UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA DEPUTI II DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN PERIODE 4 JULI JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FITRIA ALYA, S.Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA DEPUTI II DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN PERIODE 4 JULI JULI 2011 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker FITRIA ALYA, S.Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan kasih sayangnya, Penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 29 Juli Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa program Apoteker untuk menyelesaikan program studi dan memperoleh gelar Apoteker. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses berlangsungnya PKPA di Badan Pengawas Obat dan Makanan. Ucapan terima kasih khususnya disampaikan kepada: (1) Ibu Dra. Fadjar Aju Tofiana, MT., Apt., selaku Kasubdit Standardisasi Sarana Produksi dan sebagai pembimbing PKPA selama di Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2) Dr. Berna Elya, M.Si., Apt., selaku pembimbing pemerintahan PKPA Profesi Apoteker di Departemen Farmasi FMIPA UI. (3) Ibu Dra. Kenik Sintawati, Apt., selaku Kasubdit Standardisasi Produk II dan sebagai pembimbing pembuatan tugas khusus. (4) Ibu Dra.Kustantinah, M.App.Sc., selaku Kepala Badan POM RI. (5) Bapak Drs. Hary Wahyu T, Apt., selaku Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan POM RI. (6) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. (7) Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. (8) Semua pegawai di lingkungan Badan POM pada umumnya dan khususnya pegawai pada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. (9) Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI. iii

5 (10) Rekan-rekan PKPA di Direktorat Standardisasi Obat Tradisinal, Kosmetika dan Produk Komplemen Badan POM RI yang berasal dari UHAMKA, UNTAG, ISTN, dan teman-teman angkatan LXXIII Program Profesi Apoteker. (11) Keluarga yang telah memberikan bantuan baik moril dan materil sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Penulis 2011 iv

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vi vii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Latar Belakang Visi dan Misi Kedudukan Tugas Pokok dan Fungsi Budaya Organisasi Logo Kebijakan Strategi Target Kinerja Struktur Organisasi TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN Tugas Pokok dan Fungsi Struktur Organisasi Subdirektorat Standardisasi Produk I Subdirektorat Standardisasi Produk II Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi PELAKSANAAN PKPA PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN v

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tameng dan checklist pada logo Badan POM... 5 Gambar 2.2 Mata elang pada logo Badan POM... 6 Gambar 2.3 Garis pada logo Badan POM... 6 Gambar 2.4 Logo Badan POM secara keseluruhan... 6 vi

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan Lampiran 2. Struktur Organisasi Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen vii

9 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu struktur organisasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yaitu Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yang mempunyai tugas pokok penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Untuk melaksanakan tugas pokoknya tersebut perlu di dukung dengan sumber daya apoteker yang memadai baik dari kompetensi maupun jumlah. Sumber daya manusia yang kompeten diperlukan agar pelaksanaan tugas dan fungsi Badan POM berjalan secara professional (Badan POM RI, 2010b). Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memiliki dasar pengetahuan di bidang obat dan makanan diharapkan mampu memberikan konstribusi yang positif dan maksimal bagi perkembangan industri obat dan makanan. Program profesi apoteker di bidang pemerintahan yang saat ini dilaksanakan bekerja sama dengan Instansi Badan POM RI yang dikenal sebagai salah satu tempat profesinya Apoteker. Praktek Profesi Apoteker ini berguna untuk memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman dan gambaran singkat peran Apoteker dalam pengawasan obat dan makanan. Pada PKPA ini pengamatan dan pembelajaran dilakukan di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen di Badan POM RI Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat dari tanggal 4 Juli Juli Tujuan. Untuk meningkatkan kompetensi Apoteker di bidang pemerintahan diperlukan pengenalan terhadap lembaga pemerintahan salah satunya yaitu Badan POM. Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM adalah: a. Memahami struktur organisasi Badan POM. 1

10 2 b. Memahami dan mampu menjelaskan tugas dan fungsi Badan POM. c. Memahami dan mampu menjelaskan kegiatan di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Manfaat Manfaat pelaksanaan PKPA di Badan POM antara lain: a. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat selama masa perkuliahan. b. Dapat berperan serta dalam proses pembuatan peraturan/pedoman/standar di bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.

11 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 2.1 Latar Belakang Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) (dahulu disebut Lembaga Pemerintah Non Departemen/LPND) adalah lembaga negara di Indonesia yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. LPNK berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri yang mengkoordinasikan, sebagaimana termaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pasal 25 ayat 1 yang menerangkan hubungan fungsional Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementrian dilaksanakan secara sinergis sebagai satu sistem pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan (Presiden Republik Indonesia, 2005). 2.2 Visi dan Misi (Badan POM RI, 2010a) Visi Badan Pengawas Obat dan Makanan yaitu menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara Internasional untuk melindungi masyarakat. Sedangkan, Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan yaitu: a. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional. b. Menerapkan sistem jaminan mutu secara konsisten. c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini. d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan. e. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization). 3

12 4 2.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Fungsi, Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2005 dinyatakan bahwa: Kedudukan a. Badan POM adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden. b. Badan POM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. c. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Pengawas Obat dan Makanan dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan. d. Badan POM dipimpin oleh Kepala Badan Tugas Pokok Badan POM mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi: a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan. b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksaan tugas Badan POM. d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan. e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

13 5 2.4 Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang harus diyakini dan dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya (Badan POM RI, 2011). a. Profesional Menegakkan profesionalisme dan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. b. Kredibel Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. c. Cepat tanggap Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah. d. Kerjasama tim Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. e. Inovatif Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. 2.5 Logo Unsur pertama dalam logo Badan POM adalah tameng yang melambangkan perlindungan terhadap masyarakat dari penggunaan obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu. Selain sebagai tameng,unsur tersebut dapat juga dilihat sebagai tanda checklist yang mempresentasikan trust atau rasa kepercayaan. Gambar 2.1 Tameng dan checklist pada logo Badan POM

14 6 Unsur kedua pada logo Badan POM adalah mata elang. Pengambilan makna filosofis mata elang karena elang memiliki pandangan yang tajam sesuai dengan fungsi Badan POM yang bertanggung jawab melindungi masyarakat dengan mengawasi penggunaan obat dan makanan di Indonesia Gambar 2.2 Mata elang pada logo Badan POM Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal melambangkan langkah ke depan yaitu Dirjen POM yang berubah menjadi Badan POM. Selain itu dapat juga dilihat sebagai representasi keadaan Badan POM sebagai lembaga yg memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis hijau) terhadap masyarakat (garis biru tebal) dari pengusaha Obat dan Makanan (garis biru tipis) di Indonesia. Gambar 2.3 Garis pada logo Badan POM Logo secara keseluruhan memadukan unsur-unsur tersebut dalam satu kesatuan yang padu dan serasi. Sedangkan pemilihan warna biru pekat (dark blue) menggambarkan perlindungan, warna hijau (green) menggambarkan scientificbase. Gambar 2.4 Logo Badan POM secara keseluruhan

15 7 2.6 Kebijakan Strategi Badan POM mewujudkan visi dan misinya melalui empat kebijaka strategi (Badan POM RI, 2011), yaitu: Memperkuat Sistem Regulatori Pengawasan Obat dan Makanan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan diperkuat dengan mekanisme operasional dan infrastruktur yang andal dengan kapabilitas berkelas dunia (world class) dan menggunakan teknologi informasi yang modern regulatori pada seluruh fungsi pengawasan, dilakukan revitalisasi yang diterapkan secara terintegrasi dan menyeluruh (comprehensive), mencakup antara lain: a. Kebijakan pengawasan obat dan makanan mampu menjamin obat dan makanan aman, bermanfaat, dan bermutu. b. Standar obat dan makanan mampu menjamin obat dan makanan aman, bermanfaat dan bermutu. c. Seluruh sarana produksi obat dan makanan memenuhi GMP. d. Seluruh sarana distribusi obat dan makanan memenuhi GDP. e. Seluruh obat dan makanan yang beredar telah terdaftar sesuai ketentuan. f. Seluruh obat dan makanan aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. g. Seluruh label dan iklan/promosi obat dan makanan memenuhi persyaratan. h. Setiap pelanggaran ditindaklanjuti sesuai peraturan/perundangan yang berlaku Mewujudkan Laboratorium Badan POM yang Handal Kapabilitas laboratorium Badan POM ditingkatkan terunggul di ASEAN dengan jaringan kerja (networking) nasional dan internasional. Cakupan dan parameter pengujian laboratorium, serta kompetensi personil laboratorium pengawasan obat dan makanan ditingkatkan dengan menerapkan Good Laboratory Practices secara konsisten serta mengembangkan sistem rujukan laboratorium nasional, mencakup antara lain: a. Seluruh laboratorium Badan POM menerapkan secara konsisten standar internasional laboratorium.

16 8 b. Seluruh obat dan makanan dapat diuji oleh laboratorium Badan POM sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan. c. Terbentuknya laboratorium unggulan untuk menunjang kepentingan nasional. d. Laboratorium Badan POM terintegrasi dalam jaringan nasional dan internasional untuk pengawasan obat dan makanan Meningkatkan Kapasitas Manajemen Badan POM Institusi Badan POM dikembangkan sebagai knowledge and learning organization yang kredibel, inovatif dan unggul. Pengembangan institusi berfokus terutama pada penguatan kompetensi, profesionalitas dan kapabilitas modal insani. Untuk itu dilakukan pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan (continuous training and education) yang dilaksanakan di dalam dan diluar negeri serta dengan membangun Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan POM. Implementasi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan serta layanan publik oleh Badan POM dimantapkan dengan meningkatkan kapasitas menajemen dengan mutu penyelenggaraan kepemerintahan yang efektif dan efisien. Untuk itu dilakukan penerapan standar reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik secara menyeluruh dan konsisten Memantapkan Jejaring Lintas Sektor dan Memberdayakan Masyarakat untuk Berperan Aktif dalam Pengawasan Obat dan Makanan Pengawasan Obat dan Makanan lebih diperkuat dengan memantapkan jejaring kerjasama lintas sektor terkait di dalam negeri dan kerjasama bilateral maupun multilateral dengan berbagai institusi di luar negeri. Melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat luas agar mampu mencegah dan melindungi diri sendiri dari penggunaan Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan, mencakup antara lain: a. Berfungsinya jaringan lintas sektor yang aktif dalam pengawasan obat dan makanan sampai ke tingkat Kabupaten/Kota. b. Berfungsinya kerja sama nasional dan internasional dalam pengawasan obat dan makanan. c. Berfungsinya jaringan lintas sektor dalam pengembangan, pengawasan dan konservasi tanaman obat.

17 9 2.7 Target Kinerja Adapun target kinerja Badan POM dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Badan POM RI, 2011), yaitu: a. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA. b. Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan makanan termasuk klaim pada label dan iklan di peredaran. c. Tercegahnya risiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat pengelolaan yang tidak memenuhi syarat. d. Penurunan kasus pencemaran pangan. e. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan keterampilan personil yang memadai. f. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama dan pihak terkait. 2.8 Struktur Organisasi Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.02001/SK/Ka Badan POM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM, Struktur organisasi Badan POM (Lampiran 1), yaitu: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Kepala Badan mempunyai tugas: a. Memimpin Badan POM sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Menyiapkan kebijakan nasional dan umum sesuai dengan tugas Badan POM. c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM yang menjadi tanggung jawabnya. d. Membina dan melaksanakan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain Sekretariat Utama Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya di lingkungan Badan POM.

18 10 Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi (Badan POM RI, 2001): a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM. b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang terkait dengan tugas Badan POM. c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga. d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM. e. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan Badan POM. f. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai dengan bidang tugasnya. Sekretariat Utama terdiri dari: a. Biro Perencanaan dan Keuangan. Biro perencanaan dan keuangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi perumusan rencana strategis dan pengembangan organisasi, penyusunan program dan anggaran, keuangan serta evaluasi dan pelaporan. b. Biro Kerjasama Luar Negeri Biro kerja sama luar negeri mempunyai tugas melaksanakan koordinasi kegiatan kerja sama internasional yang berkaitan dengan tugas BPOM. c. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat. Biro hukum dan hubungan masyarakat mempunyai tugas melaksanakan koordinasi kegiatan penyusunan rancangan peraturan perudang-undangan, bantuan hukum, layanan pengaduan konsumen dan hubungan masyarakat. d. Biro Umum. Biro umum mempunyai tugas melaksanakan koordinasi urusan ketatausahaan pimpinan, administrasi pegawai, pengembangan pegawai, keuangan serta perlengkapan dan kerumahtanggaan.

19 11 Sekretariat Utama Badan POM secara administrasi membina pelaksanaan tugas sehari-hari dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan dan Pusat Informasi Obat dan Makanan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropik dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropik dan Zat Adiktif. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, deputi ini menyelenggarakan fungsi (Badan POM RI, 2001): a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat dan produk biologi. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk terapetik. e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk terapetik. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain.

20 12 h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropik dan Zat Adiktif terdiri dari (Badan POM RI, 2001): a. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. b. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT. c. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT. d. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT. e. Direktorat Pengawasan Narkotik, Psikotropika, dan Zat Adiktif Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, deputi ini menyelenggarakan fungsi (Badan POM RI, 2001): a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. b. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen.

21 13 e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang Obat Asli Indonesia (OAI). g. Pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai dengan bidang tugasnya. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen terdiri dari (Badan POM RI, 2001): a. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. b. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. d. Direktorat Obat Asli Indonesia Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Deputi ini menyelenggarakan fungsi (Badan POM RI, 2001): a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. b. Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.

22 14 c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk pangan. e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi pangan. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. g. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai dengan bidang tugasnya. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdiri dari (Badan POM RI, 2001): a. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. b. Direktorat Standardisasi Produk Pangan. c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. d. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. e. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Inspektorat Inspektorat dipimpin oleh inspektur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas Inspektorat dibina oleh Sekretariat Utama. Inspektorat bertugas melaksanakan

23 15 pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM. Inspektorat terdiri dari Kelompok Jabatan Fungsional dan Subbagian Tata Usaha (Badan POM RI, 2001) Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional adalah unsur pelaksana tugas Badan POM RI yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI. Dalam melaksanakan tugas, secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala dan bertugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan (Badan POM RI, 2001) Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI. Dalam melaksanakan tugas, secara teknis dibina oleh deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan dipimpin oleh seorang kepala dan bertugas melaksanakan kegiatan penyidikan dan penyelidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya (Badan POM RI, 2001). Pusat Penyidikan Obat dan Makanan terdiri dari Bidang Penyidikan Produk Terapetik dan Obat Tradisional; Bidang Penyidikan Makanan; Bidang Penyidikan Narkotika dan Psikotropika; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Subbagian Tata Usaha (Badan POM RI, 2001).

24 Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI. Dalam melaksanakan tugas, secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Riset Obat dan Makanan dipimpin oleh seorang Kepala dan bertugas melaksanakan kegiatan di bidang toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. Pusat Riset Obat dan Makanan terdiri dari 3 bidang yaitu: Bidang Toksikologi; Bidang Keamanan Pangan; Bidang Produk Terapetik; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Subbagian Tata Usaha (Badan POM RI, 2001) Pusat Informasi Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, secara teknis dibina oleh deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Informasi Obat dan Makanan dipimpin oleh seorang Kepala dan bertugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat dan makanan, informasi keracunan dan koordinasi kegiatan teknologi informasi. Pusat Informasi Obat dan Makanan terdiri dari Bidang Informasi Obat; Bidang Informasi Keracunan; Bidang Teknologi Informasi; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Subbagian Tata Usaha (Badan POM RI, 2001) Unit Pelaksana Teknis Unit Pelaksana Teknis bertugas melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan Keputusan Kepala Badan POM setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara (Badan POM RI, 2001) Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional bertugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari berbagai jabatan

25 17 fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan jabatan fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekertariat Utama. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud, ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional, diatur berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku (Badan POM RI, 2001)..

26 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi. Adapun Tugas Pokok Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Badan POM RI, 2010b), yaitu: Tugas Pokok Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen Fungsi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi Produk I. b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi Produk II. c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi sarana produksi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. d. Penyusunan rencana dan program standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. e. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 18

27 19 f. Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. g. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 3.2 Susunan Organisasi Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dapat dilihat dalam Lampiran 2 (Badan POM RI, 2010b) Subdirektorat Standardisasi Produk I Subdirektorat Standardisasi Produk I mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi Produk I. Subdirektorat Standardisasi Produk I menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana dan program standardisasi Produk I. b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi obat tradisional dan suplemen makanan. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi sediaan galenik. d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi Produk I. e. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Subdirektorat Standardisasi Produk I terdiri dari: a. Seksi Standardisasi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan Seksi Standardisasi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi obat tradisional dan suplemen makanan.

28 20 b. Seksi Standardisasi Sediaan Galenik Seksi Standardisasi Sediaan Galenik mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi sediaan galenik. c. Seksi Tata Operasional Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Subdirektorat Standardisasi Produk II Subdirektorat Standardisasi Produk II mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi Produk II. Subdirektorat Standardisasi Produk II menyelenggarakan fungsi (Badan POM RI, 2010b): a. Penyusunan rencana dan program standardisasi Produk II. b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi bahan kosmetik. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi kosmetik. d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi Produk II. Subdirektorat Standardisasi Produk II terdiri dari: a. Seksi Standardisasi Bahan Kosmetik Seksi Standardisasi Bahan Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi bahan kosmetik

29 21 b. Seksi Standardisasi Kosmetik Seksi Standardisasi Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi kosmetik Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi sarana produksi. Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi menyelenggarakan fungsi (Badan POM RI, 2010b): a. Penyusunan rencana dan program standardisasi sarana produksi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi sarana produksi obat tradisional dan suplemen makanan. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi sarana produksi kosmetik. d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi sarana produksi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi terdiri dari: a. Seksi Standardisasi Sarana Produksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan. Seksi Standardisasi Sarana Produksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi sarana produksi obat tradisional dan suplemen makanan.

30 22 b. Seksi Standardisasi Sarana Produksi Kosmetik. Seksi Standardisasi Sarana Produksi Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi sarana produksi kosmetik.

31 BAB 4 PELAKSANAAN PKPA Program Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Badan POM RI dimulai dari tanggal 4 Juli sampai 29 Juli Pada tanggal 4 Juli sampai 6 juli 2011 dimulai dengan pembukaan oleh Sekretaris Utama Badan POM, serta pembekalan dan pengarahan dari masing-masing Direktorat. Setelah itu, diberikan kesempatan untuk lebih memahami salah satu Direktorat pada Kedeputian II, yaitu Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yang dilaksanakan pada tanggal 7 Juli sampai 22 Juli Pada tanggal 25 Juli sampai 26 Juli 2011 dilakukan presentasi hasil praktek kerja di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen kepada seluruh peserta PKPA di Badan POM, tanggal 26 Juli sampai 29 Juli 2011 dilakukan finishing laporan. Adapun jenis kegiatan yang dilaksanakan pada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk komplemen, yaitu: 4.1 Memahami Struktur Organisasi Struktur organisasi Badan POM, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dan Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Lampiran 1,2 dan 3), sesuai dengan dasar hukum Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor: 02001/SK/BPOM tanggal 26 Februari 2001 pasal 166 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen merupakan bagian dari Deputi II yang memiliki 3 Subdirektorat yaitu: a. Subdirektorat Standardisasi Produk I mengenai Produk Obat Tradisional dan Suplemen Makanan. b. Subdirektorat Standardisasi Produk II mengenai Produk Kosmetik. c. Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi, yang meliputi Sarana Produksi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 23

32 Memahami mekanisme pembuatan peraturan/ pedoman/ Tahapan Pembuatan peraturan/pedoman/standar pada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mulai direncanakan sampai disahkan, yaitu: a. Perencanaan Peraturan/pedoman/standar direncanakan berdasarkan adanya kebutuhan mengenai regulasi. b. Pengkajian dan Pembahasan Melalui perintah Direktur, dilakukan analisa kebutuhan regulasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemudian dilakukan pengkajian berdasarkan literatur, dan pustaka serta dari berbagai peraturanperaturan di negara lain yang sesuai, selanjutnya dibahas dan dilakukan pengkajian secara internal. Hasil dari pengkajian tersebut kemudian didapat draf peraturan/pedoman/standar dan akan dilakukan pembahasan bersama yang berjenjang dengan melibatkan unit internal dan unit eksternal yang terkait untuk mendapatkan masukan serta menyamakan persepsi. Draf peraturan tersebut akan disounding kepada stakeholder yang terkait baik internal maupun eksterna untuk dilakukan pembahasan kembali, c. Pengesahan Draf yang sudah disepakati selanjutnya dilegalisasi oleh Biro Hukum dan Humas dan diajukan ke Kepala Badan POM melalui Sekretaris Utama, kemudian terhadap peraturan yang telah ditandatangani oleh Kepala Badan dilakukan sosialisasi kepada stakeholder dan di upload ke website Badan POM. Mekanisme pembuatan peraturan Menteri Kesehatan sama dengan jalur peraturan Kepala Badan akan tetapi ada tahapan lanjutan. Draf yang telah diajukan dan disetujui oleh kepada Kepala Badan selanjutnya diajukan kepada Menteri Kesehatan untuk mendapatkan pengesahan. Peraturan yang telah disahkan tersebut dikirimkan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan serta dimasukkan sebagai Lembaran Negara RI.

33 Memahami Tahapan Penetapan Standardisasi Simplisia dan Ekstrak Selama di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen juga diberi kesempatan untuk memahami suatu proses kegiatan pengadaan jasa khususnya kegiatan yang melibatkan tim ahli untuk melakukan kajian terhadap pemenuhan persyaratan mutu ekstrak dan simplisia suatu tumbuhan obat. Tahapan yang dilakukan dalam penetapan standardisasi simplisia dan ekstrak adalah sebagai berikut: a. Sumber dalam penyusunan standardisasi simplisia dan ekstrak adalah peraturan yang ada dan masalah yang berkaitan dengan mutu, keamanan dan kemanfaatan simplisia dan ekstrak. b. Proses penyusunan standardisasi simplisia dan ekstrak berawal dari pemilihan prioritas tanaman obat oleh tim penyusun. Tanaman obat yang akan ditentukan persyaratan mutunya baik dalam bentuk ekstrak maupun simplisia tumbuhan obat, yaitu tumbuhan asli Indonesia, mudah diperoleh, khasiatnya digunakan secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia. c. Tumbuhan terpilih tersebut kemudian diteliti oleh tim peneliti melalui kerjasama dengan pihak luar yang berasal dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Tim peneliti dipilih menggunakan sistem tender dengan persyaratan mempunyai kualitas dan kelengkapan laboratorium, serta kemampuan sumber daya manusia untuk melakukan penelitian. Peneliti melakukan penelitian terhadap parameter simplisia dan ekstrak yang telah ditetapkan oleh tim penyusun. Hasil penyusunan kemudian dibahas dalam rapat lintas program bersama pakar-pakar dari perguruan tinggi. Hasil rapat berupa draft standar simplisia dan ekstrak yang kemudian diajukan kepada Kepala Badan melalui Biro Hukum dan Humas untuk disetujui dan disahkan sebagai standar nasional. d. Standar simplisia yang telah disahkan oleh Kepala Badan disusun menjadi review Materia Medika Indonesia (MMI) dan untuk standar ekstrak disusun menjadi Monografi Ekstrak Tanaman Obat yang akan dijadikan panduan untuk membuat Farmakope Herbal Indonesia (FHI) oleh Kementerian Kesehatan.

34 Hal lain yang dapat dipelajari pada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yaitu telah menerbitkan beberapa peraturan, antara lain: Bidang Kosmetik a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetik. c. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2003 tentang Kosmetik. d. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik. e. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik. f. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik. g. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetika. h. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik Bidang Obat Tradisional a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. b. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.

35 27 c. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia Suplemen Makanan a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK Tahun 2005 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. b. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK Tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan.

36 BAB 5 PEMBAHASAN Dalam rangka melindungi kepentingan konsumen, kesehatan masyarakat dan perlindungan kelestarian fungsi lingkungan serta memberikan acuan bagi pelaku usaha dan membentuk persaingan pasar yang transparan maka diperlukan suatu standardisasi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000, standardisasi adalah suatu proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pihak. Sedangkan standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (Sekretariat Negara RI, 2000). Badan POM dalam melakukan proses standardisasi memiliki direktorat standardisasi pada tiap deputi, antara lain pada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif terdapat Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen terdapat Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; dan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdapat Direktorat Standardisasi Produk Pangan. Setiap direktorat standardisasi memiliki tugas dan fungsi pokok terkait bidang masing-masing. Tugas pokok Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yaitu penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Standar yang dibuat oleh Direktorat Standardisasi dapat berupa pembuatan standar baru atau revisi standar yang sudah ada disesuaikan dengan perkembangan IPTEK. Standar yang disosialisasikan dalam bentuk surat edaran, buletin, informasi dalam situs Badan POM di internet. Setiap peraturan dan ketentuan mengenai standar mutu yang berlaku harus diikuti oleh semua industri yang 28

37 29 terlibat, oleh karena itu perlu koordinasi dan kerja sama yang baik antara industri farmasi 1 dan Badan POM agar dapat bersama-sama menjalankan regulasi yang telah disepakati atau ditetapkan. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam melaksanakan tugasnya terbagi menjadi 3 Subdirektorat antara lain Subdirektorat Standardisasi Produk I, Subdirektorat Standardisasi Produk II dan Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi. Masing-masing Subdirektorat memiliki program kerja yang berbeda yang mendukung kinerja dari direktorat lain dalam satu kedeputian maupun kedeputian lainnya. 5.1 Subdirektorat Standardisasi produk I Peraturan yang telah diterbitkan, diantaranya: 1. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, yang dimaksud dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. 2. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, dimana obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan POM dan untuk memperoleh izin edar tersebut harus dilakukan pendaftaran, terkecuali obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka untuk penelitian, obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah terbatas dan yang telah terdaftar serta beredar di negara asal untuk tujuan pameran dalam jumlah terbatas, obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat

38 30 oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong, bahan baku obat tradisional berupa simplisia dan sediaan galenik. 3. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. 4. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2005 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Pengawasan suplemen makanan dilaksanakan melalui kegiatan, sebagai berikut: a. Penetapan standar dan persyaratan kemanfaatan, keamanan dan mutu produk serta standar dan persyaratan sarana produksi dan distribusi. b. Penilaian kemanfaatan, keamanan, mutu dan penandaan serta analisa laboratoris c. Pemberian izin edar d. Pemberian izin dan sertifikat sarana produksi e. Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi f. Pengambilan contoh dan pengujian laboratorium serta pemantauan penandaan/label g. Penarikan kembali dari peredaran dan pemusnahan h. Penilaian dan pemantauan promosi termasuk iklan i. Pemberian bimbingan di bidang produksi dan distribusi j. Surveilan dan monitoring efek samping k. Pemberian sanksi administratif 5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan. Pendaftaran suplemen makanan dalam negeri ada 3 yaitu: Pendaftar suplemen makanan tanpa lisensi, Pendaftar suplemen makanan lisensi dan Pendaftar suplemen makanan kontrak.

39 Subdirektorat Standardisasi Produk II Peraturan yang telah diterbitkan, diantaranya: 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik. Izin produksi adalah izin yang harus dimiliki oleh pabrik kosmetika untuk melakukan kegiatan pembuatan kosmetika dan izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku. 2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetik. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetika beredar oleh Pemohon kepada Kepala Badan dan Kosmetika yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB dan memenuhi persyaratan teknis. 3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2003 tentang Kosmetik. Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. 4. Peraturan Kepala Bahan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik, dimana bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. 5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik. Kosmetika yang beredar harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan dan klaim. 6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik. Pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi harus mendaftarkan diri kepada Kepala Badan.

40 32 7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Dalam pelaksanakan tugas dan fungsinya, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen perlu bekerja sama secara optimal dengan Direktorat lain seperti Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik; Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; Direktorat Obat Asli Indonesia, PPOMN, PROM, termasuk dengan pihak luar seperti Perguruan Tinggi dan instansi terkait lainnya. Berbagai pedoman/standar/peraturan dibuat sesuai dengan kebutuhan dan harus mudah dipahami dan dapat diterapkan. Pembuatan suatu peraturan/pedoman/standar membutuhkan waktu yang lama. Peraturan/pedoman/standar yang dibuat dapat berupa peraturan/pedoman/ standar baru yang belum pernah ada, atau perubahan terhadap peraturan/pedoman/standar yang lama karena perkembangan ilmu pengetahuan atau peraturan yang berlaku di dunia internasional. Peraturan/pedoman/standar perlu diperbaharui secara terus menerus sehingga peraturan yang dibuat dapat selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.

41 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah melakukan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM pada tanggal 4 Juli sampai 29 Juli 2011 di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, dapat disimpulkan bahwa: a. Badan POM dipimpin oleh seorang kepala Badan POM, membawahi Sekretariat Utama yang terdiri dari empat biro yaitu Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Kerjasama Luar Negeri, Biro Hukum dan Humas, dan Biro Umum; empat pusat yang ada di Badan POM, yaitu Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM), Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) dan Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM); tiga kedeputian meliputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Deputi I), Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Deputi II) dan Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya (Deputi III); Balai/Balai Besar POM sebagai unit pelaksana teknis di daerah. b. Badan POM mempunyai tugas melaksanakan pengawasan obat dan makanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas, Badan POM meyelenggarakan fungsi pengkajian, penyusunan, pelaksanaan kebijakan tertentu; koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksaan tugas Badan POM; pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah; penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. c. Pembuatan peraturan/pedoman/standar dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu perencanaan, pengkajian, pembahasan, sounding, pengesahan, dan sosialisasi. Pembuatan peraturan/ pedoman/ standar tidak mudah dan memerlukan waktu atau proses yang lama. Hasil atau output dari Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen berupa 33

42 34 peraturan/pedoman/ standar di bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 6.2 Saran a. Diperlukan rencana kegiatan yang jelas dalam rangka pembinaan atau pelatihan peserta PKPA di Badan POM khususnya di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mengingat PKPA dilakukan secara periodik. b. Kerja Praktek yang dilaksanakan selama kurang lebih tiga minggu di Badan POM sudah cukup baik, diharapkan untuk masa yang akan datang dalam pelaksanaan Kerja Praktek perlu dilakukan pemutaran atau rolling tempat yang ada di Badan POM.

43 DAFTAR ACUAN Badan POM RI. (2001). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No /SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta. Badan POM RI. (2003a). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tentang Kosmetik. Jakarta. Badan POM RI. (2003b). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Jakarta Badan POM RI. (2004a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta. Badan POM RI. (2005a). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Jakarta. Badan POM RI. (2005b). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Jakarta. Badan POM RI. (2005c). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan. Jakarta. Badan POM RI. (2005d). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta. Badan POM RI. (2008). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.HK tentang Bahan Kosmetik. Jakarta. Badan POM RI. (2010a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tentang Penetapan Visi dan Misi BPOM. Jakarta. Badan POM RI. (2010b). Keputusan Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen No. HK Tentang Rencana Strategi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Jakarta. 35

44 36 Badan POM RI. (2010c). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tentang Persyaratan Teknis Kosmetik.. Jakarta. Badan POM RI. (2010d). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik. Jakarta. Badan POM RI. (2011). Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan. Juli 21, Kementrian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/MENKES/Per/ VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2005). Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 64 tentang kedudukan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta. Sekretariat Negara RI. (2000). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Jakarta.

45 LAMPIRAN

46 37 Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan Lampiran 2 Struktur Organisasi Deputi II

47 38 Lampiran 2. Struktur Organisasi Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

48 39 Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik Dan Produk Komplemen (Drs. Hary Wahyu T, Apt) Subdit. Standardisasi Produk I (Dra. Sri Hariyati, M.Sc) Subdit. Standardisasi Produk II (Dra. Kenik Sintawati, Apt) Subdit. Standardisasi Sarana Produksi (Dra. Fadjar Aju T. Apt.,,MT) Seksi Standardisasi OT dan Suplemen Makanan ( Drh. Rachmi S., M.K.M) Seksi Standardisasi Bahan Kosmetik Astini Riani, S.Si.,Apt) Seksi Standardisasi Sarana Produksi OT dan Suplemen Makanan (Ambar Setyorini., S.Si.,Apt) Seksi Standardisasi Sediaan Galenik (Dra. Rini Tria S.,Apt M.Sc) Seksi Standardisasi Kosmetik (Dra. Yurita A., Apt.,M.K.M) Seksi Standardisasi Sarana Produksi Kosmetik (Masruroh S.Si.,Apt.,M.K.M) Seksi Tata Operasional (Dra. Arnida Roesli, Apt)

49 UNIVERSITAS INDONESIA MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIK TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FITRIA ALYA, S.Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011

50 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan 1 2. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kosmetik Fungsi Kosmetik Penentuan Sebagai Kosmetik Penggolongan Kosmetik Kriteria Kosmetik Analisa Resiko Kosmetik Bahan Kosmetik Review Bahan Kosmetik Kemungkinan Penyimpangan Produk Kosmetik Alternatif Mengatasi Penyimpangan METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Metode. 4. PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN 13 DAFTAR ACUAN. 14 LAMPIRAN ii

51 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 15 Lampiran 2. Alur Proses Untuk Mengidentifikasi Produk dan Klaim Kosmetik Lampiran 3. Formulir Monitoring Efek Samping Kosmetik.. 17 iii

52 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan kebutuhan bagi masyarakat, tidak terkecuali masyarakat Indonesia yang animonya sangat besar terhadap produk kosmetik dalam dan luar negri. Di pasaran kosmetik banyak yang beredar baik produk dalam negeri maupun produk impor. Kosmetik yang beredar di pasaran harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Sebelum kosmetika diedarkan di pasaran maka kosmetika tersebut harus dinotifikasi terlebih dahulu ke Badan Pengawas obat dan Makanan. Industri kosmetik yang berada di wilayah Indonesia harus memiliki Dokumen Informasi Produk (DIP) untuk setiap kosmetik yang akan dinotifikasi. DIP sewaktu-waktu akan diperiksa/diaudit oleh Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM RI, 2010a). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 17 yang terdapat dalam lampiran I tertulis bahwa setiap industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/ badan usaha yang melakukan kontrak produksi wajib melakukan monitoring terhadap kosmetik yang beredar, menanggapi dan menangani keluhan atau kasus efek yang tidak diinginkan, serta pelaporan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui mekanisme mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik (Kementrian Kesehatan RI, 2010b). Dalam Permenkes tersebut disebutkan bahwa ketentuan mengenai mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Atas pertimbangan di atas, maka laporan ini akan membahas Monitoring Efek Samping Kosmetika (MESKOS). 1.2 Tujuan Mengkaji Sistem Monitoring Efek Samping Kosmetik di Indonesia dan membandingkan dengan pedoman Monitoring Efek Samping di negara lain. 1

53 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kosmetik Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmetikos yang berarti keterampilan menghias. Kosmetik adalah setiap bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakaan pada seluruh bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa disekitar mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan dan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Badan POM RI, 2010a). 2.2 Fungsi Kosmetik Fungsi kosmetik sesuai dengan definisi kosmetik pada Permenkes No 1175/Menkes/PER/VIII tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik, yaitu: membersihkan; mewangikan; mengubah penampilan; memperbaiki bau badan; melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Kementrian Kesehatan RI, 2010a) 2.3 Penentuan Sebagai Kosmetik Dalam penentuan suatu produk sebagai kosmetika atau bukan dilakukan proses identifikasi produk dan klaim kosmetik seperti yang terdapat pada Lampiran 2 (Badan POM RI, 2010b). a. Komposisi Kosmetik Kosmetik tidak boleh mengandung bahan yang dilarang dan/atau melebihi batas kadar dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. b. Area penggunaan Kosmetik Kosmetik dimaksudkan hanya untuk bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut. Produk yang digunakan secara oral, injeksi, atau bersentuhan dengan bagian lain dari tubuh manusia, misalnya membran mukosa hidung atau organ genital bagian dalam, bukan termasuk kosmetik. 2

54 3 c. Fungsi Utama Kosmetik Berfungsi untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, memperbaiki bau badan dan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. d. Peruntukan produk Kosmetik tidak digunakan untuk mengobati atau mencegah penyakit. Hal-hal yang harus dievaluasi agar tidak menyimpang dari peruntukannya yaitu, klaim produk dan keterkaitan klaim dengan kegunaan kosmetik; bentuk sediaan dan cara penggunaan; penandaan; iklan; target kelompok konsumen tertentu. Populasi dengan penyakit tertentu atau kondisi efek samping dari penyakit tertentu tidak diperbolehkan, contoh: melembabkan kulit untuk penderita psoriasis. e. Efek fisiologi produk Kosmetik mempunyai efek fisiologi yang tidak permanen, dimana untuk mempertahankan efeknya, beberapa kosmetik perlu digunakan secara teratur. 2.4 Penggolongan Kosmetik Penggolongan kosmetik dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik (Badan POM RI, 2010a), yaitu: a. Sediaan bayi, misalnya baby oil, bedak bayi dan lain-lain. b. Sediaan perawatan kulit, misalnya bedak dingin, minyak untuk pijat dan lainlain. c. Sediaan rias wajah, misalnya alas bedak, vanishing cream. d. Sediaan rias mata., misalnya alas bedak untuk mata. e. Sediaan kebersihan badan, misalnya bedak badan, bedak badan antiseptik dan lain-lain. f. Sediaan mandi, misalnya sabun mandi padat, sabun mandi antiseptik dan lainlain. g. Sediaan wangi-wangian, misalnya eau de cologne, eau de parfum dan lainlain.

55 4 h. Sediaan rambut, misalnya pelurus rambut, sampo dan lain-lain. i. Sediaan pewarna rambut, misalnya pemudar warna rambut (hair lightener), pewarna rambut dan lain-lain.. j. Sediaan cukur, misalnya sabun cukur, sediaan pra cukur dan lain-lain. k. Sediaan hygiene mulut, misalnya pasta gigi, penyegar mulut dan lain-lain. l. Sediaan kuku, misalnya base coat, nail dryer dan lain-lain. m. Sediaan mandi surya dan tabir surya, misalnya tabir surya. 2.5 Kriteria Kosmetik Kosmetik yang diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi kriteria (Badan POM RI, 2010a): a. Keamanan yang dinilai dari bahan kosmetik yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kosmetik yang dihasilkan tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara normal maupun pada kondisi penggunaan yang telah diperkirakan. b. Kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan klaim yang dicantumkan. c. Mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai CPKB dan bahan kosmetik yang digunakan sesuai dengan Kodeks Kosmetik Indonesia, standar lain yang diakui, dan ketentuan peraturan perundangundangan. d. Penandaan yang berisi informasi lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan. 2.6 Analisa Resiko Kosmetik Bahan Kosmetik Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Bahan lain yang diawasi dalam kosmetik (Badan POM RI, 2008), yaitu: a. Bahan pewarna Bahan pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna pada kosmetik.

56 5 b. Bahan Pengawet Bahan pengawet adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah kerusakan kosmetik yag disebabkan oleh mikroorganisme. c. Bahan tabir surya Bahan yang digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar ultraviolet dengan cara menyerap, memancarkan, dan menghamburkan. Di dalam peraturan tersebut tercantum bahan yang dilarang dalam kosmetik dan bahan yang diizinkan serta bahan yang diizinkan dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan. Selain bahan kosmetik, juga terdapat lampiran bahan pewarna, bahan pengawet dan bahan tabir surya yang diizinkan serta ketentuan kadar dan batasan kondisi penggunaan Review Bahan Kosmetik Untuk meriview bahan kosmetik yang terdapat dalam ASEAN Cosmetic Document (ACD), ASEAN Cosmetic Committee (ACC) membentuk ASEAN Cosmetic Scientific Body (ACSB) yang beranggotakan pakar di bidang kosmetik untuk melakukan kajian ilmiah terhadap bahan kosmetik. ACSB mempunyai tugas untuk mengkaji data keamanan serta masalah teknis lainnya, mengkaji masing-masing bahan yang tercantum dalam ASEAN Handbook dan membuat rekomendasi untuk diputuskan oleh ACC. Sidang ACC dilakukan dua kali dalam setahun. (Badan POM RI, 2005) Kemungkinan Peyimpangan Produk Kosmetik Kemungkinan penyimpangan dapat terjadi karena pelanggaran terhadap peraturan dibidang kosmetik (Badan POM RI, 2008), yaitu: a. Penggunaan bahan kosmetik yang dilarang. b. Penggunaan bahan yang tidak sesuai dalam hal kadar dan persyaratan penggunaan. c. Penggunaan bahan pewarna selain yang tercantum kecuali bahan pewarna yang penggunaannya hanya untuk pewarna rambut.

57 6 d. Penggunaan bahan pewarna yang tercantum diluar batasan kondisi penggunaan kecuali bahan pewarna yang penggunaannya hanya untuk pewarna rambut. e. Penggunaan Bahan pengawet selain yang tercantum. f. Penggunaan Bahan pengawet yang tercantum diluar kadar dan batasan kondisi penggunaan. g. Penggunaan bahan tabir surya selain yang tercantum. h. Penggunaan bahan tabir surya yang tercantum diluar kadar dan batasan kondisi penggunaan Alternatif Mengatasi Penyimpangan Setiap kosmetik yang beredar wajib memenuhi standar dan persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Untuk mengatasi penyimpangan terhadap kosmetik maka dilakukan: Notifikasi kosmetik sebelum diedarkan Setiap kosmetik hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar berupa notifikasi. Pemohon notifikasi harus memiliki izin produksi bagi industri kosmetik yang berada di wilayah Indonesia atau usaha perorangan atau badan usaha yang menerima kontrak produksi, harus mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat penunjukan keagenan dari produsen negara asal bagi importir. Kosmetik yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB dan memenuhi persyaratan teknis (keamanan, kemamfaatan, mutu, penandaan, dan klaim). Sebelum kosmetik dinotifikasi pemohon harus memiliki Dokumen Informasi Produlk (DIP) yang dapat diperiksa sewaktu-waktu oleh Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan ( Kementrian Kesehatan RI, 2010a) Monitoring Efek Samping Kosmetik Monitoring Efek Samping kosmetik merupakan program pemantauan keamanan kosmetik sesudah beredar (pasca-pemasaran). Keamanan yang dinilai dari bahan kosmetik yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan dan kosmetik yang dihasilkan tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara normal maupun pada kondisi penggunaan yang telah diperkirakan. Sejak adanya Harmonisasi ASEAN

58 7 dibidang kosmetik, pertanggungjawaban produk kosmetik yang beredar di pasaran menjadi tanggung jawab produsen sebagaimana terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetik (kementrian Kesehatan, 2010b) Sanksi administratif Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis. b. Larangan mengedarkan kosmetik untuk sementara. c. Penarikan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, kemanfaatan, dan penandaan dari peredaran. d. Pemusnahan kosmetik. e. Penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau peredaran kosmetik.

59 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Data diambil pada PKPA yang berlangsung pada tanggal 4 sampai 29 Juli Pengambilan data dilakukan di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Badan pengawas Obat dan Makanan. 3.2 Metode Metode yang digunakan dalam pengkajian Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) yaitu melalui studi pustaka. Pustaka yang digunakan untuk menyusun kajian bersumber dari peraturan, buku dan artikel internet. Dari pustaka tersebut dilakukan pengkajian mengenai Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS). 8

60 BAB 4 PEMBAHASAN Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) merupakan salah satu bentuk pengawasan kosmetik setelah beredar (post-market surveillance). Sebagaimana terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 17, industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/ badan usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggung jawab terhadap kosmetik yang diedarkan dan menangani keluhan dan/atau menarik kosmetik yang bersangkutan dari peredaran apabila terjadi kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan (Kementrian Kesehatan RI, 2010b). Pelaporan kosmetik di Indonesia yang diduga atau yang telah terbukti menimbulkan efek samping disampaikan dengan pengaduan tertulis. Produsen atau orang yang bertanggung jawab terhadap suatu produk wajib melaporkan produk kosmetik yang menimbulkan efek samping. Selain pelaporan dari Produsen, pelaporan MESKOS juga menggunakan metode pelaporan secara sukarela (voluntary reporting) dari tenaga kesehatan dan konsumen dengan formulir pelaporan pada Lampiran 3 yang telah dirancang sehingga memudahkan pengisiannya. Metoda ini dipilih karena relatif sedikit membutuhkan biaya dan bila terlaksana dengan baik, cukup efektif untuk mengumpulkan laporan MESKOS dari tenaga kesehatan dan konsumen itu sendiri (Badan POM RI, 2007). Menurut ASEAN Cosmetic Directive (ACD), efek samping dikategorikan serius bila menimbulkan kematian, mengancam jiwa atau berpotensi menimbulkan kematian, menyebabkan perawatan rumah sakit dan menimbulkan kecacatan atau ketidakmampuan yang persisten atau signifikan. Efek samping yang dilaporkan yaitu efek samping serius yang telah menyebabkan kematian atau mengancam jiwa, menimbulkan korban yang harus mendapatkan rawat inap, menyebabkan cacat, dan efek samping yang sering terjadi baik yang menyebabkan reaksi serius maupun reaksi yang tidak serius (Health Sciences Authority, 2011). Di Indonesia, semua reaksi atau efek kosmetik yang tidak diinginkan yang berakibat fatal atau mengancam keselamatan jiwa secepat mungkin diberitahukan 9

61 10 kepada Badan POM melalui telepon, faksimile, , atau secara tertulis paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak reaksi atau efek diketahui. Selanjutnya, data informasi harus dilengkapi berupa formulir pelaporan efek samping kosmetik dalam waktu 8 (delapan) hari kalender sejak tanggal pemberitahuan, dan menyediakan semua informasi lain yang dipersyaratkan oleh Badan POM. Reaksi atau efek samping yang serius lainnya namun tidak fatal atau mengancam jiwa, paling lama dilaporkan dalam waktu 15 (lima belas) hari kalender setelah reaksi diketahui. Industri harus menarik kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan dari pasaran dan tidak melanjutkan peredaran kosmetik yang bersangkutan, atas inisiatif sendiri atau berdasarkan perintah dari Badan POM (Badan POM RI, 2010a). Salah satu rujukan MESKOS di Indonesia yaitu MESKOS Singapura yang juga berpedoman kepada ASEAN Ccsmetic Directive. Perbedaan antara kedua negara tersebut yaitu semua informasi produk di Indonesia harus disimpan oleh industri dalam dokumen informasi produk minimal 4 tahun setelah produk terakhir dipasarkan sedangkan di Singapura minimal 3 tahun. Selain itu, di Singapura dokumen informasi produk harus tersedia dan dapat diakses oleh pengawas dalam periode waktu hari kalender bila akan dilakukan audit, atau dalam waktu yang ditentukan tergantung dari urgensi audit. Audit di Singapura dilakukan dengan dua cara yaitu routine audits dimana pengawas akan memberitahukan kegiatan audit kepada produsen paling kurang 1 bulan sebelum audit agar produsen bisa mempersiapkan data, yang kedua yaitu Ad-hos audits dilakukan apabila ditemukan efek yang tidak diinginkan dari sampel produk dipasaran atau laporan konsumen. Audit akan diberitahukan kepada pabrik paling kurang 48 jam sebelum audit dilakukan, tetapi apabila mendesak maka audit dilakukan tanpa pemberitahuan kepada pihak pabrik (Health Sciences Authority, 2011). Pedoman laporan efek samping lain yang dibahas yaitu Australia, pedoman tersebut mengatur obat. Pedoman pelaporan efek samping di Australia diatur oleh Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia. Untuk produk obat yang terdaftar, laporan reaksi obat yang diduga merugikan diterima dari semua sumber termasuk tenaga kesehatan dan konsumen. Menurut Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia, efek samping dikatakan serius apabila

62 11 menimbulkan kematian, mengancam jiwa, memerlukan perawatan rumah sakit atau perawatan yang lebih lama, menimbulkan kecacatan atau ketidakmampuan yang tetap atau signifikan, menimbulkan cacat lahir, dan reaksi yang membutuhkan pengobatan (Department of Health and Ageing, 2005). Waktu pelaporan dari efek samping yang serius berbeda dengan waktu pelaporan di Indonesia. Di Australia waktu pelaporan oleh industri selambatlambatnya 15 hari kalender setelah informasi efek samping didapat, sedangkan di Indonesia wajib dilakukan pelaporan selambat-lambatnya 7 hari setelah kejadian. Efek samping yang tidak serius di Australia tidak perlu dilaporkan secara cepat, pelaporan dilakukan berdasarkan permintaan dari TGA dan jika perlu dimasukkan dalam laporan periodik data keamanan produk (Department of Health and Ageing, 2005). Industri diharuskan untuk memvalidasi dan menindaklanjuti semua reaksi serius yang dilaporkan oleh konsumen maupun tenaga kesehatan kepada TGA. Supaya efek samping dapat dilaporkan dengan cepat, industri dapat mengajukan laporan awal. Data minimum yang diperlukan yaitu data pasien, data pelapor, reaksi yang dicurigai dan obat yang dicurigai, untuk selanjutnya harus menyerahkan laporan yang berisi informasi lebih rinci (Department of Health and Ageing, 2005). Setiap informasi yang berasal dari pelapor atau pasien bersifat rahasia. TGA meminta rincian kontak dari pelapor untuk dapat mencari informasi lebih lanjut tentang reaksi dicurigai. Informasi yang diperlukan yaitu informasi pasien, rincian kontak untuk pelapor, penjelasan reaksi, obat-obatan yang diduga menyebabkan reaksi, setiap obat-obatan yang pasien konsumsi, tanggal terjadinya reaksi, tanggal mulai dan berhenti mengkonsumsi obat yang dicurigai, tanggal mulai dan berhenti mengkonsumsi obat-obatan lainnya, rincian bagaimana reaksi diatasi. Pelaporan menggunakan Formulir Blue Card yang dapat di download atau tersedia di kantor TGA. Formulir yang telah diisi dikirimkan melalui surat, fax, atau , dan dapat juga dilaporkan dengan sistem online dan telepon pada hari Senin sampai Jumát jam am pm (Department of Health and Ageing, 2005).

63 12 Kegiatan pengawasan perlu dilakukan secara komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di masyarakat. Pengawasan produk yang telah beredar (post market surveilance) dapat berjalan dengan baik bila ada kerja sama yang menyeluruh dari semua pihak terkait, baik dari produsen, konsumen/masyarakat dan peran serta langsung dari pemerintah. Produsen bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan suatu produk berawal dari proses produksi. Oleh karena itu produsen perlu menerapkan Cara Produksi Kosmetik Yang Baik (CPKB). Pengawasan yang dilakukan produsen tidak hanya selama produksi tapi juga setelah kosmetik diedarkan. Produsen harus mengawasi dan mencegah timbulnya efek yang tidak diinginkan (Badan POM RI, 2011). Konsumen selaku pengguna juga perlu melakukan pengawasan dengan meningkatkan kesadaran serta pengetahuan terhadap produk yang akan digunakan. Pengawasan oleh masayarakat sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakat yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Pemerintah juga berperan langsung dalam hal pengawasan, melalui pengaturan dan standardisasi, penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar, inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (Badan POM RI, 2011).

64 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) merupakan salah satu bentuk pengawasan kosmetik setelah beredar di pasaran (post-market surveillance). Industri kosmetika wajib melaporkan efek samping dari kosmetik yang diedarkan di pasar. Kegiatan MESKOS juga dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan konsumen dengan sistem sukarela (voluntary) dengan menggunakan formulir laporan MESKOS. Mekanisme pelaporan kosmetik di Indonesia mengacu pada ASEAN Cosmetic Directive (ACD). 4.2 Saran a. Diperlukan adanya peraturan mengenai tata cara pelaporan Efek Samping Kosmetika di Indonesia. b. Diperlukan publikasi tata cara pelaporan Efek Samping Kosmeti mengingat kejadian adanya public warning mengenai bahan kosmetik yang berbahaya dan zat warna yang dilarang. 13

65 DAFTAR ACUAN Badan POM RI. (2007). InfoPOM, Monitoring Efek Samping Obat dan Public Warning tentang Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya dan Zat Warna yang Dilarang, Volume 8: Nomor 7. Jakarta. Badan POM RI. (2005). Buklet Harmonisasi Regulasi ASEAN di Bidang Kosmetik. Jakarta. Badan POM RI. (2008). Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tentang Bahan Kosmetik. Jakarta. Badan POM RI. (2010a). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor Hk tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik. Jakarta. Badan POM RI. (2010b) Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor Hk tentang Persyaratan Teknis Kosmetik. Jakarta. Badan POM RI. (2011). Kerangka Konsep Sistem Pengawasan Obat dan Makanan. Juli 21, Health Sciences Authority. (2011). Regulatory Guidance, Guideline On The Control Of Cosmetic Products Revised February Singapore. Department of Health and Ageing. (2005). Australian Guideline For Pharmacovigilance Responsibility Sponsors of Registered Medicines Regulated by Drug Safety and Evaluation Branch. Agustus 1, lance-guideline pdf. Kementrian Kesehatan RI. (2010a). Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetik. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI (2010b). Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MenKes/PER/VIII2010 tentang Notifikasi Kosmetik, Jakarta. 14

66 LAMPIRAN

67 15 Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1176/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIK BAB V MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIK Pasal 17 (1) Setiap industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi wajib melakukan monitoring terhadap kosmetik yang telah beredar. (2) Industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi wajib untuk menanggapi dan menangani keluhan atau kasus efek yang tidak diinginkan dari kosmetik yang diedarkan. (3) Kasus efek yang tidak diinginkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) ditetapkan oleh Kepala Badan.

68 16 Lampiran 2. Alur Proses Identifikasi Produk dan Klaim Kosmetika Produk 1. Apakah produk mengandung bahan sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI tentang Kosmetika dan tidak mengandung bahan yang dilarang dalam peraturan tersebut? Ya 1.Komposisi Tidak Bukan Kosmetika 2. Apakah produk dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran? Ya 2.Area penggunaan Tidak Bukan Kosmetika 4. Apakah produk dimaksudkan untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, memperbaiki bau badan dan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik? Ya 3.Fungsi Utama Tidak Bukan Kosmetika 3. Apakah produk dimaksudkan untuk mengobati atau mencegah penyakit pada manusia? 4.Peruntukan Non Kosmetika Ya Bukan Kosmetika 5. Apakah produk secara permanen mengembalikan, memperbaiki atau mengubah fungsi fisiologi dengan mekanisme farmakologi, imunologi atau metabolik? Tidak 5. Fungsi Non Kosmetika Tidak Ya Bukan Kosmetika Kosmetika

69 17 Lampiran 3. Formulir Monitoring Efek Samping Kosmetik

70 18 Lampiran 3. Formulir Monitoring Efek Samping Kosmetik (lanjutan)

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 29 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PERIODE 4 JULI 2011 29 JULI 2011 DEPUTI II BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 JULI 29 JULI 2011

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2 24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4 29

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2-24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Singkat BBPOM Kota Bandar Lampung Pada awalnya Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NETI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN KEAMANAN PANGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 26 SEPTEMBER

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bimbingan Teknis Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tahun 2017 Jakarta, 18 Juli 2017 DASAR HUKUM, TUGAS,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)Pekanbaru. Pembentukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru diawali oleh terbentuknya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. Percetakan Negara No. 23 Jakarta 10560 Tanggal 04 Februari 26 Februari

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4-26 FEBRUARI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN INSTANSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000, Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) yang bertanggung

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DEPUTI I BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF JALAN PERCETAKAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANN JL. PERCETAKAN NEGARA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKAN NOMOR: HK. 00. 05. 24.01634 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : 1. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja. No.1714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-63.1-/216 DS462-7237-737-7577 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan CODE PROCESS NAME SUB PROCESS SUB PROCESS CODE CFM CFM CODE POM-01 Pengelolaan Perundang-undangan dan Standar Pembentukan undang-undang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK (PT) DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA (PKRT) BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 264A/MENKES/SKB/VII/2003 NOMOR 02/SKB/M.PAN/7/2003 TENTANG TUGAS, FUNGSI, DAN KEWENANGAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4 JULI 28 JULI 2011 LAPORAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL r PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KEBIJAKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Togi J. Hutadjulu Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi 1. PENDAHULUAN 2. PELAYANAN PUBLIK BADAN POM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 67 ayat (3) Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 103 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L 2 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (2) 3 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (3) 4 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (4) DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.817, 2012 PPATK. Organisasi. Tata Kerja. PPATK. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.01/PPATK/08/12 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/M-DAG/PER/7/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Laboratorium 1.56,5 m2, dan rumah dinas dengan luas 357 m2 serta fasilitas

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Laboratorium 1.56,5 m2, dan rumah dinas dengan luas 357 m2 serta fasilitas BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandar Lampung Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Bandar Lampung terletak di Jl. Dr. Susilo No. 103-105,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Berdirinya BPOM Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang pada masa penjajahan Belanda dikenal dengan apoteker yang berperan dalam pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1.1 Balai Pengawas Obat dan Makanan 1.1.1 Kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan balai POM Republik Indonesia Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/MENKES/SK/IV/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/MENKES/SK/IV/2013 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/MENKES/SK/IV/2013 TENTANG PANITIA KERJA PEMERINTAH PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN

Lebih terperinci

MODUL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM)

MODUL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2017 MODUL PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) NAMA : NIM :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL 1 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Standar adalah spesifikasi

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN URAIAN TUGAS TIM RB BPOM

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN URAIAN TUGAS TIM RB BPOM LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.22.03.18.1314 TAHUN 2018 TENTANG PEMBENTUKAN TIM REFORMASI BIROKRASI BIROKRASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN Disampaikan oleh: Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Visi dan Misi Badan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci