012 menjadi Rp.36,5 juta pada tahun Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang memiliki standar dan kualitas. Tahun 2012, penjualan kosmetik impor mencapai Rp. 2,44 triliun atau meningkat 30% dari tahun 2011 yang mencapai Rp. 1, 87 triliun. Naiknya nilai impor disebabkan oleh tingginya permintaan pasar domestik akan produk premium atau bermerek (high branded). Industri obat tradisional juga mencatatkan prestasi yang menggembirakan. Hal tersebut terlihat dari omset yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, omzet obat tradisional mencapai Rp. 5 triliun dan meningkat pada tahun 2011 yang mencapai Rp. 11 triliun. Sampai akhir tahun 2012, omset obat tradisional diperkirakan mencapai Rp. 13 triliun dan pada tahun 2015 diperkirakan mencapai Rp. 20 triliun dengan nilai ekspor mencapai Rp. 16 triliun. Saat ini, terdapat 10 industri jamu skala menengah besar dan 1000 industri jamu skala kecil tersebar di berbagai wilayah di Indonesia terutama di Pulau Jawa, serta mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja. 21

28 Dari sisi investasi, Indonesia merupakan negara yang sangat menarik untuk investor dalam dan luar negeri. Dengan segala potensi yang dimiliki Indonesia maka investasi di bidang Obat dan Makanan juga cenderung akan meningkat. Sementara dari sisi ekspor dan impor, kualitas produk yang dihasilkan harus memenuhi standar internasional agar dapat menembus pasar luar negeri. Namun selain itu, peluang pasar domestik yang sangat besar juga harus dimanfaatkan oleh produsen dalam negeri karena apabila tidak maka peluang pasar yang besar tersebut akan menjadi incaran produk luar dan yang terjadi bukan surplus ekspor namun impor yang membanjiri pasar dalam negeri. Apabila hal itu terjadi maka akan menyumbang pada defisit neraca perdagangan sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan turun. Nilai ekonomi total dari komoditi obat tradisional di Indonesia pada tahun 2014 adalah berkisar Rp. 20 trilyun rupiah, untuk komoditi suplemen makanan pada tahun 2014 adalah berkisar Rp. 14 trilyun rupiah sedangkan untuk produk kosmetik besaran nilai total ekonomi di Indonesia adalah berkisar Rp. 50 trilyun. Dari sisi konsumsi, Indonesia mempunyai potensi pasar sangat besar karena jumlah penduduk yang terbesar keempat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Kebutuhan permintaan akan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dalam negeri sangat besar mendorong konsumsi tinggi dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat, khususnya obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang berakibat menurunnya daya beli masyarakat, hal ini akan membuat masyarakat lebih sulit untuk mendapatkan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Besarnya perputaran komoditi obat tradisional, Kosmetik dan suplemen kesehatan di Indonesia tersebut merupakan salah satu 22

29 fokus utama dari Kedeputian II dalam melakukan pengawasan sekaligus pembinaan serta peningkatan kualitas, mutu dan daya saing produk obat tradisional, Kosmetik dan produk komplemen lokal. Gambar 7. Persentase Penduduk yang Mengkonsumsi Obat Modern dan Tradisional (Sumber: Susenas BPS ) Desentralisasi dan Otonomi Daerah Sistem pemerintahan yang sebelumnya bersifat sentralistis berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah menjadi bersifat desentralistis seiring dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain, menetapkan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Kewenangan bidang lain sebagai urusan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah diatur lebih lanjut secara rinci dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. 23

30 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Kewenangan Bidang Lain telah dikelompokkan dalam beberapa bidang, termasuk Bidang Kesehatan. Dalam bidang kesehatan, 3 (tiga) dari 11 (sebelas) kewenangan yang menjadi urusan pemerintah pusat yaitu: (1) Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat; (2) Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat, serta pengawasan industri farmasi; dan (3) Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran. Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan kebijakan pembinaan khususnya UMKM Obat tradisional dan Kosmetik serta dalam meningkatkan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Berlakunya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan untuk menyiapkan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait dengan pemberian izin sarana produksi, registrasi produk dan bimbingan teknis. Dalam konteks hubungan BPOM dan Pemda perlu disusun tata hubungan kerja secara bersama yang mengatur peran, fungsi dan tanggung jawab masing masing serta meningkatkan kompetensi petugas di daerah dalam melaksanakannya Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup banyak bidang dan saling terkait: ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan massif akhir akhir ini dan 24

31 berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif. Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjianperjanjian internasional, khususnya di bidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN 6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN China Free Trade Area, ASEAN Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN India Free Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN Australia New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan negara negara tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negaranegara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri. Harmonisasi ASEAN di bidang obat tradisional dan suplemen kesehatan merupakan kerjasama antar Negara ASEAN untuk meningkatkan kerjasama antar negara negara anggota ASEAN untuk meminimalkan hambatan perdagangan tanpa 25

32 mengakibatkan aspek keamanan efikasi/ manfaat dan mutu produk yang beredar di ASEAN. Implementasi harmonisasi ASEAN dibidang kosmetik di Indonesia telah berjalan selama kurang lebih 4 (empat) tahun, memperlihatkan masuknya kosmetika impor makin meningkat terutama dari luar ASEAN, Hal ini perlu diantisipasi oleh pemerintah dan pelaku usaha bidang kosmetik di Indonesia agar kosmetik lokal tidak kalah saing. Saat ini Indonesia sedang berusaha untuk mengangkat awarenes anggaota ASEAN lainya untuk mengkaji ulang ASEAN Cosmetik Directive, agar menjadi directive yang dapat mengurangi bahkan meniadakan unfair trade antara kosmetik ASEAN dan kosmetik non ASEAN, namun dapat meningkatkan produksi kosmetik di ASEAN. Di bidang suplemen kesehatan Harmonisasi standar produk sedang dilakukan penjajagan dan ditargetkan pada tahun ini. Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang antara lain adalah obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan, termasuk jamu dari negara lain, merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan tersebut. Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isuisu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya 26

33 pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Terkait hal tersebut, Kedeputian II berupaya melakukan edukasi kepada pelaku usaha agar meningkatkan produksi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang aman dan bermutu untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Perdagangan bebas membuat kepekaan berbisnis menjadi sangat tinggi. Kebutuhan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih banyaknya ditemukan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO (World Health Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata rata mencapai 10%, dan mencapai 20 40% untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Tentunya hal ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi BPOM khususnya Kedeputian II sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab terkait dengan pengawasan atas produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar di masyarakat. Indonesia memiliki pasar pengobatan tradisional yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 900 industri skala kecil dan 130 industri skala menengah obat tradisional, namun baru 69 yang memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Padahal Indonesia memiliki sekitar tumbuhan yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan obat. Setidaknya terdapat sekitar 300 jenis tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan dasar industri obat. Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi 27

34 Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri farmasi/iot, UKOT/UMOT serta industri kosmetik di Indonesia. Dengan adanya Free Trade Area (FTA), maka pemerintah harus mengembangkan kesiapan seluruh industri di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan tersebut untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri Perkembangan Teknologi Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun penyediaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari kebutuhan. Padahal Indonesia memiliki jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, BPOM dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dalam negeri. Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi. Perkembangan industri transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak pengawasan atas peredaran obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan semakin tinggi, dikarenakan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan ke tempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin cepat, sehingga antipasi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan juga harus sama 28

35 cepatnya. Bagi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, ini merupakan satu potential problem, karena bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas. Disamping itu, dengan meningkatnya perkembangan teknologi informasi saat ini, maka segala informasi kesehatan produk terkait produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dan akan dengan mudah diperoleh, bahkan cara pembeliannya pun cukup dengan menggunakan komputer dan perangkat seluler saja. Kedeputian II membawahi 2 (dua) Direktorat yang memiliki beberapa pelayanan publik di BPOM Pusat. Pelayanan tersebut berupa pelayanan pendaftaran obat tradisional, suplemen makanan dan notifikasi kosmetik serta sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Seiring dengan perkembangan teknologi tersebut diatas, Kedeputian II telah menerapkan pelayanan secara on line. Untuk memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di Indonesia. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan transaksi produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan secara online, yang tentu saja juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi Jejaring Kerja BPOM menyadari dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat menjadi single player. Untuk itu Kedeputian II mengembangkan kerjasama dengan lembaga lembaga, baik di pusat, daerah, maupun internasional. Jaringan yang luas ini sangat 29

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN NOMOR HK.04.05.06.15.695 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Direktur Obat Asli Indonesia. Dra. Mauizzati Purba, Apt.M.Kes NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Direktur Obat Asli Indonesia. Dra. Mauizzati Purba, Apt.M.Kes NIP KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap instansi pemerintah perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI

KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI NOMOR HK.04.01.313.05.15.1413 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI TAHUN 2015-2019 DIREKTUR PENILAIAN OBAT

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK

KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian dan lembaga perlu menyusun Rencana Strategis

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa bahwasannya kami telah dapat menyusun Rencana Strategis Balai Besar POM di Bandar Lampung Tahun 2015 2019 Visi

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Deputi I

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Deputi I LAMPIRAN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA NOMOR HK.05.02.322.3.05.15.859 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA TAHUN 2015-2019

Lebih terperinci

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.05.02.322.3.05.15.859 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Rencana Strategis BBPOM di Medan

KATA PENGANTAR. Rencana Strategis BBPOM di Medan KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas menyusun Rencana Strategis (Renstra) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Renstra Balai POM di Gorontalo Tahun

KATA PENGANTAR. Renstra Balai POM di Gorontalo Tahun KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan HidayahNya yang dilimpahkan kepada kita semua sehingga proses penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Balai POM di Gorontalo

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.515, 2015 BPOM. Rencana Strategis Tahun 2015-2019 Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP KATA PENGANTAR esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Drs. Bosar M. Pardede., Apt., M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Drs. Bosar M. Pardede., Apt., M.Si NIP KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dapat selesainya rencana strategis Balai Pengawas Obat dan Makanan di Manokwari periode 2015-2019. Sesuai dengan amanat

Lebih terperinci

BADAN POM RI RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN

BADAN POM RI RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN POM RI RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN 2015- BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Direktorat Standardisasi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN

RENCANA STRATEGIS TAHUN RENCANA STRATEGIS TAHUN 215-219 217 218 219 215 216 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDA ACEH Jl. Tgk. Daud Beureueh No.11 Banda Telp:651-23926 Fax: 651-22735 Email: serliknad@yahoo.com : BBPOM

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN RENCANA STRATEGIS 2015 2019 DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2015 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Togi J. Hutadjulu Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi 1. PENDAHULUAN 2. PELAYANAN PUBLIK BADAN POM

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

Lebih terperinci

Rencana Strategis. Balai Besar POM di Manado

Rencana Strategis. Balai Besar POM di Manado 2015-2019 Rencana Strategis Balai Besar POM di Manado KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN 2015-2019 BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN 2015 SURAT KEPUTUSAN KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG NOMOR :

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 Oleh : Drs. Richard Panjaitan, Apt., SKM DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP KETERSEDIAAN, KETERJANGKAUAN DAN PEMERATAAN OBAT ESENSIAL GENERIK

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Jakarta, 10 April 2015 Outline Paparan 1. Kerangka pikir penyelenggaranaan pangan 2. Pengawasan Makanan dalam RPJMN 2015-2019 3. Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Lampiran Keputusan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banjarmasin Nomor : HK.01.02.100.04.15.0631 Tentang Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Latar Belakang Derasnya arus globalisasi memberikan warna dan nuansa pada pola perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan sistem perdagangan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, 20 April 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, 20 April 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru KATA PENGANTAR S esuai amanat Undang-Undang No. 5 tahun 004 tentang Sistem Penilaian Perencanaan Pembangunan Nasional yang disusun secara periodic meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

Lebih terperinci

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan 1 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei 2015 Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Drs. Mustofa, Apt, M.Kes NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei 2015 Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Drs. Mustofa, Apt, M.Kes NIP KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, setiap kementerian dan lembaga diwajibkan untuk menyusun rencana strategis termasuk

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA BADAN POM RI

RENSTRA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA BADAN POM RI BADAN POM RI RENSTRA 2015-2019 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jl. Tompeyan I Tegalrejo. Telp (0274) 561038/ Fax (0274) 552250 Email : bpom_yogyakarta@pom.go.id

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

Evaluasi Permohonan Persetujuan Denah/RIP Sarana Produksi Kosmetik dan Obat Tradisional

Evaluasi Permohonan Persetujuan Denah/RIP Sarana Produksi Kosmetik dan Obat Tradisional Evaluasi Permohonan Persetujuan Denah/RIP Sarana Produksi Kosmetik dan Obat Tradisional Dra. Indriaty Tubagus, Apt., M.Kes. Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Dr. Dra. Agusdini Banun S., Apt, MARS SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Contents LANDASAN PENGATURAN ASPEK PENGATURAN TUJUAN

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN Pasal 106 NO. 36 TAHUN 2009 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan CODE PROCESS NAME SUB PROCESS SUB PROCESS CODE CFM CFM CODE POM-01 Pengelolaan Perundang-undangan dan Standar Pembentukan undang-undang

Lebih terperinci

PP IAI 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA

PP IAI 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA PP IAI 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT PP IAI 2014 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN) BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Oleh Adila Prabasiwi, S.K.M, M.K.M Pengertian SKN Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG TAHUN 2015-2019 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada kita

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna meningkatkan kualitas manusia

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional disampaikan oleh: Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA BALAI POM DI PALU PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA BALAI POM DI PALU PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA BALAI POM DI PALU PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, Kami yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING

DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING Obat Tradisional Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen RAPAT KERJA NASIONAL GP JAMU Jakarta,

Lebih terperinci

Dinas Kesehatan Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN

Dinas Kesehatan Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Organisasi Berdasarkan Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 bahwa Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

Oleh SUHARDJONO, SE. MM. BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Oleh SUHARDJONO, SE. MM. BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI Oleh SUHARDJONO, SE. MM. BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI Disajikan Pada Semiloka Revisi PP38/2007 Tentang Pembagian Urusan Hotel Saphir Yogyakarta,

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci