DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN"

Transkripsi

1

2 KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN NOMOR HK TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN TAHUN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun , perlu menetapkan Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen tentang Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Tahun Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013; 6. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) ;

3 8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2004; 9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714); MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN TAHUN Pertama : Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Tahun , yang selanjutnya disebut Renstra Kedeputian II, mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun , Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-K/L) dan Rencana Strategis BPOM Tahun ; Kedua : (1) Renstra Kedeputian II memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam rangka mencapai sasaran pembangunan nasional dan program prioritas Presiden. (2) Renstra Kedeputian II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai: a. acuan bagi setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam menyusun Rencana Strategis Tahun ; b. acuan bagi setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam menyusun dokumen perencanaan tahunan; c. dasar penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.; Ketiga : Renstra Kedeputian II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

4 Keempat : (1) Dalam menyusun Rencana Strategis Tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mengacu pada pedoman penyusunan dan reviu rencana strategis tahun di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2) Pedoman penyusunan dan reviu Rencana Strategis Tahun di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ini ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan keputusan ini akan dilakukan perubahan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta Tanggal 8 Juni 2015

5 KATA PENGANTAR S esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan kaidah-kaidah dalam peraturan perundang-undangan tersebut agar pembangunan bisa berjalan efektif, efisien, dan bersasaran. Dengan demikian Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam menyusun Renstra Tahun mengacu pada peraturan perundang-undangan di atas dan Renstra Badan POM Tahun Rencana Strategis merupakan rencana 5 (lima) tahun ke depan yang disusun untuk menjadi dasar dalam penyusunan rencana kinerja, penyusunan rencana kerja dan anggaran, penetapan kinerja, pelaksanaan tugas, pelaporan dan pengendalian kegiatan di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, serta penyusunann Laporan Akuntabilitas Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Dengan disusunnya Renstra Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen ini, seluruh unit kerja Eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen untuk segera menindaklanjuti untuk menyusun Rencana Strategis masing-masing unit. Selain itu, Rencana Strategis yang telah disusun dapat dijadikan pedoman dalam rangka perencanaan kegiatan yang berkelanjutan. Saya mengucapkan penghargaann yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam penyusunan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen tahun Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Drs. T. Bahdar Johan H., Apt., M.Pharm. NIP

6

7 LAMPIRAN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN NOMOR HK TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas pemerintah, BPOM sesuai kewenangan, tugas pokok dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan BPOM untuk periode Strategi penyusunan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Kedeputian II) ini berpedoman pada Renstra BPOM. Proses penyusunan Renstra Kedeputian II tahun dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun , serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra Kedeputian II. Selanjutnya Renstra Kedeputian II periode diharapkan dapat meningkatkan kinerja Kedeputian II dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 1

8 Adapun kondisi umum Kedeputian II pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut : Peran Kedeputian II berdasarkan Peraturan Perundangundangan Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Bab VI Pasal 164, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen merupakan unsur pimpinan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BPOM dan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen di wilayah Indonesia. Sesuai Perka... TUPOKSI KEDEPUTIAN II Dalam melaksanakan tugas, Kedeputian II menyelenggarakan fungsi: a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; b. penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; c. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik; d. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; e. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi 2

9 dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; f. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia; g. pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; h. koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; i. evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; j. pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. Dilihat dari fungsinya, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar lembaga BPOM yang harus dilaksanakan oleh Kedeputian II, yakni: (1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sebelum beredar (premarket) melalui: a) Perkuatan regulasi, standar, pedoman dan classical text dalam rangka pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku; b) Peningkatan registrasi/penilaian obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan serta iklan yang diselesaikan; c) Peningkatan inspeksi dan sertifikasi sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan terkini. 3

10 (2) Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan pasca beredar di masyarakat (post-market) melalui: a) Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di seluruh Indonesia oleh 33 Balai Besar (BB)/ Balai POM, serta promosi di media massa dan media elektronik; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen di Pusat dan Balai. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di pusat dan balai melalui: a) Public warning; b) Pemberian Informasi, bimbingan teknis dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Tupoksi Kedeputian II sangat penting dan strategis dalam rangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, khususnya pada butir 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan; dan pada butir 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta butir 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Kedeputian II ke depan akan menjalankan tugasnya secara lebih proaktif dan terdepan dalam melindungi masyarakat Indonesia melalui peningkatan pengawasan obat tradisonal, kosmetik dan suplemen kesehatan. 4

11 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK Tahun 2004 Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan Pasal 166, Kedeputian II terdiri dari empat Direktorat yang terdiri dari : (1) Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik; (2) Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; (3) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dan (4) Direktorat Obat Asli Indonesia. 5

12 Gambar 1. Struktur Organisasi Kedeputian II DEPUTI II BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Inspeksi & Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Obat Asli Indonesia SubDit. Penilaian Produk I SubDit. Penilaian Produk II SubDit. Surveilan Keamanan OT, SM dan Kosmetik SubDit. Standardisasi Produk I SubDit. Standardisasi Produk II SubDit. Standardisasi Sarana Produksi SubDit. Inspeksi Produk I SubDit. Inspeksi Produk II SubDit. Sertifikasi SubDit. Etnofarmakognosi dan Budidaya SubDit. Keamanan dan Kemanfaatan OAI SubDit. Bimbingan Teknologi OAI SubDit. Bimbingan Industri OAI Sie Penilaian OT Sie Penilaian SM dan Nutrasetikal Sie TOP Sie Penilaian Kosmetik dan Kosmesetikal Sie Penilaian Kosmetik Tradisional Sie Surveilan Keamanan OT dan SM Sie Surveilan Keamanan Kosmetik Sie Standardisasi OT dan SM Sie Standardisasi Sediaan Galenik Sie TOP Sie Standardisasi Bahan Kosmetik Sie Standardisasi Kosmetik Sie Standardisasi Sarana Produksi OT dan SM Sie Standardisasi Sarana Produksi Kosmetik Sie Inspeksi OT dan SM Sie Pengawasan Penandaan dan Promosi OT dan SM Sie Inspeksi Kosmetik Sie Pengawasan Penandaan dan Promosi Kosmetik Sie Sertifikasi OT Sie Sertifikasi Kosmetik dan SM Sie TOP Sie Inventarisasi OAI Sie Pengembangan Agro Medika & Bahan OAI Sie TOP Sie Keamanan OAI Sie Kemanfaatan OAI Sie Teknologi Formulasi OAI Sie Teknologi Ekstrak Sie Potensi Pasar dan Ekspor OAI Sie Layanan Teknologi & Manajemen Mutu OAI Kelompok Jabatan Fungsional 6

13 Untuk mendukung tugas-tugas Kedeputian II sesuai dengan peran dan fungsinya, diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Kedeputian II untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sampai tahun 2014 adalah sejumlah 155 orang yang yang tersebar di empat Unit Eselon II. Pada tahun 2014, Kedeputian II belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 111 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan. Berikut ini adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa beban kerja Gambar 2. Kebutuhan SDM Tahun Berdasarkan Analisa Beban Kerja *Tahun 2016 s.d asumsi tidak ada penambahan pegawai Dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai selama 5 (lima) tahun mulai tahun berarti tidak ada penambahan pegawai selama kurun waktu tersebut. Hal ini mengakibatkan kekurangan pegawai Kedeputian II, yang diperkirakan sejumlah 21 pegawai akan pensiun, pindah dan sebagainya dalam lima tahun tersebut tidak dapat dipenuhi, 7

14 S3 S2 Apoteker / Profesi S1 NON sarjana Jumlah sementara beban kerja makin meningkat. Adanya kekurangan pegawai tentunya menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal. Adapun jumlah pegawai Kedeputian II berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan pada tabel 1. di bawah ini: Tabel 1. Profil Pegawai Kedeputian II Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014 No Unit Kerja 1 Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik 2 Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 3 Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 4 Direktorat Obat Asli Indonesia TOTAL Dari Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa 80 % pegawai di Kedeputian II adalah sarjana (S1, Profesi, S2). Di bawah ini disajikan grafik komposisi persentase SDM Kedeputian II menurut pendidikan. Gambar 3. Profil Pegawai Kedeputian II Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun

15 Dari komposisi SDM Kedeputian II sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan tabel 1. dan gambar 2 di atas, dirasakan bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM di Kedeputian II, agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan Hasil Capaian Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Periode Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Kedeputian II mempunyai tugas mengawasi peredaran Obat Tradisional, Kosmetik dan suplemen makanan di wilayah Indonesia. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, maka terdapat beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam Renstra Kedeputian II , yaitu: 1) Penyusunan standar, peraturan dan regulasi; 2) Rekomendasi dalam rangka perizinan dan sertifikasi industri di bidang obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen berdasarkan cara-cara produksi yang baik; 3) Penilaian produk sebelum diizinkan beredar; 4) Postmarketing survailance termasuk sampling, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, monitoring efek samping produk di masyarakat; 5) Pre-review dan pasca-audit iklan dan promosi produk; 6) Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik. Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Kedeputian II tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada tabel 2 di bawah ini. 9

16 Tabel 2. Capaian Kinerja Kedeputian II Periode NO Indikator T *) 2014 Tahun 2014 R **) (%) %C ***) thd 2014 Tahun 2013 R (%) Tahun 2012 R (%) Tahun 2011 R (%) Tahun 2010 R (%) 1. Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar 2. Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar 3. Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar 4. Proporsi obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) 5. Proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya 6. Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan 1,0% 2,93% 293% 0,44 6,39 5,62 baseline 1,0% 0,68% 68% 1,02 0,80 0,87 baseline 2,0% 0,69% 34,50% 1,26 1,87 1,12 baseline 1,0% 1,38% 99,62% 2,07 1,89 1,67 2,61 1,0% 0,78% 100,22% 0,48 0,54 0,65 1,14 2,0% 1,95% 100,05% 1,38 0,02 0,12 2,64 Catatan: Sumber: LAKIP KEDEPUTIAN II 2014 *) T : Target **) R : Realisasi ***) %C : Persentase capaian (realisasi dibandingkan terhadap target) Sebagaimana tabel 2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun tersebut di atas, kinerja Kedeputian II masih terdapat beberapa indikator yang belum tercapai. Adapun penjelasan pencapaian masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut: untuk indikator kinerja kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar tercapai 293%. Untuk kinerja kenaikan kosmetik yang memenuhi standar sebesar 68%, dan kinerja kenaikan 10

17 suplemen makanan yang memenuhi standar sebesar 34,5%. Berdasarkan hasil capaian tersebut dapat disimpulkan adanya keterbatasan Kedeputian II dalam perencanaan dan penetapan target. Hal ini akan menjadi fokus perbaikan dalam Renstra ke depan. Mengacu pada Renstra BPOM, pengawasan Obat dan Makanan khususnya Obat Tradisional, Kosmetik dan suplemen kesehatan tetap menjadi mainstreaming di Renstra Kedeputian II periode Di bawah ini pada gambar 4 dapat dilihat secara grafik pencapaian kinerja Kedeputian II dari tahun Gambar 4. Profil Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun Gambar 5. Profil Kosmetik yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun

18 Gambar 6. Profil Suplemen Makanan yang Memenuhi Syarat ( MS) Tahun Dari Gambar 4 sampai 6 dapat dilihat hasil pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan selama tahun Persentase/proporsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan yang memenuhi syarat pada tahun 2014 mengalami kenaikan dibandingkan tahun Namun, jika dibandingkan terhadap tahun 2011 Persentase/proporsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan yang memenuhi syarat pada tahun 2014 cenderung mengalami penurunan. Di sisi lain, saat ini masih dijumpai produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan illegal/palsu/substandar. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh BPOM khususnya Kedeputian II selama ini harus terus ditingkatkan. Perkuatan pengawasan post market merupakan hal yang tak dapat dielakkan lagi. Pada produk kosmetik misalnya, sejak diberlakukan Harmonisasi ASEAN pada 1 Januari 2011, produk kosmetik yang memenuhi syarat cenderung menurun, sedangkan jumlah produk kosmetik yang masuk ke Indonesia meningkat secara signifikan. Begitu pula pada produk obat tradisional, yang pada akhir periode Renstra menunjukkan hasil yang belum menggembirakan. Produk obat tradisional yang memenuhi syarat masih jauh di bawah produk lainnya yang memenuhi syarat. Untuk itu, perlu dilakukan upaya 12

19 terobosan untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional yang berisiko terhadap kesehatan. Berdasarkan capaian kinerja utama BPOM sesuai dengan tabel 2 dan gambar 4a sampai 4c di atas, terlihat bahwa kinerja Kedeputian II telah menunjukkan hasil yang baik sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Dengan adanya perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis diharapkan peran BPOM pada masa yang akan datang dapat lebih ditingkatkan. Kedeputian II diharapkan terus menjaga kinerja yang telah dicapai saat ini sesuai harapan masyarakat, yaitu agar pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan terus lebih dimaksimalkan untuk melindungi kesehatan masyarakat POTENSI DAN PERMASALAHAN Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi Kedeputian II dalam mengawasi peredaran produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal dan internal yang dihadapi oleh Kedeputian II terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis eskternal dan internal yang mempengaruhi peran Kedeputian II adalah sebagai berikut: Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Bonus demografi yang dialami oleh Indonesia juga disertai dengan dinamika kependudukan lain yang juga berdampak luas, yaitu: 1) meningkatnya jumlah penduduk dari 237,6 juta jiwa pada tahun 2010 menjadi 271,1 juta jiwa pada tahun 2020; 2) penuaan 13

20 penduduk (population ageing) yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia sebesar 87 persen antara tahun 2010 dan 2025; 3) urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk perkotaan dari 49,8 persen pada tahun 2010 menjadi 66,6 persen pada tahun 2035; dan 4) migrasi yang ditandai dengan meningkatnya perpindahan penduduk ke pusat pertumbuhan. Pertumbuhan dan perubahan struktur penduduk yang tidak sama antar provinsi, sehinga pemanfaatan bonus demografi tersebut juga harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi kewilayahan. Untuk itu, peluang bonus demografi ini juga harus diketahui dan dipahami dengan baik oleh seluruh pemangku kebijakan di daerah sehingga dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Tabel 3. PENDUDUK INDONESIA PERIODE Perubahan Penduduk usia 0-14 th, juta 68,1 69,9 70,7 70,0 67,9 65,7-3,6 Usia Kerja (15-64 th), juta 158,5 171,9 183,5 193,5 201,8 207,5 30,9 Penduduk Lansia (60+) juta 18,0 21,7 27,1 33,7 41,0 48,2 167,2 Jumlah total, juta 238,5 255,5 271,1 284,8 296,4 305,7 67,1 Penduduk di perkotaan (%) 49,8 53,3 56,7 60,0 63,4 66,6 - Sumber Data: Proyeksi Penduduk Indonesia Agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui: a) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk jaminan mutu Obat; b) Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan; c) Pengendalian jumlah penduduk; d) Kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan perdagangan dan tabungan nasional. 14

21 Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi. Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase Bonus Demografi di Indonesia untuk menciptakan aktivitas ekonomi yang sangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN. Konsumsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan cukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang dan juga penampilan. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi Kedeputian II untuk melakukan penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang semakin bervariasi dan meningkat jumlahnya. Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan akan semakin meningkat, sehingga penawaran dari obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen juga akan meningkat. Potensi pasar yang besar membuat para produsen obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan baik lokal maupun internasional semakin meningkatkan volume produksi maupun variasinya. Hal ini tentunya menuntut semakin besarnya peran Kedeputian II dalam proses penilaian dan pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP (Good Manufacturing Practice) oleh produsen dalam memproduksi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan menjadi tantangan Kedeputian II dalam melakukan pengawasan dan pembinaan. BPOM khususnya Kedeputian II dalam hal ini harus membuat kebijakan yang mendukung kualitas SDM Indonesia. Kebijakan yang dibuat harus berorientasi pada keamanan, manfaat, dan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, juga persyaratan 15

22 dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha sehingga bisa menjamin obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang sampai di masyarakat aman, bermanfaat, dan bermutu. Pengawasan keamanan, manfaat dan mutu ini harus dibangun untuk menghindari dan mengurangi risiko obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tidak memenuhi syarat Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu sub sistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Sub sistem ini saling terkait dengan subsistem lainnya 16

23 sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna. BPOM merupakan penyelenggara sub sistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, utamanya untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/manfaat dan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar serta upaya kemandirian di bidang pengawasan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya secara komprehensif oleh Kedeputian II, yaitu: No Upaya terkait jaminan aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar 1 Pengawasan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat secara terpadu dan bertanggung jawab. 2 Pelaksanaan regulasi yang baik didukung dengan sumber daya yang memadai secara kualitas maupun kuantitas, sistem manajemen mutu, akses terhadap ahli dan referensi ilmiah, kerjasama internasional, laboratorium pengujian mutu yang kompeten, independen, dan transparan. 3 Pengembangan dan penyempurnaan kebijakan mengenai produk dan fasilitas produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen No Upaya terkait kemandirian Obat dan Makanan. 1 Pembinaan industri farmasi dalam negeri agar mampu melakukan produksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan dapat melakukan usahanya dengan efektif dan efisien sehingga mempunyai daya saing yang tinggi. 2 Pengembangan pemanfaatan obat tradisional yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, bermutu tinggi, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal. 17

24 No Upaya terkait jaminan aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar kesehatan sesuai dengan IPTEK dan standar internasional. 4 Pembinaan, pengawasan dan pengendalian impor, ekspor, produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Upaya ini merupakan suatu kesatuan utuh, dilakukan melalui penilaian keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk, inspeksi fasilitas produksi dan distribusi, pengambilan dan pengujian sampel, surveilans dan uji setelah pemasaran, pemantauan label atau penandaan, iklan dan promosi. 5 Penegakan hukum yang konsisten dengan efek jera yang tinggi untuk setiap pelanggaran, termasuk pemberantasan produk palsu dan ilegal. 6 Perlindungan masyarakat terhadap pencemaran sediaan farmasi dari bahanbahan dilarang atau penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan persyaratan. No Upaya terkait kemandirian Obat dan Makanan. Beberapa upaya tersebut di atas, telah dilakukan oleh BPOM dan ke depan harus lebih ditingkatkan melalui pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara profesional, bertanggungjawab, independen, transparan dan berbasis bukti ilmiah, sesuai dengan amanat dalam SKN. Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model 18

25 serta klinik-klinik kesehatan dan pengobatan alternatif juga makin menambah beban dan daya jangkau BPOM untuk makin melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam melakukan pengawasan yang lebih komprehensif. Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh Kedeputian II dalam penyediaan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang aman dan bermutu. Untuk itu, BPOM melalui Kedeputian II selama ini melakukan kontrol dalam bentuk penilaian sebelum produk beredar di pasar dan pengawasan secara ketat terhadap produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang sudah beredar luas di masyarakat. Selain itu, Kedeputian II juga dapat memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat mengenai produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang aman, bermutu dan berkhasiat. Beberapa permasalahan lainnya yang juga memerlukan perhatian dalam penjaminan keamanan dan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan adalah koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam penjaminan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar seperti Kemenkes, Dinkes, BKKBN termasuk industri farmasi dan Asosiasi. Terkait meluasnya penggunaan jamu dan obat tradisional, serta pengobatan secara tradisional di masyarakat diperlukan penelitian ilmiah lebih lanjut. 19

26 Perubahan Iklim Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian khususnya ketersediaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di Indonesia yang aman, berkhasiat/ bermanfaat dan bermutu dengan harga yang kompetitif. Dengan adanya potensi permasalahan tersebut di atas serta proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari Kedeputian II dalam melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan untuk mendukung ketersediaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan secara berkelanjutan. Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research Center for Climate Change University of Indonesia (RCCC- UI) tahun 2013, dalam pelaksanaan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vektor yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal. Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari Kedeputian II dalam mengawasi peredaran varian obat tradisional dan suplemen kesehatan dari jenis penyakit tersebut. Kondisi ini menuntut kerja keras dari Kedeputian II melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredarannya Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat Kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi ditopang oleh stabilitas yang tetap terpelihara. Inflasi dapat dikendalikan dalam batas yang aman. Nilai tukar meskipun cenderung terdepresiasi, 20

27 pergerakannya masih dalam taraf yang wajar. Defisit anggaran tetap terjaga di bawah 3 persen. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator perekonomian yang banyak digunakan di berbagai negara adalah PDB per kapita di mana di Indonesia dalam USD tahun 2013 sedikit menurun menjadi USD dibanding tahun 2012 yang besarnya USD karena terjadi depresiasi rupiah, meskipun PDB per kapita dalam rupiah meningkat dari Rp.33,5 juta pada tahun 2012 menjadi Rp.36,5 juta pada tahun Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang memiliki standar dan kualitas. Tahun 2012, penjualan kosmetik impor mencapai Rp. 2,44 triliun atau meningkat 30% dari tahun 2011 yang mencapai Rp. 1, 87 triliun. Naiknya nilai impor disebabkan oleh tingginya permintaan pasar domestik akan produk premium atau bermerek (high branded). Industri obat tradisional juga mencatatkan prestasi yang menggembirakan. Hal tersebut terlihat dari omset yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, omzet obat tradisional mencapai Rp. 5 triliun dan meningkat pada tahun 2011 yang mencapai Rp. 11 triliun. Sampai akhir tahun 2012, omset obat tradisional diperkirakan mencapai Rp. 13 triliun dan pada tahun 2015 diperkirakan mencapai Rp. 20 triliun dengan nilai ekspor mencapai Rp. 16 triliun. Saat ini, terdapat 10 industri jamu skala menengah besar dan 1000 industri jamu skala kecil tersebar di berbagai wilayah di Indonesia terutama di Pulau Jawa, serta mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja. 21

28 Dari sisi investasi, Indonesia merupakan negara yang sangat menarik untuk investor dalam dan luar negeri. Dengan segala potensi yang dimiliki Indonesia maka investasi di bidang Obat dan Makanan juga cenderung akan meningkat. Sementara dari sisi ekspor dan impor, kualitas produk yang dihasilkan harus memenuhi standar internasional agar dapat menembus pasar luar negeri. Namun selain itu, peluang pasar domestik yang sangat besar juga harus dimanfaatkan oleh produsen dalam negeri karena apabila tidak maka peluang pasar yang besar tersebut akan menjadi incaran produk luar dan yang terjadi bukan surplus ekspor namun impor yang membanjiri pasar dalam negeri. Apabila hal itu terjadi maka akan menyumbang pada defisit neraca perdagangan sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan turun. Nilai ekonomi total dari komoditi obat tradisional di Indonesia pada tahun 2014 adalah berkisar Rp. 20 trilyun rupiah, untuk komoditi suplemen makanan pada tahun 2014 adalah berkisar Rp. 14 trilyun rupiah sedangkan untuk produk kosmetik besaran nilai total ekonomi di Indonesia adalah berkisar Rp. 50 trilyun. Dari sisi konsumsi, Indonesia mempunyai potensi pasar sangat besar karena jumlah penduduk yang terbesar keempat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Kebutuhan permintaan akan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dalam negeri sangat besar mendorong konsumsi tinggi dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat, khususnya obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang berakibat menurunnya daya beli masyarakat, hal ini akan membuat masyarakat lebih sulit untuk mendapatkan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Besarnya perputaran komoditi obat tradisional, Kosmetik dan suplemen kesehatan di Indonesia tersebut merupakan salah satu 22

29 fokus utama dari Kedeputian II dalam melakukan pengawasan sekaligus pembinaan serta peningkatan kualitas, mutu dan daya saing produk obat tradisional, Kosmetik dan produk komplemen lokal. Gambar 7. Persentase Penduduk yang Mengkonsumsi Obat Modern dan Tradisional (Sumber: Susenas BPS ) Desentralisasi dan Otonomi Daerah Sistem pemerintahan yang sebelumnya bersifat sentralistis berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah menjadi bersifat desentralistis seiring dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain, menetapkan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan-keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Kewenangan bidang lain sebagai urusan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah diatur lebih lanjut secara rinci dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. 23

30 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Kewenangan Bidang Lain telah dikelompokkan dalam beberapa bidang, termasuk Bidang Kesehatan. Dalam bidang kesehatan, 3 (tiga) dari 11 (sebelas) kewenangan yang menjadi urusan pemerintah pusat yaitu: (1) Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat; (2) Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat, serta pengawasan industri farmasi; dan (3) Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran. Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan kebijakan pembinaan khususnya UMKM Obat tradisional dan Kosmetik serta dalam meningkatkan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Berlakunya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan untuk menyiapkan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait dengan pemberian izin sarana produksi, registrasi produk dan bimbingan teknis. Dalam konteks hubungan BPOM dan Pemda perlu disusun tata hubungan kerja secara bersama yang mengatur peran, fungsi dan tanggung jawab masing-masing serta meningkatkan kompetensi petugas di daerah dalam melaksanakannya Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup banyak bidang dan saling terkait: ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan massif akhir-akhir ini dan 24

31 berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif. Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjianperjanjian internasional, khususnya di bidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan negara-negara tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negaranegara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri. Harmonisasi ASEAN di bidang obat tradisional dan suplemen kesehatan merupakan kerjasama antar Negara ASEAN untuk meningkatkan kerjasama antar negara negara anggota ASEAN untuk meminimalkan hambatan perdagangan tanpa 25

32 mengakibatkan aspek keamanan efikasi/ manfaat dan mutu produk yang beredar di ASEAN. Implementasi harmonisasi ASEAN dibidang kosmetik di Indonesia telah berjalan selama kurang lebih 4 (empat) tahun, memperlihatkan masuknya kosmetika impor makin meningkat terutama dari luar ASEAN, Hal ini perlu diantisipasi oleh pemerintah dan pelaku usaha bidang kosmetik di Indonesia agar kosmetik lokal tidak kalah saing. Saat ini Indonesia sedang berusaha untuk mengangkat awarenes anggaota ASEAN lainya untuk mengkaji ulang ASEAN Cosmetik Directive, agar menjadi directive yang dapat mengurangi bahkan meniadakan unfair trade antara kosmetik ASEAN dan kosmetik non ASEAN, namun dapat meningkatkan produksi kosmetik di ASEAN. Di bidang suplemen kesehatan Harmonisasi standar produk sedang dilakukan penjajagan dan ditargetkan pada tahun ini. Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang antara lain adalah obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan, termasuk jamu dari negara lain, merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan tersebut. Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isuisu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya 26

33 pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Terkait hal tersebut, Kedeputian II berupaya melakukan edukasi kepada pelaku usaha agar meningkatkan produksi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang aman dan bermutu untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Perdagangan bebas membuat kepekaan berbisnis menjadi sangat tinggi. Kebutuhan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih banyaknya ditemukan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO (World Health Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai 10%, dan mencapai 20-40% untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Tentunya hal ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi BPOM khususnya Kedeputian II sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab terkait dengan pengawasan atas produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar di masyarakat. Indonesia memiliki pasar pengobatan tradisional yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 900 industri skala kecil dan 130 industri skala menengah obat tradisional, namun baru 69 yang memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Padahal Indonesia memiliki sekitar tumbuhan yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan obat. Setidaknya terdapat sekitar 300 jenis tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan dasar industri obat. Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi 27

34 Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri farmasi/iot, UKOT/UMOT serta industri kosmetik di Indonesia. Dengan adanya Free Trade Area (FTA), maka pemerintah harus mengembangkan kesiapan seluruh industri di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan tersebut untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri Perkembangan Teknologi Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun penyediaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari kebutuhan. Padahal Indonesia memiliki jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, BPOM dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dalam negeri. Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi. Perkembangan industri transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak pengawasan atas peredaran obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan semakin tinggi, dikarenakan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan ke tempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin cepat, sehingga antipasi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan juga harus sama 28

35 cepatnya. Bagi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, ini merupakan satu potential problem, karena bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas. Disamping itu, dengan meningkatnya perkembangan teknologi informasi saat ini, maka segala informasi kesehatan produk terkait produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dan akan dengan mudah diperoleh, bahkan cara pembeliannya pun cukup dengan menggunakan komputer dan perangkat seluler saja. Kedeputian II membawahi 2 (dua) Direktorat yang memiliki beberapa pelayanan publik di BPOM Pusat. Pelayanan tersebut berupa pelayanan pendaftaran obat tradisional, suplemen makanan dan notifikasi kosmetik serta sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Seiring dengan perkembangan teknologi tersebut diatas, Kedeputian II telah menerapkan pelayanan secara on line. Untuk memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di Indonesia. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan transaksi produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan secara online, yang tentu saja juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi Jejaring Kerja BPOM menyadari dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat menjadi single player. Untuk itu Kedeputian II mengembangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah, maupun internasional. Jaringan yang luas ini sangat 29

36 strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas BPOM khususnya Kedeputian II maupun pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki, Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal (Pusat dan Daerah). Di tingkat regional maupun internasional BPOM memiliki jejaring kerja dengan World Health Organization (WHO), Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang obat (RHSC), ASEAN Referrences Laboratories (AFL), Pharmaceutical Inspection Convention and Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S), peluang kerjasama ini terbuka tentunya karena citra BPOM yang baik di internasional. Jejaring kerjasama di dalam negeri ini perlu diinisiasi pembentukannya karena belum ada wadah yang khusus untuk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan seperti di pangan. Tantangan kedepan adalah menggalang kerjasama lintas sektor dengan Kementerian dan lembaga yang terkait di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan untuk bersama meningkatakan pengawasan dan pembinaannya. Selain hal tersebut perlu lebih ditingkatkan jumlah kajian risiko dibidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan nasional di sepanjang rantai produksi dan distribusi; Pembentukan pool of expert database untuk Komite Ilmiah dan Panel Pakar; serta melaksanakan National Capacity Building untuk Risk Assessment. Post Market Alert System (ASEAN PMAS) merupakan program inisiasi ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG) sebagai sarana pertukaran informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan masalah keamanan, mutu dan kemanfaatan produk. Dimana anggotanya terdiri dari 10 negara di ASEAN yaitu Brunei, Cambodia, Indonesia, Thailand, Singapore, Malaysia, Myanmar, Vienam, Lao PDR dan Philippines. PMAS digunakan sebagai tool komunikasi yang penting bagi regulator untuk 30

37 bertukar informasi mengenai tindak lanjut dan keputusan yang dibuat terkait keamanan produk farmasi, kesehatan dan kosmetik. Tujuan PMAS adalah sebagai sarana berbagi informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan keamanan produk terapetik, obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetika. PMAS dapat digunakan untuk menotifikasi badan pengawas lainnya secara cepat terutama jika produk yang dilaporkan termasuk dalam kategori keamanan utamanya yang harus ditarik dari peredaran. Saat ini, PMAS meliputi pelaporan untuk produk biologi, obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan lain-lain Ruang lingkup dalam pelaporan termasuk isu aspek keamanan (pemalsuan, pencampuran dengan bahan berbahaya), kemanfaatan, kualitas (produk cacat) atau penandaan yang tidak sesuai. Tindak lanjut dan rincian investigasi oleh negara anggota juga dilaporkan sebagai bagian dari informasi yang dibutuhkan untuk pelaporan. Contoh tindakan yang diambil adalah pembatalan/ penundaan registrasi produk, penarikan dan revisi label Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM termasuk di dalamnya Kedeputian II melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB Upaya atau proses RB yang dilakukan merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana Gambar 8 di bawah ini: 31

38 Gambar 8. Pola Pikir Pelaksanaan RB PENGUNGKIT HASIL POLA PIKIR DAN BUDAYA KERJA SDM PENGAWASAN INTERNAL ORGANISASI TATA LAKSANA AKUNTABILITAS KINERJA PENATAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PELAYANAN PUBLIK MENINGKATNYA KAPASITAS DAN AKUNTABILITAS KINERJA BIROKRASI TERWUJUDNYA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME MENINGKAT- NYA KUALITAS PELAYANAN PUBLIK INOVASI & PEMBELAJARAN a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau UPT BB/Balai POM di tingkat provinsi. Dalam mendukung pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dapat dilakukan secara lebih optimal. b. Penataan Tatalaksana Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM khususnya Kedeputian II berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terusmenerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality Management System ISO 9001:2008; Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S Quality System Requirement for Pharmateucal Inspectorate (PI 0023). 32

39 Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga dilakukan melalui penerapan e-government atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan BPOM, di antaranya pendaftaran obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dan berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-government yang dapat meningkatkan kinerja Kedeputian II tersebut seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien. c. Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi di kedeputian II, kecuali peraturan terkait suplemen kesehatan masih belum mencukupi untuk melaksanakan pengawasan. Peraturan Perundang-undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang. Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian tujuan pengawasan Obat dan Makanan dibahas pada Kerangka Regulasi. Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral. Kedeputian II perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan peraturan perundang-undangan yang akan masuk 33

40 dalam prolegnas setiap tahunnya bersamaan dengan penyusunan rencana kerja. Selain itu sesuai kerangka regulasi, untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, Kedeputian II perlu membuat cost-benefit analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang dikeluarkan, perlu dilakukan regulatory impact assessment. Kaitannya dengan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di daerah, selain ketersediaan NSPK, perlu didorong terbitnya aspek legal berupa Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota. Pada level operasional, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan, juga menerbitkan standar mutu lainnya, seperti standar produksi (obat tradisional dan kosmetik). Dari tahun ke tahun akan ditingkatkan jumlah dan kualitasnya. Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama di Free Trade Zone Area d. Penguatan Akuntabilitas Kinerja Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, BPOM termasuk di kedeputian II telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi KemenPAN-RB tahun 2014 memperoleh nilai B. 34

41 Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja. Namun, Kedeputian II masih melakukan penyempurnaan dalam penatausahaan manajemen pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel. e. Penguatan Pengawasan Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Melalui upaya pengawasan melekat di tiap tiap direktorat yang ada di Kedeputian II, dapat meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kedeputian II serta menghindari tingkat penyalahgunaan wewenang. Pengawasan yang dilakukan Kedeputian II antara lain melalui kebijakan penanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, implementasi whistle-blowing system, penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), dan pendayagunaan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dalam perencanaan dan penganggaran. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, upaya pengawasan yang dilakukan Kedeputian II tersebut masih perlu dievaluasi agar dapat ditingkatkan pelaksanaannya. f. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan bentuk 35

42 jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Perencanaan kebutuhan pegawai di Kedeputian II dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan proses penerimaan pegawai dilakukan secara transparan, objektif, akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan dilakukan secara terbuka. Pengembangan pegawai kedeputian II berbasis kompetensi yang selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian. Saat ini, SDM Kedeputian II telah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi kuantitas belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif, efisien dan tranparan terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap peta dan kelas jabatan yang telah disusun. Sehingga dapat dipastikan peningkatan jenjang karir SDM di kedeputian II. g. Manajemen Perubahan Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan 36

43 perubahan, BPOM termasuk kedeputian II telah membentuk agent of change sebagai role model serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses perubahan yang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh pegawai secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka pelaksanaan RB. Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi. Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun internal dilakukan melalui SWOT analisis sebagi instrumen perencanaan strategis yang menggambarkan situasi yang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan, kelemahan dan kesempatan eksternal. Sehingga setelah dianalisis mampu memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan. Mereduksi ancaman dan membangun peluang. Hal ini dirangkum dalam tabel 4 berikut : Tabel 4. Rangkuman Analisis SWOT KEKUATAN Peraturan perundang undangan yang jelas dalam tugas, fungsi dan kewenangan kedeputian II dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Kompetensi ASN Kedeputian II KELEMAHAN Perlu NSPK yang jelas ke daerah dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Belum terpenuhi regulasi, pedoman dan standar di bidang Obat Tradisional, 37

44 yang memadai dalam mendukung pelaksanaan tugas Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional Komitmen Pimpinan dan seluruh ASN BPOM menerapkan Reformasi Birokrasi Adanya program kedeputian II dalam pre market, postmarket, standarisasi, pemberdayaan masyarakat dan produsen di bidang Obat tradisional kosmetik dan suplemen kesehatan, Sistem pengawasan yang komprehensif mencakup premarket dan post market Peraturan dan standar yang dikembangkan sudah mengacu standar internasional Memiliki unit teknis di seluruh provinsi di Indonesia PELUANG Adanya Program Nasional Indonesia sehat yang salah satu strateginya adalah pengawasan obat dan makanan. Komintemn Pemerintah dalam memajukan UMKM dalam berbabagai bidang melalui nawa cita Jumlah industri obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang berkembang pesat Adanya Networking dengan lembaga-lembaga pusat dan internasional Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) Pertumbuhan signifikan penjualan dengan pengawasan di tingkat nasional Pasar pengobatan tradisional makin besar Nilai impor Obat Tradisional yang tingggi Kosmetik dan suplemen kesehatan Jumlah dan sebaran ASN BPOM yang belum memadai dibandingkan dengan cakupan tugas pengawasan dan beban kerja Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama Unit pelaksana teknis terbatas hanya di tingkat provinsi Belum ada pemetaan peningkatan kompetensi ASN yang terstruktur (capacity building) dalam menghadapi perkembangan Dukungan sistem IT dalam pengawasan masih kurang Belum tersedia kajian-kajian, ilmu dan media dalam obat tradisional TANTANGAN Perubahan iklim dunia yang mempengaruhi pola penyakit Penjualan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan ilegal secara online Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Perubahan pola hidup masyarakat (sosial dan ekonomi) Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Munculnya (kembali) berbagai penyakit baru Meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sangat bervariasi Besarnya pendapatan 38

45 Peningkatanpermohonan sertifikasi dan resertifikasi CPOTB/CPKB Besarnya kontribusi industri pengolahan termasuk industri dengan pengawasan terhadap output nasional Tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan demand obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Kesehatan menjadi kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah Perkembangan Teknologi di berbagai bidang komunikasi dan IT dalam menunjang pengawasan. perkapita berdampak peningkatan konsumsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Masih banyaknya jumlah pelanggaran di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Lemahnya penegakan hukum Ketergantungan impor bahan baku obat sangat tinggi Berkembangnya fasilitas industri farmasi serta peningkatan kapasitas produksinya Rendahnya pengetahuan dan kemampuan teknis UMKM obat tradisional Indonesia adalah negara ke-4 dengan jumlah populasi lanjut usia tertinggi Desentralisasi bidang kesehatan belum optimal Networking dengan lembagalembaga atau instasi di daerah belum optimal Belum optimalnya tindaklanjut hasil pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan oleh pemangku kepentingan di daerah Kekuatan laboratorium yang belum memadai Berdasarkan hasil analisa SWOT tersebut di atas, baik dari sisi keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan, serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, kedeputian II perlu melakukan penataan dan penguatan kelembagaan dengan menetapkan strategi untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi BPOM periode Terdapat beberapa hal yang harus dibenahi di masa mendatang agar pencapaian kinerja Kedeputian II lebih optimal. Di bawah ini pada gambar 9. 39

46 terdapat diagram yang menunjukkan analisa permasalahan dan peran Kedeputian II sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan. Gambar 9. Diagram Permasalahan Dan Isu Strategis, Kondisi Saat Ini Dan Dampaknya BELUM OPTIMALNYA PERAN KEDEPUTIAN II DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN SUPLEMEN KESEHATAN Belum terpenuhinya regulasi, pedoman dan standar di bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Belum sepenuhnya tercapai penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan sebelum beredar (premarket) belum optimalnya pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan pasca beredar di masyarakat (post-market) Belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta bimbingan teknis pada pelaku usaha dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan PERAN KEDEPUTIAN BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN (KEDEPUTIAN II) B Pemenuhan regulasi, pedoman dan standar di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Penguatan penapisan produk dalam rangka pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sebelum beredar (pre-market) Penguatan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan pasca beredar di masyarakat (post-market) Optimalisasi pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta bimbingan teknis kepada pelaku usaha dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka Kedeputian II perlu melakukan penguatan organisasi dan kelembagaan, agar faktor- 40

47 faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal maupun eskternal tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi BPOM periode Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, posisi organisasi Kedeputian II harusnya melakukan pengembangan dan perluasan organisasi agar dapat mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi BPOM periode Untuk itu, Kedeputian II dalam melaksanakan peran dan kewenangannya harus sesuai dengan peran dan kewenangan BPOM sebagai lembaga yang mengawasi Obat dan Makanan, maka Kedeputian II harus mendukung segala penguatan peran dan kewenangan BPOM sesuai dengan bisnis proses BPOM untuk periode sebagaimana pada gambar 10 di bawah ini: Gambar 10. Peta Bisnis Proses Utama BPOM sesuai Peran dan Kewenangan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Gambar 11. Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM yang didukung oleh Kedeputian Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 41

48 Tabel 5. Penguatan Peran Kedeputian II Tahun Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan (NSPK) Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sebelum beredar sesuai kriteria Pengawasan sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sesuai standar Kerjasama dan kemitraan dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik termasuk peringatan public dibidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Pengelolaan data dan informasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan Menentukan peta zona rawan peredaran obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tidak sesuai dengan standar. 42

49 BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BPOM DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi ke depan, maka BPOM sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai lembaga Pengawasan Obat dan Makanan dituntut untuk dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat/khasiat Obat dan Makanan tersebut sesuai standar persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk itu, BPOM telah menetapkan visi, misi dan tujuan serta sasarannya. Peta strategi BPOM dapat dilihat pada gambar 10 : Gambar 12. Peta Strategis BPOM Periode VISI Visi dan Misi Pembangunan Nasional untuk tahun telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Visi pembangunan nasional untuk tahun adalah Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian berlandaskan 43

50 Gotong Royong. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan, 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum, 3. Mewujudkan politik luar negeri yang bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim, 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera, 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing, 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju dan kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, dan 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Sejalan dengan visi dan misi pembangunan dalam RPJMN , maka BPOM telah menetapkan Visi BPOM adalah Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa Penjelasan Visi: Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan khususnya Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan harus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut: Aman : Kemungkinan risiko yang timbul pada penggunaan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan telah melalui analisa dan kajian, sehingga risiko yang mungkin masih timbul adalah seminimal mungkin/ dapat 44

51 ditoleransi/tidak membahayakan saat digunakan pada manusia. Dapat juga diartikan bahwa khasiat/manfaat Obat dan Makanan meyakinkan, keamanan memadai, dan mutunya terjamin. Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional, sehingga produk lokal unggul dalam menghadapi pesaing di masa depan. 2.2 MISI Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, telah ditetapkan Misi BPOM, yang diacu oleh Kedeputian II adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat Tantangan dalam Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan semakin tinggi. Oleh karena itu Kedeputian II melakukan pengawasan secara komprehensif (full spectrum) melalui regulator yang memadai, melakukan penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan hukum. Penjaminan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang konsisten melalui pengawasan komprehensif, menjadikan produk beredar akan memenuhi standar khasiat/ bermanfaat, aman dan bermutu. Dengan demikian Kedeputian II akan melindungi masyarakat dengan optimal. Berbagai perkembangan lingkungan eksternal menjadi tantangan tersendiri dalam melakukan pengawasan, dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Peningkatan system pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dilaksanakan melalui skala prioritas berdasarkan analisis resiko, untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara proporsional agar mencapai tujuan sasaran strategis. Kedeputian II juga melakukan mitigasi risiko di semua proses bisnis BPOM, antara lain pada pengawasan sarana dan 45

52 produk secara pro aktif memperkuat pengawasan lebih ke hulu melalui pengawasan importir bahan baku dan produsen. 2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Paradigma pengawasan Obat dan Makanan khususnya obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan harus diubah yang sebelumnya adalah watchdog control menjadi pro-active control dengan mendorong penerapan Risk Management Program oleh industri. Dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), pelaku usaha merupakan salah satu pilar yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam dalam pengawasan Obat dan Makanan. Pelaku usaha harus bertanggungjawab dalam memenuhi standar dan persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sehingga menjamin yang diproduksi dan diedarkan berkhasiat/ bermanfaat aman dan bermutu. Industri dalam negeri harus mampu bersaing baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Demikian halnya dengan industri obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan juga harus mampu bersaing. Kemajuan industri secara tidak langsung dipengaruhi dari sistem serta dukungan regulatory yang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM berkomitmen untuk mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Sebagai lembaga pengawas, BPOM harus mampu membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan produk yang berkhasiat/bermanfaat, aman dan bermutu. Dengan pengawasan dan pembinaan secara terstruktur berdasarkan analisis resiko dan berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan. 46

53 Masyarakat sebagai konsumen juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Masyarakat diharapkan dapat memilih obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang memenuhi standar, dan diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan. Untuk itu, BPOM melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung pengawasan melalui kegiatan Pemberdayaan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat, serta kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk tidak memenuhi standar, tidak mengandung bahan berbahaya dan ilegal. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan bersifat unik karena tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil harus bersinergi dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. 3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, maka BPOM melalui Kedeputian II harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar 47

54 dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi. Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata (techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi. Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-market yang berstandar internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOM menghadapi tantangan globalisasi. Dengan penjaminan mutu produk Obat dan Makanan (obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan) yang konsisten, yaitu memenuhi standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan optimal. BPOM melalui Kedeputian II juga melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait kerja sama lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi dan sebagainya yang merupakan potensi yang perlu diperkuat. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar di pasaran, sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk obat tradisional, kosmetik dan sup yang mengandung bahan baku berbahaya dan ilegal. Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning organization). Untuk mendukung itu, maka BPOM bersama Kedeputian II perlu untuk memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar informasi (knowledge sharing). 48

55 2.3 BUDAYA ORGANISASI Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya. 1. Profesional Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. 2. Integritas konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan 3. Kredibilitas Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. 4. Kerjasama Tim Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. 5. Inovatif Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini. 6. Responsif/Cepat Tanggap Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah. 2.4 TUJUAN Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan Makanan, maka tujuan Kedeputian II adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, bermanfaat dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat; 2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi. Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di atas, adalah: 49

56 1. Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan indikator: a. Tingkat kepuasan masyarakat atas jaminan pengawasan BPOM; 2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi, dengan indikator: a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi ketentuan; b. Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan pembinaan pengawasan Obat dan Makanan. 2.5 SASARAN STRATEGIS Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai BPOM, dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki BPOM. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ( ) ke depan diharapkan BPOM akan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut: 1. Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Komoditas dan produk yang menjadi obyek pengawasan BPOM tergolong produk berisiko tinggi yang sama sekali tidak ada ruang untuk toleransi terhadap produk yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan khasiat/manfaat. Dalam konteks ini, pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan sistemik. Pada seluruh mata rantai pengawasan tersebut, harus ada sistem yang dapat mendeteksi secara dini jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar dan hal-hal lain untuk dilakukan pengamanan sebelum merugikan konsumen /masyarakat. Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM merupakan suatu proses yang komprehensif dan bersifat full spectrum. Sistem pengawasan di Kedeputian II adalah sistem pengawasan terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Sistem itu terdiri dari: pertama, standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, 50

57 regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Standardisasi dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar yang mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar tersendiri. Kedua, penilaian sebelum diedarkan (pre-market evaluation) yang merupakan penilaian produk meliputi seluruh aspek khasiat, keamanan dan mutu sebelum diedarkan termasuk label dan iklan atau promosi yang akan dilakukan. Selanjutnya akan diterbitkan nomor ijin edar dan dapat diproduksi serta diedarkan kepada konsumen. Ketiga, adalah pengawasan produk setelah beredar (post-market control) yang dilakukan dengan sampling produk, pemeriksanaan saran produksi dan distribusi. Sampling terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar di seluruh indonesia dilakukan berdasarkan analisis resiko dan ditetapkan melalui pedoman prioritas sampling. Adanya harmionisasi ASEAN juga menjadi landasan dalam penarikan, pembatalan produk dan tindak lanjut yang lain sesuai peraturan yang berlaku. Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan ditetapkan sesuai GMP masing masing produk dan tindak lanjut yang dilakukan sesuai pedoman pola tindak lanjut, Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko, diuji di laboratorium guna mengetahui apakah obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan tersebut telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan salah satu dasar ilmiah yang digunakan dalam menentukan produk yang tidak memenuhi syarat. Kelima, adalah penegakan hukum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Penegakan hukum didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun investigasi awal. Proses penegakan hukum sampai dengan projusticia dapat berakhir dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran tersebut dapat diproses secara hukum pidana. Prinsip ini sudah sejalan dengan kaidah-kaidah dan fungsi-fungsi 51

58 pengawasan full spectrum yang berlaku secara internasional. Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikator sebagai berikut : 1. Persentase obat tradisional yang memenuhi syarat, dengan target 84% pada akhir 2019, 2. Persentase kosmetik yang memenuhi syarat, dengan target 93% pada akhir 2019, 3. Persentase suplemen kesehatan yang memenuhi syarat, dengan target 83% pada akhir 2019, 2. Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan merupakan suatu program yang terkait dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik. Pengawasan oleh pelaku usaha dilakukan dari hulu ke hilir, dimulai dari pemastian keamanan dan mutu bahan baku yang digunakan, proses produksi, distribusi hingga produk tersebut dikonsumsi oleh masyarakat. Pelaku usaha mempunyai peran penting dalam memberikan jaminan produknya memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu) melalui pemenuhan produksi yang baik sesuai dengan ketentuan. Pelaku usaha harus memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk memelihara sistem manajemen risiko secara mandiri. Pemerintah dalam hal ini BPOM khusunya Kedeputian II bertugas dalam menyusun kebijakan dan regulasi terkait obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dan mendorong penerapan Risk Management Program oleh industri. Kedeputian II juga berupaya memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk memperoleh kemudahan dalam usahanya yaitu dengan memberikan insentif, Clearing House, Sentra Informasi Obat Bahan Alam 52

59 (SIOBA), dan pendampingan regulatory. Kemandirian pelaku usaha akan berkontribusi pada peningkatan daya saing. BPOM dalam melaksanakan amanahnya sebagai lembaga pengawas selalu meningkatkan efektifitas dan efisiensinya melalui kerjasama berbagai instansi yang berkepentingan termasuk masyarakat. Untuk mendorong kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis, dilakukan melalui tahapan identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah maupun sektor swasta dan kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM, identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing dalam mendukung tugas yang menjadi mandat BPOM, dan menentukan indikator bersama atas keberhasilan program kerjasama. Kerjasama dan kemitraan dapat dilakukan dengan saling mendukung serta berbagi sumber daya yang tersedia di masing-masing instansi/ lembaga terkait dengan terlebih dahulu menentukan tujuan dan kerangka kerjasamanya, atau dengan mendelegasikan program-program yang ada di BPOM kepada lembaga/ kelompok masyarakat yang memiliki program yang sejalan dengan BPOM dengan mendukung pembiayaan program lembaga tersebut. Untuk memastikan bahwa kerjasama ini bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan, maka disusun kesepakatan (MoU) yang mengikat kedua belah pihak dengan mengacu pada tujuan kerjasama yang telah disepakati termasuk mekanisme dan sistem monitoring dan evaluasi. Komunikasi yang efektif dengan mitra kerja di daerah merupakan hal yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun BB/Balai POM sebagai tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke depan, BB/Balai POM perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan dinas terkait, setidaknya dua kali dalam satu tahun. Kesadaran masyarakat akan produk yang berkhasiat aman dan bermutu semakin meningkat, hal ini merupakan potensi positif agar pengawasan dapat dilaksanakan lebih efektif.oleh karena itu upaya peningkatan kesadaran masyarakat terus dilakukan, melalui kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi (KIE) dengan menggunakan berbagai media komunikasi. 53

60 Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai berikut: 1. Jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB, dengan target kumulatif 81 IOT pada tahun 2019, 2. Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan, dengan target kumulatif 205 industri kosmetika pada tahun 2019, Adapun tabel 6 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BPOM periode sesuai dengan penjelasan di atas, adalah sebagai berikut : Tabel 6. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Kedeputian II periode VISI MISI TUJUAN SASARAN STRATEGIS Obat dan Meningkatkan Meningkatnya Menguatnya Makanan sistem jaminan Sistem Aman pengawasan Obat produk Obat Pengawasan Obat Meningkatka dan Makanan dan Makanan dan Makanan n Kesehatan berbasis risiko aman Masyarakat untuk melindungi dan Daya masyarakat Saing Bangsa INDIKATOR KINERJA 1. Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat 2. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat 3. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat 1. Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB 2. Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan Dari indikator kinerja tersebut di atas, ditetapkan Indikator Kinerja Utama Kedeputian II adalah : 1. Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat 2. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat 3. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat 4. Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB 5. Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan 54

61 BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOM Dalam rangka mencapai sasaran strategis BPOM untuk periode , maka ditetapkan arah kebijakan dan strategi sebagai acuan langkah-langkah penyusunan target outcome program. Arah kebijakan dan strategi BPOM disusun untuk mendukung tujuan pembangunan sub bidang kesehatan dan gizi masyarakat. Upaya secara terintegratif dalam fokus dan lokus pengawasan Obat dan Makanan dilakukan demi tercapainya tujuan dan sasaran strategis. Arah Kebijakan BPOM : 1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko dimulai dari perencanaan yang diarahkan berdasar pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan spasial. Aspek-aspek tersebut dilakukan dengan pendekatan analisis risiko yaitu dengan memprioritaskan pengawasan kepada hal-hal yang berdampak risiko lebih besar agar pengawasan yang dilakukan lebih optimal. Keberadaan Balai Besar/Balai POM hampir di seluruh wilayah Indonesia memungkinkan BPOM meningkatkan pemerataan pembangunan terutama di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Perencanaan berbasis spasial sudah menjadi hal yang perlu diperhatikan karena secara logis risiko terhadap Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat berbeda pada setiap lokus atau wilayah di daerah. Kebijakan ini harus dijabarkan juga 55

62 oleh Balai Besar /Balai POM di daerah dalam perencanaan pengawasan Obat dan Makanan di catchment area-nya. Selain itu, penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan juga didorong untuk meningkatkan perlindungan kepada kelompok rentan meliputi balita, anak usia sekolah, dan penduduk miskin. Pada pengawasan Obat, hal ini dilakukan antara lain melalui pengawasan keamanan, khasiat, dan mutu vaksin serta Obat Program JKN. Pada pengawasan pangan, kelompok rentan ini bahkan telah diidentifikasi mencakup bayi, orang sakit, ibu hamil, orang dengan immunocompromised, dan manula. Pengawasan ini dilakukan antara lain melalui pengawasan pangan berisiko tinggi (seperti susu formula dan produk kaleng), pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah, dan pengawasan pangan fortifikasi. 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat dan Makanan Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan kemandirian ekonomi utamanya daya saing Obat dan Makanan. Pendekatan dalam kebijakan ini meliputi antara lain penerapan Risk Management Program secara mandiri dan terus menerus oleh produsen Obat dan Makanan. Ketersediaan tenaga pengawas merupakan tanggung jawab produsen. Namun BPOM perlu memfasilitasi pemenuhan kualitas sumber daya pengawas tersebut melalui pembinaan dan bimbingan, pelatihan, maupun media informasi, serta verifikasi kemandirian tersebut. 3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat dan Makanan Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber daya yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama kemitraan dan partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang harus dipastikan oleh BPOM dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan. Di sisi lain, tanggung jawab pengawasan Obat dan Makanan (walau mandat konstitusionalnya ada di BPOM) ini mestinya tidak hanya melekat dan menjadi monopoli BPOM, tapi pemerintah daerah 56

63 dan masyarakat juga dituntut untuk ikut andil dan terlibat aktif dalam pelaksanaan pengawasan tersebut. Dalam hal ini BPOM mestinya jeli dan proaktif dalam mendorong kerjasama dan kemitraan dengan melibatkan berbagai kelompok kepentingan dalam dan luar negeri, baik dari unsur pemerintah, pelaku usaha (khususnya Obat dan Makanan), asosiasi pihak universitas/akademisi, media dan organisasi masyarakat sipil terkait lainnya, dalam upaya memastikan bahwa Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi. Bentuk draft dan model kerjasama/kemitraan itu juga harus dirancang dengan fleksibel, tapi tetap mengikat dan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam kerjasama, serta berkelanjutan dengan terpantau. Kebijakan ini juga dapat difokuskan pada memaksimalkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik sebagai upaya strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal ini, yang harus dipastikan bahwa materi KIE itu harus distandarkan, memiliki muatan informatif dan jelas menguraikan pesan yang dikampanyekan, serta mampu menjangkau khalayak yang ingin disapa oleh BPOM tersebut (misalnya memanfaatkan berbagai media sosial). 4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan Obat dan Makanan melalui penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien. Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara efektif dan efisien, dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Pengelolaan persediaan, penataan aset, penguatan kapasitas laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi untuk mendukung pelayanan publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi knowledge base dalam mendukung risk based control, penguatan sistem perencanaan dan penganggaran, serta implementasi keuangan berbasis akrual perlu menjadi penekanan/agenda prioritas. Dalam upaya meraih WTP, selain memelihara komitmen dan integritas pimpinan, para pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga dilakukan strategi 57

64 dan upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), penguatan perencanaan dan penganggaran, peningkatan kualitas laporan keuangan (LK), peningkatan kualitas proses pengadaan Barang dan Jasa, pembenahan penatausahaan BMN (aset tetap dan persediaan), penguatan monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan reviu LK, serta percepatan penyelesaian tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan suprasistem, BPOM perlu mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta (spasial) dapat diakses secara online dan real time yaitu berupa data-data kondisi (misalnya peta penyebaran sarana produksi & sarana distribusi Obat dan Makanan), peta capaian hasil kinerja pengawasan (misalnya peta hasil pengujian laboratorium, penyelesaian kasus, dan sebagainya). Selain itu data-data perlu diolah dan dilakukan analisis kesenjangan kinerja pengawasan antar wilayah sehingga dapat menjadi input dalam pelaksanaan program pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko. Selain memberi arah penguatan ke dalam institusi BPOM, kebijakan ini perlu disertai dengan strategi dan upaya peningkatan kerjasama dan komunikasi ke pihak eksternal yang strategis. Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal: Eksternal: 1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan Makanan; 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan. 58

65 Internal: 1) Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko; 2) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja individu/pegawai; 3) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai; 4) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan daerah secara lebih proporsional dan akuntabel; 5) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan. Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarak sipil). Mengingat begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan strategis baik internal maupun eskternal seperti yang diuraikan pada Bab I tersebut di atas, maka dengan sendirinya menuntut penyesuaian-penyesuaian dalam mekanisme internal organisasi dan kelembagaan BPOM sendiri. Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal organisasi dan kelembagaan serta sumber daya pegawai BPOM sendiri. Poin penting yang harus diperhatikan di sini adalah soal SDM pegawai, karena kunci keberhasilan sebuah lembaga sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya. Agar pembangunan pengawasan Obat dan Makanan menjadi tajam dan terarah, arah kebijakan dan strategi tersebut harus dijabarkan pada perencanaan tahunan dengan penekanan sesuai isu nasional terkini (penjabaran tahunan Nawacita) dan atau mengacu alternatif penekanan sebagai berikut : 59

66 Tahun 2016 : Mendorong penguatan kelembagaan dan pengembangan program strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan serta memaksimalkan fungsi pelayanan publik. (Dalam hal ini Penguatan Laboratorium, Sistem IT dan Dukungan Sarana Prasarana menjadi pra syarat yang harus dipenuhi). Tahun 2017 : Penguatan regulasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan termasuk Pelaksanaan Regulatory Impact Analysis, Penguatan sistem data pre dan post terintegrasi antara pusat dan daerah (sistem pemeriksaan penyidikan dan pengujian), dan Penguatan Kapasitas dan Kapabilitas Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan untuk memaksimalkan Fungsi Penegakan Hukum. Tahun 2018 : Penguatan dalam penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan didukung dengan analisis dampak efektifitas pengawasan secara ekonomi dan sosial untuk mendukung pencapaian pembangunan nasional. (Dalam hal ini economic burden akibat pengawasan Obat dan Makanan yang tidak efektif akan menjadi beban pemerintah secara nasional). Tahun 2019 : Percepatan pengawasan Obat dan Makanan serta evaluasi program (Renstra ) dalam rangka peningkatan kinerja pengawasan Obat dan Makanan periode berikutnya. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan tersebut, BPOM menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode , yaitu program utama (teknis) dan program pendukung (generik), sebagai berikut: a. Program Teknis Program Pengawasan Obat dan Makanan Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama BPOM dalam menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat Obat dan Makanan melalui serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan, penilaian Obat dan Makanan sesuai standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana 60

67 distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar, penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan. b. Program Generik 1) Program generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya. 2) Program generik 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM. Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas BPOM, sebagai berikut: a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan : 1) Penyusunan standar Obat dan Makanan berupa Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) pengawasan Obat dan Makanan (pre dan post-market); 2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian Obat; 3) Peningkatan cakupan pengawasan mutu Obat dan Makanan beredar melalui penetapan prioritas sampling berdasarkan risiko termasuk iklan dan penandaan; 4) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, sarana pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan sarana distribusi pangan dan bahan berbahaya; 5) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; 6) Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya laboratorium Obat dan Makanan; 7) Penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan; 8) Peningkatan penelitian terkait pengawasan Obat dan Makanan antara lain regulatory science, life science; 9) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat. b. Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung): 1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan; 61

68 2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan Makanan; 3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM; 4) Peningkatan Kompetensi Aparatur BPOM; 5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat. 3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEDEPUTIAN II Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab I, Renstra Kedeputian II disusun berdasarkan Renstra BPOM tahun Berdasarkan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan Renstra periode sebelumnya, Renstra Kedeputian II ditujukan untuk meningkatkan jaminan produk Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan aman, bermanfaat, dan bermutu dalam rangka mendukung terwujudnya visi organisasi BPOM yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa. Pada matriks Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, terdapat 3 (tiga) program lintas di bawah koordinasi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dimana salah satunya melibatkan Kedeputian II, yaitu: Program Lintas Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pengendalian Penyakit Program ini terdiri atas program Dukungan Manajemen Kemenkes, P2PL, Kepemudaan dan Olahraga, serta Program Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan dengan ukuran 3 (tiga) IKP dan 9 (sembilan) IKK. 62

69 Kode Program/Kegiatan Indikator 3.4 Program Pengawasan Obat dan Makanan Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Pengembangan Obat Asli Indonesia Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik Persentase Obat Tradisional yang memenuhi Syarat Persentase Kosmetik yang memenuhi Syarat Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi Syarat Persentase hasil Inspeksi sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang memerlukan pendalaman mutu dan/atau diverifikasi Persentase obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dan produk kuasi tidak memenuhi syarat (TMS) yang dianalisis dan ditindaklanjuti Jumlah penandaan dan iklan obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan yang dianalisis dan ditindaklanjuti Persentase berkas permohonan sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan dan Produk Kuasi yang mendapatkan keputusan tepat waktu Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan Jumlah pedoman/publikasi informasi keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu hasil pengembangan OAI Persentase Keputusan Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik yang diselesaikan 63

70 3.4.4 Penyusunan Standar Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Jumlah Standar Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan yang disusun Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat tahun , dimana terdapat satu arah kebijakan pembangunan di bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat yang terkait dengan Badan POM, yaitu Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan. Untuk itu, Kedeputian II menetapkan 6 (enam) strategi sebagai berikut : 1. Perkuatan sistem pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan berbasis risiko; 2. Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan berbasis risiko; 3. Perkuatan kemitraan pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan dengan pemangku kepentingan; 4. Peningkatan kemandirian pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan berbasis risiko oleh masyarakat dan pelaku usaha; 5. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong peningkatan daya saing produk Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan; dan 6. Perkuatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Berdasarkan arah kebijakan Renstra BPOM tahun , maka arah kebijakan untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis Kedeputian II tahun adalah: 1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat Penguatan Sistem Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan berbasis risiko dimulai dari perencanaan yang diarahkan berdasar pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan spasial. Aspek-aspek tersebut dilakukan dengan pendekatan analisis risiko yaitu dengan 64

71 memprioritaskan pengawasan kepada hal-hal yang berdampak risiko lebih besar agar pengawasan yang dilakukan lebih optimal. Keberadaan Balai Besar/Balai POM hampir di seluruh wilayah Indonesia memungkinkan BPOM meningkatkan pemerataan pembangunan terutama di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Perencanaan berbasis spasial sudah menjadi hal yang diperhatikan karena secara logis risiko terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar di masyarakat berbeda pada setiap lokus atau wilayah di daerah. Kebijakan ini dijabarkan dalam pedoman prioritas sampling. REKSI PIMPINAN Penguatan sistem pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan juga didorong untuk menjawab tantangan isu isu strategis yang terjadi serta meningkatkan perlindungan kepada kelompok rentan. Pengawasan ini dilakukan antara lain melalui intensifikasi pengawasan produk obat tradisional dan suplemen kesehatan mengandung Bahan Kima Obat (BKO), intensifikasi iklan dan penandaan produk kosmetik karena pemberlakuan pre market notifikasi, perkuatan laboratorium dalam investigasi produk, perkuatan kerjasama lintas sektor dalam dan luar negeri. Untuk menjawab tantang isu strategis saat ini perlu dilakukan beberapa langkah strategis melalui Peningkatan sistem pengawasan Pre Market produk obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik dengan pemenuhan optimalisasi proses penilaian melalui penyempurnaan sistem e-reg obat tradisional, suplemen kesehatan dan notifikasi kosmetik yang telah ada serta penyediaan pedoman teknis terkait penilaian obat tradisional, suplemen kesehatan dan notifikasi kosmetik. 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan kemandirian ekonomi utamanya daya saing obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Pendekatan dalam kebijakan ini meliputi antara lain 65

72 penerapan Risk Management Program secara mandiri dan terus menerus dan bertahap oleh produsen. Pembinaan di Kedeputian II dilakukan melalui dua program yaitu program untuk industri dan UMKM. Industri yang menerapkan Risk Management Program dalam pemenuhan CPOTB/CPKB difasilitasi sehingga penerapan dapat dilakukan secara mandiri dan konsisten. Pembinaan terhadap UMKM obat tradisional, kosmetik dilakukan melalui penerapan bertahap CPOTB/CPKB dengan melibatkan berbagai instansi terkait. Fasilitasi kualitas sumber daya dilakukan melalui pembuatan standar yang memadai serta melalui pembinaan dan bimbingan, pelatihan, maupun media informasi, serta verifikasi kemandirian tersebut. 3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber daya yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama kemitraan dan partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang dimanfaatkan Kedeputian II dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Hal ini sudah menjadi konsekuansi sistem pengawasan dengan tiga pilarnya yaitu pemerintah, industri dan masyarakat. Pengawasan yang dilakukan dari hulu ke hilir akan melibatkan berbagai pihak pemerintah di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena penguatan kerjasama lintas sektor sangat konsen dilaksanakan. Desentralisasi kewenangan di bidang kesehatan, masih belum berjalan optimal oleh karena itu penguatan regulatory pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di pemerintah pusat dan daerah perlu dibuat pendelegasian kewenangan yang jelas melalui NSPK pusat dan daerah sehingga pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan akan lebih efisien. Kerjasama di ASEAN dalam post market alert sistem (PMAS) telah berjalan dengan baik. Banyak hal didapatkan melalui kerjasama ini antara lain 66

73 terkait BKO yang ada dalam produk obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan dan suplemen kesehatan lainnya. Penguatan kerjasama juga banyak dilakukan secara mandiri oleh BPOM dengan pemerintah negara lain seperti China, Australia, dll Kedeputian II akan proaktif dalam mendorong kerjasama dan kemitraan dengan melibatkan berbagai pihak berpentingan dalam dan luar negeri seperti pemanfaatan CSR dan komunitas peduli obat dan makanan, asosiasi pihak universitas/akademisi, media dan organisasi masyarakat sipil terkait lainnya. Bentuk draft dan model kerjasama/kemitraan itu juga harus dirancang dengan fleksibel, tapi tetap mengikat dan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam kerjasama, serta berkelanjutan dengan terpantau. Kebijakan ini juga dapat difokuskan pada memaksimalkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik sebagai upaya strategis dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Materi KIE itu harus distandarkan, memiliki muatan informatif dan jelas menguraikan pesan yang dikampanyekan, serta mampu menjangkau khalayak yang ingin disapa oleh BPOM. 4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan melalui penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien. Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara efektif dan efisien, dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Pengelolaan persediaan, penataan aset, penguatan kapasitas laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi untuk mendukung pelayanan publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi knowledge base dalam mendukung risk based control, penguatan sistem perencanaan dan penganggaran, serta implementasi keuangan berbasis akrual perlu menjadi penekanan/agenda prioritas. 67

74 Dalam upaya meraih dan memelihara WTP, komitmen dan integritas pimpinan, para pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga dilakukan strategi dan upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), penguatan perencanaan dan penganggaran, peningkatan kualitas laporan keuangan (LK), peningkatan kualitas proses pengadaan Barang dan Jasa, pembenahan penatausahaan BMN (aset tetap dan persediaan), penguatan monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan reviu LK, serta percepatan penyelesaian tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan supra sistem. Kedeputian II dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan perlu mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta (spasial) dapat diakses secara online dan real time yaitu berupa data-data kondisi (misalnya peta penyebaran sarana produksi & sarana distribusi Obat dan Makanan), peta capaian hasil kinerja pengawasan (misalnya peta hasil pengujian laboratorium, penyelesaian kasus, dan sebagainya). Selain itu data-data perlu diolah dan dilakukan analisis kesenjangan kinerja pengawasan antar wilayah sehingga dapat menjadi input dalam pelaksanaan program pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko. Selain memberi arah penguatan ke dalam institusi BPOM, kebijakan ini perlu disertai dengan strategi dan upaya peningkatan kerjasama dan komunikasi ke pihak eksternal yang strategis. Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal: Eksternal: 1. Perkuatan kemitraan dengan lintas sektor dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan 2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. 68

75 Internal: 1. Perkuatan regulatory system pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan berbasis risiko; 2. Membangun manajemen kinerja dari kinerja lembaga hingga kinerja individu/pegawai; 3. Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai; 4. Meningkatkan kompetensi SDM di Kedeputian II secara lebih proporsional dan akuntabel; 5. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung tugas pengawasan pangan, termasuk pemanfaatan teknologi informasi. Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarak sipil). Adapun kerjasama dan kemitraan yang telah dibangun Kedeputian II dalam rangka penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, yaitu : 1. Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) Pada tahun 2013 Badan POM berinisiasi membentuk Kelompok Kerja Nasional Penanggulangan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat yang terdiri dari berbagai stake holder terkait antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Dalam Negeri, Asosiasi Dinas Kesehatan, Asosiasi Pelaku Usaha (GP Jamu dan GAPOTA), Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI. Pokjanas ini dibentuk melalui SK Kepala Badan POM No. HK tahun 2013 dengan tugas umum sebagai berikut : 1. melaksanakan upaya penangkalan, Pencegahan dan penegakan hukum terkait Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat melalui pengurangan pasokan (supply reduction) dan pengurangan permintaan (demand reduction); 69

76 2. meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan bahaya Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat; dan 3. penerapan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pokjanas dicanangkan oleh Kepala Badan POM pada tanggal 8 April Pada pencanangan tersebut, perwakilan dari pemerintah, pelaku usaha dan pemerintah menadatangani komitmen bersama dalam penanggulangan OT mengandung BKO. Secara garis besar, program Pokjanas Penanggulangan OT Mengandung BKO terbagi atas 2 kelompok program yaitu : 1. Program Pemutusan Rantai Suplai Dilakukan melalui program pengawasan sarana produksi dan distribusi serta penelusuran sumber OT mengandung BKO. Dalam kurun waktu , telah dilakukan upaya pemutusan rantai suplai OT mengandung BKO dengan hasil sebagai berikut : Tahun Hasil Penelusuran Sumber (produsen) Hasil Pembersihan Pasar (sarana distribusi) 2013 Rp ,- (Produk) Rp (Produk) 2014 Rp ,- (Produk) Rp (Produk) 2015 Rp ,- (Produk ) Rp ,- (Bahan Baku) (Produk) Rp Program Penurunan Deman Dilakukan melalui program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada pelaku usaha dan masyarakat umum dengan tujuan menurunkan permintaan pasar terhadap OT mengandung BKO. Pelaksanaan program KIE tersebut dirinci sebagai berikut : Program KIE Frekuensi Jumlah Peserta Komunikasi Hasil Pengawasan kepada Pelaku Usaha 5 kali 877 orang Sosialisasi kepada Masyarakat 4 kali orang 70

77 Penerbitan Public Warning 4 kali Peningkatan kinerja Pokjanas perlu terus ditingkatkan dan diperluas, oleh kerena itu perlu dilakukan revitalisasi melalui legalitas yang lebih kuat dalam pembentukannya. 2. Post Market Alert System (ASEAN PMAS) Post Market Alert System (ASEAN PMAS) merupakan program inisiasi ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG) sebagai sarana pertukaran informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan masalah keamanan, mutu dan kemanfaatan produk. Dimana anggotanya terdiri dari 10 negara di ASEAN yaitu Brunei, Cambodia, Indonesia, Thailand, Singapore, Malaysia, Myanmar, Vienam, Lao PDR dan Philippines. PMAS digunakan sebagai tool komunikasi yang penting bagi regulator untuk bertukar informasi mengenai tindak lanjut dan keputusan yang dibuat terkait keamanan produk farmasi, kesehatan dan kosmetik. Tujuan PMAS adalah sebagai sarana berbagi informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan keamanan produk terapetik, obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetika. PMAS dapat digunakan untuk menotifikasi badan pengawas lainnya secara cepat terutama jika produk yang dilaporkan termasuk dalam kategori keamanan utamanya yang harus ditarik dari peredaran. Saat ini, PMAS meliputi pelaporan untuk produk biologi, obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan lain-lain Ruang lingkup dalam pelaporan termasuk isu aspek keamanan (pemalsuan, pencampuran dengan bahan berbahaya), kemanfaatan, kualitas (produk cacat) atau penandaan yang tidak sesuai. Tindak lanjut dan rincian investigasi oleh negara anggota juga dilaporkan sebagai bagian dari informasi yang dibutuhkan untuk pelaporan. Contoh tindakan yang diambil adalah pembatalan/ penundaan registrasi produk, penarikan dan revisi label. 71

78 Strategi eksternal lainnya yaitu peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan. Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal organisasi dan kelembagaan serta sumber daya pegawai di Kedeputian II sendiri. Poin penting yang harus diperhatikan di sini adalah peningkatan kapasitas SDM pengawas di Kedeputian II, karena kunci keberhasilan sebuah lembaga sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya. Agar pembangunan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan menjadi tajam dan terarah, arah kebijakan dan strategi tersebut harus dijabarkan pada perencanaan tahunan dengan penekanan sesuai isu nasional terkini (penjabaran tahunan Nawacita) dan atau mengacu alternatif penekanan sebagai berikut : - Tahun 2016 : Mendorong penguatan kelembagaan dan pengembangan program strategis dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan serta memaksimalkan fungsi pelayanan publik. (Dalam hal ini penguatan Laboratorium, Sistem IT dan dukungan Sarana Prasarana menjadi pra syarat yang harus dipenuhi) - Tahun 2017 : Penguatan regulasi di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan termasuk pelaksanaan regulatory impact analysis, penguatan sistem data pre dan post terintegrasi antara pusat dan daerah (sistem pemeriksaan penyidikan dan pengujian). - Tahun 2018 : Penguatan dalam penegakan hukum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan didukung dengan analisis dampak efektifitas pengawasan secara ekonomi dan sosial untuk mendukung pencapaian pembangunan nasional. - Tahun 2019 : 72

79 Percepatan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan serta evaluasi program (Renstra ) dalam rangka peningkatan kinerja pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan periode berikutnya. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, Kedeputian II menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode , yaitu program utama (teknis) dan program pendukung (generik), sebagai berikut: a. Program Teknis Program Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Kedeputian II untuk menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan melalui serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan, penilaian obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sesuai standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana distribusi, sampling dan pengujian obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar, penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan. b. Program Generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana di Kedeputian II Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas Kedeputian II, sebagai berikut: a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan : 1) Penyusunan standar obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan berupa Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan (pre dan post-market); 73

80 2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan berbasis risiko; 3) Peningkatan cakupan pengawasan mutu obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan beredar melalui penetapan prioritas sampling berdasarkan risiko termasuk iklan dan penandaan. 4) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan 5) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku kepentingan serta meningkatkan partisipasi masyarakat. b. Kegiatan untuk melaksanakan program generik (pendukung): 1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan; 2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kedeputian II; 3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur Kedeputian II; 4) Peningkatan dan Pemeliharaan Kompetensi Aparatur Kedeputian II; 5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat. Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, maka masing-masing sasaran strategis BPOM periode dijabarkan kepada sasaran program dan kegiatan berdasarkan logic model perencanaan. Adapun logic model penjabaran terhadap sasaran program dan kegiatan sesuai dengan unit organisasi di lingkungan BPOM adalah sebagai berikut: 74

81 Gambar 13. Logframe Kedeputian Tabel 7. Program, Sasaran Program, Kegiatan, Sasaran Kegiatan, dan Indikator di Lingkungan Kedeputian PROGRAM SASARAN PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS SASARAN KEGIATAN INDIKATOR PIC PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan Penyusunan Standar Tersusunnya standar Obat Tradisional, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan Kesehatan dalam rangka menjamin Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu Penilaian obat tradisional, Suplemen Kesehatan, dan kosmetik Inspeksi dan sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha Obat Tradisional Kosmetik dan Suplemen Kesehatan Tersedianya Obat Tradisional, suplemen kesehatan dan Kosmetik memenuhi standar Meningkatnya mutu sarana produksi dan distribusi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan sesuai GMP dan GDP Pelaku usaha menjamin mutu produk Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan Jumlah standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan yang disusun Jumlah keputusan dokumen uji klinik obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tepat waktu Persentase Keputusan Penilaian Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan yang diselesaikan 1. Persentase hasil inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan yang memerlukan pendalaman mutu dan atau diverifikasi 2. Persentase Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan dan produk kuasi TMS yang dianalisis dan ditindaklanjuti 3. Jumlah penandaan dan iklan obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan yang dianalisis dan ditindaklanjuti 4. Persentase berkas permohonan sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan dan produk kuasi yang mendapatkan keputusan tepat waktu 1. Jumlah industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat CPOTB 2. Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan Dit. Standardisasi OT, Kosmetik, dan SK Dit. Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan kosmetik Dit. Inspeksi dan sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Dit. Inspeksi dan sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk 75

Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen KATA PENGANTAR S esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Direktur Obat Asli Indonesia. Dra. Mauizzati Purba, Apt.M.Kes NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Direktur Obat Asli Indonesia. Dra. Mauizzati Purba, Apt.M.Kes NIP KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap instansi pemerintah perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI

KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI NOMOR HK.04.01.313.05.15.1413 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI TAHUN 2015-2019 DIREKTUR PENILAIAN OBAT

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian dan lembaga perlu menyusun Rencana Strategis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK

KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa bahwasannya kami telah dapat menyusun Rencana Strategis Balai Besar POM di Bandar Lampung Tahun 2015 2019 Visi

Lebih terperinci

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.05.02.322.3.05.15.859 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.515, 2015 BPOM. Rencana Strategis Tahun 2015-2019 Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Deputi I

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Deputi I LAMPIRAN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA NOMOR HK.05.02.322.3.05.15.859 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA TAHUN 2015-2019

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Rencana Strategis BBPOM di Medan

KATA PENGANTAR. Rencana Strategis BBPOM di Medan KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas menyusun Rencana Strategis (Renstra) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Drs. Bosar M. Pardede., Apt., M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Drs. Bosar M. Pardede., Apt., M.Si NIP KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dapat selesainya rencana strategis Balai Pengawas Obat dan Makanan di Manokwari periode 2015-2019. Sesuai dengan amanat

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP KATA PENGANTAR esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Renstra Balai POM di Gorontalo Tahun

KATA PENGANTAR. Renstra Balai POM di Gorontalo Tahun KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan HidayahNya yang dilimpahkan kepada kita semua sehingga proses penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Balai POM di Gorontalo

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rencana Strategis. Balai Besar POM di Manado

Rencana Strategis. Balai Besar POM di Manado 2015-2019 Rencana Strategis Balai Besar POM di Manado KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN

RENCANA STRATEGIS TAHUN RENCANA STRATEGIS TAHUN 215-219 217 218 219 215 216 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDA ACEH Jl. Tgk. Daud Beureueh No.11 Banda Telp:651-23926 Fax: 651-22735 Email: serliknad@yahoo.com : BBPOM

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN RENCANA STRATEGIS 2015 2019 DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2015 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN 2015-2019 BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN 2015 SURAT KEPUTUSAN KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG NOMOR :

Lebih terperinci

BADAN POM RI RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN

BADAN POM RI RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN POM RI RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN 2015- BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Direktorat Standardisasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Lampiran Keputusan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banjarmasin Nomor : HK.01.02.100.04.15.0631 Tentang Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 Oleh : Drs. Richard Panjaitan, Apt., SKM DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP KETERSEDIAAN, KETERJANGKAUAN DAN PEMERATAAN OBAT ESENSIAL GENERIK

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, 20 April 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, 20 April 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru KATA PENGANTAR S esuai amanat Undang-Undang No. 5 tahun 004 tentang Sistem Penilaian Perencanaan Pembangunan Nasional yang disusun secara periodic meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Latar Belakang Derasnya arus globalisasi memberikan warna dan nuansa pada pola perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan sistem perdagangan dunia

Lebih terperinci

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BOGOR TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PERHBUBUNGAN

PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BOGOR TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PERHBUBUNGAN PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PERHBUBUNGAN JALAN RAYA Jakarta KM. 50. CIMANDALA KEC SUKARAJA Perubahan Renstra 2013-2018

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana

Lebih terperinci

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Togi J. Hutadjulu Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi 1. PENDAHULUAN 2. PELAYANAN PUBLIK BADAN POM

Lebih terperinci

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Dr. Dra. Agusdini Banun S., Apt, MARS SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Contents LANDASAN PENGATURAN ASPEK PENGATURAN TUJUAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN Pasal 106 NO. 36 TAHUN 2009 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

Evaluasi Permohonan Persetujuan Denah/RIP Sarana Produksi Kosmetik dan Obat Tradisional

Evaluasi Permohonan Persetujuan Denah/RIP Sarana Produksi Kosmetik dan Obat Tradisional Evaluasi Permohonan Persetujuan Denah/RIP Sarana Produksi Kosmetik dan Obat Tradisional Dra. Indriaty Tubagus, Apt., M.Kes. Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Jakarta, 10 April 2015 Outline Paparan 1. Kerangka pikir penyelenggaranaan pangan 2. Pengawasan Makanan dalam RPJMN 2015-2019 3. Gambaran

Lebih terperinci

PP IAI 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA

PP IAI 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA PP IAI 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN KELUARGA SADAR OBAT PP IAI 2014 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Obat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA BADAN POM RI

RENSTRA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA BADAN POM RI BADAN POM RI RENSTRA 2015-2019 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jl. Tompeyan I Tegalrejo. Telp (0274) 561038/ Fax (0274) 552250 Email : bpom_yogyakarta@pom.go.id

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG TAHUN 2015-2019 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada kita

Lebih terperinci

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN) BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Oleh Adila Prabasiwi, S.K.M, M.K.M Pengertian SKN Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei 2015 Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Drs. Mustofa, Apt, M.Kes NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei 2015 Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Drs. Mustofa, Apt, M.Kes NIP KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, setiap kementerian dan lembaga diwajibkan untuk menyusun rencana strategis termasuk

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan 1 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. 109 TAHUN 2012 3.1 Kewenangan Pengawasan Terhadap Label Produk Rokok Kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN OBAT TRADISIONAL YANG TIDAK MEMENUHI

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING

DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING Obat Tradisional Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen RAPAT KERJA NASIONAL GP JAMU Jakarta,

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional disampaikan oleh: Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, dan menduduki urutan kedua setelah Brazil.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 014 Asisten Deputi Bidang Pendidikan, Agama, Kesehatan, dan Kependudukan Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 Kata Pengantar Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.498, 2016 BPOM. Obat Tradisional Tidak Memenuhi Persyaratan. Penarikan dan Pemusnahan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci