BAB I PENDAHULUAN. Renstra Deputi I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Renstra Deputi I"

Transkripsi

1 LAMPIRAN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA NOMOR HK TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA TAHUN BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP)dan Rencana KerjaKementerian/Lembaga (Renja K/L). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program BPOM, maka disusun Rencana Strategis (Renstra) Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan untuk periode Penyusunan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA ini berpedoman pada Renstra BPOM periode Proses penyusunan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA tahun dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun Selanjutnya Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA periode diharapkan dapat meningkatkankinerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZAdibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Adapun kondisi umum Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan 1

2 NAPZA pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut: A. Peran Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZAberdasarkan Peraturan Perundang-undangan Deput Bidang Pengawasan ProdukTerapetik dan NAPZA bertugas mengawasi peredaran obat di wilayah Indonesia. Tugas, fungsi dan kewenangan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA merupakan unit eselon I di lingkungan BPOM sebagaimana diatur dalam Keputusan PresidenNomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tahun 2004, maka Deputi I mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang pengawasan produk terapetik dan NAPZA. Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi I menyelenggarakan tugas dan fungsi sebagai berikut: Tugas Melaksanakan perumusan kebijakan teknis di bidang pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA). Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi I menyelenggarakan fungsi: a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan produk terapetik dan NAPZA b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik dan NAPZA c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan PKRT e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan PKRT. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan PKRT. g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika, 2

3 dan zat adiktif h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik dan NAPZA; i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan NAPZA; j. Pelaksanaan tugaslainyang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya. Tupoksi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA ini juga sangat penting dan strategis dalam kerangka mendorong tercapainya sasaran strategis Badan POM dan mendukung pencapaian Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yang telah dicanangkan oleh Presiden, khususnya pada butir 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan; pada butir 2: Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya; pada butir 3: Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan; pada butir 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta pada butir 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Oleh karena itu, perlu perkuatan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, baik dari sisi kelembagaan maupun kualitas sumber daya manusia, serta sarana pendukung lainnya seperti sistem teknologi dan informasinya,dan lain sebagainya, untuk mendukung tugas-tugasnya tersebut. Negara Indonesia ini berbentuk kepulauan yang tentu saja terdapat banyak pintu masuk produk obat ke wilayah Indonesia. Namun hal ini tidak menjadi hambatan, bahkan justru menjadi tantangan tersendiri bagi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA untuk melakukan revitalisasi tehadap kinerjanya dalam hal mengawasi Obat, baik produksi dalam negeri maupun impor yang beredar di masyarakat. Di sisi lain, tuntutan modernisasi suatu bangsa juga berpengaruh pada pola hidup masyarakatnya. Dengan perkembangan modernisasi tersebut, menjaga pola hidup sehat juga menjadi semakin sulit untuk dipenuhi oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, terutama pemenuhan standar kesehatan. B. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Stuktur Organisasi dan Tata Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK Tahun Khusus Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar/Balai POM disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun Sesuai dengan struktur organisasi yang ada pada gambar 1.1, unit-unit kerja di lingkungan kedeputian Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, 3

4 Psikotropika dan Zat Adiktif terdiri dari: 1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 5. Direktorat Pengawasan NAPZA Gambar 1.1.Struktur Organisasi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PKRT SUBDIT STANDARDISASI DAN PENGATURAN PT DAN PKRT SUBDIT BIMBINGAN INDUSTRI FARMASI SUBDIT STANDARDISASI DAN PENILAIAN BA/BE OBAT SEKSI STANDARDISASI PT DAN PKRT SEKSI PENGEMBANGAN EKSPOR SEKSI STANDARDISASI BA/BE OBAT SEKSI PENGATURAN PT DAN PKRT SEKSI PENGEMBANGAN PRODUKSI SEKSI PENILAIAN BA/BE OBAT SEKSI TATA OPERASIONAL 4

5 DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI SUBDIT PENILAIAN OBAT BARU SUBDIT PENILAIAN OBAT COPY. SUBDIT EVALUASI PRODUK TERAPETIK PENGGUNAAN KHUSUS SEKSI PENILAIAN OBAT BARU JALUR I DAN III SEKSI PENILAIAN OBAT COPY SEKSI EVALUASI PRODUK DAN UJI KLINIK. SEKSI PENILAIAN OBAT BARU JALUR III SEKSI PENILAIAN PRODUK BIOLOGI SEKSI EVALUASI PRODUK TERAPETIK PENGGUNAAN KHUSUS SEKSI REEVALUASI OBAT SEKSI TATA OPERASIONAL DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI PRODUK TERAPETIK DAN PKRT SUBDIT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PRODUKSI PT DAN PKRT. SUBDIT PENGAWASAN BAHAN BAKU OBAT DAN ANALISIS CPOB SUBDIT HARGA OBAT DAN FARMAKOEKONOMI SEKSI INSPEKSI SARANA PRODUKSI PT DAN PKRT SEKSI PENGAWASAN BAHAN BAKU OBAT SEKSI PEMANTAUAN DAN ANALISIS HARGA OBAT SEKSI SERTIFIKASI SARANA PRODUKSI PT DAN PKRT SEKSI ANALISIS PENERAPAN CPOB SEKSI FARMAKOEKONOMI SEKSI TATA OPERASIONAL 5

6 DIREKTORAT PENGAWASAN DISTRIBUSI PRODUK TERAPETIK DAN PKRT SUBDIT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI DISTRIBUSI PT DAN PKRT SUBDIT PENGAWASAN PROMOSI DAN PENENDAAN PT DAN PKRT SUBDIT SURVEILAN DAN ANALISIS RISIKO PT DAN PKRT SEKSI INSPEKSI SARANA DISTRIBUSI PT DAN PKRT SEKSI PENGAWASAN PROMOSI PT DAN PKRT SEKSI SURVEILAN PT DAN PKRT SEKSI SERTIFIKASI SARANA DISTRIBUSI PT DAN PKRT SEKSI PENGAWASAN PENENDAAN PT DAN PKRT SEKSI ANALISIS RISIKO PT DAN PKRT SEKSI PENANGGULANGAN PRODUK ILEGAL SEKSI TATA OPERASIONAL DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF SUBDIT PENGAWASAN NARKOTIKA SUBDIT PENGAWASAN PSIKOTROPIKA SUBDIT PENGAWASAN PREKURSOR SUBDIT PENGAWASAN ROKOK SEKSI INSPEKSI NARKOTIKA SEKSI INSPEKSI PSIKOTROPIKA SEKSI INSPEKSI PREKURSOR SEKSI PENGAWASAN PRODUKSI ROKOK SEKSI PENGATURAN DAN SERTIFIKASI NARKOTIKA SEKSI PENGATURAN DAN SERTIFIKASI PSIKOTROPIKA SEKSI PENGATURAN DAN SERTIFIKASI PREKURSOR SEKSI PENGAWASAN IKLAN DAN PROMOSI ROKOK.. SEKSI TATA OPERASIONAL 6

7 S3 S2 Apoteker / Profesi S1 NON sarjana Jumlah Renstra Deputi I Untuk mendukung tugas-tugas Deputi Bidang Pengawasan ProdukTerapetik dan NAPZA sesuai dengan peran dan fungsinya diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat sampai tahun 2014 adalah sejumlah 220 orang. Adapun jumlah pegawai Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dijelaskan pada tabel 1.1 di bawah ini: Tabel 1.1 Profil pegawai Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014 No Unit Kerja Direktorat Penialaian Obat dan Produk Biologi Direktorat Standardisasi PT dan PKRT Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT Direktorat Pengawasan NAPZA TOTAL Dari Tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa 16,36% pegawai Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA adalah non sarjana. Dibawah ini gambar1.2:grafik komposisi persentase SDM Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA menurut pendidikan. Gambar 1.2 Profil pegawai Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA berdasarkan tingkat pendidikan tahun

8 Dari komposisi SDM Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan tabel 1.1 dan gambar 1.2 di atas, dirasakan bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis,khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan. Pada tahun 2015, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 203 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan. Berikut ini adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa beban kerja. *) Tahun 2015 s.d asumsi tidak ada penambahan pegawai Gambar 1.3 Kebutuhan SDM Direktorat Standardisasi PT dan PKRT Tahun Berdasarkan Analisa Beban Kerja C. Hasil Capaian Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA periode Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA mempunyai tugas mengawasi peredaran di wilayah Indonesia. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, maka terdapat beberapa tujuan yang akan dicapai dalam Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA , yaitu: 1) Mewujudkan standar, peraturan dan regulasi; 2) Rekomendasi dalam rangka perizinan dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik; 3) Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar; 4) Post-marketing vigilance, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi; 5) Pre-reviu dan pasca-audit iklan dan promosi produk; 6) Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat; 7) Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik. 8

9 baseline baseline Baseline Renstra Deputi I Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada tabel 1.2 di bawah ini. Tabel 1.2 Capaian Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA periode NO Indikator Awal Target (%) Realisasi (%) Rasio (%) Persentase kenaikan Obat yang memenuhi standar 94,22 0,1 0,2 0,3 0,4 4,79 5,21 5,19 6, , Sebagaimana tabel 1.2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun tersebut di atas, kinerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA telah menunjukkan perbaikan yang semakin signifikan. Hal ini bisa dilihat dari seluruh kinerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sesuai dengan tugas utamanya melakukan pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Adapun penjelasan pencapaian masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut: Untuk indikator kinerja obat yang beredar telah memenuhi syarat tercapai sebesar 99,43%, Berdasarkan hasil tersebut, pengawasan obat tetap menjadi mainstreaming di Renstra Dibawah ini pada gambar 2.2 dapat dilihat secara grafik pencapaian kinerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dari tahun Gambar 1.3 Perbandingan Pencapaian Tahun

10 Berdasarkan capaian kinerja utama Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sesuai dengan tabel 1.2 dan gambar 2 di atas, terlihat bahwa kinerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA telah menunjukkan hasil yang baik sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Terjadinya penurunan proporsi obat memenuhi syarat pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun 2013 karena adanya penajaman terhadap analisis resiko yang dilakukan sehingga semakin banyak dapat menangkap resiko-resiko lain di peredaran. Dengan adanya perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis diharapkan peran Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA pada masa yang akan datang dapat lebih ditingkatkan. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA diharapkan terus menjaga kinerja yang telah dicapai saat ini sesuai harapan masyarakat, yaitu agar pengawasan obat terus lebih dimaksimalkan untuk melindungi kesehatan masyarakat. I.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Percepatan arus informasi dan modal juga berdampak pada meningkatnya pemanfaatan berbagai sumber daya alam yang memunculkan isu perubahan iklim (climate change), ketegangan lintas-batas antar negara, serta percepatan penyebaran wabah penyakit, mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi oleh Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam mengawasi peredaran produk obat. Konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan serta kemampuan mengoptimalkan partisipasi masyarakat, akan menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan bebas, komitmen internasional, post MDGs 2015, perubahan iklim dan demografi. Isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi peran Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut: Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan 10

11 pembangunan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan peran serta masyarakat melalui Posyandu. Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model serta klinik-klinik kesehatan makin menambah beban dan daya jangkau Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA untuk dapat melakukan pengawasan yang lebih komprehensif. Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam penyediaan obat yang aman dan bermutu. Di samping itu juga munculnya bibit penyakit baru atau bibit penyakit yang dulu pernah ada dan sudah langka kasusnya sekarang, namun kini berjangkit kembali. Penyakit ini, baik menular maupun yang tidak menular sebagai akibat dari adanya perubahan iklim secara global, fluktuasi ekonomi, model perdagangan bebas dan kemajuan teknologi maupun transisi dari demografi, juga turut mengubah pola dan gaya hidup dari masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi obat. Untuk itu, permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA untuk dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumsi obat yang beredar di pasaran. Dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakat, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA selama ini melakukan kontrol dalam bentuk penilaian sebelum produk beredar di pasar dan pengawasan secara ketat terhadap produk yang sudah beredar luas di masyarakat. Selain itu, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA juga dapat memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat mengenai produk obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini merupakan program negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan sistem. Sistem ini diharapkan dapat menanggulangi risiko ekonomi karena sakit, PHK, pensiun usia 11

12 lanjut dan risiko lainnya dan merupakan cara (means), sekaligus tujuan (ends) dalam mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu, dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Dalam SJSN, terdapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat Indonesia seluruhnya. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional). Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan obat. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena perusahaan/industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan diregistrasi, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsungnya diasumsikan adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Selain itu diperkirakan permintaan sertifikasi dan resertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) juga akan mengalami peningkatan secara signifikan. Dampak tersebut akan menuntut peran Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA semakin besar, salah satunya adalah intensifikasi pengawasan obat pasca beredar. Dengan penerapan JKN, maka akan banyak industri farmasi yang harus melakukan resertifikasi CPOB yang berlaku 5 (lima) tahun. Sampai dengan tahun 2014, industri farmasi yang melakukan sertifikasi CPOB baru sekitar 207 sarana. Selain itu, dengan meningkatnya variasi obat sebagai implikasi penerapan JKN, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA juga dituntut harus lebih intensif dalam melaksanakan: sampling dan pengujian 12

13 Menurut UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN menyatakan bahwa obat yang dijamin dalam BPJS ditetapkan oleh pemerintah. Pengawasan post market antara lain melalui kegiatan sampling dan pengujian yang bertujuan untuk mengawasi mutu obat di peredaran dengan prioritas obat yang digunakan dalam program pemerintah. serta farmakovigilan, utamanya Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan, faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya. Terkait Goal 3.Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasuk di dalamnya akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan menggunakan hanya obat atau vaksin yang aman, efektif, dan bermutu untuk upaya kesehatan preventif, promotif, maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa tercapai hanya jika Industri Farmasi yang telah diintervensi (diawasi dan dibina BPOM) mempraktekkan GMP dalam produksi Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu dan PBF serta rantai distribusi obat menerapkan Good Distribution Practices untuk mengawal mutu Obat JKN. Tantangan bagi BPOM ke depan adalah intensifikasi pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri menjamin mutu produknya Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan masif akhir-akhir ini dan berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif. Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand), Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade 13

14 Agreement (AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan negara-negara tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk obat Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negaranegara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri. Dalam kaitan dengan globalisasi dan perjanjian-perjanjian internasional khususnya di sektor ekonomi tersebut, harusnya yang menjadi dasar pijakan dan harus ditekankan dari awal adalah soal kedaulatan bangsa, negara dan rakyat kita dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan trans-nasional dan negara-negara lain tersebut. Dan ini sangat sejalan dengan 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan (Nawa Cita), khususnya pada butir 1: Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara (dengan memperkuat peran dalam kerjasama global dan regional), juga pada butir 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta pada butir 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang antara lain adalah obat, kosmetik,suplemen kesehatan, dan makanan, termasuk jamu dari negara lain, merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk obatdari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi.untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi obat tersebut. Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Sebagai contoh, saat ini akses masyarakat untuk mendapatkan obat legal dari apotek masih terbatas sehingga menyebabkan harga obat menjadi lebih mahal. Secara nasional, jumlah apotek yang ada masih kurang, belum semua kecamatan terjangkau dengan layanan apotek. Perdagangan bebas membuat kepekaan berbisnis menjadi sangat tinggi. Kebutuhan obat yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih ditemukan obat yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO (World Health 14

15 Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai 10%, dan mencapai 20-40% untuk negara berkembang termasuk Indonesia.Tentunya hal ini menjadi tantangan bagi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA pada khususnya dan BPOM pada umumnya. Menurut data BPOMtahun 2014, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai 207 perusahaan, sebanyak 39 diantaranya merupakan perusahaan multinasional. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13% setiap tahun dan lebih dari 70% total pasar obat di Indonesia merupakan perusahaan nasional. Namun, ketergantungan impor bahan baku obat masih sangat tinggi, bahkan 95-96% diimpor dari China, India dan Eropa. Produksi domestik untuk bahan baku obat juga masih sangat kecil. Meskipun Indonesia mampu memproduksinya, sampai saat ini kebanyakan masih belum dapat bersaing dengan produk impor. Jumlah industri farmasi nasional cukup besar dengan kapasitas produksi sebesar 3% dari kapasitas total dunia. Namun, disisi lain, pasar farmasi Indonesia relatif kecil yaitu sekitar 0,2% dari total pasar dunia (Kardono, 2004). Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat yang berakibat menurunnya daya beli masyarakat, hal ini akan membuat masyarakat lebih sulit untuk mendapatkan obat, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang Perubahan Iklim Menurut Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013,yang melaksanakan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya Demam Berdarah Dengue dan Malaria. Jadi di Indonesia, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vector yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal. Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari BPOM dalam mengawasi peredaran varian produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. Kondisi ini menuntut kerja keras dari BPOM melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat Kemajuan dari ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makroekonomi, yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3000 tahun 2010 dan diproyeksikan pada tahun 2025 mencapai USD (Bappenas; 2012) dan telah menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap obat yang memiliki standar dan 15

16 kualitas.untuk itu, dengan banyaknya konsumsi obat yang dilakukan masyarakat,maka perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan yang serius dari BPOM Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% pertahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa. Dari gambar 5.1 di bawah ini,dapat dilihat bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok umur remaja tahun, namun menunjukan tren penurunan. Sementara usia produktif antara tahun justru menunjukan tren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan tren yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat. Gambar 1.4 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur Tahun Sumber: BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni 9,079 juta tahun 2010 dan akan naik pada tahun 2020 menjadi 29,047 juta (BPS Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010). Maka perubahan pola beban penyakit untuk kaum lansia dengan beban yang lebih kronik dan membutuhkan layanan kesehatan pada jangka panjang yang lebih berkualitas. Secara umum, bahwa transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan dapat mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan masyarakat Indonesia, dan sekaligus akan menambah beban kerja dari Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagai pengawas di bidang obat. 16

17 Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap produk obat juga akan semakin meningkat. Jika permintaan terhadap produk obat semakin meningkat maka penawaran dari produk obat juga akan meningkat. Adanya potensi pasar membuat para produsen baik lokal maupun internasional memproduksi obat. Bertambahnya jumlah produsen ini tentunya menuntut semakin besarnya peran BPOM dalam proses penilaian dan pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP (Good Manufacturing Practice) oleh produsen dalam memproduksi obat menjadi tantangan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam melakukan pengawasan. Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi (yaitu dengan adanya bonus demografi). Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase Bonus Demografi di Indonesia untuk menciptakan aktivitas ekonomi yang sangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN. Berdasarkan peta demografi, penduduk Indonesia dalam usia produktif telah mencapai 80%. Penduduk ini telah memiliki daya beli lebih tinggi ditambah dengan kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada tahun Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class atau consuming class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya 45 juta orang, maka proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun 2030 sudah mencapai 135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi pola konsumsi obatserta gaya hidup masyarakat Indonesia. Syarat agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui: a) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk jaminan mutu obat; b) Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan; c) Pengendalian jumlah penduduk; d) Kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja danpasar, serta keterbukaan perdagangan dan tabungan nasional. Di samping menyiapkan pemanfaatan Bonus Demografi, juga sudah harus mulai dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa Bonus Demografi,dimana jumlah lansia meningkat Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan kebijakan kesehatan khususnya dalam pengawasan obat. Desentralisasi di bidang kesehatan belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan sehingga belum secara optimal memberikan perlindungan bagi masyarakat. Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah. Desentralisasi di bidang kesehatan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.untuk itu kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan 17

18 perundang-undangan merupakan tantangan yang sangat penting.hal ini berdampak pada pengawasan obat yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless) sehingga perlu adanya one line command (satu komando), apabila terdapat suatu produk Obat yang tidak memenuhi syarat maka dapat segera ditindaklanjuti. Untuk itu, agar tugas pokok dan fungsi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA berjalan dengan baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (sound governance). Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Dengan berlakunya Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan bagi BPOM untuk menyiapkan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait obat yang dilimpahkan ke daerah Perkembangan Teknologi Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun penyediaan bahan baku obat yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari kebutuhan. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku obat dalam negeri. Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi. Perkembangan industri transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi obat secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak pengawasan atas peredaran obat semakin tinggi, dikarenakan distribusi obat ketempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin cepat, sehingga antipasi pengawasan obat juga harus sama cepatnya. Hal ini harus menjadi perhatian dan antisipasi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam menghadapi hal tersebut Jejaring kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA menyadari dalam pengawasan obat tidak dapat menjadi single player. Untuk itu kedeputian I mengembangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah, maupun internasional. Jaringan yang luas ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA maupun pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki kedeputian I di tingkat regional maupun internasional BPOM memiliki jejaring kerja dengan World Health Organization (WHO), Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang obat (RHSC), Pharmaceutical Inspection Convention and Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S). 18

19 POLA PIKIR DAN BUDAYA KERJA PELAYANAN PUBLIK MENINGKATNYA KAPASITAS DAN AKUNTABILITAS KINERJA BIROKRASI Renstra Deputi I Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagai salah satu satuan kerja di lingkungan BPOM, melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB Upaya atau proses RB yang dilakukan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA berkontribusi dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB di BPOM. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana Gambar 1.10 di bawah ini: PENGUNGKIT HASIL PENGAWASAN INTERNAL ORGANISASI TERWUJUDNYA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME SDM TATA LAKSANA AKUNTABILITAS KINERJA PENATAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENINGKAT- NYA KUALITAS PELAYANAN PUBLIK INOVASI & PEMBELAJARAN Gambar 1.5 Pola Pikir Pelaksanaan RB Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun internal dirangkum dalam tabel 1.2 berikut : Tabel 1.3 Rangkuman Analisis SWOT KEKUATAN Kompetensi ASN Deputi I yang memadai dalam mendukung pelaksanaan tugas Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional Networking yang kuat dengan lembagalembaga pusat/daerah/internasional Pedoman Pengawasan yang jelas Komitmen Pimpinan dan seluruh ASN Deputi I menerapkan Reformasi Birokrasi Akuntabilitas yang cukup baik Adanya informasi dan edukasi pada masyarakat yang programatik Tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas dalam peraturan perundangundangan Sistem pengawasan yang komprehensif mencakup pre-market dan post market KELEMAHAN Jumlah ASN Deputi I yang belum memadai dibandingkan dengan beban kerja Beberapa regulasi dan standar belum lengkap Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama Masih kurangnya dukungan IT Belum optimalnya struktur organisasi 19

20 PELUANG Adanya Program Nasional (JKN dan SKN) Perkembangan Teknologi Informasi sebagai sarana KIE yang sangat cepat Jumlah industri obat yang berkembang pesat Terjalinnya kerjasama dengan instansi terkait Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Dukungan Pemda dalam pengawasan Obat Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) Pertumbuhan signifikan penjualan obat di tingkat nasional Pasar pengobatan tradisional makin besar Nilai impor obat tinggi Besarnya pendapatan perkapita TANTANGAN Perubahan iklim dunia Penjualan obat ilegal secara online Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Perubahan pola hidup masyarakat (sosial dan ekonomi) Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Munculnya (kembali) berbagai penyakit baru Meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat Obat sangat bervariasi Peningkatan konsumsi obat (jumlah dan jenisnya) Resertifikasi CPOB Sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat Masih banyaknya jumlah pelanggaran di bidang obat Lemahnya penegakan hukum Ketergantungan impor bahan baku obat sangat tinggi Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA perlu melakukan penguatan organisasi dan kelembagaan, agar faktor-faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal maupun eskternal tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi BPOM periode Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, posisi organisasi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA harusnya melakukan pengembangan dan perluasan organisasi agar dapat mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA periode Selama periode , pelaksanaan peran dan fungsi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA tersebut di atas telah diupayakan secara optimal sesuai dengan target hasil pencapaian kinerjanya. Namun demikian, upaya tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat, antara lain:(1) pengawasan obat sebelum beredar (pre-market) belum optimal (2) pengawasan obat beredar di masyarakat (postmarket) belum optimal dan (3) pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan obat yang belum efektif. Dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas terdapat 20

21 beberapa penyebab yang dianggap sangat krusial dan strategis bagi peran Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam melakukan pembenahan di masa mendatang, sehingga diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan lebih optimal. Di bawah ini pada gambar 1.4 terdapat diagram yang menunjukkan analisa permasalahan pokok dan isu-isu strategis sesuai dengan tupoksi dan kewenangan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagai berikut: Gambar 1.6 Diagram permasalahan dan isu strategis, kondisi saat ini dan dampaknya PENGAWASAN OBAT BELUM OPTIMAL Sistem pengawasan obat belum optimal Pembinaan dan bimbingan melalui kerjasama Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan obat serta mendorong peningkatan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan belum efektif Kapasitas kelembagaan Deputi I masih terbatas efektivitas pengelolaan sumber daya perlu peningkatan Berdasarkan kondisi obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagai lembaga pengawasan obat masih perlu terus dilakukan penguatan, baik secara kelembagaan maupun dari sisi manajemen sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja di masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses pengawasan obat yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, mutu serta khasiat/manfaat obat tersebut, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan masyarakat. Untuk itu, ada 3 (tiga) isu strategis dari permasalahan pokok yang dihadapi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sesuai dengan peran dan kewenangannya agar lebih optimal, yang perlu terus diperkuat dalam peningkatan kinerja di masa yang akan datang sebagai berikut: 1. Penguatan sistem dalam pengawasan obat, 2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan obat serta mendorong peningkatan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, 3. Penguatan kapasitas kelembagaan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya. Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut secara efektif, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA perlu terus melakukan perbaikan dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi, 21

22 khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan etos tersebut, diharapkan mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional. Untuk itu, dalam melaksanakan peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan peran dan kewenangan BPOM sebagai lembaga yang mengawasi obat, maka diusulkan penguatan peran dan kewenangan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sesuai dengan bisnis proses BPOM untuk periode sebagaimana pada Tabel 7.1 di bawah ini. Gambar 1.7 Peran dan Kewenangan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sesuai dengan Bisnis Proses Bisnis Proses Deputi I Dalam melaksanakan Pengawasan Obat Standardisasi kebijakan teknis pengawasan obat Pengawasan Obat (Pre Market dan Post Market) Pembinaan dan Bimbingan kepada stakeholders SISTEM PENGAWASAN OBAT (REGULATORY SISTEM) KEMANDIRIAN STAKEHOLDEERS Gambar 1.8 Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Kegiatan Utama Berdasarkan Bisnis Proses Deputi I Standardisasi kebijakan teknis pengawasan obat Pre Market Post Market Pembinaan dan Bimbingan kepada stakeholders Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan Obat (NSPK) Pengawasan (penilaian) Obat sesuai Standar 4 Pengawasan Sarana Produksi dan Distribusi Sesuai Standar Pengawasan NAPZA Sesuai Standar 5 6 Menentukan peta zona rawan peredaran obat yg tidak sesuai dengan standar Penyebaran informasi bahaya obat yang tidak memenuhi standar SISTEM (STANDARDISASI) PENGAWASAN (REGULATORY) KEMANDIRIAN STAKEHOLDEERS 22

23 Tabel 1.4 Penguatan Peran Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Tahun Penguatan Sistem Pengawasan Obat Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan Obat Pengawasan (penilaian) obat sesuai standar Pengawasan sarana produksi obat sesuai standar Pengawasan sarana distribusi obat sesuai standar Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik Menentukan peta zona rawan peredaran obat yang tidak sesuai dengan standar Penyebaran informasi bahaya obat yang tidak memenuhi standar 23

24 BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BPOM Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi ke depan sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, maka Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagai unit Eselon I BPOM sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai unit eselon I di bidang Pengawasan Obat dituntut untuk dapat menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat sesuai standar yang telah ditetapkan. Gambar 2.1 Peta Strategis BPOM Periode II.1. VISI Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA harus memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan visi misi BPOM, melalui penyusunan rencana strategis dan RKP Tahunan yang berkualitas serta optimalisasi pengendalian dan monitoring evaluasi atas pelaksanaan pengawasan Obat secara efektif dan efisien serta pelaksanaan tugas pokok dantugas lainnya. Kualitas pengawasan Obat dilihat dari: 1) Kualitas kebijakan dalam penetapan Norma, Standar, Prosedurdan Kriteria terhadap Obat;2) Kualitas pengawasan Obat, serta 3) Kerjasama dan Komunikasi Publik dalam mendorong peran serta masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk Obat dan Makanan sesuai standar. Apabila keseluruhan hal tersebut dapat terpenuhi, maka berarti Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA telah mampu berperan dalam mendukung pencapaian, target, sasaran, misi dan visi BPOM yang selaras dengan RPJMN

25 Untuk mendukung pencapaian visi dan misi BPOM, maka Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagai unit eselon I yang bertanggung jawab dalam pengawasan obat mempunyai Visi yang mengacu pada Visi BPOM adalah sebagai berikut: Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa Penjelasan Visi: Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan harus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut: Aman : Kemungkinan risiko yang timbul pada penggunaan Obat dan Makanan telah melalui analisa dan kajian, sehingga risiko yang mungkin masih timbul adalah seminimal mungkin/ dapat ditoleransi/tidak membahayakan saat digunakan pada manusia. Dapat juga diartikan bahwa khasiat/manfaat Obat dan Makanan meyakinkan, keamanan memadai, dan mutunya terjamin.. Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional, sehingga adanya kesiapan suatu produk bangsa untuk interaksi daya saing di masa depan. Agar menjadi kompetitif, dalam arti ini adalah memiliki peluang untuk menang bagi sejumlah pemain industri yang menghadapi biaya tinggi. II.2. MISI Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata sesuai dengan penguatan peran Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Bab I terhadap peran Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Adapun misi yang akan dilaksanakan sesuai dengan peran-peran tersebut tetap mengacu pada misi BPOM tersebut untuk periode , adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat Pengawasan Obat merupakan satu-kesatuan fungsi (full spectrum) standardisasi, penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan hukum. Menyadari kompleksnya tugas yang diemban Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman dengan tujuan akhir adalah masyarakat sehat, serta berdaya saing, maka perlu disusun suatu sasaran strategis khusus yang mampu mengawalnya. Di satu sisi tantangan dalam pengawasan Obat dan Makanan semakin tinggi, sementara sumber daya yang dimiliki terbatas, maka perlu 25

26 adanya prioritas dalam penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan Obat dan Makanan seharusnya didesain berdasarkan analisis risiko, hal ini untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara proporsional untuk mencapai tujuan sasaran strategis ini. 2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), yaitu pelaku usaha mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjamin produk Obat dan Makanan aman. Pelaku usaha merupakan pemangku kepentingan yang mampu memberikan jaminan produk yang memenuhi standar dengan memenuhi ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Sebagai lembaga pengawas, BPOM harus bersikap konsisten terhadap pelaku usaha, yaitu dengan melaksanakan proses pemeriksaan serta pembinaan dengan baik. BPOM harus mampu membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan produk yang aman, bermanfaat/berkhasiat, dan bermutu. Dengan pembinaan secara berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan. Era perdagangan bebas telah dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Sementara itu, kontribusi industri Obat dan Makanan terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PDB) cukup siginifikan. Industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki kontibusi PDB non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara Industri Kimia dan Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin ). Perkembangan industri makanan, minuman, dan farmasi (obat) dari tahun 2004 sampai dengan 2012 juga mempunyai tren yang meningkat. Hal ini tentunya merupakan suatu potensi yang luar biasa untuk industri tersebut berkembang lebih pesat. Kaitannya dengan perdagangan bebas, industri dalam negeri tidak hanya bersaing di pasar dalam negeri, namun juga pasar di luar negeri. Sebagai contoh, masih besarnya impor terhadap obat serta besarnya pangsa pasar dalam negeri dan luar negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat berkembang. Demikian halnya dengan industri makanan, di mana pasar dalam negeri dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia sangat potensial. Industri kosmetik, obat tradisional, dan suplemen kesehatanpun mempunyai karakteristik yang sama. Kemajuan industri Obat dan Makanan secara tidak langsung juga dipengaruhi dari sistem serta dukungan regulatory yang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM berkomitmen untuk mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan, manfaat, dan mutu Obat dan Makanan. Masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen mempunyai peran yang sangat strategis untuk dilibatkan dalam pengawasan Obat dan Makanan, utamanya pada sisi demand. Sebagai salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan, masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi objek upaya peningkatan kesadaran (awareness) untuk memilih Obat dan Makanan yang memenuhi 26

27 standar, tetapi juga diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan sehingga dapat berperan aktif dalam meningkatkan pengawasan Obat dan Makanan. Sadar dengan kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat, BPOM melakukan upaya-upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadarannya dalam mendukung pengawasan. Upaya-upaya tersebut salah satunya dilakukan melalui kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat. Di sisi lain, arus globalisasi memberi kesempatan masuknya produk yang tidak memenuhi standar dengan harga murah ke wilayah Indonesia. Pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai syarat keamanan produk Obat dan Makanan menimbulkan asymmetric information yang dapat dimanfaatkan oleh produsen nakal untuk menjual produk yang murah namun substandar. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pihak lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil harus disinkronkan dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah. Untuk itu, dalam melaksanakan tugas pengawasan di daerah, BPOM harus bersinergi dengan lintas sektor terkait, sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan. 3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan sumber daya yang meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine),yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan saranaprasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, maka BPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi. Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata (techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi. Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-market yang berstandar 27

28 II.3. internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOM menghadapi tantangan globalisasi. Dengan penjaminan mutu produk Obat dan Makanan yang konsisten, yaitu memenuhi standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan optimal. BPOM juga melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait kerja sama lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi dan sebagainya yang merupakan potensi yang perlu diperkuat. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik terhadap Obat dan Makanan yang beredar di pasaran, sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang mengandung bahan baku berbahaya dan ilegal. Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning organization).untuk mendukung itu, maka BPOM perlu untuk memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar informasi (knowledge sharing). BUDAYA ORGANISASI Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya. 1. Profesional Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. 2. Integritas konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilainilai luhur dan keyakinan 3. Kredibilitas Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. 4. Kerjasama Tim Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. 5. Inovatif Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini. 6. Responsif/Cepat Tanggap Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah. II.4. TUJUAN Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan Makanan, maka tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, berkhasiat/ bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat; 2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi. 28

29 Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di atas, diusulkan sebagai berikut: 1. Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan indikator: a. Tingkat kepuasan masyarakat atas jaminan pengawasan BPOM; 2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi, dengan indikator: a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi ketentuan; b. Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan pembinaan pengawasan Obat dan Makanan. II.5. SASARAN PROGRAM Sasaran program ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ( ) kedepan diharapkan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA akan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut: 1. Menguatnya Sistem Pengawasan Obat Sistem pengawasan obat yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA merupakan suatu proses yang komprehensif dan bersifat full spectrum, mencakup pengawasan pre-market dan post-market. Sistem ini antara lain terdiri dari: pertama, standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan obat. Kedua, penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk sebelum memperoleh nomor ijin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada konsumen. Ketiga, adalah pengawasan setelah beredar (post-market control) yang dilakukan dengan melakukan sampling produk obat yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat. Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikator sebagai berikut: Persentase obat yang memenuhi syarat, dengan target 94% pada akhir Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat Salah satu pilar pengawasan obat adalah masyarakat sebagai konsumen. Obat yang diproduksi dan diedarkan di pasaran (masyarakat) masih berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan produk obat yang aman, bermanfaat, dan bermutu. Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terkait obat yang memenuhi syarat, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan 29

30 NAPZA harus memberikan kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi (KIE). Di samping itu, pengawasan Obat perlu dilakukan oleh pelaku usaha baik produsen, distributor, dan pelaku usaha lain. Pengawasan oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dari sebelum sampai sesudah produk beredar, salah satunya adalah meliputi pengawasan obat di sarana produksi dan sarana distribusi. Produsen mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk obat yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat, dan bermutu) melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Dari sisi pemerintah, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA bertugas dalam menyusun kebijakan dan regulasi terkait obat yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Paradigma Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagai lembaga pengawas dan ditakuti oleh pelaku usaha selama ini mulai berubah, dengan adanya upaya yang dilakukan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan para pelaku usaha. Tanpa meninggalkan tugas utama pengawasan, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA berupaya memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk memperoleh kemudahan dalam usahanya. Salah satunya melalui jaminan kualitas (quality assurance) pengawasan, melalui pendampingan regulatory (regulatory assistance). Masing-masing kedeputian di Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA mempunyai upaya yang berbeda dalam memberikan dukungan regulatory, sesuai dengan bidang lingkupnya. Sasaran strategis ini berupaya untuk mengakomodasi kegiatan yang mendukung pada peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan mutu obat.pelaku usaha di bidang obat harus didukung dalam menghadapi tantangan perdagangan bebas. Salah satunya adalah dengan memberikan dukungan regulatory (sistem pengawasan) kepada pelaku usaha dengan insentif. Sementara terkait dengan faktor lain yang menjadi variabel penentu dalam meningkatkan kemudahan usaha, adalah daya saing. Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikatornya yaitu Jumlah industri farmasi yang meningkat kemandiriannya, dengan target kumulatif 40 industri farmasi sampai dengan akhir tahun 2019, Dalam mendukung pencapaian sasaran strategis BPOM tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Produk terapetik dan NAPZA memiliki visi, misi dan tujuan yang sama dengan BPOM dan memiliki sasaran kegiatan yang mengacu pada sasaran strategis dan indikator BPOM. Adapun Tabel 2.1 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA periode , adalah sebagai berikut : 30

31 Tabel 2.1 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis, Sasaran Program dan Indikator Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA periode VISI MISI TUJUAN SASARAN STRATEGIS Obat dan Makanan Aman Meningk atkan Kesehat an Masyara kat dan Daya Saing Bangsa Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat Mewujudkan kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Meningkatnya jaminan kualitas pembinaan dan bimbingan dalam mendorong kemandirian pelaku usaha dan kemitraan dengan pemangku kepentingan serta partisipasi masyarakat melalui kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi SASARAN PROGRAM Menguatnya Sistem Pengawasan Obat Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat INDIKATOR KINERJA Persentase obat yang memenuhi syarat *): Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya *) *) : Indikator Kinerja Utama 31

32 BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN III.1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL Sebagaimana visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden periode pada Bab II di atas, untuk mewujudkan visi dilaksanakan 7 (tujuh) misi pembangunan yang salah satunya adalah mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. Visi-misi ini selanjutnya dijabarkan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan yang disebut NAWA CITA, sebagai berikut: 1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara (Perkuat peran dalam kerjasama global dan regional), 2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya (membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah), 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan (pengurangan ketimpangan antar kelompok ekonomi masyarakat), 4. Memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya (pemberantasan narkotika dan psikotropika), 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (pembangunan kesehatan khususnya pelaksanaan program Indonesia sehat), 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi), 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan setor-sektor strategis ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan), 8. Melakukan revolusi karakter bangsa, dan 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab BPOM pada periode , maka BPOM utamanya akan mendukung agenda nawacita ke 5 meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dengan menunjang Program Indonesia Sehat melalui pengawasan obat dan makanan. Selain itu juga mendukung 4 (empat) agenda prioritas pembangunan adalah sebagaimana Tabel dibawah ini. 32

33 Tabel (Sembilan) Agenda Prioritas Pembangunan (NAWACITA) Dalam Sasaran Pokok RPJMN , BPOM termasuk dalam 2 (dua) bidang yaitu 1) Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama - Subbidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat, dan 2) Bidang Ekonomi- Sub bidang UMKM dan Koperasi. Fokus pada pembangunan subbidang kesehatan dan SDM, tantangan ke depan adalah meningkatkan upaya promotif dan preventif; meningkatkan pelayanan kesehatan ibu anak, perbaikan gizi (spesifik dan sensitif), mengendalikan penyakit menular maupun tidak menular, meningkatkan pengawasan obat dan makanan, serta meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Sebagai salah satu aspek pendukung pembangunan manusia di bidang kesehatan dan gizi masyarakat, pengawasan Obat dan Makanan dihadapkan pada beberapa tantangan. Beberapa permasalahan dan Isu Strategis terkait pengawasan Obat dan Makanan tercakup dalam Permasalahan dan Isu Strategis ke-5: Pemenuhan Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Pengawasan Obat dan Makanan. Saat ini persentase obat yang telah memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan baru mencapai 92 persen. Pada tahun 2014 industri farmasi yang memenuhi CPOB terkini baru mencapai 83,66 persen. Sasaran pokok RPJMN adalah meningkatnya status kesehatan ibu dan anak, meningkatnya status gizi masyarakat, meningkatnya pengendalian penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya penyehatan lingkungan, meningkatnya pemerataan akses dan mutu pelayanan kesehatan, meningkatnya perlindungan finansial, meningkatnya ketersediaan, persebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan, serta memastikan ketersediaan obat dan mutu Obat dan Makanan. Sasaran pokok tersebut antara lain tercermin dari indikator yang terkait 33

34 BPOM sebagai berikut: No Indikator Status Awal Target Persentase obat yang memenuhi syarat Persentase makanan yang memenuhi syarat 87,6 90,1 (Sumber: RPJMN ) Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat tahun , ditetapkan satu arah kebijakan pembangunan di bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat yang terkait dengan BPOM adalah Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan, melalui: 1. Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko; 2. Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat dan Makanan; 3. Penguatan kemitraan pengawasan Obat dan Makanan dengan pemangku kepentingan; 4. Peningkatan kemandirian pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko oleh masyarakat dan pelaku usaha; 5. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan; dan 6. Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat dan Makanan. Pengawasan Obat dan Makanan terkait dengan 1 (satu) dari 5 (lima) strategi Pembangunan Ekonomi, subbidang UMKM dan Koperasi, yaitu dalam hal peningkatan nilai tambah produk melalui peningkatan penerapan standardisasi produk dan sertifikasi halal, keamanan pangan dan obat. Pada Matriks Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, terdapat 2 (dua) program lintas di bawah koordinasi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang melibatkan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA yaitu: 1. Program Lintas Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pengendalian Penyakit terdiri atas program Dukungan Manajemen Kemenkes, P2PL, Kepemudaan dan Olahraga, serta Program Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan oleh Deputi I melalui 1 (satu) kegiatan dengan ukuran 1 IKP dan 3(tiga) IKK Kode Program/Kegiatan Indikator 3.4 Program Pengawasan Obat dan Makanan Persentase obat yang memenuhi syarat Pengawasan Narkotika, Psikotropika,Prekursor, dan Zat Adiktif Persentase label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan Persentase penyelesaian pemberian sanksi tindak lanjut tepat waktu terhadap sarana pengelola yang tidak memenuhi ketentuan Persentase permohonan rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor yang diselesaikan tepat waktu 34

35 2. Program Lintas Peningkatan Perlindungan Sosial Penduduk melalui Kartu Indonesia Sehat terdiri atas Program Penguatan Pelaksanaan JKN, Program Pembinaan Upaya Kesehatan, Program PSDMK, dan Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan oleh Deputi I melalui 4 (empat) kegiatan dengan ukuran 1 IKP dan 4 (empat) IKK. Kode Program/Kegiatan Indikator 4.4 Program Pengawasan Obat dan Persentase obat yang memenuhi syarat Makanan Pengawasan Distribusi Obat Persentase peningkatan PBF yang memenuhi CDOB Jumlah kajian farmakovigilance obat beredar yang dikomunikasikan Jumlah PBF yang diberikan bimbingan teknis/sosialisasi terkait CDOB Persentase Iklan dan penandaan obat beredar yang memenuhi ketentuan Pengawasan Produksi Obat Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya Penilaian Obat Persentase keputusan penilaian obat yang diselesaikan Penyusunan Standar Obat Jumlah standar obat yang disusun III.2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOM Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, arah kebijakan dan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis Deputi Bidang Pengawasan Produk Teraptik dan NAPZA periode , adalah: Arah Kebijakan yang akan dilaksanakan: 1) Penguatan Sistem Pengawasan obat berbasis risiko untuk melindungi masyarakat 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat. 3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat. Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal. Eksternal: 1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan obat; 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang obat; 35

36 Internal: 3) Penguatan Regulatory System pengawasan obat berbasis risiko; 4) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja individu/pegawai; 5) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai; 6) Meningkatkan kapasitas SDM secara lebih proporsional dan akuntabel; 7) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung tugas pengawasan obat. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA menetapkan program sesuai RPJMN periode , yaitu program utama (teknis) Program Pengawasan Obat dan Makanan Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat Obat dan Makanan melalui serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan, penilaian Obat dan Makanan sesuai standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar, penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan. Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, sebagai berikut: Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat 1) Penyusunan standar obat berupa Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) pengawasan obat (pre dan post-market); 2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian obat; 3) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi obat, sarana pelayanan kesehatan; 4) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; 5) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat. Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, maka masing-masing sasaran strategis Deputi Bidang Pengawasan Produk Teraptik dan NAPZA periode dijabarkan kepada sasaran program dan kegiatan berdasarkan logic model perencanaan. Adapun logic model penjabaran terhadap sasaran program dan kegiatan Deputi Bidang Pengawasan Produk Teraptik dan NAPZA mengikuti logic frame Badan POM namun hanya fokus pada komoditi obat saja adalah sebagai berikut : 36

37 Gambar 3.1 Logframe Kedeputian Bidang Pengawasan PT dan NAPZA LOG FRAME (KEDEPUTIAN BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA) SS Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat SP Menguatnya Sistem Pengawasan Obat Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat SK s Tersusun nya standar obat dalam rangka menjamin obat yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu Tersedia nya obat memenuhi standar Meningkat nya mutu sarana produksi produk terapetik sesuai CPOB terkini Meningkat nya mutu sarana distribusi dan keamanan obat beredar Menurunnya jumlah sarana pengelola narkotika, psikotropika dan prekursor yang berpotensi melakukan diversi narkotika, psikotropika dan prekursor Meningkatnya label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan prekursor yang berpotensi melakukan diversi narkotika, psikotropika dan prekursor Pelaku usaha menjamin mutu obat beredar Tabel 3.1 Program, Sasaran Strategis, Sasaran Program, Kegiatan Stategis, Sasaran Kegiatan, dan Indikator di Lingkungan Kedeputian I PROGRAM SASARAN STRATEGIS SASARAN PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS SASARAN KEGIATAN INDIKATOR PIC PROGRAM Menguatnya PENGAWASAN sistem OBAT DAN pengawasan MAKANAN Obat dan Makanan Menguatnya sistem pengawasan Obat Penyusunan Standar Obat Penilaian Obat Tersusunnya standar obat dalam rangka menjamin obat yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu Tersedianya obat memenuhi standar Persentase Obat Deputi I yang memenuhi syarat 1. Jumlah standar Dit. obat yang disusun Standardisasi 2. Jumlah PT dan rekomendasi PKRT laporan Uji Bioekivalensi yang selesai dievaluasi 1. Persentase Keputusan Penilaian obat yang diselesaikan Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi 37

38 PROGRAM SASARAN STRATEGIS SASARAN PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS SASARAN KEGIATAN INDIKATOR PIC Pengawasan Meningkatnya Produksi Obat mutu sarana produksi produk terapetik sesuai CPOB terkini Pengawasan Distribusi Obat Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif Meningkatnya mutu sarana distribusi dan keamanan obat beredar Menurunnya jumlah sarana pengelola narkotika, psikotropika dan prekursor yang berpotensi melakukan diversi narkotika, psikotropika dan prekursor Meningkatnya label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan 1. Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu Dit. Was. Produksi PT dan PKRT 1. Persentase Ditwas peningkatan PBF Distribusi PT yang memenuhi dan PKRT CDOB 2. Jumlah kajian farmakovigilans obat beredar yang dikomunikasikan 3. Persentase Iklan dan penandaan obat beredar yang memenuhi ketentuan 1. Prosentase Dit. Was penyelesaian NAPZA pemberian sanksi tindak lanjut tepat waktu terhadap sarana pengelola NPP yang tidak memenuhi ketentuan 2. Persentase permohonan rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor narkotika, psikotropika dan prekursor yang diselesaikan tepat waktu 3. Persentase label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan 38

39 PROGRAM SASARAN STRATEGIS SASARAN PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS SASARAN KEGIATAN INDIKATOR PIC PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat Peningkatan Pelaku usaha Kemandirian menjamin mutu Pelaku Usaha obat Obat 1. Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya Dit Was Produksi PT dan PKRT III.3. KERANGKA REGULASI Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan obat, dibutuhkan adanya regulasi di kedeputian I guna mendukung sistem pengawasan, tidak hanya regulasi yang bersifat teknis saja yang harus dipenuhi, melainkan perlu adanya regulasi yang bersifat adminitratif dan strategis. Pengawasan obat merupakan tugas pemerintahan yang tidak dapat dilakukan sendiri, dan dalam praktiknya dibutuhkan kerjasama dengan banyak sektor terkait, baik pemerintah agar sesuai dengan tugas pengawasan obat Selama ini, dalam pelaksanaan pengawasan obat dijumpai kendala yang berkaitan dengan koordinasi dengan pemangku kepentingan. Selain di bidang kesehatan, dari sisi ekonomi, obat merupakan potensi yang sangat besar bagi pelaku usaha (produsen dan distributor), sektor industri obat dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup besar berkontribusi pada pengurangan jumlah pengangguran. Untuk dapat menyelenggarakan tugas pengawasan obat secara optimal, maka Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA perlu ditunjang oleh regulasi atau peraturan perundang-undangan yang kuat dalam lingkup pengawasan obat. Untuk itu, diperlukan beberapa regulasi yang penting dan dibutuhkan oleh Kedeputian I dalam rangka memperkuat sistem pengawasan antara lain: 1. UU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi. Mengingat RUU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi merupakan inistiatif DPR, maka dalam hal ini BPOM akan melakukan koordinasi dengan Panitia Kerja DPR. 2. Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan obat. Rincian Kerangka Regulasi dapat dilihat pada lampiran 2 Matriks Kerangka Regulasi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA

40 III.4. KERANGKA KELEMBAGAAN Untuk memperkuat peran dan fungsi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam melaksanakan mandat Renstra , maka dilakukan beberapa inisiatif penataan kelembagaan, melalui Sekretariat Utama. Beberapa aspek kelembagaan yang harus diintegrasikan dan dikoordinasikan agar lebih efisien dan efektif adalah: 1. Penyempurnaan Struktur Organisasi dan Tata Kerja BPOM sesuai dengan perubahan lingkungan strategis periode Penataan dalam kerangka kelembagaan bagi organsiasi induk dilakukan dengan memperhatikan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. 2. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait dalam rangka mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan kesehatan khususnya di bidang pengawasan obat dan makanan; 3. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas sama dalam rangka penyidikan hukum yang tergabung dalam aparat gabungan penegak hukum. Hal ini sangat diperlukan karena peredaran Obat dan Makanan ilegal merupakan aspek pidana yang masuk dalam sistem peradilan pidana. 40

41 BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN IV.1. Target Kinerja Sebagaimana sasaran strategis Deputi Bidang Pengawasan Produk Teareptik dan NAPZA sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka target sesuai dengan indikator masing-masing sasaran strategis adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Sasaran Program/Kegiatan dan Indikator Kinerja Sasaran Program/Kegiatan Indikator Target Kinerja Menguatnya Sistem Pengawasan Obat Persentase obat yang memenuhi syarat meningkat Tersusunnya standar obat dalam rangka menjamin obat yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu 1. Jumlah standar obat yang disusun 2. Jumlah rekomendasi laporan Uji Bioekivalensi yang selesai dievaluasi Meningkatnya mutu sarana produksi produk terapetik sesuai CPOB terkini 1. Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu Tersedianya obat memenuhi standar 1. Persentase keputusan penilaian obat dan produk biologi yang diselesaikan

42 Meningkatnya Mutu Sarana Distribusi dan keamanan Produk Terapetik beredar 1. Persentase peningkatan PBF yang memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Jumlah Kajian farmakovigilance obat beredar yang dikomunikasikan Presentase iklan dan penandaan obat beredar yang memenuhi ketentuan 92 92, ,5 94 Menurunnya jumlah sarana pengelola narkotika, psikotropika dan prekursor yang berpotensi melakukan diversi narkotika, psikotropika dan prekursor 1. Persentase penyelesaian pemberian sanksi tindak lanjut tepat waktu terhadap sarana pengelola yang tidak memenuhi ketentuan Persentase permohonan rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor yang diselesaikan tepat waktu Meningkatnya label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan 1. Persentase label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat 1. Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya

43 Pelaku usaha menjamin mutu obat 1. Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya; IV.1.1. Kegiatan dalam Sasaran Program Menguatnya Sistem Pengawasan Obat Untuk mencapai Sasaran Program Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dilaksanakan Program Pengawasan obat melalui Kegiatan-Kegiatan: 1. Penyusunan Standar Obat BPOM diharapkan dapat selalu memutakhirkan regulasi sesuai dengan perubahan lingkungan strategis. Dalam hal standar mutu tidak ada di Farmakope Indonesia (FI) maupun kompendia lain, BPOM harus mampu menyiapkan standar mutu obat yang telah divalidasi sehingga dapat menguji semua produk yang beredar. Sehubungan dengan agenda penyusunan standar obat ini, diperlukan peningkatan koordinasi dengan K/L terkait, misalnya untuk validasi dan penyusunan SOP mengenai pencantuman standar obat baru ke dalam FI, dan percepatan penetapan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Perubahan Penggolongan Obat. Pencapaian kegiatan ini diukur dengan indikator Jumlah Standar Obat yang disusun, dengan target 50 standar sampai dengan tahun Penilaian Obat Berlakunya sistem JKN dan rencana peluncuran MEA, mengakibatkan tingginya tuntutan terhadap kecepatan proses registrasi dengan jumlah berkas pendaftaran yang semakin banyak. Hal ini meyebabkan Carry over yang tinggi terhadap berkas pendaftaran (7.060 carry over vs berkas baru). Menjawab tantangan ini BPOM akan melakukan efisiensi proses penilaian melalui program prioritas, diantaranya: intensifikasi penilaian obat dan produk biologi; penyempurnaan registrasi elektronik; dan optimalisasi database pre market. Pencapaian kegiatan ini diukur dengan indikator Persentase keputusan penilaian obat yang diselesaikan, dengan target 79% pada tahun Pengawasan Sarana Produksi Obat Tidak konsistennya Industri Farmasi dalam mengimplementasikan ketentuan CPOB, disebabkan masih rendahnya tingkat kedewasaan Industri Farmasi tersebut. Untuk itu BPOM melalui program Peningkatan Cakupan Inspeksi CPOB, akan memetakan tingkat kedewasaan Industri Farmasi dan mendorong Industri Farmasi tersebut untuk secara mandiri memenuhi peraturan yang terkait dengan Pembuatan Obat. Pencapaian kegiatan ini diukur dengan indicator Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu, dengan target 95% pada tahun

44 4. Pengawasan Sarana Distribusi Obat. Dalam rangka pengawasan sarana distribusi obat, dibutuhkan pemahaman yang sama antara inspektur pusat dan balai serta pelaku usaha dalam penerapan CDOB. Selain itu juga diperlukan koordinasi yang optimal antar lembaga anggota satgas. Terkait hal tersebut, program prioritas yang akan dilaksanakan antara lain bimtek CDOB di BB/BPOM dan penataan ulang peran dan fungsi satgas dalam mekanisme koordinasi pusat dan daerah untuk output yang lebih optimal. Selain itu untuk mengawasi risiko obat beredar yang cenderung meningkat sebagai dampak JKN, perlu dilakukan intensifikasi farmakovigilans. Pencapaian kegiatan ini diukur dengan indikator: a) Persentase peningkatan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), dengan target 87% pada tahun b) Jumlah kajian farmakovigilans obat beredar yang dikomunikasikan, dengan target 18% pada tahun c) Persentase iklan dan penandaan obat beredar yang memenuhi ketentuan, dengan target 94% pada tahun Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) Adanya potensi penyimpangan penyaluran/penyerahan narkotika, psikotropika dan prekursor (NPP) pada kegiatan penyaluran antar propinsi dan apotek yang berperan sebagai penyalur termasuk apotek panel, menuntut BPOM agar lebih intensif melakukan pengawasan NPP.Terkait hal tersebut, selain meningkatkan pengawasan terhadap NPP, BPOM juga melakukan KIE perlunya pengelolaan NPP yang baik kepada pelaku usaha.di samping itu juga meningkatkan koordinasi dengan lintas sektor terkait. Pencapaian kegiatan ini diukur dengan indikator: a) Persentase penyelesaian pemberian sanksi TL tepat waktu terhadap sarana pengelola NPP yang tidak memenuhi ketentuan, dengan target 80% pada tahun b) Persentase permohonan rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor narkotika, psikotropika dan prekursor yang diselesaikan tepat waktu (persen), dengan target 85% pada tahun 2019; c) Persentase label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan, dengan target 65% pada tahun IV.1.2. Kegiatan dalam Sasaran Program Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat Untuk mencapai sasaran program Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat dilaksanakan Program Pengawasan Obat melalui Kegiatan-Kegiatan: 44

45 1. Pengawasan Sarana Produksi Obat/Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha Obat Pelaku usaha merupakan pihak yang sepenuhnya mampu menjamin keamanan, khasiat, dan mutu produk obat yang diproduksi maupun didistribusikan kepada masyarakat. Untuk itu, BPOM sebagai instansi pengawas tidak hanya mengawasi namun juga memberikan pembinaan untuk meningkatkan kemandirian pelaku usaha dalam menjamin mutu produknyadi bidang obat. Pelaku usaha harus bertanggung jawab menjalankan kegiatan usahanya sesuai ketentuan untuk memenuhi standar keamanan, kemanfaatan dan mutu. Kemandirian pelaku usaha di bidang obat dapat diukur dengan indikatorjumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya, dengan target 40 sampai dengan tahun IV.2. KERANGKA PENDANAAN Sesuai target kinerja masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan maka kerangka pendanaan untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran program Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA periode adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Sasaran Program, Indikator Kinerja dan Pendanaan Sasaran Program/Kegiat an Indikator Alokasi (Rp Milyar) PIC Menguatnya Sistem Pengawasan Obat Persentase obat yang memenuhi syarat meningkat 56,0 59,0 63,0 68,0 75,7 Deputi I Tersusunnya standar obat dalam rangka menjamin obat yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu 1. Jumlah standar Obat yang disusun 2. Jumlah rekomendasi laporan Uji Bioekivalensi yang selesai dievaluasi 6,2 7,0 7,0 7,0 7,7 Dit Standardisa si PT dan PKRT 45

46 Tersedianya obat memenuhi standar*) *) Memenuhi standar: memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu sebelum produk diedarkan 1. Persentase keputusan penilaian obat dan produk biologi yang diselesaikan 15,0 9,0 9,0 9,0 10,0 Dit Lai Obat dan Produk Biologi Meningkatnya Mutu Sarana Distribusi dan keamanan Produk Terapetik beredar 1. Persentase peningkatan PBF yang memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) 9,8 15,0 17,0 19,0 21,0 Dit Was Ditribusi PT dan PKRT 2. Jumlah Kajian farmakovigila nce obat beredar yang dikomunikasi kan 3. Persentase iklan dan penandaan obat beredar yang memenuhi ketentuan 46

47 Menurunnya jumlah sarana pengelola narkotika, psikotropika dan prekursor yang berpotensi melakukan diversi narkotika, psikotropika dan prekursor 1. Persentase penyelesai an pemberian sanksi tindak lanjut tepat waktu terhadap sarana pengelola yang tidak memenuhi ketentuan 11,5 13,0 14,0 15,0 17,0 Dit Was Napza 2. Persentase permohon an rekomenda si Analisa Hasil Pengawasa n (AHP) untuk impor/eksp or Narkotika, Psikotropik a dan Prekursor yang diselesaika n tepat waktu Meningkatnya label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan 1. Persentase Label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan 47

48 Meningkatnya mutu sarana produksi produk terapetik sesuai CPOB terkini 1. Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanj uti 13,5 15,0 16,0 18,0 20,0 Dit Was Produksi PT dan PKRT Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat 1. Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiria nnya Ditwas Produksi PT dan PKRT Matrik Kinerja dan Pendanaan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA per kegiatan sebagaimana pada Lampiran 1. Matrik Kinerja dan Pendanaan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. 48

49 BAB V PENUTUP Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Tahun adalah panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA untuk 5 (lima) tahun ke depan. Keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun sangat ditentukan oleh kesiapan kelembagaan, ketatalaksanaan, SDM dan sumber pendanaannya, serta komitmen semua pimpinan dan staf kedeputian Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Selain itu, untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun , setiap tahun akan dilakukan evaluasi. Apabila diperlukan, dapat dilakukan perubahan/revisi muatan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, termasuk indikator-indikator kinerjanya yang dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan tanpa mengubah tujuan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA yaitu meningkatkan kinerja lembaga dan pegawai dengan mengacu kepada Renstra Badan POM Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Tahun harus dijadikan acuan kerja bagi unit-unit kerja di lingkungan di keputian Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Diharapkan semua unit kerja dapat melaksanakannya dengan akuntabel serta senantiasa berorientasi pada peningkatan kinerja lembaga, unit kerja dan kinerja pegawai. Pelaksanaan Renstra diharapkan berkontribusi pada pencapaian Visi Misi BPOM. Hal ini dimungkinkan karena program dan kegiatan dalam Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA ini telah dilengkapi dengan target outcome dan output yang akan dipantau dan dievaluasi secara berkala setiap tahun, pada pertengahan periode Rencana Strategis/RPJMN sebagai midterm review, maupun pada akhir RPJMN sebagai impact assessment. Evaluasi Renstra yang dilaksanakan setiap tahun didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Nasional yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan nasional (BAPPENAS). Selain sebagai bahan evaluasi seperti tersebut di atas,renstra juga menjadi pedoman untuk penyusunan Laporan Kinerja Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Sistem Akuntansi Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 49

50 Dengan demikian, hasil pelaksanaan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Tahun dapat memberikan kontribusi terhadap visi, misi dan tujuan BPOM Tahun DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA Drs. T. Bahdar J. H. Apt, M. Pharm NIP

51 51

52

53 KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun , perlu menetapkan Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013;

54 -2-5. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013; 6. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; 7. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) ; 8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2004; 9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714); 10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 515); MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

55 Pertama Kedua Ketiga -3- : Menetapkan dan mengesahkan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun , yang selanjutnya disebut Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini. : Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam rangka mencapai sasaran strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan. : Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagaimana dimaksud pada diktum Kedua berfungsi sebagai: a. acuan bagi setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam menyusun Rencana Strategis Tahun ; b. acuan bagi setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam menyusun dokumen perencanaan tahunan; c. dasar penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan. Keempat : Terhadap pelaksanaan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dilakukan: a. pemantauan secara berkala; dan b. evaluasi pada paruh waktu dan tahun terakhir periode Rencana Strategis;

56 Kelima -4- : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Mei 2015 DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Drs, T. Bahdar J. H, Apt, M.Pharm NIP

57 standar kebutuhan yg ada pensiun Distribusi kebutuhan yg ada pensiun NAPZA kebutuhan yg ada pensiun Penilaian kebutuhan yg ada pensiun Produksi kebutuhan yg ada pensiun Standar kebutuhan SDM (berdasarkan ABK 2015) SDM yg tersedia SDM Pensiun, pindah dll Kekurangan SDM Standar kebutuhan SDM (berdasarkan ABK 2015) SDM yg tersedia SDM Pensiun, pindah dll Kekurangan SDM

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.05.02.322.3.05.15.859 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI

KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI NOMOR HK.04.01.313.05.15.1413 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI TAHUN 2015-2019 DIREKTUR PENILAIAN OBAT

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa bahwasannya kami telah dapat menyusun Rencana Strategis Balai Besar POM di Bandar Lampung Tahun 2015 2019 Visi

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian dan lembaga perlu menyusun Rencana Strategis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Rencana Strategis BBPOM di Medan

KATA PENGANTAR. Rencana Strategis BBPOM di Medan KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas menyusun Rencana Strategis (Renstra) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN NOMOR HK.04.05.06.15.695 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN

Lebih terperinci

Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen KATA PENGANTAR S esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, 20 April 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, 20 April 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru KATA PENGANTAR S esuai amanat Undang-Undang No. 5 tahun 004 tentang Sistem Penilaian Perencanaan Pembangunan Nasional yang disusun secara periodic meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.515, 2015 BPOM. Rencana Strategis Tahun 2015-2019 Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Direktur Obat Asli Indonesia. Dra. Mauizzati Purba, Apt.M.Kes NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Direktur Obat Asli Indonesia. Dra. Mauizzati Purba, Apt.M.Kes NIP KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap instansi pemerintah perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Drs. Bosar M. Pardede., Apt., M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Drs. Bosar M. Pardede., Apt., M.Si NIP KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dapat selesainya rencana strategis Balai Pengawas Obat dan Makanan di Manokwari periode 2015-2019. Sesuai dengan amanat

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN

RENCANA STRATEGIS TAHUN RENCANA STRATEGIS TAHUN 215-219 217 218 219 215 216 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDA ACEH Jl. Tgk. Daud Beureueh No.11 Banda Telp:651-23926 Fax: 651-22735 Email: serliknad@yahoo.com : BBPOM

Lebih terperinci

Rencana Strategis. Balai Besar POM di Manado

Rencana Strategis. Balai Besar POM di Manado 2015-2019 Rencana Strategis Balai Besar POM di Manado KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK

KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan

Lebih terperinci

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP KATA PENGANTAR esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Renstra Balai POM di Gorontalo Tahun

KATA PENGANTAR. Renstra Balai POM di Gorontalo Tahun KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan HidayahNya yang dilimpahkan kepada kita semua sehingga proses penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Balai POM di Gorontalo

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Lampiran Keputusan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banjarmasin Nomor : HK.01.02.100.04.15.0631 Tentang Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI POM DI KENDARI

RENSTRA BALAI POM DI KENDARI SURAT KEPUTUSAN KEPALA BPOM di KENDARI NOMOR : HK.04.106.04.27.769B TENTANG RENCANA STRATEGIS BPOM DI KENDARI TAHUN 2015 2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG TAHUN 2015-2019 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada kita

Lebih terperinci

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN RENCANA STRATEGIS 2015 2019 DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2015 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN I. 1 KONDISI UMUM BAB I PENDAHULUAN I. 1 KONDISI UMUM Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) berdasarkan Pasal 25 ayat (2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara jo. Keputusan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN 2015-2019 BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN 2015 SURAT KEPUTUSAN KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG NOMOR :

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei 2015 Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Drs. Mustofa, Apt, M.Kes NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei 2015 Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Drs. Mustofa, Apt, M.Kes NIP KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, setiap kementerian dan lembaga diwajibkan untuk menyusun rencana strategis termasuk

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA BADAN POM RI

RENSTRA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA BADAN POM RI BADAN POM RI RENSTRA 2015-2019 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jl. Tompeyan I Tegalrejo. Telp (0274) 561038/ Fax (0274) 552250 Email : bpom_yogyakarta@pom.go.id

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

Renstra BPOM Tahun merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program

Renstra BPOM Tahun merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program Renstra Tahun 2015 2019 merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan KATA PENGANTAR Pengawasan Obat dan Makanan merupakan

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006 PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA (BIDANG KESEHATAN) Disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI Jakarta, 23 November 2005 AGENDA PEMBANGUNAN AGENDA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L 2 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (2) 3 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (3) 4 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (4) DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN

Lebih terperinci

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Togi J. Hutadjulu Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi 1. PENDAHULUAN 2. PELAYANAN PUBLIK BADAN POM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna meningkatkan kualitas manusia

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Padang, 16 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan Tahun

Rencana Aksi Kegiatan Tahun Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015-2019 DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahu Wa Ta ala, Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PIOM

RENCANA STRATEGIS PIOM RENCANA STRATEGIS PIOM 2015-2019 Rencana Strategis Pusat Informasi Obat dan Makanan 2015-2019 i Kata Pengantar Untuk mendukung tercapainya visi dan misi Badan POM, Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM)

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN ANGGARAN 2013

RENCANA STRATEGIS TAHUN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN ANGGARAN 2013 RENCANA STRATEGIS TAHUN 2010-2014 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN ANGGARAN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK 2013 RENCANA STRATEGIS TAHUN 2010 2014 BPS KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW 2.1.

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI. Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan

PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI. Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan Disampaikan Pada Seminar Nasional The 2nd Indonesian Pharmacist

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal

I. PENDAHULUAN. Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal tanpa didukung oleh komitmen untuk memperbaiki validitas dari standar penilaian kinerja kelembagaan

Lebih terperinci

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan CODE PROCESS NAME SUB PROCESS SUB PROCESS CODE CFM CFM CODE POM-01 Pengelolaan Perundang-undangan dan Standar Pembentukan undang-undang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

Keynote Speech. Pengendalian Produk Tembakau dan Pembangunan Berkelanjutan. Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, MUP, Ph.D. Menteri PPN/Kepala Bappenas

Keynote Speech. Pengendalian Produk Tembakau dan Pembangunan Berkelanjutan. Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, MUP, Ph.D. Menteri PPN/Kepala Bappenas Keynote Speech Pengendalian Produk Tembakau dan Pembangunan Berkelanjutan Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, MUP, Ph.D. Menteri PPN/Kepala Bappenas The 4th Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH)

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN DIREKTORAT PENGAWASAN DISTRIBUSI PRODUK TERAPETIK DAN PKRT

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN DIREKTORAT PENGAWASAN DISTRIBUSI PRODUK TERAPETIK DAN PKRT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT PENGAWASAN DISTRIBUSI PRODUK TERAPETIK DAN PKRT KATA PENGANTAR Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pembangunan yang berkeadilan dan demokratis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh i KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Rencana Strategis (Renstra) merupakan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS SESI PANEL MENTERI - RAKERNAS BKPRN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Jakarta, 5 November 2015 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY 3 DIMENSI PEMBANGUNAN: PEMBANGUNAN MANUSIA, SEKTOR UNGGULAN, PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN VISI DAN MISI PRESIDEN TRISAKTI: Mandiri di bidang ekonomi;

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-

KATA PENGANTAR. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah- i ii KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah- Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKj) Dinas Kesehatan Kabupaten

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan pengendalian, bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan pengendalian, bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA NOMOR HK.05.02.322.3.05.15.3086 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PT DAN PKRT

Lebih terperinci

Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN MDGs dirumuskan pada tahun 2000, Instruksi Presiden 10 tahun kemudian (Inpres No.3 tahun 2010 tentang Pencapaian Tujuan MDGs) Lesson Learnt:

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS GIZI: Magnitude dalam Membanguan Manusia dan Masyarakat Permasalahan gizi merupakan permasalahan sangat mendasar bagi manusia Bagi Indonesia, permasalahan ini sangat

Lebih terperinci

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Jakarta, 10 April 2015 Outline Paparan 1. Kerangka pikir penyelenggaranaan pangan 2. Pengawasan Makanan dalam RPJMN 2015-2019 3. Gambaran

Lebih terperinci

BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN PROGRAM PENGAWASAN

BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN PROGRAM PENGAWASAN BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN PROGRAM PENGAWASAN Pada bab sebelumnya telah diuraikan tentang visi, misi dan tujuan yang pencapaiannya diukur dari pencapaian sasaran strategis, sasaran program

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengukuran kinerja pada capacity building yang mengikuti pola reinventing

I. PENDAHULUAN. pengukuran kinerja pada capacity building yang mengikuti pola reinventing I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal tanpa didukung oleh komitmen untuk memperbaiki validitas dari standar penilaian kinerja kelembagaan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci